strategi mitigasi risiko pembiayaan...
TRANSCRIPT
i
STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
BANK MUAMALAT INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
MUTIA SARAYATI
NIM. 1111046100030
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Juli 2015
Mutia Sarayati
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan segala rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban studinya. Shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW. beserta para
keluarga dan sahabatnya.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak tangan yang
terulur memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat dan terima kasih atas segala
kepedulian mereka yang telah memberikan bantuan, baik berupa sapaan moril, kritik,
masukan, dorongan semangat, dukungan finansial maupun sumbangan pemikiran
dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis secara khusus mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A, selaku ketua Pogram Studi Muamalat (Hukum
Ekonomi Islam)
3. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., MH., dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan masukan saran mengenai proposal penelitian skripsi.
4. Ibu Ir. Rr. Tini Anggraeni, ST, M.Si, selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta kesabarannya
untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
v
5. Seluruh dosen serta civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum,
serta Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Bapak Amin Syafi’i selaku Commercial Financing Risk Manager, Risk
Management Division, Bank Muamalat Indonesia, serta pimpinan dan karyawan
Perpustakaan Muamalat Institute yang telah mengijinkan penulis melakukan
penelitian dan membantu memperoleh data
8. Kedua orang tua penulis, yaitu bapak Yosep Hermawan Mustopa dan Ibu Neneng
Badriah, yang telah memberikan banyak motivasi bagi penulis untuk secepatnya
menyelesaikan skripsi ini. Setiap pesan dan nasihat yang disampaikan selalu
memberikan inspirasi serta motivasi bagi penulis. Tak lupa juga, kakak dan adik
penulis yang merupakan anugerah yang telah Allah SWT. berikan, yaitu Tiara
Saraya dan Mustika Dianaty.
9. Kru Mass Banking Division, KPO Bank Muamalat Indonesia, yaitu Ibu Oktaviani
Moersalin, Ibu Hafni, Mba Riasti, Mba Elok, dan yang lain yang tidak dapat
disebutkan semua, serta Mba Puput dan Mba Anggi dari Small and Medium
Enterprise (SME Division). Mereka yang telah memberikan banyak ilmu dan
vi
pengalaman selama 3 bulan penulis melakukan praktek magang di Kantor Pusat
Bank Muamalat Indonesia.
10. Sahabat-sahabat penulis yang selalu mendukung dan memotivasi penulis untuk
segera menyelesaikan skripsi ini, yaitu Imam Syuhada, Elsa Nissa Afifah, Suci
Hanifa, dan Elis Sri Ramdhani, dan sahabat lainnya dari PS A 2011.
11. Teman-teman seperjuangan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, khususnya mahasiswa/i Perbankan Syariah angkatan 2011
yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam skripsi ini. Terima kasih
atas semua kenangan yang tidak terlupakan, semoga silaturahim kita dapat tetap
terjalin sampai kapanpun.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini,
penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT mencatatnya
sebagai amal dan membalasnya dengan yang lebih baik. Selain itu, penulis akui
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, besar harapan
penulis munculnya saran untuk menunjang kesempurnaan atas skripsi ini di waktu
mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan.
Aamiin.
Jakarta, Juli 2015
Mutia Sarayati
vii
ABSTRAK
MUTIA SARAYATI, NIM 1111046100030, Strategi Mitigasi Risiko
Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia, Strata Satu (S1), Konsentrasi
Perbankan Syariah, Program studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.
Penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan
tujuan untuk mengetahui strategi mitigasi risiko pembiayaan musyarakah yang
diterapkan Bank Muamalat. Pembiayaan musyarakah merupakan salah satu
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang memiliki risiko tinggi karena termasuk
kedalam Natural Uncertainty Contract (NUC) dan sering munculnya permasalahan
principal-agent, sehingga diperlukan pengelolaan risiko guna meminimalisir risiko
pembiayaan yang melekat pada pembiayaan musyarakah.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik
analisis deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh berasal dari hasil penelitian melalui wawancara
langsung dengan pihak Bank Muamalat Indonesia. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari dokumen-dokumen perusahaan serta sumber lainnya yang
berhubungan dengan penelitian.
Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa penerapan pembiayaan
musyarakah pada pembiayaan produktif BMI menggunakan dua jenis akad yaitu
musyarakah permanen dan musyarakah mutanaqisah. Kedua, risiko pembiayaan
musyarakah yang dihadapi Bank Muamalat antara lain risiko investasi, risiko
operasional, dan risiko kepatuhan. Dan strategi mitigasi risiko pembiayaan
musyarakah BMI diantaranya terdapat penetapan limit segmen pembiayaan dan
syarat tertentu dalam pemberian pembiayaan, evaluasi mendalam pada usaha dan
karakter nasabah yang dibiayai, pengikatan jaminan utama berupa fixed asset dan
personal guarantee, menggunakan sistem bagi hasil revenue sharing; monitoring
berkala, meningkatkan kompetensi karyawan, dan penggunaan risk tools berupa
Muamalat Early Warning System (MEWS) dan Internal Customer Rating.
Kata kunci: Pembiayaan musyarakah, Strategi mitigasi risiko
viii
ABSTRACT
MUTIA SARAYATI, NIM 1111046100030, Risk Mitigation Strategy of
Musharakah Financing on PT. Bank Indonesia, Bachelor’s Degree (BA), Department
of Sharia Banking, Study Program of Muamalat, Faculty of Law and Sharia, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.
This research conducted in PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) with
purpose to determine how risk mitigation strategy of musharakah financing
conducted by Bank Muamalat. Musharakah financing is a form of partnership which
is based on profit and loss sharing has high risk because it comes under Natural
Uncertainty Contract (NUC) and related with principal-agent problem, so that
required the risk management in order to minimalizing the financing risk that stick on
musharakah financing.
This research used qualitative descriptive analysis technique. Source of data
that used are primary data and secondary data. The primary data obtained from
research result by direct interview with the side of Bank Muamalat Indonesia.
Meanwhile the secondary data obtained from the company documents and other
sources that related with the research.
The first research result shows that the application of musharakah financing in
Bank Muamalat productive financing using two types of contract which is
Musharakah and Diminishing of Musharakah. Second, the risks of musharakah
financing that faced by Bank Muamalat such as investment risk, operational risk, and
compliance risk. And then, the risk mitigation strategy of musharakah financing in
Bank Muamalat there are defining the segmentation limit of financing and certain
terms, in-depth evaluation on business and client characteristics, first collateral
binding in form of fixed asset and personal guarantee, using revenue sharing system,
periodic monitoring, upgrade employee competence, and utilization of risk tools that
are Muamalat Early Warning System (MEWS) and Internal Costumer Rating.
Keywords: Musharakah financing, Risk mitigation strategy
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................................... 8
D. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ................................................. 9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 10
F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 13
A. Manajemen Risiko Bank Syariah .................................................................... 13
1. Pengertian Risiko ........................................................................................... 13
2. Jenis-jenis Risiko ........................................................................................... 13
3. Manajemen Risiko ......................................................................................... 16
B. Pembiayaan Musyarakah................................................................................. 20
1. Pengertian Pembiayaan .................................................................................. 20
2. Pengertian Musyarakah ................................................................................. 21
3. Jenis-jenis Musyarakah .................................................................................. 22
4. Pembiayaan Musyarakah ............................................................................... 25
C. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah ................................................. 28
1. Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah .............................................. 28
2. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah ................................................ 30
x
D. Teori Keagenan (Agency Theory) .................................................................... 33
E. Review Studi Terdahulu ................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 38
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 38
B. Jenis Penelitian ................................................................................................ 38
C. Sumber Data Penelitian ................................................................................... 39
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 39
E. Metode Analisis Data ...................................................................................... 41
G. Kerangka Konsep ............................................................................................ 42
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .................... 44
A. Gambaran Umum Bank Muamalat Indonesia ................................................. 44
B. Penerapan akad Musyarakah pada Pembiayaan Produktif Bank Muamalat
Indonesia ........................................................................................................ 57
1. Implementasi Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia ............. 57
2. Proses Pembiayaan Musyarakah .................................................................... 61
3. Kendala Penerapan Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia .... 69
C. Analisis Risiko Pembiayaan Musyarakah ....................................................... 70
D. Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia .......................... 75
E. Proses Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia .................................... 81
F. Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat ............... 88
BAB V PENUTUP .................................................................................................. 104
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 108
LAMPIRAN ............................................................................................................ 112
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Komposisi Pembiayaan BUS dan UUS berdasarkan Akad Tahun 2008-
September 2014 ........................................................................................... 4
Tabel 1.2 Komposisi Pembiayaan berdasarkan Akad pada BMI, BSM, dan BRIS
Tahun 2011-2013 .......................................................................................... 6
Tabel 2.1 Perbandingan Studi Terdahulu ................................................................... 34
Tabel 4.1 Penggunaan Akad-akad Pembiayaan secara Umum .................................. 51
Tabel 4.2 Jumlah Penyaluran Pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia Tahun
2010-2014 ................................................................................................... 52
Tabel 4.3 Pendapatan Penyaluran Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia Tahun
2010- 2014 .................................................................................................. 54
Tabel 4.4 Penggunaan Akad Pembiayaan Musyarakah dan Musyarakah
Mutanaqisah .............................................................................................. 59
Tabel 4.5 Sumber Data dan Informasi yang Diperlukan pada Pelaksanaan OTS...... 64
Tabel 4.6 Aspek Penilaian Internal Rating Nasabah ............................................... 102
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko ..................................................................18
Gambar 2.2 Skema Pembiayaan Musyarakah .......................................................28
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ...............................................................................42
Gambar 4.1 Skema Proses Pembiayaan Musyarakah BMI ...................................68
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4. 1 Komposisi Pembiayaan Murabahah dan Musyarakah Bank Muamalat
Indonesia Tahun 2013-2014 ..................................................................... 56
Grafik 4. 2 Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan Musyarakah .................. 71
Grafik 4. 3 Kualitas Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Periode 2011-2014 . 72
Grafik 4. 4 Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Periode
2011-2014 ................................................................................................. 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim kini semakin mengenal
ekonomi syariah. Semakin banyak masyarakat menyadari bahwa perlunya
lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan syariah sebagai alternatif
terhadap sistem konvensional. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan,
berperan dalam kegiatan perekonomian masyarakat yang berfungsi sebagai
fasilitas penunjang dalam melakukan transaksi keuangan. Menurut Peraturan
Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas
pembayaran.
Perbankan syariah mulai dikenal masyarakat sejak berdirinya bank syariah
pertama di Indonesia yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia pada
tahun 1991. Keterpurukan ekonomi Indonesia akibat krisis ekonomi pada
tahun 1997 membuat perbankan syariah semakin berkembang. Pasca krisis,
perbankan syariah masih dapat berdiri sedangkan sebagian besar bank
konvensional dilikuidasi akibat sistem konvensional yang menerapkan suku
bunga.1 Nilai suku bunga melonjak membuat nasabah peminjam tak mampu
1 http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2012/12/03/economic-and-life-style, diakses
pada 27 November 2014
2
mengembalikan pinjaman dan menimbulkan terjadinya negative spread. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sistem bank konvensional belum menunjukkan
performan yang baik dalam memacu pertumbuhan sektor riil di Indonesia.
Secara formal berdirinya bank syariah baru diatur dengan UU No. 10
Tahun 1998 amandemen dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
pengelolaannya berdasarkan prinsip bagi hasil. Dalam UU No. 10 Tahun 1998
secara tegas membedakan bank yang pengelolaannya secara konvensional
dengan secara syari’ah. Lalu disempurnakan dengan Undang-undang
tersendiri dengan lahirnya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
Tujuan perbankan syariah identik dengan sistem ekonomi Islam. Sistem
ekonomi Islam merupakan sistem yang adil dan seksama serta berupaya
menjamin kekayaan tidak terkumpul hanya pada satu kelompok saja, tetapi
tersebar kepada seluruh masyarakat. 2 Bank syariah memiliki perbedaan
dengan bank konvensional khususnya dalam aktivitas pembiayaan. Bank
syariah memiliki beberapa metode yang berbeda yang penerapannya
tergantung pada tujuan dari pihak yang mengajukan pembiayaan itu sendiri.
Sistem pembiayaan bank syariah berdasarkan prinsip syariah terbagi
menjadi tiga yaitu pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah
dan musyarakah, pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah,
istishna’, dan as-salam, dan pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip
2 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2012), h. 33
3
ijarah (sewa murni) dan ijarah muntahiya bit-tamlik (sewa beli atau dengan
hak opsi.3
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan
landasan bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Secara syariah,
prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank
Islam berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan
pengusaha yang meminjam dana.4
Dalam pembiayaan bank syariah, bagi hasil adalah akad kerjasama antara
bank sebagai pemilik modal dengan nasabah sebagai pengelola modal untuk
memperoleh keuntungan yang diperoleh berdasarkan nisbah yang disepakati.5
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan
prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling
menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan
dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai
kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan
spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam
produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan
yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan
3 Ikatan Bankir Indonesia, Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2015), h. 160 4 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani), h.
137 5 Ikatan Bankir Indonesia, loc. cit.
4
yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali.6
Namun demikian, dari sisi bank syariah, menurut data BI menunjukkan
per September 2014 pembiayaan perbankan syariah berakad murabahah
tercatat Rp 112,288 triliun atau 59,76% dari total pembiayaan. Sementara
pembiayaan berakad mudharabah dan musyarakah porsinya masing-masing
hanya 7,35% dan 23,4% atau senilai Rp13,802 triliun dan Rp 42,83 triliun.
Tabel 1.1
Komposisi Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Akad
Tahun 2008-September 2014
(dalam Milyar Rupiah)
Akad 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sept
2014
Mudharabah 6.205 6.597 8.631 10.229 12.023 13.625 13.802
Musyarakah 7.411 10.412 14.624 18.960 27.667 39.874 42.830
Murabahah 22.486 26.321 37.508 56.365 88.044 110.565 112.288 Sumber : Statistika Perbankan Syariah September 2014, diolah
Pada tabel 1.1 terlihat bahwa pembiayaan dengan prinsip bagi hasil masih
rendah, jauh dibawah pembiayaan murabahah. Hingga bulan September
2014, terjadi perbedaan yang sangat besar antara komposisi pembiayaan yang
diberikan dengan akad mudharabah ataupun musyarakah dengan akad
murabahah. Total pembiayaan bagi hasil tidak pernah lebih dari setengah
total pembiayaan dengan jual beli dengan akad murabahah. Hal ini
menunjukkan bahwa banyak bank syariah yang belum siap untuk
menyalurkan pembiayaan dalam bentuk akad pembiayaan bagi hasil.
6 http://www.bi.go.id, Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia, diakses pada 17 Februari 2015
5
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan
musyarakah memang memiliki risiko yang relatif tinggi dari jenis akad
pembiayaan lainnya. Kedua pembiayaan tersebut merupakan bagi dari kontrak
NUC (Natural Uncertainty Contracts) yakni akad dalam bisnis yang tidsk
memberikan kepastin pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) dan
waktunya (timing) bergantung pada hasil investasi.
Pada kontrak mudharabah dan musyarakah terdapat hubungan antara
pihak pemilik modal (principal/bank) dan pengelola usaha (agent/nasabah)
dimana kedua pihak tersebut melakukan kerjasama saling mencampurkan
asetnya menjadi satu kesatuan dan menanggung risiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, dalam kontrak ini terdapat
hubungan keagenan atau kemitraan.
Dalam hubungan kemitraan, menuntut adanya transparansi bagi kedua
belah pihak dan adanya saling percaya yang tinggi antar nasabah dengan
bank. Namun bank tidak dapat menyalurkan pembiayaan begitu saja kepada
nasabah atas dasar kepercayaan, karena selalu ada risiko bahwa pembiayaan
tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk memaksimalkan keuntungan
kedua pihak. Jika salah satu pihak (terutama nasabah) tidak menyampaikan
secara transaparan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pendapatan
usaha maka akan muncul permasalahan asymmetric information dimana akses
informasi bank syariah terhadap usaha nasabah terbatas, sedangkan nasabah
6
sebagai pengelola usaha mengetahui segala informasi yang tidak diketahui
bank.
Asymmetric information yang terjadi dalam kontrak keuangan biasanya
berbentuk adverse selection dan moral hazard. Sadr dan Iqbal mengatakan
adverse selection terjadi pada kontrak utang ketika peminjam memiliki
kualitas yang tidak baik atas kredit diluar batas ketentuan keuntungan tertentu
dan moral hazard terjadi ketika melakukan penyimpangan atau menimbulkan
risiko yang lebih besar dalam kontrak. 7 Adverse selection merupakan
permasalahan ex ante yang terjadi sebelum pembiayaan diberikan dan timbul
ketika pemilik dana (bank syariah) memilih entrepreneur yang akan diberikan
pembiayaan.8 Sedangkan moral hazard merupakan permasalahan yang timbul
ketika mudharib menggunakan pembiayaan yang diterimanya tidak sesuai
dengan yang diperjanjikan.9
Tabel 1.2
Komposisi Penyaluran Pembiayaan berdasarkan Akad pada BMI, BSM,
dan BRIS (Tahun 2011-2013)
Akad BMI BSM BRIS
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
Murabahah 45.72% 49.68% 47.61% 53.84% 61.56% 65.81% 58.52% 60.89% 61.90%
Mudharabah 6.96% 6.21% 5.41% 12.72% 9.55% 7.75% 6.65% 8.06% 7.06%
Musyarakah 37.16% 39.58% 45.44% 14.78% 14.16% 14.54% 12.52% 16.36% 22.78%
Sumber: Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan BRI Syariah, diolah
7 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h. 367 8 Tarsidin, Bagi Hasil: Konsep dan Analisis, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi,
2010), h. 43 9 Ibid., h. 47
7
Berdasarkan data tabel diatas, menunjukkan bahwa dari ketiga bank
syariah yang memiliki aset terbesar seperti Bank Syariah Mandiri, BRI
Syariah, dan Bank Muamalat Indonesia dari tahun 2011 hingga 2013 masih
didominasi oleh pembiayaan murabahah. Akan tetapi, pembiayaan
musyarakah yang berbasis bagi hasil sudah mulai cukup banyak digunakan
oleh ketiga bank tersebut dan rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Adapun data tersebut menunjukkan Bank Muamalat Indonesia (BMI)
memiliki komposisi pembiayaan musyarakah yang lebih besar dibandingkan
dengan BUS lainnya. Besarnya komposisi pembiayaan musyarakah BMI tiap
tahunnya tidak jauh berbeda dengan pembiayaan murabahah yang
disalurkannya. Pada tahun 2011 BMI memiliki komposisi pembiayaan
musyarakah sebesar 37.16%, tahun 2012 sebesar 39.58%, dan 2013 sebesar
45.44%. Sedangkan BUS lainnya, komposisi pembiayaan musyarakah hanya
mencapai 14-23%. Hal ini menunjukkan bahwa BMI mampu menyalurkan
pembiayaan musyarakah lebih banyak dan mampu menghadapi risiko yang
melekat pada pembiayaan tersebut. Karena semakin banyak dana yang
disalurkan, maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi bank, khususnya
pada risiko kredit/ pembiayaan musyarakah.
Pengelolaan risiko pembiayaan merupakan hal utama yang paling penting
dalam keberlangsungan usaha Bank Syariah. Risiko pembiayaan yang
dihadapi oleh bank syariah perlu dikelola secara tepat karena kesalahan dalam
8
pengelolaannya dapat berdampak pada peningkatan NPF (Non Performing
Financing). Tingginya tingkat NPF akan berpengaruh pada menurunnya
pendapatan yang diterima oleh bank dan bagi hasil yang diterima oleh para
deposan bank syariah tersebut.
Dengan demikian, berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka
penulis tertarik untuk meneliti mitigasi risiko pembiayaan musyarakah pada
usaha produktif yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia tersebut dengan
judul “Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat
Indonesia”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa
identifikasi masalah pada penelitian ini antara lain :
1. Bagaimana penerapan pembiayaan musyarakah yang sudah diterapkan
bank syariah selama ini?
2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan pembiayaan
musyarakah?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pembiayaan
musyarakah?
4. Risiko apa saja yang dihadapi dalam penerapan pembiayaan dengan akad
musyarakah?
9
5. Apa yang menjadi risiko utama pada pembiayaan dengan akad
musyarakah?
6. Bagaimana manajemen risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat
Indonesia?
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, terdapat pembatasan masalah pada tingginya tingkat
risiko pembiayaan musyarakah karena erat kaitannya dengan hubungan
kemitraan dan pentingnya pengelolaan risiko pembiayaan tersebut yang akan
berpengaruh pada keberlangsungan usaha Bank Syariah.
Fokus masalah yang dikaji terletak pada risiko kredit/pembiayaan
musyarakah dan strategi mitigasi risiko pembiayaan musyarakah yang
dilakukan Bank Muamalat Indonesia (BMI). Adapun rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan pembiayaan Musyarakah pada pembiayaan
produktif Bank Muamalat Indonesia?
2. Apa saja risiko-risiko yang dihadapi Bank Muamalat dalam
pembiayaan Musyarakah?
3. Bagaimana strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah yang
dilakukan Bank Muamalat Indonesia?
10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui penerapan pembiayaan musyarakah pada pembiayaan
produktif Bank Muamalat Indonesia
b. Mengidentifikasi risiko pembiayaan Musyarakah yang dihadapi Bank
Muamalat Indonesia
c. Mengetahui strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah Bank
Muamalat Indonesia
2. Manfaat penelitian
a. Bagi Penulis
Memberikan wawasan pengetahuan mengenai implementasi dan upaya
meminimalisir risiko pembiayaan Musyarakah pada penyaluran
pembiayaan produktif bank syariah
b. Bagi Akademisi
Menambah literatur mengenai manajemen risiko pembiayaan
musyarakah ataupun pembiayaan lainnya yang menggunakan prinsip
bagi hasil pada Bank Umum Syariah maupun Lembaga Keuangan
Syariah lainnya.
c. Bagi Lembaga/ Perusahaan
Diharapkan dapat menjadi referensi bagi lembaga keuangan syariah
lainnya dalam menerapkan pembiayaan musyarakah dan manajemen
11
risiko yang tepat dalam pengelolaannya. Serta dapat memberikan
alternatif sistem lembaga keuangan yang menjunjung tinggi aspek
keadilan dan mampu menggerakan perekonomian sektor riil di
Indonesia.
d. Bagi Masyarakat
Dapat membantu masyarakat dalam memahami konsep dan penerapan
pembiayaan syariah terutama pada pembiayaan musyarakah.
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini disajikan teori terkait tinjauan literatur dan teori-
teori yang berkaitan dengan Manajemen Risiko Bank Syariah,
pembiayaan Musyarakah, Manajemen Risiko Pembiayaan
Musyarakah, dan Teori Keagenan.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai ruang lingkup penelitian,
jenis penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan
data dan metode analisis data
12
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang hasil analisa data, pembahasan hasil
analisa dan jawaban-jawaban atas perumusan masalah yang
terdiri dari penerapan pembiayaan musyarakah Bank
Muamalat Indonesia, kendala penerapan pembiayaan
musyarakah, analisis risiko pembiayaan musyarakah, analisis
risiko pembiayaan musyarakah, risiko-risiko yang dihadapi
Bank Muamalat dalam pembiayaan musyarakah, dan strategi
mitigasi risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat.
BAB V PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari
rumusan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya dan
saran.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Risiko Bank Syariah
1. Pengertian Risiko
Risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak
diinginkan, sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang
memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan
kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif.
Kejadian risiko merupakan kejadian yang memunculkan peluang
kerugian atau peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan. Sementara
itu, kerugian risiko memiliki arti kerugian yang diakibatkan kejadian
risiko baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian sendiri
dapat berupa kerugian financial dan non financial.10
Dan menurut Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia No.
5/8/PBI/2003 menyatakan bahwa yang dimaksud risiko adalah potensi
terjadinya suatu peristiwa (event) yang dapat menimbulkan kerugian bank.
2. Jenis-jenis Risiko
Berikut adalah jenis-jenis risiko yang ada pada bank syariah. Risiko
kegiatan usaha bank syariah mencakup risiko kredit (risiko pembiayaan),
risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko operasional, risiko
10 Fachmi Basyaib, Manajemen Risiko, (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), h. 1
14
hukum, risiko reputasi, risiko strategik, risiko kepatuhan, risiko imbal
hasil (rate of return risk), dan risiko investasi (equity investment risk).11
a. Risiko Kredit
Adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam
memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang
disepakati
b. Risiko Pasar
Adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat
perubahan harga pasar, antara lain risiko berupa perubahan nilai dari
aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan
c. Risiko Likuiditas
Adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau
aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank
d. Risiko Operasional
Adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang
kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia,
kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional bank
11 Pasal 5 ayat (1) PBI No. 13/23/PBI/2011
15
e. Risiko Hukum
Adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis
f. Risiko Reputasi
Adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder
yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank
g. Risiko Strategik
Adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau
pelaksanaan suatu keputusan strategik serta kegagalan dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis
h. Risiko Kepatuhan
Adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang
berlaku, serta prinsip syariah.
i. Risiko Imbal Hasil (rate of return risk)
Adalah risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan
bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil
yang diterima bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi
perilaku nasabah dana pihak ketiga bank
16
j. Risiko Investasi (equity investment risk)
Adalah risiko akibat bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah
yang dibiayai dalam pembiayaan bagi hasil berbasis profit and loss
sharing
3. Manajemen Risiko
a. Pengertian Manajemen Risiko
Menurut James A.F Stoner, manajemen adalah suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian
upaya anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen
juga merupakan suatu ilmu pengetahuan ataupun seni. Seni adalah
suatu pengetahuan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dengan kata
lain, seni adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman,
pengamatan, dan pelajaran, serta kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan manajemen.12
Risiko merupakan ketidakpastian yang akan muncul pada setiap
aktivitas organisasi. Dalam hal ini suatu organisasi memerlukan
pengelolaan risiko yang baik melalui manajemen rsiko agar dapat
mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Manajemen risiko adalah
serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk
12 Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h.41
17
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko
yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.13
Menurut PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bank Indonesia, bank wajib menerapkan manajemen risiko
secara efektif. Penerapan manajemen risikosekurang-kurangnya
mencakup :
1) Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
2) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
3) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen risiko
4) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh
b. Proses Manajemen Risiko
Proses manajemen risiko adalah tahapan-tahapan melalui mana
sebuah perusahaan memastikan bahwa risiko yang dihadapinya adalah
sesuai dengan risiko yang diinginkan, dibutuhkan, atau direncanakan
supaya terjadi.
13 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2012), h. 86
18
Gambar 2.1
Proses Manajemen Risiko
Pada gambar 2.1, tahapan manajemen risiko dimulai dari (1)
Identifikasi risiko dan penentuan besarnya toleransi terhadap risiko,
(2) Pengukuran risiko, (3) Memantau dan melaporkan risiko, (4)
Mengendalikan risiko, (5) dan akhirnnya mengkaji ulang, mengaudit,
menstel, dan meluruskan kembali, kemudian kembali kepada tahapan
(1) dan seterusnya secara berkesinambungan ibarat cincin yang tidak
pernah putus.14
14 Hinsa Siahaan, Manajemen Risiko: Konsep, Kasus, dan Implementasi, (Jakarta: PT.
Gramedia, 2007), h. 59-60
Identify risk and
determine tolerance
Measure Risk
Monitor anad
report risk
Control risk
Overseas, audit tune,
and re-align
19
Sebagai sebuah proses, kerangka kerja manajemen risiko pada
dasarnya terbagi dalam tiga tahapan kerja.15
1) Identifikasi risiko, adalah rangkaian proses pengenalan yang
seksama atas risiko dan komponen risiko yang melekat pada
suatu aktivitas atau transaksi yang diarahkan kepada proses
pengukuran dan pengelolaan risiko yang tepat. Identifikasi
risiko adalah pondasi dimana tahapan lainnya dalam proses
manajemen risiko dibangun
2) Pengukuran risiko, adalah rangkaian proses yang dilakukan
dengan tujuan untuk memahami signifikansi dari akibat yang
ditimbulkan suatu risiko, baik secara individual maupun
portofolio, terhadap tingkat kesehattan dan kelangsungan
usaha. Pemahaman yang akurat tentang signifikansi tersebut
akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan
berhasil guna
3) Pengelolaan risiko, pada dasarnya adalah rangkaian proses
yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang
dihadapi sampai pada batas yang dapat diterima. Secara
kuantitatif untuk meminimalisasi risiko ini dilakukan dengan
15 Veithzal Rivai, Islamic Risk Management for Islamic Bank, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama), h. 131-132
20
menerapkan langkah-langkah yang diarahkan pada turunnnya
hasil ukur yang diperoleh dari proses pengukuuran risiko.
B. Pembiayaan Musyarakah
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh satu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. 16 Pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas dana
untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat terbagi menjadi dua
yaitu pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. 17
a. Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi.
b. Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis dipakai untuk
memenuhi kebutuhan.
16 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.15 17 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 160-161
21
2. Pengertian Musyarakah
Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputy Secretary General in The
Muslim School Trust, secara bahasa al-syirkah berarti al-ihktilath
(percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara
masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain
dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.18
Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 19 Dalam Musyarakah,
para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha
tertentu dan bekerja sama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada
harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau
dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lainnya.20
Rukun dari akad yang harus dipenuhi dalam musyarakah, ada
beberapa, yaitu :21
18Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), Edisi 3, h.
150 19Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan Mahkamah
Syar’iyah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Ed.1), h. 79 20Sri Nurhayati, loc. cit., h. 150 21 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 52
22
a. Pelaku akad, yaitu para mitra usaha
b. Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan
(ribh); dan
c. Sighah, yaitu Ijab dan Qabul
3. Jenis-jenis Musyarakah
Dalam terminologi fiqih Islam, syirkah terbagi menjadi dua jenis,
yaitu :
a. Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu
kepemilikan bersama dua pihak atau lebih, dari suatu properti. 22
Syirkah al-milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership)
yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh
kepemilikan bersama atas suatu kekayaan (aset). Misalnya dua orang
atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta
kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat
dibagi-bagi.23
b. Syirkah al-‘aqd atau syirkah akad, yang berarti kemitraan yang terjadi
karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial bersama. 24
Setiap mitra dapat berkontribusi modal/dana dan atau dengan bekerja,
serta berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat
dianggap kemitraan yang sesungguhnya, karena pihak yang
22 Ibid., h. 49 23 Sri Nurhayati, op.cit., h. 151 24 Ascarya, op.cit., h. 49-50
23
bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu
kerjasama investasi dan berbagi keuntungan dan risiko. Berbeda
dengan syirkah al-milk, dalam kerja sama jenis ini setiap mitra dapat
bertindak setbagai wakil dari pihak lainnya. Syirkah Al-‘Uqud dapat
dibagi menjadi sebagai berikut :25
1) Syirkah Abdan
Syirkah Abdan (Syirkah fisik), disebut juga syirkah ‘amal
(syirkah kerja) atau syirkah shanaa’i (syirkah para tukang) atau
syirkah taqabbul (syirkah penerimaan). Syirkah abdan adalah
bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan
pekerja/professional dimana mereka sepakat untuk bekerjasama
mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang
diterima.
2) Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh adalah kerjasama antara dua pihak dimana masing-
masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan
menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga.
Masing-masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit
worthiness, tanpa menyetorkan modal
25 Sri Nurhayati, op. cit., h. 153-154
24
3) Syirkah ‘Inan
Adalah bentuk kerjasama dimana posisi dan komposisi pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam
modal maupun pekerjaan. Setiap mitra bertindak sebagai kuasa
dari kemitraan tersebut, tetapi bukan merupakan penjamin bagi
mitra usaha lainnya. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi pada
para mitra sesuai kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi
secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
4) Syirkah Muwafadhah
Syirkah Muwafadhah adalah bentuk kerjasama dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik
dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko
kerugian. Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung
jawab atas tindakan-tindakan hukum dan komitmen dari para mitra
lainnya dalam segala hal yang menyangkut kemitraan
Adapun bentuk-bentuk musyarakah antara lain:
a. Musyarakah Permanen
Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan
bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap
hingga akhir masa akad
25
b. Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah Menurun adalah musyarakah dengan ketentuan
bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap
kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan
pada saat akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik
penuh usaha musyarakah tersebut.
4. Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan bagi hasil dalam bentuk musyarakah diatur dalam UU
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (13) secara eksplisit
disebutkan bahwa musyarakah merupakan salah satu dari produk
pembiayaan pada perbankan syariah.
Musyarakah juga telah diatur dalam ketentuan Fatwa DSN No.
08/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000. Intinya Fatwa DSN
tersebut menyebutkan bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain,
antara lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan
berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
26
ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai dengan
kesepakatan.26
Ketentuan secara teknis mengenai aplikasi akad musyarakah ini telah
diatur dalam PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dana
dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam kegiatan penyaluran dana dalam
bentuk pembiayaan musyarakah berlaku persyaratan paling kurang
sebagai berikut:
a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha
dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk
membiayai suatu kegiatan usaha tertentu
b. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra
usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tuga dan
wewenang yang disepakati
c. Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk
nasabah untuk mengelola usaha
d. Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang
e. Dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang
yang diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan
26 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007), h. 128
27
f. Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan
nasabah
g. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan
h. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam
bentuk nisbah yang disepakati
i. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut
porsi modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai, atau
menyalahi perjanjian dari salah satu pihak
j. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka
waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak
berlaku surut
k. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang
besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad
l. Pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung
atau rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan
(revenue sharing)
m. Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan
keuangan nasabah
28
Nisbah X% Nisbah Y%
Modal A%
Modal B%
n. Pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad
atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in
flow) usaha
o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko
apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat
dalam akad karena kelalaian dan atau kecurangan
Gambar 2.2
Skema Pembiayaan Musyarakah27
C. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah
1. Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah
Investasi atau bisnis yang dijalankan melalui aktivitas pembiayaan
adalah aktivitas yang selalu berkaitan dengan risiko. Persoalannya adalah
27 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2014), h. 216
Pembiayaan Musyarakah
Bank Syariah Nasabah
Proyek/Usaha
Pembagian Hasil Usaha
Pengembalian Modal Usaha
29
bagaimana investasi atau bisnis dalam pembiayaan tersebut mengandung
risiko yang minimal. Risiko tersebut dapat diminimalkan dengan
melakukan manajemen risiko secara baik. Manajemen risiko ini dapat
diawali dengan melakukan penyaringan (screening) terhadap calon
nasabah dan proyek yang akan dibiayai. Jika pembiayaan telah
direalisasikan, pengendalian risiko pembiayaan dapat dilakukan dengan
memberikan perlakuan (treatment) yang sesuai dengan karakter nasabah
maupun proyek.
Manajemen risiko pembiayaan di bank syariah sangat berkaitan
dengan risiko karakter nasabah dan risiko proyek. Risiko karakter
berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan karakter nasabah.
Sementara risiko proyek berkaitan dengan karakter proyek yang
dibiayai.28
Risiko karakter nasabah dapat dilihat dari aspek skill, reputations, dan
origins. Ketiga faktor tersebut dapat dianalisis menjadi sub faktor sebagai
berikut : 29
1) Faktor skill (keterampilan), meliputi kefamiliaran terhadap pasar,
mampu mengoreksi risiko bisnis, mampu melakukan usaha yang
berkelanjutan, mampu mengartikulasikan bahasa bisnis
28 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.365 29 Ibid., h.365-366
30
2) Faktor reputasi (reputation), meliputi track record sebagai
karyawan, memiliki track record sebagai pengusaha,
direkomendasikan oleh sumber terpercaya, dapat dipercaya,
memiliki jaminan usaha
3) Faktor asal-usul (origins), meliputi memiliki hubungan keluarga
atau persahabatan dengan investor, sebagai pebisnis yang sukses,
berasal dari kelas sosial terpandang
Sementara risiko proyek yang dibiayai dapat dilihat dari ciri-ciri atau
atribut proyek. Ciri-ciri atau atribut proyek yang harus diperhatikan untuk
meminimalkan risiko adalah : 1) Sistem informasi akuntansi (pelaporan);
(2) Tingkat return proyek; (3)Tingkat risiko proyek; (4) Biaya
pengawasan; (5) Kepastian hasil dari proyek; (6) Klausul kesepakatan
proyek; (7) Jangka waktu kontrak; (8) Arus kas perusahaan; (9) Jaminan
yang disediakan; (10) Tingkat kesehatan proyek; dan (11) Prospek proyek
2. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah
Risiko terkait pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts
(NUC) adalah mengindentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh
risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah
memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis Natural
Uncertainty Contracts, seperti mudharabah dan musyarakah.
31
Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu (a) Business Risk
(risiko bisnis yang dibiayai, (b) Shrinking Risk (risiko berkurangnya nilai
pembiayaan mudharabah/musyarakah), dan (c) Character Risk (risiko
karakter buruk mudharib).30
a. Business Risk adalah risiko yang terjadi pada First Way Out yang
dipengaruhi oleh :31
1) Industry risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang
ditentukan oleh karakteristik masing-masing jenis usaha yang
bersangkutan dan kinerja keuangan jenis usaha yang
bersangkutan (industry financial standard)
2) Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan
nasabah, seperti kondisi grup usaha, keadaan force majeure,
permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet
(L/C import, bank garansi), market risk (forex risk, interest
risk, security risk), riwayat pembayaran (tunggakan
kewajiban), dan restrukturisasi pembiayaan.
b. Shrinking risk adalah risiko yang terjadi pada second way out yang
dipengaruhi oleh :
30 https://sharianomics.wordpress.com/2010/12/09/risiko-terkait-pembiayaan-berbasis-
natural-uncertainty-contracts-nuc/, diakses pada 17 Februari 2015 31Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2013, Ed.5, Cet.9), h. 265-266
32
1) Unusual Business Risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang
ditentukan oleh penurunan drastis pada tingkat penjualan bisnis
yang dibiayai, harga jual barang/jasa dari bisnis yang dibiayai,
dan harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai
2) Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing
atau revenue sharing
3) Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya
sangan besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank.
c. Character risk yaitu risiko yang terjadi pada third way out yang
dipengaruhi oleh hal berikut
1) Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai
bank.
2) Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah
dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank tidak lagi sesuai
dengan kesepakatan.
3) Pengelolaan internal perusahaan seperti manajemen,
organisasi, teknis produksi, dan keuangan, yang tidak
dilakukan secara professional sesuai standar pengelolaan yang
disepakati antara bank dan nasabah.
33
D. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan dibangun sebagai upaya untuk memahami dan
memecahkan masalah yang muncul manakala ada ketidaklengkapan informasi
pada saat melakukan kontrak (perikatan). Teori keagenan meramalkan jika
agen memiliki keunggulan informasi dibandingkan prinsipal (information
asymmetry) dan kepentingan agen dan prnsipal berbeda, maka akan terjadi
principal-agent problem dimana agen akan melakukan tindakan yang
menguntungkan dirinya namun merugikan prinsipal.
Ada dua macam bentuk masalah keagenan terdapat dalam hubungan
antara principal dan agen, yaitu :32
1. Pilihan buruk (adverse selection). Pilihan buruk terjadi manakala
principal tidak mengetahui mengenai kemampuan agen, dan oleh
sebab itu mereka bisa terjerumus membuat pilihan yang buruk
mengenai agen
2. Bencana moral (moral hazard). Bencana moral terjadi manakala
kontrak sudah disetujui oleh principal dan agen, namun pihak agen
yang sadar memiliki keunggulan (informasi) tidak memenuh
persyaratan (term) kontrak tersebut.
32 Gudono, Teori Organisasi, (Yogyakarta: BPFE, 2012, Cet.2), h. 147-149
34
E. Review Studi Terdahulu
Berdasarkan telaah yang telah dilakukan, terdapat beberapa jurnal maupun
skripsi yang berkaitan dengan manajemen risiko pembiayaan. Adapun hasil
studi review terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini diantaranya:
Tabel 2.1
Perbandingan Studi Terdahulu
Review 1 Review 2 Review 3 Skripsi
Penulis
Judul/
Penulis
Manajemen
Risiko
Pembiayaan
Mudharabah
(Studi Kasus
Bank Muamalat
Indonesia
Cabang Malang),
Jurnal Ilmiah,
Khoiriyah
Trianti, FEB,
Universitas
Brawijaya, 2014
Strategi
Manajemen
Risiko PT. BPRS
Kota Bekasi,
Skripsi, Asma
Azzahroh,
Fakultas Syariah
dan Hukum, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta, 2013
Implementasi
Manajemen
Risiko
Pembiayaan
dalam Upaya
Menjaga
Likuiditas Bank
Syariah (Studi
pada PT Bank
Syariah
Mandiri
Cabang
Malang),
Skripsi, oleh Sri
Mulyani,
Fakultas
Ekonomi, UIN
Malang, 2009
Strategi
Mitigasi
Risiko
Pembiayaan
Musyarakah
Bank
Muamalat
Indonesia,
Mutia
Sarayati,
Fakultas
Syariah dan
Hukum, UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
Tujuan
Penelitian
Merumuskan
manajemen risiko
dalam
pembiayaan
mudharabah
Mengetahui
peringkat
manajemen
risiko BPRS
Kota Bekasi,
Tingkat
Untuk
mendeskripsi-
kan
pengelolaan
manajemen
risiko
Mengetahui
penerapan
pembiayaan
Musyarakah
pada Bank
Muamalat
35
kesehatan BPRS
Kota Bekasi, dan
faktor yang
mempengaruhi-
nya
pembiayaan
yang dilakukan
PT. Bank
Syariah
Mandiri
Cabang Malang
dalam upaya
menjaga
likuiditasnya
Indonesia,
Mengidentifik
asi risiko-
risiko yang
dihadapi
dalam
pembiayaan
musyarakah,
serta
mengidentifik
asi dan
menganalisis
strategi
mitigasi risiko
pembiayaan
Musyarakah
BMI
Metode
Penelitian
Metode
penelitian yang
digunakan adalah
deskriptif
kualitatif
Metode
penelitian berupa
kualitatif
deskriptif
menggunakan
analisis SWOT
dengan populasi
karyawan bagian
pembiayaan
sebagai
responden guna
mengetahui
prosedur
penilaian
pembiayaan dan
manajemen
risiko BPRS, dan
metode
kuantitatif dalam
Metode
penelitian
menggunakan
pendekatan
kualitatif
Metode
penelitian
yang
digunakan
adalah
deskriptif
kualitatif
36
menilai tingkat
kesehatan BPRS
Kota Bekasi
Hasil
Penelitian
Manajemen
risiko di BMI
Cabang Malang
adalah upaya
untuk
meminimalisir
risiko yang
terjadi, baik yang
dilakukan pada
pra akad maupun
pasca akad
Profil
manajemen
risiko BPRS
berada pada
tingkat medium,
dimana dampak
yang dimiliki
berupa dampak
sedang pada
biaya, waktu,
dan kualitas. Dan
berdasarkan
analisis SWOT,
faktor yang
paling
mempengaruhi
adalah faktor
eksternal dengan
ancaman terbesar
pada
ketidaktepatan
pengembalian
pembiayaan.
Hasil analisis
tersebut
diperoleh
gambaran
bahwa
pengelolaan
risiko
pembiayaan
berjalan secara
efektif sesuai
dengan arahan,
pedoman dan
kebijakan dari
BSM Pusat.
Kebijakan
tersebut
dikemas dalam
Enterprise Risk
Management
(ERM)
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu
pada segi jenis pembiayaan dan obyek penelitian. Pada penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui strategi Bank Syariah dalam meminimalisir
risiko pembiayaan musyarakah, dengan studi pada Bank Muamalat Indonesia
(BMI), dimana BMI merupakan salah satu Bank Umum Syariah (BUS) yang
37
menyalurkan pembiayaan musyarakah lebih banyak dibandingkan dengan
BUS lainnya.
Selain itu, dalam penelitian ini membahas mengenai penerapan
pembiayaan musyarakah, risiko pembiayaan musyarakah yang dihadapi bank
dan strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat
Indonesia.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Objek penelitian ini adalah pembiayaan musyarakah PT. Bank Muamalat
Indonesia, yang terletak di Gedung Arthaloka, Jalan Jenderal Sudirman
Kav.2, Jakarta. Penelitian ini difokuskan kepada risiko kredit/pembiayaan dan
upaya mitigasi risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat Indonesia
(BMI).
B. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Bogdan dan
Taylor (1992:21-22) meyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau
tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.33
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan pada kondisi obyek
yang alami. Disini peneliti merupakan instrumen kunci. Teknik pengumpulan
data dilakukan secara gabungan. Data yang dihasilkan bersifat deskriptif dan
analisis data dilakukan secara induktif. Penelitian ini lebih menekankan
makna daripada generalisasi.34
33 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008),
h. 1 34 Wirartha, Metode Penelitian Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: ANDI, 2006), h.134
39
C. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
1) Data Primer, merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian
lapangan dengan melalui wawancara langsung antara peneliti dengan
pihak Bank Syariah.
2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
perusahaan yang berkaitan dengan pembahasan, literatur, serta sumber
lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.
Dalam penelitian ini, sumber data primer adalah data yang diperoleh dari
hasil wawancara dengan pihak yang terkait pada manajemen risiko
pembiayaan, yakni Bapak Amin Syafi’i sebagai Commercial Financing Risk
Manager, KPO Bank Muamalat Indonesia. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari arsip dokumen yang didapat dari hasil saat wawancara, saat penulis
melakukan magang di Bank Muamalat Indonesia, laporan tahunan Bank
Muamalat, serta studi literatur lainnya. Data yang diperoleh berupa data
komposisi penyaluran pembiayaan musyarakah, produk-produk pembiayaan
yang ada pada Bank Muamalat Indonesia, prosedur penerapan pembiayaan
musyarakah, dan data penyaluran dana pembiayaan Bank Muamalat
D. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa metode pengumpulan data yang dikenal dalam penelitian
kualitatif, walaupun demikian bisa dikatakan bahwa metode yang paling
40
pokok adalah pengamatan atau observasi dan wawancara mendalam atau in-
depth interview.35 Pengumpulan data dapat ditempuh dengan berbagai metode
diantaranya yaitu, penggunaan bahan dokumen, observasi/pengamatan,
wawancara, penggunaan pengalaman individu, kuesioner (angket), dan
penggunaan projective test. 36 Adapun penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang
menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah
yang diteiti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan buka
perkiraan.37 Pada studi dokumentasi, dokumen-dokumen yang diperoleh
penulis dari Bank Muamalat Indonesia dan studi kepustakaaan untuk
memperoleh pengetahuan dan memahami teori mengenai pembiayaan
musyarakah, manajemen risiko pembiayaan musyarakah, serta upaya
mitigasi risiko untuk meminimalisir risiko pembiayaan Musyarakah.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi
pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi
35 Bagong Suryanto, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 172 36 Afifi Fauzi Abbas, Metode Penelitian, (Jakarta: Adelina Bersaudara, 2010), h. 82 37 Basrowi dan Suwandi, op. cit., h. 158
41
jawaban atas pertanyaan.38 Tujuan wawancara ialah untuk mengetahui apa
yang terkandung dalam pikiran dan hati orang lain, bagaimana
pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita ketahui
melalui observasi.39
Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung
kepada narasumber dari Bank Muamalat Indonesia yang kompeten dan
berwenang dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Kemudian
jawaban dari narasumber atas pertanyaan yang diajukan dicatat dan
direkam yang kemudian didokumentasikan apa yang didapat dari hasil
wawancara tersebut.
E. Metode Analisis Data
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Dengan metode analisis
deskriptif kualitatif, data yang diperoleh baik dari wawancara maupun studi
dokumen akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan mengkaji,
memaparkan, menelaah dan menjelaskan data-data yang diperoleh mengenai
prosedur pembiayaan musyarakah, risiko yang dihadapi dalam pembiayaan
musyarakah, serta mitigasi risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat
Indonesia (BMI).
38 Ibid, h. 127 39 S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2002), h. 73
42
F. Kerangka Konsep
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Bank Syariah memiliki aktivitas pembiayaan yang berbeda dengan Bank
Konvensional. Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik
umum dan landasan bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Namun
data perbankan syariah yang menunjukkan masih rendahnya komposisi
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
Hingga September 2014, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil selalu
Rendahnya Komposisi Pembiayaan dengan Prinsip Bagi
Hasil di Perbankan Syariah Indonesia
Pembiayaan
Musyarakah
Risiko Pembiayaan
Musyarakah
Termasuk kategori NUC
dan muncul permasalahan
Principal Agent
Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah
Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat
Indonesia
43
dibawah 50% pembiayaan murabahah (jual beli). Hal ini dikarenakan
pembiayaan tersebut memiliki risiko yang tinggi karena pembiayaan bersifat
Natural Uncertainty Contracts (NUC) dan terkait dengan masalah principal
agent. Adapun salah satu bank syariah yang memiliki komposisi pembiayaan
musyarakah yang berbasis bagi hasil dengan komposisi yang lebih banyak
dibandingkan dengan bank syariah lainnya yaitu Bank Muamalat Indonesia.
Banyaknya pembiayaan yang disalurkan, menggambarkan bahwa BMI
berani menerima risiko pembiayaan yang melekat pada pembiayaan
musyarakah. Pengelolaan risiko kredit/pembiayaan ini sangat penting untuk
dikelola dengan baik, karena akan mempengaruhi pada tingkat pembiayaan
bermasalah dan bagi hasil yang akan dibagikan kepada para deposan. Dengan
demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi mitigasi risiko
pembiayaan musyarakah Bank Muamalat Indonesia (BMI).
44
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Bank Muamalat Indonesia
1. Sejarah Singkat Bank Muamalat Indonesia
Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia pada
18-20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam
Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia di HOTEL Sahid Jaya,
Jakarta, pada 22-25 Agustus 1990 yang diteruskan dengan pembentukan
kelompok kerja untuk mendirikan bank murni syariah pertama di
Indonesia.
Realisasinya dilakukan pada 1 November 1991 yang ditandai dengan
penandatanganan akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk di
Hotel Sahid Jaya berdasarkan Akte Notaris Nomor 1 Tanggal 1 November
yang dibuat di Notaris Yudo Paripurno, S.H. dengan izin Menteri
Kehakiman Nomor C2.2413.T..01.01 Tanggal 21 Maret 1992/Berita
Negara Republik Indonesia Tanggal 28 April 1992 Nomor 34.
Pada saat penandatanganan akte pendirian ini diperoleh komitmen dari
berbagai pihak untuk membeli saham sebanyak Rp 84 miliar. Kemudian
dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan
45
dana dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar sebagai wujud
dukungan mereka.
Dengan modal awal tersebut dan berdasarkan surat Keputusan Menteri
Keuangan RI Nomor 1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 serta
izin usaha yang berupa Keputusan Mernteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 430/kmk.013/1992 Tanggal 24 April 1992, Bank Muamalat mulai
beroperasi pada 1 Mei 1992 bertepatan dengan 27 Syawal 1412 H. Pada
27 Oktober 1994, Bank Muamalat mendapat keprcayaan dari Bank
Indonesia sebagai Bank Devisa.
Beberapa tahun yang lalu Indonesia dan beberapa negara di Asia
Tenggara pernah mengalami krisis moneter yang berdampak terhadap
perbankan nasional yang menyebabkan timbulnya kredit macet pada
segmen korporasi. Bank Muamalat pun ikut terimbas dampak tersebut.
Tahun 1998, angka Non Performing financing (NPF) Bank Muamalat
sempat mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp
105 miliar dan ekuitas mencapai titik terendah hingga Rp 39,3 miliar atau
kurang dari sepertiga modal awal.
Kondisi tersebut telah mengantarkan Bank Muamalat memasuki era
baru dengan keikutsertaan Islamic Development Bank (IDB), yang
berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia, sebagai salah satu pemegang
saham luar negeri yang resmi diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) pada 21 Juni 1999.
46
Dalam kurun waktu 1999-2002 Bank Muamalat terus berupaya dan
berhasil memperbaiki kinerja dari rugi menjadi laba. Hasil tersebut tidak
lepas dari upaya dan dedikasi segenap karyawan dengan dukungan
kepemimpinan yang kuat, strategi usaha yang tepat, serta kepatuhan
terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Pada tahun 2009 Bank Muamalat memulai proses transformasi salah
satunya dengan membuka kantor cabang internasional pertamanya di
Kuala Lumpur, Malaysia dan tercatat sebagai bank pertama dan satu-
satunya dari Indonesia yang membuka jaringan bisnis di Malaysia. Dan
pada tahun 2012 tepat pada milad yang ke-20 tahun, Bank Muamalat
meluncurkan logobaru (rebranding) dengan tujuan menjadi bank syariah
yang Islamic, Modern, dan Profesional.
Proses transformasi yang dijalankan Bank Muamalat membawa hasil
yang positif dan signifikan terlihat dari aset Bank Muamalat yang tumbuh
dari tahun 2008 sebesar Rp 12,6 triliun menjadi Rp 54,6 triliun di tahun
2013.
2. Visi dan Misi
a. Visi
Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar
spiritual, dikagumi di pasar rasional
47
b. Misi
Menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan
penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan
orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi
stakeholder.
3. Produk Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
a. Konsumen
1) KPR Muamalat iB
KPR Muamalat iB adalah produk pembiayaan yang akan
membantu Anda untuk memiliki rumah (ready stock/bekas),
apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take-over KPR
dari bank lain.
2) Auto Muamalat
Automuamalat adalah produk pembiayaan yang akan
membantu Anda untuk memiliki kendaraan bermotor. Produk ini
adalah kerjasama Bank Muamalat dengan Al-Ijarah Indonesia
Finance (ALIF).
3) Pembiayaan Umroh Muamalat
Pembiayaan Umroh Muamalat adalah produk pembiayaan
yang akan membantu mewujudkan impian Anda untuk beribadah
Umroh dalam waktu yang segera.
48
4) Pembiayaan Anggota Koperasi
Pembiayaan konsumtif yang diperuntukkan bagi beragam jenis
pembelian konsumtif kepada karyawan/guru/PNS (selaku end
user) melalui koperasi
b. Pembiayaan Modal Kerja
1) Pembiayaan iB Modal Kerja Muamalat
Pembiayaan iB Modal Kerja Muamalat adalah fasilitas
pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada nasabah untuk
memenuhi kebutuhan modal kerja seperti :
i. Pembelian barang persediaan;
ii. Kebutuhan dana untuk menutup kebutuhan dana tertanam
(Asset Convention Cycle);
iii. Kebutuhan Modal Kerja Pelaksanaan Proyek yang didapat
calon nasabah dari Pemberi Pekerjaan/Proyek (bowheer)
2) Pembiayaan iB Buyer Supplier Financing
Pembiayaan iB Buyer-Supplier Financing merupakan
Pembiayaan khusus untuk memperluas target akuisisi dari Unit
Bisnis BMI dengan meng-capture potensi bisnis dari nasabah
existing pembiayaan, baik ditingkat pembeli produk/pengguna jasa
usaha (buyer) nasabah maupun supplier (penyedia/penyuplai
bahan baku kepada nasabah). Tujuan dari pembiayaan ini antara
lain :
49
i. Modal Kerja Pembelian Barang/Pemakaian Jasa dari nasabah
existing oleh Recommended Buyer
ii. Investasi Pembelian barang dari nasabah existing oleh
Recommended Buyer yang merupakan Mitra Usaha nasabah
iii. Talangan Pembayaran Tagihan Recommended Supplier atas
pengiriman dan/atau pembelian barang/bahan baku oleh
nasabah existing
3) Pembiayaan Modal Kerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LKMS)
Pembiayaan Modal Kerja LKMS adalah produk pembiayaan
yang ditujukan untuk LKM Syariah (BPRS/BMT/Koperasi) yang
hendak meningkatkan pendapatan dengan memperbesar portfolio
pembiayaannya kepada Nasabah atau anggotanya (end-user).
Pembiayaan dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan akad
mudharabah atau musyarakah yang digunakan untuk memperbesar
modal dalam menyalurkan pembiayaan kepada Nasabah atau
Anggota dengan pola executing (bank terlepas dari perikatan
kepada end-user). Skema yang dapat digunakan berupa revolving
maupun non-revolving, bergantung pada karakteristik
BPRS/BMT/Koperasi
50
4) Pembiayaan Jangka Pendek BPRS iB
Pembiayaan Jangka Pendek BPRS iB adalah produk
pembiayaan yang ditujukan kepada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) untuk memenuhi kebutuhan modal kerja BPRS
yang bersifat sementara (jangka pendek) dan untuk memenuhi
kebutuhan modal kerja yang akan disalurkan oleh BPRS ke end-
user dengan pola executing. Jangka waktu pembiayaan maksimum
6 bulan dengan skema revolving.
c. Pembiayaan Investasi
1) Pembiayaan iB Investasi
Pembiayaan iB Investasi adalah fasilitas pembiayaan jangka
panjang yang diberikan kepada Nasabah untuk digunakan
membiayai pembelian barang-barang modal (capital expenditure)
dan / atau tambahan investasi dalam angka peremajaan, perluasan,
peningkatan kapasitas usaha, atau pendirian unit usaha baru.
Pembiayaan iB Investasi digunakan untuk:
i. Pembelian dengan tujuan investasi seperti mesin, alat berat,
kendaraan bermotor serta infrastructure lainnya;
ii. Pembiayaan untuk sewa tempat usaha yang bersifat jangka
panjang;
iii. Kebutuhan pembiayaan investasi lainnya.
51
2) Pembiayaan iB Properti Bisnis Muamalat
Pembiayaan iB Properti Bisnis Muamalat adalah Pembiayaan
yang disediakan kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan akan
pembelian Asset/Properti Bisnis sebagai tambahan investasi
ataupun untuk Peremajaan/Renovasi dan Pembangunan Properti
Bisnis baru diatas lahan milik nasabah. Jenis properti yang dapat
dibeli antara lain ruko, kios, loss, gedung, dan gudang.
Tabel 4.1
Penggunaan Akad-Akad Pembiayaan Secara Umum
KEGUNAAN
AKAD
MU
DH
AR
AB
AH
MU
SY
AR
AK
AH
MU
SY
AR
AK
AH
MU
TA
NA
QIS
AH
MU
RA
BA
HA
H
IST
ISH
NA
IJA
RA
H
IJA
RA
H
MU
NT
AH
IYA
H
BIT
TA
ML
IK (
IMB
T)
Modal Kerja √ √ √
Modal Kerja Koperasi/
Multifinance
√ √
Modal Kerja Regular √ √ √
Pembelian Properti √ √
Pembelian Barang/
Transportasi
√
Pembelian Paket Jasa √
Pemesanan Pembuatan
Properti/ Barang/ Alat/
Transportasi
√
Sewa dengan Opsi
Kepemilikan Properti/
Barang/ Alat/ Transportasi
√
Sumber: Bank Muamalat Indonesia
52
4. Data Deskriptif Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
Jumlah aset Bank Muamalat di posisi akhir tahun 2014 sebesar
Rp62,41 triliun. Aset bank mengalami peningkatan sebesar 16,17% dari
Rp53,72 triliun di tahun 2013. Meningkatnya aset Bank Muamalat,
memicu pula peningkatan jumlah penyaluran dana Bank. Pada akhir tahun
2014, total penyaluran dana mencapai Rp43,09 triliun. Jumlah tersebut
mencerminkan pertumbuhan sebesar 3,11% dari jumlah pembiayaan pada
tahun sebelumnya sebesar Rp41,79 triliun. Bank Muamalat menyalurkan
fasilitas pembiayaan kepada nasabah untuk keperluan produktif maupun
konsumtif, yang dibukukan berdasarkan akad atau skema yang dipakai
yaitu Murabahah, Istishna’, Qardh, Ijarah, Mudharabah, dan
Musyarakah. Adapun perkembangan penyaluran pembiayaan Bank
Muamalat berdasarkan akad dari tahun 2010-2014, sebagai berikut:
Tabel 4.2
Jumlah Penyaluran Pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia
Tahun 2010-2014
dalam jutaan rupiah
Akad 2010 2011 2012 2013 2014
Murabahah 6.444.227 10.112.862 15.995.343 19.366.213 20.172.146
Istishna’ 46.666 74.993 19.782 22.036 14.571
Ijarah 747,771 2.505 436,489 14.151 26.303
Qardh 1.183.738 1.993.610 1.275.670 420.636 127.455
Mudharabah 1.364.534 1.498.297 1.985.586 2.170.219 1.723.619
Musyarakah 5.979.044 8.176.819 12.819.798 17.855.906 19.549.525
Sumber: Annual Report BMI
53
Berdasarkan pada tabel diatas, menunjukkan bahwa penyaluran
pembiayan pertama didominasi oleh pembiayaan Murabahah, dilanjutkan
dengan pembiayan Musyarakah, Mudharabah, Qardh, Ijarah, dan
Istishna’. Pembiayaan dengan akad Istishna’, Ijarah, Qardh, dan
Mudharabah memiliki jumlah pembiayaan yang fluktuatif tiap tahunnya,
sedangkan pembiayaan dengan akad Murabahah dan Musyarakah selalu
mengalami peningkatan.
Pembiayaan dengan akad Murabahah selalu meningkat stabil tiap
tahunnya. Pada tahun 2010 pembiayaan murabahah disalurkan sebesar
Rp6,44 triliun dan tahun selanjutnya hingga tahun 2014, pembiayaan
disalurkan dengan jumlah masing-masing sebesar Rp10,11 triliun,
Rp15,99 triliun, Rp19,7 triliun dan Rp20,17 triliun.
Selain itu, pembiayaan dengan akad musyarakah juga disalurkan
dalam jumlah yang besar oleh Bank Muamalat dan mengalami
peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2010, total pembiayaan
musyarakah sebesar Rp5,98 triliun, kemudian pada tahun 2011 meningkat
menjadi Rp8,18 triliun. Pembiayaan musyarakah tahun 2012, melonjak
sebesar 56,78% menjadi Rp12,82 triliun, sedangkan pada tahun 2013 dan
2014 pembiayaan musyarakah tercatat masing-masing sebesar Rp17,86
triliun dan Rp19,55 triliun.
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Pembiayaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan
54
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Dengan demikian, pembiayaan merupakan salah satu kegiatan usaha bank
untuk memperoleh penghasilan atas dana yang disalurkan. Bank
Muamalat dalam penyaluran dananya tentu mendapatkan keuntungan dari
pembiayaan yang disalurkan, baik berupa margin, fee, maupun bagi hasil.
Adapun hasil pendapatan dari penyaluran pembiayaan Bank Muamalat
adalah sebagai berikut.
Tabel 4.3
Pendapatan Penyaluran Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
Tahun 2010-2014
dalam jutaan rupiah
Akad 2010 2011 2012 2013 2014
Pendapatan dari Penjualan
Murabahah 689.310 1.078.893 1.436.709 2.007.951 2.329.282
Istishna’ 1.264 3.794 2.901 2.664 2.613
Pendapatan dari sewa/ ijarah
Ijarah 50.175 45.983 18.150 31.776 32.542
Pendapatan dari Bagi Hasil
Mudharabah 201.753 208.032 209.901 305.724 258.438
Musyarakah 580.677 782.617 1.038.094 1.648.390 2.130.879
Sumber: Annual Report BMI
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pendapatan margin/ bagi hasil
dari penyaluran pembiayaan murabahah dan musyarakah mengalami
55
peningkatan setiap tahunnya. Pendapatan dari pembiayaan murabahah
sebesar Rp 689,3 miliar pada 2010, Rp 1,07 triliun pada 2011, Rp 1,43
triliun pada 2012, Rp 2,007 triliun pada 2013, dan Rp 2,32 triliun pada
2014. Sedangkan pendapatan dari pembiayaan musyarakah sebesar Rp
580,67 miliar pada 2010, Rp 782,6 triliun pada 2011, melonjak menjadi
Rp 1,03 triliun pada 2012, Rp 1,64 triliun pada 2013, dan Rp 2,13 triliun
pada 2014. Dapat disimpulkan bahwa meningkatnya pendapatan
margin/bagi hasil pada kedua pembiayaan tersebut dikarenakan
penyaluran pembiayaan yang meningkat pula.
Berdasarkan prinsipnya, pembiayaan dengan akad Murabahah dan
Musyarakah memiliki prinsip yang berbeda. Murabahah merupakan akad
dengan prinsip jual beli, dimana bank mengambil keuntungan dari hasil
penjualan barang kepada nasabah dengan margin yang ditentukan oleh
bank dan menjadi bagian dari harga barang yang dijual. Sedangkan
Musyarakah merupakan akad pembiayaan dengan prinsip bagi hasil,
dimana bank mengambil keuntungan dari bagi hasil atas usaha yang
dikelola nasabah.
Dalam hal ini, umumnya bank memiliki risiko yang tinggi dalam
menyalurkan pembiayaan dengan akad Musyarakah karena jumlah
pendapatan yang diperoleh bersifat tidak tetap dan sulitnya mendeteksi
kejujuran nasabah sebagai mitra. Namun, berdasarkan data pembiayaan
dan pendapatan pembiayaan tersebut, pembiayaan dengan akad
56
Musyarakah pada Bank Muamalat memiliki peringkat kedua setelah
Murabahah dalam penyaluran pembiayaan dan pendapatan yang diterima.
Grafik 4. 1 Komposisi Pembiayaan Murabahah dan Musyarakah
Bank Muamalat Indonesia Tahun 2013-2014
Grafik diatas menunjukkan bahwa komposisi pembiayaan Musyarakah
Bank Muamalat tahun 2013-2014 mendekati komposisi pembiayaan
Murabahah yakni hanya memiliki selisih sekitar 2%. Hal ini menunjukkan
bahwa Bank Muamalat berani menyalurkan pembiayaan Musyarakah yang
memiliki risiko yang lebih tinggi dalam penerapannya dibandingkan dengan
pembiayaan Murabahah.
45.72
37.16
49.68
39.58
47.61
45.44
48.03 46.55
0
10
20
30
40
50
60
Murabahah Musyarakah
Per
senta
se (
%)
2011 2012 2013 2014
57
B. Penerapan akad Musyarakah pada Pembiayaan Produktif Bank
Muamalat Indonesia
1. Implementasi Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia
Pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)
umumnya menggunakan jenis akad Syirkah ’Inan dimana antara bank dan
nasabah bermitra dengan memberikan kontribusi dana untuk suatu usaha
tertentu dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan, adapun porsi masing-masing pihak
tidak harus sama baik dalam hal modal maupun bagi hasil.
Konsep pembiayaan Musyarakah yang diterapkan pada produk
pembiayaan produktif BMI terbagi menjadi dua, yaitu dengan konsep
akad Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah. Pada pembiayaan
Musyarakah, akad kerjasama terjadi dengan menggabungkan modal antara
pihak bank syariah dan nasabah untuk suatu usaha tertentu dalam suatu
kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan dan
kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
Sedangkan pada pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah, akad
kerjasama dilakukan untuk kepemilikan suatu barang antara pihak bank
syariah dan nasabah. Kerjasama ini secara bertahap akan mengurangi hak
kepemilikan salah satu pihak (bank) sementara pihak lain (nasabah)
bertambah hak kepemilikannya melalui mekanisme pembayaran atas hak
kepemilikan yang lain.
58
Pada penerapan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah (MMQ), BMI
dan nasabah melakukan kerjasama dalam kepemilikan suatu barang,
kemudian untuk menghasilkan suatu usaha yang produktif dan
menghasilkan keuntungan, BMI menjadikan aset Musyarakah
Mutanaqisah sebagai obyek Ijarah. Selanjutnya, aset tersebut disewakan
kepada nasabah mitra dengan nilai ujrah (fee) yang disepakati dan
keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati pula dalam akad. Dalam hal ini, porsi bagi hasil
yang diterima oleh bank merupakan pendapatan bank dan bagi hasil yang
diterima nasabah kemudian akan digunakan oleh nasabah untuk
mengambil alih kepemilikan bank secara bertahap setiap bulannya,
sehingga dalam jangka waktu yang telah disepakati saat jatuh tempo
kepemilikan aset sepenuhnya menjadi milik nasabah.40
Penerapan MMQ pada Bank Muamalat Indonesia sesuai dengan fatwa
Dewan Syariah Nasional No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqisah, disebutkan bahwa aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-
ijarah-kan kepada syarik (nasabah). Dan dalam MMQ berlaku pula
hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah yang para mitranya
memiliki hak dan kewajiban, diantaranya:
40 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10
April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia
59
a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.
b. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati dalam
akad.
c. Menanggung kerugian sesuai porsi modal.
Pembiayaan ini diterapkan pada beberapa produk pembiayaan sesuai
dengan kebutuhan nasabah, baik untuk keperluan modal kerja maupun
investasi. Pembiayaan ini pula cenderung kepada pembiayaan proyek.
Persyaratan untuk bisa menggunakan akad musyarakah umumnya harus
memiliki pencatatan administrasi yang baik, memiliki cash flow usaha
yang relatif stabil, nasabah telah aktif melakukan transaksi keuangan dan
pembiayaan di BMI minimal 2 tahun, serta memiliki sistem informasi
keuangan (pelaporan) guna menetapkan bagi hasil.
Tabel 4.4
Penggunaan Akad Pembiayaan Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah
KEGUNAAN
AKAD
MUSYARAKAH
MUSYARAKAH
MUTANAQISAH
Modal Kerja √
Modal Kerja Koperasi/
Multifinance √
Modal Kerja Regular √ √
Pembelian Properti √
Sumber : Bank Muamalat Indonesia
60
1) Pembiayaan Modal Kerja untuk Proyek Tertentu
Modal kerja yang dimaksud adalah modal kerja atas proyek yang akan
berlangsung dan belum muncul sebagai tagihan. Contoh apabila suatu
proyek telah selesai dan kontraktor telah mengirimkan invoice kepada
pihak pemberi pekerjaan (bowheer), maka Bank tidak dapat
memberikan pembiayaan musyarakah kepada nasabah kontraktor
tersebut atas proyek yang telah selesai. Pembiayaan musyarakah hanya
dapat diberikan kepada proyek yang masih berjalan atau akan
dikerjakan. Dan bagi hasil musyarakah harus berasal dari proyek/
obyek yang dibiayai.
2) Pembiayaan Modal kerja Koperasi/ Multifinance
Pembiayaan Modal Kerja koperasi/multifinance adalah produk
pembiayaan yang ditujukan untuk Lembaga Keuangan
Mikro/Multifinance lainnya yang hendak meningkatkan pendapatan
dengan memperbesar portfolio pembiayaannya kepada Nasabah atau
anggotanya (end-user). Pembiayaan ini dapat menggunakan akad
mudharabah atau musyarakah. Sebagai dasar bagi hasil, koperasi dan
multifinance wajib memberikan laporan pendapatan kepada bank
setiap bulan
3) Pembiayaan Modal Kerja Reguler
Pembiayaan untuk modal kerja regular ditujukan atas usaha nasabah
secara umum, dan tidak terkait proyek tertentu. Pembiayaan ini dapat
61
menggunakan akad musyarakah dan musyarakah mutanaqisah. Pada
pembiayaan dengan akad musyarakah, obyek bagi hasil berasal dari
keseluruhan usaha nasabah yang dibiayai. Sedangkan pada
musyarakah mutanaqisah digunakan untuk pembelian properti guna
kepentingan usaha nasabah, seperti rumah, ruko, gudang.
4) Pembiayaan Properti Bisnis
Pembiayaan Properti Bisnis adalah Pembiayaan yang disediakan
kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan akan pembelian
Asset/Properti Bisnis sebagai tambahan investasi ataupun untuk
Peremajaan/Renovasi dan Pembangunan Properti Bisnis baru diatas
lahan milik nasabah. Jenis properti yang dapat dibeli antara lain ruko,
kios, loss, gedung, dan gudang.
2. Proses Pembiayaan Musyarakah
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis pada pihak Bank
Muamalat41, umumnya proses pembiayaan dan pencairan yang dilakukan
pada semua jenis pembiayaan sama, tergantung dengan kebutuhan
nasabah dan kecocokan pembiayaan menggunakan akad musyarakah.
Pada tahap awal nasabah mengajukan pembiayaan dan terjadi negosiasi
dengan pihak A/M, kemudian A/M akan melihat pembiayaan apa yang
cocok untuk diberikan kepada nasabah dan membuat usulan pembiayaan,
41 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10
April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia
62
usulan tersebut akan dikomitekan ditingkat cabang atau area tergantung
pada limitnya. Selanjutnya, bagian support pembiayaan melakukan kredit
investigasi melalui BI checking dan taksasi jaminan, sedangkan bagian
legal melakukan analisa yuridis seperti anggaran dasar perusahaan.
Setelah itu usulan tersebut dikomitekan kepada branch manager yang
memiliki wewenang, jika nilainya besar akan naik ke area atau pusat
tergantung pada limitnya dan akan masuk pada bagian risk management
dan compliance untuk direview dengan komite pembiayaan serta
persetujuan direksi.
Berikut tahapan proses pembiayaan secara rinci :
a. Pengumpulan dan Verifikasi Data
Pengumpulan dan verifikasi data calon nasabah dilakukan melalui
tahapan inisiasi dan solisitasi.
1) Inisiasi
- Penetapan target pasar
Dalam menetapkan target market Bank perlu
memperhatikan Sektor Ekonomi yang memiliki prospek bisnis
yang baik sehingga posisi Bank tergolong aman dan
menguntungkan dalam membiayai sektor tersebut. Kriteria
bisnis yang aman dan menguntungkan antara lain bisnis yang
sedang tumbuh (sunrise industry), bisnis yang tidak terkena
63
resesi, bisnis yang didukung oleh regulasi pemerintah, dan
bisnis yang mempunyai pasar yang jelas
- Penghimpunan Informasi
Penghimpunan informasi dapat dilakukan dengan ta’aruf
dan wawancara. Ta’aruf adalah proses awal perkenalan antara
A/M dengan nasabah melalui proses wawancara. Dalam
wawancara tersebut A/M akan memperoleh data-data
sementara tentang kondisi nasabah pemohon pembiayaan dan
A/M memeriksa ulang kembali kelengkapan dan kebenaran
data.
Dalam proses wawancara tersebut, diperlukan adanya data
standar nasabah bagi setiap A/M yang ingin melakukan
wawancara. Dan kemudian, dari data standar itu pula para A/M
bisa mengambil kesimpulan secara tepat apakah permohonan
pembiayaan tersebut dapat dilanjutkan atau ditolak.
2) Solisitasi
Solisitasi adalah kegiatan dalam rangka memperoleh nasabah
melalui proses mengunjungi dan mendapatkan informasi data
calon nasabah. Hasil solisitasi disajikan dalam bentuk laporan
kunjungan (Call Report/ On The Spot). Laporan Kunjungan (Call
Report/ On The Spot (OTS)) adalah laporan kunjungan ke lokasi
usaha nasabah yang dibuat oleh Account Manager (AM) dan
64
diketahui atasannya, sebagai dasar untuk proses pembiayaan
selanjutnya. Adapun standar informasi yang diperlukan terdiri dari
informasi umum, informasi kebutuhan nasabah, informasi
kemampuan membayar kembali, informai jaminan, dan informasi
hubungan perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
Tabel 4.5
Sumber Data dan Informasi yang Diperlukan dalam Pelaksanaan OTS
SUMBER DATA
INFORMASI YANG DIPERLUKAN
1) Kantor Nasabah
a) Kas
b) Persediaan
c) Harta Tetap
d) Piutang Dagang
e) Hutang Dagang
f) Keadaan Pegawai
2) Pabrik / Toko / Lokasi Usaha / Lokasi
Proyek
a) Persediaan
b) Harta Tetap
c) Fasilitas Produksi / Usaha
d) Fasilitas Penyimpanan
e) Keadaan Proyek (konstruksi)
f) Hasil Produksi / Barang
Dagangan
g) Keadaan Pegawai
3) Kantor / Pabrik / Toko dari Pemasok /
Pembeli / Bowheer
a) Piutang/ Hutang Dagang
b) Volume penjualan / pembelian
c) Syarat-syarat penjualan/
65
pembelian
d) Waktu penyerahan barang
e) Waktu dan riwayat pembayaran
f) Tingkat kepuasan
g) SPK / kontrak
h) Tingkat penyelesaian pekerjaan
i) Kuantitas dan kualitas peralatan
4) Jaminan
a) Lokasi dan plotting
b) Kondisi
c) Bukti Kepemilikan
d) Ijin
e) Pemanfaatan
f) Penghuni
g) Kapasitas (untuk mesin)
h) Umur teknis (untuk mesin)
i) Harga Pasar.
Sumber : Bank Muamalat Indonesia
b. Pengajuan Memorandum Usulan Pembiayaan (MUP)
Pengajuan Memorandum Usulan Pembiayaan (MUP) dilakukan
oleh account manager kepada Komite Pembiayaan, karena
pembiayaan yang diberikan tergantung kepada pengambilan keputusan
komite yang menyatakan setuju atau tidak setuju. Keputusan ini dapat
dilihat melalui memorandum pembiayaan. Memorandum pembiayaan
adalah suatu analisa yang menggambarkan tentang kualitas permintaan
baru yang diajukan nasabah.
66
Dalam melakukan analisa kelayakan pembiayaan ditentukan oleh
kelayakan usaha nasabah sebagai sumber utama pelunasan
pembiayaan (first way out) dan kelayakan agunan sebagai sumber
pelunasan kedua (second way out) apabila sumber pelunasan yang
utama tidak berjalan. Proses analisa kelayakan usaha dilakukan dengan
menggunakan beberapa tata cara analisa yang meliputi:
1) Analisa aspek-aspek perusahaan
2) Analisa laporan keuangan
3) Evaluasi kebutuhan dana/pembiayaan
4) Analisa kesuaian aspek syariah
5) Struktur fasilitas pembiayaan.
c. Keputusan Pemberian Pembiayaan
Keputusan pembiayaan dilakukan setelah dilakukannya review
oleh beberapa unit seperti unit Support pembiayaan, Branch Manager,
dan Komite Pembiayaan atas MUP yang diajukan. Keputusan
pembiayaan dilakukan oleh Branch Manager dan Komite Pembiayaan
tergantung pada limit dan case pembiayaan. Keputusan pembiayaan
oleh Komite Pembiayaan dapat dilakukan dua cara yaitu rapat komite
dan sirkulasi.
d. Realisasi Keputusan
Pada tahap ini, A/M melaksanakan keputusan KPP dengan
melakukan penyampaian Surat Persetujuan Pembiayaan (SPP) kepada
67
nasabah, penyampaian dokumentasi dan administrasi, dan
penandatanganan akad pembiayaan serta jaminan yang diberikan
nasabah.
e. Pemantauan Nasabah
Pemantauan nasabah dilakukan pasca pencairan pembiayaan.
Pemantauan yang dilakukan antara lain pemantauan usaha nasabah,
jaminan, pembinaan nasabah, dan pemantauan pembayaran nasabah.
f. Pelunasan Pembiayaan
Pada Bank Muamalat, apabila nasabah tersebut telah selesai
menunaikan kewajibannya terhadap fasilitas pembiayaan yang telah
diterima dan menyelesaikan seluruh administrasinya, maka bank
mempunyai kewajiban untuk mengembalikan jaminan nasabah yang
telah diagunkan kepada pihak bank yang dijadikan sebagai persyaratan
untuk mendapatkan fasilitas bank.
68
Review FPN
dan
Pemberian
Keputusan di
Cabang
Review FPN
(Form
Pemeringkatan
Nasabah)
Review FPN
dan
Pemberian
Keputusan
Gambar 4.1
Skema Proses Pembiayaan Musyarakah BMI
Form
Permohonan
Nasabah
1. Inisiasi
2. Sosilitasi
Paraf Form
Permohonan
Pembiayaan
(FPP) dan tanda
tangan Laporan
Kunjungan
Nasabah (LKN)
1. Melakukan
trade
checking
2. BI checking
3. DHN
4. Taksasi
5. Analisa
Laporan
Keuangan
6. Analisa
Rek. Koran
Melengkapi
dokumen
1. Legalitas
2. Jaminan
3. Data
Keuangan
Verifikasi hasil
trade checking
1. BI checking
2. DHN
3. Taksasi
4. Analisa
Yuridis
5. Opini Legal
Analisa
Kelayakan
Pembiayaan
Calon
Nasabah
Account
Manager
Branch
Manager
Unit
Support
Pembiayaan
FRO/
RMD
Komite
Pembiayaan
Risk
Assessment
Pembuatan
Memorandum
Usulan
Pembiayaan
Penerbitan
SPP Review SPP Penandatanganan
SPP
Penyampaian
SPP
Penerimaan
SPP
69
3. Kendala Penerapan Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia
Dalam proses pembiayaan musyarakah, BMI memiliki beberapa
kendala dalam penerapannya. 42 Pertama, pada sisi nasabah, umumnya
secara administrasi manajemennya masih kurang dan munculnya masalah
moral hazard yaitu nasabah terkadang tidak membuat laporan realisasi
pendapatan atau melakukan penyelewengan dengan membuat laporan
yang tidak sesuai dengan realisasi pendapatannya. Selain itu, budaya
nasabah yang hanya meminjam uang kemudian menyetor pembayaraan
masih melekat dan belum adanya kesadaran dalam membuat laporan,
terutama bagi nasabah yang tidak mempunyai bagian khusus manajemen
keuangan.
Kedua, pada sisi bank, diantaranya terkait dengan teknologi,
pembiayaan musyarakah dengan prinsip bagi hasil mempunyai jumlah
pendapatan yang tak menentu, namun sistem tidak bisa secara otomatis
mengatur naik/ turunnya jumlah tersebut yang berarti bank harus
melakukan pendebetan manual. Dengan demikian, bank lebih banyak
menggunakan akad Musyarakah Mutanaqisah, karena ada barang yang
disewakan dan jumlah fee tetap, sedangkan pada Musyarakah biasa
pendapatan bank tergantung pada realisasi yang sifatnya fluktuatif. Dalam
42 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10
April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia
70
hal ini bank pula harus memperhatikan fluktuasi pendapatan tersebut
terkait dengan manajemen likuiditas dan perhitungan kolektibilitas.
Ketiga, pada sisi kolektibilitas, pembiayaan menggunakan akad
musyarakah dan mudharabah memiliki sistem kolektibilitas yang berbeda
dengan akad lainnya. Pada pembiayaan musyarakah perhitungan
kolektibilitas dihitung secara kumulatif sesuai periode jadwal angsuran,
hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 13/13/PBI/2011
tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi BUS dan UUS Pasal 12 Ayat (2).
Bank harus teliti dalam perhitungan sistem kolektibilitas, jika tidak maka
bank akan mendapat denda dari BI atau protes dari nasabah karena hal
tersebut berkaitan dengan posisi nasabah di BI checking.
C. Analisis Risiko Pembiayaan Musyarakah
Risiko Kredit/ Pembiayaan merupakan risiko yang timbul akibat
kegagalan counterparty atau debitur dalam memenuhi kewajibannya saat
jatuh tempo. Untuk menganalisis risiko kredit pembiayaan musyarakah pada
Bank Muamalat Indonesia, berikut ini adalah grafik yang menunjukan tingkat
risiko pembiayaan menggunakan rasio Non Performing Financing (NPF),
yakni NPF Gross dan NPF Net pembiayaan musyarakah Bank Muamalat
Indonesia periode 2011-2014
71
Grafik 4. 2 Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan Musyarakah
Bank Muamalat Indonesia Periode 2011-2014
Sumber: Annual Report Bank Muamalat Indonesia
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa NPF Gross dan NPF Net
mengalami penurunan pada tahun 2012 dan meningkat berturut-turut pada
tahun 2013 dan 2014. NPF Gross pembiayaan musyarakah meningkat
secara drastis pada tahun 2013 menjadi 7,07% dan 7,12% pada 2014.
Meskipun demikian, NPF Net Bank Muamalat yang menunjukkan kualitas
pembiayaan macet masih berada dibawah batas maksimum 5% yakni
dengan persentase 2,27% pada 2013 dan 4,87% pada 2014. Pada tahun
2013 dan 2014, NPF Gross dan NPF Net memiliki selisih yang cukup
besar, khususnya pada 2013. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas
pembiayaan musyarakah Bank Muamalat pada golongan kurang lancar,
4.55
2.26
7.07 7.12
3.62
1.972.27
4.87
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2011 2012 2013 2014
Per
senta
se (
%)
NPF Gross
NPF Net
72
diragukan, dan macet memiliki kualitas pembiayaan yang kurang sehat dan
tingkat risiko pembiayaan yang tinggi. Berikut grafik kualitas pembiayaan
yang menggambarkan rincian kualitas pembiayaan musyarakah Bank
Muamalat periode 2011-2014 yang akan mempermudah pemahaman kita.
Grafik 4. 3 Kualitas Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat
Periode 2011-2014
Dari grafik diatas terlihat bahwa kualitas pembiayaan semua golongan
memiliki persentasi yang fluktuatif. Golongan lancar memiliki persentase
terbesar, yang kemudian diikuti dengan golongan dalam perhatian khusus
(DPK) dengan persentase 10,69% pada 2011, 5,5% pada 2012, 5,89 pada
2013, dan 18% pada 2014. Pada tahun 2014, pembiayaan dengan golongan
lancar menurun cukup drastis menjadi 76,95% dan masing-masing kualitas
pembiayaan bermasalah lainnya meningkat. Dengan demikian, dapat
85.61
92.51 91.70
76.95
10.69
5.505.89
18.00
3.210.12
2.14 1.110.17 0.09
0.040.990.31
1.78 0.24 2.95
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2011 2012 2013 2014
Per
senta
se (
%) Lancar
DPK
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
73
dikatakan bahwa pengelolaan pembiayaan musyarakah Bank Muamalat
masih kurang baik dan diperlukan strategi yang lebih baik untuk mengatasi
pembiayaan, baik pembiayaan yang mulai bermasalah maupun sedang
bermasalah agar tidak berpotensi menjadi pembiayaan macet.
Faktor utama yang mempengaruhi tingginya tingkat risiko pembiayaan
pada Bank Muamalat berasal dari faktor internal dan eksternal, antara lain :
a. Faktor Internal, disebabkan oleh kurangnya monitoring reguler yang
dilakukan pihak bank terhadap usaha nasabah yang telah dibiayai dan
kualitas pembiayaan yang telah disalurkan
b. Faktor eksternal
1) Anggapan nasabah pembiayaan bagi hasil berarti juga bagi rugi
yang menyebabkan nasabah tidak memaksimalkan usahanya untuk
memperoleh keuntungan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
penyimpangan (moral hazard) berupa kelalaian dalam mengelola
usaha nasabah. Manajemen pengelolaan usaha yang kurang baik
menyebabkan usaha tidak berjalan seperti yang diharapkan dan
menurunnya pendapatan usaha, sehingga nasabah akan sulit
memenuhi kewajiban pembiayaannya kepada bank.
2) Business Risk, yang berasal dari gagalnya usaha nasabah.
Gagalnya usaha nasabah dapat dipengaruhi oleh market risk,
collection risk dan force majeur. Pada pembiayaan musyarakah,
bank akan ikut menanggung kerugian dari modal yang
74
diinvestasikan jika usaha nasabah mengalami kerugian. Usaha
nasabah merupakan first way out pembiayaan karena pendapatan
utama bank berasal dari pendapatan usaha yang dibiayai.
Tingginya risiko pembiayaan yang dimiliki Bank Muamalat dapat
berpengaruh pada pendapatan yang akan diperoleh. Berikut grafik yang
menggambarkan pendapatan musyarakah Bank Muamalat periode 2011-2014
Grafik 4. 4 Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah Bank
Muamalat Periode 2011-2014
Dari grafik diatas menunjukkan bahwa pendapatan bagi hasil pembiayaan
musyarakah periode 2011-2014 selalu meningkat setiap tahunnya. Perolehan
pendapatan diperoleh sebesar Rp 782,6 miliar pada 2011, Rp 1,03 triliun pada
2012, Rp 1,64 triliun pada 2013, dan Rp 2,13 pada 2014.
Dapat disimpulkan bahwa tingginya tingkat risiko pembiayaan
musyarakah, NPF Gross Bank Muamalat disebabkan oleh kurangnya
782,617
1,038,094
1,648,390
2,130,879
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
2011 2012 2013 2014
dal
am j
uta
an r
up
iah
Pendapatan Pembiayaan Musyarakah
Pendapatan Pembiayaan Musyarakah
75
monitoring reguler yang dilakukan dan anggapan nasabah pembiayaan bagi
hasil berarti bagi rugi yang menyebabkan nasabah tidak memaksimalkan
usahanya untuk memperoleh keuntungan, sehingga tidak terlalu berpengaruh
pada pendapatan musyararakah Bank Muamalat. Hal ini menunjukkan bahwa
pembiayaan macet pada pembiayaan masih dapat dikelola dengan baik.
D. Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia
Risiko merupakan suatu potensi timbulnya kerugian yang dialami oleh
bank atau suatu perusahaan yang tidak diharapkan terjadi sebelumnya. Bank
Syariah dalam menjalankan kegiatan usaha tidak terlepas dari risiko yang
dihadapinya. Risiko kredit/pembiayaan merupakan risiko yang timbul akibat
kegagalan counterparty atau debitur dalam memenuhi kewajibannya saat
jatuh tempo. Risiko kredit ini menjadi sumber risiko utama yang umumnya
menyebabkan gagalnya usaha bank. Beberapa penyebab risiko kredit yang
muncul pada pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia diantaranya
berkaitan dengan investasi, operasional, dan kepatuhan pembiayaan. Berikut
risiko-risiko yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia, antara lain :
1. Risiko Investasi
Dalam pembiayaan Musyarakah, bank memiliki risiko investasi
dimana bank akan ikut menanggung kerugian dari modal yang
diinvestasikan jika usaha nasabah mengalami kerugian atau tidak
76
mendapatkan keuntungan sesuai yang diproyeksikan bank. Risiko-
risiko yang terjadi, antara lain : 43
a. Business Risk (Risiko bisnis yang dibiayai)
1. Kondisi usaha nasabah menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa hal :
a) Market Risk. Risiko pasar merupakan risiko gabungan yang
terbentuk akibat perubahan suku bunga, perubahan nilai
tukar serta hal lain yang mempengaruhi harga pasar saham,
ekuitas, maupun komoditas.44 Contoh kasus yang dihadapi
Bank Muamalat adalah ketika suatu saat usaha batu bara
sedang bagus di pasaran namun pada suatu waktu tertentu
usaha pada sektor batu bara terjadi penurunan permintaan
dan penurunan harga komoditas yang menyebabkan
pendapatan perusahaan pun menurun dan bank pun ikut
mengalami kerugian.
b) Collection risk, yaitu risiko yang terjadi ketika debitur
mengalami kendala dalam melakukan penagihan piutang
usaha pada costumer. Contohnya ketika nasabah memiliki
omset penjualan, namun banyak pembeli yang menunggak.
Hal ini akan membuat nasabah terhambat memperoleh
43 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10
April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia 44 Kasidi, Manajemen Risiko, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 66
77
pendapatan dan bank pun tidak dapat memperoleh
pendapatan bagi hasilnya
2. Adanya pembatalan/pemutusan kontrak dari pihak bowheer
(pemberi pekerjaan/proyek). Pembatalan proyek dapat terjadi
karena perubahan regulasi/kebijakan pemerintah yang tidak
mendukung proyek tersebut dijalankan. Misalnya PLN
membuat usaha pusat pembangkit listrik tenaga air, kemudian
tiba-tiba ketika proyek berjalan bowheer PLN membatalkan
karena ada regulasi pemerintah yang tidak menggunakan itu
lagi dan terpaksa kontraknya terputus
3. Force majeure (keadaan memaksa) yakni keadaan diluar kuasa
para pihak yang bersangkutan seperti bencana alam, kebakaran,
dan kerusuhan. Misalnya ketika proyek sedang dijalankan
terjadi musibah gempa atau kerusuhan menyebabkan proyek
tidak bisa dijalankan.
b. Character Risk (Risiko karakter nasabah). Risiko karakter nasabah
yang buruk sering terjadi setelah adanya dropping (pencairan)
pembiayaan. Dalam hal ini, nasabah melakukan penyimpangan
(moral hazard) dari apa yang telah disepakati saat akad.
1) Nasabah tidak amanah melaporkan pendapatan usahanya.
Nasabah sebagai pengelola usaha tentunya memiliki informasi
penuh mengenai usaha yang dibiayai daripada informasi yang
78
dimiliki bank. Demi mendapatkan profit yang lebih besar,
nasabah dalam bermitra terkadang berperilaku menyimpang
dengan memberikan laporan pendapatan usaha yang tidak
sesuai dengan perolehan profit nasabah sebenarnya. Hal
tersebut akan merugikan pihak bank karena mempengaruhi
besar kecilnya keuntungan yang diperoleh bank. Misalnya
untung nasabah sebenarnya 50 juta, namun nasabah
melaporkan untung yang didapat hanya 30 juta, dengan
demikian bank mendapatkan keuntungan lebih kecil dari yang
seharusnya diperoleh.
2) Nasabah tidak melaporkan pendapatan usahanya. Hal ini
menunjukkan bahwa nasabah tidak melaksanakan
kewajibannya sesuai kesepakatan saat akad. Pada pembiayaan
musyarakah nasabah diwajibkan untuk melaporkan realisasi
pendapatannya kepada bank setiap bulan untuk menentukan
bagi hasilnya, namun nasabah terkadang lalai atau bahkan
tidak memberikan laporan pendapatannya kepada bank.
Dengan demikian, bank tidak dapat menentukan bagi hasil
yang diterima oleh bank atau bahkan bank akan kehilangan
proyeksi pendapatannya.
3) Kemampuan nasabah mengelola usaha. Pengelolaan internal
perusahaan seperti manajemen organisasi, teknis produksi, dan
79
keuangan sangat berpengaruh pada pendapatan yang akan
diperoleh. Jika pengelolaan tidak dilakukan secara
professional, maka kinerja perusahaan akan menurun dan
menyebabkan rendahnya profit yang diperoleh nasabah dan
bank.
2. Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh
proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-
kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko-
risiko yang dihadapi BMI, antara lain :
a. Pilihan buruk (adverse selection) dimana karyawan tidak
mengetahui dengan jelas mengenai usaha dan karakter nasabah
yang menyebabkan karyawan membuat pilihan buruk dalam
penyaluran pembiayaan dan menimbulkan pembiayaan
bermasalah. Kesalahan dalam proses pemberian pembiayaan oleh
pihak bank dapat disebabkan oleh kurangnya kompetensi
karyawan mengenai usaha yang diajukan nasabah dan karyawan
percaya begitu saja dengan informasi usaha yang diberikan oleh
nasabah tanpa mengecek terlebih dahulu atas kebenaran informasi
tersebut.
80
b. Kurangnya pengawasan terhadap kinerja keuangan dan manajemen
usaha nasabah. Pengawasan pembiayaan merupakan hal yang
penting setelah dropping. Jika pengawasan yang dilakukan bank
tidak maksimal, risiko penyimpangan maupun permasalahan
dalam pembiayaan akan lebih besar dan menyebabkan nasabah
gagal memenuhi pembayaran.
c. Kesalahan dalam pendebetan bagi hasil. Dalam pembiayaan
musyarakah, bank diharuskan melakukan pendebetan atas bagi
hasil yang menjadi hak bank karena jumlah pendapatan yang
diperoleh bank jumlahnya tidak tetap yakni sesuai dengan
pendapatan yang diperoleh pada usaha nasabah. Risiko kesalahan
pendebetan dapat muncul karena pendebetan dilakukan manual.
Jika risiko ini terjadi, maka pihak dari bank maupun nasabah akan
dirugikan. Jumlah pendebetan yang kurang akan merugikan pihak
bank karena pendapatan bank menjadi berkurang, dan sebaliknya.
3. Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan merupakan risiko yang ditimbulkan akibat tidak
mematuhi atau tidak melaksanakan aturan yang telah ditetapkan, baik
peraturan internal maupupun eksternal bank. Adapun risiko yang
dihadapi berkaitan dengan kepatuhan, antara lain :
a. Terjadi kecurangan (fraud) antara karyawan dan nasabah sehingga
pembiayaan dapat dengan mudah diproses dan dicairkan tanpa
81
melalui proses pembiayaan yang rumit. Dalam hal ini terlihat
bahwa adanya karyawan tidak mematuhi prosedur pembiayaan
yang ditetapkan oleh bank. Hal ini akan menyebabkan risiko
pembiayaan jika nasabah tersebut ternyata tidak kompeten dalam
mengelola usahanya.
E. Proses Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia
Manajemen risiko Bank Muamalat Indonesia adalah proses membangun
sistem kontrol untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kerugian atau
dapat didefinisikan sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang
sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.45
Khusus pada proses manajemen risiko pembiayaan, Bank Muamalat
Indonesia menerapkan sistem dimana keputusan pembiayaan diambil oleh
unit bisnis bersama-sama dengan Risk Management berdasarkan prinsip Four
Eye Principles. Prinsip Four Eye Principles merupakan proses pembiayaan
yang memisahkan kewenangan diantara unit-unit yang terlibat proses
pembiayaan agar pemberian pembiayaan bersifat objektif. Dalam proses
pembiayaan, BMI tidak hanya melibatkan satu pihak dalam prosesnya. Pihak-
pihak yang terlibat memiliki limit kewenangan tertentu dalam memberikan
keputusan pembiayaan. Dan pihak yang terlibat tersebut terdiri dari account
manager, unit support pembiayaan, branch manager/area manager, unit risk
45 Annual Report Bank Muamalat Indonesia, 2013
82
management, legal, dan komite pembiayaan. Selain itu dalam prosedur
pengajuan dan penilaian pembiayaan, BMI menggunakan prinsip 5C+1S
(Character, Capacity, Capital, Collateral, daan Condition of Economic+
Syariah).46
Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian
marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan
dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah
dikenal dengan 5C+1S, yaitu :47
1) Character
Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima
pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan
bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya
2) Capacity
Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima
pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur
dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang
didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya
seperti took, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan
46 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 11
Mei 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia 47 Djawahir Hejazziey, Perbankan Syariah dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Deepublish, 2014, Ed.1, Cet.1), h. 140-141
83
3) Capital
Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh
calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan
secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio financial dan
penekanan pada komposisi modalnya
4) Collateral
Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan.
Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu
resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat
dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
5) Condition
Bank Syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di
masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis
usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal
tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses
berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
6) Syariah
Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan
dibiayai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai
dengan fatwa DSN “Pengelola tidak boleh menyalahi hukum
syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan
mudharabah.”
84
Berikut proses manajemen risiko pembiayaan yang dilakukan Bank
Muamalat Indonesia, antara lain :
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko merupakan rangkaian proses pengenalan yang
seksama atas risiko dan komponen risiko yang melekat pada suatu
aktivitas atau transaksi yang diarahkan kepada proses pengukuran dan
pengelolaan risiko yang tepat. Proses ini dilakukan BMI melalui
tahapan inisiasi dan sosilitasi oleh Account Manager (A/M).
Pada tahapan inisiasi A/M melakukan penetapan target pasar dan
penghimpunan informasi nasabah. Penetapan target pasar dilakukan
dengan memperhatikan kriteria bisnis dan sektor ekonomi yang aman
dan cocok menggunakan akad pembiayaan musyarakah. Kriteria
bisnis yang aman diantaranya bisnis yang sedang tumbuh, bisnis yang
tidak terkena resesi, bisnis yang didukung regulasi pemerintah, dan
bisnis yang mempunyai pasar yang jelas.
Setelah penetapan target, A/M melakukan penghimpunan
informasi melalui proses ta’aruf dengan nasabah. Ta’aruf merupakan
proses perkenalan antara A/M dan nasabah dengan wawancara. A/M
akan memperoleh data-data sementara tentang kondisi nasabah
pemohon pembiayaan dan memeriksa ulang kembali kelengkapan dan
kebenaran data-data tersebut.
85
Selanjutnya pada tahapan sosilitasi, yaitu proses mengunjungi dan
mendapatkan informasi data calon nasabah. Dalam hal ini, A/M
melakukan trade checking untuk mendapatkan informasi mengenai
eksistensi perusahaan dan mendapatkan gambaran operasional bisnis
secara keseluruhan termasuk manajemen, laporan-laporan keuangan
perusahaan, dan prospek masa depan perusahaan. Selain itu, A/M
harus bisa mendapatkan informasi mengenai rekan bisnis perusahaan
baik pembeli/supplier/bowheer ataupun pesaing perusahaan, informasi
kemampuan modal, informasi kemampuan membayar kembali, dan
informasi mengenai jaminan sebagai second way out.
b. Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko merupakan rangkaian proses yang dilakukan
untuk memahami signifikansi dari akibat yang ditimbulkan suatu
risiko baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat
kesehatan dan kelangsungan usaha. Pada proses ini BMI melakukan
pengukuran risiko dengan dilakukannya kredit investigasi atau analisis
kelayakan pembiayaan oleh A/M dan unit support pembiayaan.
Kredit investigasi dilakukan dengan melakukan proses analisa
kelayakan pembiayaan yang meliputi analisa aspek-aspek perusahaan,
analisa laporan keuangan, evaluasi kebutuhan pembiayaan, analisa
kesesuaian aspek syariah, dan struktur fasilitas pembiayaan. Dalam
proses ini, sistem pengukuran risiko mempertimbangkan karakteristik
86
setiap jenis transaksi risiko pembiayaan (modal dan proyeksi
pendapatan bank), kondisi keuangan counterparty, persyaratan dalam
akad pembiayaan seperti jangka waktu dan tingkat bagi hasil, aspek
jaminan/ agunan, potensi terjadinya kegagalan membayar (default),
dan kemampuan bank untuk menyerap potensi kegagalan (default).
Untuk menilai potensi terjadinya default, penilaian dilakukan oleh
unit support pembiayaan antara lain melalui BI checking, taksasi
jaminan, verifikasi data, analisa yuridis, dan opini legal. Selain itu,
BMI menggunakan sistem internal customer rating untuk melakukan
screening atas nasabah pembiayaan segmen corporate sesuai
internationally best practice dan menggunakan sistem scoring untuk
melakukan screening atas nasabah pembiayaan segmen Retail, Micro,
dan Consumer yang dikembangkan secara internal sesuai kondisi
nasabah.
c. Pemantauan risiko
Pemantauan (monitoring) dilakukan untuk memantau kondisi
counterparty pada seluruh portofolio pembiayaan sejak pembiayaan
diberikan (dropping) sampai dengan pelunasan pembiayaan.
Pemantauan risiko yang dilakukan BMI terbagi menjadi dua cara,
87
yaitu secara administratif (desk monitoring) dan lapangan (site
monitoring).48
Pemantauan pembiayaan secara administratif dilakukan melalui
berbagai instrumen seperti laporan-laporan perkembangan perusahaan,
laporan keuangan (financial statement), mutasi rekening nasabah
pembiayaan, dan kelengkapan dokumen pembiayaan. Pada
pembiayaan musyarakah, instrument laporan keuangan menjadi
instrumen utama dalam pemantauan karena terkait dengan bagi hasil
yang diperoleh bank.
Sedangkan site monitoring, merupakan pemantauan yang
dilakukan secara langsung dengan kunjungan lokasi. Tujuannya adalah
untuk melihat kondisi di lapangan yang meliputi aspek usaha, jaminan
kemajuan proyek, mendeteksi permasalahan nasabah dalam
menjalankan bisnisnya, dan menilai kemampuan manajemen nasabah.
d. Pengendalian risiko
Pelaksanaan proses pengendalian risiko dilakukan untuk
mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan
usaha bank. Pengelolaan risiko BMI diantaranya dilakukan dengan
penyusunan kebijakan dan pedoman manajemen risiko, evaluasi atas
metodologi pengukuran parameter profil risiko, peningkatan
48 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10
April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia
88
kompetensi sumber daya manusia dan terus membangun risk
awareness culture, serta peningkatan risk management division dalam
proses bisnis.
F. Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat
Tingginya tingkat risiko pembiayaan musyarakah membutuhkan
pengelolaan risiko yang lebih baik untuk meminimalisir risiko pembiayaan.
Berikut upaya-upaya mitigasi risiko pembiayaan musyarakah yang telah
diterapkan Bank Muamalat Indonesia, antara lain :
a. Penetapan limit segmen pembiayaan dan syarat-syarat tertentu dalam
proses pemberian pembiayaan
Pada penyaluran pembiayaan dengan akad musyarakah BMI
menetapkan penyaluran pembiayaan kepada tiga segmen, yaitu
segmen Retail (100juta - <5 miliar), Commercial (5 miliar- 50 miliar),
dan Corporate (>50 miliar). Bank Muamalat tidak menyalurkan
pembiayaan langsung pada segmen mikro karena dengan akad
musyarakah, nasabah diwajibkan untuk memberikan laporan
pendapatan setiap bulan guna menetapkan bagi hasil, sedangkan pada
pengusaha mikro umumnya masih banyak yang mengalami kesulitan
dalam membuat laporan keuangan dan umumnya masih belum
bankable untuk diberikan pembiayaan.49
49 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10
April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia
89
Meskipun BMI tidak menyalurkan pembiayaan mikro secara
langsung dengan akad musyarakah, BMI menyalurkan pembiayaan
tersebut melalui lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang ingin
memperbesar portofolio pembiayaannya seperti BPRS, BMT dan multi
finance lainnya dengan pola executing yakni pihak bank terlepas dari
end user/ anggota lembaga keuangan mikro.
Selain penetapan segmen, dalam pembiayaan musyarakah BMI
menetapkan syarat tertentu dalam proses pengikatan pembiayaan,
diantaranya usaha yang akan dibiayai harus memiliki cash flow yang
stabil pada transaksi keuangannya, memiliki kemampuan membuat
laporan keuangan, memiliki laporan keuangan audited, memiliki
mutasi rekening di BMI, telah aktif melakukan transaksi keuangan
dan pembiayaan minimal selama 2 tahun khusus untuk pembiayaan
dengan tujuan modal kerja.50
Pada umumnya BMI cenderung menyalurkan pembiayaan
musyarakah untuk pembiayaan proyek yang sedang berjalan ataupun
yang akan berjalan. BMI mensyaratkan bahwa proyek tersebut harus
memiliki underlying kontrak yang jelas, bowheer diharapkan
merupakan suatu perusahaan atau badan yang kredibel dan standing di
50 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10
April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia
90
market, dan nasabah pun harus sudah memiliki pengalaman dalam
proyek tersebut.51
Menurut analisis penulis, penetapan limit segmen pembiayaan
dengan tidak menyalurkan pembiayaan ke segmen mikro dalam
pemberian pembiayaan musyarakah, memang sebaiknya dilakukan
karena bank diharuskan menyalurkan pembiayaan kepada nasabah
bankable. BMI juga telah mensyaratkan bahwa bisnis yang dibiayai
merupakan bisnis yang mempunyai pasar yang jelas dan mempunyai
cash flow stabil. Dengan demikian, upaya tersebut dapat mengurangi
risiko kerugian yang akan timbul dari pembiayaan dan dapat
memberikan tingkat prediksi pendapatan yang relatif akurat (highly
predictable income).
b. Evaluasi mendalam pada usaha dan karakter nasabah yang dibiayai
Pada pembiayaan musyarakah, pengikatan pembiayaan yang utama
(first way out) terletak pada usaha yang dibiayai karena sumber
pendapatan utama bank berasal dari usaha yang dibiayai. Dalam hal
ini, pihak bank harus mengevaluasi secara mendalam usaha dan
karakter nasabah yang akan dibiayai tersebut melalui prosedur yang
telah ditetapkan.
51 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,
Bank Muamalat Indonesia
91
Dalam proses pemberian pembiayaan musyarakah, BMI tidak
begitu saja menyalurkan pembiayaan dengan akad tersebut. Penetapan
pembiayaan dengan akad musyarakah ditetapkan sesuai dengan tujuan
dan kebutuhan nasabah, kemudian jika cocok untuk ditetapkan dengan
akad musyarakah, bank akan mempertimbangkannya melalui proses
analisis kelayakan pembiayaan karena pembiayaan dengan
musyarakah ini terdapat hubungan kemitraan yang menuntut adanya
saling percaya yang tinggi yang berdampak pada bagi hasil yang akan
diperoleh.
Untuk mengevaluasi usaha dan karakter nasabah, BMI
menggunakan prinsip Know Your Customer melalui konsep 5C dan
melakukan peninjauan langsung on the spot ke tempat usaha nasabah.
Dengan demikian, bank dapat melihat dan membandingkan secara
langsung dengan apa yang dijelaskan oleh nasabah disaat wawancara
awal. Jika data yang diperoleh berbeda dengan kondisi fakta
dilapangan, maka tentu ada indikasi kecurangan.52
Dengan penetapan syarat bahwa nasabah telah aktif melakukan
transaksi keuangan dan pembiayaan minimal selama 2 tahun, hal ini
juga dapat membantu dalam proses analisis kelayakan pembiayaan
untuk mengevaluasi secara mendalam mengenai perkembangan usaha
52 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,
Bank Muamalat Indonesia
92
dan karakter nasabah. Dengan demikian, melalui mutasi rekening
perusahaan yang dimiliki nasabah tersebut biasanya akan
mencerminkan 80% pendapatan usaha dan terlihat riwayat
kolektibilitas pembiayaan perusahaan di BMI.
Menurut analisis penulis, evaluasi mendalam mengenai usaha dan
karakter nasabah pembiayaan musyarakah merupakan tahap penting
pembiayaan sebelum adanya pencairan pembiayaan. Hal tersebut
dapat mencegah terjadinya salah pilih (adverse selection) yang akan
menimbulkan pembiayaan bermasalah dan berdampak pada risiko
pembiayaan. Karena begitu dana yang dikelola oleh nasabah, maka
akses informasi bank terhadap usaha nasabah menjadi terbatas dan
akan terjadi asymmetric information dimana nasabah sebagai
pengelola usaha mengetahui berbagai informasi yang tidak diketahui
oleh bank.
c. Pengikatan jaminan (underlying asset)
Pihak bank dalam menyalurkan pembiayaan dengan prinsip
kemitraan seperti Musyarakah, tentu harus berhati-hati dan tidak bisa
percaya begitu saja kepada nasabah. Jaminan pada pembiayaan
musyarakah merupakan second way out atas terjadinya gagal bayar
ketika telah dilakukan upaya evaluasi ulang pembiayaan, nasabah
sudah tidak memiliki usaha dan nasabah sudah tidak kooperatif dalam
menyelesaikan pembiayaan.
93
Pada pembiayaan Musyarakah, bank menetapkan bahwa
diharuskan adanya jaminan berupa fixed asset dan personal
guarantee53 , walaupun pada umumnya jaminan dapat berupa fixed
asset (tanah, bangunan), movable asset (mesin, kendaraan), jaminan
tidak bergerak lainnya (persediaan barang, chessy/ tagihan, dan
deposito) ataupun personal guarantee.
Bank Muamalat menetapkan collateral coverage ratio minimal
100%, yang berarti nilai jaminan minimal sama dengan nilai fasilitas
pembiayaan yang diberikan bank. Jika dirincikan lebih lanjut,
collateral coverage ratio setiap segmen memiliki rasio yang berbeda.
Pada segmen retail pembiayaan modal kerja dan investasi minimal
rasio sebesar 100%, sedangkan pada segmen komersial dan korporat
minimal sebesar 100 % untuk investasi dan 50% untuk pembiayaan
modal kerja.
Menurut analisis penulis, pengenaan jaminan pada pembiayaan
Musyarakah merupakan salah satu incentive-compatible constrains
berupa collateral yang ditetapkan Bank Muamalat. Pada pengenaan
jaminan berupa fixed asset akan mencegah nasabah pengelola dana
melakukan penyelewengan (moral hazard) karena jaminan yang sudah
diberikan dapat menjadi harga dari penyelewengan perilakunya,
53 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,
Bank Muamalat Indonesia
94
sedangkan jaminan berupa personal guarantee menjadi penjamin atas
character risk yang dilakukan nasabah. Dengan demikian, jaminan
dapat digunakan bank sebagai pengganti atas gagalnya nasabah
memenuhi kewajiban pembiayaan.
d. Sistem bagi hasil Revenue Sharing
Bagi hasil merupakan keuntungan yang didapat bank melalui
pembiayaan musyarakah. Besar kecilnya bagi hasil sangat dipengaruhi
oleh pendapatan yang diperoleh oleh nasabah pembiayaan melalui
usaha yang dibiayai. Semakin baik kinerja usaha nasabah dalam
menghasilkan pendapatan, semakin besar pula pendapatan bagi hasil
yang diperoleh bank, dan sebaliknya.
Dalam pembiayaan musyarakah, Bank Muamalat menggunakan
sistem bagi hasil dari revenue sharing, Pertimbangannya diantaranya
adalah dibutuhkan kejujuran dari nasabah dalam memberikan laporan
keuangannya, sedangkan bank tidak memiliki waktu banyak untuk
mengecek apakah nasabah jujur dalam memberikan laporan
keuangannnya. Misalnya bisa saja nasabah mengecilkan porsi
pendapatan, dan membesarkan porsi pengeluaran, sehingga profit akan
semakin kecil atau bahkan minus dan bank akan sangat dirugikan.
Alasan lainnya, dengan menggunakan sistem revenue sharing, bank
dapat dengan mudah mengecek dari nota penjualan nasabah, sehingga
95
total pendapatan bulanan masih dapat di lacak dengan meminta
nasabah melampirkan nota penjualannya.54
Berdasarkan uraian hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan
bahwa dengan menetapkan sistem bagi hasil revenue sharing, Bank
dapat dengan mudah mengontrol pembiayaan, menghindari moral
hazard dari ketidakjujuran nasabah dalam melaporkan pendapatan dan
menghindari adanya biaya-biaya tak terduga yang tinggi dalam
pengelolaan dana yang dilakukan nasabah. Dengan demikian, bank
dapat mengurangi risiko munculnya pembiayaan bermasalah dan tetap
memaksimalkan keuntungan dari pemberian pembiayaan tersebut.
e. Monitoring berkala
Monitoring merupakan kunci utama dalam pengelolaan
pembiayaan musyarakah yang dilakukan pasca dropping pembiayaan,
termasuk pada pengawasan dan pembinaan. Monitoring dilakukan
secara on desk monitoring, call monitoring dan on site monitoring
minimal sebulan sekali atau 3 bulan sekali, tergantung pada objek
pembiayaaan.
Monitoring yang dilakukan antara lain memantau transaksi
keuangan nasabah dan bukti penggunaan dana, memberikan
pemahaman dan memantau kewajiban nasabah dalam melaporkan
54 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,
Bank Muamalat Indonesia
96
laporan pendapatannya setiap bulan, mengidentifikasi ketidaktepatan
pembayaran, melakukan pembinaan ketika mulai terjadi penurunan
kinerja usaha nasabah terutama yang terkait dengan pendapatan, dan
menangani pembiayaan bermasalah dengan tepat waktu.
Untuk memudahkan kontrol pembiayaan, Bank Muamalat juga
mensyaratkan bahwa nasabah pembiayaan harus memiliki rekening
escrow. 55 Sehingga bank akan terhindar penyalahgunaan transaksi
penarikan yang dilakukan oleh nasabah.56
Menurut analisis penulis, monitoring merupakan mitigasi utama
yang sangat penting setelah adanya pencairan pembiayaan. Tingginya
tingkat risiko pembiayaan NPF Gross yang melebihi 5% di tahun 2013
dan 2014 pada pembiayaan musyarakah dirasa memerlukan
monitoring yang lebih ketat guna mencegah munculnya pembiayaan
bermasalah dan jika tidak ditangani dengan cepat akan berdampak
pada pembiayaan macet dengan dilakukannya monitoring secara
langsung dan teratur terhadap faktor internal (manajemen dan kondisi
keuangan) dan eksternal (kondisi makro dan mikro) yang
mempengaruhi usaha nasabah dan pendapatan bank.
55Rekening Escrow adalah Rekening giro yang hanya bisa ditarik berdasarkan izin bank;
rekening penampungan untuk dana yang dipercayakan kepada kustodian berdasarkan perjanjian
tertulis untuk tujuan tertentu, bertindak sebagai kustodian pada umumnya ialah bank atau perusahaan
trust (trust company), sejumlah dana yang disetorkan oleh pemilik baru suatu bank dan ditanamkan
dalam rekening yang dibuka secara khusus untuk keperluan penyelamatan kredit 56 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10
April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia
97
Seringnya pihak bank berkomunikasi dengan nasabah sebagai
mitra melalui monitoring, hubungan dengan nasabah menjadi lebih
baik dan terhindar dari permasalahan asymmetric information seperti
moral hazard yang mungkin dilakukan nasabah. Selain itu, kinerja
usaha nasabah dapat terkontrol sehingga nasabah dapat
memaksimalkan keuntungan dan bank tetap memperoleh pendapatan
yang telah diproyeksikan.
f. Meningkatkan kompetensi karyawan
Bank Muamalat dalam penyaluran pembiayaannya, memiliki
aturan bahwa setiap unit bisnis bank harus memahami usaha yang
diajukan nasabah, untuk menghindari kecurangan nasabah mengenai
informasi usaha yang akan dibiayai dan penyalahgunaan penggunaan
dana usaha.
Para Relationship Manager (RM) Financing terus dibekali dengan
berbagai pelatihan dan pendampingan secara berkesinambungan dari
sisi pengetahuan lini bisnis untuk sektor-sektor spesifik yang dibiayai,
untuk menigkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi sektor
maupun nasabah yang potensial dan berkualitas baik. Pelatihan dan
pendampingan juga diberikan untuk meningkatkan kompetensi
teknikal terkait produk atau skema pembiayaan yang ada agar mereka
mampu memberikan solusi dengan nilai lebih kepada nasabah, dan
98
bukan sekedar menjadi fasilitas pembiayaan investasi ataupun modal
kerja.57
Menurut analisis penulis, kompetensi karyawan memang perlu
untuk terus ditingkatkan guna meningkatkan kualitas penyaluran
pembiayaan, tidak hanya untuk para RM Financing tetapi untuk semua
unit bisnis yang terlibat pembiayaan.
g. Penggunaan risk tools Bank Muamalat
Bank Muamalat dalam mengendalikan risiko pembiayaan
menggunakan beberapa tools diantaranya :
1) Muamalat Early Warning System (MEWS)
MEWS digunakan BMI untuk memantau secara aktif
kinerja nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban
sesuai akad pembiayaan yang disepakati dengan Bank
Muamalat. MEWS merupakan laporan hasil monitoring yang
menunjukkan raport pembiayaan nasabah (merah/ kuning/
hijau) sebagai peringatan dini atas pembiayaan bermasalah.
Pada aplikasi MEWS, menggambarkan beberapa informasi
mengenai usaha dan aktivitas keuangan nasabah di Bank
Muamalat yang akan diukur kinerjanya secara berkala 3
bulanan. Informasi yang terdapat pada aplikasi MEWS antara
lain informasi mengenai fasilitas pembiayaan, informasi
57 Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2013
99
keuangan, informasi Sistem Informasi Debitur (SID atau BI
checking), pemenuhan syarat-syarat pembiayaan (seperti
NPWP, SIUP, AD/ART perusahaan, laporan RAT), dan
informasi kualitatif.
Adapun fokus utama Bank Muamalat untuk melakukan
pengukuran kinerja nasabah, antara lain menggunakan :
a) Z-Score
Z-score merupakan score atau indeks yang digunakan
untuk memprediksi, menilai probabilitas kebangkrutan
sebuah perusahaan dalam waktu dua tahun kedepan. 58
Penggunaan metode ini digunakan Bank Muamalat untuk
melakukan tindakan pencegahan (early warning) apabila
terindikasi sudah berada pada kondisi bangkrut dan akan
mengalami gagal bayar.
Model yang dinamakan z-score dalam bentuk aslinya
adalah model linier dengan rasio keuangan yang diberi
bobot untuk memaksimalkan kemampuan model tersebut
dalam memprediksi. Adapun formula Z-Score (original)
sebagai berikut
Z-score =1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5
58 http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-keuangan-manajemen-keuangan/analisis-rasio-keuangan-
perusahaan/analisis-kebangkrutan-perusahaan-metoda-z-score/, diakses pada 6 Juli 2015
100
Keterangan :
X1 = working capital / total asset
X2 = retained earnings / total asset
X3 = earning before interest and taxes/total asset
X4 = market value of equity / book value of total debt
X5 = sales / total asset
Dari formulanya diketahui bahwa Z-Score berkorelasi
positif dengan rasio-rasio keuangan yang berbasis Total
Asset atau total aktiva. Jika rasio-rasio keuangan ini naik,
maka Z-Score naik, atau probabilitas kebangkrutan turun.
Dalam model tersebut perusahaan yang mempunyai
skor Z >2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat,
sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z <1,81
diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut.
Selanjutnya skor 1,81-2,99 diklasifikasikan sebagai
perusahaan pada grey area atau daerah kelabu.
b) Sistem Informasi Debitur (SID)
SID digunakan Bank Muamalat untuk menganalisis
track record seorang debitur. Bank akan melihat berapa
dan apa saja pembiayaan yang dimiliki debitur dan terlihat
bagaimana status koletibilitas yang dimiliki nasabah.
Dengan demikian, jika nasabah mengalami penurunan
kolektibilitas dapat diantisipasi dan ditindaklanjut secara
dini.
101
c) Informasi Kualitatif
Informasi kualitatif seperti manajemen, regulasi, dan
kondisi makro ekonomi terhadap usaha nasabah dan
aktivitas keuangan nasabah di Bank Muamalat
Dengan adanya MEWS, permasalahan nasabah karena kondisi
internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk memenuhi kewajiban pembayaran kepada
bank, dapat diantisipasi dan ditindaklanjuti secara dini. Akan tetapi
berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Bank Muamalat,
penerapan MEWS belum berjalan efektif karena masih belum
dilakukan secara teratur dalam pengisian, pelaporan dan terkadang
masih terdapat kesalahan dalam proses input data. Dengan
demikian, hal ini perlu dilakukan review kembali mengenai
penggunaannya dan ditetapkannya prosedur tertentu agar
penggunaan MEWS dapat dilakukan secara maksimal.
2) Sistem Internal Customer Rating untuk melakukan screening atas
nasabah pembiayaan
Sistem Internal Costumer Rating merupakan sistem credit
rating yang digunakan Bank Muamalat. Berdasrkan definisi,
credit rating (pemeringkatan kredit) mengacu pada penilaian
mengenai tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) suatu entitas
atau transaksi, meliputi kemampuan (capacity) maupun kemauan
102
(willingness) untuk membayar kewajiban-kewajibannya. 59 Pada
sistem rating internal, sistem ini mengidentifikasi risiko kredit
yang dihadapi bank pada satu aset dengan berbasis pada total aset,
dengan cara yang sistemik dan terencana, dan akhirnya bisa
diketahui risiko bank dalam kebijakan portofolio yang
dilakukan.60
Secara global, aspek-aspek dalam penilaian Internal Costumer
Rating Bank Muamalat meliputi kondisi bisnis, aspek manajemen,
dan aspek financial.
Tabel 4. 6 Aspek Penilaian Internal Rating Costumer Bank Muamalat
Kriteria
Bobot
Indikator Bobot
Utama
Sub
Bobot
Bussiness
Condiition 25%
1.Industry Risk
2.The Age of Bussiness
3.Marketing
a.Competition
b.Costumer Relationship, Product
Quality
4.Continuity of Bussiness
a.Product diversification
b.Continuity of stock supply by and
relationship with suppliers/producers
Management 30%
1.Management Experiences
a. Experiences on Management and/or
related business
b.Managerial Skill, decision making,
59 Kajian mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System: Persiapan Bank Indonesia
dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, (Jakarta: Bank Indonesia, 2009), h. 9 60 Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008, Cet.I), h. 157
103
clearity of organization & existence
of successionprogram
c. Financial planning & control ability
d.Entrepreneurship, profit & growth
oriented and result driven
2. Integrity and reputation
3. Quality of Financial statements
Financial 45%
60% 1. Future Performance of Cash Flow
40%
1. Past Financial Performance
a. Sales Growth
b. Return on Equity
c. EBIT/ Sales
d. Sales/Total Asset
e. Asset/Equity
f. EBIT/Interest
g. Current Ratio
Sumber : Bank Muamalat Indonesia
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa setiap aspek
memiliki penilaian bobot tersendiri, sehingga diakhir credit
rating akan muncul kriteria calon nasabah secara otomatis
karena sudah diprogram sesuai dengan kriteria yang sudah
ditetapkan. Dengan demikian, hasil rating tersebut, digunakan
untuk memberikan gambaran apakah nasabah layak dibiayai,
atau layak dibiayai tapi dengan syarat, dan nasabah tidak layak
dibiayai.
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan merujuk pada
hasil penelitian yang dilakukan penulis, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Pembiayaan Musyarakah yang diterapkan Bank Muamalat Indonesia
menggunakan jenis akad Syirkah ‘Inan. Adapun konsep pembiayaan
Musyarakah yang diterapkan pada produk pembiayaan produktif BMI
terbagi menjadi dua, yaitu dengan konsep akad Musyarakah dan
Musyarakah Mutanaqisah. Pembiayaan ini digunakan sesuai dengan
kebutuhan nasabah, baik untuk modal kerja maupun investasi dan
umumnya pembiayaan digunakan untuk pembiayaan proyek yang
memiliki kontrak yang jelas. BMI dalam penerapannya juga memiliki
beberapa kendala diantaranya budaya nasabah yang hanya meminjam
uang dan menyetorkan pembiayaan tanpa diharuskan membuat laporan
keuangan, munculnya masalah moral hazard, manajemen administrasi
nasabah yang kurang baik, sistem yang tidak secara otomatis mendebet
bagi hasil, dan sistem kolektibilitas yang berbeda dengan akad
pembiayaan lainnya.
2. Berdasarkan hasil analisis risiko dan pendapatan bagi hasil musyarakah,
pada tahun 2013 dan 2014 NPF Gross mengalami peningkatan, dengan
105
persentase sebesar 7,07% pada 2013 dan 7,12% pada 2014. Sedangkan
NPF Net memiliki persentase sebesar 2,27% pada 2013 dan 4,87% pada
2014, hal ini disebabkan oleh kurangnya monitoring reguler yang
dilakukan dan anggapan nasabah pembiayaaan bagi hasil berarti bagi rugi
yang menyebabkan nasabah tidak memaksimalkan usahanya untuk
memperoleh keuntungan. Akan tetapi, pendapatan bagi hasil musyarakah
pada periode 2011-2014 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dan hal
ini menunjukkan bahwa meskipun tingkat NPF gross pembiayaan
musyarakah melebihi batas maksimum, NPF tidak terlalu berpengaruh
pada pendapatan musyarakah dan menunjukkan bahwa pembiayaan macet
pada pembiayaan musyarakah masih dapat dikelola dengan baik.
3. Risiko pembiayaan musyarakah yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia
diantaranya berkaitan dengan risiko investasi, risiko operasional, dan
risiko kepatuhan. Umumnya, risiko-risiko tersebut muncul karena adanya
permasalahan principal agent yakni permasalahan pada hubungan
kemitraan antara bank dan nasabah pembiayaan.
4. Strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat,
diantaranya terdapat penetapan limit segmen pembiayaan terbatas pada
segmen Retail, Komersial dan Korporat dan syarat-syarat tertentu dalam
pemberian pembiayaan; evaluasi mendalam pada usaha dan karakter
nasabah yang dibiayai; pengikatan jaminan utama berupa fixed asset dan
personal guarantee; menggunakan sistem bagi hasil revenue sharing;
106
monitoring berkala; meningkatkan kompetensi karyawan; dan penggunaan
risk tools berupa Muamalat Early Warning System (MEWS) dan Internal
Customer Rating.
B. Saran
Beberapa saran penulis sampaikan berdasarkan hasil penelitian, antara lain :
1. Bank Muamalat agar melakukan monitoring yang lebih ketat guna
mencegah munculnya pembiayaan bermasalah dan jika tidak ditangani
dengan cepat akan berdampak pada pembiayaan macet dengan
dilakukannya monitoring secara langsung dan teratur terhadap faktor
internal (manajemen dan kondisi keuangan) dan eksternal (kondisi makro
dan mikro) yang mempengaruhi usaha nasabah dan pendapatan bank.
2. Bank Muamalat perlu meningkatkan kualitas Sumber Daya Insani (SDI)
dengan dilaksanakannya pelatihan mendalam untuk menigkatkan
kemampuan dalam mengidentifikasi sektor maupun nasabah yang
potensial dan berkualitas baik.. Pelatihan yang dilakukan tidak hanya
untuk RM Financing, tetapi juga untuk seluruh unit bisnis yang terlibat
dalam proses pembiayaan, agar menghasilkan analisa kelayakan
pembiayaan yang akurat dan tepat dan dapat memberikan solusi atas
pembiayaan bermasalah yang muncul.
3. Menyusun prosedur dan mereview kembali penggunaan aplikasi risk tools
seperti Muamalat Early Warning System (MEWS) dan Internal Customer
Rating guna menetapkan strategi pengelolaan risiko yang lebih baik
107
kedepannya dan mampu meminimalisir risiko yang melekat pada
pembiayaan musyarakah.
4. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai produk bank syariah, terutama
bagi produk pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil. Dapat
dijelaskan bahwa pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, kedua belah
pihak yang melakukan kerjasama dalam kontribusi dana bersama-sama
menanggung untung dan rugi. Dan pihak yang mengelola dana
mempunyai kewajiban memaksimalkan keuntungan dalam pengelolaan
usahanya.
5. Perlu adanya insentif atau penghargaan bagi Bank Syariah yang mampu
menyalurkan pembiayaan dalam komposisi yang besar dengan prinsip
bagi hasil, baik dengan akad mudharabah maupun musyarakah agar Bank
Syariah tidak terlalu aversion to risk dalam menyalurkan pembiayaan
tersebut.
6. Peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi tingginya risiko pembiayaan bagi hasil, yang salah
satunya musyarakah baik secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga dapat
diperoleh strategi khusus menangani pembiayaan yang memiliki risiko
yang tinggi ini.
108
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abbas, Afifi Fauzi. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Adelina Bersaudara
Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Antonio, M. Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
Arifin, Zainul. 1999. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan
Prospek. Jakarta: Alvabet
Arifin, Zainul. 2006. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka
Alvabet
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Basir, Cik. 2009. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama
dan Mahkamah Syar’iyah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif.
Basyaib, Fachmi. 2007. Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Gramedia
Gudono. 2012. Teori Organisasi. Yogyakarta: BPFE
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Bank Syariah. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Ikatan Bankir Indonesia. 2015. Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Karim, Adiwarman A. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Kasidi. 2010. Manajemen Risiko,.Bogor: Ghalia Indonesia
Khan, Tariqullah, dan Habib Ahmed. 2008. Manajemen Risiko Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: PT. Bumi Aksara
109
Mishkin, Frederic S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan, Edisi 8.
Jakarta: Salemba Empat
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Muhammad. 2014. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada
Nasution, S. 2002. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nurhayati, Sri. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
Rivai, Veithzal. Islamic Risk Management for Islamic Bank. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Siahaan, Hinsa. 2007. Manajemen Risiko: Konsep, Kasus, dan Implementasi, Jakarta:
PT. Gramedia.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suryanto, Bagong. 2011. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana.
Tarsidin. 2010. Bagi Hasil: Konsep dan Analisis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi
Umam, Khaerul. Manajemen Perbankan Syaiah. Bandung: Pustaka Setia
Wangsawidjaja. 2012. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka
Wirartha, I Made. 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: ANDI
JURNAL DAN SKRIPSI
Trianti, Khoiriyah. 2014. Manajemen Risiko Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus
Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang). Jurnal Ilmiah. Malang: FEB,
Universitas Brawijaya.
Azzahroh, Asma. 2013. Strategi Manajemen Risiko PT. BPRS Kota Bekasi. Skripsi.
Jakarta: FSH-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
110
Nurilmi, Ai. 2014. Manajemen Risiko Kurs Valuta Asing Bank Muamalat Indonesia
pada Transaksi Letter of Credit. Skripsi. Jakarta: FSH-UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Mulyani, Sri. 2009. Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan dalam Upaya
Menjaga Likuiditas Bank Syariah (Studi pada PT Bank Syariah Mandiri
Cabang Malang). Skripsi. Malang: FE-UIN Malang.
Zharfan, Refaat. 2011. Optimalisasi Skema Bagi Hasil sebagai Solusi Permasalahan
Principal Agen dalam Pembiayaan Mudharabah pada PT. BNI Syariah
Cabang Makassar. Skripsi Program Sarjana (S1), Jurusan Akuntansi, FEB,
Universitas Hasanuddin
ARTIKEL
Bank Indonesia. 2009. Kajian mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating
System: Persiapan Bank Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015. Jakarta
Bank Indonesia. 2014. Statistika Perbankan Syariah. Jakarta
_____________ 2008. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Jakarta
_____________2011. Peraturan Bank Indonesia No. 13/23/PBI/2011 tentang
Penerapan Manajemen Risiko untuk BUS dan UUS. Jakarta
_____________2011. Peraturan Bank Indonesia No. 13/13/PBI/2011 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Bank Umum Syariah. Jakarta
Bank Muamalat. 2010. Annual Report 2010. Jakarta
____________ 2011. Annual Report 2011. Jakarta
____________ 2012. Annual Report 2012. Jakarta
____________ 2013. Annual Report 2013. Jakarta
____________ 2014. Annual Report 2014. Jakarta
Bank Syariah Mandiri. 2011. Laporan Tahunan 2011. Jakarta
_________________ 2012. Laporan Tahunan 2012. Jakarta
111
_________________ 2013. Laporan Tahunan 2013. Jakarta
Bank Rakyat Indonesia Syariah. 2011. Laporan Tahunan 2011. Jakarta
________________________ 2012. Laporan Tahunan 2012. Jakarta
________________________ 2013. Laporan Tahunan 2013. Jakarta
http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2012/12/03/economic-and-life-style/,
diakses pada 27 November 2014
https://sharianomics.wordpress.com/2010/12/09/risiko-terkait-pembiayaan-berbasis-
natural-uncertainty-contracts-nuc/, diakses pada 17 Februari 2015
https://www.bi.go.id, Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia, diakses pada 17
Februari 2015
http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-keuangan-manajemen-keuangan/analisis-rasio-
keuangan-perusahaan/analisis-kebangkrutan-perusahaan-metoda-z-score/,
diakses pada 6 Juli 2015
112
LAMPIRAN
113
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Bapak Amin Syafi’i
Jabatan : Commercial Financing Risk Manager
Interviewer : Mutia Sarayati
Tanggal : Jumat, 10 April 2015
Pembiayaan Musyarakah
1. Apa saja produk pembiayaan produktif yang ada pada Bank Muamalat
Indonesia?
Pada umumnya, ada pembiayaan Modal kerja yang terdiri dari pembiayaan
modal kerja dan juga pembiayaan modal kerja LKMS (Lembaga Keuangan
Mikro Syariah) dan Investasi yang terdiri dari pembiayaan investasi dan
pembiayaan Hunian Bisnis Syariah
2. Produk pembiayaan apa saja yang menggunakan akad musyarakah?
Garis besarnya pada pembiayaan Modal Kerja, Investasi, dan Hunian Bisnis
Syariah, jenis produknya banyak yang terbagi ke berbagai segmen.
Penggunaan akad musyarakah itu tergantung pada kebutuhan nasabah, setelah
dianalisa kebutuhannya kemudian dicocokkan akadnya, apakah cocok
menggunakan akad musyarakah. Syarat diantaranya adalah mereka yang
sudah menjadi nasabah kita beberapa tahun, mutasi rekening pada BMI, dan
mempunyai catatan pembukuan agar bisa menetapkan bagi hasilnya
3. Pada segmen pembiayaan apa saja musyarakah diterapkan?
Terbagi menjadi tiga yaitu segmen Retail, Komersial, dan Corporate.
- Segmen Retail (100 juta- <5 milyar)
- Komersial ( 5 milyar- 50 milyar)
- Corporate (>50 milyar)
4. Sektor ekonomi apa saja yang usahanya dibiayai BMI?
114
Bermacam-macam sektor usaha, sesuai sektor ekonomi yang diatur BI, yang
penting sesuai aspek administrasi, aspek syariah, dan bank mampu
menganalisa usaha tersebut. Termasuk juga sektor pertanian, misalnya
pemenuhan alat produksi seperti mesin semprotan
5. Bagaimana dengan pembiayaan LKMS?apakah termasuk kepada pembiayaan
mikro BMI?
Pembiayaan LKMS tidak termasuk pembiayaan Mikro karena kita membiayai
LKMSnya, contohnya Koperasi, BPRS, BMT yang kemudian mereka yang
membiayai pembiayaan Mikro tersebut. Adapun jika kita membiayai mikro,
kita menggunakan akad murabahah.
6. Mengapa segmen Mikro tidak termasuk pada penggunaan akad Musyarakah?
Karena nanti kalau pembiayaan mikro terlalu sempit. Pembiayaan
Musyarakah memerlukan tata administrasi yang bagus, apakah pengusaha
kecil tersebut mampu membuat tata administrasi tersebut, karena Musyarakah
berbasis bagi hasil beradasarkan pendapatan dan contohnya apabila
pembiayaan mikro hanya beberapa puluh juta atau misal hanya 5 juta, harus
pembukuan, setiap bulan melaporkan pendapatannya, mereka kan pasti
kerepotan
7. Bagaimana penerapan pembiayaan musyarakah pada Bank Muamalat
Indonesia?
Musyarakah itu kerja sama saling berserikat, pihak bank muamalat tidak ikut
dalam kegiatan usaha. Musyarakah biasa memang cenderung kepada
pembiayaan proyek2, pembiayaan proyek yang sudah jelas ada kontraknya,
lalu kita tinggal pantau. Biasanya proyek yang juga menggunakan rekening
Koran. Bank selalu memantau dengan mengecek laporan keuangan, benar
atau tidak, membrikan arahan kepada nasabah, terutama jika ada masalah
dengan pendapatan usaha nasabah. Untuk tahapan penerapannya, pertama
adalah melihat kebutuhan nasabah dianalisa mencocokkan dengan akad
115
yang dapat digunakan sesuai kebutuhan persyaratan untuk bisa
menggunakan akad musyarakah harus memiliki pencatatan administrasi yang
bagus, usaha yang relatif stabil, artinya misal ada juga siklus usaha seperti
pakaian cocoknya pada musim lebaran relatif dagangannya ramai begitupula
usaha hewan qurban. Dan misal untuk proyek itu dikerjakan selama 1 tahun
kan jelas, jelas sumber dan pendapatannya karena musyarakah itu kan
prinsipnya profit and loss sharing. Dan jika kita tidak memperhatikan hal
tersebut, kita bisa rugi. Dengan demkian bank menentukan pembiayaan harus
berdasarkan regulasi dan juga aspek syariah.
8. Bagaimana porsi modal antara bank dan nasabah pada pembiayaan
musyarakah yang diterapkan? Dan bagaimana kesepakatan nisbahnya?
Penerapannya tergantung kondisi usaha dan melihat risikonya, nasabah bisa
lebih besar atau kecil dalam memberikan porsi modalnya, kecuali jika ada
regulasi dari BI. Jika nasabah memberi porsi modal lebih besar dari bank
maka bank menanggung risiko yang lebih kecil.
Kesepakatan nisbah tidak ada aturan, dilihat dari kemampuan nasabah,
nasabah mempunyai asset berapa, kita mau berbagi hasil berapa, missal ada
proyek dari pemerintah nilainya 100juta, saya punya modal 25 dan bank 75.
Lihat modal yang dimiliki, asset, keuntungan nasabah, baru ditentukan
nisbahnya. Kerugian ditanggung berdasarkan modal yang diberikan
9. Bagaimana dengan urutan proses pembiayaannya ya pak? Siapa saja pihak
yang terlibat dalam pembiayaan ini?
Secara umum proses pembiayaan dan pencairan sama, nasabah bertemu
dengan pihak marketing terjadi negosiasi dan nasabah mengajukan aplikasi
pembiayaan pembiayaan marketing kemudian akan melihat pembiayaan
apa yang cocok untuk diberikan kepada nasabah marketing membuat
usulan pembiayaan usulan tersebut akan dikomitekan ditingkat cabang atau
wilayah, jika nilainya besar maka akan diserahkan ke pusat dan tergantung
116
plafonnya komite-komite tersebut ada bagian support pembiayaan, dalam
membuat usulan ada yang namanya bagian kredit investigasi dilakukan BI
checking, taxasi berapa nilai jaminan yang diberikan, jika usaha dilihat
anggaran dasarnya oleh bagian legal setelah dibuat usulan itu semua akan
dikomitekan kepada branch manager yang memiliki kewenangan
kemudian naik ke area atau pusat jika nilainya besar, tergantung limitnya
masuk ke bagian risk management untuk dianalisa, termasuk juga compliance
untuk dilihat procedural dan legal-legalnya di pusat direview oleh komite
pembiayaan dan disetujui oleh bagian direksi
10. Bagaimana penerapan dengan akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ)?
Sistemnya porsi semakin berkurang, bank dan nasabah berserikat bersama-
sama memiliki suatu barang, kemudian barang tersebut kan harus
menghasilkan suatu usaha yang produktif, maka barang tersebut disewakan,
barang disewakan kepada nasabah karena nasabah yang membutuhkan dan
yang berkongsi dengan bank, kemudian pendapatan sewa tersebut dibagi
hasilkan, bank dan nasabah melakukan kesepakatan nisbah, kemudian bagi
hasil nasabah digunakan nasabah untuk mengambil alih kepemilikan bank
dengan membayarkan bagi hasil tersebut kepada bank.
Biasanya pembiayaan untuk usaha yang menggunakan akad musyarakah,
contohnya adalah gedung perkantoran karena mempunyai jangka waktu yang
lama dan bisa diperkirakan penyusutannya, kalau seperti mesin-mesin kita
lihat dulu, jika mesin yang cepat haus kita akan rugi, kita lihat juga jangka
waktunya dan risikonya. Contoh lainnya mesin elektronik yang ditaro di
lapangan, kita tidak tahu jangka waktu berapa lama akan rusak (cepat
menyusut), biasanya menggunakan akad murabahah
11. Apakah ada penerapan underlying asset (aset jaminan) pada pembiayaan
musyarakah?
117
Jaminan ada fixed asset seperti tanah, bangunan, movable asset seperti
kendaraan, mesin-mesin, jaminan tidak bergerak tapi bukan benda seperti
persediaan barang, chessy tagihan, cash collateral (deposito). Tergantung
yang dimiliki nasabah dan bisakah BMI menerima jaminan tersebut.
Bagaimana penilaian jaminan tersebut?
Setiap segmen ada ketentuan dan aturan sendiri, ada persentase atau rasio
untuk menghitung jaminan tersebut. Jaminan bisa campur antara fixed asset,
movable dan jaminan tidak bergerak. Jaminan merupakan second way out
ketika nasabah default, first way outnya adalah usaha itu sendiri. Karena
dalam musyarakah yang terutama adalah analisis usahanya karena berbasis
profit and loss sharing. Jika kita salah dalam menganalisis itu bukan
kesalahan nasabah, maka bank akan rugi.
12. Apa saja faktor pendukung BMI dalam penerapan pembiayaan menggunakan
akad musyarakah?
Salah satunya karena musyarakah pada aturan BI terdapat insentif bagi Bank
Syariah yang menerapkan akad yang sesuai dengan syariah dan berbeda
dalam perhitungan ATMR kebijakannya. ATMR dengan sistem MMQ dengan
produk KPRS hanya 35%, perhitungan rasio modal jadi menguntungkan bank.
Karena KPRS jangka waktu panjang, portofolio tidak menurun terlalu drastis.
Lain dengan proyek yang hanya 3 bulan atau 1 tahun portofolio pembiayaan
akan lebih menurun
13. Apa saja yang menjadi faktor kendala/ penghambat dalam proses pembiayaan
dengan akad musyarakah?
- Banyak nasabah yang secara administrasi manajemennya masih kurang,
terkadang ada yang tidak membuat laporan, ataupun buat tetapi tidak
benar. Budaya nasabah yang hanya meminjam kemudian menyetor
pembayaran tanpa perlu membuat laporan pendapatan, terutama nasabah
yang tidak punya bagian khusus.
118
- Dan dari sisi bank adalah teknologinya karena musyarakah prinsipnya
bagi hasil yang jumlahnya tidak menentu/ naik turun dan itu kaitannya
dengan sistem, sistem tidak bisa mengatur naik turunnya itu dan tidak
mudah. Dengan demikian bank lebih banyak menggunakan Musyarakah
Mutanaqisah, karena ada barang yang disewakan dan itu jumlahnya tetap.
Sedangkan Musyarakah biasa tergantung pada realisasi bisa naik ataupun
turun. Bank harus memperhatikan hal itu (pendapatan) karena kaitannya
dengan manajemen likuiditas dan perhitungan kolektibilitasnya.
- Selain itu sistem kolektibilitas antara musyarakah, mudharabah, dan
murabahah berbeda. Musyarakah/ mudharabah berdasarkan kumulatif,
sesuai jadwal angsur selama 1 tahun dikumulatifkan. Sedangkan
murabahah yang penting angsurannya perbulan sesuai atauu tidak. Pada
sisi kolektibilitas, bank harus teliti dalam perhitungannya, jika salah maka
akan mendapat denda dari BI atau protes dari nasabah karena berkaitan
dengan posisi nasabah di BI checking.
Risiko Pembiayaan Musyarakah
1. Apa saja risiko pembiayaan yang dihadapi Bank Muamalat dalam
pembiayaan yang menggunakan akad musyarakah?
Bank memiliki definisi risiko sendiri, ada yang namanya risiko kredit adalah
risiko kegagalan dari counterpart atau debitur. Risiko kredit itu tadi karena
pembiayaan musyarakah profit and loss sharing, nah risikonya ada disitu,
kalau ternyata usaha nasabah tidak sesuai harapan. Memang benar nasabah
menghasilkan namun pendapatannya kecil, itu termasuk risikonya karena
risiko itu terjadi diluar harapan kita. Contohnya jika bank punya harapan 100
tapi nasabah hanya mendapat 50, bank akan kehilangan proyeksi pendapatan.
Apalagi kalau ternyata nasabah gagal dan tidak membayar.
119
Risiko Hukum jika terjadi sengketa saat kredit itu akan masuk jalur hukum
untuk meyelesaikan siapa yang benar antara nasabah dan bank. Dan jika di
blow up media massa itu namanya risiko reputasi (name risk). Selain itu ada
juga risiko pasar, fluktuasinya harga pasar uang dan komoditas, jika nasabah
melakukan pembiayaan musyarakan menggunakan dollar, kondisinya bisa
melemah dan menguat.
Terkait risiko yang berkaitan dengan karakteristik nasabah adalah nasabah
yang tidak amanah sementara kita berbagi hasil, nasabah misalnya untung 50
juta tetapi dia bilang untungnya 30 juta, catatan ada tapi dimanipulasi.
Terkait dengan usaha, contohnya adalah proyek yang dibiayai ternyata
bowheer (yang memberi proyek) membatalkan. Pembatalan bisa disebabkan
karena kesalahan bowheer atau kebijakan. Misalnya PLN membuat usaha
pusat pembangkit listrik tenaga air atau listrik, bowheer (PLN) membatalkan
ketika proyek sudah berjalan karena ada regulasi pemerintah yang tidak
menggunakan itu lagi dan terpaksa kontraknya putus. Atau bisa saja nasabah
wanprestasi, ternyata ada risiko konstruksi misalnya sedang dibangun terjadi
musibah gempa atau kerusuhan sehingga proyek tidak berjalan. Atau bisa saja
karena musim hujan sehingga tidak bisa menyelesaikan tepat waktu dan akan
mendapat denda dari pemilik proyek dan kemudian tidak dianggap mampu,
sehingga proyek diputus.
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pembiayaan musyarakah
pada BMI?
Faktor-faktor bisa bersifat internal, eksternal, dan gabungan.
- Dari internal, pertama kita membiayai proyek dimana proyek yang kita
biayai, kita tidak mengerti, contoh saya nih, yuk kita biayai apa? Misalnya
pembiayaan elektronik yang canggih, alatnya canggih, padahal saya tidak
tahu, karena percaya saja, nasabah menjelaskan mengenai itu, padahal
saya tidak mengerti, dan dikemudian ternyata bermasalah.
120
- Disamping itu nasabah memberikan informasi yang kurang detail, atau
pihak bank yang teledor, seharusnya kita mengecek dan jika tidak dicek
itu kesalahan kita. Hal tersebut bisa disebabkan oleh kompetensi kita atau
bisa juga karena kita tidak melakukan sesuai prosedural yang seharusnya
dicek dahulu.
Misalnya nasabah bilang bowheernya bagus, pemilik proyek bagus,
ternyata pada saat dicek pemilik proyeknya tidak bagus, jika tidak dicek
pemilik proyek bisa lari. Kita juga harus mengecek bowheernya, jika tidak
maka akan terjadi kesalahpahaman mengenai kontrak yang dibiayai.
- Kemudian ada juga gabungan kesalahan, antara marketing dengan
nasabah bermain karena pengen nakal bisa jadi atau bisa saja nasabah
jahat. Maka dari itu bank banyak regulasi dan ada yang memantau risiko
termasuk audit dan kita membuat prosedurnya. Contohnya regulasi bahwa
dalam memberikan pembiayaan bank harus prudent, tidak boleh ada
kepentingan pribadi si pemproses, atau harus ada self financing yang tidak
memberikan pembiayaan 100% kepada nasabah
Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah
1. Bagaimana implementasi manajemen risiko seperti identifikasi, pengukuran,
pemantauan dan pengendalian risiko pada pembiayaan musyarakah?
- Untuk semua jenis pembiayaan sebenarnya prosesnya sama, cuma
memang untuk pembiayaan musyarakah kita menitikberatkan pada siklus
usahanya cocok atau tidak, kita juga melihat cash flownya, cash flownya
harus stabil melihat transaksi keuangannya, kemudian laporan
keuangannya juga dilihat benar atau tidak (sudah diaudit), sejauh mana
kemampuan modal nasabah, lalu yang kita biayai itu apa sih, cocok atau
tidak jika menggunakan akad musyarakah. Dari segi risk hanya proses,
121
hanya meng-assessment segi pengajuannya, layak atau tidak untuk
dibiayai dengan akad musyarakah.
- Sebelum direkomendasikan, tentu ada pengukuran dengan melihat
laporan-laporan keuangannya, bagaimana rasio-rasio keuangannya,
manajemennya, dan prospek usahanya. Untuk pengukuran risiko ada
beberapa tools seperti Internal Costumer Rating digunakan pada
pembiayaan corporate, apakah nasabah termasuk rating layak atau tidak,
pada tingkat mana nasabah tersebut layak dibiayai. Hasil peringkat
tersebut dilihat dari laporan keuangan nasabah, manajamen, prospeknya.
Hasil itu bisa digunakan untuk menilai kelayakan pembiayaan dengan
rating.
Untuk tools scoring digunakan untuk pembiayaan seperti consumer, retail
atau pembiayaan yang rendah dan umumnya digunakan untuk pembiayaan
konsumtif.
Moodys analytic, rating internasional, contoh jika usaha bagus rating
AAA, atau ada B+, semuanya ada 41 tingkatan, semakin keatas maka
ratingnya semakin bagus. Informasi-informasi mengenai nasabah
dimasukkan kedalam sistem dan akan keluar ratingnya.
- Pemantauan dalam pembiayaan musyarakah dilakukan setelah berjalan
oleh pihak marketing, bagaimana laporan keuangannya, marketing
meminta laporan keuangan per bulan dan setiap tahunnya untuk laporan
keuangan yang audited, termasuk juga mitigasi di lapangan.
2. Bagaimana strategi mitigasi risiko yang dilakukan terhadap risiko yang
melekat pada pembiayaan musyarakah?
Jika sudah dropping ada yang pertama itu adalah monitoring. Monitoring
merupakan kunci utama, itu termasuk pengawasan pembinaan. Selain itu,
pengikatan harus sempurna seperti pengikatan pembiayaan dan pengikatan
jaminan (menginduk/melengkapi pengikatan pembiayaan), jadi kalau ada
122
masalah kita kembali kepada kedua pengikatan tersebut. Kemudian setelah
pengikatan itu adalah ya tawakkal. Misal kita sudah merasa kuat eh ternyata
notarisnya nakal, nasabah sudah diikat jaminan namun ternyata dijual ya kita
tidak tau apa yang akan terjadi.
Bagaimana monitoring yang dilakukan oleh bank? Monitoring dilakukan
secara administrasi dan lapangan. Monitoring minimal sebulan sekali dan
tergantung objeknya. Selain itu itu tergantung dropping misalnya dropping
pembangunan, kita lihat juga schedule pembangunannya, Rencana Anggaran
Biayanya (RAB), dan kemudian keduanya itu dicocokan. Dalam hal
monitoring juga bank bisa bekerja sama dengan konsultan pengawas
dikarenakan kita tidak ahli. Kita hire konsultan pengawas tersebut. Misalnya
salah satu mitigasinya, pendroppingan harus ke supplier dan angsuran
pembayaran dari bowheer harus masuk ke rekening escrow (rekening giro
yang hanya bisa ditarik berdasarkan izin bank), karena jika rekening biasa
bisa saja oleh nasabah uang untuk angsuran tersebut ditarik. Selain itu
mitigasinya pen-dropping-an dilakukan bertahap tidak sekaligus, karena bisa
saja ditarik dan disalahgunakan nasabah.
Dalam monitoring kita ada tools yang namanya EWS (Early Warning
System). EWS berupa laporan, laporan katakanlah 3 bulan sekali, aturan dari
risk harus melaporkan 3 bulan sekali, pihak marketing harus memintakan
laporan, lakukan kunjungan lapangan, monitoring transaksi keuangannya,
kemudian hasil monitoring tersbut dimasukan ke tools (EWS), dan dari situ
bisa terbaca apakah raportnya merah, kuning, atau hijau. Artinya kemudian
bagian yang menganalisa akan mengingatkan marketing bahwa misalnya
nasabah ternyata mengalami penurunan kinerja dan marketing harus
melakukan pembinaan seperti menanyakan masalah apa yang terjadi, jangan
sampai tiba-tiba nasabah sudah tidak membayar.
123
Untuk risiko yang disebabkan dari internal bank sendiri bagaimana ya pak?
Kita membuat aturan jika kita tidak memahami usaha yang diajukan nasabah,
jangan memasuki sesuatu yang tidak kita pahami. Misal lagi boom-ing usaha
batu bara dan kita tidak memahami usaha tersebut, ya kita pelajari dulu, jika
tidak kita bisa dikibulin. Bank juga ada cadangan biaya untuk meng-upgrade
karyawannya.
3. Bagaimana strategi BMI dalam menghadapi risiko asymmetric information
seperti adverse selection dan moral hazard yang terjadi pada pembiayaan
musyarakah ini?
Pembiayaan melibatkan banyak pihak tidak hanya marketing, ada unit support
pembiayaan dan divisi lainnya, tujuannya adalah untuk mencegah asymmetric
information tersebut. Contohnya BI checking, disitu dilihat apakah karakter
nasabah baik atau tidak lewat raport nasabah di perbankan lain atau DHN
(Daftar Hitam Nasabah). Kemudian kita juga lakukan trade checking, ada
bagian kredit investigasi yang melakukan penelitian terhadap supplier atau
buyernya. Misal si A ditanya pembayarannya bagus atau tidak, benar tidak
melakukan pembelian ditempat ini setiap bulan. Kemudian ada pula Bank
checking yang dilihat rekeningnya palsu atau tidak, kemudian dicocokan
dengan laporan keuangan nasabah.
Disamping itu juga ada tinjau lapangan langsung, kemudian usaha itu pasti
ada SIUP, ada macam-macam dokumen lainnya, dokumen tersebut harus
dipastikan legal. Namun terkadang aturan-aturan tersebut tidak jalan sehingga
jebol atau memang ada indikasi fraud (sudah ada maksud dari pihak tertentu,
marketing dan nasabah yang bekerja sama agar bobol). Untuk mencegah itu
kita ada TAF (Tim Anti Fraud) yang mengamati tingkah laku karyawan
4. Apakah mitigasi risiko pembiayaan pada setiap segmen pembiayaan berbeda?
Apa saja perbedaannya?
124
Iya ada perbedaannya. Karena semakin besar pembiayaannya semakin banyak
risikonya. Untuk retail, consumer, dan mikro, dikuatkan pada pengikatan
jaminan, karena pembukuan saja terkadang tidak ada ya kita lihat jaminannya.
Pada pembiayaan besar, jaminannya besar juga namun tidak mudah (tidak
likuid) juga menjual jaminan yang nilainya besar. Semakin tinggi maka
mitigasinya semakin tinggi. Untuk korporat yang dikuatkan adalah monitoring
dan analisa yang dilakukan harus benar, termasuk untuk masalah tata
administrasi.
Selain itu, FAL (Financing Allocation limit) adalah untuk membuat segmen,
pada segmen tersebut ada batas plafondnya, misalnya pembiayaan rumah sakit
dibatasi hanya 50 miliar, hal tersebut untuk menghindari risiko konsentrasi
(risiko yang terjadi karena kita terlalu focus pada pembiayaan tersebut).
Contohnya misal pada sektor batubara saat ini bagus namun tiba-tiba terjadi
penurunan, jika terfokus pada sektor tersebut maka kredit macet akan
langsung tinggi. FAL digunakan agar risiko tersebar dan menciptakan
pertumbuhan yang wajar.
5. Bagaimana penanganan pembiayaan bermasalah pada pembiayaan
musyarakah?
Prosesnya pertama adalah masalah apa yang terjadi pada nasabah kita
diskusikan. Proyek/ usaha masih bisa jalan atau tidak, kalau misalnya masih
bisa jalan ya kita lakukan restrukturisasi untuk deteksi dini. Terkadang
nasabah kol 1 (lancar) juga bisa direstruktur, hal itu bisa terlihat ketika
monitoring atau nasabah yang proaktif. Misalnya omset ada namun rekening
tidak aktif kemudian nasabah ditanyakan kenapa bisa terjadi, disebabkan oleh
apa, ternyata pada nunggak dan nasabah belum bisa membayar yang akhirnya
pembiayaan direstruktur. Restrukturisasi itu ada pedomannya sendiri. Ada
Rescheduling (perubahan jadwal saja), reconditioning (jadwal angsur
ditambah, jangka waktu ditambah, diubah jadwal, diubah syarat-syarat,
125
ditambah pembiayaannya). Jika restrukturisasi, rescheduling, recoonditioning
sudah tidak bisa dilakukan, kemudian di write off/ disita/ litigasi/
penyelesaian lewat jaminan (second way out). Penyelesaian jaminan tidak
hanya saat nasabah pada kol 5, bisa dilakukan ketika nasabah kabur atau
meninggal yang tidak memiliki asuransi jiwa.
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Bapak Amin Syafi’i
Jabatan : Commercial Financing Risk Manager
Interviewer : Mutia Sarayati
Tanggal : Jumat, 11 Mei 2015
1. Aspek penilaian apa saja yang ada pada credit rating/internal costumer rating
BMI?dan bagaimana sistem credit rating pada setiap segmen (retail,
komersial, dan corporate)
Jawaban
Apsek penilaian secara umum sama yaitu aspek 5 C (caracter,
capability,capital, collateral, condition) + aspek syariah
2. Rasio-rasio keuangan apa saja yang digunakan untuk menganalisa
pembiayaan?
Jawaban
Ratio likuiditas, ratio rentabilitas, ratio solvabilitas, ratio pertumbuhan
(growth) dan ratio leverage.
3. Bagaimana penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi manajemen risiko
terhadap sistem pengendalian intern BMI?
Jawaban
Tidak bisa menjawab karena bukan kapaistas saya untuk menjawab.
4. Apa sistem bagi hasil yang digunakan BMI pada pembiayaan musyarakah?
Apakah revenue sharing atau profit and loss sharing?dan apa alasannya?
Jawaban
Saat ini menggunakan revenue, alasannya kesulitan nasabah untuk membuat
laporan laba/rugi setiap bulan dan kesulitan validasi kebenaran laporan
nasabah bila menggunakan profit dan loss sharing.
126
5. Bagaimana sistem penilaian bank terhadap nasabah untuk melihat indikasi
moral hazard dan adverse selection pembiayaan musyarakah?
Jawaban
a. Menerapkan prinsip KYC (know your customer)
b. Debitur pembiayaan musyarakah adalah debitur yang telah aktif
melakukan transaksi keuangan dan pembiayaan di BMI minimal 2 tahun
c. Debitur memiliki kemampuan membuat laporan keuangan
d. Monitoring penggunaan dana paska pencairan dana dengan meminta
bukti penggunaan dana
6. Berapakah persentase indikasi terjadinya moral hazard dan adverse selection
pada pembiayaan musyarakah?
Jawaban
Saya tidak memiliki data tersebut
7. Bagaimana lampiran contoh bentuk credit rating/ internal costumer rating
atau contoh laporan Early Warning System pada indikasi moral hazard yang
dilakukan nasabah BMI?
Jawaban
Early Warning System ada toolnya yaitu MEWS (Muamalat Early Warning
System), saya tidak berwenang memberikan tools tersebut ke pihak luar
8. Bagaimana penilaian kualitas aktiva pembiayaan musyarakah BMI? Dan
bagaimana data perkembangan rasio antara realisasi pendapatan dan proyeksi
pendapatan BMI?
Jawaban
Penilaian KAP sesuai aturan OJK. Data tersebut saya tidak punya karena saya
dibagian financing risk assessment bukan di bagian data.
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Bapak Amin Syafi’i
Jabatan : Commercial Financing Risk Manager
Interviewer : Mutia Sarayati
Tanggal : Jumat, 6 Juli 2015
1. Berdasarkan wawancara lalu, untuk menghindari character risk, salah satu
syarat debitur pembiayaan musyarakah adalah debitur yang telah aktif
melakukan transaksi keuangan dan pembiayaan di BMI minimal 2 tahun.
Setelah 2 tahun, apakah bank lebih menawarkan pembiayaan dengan akad
127
musyarakah? Pembiayaan dengan akad apakah yang biasa ditawarkan terlebih
dahulu oleh bank? Jika musyarakah bukan penawaran utama, berapa lama
peralihan akad lain ke musyarakah hingga akhirnya dapat ditawarkan
musyarakah?
Jawab:
Tidak, telah menjadi nasabah aktif BMI selama 2 tahun hanya persyaratan
untuk memperoleh pembiayaan al-musyarakah modal kerja. Penawaran
pembiayaan bukan pada akadnya tapi pada produk (modal kerja, investasi
atau konsumtif) dan kebutuhan nasabah (regular, tertentu). Peralihan akad
hanya dilakukan untuk proses restrukturisasi dan sifatnya selektif. Akad khusu
al-musyarakah di BMI adalah rekening Koran, pembiayaan modal kerja
channeling ke lembaga keuangan (multifinance, BMT, BPRS dan Kopersai)
dan iB Properti Bisnis.
2. Berdasarkan annual report, NPF Gross pembiayaan musyarakah tahun 2014
melebihi 5% (7,12%) dan meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada
wawancara sebelumnya, telah disebutkan bahwa terdapat faktor internal,
eksternal dan gabungan yang mempengaruhi risiko pembiayaan. Faktor-faktor
apa saja yang paling mempengaruhi meningkatnya risiko pembiayaan
musyarakah tersebut?
Jawab :
1) Faktor lemahnya monitoring regular dari marketing (account manager)
2) Image nasabah pembiayaan bagi hasil berarti juga bagi rugi
3. Berapa share capital minimum yang harus dimiliki nasabah pembiayaan
musyarakah?
Jawab :
Belum ada aturan internal dan aturan eksternal (BI atau OJK) yang mengatur
hal tersebut kecuali untuk pembiayaan kepemilikan rumah karena terkait
aturan Financing To Value (FTV).
4. Berapa kisaran persen besarnya jaminan yang ditetapkan dari pembiayaan
dalam pembiayaan musyarakah untuk antisipasi terjadinya risiko gagal bayar
nasabah?
Jawab :
Ratio agunan tidak berdasarkan akad tetapi berdasarkan segmentasi (retail,
consumer, commercial dan corporate) kecuali untuk pembiayaan rekening
Koran syariah maka ratio agunan minimal 100%
5. Indicator apa saja yang terdapat pada Muamalat Early Warning System
(MEWS)?dan apa yang menjadi indikator utama?
Jawab:
128
1) Informasi fasilitas pembiayaan
2) Informasi Keuangan
3) Informasi Sistem Informasi Debitur (SID atau BI Checking)
4) Pemenuhan Syarat Financing
5) Informasi Kualitatif
Indikator Utama adalah
1) Z-score
2) Informasi SID
3) Pemenuhan Syarat Financing
4) Informasi Kualitatif
6. Apakah risk tools berupa MEWS dan Internal Customer Rating sudah efektif
dalam meminimalisir risiko pembiayaan pada pertanyaan no.2?
Jawab :
Belum efeketif karena masih belum dialkukan secara baik (teratur mengisi
dan melaporkan dan benar dalam memasukan data)