solusi analitik dan solusi numerik - etheses.uin …etheses.uin-malang.ac.id/4403/1/03510035.pdf ·...
TRANSCRIPT
SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN DIFUSI KONVEKSI
SKRIPSI
Oleh:
DEWI FARIDA ROZIANA NIM: 03510035
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG MALANG
2008
SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN DIFUSI KONVEKSI
SKRIPSI
Diajukan kepada: Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)
Oleh:
DEWI FARIDA ROZIANA NIM: 03510035
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG MALANG
2008
SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN DIFUSI KONVEKSI
SKRIPSI
Oleh:
DEWI FARIDA ROZIANA NIM: 03510035
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji Tanggal: 27 Maret 2008
Dosen Pembimbing Matematika Dosen Pembimbing Keagamaan
Drs. H. Turmudi, M.Si Ach.Nashihuddin, M.A NIP: 150 209 630 NIP. 150 302 531
Ketua Jurusan Matematika
Sri Harini, M.Si NIP. 150 318 321
SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN DIFUSI KONVEKSI
SKRIPSI
Oleh:
DEWI FARIDA ROZIANA NIM: 03510035
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Tanggal 8 April 2008
SUSUNAN DEWAN PENGUJI: TANDA TANGAN
1. Penguji utama : Abdussakir, M. Pd ( )
2. Ketua : Wahyu Henky Irawan ( )
3. Sekretaris : Drs. H. Turmudi, M. Si ( )
4. Anggota Penguji : Ach. Nashihuddin, M. A ( )
Mengetahui dan Mengesahkan Ketua Jurusan Matematika
Fakultas Sains dan Teknologi
Sri Harini, M.Si NIP. 150 318 321
MOTTOMOTTOMOTTOMOTTO
Siapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh
(balasan) yang lebih baik dari padanya, sedang mereka itu
adalah orang-orang yang aman tenteram dari pada kejutan
yang dahsyat pada hari itu
Jangan lelah berusaha
Iringi langkah menggapai ridlo Ilahi
Akan cerah masa datang
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Guru-guru terhormat yang telah memberikan ilmu dan teladan yang baik.
Ayahanda Sukardi, Ibunda Masfi’ah dan Saudara-saudaraku Utik, Afif, dan Thoif.
Achmad Mochammad
Seseorang yang selalu terjaga dalam sikapku.
Sahabatku Nana, Aan S.Psi, Aurel, Rini , Tustus, lala, Mimin, Lilic, Nia serta semua
temanku angkatan 2003.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Matematika di Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah berpartisipasi dan
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, iringan do’a dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan, terutama kepada:
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang.
2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Malang.
3. Ibu Sri Harini, M.Si selaku Ketua Jurusan Matematika Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Malang.
4. Drs. H. Turmudi, M.Si dan Bapak Ach. Nashihuddin, M. A yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
selama penulisan skripsi.
5. Segenap dosen pengajar atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Ayah Sukardi dan Ibu Masfi’ah tercinta, Utik, Afif, Thoif tersayang yang
senantiasa memberikan do’a dan dukungan moril serta materil kepada penulis.
7. Teman-teman Matematika, terutama angkatan 2003 beserta semua pihak yang
telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Maka dengan iringan doa semoga Allah SWT akan menempatkan mereka
dalam kakasih-Nya dan memberikan pahala yang berlipat ganda di dunia dan di
akhirat. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu para pembaca dapat memperbaiki dan
melanjutkan sebagai pengembangan dan perbaikan lebih lanjut
Akhirnya, penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Malang, 27 Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
MOTTO .........................................................................................................iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................v
DAFTAR ISI ..................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................ix
ABSTRAK......................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah............................................................................. 5
1.4 Tujuan............................................................................................ 5
1.5 Metode Penelitian........................................................................... 5
1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Persamaan Diferensial Parsial......................................................... 8
2.2 Solusi Analitik Persamaan Diferensial Parsial................................. 12
2.2.1 Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial .......................... 12
2.2.2 Metode Pemisahan Variabel .................................................. 13
2.3 Deret Fourier .................................................................................. 15
2.3.1 Deret Fourier dari Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil............... 17
2.4 Integral Fourier............................................................................... 20
2.5 Deret Taylor ................................................................................... 22
2.6 Kesalahan Pemotongan................................................................... 26
2.7 Diferensial Numerik ....................................................................... 28
2.8 Persamaan Difusi............................................................................ 31
2.9 Metode Beda Hingga pada Persamaan Difusi Konveksi.................. 35
2.10 Matrik Tri-diagonal ...................................................................... 38
2.11 Selalu Mencari Solusi dalam Perspektif Islam............................... 42
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Solusi Analitik ............................................................................... 48
3.2 Solusi Numerik ............................................................................. 60
3.3 Analisis Galat ................................................................................. 75
3.4 Solusi Analitik dan Solusi Numerik dalam Perspektif Islam........... 79
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................... 83
4.2 Saran .............................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Balok............................................................................................ 32
Gambar 2.2 Daerah yang Dipengaruhi dan Mempengaruhi pC ........................ 36
Gambar 2.3 Skema Crank-Nicholson ............................................................... 37
Gambar 3.1 Penerapan Metode Crank-Nicholson............................................. 61
Gambar 3.2 Pola 1+n
ic ....................................................................................... 64
Gambar 3.3 Grafik Solusi Numerik dan Analitik ............................................. 74
ABSTRAK
Roziana, Dewi Farida. 2008. Solusi Analitik dan Solusi Numerik Persamaan Difusi Konveksi. Skripsi. Jurusan Matematika. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
Pembimbing: (I) Drs. H. Turmudi, M.Si; (II) Ach. Nashihuddin, M.A
Kata Kunci: Persamaan Diferensial Parsial, Persamaan Difusi, Metode Pemisahan Variabel, Skema Crank-Nicholson.
Pada ilmu kimia fisik untuk menggambarkan suatu fenomena dapat
dibuat suatu model matematika yang berbentuk Persamaan Differensial Parsial (PDP). Model matematika yang sering ditemui dalam bidang kimia fisik untuk menjelaskan konsentrasi dari suatu zat kimia disebut sebagai persamaan difusi. Jika difusi juga dipengaruhi oleh kecepatan yang sering disebut dengan persamaan difusi konveksi. Selesaian dari persamaan tersebut adalah nilai konsentrasi zat kimia suatu produk baik bahan mentah maupun hasil industri bahan kimia di lokasi (titik) x dan setiap waktu t pada suatu.
Bentuk umum persamaan difusi konveksi adalah x
cv
x
cD
t
c
∂∂−
∂∂=
∂∂
2
2
dimana c adalah konsentrasi D adalah koefisien difusi, v adalah kecepatan aliran, x adalah ruang/ lokasi, dan t adalah waktu. Persamaan difusi konveksi ini merupakan salah satu bentuk Persamaan Diferensial Parsial yang dapat diselesaikan secara numerik maupun analitik. Dalam penyelesaian secara numerik dan analitik digunakan kondisi batas 0),(),0( == tLctc dan kondisi awal
)()0,( 0xfxc = dimana 20 10.5,1)( −=xf .
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian literatur atau penelitian perpustakaan. Kepustakaan yang dikehendaki penulis disini adalah buku matematika, kimia fisika, mekanisme fluida, metode numerik dan serta segala macam kepustakaan yang sedapat mungkin menguatkan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan pembahasan skripsi ini.
Dalam skripsi ini, secara analitik penulis menggunakan metode pemisahan variabel sedangkan secara numerik penulis hanya membatasi pada metode beda hingga skema Crank-Nicholson dengan bantuan software Matlab dengan mengetahui kondisi awal, kondisi batas, jarak cmL 5= dengan interval
cmx 5,0= sedangkan, jarak interval st 05,0= , 12510.46,1 −−= scmD fus dan 1410.6,1 −−= scmv . Solusi analitik merupakan pengontrol galat dari selesaian
persamaan difusi konveksi secara numerik. Dari penyelesaian persamaan dengan kedua solusi tersebut didapatkan galat yang kecil, hal tersebut membuktikan bahwa solusi numerik dengan skema Crank-Nicholson hasilnya mendekati solusi eksaknya. Untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan persamaan difusi dua
dimensi dengan metode ADI (Alternating Direct Implicit Methode) sebagai bahan serta dapat digunakan software yang lebih baik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkataan Metematika berasal dari kata benda mathema yang berarti
pengetahuan, dan dari kata kerja manthanein yang berarti belajar; sehingga dari
segi etimologik dapat dikatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang cara
mempelajari pengetahuan (Bumulo, 2003:1). Kalau didasarkan langkah-langkah
yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa matematika adalah studi dan klasifikasi
dari berbagai struktur dan pola. Kalau ditinjau dari segi materi, penerapan, dan
pendekatannya, menurut pengertian lama, dapat dikatakan bahwa matematika
adalah ilmu tentang bilangan atau bentuk serta terapannya.
Dalam hubungan dengan berbagai ilmu pengetahuan, matematika berfungsi
sebagai bahasa ilmu dengan lingkup universal sebab dengan menggunakan
matematika dapat dilakukan abstraksi dari kenyataan-kenyataan yang sangat rumit
menjadi suatu model sehingga dapat dicapai ketajaman dalam memberikan
deskripsi, mempermudah untuk mengadakan klasifikasi, kalkulasi dan dengan
komputasi matematika akan meningkatkan kemampuan untuk mengadakan
evaluasi dan prediksi (Bumulo, 2003:1). Dengan kata lain matematika merupakan
alat bantu untuk menyederhanakan penyajian pemahaman masalah. Dengan
menggunakan bahasa matematika, suatu masalah dapat menjadi lebih sederhana
untuk disajikan, dipahami, dianalisis, dan dipecahkan (Dumairy, 1990:9).
Salah satu ilmu pengetahuan yang menggunakan bahasa matematika adalah
ilmu kimia fisik. Ilmu kimia fisik ini adalah ilmu yang mempelajari fenomena
makroskopik, mikroskopik, atom, subatom, dan partikel dalam sistem dan proses
kimia berdasarkan prinsip-prinsip dan konsep-konsep fisika,
(http://ms.wikipedia.org/wiki/kimia fisika.html). Pada ilmu kimia fisik untuk
menggambarkan suatu fenomena dapat dibuat suatu model matematika yang
berbentuk Persamaan Differensial Parsial (PDP). Persamaan tersebut merupakan
laju perubahan terhadap dua atau lebih variabel bebas yang biasanya terdiri dari
waktu dan jarak (ruang) (Triatmojo, 2002:201). Dengan kata lain PDP adalah
persamaan diferensial yang mengandung satu atau lebih turunan parsial.
Persamaan ini haruslah melibatkan paling sedikit dua variabel bebas
(Ayres,1995:231). Model matematika yang sering ditemui dalam bidang kimia
fisik untuk menjelaskan konsentrasi dari suatu zat kimia disebut sebagai
persamaan difusi. Persamaan difusi merupakan persamaan diferensial parsial yang
menggambarkan difusi partikel monoenergetik sesuai dengan teori difusi. Difusi
adalah gerakan atom atau molekul dalam gas, larutan atau padatan dari daerah
konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah
(http://ms.wikipedia.org/wiki/kimia.html.). Dalam hal ini, Adolp Fick (Raju, 1993:
335) menyatakan bahwa massa dari suatu zat terlarut (solute) yang melintas pada
suatu unit area per unit waktu dengan suatu arah tertentu besar difusi molekulnya
searah dengan gradien konsentrasi pada arah tersebut jadi 2
2
x
cD
t
c
∂∂=
∂∂
. Jika difusi
juga dipengaruhi oleh kecepatan yang sering disebut dengan persamaan difusi
konveksi maka persamaannya menjadi x
cv
x
cD
t
c
∂∂−
∂∂=
∂∂
2
2
. Selesaian persamaan
difusi berupa nilai konsentrasi zat kimia suatu produk baik bahan mentah maupun
hasil industri bahan kimia di lokasi (titik) x dan setiap waktu t.
Masalah matematika khususnya persamaan diferensial parsial dapat
diselesaikan baik secara analitik maupun numerik. Solusi analitik merupakan
solusi kontinyu sehingga solusi dari nilai variabel bebas dapat ditemukan, sangat
akurat, dan tepat. Sedangkan solusi numerik solusi dapat diperoleh pada poin-poin
grid terpisah, aproksimasi, kesalahan kwantitatif harus dikendalikan dengan baik
untuk ketelitian (Lam, 1994:20). Atau dengan kata lain solusi analitik adalah
selesaian yang memenuhi persamaan semula secara eksak sedangkan numerik
adalah selesaian yang berupa hampiran (Susila, 1993: 2).
Menurut pandangan Islam setiap masalah ada beberapa penyelesaian yang
dapat diambil jalan keluar atau solusi pemecahan dari suatu masalah. Ketika suatu
masalah itu sulit untuk diselesaikan dengan satu cara maka hal tersebut pasti ada
cara atau penyelesaian yang lain.
Sebagaimana dalam Firman-Nya pada Qur’an Surat Alam Nasyroh, ayat 5-6:
Artinya: “ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (5) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6)”. (Bahreisy, QS. Alam Nasyroh (94): 5-6)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat ini (S.94:2-6)
Rasululloh SAW. bersabda: "Bergembiralah kalian karena akan datang
kemudahan bagi kalian. Kesusahan tidak akan mengalahkan dua kemudahan."
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari al-Hasan).
Dari penjabaran ayat tersebut dapat diketahui bahwa ada kemudahan yang
telah dikaruniakan Allah pada hamba-Nya sebagai beberapa solusi alternatif. Hal
ini terbesit dari masalah matematika khususnya persamaan diferensial parsial
dapat diselesaikan baik secara analitik maupun numerik.
Salah satu metode numerik untuk penyelesaian parsamaan diferensial parsial
adalah metode beda hingga. Dimana metode beda hingga itu sendiri memiliki
bermacam skema. Pada skripsi ini akan dicoba penggunaan skema Crank-
Nicholson yang lebih sederhana dan mudah dipahami. Skema ini cukup baik
dalam menyelesaikan persaman difusi satu dimensi. Di samping itu dari segi
numerik, skema ini mempunyai tingkat kestabilan yang lebih baik dibandingkan
skema-skema numerik lainnya terhadap penyelesaian persamaan difusi satu
dimensi.
Dari ilustrasi di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi
“Solusi Analitik dan Solusi Numerik Persamaan Difusi Konveksi”.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagaimana menentukan solusi analitik persamaan difusi konveksi?
2. Bagaimana menentukan solusi numerik persamaan difusi konveksi?
3. Bagaimana perbandingan hasil penyelesaian dari solusi analitik dan solusi
numerik persamaan difusi konveksi?
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan luasnya permasalahan yang terkait dengan persamaan
diferensial parsial, maka dalam penulisan skripsi ini akan dibatasi pada:
1. Persamaan diferensial parsial difusi konveksi satu dimensi
x
cv
x
cD
t
c
∂∂−
∂∂=
∂∂
2
2
.
2. Solusi numerik dengan menggunakan metode beda hingga skema Crank-
Nicholson.
3. Solusi analitik dengan menggunakan metode pemisahan variabel.
4. Sistem balok dalam keadaan stedy (tunak) tidak berubah terhadap waktu.
1.4. Tujuan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mendeskripsikan solusi analitik persamaan diferensial parsial difusi
konveksi.
2. Mendeskripsikan solusi numerik persamaan diferensial parsial difusi
konveksi.
3. Mendeskripsikan perbandingan dari solusi analitik dan solusi numerik
persamaan diferensial parsial difusi konveksi.
1.5. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian literatur atau penelitian
perpustakaan yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat diperpustakaan,
seperti buku-buku, jurnal, dokumen. Kepustakaan yang dikehendaki penulis disini
adalah buku, jurnal, dan dokumen yang terkait dengan kajian matematika, kimia,
fisika, fluida, metode numerik dan segala macam kepustakaan yang sedapat
mungkin menguatkan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan pembahasan
skripsi ini.
Pengumpulan data merupakan salah satu dari proses penelitian. Data-data ini
didapat dari proses membaca dan menganalisis buku dasar-dasar metematika,
kimia fisika.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:
BAB I Dalam bab ini penulis mengkaji tentang pendahululan yang terdiri latar
belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian, sistematika penulisan.
BAB II Penulis mengkaji tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan hal-hal
penulis bahas diantaranya persamaan diferensial parsial, solusi analitik,
deret Fourier, integral Fourier, deret Taylor, kesalahan pemotongan,
diferensial numerik, persamaan difusi, metode beda hingga pada
persamaan difusi konveksi, matrik tri-diagonal, selalu mencari solusi
dalam perspektif Islam.
BAB III Dalam bab ini penulis mengkaji tentang pembahasan yang terdiri dari
solusi analitik, solusi numerik, analisis galat, dan keterkaitan antara
hasil penelitian dengan kajian keagamaan.
BAB IV Penulis menarik kesimpulan dan memberikan saran dalam melakukan
penulisan karya ilmiah.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Persamaan Diferensial Parsial
Persamaan Diferensial Parsial (PDP) adalah persamaan yang memuat
sebuah fungsi dari dua atau lebih peubah yang tidak diketahui dan turunan-
turunan parsialnya terhadap peubah tersebut (Spiegel, tanpa tahun:276).
Misalkan f suatu fungsi dua variabel x dan y. Turunan parsial f terdapat x
adalah suatu fungsi yang dinyatakan oleh fDx , yang nilai fungsinya di setiap titik
(x,y) dalam domain f diberikan oleh
x
yxfyxxfyxfD
xx ∆
−∆+=→∆
),(),(lim),(
0 (2.1)
apabila limit ini ada. Dengan cara yang sama, turunan parsial f terdapat y adalah
suatu fungsi, yang dinyatakan oleh fDy , yang nilai fungsinya di setiap titik (x,y)
dalam domain f diberikan oleh
y
yxfyyxfyxfD
yy ∆
−∆+=→∆
),(),(lim),(
0 (2.2)
apabila limit ini ada.
Proses pencarian turunan parsial tersebut disebut pendiferensialan parsial.
fDx menyatakan fungsi yang merupakan turunan parsial f terhadap variabel
pertama. ),( yxfDx menyatakan nilai fungsi fDx di titik (x,y). Notasi lain secara
Leibnitz untuk fDx adalah x
f
∂∂
. Notasi lain untuk ),( yxfDx adalah x
yxf
∂∂ ),(
.
Dengan cara yang sama, notasi-notasi lain untuk fDy adalah y
f
∂∂
. Notasi lain
untuk ),( yxfDy adalah y
yxf
∂∂ ),(
.
Bila z = f (x,y), dapat ditulis x
z
∂∂
untuk ),( yxfDx . Turunan parsial tidak
dapat dipandang sebagai hasil bagi dari z∂ dan x∂ karena masing-masing simbol
ini tidak mempunyai arti secara terpisah. Notasi x
y
∂∂
dapat dianggap sebagai hasil
bagi dua diferensial apabila y suatu fungsi satu variabel x, tetapi tidak ada tafsiran
yang serupa seperti itu untuk x
z
∂∂
(Leithold, 1991:313). Dalam persamaan
diferensial parsial perlu diketahui beberapa notasi turunan parsial yang terlibat
yaitu:
x
uux ∂
∂= t
uut ∂
∂= 2
2
x
uuxx ∂
∂= yx
uuxy ∂∂
∂=2
2
2
y
uuyy ∂
∂=
Sebagai contoh diberikan bentuk kasus dari persamaan diferensial parsial berikut
zy
zy
x
zx =
∂∂+
∂∂
dimana: z = f (x,y)
Dalam hal ini variabel-variabel x dan y adalah variabel bebas, sedangkan z adalah
variabel terikat. Untuk mencari nilai x
z
∂∂
yaitu dideferensialkan z terhadap x
dengan menjaga y sebagai konstanta, sedangkan untuk memperoleh y
z
∂∂
yaitu
dideferensialkan z terhadap y dengan menjaga x sebagai konstanta.
Persamaan diferensial parsial banyak dijumpai dalam banyak kasus,
misalnya persamaan gelombang, perpindahan panas dan massa, difusi, fisika
nuklir, aerodinamika, elektromagnetik, dan lain-lain.
Beberapa hal berkaitan dengan persamaan diferensial parsial adalah
sebagai berikut:
1. Orde
Orde suatu persamaan diferensial parsial adalah dari turunan parsial
tertinggi dalam persamaan tersebut.
Contoh:
a. xt uu = (orde 1)
b. xxt uu 2α= (orde 2)
2. Jumlah variabel
Jumlah variabel dalam persamaan diferensial parsial adalah jumlah
variabel bebasnya.
Contoh:
a. ut = α2 uxx (2 Variabel)
b. uxx + uyy +uzz = 0 (3 Variabel)
3. Persamaan Diferensial Parsial Linear Dan Non Linear
Persamaan diferensial parsial dapat diklasifikasikan menjadi linear atau
non linear apabila variabel bebas dan turunannya tidak merupakan hasil
perkalian. Bentuk umum Persamaan Diferensial Parsial (PDP) linear
tingkat dua dalam dua variabel bebas adalah:
Auxx + Buxy + Cuyy + Dux +Euy+Fu = G (2.3)
Dengan A, B, C, D, E, F, dan G merupakan fungsi dalam x dan y.
Sedangkan suatu PDP dikatakan non linear jika variabel tak bebas u dan
turunan parsialnya muncul dalam persamaan dengan cara tidak linear
(dipangkatkan atau dikalikan).
Persamaan diferensial parsial orde 2 dalam 2 variabel yang tidak
berbentuk persamaan (2.3) disebut persamaan non linier.
Contoh:
a. ut = α2 uxx (linear)
b. uxx + uyy + u = 4 (linear)
c. uxx + yuy + u = 1 (non linear)
d. uxx + uyy + u2 = 0 (non linear)
4. Persamaan Diferensial Parsial linear Homogen
Persamaan umum diferensial parsial linier (2.3) disebut homogen jika
G = 0 untuk semua x dan y, sedangkan jika 0≠G disebut non homogen.
5. Tipe-Tipe Dasar Dari Persamaan Linear
Suatu klasifikasi penting dalam PDP adalah terdiri dari tipe parabolik,
hiperbolik, dan eliptik. Persamaan linear orde 2 atau persamaan (2.3)
diklasifikasikan berdasarkan aturan berikut ini:
a. Persamaan Ellips jika : 042 <− ACB
Contoh: persamaan Poisson
02
2
2
2
=+∂∂+
∂∂
gyx
ϕϕ
dan persamaan Laplace
02
2
2
2
=∂∂+
∂∂
yx
ϕϕ
b. Persamaan Parabola jika : 042 =− ACB
Contoh: persamaan perambatan panas
2
2
x
TK
t
T
∂∂=
∂∂
c. Persamaan Hiperbola jika: 042 >− ACB
Contoh: persamaan gelombang
2
22
2
2
x
yC
t
y
∂∂=
∂∂
(Triatmojo, 2002:201)
2.2 Solusi Analitik Persamaan Diferensial Parsial
2.2.1 Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial
Selesaian dari suatu persamaan diferensial adalah suatu fungsi tanpa
turunan-turunan dan yang memenuhi persamaan tersebut (Soehardjo, 1996:9-3).
Dalam penyelesaian persamaan diferensial parsial dikenal istilah selesaian umum
dan selesaian khusus. Selesaian umum itu sendiri adalah suatu selesaian yang
terdiri dari sejumlah fungsi bebas sembarang yang jumlahnya sesuai dengan orde
persamaannya. Sedangkan selesaian khusus merupakan suatu selesaian yang bisa
didapatkan dari penyelesaian umumnya dengan pilihan khusus dari fungsi
sebarang (Spiegel, 1994:2). Sebagai contoh )()(2
1 22 yGxFxyyxu ++−=
merupakan selesaian dari persamaan yxyx
u −=∂∂
∂2
2
. Selesaian ini disebut sebagai
penyelesaian umum karena terdiri dari dua fungsi bebas sembarang yaitu F(x) dan
G(x). secara khusus kalau xxF sin2)( = , 53)( 4 −= yxG , akan ditemukan
selesaian khususnya sebagai berikut
53sin22
1 422 −++−= yxxyyxu
2.2.2 Metode Pemisahan Variabel
Persamaan diferensial parsial linier tingkat tinggi dengan beberapa
keistimewaan, dapat diselesaikan dengan metode pemisahan variabel.
Bentuk umum persamaan diferensial parsial tersebut adalah sebagai berikut:
0...
...
...
2
2
210
2
2
210
2
2
210
=∂∂++
∂∂+
∂∂+
+∂∂++
∂∂+
∂∂+
+∂∂++
∂∂+
∂∂+
k
k
k
m
m
m
n
n
n
t
zc
t
zc
t
zczc
y
zb
y
zb
y
zbzb
x
za
x
za
x
zaza
(2.4)
dengan keistimewaan:
1. Tidak terdapat derivatif parsial terhadap lebih dari satu variabel bebas.
2. ),...,2,1( niai = , yaitu koefisien dari turunan parsial terhadap x,
merupakan fungsi dari x saja atau konstanta.
),...,2,1( mibi = , yaitu koefisien dari turunan parsial terhadap y
merupakan fungsi dari y saja atau konstanta.
),...,2,1( kici = , yaitu koefisien dari turunan parsial terhadap t
merupakan fungsi dari t saja atau konstanta.
Penyelesaian persamaan diferensial parsial (2.4) dapat dimisalkan sebagai berikut:
)()()(),,( tTyYxXtyxZ = (2.5)
Jika (2.5) disubstitusikan ke (2.4) diperoleh:
0..."'
..."'
..."
)(210
)(210
)(2
'10
=++++
+++++
+++++
kk
mm
nn
XYTcXYTcXYTcXYTc
TXYbTXYbTXYbXYTb
YTXaYTXaYTXaXYTa
dan jika ini dibagi dengan XYTZ = diperoleh:
0..."'
..."'
..."'
210
210
210
=++++
+++++
+++++
T
Tc
T
Tc
T
Tcc
Y
Yb
Y
Yb
Y
Ybb
X
Xa
X
Xa
X
Xaa
k
k
m
m
n
n
(2.6)
Perhatikan bahwa:
n
nn
dx
XdX
dx
XdX
dx
dXX === )(
2
2
;...;";'
m
mm
dy
YdY
dy
YdY
dy
dYY === )(
2
2
;...;";'
k
kk
dt
TdX
dt
TdX
dt
dTT === )(
2
2
;...;";'
Jika (2.6) berturut-turut didiferensialkan terhadap variabel yx, dan t , diperoleh:
0..."'
0..."'
0..."'
210
210
210
=
++++
=
++++
=
++++
T
Tc
T
Tc
T
Tcc
dt
d
Y
Yb
Y
Yb
Y
Ybb
dy
d
X
Xa
X
Xa
X
Xaa
dx
d
k
k
m
m
n
n
Maka ini berarti bahwa:
3210
2210
1210
..."'
..."'
..."'
kT
Tc
T
Tc
T
Tcc
kY
Yb
Y
Yb
Y
Ybb
kX
Xa
X
Xa
X
Xaa
k
k
m
m
n
n
=++++
=++++
=++++
(2.7)
Dimana 321 ,, kkk adalah konstanta sembarang dan dengan melihat persamaan
(2.6) haruslah
0321 =++ kkk
Maka jelas bahwa (2.7) adalah suatu sistem persamaan diferensial biasa yang
ekivalen dengan persamaan diferensial (2.4).
Misalkan selesaian yang bebas linier dari sistem (2.7) berturut-turut adalah:
nikxX i ...,2,1),,( 1 = ;
mjkyYj ...,2,1),,( 2 =
dan
ksktTs ...,2,1),,( 3 = .
Maka selesaian umum dari persamaan diferensial parsial (2.4)
∑∑ ∑== =
=k
ss
n
i
m
jjii ktTkyYkxXZ
13
1 12 ),(.),(.),(
(Soehardjo, 1996:4-8)
2.3 Deret Fourier
Fungsi )(tf disebut fungsi periodik bila terdapat bilangan positif p,
sehingga berlaku )()( tfptf =+ untuk setiap t dalam domain f. p terkecil
disebut periode dari f. Dalam aplikasi, jumlah dari beberapa fungsi periodik
merupakan fungsi periodik. Misal )(,...),(),( 21 tftftf n berturut-turut mempunyai
periode nppp ,...,, 21 , maka )(...)()( 21 tftftf n+++ mempunyai periode
kelipatan persekutuan terkecil dari nppp ,...,, 21 . Hal ini sangat dimungkinkan
sebab semesta pembicaraan untuk beberapa bentuk fungsi tersebut (periode)
hanya terbatas pada bilangan rasional. Namun bilamana semesta pembicaraan
(periode) merupakan bilangan irasional maka secara umum sifat tersebut tidak
berlaku, yaitu jumlah dua fungsi periodik bukan merupakan fungsi periodik.
Sebagai contoh, kedua fungsi tsin dan )2sin(t merupakan fungsi periodik
dengan periode π2 dan 2
2π, namun fungsi )2sin(sin tt + bukan merupakan
fungsi periodik, (Mursita, 2005: 143).
Sedangkan fungsi )(tf disebut fungsi kontinu bagian demi bagian pada
interval [ ]ba, bila dipenuhi berikut:
1. Interval [ ]ba, dapat dibagi menjadi sebanyak hingga sub interval sehingga
)(tf kontinu pada sub interval tersebut.
2. Limit dari )(tf pada setiap ujung dari sub interval adalah berhingga.
atau dapat dikatakan bahwa fungsi )(tf mempunyai sebanyak hingga titik
diskontinu.
Misalkan )(tf didefinisikan pada ),( LL− , periodik dengan periode L2 , kontinu
bagian demi bagian, maka derat Fourier dari )(tf didefinisikan berikut:
∑∞
=
++=1
0 sincos2
)(n
nn L
tnb
L
tna
atf
ππ
(2.8)
dengan naa ,0 dan nb disebut koefisien Fourier dari )(tf ,
∫−
=L
L
dttfL
a )(1
0
(2.9)
...,3,2,1,cos)(1 == ∫
−
ndtL
tntf
La
L
L
n
π
...,3,2,1,sin)(1 == ∫
−
ndtL
tntf
Lb
L
L
n
π
Misalkan )(tf terdefinisi pada )2,0( L , periodik dengan periode Lp 2= dan
kontinu bagian demi bagian pada )2,0( L , maka koefisien Fourier dari )(tf
diberikan sebagai berikut:
∫=L
dttfL
a2
0
0 )(1
(2.10)
...,3,2,1,cos)(1 2
0
== ∫ ndtL
tntf
La
L
n
π
...,3,2,1,sin)(1 2
0
== ∫ ndtL
tntf
Lb
L
n
π
Untuk selanjutnya, bila )(tf terdefinisi pada suatu interval dan perodik dengan
periode sama dengan panjang interval maka batas integral dari koefesien Fourier
merupakan ujung-ujung dari interval tersebut (Mursita, 2005:145).
2.3.1 Deret Fourier dari Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil
Definisi:
Fungsi )(tf disebut fungsi genap bila berlaku )()( tftf =− untuk setiap
fDt ∈ dan fungsi )(tf disebut fungsi ganjil bila berlaku )()( tftf −=− untuk
setiap fDt ∈ . Sifat-sifat fungsi genap dan fungsi ganjil diberikan sebagai berikut;
1. Grafik fungsi genap, )(tfy = simetris terhadap sumbu Y dan grafik
fungsi ganjil, )(tfy = simetris terhadap titik pusat salib sumbu.
∑∞
=
+=1
0 cos2
)(n
n L
tna
atf
π
,...3,2,1,cos)(1
,)(1
0 === ∫ ∫− −
ndtL
tntf
Ladttf
La
L
L
L
L
n
π
∑∞
=
=1
sin)(n
n L
tnbtg
π
,...3,2,1,sin)( == ∫−
ndtL
tntgb
L
L
n
π
2. Hasilkali dua fungsi genap dan hasilkali dua fungsi ganjil merupakan
fungsi genap, sedangkan hasilkali antara fungsi genap dengan fungsi ganjil
merupakan fungsi ganjil.
3. Bila )(tf fungsi genap maka ∫∫ =−
LL
L
dttfdttf0
)(2)( . Bila )(tf fungsi
ganjil, maka 0)( =∫−
L
L
dttf .
Misalkan )(tf fungsi genap dan )(tg fungsi ganjil terdefinisi pada suatu interval
),( LL− , keduanya kontinu bagian demi bagian dan periodik dengan periode
Lp 2= , maka deret Fourier dari )(tf dan )(tg berturut-turut disebut deret
Fourier Cosinus dan deret Fourier Sinus. Bentuknya yaitu:
(2.11)
Dengan koefisien Fourier:
(2.12)
dan
(2.13)
dengan koefisien Fourier:
(2.14)
,...3,2,1,cos)(2
,)(2
0 0
0 === ∫ ∫ ndtL
tntf
Ladttf
La
L L
n
π
Batas integrasi untuk setiap koefisien dari )(tf atau )(tg adalah ujung-ujung
interval yang diberikan.
Jika fungsi )(tf terdefinisi pada Lt ≤≤0 , maka fungsi )(tf dapat
diperluas pada LtL ≤≤− dan dipandang periodik dengan periode Lp 2= ,
menjadi:
a. )(tf merupakan fungsi genap. Bila fungsi )(tf diperderetkan maka
merupakan deret Fourier Cosinus, yaitu:
tL
na
atf
nn∑
∞
=
+=1
0 cos2
)(π
(2.15)
dengan koefisien Fourier:
(2.16)
b. )(tf merupakan fungsi ganjil. Bila fungsi )(tf diperderetkan maka
merupakan deret Fourier Sinus, yaitu:
tL
nbtf
nn∑
∞
=
=1
sin)(π
(2.17)
dengan koefisien Fourier:
,...3,2,1,sin)(2
0
== ∫ ndtL
tntf
Lb
L
n
π (2.18)
(Mursita, 2005:148).
2.4 Integral Fourier
Misalkan fungsi )(tf kontinu bagian demi bagian dan periodik dengan
periode Tp = terdefinisi pada interval ),0( T , maka deret Fourier dari )(tf
diberikan sebagai berikut:
∑∞
=
++=0
0 2sin
2cos
2)(
nnn T
tnb
T
tna
atf
ππ (2.19)
dengan menggunakan notasi Euler,
+=
−T
tinT
tinee
T
tn πππ 22
2
12cos dan (2.20)
−=
−T
tinT
tinee
iT
tn πππ 22
2
12sin
maka bentuk (2.19) dapat dituliskan menjadi,
Ttin
n
nn
n
nn
Ttin
n n
nnnn
Ttin
n
nnTtin
n
nn
Ttin
n
nnTtin
n
nn
n
Ttin
Ttin
nTtin
Ttin
n
ei
ba
i
ba
ei
ba
i
baa
ei
bae
i
baa
ei
bae
i
baa
eei
bee
aatf
π
π
ππ
ππ
ππππ
2
10
2
1 1
0
2
1
2
1
0
2
1
2
1
0
1
22220
2222
22222
22222
22222
222)(
−+
+=
−+
++=
−+
++=
−+
++=
−+
++=
∑∑
∑ ∑
∑∑
∑∑
∑
∞−
−=
−−∞
=
∞
=
∞−
−=
−−
∞−
−=
−−∞
=
∞
=
∞
=
∞
=
−
(2.21)
Dari bentuk (2.21), nilai dalam kurung besarnya dapat dinotasikan dengan notasi
kompleks ∑∞
−∞=nnC , nC merupakan bilangan kompleks dan berlaku nn CC =− . Jadi
deret Fourier dari fungsi periodik )(tf yang terdefinisi pada ),0( T dengan
periode Tp = dapat dinyatakan dengan notasi kompleks,
∑∞
−∞=
=n
Ttin
neCtfπ2
)( (2.22)
Adapun besar koefisien Fourier kompleks nC ditentukan sebagai berikut:
Misalnya diambil periode 1== Tp maka bentuk (2.22) dapat dinyatakan
dengan,
∑∞
−∞=
=n
tinneCtf π2)( (2.23)
Bila kedua ruas dari bentuk (2.23) dikalikan dengan tike π2− maka didapatkan,
ΚΚ
ΛΛ
++=
++== −∞
−∞=
−− ∑
k
tikk
tik
n
tikn
tiktik
C
eCeeCetfe πππππ 22222 )(
∑∞
≠−∞=
−− −=knn
tknin
tikk eCtfeC
,
)(22 )( ππ (2.24)
Bila kedua ruas dari (2.24) diintegrasikan terhadap t pada interval [ ]1,0 , maka
akan didapatkan rumusan dari nC . Yang perlu ditentukan terlebih dahulu adalah
nilai integral suku kedua dari ruas kanan bentuk (2.24). Dengan memandang suatu
sifat bahwa integral dari jumlah sama dengan jumlah dari integral maka nC dapat
dikeluarkan dari integral. Sehingga yang perlu dihitung adalah
[ ]
[ ] 011)(2
1
)(2
1
)(2
1
0)(2
1
0
)(2)(2
=−−
=
−−
=
−=
−
−−∫
kni
eekni
ekni
dte
kni
tknitkni
π
π
π
π
ππ
(2.25)
diketahui bahwa nilai integral (2.25) sama dengan nol hal ini dikarenakan kn ≠ .
Sehingga didapatkan,
∫−=
1
0
2 )( dttfeC iktk
π
Dari apa yang telah diuraikan sebelumnya, terlihat bahwa untuk fungsi periodik
)(tf yang terdefinisi pada [ ]1,0 dengan periode 1=p dapat dinyatakan deret
Fourier sebagaimana bentuk (2.23) dengan koefisien Fourier dari )(tf ,
∫−=
1
0
int2 )( dttfeCnπ
(2.26)
Dengan menggunakan bentuk (2.26) dapat ditunjukkan bahwa nn CC =− . Untuk
deret Fourier (2.19), maka koefisien Fourier dari fungsi )(tf diberikan dengan,
∫−=
T
n dttfeT
C0
int2 )(1 π
(2.27)
Demikian seterusnya, batas integral dari koefisien Fourier nC sangat bergantung
dari daerah definisi dari fungsi )(tf (Mursita, 2005:152).
2.5 Deret Taylor
Deret taylor merupakan dasar untuk menyelesaikan masalah dalam metode
numerik, terutama penyelesaian persamaan diferensial. Jika suatu fungsi f (x)
diketahui dititik ix dan semua turunan dari f terhadap x diketahui pada titik
tersebut, maka deret Taylor (persamaan 2.28) dapat dinyatakan nilai f pada titik
1+ix yang terletak pada jarak x∆ dari titik ix .
!3)(
!2)(
!1)()()(
3'''
2'''
1
xxf
xxf
xxfxfxf iiiii
∆+∆+∆+=+
n
n
in R
n
xxf +∆++
!)(... )( (2.28)
Dengan
)( ixf : fungsi dititik ix
)( 1+ixf : fungsi dititik 1+ix
)(''''' ,...,,,' nffff : turunan pertama, kedua,…, ke-n dari fungsi.
x∆ : langkah ruang, yaitu jarak antara ix dan 1+ix
nR : kesalahan pemotongan
! ; operator faktorial, misalkan bentuk 3! = 1 x 2 x 3; 4! = 1 x
2 x 3 x 4
Berikut teorema dasar deret Taylor beserta buktinya.
Teorema:
Andaikan f suatu fungsi demikian sehingga f dan semua turunan-
turunannya ada dalam suatu selang (a - r, a + r). Maka fungsi itu dapat diuraikan
menjadi deret Taylor, dalam rumusan sebagai berikut:
n
n
n
axn
af)(
!
)(
0
−∑∞+
=
untuk semua x sehingga rax <− jika dan hanya jika
1)1(
)()!1(
)(lim)( +
+
∞→∞→−
+= nn
n
nn
nax
n
fxRLim
ξ = 0
dengan setiap nξ ada di antara x dan a
Bukti:
Di dalam selang (a - r, a + r), fungsi f memenuhi hipotesis sebagai berikut
)()()( xRxPxf nn += (2.29)
dengan )(xPn adalah polinom Taylor berderajat n dari f dan )(xRn adalah
sukusisanya yang diberikan oleh
1)1(
)()!1(
)()( +
+
−+
= nnn
n axn
fxR
ξ
(2.30)
dengan setiap nξ ada diantara x dan a
Sekarang )(xPn adalah jumlah n buah suku pertama dari deret Taylor dari
f pada a. Jadi bila kita buktikan bahwa )(lim xPnn ∞→
ada dan sama dengan f(x) jika
dan hanya jika 0)(lim =∞→
xRnn
, teorema itu akan terbukti. Dari persamaan (2.29)
)()()( xRxfxP nn −= (2.31)
jika 0)(lim =+∞→
xRnn
maka menurut persamaan (2.31)
)(lim)()(lim xRxfxP nn
nn +∞→+∞→
−=
= f(x) – 0
= f(x)
sekarang dari hipotesis bahwa )()(lim xfxPnn
=+∞→
kita akan membuktikan bahwa
0)(lim =+∞→
xRnn
. Dari persamaan (2.29)
)()()( xPxfxR nn −=
Jadi
)(lim)()(lim xPxfxR nn
nn +∞→+∞→
−=
= f(x) – f(x)
= 0
jadi teorema terbukti.
(Leithold, 1991:98)
Dari persamaan 2.28 maka deret Taylor yang hanya memperhitungkan
satu suku pertama dari ruas kanan akan mempunyai bentuk umum sebagai berikut
)()( 1 ii xfxf ≈+ (2.32)
Bentuk persamaan (2.32) dapat disebut sebagai perkiraan orde nol, nilai f
pada titik 1+ix sama dengan nilai pada ix . Perkiraan tersebut adalah benar jika
fungsi yang diperkirakan adalah suatu konstan. Jika fungsi tidak konstan maka
harus diperhitungkan suku-suku berikutnya dari deret Taylor.
Sedangkan bentuk deret Taylor order satu, yang memperhitungkan dua
suku pertama dapat ditulis dalam bentuk:
!1)()()( '
1
xxfxfxf iii
∆+≈+ (2.33)
Yang merupakan bentuk persamaan garis lurus (linier). Dengan cara yang analog,
maka deret Taylor yang memperhitungkan tiga suku pertama dari ruas kanan
dapat ditulis menjadi:
!2)(
!1)()()(
2'''
1
xxf
xxfxfxf iiii
∆+∆+=+ (2.34)
Persamaan (2.34) disebut perkiraan order dua (Triatmojo, 2002:7).
2.6 Kesalahan Pemotongan (Truncation Error)
Deret Taylor akan memberikan perkiraan suatu fungsi dengan benar jika
semua suku dari deret tersebut diperhitungkan. Dalam praktek hanya beberapa
suku pertama saja yang diperhitungkan, sehingga hasil perkiraan tidak tepat
seperti pada penyelesaian analitik. Ada kesalahan karena tidak diperhitungkannya
suku-suku terakhir dari deret Taylor. Kesalahan ini disebut dengan kesalahan
pemotongan (truncation error, nR ), yang ditulis dalam bentuk:
)( 1+∆= nn xOR
Indeks n menunjukkan bahwa deret yang diperhitungkan adalah sampai pada suku
ke-n, sedang subskrip n+1 menunjukkan bahwa kesalahan pemotongan
mempunyai order n+1. Notasi )( 1+∆ nxO berarti bahwa kesalahan pemotongan
mempunyai order 1+∆ nx atau kesalahan adalah sebanding dengan langkah ruang
pangkat n+1. Kesalahan pemotongan tersebut adalah kecil apabila:
1. Interval x∆ adalah kecil.
2. Memperhitungkan lebih banyak suku dari deret Taylor.
Pada perkiraan order satu, besarnya kesalahan pemotongan adalah:
...!3
)(!2
)()(3
'''2
''2 +∆+∆=∆ xxf
xxfxO ii (2.35)
(Triatmojo, 2002:9)
Penyelesaian secara numerik dari suatu persamaan matematika hanya
memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak (benar) dari penyelesaian
analitis. Berarti dalam penyelesaian numerik tersebut terdapat kesalahan (galat)
terhadap nilai eksak dan ketidak pastian dapat terjadi. Galat adalah suatu nilai
penyimpangan dari nilai sebenarnya (Triatmojo, 2002:2).
Ada tiga macam kesalahan perkiraan:
1. Kesalahan bawaan (inheren) adalah kesalahan dari nilai data.
2. Kesalahan pembulatan terjadi karena tidak diperhitungkannya beberapa
angka terakhir dari suatu bilangan. Sebagai contoh:
77.56253214 dapat dibulatkan menjadi 77.563
2.1412357 dapat dibulatkan menjadi 2.14
3. Kesalahan pemotongan terjadi karena tidak dilakukannya hitungan sesuai
dengan prosedur matematik yang benar, (Suryoputro, 2001: 10).
Ada dua jenis kesalahan hubungan antara nilai eksak dan nilai perkiraan yaitu:
1. Galat absolut adalah kesalahan perbedaan (selisih) antara nilai eksak dan
nilai perkiraaan (pendekatan pada nilai sebenarnya).
Dituliskan:
exx +=
dimana x adalah nilai sebenarnya
x adalah pendekatan pada nilai sebenarnya
e adalah galat
disini e adalah galat absolut yaitu
xxe −=
2. Kesalahan relatif adalah tingkat kesalahan yang dilakukan dengan
membandingkan kesalahan yang terjadi dengan nilai eksak
x
eeR =
dengan
Re = galat relatif
e = galat absolut
x = nilai eksak
Galat relatif sering diberikan dalam bentuk persen sebagai berikut:
%100x
x
eeR =
(Djojodiharjo, 2000:15)
2.7 Diferensial Numerik
Diferensial numerik digunakan untuk memperkirakan bentuk diferensial
kontinu menjadi bentuk diskret. Diferensial numerik ini banyak digunakan untuk
menyelesaikan persamaan diferensial. Bentuk tersebut dapat diturunkan berdasar
deret Taylor
Deret Taylor pada persamaan (2.28) dapat ditulis dalam bentuk sebagai
berikut:
)()()()( 2'1 xOxxfxfxf iii ∆+∆+=+ (2.36)
atau
xOx
xfxfxf
x
f iii ∆−
∆−
==∂∂ + )()(
)( 1' (2.37)
Bentuk diferensial dari persamaan (2.37) disebut diferensial maju order
satu. Disebut diferensial maju karena menggunakan data pada titik ix dan 1+ix
untuk memperhitungkan diferensial. Jika data yang digunakan adalah dititik ix
dan 1−ix , maka disebut diferensial mundur, dan deret Taylor menjadi:
...!3
)(!2
)(!1
)()()(3
'''2
'''1 +∆−∆−∆−=−
xxf
xxf
xxfxfxf iiiii (2.38)
atau
)()()()( 2'1 xOxxfxfxf iii ∆+∆−=− (2.39)
xOx
xfxfxf
x
f iii ∆+
∆−
==∂∂ − )()(
)( 1' (2.40)
Apabila data yang digunakan untuk memperkirakan diferensial dari fungsi
adalah pada titik 1−ix dan 1+ix , maka perkiraannya disebut diferensial terpusat.
Jika persamaan (2.28) dikurangi persamaan (2.38) didapat:
...!3
)('''2)(2)()(3
'11 +∆+∆=− −+
xxfxxfxfxf iiii
atau
...6
)(2
)()()(
2'''11' x
xfx
xfxfxf
x
fi
iii
∆−∆−
==∂∂ −+
atau
)...(2
)()()( 211' xO
x
xfxfxf
x
f iii ∆+
∆−
==∂∂ −+ (2.41)
Dari persamaan (2.41) terlihat bahwa kesalahan pemotongan berorder 2x∆
sedang pada diferensial maju dan mundur berorder x∆ , untuk interval x∆ kecil,
nilai kesalahan pemotongan yang berorder 2 2x∆ lebih kecil dari order 1 (x∆ ).
Hal ini menunjukkan bahwa perkiraan diferensial terpusat lebih teliti dibanding
diferensial maju atau mundur.
Sedangkan untuk turunan kedua suatu fungsi dapat diperoleh dengan
menjumlahkan persamaan (2.28) dengan persamaan (2.38):
...!4
)(2!2
)(''2)(2)()(4
''''2
'11 +∆+∆+∆=− −+
xxf
xxfxxfxfxf iiiii
atau
...12
)()()(2)(
)(2
''''2
11'' −∆−∆
+−= −+ x
xfx
xfxfxfxf i
iiii
atau
)()()(2)(
)( 22
11''2
2
xOx
xfxfxfxf
x
f iiii ∆−
∆+−
==∂∂ −+ (2.42)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk diferensial (biasa atau
parsial) dapat diubah dalam bentuk diferensial numerik (beda hingga).
Apabila fungsi mengandung lebih dari satu variabel bebas, seperti f(x,y),
maka bentuk deret Taylor menjadi:
...!2!2!1!1
),(),(2
2
22
2
2
11 +∆∂∂+∆
∂∂+∆
∂∂+∆
∂∂+=++
y
y
fx
x
fy
y
fx
x
fyxfyxf jiji
(2.43)
Dengan cara yang sama, turunan pertama terhadap variabel x dan y
berturut-turut dapat ditulis dalam bentuk (diferensial maju):
x
yxfyxf
x
f jiji
∆−
≈∂∂ + ),(),( 1 (2.44)
atau
y
yxfyxf
y
f jiji
∆−
≈∂∂ + ),(),( 1 (2.45)
Untuk menyederhanakan penulisan, selanjutnya bentuk f( ix , iy ) ditulis
menjadi jif , dengan subskrip i dan j menunjukkan komponen dalam arah sumbu x
dan sumbu y. Apabila fungsi berada dalam sistem tiga dimensi (sistem koordinat
x, y, z); maka f( kji zyx ,, ) ditulis menjadi kjif ,, . Dengan cara seperti itu maka
persamaan (2.44) dan (2.45) dapat ditulis menjadi:
x
ff
x
f jii
∆−
≈∂∂ + ,1 (2.46)
y
ff
y
f jiji
∆−
≈∂∂ + ,1, (2.47)
Untuk diferensial terpusat bentuk di atas menjadi:
x
ff
x
f jiji
∆−
≈∂∂ −+
2,1,1 (2.48)
y
ff
y
f jiji
∆−
≈∂∂ −+
21,1, (2.49)
Dengan cara yang sama, turunan kedua terhadap x dan y dapat ditulis
menjadi:
2
,1,,1
2
2 2
x
fff
x
f jijiji
∆+−
≈∂∂ +− (2.50)
2
1,,1,
2
2 2
y
fff
y
f jijiji
∆+−
≈∂∂ ++ (2.51)
(Triatmojo, 2002:9)
2.8 Persamaan Difusi
Difusi adalah gerakan atom atau molekul dalam gas, larutan atau padatan
dari daerah konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.
Persamaan difusi adalah persamaan diferensial parsial yang menggambarkan
difusi partikel monoenergetik sesuai dengan teori difusi,
(http://ms.wikipedia.org/wiki/kimia.html). Salah satu proses difusi yang tergantung
terhadap waktu yang berhubungan dengan kimia adalah distribusi konsentrasi
dalam pelarut yang ditambah zat terlarut. Contohnya adalah gula berdifusi
dicairan teh tawar sehingga menjadi manis, flourida dalam air dan lain-lain.
Hukum pertama Fick tentang difusi yang dikemukakan oleh Ilmuwan
Jerman, Adolph Fick menyatakan bahwa fluks materi (jumlah partikel per satuan
luas per satuan waktu) sebanding dengan gradien rapatan pada suatu titik (Atkins,
1999:288). Fluks partikel menuruti gradien konsentrasi.
Dalam hal perumusan masalah persamaan difusi pada kasus berikut, maka
dapat diperhatikan Gambar 2.1 di bawah ini
Jika diperhatikan lempengan tipis dengan luas penampang lintang A dan
tebal dari x sampai x + 1 (Gambar 2.1). Kita misalkan konsentrasi pada x pada
waktu t adalah c. Jumlah mol partikel yang memasuki lempengan persatuan waktu
adalah JA, sehingga kenaikan konsentrasi di dalam lempengan (yang volumenya
Jl) yang disebabkan oleh fluks dari kiri adalah:
l
J
Al
JA
t
c ==∂∂
Terdapat pula aliran keluar melalui jendela kanan. Fluks melalui jendela
itu adalah 'J , dan perubahan konsentrasi yang dihasilkan:
l
J
Al
AJ
t
c '' −=−=∂∂
Sehingga laju perubahan konsentrasi dinyatakan dalam bentuk
l
JJ
t
c '−=∂∂
Setiap fluks sebanding dengan gradien konsentrasi pada jendela. Dengan
menggunakan hukum pertama Fick, dapat ditulis:
x
cD
x
cDJJ
∂∂+
∂∂−=− '
'
{ }lc
xD
x
cD ∂+
∂∂+
∂∂−=
2
2
x
cDl
∂∂=
Jika digantikan hubungan ini ke dalam ungkapan untuk laju perubahan
konsentrasi dalam lempengan, maka diperoleh bentuk umum persamaan difusi
sebagai berikut
2
2
x
cD
t
c
∂∂=
∂∂
(2.52)
Persamaan (2.52) biasanya disebut hukum kedua Fick tentang difusi; pada tahap
ini kita sudah mengetahui bahwa c merupakan fungsi dari x dan t dan turunannya
dituliskan sebagai turunan parsial.
Persamaan difusi menunjukkan bahwa laju perubahan konsentrasi
sebanding dengan turunan kedua dari konsentrasi terhadap jarak. Jika konsentrasi
berubah dengan tajam dari titik ke titik (jika distribusinya tidak merata) maka
konsentrasi berubah dengan cepat terhadap waktu. Jika lengkungannya nol, maka
konsentrasinya lambat laun menjadi konstan. Jika konsentrasi berkurang secara
linier dengan jarak, maka konsentrasi pada setiap titik adalah konstan karena
aliran partikel ke dalam tepat diimbangi oleh aliran keluar.
Persamaan difusi dapat dianggap sebagai perumusan matematis dari
dugaan berdasarkan intuisi, bahwa terdapat kecenderungan alamiah untuk
menghilangkan ketakmerataan distribusi. Lebih singkatnya: alam tidak menyukai
ketakmerataan. Dalam hal transport partikel yang berasal dari gerakan aliran
fluida, maka difusi yang terjadi disebut sebagai difusi konveksi. Jika sekarang ini
kita mengabaikan difusi, maka fluks partikel melalui luas A dalam selang waktu
t∆ jika fluida mengalirkan dengan velositas v, dapat dihitung dengan cara yang
sudah kita gunakan beberapa kali sebelumnya (dengan menghitung partikel dalam
jarak v t∆ ), yaitu:
cvtA
tcAvJ =
∆∆= (2.53)
J ini disebut fluks konveksi. Dengan argumen yang sama seperti sebelumnya,
maka laju perubahan konsentrasi dalam lempengan dengan panjang l dan luas A,
adalah:
l
vl
x
ccc
l
JJ
t
c
∂∂+−=−=
∂∂ '
(Diasumsikan bahwa velositas tidak bergantung pada posisi).
Jika difusi dan konveksi sama perannya, maka perubahan konsentrasi total
dalam daerah itu merupakan penjumlahan kedua efek tersebut, sehingga
persamaan difusi tergeneralisasi:
x
cv
x
cD
t
c
∂∂−
∂∂=
∂∂
2
2
(2.54)
Persamaan difusi merupakan persamaan turunan orde kedua terhadap
ruang dan persamaan turunan orde pertama terhadap waktu. Oleh karena itu kita
harus menentukan dua kondisi batas untuk ketergantungan pada ruang (x), dan
satu kondisi awal untuk ketergantungan pada waktu (t). Persamaan ini merupakan
dasar untuk perancangan reaktor dalam industri kimia dan dasar dari penggunaan
sumber dalam sel hidup ( Atkins, 1999:320).
2.9 Metode Beda Hingga pada Persamaan Difusi
Pandang persamaan difusi berikut dengan kondisi awal dan batasnya
x
cv
x
cD
t
c
∂∂−
∂∂=
∂∂
2
2
)()0,( xfxc = untuk nxx ≤≤0 (2.55)
)0(),0( ftc = (2.56)
)(),( aftac = (2.57)
c adalah konsentrasi, D merupakan koefesien difusi, v adalah kecepatan
aliran difusi, x adalah lokasi/ ruang, sedangkan t adalah waktu. Kondisi batas
(2.55) disebut kondisi awal. Sedangkan kondisi (2.56) dan (2.57) disebut dengan
kondisi batas. Persamaan difusi konveksi ini merupakan bentuk persamaan
diferensial parsial dalam kategori parabola dimana 042 =− ACB . Tujuan dari
pemecahan persamaan difusi konveksi ini adalah mendapatkan nilai ),( txc di
antara nxx <<0 dan 0>t . Pada persamaan differensial parsial parabolik nilai
),( Txc akan dipengaruhi oleh nilai ),( txc , Tt ≤ seperti diilustrasikan pada
Gambar 2.2
Gambar 2.2 Daerah yang Dipengaruhi dan Mempengaruhi Cp
Ada beberapa teknik dalam memecahkan persamaan difusi konveksi salah
satunya dengan metode beda hingga skema Crank-Nicholson. Skema ini
mempunyai tingkat kestabilan yang lebih baik dibandingkan skema-skema beda
hingga yang lain. Skema jaringan titik hitungan diberikan oleh Gambar (2.3)
Daerah c yang dipengaruhi Cp (x,t)
Daerah c yang mempengaruhi Cp(x,t)
n
n
n
i i i
Gambar 2.3 Skema Crank-Nicholson
Solusi numerik persamaan difusi konveksi dengan menggunakan metode
beda hingga skema Crank-Nicholson yang menggunakan dasar dari persamaan
deret Taylor, sehingga menghasilkan turunan pertama
t
cc
t
c ni
ni
∆−
=∂∂ +1
(2.58)
Turunan pertama (2.58) merupakan diferensial terpusat.
Turunan ke dua fungsi terhadap x adalah:
∆+−
+
∆+−
=∂∂ +−
++
++−
211
2
11
111
2
2 2
2
12
2
1
x
ccc
x
ccc
x
c ni
ni
ni
ni
ni
ni (2.59)
Dari diferensial numerik (2.58) dan (2.59) kemudian disubstitusikan ke
dalam persamaan difusi konveksi (2.54) sehingga diperoleh persamaan difusi
konveksi dalam bentuk terdiskritisasi (Kosasih, 2006:466). Dari bentuk
persamaan difusi yang terdiskritisasi dapat dibentuk suatu pola iterasi. Pola yang
diperoleh akan diterapkan pada sistem yang dipilih (dalam hal ini penulis memilih
Penyelesaian diketahui sampai waktu ke n
aliran zat kimia dalam balok yang letaknya mendatar). Penerapan pola pada i =
1,2,…,M akan memberikan sistem persamaan linier dengan bentuk tridiagonal.
2.10 Matrik Tridiagonal
Matrik tridiagonal adalah matrik bujursangkar yang seluruh elemen bukan
0 (nol) berada di sekitar elemen diagonal, sementara elemen lainnya bernilai 0
(nol). Sebagai contoh diberikan matriks A sebagai berikut
−−
=
9300
7850
0142
0063
A
Salah satu algoritma yang digunakan dalam penyelesaian bentuk matriks adalah
algoritma Thomas. Algoritma Thomas sangat cocok untuk menyelesaikan
persamaan linier simultan yang dapat dibentuk menjadi matriks tridiagonal.
Algoritma proses dekomposisi Thomas:
1. Mendapatkan matriks [L] dan [U].
2. Menyelesaikan [L]{y} = {b}.
3. Menyelesaikan [U]{x} = {z}
Berdasarkan Sistem Persamaan Linier (SPL) :
1212111 bxaxa =+
223222121 baxaxa =++
334333232 baxaxa =++
445444343 baxaxa =++
ΜΟ
nnnnnn baxa =+−− 11 (2.60)
Dengan mengunakan notasi matriks, sistem persamaan di atas (2.60) dapat
dituliskan:
=
−−
−
−−−−−
n
n
x
n
nnnn
nnnnnn
b
b
b
b
b
x
x
x
x
x
aa
aaa
aaa
aaa
aa
1
3
2
1
1
3
2
1
1
11121
343332
232221
1211
000000
00000
00000
00000
000000
ΜΜ
ΛΛ
ΜΜΜΟΜΜΜΜΜΛΛΛ
(2.61)
Pada sistem tridiagonal diatas tampak bahwa mayoritas dari elemen pada
koefesien matriksnya adalah nol. Untuk sistem tridiagonal ini, digunakan tiga
vektor a, d dan c untuk menyimpan nilai elemen yang bukan nol sepanjang
diagonal mayor dan sub-diagonalnya sehingga matriks di atas menjadi:
bxA
b
b
b
b
b
x
x
x
x
x
da
cda
cda
cda
cd
n
n
x
n
nn
nnn
=
−−−−− 1
3
2
1
1
3
2
1
111
333
222
11
000000
00000
00000
00000
000000
ΜΜ
ΛΛ
ΜΜΜΟΜΜΜΜΜΛΛΛ
(2.62)
Pertama-tama yang dilakukan dalam pemecahan sistem persamaan linier (SPL)
dengan koefisien matriks tri-diagonal adalah matriks A didekomposisikan menjadi
LU, yaitu matriks segitiga bawah dan segitiga atas. Setelah dekomposisi, matriks
diatas menjadi:
bxUL
b
b
b
b
x
x
x
x
n
c
c
c
nn
nn
n
=
−− ΜΜΛΛ
ΜΜΟΜΜΜΛΛ
ΛΜΜΟΜΜΜ
ΛΛΛ
3
2
1
3
2
1
11
22
11
3
2
0000
000
000
000
1000
0010
0001
00001
δδ
δδ
α
αα
(2.63)
Dengan perkalian matriks, persamaan di atas berbentuk matrik (2.64).
MATRIK TRIDIAGONAL
Di PDF hal. 40
Setelah mengubah elemen-elemen pada vektor a dan d dengan α dan δ
persamaan (2.63) dapat diproses lanjut. Jika Ux disebut dengan g, maka
persamaan (2.63) dapat dituliskan:
bgL
b
b
b
b
g
g
g
g
nnn
=
ΜΜΛ
ΜΜΟΜΜΜΛΛΛ
3
2
1
3
2
1
3
2
1000
0010
0001
00001
α
αα
(2.65)
Dari persamaan di atas diperoleh:
12222212
11
gbgbgg
bg
αα −=→=+=
ΜΜ23333323 gbgbgg αα −=→=+ (2.66)
11 −− −=→=+ nnnnnnnn gbgbgg αα
Karena g adalah Ux, maka:
gxU
g
g
g
g
x
x
x
x
c
c
c
nnn
nn
=
−− ΜΜΛΛ
ΜΜΟΜΜΜΛΛ
3
2
1
3
2
1
11
22
11
0000
000
000
000
δδ
δδ
(2.67)
1
1111111
−
−−−−−−−
−=→=+
=
n
nnnnnnnnn
n
nn
xcgxgxcx
gx
δδ
δ
ΜΜ2
122221222
−
−−−−−−−−−
−=→=+
n
nnnnnnnnn
xcgxgxcx
δδ
(2.68)
1
211112111 δ
δ xcgxgxcx
−=→=+
2.12 Selalu Mencari Solusi Dalam Perspektif Islam
Al-Quran dan Hadist merupakan dasar dalam ajaran Islam. Telah
disebutkan dalam Al-Quran tentang keharusan bagi umat Islam untuk bekerja
dengan sunguh-sunguh dan sepenuh hati. Al-Quran tidak menganjurkan kepada
umat Islam untuk tidak melakukan suatu aktivitas selama hidupnya.
Dua ayat terakhir dari surat Alam Nasyrah menguraikan hal tersebut
secara gamblang. Dalam surat Alam Nasyrah, terlebih dahulu ditanamkan
optimisme kepada setiap muslim. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab I.
sehingga dalam mencari solusi dari suatu masalah, kita harus mencurahkan
seluruh kemampuan kita dan harus yakin bahwa Allah selalu memberi
kemudahan. Selain itu sikap patang menyerah dalam menghadapi suatu masalah
juga berperan penting. Hal ini sebagaimana firman Allah:
Artinya: “ Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS. Yusuf: 87).
Bahwasannya kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, bahwa Dia
akan melapangkan kesusahan ini. Sehingga, jiwa menjadi tenteram dan hati
menjadi tenang. Sesungguhnya, tidak berputus asa dari rahmat Allah kecuali
kaum kafir kepada kekuasaan dan kelapangan rahmad-Nya, sehingga, apabila
mereka tidak berhasil memperoleh apa yang mereka inginkan, serta
menyingkirkan malapetaka atau mengambil manfaat, maka mereka membunuh
dirinya sendiri karena bersedih dan berduka-cita.
Adapun orang-orang yang benar-benar beriman, tidak akan dibuat
berputus asa oleh musibah dan kesusahan dari rahmad Tuhannya dan bahwa Dia
akan melapangkan kesusahannya (Maraghi, 1988: 47).
Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk bertindak dan berbuat
berdasarkan ilmu pengetahuan dan konsep yang matang (pribadi profesional). Hal
ini sebagaimana firman Allah:
Artinya: “ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (QS. Al-Isyra’:36).
Apa yang ingin diketahui manusia mempunyai sifat umum, kompleks dan
mempunyai arti luas. Dengan demikian, seorang muslim dituntut untuk dapat
berpikir secara urut, logis, kritis dan argumentatif dengan selalu berlandaskan
pada firman Allah. Untuk itu, dalam menggunakan akal, umat Islam harus
memperhatikan:
1. Batasan hukum agama adalah wahyu Allah Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan
akal atau logika manusia
2. Adanya ayat-ayat muhkamat (yang terang dan tegas dan mudah dipahami)
adalah tanda dari keberdayaan akal dan ayat-ayat mutasyabihat yang masih
membutuhkan pengkajian merupakan tanda dari keterbatasan akal.
3. Jika terdapat dalil naqli atas suatu masalah, maka akal harus tunduk padanya.
4. Tidak mengubah dalil naqli untuk kepentingan pribadinya.
5. Tidak menganalogkan masalah dengan hal yang bertentangan dengan dalil
Allah.
6. Tidak semua masalah agama dapat diselesaikan dengan daya kritis otak
manusia.
7. Menahan diri dari melakukan sesuatu yang mubadzir (sia-sia).
8. Memiliki landasan pemahaman kuat dan mendalam terhadap agama melalui
penguasaan berbagai disiplin ilmu agama.
9. Berusaha memahami bahasa Arab, karena teks agama ditulis dengan bahasa
Arab.
10. Mempunyai motivasi yang ikhlas dalam pengembangan keilmuan
(http://labbaik.wordpresscom//kedudukan-akal-dalam-islam.html).
Hal tersebut diatas mempunyai peran dalam mengunakan logika terkait
dengan kajian agama terhadap sains dan teknologi yang semakin mewarnai
kehidupan kita. Manusia telah dikaruniai akal untuk mengkaji ilmu pengetahuan
yang beraneka macam seperti:
1. Pengetahuan indrawi, pengetahuan yang menuntut indera dalam
memperolehnya. Pengetahuan ini biasanya digunakan di berbagai cabang
ilmu empirik seperti: Fisika, Kimia, Biologi.
2. Pengetahuan rasional, pengetahuan ini tersusun dari konsep-konsep abstraktif
yang disebut juga dengan konsep sekunder yang masih membutuhkan
pembuktian lebih lanjut dalam bentuk premis-premis analogis. Seperti logika,
filsafat dan matematika.
3. Pengetahuan tekstual, pengetahuan ini bersifat sekunder karena
ketergantungannya terhadap pengetahuan sebelumnya, yaitu pengetahuan
tentang sumber informasi yang tepercaya (otoritas) dan diperoleh melalui
informasi orang yang jujur. Misalnya, pengetahuan para pemeluk agama yang
mereka peroleh dari ucapan para pemuka agama.
4. Pengetahuan syuhudi, pengetahuan ini terkait langsung dengan wujud objek
kajiannya dan disertai oleh penafsiran konseptual empunya. Dengan demikian
tidak tertutup kemungkinan terdapat perbedaan antar individu
(http://isyraq.wordpress.com).
Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam mencari
solusi alternatif, kita dapat menggunakan jalan logika atau metode rasional. Akan
tetapi, kita harus ingat pula akan keterbatasan akal yang dapat menghasilkan
pengertian yang berbeda antar individu dan peranan wahyu Allah sebagai
landasan pengembangan ilmu pengetahuan.
Sebagai contohnya adalah Al-Khawarizmi, seorang tokoh Islam telah
melakukan metode ini dalam pengembangan keilmuannya. Dalam memahami
suatu masalah, ia dapat memaksimalkan peran akal sehingga ia tidak hanya
mengenali satu subjek saja, tetapi ia juga mampu menyelesaikan masalah dalam
subyek tersebut. Khawarizmi juga menggunakan ilmunya untuk lebih memahami
tauhid kepada Allah.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan tentang solusi persamaan diferensial parsial pada
persamaan difusi konveksi baik secara analitik maupun numerik dengan langkah
sebagai berikut:
1. Menetapkan kondisi batas dan kondisi awal serta panjang sistem dari
persamaan difusi konveksi.
2. Mencari solusi analitik dari persamaan difusi konveksi.
3. Mencari solusi numerik dari persamaan difusi konveksi.
4. Meneliti galat dari solusi analitik dan solusi numerik
Asumsi yang digunakan untuk menyelesaikan persaman difusi konveksi
x
cv
x
cD
t
cfus ∂
∂−∂∂=
∂∂
2
2
dalam dimensi satu sebagai berikut:
1. Misalkan ),( txc terdefinisi pada selang 50 ≤≤ x dan 0≥t .
2. Fungsi ),( txc berlaku kondisi batas 0),0( =tc dan 0),5( =tc
3. Fungsi ),( txc berlaku kondisi awal yaitu )()0,( 0xfxc = , dengan
molxf 20 10.5,1)( −= .
Dengan kondisi awal dan kondisi batas yang telah ditetapkan serta nilai
dari cmx 5,0=∆ dan st 05,0=∆ yang telah diketahui dan besarnya
1410.6,1 −−= scmv dan 12510.46,1 −−= scmD fus yang diketahui juga sehingga
diperoleh nilai atau besarnya konsentrasi suatu zat pada proses difusi pada saat
t=1, t=2,…,dan seterusnya. Dari solusi numerik yang ada maka untuk mengontrol
galat kita dapat melihat hasil dari solusi analitiknya.
3.1 Solusi Analitik
Solusi analitik dilakukan pada balok yang memiliki panjang L yang
didalamnya terjadi proses difusi konveksi. Persamaan difusi konveksi dinyatakan
sebagai berikut:
x
cv
x
cD
t
cfus ∂
∂−∂∂=
∂∂
2
2
, 0,0 ><< tLx (3.1)
Dengan nilai batas (Boundary value)
0),(),0( == tLctc , 0>t (3.2)
dan nilai awal (Initial value)
)()0,( 0xfxc = , dimana nilai molxf 20 10.5,1)( −= Lx <<0 (3.3)
Pemecahan persamaan (3.1) bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ),( txc pada
balok tersebut. Dalam hal ini ),( txc didefinisikan sebagai konsentrasi pada posisi
xdan waktu t dari persamaan (3.1) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
sifat fisik tersebut. Dalam menentukan penyelesaian ),( txc dari persamaan (3.1)
yang memenuhi syarat awal dan syarat batas adalah dengan menerapkan metode
pemisahan variabel dengan definisi
)()(),( tTxXtxc = (3.4)
Dimana )(xX adalah fungsi yang tergantung pada variabel xdan )(tT adalah
fungsi yang tergantung pada variabel t .
a. Mendefinisikan turunan-turunan parsial pada persamaan difusi konveksi
hingga mendapatkan persamaan diferensial biasa.
Karena )()(),( tTxXtxc = , maka dapat didefinisikan turunan-turunan
parsial c sebagai berikut
=∂∂
Tdt
dxX
t
c)(
)(2
2
2
2
tTXdx
d
x
c
=
∂∂
)(tTXdx
d
x
c
=∂∂
Jika bentuk di atas disubstitusikan ke persamaan (3.1), maka persamaan (3.1)
menjadi )()()(2
tTXdx
dvtTX
dx
dDT
dt
dxX fus
−
=
(3.5)
Persamaan (3.5) dapat ditulis sebagai bentuk
)()()()(")()( '' tTxvXtTxXDtTxX fus −=
))()(")(()()( '' xvXxXDtTtTxX fus −=
)(
)('
)(
)()(" '
tT
tT
xX
xvXxXD fus =−
(3.6)
Ruas kiri memuat fungsi yang hanya tergantung pada x , sedangkan ruas kanan
memuat fungsi yang hanya tergantung t . Ini berarti ruas kanan maupun ruas kiri
sama dengan suatu konstanta λ , diperoleh
λ==−
)(
)('
)(
)(')("
tT
tT
xX
xvXxXD fus (3.7)
Dimana λ merupakan konstanta dan disebut sebagai konstanta pemisah.
Persamaan (3.7) menghasilkan dua persamaan diferensial biasa yaitu
0)()(')(" =−− xXxvXxXD fus λ (3.8)
0)()(' =− tTtT λ (3.9)
b. Menentukan selesaian )(xX dan )(tT dari kedua persamaan diferensial biasa
Dalam menentukan selesaian )(xX dan )(tT dari kedua persamaan
diferensial biasa ini (Persamaan (3.8) dan Persamaan (3.9)) maka
)()(),( tTxXtxc = harus memenuhi syarat batas dan syarat awal. Penyelesaian
persamaan (3.8) yang hanya tergantung pada x diasumsikan )(xX harus
memenuhi syarat batas yang homogen
)(2
2
xXXdx
dvX
dx
dD fus λ=
−
0)()(),(
0)()0(),0(
====
tTLXtLc
tTXtc untuk semua t (3.10)
Jika 0)( =tT , maka ),( txc merupakan penyelesaian trivial yaitu 0=c . Agar
memenuhi kondisi batas:
0)(
0)0(
==
LX
X (3.11)
harus mendapatkan penyelesaian non trivial. Dimana solusi non trivial didapat
jika 0)( ≠tT .
Untuk memperoleh selesaian non trivial persamaan (3.10) dengan
koefesien konstanta diperoleh dengan bentuk eksponensial yaitu rxexX =)(
merupakan solusi persamaan diferensial homogen
0)()(')(" =−− xXxvXxXD fus λ .
Dengan mensubtitusikan solusi tersebut dan turunannya ke dalam
persamaan diferensial didapat:
0)(
0)'()"(2 =−−
=−−
λ
λ
vrrDe
eeveD
fusrx
rxrxrxfus
sebab ℜ∈∀≠ xerx ,0 , maka 02 =−− λvrrD fus disebut persamaan karakteristik
dari persamaan diferensial. Akar persamaan karakteristik dari persamaan
diferensial adalah:
fus
fus
D
Dvvr
2
42
1
λ++=
fus
fus
D
Dvvr
2
42
2
λ+−=
kemungkinan nilai 1r dan 2r bergantung dari nilai diskriminan , yaitu:
1. Bila 042 >+ λfusDv maka 21 rr ≠ (akar real dan berbeda).
2. Bila 042 =+ λfusDv maka 21 rr = (akar real dan sama).
3. Bila 042 <+ λfusDv maka 21, rr merupakan bilangan komplek (imajiner).
1. Akar Karakteristik Real dan Berbeda
Misalkan persamaan karakteristik dari persamaan (3.8) merupakan
bilangan real dan berbeda, 21 rr ≠ . Maka xr
exx 1)(1 = dan xrexx 2)(2 =
merupakan solusi bebas linier dari persamaan diferensial homogen tersebut.
Solusi umum dapat dituliskan:
xrxr eCeCyCyCxX 21212211)( +=+= (3.12)
sedangkan solusi khusus persamaan diferensial ditentukan dengan mencari nilai
dari 1C dan 2C yang disubstitusikan pada syarat batasnya yaitu
00)0( 21 =+⇒= CCX atau 21 CC −=
( ) 0
0
0)(
21
21
21
2
22
21
=+−⇔
=+−⇔
=+=
LrLr
LrLr
LrLr
eeC
eCeC
eCeCLX
Karena 021 ≠+− LrLr ee
sehingga diperoleh 02 =C karena 21 CC −= , maka 02 =C , akibatnya 0)( =xX ,
sehingga tidak ada solusi tak trivial untuk 042 >+ λfusDv .
2. Akar Karakteristik Real dan Sama
Misalkan persamaan karakteristik dari persamaan (3.8) untuk merupakan
bilangan real dan sama, fusD
vxX
2)( = . Maka salah satu solusi persamaan tersebut
adalah fusD
v
rx eex2
1 == . Untuk menentukan solusi yang lain, solusi kedua ntuk
persamaan (3.8) didapat dengan memisalkan: x
D
v
fusexwyxwx2
12 )()( == . Fungsi
)(xw dicari dengan mensubstitusikan solusi kedua dan turunan ke dalam
persamaan (3.8):
xD
v
fusexwrxwx 212 )()( ==
fusfus D
vx
fus
xD
v
exwD
vexwx
22''2 )(
2)( −=
fusD
vx
fusfus
exwD
vxw
D
vxwx
2
2
2'
2 )(4
)(2
)(""
+−=
0)()(2
)('
)(4
)('2
)("
22
2
2
=+
−
−
+−
xD
vx
D
v
fus
xD
vx
fus
fus
fusfus
fus
excwexwD
vxwv
exwD
vxw
a
vxwD
0)()(2
)(')(4
)('2
)("2
=+
−−
+− xcwxw
D
vxwvxw
D
vxw
a
vxwD
fusfus
fus
0)("4
)("2
=
−− xwc
D
vxwD
fusfus
karena 042 =+ λfusDv , maka 0)(" =xD fus . Sehingga, )(xw dapat
dinyatakan sebagai fungsi linear yaitu qpxxw +=)( .
Ambil 1=p dan 0=q , didapatkan xxw =)( dan solusi kedua:
xD
v
fusxex2
2 = . Solusi pertama dan kedua Persamaan (3.8) ), 1r dan 2r merupakan
solusi bebas linear, sehingga solusi umum persamaan (3.8) bila akar
karakteristiknya dimisakkan r , yaitu
rxrx xeCeCxX 21)( += (3.13)
Dari persamaan (3.13) disubstitusikan syarat batas sehingga diperoleh
0)0( 1 == CX
21)( LCCLX += atau 2LC
akibatnya 0)( =xX , jadi tidak ada solusi tak trivial.
3. Akar karakteristik Kompleks
Misal akar karakteristik dari persamaan (3.8) kompleks:
βα ir +=1 dan βα ir −=2 dengan 1−=i
dimana α dan β adalah bilangan real
fusD
v
2=α ,
fus
fus
D
Dv
2
42 λβ
+=
Dengan menyatakan bahwa fungsi xre 1 dan xre 2 adalah solusi untuk persamaan
(3.8) dimana βα ir +=1 merupakan bilangan kompleks yang berarti
( ) xixxixxi eeee βαβαβα == ++ (3.14)
dimana xie β itu sendiri diperoleh dengan cara diasumsikan pada deret Maclaurin,
untuk ze sama dengan z untuk bilangan real, yang mana 12 −=i sehingga
didapatkan
++−+
++−=
+++−−+=
+++++=
ΛΛ
Λ
ΛΛ
!5!3!4!21
!5!4!3!21
!
)(
!2
)()(1
5342
5432
2
θθθθθ
θθθθθ
θθθθ
i
iii
n
iiie
ni
Ekspansi deret untuk bilangan real dan bilangan imajiner bagian demi bagian pada
deret Maclaurin pada θcos dan θsin dapat disederhanakan sebagai berikut
)sin(cos)( xixee xxi ββαβα +=+ (3.14)
Persamaaan (3.14) disebut rumus Euler.
Ketika rumus Euler dengan xβθ = digunakan pada persamaan (3.14)
didapatkan
( ) )sin(cos xixee xxi ββαβα +=+ (3.15)
Maka solusi umum persamaan (3.8) ditulis
xeCCixeCC
xixeCxixeC
eCeC
eCeCxX
xx
xx
xixi
xrxr
ββββββ
αα
αα
βαβα
sin)(cos)(
)sin(cos)sin(cos
)(
2121
21
)(2
)(1
2121
−++=
−++=
+=
+=++
dengan mensubstitusikan syarat batasnya 0)()0( == LXX
1
21
210
21
0sin0cos
)0sin0cos()0(
)sincos()(
C
CC
CCeX
xCxCexX x
=+=
+=
+=
ββββ
α
α
maka diperoleh 0)0( 1 == CX , jadi xCexX x βα sin)( 2= .
)sincos()( 21 LCLCeLX L ββα += karena 01 =C maka
0sin2 =LCe L βα atau 0sin =Lβ untuk memperoleh solusi tak trivial 0)( ≠xX ,
ambil 02 ≠C sehingga nilai eigennya harus memenuhi
0sin =Lβ
.
L
n
nL
πβ
πβ
=
=
,...3,2,14
2
24
24
2
4
2
2
2
2
2
2
=−
=
=+
=+
=+
nD
vL
nD
L
nDDv
L
nDDv
L
n
D
Dv
fus
fus
fusfus
fusfus
fus
fus
π
λ
πλ
πλ
πλ
Jadi nilai eigennya 1r dan 2r adalah positif, maka dari persamaan (3.8) diperoleh
fungsi eigen yaitu
,...3,2,1sin)(
sin)(
2
2
==
=
nL
xnCexX
xCexX
x
x
πβ
α
α
(3.16)
Dimana fungsi eigen merupakan penyelesaian dari persamaan (3.8) yang
memenuhi syarat batas.
Persamaan (3.9) adalah persamaan diferensial homogen tingkat satu yang
linear dengan koefesien konstanta. Maka dapat diselesaikan dengan penyelesaian
eksponensial uxetT =)( , dimana λ=u dan
fus
fus
D
vL
nD
4
22
2
−
=
π
λ
. Jadi penyelesaian
umumnya adalah
tD
vL
Dn
Ct
D
vL
nD
C
tD
vL
nD
C
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
fus
cetT
ecetT
eIntTIn
tD
vL
nD
CtTIn
CtD
vL
nD
tTIn
dtD
vL
nD
dttT
tT
tTD
vL
nD
tT
tT
tTD
vL
nD
tT
tTD
vL
nD
tT
tTtT
4
2
4
2
4
2
2
2
2
2
2
2
'
2
2
2
2
2
2
22
22
22
)(
,)(
)(
4
2
)(
4
2
)(
4
2
)(
)(
)(4
2
)(
)('
)(4
2
)('
0)(4
2
)('
0)()('
−
−
+
−
+
=
==
=
−
+=
=−
−
−
=
−
=
−
=
=−
−
=−
∫∫
π
π
π
π
π
π
π
π
π
λ
(3.17)
Dimana c adalah konstanta, dengan mensubtitusikan persamaan (3.16) dan (3.17)
ke persamaan difusi konveksi (3.1) menjadi:
)()(),( tTxXtxc =
,...3,2,1sin
sin
sin
24
2
4
2
22
22
22
22
==
=
=
+−
−
neL
xnB
eL
xnCe
xceCe
xD
vt
D
vL
nD
tD
vL
nD
xD
v
utx
D
v
fudfus
fus
fus
fus
fus
fus
π
π
π
π
β
Jadi penyelesaian persamaan difusi konveksi satu dimensi adalah
xD
vt
D
vL
nD
nn
nnn
fusfus
fus
eL
xnBtxC
tTxXtxC
24
2 22
sin),(
)()(),(
+−
=
=π
π (3.18)
dimana nB merupakan konstanta dengan prinsip superposisi. Maka persamaan
difusi konveksi satu dimensi yang linear (3.18) menjadi
xD
vt
D
vL
nD
nn
nn
fusfus
fus
eL
xnBtxCtxC 24
2
11
22
sin),(),(+
−
∞
=
∞
=∑∑ ==
π
π (3.19)
Untuk menyelesaikan persamaan satu dimensi (dengan kondisi batas nol), maka
persamaan (3.19) menunjukkan persamaan difusi konveksi yang dapat
diselesaikan jika syarat awalnya adalah
xD
v
nn
fuseL
xnBxC
2
1
sin)0,( ∑∞
== π
(3.20)
c. Menentukan koefesien nB
Untuk menentukan koefesien nB diasumsikan bahwa
xD
v
nn
fuseL
xnBxf
2
10 sin)( ∑
∞
== π
(3.21)
Berdasarkan ulasan persamaan difusi konveksi, maka fungsi eigen L
xne
xD
v
fus πsin2
memenuhi faktor integral yaitu
=
≠=∫ nm
Lnm
dxL
xn
L
xmL
;2
;0sinsin
0
ππ (3.22)
Dimana m dan n adalah bilangan positif
Persamaan (3.21) dikalikan dengan sinm x
L
π
menjadi
xD
v
nn
fuseL
xm
L
xnB
L
xmxf
2
10 sinsin
sin)(
πππ∑
∞
=
= (3.23)
Kemudian diintegralkan dari 0x = sampai x L=
dxeL
xm
L
xnBdx
L
xmxf
xD
v
n
L
n
Lfus2
1 00
0 sinsinsin
)(πππ
∑ ∫∫∞
=
= (3.24)
Dari persamaan (3.22) didapat bahwa tiap elemen jumlahan adalah nol ketika
n m≠ dan untuk n m= mempunyai konstribusi pada jumlah tak hingga, maka
pada persamaan (3.24) m dapat diganti oleh n menjadi:
dxeL
xnBdx
L
xmxf
L xD
v
n
Lfus∫∫ =
0
22
0
00 sinsin
)(ππ
(3.25)
∫
∫=
L xD
v
L
n
dxeL
xn
dxL
xnxf
Bfus
0
22
0
0
sin
sin)(
π
π
dxL
xnexf
L
LD
v
fus∫−
=0
20 sin)(
2 π
π
π
nL
xnexf fusD
v
cos)(2 20
−
−= (3.26)
Jadi persamaan difusi konveksi satu dimensi adalah
xD
vt
D
vL
Dn
n
LD
v
fusfusfus eL
xndx
L
xnexf
Ltxc
24
2
1 0
20
22
sinsin).(2
),(+
−
∞
=
−
∑ ∫
=
π
ππ
atau
xD
vt
D
vL
Dn
n
D
v
fusfus
fus
eL
xn
nL
xnexf
txc24
2
1
20
22
sincos)(2
),(+
−
∞
=
−
∑
−=
π
ππ
π
(3.27)
dengan memasukkan nilai cmL 5= , 12510.46,1 −−= scmD dan 1410.6,1 −−= scmv
pada persamaan (3.27) maka akan didapatkan besarnya konsentrasi pada 5,0=∆x
dan 005.0=∆t yang ingin diketahui. Dengan bantuan program Matlab grafik
hasil dari solusi analitik dapat dilihat pada Gambar 3.3.
3.2 Solusi Numerik
Salah satu metode numerik untuk penyelesaian parsamaan diferensial
parsial adalah metode beda hingga. Dimana metode beda hingga itu sendiri
memiliki bermacam skema (implisit, eksplisit, Crank-Nicholson). Pada skripsi ini
akan dicoba penggunaan skema Crank-Nicolson yang lebih sederhana dan mudah
dipahami. Skema ini cukup baik dalam menyelesaikan persaman difusi satu
dimensi. Di samping itu dari segi numerik, skema ini mempunyai tingkat
tt
t
kestabilan yang lebih baik dibandingkan skema-skema numerik lainnya terhadap
penyelesaian persamaan difusi satu dimensi.
a. Mengubah persamaan difusi konveksi ke dalam bentuk terdiskritisasi.
Pada skema Crank-Nicholson, variabel n+1 dihitung berdasarkan variabel
pada waktu ke n yang sudah diketahui (Gambar 3.1). dengan menggunakan skema
yang ditunjukkan pada Gambar (3.1) fungsi variabel (konsentrasi) c(x,t) dan
turunannya dalam ruang dan waktu didekati oleh bentuk berikut:
I
Gambar 3.1 Penerapan metode Crank-Nicholson
Dengan metode ini nilai turunan 2/1+
∂∂ n
it
c dihitung
)2/(2
12/1
t
cc
t
c ni
ni
n
i ∆−
=
∂∂ ++
t
cc
t
c ni
ni
n
i ∆−
=
∂∂ ++ 12/1
(3.28)
Untuk 2/1+
∂∂ n
ix
c dihitung
∂∂+
∂∂=
∂∂ ++ 12/1
2
1n
i
n
i
n
i x
c
x
c
x
c
Dengan menggunakan diskretisasi perbedaan tengah:
∆−
+∆−
=
∂∂ +
−+
+−++
x
cc
x
cc
x
c ni
ni
ni
ni
n
i 222
1 11
1111
2/1
(3.29)
sedangkan 2/1
2
2 +
∂∂
n
ix
c didapatkan dari
∂∂+
∂∂=
∂∂
++ 1
2
2
2
22/1
2
2
2
1n
i
n
i
n
ix
c
x
c
x
c
atau
∆+−
+∆
+−=
∂∂ +
−++
+−++
2
11
111
211
2/1
2
2 22
2
1
x
ccc
x
ccc
x
c ni
ni
ni
ni
ni
ni
n
i
(3.30)
Dengan mensubstitusikan (3.28), (3.29) dan (3.30) ke persamaan difusi konveksi
(3.1), bentuk diskretisasi perbedaan hingga dari (3.1) adalah:
2
2
x
cD
x
cv
t
cfus ∂
∂=∂∂+
∂∂
2
2
x
cD
x
cv
t
cfus ∂
∂+∂∂−=
∂∂
∆−
+∆−
−=∆− +
−+
+−++
x
cc
x
ccv
t
cc ni
ni
ni
ni
ni
ni
222
11
1111
1
∆+−
+∆
+−+
+−
+++−+
2
11
111
211 22
2 x
ccc
x
cccD ni
ni
ni
ni
ni
nifus
(3.31)
ni
fusni
fusni
fus
ni
fusni
fusni
fus
cx
D
x
vc
x
D
tc
x
D
x
v
Cx
D
x
vc
x
D
tc
x
D
x
v
12212
112
12
112
24
1
24
24
1
24
+−
++
++−
∆−
∆−
∆−
∆+
∆+
∆
=
∆−
∆+
∆+
∆+
∆+
∆−
(3.32)
Jika dimisalkan
x
vs
∆=
2 dan
2x
Dh fus
∆=
maka persamaan (3.32) dapat dibentuk menjadi
ni
ni
ni
ni
ni
ni
chscht
chs
Chscht
chs
11
11
111
)(2
11)(
2
1
)(2
11)(
2
1
+−
++
++−
−−
−∆
++
=−+
+∆
++−
(3.33)
Dari persamaan (3.33) maka dapat disederhanakan ke dalam bentuk sebagai
berikut:
ni
ni
ni
ni
ni
ni Ccch
tAcCcBcAc 11
11
111
1+−
++
++− −
−∆
+−=++ (3.34)
atau
KCcBcAc ni
ni
ni =++ +
−++
−1
111
1 (3.35)
Dimana
)(2
1hsA +−= h
tB +
∆= 1
)(2
1hsC −=
ni
ni
ni Ccch
tAcK 11
1+− −
−∆
+−= (3.36)
i-1 i i+1
n n n
b. Membentuk pola iterasi bagi bentuk persamaan difusi konveksi yang
terdiskritisasi hingga terbentuk matrik tridiagonal
Persamaan (3.33) dapat dibuat pola perhitungan bagi 1,+njic sebagai berikut
Gambar 3.2 Pola 1+nic
Penerapan persamaan (3.34) pada i = 1, 2, … ,M-1 akan memberikan sistem
persamaan linear dengan bentuk tridiagonal sebagai berikut:
=
−+
+−
+
+
+
+
+
+
+
i
i
ni
ni
n
n
n
n
n
n
n
K
K
K
K
K
K
K
K
K
c
c
c
c
c
c
c
c
c
BA
CBA
CB
BA
CBA
CBA
CBA
CBA
CB
1
7
6
5
4
3
2
1
1
11
17
16
15
14
13
12
11
0000000
000000
0000000
0000000
000000
000000
000000
000000
0000000
ΜΜ
ΛΛΛ
ΜΜΜΟΜΜΜΜΜΜΛΛΛΛΛΛ
(3.37)
Ruas kanan matriks (3.37) dapat juga dibuat matriks terpisahnya sebagai berikut
dimana ht
F −∆
= 1:
−−
−
−−−
−−−−
−−−
−ni
ni
n
n
n
n
n
n
n
c
c
c
c
c
c
c
c
c
FA
CFA
CF
FA
CFA
CFA
CFA
CFA
CF
1
7
6
5
3
2
1
0000000
000000
0000000
0000000
000000
000000
000000
000000
0000000
Μ
ΛΛΛ
ΜΜΜΟΜΜΜΜΜΜΛΛΛΛΛΛ
(3.38)
Matriks seperti di atas dapat diselesaikan dengan menggunakan metode
yang telah diberikan dalam Bab II untuk mendapatkan nilai ),...,1( Mici = .
Matriks tersebut merupakan matriks tri-diagonal karena koefesien dari matriks
tersebut banyak yang bernilai nol.
Jadi untuk penyelesaian persamaan difusi konveksi x
cv
x
cD
t
cfus ∂
∂−∂∂=
∂∂
2
2
dengan kondisi awal (3.3) dan kondisi batas (3.2) pada balok dilakukan dengan
membagi balok tersebut menjadi sejumlah pias. Panjang pias adalah MLx /=∆ ,
dengan M adalah jumlah pias sedangkan interval waktu hitungan adalah t∆ .
Dengan persamaan (3.31) dan kondisi batas ke dua ujung balok, memungkinkan
untuk menghitung 1+nic )1,...,1( −= Mi berdasarkan nilai n
ic ),...,1( Mi = yang
telah diketahui. Pada awal perhitungan, nilai awal dari konsentrasi 0ic diketahui
sebagai kondisi awal. Dari nilai awal tersebut dan kondisi batas, dapat dihitung
nilai c di sepanjang balok ),...,1( Mi = pada waktu berikutnya. Nilai yang telah
dihitung tersebut digunakan untuk menghitung ),...,1( Mici = untuk waktu
berikutnya lagi. Prosedur hitungan ini diulangi lagi sampai akhirnya di dapat nilai
),...,1( Mici = untuk semua waktu yang diinginkan.
Dengan nilai sec/10.46,1 25cmD −= dan 1410.6,1 −−= scmv panjang balok
5 cm dan dibagi menjadi 10 pias, sehingga panjang pias adalah
cmx 5.010/5 ==∆ . Kondisi awal dan kondisi batas untuk cmx 5.0=∆ diberikan
dalam bentuk angka seperti terlihat dalam table 3.2. Berdasarkan kondisi tersebut
kemudian dihitung nilai nic disepanjang balok (x = 2;4;6;…) dan pada setiap
waktu n = (1,2,3,…). Hitungan dilakukan untuk beberapa keadaan untuk
05.0=∆t . Sehingga nilai s dan h dapat diketahui sebagai berikut
4
2
4
2
10.6,1
)5,0(2
10.6,1
2
−
−
=
=
∆=
x
vs
dan
5
2
5
2
10.84,5
)5,0(
10.46,1
−
−
=
=
∆=
x
Dh fus
Dengan mengunakan nilai-nilai tersebut persamaan (3.34) menjadi
KCcBcAc ni
ni
ni =++ +
−++
−1
111
1 (3.39)
Dimana
5
54
10.92,10
)10.84,510.6,1(2
1
)(2
1
−
−−
−=
+−=
+−= hsA
0000584,20
10.84,505.0
1
1
5
=
+=
+∆
=
−
ht
B
5
54
10.08,5
)10.84,510.6,1(2
1
)(2
1
−
−−
=
−=
−= hsC
9999416,1910.84,505,0
11 5 =−=−∆
−ht
ni
bi
ni
ni
ni
ni
ccc
Cccht
AcK
15
15
11
10.08,13999946,1910.92,8
1
+−
−−
+−
−+=
−
−∆
+−=
Persamaan (3.39) digunakan untuk menghitung konsentrasi nic dari i = 1
sampai 9 dan dari n =1 sampai dengan waktu yang dikehendaki (dalam contoh ini
n = 10). Untuk n = 1 dan i bergerak dari i = 0 sampai 11, persamaan (3.39) dapat
ditulis dalam bentuk berikut ini. Dalam persamaan tersebut 1ic adalah konsentrasi
di titik i pada waktu ke 1, sedangkan 0ic adalah konsentrasi pada awal hitung
(kondisi awal).
Untuk n = 0
i=1:
=++ 12
11
10 CcBcAc 0
201
00
1Ccch
tAc −
−∆
+−
=1K )10.5,1(10.08,5)10.5,1.(9999416,19)0(10.92,10 2525 −−−− −+ 299998362,0= i= 2:
=++ 13
12
11 CcBcAc 0
302
01
1Ccch
tAc −
−∆
+−
=2K )10.5,1(10.08,5)10.5,1.(9999416,19)10.5,1(10.92,10 25225 −−−−− −+ 3.0=
i = 3:
=++ 14
13
12 CcBcAc 0
403
02
1Ccch
tAc −
−∆
+−
=3K )10.5,1(10.08,5)10.5,1.(9999416,19)10.5,1(10.92,10 25225 −−−−− −+
3.0= i = 4:
=++ 15
14
13 CcBcAc 0
504
03
1Ccch
tAc −
−∆
+−
=4K )10.5,1(10.08,5)10.5,1.(9999416,19)10.5,1(10.92,10 25225 −−−−− −+ 3.0= i = 5:
=++ 16
15
14 CcBcAc 0
605
04
1Ccch
tAc −
−∆
+−
=5K )10.5,1(10.08,5)10.5,1.(9999416,19)10.5,1(10.92,10 25225 −−−−− −+
3.0= i = 6:
=++ 17
16
15 CcBcAc 0
706
05
1Ccch
tAc −
−∆
+−
=6K )10.5,1(10.08,5)10.5,1.(9999416,19)10.5,1(10.92,10 25225 −−−−− −+
3.0= i = 7:
=++ 18
17
16 CcBcAc 0
807
06
1Ccch
tAc −
−∆
+−
=7K )10.5,1(10.08,5)10.5,1.(9999416,19)10.5,1(10.92,10 25225 −−−−− −+
3.0= i = 8:
=++ 19
18
17 CcBcAc 0
908
07
1Ccch
tAc −
−∆
+−
=8K )10.5,1(10.08,5)10.5,1.(9999416,19)10.5,1(10.92,10 25225 −−−−− −+
3.0=
i= 9:
=++ 110
19
18 CcBcAc 0
1009
08
1Ccch
tAc −
−∆
+−
=9K )0(10.08,5)10.5,1.(9999416,19)10.5,1(10.92,10 5225 −−−− −+
300000762.0=
Bentuk matrik tri-diagonalnya adalah sebagai berikut:
BxA
K
K
K
K
K
K
K
K
K
c
c
c
c
c
c
c
c
c
BA
CBA
CBA
CBA
CBA
CBA
CBA
CBA
CB
=
9
8
7
6
5
4
3
2
1
19
18
17
16
15
14
13
12
11
0000000
000000
000000
000000
000000
000000
000000
000000
0000000
(3.40)
Dengan Algoritma Thomas seperti yang telah dijabarkan pada bab II kita dapat
memperoleh nilai ic .
Selanjutnya hasil hitungan pada waktu n = 0 tersebut digunakan untuk
menghitung konsentrasi pada waktu n = 1 dan seterusnya sampai dengan n yang
diinginkan. Hitungan ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer
dalam kesempatan ini penulis menggunakan program MATLAB. Hasil program
adalah sebagai mana tertera pada Tabel 3.1:
MATRIK HAL.70
Di PDF hal. 70
TABEL HASIL SOLUSI NUMERIK HAL. 71-73
Di PDF hal. 71-73
01
2 34
5
00.1
0.20.3
0.40.5
0
0.01
0.02
x
solusi Numerik Persamaan Difusi Konveksi
t
01
2 34
5
00.1
0.20.3
0.40.5
0
0.005
0.01
0.015
solusi analitik metode pemisahan variabel
Gambar 3.3
Grafik Solusi Numerik dan Solusi Analitik
3.3 Analisis Galat
Penyelesaian secara numerik dari suatu persamaan matematika hanya
memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak (benar) dari penyelesaian
analitik. Berarti dalam penyelesaian numerik tersebut terdapat kesalahan (galat)
terhadap nilai eksak dan ketidakpastian dapat terjadi. Untuk menghitung nilai-
nilai konsentrasi sepanjang sumbu x yang berbentuk matriks besar berukuran 9x9
penulis menggunakan program Matlab. Hal ini dilakukan untuk menghindari
ketidaktelitian dalam menyelesaikan matriknya dalam memecahkan kecepatan
pada semua x dan t yang diinginkan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Hasil
hitungan kedua solusi tersebut menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi terjadi
secara berangsur-angsur, dan hal ini sesuai dengan kondisi fisik.
Galat kesalahan dari penyelesaian secara analitik dan numerik dari
persamaan difusi konveksi terdiri dari galat absolut dan galat relatif seperti yang
telah dijelaskan pada BAB II. Galat absolut merupakan selisih antara nilai eksak
dan nilai perkiraan. Yang dimaksud nilai eksak disini adalah besarnya konsentrasi
yang dicari secara analitik dengan metode pemisahan variabel sedangkan nilai
perkiraan adalah besarnya konsentrasi yang dicari dengan metode numerik skema
Crank-Nicolson. Untuk pencarian galat dapat dicari dengan bantuan program
Matlab. Hasil dari pencarian galat secara keseluruhan ditabelkan yaitu pada Tabel
3.2 sebagai berikut:
TABEL GALAT HAL 76-78
Di PDF hal. 76-78
Dari Tabel (3.2) dapat dilihat galat pada setiap x dan t yang ada tidak terlalu besar
dalam bentuk 510− jadi ini membuktikan bahwa metode Crank-Nicholson ini
merupakan solusi numerik yang nilainya mendekati nilai eksaknya.
Galat dari iterasi 1 sampai 10 yang paling kecil adalah pada iterasi 1 pada
5,0=x , 05,0=t yaitu sebesar 0.04850749164148. Galat untuk 1=x sampai
8=x dari iterasi 1 sampai 10 saling berdekatan karena besarnya konsentrasi pada
titik tersebut baik secara analitik maupun numerik konsentrasinya berubah sedikit
demi sedikit. Perubahan konsentrasi pada setiap tiitik yang sangat kecil itu
menunjukkan laju difusi yang sangat pelan dikarenakan kecepatan transport
partikel atau konveksinya sangat lambat yaitu 1410.6,1 −− scm selain juga
dipengaruhi oleh besarnya koefisien difusinya.
3.4 Solusi Analitik dan Solusi Numerik dalam perspektif islam
Dalam penelitian kali ini, penulis mencari solusi numerik dan solusi
analitik dari persamaan difusi konveksi. Dengan kedua solusi tersebut penulis
mencari nilai konsentrasi zat kimia suatu produk baik bahan mentah maupun hasil
industri bahan kimia di lokasi (titik) x dan setiap waktu t pada suatu sistem yang
berupa balok. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa matematika
berfungsi sebagai bahasa ilmu dengan lingkup universal. Bahwasannya
matematika dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan dalam bidang kimia
fisik yaitu persamaan difusi konveksi dan ilmu matematika itu sendiri merupakan
suatu bentuk ilmu yang diturunkan oleh Allah SWT.
Masalah matematika khususnya persamaan diferensial parsial dapat
diselesaikan baik secara analitik maupun numerik merupakan bukti bahwa setiap
masalah ada beberapa penyelesaian yang dapat kita ambil sebagai jalan keluar
atau sebagai solusi pemecahan dari suatu masalah. Ketika suatu masalah itu sulit
untuk diselesaikan dengan satu cara maka hal tersebut pasti ada cara atau
penyelesaian yang lain. Sebagaimana dalam Firman-Nya pada Qur’an Surat Alam
Nasyroh, ayat 5-6:
Artinya: “ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (5) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6)”. (QS. Alam Nasyroh (94): 5-6)
Dari penjabaran ayat tersebut kita dapat mengetahui bahwa ada
kemudahan yang telah dikaruniakan Allah pada kita sebagai beberapa solusi
alternatif.
Dengan solusi numerik dan solusi analitik, penulis menjadikannya sebagai
cara untuk mengetahui konsentrasi disetiap titik untuk dikaji dalam penelitian ini.
Setelah terdapat beberapa peneliti sebelumnya, dimana mereka telah mendapatkan
solusi dari persamaan kimia fisik yang lain, tidak ada salahnya jika tetap berusaha
untuk menyelesaikan persamaan difusi konveksi yang merupakan salah satu
persamaan matematis pada bidang kimia fisik agar kita dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan yang ada. Maka, penulis mengharapkan untuk bersikap pantang
menyerah dan percaya diri saat mengerjakan atau menyelesaikan suatu metode
sampai mendapatkan solusinya. Saat gagal atau tidak bisa menyelesaikan, kita
dituntut untuk mencari cara lain untuk menyelesaikaannya.
Harus percaya diri bahwa setiap usaha yang kita lakukan tidak akan sia-sia.
Mencoba dan terus mencoba, sampai pada akhirnya kita dapat menyelesaikannya.
Kegagalan dengan satu metode tidak boleh mengurangi semangat untuk mencari
metode yang lain sampai mendapatkan solusi. Saat keberhasilan untuk
mendapatkan suatu solusi tercapai maka rasa puas dan syukur akan tumbuh.
Sungguh dalam mencari solusi persamaan untuk mengetahui konsentrasi dalam
waktu dan jarak tertentu mengajarkan pentingnya sikap pantang menyerah, selalu
semangat dan percaya diri. Inilah sikap mutiara yang sangat berguna dalam
kehidupan.
Sikap pantang menyerah, pantang berputus asa dan percaya diri sangat
dianjurkan dan merupakan perintah dalam Al-Qur’an. Dalam hidup, jangan suka
berputus asa. Jangan apatis, tapi hiduplah dengan optimis. Putus asa itu adalah
sikap hidup orang kafir dan harus dihindari. Kita harus percaya diri dan yakin
bahwa Allah akan selalu menyertai. Sikap optimis bahwa rahmat Allah akan
selalu menyertai akan menghasilkan sikap sadar dan tawakkal. Kita perlu
merenungkan firman Allah dalam QS Yusuf ayat 87
Artinya: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS Yusuf (12): 87)
Dalam QS Al-Hijr ayat 56 Artinya: Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat
Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat" (QS Al-Hijr (15): 56) Sehingga dalam mencari solusi atau memecahkan suatu persamaan difusi
konveksi sampai mengetahui konsentrasi dalam kondisi tertentu akan terbentuk
pribadi yang berkualitas dan mengasah kemampuan berfikir untuk pantang
menyerah. Sikap tersebut diharapkan bisa membawa kita semua kepada fitrah
penciptaannya, yaitu mencapai ridho Allah SWT. Dalam penelitiannya penulis
berusaha untuk memenuhi tujuan tersebut, meskipun masih sangat sederhana.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
1. Solusi analitik dengan pemisahan variabel, besarnya konsentrasi pada
persamaan difusi konveksi diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Membentuk persamaan difusi konveksi dengan metode pemisahan variabel
)()(),( tTxXtxc = .
b. Mengumpulkan fungsi yang tergantung pada x pada ruas kiri, fungsi
tergantung pada t pada ruas kanan, dan kedua ruas harus sama dengan
sebuah konstanta, sehingga didapat dua persamaan diferensial biasa.
c. Menentukan )(xX (fungsi eigen) dari persamaan diferensial biasa
0)()(')(" =−− xXxvXxXD fus λ .
d. Nilai eigen yang didapat disubstitusikan pada persamaan diferensial biasa
0)()(' =− tTtT λ
e. )(xX dan )(tT dari persamaan diferensial biasa diketahui disubstutisikan
ke ),( txcn .
f. Dengan menggunakan prinsip superposisi diperoleh
xD
vt
D
vL
nD
nn
nn
fusfus
fus
eL
xnBtxCtxC 24
2
11
22
sin),(),(+
−
∞
=
∞
=∑∑ ==
π
π.
g. Konstanta nB ditentukan dengan menggunakan syarat awal
)()0,( 0xfxc = dan eksistensi deret Fourier.
2. Solusi numerik dengan skema Crank-Nicholson, besarnya konsentrasi pada
persamaan difusi konveksi diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
c. Solusi bagi persamaan difusi dikerjakan dengan mengubah persamaan
difusi konveksi ke dalam bentuk terdiskritisasi.
d. Kemudian dibentuk pola iterasi bagi bentuk persamaan difusi konveksi
yang terdiskritisasi
e. Pola dikerjakan pada system yang dipilih (dalam hal ini penulis memilih
aliran zat dalam balok yang letaknya mendatar).
f. Pergerakan pola dalam sistem yang telah dipilih akan membentuk matriks.
g. Selesaian matriks iterasi untuk mendapatkan nilai konsentrasi sepanjang
sumbu x (karena dalam hal ini penulis menerapkan pada kasus 1 dimensi
yang memuat sumbu x ).
3. Dari solusi secara analitik dan hasil iterasi secara numerik untuk persamaan
difusi konveksi sama-sama mendapatkan nilai atau besarnya konsentrasi dari
suatu zat pada system tetapi besarnya konsentrasi antara kedua solusi itu
terdapat selisih yang disebut dengan galat. Jadi solusi analitik sebagai
pengontrol galat untuk solusi numerik. Besarnya galat pada penyelesaian
difusi konveksi tidak terlalu besar yang berarti bahwa skema Crank-Nicholson
merupakan skema yang nilainya mendekati solusi eksaknya. Jika t semakin
lama galatnya semakin kecil karena perubahan konsentrasi yang semakin lama
semakin kecil.
4.2 Saran
1. Masalah persamaan difusi masih dapat dilanjutkan untuk kasus 2
dimensi atau 3 dimensi.
2. Sistem yang digunakan dapat berbentuk tabung atau yang berbentuk
lingkaran.
3. Syarat batas dapat diubah-ubah (dalam hal ini tidak harus bernilai nol).
DAFTAR PUSTAKA
Atkins.P.W. 1999. Kimia Fisika. Jilid II Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga Brady, James E. 1994. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jilid I Edisi Kelima.
Alih bahasa oleh Dra. Sukmariah Maun, dkk. Jakarta: Binarupa Aksara Bumolo, Hussain dan Mursinto Djoko. 2003. Matematika untuk Ekonomi dan
Aplikasinya. Malang: Bayu Media Djojodihardjo, Harijono. 2000. Metode Numerik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama Dumairy. 1990. Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogjakarta:
BPFE Frank Ayres. J. C. Ault dan Lily Ratna. 1995. Persamaan Differential dalam
Satuan SI Metric. Jakarta: Erlangga Isyraq.wordpress. 2007. Pandangan Islam Tentang Ilmu Pengetahuan,
http://isyraq.wordpress.com/pandangan-dunia-filosofis-sebuah-alternatif.html.
Kosasih, P. Buyung. 2006. Komputasi Numerik, Teori dan Aplikasi. Yogjakarta: Andi
Labbaik.wordpress. Kedudukan Akal dalam Islam,
http://labbaik.wordpresscom//kedudukan-akal-dalam-islam.html.
Lam C. Y. 1994. Applied Numerical Methods for Partial Differential Equation, Prentice-Hall. Inc, Singapore
Leithold Louis. 1991. Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik. Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga Mursita, Danang. 2005. Matematika Lanjut untuk Perguruan Tinggi. Bandung:
Rekayasa Sains Mushthafa, Ahmad A. 1988. Terjemah Tafsir al-Maraghi 13. Semarang: CV.
Toha Putra Perisaidakwah.2007. Tafsir Surah Alam Nasyroh,
http://perisaidakwah.com/content/view.html.
Raju, Rangga KG. 1993. Flow Through Open Channels. New Delhi: Mc Graw Hill
Soeharjo. 1996. Matematika IV. Diktat ITS
Spiegel, Murray R. 1994. Matematika Lanjutan untuk Para Insinyur dan Ilmuwan. Terjemahan oleh Drs. Koko Martono. Jakarta: Erlangga
Spiegel, Murray R. Tanpa tahun. Analisis Fourier. Terjemahan oleh Asjhar
Imron. Jakarta: Erlangga Suryoputro, Nugroho. 2001. Metode Numerik Terapan untuk Teknik Sipil. Diktat
UM Susila, I Nyoman. 1993. Dasar-dasar Metode Numerik. Bandung: F.MIPA ITB Triatmojo, Bambang. 2002. Metode Numerik Dilengkapi dengan Program
Komputer. Yogjakarta: Beta Offset Wikipedia. 2007. Kimia, http://ms.wikipedia.org/wiki/kimia.html.
Wikipedia. 2007. Kimia Fisika, http://ms.wikipedia.org/wiki/kimia fisika.html.
LAMPIRAN I
clc;clear;format long; disp('=================================================') disp('Program Pencarian Solusi Persamaan Difusi Konveksi') disp('Dengan Metode Beda Hingga Skema Crank-Nicholson') disp('By: Dewi Farida Roziana') disp('=================================================') disp('') disp('Persamaan difusi konveksi') disp(' dc/dt=Dd2c/dx2-vdc/dt'); disp('Kondisi Awal:'); disp(' c(x,0)=1.5*10^(-2), 0<=x<=5'); disp('Kondisi Batas:'); disp(' c(0,t)=c(5,t)=0'); disp('') D=input('Masukkan konstanta difusi,D='); v=input('Masukkan kecepatan difusi,v='); N=input('Masukkan banyaknya iterasi t,N='); dx=input('Masukkan jarak interval x,dx='); dt=input('Masukkan jarak interval t,dt='); l=v/(2*dx); m=D/dx^2; A=(l+m)/(-2); B=(1/dt)+m; C=(l-m)/2; U=zeros(11,11); %kondisi awal U(1,:)=1.5*10^(-2); %kondisi batas for n=1:N U(:,1)=0; U(:,end)=0; end % iterasi Crank-Nicholson %membuat matrix tridiagonal for i=1:11 T(i,i)=B; T2(i,i)=(1/dt)-m; if i<11 T(i,i+1)=C; T(i+1,i)=A; T2(i,i+1)=-C; T2(i+1,i)=-A; end end
for i=2:11 % penyusunan matriks konstanta D2 D2=T2*U(i-1,:)'; %solusi T*U=D2 untuk U U(i,:)=(pinv(T)*D2)'; end disp(''); disp('hasil komputasi:'); disp('Baris=t dan Kolom=x'); disp('=================================================') disp(U); ax=[0:dx:5]; at=[0:dt:0.5]; mesh(ax,at,U);xlabel('x');ylabel('t'); title('solusi Numerik Persamaan Difusi Konveksi') disp('=================================================')
DEPARTEMEN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144. Telp (0341) 551354.
KARTU BIMBINGAN SKRIPSI
Nama : DEWI FARIDA ROZIANA NIM : 03510035 Fakultas/Jurusan : SAINS DAN TEKNOLOGI/ MATEMATIKA Judul : SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK
PERSAMAAN DIFUSI KONVEKSI
PEMBIMBING : I . Drs. H. Turmudi, M. Si II. Ach. Nashihuddin, M.A
No Tanggal Materi Tanda Tangan Pembimbing
1. 06 Maret 2007 Seminar Proposal Skripsi 1.
2. 19 Juli 2007 Penyerahan Bab I dan II 2.
3. 31 Juli 2007 Revisi Bab I dan II 3.
4. 06 Agustus 2007 Revisi Bab II 4.
5. 15 Agustus 2007 Revisi Bab II 5.
6. 27 Agustus 2007 Revisi Bab I 6.
7. 03 September 2007 Revisi Bab II 7.
8. 19 September 2007 Penyerahan Kajian Keagamaan Bab I dan II 8.
9. 09 Oktober 2007 Revisi Kajian Keagamaan Bab I dan II 9.
10. 25 Oktober 2007 ACC Kajian Keagamaan Bab I dan II 10.
11. 21 Nopember 2007 Revisi Bab I dan II, Penyerahan Bab III 11.
12. 20 Desember 2007 Penyerahan Keagamaan BAB III 12.
13. 15 Januari 2008 ACC Keagamaan Bab III 13.
14. 06 Maret 2008 Revisi Bab I, II dan III 14.
15. 19 Maret 2008 Revisi Bab I, II dan III 15.
16. 27 Maret 2008 ACC Bab I, II dan III 16.
Mengetahui, Ketua Jurusan Matematika Sri Harini, M.Si NIP. 150 318 321
SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Dewi Farida Roziana NIM : 03510035 Fakultas : Sains dan Teknologi Jurusan : Matematika Judul Skripsi : Solusi Analitik dan Solusi Numerik Persamaan Difusi Konveksi
Menyatakan bahwa Skripsi tersebut adalah karya saya sendiri dan bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebut sumbernya.
Selanjutnya apabila dikemudian hari ada ”klaim” dari pihak lain, bukan menjadi tanggung jawab Dosen Pembimbing dan atau pengelola Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, tetapi menjadi tanggung jawab saya sendiri.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi akademis. Malang, 16 April 2008 Yang menyatakan, Dewi Farida Roziana