studi kasus mikrobiologi ostemyelitis

Upload: farras-shanda

Post on 22-Jul-2015

103 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hipotesis:

1. INFEKSI PASCA BEDAH/ OSTEOMYELITISKomplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri. Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah tulang yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar bahkan ke aliran darah sistemik. Maka Osteomyelitis merupakan inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi piogenik atau non-piogenik seperti Micobacterium tuberkulosa atau Staphylococcus aureus. Infeksi dapat terbatas pada sebagian kecil tempat pada tulang atau melibatkan beberapa daerah seperti sumsum, perioesteum, dan jaringan lunak disekitar tulang. Kunci keberhasilan penatalaksanaan osteomyelitis adalah diagnosis dini dan operasi yang tepat serta pemilihan jenis antibiotik yang tepat. Secara umum, dibutuhkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan ahli orthopaedi, spesialis penyakit infeksi, dan ahli bedah plastik pada kasus berat dengan hilangnya jaringan lunak.

1. 2. 3.

Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur: Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran darah Infeksi pasca operasi

Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi infeksi luar (superfisial) dan infeksi dalam. Pada infeksi luar, penanganan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik dan pembersihan serta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi terjadi di dalam, maka drainase pus, pembersihan jaringan nekrotik dan mengelola luka merupakan penanganan yang baik. Pemberian antibiotik juga dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik memiliki spektrum yang tepat. Sebaiknya dilakukan analisis mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.

Gambar 1. Perbandingan antara tulang sehat dan tulang

PATHWAY: Factor predisposisi : virulensi kuman,riwayat trauma, usia, nutrisi Invasi mikroorganisme Fraktur terbuka dari tempat lain melalui darah Masuk ke juksta epifisis Kerusakan pembuluh darah tulang panjang dan adanya port de entree Invasi kuman ke tulang sendi osteomilitis fagositosis Proses inflamasi : gang fungsi ,pembengkakan, pembentukan pus, kerusakan integritas jaringan

Proses inflamasi secara umum Demam , malaise, penurunan kemampuan tonus otot

Keterbatasan pergerakan

Peningkatan jaringan tulang dan medula Penurunan Risiko Iskemia dan kemampuan tinggi nekrosis tulang pergerakan traum a Pembentukan abses Hambatan tulang mobilitas fisik Involucrum, pengeluaran pus dan luka nyeri

Pembentukan pus, nekrosis jaringan Penyebaran infeksi ke organ penting septikemia Kurang terpajan informasi dan pengetahuan

Komplikasi infeksi

Defisit perawatan diri

Ketidakseimb angan nutrisi : kurang dari kebutuhan

Kelemahan fisik Deformitas, bau Tirah baring lama, dari adanya luka penekanan lokal Kerusakan integritas kulit Gg citra diri

Kerusakan lempeng epifisis Gangguan pertumbuhan Defisiensi pengetahuan dan informasi Risiko osteomilitis kronis

Penanganan atau INTERVENSI DAN IMPLEMENTAS:

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20) Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40). Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi : 1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan. Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang - Klien tampak tenang. Intervensi dan Implementasi : a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri. d. Observasi tanda-tanda vital. R/ untuk mengetahui perkembangan klien e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri. 2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri. - pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu. - Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik. Intervensi dan Implementasi : a. Rencanakan periode istirahat yang cukup. R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal. b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap. R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini. c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan. R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali. d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien. R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan. Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. - Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi dan Implementasi : a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka. R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka. R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi. c. Pantau peningkatan suhu tubuh. R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan. d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya. f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan. R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi. 4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang.. - melakukan pergerakkan dan perpindahan. - mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat Bantu. 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu. 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas. Intervensi dan Implementasi : g. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. h. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. j. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. k. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi. R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien. 5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol. Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. - Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi dan Implementasi : a. Pantau tanda-tanda vital. R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen. c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial. d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi. e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen. 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi. Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan. Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan. - memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan. Intervensi dan Implementasi: a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang. R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas. c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya. R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan. d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan. R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan. MANIFESTASI KLINIS

1. Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara

lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul. 2. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan. 3. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

Pencegahan Infeksi luka pasca operasi

1. Faktor-faktor yang menyebabkan infeksi a. Kuman : staphylococcus aures dan staphylococcus epidermis b. Daya tahan tubuh menurun c. Sumber infeksi (infeksi dari dalam, infeksi dari luar) d. Faktor gizi (gizi kurang)

2. Tanda-tanda infeksi a. Rubor (kemerahan) b. Kalor (panas) c. Tumor (bengkak) d. Dolor (nyeri) e. Functiolaesa (fungsi terganggu)

3. Cara pencegahan infeksi a. Jangan menyentuh daerah luka insisi dengan tangan

b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan / perawatan luka c. Alat-alat perawatan luka tang akan digunakan harus dalam keadaan steril (bebas dari kuman) d. Bersihkan luka dengan menggunakan tekhnik septic dan antiseptic e. Setelah dibersihkan luka insisi ditutup kembali dengan verband

Terapi

a. Terapi Konservatif Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut : Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal Kesulitan mengamati fragmen proksimal Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan synovial. Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction, dengan buck extension. b. Terapi Operatif Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi

2. INFEKSI BAKTERI ANAEROBBakteri anaerob dapat menginfeksi luka dalam, jaringan yang terletak lebih dalam dan organorgan internal yang sangat sedikit membutuhkan oksigen. Infeksi ini sangat khas yaitu pembentukkan abses berisi cairan nanah yang berbau busuk disertai kerusakkan jaringan. Deskripsi Anaerob artinya hidup tanpa udara. Bakteri anaerob berkembang pada tempat-tempat yang sedikit atau sama sekali tidak mengandung oksigen. Kuman-kuman ini normalnya ditemukan di mulut, saluran pencernaan dan vagina serta pada kulit. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri anaerob antara lain gas gangren, tetanus dan botulisme. Dan hampir semua infeksi yang terjadi pada gigi disebabkan oleh bakteri anaerob. Bakteri anaerob dapat menyebabkan infeksi jika barier (sawar) normal (seperti kulit, gusi dan dinding usus) mengalami kerusakkan akibat pembedahan, jejas atau penyakit. Biasanya sistem kekebalan tubuh akan membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh, tetapi kadangkadang bakteri tersebut mampu berkembang dan menyebabkan infeksi. Bagian tubuh yang mengalami kerusakkan jaringan (nekrosis) atau suplai aliran darahnya sedikit merupakan tempat-tempat yang disenangi oleh bakteri anaerob untuk tumbuh dan berkembang karena miskin akan oksigen. Keadaan yang kurang mengandung oksigen dapat disebabkan karena penyakit pembuluh darah, keadaan syok, trauma/cedera dan tindakkan pembedahan. Bakteri anaerob dapat menyebabkan infeksi di seluruh bagian tubuh.Diagnosis

Diagnosis infeksi kuman anaerob ditegakkan berdasarkan gejala-gejala utama, riwayat medis penderita dan lokasi infeksi. Infeksi yang menghasilkan nanah berbau busuk dari suatu abses merupakan tanda pasti adanya infeksi anaerob. Nanah yang berbau busuk dibentuk oleh bakteri anaerob dan terjadi pada 1/3 hingga penderita yang mengalami infeksi lanjut. Selain itu pada infeksi bakteri anaerob menimbulkan kerusakkan dan kematian jaringan (nekrosis) serta pembentukkan gas pada tempat terjadinya infeksi tersebut.

Terapi Infeksi yang serius membutuhkan pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Pengobatan dengan antibiotika harus segera diberikan. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan bakteri penyebab infeksi dan untuk menentukan antibiotika yang sensitif terhadap bakteri tersebut. Tidak semua antibiotika dapat mengatasi infeksi bakteri anaerob. Antibiotika yang masih sensitif terhadap bakteri anaerob antara lain: kloramfenikol, metronidazol dan imipenem. Antibiotika lainnnya yang biasa digunakan adalah klindamisin atau sefoksitin. Pengangkatan atau drenase abses selalu dilakukan. Nanah didrenase dengan menggunakan jarum suntik pada abses kulit. Drenase juga dilakukan pada beberapa abses yang terletak pada organ-organ dalam dengan bantuan USG. Prognosis Penyembuhan sempurna dapat dicapai jika dilakukan pembedahan dan pengobatan antibiotika yang tepat. Jika tidak diobati dan dikontrol ulang maka infeksi dapat menimbulkan kerusakkan jaringan dan tulang sehingga membutuhkan tindakan bedah plastik untuk memperbaiki keadaan tersebut. Infeksi berat dapat mengancam nyawa seseorang.

3. INFEKSI NOSOKOMIALInfeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.

Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Tetapi, rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis

Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial 1. Agen Infeksi Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:3 karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.3 1. Bakteri Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya : Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangren Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika. Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit. Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan peritoneum.

2. Virus Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.3,11 3. Parasit dan Jamur Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

3. Respon dan toleransi tubuh pasienFaktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah Umur status imunitas penderita penyakit yang diderita Obesitas dan malnutrisi Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi. Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi

4. Infection by direct or indirect contactInfeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection.3,9

5. RESISTENSI ANTIBIOTIKA

Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan pengunsalahan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri di transmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya karena: Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol Dosis antibiotika yang tidak optimal Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat Kesalahan diagnosa Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika, mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strains dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotikaa, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia. Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, dan menjadi sangat penting karena: Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur Mikororganisme yang baru (mutasi) Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika

6. FAKTOR ALATDari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:3,5 Ekstravasasi infiltrat : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lain Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul

Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.

Daftar Pustaka

Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company : Philadelpia Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta. Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta. E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta. Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/