status isolek yogyakarta-surakarta dan implikasinya

20
STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAPBAHASAJAWASTANDAR Pujiati Suyata dan Suharti FBS Universitas Negeri Yogyakarta Abstract This research study focuses on the Yogyakarta-Surakarta isolects, a means of communication among members of communities in the areas of Yogyakarta and Surakarta, whose status as language, dialect, or sub dialect has not been established yet. It is necessary to establish the status of the two isolects as there is confusion among educational practitioners and members of communities in general regarding the rules of the standard Javanese that the government has established so far. In their development, Yogyakarta and Surakarta have moved in different directions; it seems that their similarities are dropping significantly nowadays. If this can be proved, then the status of the two isolects needs to be established and the rules of the standard Javanese need reviewing. For that purpose, a field survey was conducted in the Province of Yogyakarta Special Territory and the Ex-residency of Surakarta. The research objects included all Javanese utterances in the Yogyakarta and Surakarta areas whose status as language, dialect, and subdiolect has not been established yet. The data were collected through interviews, accompanied by observations, recording, and note making, employing a list of 200 basic words by Swadesh edited by Pusat Bahasa, a vocabulary list of 600 glosses, a list of phrases, and a list of sentences. The data were analyzed by a diachronic method using the lexicostatistics technique and a synchronic method using the comparative technique. The research findings show that the status of the relationship of the two isolects is the relationship between dialects in one language (the percentage of the family similarities being 86.75 %). This is supported by the results of the synchronic analysis through the vocabulary of 600 glosses, the phrase level, and the sentence level. The linguistic evidences have the implication on the establishment of the standard Javanese. In the two isolects, there are both similar and unique elements. The similar elements in the two isolects become the standard Javanese dialect, and the unique elements become the local elements. In the Javanese learning process in school, the standard Javanese dialect and the local Javanese are taught. Likewise, Javanese textbooks will refer to the standard Javanese and the local or substandard Javanese. Key words: isolect status, standard Javanese, diachronic comparative linguistics A. Pendahuluan 1. latar Belakang dan Masalah Hasil penelitian Poensen (1897) dan Walbeehrn (1896; 1897) dalam Uhlenbeck (1964) tentang tata bahasa Jawa mengatakan bahwa bahasa Jawa Surakarta merupakan dialek yang pa- ling mumi dan kaya bentuk. HasH pe- nelitian tersebut diterima pemerintah Belanda pada waktu itu, bahasa Jawa 1 --- -- ------

Upload: ngoanh

Post on 19-Jan-2017

230 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYATERHADAPBAHASAJAWASTANDAR

Pujiati Suyata dan SuhartiFBS Universitas Negeri Yogyakarta

AbstractThis research study focuses on the Yogyakarta-Surakarta isolects, a means

of communication among members of communities in the areas of Yogyakarta andSurakarta, whose status as language, dialect, or sub dialect has not been establishedyet. It is necessary to establish the status of the two isolects as there is confusionamong educational practitioners and members of communities in generalregarding the rules of the standard Javanese that the government has established sofar. In their development, Yogyakarta and Surakarta have moved in differentdirections; it seems that their similarities are dropping significantly nowadays. Ifthis can be proved, then the status of the two isolects needs to be established andthe rules of the standard Javanese need reviewing.

For that purpose, a field survey was conducted in the Province ofYogyakarta Special Territory and the Ex-residency of Surakarta. The researchobjects included all Javanese utterances in the Yogyakarta and Surakarta areaswhose status as language, dialect, and subdiolect has not been established yet. Thedata were collected through interviews, accompanied by observations, recording,and note making, employing a list of 200 basic words by Swadesh edited by PusatBahasa, a vocabulary list of 600 glosses, a list of phrases, and a list of sentences. Thedata were analyzed by a diachronic method using the lexicostatistics technique anda synchronic method using the comparative technique.

The research findings show that the status of the relationship of the twoisolects is the relationship between dialects in one language (the percentage of thefamily similarities being 86.75 %). This is supported by the results of the synchronicanalysis through the vocabulary of 600 glosses, the phrase level, and the sentencelevel. The linguistic evidences have the implication on the establishment of thestandard Javanese. In the two isolects, there are both similar and unique elements.The similar elements in the two isolects become the standard Javanese dialect, andthe unique elements become the local elements. In the Javanese learning process inschool, the standard Javanese dialect and the local Javanese are taught. Likewise,Javanese textbooks will refer to the standard Javanese and the local or substandardJavanese.

Key words: isolect status, standard Javanese, diachronic comparative linguistics

A. Pendahuluan

1. latar Belakang dan MasalahHasil penelitian Poensen (1897)

dan Walbeehrn (1896; 1897) dalamUhlenbeck (1964) tentang tata bahasa

Jawa mengatakan bahwa bahasa JawaSurakarta merupakan dialek yang pa-ling mumi dan kaya bentuk. HasH pe-nelitian tersebut diterima pemerintahBelanda pada waktu itu, bahasa Jawa

1

--- -- ------

Page 2: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

2

Surakarta ditetapkan sebagai bahasaJawa resmi dan yang diajarkan disekolah-sekolah. Oalam perkembanganselanjutnya, ketetapan bahasa Jawastandar mengalami perluasan. Olehpemerintah Republik Indonesia, bahasaJawa dialek Yogyakarta-Surakarta di-tetapkan sebagai dialek standar dansecara resmi diajarkan di sekolah-se-kolah di Provinsi Jawa Tengah, DIY,dan Jawa Timur, sampai sekarang.Selain itu, buku-buku pelajaran bahasaJawa juga ditulis dalam dialek yangsarna.

Kenyataan tersebut menyirat-kan suatu anggapan bahwa bahasaJawa dialek Yogyakarta-Surakarta me-rupakan satu kesatuan dialek. Padahaldalam perjalanan waktu dan perkem-bangan zaman, Yogyakarta berkem-bang menjadi kota pendidikan, budaya,dan pariwisata, semen tara Surakartaberkembang menjadi kota dagang, di-duga jumlah persamaan kedua isolekmenu run secara signifikan pada saatini. Jika temyata keduanya terbukti bu-kan merupakan satu kesatuan dialek,ketetapan dialek Jawa standar perluditinjau kembali. Oemikian juga ke-tetapan dialek resmi yang diajarkan disekolah-sekolah dan penulisan bukuajar bahasa Jawa.

Isolek Yogyakarta-Surakartayang merupakan alat komunikasi an tar-anggota masyarakat di daerah Yogya-karta dan Surakarta belum ditentukan

statusnya sebagai bahasa, dialek, atausubdialek, khususnya melalui pende-katan Linguistik Komparatif Historis.Isolek tersebut perlu ditentukan status-nya mengingat adanya kebingungan diantara praktisi bahasa Jawa, sepertiguru, penulis buku pelajaran, orang tuasiswa, dan masyarakat pad a umumnya,terkait dengan ketentuan bahasa Jawastandar yang ditetapkan selama ini.

Suatu penelitian yang komprehensifdan mendalam perlu dilakukan, meng-ingat hasiInya akan berdampak luaspad a masyarakat dan dunia pendidi-kan, tidak terkecuali. bagi kebijakan pe-merintah terkait bahasa Jawa standar.

2. Tujuan.PenelitianSecara spesifik, tujuan pene-

litian ini dijabarkan sebagai berikut.a. Mengidentifikasi seberapa besar

persamaan antara isolek Jawa Yog-yakarta dan isolek Jawa Surakarta.

b. Menetapkan status hubungan antaraisolek Yogyakarta dan isolek Sura-karta.

c. Jika status hubungan an tara isolekYogyakarta dan isolek Surakartatelah ditetapkan, mengidentifikasiimplikasinya terhadap penetapandialek Jawa standar.

d. Jika dialek standar bahasa Jawatelah ditetapkan, mengidentifikasiimplikasinya dalam dunia pen-didikan.

3. Landasan Teori

a. Bahasa JawaBahasa Jawa mencerminkan ke-

budayaan yang tinggi dan dapat di-telusur sejarah dan perkembangannyasejak berabad-abad yang lalu. Banyakpihak secara obyektif memandang ba-hasa Jawa sebagai bahasa yang tingginilai kebahasaan dan filosofinya.(Sudaryanto, dkk, 1991).

Bahasa Jawa mempunyai jum-lah penutur terbesar di antara bahasa-bahasa daerah lain di Indonesia, di-gunakan di Provinsi Oaerah IstimewaYogyakarta (DIY), Jawa Tengah, danJawa Timur dengan jumlah penduduk63.921871 (sensus 1990). Oi Jawa Barat,bahasa Jawa dipakai di pantai utaraJawa, seperti Cirebon dan Indramayu,terns ke barat sampai Banten bagian

Status Isolek Yogyakarta-Surakarta dan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

Page 3: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

utara. Di luar Jawa, bahasa Jawa di-temukan di daerah transmigran. Di luarIndonesia, bahasa Jawa digunakan di.Suriname, oleh penutur Jawa yangbermigrasi ke tempat itu antara tahun1890-1939.

Pemakaian bahasa Jawa tidaklepas dari kesopanan berbahasa yangdiatur oleh unggah-ungguhingbasa.TataBahasa Baku Bahasa Jawa (1991)menyebutkan, secara garis besar adadua tingkatan, yaitu tingkat tutur kasar(ngoko)'dan halus (krama).Dalam ngokoada (1) ngokobiasadan (2) ngoko alus,dalam krama ada (1) krama biasa dan (2)krama alus. Sampai sekarang, unggah-ungguhing basa masih menjadi acuandalam berbahasa Jawa, khususnya bagigenerasi tua.

b. Bahasa dan Oialek

Menurut Petyt (1980), dialekadalah variasi bentuk-bentuk yang ber-beda satu bahasa yang sama (thevariousdifferentforms of the samelanguage).Didalam dialek ada perbedaan, tetapi da-pat saling memahami satu dengan yanglain (mutually intelligible) Berdasarkanketerangan tersebut, dapat dipahamibahwa antardialek terdapat perbedaan-perbedaan. Namun demikian, meski-pun ada perbedaan, mereka dapat sa-ling memahami.

Dialek dapat dipandang se-bagai fakta bahasa, yang memperlihat-kan beberapa jenis penyimpangan daribentuk bahasa standar (Chambers &Trudgill, 1980). Dalam hal ini bahasadipandang sebagai sekumpulan dialekyang bersifat saling paham (mutuallyintelligible) antara satu dengan yanglain. Searah dengan Chambers &Trudgill, Soepomo (1976) menyatakan,jika dua orang bisa saling mengertibahasa yang lain, tetapi bahasa keduaorang itu berbeda, dikatakan bahwa

3

mereka berbicara dengan bahasa yangsama, tetapi dengan dialek berbeda. De-ngan demikian, dialek adalah perbeda-an dalam kesatuan, dan kesatuan dalamperbedaan.

c. Bahasa Jawa Yogyakarta dan JawaSurakarta

Dari latar belakang sejarahdiketahui bahwa sejak perjanjianGiyanti (13-2-1755), kerajaan Surakartadibagi menjadi dua, yaitu wilayahSurakarta Hadiningrat diperintah olehSunan Pakubuwana III dan wilayahYogyakarta yang diserahkan kepadaPangeran Mangkubumi. PangeranMangkubumi membangun kerajaanbaru yang diberi nama NgayogyakartaHadiningrat (Nitinegara, 1980Ricklefs, 1981).

Terkait dengan bahasa,Yogyakarta dan Surakarta merupakandua pusat kerajaan yang masing-masing bahasanya dijadikan normabahasa Jawa yang baku. Dalam per-kembangan selama 250 tahun lebih,kedua bahasa mengalami perkem-bangan yang pesat. Surakarta sebagaikota dagang dan Yogyakarta sebagaikota pendidikan, budaya, dan pari-wisata. Yogyakarta dikunjungi olehorang dari berbagai wilayah, dalammaupun luar negeri dengan bahasa danbudaya yang beraneka ragam. Hal inimenjadikan bahasa Jawa Yogyakartalebih inovatif dari bahasa Jawa yanglain (Blust, 1980). Demikian juga yangdikatakan Nothofer (1990), dialek Jawadi sebelah barat dialek Yogyakarta lebihkonservatif daripada dialek Yogykarta.Hal senada, Suyata (2002) meilihat darikonsep pinjaman bahasa, jumlah kosa-kata asH bahasa Jawa Surakarta lebihbanyak daripada bahasa Jawa Yogya-karta.

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

Page 4: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

4

d. Bahasa Jawa Standar danSubstandar

Oalam kelompok bahasa Jawa,ada dialek standar dan dialek sub-

standar, seperti dialek Banyumas, JawaTimur, Tegal, atau Semarang. Oalambahasa Jawa Standar, terdapat tingkat-tingkat yang lebih banyak, yaitu (1)ngoko, (2) ngoko a/us, (3) krama, dan (4)krama a/us. Tingkat-tingkat tersebutmerupakan isyarat tata hubungan yangdiwamai kesopanan dan sikapmenghormati. Berbeda dengan bahasaJawa standar, bahasa Jawa substandarterkesan lebih sederhana. Oalam bahasa

Jawa Banyumas, misalnya, hanyamengenal dua tingkat bahasa, yaitu (1)ora basa (tidak berbahasa halus ataubahasa kasar) dan (2) basa (berbahasahalus) (Supardo, 1995). Tingkat tuturora basa digunakan untuk komunikasidalam pergaulan sehari-hari, terutamadi pedesaan, semen tara tingkat tuturbasa dalam bahasa Banyumas diguna-kan dalam komunikasi resmi antara

warga masyarakat Oi sekolah-sekolah,materi pembelajaran bahasa Jawa ada-lah bahasa Jawa Standar (Adisumarto,1986; Supardo, 1995), meskipun untukjenjang SO kelas permulaan, bahasaBanyumas masih berperan. Hal itu jugaterjadi pada Jawa Semarang (Raminah,1986) dan Jawa Timur (Oarusuprapto,1986). Jika keadaan tersebut dibiarkanterus berlangsung, dikhawatirkan ba-hasa lokal (substandar) semakin tidakdikenal penutur mudanya dan lamakelamaan bisa punah. SelanjutnyaRaminah menambahkan, yang dimak-sud dialek standar adalah dialek Sura-

k...rta. Hal itu menyiratkan suatu pe-maknaan bahwa Jawa standar adalahdialek Surakarta. Oikaitkan denganhasH penelitian Poensen (1897), apayang dikatakan Raminah tersebut adabenamya

e. Kajian Teori Linguistik Kontrastifdan Historis Komparatif

Lek atau isolek adalah varietas

intrabahasa yang masih netral yangbelum dikaji derajat keberbedaannya(Baley, 1973; Ashar, 1994; Ohanawaty2002). Istilah tersebut bermakna netraluntuk pengelompokan fitur linguistikSearah dengan itu Fernandez (2002)mengatakan isolek sebagai istilah yangdigunakan secara netral untuk me-nyebutkan alat komunikasi antar ang-gota masyarakakat yang berupa bunyitutur yang belum ditentukan statusnya,sebagai bahasa, dialek, atau subdialek.

Mahsun (1995) menyebutkanada beberapa metode analisis isoleksebagai dialek, salah satu di antaranyadialektometri. Menurut Rivier (1975dalam Mahsun 1995), dialektometri me-rupakan ukuran statistik yang diguna-kan untuk melihat seberapa jauh per-bedaan dan persamaan yang terdapatpada tempat-tempat yang diteliti de-ngan membandingkan sejumlah bahanyang terkumpul dari tempat tersebut.Persentase jarak unsur-unsur kebahasa-an di antara daerah-daerah pengamatanitu digunakan untuk menentukanhubungan antardaerah pengamatan.Sebagai catatan, kelemahan dialekto-metri menurut Mahsun (1995) adalah,dialektometri memperlakukan sarnasemua isoglos, tanpa memperhitungkanadanya isoglos yang berupa korespon-densi bunyi dan yang berupa variasi.Oialektometri mencampuradukkan duaisoglos yang berbeda. Adanya kele-mahan pada metode dialektometri ter-sebut menjadikan dialektometri tidakdipHih untuk digunakan sebagai me-tode analisis isolek dalam penelitian ini.

Cara yang lain adalah melaluikajian Linguistik Komparatif Diakronisyang memanfaatkan metode leksi-kostatistik (Crowley, 1997), yaitu

Status lsalek Yogyakarta-Surakarta dan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

Page 5: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

metode pengelompokan bahasa yangdilakukan dengan menghitung prosen-tase pasangan kekerabatan atau kognat.

. Pasangan dikatakan kognat, jika (a)pasangan kosakata identik, (b) pa-sangan mirip secara fonetis dalamposisi artikulasi yang sarna, (c) adanyakorespondensi bunyi, dan (d) dalamsatu pasangan terdapat perbedaan satufonem, tetapi perbedaan itu dapatditerangkan bahwa itu akibat pengaruhlingkungan yang dianggap berkerabat.

Kosakata yang menjadi dasarperhitungan adalah kosakata mendasar(basic vobaculary).Kajian tersebut me-ngatakan bahwa dengan perbandingankosakata mendasar (basic vocabulary),dapat ditemukan persentase kekerabat-an antara dua bunyi tutur. Jika ke-samaan keduanya antara 81-100 %(Crowley, 1997), bunyi tutur disebutdialek dalam suatu bahasa (diillect of alanguage), dan (36 - 80 %) merupakanbahasa dalam satu keluarga bahasa(language of a family). Swadesh telahmenyusun daftar kosakata mendasar200 kata dan Oyen 100 kata.

Penerapan metodeleksikostatistik bertumpu pad a tigaasumsi dasar (Mahsun, 1995), yaitu:1. Sebagian dari kosa kata dalam suatu

bahasa sukar sekali berubah di-

bandingkan dengan bagian lainnya.Kosakata yang sukar berubah itudisebut kosa kata mendasar (basicvocabulary) yaitu kosa kata yangbersifat universal (terdapat dalamsemua bahasa).

2. Retensi atau ketahanan kosakata

dasar adalah konstan sepanjangmasa. Menurut asumsi ini, dalamwaktu 1000 tahun, retensi berkisarsekitar 80%.

3. Perubahan yang terjadi pada kosakata dalam suatu bahasa adalahsarna.

5

Penggunaan metode leksi-kosttistik untuk mengelompokkandialek atau subdialek ada kelemahan-

nya, khususnya pada asumsi pertama,sebab asumsi tersebut tidak sepenuh-nya benar. Untuk mengatasi kelemahanitu, Pusat Bahasa telah menyusundaftar kosa kata mendasar dengan me-nyesuaikan dengan kondisi di Indo-nesia. Karena itulah, dalam penelitianini, digunakan metode leksikostatistiksebab metode tersebut dapat diper-gunakan untuk bahasa-bahasa diIndonesia.

Oalam penelitian ini mula-muladigunakan metode leksikostatistik yangbertumpu pada kajian komparatifdiakronis seperti yang dianjurkanBynon (1979) dan Crowley (1997) untukmenetapkan status isolek Yogyakarta-Surakarta. Agar memperoleh hasil yangmaksimal, hasil dari metode yangbersifat kuantitatif tersebut divalidasi

dengan metode sinkronis melalui datapengembangan dari kosakata men-dasar, yang berupa kosakata dan unsuryang lebih tinggi, frase dan kalimat.

f. Hasi! Penelitian yang RelevanUhlenbeck (1964) melakukan

survei tentang bahasa Jawa. Oikatakan-nya,. dialek Yogyakarta - Surakarta se-bagai dialek standar, sementara dialekBanyumas, Samin, Surabaya, Tegal,Banten, dan Osing sebagai substandar.Berbeda dengan itu adalah laporanpenelitian Raminah (1986) yang menye-butkan bahwa dialek Jawa standaradalah dialek Surakarta. Apa yangdikatakan Raminah searah dengan hasilpenelitian Poensen seratus tahun yanglalu (1896). Oalam hal ini Raminahtidak menjelaskan bagaimana statusdialek Jawa Yogyakarta.

Dialek Jawa Yogyakarta ditelitioleh Hadiatmaja (1986) dengan hasil,

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

----

Page 6: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

6

bahasa Jawa Yogyakarta (BJY) sangatdekat dengan bahasa Jawa baku (BJB).Sebelumnya, Adisumarto (1978/1979)dalam Katrini (2002) meneliti bahasaJawa dialek Solo maupun Jawa dialekYogyakarta. HasH penelitian tersebutmelaporkan bahwa kedua dialek me-nunjukkan adanya variasi bunyi. Padatingkat leksikal ditemukan unsurleksikal yang menunjukkan variasidialektal. Penelitian tersebut meng-isyaratkan bahwa ada Jawa dialekYogyakarta dan ada pula Jawa dialekSurakarta.

Perbedaan antara bahasa JawaYogyakarta dan Jawa Surakarta ter-ungkap dalam penelitian Suyata (2002).Dengan konsep komparatif diakronisten tang pinjaman bahasa, trungkap21,9% bukan asli dan 78,1 % asli. Se-belumnya, dengan konsep yang sarnaSuyata (1980) menemukan dari 1000kata Jawa Yogyakarta yang diteliti,sebanyak 756 kata adalah asli baJ1asaitu. Hal itu menunjukkan bahasa JawaSurakarta lebih konservatif daripadabahasa Jawa Yogyakarta. HasH tersebutsearah dengan penelitian Blust (1980),yaitu bahasa Jawa Yogyakarta lebihinovatif daripada bahasa Jawa yanglain. Hal itu mengisyaratkan adanyaperbedaan antara Jawa Yogyakarta danJawa Surakarta.

Selain itu, Katrini (2002) dalampenelitian dengan pendekatan dialek-tologi ten tang Bahasa Jawa di JawaTengah Bagian Timur menyebutkanbahwa dialek Jawa Tengah bagianTimur ada dua macam, yaitu dialekpesisir di sebalah utara dan dialekYogya-Sala. Terkait dengan dialekYogya-Sala, Katrini menjelaskan bahwahubungan keduanya merupakanhubungan antarsubdialek.

HasH penelitian yang berbeda-beda antara beberapa penelitian, terkait

dengan status hubungan JawaYogyakarta-Surakarta mendorong pe-neliti untuk meneliti lebih jauh bagai-mana status yang sebenarnya. HasHpenelitian diharapkan dapat dipercayadan menjadi pertimbangan bagi pe-nentu kebijakan dalam menentukansikap terkait dengan status tersebut.

g. Penelitian PendahuluanSuyata (2001) melakukan

penelitian pendahuluan terkait denganisolek Yogyakarta-Surakarta. StudidHakukan dengan metode KomparatifDiakronis, melalui teknik leksiko-statistik, sesuai dengan anjuranCrowley (1997), dengan menggunakandaftar kosakata mendasar 200 edisi

Pusat Bahasa. HasH perhitungan me-nunjukkan persentase kognat antaraisolek Jogja-Sala menc~pai 89%. HasHperhitungan serupa itu menjelaskanbahwa hubungan kedua ujaran ter-masuk ke dalam hubungan antardialekdalam satu bahasa (Crowley, 1997). Halitu m!,!mperlihatkan adanya perbedaanterhadap anggapan lama bahwa baha-sa Jawa Sala dan Jawa Jogja merupakansatu dialek. Penemuan penelitian awaldengan data terbatas tersebut menarikuntuk ditindaklanjuti dengan penelitianlanjutan, agar kesimpulan penelitianlebih mantap.

h. HipotesisHipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Jumlah persamaan kerabat antara

isolek Yogyakarta dan Surakartacukup besar, antara 81-100%.Statushubungan antara isolek Yogyakartadan Surakarta adalah hubunganantardialek dalam satu bahasa.

2. Status isolek Yogyakarta dan Sura-karta serupa itu, keduanya me-rupakan dialek yang berdiri sendiri,

Status Isalek Yogyakarta-Surakarta dan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

Page 7: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

berimplikasi pada penetapan dialekbahasa Jawa Standar. Dalam hal ini,bahasa Jawa standar adalah unsur-unsur yang sarna yang terdapatpada dialek Yogyakarta dan Sura-karta.

3. Penetapan dialek bahasa Jawastandar, berimplikasi pada pene-tapan dialek bahasa Jawa standaryang digunakan di sekolah-sekolah.Terkait dengan hal itu, bahasa Jawastandar yang diajarkan di .sekolahadalah unsur-unsur yang sarna yangada pada dialek Yogyakarta danSurakarta.

B. Metode Penelitian

Untuk penelitian tahap I inidilakukan survei lapangan di ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dandi daerah eks Karisidenan Surakarta.Selain itu, terkait dengan penggunaanbahasa standar dan substandar di

sekolah, juga dilakukan survei didaerah Karesidenan Banyumas danJawa Timur.

Obyek penelitian adalah semuabunyi tutur Jawa di daerah Yogyakartadan Surakarta yang belum ditentukanstatusnya apakah sebagai bahasa,dialek, atau subdialek. Terkait denganbahasa Jawa standar dan substandaryang diajarkan di sekolah, bunyi tuturdi daerah Banyumas dan Jawa Timurjuga menjadi obyek penelitian

Lokasi penelitian adalah desadi wilayah Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta (DIY) dan daerah Eks-Karisedenan Surakarta (Peta terlampir).Untuk wilayah DIY,.daerah-daerahyang dipilih adalah daerah (1) sekitarKraton, (2) Kabupaten Gunungkidul,(3) Bantul, dan (4) Kulonpraga. Untukdaerah eks Karesidenan. Surakarta,

dipilih (5) daerah sekitar Kraton, (6)Sragen, dan (7) Boyolali.

7

Penelitian melibatkan 35 oranginforman. Untuk setiap titikpengamatan digunakan minimal duaorang informan, satu informan utamadan yang lain informan pembantu/pendamping untuk melengkapi datainforman utama, jika diperlukan,sekaligus untuk validasi data. Pengam-bilan data berlangsung dalam suasanaceria, diselingi gelak tawa, terutamakalau wawancara sampai pada hal-halyang semula diperkirakan tabu untukmengucapkannya.

Data diambil dengan cara, (1)cakapdengan teknik cakapsemuka,yanglebih dikenal dengan istilah metodewawancara , (2) simak dengan tekniksimak libat cakap dan simak bebas libatcakap. Untuk menghindari kesan peng-ujian kemampuan informan, di sam-ping teknik bertanya langsung, di-gunakan juga teknik pancing dan cakapterarah.

Metode simak dengan tekniksimak libat cakap dilakukan dengan jalanbercakap-cakap dengan informan,diupayakan agar informan tidak sadarbahwa yang dipentingkan adalahbahasa tuturannya, bukan isi tuturan-nya. Teknik simak bebas libat cakap di-lakukan dengan melakukan "curidengar" atau merekam percakapan danmengamati pemakaian bahasa dimasyarakat. Metode-metode tersebutdalam penerapannya dibantu denganteknik catat dan rekam.

Ada empat jenis daftar tanyaanyang digunakan dalam penelitian ini.

Pertama, daftar kosakata men-dasar (basic vocabulary)Swadesh 200,edisi Pusat Pembinaan dan Pengem-bangan Bahasa, Jakarta. karenainstrumen itu telah terbukti lebih baik

daripada daftar 100 kata Swadesh, jikadigunakan untuk bahasa-bahasa diwilayah Indonesia (Pusat Bahasa, 1995).

Litera, Volume 6, Nomor I, Januari 2007

;;.;,""""""'--- - - -- -

Page 8: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

8

Kedua, daftar kosakata, pengembangandari kosakata mendasar Swadesh,berjumlah 600 kata (kosakata 600medan makna), Oaf tar tanyaan disusundengan mengacu pada model daftartanyaan Nothofer, 1981; Lauder, 1993,dan Dhanawati, 2002 dengan sedikitmodifikasi sesuai dengan tujuan pene-litian. Dari penelitian-penelitian terda-hulu, terbukti bahwa daftar tanyaantersebut terbukti valid untuk pene-litian-penelitian jenis ini. Ketiga, daftartanyaan frase dan keempat daftartanyaan kalimat.

Data dianalisis dengan metodekomparatif diakronis melalui tekniklek.c;ikostatistik. Selain itu, diterapkanmetode korespondensi bunyi untuk me-netapkan pasangan-pasangan kognatdati isolek yang diteliti. Teknik padan,hubung banding membedakan dan me-nyamakan digunakan untuk menentu-kan persentase pasangan kerabat.Seberapa besar jumlah persentasekerabat menentukan status isolek yangditeliti, apakah sebagai bahasa, dialek,atau sub-dialek. Selain itu, data yanglain dianalisis secara sinkronis denganteknik padan, hubung banding

C. HasH dan Pembahasan1. Kosakata Mendasar (basic

vocabulary) SwadeshHasH identifikasi menunjukan

bahwa di an tara 200 pasang kosakatayang dibandingkan sebanyak 173(86,5%) kognat. Sisanya sebanyak 27pasang (13,5%) tidak kognat. Di antarayang kognat, ada 5 pasang (2,5%)sedang berkembang ke arah tidakkognat. Menurut Crowley (1997), hasHpersentase serupa itu menjelaskanbahwa hubungan antarisolek termasukdalam kriteria hubungan antardialekdalam satu bahasa. Dengan demikian,hubungan an tara isolek Yogyakarta danSurakarta merupakan hubungan antar-dialek dalam kelompok bahasa Jawa.Evidensi pasangan kognat Jawa Yog-yakarta -Surakarta antara lain tampakpada Tabel1 berikut.

Sementara itu, evidensi pa-sangan yang tidak kognat, tampak pad aTabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwapasangan kosakata di atas memper-lihatkan perbedaan, sehingga tidakdapat dimasukkan ke dalam pasangankognat yang menjadi dasar persentase

Tabel1: Pasangan Kognat Tuturan Jawa Yogyakarta-Surakarta

membedakan dan menyamakan. kekerabatan. Kosakata 'daging', misal-nya, untuk Jawa Yogyakarta adalahdaging, yaitu daging dari hewan berkaki

Status lsolek Yogyakarta-Surakarta dan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

No.Kosakata Tuturan Jawa Tuturan Jawa KeteranganSwadesh Yogyakarta Surakarta Kognat

1. Abu Awu awu +2. Akar Oyot oyot +3. Apa Apa apa +4. Berenang Nglangi nglangi +5. Bulu Wulu wulu +6. Dua loro, kalih loro, kalih +7. Ibu fuu sibu +

Page 9: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

9

Tabel 2: Pasangan Tidak Kognat Tuturan Jawa Yogyakarta-Surakarta

empat, seperti sapi atau kambing.Namun kata yang sarna pada JawaSurakarta disebut iwak yang jugabermakna 'ikan', yaitu hewan yanghidup di air, bahkan di beberapatempat kata iwak juga bermakna 'lauk',seperti tahu, tempe atau lauk yang lain.

Penelitian ini juga menemukanbeberapa pasang kosakata yang ber-kembang menuju tidak kognat. Tabel 3menunjukkan hal itu.

pasangan tidak sama/mirip. Dalamperkembangannya, jurnlah pasanganyang sama/ mirip akan berkurang,mengingat ada 8,8% pasangan yangsedang berkernbang ke arah tidaksama/mirip. Dari evidensi tersebutdapat diketahui bahwa jumlahpersentase kesamaan lebih besar dari80%, jumlah yang cukup untukmendukung hasH analisis denganteknik leksikostatistik, yaitu. hubungan

Tabel 3: Pasangan yang Berkembang ke Arah Tidak Kognat

Dari Tabel 3 dapat diketahuibahwa kata ampuh pada Jawa Yogya-karta menunjukkan perkembangan ba-ru, sebab kata yang sarna tidak dijum-pai pada tuturan Jawa Surakarta. Demi-kian juga untuk kata ngembrah danbatih.

2. Kosakata 600 Medan Makna

Dengan instrument itu dapatdiketahui sebanyak 84,5% adalahpasangan yang sama/mirip dan 15,5%

antarkedua ujaran termasuk ke dalamkriteria hubungan antardialek dalamsatu bahasa. Diakui, memang belumada kriteria tertentu ten tang hal ituberdasarkan analisis dengan metodesinkronis, tetapi kesamaan yang> 80%dapat menjelaskan hal itu. Tabel 4contoh kesamaan itu.

Semen tara itu, evidensipasangan yang tidak sarna, pada Tabel5 berikut.

Litera, Volume 6, Namor 1, Januari 2007

- - -- -- -- - -

No. . KosakataTuturan Jawa Yogyakarta Tuturan Jawa Surakarta Keterangan

Swadesh Kognat1. Angin Angin Barat -

2. Asap kebul, asep keluk -3. Awan wan, mendhung Mega -4. Bengkak Tebeng abuh -

5. Oaging Oaging iwak -6. Oebu Lebu Bleduk -

No.Kosakata

Tuturan Jawa Yogyakarta Tuturan Jawa Surakarta KeteranganSwadesh Kognat

1. Baik Apik, sae, ampuh Apik, sae +/-2. Banyak Akeh, kathah, nembrah Akeh, kathah +/-3. Istri Soja, semah, batih Sojo,semah, sisihan +/-4. Jalan Oalan Oalan, ratan +/-5. Suami Sojo,semah, batih Soia, semah, sisihan +/-

Page 10: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

10

Tabel 4: Pasangan yang Sarna Tuturan Jawa Yogyakarta-Surakarta rnenurutKosakata 600 Medan Makna

TabelS: Pasangan Tidak Sarna Tuturan Jawa Yogyakarta-SurakartaBerdasarkan Kosakata 600 Medan Makna

Table 5 memperlihatkanpasangan-pasangan yang tidak sarna.Krupuk beras untuk Yogyakarta, misal-nya, bemama lempeng, tetapi kata yangsarna untuk Surakarta bemarna karakatau rambak. Di Surakarta ada rumah

makan yang terkenal dengan 'karakndesa'nya. Pad a sisi lain, rambakSu:-akarta mempunyai makna lain diYogyakarta. Rambak Yogyakarta berartikrupuk terbuat dari kulit kerbau ataukrupuk terbuat dari patio

Selain itu, ditemukan pasang-an kosakata yang berkembang darisarna menuju ke tidak sarna. Contohada pada Tabe16 berikut.

Dari tabel di atas tarnpakbahwa pasangan kosakata mula-mulasarna, tetapi pada perkembanganselanjutnya muncul kosakata barn yangmenjadikannya ke arah tidak sarna,seperti dari kata mojah muncul kaos kaki.Hal itu merupakan evidensi barn yangmemperkuat hasH penelitian Blust(1980) dan Suyata (1981).

Status Isolek Yogyakarta-S\lrakarta dan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

No. GlossTuturan Jawa Tuturan Jawa

KeteranganYogyakarta Surakarta1. Bilangan Angka Angka +

2. Satu setengah. Siji setengah, karo Siji setengah, karo +

tengah tengah3. Empat Papat setengah, klima Papat setengah, klima +

setengah tengah tengah

4. Dua puluh Rong puluh, sekodhi Rong puluh, sekodhi +

5. Pagi Esuk Esuk +

6. Sesisir Selirang Selirang +

No. GlossTuturan Jawa Tuturan Jawa

KeteranganYogvakarta Surakarta1. Pagi tadi Esuk mau Mau esuk -2. Belikat Enthong-enthong Singkap -

3. Anak adikAwan Prunan. Ponakan -4. Minyak wangi Ambri Pende/ -5. Ayam jantan Jagoan Lancur -

muda6. Kacng tanah Kacan srenthu/ Kacan bro/ -7. Singkonggoring Ba/ok B/anggreng

-8. Krupukkulit Rambak Krecek -9. Kelapa parut Parutan k/apa K/apa parut -10. Krupuk beras Lempeng Karak, rambak -

Page 11: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

11

Tabel 6: Pasangan yang Berkernbang rnenuju ke Tidak Sarna berdasarkanKosakata 600 Medan Makna

3. Tataran Frase Tuturan JawaYogyakarta-Surakarta

HasH analisis menunjukkanbahwa ungkapan-ungkapan yang ber-bentuk frase pada tuturan JawaYogyakarta dan Surakarta, yang sarnahanya sebesar 17,1%. Ungkapanberbeda lebih banyak, yaitu sebesar22,8%, dan sedang berkernbang rnenujuperbedaan sebesar 65,7%, jurnlah yangpaling besar. Hal itu rnengisyaratkanbahwa pad a tataran frase, perkern-bangan rnenuju perbedaan cukup besar.Pad a rnasa rnendatang perbedaansebesar 22,8% itu akan berkernbangsernakin besar, sebab sebanyak 65,7 %sedang berkernbang ke arah itu.

Berdasarkan data yang ada,tarnpak bahwa perkernbangan JawaYogyakarta lebih cepat daripada Jawa

Surakarta, sebab Jawa Yogyakartarnenggunakan ungkapan-ungkapanbaru lebih ban yak dan bervariasidaripada Jawa Surakarta. Hal itu dapatditelusuri rnelalui data yang berupaungkapan-ungkapan frase khas Yogya-karta yang sebesar 44,7%, khas Sura-karta sebesar 25%, dan yang diper-gunakan baik di Yogyakarta rnaupun diSurakarta sebesar 30,3%.

Contoh ungkapan-ungkapanyang sarna dapat diarnati pad a Tabel 7berikut.

Evidensi ungkapan berbeda,antara lain dapat diarnati pada Tabel 8.

Oari Tabel 8 dapat ditelusuribahwa ungkapan dalarn tataran fraseJawa Yogyakarta berbeda dengan JawaSurakarta. Perbedaan terjadi karenapengaruh dari berbagai hal, yang

Tabel 7: Ungkapan Frase yang Sarna antara Jawa Yogyakarta dan Surakarta

Litera, Volume 6, Nomor 1,Januari 2007

----- -

No. GlossTuturan Jawa Tuturan Jawa

KeteranganYogyakarta ' Surakartal. Tengah hari Bedhug, tengange Bedhug +/-2. Kelak Suk, kapan-kapan Suk, mbesuke +/- -3. Kadang-kadang Sok-sok, kala-kala Sok-sok, +/-

kadhangkala4. Bahu Pundhak, bau Pundhak +/-5. Betis Kempol Kempo!, kentol +/-6. Celana panjang Kathok dawa, c1ana Kathok dawa +/-7. Kaos kaki Mojah, kaos kaki Moiah +/-

No. GlossTuturan Jawa Tuturan Jawa

KeteranganYogyakarta Surakartal. Masak air Nggodhog wedang Nggodhog +

wedang2. Menanak nasi Ngliwet, adang Ngliwet, adang +3. Baru saja makan Tes wae mangan, Lagi wae +

lagi bar mangan mangan, lagientas mangan

4. Tidak jadi Wurung, ra sida Wurung, ra sida +5. Kosong sarna Kothong blong, Kothong blong, +

sekali kothong mlompong kothong

Page 12: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

12

Tabel 8: Ungkapan Frase yang Berbeda antara Jawa Yogyakarta dan Surakarta

berbeda antara Jawa Yogyakarta danSurakarta. Hal itu memperkuat hasilterdahulu bahwa isolek Yogyakarta -Surakarta telah berkembang, yangmula-mula satu kesatuan dialek men-

jadi dua dialek yang berdiri sendiri.Proses ke arah berbeda terns

berlangsung dan hal itu tampak sekalipada ungkapan-ungkapan dalam ben-tuk frase (sebanyak 65,7% sedang ber-kembang ke arah berbeda). Dikatakandemikian sebab bentuk-bentuk sarna

ada, tetapi muncul juga bentuk lainyang berbeda.

Data lapangan juga menunjuk-kan adanya bentuk-bentuk yang khasJawa Yogyakarta dan khas Surakarta.Untuk frase 'tidak membawa apa-apa'misalnya, yang khas Yogyakarta adalima bentuk, yaitu babar net, babar bIas,ora apa-apa, ora nggawa-gawa, dan oraent'lk-entuk, sementara Surakarta hanyasatu bentuk, yaitu gluthung.

4. Tataran Kalimat Jawa Yogyakartadan Surakarta

Data lapangan menunjukkanbahwa klausa atau kalimat yang me-wakili ungkapan tertentu, gaya danlogat bicara tertentu hanya sedikit (2%)yang menunjukkan kesamaan antaratuturan Jawa Yogyakarta dan Sura-karta, yang berbeda lebih banyak, yaitusebesar 40%, dan yang mula-mula sarnakemudian menunjukkan hal berbedasebanyak 50%. Keadaan ini searahdengan apa yang terjadi pada tataranfrase, sebagian besar bentuk-bentukklausa atau kalimat sedang dalamproses berkembang menuju perbedaan.

Dilihat dari jumlah kalimatyang berbeda antara Jawa Yogyakartadan Surakarta, jumlah kalimat tuturanJawa Yogyakarta dan Surakarta yangberbeda lebih banyak daripada jumlahkalimat yang sarna. Perbedaan tampak,khususnya pada penggunaan kata-kataklitik yang menyertai kalimat yang di-gunakan. Baik Jawa Yogyakartamaupun Surakarta mempunyai kata-kata klitik khas yang mencirikan Jawa

Status Isolek Yogyakarta-Surakarta dan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

No. Gloss Tuturan Jawa Yogyakarta Tuturan Jawa KeteranganSurakarta

1. Cantik sekali Ayu tenan, me blok-meblok, Ayune pol, -menor nemen, moblong-

moblong2. Tidak Ora apa-apa, ora entuk-entuk, Gluthung, ora -

membawa ora nggawa-nggawa, babar nggawa papa.apa-apa net, babar pisan, babar bias.

3. Tidak tahu Ora ngerti bias, buk ra ngerti, Ora ngerti babar -sarna sekali babar net ra ngerti. pisan, ora ngerti

tenan.

4. Makan, apa Mangan, apa lawuhe? Mangan, apa -lauknya? iwake?

5. Mau ke Arak neng ndi? Arep neng Arep nyang ndi? -mana? ndi?

Page 13: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

tertentu. Kata klitik je dan gek, misal-nya, adalah khas Jawa Yogyakarta danki dan rik adalah khas Surakarta.

Di samping itu, dijumpaibentuk-bentuk yang berkembang,mula-mula sarna, kemudian munculbentuk baru yang hanya ada pada JawaYogyakarta saja atau Surakarta.saja.Bentuk-bentuk yang demikian jumlah-nya cukup banyak, bahkan palingbanyak daripada bentuk-bentuk yanglain. Keadaan tersebut mengisyaratkanadanya arus kuat ke arah perbedaanantara Jawa Yogyakarta dan Surakarta.

5. Tuturan Jawa Standar danSubstandar

a. Kosakata Mendasar Jawa Standardan Substandar

Berdasarkan data yangterjaring lewat kosata mendasar, dapatdikatahui bahwa dialek Surabayamempunyai pasangan kognat, sebesar84% dengan Jawa Yogyakarta, dansebesar. 86% dengan Jawa Surakarta.Hal itu menunjukkan bahwa dialekJawa Timur lebih dekat ke Surakarta,atau pengaruh Jawa Surakarta ke JawaTimur lebih kuat daripada pengaruhJawaYogyakarta. Kraton sebagai pusatbudaya dan bahasa, mempunyaipengaruh ke wilayah-wilayah di luar

13

kraton. Pengaruh kraton Surakarta kewilayah timur lebih besar daripadapengaruh kraton Yogyakarta.

Selain itu, data menunjukkanbahwa pasangan kognat antara dialekBanyumas dan Jawa Yogyakcrtasebesar 83% dan sebesar 80,5% antaradialek Banyumas dengan JawaSurakarta. Hasil tersebut mengukuhkanpendapat bahwa isolek Jawa Timur danBanyumas merupakan dialek yangberdiri sendiri dalam kelompok bahasaJawa. Selain itu, juga dapat diketahuibahwa dialek Banyumas lebih dekat keJawa Yogyakarta. Pengaruh JawaYogyakarta ke Banyumas lebih kuatdaripada Jawa Surakarta. Tabel berikutakan menjelaskan hal itu.

Tabel di berikut menunjukkanbahwa kata arek dialek Jawa Timur,tidak kognat dengan Jawa Yogyakartamaupun dan Jawa Surakarta (tanda -),tetapi kata aku kognat dengan JawaYogyakarta maupun Surakarta (tanda+), dan be/uk tidak kognat dengan JawaYogyakarta, tetapi kognat dengan JawaSurakarta (tanda - dan +). Secara ke-seluruhan jumlah pa'Sangan kognatJawa Timur dengan Jawa Surakartajumlahnya lebih banyak dibandingkandengan kognat antara Timur dan Yog-yakarta. Pasangan kognat Banyumas

Tabel 9: Tuturan Jawa Yogyakarta-Surakarta dan Jawa Timur-Banyumasmenurut Kosakata Mendasar

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

----------

No. Gloss Jawa Timur YI! Skt Banvumas YI! Skt1. 'Anak'. Arek - - Bocah - -2. 'Aku' Aku + + Envonl! - -3. 'Asap' Beluk - + Kukus - -4. 'Bagaimana' Yokapa - - Kepriben - -5. 'Baker' Kobar - - Garang - -

6. 'Baring' Klesetan - - Turon - +/-7. 'Berat' Abot + + Anteb - -8. 'Benl!kak' Aboh - + Gedhe - -9. 'Berenang' Ngelangi + + Dus-dusan - -10 'Berburu' Nggadhak - - Mburu - -

Page 14: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

14

dengan Jawa Yogyakarta lebih banyakdaripada Banyumas dengan Jawa

Contoh pasangan dipaparkan dalarnTabellO berikut.

TabellO: Tuturan Jawa Yogyakarta-Surakarta dan Jawa Timur-Banyumasmenurut Kosakata 600 Medan Makna

Surakarta. Dengan demikian, JawaTimur lebih berkiblat ke Surakarta,sedangkan Banyumas berkiblat keYogyakarta.

b. Kosakata 600 Medan Makna JawaStandar dan Substandar

Data yang terjaring dianalisissecara sinkronis dengan hasil (1)pasangan yang sarna antara Jawa Timurdan Yogyakarta sebesar 80,5% dan yangtidak sarna sebesar 19,5%. (2) Pasanganyang sarna antara Jawa Timur danSurkarta sebesar 82,5 % dan yangberbeda sebesar 15,5%. Hal itu dapatdimaknai bahwa Jawa Timur lebihdekat dengan Surakarta, atau pengaruhKraton Surakarta ke Jawa Timur lebihkuat daripada pengaruh Yogyakarta.

Selain itu, antara Banyumasdan bahasa standar hasilnya (1)pasangan yang sarna antara Banyumasdan Yogyakarta sebesar 81% dan yangtidak sarna sebesar 19%. (2) pasanganyang sarna Banyumas dan Surakartasebesar 80,7% dan yang tidak sarnase~esar 19,3%. Hal itu dapat dimaknaibahwa Jawa Banyumas lebih dekat keYogyakarta, atau pengaruh JawaYogyakarta ke Banyumas lebih kuatdaripada pengaruh Jawa Surakarta.

c. Tataran Frase Jawa Standard danSubstandar

Data frase menunjukkan isolekJawa Timur dan Banyumas merupakandialek dalam kelompok bahasa Jawa.Jawa Timur lebih dekat ke Surakartadan Banyumas lebih dekat ke Yogya-karta. Pengaruh kraton Yogyakarta keBanyumas lebih besar daripada kratonSurakarta. Contoh kedekatan tersebutdapat diikuti Tabel11 berikut.

d. Tataran Kalimat Jawa Standar danSubstandar

Dilihat dari perbedaan yangada, perbedaan Jawa Timur - Yogya-karta sebesar 80% dan Jawa Timur -Surakarta sebesar 75%. Hal itu me-

nunjukkan bahwa Jawa Timur masihlebih dekat dengan Surakarta diban-dingkan dengan Yogyakarta. Sementaraitu, Jawa Banyumas juga berbeda secarasignifikan dengan Jawa Standar. Banyu-mas dan Yogyakarta berbeda sebesar60% dan Banyumas-Surakarta sebesar85%. Hal itu mengisyaratkan bahwaJawa Banyumas masih lebih dekatdengan Yogyakarta di banding denganSurakarta. Pengaruh Jawa Yogyakartake Jawa Banyumas lebih besar daripadapengaruh jawa Surakarta.

Status Isolek Yogyakarta-Surakarta dan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

-- - - - - -- --

No. Gloss Jawa Timur Y Skt Banyumas Yg Sktl. 'sesisir' . Sak sisir - - Seepek - -2. 'sedepa' Sak dhepa + + Selengen - -3. 'sejengkal' Sakkil - - Sekilan + +4. 'sebuah' Sito - - Glunthung - -5. 'sebuah Sitogedhang - - Selenjer - -

pisang'

Page 15: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

Tabelll: Frase Jawa Standar dan Substandar

15

2. Pembahasan

a. Status Isolek Yogyakarta - Surakartadan Penetapan Jawa Standar

Hasil penelitian ini me-nunjukkan bahwa hubungan antaraisolek Yogyakarta dan Surakarta me-rupakan hubungan antardialek dalamsatu bahasa. Hal ini didukung olehpersamaan pasangan kognat yang lebihbesar dari 80% (sesuai dengan kriteriaCwoley, 1997). Selain itu, bukti-buktikesamaan melalui analisis sinkronis

berdasarkan data kosakata pengem-bangan dari kosakata mendasar, frase,serta kalimat membantunya. Hasil pe-nelitian berdasarkan kajian LinguistikKomparatif Historis dengan metodeLeksikostatistik tersebut searah denganpenelitian sebelumnya, seperti Hadiat-madja (1986) yang menyebut isolekYogyakarta dengan "dialek Yogya-karta" dan Adisumarto (1978/1979)yang menyebut isolek Yogyakarta-Surakarta dengan "dialek Yogyakartadan dialek Surakarta"

Namun demikian, hasil pene-litian tersebut berbeda dengan pene-litian Katrini (2002). Katrini dengankajian Dialektologi melalui pendekatanDialektometri melaporkan bahwahubungan antara isolek Yogyakarta dan

Surakarta merupakan hubungan antar-subdialek. Apabila diperhatikan, per-bedaan hasil penelitian dengan Katriniini dapat saja terjadi mengingat :

(a) Lokasi titik pengamatanpenelitian Katrini (2002) dan penelitianini berbeda, meskipun sama-sama diwilayah Yogyakarta dan Surakarta.Lokasi yang berbeda akan menghasil-kan data yang berbeda dan selanjutnyaberbeda pula hasil analisisnya.

(b) Metode yang digunakanKatrini (2002) adalah Dialektometri

yang berbeda dengan metode pene-litian ini, yaitu Leksikostatistik. Sepertidikatakan Mahsun (1995), metodeDialetrometri mengandung kelemahan,karena metode tersebut tidak mem-

bedakan perbedaan yang terjadi karenakorespondensi bunyi dengan variasi.Karena alasan itulah, dapat saja terjadiperhitungan-perhitungan Dialektometriyang mungkin kurang tepat. Diakui,metode Leksikostatistik juga mengan-dung kelemahan, namun kelemahanyang ada diatasi dengan menggunakankosakata dasar yang khas Indonesia,yaitu kosakata mendasar edisi PusatBahasa.

Menurut Petyt (1980), dialekadalah bentuk berbeda dari bahasa

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

---

No. Gloss Jawa Timur Yogyakarta Surakarta Banyumas1. 'air Wis umek, Gek diadoni, Gawenen, Ohekoken

mendidik, gawea teh cencemen, coren,buatlah the'. dhekoken, cencemen

comen2. 'makan, Mangan, Mangan, Mangan, Madhang,

lauknya iwake apa? lawuhe apa? iwake apa? karo apa?apa?

3. 'tidak tahu Gak eroh Ora ngerti Ora ngerti Ora ngertisarna sekali babab pisan bias, buk ra babar pisan, babar bias.

ngerti, ora ora ngertingerti babar tenannet

Page 16: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

16

yang sarna. Meskipun berbeda, tetapiterjadi mutually intelligible, di antarapenutumya dapat saling memahami.Berdasarkan keterangan tersebut, dapatdimaknai bahwa dialek Yogyakarta danSurakarta mempunyai bentuk berbeda.Hal itu berarti di antara mereka ada

unsur-unsur berbeda di sam ping yangsarna. Analog dengan itu, hal itu jugadapat terjadi pada subdialek. Oi antarasubdialek Yogykarta dan Surakarta,menurut Katrini (2002), juga ada unsur-unsur yang berbeda di samping yangsarna. Atas pertimbangan tersebut,dapat dikatakan bahwa unsur yangsarna antara Yogyakarta dan Surakartadiambil menjadi unsur Jawa standardan unsur berbeda menjadi unsur lokalmasing-masing.

b. Implikasi Ketetapan Dialek JawaStandar dalam Dunia Pendidikan

Ketetapan baru ten tang dialekJawa Standar membawa implikasi padadunia pendidikan, salah satu di antara-nya terkait dengan mata pelajaranbahasa Jawa Pemerintah telah menetap-kan yang diajarkan di sekolah-sekolahadalah bahasa Jawa Standar. HasHpenelitian ini mengiimplikasikan bah-wa materi pelajaran bahasa Jawa yangdiajarkan di sekolah adalah unsur-unsur yang sarna yang ada pada dialekYogyakarta dan Surakarta, ditambahdengan unsur lokal. Unsur lokal diYogyakarta adalah unsur khas Yogya-karta dan unsur lokal Surakarta adalah

yang khas Surakarta.Hal yang sarna juga berlaku

pad a buku ajar. Buku ajar berisi JawaStandar, yaitu unsur yang sarna antaradialek Yogyakarta dan Surakarta,ditambah unsur lokal. Oengan demi-kian, unsur lokal tetap terpelihara danberkembang dengan baik karena me-mang dipergunakan dalam tuturan

masyarakat setempat. Hal itu sesuaidengan amanat UUD 45 pasal 36 ten-tang bahasa Oaerah. Bahasa lokalsebagai bahasa Oaerah setempat harusdipelihara dan dijaga kelestariannya.

c. Implikasi Ketetapan DialekStandar pada Masyarakat Jawa

Ketetapan baru tentang dialekstandar bahasa Jawa akan membawaimplikasi pad a penggunaan bahasatersebut dalam masyarakat, khususnyapad a penggunaannya dalarn acara-acara resmi. Pada cara resmi dan sakral

seperti pengantin, misalnya, pengguna-an bahasa Jawa Standar masih suatukeharusan. Bahasa yang digunakanmasih kental dengan bahasa kraton,dan menggunakan tingkat tutur halus.Oalarn kondisi seperti itu dialek Stan-dar yang digunakan adalah dialek JawaYogykarta atau dialek Surakarta yangsarna ditarnbah dengan unsur lokal.

d. Implikasi Ketetapan DialekStandar pada Dialek Substandar

Ketetapan dialek Jawa Standaryang telah direvisi tersebut membawaimplikasi pada dialek Jawa Substandar.Pada dunia pendidikan, misalnya,materi pembelajaran bahasa Jawa diJawa Timur dapat (1) unsur-unsur yangsarna pada Jawa dialek Yogyakartaatau Surakarta ditambah unsur lokal,yaitu dialek Jawa Timur. Oemikianpula untuk Banyumas, yang diajarkan(2) unsur-unsur yang sarna pada dialekYogyakarta atau Surakarta, ditarnbahunsur lokal, yaitu dialek Banyumas.Yang terjadi selama ini tidak demikian,di Banyumas, misalnya (Supardo, 1995),yang diajarkan tetap dialek standarYogyakarta-Surakarta, unsur lokal ti-dak diajarkan, kecuali pad a tingkat SOpermulaan. Keadaan tersebut perlu di-perbaiki. Jika hal ini terjadi secara terus-

Status Isolek Yogyakarta-Surakarta dan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

, '.'-' ..........

Page 17: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

menerus, dipastikan unsur lokal akanmati. Hal itu juga berlaku bagi penu-lisan materi buku ajar.

D. Simpulan Penelitian dan Saran1. Simpulan

Berdasarkan hasH penelitiandan pembahasan yang telah dlakukan,dapat ditarik beberapa simpulan pene-litian sebagai berikut.a. Jumlah persamaan pasangan kerabat

antara isolek Yogyakarta dan Sura-karta cukup besar, lebih dari 80%,tepatnya 86,5%. HasH itu termasukke dalam kriteria hubungan antar-dialek dalam satu bahasa. Dengandemikian, status hubungan keduaisolek adalah hubungan antar-dialek.

b. Simp ulan tersebut diperkuat olehhasH analisis melalui metode sin-

kronis terhadap data dari daftarkosakata 600 medan makna, analisispada tataran frase, dan tatarankalimat.

c. Pad a tataran frase, tampak adanyaperbedaan ungkapan-ungkapan pe-nutur Jawa Yogyakarta dan Sura-karta (perbedaan sebesar 2,2,8%).Perbedaan tersebut akan berkem-

bang semakin besar mengingatsebanyak 65,7% ungkapan sedangberkembang ke arah berbeda. Darisegi perkembangan, tampak per-kembangan Jawa Yogyakarta lebihcepat daripada Jawa Surakarta, ung-kapan baru Jawa Yogyakarta jum-lahnya lebih banyak dan bervariasi.

d. Pada tataran kalimat, perbedaangaya bicara, logat, dengan kata-kataklitik yang mengertainya tampakdengan jelas berbedanya isolek Yog-yakarta dan isolek Surakarta, makinlama makin besar perbedaan itu,mengingat sebesar 50% kalimat se-dang berkembang ke arah berbeda.

17

e. Adanya bukti-bukti linguistis sepertidisebutkan di atas, berimplikasipada penetapan dialek Jawa Stan-dar. Dialek Jawa Standar yang se-mula adalah Jawa Yogyakarta-Surakarta, sebagai satu kesatuandialek, perlu direvisi.

f. Dalam dialek Yogyakarta temyataada unsur yang sarna dengan dialekSurakarta, selain ada yang khasYogyakarta. Demikian pula dalamdialek Suarakarta. Terkait denganpenentuan dialek Jawa Standar,unsur-unsur yang sarna pada keduadialek, merupakan dialek StandarJawa. Unsur yang berbeda menjadiunsurlokal.

g. Adanya revisi penetapan dialekJawa Standar juga berimplikasi ter-hadap dunia pendidikan. Dalampembelajaran bahasa Jawa di seko-lah diajarkan dialek Jawa Standar,yaitu unsur-unsur yang sarna padadialek Yogyakarta dan dialek Sura-karta, di samping unsur lokal.Dialek lokal Banyumas dan Sura-baya, misalnya, akan tetap diajar-kan, demikian pula unsur lokalYogyakarta atau Surakarta.

h. Revisi penetapan dialek Jawa Stan-dar juga berimplikasi pada pe-nulisan buku pelajaran bahasa Jawa.Isi buku pelajaran adalah unsur-unsur yang sarna pada dialek Yog-yakarta dan dialek Surakarta di-tambah unsur lokal.

2. Saran

Berdasarkan simp ulan tersebutdi atas, dapat disarankan sebagaiberikut.

a. Penentu kebijakan, dalam hal iniPusat Bahasa dan Depdiknas segeramengambil langkah-Iangkah seper-lunya untuk menetapkan dialekStandar bahasa Jawa. Bukti-bukti

Litera, Volume 6, Nomor 1,Januari 2007

---- ---~~ --

Page 18: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

linguisti~ yang ditemukan penelitianini dapat digunakan sebagai acuan.

b. Jika ketetapan dialek Jawa Standarbaru telah ditetapkan, perlu ~egeradilakukan ~o~ialisa~i pada m~ya-rakat pemakainya. Baha~a Jawamerupakan baha~a Daerah terbe~ardi [ndone~ia, kele~tarian dan ke-beradaannya berpengaruh be~arpada bang~a Indone~ia ~ecara ke~e-luruhan.

c. Guru dan pad a penulis buku ajarbahasa Jawa perlu menyesesuaikandengan ketetapan baru dialekStandar bahasa Jawa. Demikian jugamasyarakat pad a umumnya, danpemerhati bah~a Jawa padakhususnya.

d. Terkait dengan pembelajaran bahasaJawa di sekolah, perlu disusunmodul pembelajaran model baruyang sesuai dengan ketetapan dialekJawa Standar baru. Hal ini di-pandang perlu mengingat para gurubahasa Jawa umumnya generasimuda, yang dari berbagai penelitianmengindikasikan kurangnya pengu-asaan materi pembelajaran.

e. Bah~a Jawa adalah bah~a daerahterbesar di Indonesia, sudah se-layaknya semua pihak menjagakeberadaan dan kelestariannya. Halitu sesuai dengan semangat UUD 45,yang menetapkan negara menghor-mati dan memelihara bahasa daerah

sebagai kekayaan budaya ~ional.Selain itu, UNESCO telah mene-tapkan tanggal 21 Februari sebagaihari bah~a ibu intem~ional sebabbahasa ibu atau bah~a daerah

diyakini dapat menyingkap seluruhkhasanah budaya etnis yang di-dukungnya.

f. HasH dan simp ulan penelitian iniperlu dibukukan agar inform~ipenelitian ini dapat tersebar luas di

m~yarakat dan ditindaklanjuti olehpara pejabat terkait serta praktisib~a Jawa pada umumnya.

Daftar Pus taka

Adisumarto, Mukidi. 1986. "GeografiDialek Bah~a Jawa Banyu-mas". Kesenian, Bahasa, dan

Folklor Jawa. Yogyakarta: Pro-yek Penelitian dan Pengk~ianKebudayaan Nusantara, DirjenKebudayaan, Depdikbud.

Asher, R.E. (Ed) & Simpson, J.M.Y.(Coo-ed). 1994. The Encyclopediaof umguage and Linguistic.Oxford: Pergamon Press.

Baley, Charles James N. 1973. Variationand Linguistic Theory. Washing-ton: CAL.

Bynon, Theodora. 1979. HistoricalLinguistics. Oxford: The AldenPress.

Blust, Robert. 1980. "Inovasi danRetensi pda Teori Sub-grouping". Bahan PenataranLinguistik Konstrastif dan His-toris Komparatif oleh PusatPembinaan dan PengembanganBahasa, Jakarta bekerj~amadengan Univ. Leiden, Belandadalam proyek ILDEP (Inter-national Linguistics DevelopmentProject)

Chambers, JK and Trudgill, Peter. 1980.Dialectology. Cambridge: Cam-bridge University Press.

Crowley, Terry. 1997. An Introduction toHistorical Linguistics. Suva:

Status Isolek Yogyakarta-Surakarta clan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

Page 19: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

University of Papua NewGuinea Press.

Dhanawaty, Ni Made. 2002. "VariasiDialektal Bahasa Bali di Daerah

Transmigrasi Lampung Te-ngah". Disertasi. UniversitasGadjah Mada.

Departemen Pendidikan dan Kebuda-yaan. 1996. Penelitian Kekera-batan dan Pemetaan di Indonesia:Kuesioner Kosakilta Dasar dan

Kata Budaya Dasar. Jakarta: Pu-sat Pembinaan dan Pengem-bangan Bahasa, Depdiknas.

Fernandez, Inyo Yos. 2001. "StatusIsolek Komering dalam Kelom-pok Bahasa Lampung" MakillahSeminar Bahasa dan BudayaNusantara di Bali.

Katrini, Yulia Esti. 2002. "Bahasa Jawadi Jawa Tengah Bagian Timur :Sebuah Kajian GeografiDialek". Disertasi. Universitas

Gadjah Mada.

Kisyani, Laksono. 2001. "IdentifikasiDialek dan Subdialek Bahasa

Jawa di Jawa Timur BagianUtara dan Blambangan".Makillah. Konggres Bahasa JawaIII, Yogyakarta.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis:Sebuah Pengantar. Yogyakarta:Gajahmada University Press.

Nitinegara, Soemardja. 1980. SejarahBerdirinya Kota Yogyakilrta Nga-yogyakilrta Hadiningrat. Yogya-karta: Yayasan PerguruanTinggi Putu Jaya.

19

Nothofer, A. 1990. "Tinjauan Sinkronisdan Diakronis Dialek-dialekBahasa Jawa di Jawa Barat danJawa Tengah (Bagian Barat)".Makillah seminar pada PusatStudi Bahasa-bahasa AsiaPasifik.

Petyt, K.M. 1980. The Study of Dialect:An Introduction to Dialectology.London: The Trinity Press.

Raminah, Baribin. 1986. "Bahasa Jawadi Kotamadya Semarang". Ke-senian, Bahasa, dan Folklor lawa.

Yogyakarta: Proyek Penelitiandan Pengkajian KebudayaanNusantara, Dirjen Kebudayaan,Depdikbud.

Ricklefs, Me. 1981. A History of ModernIndonesia, diterjemahkan olehDarmana. 1995. Sejarah Indo-nesia Modem. Yogyakarta:Gama Press.

Soeratman, Darsiti. 1989. "KehidupanDunia Kraton Surakarta 1830-1939". Disertasi Universitas

Gajahmada.

Suyata, Pujiati. 2001. "Studi IsolekJogja-Sala dalam KelompokBahasa Jawa: Tinjauan Linguis-tik Komparatif". Penelitian, FBS,UNY.

Suyata, Pujiati, 2002. "Studi DiakronisKata Pinjaman Melayu dalamBahasa Jawa Sala: SuatuAncangan Kualitatif". Pene-titian. FBS, UNY.

Suyata, Pujiati. 1981. " Kata-kata Pin-jaman Melayu dalam BahasaJawa Ngoko dan Krama: .

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

.. - .--- --------

Page 20: STATUS ISOlEK YOGYAKARTA-SURAKARTA DAN IMPLIKASINYA

20

Tinjauan Historis Komparatif".Penelitian, Proyek ILDEP.

Sudaryanto, dkk. 1991. Tata BahasaBakuBahasa Jawa. Yogyakarta: DutaWacana Press.

Marsono, dkk. 2001. Tata Bahasa JawaMutahir. Jakarta: Pusat Bahasa,Departemen Pendidikan Na-sional.

Supardo, Susila. 1995. "Sistem Sapaandalam Bahasa Dialek Banyu-mas". Tesis S-2 UGM. Tidak

dipublikasikan.

Tryon, Darrell. 1996. The Austronesians:Historical and ComparativePerspectives. Edited by PeterBellwood, James J. Fox andDarrell Tryon. Canberra: ANUPrinting Service.

Uhlenbeeck, E.M. 1964. A Critical Survl!!fof Studies on The Languages ofJava and Madura. Leiden:S'Gravenhage-MartinusNijhoff.

Status Isolek Yogyakarta-Surakarta dan Implikasinya terhadap Bahasa Jawa Standar

'---,