stroke.docx
TRANSCRIPT
JOURNAL READING
Peranan Aneurisma Serebralis terhadap Stroke Hemoragik
(Sebuah penelitian berbasis Populasi)
Pembimbing :
Dr. Jan Andries Tangkilisan, MARS
Disusun Oleh :
I Made Rai Wiana
07-173
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
PERIODE 19 maret – 14 april 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Peranan Aneurisma Serebralis terhadap Stroke Hemoragik (Sebuah
penelitian berbasis Populasi)
Lori C. Jordan, MD; S. Claiborne Johnston, MD, PhD; Yvonne W. Wu, MD, MPH;Stephen Sidney,
MD, MPH; Heather J. Fullerton, MD, MAS
Latar belakang dan tujuan
Penelitian awal pada populasi terhadap stroke hemoragik pediatrik (SH) hanya
meliputi sedikit kasus untuk mengetahui predictor adanya aneurisma serebral,
sehingga etiologi stroke hemoragik memerlukan intervensi segera.
Metode
Kami melakukan penelitian kohort retrospektif stroke hemoragik
(intraserebral, subrakhnoid (SAH), dan perdarahan intraventrikuler) menggunakan
populasi seluruh anak berusia kurang dari 20 tahun yang ikut serta dalam asuransi
Northern Californian healthcare (Januari 1993 sampai dengan Desember 2003).
Kasus-kasus diidentifikasi menggunakan elektronik dan dikonfirmasi oleh 2 orang
neurologis dan satu orang neurologis tambahan; perdarahan traumatik
disingkirkan. Regresi logistic digunakan untuk meneliti predictor adanya potensial
aneurisma.
Hasil
Penelitian kohort terhadap 2,3 juta anak yang ikut penelitian diamati selama
rata-rata 3,5 tahun, kami mengidentifikasi 116 kasus stroke perdarahan spontan
(insidens keseluruhan adalah 1,4 per 100.000 per tahun). Aneurisma serebral
diidentifikasi pada 15 (13%) kasus stroke hemoragik. Diantara 21 anak-anak
dengan stroke hemoragik murni, 57% diketahui mempunyai aneurisma
dibandingkan hanya dengan 2% dari 58 anak-anak dengan perdarahan intraserebral
murni dan 5% dari 37% anak-anak dengan pola perdarahan campuran (perdarahan
intraserebral dan SAH). Prediktor independen aneurisma termasuk SAH (OR, 76;
95% CI, 9 - 657; P<0.001) dan usia remaja lanjut (15 sampai dengan 19 tahun
berbanding kelompok usia lebih muda; OR, 6.4; 95% CI, 1.0 - 40; P<0.047).
Kesimpulan
Aneurisma serebralis merupakan penyebab mayoritas SAH spontan pada
anak-anak dan terjadi pada lebih dari 10% anak dengan stroke hemoragik secara
keseluruhan. Anak-anak, dan terutama remaja, dengan SAH spontan harus segera
dievaluasi dengan menggunakan pencitraan serebrovaskuler. (Stroke. 2009;40:400-
405.)
Kata kunci: aneurisma, stroke hemoragik anak
Pada sebuah penelitian serial tentang aneurisma serebralis, sebesar 0,5%
sampai dengan 4,6% aneurisma terjadi pada anak-anak, sehingga disimpulkan bahwa
pediatrik aneurisma jarang didapatkan. Statistik yang lebih relevan secara klinis,
menunjukkan bahwa proporsi anak-anak yang mengalami stroke hemoragik (SH)
ternyata mempunyai aneurisma. Penelitian berbasis populasi tentang stroke
hemoragik hanya mempunyai sedikit kasus (< 10) yang akurat terhadap proporsi
tersebut. Penelitian ini mempunyai power statistik yang kecil untuk menentukan
faktor-faktor yang memprediksi adanya aneurisma pada anak-anak dengan stroke
hemoragik.
Anak-anak dengan aneurisma mempunyai risiko tinggi, karena lesi ini
mempunyai tingkat ruptur berulang yang tinggi selama fase akut dan sehingga
memerlukan terapi segera bila dibandingkan dengan etiologi stroke hemoragik
lainnya. Diketahui adanya aneurisma akan membantu dokter dalam pengambilan
keputusan penanganan dan perlunya pencitraan vaskuler untuk menegakkan
diagnostik atau menyingkirkan adanya aneurisma. Menggunakan penelitian kohort
berbasis populasi luas pada anak-anak di California utara dengan 116 kasus stroke
hemoragik, kami menentukan prediktor adanya aneurisma serebralis.
Metode
Desain penelitian
Kami melakukan penelitian kohort retrospektif tentang stroke hemoragik
menggunakan populasi Kaiser Permanente Medical Care Program (KPMCP) di
California Utara. KPMCP menyediakan pelayanan kesehatan terhadap 30% populasi
California Utara dengan karakteristik sosiodemografi yang mewakili seluruh wilayah
kecuali daerah dengan sosiodemografi yang ekstrim. Populasi studi mencakup 2,3
juta anak-anak dengan usia <20 tahun yang dirawat di KPMCP antara bulan Januari
1993 sampai dengan Desember 2003. Durasi follow up setiap individu dapat
diketahui karena waktu bergabung dan tanggal terminasi telah tercatat. Metode
penelitian kohort lengkap, the Kaiser Pediatric Stroke Study, mencakup stroke
hemoragik dan iskemik, telah dideskripsikan pada laporan sebelumnya. Laporan ini
hanya difokuskan pada anak-anak dengan stroke hemoragik. Penelitian ini disetujui
oleh Institutional Review Boards at the University of California, San Francisco and
the KPMCP Division of Research (Oakland, California).
Identifikasi kasus
Kasus stroke potensial didapatkan melalui beberapa proses, termasuk
pencarian elektronik dari database pasien pulang dari RS (dikode oleh abstraktor
rekam medis), database diagnosis pasien rawat jalan (dikode oleh dokter yang
merawat), dan database radiologis (menggunakan pencarian text-string laporan
pencitraan kepala). Kasus-kasus dikonfirmasi melalui chart review, termasuk review
laporan radiologis formal yang dilakukan oleh 2 orang neurologis independen (H.J.F.,
Y.W.W.) dan neurologis ketiga (S.C.J.) bila terdapat keraguan.
Kriteria stroke hemoragik adalah: (1) adanya gambaran klinis yang sesuai
dengan stroke hemoragik seperti defisit neurologis fokal dengan onset mendadak,
sakit kepala, penurunan kesadaran, atau kejang, dan (2) CT atau MRI menunjukkan
adanya perdarahn intraserebral (ICH), perdarahan subarakhnoid (SAH), dan atau
perdarahan intraventrikuler (IVH) yang sesuai dengan tanda dan gejala neurologis.
Berdasarkan seluruh laporan pencitraan kepala, kami mengevaluasi subtipe stroke
hemoragik menjadi tiga kelompok : (1) ICH murni; (2) SAH murni, dan (3) ICH dan
SAH. Karena ruang subarakhnoid dan intraventikuler menyambung, maka pasien
dengan IVH murni akan dikelompokkan menjadi SAH. Karena IVH pada bayi baru
lahir umumnya memiliki patofisiologi yang unik, dan berhubungan dengan imaturits
matriks germinal, kami menyingkirkan kasus IVH neonatus (IVH murni, tanpa ICH,
terjadi dalam 28 hari pertama kelahiran). Kami juga menyingkirkan stroke yang
terjadi sebelum anak tersebut masuk dalam KPMCP atau diluar periode penelitian.
Anak dengan stroke hemoragik traumatik (n=37) didefinisikan dengan ICH, SAH,
atau IVH dalam konteks cedera kepala disertakan dalam penelitian, tetapi tidak
disertakan dalam analisis.
Abstraksi data
Analisis rekam medis menggunakan protokol standar untuk data abstrak dari
rekam medis elektronik maupun non elektronik. Semua laporan yang relevan ditinjau
ulang oleh neurologis stroke pada anak (H.J.F.) yang mengkonfirmasi semua data
abstrak. Etnis didefinisikan sesuai dengan pengakuan orangtua. Keadaan umum dan
hasil pemeriksaan didasari oleh laporan yang didokumentasikan oleh dokter yang
merawat. Salah satu penulis (H.J.F.) menggunakan semua data yang tersedia untuk
mengkategorikan etiologi stroke, yaitu : traumatik (berhubungan langsung dengan
cedera kepala; disingkirkan dari analisis), struktrural (malformasi aterivena,
aneurisma, malformasi kavernosa, atau tumor), kelainan medis (hemophilia,
trombositopenia, hipertensi, penggunaan kokain/ amfetamin, dan lain-lain),serta
etiologi yang tidak jelas (penyebab tidak diketahui).
Analisis data
Semua perbandingan proporsi dianalisis menggunakan 2x2 atau Fischer exact
test bila semua frekuensi yang diekspektasi mempunyai nilai <5. Regresi logistik
digunakan untuk menentukan prediktor potensial adanya aneurisma pada anak anak
dengan stroke hemoragik. Kovariat yang termasuk adalah jenis kelamin, ras, usia,
gambaran klinis, dan pola perdarahan. Usia diberlakukan sebagai variabel kontinu
dan kategorik, sehingga dapat dianalisis mengenai hubungan non linear. Agar
konsisten dengan penelitian kami sebelumnya, kami membagi usia menjadi 4
kategori, dengan interval 4 tahun, yaitu 5-9 tahun, 10-14 tahun, dan 15-19 tahun;
dewasa muda didefinisikan antara 15-19 tahun; kami menentukan kofounder
potensial dengan menentukan apakah variabek tersebut berhubungan dengan
prediktor dan aneurisma kemudian disertakan dalam stratifikasi serta model
multivariat. Kami menggunakan regresi logistik multivariat untuk mengidentifikasi
prediktor independen terhadap aneurisma. Kami memilih kovariat model melalui
skrining univariat, termasuk kovariat dengan alpha ≤ 0.10. Nilai probabilitas < 0.5
dianggap bermakna secara statistik. Perhitungan statistik dilakukan dengan
menggunakan STATA (Version 9.0; College Station, Texas)
Hasil
Penelitian kohort ini mencakup total 2.347.982 anak pada KPMCP dengan
usia rata-rata 3,5 tahun selama periode 11 tahun penelitian. Didapatkan 116 kasus
insidens stroke hemoragik nontraumatik dengan angka insidens tahunan rata-rata
adalah 1,4 per 100.000 insidens per tahun (95% binomial exact CI, 1.2 sampai dengan
1.7). Usia median pada saat terjadinya stroke adalah 12,1 tahun (range , 0-19,9 tahun;
rata-rata 10,3 tahun; SD (simpangan deviasi) 7,0); angka insidens lebih tinggi pada
kelompok usia termuda dan kelompok usia tertua (Gambar 1A; P< 0.0001 untuk
seluruh perbandingan dengan x2). Kohort stroke terbanyak pada laki-laki tetapi
mempunyai perbedaan secara ras (tabel 1). Setengah dari insidens stroke hemoragik
adalah ICH murni (n=58 (50%)), sedangkan 37 kasus (32%) merupakan kombinasi
ICh dan SAH, dan 21 kasus (18%) adalah SAH murni. Pada kelompok SAH murni,
termasuk 4 anak-anak dengan perdarahan Subaraknoid dan ruang intraventrikuler dan
dua anak dengan perdarahan intraventikuler. Walaupun mayoritas 116 anak anak
dengan stroke hemoragik dirawat inap di RS, 14 anak tidak pernah dirawat dan
hanya menjalani pemeriksaan diagnostik rawat jalan.
Pencitraan Vaskuler
Keseluruhan, pada 75 anak dengan Stroke hemoragik dilakukan pemeriksaan
pencitraan vaskuler; 65 anak-anak dilakukan angiografi konvensional, 17 anak anak
dilakukan angiogram MR, dan satu anak dilakukan angiogram leher; tidak ada pasien
yang menjalani angiografi CT. dari 29 anak dengan etiologi yang tidak jelas, 13 anak
tidak dilakukan pemeriksaan pencitraan vaskuler. Anak anak dengan SAH murni
dilakukan pemeriksaan pencitraan vaskuler pada pertengahan hari setelah iktus stroke
(range, 46 hari). 32% dari 19 anak dilakukan pencitraan pada saat itu juga , dan 10%
( 2 dari 21) tidak pernah dilakukan pencitraan. Dari 2 anak yang tidak dilakukan
pencitraan vaskuler however, 1 orang menderita sickle cell dengan keadaan umum
sakit parah dan diketahui menderita moyamoya sindrome. Satu anak lagi merupakan
neonatus dengan kejang dan hipotonia dan pada hari kedua setelah lahir diketahui
menderita SAH tanpa adanya riwayat trauma pada persalinan. Salah satu pasien
melakukan angiografi MR berulang dengan interval 2 bulan setelah SAH.
Insidens Stroke Hemoragik Aneurisma
Diantara 116 kasus stroke hemoragik pada anak-anak, 15 kasus (13%)
didapatkan aneurisma serebral dibandingkan dengan 35 kasus (31%) dengan
malformasi arterivena otak, 17 kasus (15%) dengan malformasi kavernosus,16 kasus
(14%) dengan etiologi medis, 3 kasus (2.5%) dengan tumor otak, dan 29 kasus (25%)
dengan etiologi yang tidak jelas. Diantara anak-anak yang melakukan pemeriksaan
angiografi konvensional, 15 dari 65 kasus (23%) menderita aneurisma. Ke-15 anak
dengan aneurisma semuanya dalam keadaan sehat, tanpa riwayat hipertensi, kedua
remaja dengan usia lebih tua (18 dan 19 tahun) memberikan hasil positif terhadap
pemeriksaan kokain. Insidens tahunan stroke hemoragik aneurisma pada anak-anak
adalah 0,18 per 100000 insidens per tahun (95% CI, 0.1 sampai dengan 0.3 per 100
000 insidens pertahun). Insidens tertinggi pada remaja akhir; 0,52 per 100000
insidens pertahun pada usia 15 sampai dengan 19 tahun berbanding 0,06 pada usia 0
sampai dengan 4 tahun, 0.05 pada usia 5-9 tahun, dan 0,09 untuk usia 10 sampai 14
tahun (Gambar 1B; P=0.001 untuk keseluruhan perbandingan dengan Fisher exact
test). Bahkan setelah menyingkirkan 2 kasus SAH aneurisma karena kokain, usia
remaja masih tetap merupakan insidens SAH aneurisma tertinggi, yaitu 0,43 per
100000 orang pertahun. Dari 15 kasus stroke hemoragik aneurisma, 12 kasus
merupakan SAH murni, 2 kasus merupakan kombinasi antara ICH dan SAH, dan 1
kasus merupakan ICH murni. 14 anak-anak hanya mempunyai aneurisma tunggal,
satu anak emmpunyai 3 aneurisma. Telah diketahui lokasi aneurisma pada 17
aneurisma yang diderita 15 anak. 15 dari 17 aneurisma tersebut terletak pada sirkulasi
anterior. Dilakukan pencatatan ukuran aneurisma pada 8 orang anak yang mempunyai
10 aneurisma. Ukuran median adalah 8,5 mm (range 3-20 mm), 2 orang anak
menderita giant aneurisma (dengan ukuran 20mm).
Analisis univariat sebagai prediktor aneurisma
Usia remaja akhir (15-19 tahun) merupakan satu-satunya gambaran demografi
yang prediktif terhadap aneurisma dengan OR 7.2 (95% CI, 2.2 sampai dengan 24.4;
P=0.002; tabel 1). Sinkop dan sakit kepala merupakan satu-satunya gambaran klinis
yang merupakan prediktif, walaupun sinkop hanya terdapat pada sedikit kasus (tabel
1). Prediktor univariat terkuat dari aneurisma adalah pola perdarahan pada SAH
murni (OR, 76; 95% CI, 9 sampai dengan 657; P<0.001). Diantara anak-anak dengan
SAH murni, 57% (12 dari 21) didagnosis dengan aneurisma serebralis dibandingkan
dengan hanya 2% (1 dari 58) anak dengan ICH murni dan 5% (2 dari 37) anak
dengan pola perdarahan campuran (ICH dan SAH, gambar 2). 2 anak yang termasuk
dalam kategori SAH murni sebenarnya menderita perdarahan intraventrikuler, dan
keduanya mempunyai malformasi arterivena otak. Setelah menyingkirkan kasus ini,
63% (12 dari 19 kasus) anak dengan SAH murni ternyata menderita aneurisma
serebralis.
Etiologi lain dari SAH murni termasuk malformasi arteivena (1 anak), moya-
moya sindrome (n=1), hemofilia (n=1), dan tidak jelas (n=4). Satu kasus etiologi
yang tidak jelas adalah neonatus yang tidak pernah menjalani pemeriksaan
pencitraan vaskuler, sedangkan 3 anak dengan usia yang lebih tua memberikan
gambaran negatif pada angiografi konvensional (n=2) atau angiografi MR (n=1).
Lokasi SAH adalah pada perimesenfalik pada satu anak, melewati vertex pada anak
lainnya, dan pada fisura silvii dextra melewati sisterna suprasellar pada anak ketiga.
Konfounding dengan pencitraan vaskuler dan usia
Anak-anak dengan SAH murni mempunyai kemungkinan 2,7 kali lebih besar
memperlihatkan kelainan pada pencitraan dibandingkan denngan anak anak yang
mengalami ICH saja (95% CI, 1.9 sampai dengan 41.6; P=0.006). Selain itu,
pencitraan vaskuler juga memprediksi adanya aneurisma (OR, 9.2; 95% CI, 1.2
sampai dengan 72.6; P=0.036). Karena pencitraan vaskuler dapat merupakan
kofounder, kami mengstrtifikasi variabel ini. Diantara pasien yang melakukan
pemeriksaan pencitraan vaskuler, SAH murni masih dapat memprediksi adanya
aneurisma dengan OR 50 (95% CI, 5 sampai dengan 449; P=0.001). Usia juga dapat
merupakan konfounder, karena usia remaja akhir dapat memprediksi pencitraan
vaskuler yang dilakukan (OR, 5.9; 95% CI, 2.1 sampai dengan 16.9; P=0.001).
Sehingga, kami juga menstratifikasi berdasarkan usia. Pada usia remaja akhir, SAH
murni masih dapat memprediksikan adanya aneurisma (OR, 67; 95% CI, 5 sampai
dengan 854; P=0.001).
Analisis multivariat terhadap prediktor AneurismaMultivariat
Dengan menggunakan skrining univariat untuk membuat model regresi
logistik kami, kami menyertakan variabel-variabel berikut ini dalam model kami: usia
remaja pada saat timbulnya stroke, pola perdarahan SAH murni, sakit kepala, sinkop,
dan pencitraan vaskuler (sebagai kofounder). Baik sakit kepala dan sinkop tidak
termasuk dalam prediktor yang bermakna (tabel 2). Baik SAH murni dan usia remaja
merupakan prediktor independen terhadap adanya aneurisma.
Diskusi
Dalam menangani anak dengan Stroke hemoragik, klinisi harus mengetahui
apakah anak tersebut menderita aneurisma atau tidak. Aneurisma ini tidak dapat
ditentukan langsung berdasarkan serial kasus berbasis RS karena adanya bias referal.
Penelitian berbasis populasi sebelumnya, walalupun bebas dari bias referal, hanya
mempunyai sedikit insidens stroke hemoragik (range 3 sampai dengan 9) untuk
mengukur prevalensi aneurisma. Saat ini kami mempresentasikan penelitian berbasis
populasi yang lebih besar dengan stroke hemoragik pada anak, dan terdiri dari 116
kasus. Kami menemukan setidaknya 13% anak dengan stroke hemoragik, dan 63%
anak dengan SAH murni (IVH murni disingkirkan), yang menderita aneurisma
serebral. Pola perdarahan SAH murni dan usia remaja pada saat terjadi stroke
merupakan prediktor independen adanya aneurisma setelah dilakukan analisis
multivariat.
Pengamatan kami terhadap proporsi aneurisma yang tinggi pada anak-anak
dengan stroke hemoragik, terutama SAH murni, umumnya dapat digeneralisasi.
Populasi penelitian kami termasuk kohort terhadap anak-anak yang ikut serta dalam
penelitian selama periode lebih dari 11 tahun. Tidak seperti estimasi yang didapatkan
dari serial RS, hasil yang kami dapatkan tidak dipengaruhi oleh bias referal. Populasi
penelitian secara etnis dan sosioekonomi mempunyai perbedaan demografi, sama
seperti penelitian Northern California kecuali adanya populasi yang sangat kaya dan
sangat miskin.
Proporsi aneurisma yang tinggi pada anak-anak dengan stroke hemoragik
mempunyai hubungan secara klinis. Para dokter harus mencurigai adanya aneurisma
pada anak dengan SAH murni, terutama pada remaja. Pola perdarahan lainnya juga
dapat disebabkan oleh ruptur aneurisma, walaupun lebih jarang. Bila ada tersangka
aneurisma, maka harus dilakukan pemeriksaan pencitraan vaskuler. Aneurisma
serebralis mempunyai tingkat ruptur berulang yang tinggi selama fase akut- 15%
dalam 24 jam pertama. Sebagai perbandingan, ruptur malformasi arterivena berulang
(tanpa risiko tinggi seperti aneurisma nidal) cenderung terjadi beberapa minggu
sampai dengan beberapa bulan setelah kejadian pertama. Sehingga, anak-anak dengan
risiko tinggi menderita aneurisma harus segera melakukan pemeriksaan untuk
meminimalkan keterlambatan terapi dan risiko stroke berulang.
Menurut pengamatan kami, angka insidens stroke hemoragik adalah 1,4 per
100000 insidens pertahun (95% CI, 1.2 sampai dengan 1.7) sebagai perbandingan
terhadap estimasi sebelumnya. Sebuah penelitian di Minnesota mengidentifikasi 3
buah kasus stroke hemoragik antara tahun 1965 dan 1974, didapatkan insidens 1,9 per
100000 insidens per tahun (95% CI, 0.4 sampai dengan 5.5). Sebuah penelitian di
Cincinnati dengan 9 kasus yang terjadi antara tahun 1988 dan 1989 melaporkan
insidens sebesar 1,5 per 100000 insidens per tahun (95% CI, 0.3 sampai dengan
2.0).Estimasi terbaru, berdasarkan 6 kasus insiden di Corpus Christi pada tahun
2000, adalah 3.2 per 100 000 insidens per tahun (95% CI, 1.1 sampai dengan 7.1).
Yang terakhir adalah sebuah penelitian menggunakan data administrasi California
dididentifikasi adanya 1111 anak yang dirawat inap dengan kode diagnostik stroke
hemoragik antara tahun 1991 dan 2000, menyatakan adanya insidens 1,12 kasus per
100000 insidens per tahun (95% CI, 1.06 sampai dengan 1,19). Walaupun
penelitian-penelitian awal terbatas pada jumlah kasus yang sedikit, dan kurangnya
konfirmasi kasus melalui tinjauan kasus, semua penelitian tersebut memberikan
estimasi yang serupa, yaitu tidak terdapatnya pengaruh dari perbedaan geografis atau
perubahan temporal pada insidens stroke hemoragik di Amerika Serikat.
Pada orang dewasa, insidens SAH yang disebabkan oleh ruptur aneurisma
dalam penelitian stroke Greater Cincinati adalah 100000 insidens per tahun.
Sebaliknya, kami menemukan insidens tahunan stroke hemoragik sebesar 0,18 per
100000 anak-anak. Walaupun estimasi ini mewakili populasi dan waktu yang
berbeda, data ini menunjukkan bahwa orang dewasa mempunyai kecenderungan 35
kali lebih sering mengalami SAH aneurisma daripada anak-anak. Tetapi, angka
insidens pediatrik mungkin dibawah perkiraan karena beberapa sebab tertentu. Tidak
semua anak-anak dilakukan pencitraan vaskuler, dan beberapa hanya dilakukan
pemeriksaan angiografi MR dan bukan kateterisasi angiografi yang merupakan
pemeriksaan gold standar. Pencitraan vaskuler tidak ditinjau ulang oleh peneliti untuk
mengidentifikasi abnormalitas yang mungkin saja tidak disadari oleh ahli radiologi.
Tidak dilakukan pengulangan kateterisasi angiografi pada anak-anak dengan SAH
yang menunjukkan gambaran angiogram negatif, sehingga menyebabkan
kemungkinan tidak tertedeksi adanya aneurisma. Bagaimanapun juga, tidak didapati
adanya perdarahan berulang pada anak-anak dengan stroke hemoragik yang telah
diketahui etiologinya.
Diantara anak-anak, kami menemukan bahwa insidens stroke hemoragik
akibat aneurisma bervariasi dalam usia dengan angka 5 kali lebih tinggi pada remaja
berusia lebih tua dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda. Hal ini
menunjukkan bahwa peranan faktor faktor risiko aneurisma didapat akan lebih besar
sesuai dengan peningkatan usia. Diketahui, pada 2 penderita usia remaja lanjut
mempunyai hasil tes kokain positif, yang tampaknya mempunyai peranan dalam
patogenesis lesi aneurisma. Tetapi, walaupun kedua kasus tersebut telah disingkirkan,
insidens stroke hemoragik tertinggi adalah pada kelompok usia dewasa yaitu sebesar
0,43 per 100000 orang per tahun.
Walaupun populasi kohort kami besar (2,3 juta anak), kecilnya jumlah
insidens stroke hemoragik dan aneurisma merupakan keterbatasan penelitian kami
untuk mendeteksi seluruh prediktor aneurisma. Contohnya, untuk kovariat prevalensi
pada kurang lebih 50% keseluruhan kohort, kami menetapkan power sebesar 80%
dalam mendeteksi OR minimum 6,5 terhadap adanya hubungan antara stroke
hemoragik dengan aneurisma. Hasil analisis multivariat kami harus diinterpretasikan
dengan memperhatikan sejumlah kecil subyek dengan keluaran adanya aneurisma.
Keterbatasan lainnya adalah kami tidak meninjau ulang pemeriksaan pencitraan
sehingga membatasi kemampuan kami untuk mendeskripsikan aneurisma lebih rinci.
Akhirnya, hanya 65% anak anak dengan stroke hemoragik atraumatik yang
mendapatkan pemeriksaan pencitraan vaskuler. Selain keterbatasan yang ada,data ini
mewakili penelitian berbasis populasi dalam jumlah besar tentang penelitian terhadap
anak anak dengan stroke hemoragik dan merupakan laporan pertama tentang insidens
stroke hemoragik pada anak-anak dan prediktor terhadap adanya aneurisma pada
anak-anak.
Kesimpulan, data kami mendukung persepsi awal tentang insidens ruptur
aneurisma yang rendah pada populasi anak-anak. Tetapi, pada saat menemukan kasus
stroke hemoragik pada anak-anak, klinisi tidak boleh tertipu dengan rendahnya
insidens ini. Pada penelitian kohort kami, aneurisma serebral merupakan penyebaba
utama dari SAH spontan murni dan terjadi pada lebih dari 10% anak anak penderita
stroke hemoragik. Anak-anak, terutama remaja, dengan SAH spontan harus segera
di-evaluasi menggunakan pencitraan cerebrovaskuler untuk mencegah keterlambatan
penanganan terapi terhadap aneurisma tersebut.
References
1. Huang J, McGirt MJ, Gailloud P, Tamargo RJ. Intracranial aneurysms in the pediatric population: case series and literature review. Surg Neurol. 2005;63:424–432.
2. Agid R, Jonas Kimchi T, Lee SK, Ter Brugge KG. Diagnostic characteristics and management of intracranial aneurysms in children. Neuroimaging Clin N Am. 2007;17:153–163.
3. Herman JM, Rekate HL, Spetzler RF. Pediatric intracranial aneurysms: simple and complex cases. Pediatr Neurosurg. 1991–1992;17:66 –72.
4. Locksley HB. Natural history of subarachnoid hemorrhage, intracranial aneurysms and arteriovenous malformations. Based on 6368 cases in the cooperative study. J Neurosurg. 1966;25:219 –239.
5. Proust F, Toussaint P, Garnieri J, Hannequin D, Legars D, Houtteville JP, Freger P. Pediatric cerebral aneurysms. J Neurosurg. 2001;94:733–739.
6. Meyer FB, Sundt TM Jr, Fode NC, Morgan MK, Forbes GS, Mellinger JF. Cerebral aneurysms in childhood and adolescence. J Neurosurg. 1989;70:420–425.
7. Schoenberg BS, Mellinger JF, Schoenberg DG. Cerebrovascular disease in infants and children: a study of incidence, clinical features, and survival. Neurology. 1978;28:763–768.
8. Eeg-Olofsson O, Ringheim Y. Stroke in children. Clinical characteristics and prognosis. Acta Paediatr Scand. 1983;72:391–395.
9. Beran-Koehn MA, Brown RD, Mellinger JF, Christianson TJ, O’Fallon WM. Cerebrovascular disease in children: incidence, etiology and outcome. Neurology. 1999;52(suppl 2):A43–A44.
10. Broderick J, Talbot GT, Prenger E, Leach A, Brott T. Stroke in children within a major metropolitan area: the surprising importance of intracerebral hemorrhage. J Child Neurol. 1993;8:250 –255.
11. Chung B, Wong V. Pediatric stroke among Hong Kong Chinese subjects. Pediatrics. 2004;114:e206 –212.
12. Zahuranec DB, Brown DL, Lisabeth LD, Morgenstern LB. Is it time for a large, collaborative study of pediatric stroke? Stroke. 2005;36:1825–1829.
13. Krieger N. Overcoming the absence of socioeconomic data in medical records: validation and application of a census-based methodology. Am J Public Health. 1992;82:703–710.
14. Fullerton HJ, Wu YW, Sidney S, Johnston SC. Risk of recurrent childhood arterial ischemic stroke in a population-based cohort: the importance of cerebrovascular imaging. Pediatrics. 2007;119: 495–501.
15. Fullerton HJ, Wu YW, Sidney S, Johnston SC. Recurrent hemorrhagic stroke in children: a population-based cohort study. Stroke. 2007;38: 2658–2662.
16. Fullerton HJ, Wu YW, Zhao S, Johnston SC. Risk of stroke in children: ethnic and gender disparities. Neurology. 2003;61:189 –194.
17. Fullerton HJ, Chetkovich DM, Wu YW, Smith WS, Johnston SC. Deaths from stroke in US children, 1979 to 1998. Neurology. 2002;59:34 –39.
18. Ohkuma H, Tsurutani H, Suzuki S. Incidence and significance of early aneurysmal rebleeding before neurosurgical or neurological management. Stroke. 2001;32:1176 –1180.
19. Fullerton HJ, Achrol AS, Johnston SC, McCulloch CE, Higashida RT, Lawton MT, Sidney S, Young WL, UCSF BAVM Study Project. Long-term hemorrhage risk in children versus adults with brain arteriovenous malformations. Stroke. 2005;36:2099 –2104.
20. Broderick JP, Brott T, Tomsick T, Miller R, Huster G. Intracerebral hemorrhage more than twice as common as subarachnoid hemorrhage. J Neurosurg. 1993;78:188 –191.