strategi lembaga nirlaba dalam upaya...
TRANSCRIPT
STRATEGI LEMBAGA NIRLABA DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN
USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
(Studi Pada Lembaga Nirlaba Syariah Masyarakat Mandiri Parung, Bogor)
CECEP SUYUDI M NIM: 104046101636
JURUSAN MUAMALAT PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam yang teah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita khususnya penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul "STRATEGI LEMBAGA NIRLABA
DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN
MENENGAH (UMKM) (Studi Pada Lembaga Nirlaba Syariah Masyarakat
Mandiri Parung, Bogor)." Shalawat serta salam semoga Allah senantiasa
melimpahkan dan mencurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarganya,
sahabat-sahabatnya dan pengikut-pengikutnya yang selalu setia ada dalam jalan yang
lurus untuk mengikuti segala ajaran yang telah sampai pada kita.
Disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini sarat dengan dialektika yang tidak
mungkin terlupakan antara keyakinan dan kekhawatiran, serta harapan dan kenyataan
yang menjadi satu dalam membentuk mozaik penulisan skripsi ini. Seperti juga
perjalanan studi yang penulis lalui, tidak ada pekerjaan yang sukses dilakukan dalam
kesendirian. Dibalik keberhasilan selalu ada lingkaran lain yang memberi semangat,
bimbingan, bantuan dan doa. Untuk penulis sangat bersyukur kepada Allah SWT dan
mengucap beribu banyak terima kasih atas bantuan dan jasa yang diberikan oleh
semua pihak dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya Bapak/Ibu:
1. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Jurusan Muamalat Program Studi Perbankan
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., Sekretaris Jurusan Muamalat Program Studi
Perbankan Syariah Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Dr. Afifi Fauzi Abbas, Dosen pembimbing yang tidak kenal lelah meluangkan
waktu dan memberikan sumbangan fikiran, serta arahan kepada penulis pada
penyusunan skripsi ini.
5. Ponco Nugroho, Programe Manager Masyarakat Mandiri, Mba Leni sebagai
Pendamping Mitra serta kepada seluruh Mitra yang telah membantu dan
memberikan informasi dalam proses penyusunan skripsi ini.
6. Ayahanda tercinta H. AM. Rosjadi S.Ag dan Ibunda tercinta Hj. Imas Tjutju
yang telah mencurahkan doa, kasih sayang, kesabaran dan dorongan spirit
maupun materi serta pengorbanan yang selalu diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat mempersembahkan sesuatu yang mudah-mudahan
dapat dijadikan kebanggaan.
7. Kakak-kakaku tercinta terima kasih banyak atas dukungan dan doa yang
diberikan serta semangat kepada penulis.
8. Sahabatku yang selalu bersama, mulai dari daftar ulang ke-UIN, menyusun
skripsi sampai wisuda bareng alias kang Najib tea, yang selalu memberikan
semangat dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
13. Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Jurusan Muamalat Program Studi Perbankan
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
14. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., Sekretaris Jurusan Muamalat Program Studi
Perbankan Syariah Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
15. Dr. Afifi Fauzi Abbas, Dosen pembimbing yang tidak kenal lelah
meluangkan waktu dan memberikan sumbangan fikiran, serta arahan kepada
penulis pada penyusunan skripsi ini.
16. Ponco Nugroho, Programe Manager Masyarakat Mandiri, Mba Leni sebagai
Pendamping Mitra serta kepada seluruh Mitra yang telah membantu dan
memberikan informasi dalam proses penyusunan skripsi ini.
17. Ayahanda tercinta H. AM. Rosjadi S.Ag dan Ibunda tercinta Hj. Imas Tjutju
yang telah mencurahkan doa, kasih sayang, kesabaran dan dorongan spirit
maupun materi serta pengorbanan yang selalu diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat mempersembahkan sesuatu yang mudah-mudahan
dapat dijadikan kebanggaan.
18. Kakak-kakaku tercinta terima kasih banyak atas dukungan dan doa yang
diberikan serta semangat kepada penulis.
19. Sahabatku yang selalu bersama, mulai dari daftar ulang ke-UIN, menyusun
skripsi sampai wisuda bareng alias kang Najib tea, yang selalu memberikan
semangat dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
20. Irham, Koni, Emir, Washdi, Ii, Fani, Rid-one, Ecep, Mashilal, Habibah, Ani,
Nina dan rekan-rekan mahasiswa angkatan 2004 Perbankan Syariah.
21. Keluarga besar PC IMM Ciputat fadli, Dzikril, S.SosI, Orin, Afnan, Atun,
Antik, Elin serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
(I Love U All....), semoga Berkah Rahmat Illahi melimpahi perjuangan kita,
serta kawan-kawan tercinta di asrama putra/i, Nur (terima kasih banyak atas
waktunya), Ewi, Hati, Sarah, Muhib, Muamar, Welly, Ghofur, Muis, Aos
dan lainnya yang telah banyak memberikan dorongan moril hingga
terselesaikannya skripsi ini. Atas segala bantuan dan partisipasi dari semua
pihak, penulis hanya dapat memohon kepada Allah SWT, semoga
melimpahkan balasan kebaikan. Amin
22. Keluarga Besar IKADAM Jakarta, Tyas, Dhanny, Ridwan, Hamba, Wildan
(sok atuh gera konsentrasi ngerjakeun skripsina...abdi ti payun..hehehe...),
Rijal, Irfan, Walid, Dinur, dan semuanya yang ga bisa disebutkan satu
persatu..Thanks You All...
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pihak lain pada umumnya.
Jakarta, Desember 2008 Penulis .
Cecep Suyudi M
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 7
1. Identifikasi Masalah ............................................................... 7
2. Pembatasan Masalah ............................................................. 7
3. Perumusan Masalah ............................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 8
1. Tujuan Penelitian ................................................................... 8
2. Manfaat Penelitian ................................................................. 8
D. Metode Penelitian ........................................................................ 9
1. Metode Penelitian .................................................................. 10
2. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................. 10
3. Lokasi Pengumpulan Data ..................................................... 11
4. Instrumen Pengumpulan Data ................................................ 12
5. Sumber Data............................................................................ 13
6. Teknik Pengolahan Data ........................................................ 14
E. Tinjauan Pustaka (Review Kajian Terdahulu) .............................. 15
F. Teknik Penulisan........................................................................... 17
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 17
BAB II: LANDASAN TEORETIS ................................................................... 19
A. Konsep Strategi ............................................................................ 19
1. Pengertian Strategi ................................................................. 19
2. Dasar-Dasar Strategi .............................................................. 22
3. Tahapan Strategi .................................................................... 26
B. Lembaga Nirlaba........................................................................... 28
1. Pengertian Lembaga Nirlaba................................................... 28
2. Dasar-dasar dan Prinsip-prinsip Lembaga Nirlaba ................. 29
3. Ruang Lingkup Lembaga Nirlaba .......................................... 31
C. Pemberdayaan dan UMKM........................................................... 33
1. Pemberdayaan ........................................................................ 33
2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)........................ 41
BAB III: GAMBARAN UMUM LEMBAGA NIRLABA
MASYARAKAT MANDIRI PARUNG, BOGOR ...................... 46
A. Sejarah Berdirinya ........................................................................ 46
B. Visi, Misi dan Tujuan ................................................................... 49
C. Prinsip-prinsip Dasar, Nilai-nilai Dasar, Peran Masyarakat
Mandiri......................................................................................... 50
D. Orientasi Program dan Jenis Program........................................... 52
E. Sasaran .......................................................................................... 53
F. Pengorganisasian Komunitas ........................................................ 55
G. Struktur Organisasi ....................................................................... 56
BAB IV: STRATEGI LEMBAGA NIRLABA MASYARAKAT
MANDIRI DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN UMKM......... 58
A. ............................................................................................. Strate
gi Masyrakat Mandiri ................................................................... 58
B. ............................................................................................. Damp
ak Strategi Masyarakat Mandiri Terhadap
Pemberdayaan UMKM................................................................. 73
1.......................................................................................... Damp
ak Ekonomi ............................................................................ 76
2.......................................................................................... Damp
ak Sosial .................................................................................. 87
3.......................................................................................... Damp
ak Religius............................................................................... 98
BAB V: PENUTUP ............................................................................................ 101
A. Kesimpulan .................................................................................. 101
B. Saran-saran ................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Teritical Sampling........................................................................... 14
Tabel 2 Alu Proses Pengajuan dan Angsuran Pembiyaan ........................... 69
Tabel 3 Daftar Skim Pembiayaan Program Urban ...................................... 71
Tabel 4 Besarnya Modal Mitra Sebelum Program MM-DD ....................... 77
Tabel 5 Besarnya Pinjaman Mitra Tiap-Tiap Skim ..................................... 78
Tabel 6 Pendapatan Usaha Mitra Sebelum dan Setelah Menjadi Mitra....... 80
Tabel 7 Kepemilikan Tabungan Sebelum dan Setelah Menjadi Mitra......... 83
Tabel 8 Asset Produktif ............................................................................... 86
Tabel 9 Keadaan Mitra Tentang Kelompok Usaha ..................................... 89
Tabel 10 Kelompok Mitra ............................................................................. 90
Tabel 11 Tingkat Partisipasi Mitra................................................................. 93
Tabel 12 Respon Mitra Jika Program Dihentikan ......................................... 94
Tabel 13 Tingkat Kelancaran Mitra Membayar Angsuran ............................ 97
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pengorganisasian Komunitas .......................................................... 55
Gambar 2 Struktur Organisasi Lembaga Masyarakat Mandiri......................... 56
Gambar 3 Proses Pelaksanaan program MM-DD............................................ 65
Gambar 4 Bagan Alur dan Angsuran Program Urban...................................... 68
Gambar 5 Pendapatan Mitra Sebelum dan Sesudah Mengikuti Program MM-
DD................................................................................................... 80
Gambar 6 Pola Hubungan Interaksi Sosial....................................................... 88
[
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang melanda
negeri ini sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa bangsa Indonseia
kepada suatu bencana nasional yang merupakan salah satu sejarah buruk abad
ini. Sector ekonomi modern seperti perbankan, property, industry besar dan
lain-lain yang selama ini menjadi pilar utama perekonomian nasional ternyata
tidak mampu menghadapai badai krisis tersebut dan satu persatu sector usaha
tersebut akhirnya berjatuhan. Akibatnya, terjadi gejolak lanjutan, seperti,
meningkatnya angka pengangguran, berkurangnya produksi, naiknya harga
barang-barang kebutuhan pokok yang selanjutnya berakibat pada menurunnya
tingkat kesejahteraan masyarakat dan angka kemiskinan semakin meningkat.
Isu kemiskinan dan pengangguran kembali mencuat dan mendapat
perhatian banyak pihak usai pidato kontroversial Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) 16 Agustus 2006 di depan DPR yang menyatakan bahwa
angka kemiskinan dan pengangguran menurun. Terlepas dari perdebatan yang
terjadi tentang kesahihan data dan definisi kemiskinan, momentum ini
sebenarnya lebih penting digunakan untuk mendorong kembali wacana
strategi pengentasan kemiskinan yang tepat untuk Indonesia.
Per Maret 2006, angka kemiskinan adalah 17,75 persen atau
meningkat dari 16,66 persen di tahun 2004. Angka pengangguran juga
memburuk dari 9,86 persen pada 2004 menjadi 10,4 persen pada 2006. Yang
ironis adalah pertumbuhan ekonomi yang selama ini menjadi fokus utama
pemerintah, ternyata juga memburuk dari 7,1 persen pada kuartal IV 2004
menjadi 5,2 persen pada kuartal II 2006. Dibutuhkan strategi baru untuk
kemiskinan, yang lebih komprehensif, menyentuh akar permasalahan, dan
tidak hanya retorika belaka.1
Kehadiran sektor Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM),
merupakan fakta adanya semangat kewirausahaan sejati di tengah masyarakat
kita. Menyadari realitas ini, memfokuskan pengembangan ekonomi rakyat,
melalui UMKM, merupakan hal yang sangat strategis dan masuk akal guna
mewujudkan pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Persoalan UMKM tidak terlepas sari system ekonomi, karena UMKM
merupakan salah satu pelaku riil dalam perekonomian, sementara itu kita
memahami bahwa saat ini bangsa Indonesia menerapkan system ekonomi
campuran, ada model kapitalisme atau mekanisme pasar yang menentukan
semua aspek perekonomian yaitu apa yang di produksi, kepada siapa dan
bagaimana distribusinya, disisi lain ada model sosialisme yang mana
1 Mansur, Strategi Baru Untuk Kemiskinan, (ucuy.blogspot.com, diakses pada tanggal 20
Maret 2008)
dicirikan masih adanya beberapa kebijakan ekonomi yang masih di tangan
Negara, sementara itu system syariah masih mencari bentuk.2
Sampai saat ini peranan UMKM perlu memaksimalkan potensi yang
dimiliki. Namun saat ini banyak penerapan peraturan yang tidak kondusif bagi
pengembangan UMKM misalnya terlalu banyak pungutan dan biaya-biaya
yang diterapkan sehingga mengakibatkan biaya tinggi, belum lagi pengurusan
ijin yang selain menghabiskan waktu juga sangat mahal yang mana bagi
UMKM yang baru memulai usaha merupakan biaya perijinan yang tidak
sedikit. Fenomena ini merupakan suatu yang kontra produktif sebab
seharusnya pihak pemerintah memberi kemudahan lebih dahulu baru meminta
hak, atau dengan kata lain bagaimana memperbanyak objek yang akan
dipungut supaya lebih banyak. Sesuai data pada tahun 2003 jumlah tenaga
kerja yang ditampung oleh usaha mikro dan kecil 7,4 juta orang, usaha
menengah 1,2 orang dan usaha besar 55.760 orang. Sementara itu kepedulian
pemerintah daerah terhadap UMKM masih sangat rendah, terlihat dari alokasi
dana anggaran untuk pengembangan UMKM baru 0,85 % secara rata-rata dari
APBD. Jika kita melihat data ini maka kita dapat mengatakan bahwa solusi
terbaik untuk mengurangi pengangguran adalah pemberdayaan UMKM
melalui Lembaga Keuangan Syariah.
2 Muhammad Asdar, Strategi Pemberdayaan UMKM, International seminar on Islamic as a
Solution, 2005, hal. 159
System ekonomi Islam diyakini mampu membawa masyarakat Islam
untuk dapat sejajar dengan bangsa lain dalam membangun perekonomian,
mengapa demikian, karena Indonesai mempunyai pemeluk agama Islam
terbesar didunia. Untuk itu diperlukan upaya mengkaji dan mengembangkan
ekonomi Islam lewat seminar, penelitian terapan dan penerapan atau praktek
di dunia usaha dengan prinsisp-prinsip ekonomi Islam agar dapat terwujud
masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan syariat Islam.
Salah satu yang di inginkan masyarakat Islam adalah perekonomian
yang tidak mengenal bunga karena ini di anggap riba, larangan riba sudah
semenjak nabi Musa dan nabi Isa. Selain itu Islam melarang perbuatan apa
saja termasuk konteks ekonomi yang membahayakan kepentingan diri pribadi,
dan kepentingan masyarakat. Riba merupakan rampasan terhadap kelelahan
orang lain, penghisapan tenaga oleh orang yang bermodal cukup, bahkan
dapat melenyapkan jiwa gotong royong, tolong menolong serta percaya
mempercayai. Allah SWT berfirman: yang artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, takutlah pada Allah dan tinggalkanlah dari hal rtiba, kalau benar-
benar kamu itu beriman”. (al-Baqarah 278). Islam memandang bahwa
kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah
menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya
(QS 30:40; QS 11:6) dan pada saat yang sama Islam telah menutup peluang
bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi
setiap individu (QS 67:15). Setiap makhluk memiliki rizki-nya masing-masing
(QS 29:60) dan mereka tidak akan kelaparan (QS 20: 118-119).3
Oleh karenanya, untuk menciptakan pondasi ekonomi yang kuat dan
agar hasil pembangunan dapat dinikmati oleh semua komponen bangsa, maka
seluruh lapisan masyarakat harus diberdayakan semaksimal mungkin.
Pemberdayaan UMKM merupakan model pembangunan ekonomi yang
menekankan pada kekuatan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan.
Masyarakat Mandiri Parung Bogor sebagai sebuah Lembaga
Nirlaba yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat miskin di
pedesaan dan perkotaan, telah melakukan program pengembangan
kemandirian masyarakat untuk memperkuat visi dan misi sebagai wahana
pemberdayaan berbagai komunitas dhuafa atau yang terpinggirkan, sehingga
mereka mencapai kemandirian. Sebagai sebuah contoh, kampung tahu-salah
satu binaan Masyarakat Mandiri- yang diperlukan komunitas home industry
tahu tentu lembaga keuangan. Kampung tahu yang hampir berjumlah 200
Industri Rumah Tangga (IRT) tahu telah mampu mengatur cashflow,
menyiasati perputaran keuangannya. Dalam konteks ini, Masyarakat Mandiri
sebagai sebuah lembaga pemberdayaan telah mampu menciptakan micro-
enterpreneur tahu dengan pembinaan yang kuat.
3 "Cara Islam Mengatasi Kemiskinan" Republika, 8 September 2006, h. 20
Pembinaan yang dilakukan oleh Masyarakat Mandiri telah mampu
menciptakan micro-enterpreneur yang handal dengan pembentukan lembaga
keuangan local yang berafiliasi dengan lembaga-lembaga keuangan syariah
setempat untuk mampu memenuhi kebutuhan keuangan lembaga local
tersebut. Lembaga local yang di bangun oleh Masyarakat Mandiri merupakan
media pembinaan terhadap nasabah dengan pembinaan dengan prinsip
syariah.4
Untuk itulah dirasa perlu membahas sejauh mana pertumbuhan
UMKM melalui pembinaan Lembaga-lembaga Nirlaba seperti yang
dikembangkan oleh Masyarakat Mandiri yang mempunyai orientasi
pengembangan ekonomi Syariah serta bagaimana strategi yang diterapkan
lembaga tersebut dalam rangka menumbuh kembangkan UMKM sebagai
upaya mengentaskan kemiskinan yang akan diangkat dalam sebuah judul
”STRATEGI LEMBAGA NIRLABA DALAM UPAYA
PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
(UMKM) (Studi Pada Lembaga Nirlaba Syariah Masyarakat Mandiri
Parung, Bogor)”.
4 Hery Djatmiko K, Lapak-Lapak Metropolitan, (Jakarta: Khairul Bayan Press, 2006), hal.
200
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian singkat pada latar belakang di atas, terlihat banyak
faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan yang di akibatkan dari
tingkat penganggurang yang sangat tinggi, diantaranya:
a. Bagaimana strategi yang tepat untuk mengurangi tingkat kemiskinan?
b. Apakah pemberian modal usaha kepada masyarakat dapat
mendongkrak pendapatan masyarakat?
c. Apakah pola pemberdayaan dalam ruang konsep Islam menjadi
alternatif bagi permasalahan kemiskinan yang semakin akut.?
d. Apakah akan ada pengaruh yang signifikan dengan adanya
pengembangan konsep strategi terhadap pengurangan tingkat
kemiskinan?
e. Apakah dengan berdayanya sektor UMKM akan mengurangi tingkat
kemiskinan?
2. Pembatasan Masalah
Berawal dari uraian yang telah dipaparkan di atas, melihat luasnya
pembahasan mengenai usaha mikro kecil menengah maka penulis
memfokuskan penelitian hanya pada pengaruh strategi yang
dikembangkan oleh Lembaga Masyarakat Mandiri sebagai sebuah
lembaga nirlaba syariah terhadap pemberdayaan UMKM.
3. Rumusan Masalah
a. Apa yang melatarbelakangi Dompet Dhuafa mendirikan Masyarakat
Mandiri?
b. Strategi apa yang diterapkan Masyarakat Mandiri dalam upaya
pemberdayaan UMKM?
c. Apa dampak strategi yang diterapkan terhadap nasabah binaan (Mitra)
Lembaga Nirlaba Masyarakat Mandiri sebagai upaya pemberdayaan
UMKM?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Memberikan sumbangsih data yang terjadi di lapangan dalam
kaitannya dengan perkembangan dan pertumbuhan lembaga keuangan
atau lembaga pembinaan berbasis syariah dalam pembinaan
masyarakata menengah ke bawah khususnya.
b. Mengetahui sejauhmana peran Lembaga Keuangan Syariah saat ini
telah mampu menjadi lembaga yang bisa eksis ditengah-tengah krisis
multi-dimensi
c. Memahami lebih jauh strategi-strategi yang dikembangkan oleh
lembaga-lemabaga keuangan syariah dalam upaya pemberdayaan
UMKM.
d. Meneliti dan mengetahui keunggulan strategi yang dikembangkan
Masyarakat Mandiri.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara teoritis, sebagai pengembangan ilmu pengetahuan muamalah
pada umumnya dan khususnya menyangkut Strategi Lembaga
Keuangan Syariah dalam memainkan perannya sebagai lembaga yang
ikut andil dalam memerangi kemiskinan.
b. Secara praktis, memberikan informasi kepada masyarakat khusunya
para praktisi lembaga pemberdayaan masyarakat serta praktisi
lembaga-lembaga keuangan yang mempunyai komitmen sebagai
lembaga pemberdayaan masyarakat menengah ke bawah (masyarakat
miskin) serta pengusaha kecil dan menengah maupun pelaku ekonomi
syariah mengenai strategi strategi pemnberdayaan UMKM dari sudut
pandang lembaga keuangan Islam khususnya yang telah
dikembangkan oleh masyarakat mandiri sebagai lembaga nirlaba yang
menggunakan sistem keuangan syariah.
D. Metode Penelitian
Penelitian merupakan sebuah metode untuk menemukan kebenaran yang
juga merupakan sebuah pemikiran kritis (Critical Thinking). Penelitian
meliputi pemberian definisi dan redefinisi terhadap masalah,
menginformasikan hipotesis atas jawaban sementara, membuat kesimpulan
dan sekurang-kurangnya mengadakan pengujian yang hati-hati atas semua
kesimpulan untuk menentukan apakah ia cocok dengan hipotesis.
7. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis yaitu penulis
menggambarkan permasalahan dengan didasari data yang ada kemudian
dianalisis lebih lanjut untuk kemudian di tarik kesimpulan. Dengan tipe
pendekatan studi kasus. Penulis mengadakan penelitian dengan melihat
dan menggambarkan tentang strategi pemberdayaan yang dikembangkan
lembaga Masyarakat Mandiri serta pengruhnya terhadap UMKM.
8. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Berkaitan dengan metode mana yang tepat, akan sangat tergantung
dari maksud dan tujuan penelitian (Tan dalam Kuoentjarabingrat,
1998: 14)5. Pendekatan penelitian dalam metode penelitian ini
ditemukan berdasarkan maksud dan tujuan penelitian. Pendekatan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan ini dipilih sesuai dengan definisi yang diberikan
5 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Gramedia Pustka Utama:
Jakarta, 1998), h. 14
oleh Licoln dan Cuba dalam buku Moleong (2004: 3)6 yang
mendefinisikan metode kualitatif sebagai metode penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
b. Jenis Penelitian
Penelitian ini memadukan dua jenis penelitian, yaitu:
1) Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Untuk menambah referensi serta kekayaan literature, penelitian ini
mengkaji lebih dalam literature yang ada, baik berupa buku,
catatan maupun laporan hasil penelitian terdahulu
2) Penelitian Lapangan (Field Research)
Penulis juga langsung terjun ke lapangan penelitian untuk
mendapatkan data hasil pengamatan lapangan atau informasi dari
responden. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu
metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,
suatu kondisi, suatu pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang.
9. Lokasi Pengumpulan Data
6 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kulaitatif, cet. Ke-18, (PT Remaja Rosdakarya:
Bandung, 2004), h. 3
Sesuai dengan objek penelitian lokasi untuk mengambil data lapangan
yang dipilih adalah Lembaga Nirlaba Masyarakat Mandiri dengan daerah
dampingan di Bidaracina, Jakarta Timur.
Lokasi ini dipilih karena kelompok sasaran di Bidaracina mengalami
sejumlah permasalahan. Permasalahan yang dihadapi adalah dampak yang
ditimbulkan dari adanya isu formalin dan bencana banjir yang melanda
wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Kedua maslaha utama itu
mengganggu perkembangan usaha dan tingkat kesejateraan pelaku usaha
mikro di Biadaracina. Pendapatan mereka menurun hingga hancurnya
usaha mereka yang satu-satunya sumber pendapatan mereka.
Dengan adanya program kredit mikro, permasalahan itu dapat
diminimalisasi. Para mitra mampu mempertahankan usahanya dan
beberapa mitra ada yang mengalami perkembangan usaha.
10. Instrumen Pengumpulan Data
a. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah kegiatan pengambilan/pengumpulan data
penelitian yang dilakukan melalui sumber data dari sejumlah buku,
laporan-laporan penelitian, laporan-laporan pelaksanaan progrm dan
dokumen-dokumen lainnya yang mempunyai relevansi dengan tema
penelitian. Kegiatan tersebuit dimaksudkan sebagai upaya untuk
menggali informasi serta memahami konsep-konsep yang selanjutnya
dijadikan landasan dalam menganalisa temuan lapangan.
b. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam digunakan untuk menggali lebih dalam
informasi yang terpendam dari para informan. Ini adalah salah satu
teknik yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk memperoleh
fakta di dalam masyarakat. Sugiono (2005)7 mengatakan bahwa
wawancara ini untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka.
Dalam penelitian ini, wawancara mendalam dilakukan untuk
memperoleh data mengenai strategi apa yang diterapkan lembaga
tersebut untuk menciptakan perubahan sosial khususnya kesejahteraan
masyarakat.
c. Observasi/Pengamatan terhadap objek
Pengamatan adalah metode pengumpulan data dimana peneliti
mencatat informasi sebagaimana yang diksikan selama penelitian.8
Kegiatan ini dilakukan dengan mengamati secara langsung subjek
penelitian yang telah ditentukan. Hal ini bisa dilakukan dengan
melihat, mendengarkan dan merasakan. Dalam penelitian ini gejala
yang diamati adalah setiap gejala yang bisa memberikan informasi
mengenai prodses pendampingan dan hambatan-hambatannya,
perkembangan usaha mitra.
11. Sumber Data
7 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Alfabeta: Bandung, 2005), h. 73 8 W. Gulo, Metodologi Penelitian, (PT. Grasindi: Jakarta, 2005), h. 116
a. Data Primer
Penulis mewawancarai langsung terkait dengan data yang dibutuhkan.
Dalam penelitian ini teknik pemilihan informan untuk mendukung
data primer adalah Purposive Sampling. Mengacu pada ketentuan itu,
maka dibuat teoritical sampling yang berfungsi sebagai petunjuk
seberapa banyak jumlah informan yang akan diwawancarai sesuai
dengan informasi atau data yang. Dibutuhkan dalam penelitian ini.
Secara singkat teoritical sampling dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 1. Teritical Sampling Informasi Yang Dibutuhkan Informan Jumlah
Gambaran Umum Lembaga dan Gambaran Umum Program
Program Manager
1 orang
Gambaran pelaksanaan pendampingan
Pendamping Mitra
1 orang
Pemberdayaan yang diperoleh mitra selama mengikuti program
Mitra 12 orang
Jumlah 14 orang
b. Data Sekunder
1) Dokumentasi atau arsip yang berhubungan dengan strategi
pemberdayaan, pertumbuhan UMKM, tingkat kemiskinan, dsb.
2) Penelitian kepustakaan (library research) dari buku, artikel dan
karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian
12. Teknik Pengolahan Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif
dan kuantitatif. Teknik Analisis Kualitatif yaitu data dari informasi yang
diperoleh diperbandingkan, dianalisis dan di tarik kesimpulan. Sedangkan
data kuantitatif diolah dengan memasukan tabel frekuensi. Hasil penelitian
dibuat tabel frekuensi relatif untuk setiap kategori dengan langsung dibuat
prosentase, sehingga akan langsung diketahui jumlahnya (sesuai dengan
proporsi jawaban sampel) dengan rumus
P = F / N 100 %
P = Prosentase F = Frekuensi yang sedang dicari presentasinya
N = Number of case
E. Tinjauan Pustaka (Review Kajian Terdahulu)
Diantara karya-karya terdahulu yang sudah ada adalah dalam
skripsinya Rahmat Sunandar Sholeh dengan judul “Strategi Pembiayaan Bank
Syariah Dalam Membantu Peningkatan UMKM” bahwa strategi pembiayaan
UKM dan ritel yang dilandasi sikap proaktif Perbankan Syariah kepada
wirausahawan yang juga adalah nasabah pemmbiayaan. Pelaksanaannya
murnni olehh bank syariah harus mempersiapkan SDM yang harus memiliki
kapasitas sebagai pemberdaya UMKM sekaligus mampu membangun moral
pada usaha yang dibinanya. Upaya untuk memperbesar porsi pembiayaan bagi
hasil di fokuskan pada UKM dan ritel. Pertimbangannya, karena dinilai sector
ini yang paling cocok untuk usaha syariah. Disampinng strategi
pemberdayaan UKM bank syariah melaksanakan strategi meningkatkan
efektivitas dan efisiensi jaringan distribusi dengan penambahan jaringan
ATM dan sentra pembiayaan, melanjutkan program yang terstruktur terhadap
debitur potennsial serta upaya litigasi terhadap debitur non-kooperatif,
mengintensifkan upaya peningkatan kualitas layanan.
Selain itu, dalam skripsi dengan judul Analisa Strategi Koperasui
Pondok Pesantren Al-Ikhlas Subang Jabar) 2006, memberikan kesimpulan
bahwa upaya yang telah dilakukan kopontren dalam pemberdayaan ekonomi
rakyat adalah:
1. Mengajak masyarakat unntuk bekerja sama dalam bidang ekonomi yang
sesuai dengan syariat, dengan harapan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat..
2. Membentuk penyuluhan tentang bagaimana usaha yang benar dengan
npara nasabah khususnya dan masyarakat umumnya.
3. Membantu permodalam pedagang kecil di wilayah sekitar kompontren
al-Ikhlas
4. Ekonomi rakyat pada dasarnya adalah kegiatan orang-orang dan atau
kelompok masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Oleh
karena itu dalam pengertian ekonomi rakyat melekat dikerjakan unsure
sendiri atau bersama-sama kecil, berorientasi pada kelangsungan
kehidupan , cenderung tradisional dengan tingkat keswadayaan yang
menonjol. Sesungguhnya ekonomi rakyat adalah suatu tatanan yang
memperjuangkan kesejahteraan masyaraat banyak berdasarkan keadilan,
karena itu untuk mencapai tujuan ekonomi rakyat, maka yang kita lihat
adalah suatu tatanan yang memperjuangkan kesejahteraan masyarakat
banyak berdasarkan keadilan, karena itu untuk mencapai tujuan ekonomi
rakyat maka yang kita lihat adalah pasal 33 UUD 1945. Pasal itu berisis
tentang politik perekonomian untuk mencapai kemakmuran masyarakat.
Tidak lain adalah kemampuan kebutuhan materil akan basic need tetapi
dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak dan bahkan
kemakmuran orang perorangan atau individu.
F. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam membaca hasil penelitian ini, penulis
menuangkan hasil penelitian ini secara sistematis dengan membaginya
menjadi 5 bab dengan beberapa sus bab. Rincian ini dari pembagian tersebut
adalah:
BAB I
: Pendahulauan, yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, manfaat dan manfaat
penelitian, tinjauan kepustakaan (review studi terdahulu),
metodologi penelitian, teknik penulisan dan sistematika
penulisan.
BAB II : Membahas tentang kajian teoritis yang didasarkan pada
Definis, karakteristik, problematika serta landasan dalam
pengembangannya dari ketiga aspek yang akan dibahas. Bab
II ini akan menjadi pedoman dalam menganalisis hasil
temuan lapangan yang akan disajikan pada Bab IV.
BAB III : Gambaran umum Lembaga Nirlaba Masyarakat Mandiri,
Sejarah Perkembangannya, Visi Misi, Tujuan, Struktur
Organisasi, pertumbuhannya, prinsip-prinsip serta nilai-nilai
dasar yang menjadi peran Masyarakat Mandiri.
BAB IV
: Bab ini membahas hasil penelitian, yang mencakup deskripsi
data, analisi data, interpretasi data serta penjabaran dan
berkaitan dengan strategi yang diterapkan oleh Lembaga
Nirlaba Masyarakat Mandiri, pengaruh strategi lembaga
yang dijabarkan dalam sebuah program pemberdayaan
masyarakat serta dampak dari strategi tersebut.
BAB V : Penutup, berupa kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Konsep Strategi
1. Pengertian Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti “seni
berperang”. Suatu strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk
mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat
untuk mencapai tujuan. Kata strategi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
stratogos, yang berarti memimpin. Dalam konteks awalnya, strategi diartikan
sebagai generalship atau suatu yang dilakukan oleh para jendral dalam
membuat rencana untuk menaklukkan musuh dan memenangkan peperangan.9
Sedangkan arti lain dari kata strategi yang masih sama Negara asal katanya
yaitu Yunani, bahwa strategi adalah stratogos yang berarti jendral.10 Definisi
strategi pertama kali dikemukakan oleh Chandler (1962: 13) menyebutkan
bahwa strategi adalah tujuan jangka panjang yang dari suatu perusahaan, serta
pendayagunaan serta alokasi semua sumberdaya yang penting untuk mencapai
tujuan tersebut.11
9 Setiawan Hari Purnomo dan Zulkiflimansyah, Manajemen Strategi Sebuah Konsep
Pengantar. (Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1999), h.08 10 George Stainer John Minner, Manajemen Strategi, (Jakarta : Erlangga, 2004) h.20.
11 Freddy Rangkuti, Abalisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal. 4
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa strategi
adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa-bangsa untuk
melaksanakan kebijakan tertentu di perang dan damai, atau rencana yang
cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. 12
Jadi pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana
dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing.
Menurut Stephanie K. Marrus, seperti yang dikutip Sukristono (1995), strategi
didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak
yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan
suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Selain
definisi-definisi yang sifatnya umum, ada juga yang lebih khusus, misalnya
dua orang pakar strategi, Hamel dan Prahalad (1995), yang mengangkat
kompetensi inti sebagai hal yang penting. Mereka berdua mendefinisikan
strategi yang terjemahannya seperti berikut ini:13
“Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti didalam bisnis yang
dilakukan.”
12 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), h.1092. 13 Husein Umar, Strategic Management in Action, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2001), h.31
Kemudian menurut Stainer dan Minner strategi adalah penempatan
misi perusahaan, penempatan sasaran organisasi dalam mengikat kekuatan
eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk
mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga
tujuan dan sasaran organisasi akan tercapai.14
Menurut webster’s New Dictionary, strategi adalah ilmu untuk
merencanakan dan mengarahkan operasi-operasi militer berskala besar,
mengarahkan pasukan ke posisi yang paling paling menguntungkan sebelum
pertempuran dengan musuh yang sebenarnya.15 Sehingga penggunaan istilah
strategi lebih dominan dalam situasi peperangan, sebagai tugas seorang
komandan dalam mengahadapi musuh, yang bertanggung jawab mengatur
cara atau teknik untuk memenangkan peperangan.16
Menurut F. Gluek, strategi adalah rencana yang disatukan, luas dan
terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi perusahaan dengan
tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama
dari perusahaan itu dapat di capai melalui pelaksanaan yang tepat oleh
organisasi.17
14 George Steiner dan John Minner, Manajemen Strategik, (Jakarta : Erlangga, 2004), h.20 15 ibid 16 Hadaari Nawawi, Manajemen Stategik, Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan,
(Yogyakarta, Gajah Mada University Press 2003), cet. 2 h. 147. 17 Rokhmad Slamet, Seminar Akademik Program BBA Jakarta Institute of Manajemen
Studies, (Jakarta: 24 Maret, 2001), h.2
Adapun pengertian lain strategi adalah ilmu dan seni menggunakan
kemampuan bersama sumber daya dan lingkungan secara efektif yang terbaik.
Terdapat empat unsur penting dalam pengertian strategi, yaitu: kemampuan,
sumber daya, lingkungan, dan tujuan.18 Empat unsur tersebut, sedemikian
rupa disatukan secara rasional dan indah sehingga muncul beberapa alternatif
pilihan yang kemudian dievaluasi dan diambil yang terbaik.
2. Dasar-dasar Strategi
Manajemen strategi merupakan arus keputusan dan tindakan yang
mengarah pada perkembangan suatu strategi. Strategi yang efektif membantu
tercapainya sasaran perusahaan. Proses manajemen strategi adalah cara
dengan jalan mana perencanaan strategi merupakan sarana untuk mencapai
tujuan akhir. Keputusan ini mencakup definisi dengan bisnis, produk dan
pasar yang harus dilayani, fungsi yang harus dilaksanakan dan kebijaksanaan
utama yang diperlukan untuk mengatur dalam melaksanakan keputusan ini
demi mencapai sasaran.19
Seiring dengan perkembangan zaman dan pola fikir manusia, strategi
militer seringkali diadopsi dan diterapkan dalam lembaga profit ataupun non-
profit. Banyak terdapat kesamaan antara strategi bisnis non-profit maupun
militer, berusaha untuk mengunakan kekuatan-kekuatan mereka sendiri dalam
18 Imam Mulyana, Mengupas Konsep Strategi, (www.id.shvoong.com, diakses pada tanggal 2
April 2008) 19 ibid
menggempur kelemahan lawan. Seperti yang diungkapkan Carl Van
Clausewitz 1780-1831 bahwa “strategi terbaik selalu manjadi amat kuat,
mula-mula secara umum lalu kemudian dengan tujuan tertentu tidak ada
hukum yang lebih jelas dan lebih sederhana untuk strategi selalin menyatukan
kekuatan”.20
Stoner dan Freeman mendefinisikan konsep strategi berdasarkan pada
dua perspektif yang berbeda,yaitu:
1. Dari perspektif apa dilakukan (intent to do)
Perspektif ini mendefinisikan strategi sebagai program untuk menentukan
dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya,
bahwa manajer memainkan peranan yang aktif, sadar dan rasional dalam
merumuskan strategi oragnisasi.
2. Dari perspektif apa yang terakhir lakukan (eventualy does)
Perspektif ini mendefinisikan strategi sebagai pola tanggapan atau respon
terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Pandangan ini diterapkan bagi
para manajer yang bersifat kreatif, yang hanya menanggapi dan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan pasif manakala dibutuhkan.
Pernyataan strategi secara eksplisit merupakan kunci keberhasilan dalam
menghadapi perubahan dalam lingkungan bisnis.
20 Warren J. Keegan, Manajemen Pemasaran Global,Terjemah Alexnader Sindoro & Tanty
Syahlena Tarigan, MM., (Jakarta: PT. Indek Kelompok Gramedia, 2003), edisi 6 h. 1
Untuk mengetahui sejauh mana indikator keberhasilan dari sebuah
strategi, maka perlu kita memahami terlebih dahulu tipe-tipe strategi
dasar.21 Pada dasarnya terdapat tiga pilihan dasar strategi dasar bagi
manajer yang meraih kesuksesan pada lingkungan eksternal yang
beragam, yakni:22
1) Strategi Stabilitas
Strategi ini merupakan yang paling lazim digunakan dalam organisasi.
Strategi ini mempertahankan tindakan-tindakan organisasi saat ini, jadi
merupakan kelanjutan dari tindakan dari strategi yang telah di
agendakan sebelumnya. Alasan penerapan itu antara lain:
• Prestasi organisasi saat ini telah cukup memuaskan.
• Risiko akan tindakan rendah karena umumnya tidak adanya
tindakan yang baru.
• Karena merupakan tindakan lanjutan, tindakan-tindakan mudah
diambil.
• Organisasi memerlukan masa teduh setelah menerapkan strategi
lain.
21 Imam Mulyana, Mengupas Konsep Strategi, (www.id.shvoong.com, diakses pada tanggal 2
April 2008) 22 Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep, (Jakarta : Prenhalindo, 2002), h. 54
2) Strategi Pertumbuhan
Strategi ini merupakan strategi yang bersifat ekspansi dari
keadaan saat ini. Strategi ini berbentuk integrasi vertical, terobosan
pasar dan diversifikasi. Strategi integrasi vertikal merupakan salah satu
bentuk strategi pertumbuhan yang diterapkan organisasi dengan
perusahaan menguasai atau mengendalikan pasokan lain (integrasi
vertical kebelakang) atau menguasai system distribusi produknya
(integrasi vertical kedepan). Terobosan pasar merupakan strategi untuk
meningkatkan penjualan produk melalui kegiatan pemasaran yang
lebih agresif untuk produk dan pasar saat ini. Sedangkan diversifikasi
merupakan pertumbuhan melalui pemasaran produk baru untuk pasar
baru.
Beberapa alasan mengapa organisasi lebih memilih strategi
pertumbuhan. Antara lain adalah:23
• Untuk bertahan dalam jangka panjang dan pada industry yang
lebih mudah berubah.
• Asumsi para manajer yang beranggapan bahwa pertumbuhan
sama halnya dengan keefektifan, sehingga jika perusahaan
tumbuh maka dianggap efektif.
23 Gugup Kusmono, Manajemen Lanjutan, (Jakarta, Karunika Universitas Terbuka, 1997), h.
130
• Strategi pertumbuhan dipercaya mampu memberikan efek
sosial yang positif dan terjadinya multiplier efek yang positif.
• Para manajer membutuhkan pengakuan dan prestasi.
3) Strategi Penciutan
Strategi ini pada dasarnya, organisasi menerapkan strategi penciutan
mempunyai tujuan untuk mengejar efisiensi operasi tertinggi. Strategi
sangat tidak popular, penerapannya lebih dikarenakan pemaksaan dan
mengindikasikan organisasi dalam keadaan bangkrut. Strategi
penciutan berimplikasi pada keputusan untuk menciutkan operasi
organisasi demi peningkatan efisiensi.
3. Tahapan Strategi
Strategi juga melalui berbagai tahapan dalam prosesnya, secara garis
besar strategi melalui tiga tahapan, yaitu :24
a. Perumusan Strategi
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah merumuskan strategi
yang akan dilakukan. Sudah termasuk didalamnya adalah pengembangan
tujuan, mengenai peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan
kelemahan secara internal, menetapkan suatu objektifitas, menghasilkan
strategi alternatif, dan memilih strategi untuk dilaksanakan. Dalam
perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk memutuskan,
24 Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep, (Jakarta : Prenhalindo, 2002), h.30
memperluas, menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam proses
kegiatan.
b. Implementasi Strategi
Setelah kita merumuskan dan memilih strategi yang telah ditetapkan,
maka langkah berikutnya adalah melaksanakan strategi yang ditetapkan
tersebut. Dalam tahap pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat
membutuhkan komitmen dan kerja sama dari seluruh unit, tingkat, dan
anggota organisasi.
c. Evaluasi Strategi
Tahap akhir dari strategi ini adalah evaluasi implemenatsi strategi.
Evaluasi strategi diperlukan karena keberhasilan yang telah dicapai dapat
diukur kembali untuk menetapkan tujuan berikutnya. Evaluai menjadi
tolak ukur untuk strategi yang akan dilaksanakan kembali oleh suatu
organisasi dan evluasi sangat diperlukan untuk memastikan sasaran yang
dinyatakan telah dicapai. Ada tiga macam kegiatan mendasar untuk
mengevaluasi strategi, yakni :
1). Meninjau faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar
strategi. Adanya perubahan yang ada akan menjadi satu hambatan
dalam pencapaian tujuan, begitu pula dengan faktor internal yang
diantaranya strategi tidak efektif atau hasil implementasi yang buruk
dapat berakibat buruk pula bagi hasiil yang akan dicapai.
2). Mengukur prestasi (membandingkan hasil yang diharapkan dengan
kenyataan). Prosesnya dapat dilakukan dengan menyelidiki
penyimpanan dari rencana, mengevaluasi prestasi individual, dan
menyimak kemajuan yang dibuat kearah pencapaian sasaran yang
dinyatakan. Kriteria untuk mengevaluasi strategi harus dapat diukur
dan mudah dibuktikan, kriteria yang meramalkan hasil lebih penting
dari pada kriteria yang mengungkapkan apa yang terjadi.
3). Mengambil tindakan korektif untuk memastikan bahwa prestasi sesuai
dengan rencana. Dalam hal ini tidak harus berarti bahwa strategi yang
ada yang ditinggalkan atau harus merumuskan strategi yang baru.
Tindakan korektif diperlukan bila tindakan atau hasil tidak sesuai
dengan yang dibayangkan semula atau pencapaian yang diharapkan.
B. Lembaga Nirlaba
1. Pengertian Lembaga Nirlaba
Kartajaya dan Ismawan menyebutkan bahwa:25
"Organisasi atau lembaga nirlaba adalah lembaga yang bergerak dalam bidang pengmbangan sosial yang bertujuan membantu orang memcahkan persoalan pribadi, keluarga atau masyarakat agar mereka dapat menyesuaikan atau
meningkatkan peran sosialnya dengan lebih baik."
Sedangkan menurut Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan menyebutkan
bahwa:26
25 Bustami, Pemberdayaan Lembaga N0n-profit Untuk Pengurangan Penganngguran,
(ISIES: Medan, 2005), h. 174
"Organisasi nirlaba secara umum adalah suatu institusi yang dalam menjalankan organisasinya tidak berorientasi mencari laba. Namun demikian buakan berarti organisasi nirlaba tidak dibolehkan menerima atau menghasilkan keuntungan tersebut dipergunakan untuk menutup biaya
operasional atau kembali disalurkan atau kegiatan utamanya lagi."
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan organisasi
nirlaba kegiatan utamanya adalah tidak bertujuan mencari keuntungan secara
materi akan tetapi usaha hidup organisasi sangat tergantung dari berbagai
sumbangan yang diberikan oleh pihak-pihak yang percaya kepada organisasi.
2. Dasar-dasar dan Prinsip-prinsip Lembaga Nirlaba
Seni membangun dukungan komprehensif bagi sebuah organisasi
nirlaba, adalah aktivitas penyadaran berbasis kesadaran akan multi-benefit
dari adanya suatu dukungan terhadapnya. Dengan ini, keberlanjutan
organisasi bisa terus terpelihara
Agar sumberdaya organisasi nirlaba "bernilai jual", mereka benar-
benar dipoles sehingga sanggup memberi value kepada stakeholder-nya.
Wajah organisasi nirlaba, terlihat dari program yang "dijual" dan "seni
menjual" yang diekspresikan oleh para pengelolanya. Organisasi nirlaba pun,
perlu menjalankan prinsip marketing. Berikut ini, sembilan prinsipnya -
terinspirasi dari pandangan Hermawan Kartajaya.27
26 Saharti, Laporan Bulanan MM-DD Desa Buana jaya: Pelayanan dan Pemberdayaan,
(Jakarta: MM, 2002), h. 27 27 www.masyarakatmandiri.org (diakses pada tanggal 25 Juni 2008)
a. Segmentation: view your market creatively. Segmentasi artinya organisasi
nirlaba harus melihat "pasar"nya secara kreatif, jangan hanya menjadi
follower.
b. Targetting: allocate your resources effectively. Alokasikan sumberdaya
yang ada pada "target pasar" donor yang sesuai dengan karakteristik
lembaga.
c. Positioning: lead your customer credibly. Bahwa organisasi nirlaba harus
sanggup meyakinkan stake holder.
d. Differentiation, integrate your content and context. Content, adalah apa
yang menjadi isi (aktivitas) organisasi; sedangkan context adalah
bungkusnya.
e. Marketing Mixed: integrate your offer and access. Marketing mix meliputi
4P, product, price, place and promotion. Produk pada organisasi nirlaba,
adalah program dan layanannya pada stakeholder/konstituen.
f. Selling: build long-term relationship with your customer. Lakukanlah
hubungan jangka panjang dengan customer atau konstituen organisasi
anda.
g. Brand: Avoid the Commodity-Like Trap. Branding, adalah langkah
menghindarkan organisasi nirlaba yang anda kelola dari pencitraan seperti
kebanyakan organisasi nirlaba.
h. Service: make service as your way of life. Jadikan servis sebagai way of
life setiap aktivitas organisasi nirlaba. Servis, bukan layanan biasa, ia ada
tiga tingkat: intelektual, emosional, dan spiritual.
i. Process: improve your quality, cost, and delivery. Proses, tak lebih dari
QCD - quality, cost, delivery. Selalulah berpikir memberi layanan
berkualitas, hemat biaya, dan tepat waktu.
3. Ruang Lingkup Lembaga Nirlaba
Sektor nirlaba dalam suatu perekonomian merupakan sektor penting
untuk beberapa alasan. Pertama, masyarakat menginginkan barang dan jasa
tertentu yang oleh perusahaan atau lembaga pencari laba tidak dapat atau tidak
akan disediakan. Kedua, organisasi swasta nirlaba cenderung menerima
manfaat dari masyarakat, yang perusahaan pencari laba tidak dapat
memperolehnya. Status penerima kelebihan pajak adalah salah satu manfaat
utama yang diterima organisasi nirlaba.28
Karena berbagai tekanan pada organisasi nirlaba untuk menyediakan
lebih banyak jasa dibandingkan jumlah sponsor yang mendukung dan klien
yang dapat membayar jasa tersebut, organisasi-organisasi nirlaba sedang
mengembangkan berbagai strategi untuk membantu mereka memenuhi
sasaran jasa yang mereka inginkan. Dua strategi yang populer digunakan
28 J. David Hunger dkk, Manajemen Startegis, Terj. Julianto Agung, (Yohyakarta: Andi,
2003), hal. 533
adalah strategic piggibacking dan merger dan keterkaitan inter-
organisasional.29
a. Strategic Piggibacking ini diciptakan oleh R. P. Nielsen. Istilah Strategic
Piggibacking ("naik kuda-kudaan") merujuk pada pengembangan sebuah
aktivitas baru bagi organisasi nirlaba yang akan menghasilkan dana-dana
yang diperlukan untuk menutupi selisih antara penerimaan dan
pengeluaran. Secara khusus, aktivitas baru itu dalam beberapa hal terkait
dengan misi organisasi nirlaba, namun tujuannya adalah untuk
membantu mensubsidi program-program jasa utama. Organisasi nirlaba
harus memiliki lima sumber daya berikut ini sebelum organisasi itu
memulai aktivitas untuk memperoleh penerimaan:
• Memiliki sesuatu untuk dijual
• Memiliki orang-orang dengan bakat manejemen dalam jumlah yang
cukup
• Dukungan dewan pengawas
• Mempunyai sikap kewirausahaan
• Memiliki modal usaha
b. Merger dan Inter-organisasional adalah pengembangan jalinan kerja
sama antar organisasi, yang sering digunakan oleh organisasi nirlaba
sebagai jalan untuk memperkuat kapasitas mereka dalam melayani para
29 Ibid., h. 541
kliennya, atau untuk memperoleh sumber daya dengan tetap
mempertahankan identitas mereka.
C. Pemberdayaan dan UMKM
1. Pemberdayaan
a. Pengertian Pemberdayaan
Menurut Bariadi (2005)30, kata pemberdayaan adalah terjemahan dari
istilah bahasa Inggris yaitu empowerment. Pemberdayaan (empowerment)
berasal dari kata dasar power yang berarti kemampuan berbuat, mencapai,
melekukan atau memungkinkan. Awalan em berasal dari bahasa latin dan
yunani, yang berarti didalamnya, karena itu pemberdayaan dapat berarti
kekuatan dalam diri manusia, suatu sumber kreativitas.
Bariadi (2005)31 juga meyebutkan bahwa istilah pemberdayaan
diartikan sebagai upaya memperluas horison pilihan bagi masyarakat,
dengan upaya pendayagunaan potensi, pemanfaatan yang sebaiki-baiknya
dengan hasil yang memuaskan. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk
melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.
30 Lili Bariadi, dkk., Zakat dan Wirausaha, (CED: Jakarta, 2005), h. 53 31 ibid
Menurut Hendi (2005)32, pemberdayaan adalah suatu upaya untuk
merubah suatu keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya yang dibangun
berdasarkan potensi lokal. Pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai upaya
yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan atau daya (power) pihak-
pihak yang tidak ataupun kurang berdaya.
Berdasarkan definisi-definisi pemberdayaan di atas, dapat dinyatakan
bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-
individu yang mengalami masalah kemiskinan (suharto, 1997)33.
b. Pola-Pola Pemberdayaan
1). Pola Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pola pemberdayaan ini mempunyai ciri-ciri atau unsur-unsur pokok
sebagai berikut (bariadi, 2005)34:
o Mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
o Mempunyai wadah kegiatan yang terorganisir.
o Aktivitas yang dilakukan terencana, serta harus sesuai dengan
kebutuhan dan sumberdaya setempat.
32 Hendi, Ekonomi Pemberdayaan Umat, http//: hendi45.blogspot.com. di akses pada tanggal
28 Agustus 2008 33 Edi Suharto, Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Spektrum Pemikiran),
(Lembaga Studi Pembangunan STKS: Bandung, 1997), h. 43 34 Lili Bariadi, dkk., Zakat dan Wirausaha, (CED: Jakarta, 2005), h. 54
o Ada perubahan sikap pada masyarakat sasaran selama tahap-tahap
pemberdayaan.
o Menekankan pada peningkatan partisipasi masyarakat dalam ekonomi
terutama dalam wirasaha.
o Ada keharusan membantu seluruh lapisan masyarakt khususnya
masyarakat lapisan bawah. Jika tidak, maka solidaritas dan kerjasama
sulit tercapai.
Dengan demikian pola-pola pemberdayaan ekonomi masyarakat bukan
sekedar diartikan sebagai keharusan masyarakat untuk mengikuti suatu
kegiatan tetapi kontribusi mereka dalam setiap tahapan yang masti dilalui
oleh suatu program kerja pemberdayaan ekonomi masyrakat.
2). Pola Pendekatan dalamPemberdayaan UKM
Secara umum kegiatan pemberdayaan wirausaha atau para pengusaha
kecil dan mikro yang dilakukan oleh berbagai lembaga dan institusi dapat
dibagi pada tiga pendekatan (bariadi, 2005)35:
o Pendekatan yang memandang masyarakat yang menjadi sasaran proses
diffusi sebagai objek semata.
o Pendekatan yang dilakukan dengan memberikan rangsangan dan
motivasi kepada masyarakat yang dijadikan sasaran diffusi untuk
memikirkan permasalahan yang dihadapinya.
35 Lili Bariadi, dkk., Zakat dan Wirausaha, (CED: Jakarta, 2005), h. 64
o Kombinasi dari pendekatan pertama dan kedua. Dimana pada
pendekatan ini masyarakat dipandang sebagai kelompok manusia yang
perlu dituntun kejalan yang tepat, serta diberikan kesempatan yang
tepat, serta diberikan kesempatan yang untuk memikirkan dan
merancang pengembangan potensi mereka sendiri.
3). Pola Pendekatan Islam Dalam Pemberdayaan UKM
Pendekatan yang digunakan islam dalam pemberdayaan masyarakat
miskin secara garis besar ada tiga, yaitu (bariadi, 2005)36:
o Pendekatan parsial kontinue
Yaitu pemberian bantuan kepada masyarakat miskin yang dilakukan
secara langsung. Hal ini diberikan kepada orang yang tak sanggup
untuk bekerja sendiri misalnya orang cacat abadi, lansia, orang buta
dan lain-lain.
o Pendekatan struktural
Yaitu pemberian pertolongan secara kontinue agar masyarakat dapat
mengatasi kelemahannya. Hal ini diberikan kepada mereka yang
mempunyai komitmen kemitraan yang memiliki skill untuk
dikembangkan.
o Tahap partisipatoris
36 Lili Bariadi, dkk., Zakat dan Wirausaha, (CED: Jakarta, 2005), h. 62
Yaitu mengupayakan perubahan dan suntikan dana (Zakat, Infak,
Shadaqah) secara struktural terhadap masyarakat yang aktif dan
terampil dalam mengembangkan usaha baik skala kecil maupun
menengah.
Ketiga pendekatan ini diharapkan dapat menghantaran pada
tahap emansipatif yaitu menjadi muslim yang berkualitas dan
penyantun sesama.
c. Tahapan-Tahapan Pemberdayaan
Guna mencapai perubahan yang lebih baik maka tahapan siklikal
pemberdayaan haruslah melewati beberapa tahapan-tahapan, yaitu (bariadi.
2005)37:
1) Tahap pengenalan masyarakat terhadap ekonomi
2) Tahap pengenalan permasalahan dan identifikasi kebutuhan wirausaha
3) Tahap penyadaran masyarakat akan pentingnya pengusaha
4) Tahap implementasi rencana kegiatan
5) Tahap evaluasi implementasi rencana kegiatan
6) Tahap perluasan pemberdayaan masyarakat
Menurut Bariadi (2005)38 tahap pengenalan di atas merupakan tahapan
siklikal yang dapat berputar seperti suatu siklus guna mencapai perubahan
yang lebih baik. Adapun upaya memberdayakan masyarakat haruslah:
37 Lili Bariadi, dkk., Zakat dan Wirausaha, (CED: Jakarta, 2005), h. 60
1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang dalam berwirausaha dalam skala kecil dan
menengah.
2) Pemberdayaan dengan cara membangun daya, mendorong,
memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkan kualitas
sumberdaya manusia menjadi fokus diprioritaskan.
3) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam
kontek ini makas pembangunan kelembagaan sosial, ekonomi politik
menjadi penting artinya.
4) Penyediaan berbagai masukan (input)
5) Pembukaan akses kepada berbagai peluang (oppoutunities) yang akan
membuat masyarakat menjadi makin berdaya.
d.. Indikator Pemberdayaan
Indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses seringkali
diambil dari tujuan sebuah pemberdayaan yang menunjukan pada keadaan
atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial: yaitu masyarakat
miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan
dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat
fisik, ekonomi, maupaun sosial seperti yang memiliki kepercayaan diri,
38 Lili Bariadi, dkk., Zakat dan Wirausaha, (CED: Jakarta, 2005), h. 61
mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupannya (Subianto, 2004).39
Sedangakan indikator keberhasilan program yang dipakai untuk mengukur
pelaksanaan program-program dari sebuah pemberdayaan masyarakat
adalah sebagai berikut (Sumodiningrat, 1999)40:
1) Berkurangnya jumlah penduduk miskin
2) Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh
penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia
3) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
4) Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan semakin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin
kuatnya permodalan kelompok, makin rapi sistem administrasi
kelompok, serta semakin luasnya interaksi ke kelompok dengan
kelompok lain di dalam masyarakat.
5) Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang
ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu
memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
39 Achmad Subianto, Ringkasan dan Bagaimana Membayar Zakat, (Yayasan Bermula dari
Kanan: Jakarta, 2004), h. 40 40 Gunawan Sumodiningrat, Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengaman Sosial,
(Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 1999), h. 29
Ismawan (2001)41 berpendapat bahwa pemberdayaan sesungguhnya
mengacu pada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan
memanfaatkan akses ke dan kontrol atas sumber-sumber daya yang penting.
Tentu saja sebuah usaha yang pemberdayaan tidak dapat dilepaskan dari
perspektif pengembangan manusia bahwa pembangunan manusia
merupakan pembentukan aspek pengakuan diri, kemandirian, kemampuan
bekerja sama, dan toleran terhadap sesamanya, dengan menyadari potensi
yang dimilikinya.
Dalam panduan program Inpres Desa Tertinggal masyarakat miskin
dianggap berdaya apabila telah mampu meningkatkan kesejahteraan sosial-
ekonominya melalui peningkatan kualitas SDM, peningkatan kemampuan
permodalan, pengembangan usaha, dan pengembangan kelembagaan usaha
bersama dengan menerapkan prinsip gotong royong dan partisipaso
(Ismawan, 2001)42.
2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
a. Pengertian UMKM
41 Indra Ismawan, Sukses di Era Ekonomi Liberal Bagi Koperasi dan Perusahaan kecil dan
Menengah, (Gramedia: Jakarta, 2001), h. 55 42 Indra Ismawan, Sukses di Era Ekonomi Liberal Bagi Koperasi dan Perusahaan kecil dan
Menengah, (Gramedia: Jakarta, 2001), h. 37
Agar lebih lengkap pemahaman kita maka ada baiknya melihat beberapa
definisi yang ada dari berbagai pihak yang memiliki keterlibatan dengan
UMKM, definisi tersebut sebagai berikut:43
1) UU No. 9/1995 tentang Usaha Kecil, Usaha Kecil adalah aset yang
kurang dari 200 juta di luar tanah dan bangunan. Omzet tahunan
kurang dari Rp. 1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia.
Independen, tidak terafiliasi dengan usaha-usaha menengah-besar.
Boleh berbadan hukum, boleh tidak.
2) Badan Pusat Statistik, Usaha Mikro: mempunyai pekerja 5 orang,
termasuk tenaga keluarga yang tidak di bayar. Usaha Kecil:
mempunyai pekerja 5-19 orang. Usaha Menengah: mempunyai
pekerja 10-99 orang.
3) Bank Indonesia: Usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR tgl 5
Mei 1998: usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati
miskin. Dimiliki keluarga. Sumberdaya lokal dan teknologi
sederhana. Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry. Usaha Kecil
(UU No. 5/1995): aset Rp. 200 juta diluar tanah dan bangunan
dengan omzet tahunan Rp. 1 milyar. Usaha Menengah (SK Dir BI
No. 30/45/Dir/UK tgl 5 januari 1997): Aset 5 milyar untuk sektor
43 M. Asdar, Strategi Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Untuk Mengentaskan Kemiskinan Dan Pengurangan pengangguran, (International Seminar On Ismlamic Economics as a Solution, Medan, 2005), hal. 164
industri. Aset Rp. 600 juta diluar tanah dan bangunan untuk sektor
non-industri manufacturing. Omzet tahunan Rp. 3 milyar.
b. Karakteristik UMKM
Untuk melakukan pemberdayaan yang komprehensif maka kita perlu
memahami karakteristik dan problem UMKM, sehingga dengan mengetahui
kondisinya maka dapat dilakukan diagnosa lebih baik untuk menentukan
solusi terbaik yang kemudian dapat dijabarkan dalam sebuah strategi.
Adapun karakteristik UMKM adalah sebagai berikut:44
1) Mempunyai skala yang kecil, baik modal, penggunaan tenaga kerja
maupun orientasi pasar.
2) Banyak berlokasi di pedesaan, kota-kota kecil atau daerah pinggiran
kota besar
3) Status usaha milik pribadi atau keluarga
4) Sumber tenaga kerja berasal dari lingkungan sosial budaya (etnis,
geografis) yang direkrut melalui pola pemagangan atau melalui pihak
ketiga.
5) Pola kerja seringkali part time atau sebagai usaha sampingan dari
kegiatan lainnya.
6) Memiliki kemampuan terbatas dalam mengadopsi teknologi,
pengelolaan usaha dann administrasinya sederhana.
44 Alila Pramiyanti, "Studi Kelayakan Bisnis Untuk UKM", (Yogyakarta: Media Presindo,
2008), hal. 5
7) Struktur permodalan sangat terbatas dan kekurangan modal kerja serta
sangat bergantung terhadap sumber modal sendiri dan lingkungan
pribadi
8) Strategi perusahaan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang
sering berubah secara cepat.
c. Sektor-sektor UMKM
Usaha-usaha kecil dan mikro terdapat pada seluruh sektor perekonomian,
yaitu (DEKOPIN, 2002)45:
1) Sektor perkebunan
Usaha perkebunan yang termasuk usaha kecil dan mikro disini adalah
usaha perkebunan pada kebun-kebun rakyat yang terbagi dalam lahan
sempit.
2) Sektor pertanian
Usaha pertanian termasuk kategori usaha kecil, karena sebagian besar
dari mereka mengusahakan lahan pertanian yang luasnya kurang dari 1
hektar.
3) Sektor industri
Usaha kecil dan mikro pada sektor ini berwujud berbagai industri kecil
rumah tangga, yang menghasilkan berbagai jenis barang kerajinan dan
keperluan rumah tangga.
45 Ishak RS, Pemberdayaan Masyarakat Miskin, www.dekopin.com., di akses pada tanggal
29 Agustus 2008
4) Sektor perdagangan
Usaha kecil dan mikro pada sektor ini berwujud usaha perdagangan
yang dijalankan rakyat kecil di pasar-pasar tradisional, toko, kios dan
warung-warung di sepanjang jalan dan kampung-kampung dan
sebagainya.
5) Sektor kehutanan
Pada sektor kehutanan ini usaha kecil dan mikro berwujud pada rupa-
rupa usaha pemanfaatan hasil hutan.
d. Problem UMKM
Setelah memahami karakteristik UMKM maka langkah lebih lanjut adalah
memahami permasalahan-permasalah yang ada di dunia UMKM, adapaun
permasalahan tersebut antara lain:46
1) Kelemahan dibidang organisasi dan manajemen
2) Kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk
memperoleh jalur akses terhadap sumber-sumber permodalan
3) Kelemahan dalam memperoleh peluang dan memperbesar pangsa
pasar
4) Keterbatasan dalam kelemahan pemanfaatan akses dan penguasaan
teknologi, khususnya teknologi terapan.
46 Alila Pramiyanti, Studi Kelayakan Bisnis Untuk UKM, (Media Presindi: Yogyakarta, 2008),
h. 10
5) Masih rendahnya kualitas SDM yang meliputi aspek kompetensi,
keterampilan, etos kerja, karakter, kesadaran akan pentingnya
konsisten mutu dan standarisasi produk dan jasa, serta wawasan
kewirausahaan.
6) Keterbatasan penyediaan bahan baku mulai dari jumlah yang dapat
dibeli, standarisasi kualitas yang ada, maupun panjangnya rantai
distribusi bahan baku yang berakibat pada harga bahan baku itu
sendiri.
7) Sistem kemitraan yang pernah digulirkan selama ini, cenderung
mengalami distorsi di tingkat implementasi sehingga berdampak pada
sub-ordinasinya pelaku usaha mikro, kecil dan menengah
dibandingkan dengan mitra usahanya (usaha besar).
BAB III
GAMBARAN UMUM
LEMBAGA NIRLABA MASYARAKAT MANDIRI PARUNG, BOGOR
A. Sejarah Berdiri
Masyarakat Mandiri (MM) adalah sebuah Lembaga Nirlaba yang bergerak
dalam bidang pemberdayaan masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan, telah
melakukan program pengembangan kemandirian masyarakat untuk memperkuat visi
dan misi sebagai wahana pemberdayaan berbagai komunitas dhuafa atau yang
terpinggirkan, sehingga mereka mencapai kemandirian. Kehadirannya dibidani oleh
Dompet Dhuafa Republika (DD-R) pada tahun 2000.47
Kehadirannya tidak terlepas dari gejolak permasalahan sosial di Indonesia.
Kondisi kemiskinan membuat banyak masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasar secara layak seperti makanan, kesehatan, perumahan dan pekerjaan. Dalam
banyak hal, orang miskin dipaksa untuk hidup dalam situasi yang tidak manusiawi.
Harkat dan martabat sebagai manusia terabaikan dan acapkali mendapat perlakuan
yang tidak adil dari pihak lain.
Dompet Dhuafa (DD) hadir dengan misi sosialnya membantu kaum dhuafa
dengan menggunakan dana zakat, infak, shadaqh (ZIS) dari masyarakat. Selama
tahun 1993 sampai dengan 1999 DD membuat program untuk membantu kaum
47 Company Profile Masyarakat Mandiri Parung Bogor, www.masyarakatmandiri.org
dhuafa. Namun pada waktu itu program lebih banyak charity. Program-program itu
dirasakan tak perbah kunjung usai. DD yang terus berupaya melakukan inovasi-
inovasi dalam setiap programnya. Bantuan yang selama ini didanai oleh DD jangan
sampai berdampak pada pemiskinan melainkan pemberdayaan. Oleh karena itu, DD
terus mengembangkan diri dengan belajar kelembag lain yang berpengalaman dalam
mengelola dana untuk pemberdayaan masyarakat. Wujudnya pada bulan November
1999, empat orang manager DD berangkat ke Malaysia untuk membina ilmu di
lembaga-lembaga sejenis DD seperti Baitul Mall Malaysia, Pusat Pungutan Zakat
(PPZ), Amanah Ikhtiar Malaysia (AIM) dan Pusat Rahmat.48
Tindak lanjut dari kunjungan ke Malaysia, pada bulan Desember 1999,
melalui rekomendasi analisa SWOT diagendakan pengembangan pemberdayaan
dengan model kelompok. Model ini diharapkan peran pendampingan dan pembinaan
DD akan semakin efektif dan efisien. Model kelompok dipilih berdasarkan
pengalaman DD terhadap pembinaan usaha perorangan. Program pemberdayaan
waktu itu masih merupakan program DD dari divisi pendayagunaan.
Selama pemberdayaan berlangsung, DD terus melakukan diskusi dan studi ke
beberapa LSM dan proyek pemberdayaan di Indonesia seperti Bina Swadaya, Bina
Desa, LP3ES dan lain-lain. Sebagai persiapan penyempurnaan program, pada bulan
48 Miptah Abdurrajak R, "Pelaksanaan Program Kredit Mikro (Studi Pelaksanaan Program
Kredit Mikro Oleh Lembaga Masyarakat Mandiri Parung, Bogor)," (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Depok, 2007), h. 49
April 2000 diselenggarakan pelatihan mikrokredit model Amanah Malaysia (AIM),
pelatih langsung didatangkan dari AIM dengan peserta dari DD.49
Akhirnya setelah melalui berbagai pertimbangan, untuk memaksimalkan
upaya pemberdayaan dan untuk mengembangkan program secara professional maka
dibentuklah sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat dengan nama Masyarakat
Mandiri. Sedangkan DD menjadi lembaga mandiri yang lebih fokus pada
penggalangan dana ZIS secara professional. Sejak bulan juli 2005, MM resmi
menjadi lembaga otonom dengan memperkuat visi dan misi sebagai wahana
pemberdayaan berbagai komunitas dhuafa atau yang terpinggirkan sehingga mereka
mencapai kemandirian.
Membangun keberdayaan komunitas, adalah kombinasi penyadaran,
manajemen, dan skill di satu sisi, dan aktivitas penguatan dan peluasan pasar, serta
merekat sinergi multi-stakeholder di sisi lain. Untuk yang pertama, jelas lebih sulit.
Penyadaran, menyentuh aspek moralitas (kejujuran), mental (etos, disiplin), hal yang
memerlukan kelapangan hati dan pikiran agar komunitas dampingan bias
berorganisasi sesuai harapan. Karena itu, Masyarakat Mandiri (MM) sebagai
organisasi pemberdaya, sangat serius dalam soal ini, sehingga sampai harus
menempatkan pendamping tinggal ditengah-tengah komunitas dampingan. Untuk
yang kedua, membuka akses market dan membangun sinergi, merupakan proses
lanjutannya. Dalam tahap ini, kesabaran dan ketekunan, capacity building tim
49 Miptah Abdurrajak R, "Pelaksanaan Program Kredit Mikro (Studi Pelaksanaan Program
Kredit Mikro Oleh Lembaga Masyarakat Mandiri Parung, Bogor)," h. 50
pendamping, menjadi sesuatu yang mutlak mengingat ”multi-stakeholders" yang
dijalin dan dilibatkan, juga menuntut penyampaian yang masuk akal, jelas
maslahatnya, dan terukur.
B. Visi, Misi dan Tujuan50
1. Visi
Tumbuhnya komunitas-komunitas yang berdaya dan berkemampuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupannya, secara mandiri dan berkesinambungan.
2. Misi
a. Memfasilitasi penyadaran komunitas dalam membangun diri dan
lingkungan kearah kehidupan yang berkualitas.
b. Membangun kapasitas kelembagaan local.
c. Memfasilitasi terjadinya sinergi peran lintas pelaku (multistakeholder)
untuk keberlanjutan system mata penghidupan (livelihood system)
komunitas
3. Tujuan
a. Tercapainya kemandirian material
Yaitu: tercapainya kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan
hidup dasar (basic needs), serta cadangan dan mekanisme untuk bertahan
dalam kondisi krisis.
b. Tercapainya kemandirian intelektual komunitas sasaran
50 Company Profile Masyarakat Mandiri Parung Bogor, www.masyarakatmandiri.org
Yaitu: terbentuknya kemandirian berfikir, bersikap serta berkesadaran
kritis.
c. Tercapainya kemandirian manajemen komunitas sasaran
Yaitu: kemampuan komunitas dalam mengelola aksi kolektif untuk
mewujudkan kelembagaan local yang berkelanjutan, sehingga mampu
menjalin kemitraan yang setara lintas pelaku (stakeholder).
C. Prinsip-prinsip Dasar, Nilai-nilai Dasar, Peran Masyarakat Mandiri51
1. Prinsip-prinsip Dasar
a. Pembangunan terpadu
Program pembangunan komunitas mencakup aspek pembangunan
ekonomi, social, budaya, lingkungan hidup, kepribadian/mental dan
spiritual.
b. Keberpihakan dengan mengutamakan yang terabaikan
c. Partisipatif
Komunitas sasaran sebagai aspek pelaku, orang luar. Pendamping hanya
bertindak sebagai fasilitator dan katalisator proses
d. Pemberdayaan
Penguatan sumber-sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan
keterampilan bagi komunitas agar mereka mampu meningkatkan
kapasitasnya untuk menentukan masa depannya sendiri
51 Sri Murniati, "Efektivitas Pembiayaan Zakat Produktif Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (Studi Kasus Mitra Masyarakat Mandiri Parung, Bogor)," (Skripsi S1 Program Studi manajemen Perbanklan Syariah STEI SEBI, Jakarta 2007), h. 45
e. Keberlanjutan (sustainability)
Program mampu di lajutkan oleh komunitas sasaran
f. Keswadayaan
Sedapat mungkin menggunakan sumberdaya yang tersedia dari dalam
komunitas itu sendiri, dan meminimalisasi penggunaan sumberdaya dari
luar.
2. Nilai-nilai Dasar
a. Integritas
Selalu berfikir dan berenergi posotif, dapat diandalkan, jujur, bertanggung
jawab secara moral dan finansial, menggunakan semua sumberdaya secara
efisien dan efektif
b. Keunggulan
Kepekaan, kepemimpinan dan profesionalisme
c. Visioner
Proaktif, inovatif, kreatif dan progresif
d. Berkomitmen
Keyakinan, ketekunan, motivasi tinggi, bekerjasama menuju misi dan
tujuan bersama
e. Peka
Hormat terhadap sifat khas orang-orang lain, tanggap, memperlakukan
orang dengan martabat dan penghargaan.
f. Inklusif dan non partisipan
Tidak memihak pada satu golongan atau partai manapun
D. Orientasi Program dan Jenis Program52
1. Orientasi Program
a. Program yang menitikberatkan pada social development
Pendampingan program pengembangan social partisipatif melalui
peningkatan keahlian dan keterampilan komunitas sasaran.
b. Program yang menitikberatkan pada economic development
Pendampingan penumbuh kembangan kemandirian ekonomi melalui
pengembangan potensi ekonomi local dan partisipasi masyarakat.
2. Jenis Program
a. Pengembangan Kualitas SDM
Pendidikan, pelatihan dan pembinaan mental/spiritual
b. Penguatan infrastruktur social
1) Pada level komunitas sasaran: penguatan ikatan-ikatan sosial
komunitas (social capital), penumbuhan institusi lokal yang berbasis
komunitas (community organizing).
2) Pada level masyarakat/publik: penumbuhan semangat dan aktivitas
volunteerism, pendampingan berbasis volunteerism (sebagai sarana
interaksi antara muzakki dengan mustahik)
E. Sasaran53
52 Sri Murniati, "Efektivitas Pembiayaan Zakat Produktif Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil
Menengah (Studi Kasus Mitra Masyarakat Mandiri Parung, Bogor)," h. 48
1. Kriteria Kelompok Sasaran
a. Dari segi pendaptan dan kepemilikan
1) Kepala keluarga yang mempunyai penghasilan dari usaha utama per
hari ≤ Rp. 20.000,- untuk wilayah pedesaan (rural) atau menyesuaikan
dengan UMR daerah sasaran.
2) Kepala keluarga yang mempunyai penghasilan per hari ≤ Rp. 30.000,-
untuk wilayah pinggiran kota (sub urban) dan perkotaan (urban) atau
menyesuaikan dengan UMR daerah sasaran.
3) Kondisi rumah (milik sendiri/sewa/kontrak) kurang layak dan
kepemilikan harta (peralatan hidup) terbatas, dideskripsikan dengan
indeks rumah. Selain itu ada penilaian dari masyarakat setempat
bahwa yang bersangkutan termasuk miskin.
b. Dari segi potensi Usaha:
1) Potensi pengembangan, artinya usaha tersebut mampu untuk
ditingkatkan baik skala maupun ruang lingkupnya:
⇒ Ketersediaan bahan baku
⇒ Kapasitas produksi
⇒ Potensi pasar
⇒ Daya serap tenaga kerja
53 Nana Mintarti, dkk, Panduan Program Umum dan Teknis, cet. Ke-2, (Masyarakat Mandiri, 2008), h. 5
2) Potensi pemberdayaan untuk menciptakan usaha turunan, artinya
dalam pengembangan usaha tersebut akan dimungkinkan untuk
memberikan peluang pekerjaan dan atau manfaat ekonomi bagi para
mustahik lainnya.
3) Potensi pemanfaatan sumber daya local.
c. Dari segi potensi SDM:
1) Usia produktif minimal 18 tahun atau telah menikah dan maksimal 60
tahun
2) Mempunyai visi untuk pengembangan usaha
3) Mampu bekerja
4) Tidak sedang menerima bantuan program yang sejenis dari pihak lain
2. Kriteria Wilayah Sasaran
a. Wilayah Urban
1) Daerah kumuh dan padat penduduk
2) Mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sentra produksi
3) Mampu bekerja
4) Tidak sedang menjalankan program yang sejenis dari pihak lain
b. Wilayah Rural
1) Mempunyai potensi komoditas unggulan yang komparatif
2) Memiliki kompetensi sumber daya alam dimana kelompok miskin
mempunyai aksesibilitas dalam pengelolaan sumber daya alam
tersebut
3) Memiliki potensi SDM yang mendukung baik dalam kualitas maupun
kuantitas
4) Tidak termasuk daerah konflik atau daerah yang mempunyai potensi
konflik yang tinggi
F. Pengorganisasian Komunitas54
Gambar 1. Pengorganisasian Komunitas
G. Struktur Organisasi55
Gambar 2. Struktur Organisasi Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Republika (Sumber: Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Republika)
54 Nana Mintarti, dkk, Panduan Program Umum dan Teknis, cet. Ke-2, (Masyarakat Mandiri,
2008), h. 16 55 Sri Murniati, "Efektivitas Pembiayaan Zakat Produktif Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil
Menengah (Studi Kasus Mitra Masyarakat Mandiri Parung, Bogor)," h. 58
Direktur
mitra mitra
mitra
mitra
mitra
Kelompok Mandiri (KM)
Induk KM KM KM
induk induk induk Ikhtiar Swadaya Mitra (ISM)
Dewan mitra
Majelis Musyawarah Mit
Jumlah personal team Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Republika: 11 staf
manajemen, 5 koordinator program, dan 15 staf pendamping lapangan, yaitu:
Direktur : Nana Mintarti
Program Manager : Tendy Dwi Satrio
Program Manager Assistant : Ponco Nugroho
General Support Coordination : Wasi'ah R. Mahary
Staff of Logistic : Anwar Syam
Financial Staff : Sutisna Ahmad
General Affair Staff : Pandi Arahap
Accounting : Liberty Sanusi
Marketing & Communication Program : Erma Whayuni
Communication staff : Hery Djatmiko Kurniawan
General Support
Marketing Communication
Manager
Koordinator
Program Manager
P PPPP
Program Coordinator : Armie Roby Saharty
Ahsin Aligori Munipah
Rano Karno
Program Officer : Astri Permatasari Cucu Wiguna
Leni Marlina Dede Sukiaji
Gito Haryanto Suherman
Muharamar Razak Cucu Wiguna
Ine Prestiani Rudi D. Sutiyanto
Stivani Gunanti Siskawati
Leni Marlina Desi Purwandari
Rofi'ah Ery Sugianto
Ahmad Faisol
BAB IV
STRATEGI LEMBAGA NIRLABA MASYARAKAT MANDIRI
DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN UMKM
A. Strategi Masyarakat Mandiri
Program Masyarakat Mandiri merupakan suatu program yang
mengutamakan pemberdayaan ekonomi rakyat untuk mendorong dan
melindungi tumbuh dan berkembangnya kekuatan ekonomi lokal serta
mengarah pada kemitraan yang berbasis pada kekuatan rakyat. Untuk itu,
strategi yang diterapkan pada program Masyarakat Mandiri meliputi:56
1. Strategi Utama
a. Pembentukan kelompok secara partisipatif
1) Pembentukan kelompok-kelompok dampingan di komunitas pelaku
usaha mikro makanan jajanan yang tinggal di sekitar wilayah
Jabodetabek.
2) Membangun consensus atau komiten bersama untuk menyelesaikan
persoalan/masalah yang dihadapi oleh komunitas di masing-masing
wilayah dampingan dengan menggali ide atau gagasan
(pengembangan asset, usaha turunan) demi kemajuan kelompok dan
masyarakat di sekitar tempat tinggal komunitas.
56 Cetak Biru Program, Program Pemberdayaan EkonomiPelaku Usaha Mikro Makanan
Jajanan Yang Rentan Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya, (Bogor: Masyrakat Mandiri, 2006), h. 7
3) Pembiayaan (pinjaman) mikro kepada usaha-usaha skala mikro
untuk digunakan sebagai modal dalam usaha mengeluarkan mereka
dari jerat kemiskinan.
4) Membentuk jaringan kerja (produksi, pengadaan bahan baku,
pemasaran) antara kelompok di bidang kegiatan usaha makanan
jajanan yang halal dan sehat, berbagai pengetahuan dan pengalaman,
informasi dan menghimpun kekuatan bersama agar posisi tawar para
pelaku usaha mikro makanan jajanan menguat.
b. Penguatan kapasitas SDM secara komunitas
1) Kegiatan pendampingan dan pelatihan secara berkala (keamanan
pangan, pengolahan pangan, kewirausahaan) berkolaborasi dengan
pihak terkait (Dinkes, Disnak, LP POM MUI, Disperindag, Dinkop,
Perguruan Tinggi, Pemda).
2) Kegiatan pendampingan untuk penguatan kapasitas individu dan
kelompok (nilai-nilai religius, tata pembukuan, pembinaan keluarga,
manajemen diri, nilai-nilai usaha).
3) Belajar bersama, diskusi kelompok, magang dan studi banding.
c. Menciptakan dan mengembangkan usaha produktif
1) Mengembangkan usaha produktif (makanan jajanan) yang sudah ada
melalui penguatan modal kerja, antara lain: bahan baku, gerobak,
tempat penjualan, peralatan dan lain-lain (pembiayaan modal
bergulir). Membuka bidang baru dan usaha turunan.
2) Mengumpulkan informasi dan mengakses pasar untuk
mengidentifikasi peluang usaha baru (penggilingan mie,
penggilingan bakso, pengadaan bahan-bahan tambahan dan lain-lain)
d. Pengembangan kelembagaan secara komunitas
1) Menumbuhakan kegiatan kolektif (kolective action) secara
berkelompok dalam hal penguatan usaha dan pengembangan usaha
bersama dalam 1 wilayah dan antara wilayah.
2) Membentuk himpunan kelompok menjadi wadah formal
(paguyuban, asosiasi, koperasi) yang memiliki peranan sebagai
pengontrol system keamanan pangan terpadu bagi setiap kelompok,
menjembatani proses sertifikasi individu dan kelompok serta
memudahkan akses kelembaga keuangan.
2. Strategi Pendukung
Strategi pendukung antara lain pelaksanaan Program
Pembangunan Sosial (PPS) yang mencakup:
a. Pembinaan keislaman atau keagmaan sebagai penguat etos
kerja dan pendampingan kepribadian islam.
b. Pendampingan dan perluasan wawasan kelompok sasaran
dan masyarakat sekitar terhadap pentingnya pendidikan dan
kesehatan.
Untuk mencapai dan merealisasikan strategi-strategi tersebut maka
diperlukan suatu penjaringan mitra. Pada program Masyarakat Mandiri
penjaringan mitra dilakukan dengan beberapa tahap:57
1. Perencanaan
Perencanaan (planning) menyangkut rencana kerja dan
bagaimana mengerjakannya dengan hasil rencana (plan).
Fungsi perencanaan di Masyarakat Mandiri untuk tiap desa
dampingan dilaksanakan oleh Pendamping Mitra. Rencana
yang dibuat oleh Pendamping Mitra adalah berasal dari bahan
yang diperoleh dari survey, identifikasi sasaran, dan Studi
Kelayakan Mitra (SKM). Menurut Saharti (2002)58, bahwa
survey yang dilakukan digunakan untuk melihat potensi yang
ada di setiap dusun atau desa yang bisa dikembangkan dan
mendukung peningkatan pendapatan masyarakat. Tahap
identifikasi sasaran dilakukan dengan mencari sasaran program
yang akan didampingi oleh Masyarakat Mandiri melalui
pendapatan masyarakat miskin, terutama golongan pra-
sejahtera yang memiliki usaha, dan melakukan kemauan untuk
mengembangkan usaha tersebut. Studi Kelayakan Mitra (SKM)
57 Sigit Pamungkas, "Evaluasi Program Pemberdayaan MM-DD (Kasus Desa Buana Jaya,
Cariu, Bogor)," (Skripsi S1 Fakultas Pertanian IPB, 2003), h. 68 58 Saharti, Laporan Bulanan MM-DD Desa Buana jaya: Pelayanan dan Pemberdayaan,
(Jakarta: Masyarakat Mandiri, 2002), h. 29
dilakukan untuk mengetahui keadaan keluarga calon mitra
secara keseluruhan.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan (actuating) adalah aktivitas setelah rencana
dimiliki, Pendamping Mitra (PM) harus mampu melakukan
aktivitasnya berdasar atas rencana untuk mewujudkan atau
realisasi rencana. Menurut Ginting (1999)59 aktivitas seperti ini
disebut implementasi (terhadap rencana). Pada pelaksanaan
program Masyarakat Mandiri yaitu pinjaman mikro kredit,
Pendamping Mitra memiliki peran sebagai pembingbing atau
Pembina. Sementara itu, menurut Sikhonze (1999)60 dalam
penelitiannya mengenai penyuluhan pembangunan dalam
pemberdayaan masyarakat mengemukakan bahwa peran
pendamping (penyuluh) dapat dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu peran konsultan, peran pembimbingan dan peran
penyampaian informasi. Peran Pendamping Mitra itu senndiri
59 Meneth Ginting, Kontribusi Penyuluhan Pembangunan Dalam Mendukung Pelaksanaan
Otonomi Daerah, (Bogor: Pustaka Wirausaha Muda, 1999), h. 56 60 W. B. Sinkhonze, The Role Of Extention in Farmer Education and Information
Dissemination in Swaziland, (German: Institute for International Cooperation Of The Geman Education Assosiation, 1999), h. 98
dalam pelaksanaan program Masyarakat Mandiri di lapangan
meliputi:61
a. Sosialisasi program pada level komunitas
Bentuk sosialisasi yang dilakukan Pendamping Mitra
seperti menghadiri pengajian, ikut kumpul-kumpul
bersama ibu-ibu atau masyarakat pada umumnya pada
saat pembuatan makanan ringan, Selain itu, sosialisasi
dilakukan melalui rapat mingguan yang dihadiri oleh
aparat kecamatan, aparat desa, kepala dusun, ketua
RT/RW. Pada dasarnya sosialisasi yang dilakukan
adalah dengan mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang
ada pada masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar tujuan
dari program Masyarakat Mandiri tercapai.
Pada proses sosialisasi di atas dapat disimpulkan bahwa
prinsip dasar sosialisasi pendampingan untuk
pemberdayaan masyarakat adalah pengakuan akan
pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat.
b. Melakukan kajian keadaan komunitas secara partisipatif
Kajian keadaan komunitas secara partisipatif
dimaksudkan agar komunitas mampu dan percaya diri
61 Nana Mintarti, dkk, Buku Panduan Teknis Bagi Pendamping Program Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri, h. 11
dalam mengidentifikasi serta menganalisa keadaannya,
baik potensi maupun permasalahannya. Selain itu,
tahap ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
mengenai aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan
masyarakat serta SDA dan SDM. Dalam langkah kajian
ini disediakan proses dimana komunitas mendapatkan
kesempatan untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman
dan pengetahuannya. Pendekatan yang dipakai adalah
Partisipatory Rural Appraisal (PRA). PRA adalah suatu
pendekatan yang memanfaatkan macam-macam teknik
visualisasi untuk mendukung proses keadaan tersebut.
c. Menemukan dan mengenali masalah, potensi dan
kelompok sasaran
Kajian keadaan komunitas secara partisipatif di
harapkan dapat menemukan dan mengenali masalah
dan potensi yang terdapat di komunitas. Sedangkan
untuk menemukan dan mengenali kelompok sasaran
dilakukan dengan studi kelayakan mitra. Maka dengan
studi kelayakan inilah kemudian akan muncul berbagai
macam pertimbangan untuk lebih selektif dalam
menentukan calon mitra sebelum menjadi mitra. Hal ini
dilakukan untuk menghindari adanya resiko yang lebih
besar terhadap jalannya program pemberdayaan ini.
d. Pembentukan Kelompok Mandiri
Salah satu bagian aktivitas terpenting Masyarakat
Mandiri adalah melakukan mobilisasi Pendampingan
Mitra (PM) ke lokasi yang akan di dampingi.
Pendampingan Mitra mulai tinggal bersama masyarakat
sebagai awal menjalin kedekatan bersama komponen
masyarakat. Kemudian Pendampingan Mitra mulai
menggali lebih dalam data potensi desa meliputi SDA
dan SDM calon sasaran, hingga kelompok mandiri
terbentuk.
Secara garis besar proses pelaksanaan program sebagai
mana gambar 3 di bawah ini:62
Gambar 3. Proses Pelaksanaan Program Masyarakat Mandiri (MM)
62 Nana Mintarti, dkk, Buku Panduan Teknis Bagi Pendamping Program Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri, h. 10
Persiapan
Sosialisasi
Tahap II
Tahap II
e. Pembiayaan Usaha
Pembiayaan kepada mitra adalah salah satu
bentuk aktivitas penguatan kepada mitra yang akan
diikuti oleh aktivitas program lainnya. Pembiayaan ini
hanya akan diberikan kepada mitra yang memenuhi
kriteria dhuafa dan secara ekonomi cukup layak untuk
mendapatkan pembiayaan. Selanjutnya bagi mitra yang
tidak memenuhi syarat mendapatkan pembiayaan, dapat
bergabung menjadi mitra untuk mendapatkan fasilitas
penyuluhan, pembinaan dan pendampingan serta
memperoleh kesempatan dalam proses sertifikasi halal
Pembentukan kelompok & kelembagaan Tahap 1
Monitoring & Evaluasi
Pelepasan Program (Exit Strategy) Tahap III
Pemupukan modal swadaya
Pembangunan jaringan dan sinergi
Pengembangan dan penguatan kelembagaan
Dukungen teknis dan penguatan usaha
Kaderisasi Kader Lokal
Peningkatan Kapasitas SDM
Pembiayaan Usaha
dari LP-POM MUI dan sertifikasi P-IRT dari Dinas
Kesehatan. Adapun prinsip layanan pembiayaan MM
adalah sebagai berikut:63
1) Layanan langsung kemasyarakat: mitra yang ingin mendapatkan
pembiayaan harus bergabung langsung dan menjadi anggota
Kelompok Mandiri, tanpa diwakili oleh oleh pihak manapun,
sehingga pembiayaan akan langsung diterima oleh calon penerima
manfaat.
2) Jaminan: Pembiayaan dapat diberikan tanpa adanya persyaratan
jaminan kebenaran.
3) Prosedur sederhana: asas layanan langsung dan saling kenal dan
percaya di tingkat masyarakat lebih menjamin adanya prose
pembiayaan yang cepat dengan prosedur pengajuan pembiayaan
dan persyaratan administrasi yang sederhana dan tidak berbelit-
belit.
4) Pembagian keuntungan: Penetapan margin keuntungan dilakukan
berdasarkan prinsip pengembalian pembiayaan yang digunakan
untuk usaha produktif.
5) Prinsip kelayakan: setiap permohonan pembiayaan Kelompok
Mandiri hanya dapat diberikan dengan prinsip pendekatan rasional,
63 Miptah Abdurrajak R, "Pelaksanaan Program Kredit Mikro (Studi Pelaksanaan Kredit Mikro Oleh Masyarakat Mandiri)," (Skripsi S1 Fakultas Ilmuy Sosial dan Ilmu POlitik UI Depok, 2007), skripsi, h. 66
yaitu berdasarkan kelayakan usaha mitra/kelompok sebagai calon
penerima pembiayaan.
6) Jenis usulan kegiatan/kebutuhan pembiayaan: Pembiayaan pada
dasarnya dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan modal
usaha berbagai kegiatan ekonomi produktif, baik untuk kebutuhan
modal kerja maupun infestasi khususnya yang berhubungan
dengan usaha mitra makanan jajanan yang halal dan thayyib.
7) Jangka waktu pembiayaan dan system pembayaran angsuran:
dengan tetap mempertimbangkan kelayakan usahanya, prinsip
perguliran dana secara sehat, terbuka, cepat, merata dan adil.
8) Bayar Maju: peminjam diperkenankan untuk melunasi
pembiayaannya secara lebih awal dan akan diperhitungkan
pengurangan beban kewajiban mark up bila diperlukan.
9) Sanksi: mekanisme pemberian sanksi berdasarkan aturan-aturan
yang berlaku di Masyarakat Mandiri (tidak direkomendasikan
memperoleh pembiayaan lagi) dan kelompok mandiri (dikeluarkan
dari keanggotaan kelompok).
Gambar 4. Bagan Alur dan Angsuran Program Urban
ALUR ANGSURAN ALUR
MITRA
Angsuran perminggu
SKM/SPP Tahap 1
Keterangan
------ : pengajuan : angsuran
: pencarian KP : Koordinator Program
SPP : Surat Permohonan Pembiayaan SKM : Studi Kelayakan Mitra
Proses pengajuan dan pembayaran angsuran pada
gambar diatas dapat dijelaskan dalam tabel 2 di bawah
ini:64
Tabel 2. Alur Proses Pengajuan dan Angsuran Pembiayaan
64 Miptah A. Razak Ramli, Pelaksanaan Program Kredit Mikro Lembaga Masyarakat
Mandiri, h. 69
Marjin BBA, infaq & TAMI di setor ke
Bendahara Kelompok
KELOMPOK MITRA (KM)
REMBUG MITRA RAPAT KOMITE 1
Pengajuan SPP hasil komite 1
Pendamping Mitra (PM) Pengajuan
Rekap (SPP)
Divisi Program MM
AMW ke rek. Bank Syariah per wilayah atas
2 nama (KP dan PM)
PERSETUJUAN KOMITE 2
Pengajuan SPP hasil komite 2
Bagian keuangan
MM
Tahap 4
Tahap 2
Tahap 3
TAHAPAN KETERANGAN
A. PROSES PENGAJUAN
Tahap 1 o Pengajuan Skim Penyaluran Revolving Fund Dengan
Akad Jual Beli Dari Mitra melalui KM dengan mengisi
SPP dan SKM terlebih dahulu
o SPP SKIM diserahkan oleh ketua KM kepada koordinator
RM paling lambat dua hari sebelum rapat induk
Tahap 2 o SPP SKIM mitra dibahas melalui rapat induk (RM) oleh
komite 1 yang terdiri dari: Ketua KM, Bendahara KM,
Koordinatir RM dan PM
o SPP SKIM yang disetujui komite 1 diajukan ke komite 2
paling lambat 2 hari setelah rapat induk
Tahap 3 o SPP SKIM yang disetujui dirtingkat komite 1, direkap
oleh PM untuk diserahkan kepada KP (Koordintaor
Program Urban) paling lambat 2 hari
o KP mengajukan ke komite 2 yang terdiri dari: Manajer
Program/MP, KP, PM, Staf Keuangan untuk dibahas
kelayakannya paling lama 2 hari
Tahap 4 o SPP SKIM yang disetujui komite 2 diajukan oleh KP ke
Bag. Keuangan untuk diproses pencairan paling lama 6
hari.
o Pencairan SPP mitra oleh Bag. Keuangan disalurkan
melalui PM untuk diberikan ke setiap KM
H. PROSES ANGSURAN
Tahap 1 o Mitra menyetor angsuran ke KM per minggu dengan
mengisi slip setoran rangkap 4 ( arsip Mitra, Bendahara
KM, PM dan Bag. Keuangan )
o Marjin, Infaq dan Tabungan Mitra disetor ke dalam
Tabungan Kelompok oleh Bendahara KM
o AMW disetor ke Bendahara KM
Tahap 2 o Bendahara KM menyetor AMW para mitra ke PM pada
pertemuan induk ( RM ) 2 mingguan
Tahap 3 o PM menyetor AMW diri setiap KM ke Rek. Program per
wilayah di lembaga keuangan syariah terdekat ( Buku
Rek Tabungan Program sepenuhnya di simpan oleh Bag.
Keuangan MM )
langsung diajukan ketua KM ke PM tanpa 1khusus pembiayaan skim : Catatankomite 1 dengan asumsi RM belum terbentuk.
Studi Permohonan = SPP, Angsuran Wajib Minimum= AWM: KeteranganPembiayaan, SKM= Studi Kelayakan Mitra, SKIM= tahap pembiayaan bernilai
tertentu.
Pembiayaan yang diberikan dalam bentuk dana bergulir
dengan akad jual beli secara angsuran/cicilan antara
Masyarakat Mandiri dengan mitra melalui 3 tahap
pembiayaan (skim) berdasarkan waktu yang telah
ditentukan seperti pada table 3 di bawah ini:65
Tabel 3. Daftar Skim Pembiayaan Program Komunitas Urban SKIM Jumlah Maksimum
Pembiayaan AKAD Waktu Maksimum
Cicilan
65 Miptah A. Razak Ramli, "Pelaksanaan Program Kredit Mikro (Studi Pelaksanaan Kredit
Mikro Oleh Lembaga Masyarakat Mandiri)," h.70
1 Rp. 750.000,- Cicilan Jual Beli66 10 bulan
2 Rp. 1.250.000,- Cicilan Jual Beli 12 bulan
3 Rp. 2.000.000,- Cicilan Jual Beli 12 bulan
3. Pembinaan
Salah satu untuk mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM), khsusunya usaha mitra adalah dengan
mengadakan pembinaan-pembinaan secara intensif dan
terarah. Pembinaan yang berasal dari kata bina berarti merubah
sesuatu sehingga menjadi baru, memiliki niali-nilai yang lebih
tinggi. Dengan demikian pembinaan juga mengandung makna
sebagai pembaharuan, yaitu melakukan usaha-usaha untuk
membuat sesuatu menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan, serta
menjadi lebih baik dan bermanfaat. Pembinaan ini dilakukan
oleh Pendamping Mitra. Pendamping itu sendiri menurut
Mubyarto (1994)67 adalah seseorang atau kelompok yang
bertugas menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan
kelompok sebagai fasilitator, komunikator dan dinamisator.
Dalam program Masyarakat Mandiri, pembinaan dilakukan
antara lain untuk mengendalikan langkah aktuasi agar benar-
mitra akan membayar /dimana pembeli, yaitu pembiayaan dengan cara akad jual beliCicilan jual beli 66
dengan cara mencicil/mengangsur. Margin/keuntungan jual beli dan jangka waktu cicilan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara MM (penjual) dan mitra (pembeli) sesuai dengan jangka waktu maksimum pembiayaan.
67 Mubyarto, dkk, Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal, (Yogyakarta: Aditya Media, 1994), h. 33
benar program yang dijalankan sesuai dengan rencana untuk
mencegah penyimpangan yang mungkin terjadi untuk
tercapainya hasil sesuai dengan kehendak maupun hal-hal yang
tercantum dalam rencana (planning). Pembinaan mitra
dilakukan setiap minggu yaitu melalui rapat mitra. Rapat mitra
dilakukan dilakukan di rumah salah satu anggota kelompok
mitra. Rapat mitra tersebut biasanya dikenal dengan istilah
rapat induk68
Maka secara garis besar, pendampingan atau pembinaan
mitra terdiri dari beberapa tahap:69
a. Tahap Perintisan dan Penumbuhan
b. Tahap Penguatan
1) Penguatan usaha (manajemen usaha, penanganan produk dan
teknologi produksi)
2) Penguatan manajemen organisasi (tertib pencatatan;
kepemimpinan dan rotasi pengurus; pamahaman peran, fungsi dan
tanggung jawab dalam organisasi; tersusun aturan-aturan secara
tertulis).
68 Induk adalah suatu kumpulan dari KM-KM yang berada dalam satu wilayah yang
berdekatan. Antara induk dan KM mempunyai aturan tersendiri dalam pengembangan usaha anggotanya dalam system tanggung renteng. Setiap induk akan bertemu satu kali dalam satu minggu (Panduan Program MM-DD, 2000)
69 Nana Mintarti, Panduan Program Umum dan Teknis, (Masyarakat Mandiri: Bogor, 2008), h. 12
3) Membangun jaringan (menjalin hubungan kerjasama dengan pihak
lain/multistekholder dalam akses pemasaran dan akses informasi).
4) Penguatan permodalan (penghimpunan dan pengelolaan dana,
membangun akses pelayanan keuangan dengan kelembagaan
keuangan)
c. Tahap Pemandirian
1) Stabilitas usaha
2) Standarisasi mutu produk
3) Tata laksana dan manajemen lembaga yang mantap
4) Legalitas kelembagaan komunitas
5) Terbangun jaringan dengan multistekholder dalam akses
pemasaran, informasi dan pelayanan keuangan.
6) Kemampuan pembiayaan operasional lembaga.
B. Dampak Strategi Masyarakat Mandiri Terhadap Pemberdayaan
UMKM
Oleh karena itu, sejalan dengan semakin meluasnya kegiatan-
kegiatan pembangunan yang berprinsip pemberdayaan dan partisipasi
kelompok, kegiatan Masyarakat Mandiri pun diharapkan bersifat
partisipatif. Sesuai dengan siklus program MM Masyarakat Mandiri di
Bidaracina Jakarta Timur telah banyak memberikan dampak bagi
masyarakat umumnya dan mitra pada khsusnya.
Secara singkat, yang melatarbelakangi program pemberdayaan
masyarakat urban di Bidaracina berawal sejak munculnya isu-isu makanan yang
mengandung formalin dan bakso tikus yang secara tidak langsung menurunkan
citra makanan jajanan yang banyak dijual oleh para pelaku usaha/pedagang di
sekolah-sekolah, perkantoran, perumahan, pusat keramaian dan pasar-pasar
tradisional. Menurunnya citra tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain: ditemukannya bahan pengawet dan bahan tambahan pangan (BTP) yang
berbahaya seperti formalin, boraks, pewarna tekstil dan lain sebagainya dalam
proses pengolahan makanan jajanan serta adanya penggunaan bahan baku
(daging) yang bermutu rendah.
Sebagian besar perilaku para pelaku usaha belum memenuhi cara-cara
pengolahan yang sesuai dengan persyaratan keamanan pangan karena
kurangnya modal, dan kapasitas sumber daya para pelaku usaha yang secara
umum masih rendah, baik dari segi pengetahuan, sikap maupun
keterampilan.selain itu mereka dalam posisi yang lemah dan tidak memiliki
posisi tawar yang cukup kuat untuk menghadapi terungkapnya fakta-fakta
tentang adanya bahan pengawet berbahaya dan kandungan bahan tidak halal
dalam makanan jajanan. Kondisi yang dihadapi oleh pelaku usaha di atas,
berdampak secara langsung pada penurunan tingkat kesejahteraan keluarga
mereka.
Kondisi yang ingin dicapai oleh para pelaku usaha yakni
meningkatnya pendapatan yang ditandai dengan meningkatnya omzet
penjualan. Untuk mencapai hal itu, perlunya dilakukan upaya-upaya yang
mengarah pada peningkatan citra jajanan makanan, modal, mutu makanan,
proses pengolahan dan kapasitas sumber daya para pelaku usaha.
Oleh karena itu diperlukan penguatan kapasitas (capacity building)
bagi mereka agar mampu menjual makanan yang halal dan sehat melalui suatu
program pemberdayaan komunitas yang membantu kelompok usaha mikro yang
rentan terhadap penggunaan bahan kimia berbahaya menjadi berdaya, selain itu
para pelaku usaha tersebut memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan usaha
yang memadai agar dapat menjalankan usahanya secara optimal. Dalam
menjalankan proses-proses tersebut digalang sinergi lintas pelaku, baik dengan
sektor publik, sektor swasta maupun keluarga masyarakat sipil lainnya.
Masyarakat Mandiri (MM) jejaring DD sebagai lembaga nirlaba yang
memiliki kepedulian untuk meningkatkan taraf hidup pelaku usaha mikro
makanan jajanan yang terkena imbas isu formalin dan bahan pengawet
berbahaya di lingkar wilayah jabodetabek menggulingkan sebuah program
pemberdayaan yang diharapkan mampu membangkitkan daya ekonomi
komunitas sasaran dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran. Dalam program dilakukan pendampingan usaha, penguatan modal,
pembinaan kelompok serta menumbuhkan pola jaminan keamanan pangan yang
berbasis kemunitas. Sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan
kesejahteraan para pelaku usaha makanan kecil baik pada aspek ekonomi, sosial
maupun lainnya.70
Oleh karena itu, pada sub-bab ini penulis akan mengkaji dampak
program yang telah dilakukan Masyarakat Mandiri (MM) pada program Urban
di Bidaracina Jakarta Timur.
1. Dampak Ekonomi
Berdasarkan hasil analisa, penulis mengkategorikan dampak ekonomi
pada program pemberdayaan Masyarakat Mandiri (MM) meliputi
pemberian modal, pendapatan atau penghasilan, tabungan dan asset
produktif.
a. Pemberian Modal
Unsur ini dicirikan melalui tingkah laku yang mengutamakan
pemupukan modal untuk kelangsungan dan pengembangan proses
produksi selanjutnya. Berkaitan dengan hal tersebut pemberian
pinjaman atau modal didasarkan pada qardhul hasan71, yaitu
pemberian harta kepada orang lain yang dapat di tagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan dengan tanpa
mengharapkan imbalan. Dalam pengertian lain, Qardhul Hasan adalah
pembelian pinjaman atau modal dilakukan oleh orang yang punya
70 Cetak Biru Program, Program Pemberdayaan EkonomiPelaku Usaha Mikro Makanan
Jajanan Yang Rentan Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya, (Bogor: Masyrakat Mandiri, 2006), h. 3 71 M. Syafi'I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), h. 131
modal (dalam hal ini MM-DD) kepada mustahik dengan pengembalian
tanpa bunga.
Modal yang diberikan Masyarakat Mandiri kepada mitra kemudian
disebut sebagai pinjaman mikrokredit. Pinjaman ini lebih banyak
dimanfaatkan untuk permodalan usaha dibandingkan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi keluarga. Permodalan usaha antara lain
penambahan volume usaha. Pinjaman yang diperoleh mitra mandiri
dilakukan secara bertahap. Untuk lebih rinci lagi dapat dilihat
besarnya modal mitra sebelum ada program Masyarakat Mandiri
sebagaimana pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. Besarnya Modal Mitra sebelum Program MM-DD N=14
Komunitas Modal Sebelum Program Orang %
Rp. 100.000-500.000 10 orang 71.4 Rp. 500.000-800.000 3 orang 21.5 Rp. 800.000-1.000.000 1 orang 7.1
Total 14 orang 100
Dari tabel 4 terlihat bahwa modal sebelum Masyarakat Mandiri yang
digunakan mitra rata-rata Rp. 100.000 sampai dengan Rp. 500.000
dengan jumlah mitra sebanyak 10 orang dengan persentrase 71.4%.
Mitra yang mempunyai modal antara Rp. 500.000 sampai dengan
800.000 berjumalah 3 orang dengan persentrase 21.5%, sementara
mitra yang mempunyai modal di atas Rp 800.000 berjumlah 1 orang
dengan persentrase 7.1%. modal usaha mitra tersebut di atas biasanya
diperoleh dari simpanan sendiri atau bahkan dari pinjaman yang tidak
terikat. Secara keseluruhan modal awal yang digunakan mitra
tergolong rendah, sehingga pendapatan pun terbatas pada modal yang
dikeluarkan.
Dengan adanya program Masyarakat Mandiri mitra mulai mendapat
pinjaman mikrokredit tanpa bunga untuk tambahan modal usaha.
Pinjaman mikrokredit ini berupa uang yang di klasifikasikan
berdasarkan tahapan atau tingkatan pada tiap-tiap skimnya. Besarnya
pinjaman mikrokredit mitra secara rinci disajikan pada tabel di bawah
ini:
Tabel 5. Besarnya Pinjaman Tiap-tiap SKIM Mitra N=14
SKIM Ke-1 Besar Pinjaman Orang (%)
Rp. 400.000 1 (7.1) Rp. 500.000 1 (7.1) Rp. 600.000 2 (14.4) Rp. 700.000 1 (7.1) Rp. 750.000 9 (64.3)
Total 14 (100)
Berdasakan tabel 5 terlihat bahwa dengan adanya program Masyarakat
Mandiri mitra mendapat tambahan modal untuk menambah jumlah
modal atau volume usaha yang dijalankan, sehingga dengan adanya
penambahan jumlah modal diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan yang diperoleh mitra dari usahanya.
b. Pendapatan
Menurut BPS72, pendapatan dan penerimaan keluarga adalah seluruh
pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah
tangga ekonomi. Akan tetapi pada penelitian ini penulis mendifinisikan
pendapatan mitra adalah pendapatan mitra yang diperoleh dari usaha mitra
itu sendiri, tidak digabung dengan pendapatan seluruh anggota keluarga.
Pada desa Bidaracina sebagian besar mitra memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari dari hasil usahanya sendiri walaupun serba berkekecukupan,
dan hampir di setiap musim hujan masyarakat desa Bidaracina terkena
dampak musibah banjir yang selalu membuat barang rumah tangga
menjadi rusak yang tentunya membutuhkan perbaikan, akan tetapi hanya
ada beberapa saja yang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dari
pendapatan family sebagaimana yang terungkap berdasarkan definisi dari
BPS.
Dalam penghitungan pendapatan mitra ada kemungkinan terjadi
perbedaan besar pendapatan antara mitra yang satu dengan mitra yang
lainnya. Penyebabnya adalah faktor modal dan jenis usaha yang
diusahakan mitra mandiri itu sendiri. Jenis usaha yang dijalankan juga
mempengaruhi pendapatan karena setiap jenis usaha mempunyai peluang
dan tingkat pasar atau kelakuan yang berbeda-beda.
72 Tingkat kemisminan di Indonesia Tahun 2005-2006, www.bps.go.id. Di akses tanggal 23
September 2008
Tingkat pendapatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tingkat
pendapatan keseluruhan yang diperoleh dari usaha yang dikelola oleh
mitra. Besarnya pendapatan yang diperoleh mitra sebelum dan sesudah
ada program Masyarakat Mandiri disajikan dalam gambar di bawah ini:
Tabel 6. Pendapatan Usaha Mitra sebelum dan sesudah menjadi Mitra Mandiri
Sebelum Sesudah Pendapatan Mitra Orang % Orang %
20.000-30.000 9 64.3 1 7.1 30.000-40.000 1 7.1 8 57 40.000-50.000 3 21.5 2 14.4 50.000-75.000 1 7.1 3 21.5 Total 14 100 14 100
Gambar 5. Pendapatan Mitra Sebelum dan Sesudah Mengikuti Program MM-DD
Sebelum
Sesudah
Salah satu tujuan dari program urban adalah meningkatkan pendapatan
mitra yang berkurang akibat issue formalin, borak dan bahan tambahan
pangan berbahaya lainnya. Dari data di atas, terlihat bahwa sebanyak 9
mitra (64.3%) berpenghasilan berkisar antara Rp. 20.000-30.000,
sementara mitra yang berpenghasilan berkisar antara 30.000-75.000
0
2
4
6
8
10
20,000-30,000
30,000-40,000
40,000-50,000
50,000-75,000
S
sebanyak 5 orang (35.7) atau yang menyeimbangi UMR kota Jakarta.
Kondisi itu dapat di kategorikan masih rendah, hal ini karena banyak mitra
yang kekurangan modal untuk belanja, sehingga untuk menambah volume
usaha yang dijalankan masih kurang.
Sementara itu, dari data di atas dapat dilihat bahwa setelah adanya
program Masyarakat Mandiri mitra mengalami peningkatan pendapatan
secara signifikan, hal itu di akibatkan dari adanya penambahan modal
usaha yang dapat meningkatkan produksinya dan selain itu juga
peningkatan pendapatan itu bisa dari naiknya harga jual.
Jika dibandingkan antara sebelum dan sesudah program Masyarakat
Mandiri hadir di Bidaracina, dapat disimpulkan bahwa pendampingan
yang dilakukan PM terhadap mitra mandiri meperlilhatkan adanya
peningkatan dibandingkan dengan pendapatan sebelum ada program
pinjaman mikrokredit Masyarakat Mandiri. Kondisis itu menjadi sebuah
kebahagian bagi mitra yang telah mengikuti program pinjaman
mikrokredit Masyarakat Mandiri dengan mengikuti segala aturan dan
ajarannya. Kondisi ini diungkapkan oleh salah satu mitra:
”Alhamdulillah, setelah saya menjadi anggota Masyarakat Mandiri pendapatan saya meningkat hampir 2 kali lipat. Dari yang bisanya Rp. 20.00/hari sekarang menjadi rata Rp. 35.000-40.000/hari.73
73 Walid (52 Tahun), pedagang Mie Ayam, Wawancara bersifat Individu, (Bidaracina, 15
Oktober 2008)
Tapi hal ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa mitra yang
berpenghasilan tetap atau tidak mengalami peningkatan disebabkan karena
kondisi perekonomian yang belum stabil, kondisi tempat tinggal yang jauh
dari pasar sehingga menambah beban pengeluaran karena mahalnya beban
transportasi. Kondisi ini diperkuat oleh pendamping mitra terkait dengan
mitra yang mengalami peningkatan serta mitra yang memang tidak
mengalami peningkatan pendapatan atau tetap:
”Iya memang, masalah peningkatan usaha, ya pasti adakalanya naik, adakalanya menurun, ada juga yang terus-menerus segitu aja karena pasar konsumen yang tetap. Adapun mitra yang mengalami peningkatan bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya paningkatan modal usaha, peningkatan spirit bekerja dan juga konsistensi mitra mengikuti pertemuan-pertemuan rutin.”74
c. Tabungan
Tabungan dalam Islam jelas merupakan sebuah konsekwensi atau
respon dari prinsip ekonomi Islam dan nilai moral Islam, yang
menyebutkan bahwa manusia haruslah hidup hemat dan tidak bermewah-
mewahan serta mereka (diri sendiri dan keturunannya) dianjurkan ada
dalam kondisi yang tidak fakir. Jadi dapat dikatakan bahwa motivasi
utama orang menabung disini adalah nilai moral hidup sederhana (hidup
hemat) dan keutamaan tidak fakir.75
Bimbingan menabung merupakan salah satu materi pendampingan PM
yang berisi anjuran kepada mitra untuk memahami dan melaksanakan
74 Leni, Pendamping Mitra, Wawancara bersifat Individu, (Bidaracina, 14 Oktober 2008) 75 Ali Sakti, Konsep Tabungan Dalam Islam, di akses pada tanggal 16 Oktober 2008
disiplin menabung. Menabung adalah menyisihkan keuntungan dari usaha
atau pendapatan yang berbentuk uang untuk dijadikan simpanan.
Tabungan merupakan suatu kebutuhan ekonomi yang digunakan mitra
ketika mitra sendiri membutuhkannya. Secara rinci mengenai keberadaan
tabungan mitra sebelum adanya program Masyarakat Mandiri disajikan
pada gambar di bawah ini:
Tabel 7. Kepemilikan Tabungan Sebelum dan Sesudah Menjadi Mitra Mandiri N=14
Sebelum Sesudah Tabungan Orang % Orang %
Punya 4 28.57 14 100 Tidak Punya 10 71.43 - - Total 14 100 14 100
Dari tabel 7 terlihat bahwa mitra yang tidak punya tabungan sama
sekali sebelum program Masyarakat Mandiri sebanyak 10 orang (71.43%)
sementara mitra yang mempunyai tabungan sebelum ada program MM-
DD sebanyak 4 orang (28.57%). Mitra yang punya tabungan mengaku ada
yang nabung di Bank dan adapula yang menabung lewat arisan ibu-ibu.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Ir:
”Sebelum saya ikut jadi anggota Masyarakat Mandiri, saya ikut arisan sama Ibu-ibu disini, ya..tapi ga gede-gede..an itu juga hanya 10 orang yang ikut arisan. Dan sekarang alhamdulillah lewat bimbingan yang dilakukan oleh mba Ln saya bisa menabung juga disini, dan tabungan itu juga bisa di ambil kapan aja.”76
Ibu Ir (37 tahun) adalah seorang ibu rumah tangga dengan jenis usahanya pedagang warung jajanan yang mempunyai tanggungan 6 orang. Suami dari ibu Ir adalah tukang ojek.
76 Irma Suryati (38 tahun), Pedagang Jajanan, Wawancara bersifat Individu, Bidaracina 15
Oktober 2008
Maka setelah adanya program wajib menabung yang di programkan
Masyarakat Mandiri (MM), kondisi mitra mengalami peningkatan dana
simpnan (tabungan), dari yang ada menjadi meningkat dan dari yang tidak
ada menjadi ada dan bertambah. Selain itu juga ada mitra yang dengan
Program pendampingan yang dilakukan Masyarakat Mandiri lewat
pendapingnya, mitra membuka tabungan khusus di Bank. Ini merupakan
dampak dari adanya peningkatan usaha dan juga bentuk dari penerapan
yang dilakukan dalam program pendampingan. Kondisi ini sangat
berpengaruh, sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa mitra:
”Saya bersyukur banget bisa membuka tabungan di bank, dan saya juga bisa nabung disini..ya walaupun ga gede tapi lumayan kan buat simpanan...”77
Selain Bapak Kurozi, Bapak Solikhin juga mengungkapkan hal yang
sama: Bapak Solikhin (27 tahun) mempunyai tanggungan keluarga 4 orang, jenis usaha
yang bidanginya adalah Pedagang Mie Ayam keliling. Bapak Slk mempunyai pendapatan 42.000/hari. Menurut pengakuannya:
”Saya nabung disini (MM) karena setiap mitra harus membiasakan menabung dengan program ini, akan tetapi ini bisa jadi pembelajaran buat saya khususnya bahwa menabung itu sangat baik, apalagi saya punya anak 5, ya saya harus bisa membagi uang supaya bisa memenuhi kenutuhan sehari-hari, ya salah satunya dengan menabung ini, istri saya pun ikut arisan sama ibu-ibu disini..alhamdulillah.”78
Dari pengakuan mitra di atas serta data pada tabel di atas, dapat
disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan kesadaran akan pentingnya
menabung untuk hidup hemat atau cadangan kebutuhan ekonomi lainnya,
77 Kurozi (49 tahun), pedagang Gado-gado, Wawancara bersifat individu, Bidaracina 16
Oktober 2008) 78 Solikhin (27 tahun), Pedagang Mie Ayam, wawancara bersifat individu, Bidaracina, 17
Oktober 2008)
yaitu dari yang dulunya tidak punya tabungan, maka dengan adanya
program MM-DD menjadi punya tabungan. Selanjutnya dari beberapa
mitra mengaku bahwa menabung dapat digunakan untuk kebutuhan masa
depan dan kebutuhan mendadak.
d. Aset Produktif
Selain pemberian modal atau pinjaman mikrokredit, pendapatan dan
tabungan, dampak ekonomi dapat dilihat dari beberapa asset produktif
yang dimiliki mitra. Kedudukan asset produktif ini oleh MM-DD
dijadikan sebagai sejauh mana status kemajuan mitra mandiri. Pengertian
asset produktif disini adalah kepemilikan mitra berupa sarana dan
prasarana yang dapat memperlancar usaha.
Pengertian aset produktif berbeda dengan pengertian kebutuhan barang
mewah. Asset produktif lebih cenderung mengarah pada asset yang bisa
digunakan untuk peningkatan pendapatan, sedangkan barang mewah
hanya bisa digunakan sebagai kebutuhan pelengkap saja.79 Seperti sepeda
motor dikatan mempunyai nilai asset produktif jika motor tersebut
digunakan sebagai sumber pendapatan atau sarana pendukung untuk
peningkatan pendapatan, seperti mengojek dan lain-lain. Akan tetapi
sepeda motor dikatakan barang mewah jika keberadaan sepeda motor
tersebut hanya digunakan sebagai pelengkap kebutuhan pokok bukan
79 Sigit Pamungkas, "Evaluasi Program Pemberdayaan MM-DD (Kasus Desa Buana Jaya,
Cariu, Bogor)," (Skripsi S1 Fakultas Pertanian IPB, 2003), h. 96
sebagai sumber untuk peningkatan pendapatan. Secara rinci peningkatan
asset produktif mitra disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 8. Asset Produktif Mitra Sebelum dan sesudah ada pragram Masyarakat Mandiri
N=14 Jumlah Peningkatan Aset
Produktif Orang % Tetap 10 71.4 Penambahan Usaha 3 21,5 Perubahan Usaha 1 7,1 Total 14 100
Perubahan aset yang diamati meliputi perbaikan/penambahan gerobak,
penambahan alat-alat berjualan, perubahan jenis usaha, dan lain-lain.
Sebagian besar mitra urban (Desa Bidaracina) sebesar 71.4% memiliki
asset usaha yang sama seperti pada awal, artinya bila pada saat awal
rpogram mitra memiliki 1 gerobak, maka saat ini mitra yang bersangkutan
tetap memiliki 1 gerobak. Meskipun begitu, gerobak yang mereka miliki
lebih baik kondisinya.
Selain itu ada mitra yang bertambah asset usahanya, misalnya jumlah
gerobak dan alat-alat usaha sebesar 21,5%. Sedangkan yang berganti jenis
usaha sejumlah 7,1% atau 1 orang mitra. Perubahan usaha ini terjadi
karena usaha lama terkena musibah atau tidak menguntungkan lagi.
Asset produktif yang mereka miliki dibelinya dari hasil keuntungan
mitra menjalankan usahanya.
2. Dampak Sosial
Dampak sosial dari Pelaksanaan program Masyarakat Mandiri meliputi
hubungan interaksi sosial mitra, tingkat partisipasi dan tanggung jawab mitra
mandiri.
a. Interaksi Sosial
Secara Sosiologis, didalam sistem kemasyarakatan terjadi hubungan
antar pribadi, antar kelompok maupun antar pribadi dengan kelompok (dan
sebaliknya). Hubugan demikian disebut interaksi sosial, yang menyangkut
proses saling mempengaruhi antara pihak yang berinteraksi. Soekanto
(1990)80 mengemukakan apabila terjadi interaksi sosial yang berulangkali
sehingga menumbuhkan himpunan atau kesatuan orang-orang yang
mempunyai kepentingan bersama yang sedemikian eratnya, sehingga
masing-masing anggota merasa menjadi bagian dari kelompok sebagai suatu
kesatuan yang utuh.
Menurut pandangan ahli sosiologi,81 interaksi sosial merupakan
fenomena universal umat manusia yang cukup fundamental. Karena dengan
interaksi itulah masyarakat dapat terbentuk dan tetap eksis sepanjang masa.
Tanpa interaksi sosial, manusia menjadi elemen-elemen yang terpisah dan
tidak akan pernah melahirkan masyarakat. Sebaliknya, semakin intensif
80 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafaindo Persada,
1990), h. 34 81 Parluhutan Siregar, Penerapan Teori Interaksi Naturalistik Dalam Memperkuat Kerukunan
Umat Beragama, (www.lpkub.com), di akses pada tanggal 16 oktober 2008
interaksi antar individu di dalam masyarakat semakin kuat pula hubungan-
hubungan sosial dan emosional di dalam masyarakat tersebut.
Pola interaksi sosial yang terjadi di Desa Bidaracina khususnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini sebagai bentuk dari pola yang di bangun oleh
PM pada program pemberdayaan masyarakat urban.
Gambar 6. Pola Hubungan Interaksi Sosial Antara Mitra, Km, PM, dan MM-DD
1 2 5 3 4 4
Keterangan: : Berhubungan
1. Arus dana ZIS 2. Pembiayaan dan Peminjaman mikrokredit 3. TAMI, IIM dan AMW 4. Pembinaan dan rapat induk 5. Laporan pembinaan
Pada Kelompok Mitra (KM) interaksi terjadi melalui kerjasama
didalam KM itu sendiri. Interaksi sosial ditandai dengan saling kenal atau
bertemu antara mitra dan antar kelompok mitra didalam rapat untuk
kerjasama, saling bertukar pendapat, pengalaman, saling menasehati.
Interaksi sosial baru terjadi dengan adanya program dan setelah dibentuk
kelompok. Iver dan Page dalam Mardikanto (1993)82 mengemukakan bahwa
kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama
82Totok Mardikanto, Penyuluhan Pembangunan Pertanian, (Suarakarta: Universitas. Sebelas
Maret, 1993), h. 40
MM-DD PM Mitra
MM-DD
sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling pengaruh-
mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling menolong. Oleh
karena itu, kelompok dapat diartikan sebagai himpunan yang terdiri dari dua
atau lebih individu (manusia) yang memiliki ciri-ciri:83
1) Memiliki ikatan yang nyata
2) Memiliki interaksi dan interrelasi sesama anggotanya
3) Memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas
4) Memiliki kaidah-kaidah dan norma-norma tertentu yang disepakati
bersama
5) Memiliki keinginan dan tujuan bersama
Berkaitan dengan kelompok tersebut, di desa Bidaracina baru
terbentuk kelompok dengan adanya program Masyarakat Mandiri yang
dikenal degan sebutan Kelompok Mandiri (KM) yang dibentuk oleh PM
(Pendamping Mitra). Keberadaan mitra dalam berkelompok sebelum
program Masyarakat Mandiri dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 9. Keadaan Mitra tentang kelompok usaha Keterangan Sebelum MM,
Apakah punya kelompok usaha Orang % Tidak Punya 12 85.7 Punya 2 14.3 Total 14 100
83 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafaindo Persada,
1990), h. 39
Dari tabel 9 terlihat bahwa 85,7% (12 mitra) tidak punya atau tidak
pernah punya kelompok usaha dan 14,3% mitra pernah mempunyai
kelompok usaha sebelum bergabung dengan Masyarakat Mandiri. Mitra
yang sebelumnya mempunyai kelompok usaha (2 orang/14.3%) mengaku
belum maksimal dengan kelompok usahanya itu. Hal tersebut diakibatkan
dari kelompok usaha itu hanya sebatas pada perkumpulan para pelaku usaha
yang sama tanpa ada pendampingan usaha. Sehingga dampak dari kelompok
usaha itu tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan usaha.
Pengalaman ini di ungkapkan oleh salah satu mitra yang pernah mempunyai
kelompok usaha:
Bapak Herman (39 tahun). Bapak Herman mempunyai tanggungan keluarga 6 orang dengan jenis usaha pedagang Bakso, dengan penghasilan rata-rata perhari mencapai Rp. 33.000 sampai 40.000 (sekarang).
“Setelah saya mempunyai kelompok usaha di Masyarakat Mandiri, alhamdulillah sangat terasa betul dampaknya, mulai dari pemberitahuan tentang kesehatan makanan, apalagi kan dulu isu formalin pada pedagang bakso yang membuat pendapatan saya betul-betul anjlok, bimbingan untuk selalu memberika pelayanan yang baik yang sesuai dengan yang pernah di ajarkan rasul..akan tetapi dulu saya juga pernah ikut kelompok usaha, tapi cuma perkumpulan aja, ga ada bimbingan apa-apa, paling Cuma arisan di antara para pedagang bakso itu.”84
Secara rinci, Kelompok Mitra yang ada di Desa Bidaracina
sebagaimana terlampir pada tabel 10 di bawah ini:
Tabel 10. Kelompok Mitra Nama Kelopok Mitra Jumlah Mitra Srikandi 5 orang Tanjung Sehati 5 orang Gatot Kaca 8 orang Rajawali 5 orang
84 Herman (39 tahun), pedagang Bakso, wawancara bersifat individu, Bidaracina, 16 Oktober
2008
Delima 5 orang Pandawa Lima 5 orang Karya Mandiri 6 orang Total 39 Orang
Dengan bergabungnya mitra kedalam Kelompok Mandiri mitra merasa
senang, karena dengan berkelompok bisa tukar pikiran dan bisa saling
memberikan pandangan musibah, dan lain-lain. Misalnya ada mitra yang
jatuh sakit seperti pada kasus Bapak Paino:
Bapak Pn (49 tahun) adalah kepala rumah tangga yang memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3 anak dan 1 istri. Kelompok Mandiri yang diikuti sampai sekarang ini adalah tanjung Sejati dan kedudukan bapak Pn dalam kelompok sebagai anggota Kelompok mandiri. Sementara itu usaha yang dikelola adalah sebagai pedagang bakso.
“Sebelum ada program MM Bapak Pn mengaku tidak punya kelompok, baik kelompok usaha maupun kelompok lainnya. Dengan berkelompok pula Bapak Pn menjadi bertambah pengalaman dalam usaha dari teman-temannya, bisa bertukar pikiran, saling menasehati dalam usaha lainnya. Cerita-cerita pengalaman ini biasa didapatkan ketika pertemuan-pertemuan 2 mingguan.”85
b. Partisipasi
Dalam pembangunan kita kenal pendekatan dari atas (Top Down
Strategy) dan dari bawah (bottom up strategy) dengan melihat kekuatan dan
kelemahan kedua pendekatan tersebut, maka dalam program pengembangan
masyarakat, pendekatan dari bawah (dilengkapi dengan bimbingan dari
atas), merupakan alternatif yang layak digunakan.86
Dengan pendekatan tersebut, partisipasi masyarakat menjadi hal yang
sangat penting bahkan mutlak diperlukan. Karena pendekatan tersebut
85 Paino (49 tahun), Pedagang Bakso, wawancara bersifat Individu, Bidaracina, 18 Oktober 2008.
86 Silaban, S.Hut, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan, silabanbrotherhood.Wordpress.com. di akses pada tanggal 16 Oktober 2008
bertumpu pada kekuatan masyarakat untuk secara aktif berperan serta (ikut
serta) dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Partisipasi saja
sebagai strategi dalam program pengembangan masyarakat, tetapi ia juga
menjadi hasil yang sangat diharapkan dari pada program pengembangan
masyarakat. Dengan adanya partisipasi, kita dapat memperoleh keuntungan-
keuntungan antara lain:87
1) Mampu merangsang timbulnya swadaya masyarakat
2) Mampu meningkatkan motivasi dan keterampilan masyarakat
3) Pelaksanaan pembangunan, semakin sesuai dengan aspirasi masyarakat.
4) Jangkauan pembangunan menjadi lebih luas
5) Tidak menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah.
Dari uraian tersebut penulis menarik kesimpulan bahwa partisipasi
yang sering juga disebut peran serta atau ikut serta masyarakat, diartikan
sebagai adanya motivasi dan keterlibatan masyarakat secara aktif (dan
terorganisasikan) dalam seluruh tahapan pembangunan, sejak tahap
persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, evaluasi hingga
pengembangan atau perluasannya.
Partisipasi mitra merupakan manifestasi dari perilaku mitra dalam
menunjukan sikap yang telah dibentuk. Pertisipasi mitra dalam program
MM-DD merupakan kerjasama yang erat antara PM dan Mitra dalam
87 Silaban, S.Hut, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan, di akses pada tanggal 16
Oktober 2008
merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil
program yang telah dicapai. Partisipasi Mitra dapat di ukur dari beberapa
indikator: kehadiran, keterlibatan dalam kelompok dan aktivitas sosial.
Tingkat partisipasi mitra berdasarkan indikator di atas, dapat dilihat
perkembangannya pada tabel di bawah ini:
Tabel 11. Tingkat Partisipasi Mitra N=14
RATA-RATA Tinggi > 75%
Sedang 50-75%
Rendah < 50%
Total Tingkat Pertisipasi Mitra
Orang (%)
Orang (%)
Orang (%)
Orang (%)
Kehadiran 2 (14.3) 4 (28.6) 8 (57.1) 14 (100) Keterlibatan Dalam Kelompok 2 (12.3) 2 (12.3) 10 (71.4) 14 (100) Aktivitas Sosial Masyarakat 3 (21,5) 7 (50) 4 (28,6) 14 (100)
Secara umum dilihat dari tabel 11 di atas, bahwa tingkat partisipasi
mitra yang di ukur berdasarkan kehadiran mitra dalam pertemuan 2
minggguan, keterlibatan kelompok yang diukur berdasarkan pada pertemuan
masing-masing kelompok dengan pendamping mitra, serta aktivitas sosial
kemasyarakatan masih tergolong rendah.
Tingkat kehadiran mitra dalam pertemuan mitra adalah rendah (57.1).
hal ini terjadi karena mitra urban sering pulang kampung, waktu usaha
antara mitra satu dengan lainnya tidak sama, sehingga menyulitkan dalam
mencari waktu yang sama untuk pertemuan, hal ini sudah di coba dengan
melakukan pertemuan 2 minggu sekali tapi kurang efektif dalam
meningkatkan kehadiran mitra dipertemuan.
Termasuk keterlibatan mitra dalam kelompoknya masing-masing
masih tergolong rendah (71.4%). Sifat individualistis mitra masih terlihat
sangat menonjol. Hal ini di duga akibat tingkat persaingan hidup yang tinggi
di kota besar. Mitra sibuk dengan usaha masing-masing. Namun dari mitra
yang ada masih ada beberapa yang dapat di andalkan menjadi kader lokal,
untuk keberlanjutan aktivitas program.
Aktivitas sosial kemasyarakatan mitra masih tergolong sedang saja.
Bentuk aktivitas sosial tersebut antara lain adalah untuk perayaan
keagamaan, hari-hari besar nasional, dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh
hal yang sama dengan keterlibatan mitra dalam kelompok dan juga waktu
usaha yang berbeda-beda.
Pertisipasi ini akan memudahkan dalam pencapaian program yang
efektif terhadap kegiatan MM-DD seperti rapat induk dan pelatihan lain
oleh mitra akan semakin tinggi karena mitra merasa membutuhkan program
MM-DD tersebut. Rasa memiliki ditunjukan mitra yaitu dengan ketidak
setujuan jika program MM-DD dihentikan. Respon mitra jika program MM-
DD dihentikan disajikan dalam tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Respon Mitra Jika Program dihentikan Respon Jika Pinjaman dihentikan Orang % Setuju 1 7.1 Tidak Setuju 9 64.3 Biasa saja 4 28.6 Total 14 100
Dari tabel 12 di atas terlihat bahwa 64.3% mitra tidak setuju jika
program ini dihentikan, termasuk program pinjaman mokrokredit. Ini
menunjukan bahwa program Masyarakat Mandiri ini menjadi salah satu
program yang di harapkan oleh masyarakat khususnya di desa Bidaracina.
Akan tetapi dalam beberapa bulan kedepan program Masyarakat Mandiri di
Desa Bidaracina akan mulai dilepas setelah koperasi (lembaga lokal) yang
menjadi salah satu tujuan dari program Masyarakat Mandiri ini telah berjalan
normal tanpa ada dampingan atau binaan dari Masyarakat Mandiri.
Seperti pengakuan Bapak Subar:
”Kalau pinjaman ini dihentikan juga ngga apa-apa, yang terpentingkan usahanya tetap lancar dan terus maju”88
Dan mayoritas mitra mengatakan tidak setuju jika pinjaman ini
dihentikan untuk saat ini, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Bajari:
”sebenarnya bank keliling banyak, tapi susah mengmbalikannya, jadi ya Pinjaman modal dar MM ini sangat membantu kami apalagi sekarang lagi musim hujan yang selalu banjir di Bidaracina ini..”89
Tanpa partisipasi, program tidak bisa berjalan dengan baik. Menurut
pamuji (1997)90 terdapat indikator-indikator yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat, yaitu:
88 Subar (35 tahun), pedagang Mie Ayam, wawancara bersifat individu, Bidaracina, 2
November 2008 89 Bajari (39 tahun), pedagang Es Kelapa, wawancara bersifat individu, Bidaracina 2
November 2008 90 Otok S. Pamudji, Menuju Pendekatan Pembangunan Yang Partisipatif, (Buletin Bina
Swadaya, No. 11 Tahun V, 1997), h. 6
1) Partisipasi dalam merencanakan kegiatan yaitu keterlibatan dalam
bentuk kehadiran, menyampaikan pendapat dan pengambilan keputusan
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan yang
dilaksanakan.
2) Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan yaitu keterlibatan dalam
penyediaan dana, pengadaan sarana dan pengorbanan waktu.
Agar kemampuan berpartisipasi dapat ditingkatkan, mitra perlu sekali
mengalami proses belajar dan latihan. Beberapa latihan yang dilaksanakan
PM untuk menumbuhkembangkan partisipasi mitra seperti pelatihan
wirausaha, penyuluhan kesehatan bahan pangan, pelatihan pembuatan atau
pengisian buku keuangan dsb.
c. Tanggung jawab
Rasa tanggung jawab mitra terhadap program Masyarakat Mandiri
lebih ditekankan pada pemanfaatan pinjaman dan tanggung jawabnya untuk
mengangsur pinjaman, disamping itu juga tanggung jawab lainnya seperti
tanggung jawab terhadap kaluarga antara lain menyekolahkan anak,
memajukan usaha (seperti yang tertera pada ikrar mitra).
Tanggung jawab mitra dalam pembayara angsuran pinjaman dapat
dilihat pada tabel di bawa ini.
Tabel 13. Tingkat Kelancaran Mitra Membayar Angsuran N=14
Jumlah Tingkat Pembayaran Angsuran Orang (%)
Tinggi > 75% 5 35.7 Sedang 50-75% 6 42.9 Rendah < 50% 3 21.4 Total 14 100
Tanggung jawab mitra urban dalam membayar angsuran tergolong
sedang-sedang saja, ini kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat kehadiran
mitra dalam pertemuan yang rendah. Artinya, tidak semua mitra yang tidak
hadir dalam pertemuan, menitipkan uang angsuran kepada ketua kelompok
atau teman kelompoknya. Tingkat angsuran ini juga dapat dipengaruhi oleh
kondisi perekonomian yang di alami mitra itu sendiri, baik itu akibat dari
gejolak alam maupun hasil usaha yang mitra jalankan.
Terkait dengan ikrar mitra, hampir semua mitra menyatakan setuju
dengan adanya ikrar mitra dengan alasan bisa menambah cerdas otak, sudah
menjadi perjanjian yang harus ditepati, kalau usaha harus ikhlas, dalam ikrar
mitra terkandung makna yang sangat mendetail sehingga menjadikan selalu
teringat sama Allah Yang Maha Kuasa, Karena dapat meningkatkan
kepercayaan diri dan bisa amanah. Tanggung jawab ini sangat dirasakan
oleh Bapak Herman yang dulunya kurang mendapat kepercayaan dari
anggota kelompoknya. Bapak Herman mengatakan seperti di bawah ini:
“Adanya ikrar mitra supaya lancar jalan usahanya, supaya mendapat kepercayaan kelompok, jangan sampai mengecewakan ketuan dan anggota kelompok, jadi sama-sama hidup bersama.”91
91 Herman (59 tahun), pedagag bskso, wawancara bersifat individu, Bidaracina 3 November
2008
3. Dampak Religius
Dampak dari pelaksanaan program MM-DD terhadap mitra-mitra
berdampak pada kualitas sumberdaya manusia. Menurut Gini dalam Mardikanto
(1993)92 mengemukakan bahwa ukuran kualitas SDM tersebut adalah kesehatan
mental yang hubungannya dengan kepercayaan agama.
Dampak religius atau keagamaan dari Program Pemberdayaan yang
dilakukan MM-DD mengarah pada tingkat kesadaran mitra akan kegamaan.
Dalam meningkatkan pengetahuan keagamaan, PM selalu memberikan
pembinaan terutama melalui rapat atau pertemuan induk disamping pertemuan
kelompok, yaitu dengan penyampaian ceramah-ceramah keagamaan. Materi-
materi keagamaan oleh PM sudah banyak dijalankan oleh mitra. Seperti yang di
sampaikan Bapak Mardiono,
“Kita itu setiap mengikuti pertemuan rutin selalu di buka dengan Ikrar mitra, terus ceramah keagamaan baik oleh mba leni maupun sama Bapak Malik, dan selalu di tutu dengan Doa, dan Alhamdulillah kegiatan itu terasa banget oleh saya dalam kehidupan sehari-hari.”93
Berbeda lagi dengan penuturan Ibu Irma:
“Saya sudah melaksanakan materi Mba Ln, karena membuat cerdas otak dan hati merasa tentram.”94
92 Totok Mardikanto, Penyuluhan Pembangunan Pertanian, (Suarakarta: Universitas. Sebelas
Maret, 1993), h. 45 93 Mardiono (39 tahun), pedagang ketupat sayur, wawancara bersifat pribadi, Bidaracina 4
November 2008 94 Irma Suryati (38 tahun), Pedagang Jajanan, Wawancara bersifat Individu, Bidaracina 15
Oktober 2008
Jika dilihat lebih dalam lagi bahwa kemajuan mitra dalam pengetahuan
agama masih dalam taraf kesadaran. Untuk aktivitas atau pelaksanaan dan
penerapan dalam kehidupan sehari-harinya masih dianggap kurang. Seperti
yang dikatakan Ibu Muniroh,
“Ya saya merasa masih banyak kekurangan disana-sini kalau masalah agam, saya hanya sedikit-sedikit saja apa yang suka di sampaikan kalau ada pertemuan-pertemuan, kaya memakai kerudung, dan saya juga melihat dari temen-temen saya di kelompok ya begitu juga,”95
Kondisi ini pun diperkuat oleh salah satu tetangga mitra yang penulis
konfirmasi untuk memperkuat kekuatan analisa ini. Sebagai contoh, tetangga
mitra (Bapak Paino) yang rumahnya bersebelahan:
“Ya gimana ya..saya jarang melihat bapak Pn ikut berjamaah di mesjid, tapi mungkin karena dia berdagang kali ya, tapi saya juga sekali-kali liat dia ikut jamaah, tapi masih jarang gitu..tapi kalau ada pengajian bulanan dia suka ikut, kalau diminta sumbangan juga dia suka ngasih..alhamdulillah,”96
Terkait dengan infak shadaqah yang merupakan salah satu indikator
pencapaian dari program yang kemudian diterapkan dalam program Masyarakat
Mandiri yaitu membiasakan mitra untuk berinfak dan shadaqah. Hampir semua
mitra mengatakan sepakat dengan program Masyarakat Mandiri tentang infak
dan shadaqah. Program infak dan shadaqah yang ada pada program Masyarakat
Mandiri merupakan salah satu cara untuk menghimpun dana dari mitra untuk
kemudian dipakai dana- dana sosial. Seperti ketika terjadi banjir di daerah
95 Muniroh (37 tahun), pedgag jajanan, wawancara bersifat individu, Bidaracina, 4 November
2008 96 Karim (46 tahun), salah satu staf di Kelurahan Desa Bidaracina, wawancara bersifat individu,
Bidaracina, 4 November 2008
bidaracina, maka dana itu dipakai untuk membantu masyarakat. Selain itu juga
program infak dan shadaqah ini merupakan pembelajaran bagi mitra untuk
membiasakan diri dalam berbagai kepada sesama yang membutuhkan.
Pembelajaran ini sering disampaikan dalam pertemuan-pertemuan rutin mitra (2
minggi sekali). Pengalaman ini disampaikan pula oleh salah satu mitra:
“Saya akan ngasih kalau memang saya lagi ada, ya kalau di MM kan kita harus dibiasakan untuk saling berbagi. Kalau kata mba Leni kan harta kita ini cuma titipan aja, kita hanya diberikan amanat aja untuk mengelola harta yang ada pada kita, jadi harta yang ada pada kita itu ada hak orang lain yang membutuhkan.”97 (Mt, Bidaracina, November 2008) Maka kemudian menjadi sebuah catatan, bahwa program yang dijalankan
Masyarakat Mandiri sudah mencapai tahap kesadaran dan juga mulai mampu
diterapkan oleh mitra dalam kehidupan sehari-hari walaupun belum secara
menyeluruh.
97 Muthalib (39 tahun), pedagang gorengan, wawancara bersifat individu, Bidaracina, 4
November 2008
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis telah berhasil
menemukan beberapa hal yang menjadi pokok pembahasan pada penulisan
skripsi ini:
1. Dompet Dhuafa sebagai sebuah lembaga yang menjaring dana-dana Zakat,
Infak dan Shadaqah dari masyarakat turut berperan aktif dalam mengatasi
kondisi sosial masyarakat dalam bidang kesejahteraan ekonomi yang tidak
merata salah satunya dengan mendirikan Lembaga Nirlaba Syariah
Masyarakat Mandiri pada tahun 2000.
2. Strategi yang diterapkan pada program MM-DD dalam melakukan
pemberdayaan masyarakat khususnya pada economic development
meliputi:
a. Strategi utama yang terdiri:
1) Pembentukan kelompok secara partisipatif
2) Penguatan kapasitas SDM secara komunitas
3) Menciptakan dan mengembangkan usaha produktif
4) Pengembangan kelembagaan secara komunitas
b. Strategi pendukung berupa:
1) Pembinaan keislaman atau keagmaan
2) Pendampingan dan perluasan wawasan kelompok sasaran dan
masyarakat sekitar terhadap pentingnya pendidikan dan
kesehatan.
3. Dampak dari pelaksanaan program MM-DD tersebut antara lain:
a. Dampak ekonomi dari program MM-DD meliputi: pemberian modal,
peningkatan pendapatan mitra, kepemilikan tabungan, asset produktif
mitra
b. Dampak sosial antara lain: interaksi sosial antar mitra, tingkat
partisipasi mitra, serta tanggung jawab mitra mandiri.
c. Dampak program MM-DD terhadap religiusitas mitra antara lain
peningkatan pengetahuan keagamaan mitra, aktivitas keagamaan dan
kegemaran berinfak mitra.
3. Sesuai dengan indikator keberhasilan pemberdayaan, hasil evaluasi
terhadap dampak program MM-DD dengan penyaluran pinjaman
mikrokreditnya, menunjukan telah terjadinya pemberdayaan masyarakat
khususnya berkaitan dengan economic development. Akan tetapi
disamping itu pula, pola pemberdayaan yang dikembangkan oleh
Masyarakat Mandiri berdampak pula pada sosial kemasyarakatan serta
peningkatan tingkat kesadaran dalam melakukan aktivitas keagamaan.
4. Strategi yang dikembangkan oleh MM-DD dinilai telah berdampak pada
pemberdayaan yang diterima oleh Mitra. Hal ini berdasarkan pada hasil
penelitian, yang menunjukan bahwa pendapatan mitra dengan pendapatan
Rp. 20.000-30.000 berjumlah 64,3% menurun manjadi 7,1% sedangkan
dan mitra yang berpendapatan 30.000-40.000 berjumlah 7,1% meningkat
menjadi 57%.
5. Salah satu indikator pencapaian program MM-DD adalah berdirinya
lembaga lokal. Kelompok dampingan Desa Bidaracina telak berdiri
sebuah lembaga lokal yaitu Ikhtiar Swadaya Mandiri (ISM) berikut Gerai
Swadaya Mandiri (GSM)-nya, maka program ini dinilai telah berdampak
pula pada pertumbuhan ekonomi lokal yang dapat meningkatkan akses
bagi mitra dalam melakukan pengembangan usahanya, yaitu dengan
berdirinya lembaga lokal itu.
6. Untuk perluasan jaringan pasar, Lembaga Masyarakat Mandiri masih
belum optimal mengembangkannya. Hal ini di tunjukan dengan belum
signifikannya jumlah mitra yang telah melakukan penambahan segmentasi
pasar atau perluasan usaha sebagaimana pada tabel 8 di BAB III.
B. Saran-saran
Disadari oleh pihak menajemen MM-DD bahwa masalah
pengembangan UMKM di perkotaan padat penduduk memerlukan koordinasi
banyak pihak, oleh karena itu kerjasama dengan pihak pemerintah daerah,
departemen industri, departemen koperasi dan UKM atau yang lainnya
hendaknya dilakukan dengan maksud tertentu.
Mengingat mudahnya mitra untuk diatur, disiplin kelompok tinggi
serta ketidak setujuan mitra jika pinjaman dihentikan, maka pinjaman
mikrokredit perlu diperpanjang agar mitra mempunyai keleluasaan untuk
mengembangkan usaha tentunya dengan bimbingan manajemen MM-DD, dan
untuk tindak lanjut pinjaman mikrokredit berupa pemberdayaan UMKM yang
dilakukan MM-DD perlu membenahi kepengurusan. PM hendaknya
menyesuaikan besar pinjaman sesuai dengan yang ditetapkan pada petunjuk
pelaksanaan atau petunjuk teknis, mempercepat peminjaman serta mengontrol
setiap jenis usaha saja yaitu pedagang dan untuk menghindari persaingan mitra
sendiri dalam meningkatkan pendapatannya.
Untuk mendukung keberhasilan program tersebut perlu ditetapkan
usaha perubahan perilaku mitra dan masyarakat umum kearah yang mendukung
pencapaian tujuan program. Upaya tersebut antara lain penyuluhan di bidang
kesehatan (narkoba), melaksanakan studi banding atau karya wisata antar mitra
mandiri binaan khususnya untuk program Urban. Untuk mendukung kelancaran
program perlu ditingkatkan peran kepala desa dan ketua kelompok mitra dalam
memberikan motivasi, dorongan dan perhatian terhadap mitra dan usahanya,
sehingga mitra menjadi lebih bersemangat dan optimis dalam menjalankan
usahanya.
Pendekatan yang dilakukan kepada mitra dan masyarakat umum lebih
diarahkan pada pendekatan partisipatif dan pendekatan dengan konsep
kwirausahaan yang ramah lingkungan, berwawasan industri serta niaga dengan
berlandaskan iman dan taqwa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrajak R, Miptah, "Pelaksanaan Program Kredit Mikro (Studi Pelaksanaan
Program Kredit Mikro Oleh Lembaga Masyarakat Mandiri Parung, Bogor),"
(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Depok, 2007)
Asdar, M., Strategi Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) Melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Untuk Mengentaskan
Kemiskinan Dan Pengurangan pengangguran, (International Seminar On
Ismlamic Economics as a Solution, Medan, 18-19 September 2005)
Bariadi, Lili, dkk., Zakat dan Wirausaha, (CED: Jakarta, 2005)
Darmawan, "Cara Islam Mengatasi Kemiskinan" Republika, 8 September 2006
Djatmiko K, Hery, Lapak-Lapak Metropolitan, (Jakarta: Khairul Bayan Press, 2006)
Ginting, Meneth, Kontribusi Penyuluhan Pembangunan Dalam Mendukung
Pelaksanaan Otonomi Daerah, (Bogor: Pustaka Wirausaha Muda, 1999)
Gulo, W., Metodologi Penelitian, (PT. Grasindi: Jakarta, 2005)
Hunger, J. David dkk, Manajemen Startegis, Terj. Julianto Agung, (Yohyakarta:
Andi, 2003)
Hendi, Ekonomi Pemberdayaan Umat, http//: hendi45.blogspot.com. di akses pada
tanggal 28 Agustus 2008
Irawan, Andi, dkk., Kewirausahaan UKM; Pemikiran dan Pengalaman",
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007) Ismawan, Indra, Sukses di Era Ekonomi
Liberal Bagi Koperasi dan Perusahaan kecil dan Menengah, (Gramedia:
Jakarta, 2001)
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Gramedia Pustka Utama:
Jakarta, 1998)
Kusmono, Gugup, Manajemen Lanjutan, (Jakarta, Karunika Universitas Terbuka,
1997)
Keegan, Warren J., Manajemen Pemasaran Global,Terjemah Alexnader Sindoro &
Tanty Tarigan, Syahlena, MM., (Jakarta: PT. Indek Kelompok Gramedia,
2003), edisi 6
Mardikanto, Totok, Penyuluhan Pembangunan Pertanian, (Suarakarta: Univ. Sebelas
Maret, 1993)
Marzuki, Paradigma Baru Ilmu Penyuluhan Pembangunan Dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Lampung: Univ. Muhammadiyah, 1997)
Mubyarto, dkk, Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal, (Yogyakarta: Aditya Media, 1994)
Murniati, Sri, "Efektivitas Pembiayaan Zakat Produktif Dalam Pemberdayaan Usaha
Kecil Menengah (Studi Kasus Mitra Masyarakat Mandiri Parung, Bogor),"
(Skripsi S1 Program Studi manajemen Perbanklan Syariah STEI SEBI,
Jakarta 2007)
Mintarti, Nana, dkk, Panduan Program Umum dan Teknis, cet. Ke-2, (Masyarakat
Mandiri, 2008)
Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kulaitatif, cet. Ke-18, (PT Remaja Rosdakarya:
Bandung, 2004)
Mansur, Strategi Baru Untuk Kemiskinan, (ucuy.blogspot.com, diakses pada tanggal
20 Maret 2008)
,Imam, MulyanaMengupas(, Konsep Strategicom.shvoong.id.wwwdiakses pada ,
tanggal 2 April 2008)
Nawawi, Hadaari, Manajemen Stategik, Organisasi Non Profit Bidang
Pemerintahan, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press 2003), cet. 2
Pamudji, Otok, S., Menuju Pendekatan Pembangunan Yang Partisipatif, (Buletin
Bina Swadaya, No. 11 Tahun V, 1997)
Purnomo, Setiawan Hari dan Zulkiflimansyah, Manajemen Strategi Sebuah Konsep
Pengantar. (Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1999)
Pramiyanti, Alila, "Studi Kelayakan Bisnis Untuk UKM", (Yogyakarta: Media
Presindo, 2008)
Rangkuti, Freddy, Abalisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2006)
RS, Ishak, Pemberdayaan Masyarakat Miskin, www.dekopin.com., di akses pada
tanggal 29 Agustus 2008
Sinkhonze, W. B., The Role Of Extention in Farmer Education and Information Dissemination in Swaziland, (German: Institute for International Cooperation Of The Geman Education Assosiation, 1999)
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafaindo Persada, 1990)
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Alfabeta: Bandung, 2005)
Stainer, George & John Minner, Manajemen Strategi, (Jakarta : Erlangga, 2004)
Slamet, Rokhmad, Seminar Akademik Program BBA Jakarta Institute of Manajemen
Studies, (Jakarta: 24 Maret, 2001)
Suharto, Edi, Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Spektrum
Pemikiran), (Lembaga Studi Pembangunan STKS: Bandung, 1997)
Sumodiningrat, Gunawan, Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengaman
Sosial, (Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 1999)
Umar, Husein, Strategic Management in Action, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama, 2001)
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005)
www.masyarakatmandiri.org, (diakses pada tanggal 25 Juni 2008)
http//: azwarti.blogspot.com, (diakses pada tanggal 2 Agustus 2008)
id.go.depsos.www)2008Juli 25 di akses pada tanggal (,
http://infoindonesia.wordpress. com, (diakses pada tanggal 7 April 2008)