staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · web viewpelaksanaan otonomi...

44
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL DAN KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA AMY FONTANELLA HILDA ROSSIETA Abstract.This study investigates the impact of fiscal decentralization and local government performance on accountability of financial reporting. More specifically, this study empirically examine whether local government performance strengthened the effect of fiscal decentralization on financial accountability. We use financial independence and dependence of central government as a proxy of fiscal decentralization and also use Local Government Performance Ratings as a proxy for performance. We also use the audit opinion on financial report by the Supreme Audit Agency in Indonesia (BPK RI) as a proxy for financial accountability. Sample of this consist of 846 districts/municipalities in Indonesia over the period 2011-2012. We hypothesised and find that financial independence and performance has positive association with financial accountability of local government. Moreover, we find that performance of local government weakened the negative effect of financial dependence on financial accountability in terms of audit opinion. Keywords: accountability, fiscal decentralization, local government, performance

Upload: others

Post on 09-Feb-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL DAN KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI

INDONESIA

AMY FONTANELLAHILDA ROSSIETA

Abstract.This study investigates the impact of fiscal decentralization and local government performance on accountability of financial reporting. More specifically, this study empirically examine whether local government performance strengthened the effect of fiscal decentralization on financial accountability. We use financial independence and dependence of central government as a proxy of fiscal decentralization and also use Local Government Performance Ratings as a proxy for performance. We also use the audit opinion on financial report by the Supreme Audit Agency in Indonesia (BPK RI) as a proxy for financial accountability. Sample of this consist of 846 districts/municipalities in Indonesia over the period 2011-2012. We hypothesised and find that financial independence and performance has positive association with financial accountability of local government. Moreover, we find that performance of local government weakened the negative effect of financial dependence on financial accountability in terms of audit opinion.

Keywords: accountability, fiscal decentralization, local government, performance

Page 2: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

1. PENDAHULUAN

Desentralisasi merupakan salah satu proses penting dalam perkembangan demokrasi

disuatu negara. Agar demokrasi berjalan dengan baik, negara memerlukan strategi desentralisasi

(Mimba, 2007). Desentralisasi dan demokrasi lahir sebagai upaya untuk membongkar

sentralisme kekuasaan. Dengan kata lain, demokrasi dan desentralisasi tidak menghendaki

adanya pemusatan kekuasaan karena kekuasaan yang terpusat akan cenderung disalahgunakan

(Carnegie, 2005).

Desentralisasi diartikan sebagai proses devolusi politik, fiskal dan pengambilan

keputusan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (Moisiu, 2013). Transfer kekuasaan pada

pemerintah lokal ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas sistem demokrasi, meningkatkan

efektifitas dan efisiensi, menstimulasi pembentukan basis pengembangan ekonomi lokal dan

nasional, meningkatkan transparansi pemerintahan dan meningkatkan keterlibatan masyarakat

dalam pengambilan keputusan (Moisiu, 2013). Proses desentralisasi ini meliputi 3 dimensi yaitu

desentralisasi politik, desentralisasi fiskal dan desentralisasi administratif (Syahrudin, 2006).

Desentralisasi fiskal merupakan komponen inti dari desentralisasi karena untuk

menjalankan kewenangan yang telah ditransfer diperlukan sumber pembiayaan yang memadai

(Moisiu, 2013). Desentralisasi fiskal diartikan sebagai penyerahan fungsi pengeluaran dan

pendapatan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (Syahrudin, 2006). Dengan adanya

desentralisasi fiskal ini terdapat pemisahan yang jelas dan tegas dalam urusan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah. Liu (2007) dan Syahrudin (2006) telah membuktikan bahwa

desentralisasi fiskal menghasilkan manfaat ekonomi bagi negara seperti peningkatan tingkat

pertumbuhan, peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan sumberdaya serta peningkatan

partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan (Liu, 2007). Giannoni (2002) menemukan

Page 3: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

bahwa desentralisasi fiskal meningkatkan kualitas pembuatan keputusan dengan menggunakan

informasi lokal, meningkatkan akuntabilitas dan meningkatkan kemampuan respon terhadap

kebutuhan dan kondisi lokal (Giannoni, 2002). Disamping itu Moisiu (2013) menyatakan bahwa

pemerintah lokal lebih responsif terhadap warga negaranya dibanding pemerintah pusat sehingga

keputusan yang diambil lebih merefleksikan kebutuhan dan keinginan rakyat. Konsisten dengan

pendapat ini, Mills (1994) menjelaskan bahwa desentralisasi akan membawa pemerintah lebih

dekat dengan rakyat sehingga partisipasi mereka juga akan lebih besar.

Dalam konteks Indonesia, desentralisasi ditandai dengan perubahan pola hubungan antara

pemerintah pusat dan daerah setelah diberlakukannya Undang-undang (UU) nomor 22 tahun

1999 dan UU no.25 tahun 1999 yang kemudian UU tersebut disempurnakan menjadi UU nomor

32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Implementasi otonomi daerah ini menimbulkan

berbagai permasalahan karena daerah memiliki kapasitas dan kemampuan yang berbeda-beda

baik dari sisi keuangan, ketersediaan infrastruktur maupun kapasitas sumberdaya manusia

(Syahrudin, 2006).

Pelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang

pengelolaan beberapa urusan pemerintah pusat ke daerah mengharuskan reformasi pengelolaan

pemerintah pada berbagai aspek termasuk pengelolaan keuangan daerah (Carnegie, 2005).

Dengan desentralisasi fiskal terjadi aliran dana yang cukup besar dari pemerintah pusat ke

pemerintah daerah (Syahrudin, 2006). Pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan

akuntabilitas pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintahnya. Idealnya desentralisasi fiskal

dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan

pemerintah (Moisiu, 2013). Kondisi ini terbukti pada beberapa daerah dimana desentralisasi

Page 4: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

fiskal meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

pengambilan keputusan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik (Liu, 2007). Namun pada

beberapa negara justru ditemukan tingkat korupsi yang semakin tinggi pasca implementasi

desentralisasi fiskal (Moisiu, 2013). Di Indonesia desentralisasi fiskal justru meningkatkan

kecendrungan korupsi di daerah (Rinaldi, et al, 2007). Temuan senada juga disampaikan oleh Liu

(2007) bahwa efek negatif desentralisasi fiskal adalah justru meningkatkan korupsi, bukan

menghasilkan perbaikan kualitas pelayanan publik.

Desentralisasi fiskal juga harus didukung dengan mekanisme Good Public Governance

khususnya dalam konteks pemerintahan atau tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang

baik. Beberapa tujuan utama penerapan Good Governance dalam sektor pemerintahan adalah

meningkatkan akuntabilitas, partisipasi, transparansi dan kinerja publik dalam urusan

pemerintahan (Kapucu, 2009). Di Indonesia. implementasi tata kelola dengan pilar transparansi,

akuntabilitas, efektifitas, efisiensi telah melalui berbagai tahapan (Crawford, Hermawan, 2000).

Salah satu mekanisme evaluasi implementasi tata kelola dipemerintahan adalah melalui Evaluasi

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EPPD) (PP No. 6 Tahun 2008) yang menggunakan

Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) sebagai sumber utama. LPPD memuat

informasi tentang seluruh pelaksanaan tugas pemerintah baik urusan desentralisasi, tugas

pembantuan maupun tugas umum pemerintahan (PP No.3 tahun 2007). LPPD harus disusun

dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi sehingga dapat dijadikan sebagai mekanisme

evaluasi tata kelola pemerintahan (PP No.3 tahun 2007).

Khususnya dari sisi pengelolaan dan pelaporan keuangan, Pemerintah daerah harus

mengelola dan melaporkan keuangannya secara akuntabel dan transparan. UU No. 17 tahun 2003

tentang keuangan negara yang kemudian diikuti dengan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005

Page 5: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

yang disempurnakan dengan PP No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

mewajibkan pemerintah pada setiap level baik pusat maupun daerah untuk menyusun laporan

keuangan. Laporan keuangan ini kemudian akan diperiksa oleh auditor eksternal pemerintah

yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkala. Penyusunan dan pemeriksaan laporan

keuangan pemerintah daerah merupakan langkah untuk mewujudkan akuntabilitas dalam

pelaporan keuangan pemerintah.

Hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

disajikan dalam tiga kategori yaitu : (i) opini: (ii) sistem pengendalian intern (SPI); dan (iii)

kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Saat ini perkembangan kualitas laporan

keuangan serta akuntabilitas atas LKPD belum optimal, terlihat dari masih adanya entitas yang

mendapat opini disclaimer atau tidak memberikan pendapat. Perkembangan opini LKPD tahun

2008–2012 disajikan pada Tabel 1.

Dampak implementasi desentralisasi fiskal telah banyak diteliti, antara lain: (i) pengaruh

desentralisasi fiskal terhadap tingkat korupsi (Moisiu, 2013; Rinaldi, 2007, Saputra, 2012); (ii)

dampak desentralisasi fiskal terhadap outcome pelayanan publik (Liu, 2007); serta (iii) dampak

ekonomi dari desentralisasi fiskal (Syahrudin, 2006). Namun sejauh pengamatan peneliti,

terutama untuk konteks Indonesia, belum ada penelitian yang secara langsung melihat hubungan

antara desentralisasi fiskal dan tata kelola terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah

daerah.

Menginvestigasi hubungan antara desentralisasi fiskal dan tata kelola dengan

akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah penting dan menarik dilakukan karena

beberapa alasan. Pertama, desentralisasi fiskal berhubungan dengan aliran dana milik masyarakat

yang harus dipertanggungjawabkan penggunaan dan pengelolaannya kembali kepada publik

Page 6: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

sebagai ultimate owner pemerintah (Syahrudin, 2006). Kedua, efektifitas dan efisiensi

desentralisasi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh tata kelola yang dilakukan oleh

pemerintah daerah (Mimba, 2009). Oleh karena itu penelitian ini bertujuan menginvestigasi

pengaruh desentralisasi fiskal dan tata kelola publik terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan

pemerintah daerah di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh desentralisasi fiskal dan kinerja

penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap akuntabilitas pengelolaan dan pelaporan keuangan

pemerintah daerah. Penelitian ini akan dilakukan pada seluruh pemerintah kabupaten dan kota di

Indonesia untuk periode 2011-2012. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dengan memberikan bukti empiris tentang pengaruh

desentralisasi fiskal dan kinerja terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah

yang selama ini masih relatif terbatas pembahasannya dalam literatur. Temuan penelitian ini

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman serta prediksi tentang perkembangan tata kelola

publik di Indonesia, khususnya terkait akuntabilitas dana publik yang dikelola oleh Pemerintah

Daerah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkuat literatur sebelumnya (Liu, 2007) yang

menemukan peranan penting implementasi tata kelola pemerintahan yang baik untuk

meningkatkan akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah.

2. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Desentralisasi Fiskal

Jika dikaitkan dengan tujuan pengambilan keputusan, desentralisasi fiskal dapat

didefenisikan dalam 3 cara (Syahrudin, 2006) yaitu : (i) pelepasan tanggungjawab dari

pemetintah pusat ke daerah (dekonsentrasi); (ii) pendelegasian wewenang; dan (iii) pelimpahan

wewenang (devolusi). Menurut Saragih (2003) desentralisasi fiskal secara singkat dapat

Page 7: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi

kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan

pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.

Di Indonesia, pelaksanaan desentralisasi fiskal dilakukan mulai tahun 2001 sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 yang

secara serentak diberlakukan di seluruh provinsi di Indonesia. Desentralisasi administrasi tanpa

diikuti oleh desentralisasi fiskal dan politik menjadi tidak akan efektif (Gideon, 2001).

Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi politis karena jika tidak

diikuti dengan pelimpahan wewenang keuangan maka pelimpahan wewenang untuk aktifiitas

pelayanan publik lainnya tidak akan efektif (Syahrudin, 2006).

2.2 Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Salah satu mekanisme evaluasi implementasi tata kelola pemerintahan di Indonesia

adalah melalui Evaluasi Penyelenggaran Pemerintah Daerah (EPPD) sebagaimana yang diatur

dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2008 tentang pedoman evaluasi penyelenggaraan

pemerintah daerah. Sebelumnya pemerintah daerah diwajibkan menyampaikan laporan yang

digunakan sebagai salah satu alat mekanisme pertanggungjawaban kinerja penyelenggaran

pemerintahan daerah. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 2007, akuntabilitas

dilaksanakan dalam bentuk pemberian laporan-laporan sebagai berikut: (i) LPPD kepada

Pemerintah; (ii) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah kepada

DPRD; dan (iii) ILPPD kepada Masyarakat yang mengatur tentang berbagai aspek tata kelola

pemerintah yang wajib disampaikan dalam laporan tersebut.

EPPD dilakukan dengan menggunakan sumber utama LPPD yang memuat informasi

tentang penyelenggaraan pemerintah daerah selama satu tahun anggaran (PP Nomor 6 Tahun

Page 8: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

2008). Tujuan utama dilaksanakannya evaluasi adalah untuk menilai kinerja penyelenggaraan

pemerintahan daerah dalam upaya peningkatan kinerja untuk mendukung pencapaian tujuan

penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik. EPPD

meliputi Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD), Evaluasi

Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD), dan Evaluasi Daerah Otonom Baru

(EDOB).

2.3 Reformasi Pelaporan Keuangan Pemerintah

Di Indonesia, reformasi pelaporan keuangan dan akuntansi pemerintahan telah melalui

perjalanan panjang. Departemen Keuangan pada tahun 1979 – 1980 telah memulai sebuah

rencana studi modernisasi sistem akuntansi pemerintahan. Pada saat itu sistem administrasi

pemerintahan masih dilakukan secara manual dan pengelolaan keuangan negara didasarkan pada

aturan yang diterbitkan oleh Belanda pada tahun 1864 (Indonesische Comptabiliteitswet).

Pencatatan transaksi keuangan dilakukan dengan metode pencatatan tunggal (single entry).

Pencatatan ini hanya menghasilkan laporan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja

sedangkan penggunaan komputeri masih dianggap utopia (Misran, 2009).

Reformasi pada tahun 1998 juga berdampak signifikan terhadap pengelolaan keuangan

negara. Perubahan anggaran tradisional menjadi anggaran berbasis kinerja, pelaksanaan audit

kinerja, penerapan konsep value for money dan perubahan sistem akuntansi pemerintahan

menjadi poin penting dalam reformasi pengelolaan keuangan negara (Mahmudi, 2007). Selain itu

juga sudah mulai dilakukan pembenahan terkait dengan pencatatan aset, perbaikan sistem

anggaran dan pola pertanggungjawaban belanja pemerintah (Harun, 2009). Momentum ini

berlanjut dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan

Negara yang diikuti dengan lahirnya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai basis

Page 9: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah. SAP yang termaktub didalam Peraturan

Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2005 menjadi landasan hukum kewajiban penyusunan laporan

keuangan pemerintah. Saat ini PP No. 24 tahun 2005 telah disempurnakan ke dalam PP No. 71

tahun 2010 tentang SAP yang juga merefleksikan pergeseran dalam basis akuntansi yang

digunakan dari moving cash toward accrual menjadi accrual basis.

Dalam konteks daerah, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah bagian

dari evaluasi kinerja pembangunan pada tahun sebelumnya, yang akan diproyeksikan untuk

perencanaan tahun selanjutnya. LKPD juga menjadi sumber informasi bagi stakeholders

sehingga ketepatan dan kemampuan SDM penyelenggaraan pemerintahan daerah harus mampu

menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan aturan yang ada, walaupun faktor

pemahaman dan pengetahuan serta sumber daya manusia sangat berperan penting dalam

perkembangan penyajian laporan keuangan pemerintah yang baik (Martiningsih, 2008).

2.4 Pemeriksaan Keuangan Daerah

Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan menjelaskan

fungsi pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan

secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai

kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara. Jadi, proses pemeriksaan dilakukan untuk memastikan

keandalan dan akuntabilitas pengelolaan dan pelaporan pengelolaan keuangan daerah.

Audit yang dilakukan oleh BPK berfungsi untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan

wewenang dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan BPK

berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) melakukan pemeriksaan keuangan dengan tujuan untuk memberikan keyakinan yang

Page 10: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam

semua hal yang material sesuai prinsip akuntansi pemerintah (SAP). Berdasarkan Undang-

Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan Keuangan Negara, opini audit

merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang

disajikan dalam laporan keuangan. Dalam melakukan proses pemeriksaan BPK tidak hanya

memberikan opini atas laporan keuangan tersebut, tetapi juga melaporkan hasil pemeriksaan,

baik terhadap sistem pengendalian internal maupun kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan. BPK memberikan lima jenis opini audit yaitu :

1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Opini wajar tanpa pengecualian merupakan opini tertinggi yang diberikan oleh BPK

terhadap LKPD. Opini ini menjelaskan bahwa laporan keuangan telah diungkapkan

secara wajar dalam semua hal yang material sehingga informasi dalam laporan keuangan

tersebut dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan untuk mengambil

keputusan.

2. Opini Wajar Tanda Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas, (Unqualified Opinion with

modified wording)

Opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas mulai muncul sejak tahun 2010.

Dalam kondisi tertentu auditor harus menambahkan suatu paragraf penjelas dalam

laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas

laporan keuangan itu sendiri.

3. Opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

Opini Wajar Dengan Pengecualian merupakan opini yang paling sering muncul pada

opini LKPD periode 2009-2011. Opini menyatakan bahwa laporan keuangan telah

Page 11: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, namun terdapat

hal-hak tertentu yang dikecualikan.

4. Opini Tidak Wajar (Adverse Opinion)

Opini tidak wajar menyatakab bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan

secara wajar dalam semua hal yang material sehingga informasi keuangan dalam LKPD

tidak dapat digunakan.

5. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)

Opini tidak memberikan pendapat adalah opini terburuk yang dikeluarkan oleh BPK

terhadap audit atas LKPD. Opini menyatakan menolak memberikan opini dan sekaligus

menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar

pemeriksaan.

2.5 Pengembangan Hipotesis

2.5.1 Desentralisasi Fiskal dan Akuntabilitas Pelaporan Keuangan

Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa desentralisasi fiskal dapat memberikan

manfaat ekonomis bagi suatu negara. Syahrudin (2006) menemukan bahwa desentralisasi fiskal

mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Besar kemungkinan bahwa peningkatan

pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh desentralisasi fiskal yang memberikan

kesempatan kepada daerah untuk membangun kemandirian dalam memperoleh pendanaan. Hal

senada juga diungkapkan oleh Hadi (2009) di Indonesia, desentralisasi fiskal meningkatkan

efisiensi pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi. Liu (2007) menemukan bahwa

desentralisasi fiskal meningkatkan kualitas pelayanan publik, desentralisasi fiskal juga

menghasilkan penyediaan public goods sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh

masyarakat. Dari berbagai bukti empiris dalam literatur terdahulu dapat disimpulkan bahwa

Page 12: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

kemandirian pendanaan melalui desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap akuntabilitas

keuangan.

Namun disisi lain jika dihubungkan dengan korupsi, literatur menunjukkan hasil yang

masih mixed. Beberapa literatur mengungkapkan desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi,

efektifitas dan akuntabilitas pelayanan publik dan mengurangi tingkat korupsi. Namun disisi lain

literatur menyebutkan desentralisasi fiskal justru mendorong pemindahan korupsi dari

levelpemerintah pusat ke daerah (Moisiu, 2013). Dengan perkataan lain, kemandirian pendanaan

melalui desentralisasi fiskal dapat juga berdampak negatif terhadap akuntabilitas keuangan

pemerintah daerah. Temuan ini juga konsisten dengan yang terjadi di Indonesia dimana Rinaldi

(2007) menemukan desentralisasi fiskal justru meningkatkan korupsi, bukan meningkatkan

pelayanan publik.

Berdasarkan berbagai argumen serta bukti empiris terkait desentralisasi fiskal dan

akuntabilitas pelaporan keuangan, maka Hipotesis pertama yang diajukan adalah:

H1 : Tingkat kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap kemungkinan tingginya akuntabilitas pelaporan keuangan

Halim (2001) menjelaskan ciri utama sebuah daerah telah melaksanakan desentralisasi

secara baik adalah daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali

sumber keuangan, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan dan mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat. Idealnya dengan

desentralisasi fiskal yang dilengkapi dengan seperangkat aturan pengelolaan dan pemeriksaan

keuangan daerah yang memadai maka kemandirian pendanaan daerah melalui desentralisasi

fiskal dapat meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah daerah.

Dengan demikian, Hipotesis kedua yang diajukan adalah :

Page 13: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

H2 : Tingkat ketergantungan daerah pada pemerintah pusat berpengaruh negatif terhadap kemungkinan tingginya akuntabilitas pelaporan keuangan

2.5.1. Kinerja dan Akuntabilitas Pelaporan Keuangan

Evaluasi penyelenggaraan pemerintah (tata kelola) merupakan proses pengawasan secara

berkelanjutan dan pelaporan capaian kegiatan. Evaluasi kinerja penting dilakukan karena dapat

meningkatkan efisiensi, efektifitas, penghematan dan produktifitas pada organisasi sektor publik

(Mahmudi, 2007). Pengukuran kinerja ini dimaksudkan untuk mengetahui capaian kinerja yang

telah dilakukan organisasi dan sebagai alat untuk pengawasan serta evaluasi organisasi.

Pengukuran kinerja akan memberikan umpan balik sehingga terjadi upaya perbaikan yang

berkelanjutan untuk mencapai tujuan di masa mendatang (Bastian, 2006).

Mandell (1997) mengungkapkan bahwa dengan melakukan pengukuran kinerja,

pemerintah daerah memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan

keputusan sehingga akan meningkatkan pelayanan yang diberikan. Akuntabilitas dapat terwujud

salah satunya dengan cara melakukan pelaporan kinerja melalui laporan keuangan (Mahmudi,

2007). Pengelolaan keuangan yang baik tercipta melalui mekanisme good governance.

Akuntabilitas dan transparansi adalah beberapa hal yang ingin dituju dalam mencapai good

governance (Wiratraman, 2009). Berdasarkan argumen serta bukti empiris terkait kinerja dan

akuntabilitas pelaporan keuangan yang telah disampaikan, maka Hipotesis ke 3 yang diajukan

adalah :

H3 : Kinerja berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan

Page 14: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

2.5.2. Kinerja, Desentralisasi Fiskal dan Akuntabilitas Pelaporan Keuangan

Tingkat kemandirian daerah yang ditunjukkan melalui rasio PAD terhadap total

Pendapatan menggambarkan kemampuan daerah untuk menghasilkan pendapatan sendiri, tidak

bergantung pada pemerintah pusat. Kemandirian akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang

positif dan meningkatkan volume investasi di daerah. Kemandirian yang tinggi dan rendahnya

ketergantungan pada pemerintah pusat jika didukung dengan implementasi prinsip tata kelola

pemerintahan yang baik akan meningkatkan kualitas layanan publik (Adi, 2006). Kualitas

layanan publik yang baik juga mencerminkan tingkat transparansi dan akuntabilitas pemerintah

yang baik (Lin et. Al, 2010). Berdasarkan argument tersebut, maka diajukan Hipotesis 4 dan 5

sebagai berikut:

H4 : Kinerja akan memperkuat pengaruh positif kemandirian daerah terhadap kemungkinan tingginya akuntabilitas pelaporan keuangan

H5 : Kinerja akan memperlemah pengaruh negatif kemandirian daerah terhadap kemungkinan tingginya akuntabilitas pelaporan keuangan

3. METODE PENELITIAN

3.1 Data dan Sampel

Penelitian ini dilakukan pada pemerintah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia untuk

tahun 2011-2012 yang data realisasi anggarannya tersedia pada website Dirjen Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Sampel dibedakan menjadi 2

kelompok yaitu full sampel dan subsampel. Full sampel merupakan seluruh pemerintah daerah

Kabupaten/kota yang datanya tersedia. Subsampel merupakan pemda kabupaten/kota di

Indonesia yang datanya tersedia dan melaporkan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah

(LPPD) dan diberikan peringkat oleh Kemendagri. Data opini audit diperoleh melalui Ikhtisar

Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) semester 2 tahun 2013 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Page 15: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

Data realisasi anggaran diperoleh melalui website Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah

Pusat dan Daerah Kementerian Dalam Negeri untuk periode tahun anggaran 2011 dan 2012.

Sedangkan data kinerja diperoleh melalui Keputusan mentri dalam negeri tentang Status dan

Peringkat Kinerja Penyelenggaran Pemerintah Daerah untuk tahun 2011 dan 2012.

3.2 Pengembangan Model dan Operasionalisasi Variabel

3.2.1 Model Penelitian

Penelitian ini bertujuan menginvestigasi pengaruh desentralisasi fiskal terhadap

akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah. Berikut digambarkan model penelitian

untuk menguji H1-H3 :

OA = α0 + α1 Kd + α2 KP + α3 KI + α4 SD + e……………………………………Model 1

Sedangkan untuk menguji H4-H5 digunakan model :

OA = α0 + α1 Kd + α2 KP + α3 Kd*KI + α4 KP*KI + α5 SD + e ………………….Model 2

Keterangan : OA Akuntabilitas Pelaporan Keuangan DaerahKd Tingkat Kemandirian Daerah KP Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah PusatKI Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah DaerahSD Status Daerah

3.2.2. Operasionalisasi Variabel

3.2.2.1.Variabel dependen

Akuntabilitas pelaporan keuangan daerah dalam penelitian menggunakan proksi opini audit yang

dikeluarkan oleh BPK. Opini audit dalam penelitian ini akan diukur dengan skala ordinal yang

menunjukkan tingkatan atau peringkat mulai dari opini paling rendah sampai yang paling tinggi,

sebagai berikut : 1=Tidak Menyatakan Pendapat (TMP), 2=Tidak Wajar (TW) 3=Wajar Dengan

Pengecualian (WDP), 4=Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP),

5=Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Page 16: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

3.2.2.2.Variabel Independen

Desentralisasi fiskal diukur dengan dua proksi, yaitu ; (i) tingkat kemandirian daerah; dan (ii)

tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat. Adapun untuk Kinerja digunakan proksi skor

EPPD. Untuk mengontrol pengaruh perbedaan karakteristik pemerintah daerah yang

meliputistruktur pemerintahan, pelayanan publik dan struktur perekonomian (Halim, 2002),

digunakan variabel kontrol Status Pemerintah Daerah yang membedakan tingkat pemerintah kota

( diberi kode 1) dengan kabupaten (diberi kode 0). Operasionalisasi variabel independen dapat

dilihat pada tabel berikut :

Variabel independen Pengukuran Arah Hipotesis

Kemandirian Daerah PAD/Total Pendapatan +Ketergantungan pada Pemerintah Pusat

(DAU + DAK) / Total Pendapatan -

Penyelenggaraan pemerintah daerah

Score Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah

+

3.3 Analisis Data

Untuk menguji hipotesis secara empiris, penelitian ini menggunakan menggunakan teknik

statsitik Ordered Logistic Regression (OLR) yang diolah dengan program eviews6. Adapun

Statistik deskriptif diproses dengan bantuan Microsoft Excel.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Statistik Deskriptif

Sampel final yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 846 (695 kabupaten dan 151

kota) selama periode tahun 2011-2012. JIka dilihat dari perkembangan opini terlihat peningkatan

perbaikan opini yang diperoleh oleh pemerintah daerah (Pemda) pada tahun 2012 dibandingkan

tahun 2011. Pada tahun 2012, terdapat 57 pemda yang menjada sampel mendapatkan opini WTP

dimana sebelumnya pada tahun 2011, hanya 24 Pemda yang mendapat opini WTP. Perbaikan ini

Page 17: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

juga dapat dilihat dari berkurangnya jumlah opini Tidak Wajar yang dikeluarkan BPK pada

tahun 2012. Jika dilihat dari komposisi, opini paling banyak yang diperoleh Pemda adalah Wajar

Dengan Pengecualian yaitu 544 Pemda dan yang paling sedikit adalah opini Tidak Wajar.

Perbaikan opini yang diperoleh Pemda ini dapat menjadi salah satu indikator semakin

membaiknya akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia dari tahun ke

tahun.

Derajat desentralisasi fiskal pemerintah daerah yang diproksikan dengan Kemandirian

Daerah dan Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat hanya sedikit mengalami perubahan.

Rata-rata tingkat kemandirian daerah mengalami kenaikan sebesar 1,16% sedangkan

ketergantungan pada pemerintah pusat mengalami penurunan yang sangat kecil yaitu sebesar

0,79%. Hal ini menunjukkan mayoritas sumber pendanaan didaerah secara rata-rata masih

bersumber dari Dana Perimbangan Pemerintah Pusat, bukan dari Pendapatan Asli Daerah.

Dari sisi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang dilakukan penilaiannya oleh

Kementrian Dalam Negeri secara umum terlihat penurunan jumlah Pemda yang tidak

melaporkan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) dan secara rata-rata terjadi

peningkatan indeks kinerja pemda kabupaten/kota di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa

Tata Kelola penyelenggaraan pemerintah kabupaten kota di Indonesia mengalami perbaikan.

Secara keseluruhan gambaran statistik deskriptif variabel pada sampel penelitian ini dapat

dilihat pada tabel 3. Panel A menunjukkan statistik deskriptif untuk full sampel yaitu 846

kabupaten kota yang data realisasi anggarannya tersedia pada website Dirjen Perimbangan

Keuangan Pusat dan Daerah - Kemendagri pada tahun 2011 dan 2012. Sub sampel merupakan

pemda kabupaten/kota yang data realisasi anggarannya tersedia pada website Dirjen

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah - Kemendagri pada tahun 2011 dan 2012 dan

Page 18: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

melaporkan LPPD sehingga mempunyai status serta peringkat kinerjan dari Kemendagri untuk

periode 2011 dan 2012.

4.2. Analisis Hipotesis

Penelitian ini memiliki 5 hipotesis yang akan dianalisis menjadi 3 kelompok yaitu : (i) pengaruh

desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan; (ii) pengaruh kinerja

penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan; dan (iii)

peranan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dalam memoderasi pengaruh desentralisasi

fiskal terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah.

4.2.1. Pengaruh desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah

Pengaruh desentralisasi fiskal yang diproksikan dengan kemandirian daerah dan

ketergantungan pada pemerintah pusat terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah

daerah (opini audit) dapat dilihat pada tabel 4. Panel A pengujian pada full sample menunjukkan

kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap kemungkinan Daerah memiliki akuntabilitas

pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik. Pengujian pada subsample

dipanel B juga menunjukkan hasil yang konsisten. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi

Tingkat Kemandirian Daerah maka akan semakin besar kemungkinan daerah tersebut memiliki

akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik. Temuan ini

konsisten dengan Hipotesis 1.

Panel A menunjukkan, desentralisasi Fiskal dengan menggunakan proksi Ketergantungan

pada Pemerintah Pusat berpengaruh negatif dengan tingkat signifikansi statistik yang lebih

rendah jika dibandingkan proksi Kemandirian Daerah. Artinya, makin tinggi Tingkat

Ketergantungan pada Pemerintah Pusat, maka makin kecil kemungkinan Daerah tersebut

memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik.

Page 19: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

Namun pengujian yang dilakukan pada subsample menunjukkan Ketergantungan pada

Pemerintah Pusat tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan daerah memiliki

akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi. Dapat disimpulkan, Desentralisasi Fiskal secara

umum mempengaruhi kemungkinan daerah memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang

tinggi, khususnya jika dilihat dari aspek Kemandirian Daerah. Hasil ini konsisten dengan

literatur sebelumnya yang menemukan bahwa Desentralisasi Fiskal berdampak positif pada

penyelenggaraan pemerintah daerah, seperti meningkatkan kualitas pelayanan publik (Liu, 2007)

dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Adi, 2006). Namun sebaliknya temuan ini tidak

sejalan dengan temuan yang menunjukkan dampak negatif dari Desentralisasi Fiskal, diantaranya

penelitian Moisiu (2013) yang mendeteksi adanya peningkatan korupsi pada level pemerintah

daerah.

4.2.2. Pengaruh Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah terhadap Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Pemerinah Daerah

Tabel 4 panel A dan panel B juga menunjukkan hasil regresi untuk pengujian hipotesis 3

yaitu pengaruh moderasi Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap kemungkinan

kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi dalam

bentuk opini audit yang baik. Pada panel A kinerja penyelenggaran pemerintah daerah

diproksikan dengan variabel dummy, yaitu 1 jika pemda menyampaikan laporan kinerja dan 0

jika tidak menyampaikan. Pada panel B, kinerja dihitung dengan menggunakan skor kinerja

penyelenggaraan pemerintah daerah yang ditetapkan melalui Kepmendagri.

Baik pada panel A maupun panel B ditemukan pengaruh yang positif Kinerja

penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap kemungkinan daerah tersebut memiliki

akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik, konsisten

Page 20: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

dengan Hipotesis 3. Hal ini mengindikasikan, semakin baik Kinerja penyelenggaraan pemerintah

daera maka semakin tinggi kemungkinan daerah tersebut memiliki akuntabilitas pelaporan

keuangan yang tinggi dalam bentuk opini audit yang baik. Temuan ini konsisten dengan literatur

sebelumnya yang menemukan bahwa kinerja akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas

keuangan pemerintah (Lin, 2010: Mandell, 2007).

Tabel 4 juga menunjukkan hasil uji empiris variabel kontrol, status pemerintah daerah

tidak signifikan dalam menjelaskan perbedaan kemungkinan tingginya akuntabilitas pelaporan

keuangan. Jadi bentuk pemerintahan, baik kabupaten maupun kota, tidak berdampak pada

kemungkinan tinggi rendahnya akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah.

4.2.3. Peran Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Dalam Memoderasi pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Kemungkinan Tingginya Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Model penelitian kedua menunjukkan regresi dampak kinerja dalam memoderasi

pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kemungkinan tingginya akuntabilitas pelaporan

keuangan. Hasil regresi pada Tabel 5 menunjukkan koefisien interaksi antara Kinerja dan

Desentralisasi Fiskal (dengan proksi Ketergantungan pada Pemerintah Pusat) yang positif dan

signifikan. Namun interaksi antara Kemandirian Daerah dan Kinerja tidak menunjukkan

pengaruh yang signifikan secara statistik. Temuan ini konsisten dengan Hipotesis 5 namun

Hipotesis 4 tidak didukung data. Jadi dapat diartikan bahwa Kinerja penyelenggaraan pemerintah

daerah akan memperlemah pengaruh negatif Ketergantunngan pada Pemerintah Pusat terhadap

kemungkinan tingginya akuntabilitas pelaporan keuangan. Jika kinerja pemerintah daerah baik

maka pengaruh negatif Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap kemungkinan daerah

tersebut memiliki akuntabilitas pelaporan keuangan yang tinggi dapat dikurangi. Koefisien

variabel kontrol status daerah juga tidak berpengaruh signifikan.

Page 21: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

5. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASIARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini menginvestigasi pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja

penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap kemungkinan tingginya Akuntabilitas Pelaporan

Keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini juga menguji secara empiris dampak Kinerja dalam

memoderasi pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap kemungkinan tingginya Akuntabilitas

Pelaporan Keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini memprediksi dan menemukan secara

keseluruhan bahwa Desentralisasi Fiskal dalam bentuk Tingkat Kemandirian Daerah dan Kinerja

penyelenggaraan pemerintah berpengaruh positif terhadap kemungkinan tingginya Akuntabilitas

pelaporan keuangan pemerintah daerah. Secara parsial, penelitian ini juga menemukan bahwa

Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah akan memperlemah pengaruh negatif tingkat

Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap kemungkinan tingginya Akuntabilitas pelaporan

keuangan dalam bentuk opini audit yang baik.

5.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran Pengembangan Riset Sejenis dimasa Depan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, keterbatasan proksi yang

digunakan dalam mengukur Desentralisasi Fiskal, yaitu hanya menggunakan Tingkat

Kemandirian Daerah dan Ketergantungan pada Pemerintah Pusat. Dimasa depan, riset sejenis

dapat menggunakan proksi yang lebih komprehensif agar dapat menangkap fenomena

Desetralisasi Fiskal dengan lebih akurat. Kedua, hasil tes empiris menunjukkan angka Pseudo

Adjusted R Square yang rendah (7 % pada full sample dan 8,8 % pada subsample), yang berarti

masih banyak variabel independen lain yang belum tertangkap dalam model penelitian ini. Studi

literatur yang lebih luas mencakup lintas disiplin ilmu yang relevan, seperti sosiologi, ekonomi

dan politik, perlu dilakukan untuk memperkaya kekuatan model empiris. Ketiga, rendahnya

Page 22: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

Pseudo Adjusted R Square (7 % pada full sample dan 8,8 % pada subsample) dapat disebabkan

oleh terbatasnya variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini. Dimasa depan, kajian

literatur lintas disiplin ilmu untuk mengidentifikasi variable kontrol lainnya diperlukan untuk

meningkatkan kemampuan model menjelaskan fenomena Akuntabilitas pelaporan keuangan di

sector public, kbususnya pemerintah daerah.

5.3 Kontribusi dan Implikasi Hasil Penelitian

Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini memberikan bukti empiris

tentang determinan faktor yang berpengaruh terhadap kemungkinan tingginya akuntabilitas

pelaporan keuangan dalam konteks Public Governance, khususnya pemerintahan daerah di

Indonesia. Artinya, hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang

fenomena akuntabilitas dana publik di era otonomi daerah yang relative baru di Indonesia.

Dengan pemahaman yang lebih baik tersebut, dapat dilakukan berbagai inisiatif, inovasi

dan upaya yang tepat dan efektif, baik bagi peningkatan akuntabilitas dana publik khususnya,

maupun bagi penerapan tata kelola sektor publik pada umumnya. Secara spesifik, penelitian ini

membuktikan bahwa kebijakan pengukuran Kinerja serta Desentralisasi Fiscal dalam bentuk

Tingkat Kemandirian Daerah dapat digunakan untuk meningkatkan Akuntabilitas Pelaporan

Keuangan Daerah. Hal ini penting, baik bagi regulator maupun bagi praktisi sektor public dalam

era otonomi daerah yang masih relatif baru di Indonesia saat ini untuk melakukan evaluasi

efektifitas kebijakan dan mengembangkannya secara berkesinambungan.

Page 23: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

DAFTAR REFERENSI

Adi, Priyo Hari. 2006, Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Proceddding Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.

Bahl, Roy. 1999. Implementation Rules For Fiscal DecentralizationBastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta:

ErlanggaBPK. 2012. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun

Anggaran 2011.Pusat Informasi dan Komunikasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

BPK. 2013. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2012.Pusat Informasi dan Komunikasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

Canterero, D. 2005. Decentralization and Health Care Expenditure: The Spanish Case. Applied Economics Letters, 12.

Carnegie dan West. (2005). Making Accounting Accountable in the Public Sector. Critical Perspective onAccounting (vol.16), pp.905-928

Crawford, Gordon. Hermawan, P.Yulius (2002), Whose Agenda? Partnership and International Assistance to Democratization and Governance Reform in Indonesia. Contemporaru Southeast Asia

Giannoni, M dan Hitiris, T. 2002. The Regional Impact of Health Care Expenditure: The Case of Italy. Applied Economics Letters, 14.

Gideon, Jasmine. 2001. The Decentralization of Primary Health Care Delivery In Chile. Public Administration and Development.

Gozali, Imam. (2007). Aplikasi Analisis Multivarite dengan Variabel SPSS, cetakan keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Harun. (2009). Reformasi Akuntansi dan Manajemen Sektor Publik di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Kapucu, Naim (2009), New Public Management and Governance Perspectives in Understanding Public Management, Public Administration Review,

Kementerian Dalam Negeri RI. (2013). Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Berdasarkan LPPD Tahun 2011 Tingkat Nasional.

Kementerian Dalam Negeri RI. (2014). Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Berdasarkan LPPD Tahun 2012 Tingkat Nasional.

Lin, Ming-lan., Lee, Yuan-Duen., Ho, Tsai-Neng. (2010). Applying integrated EA/AHP to evaluate the economic performance of local governments in China. European Journal of Operational Research, 209 (2011) 129–140.

Liu, Chih hung (2007). What Type of Fiscal Decentralization System has better Performance. School of Public Policy

Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.Mandell, Lee M. 1997. Performance Measurements and Management Tools in North Carolina

Local Goverment.Public Administration Quarterly; Spring 1997; Vol. 21: 96. Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Page 24: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

Mills, A. 1994. Decentralization and Accountability in The Health Sector From an International Perspective: What Are The Choices?. Public Administration and Development, Vol. 14.

Mimba, N.S.H, et al (2007) Public Sector Performance Measurement in Developing Countries, Journal Of Accounting and Organizational Change Vol3.No.3p.192-198

Misra, Fauzan. (2008). Investigasi dan Analisis Empiris Praktek Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta da Jawa Tengah). Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada

Moisiu, Alexander (2013). Decentralizations and The Increased autonomy in Local Governments, Procedia-Social and Behavioral Sciences, pp.459-463

Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan PertanggungjawabanKepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi LaporanPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat.

Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggung-jawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Republik Indonesia. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.Republik Indonesia. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara.Republik Indonesia. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.Republik Indonesia. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan antara

Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.Rinaldi, Taufik, Marini Purnomo dan Dewi Damayanti (2007) Memerangi Korupsi di Indonesia

yang Terdesentralisasi : Studi Kasus Penangana Korupsi Pemerintahan Daerah, Bank Dunia L Justice for the poor Project

Saputra, Bambang (2012), Dampak Desesntralisasi Fiskal Terhadap Korupsi di Indonesia, Jurnal Borneo Administrator.

Sekaran, Uma. (2006) Research Methods For Business : A Skill-Building Approach. John Wiley and Sons Inc, New York

Page 25: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

Shende, Suresh dan Tony Bennett. (2004). Concept Paper 2: Transparency and Accountability in Public Financial Administration. UN DESA. http://www.unpan.org

Siagian, Albiner. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Kesehatan (Suatu Kajian Kesiapan Daerah Menghadapi Desentralisasi Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010). Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor.

Syahruddin. 2006. Desentralisasi Fiskal: Perlu Penyempurnaan Kebijakan dan Implementasi Yang Konsisten.

Page 26: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

APPENDIKS

Tabel 1. Perkembangan Opini LKPD tahun 2008-2012

Sumber. IHPS BPK RI Semester 2 Tahun 2013

Page 27: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

Tabel 2. Statistik Deskriptif Panel A

Full SampelJml Observasi Mean Median Min Max

Std Deviasi

Dummy Opini 846 3.059 3.000 1.000 5.000 0.810Kemandirian Daerah 846 0.068 0.048 0.002 0.714 0.064Ketergantungan pada Pemerintah Pusat 846 0.904 0.925 0.273 0.998 0.076Panel B

Sub SampelJml Observasi Mean Median Minimum Maximum

Std Deviasi

Dummy Opini 776 3.085 3.000 1.000 5.000 0.794Kemandirian Daerah 776 0.070 0.052 0.002 0.714 0.064Ketergantungan pada Pemerintah Pusat 776 0.901 0.920 0.273 0.998 0.075Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah 776 2.346 2.416 0.166 3.479 0.549Full sampel adalah seluruh kabupaten/kota yang data realisasi anggarannya tersedia pada website Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah Kementiran dalam negeri selama tahun 2011-2012 baik yang menyampaikan LPPD maupun tidak. Sub sampel adalah kabupaten/kota yang data realisasi anggarannya tersedia pada website Dirjen Perimbangan Keuangan daerah Kemdagri yang melaporkan LPPD. Dummy opini: 1=TW, 2= TMP 3=WDP 4=WTP-DPP 5=WTP. Kemandirian Daerah = PAD/Total Pendapatan, Ketergantungan pada pemerintah pusat = Pendapatan transfer/Total pendapatan, Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah daerah = status dan peringkat kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri

Tabel 3. Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja penyelenggaran pemerintah terhadap Akuntabilitas

pelaporan keuangan pemerintah daerahPanel A Full Sampel (846), Dependen Variabel : Opini AuditIndependent Variabel Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. KD 7.351 2.281 3.223 0.001KP -3.931 1.842 -2.135 0.033DK 0.882 0.254 3.467 0.000DS -0.244 0.205 -1.193 0.233Pseudo R-squared 0.070Prob(LR statistic) 0.000Panel B Subsampel (776), Dependen Variabel : Opini Audit Independent Variabel Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. KD 5.880 2.336 2.516 0.012

Page 28: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/hilda.rosieta/... · Web viewPelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan

KP -1.387 1.995 -0.695 0.487KI 1.128 0.156 7.239 0.000ST -0.263 0.211 -1.249 0.212Pseudo R-squared 0.088Prob(LR statistic) 0.000Full sampel adalah seluruh kabupaten/kota yang data realisasi anggarannya tersedia pada website Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah Kementiran dalam negeri selama tahun 2011-2012 baik yang menyampaikan LPPD maupun tidak. Sub sampel adalah kabupaten/kota yang data realisasi anggarannya tersedia pada website Dirjen Perimbangan Keuangan daerah Kemdagri yang melaporkan LPPD. Opini Audit: 1=TW, 2= TMP 3=WDP 4=WTP-DPP 5=WTP. Kemandirian Daerah (KD) = PAD/Total Pendapatan, Ketergantungan pada pemerintah pusat (KP)= DAU+DAK/Total pendapatan, Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah daerah: DK = dummy kinerja, 1 jika pemda menyampaikan LPPD dan 0 jika tidak, KI = score kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri DS/ST=status daerah, 1 jika kota, 0 jika kabupaten

Tabel 4Dampak kinerja dalam memoderasi pengaruh desentralisasi fiskal terhadap akuntabilitas pelaporan

keuangan pemerintah daerahSubsampel (776), Dependen Variabel : Opini Audit Independent Variabel Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. KD 11.134 7.132 1.560 0.118KP -4.585 1.991 -2.302 0.021KI*KP 1.362 0.224 6.066 0.000KI*KD -1.907 2.448 -0.779 0.436ST -0.283 0.213 -1.327 0.184Pseudo R-squared 0.089Prob(LR statistic) 0.000Full sampel adalah seluruh kabupaten/kota yang data realisasi anggarannya tersedia pada website Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah Kementiran dalam negeri selama tahun 2011-2012 baik yang menyampaikan LPPD maupun tidak. Sub sampel adalah kabupaten/kota yang data realisasi anggarannya tersedia pada website Dirjen Perimbangan Keuangan daerah Kemdagri yang melaporkan LPPD. Opini Audit: 1=TW, 2= TMP 3=WDP 4=WTP-DPP 5=WTP. Kemandirian Daerah (KD) = PAD/Total Pendapatan, Ketergantungan pada pemerintah pusat (KP)= DAU+DAK/Total pendapatan, Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah daerah: DK = dummy kinerja, 1 jika pemda menyampaikan LPPD dan 0 jika tidak, KI = score kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri DS/ST=status daerah, 1 jika kota, 0 jika kabupaten