stabo ranty.docx
DESCRIPTION
kkkTRANSCRIPT
LABORATORIUM FARMASEUTIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN
STABILITAS OBAT
OLEH
NAMA : WIRANTI NUR AZIZAH
STAMBUK : 150 2012 0299
KELAS : 38
KELOMPOK : II
ASISTEN : ANDI AYU ANASTESIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak, pertama kali adalah
labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan dari
bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu,
kelembapan, udara, dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang
berkurang nilainya. Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam
skala tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat,
seperti serbuk, bubuk, dan tablet.
Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita
mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat
bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut.
Semua sediaan obat memiliki batas usia simpan yang dapat mengalami
penguraian karena proses oksidasi reduksi. Sehingga menyebabkan obat tersebut
tidak berkhasiat bahkan memiliki sifat yang toksik. Oleh karenaitu, pengetahuan
mengenai kestabilan suatu sediaan obat dapat diketahui. kestabilan fisika-kimia
obat sangat penting dilakukan oleh seorang farmasist agar dapat menentukan
dengan tepat, kapan suatu obat dapat digunakan dan kapan sudah rusak. mulai
dari pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas
menunjukkan bahwa bentuk obat harus dengan sediaan yang dihasilkan cukup
tabil dalam penyimpanan yang cukup lama dimana tidak berubah menjadi zat tidak
berkhasiat atau racun, ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial dari
obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang
ditulis atau digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi
yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan.
B. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat.
2. Menentukan Ea (Energi aktifasi) dari reaksi penguraian suatu zat.
3. Menentukan usia simpan suatu zat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi
kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan ( Connors, 1994).
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro
suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan
terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-
alkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan
rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu
ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua
molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).
Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah
labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-
masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah
faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu
menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang
penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan aktif,
keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis,
toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang
diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan
aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak
10% dari kandungan sebenarnya (Voight, R. 1994).
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi
penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau
basa (OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa
ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi (Ansel, 1989).
Pada masa lalu banyak perusahaan farmasi mengadakan evaluasi mengenai
kestabilan sediaan farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai
dengan waktu normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam
penggunaan. Metode seperti itu memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian
yang dipercepat pada temperature tinggijuga banyak dilakukan oleh banyak
perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan criteria yang tidak didasarkan
pada prinsip-prinsip dasar kinetik. Contohnya beberapa perusahaan menggunakan
aturan bahwa penyimpanan cairan pada 37°C mempercepat penguraian 2x lajunya
pada temperature normal, sementara perusahaan lain menggunakan bahwa kondisi
tersebut mempercepat penguraian dengan 20x laju normal (Martin, 1993).
Telah dilaporkan hasil pengamatan terhadap ketergantungan hidrolisis
ampisilin terhadap suhu dan terlihat pada pH 4,93 dalam bentuk plot. Ampisilin
juga telah menunjukkan dapat mengalami hidrolisis terkatalisis asam umum dan
basa umum. Pada suhu 35°C dan pH 1,2 efek garam atas hidrolisis ampisilin yang
diamati adalah “positif” sedikit lurus. Tidak ada “efek garam” yang dapat diamati
pada ph 4,49. pada pH 1,2 penambahan alkohol pada larutan akan menghasilkan
penurunan laju hidrolisis, kali ini berkaitan dengan pengurangan tetapan
dielektrikum pelarut. Ampisilin dalam larutan alcohol 50% memiliki waktu paruh
2 kali disbanding dalam pelarut yang semata-mata air (Gennaro, 2000).
Untuk menghindari terjadinya hidrolisis pada cincin. β-laktan, keberadaan
air harus dihindarkan terutama jangan sampai kontak dengan bentuk pada padatan
ampisilin. Suhu juga memainkan peranan penting dalam laju degradasi padatan
dan larutan. Karena terbatasnya waktu paruh sediaan ampisilin yang berada dalam
bentuk larutan dan suspensi, amka bentuk sediaan padat merupakan satu-satunya
formulasi stabil untuk waktu yang lebih lama. Dengan menurunkan tetapan
dielektrikum larutan ampisilin dengan alcohol akan menghasilkan stabilitas yang
lebih baik dibanding bentuk larutan yang semata-mata air pada pH rendah.
Pemakaian larutan dapar paa laju pH minimum dan penyimpanan pada konsentrasi
yang relatif rendah merupakan salah satu alternatif dalam memperpanjang
stabilitas bentuk cairan (Schunack, Walter : 1990).
Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara
kinetika kimia. Cara ini memerlukan waktu yang ama sehingga praktis digunakan
dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan
kestabilan suatu zat kinetika kimia adalah ( Connors, 1994) :
1. Kecepatan reaksi
Kecepatan atau laju suatu reaksi diberikan sebagai ± dC/dt. Artinya terjadi
penambahan (+) atau pengurangan (-) konsentrasi C dalam selang waktu dt.
Menurut hokum aksi massa, laju suatu reaksi kimia sebanding hasil kali dari
konsentrasi molar reaktan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka
yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zatyang ikut serta dalam reaksi
( Connors, 1994).
Dalam reaksi ( Connors, 1994) :
aA + bB + ….. = Produk
laju reaksinya adalah
Laju = - 1/a d(A)/dt
= -1/b d(B)/dt = …… = k(A)a(B)b……
k adalah konsentrasi laju. Laju berkurang masing-masing komponen reaksi
diberikan dalam bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang
ikut serta dalam reaksi ( Connors, 1994).
2. Orde reaksi
Dari hukum aksi massa, suatu garis lurus di dapat bila laju reaksi diplot
sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan
tertentu. Orde reaksi keseluruhan adalah jumlah pangkat konsentrasi-
konsentrasi yang menghasilkan seluruh garis lurus. Orde bagi tiap reaktan
adalah pangkat dari tiap konsentrasi reaktan ( Connors, 1994).
3. Temperatur
Sejumlah faktor lain, selain konsentrasi dapat mempengaruhi kecepatan
reaksi. Diantaranya adalah temperature, pelarut, katalis dan sinar. Kecepatan
berbagai reaksi bertambah kira-kira dua atau tiga kalinya tiap kenaikan 10°C.
Pengaruh temperatur terhadap laju ini diberikan dengan persamaan yang
pertama kali dikemukakan oleh Arrhineus.
k = Ae-Ea/RT
Dimana laju spesifik, A adalah konstanta yang disebut factor frejuensi, Es
adalah energi aktifasi R adalah konstanta gas, 1,987 kalori/derajat mol, dan T
adalah temperature absolute. Konstanta itu dapat dicari dengan menentukan k
pada berbagai temperature dan memplot 1/T terhadap log k ( Connors,
1994).
4. Kekuatan ion
Pengaruh kekuatan ion terhadap kecepatan reaksi dapat dilihat dari persamaan
berikut ( Connors, 1994) :
Log K = log ko + 1,02 zAzB μ
Dimana :
K = Konstanta kecepatan penguraian pada kekuatan ion tertentu
ko = Konstanta kecepatan penguraian pada kekuatan ion = 0
z = Muatan ion
μ = Kekuatan ion
5. Pengaruh pH
Reaksi penguraian beberapa larutan obat dapat dipercepat dengan
penambahan asam (H+) atau basa (OH-). Katalisator ini disebut katalisator
asam basa khusus ( Connors : 1994).
B. Uraian Bahan
1. Air suling (Ditjen POM, FI III : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Amoxicillin (Ditjen POM, Edisi IV : 95)
Nama resmi : AMOXICILLIN
Nama lain : Amosisilin
RM/BM : C16H19N3O5S. 3H2O / 419,45
Pemerian : Serbuk hablur putih, praktis tidak berbau
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam
benzen, dalam karbon tetraklorida dan dalam
kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu terkendali
Kegunaan : Antibiotikum (untuk membunuh organisme)
C. Cara Kerja (Anonim, 2013)
a. Penentuan kurva baku
Ukur serapan yang terbentuk pada larutan amoxcilin pada konsentrasi 75,
100, 125, 150, 175, 200, 225, dan 250 ppm. Regresikan agar diperoleh
persamaan garis lurusnya.
b. Penentuan usia simpan sirup paracetamol
Sirup amoxcilin dimasukkan ke dalam 7 vial
Kemudian vial-vial tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 300C,
40oC, 50oC, dan 60oC, pada menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 75, 90 diambil 1 vial
dan diukur kadar amoxcilin.
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu corong, gelas kimia 100 ml, gelas ukur
50 ml, kuvet, labu takar 10 ml, pipet tetes, pipet mikro, spektrofotometer dan
vial.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu aluminium foil, amoxcilin, aquadest,
kertas saring dan tissue.
B. Langkah Percobaan
a. Penentuan kurva baku
Larutan amoxcilin dibuat dengan konsentrasi 75, 100, 125, 150, 175,
200, 225, dan 250 ppm. Kemudian masing-masing konsentrasi diukur
serapan pada panjang gelombang maksimun selanjutnya dibuat kurva antara
serapan terhadap konsentrasi.
b. Penentuan umur simpan paracetamol
Sirup amoxcilin dimasukkan kedalam 7 vial kemudian vial-vial
tersebut dimasukkan kedalam oven dengan suhu 300C, 40oC, 50oC, dan 60oC,
pada menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 75, 90 diambil 1 vial dan diukur kadar
amoxcilin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. UMI. Makassar
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV. UI-press : Jakarta
Connors, 1994. Drug Information Handbook 18th Edition. American Pharmacists Association : USA
Martin. 1993. Farmasi Fisika Edisi III. UI press : Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen kesehatan Indonesia RI, Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen kesehatan Indonesia RI, Jakarta
Gennaro, A. R., et all. (1990). Remington’s Pharmaceutical Sciensces Edisi 18th. Marck Publishing Company : Easton, Pensylvania
Schunack, Walter. 1990. The Pharmaceutical Codex 12 Edition Principles And Practice Of Pharmaceutics. The pharmaceutical Press : London
Moechtar. 1990. Farmasi Fisika. Gajah Mada Press : Yogyakarta
Voight. R. 1995. Buku Teknologi Farmasi Edisi V. UGM Press. Yogyakarta
B. Pembahasan
Stabilitas obat adalah kemampuan suatu obat untuk mempertahankan sifat
dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian) dalam batas yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan sehingga mampu memberikan efek terapi
yang baik dan menghindari efek toksik. Stabilitas adalah faktor penting kualitas,
keamanan dan kemanjuran dari produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak
cukup stabil, dapat mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan, menilai
pembubaran, pemisahan fase dll) serta karakteristik kimia (pembentukan risiko
tinggi dekomposisi zat).
Laju reaksi atau kecepatan reaksi menyatakan banyaknya reaksi
yang berlangsung per satuan waktu. Laju reaksi menyatakan konsentrasi zat
terlarutdalam reaksi yang dihasilkan tiap detik reaksi. Berdasarkan eksperimen,
laju reaksi meningkat tajam dengan naiknya suhu.
T1/2 adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu waktu dimana
suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang
sesuai dengan kondisi atau waktu yang diperlukan untuk hilangnya konsentrasi
setengahnya. Sedangkan T90 adalah waktu yang tertera yang menunjukkan batas
waktu diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena diharapkan masih
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Pada praktikum stabilitas obat ini bahan yang digunakan adalah amoxcilin.
Dimana dilakukan penentuan stabilitas obat amoxcilin menggunakan metode
grafik berdasarkan nilai konstanta kecepatan reaksi, waktu paruh (T1/2) dan T90
(waktu kadaluarsa) dan menggunakan instrumen spektrofotometer pada berbagai
suhu yaitu suhu 30◦C, 40◦C, 50◦C, dan 60◦C.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain faktor
utama lingkungan dapat menurunkan stabilitas diantaranya temperatur yang
tidak sesuai, semakin tinggi suhu maka maka stabilitas obat semakin
menurun, cahaya, kelembaban, oksigen dan faktor lain yang mempengaruhi
stabilitas adalah ukuran partikel, pH, kelarutan, mikroorganisme dan bahan
tambahan.
b. Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu reaksi
kimia agar dapat berlangsung.
B. Saran
Sebaiknya alat-alat yang akan digunakan pada saat praktikum lebih dilengkapi
lagi.