skripsi - digilib.uns.ac.id/pengaruh...meningkatkan pemahaman konsep gerak ditinjau dari motivasi...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP GERAK
DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR
SISWA DI SMP
Skripsi
Oleh :
Widiana
K2304057
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP GERAK
DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR
SISWA DI SMP
Oleh :
Widiana
K2304057
Skripsi Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Fisika jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Hari :
Tanggal :
Persetujuan Pembimbing:
Pembimbing I
Drs. Jamzuri, M.Pd
NIP. 19521118 198103 1 002
Pembimbing II
Drs. Supurwoko, M.Si
NIP. 19630409 199802 1 001
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si ( )
Sekretaris : Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si ( )
Anggota I : Drs. Jamzuri, M.Pd ( )
Anggota II : Drs. Supurwoko, M.Si ( )
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
v
ABSTRAK
Widiana. PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP GERAK DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA DI SMP. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, September 2009.
Tujuan penelitian untuk mengetahui: (1) Ada atau tidak adanya perbedaan
pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode
eksperimen dan demonstrasi terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika
siswa pada sub pokok bahasan Gerak, (2) Ada atau tidak adanya perbedaan
pengaruh antara motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah terhadap peningkatan
pemahaman konsep Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak, dan (3) Ada atau
tidak adanya interaksi pengaruh antara penggunaan metode pembelajaran dan
motivasi belajar terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada sub
pokok bahasan Gerak.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan
desain faktorial 2x3. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VII
SMP Negeri 3 Mojolaban tahun ajaran 2007/2008 yang berjumlah 6 kelas, yaitu
kelas VIIA sampai VIIF. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling.
Sampel yang diambil terdiri dari dua kelas yakni kelas VIIA berjumlah 39 siswa
sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIB berjumlah 40 siswa sebagai kelas
kontrol. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan angket.
Teknik tes digunakan untuk memperoleh data berupa nilai kemampuan kognitif
pemahaman konsep Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak setelah diberikan
perlakuan. Teknik angket digunakan untuk mengukur tingkat motivasi belajar
siswa dilihat dari dimensi afektif dan psikomotorik. Teknik analisis data yang
digunakan adalah anava dua jalan dengan isi sel tak sama, kemudian dilanjutkan
dengan uji lanjut anava dengan metode Scheffe dengan taraf signifikansi 0,05.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian dapat
disimpulkan bahwa: (1) Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap
peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak, (2)
vi
Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah
terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada sub pokok bahasan
Gerak, dan (3) Ada interaksi pengaruh antara penggunaan metode pembelajaran
dan motivasi belajar terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada
sub pokok bahasan Gerak.
vii
ABSTRACT Widiana. THE EFFECT OF CONSTRUCTIVISM APPROACH IN IMPROVING THE UNDERSTANDING OF MOVEMENT CONCEPT VIEWED FROM THE STUDENTS’ LEARNING MOTIVATION IN JUNIOR HIGH SCHOOL. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, September 2009.
The objectives of research are to find out: (1) whether there is or not the
effect difference between the use of constructivism approach through experiment
and demonstration method on the improvement of students’ physics concept
understanding in the Movement subject matter, (2) whether there is or not the
effect difference between the high, medium and low learning motivation on the
improvement of students’ physics concept understanding in the Movement subject
matter, and (3) whether there is or not the effect interaction of the use of learning
method and the learning motivation on the improvement of students’ physics
concept understanding in the Movement subject matter.
The research employed an experimental method with 2 x 3 factorial
design. The population of research was all grade VII students of SMP Negeri 3
Mojolaban in the School Year of 2007/2008 as many as 6 classes: classes VIIA to
VIIF. The sample was taken using cluster random sampling technique. The
sample taken consists of two classes: VII A with 39 students as the experimental
class and class VIIB with 40 students as the control class. Techniques of
collecting data employed were test and questionnaire. The test technique was used
for obtaining data on cognitive competence value of students’ physics concept
understanding in the Movement subject matter after given the treatment. The
questionnaire technique was used to measure the students’ motivation level
viewed from the affective and psychomotor dimensions. Technique of analyzing
data employed was a two-ways anava with different cell, followed by the anava
advanced test using Scheffe method at significance level of 0.05.
Based on the result of data analysis and discussion of research, it can be
concluded that: (1) there is an effect difference between the use of constructivism
approach through experiment and demonstration method on the improvement of
students’ physics concept understanding in the Movement subject matter, (2) there
viii
is an effect difference between the high, medium and low learning motivation on
the improvement of students’ physics concept understanding in the Movement
subject matter, and (3) there is an effect interaction of the use of learning method
and the learning motivation on the improvement of students’ physics concept
understanding in the Movement subject matter.
ix
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
(QS. Insyirah: 6-8)
When you’re alone and your friends are too busy, Allah by your side.(Penulis)
Mentari tak pernah benar-benar sendiri, bersinar dengan cinta, selalu tersenyum,
senyum yang hangat dan menghidupkan, cahaya di hati dan di mata setiap yang
hidup.(Shangrila WYZ)
x
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan dengan sepenuh hati
kepada:
1. Ibu, Bapak, serta keluargaku tersayang, yang
selalu mendukung dan mendoakanku setiap
waktu. Semoga Allah meridhoi kita.
2. Seseorang yang kelak mendampingiku.
3. Teman-teman P. Fisika FKIP UNS 2004, Keep
our spirit and our Ukhuwah always.
4. Adik-adikku di Program Studi Fisika FKIP
UNS.
5. Almamater.
xi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
hanya dengan rahmat, karunia dan hidayahnya-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul: “Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme Untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Gerak Ditinjau Dari Motivasi Belajar
Siswa Di SMP” dapat terselesaikan dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1
untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan.
Selama menyusun skripsi ini penulis telah mendapat bantuan dari berbagai
pihak, baik berupa pukiran, tenaga, biaya serta doa. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS.
2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, selaku Ketua Program Fisika.
4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd, selaku Koordinator Skripsi Program Fisika.
5. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si, selaku pembimbing I skripsi Program Fisika.
6. Bapak Drs. Jamzuri, M.Pd, selaku pembimbing II skripsi Program Fisika.
7. Bapak Drs. Bambang Sugiri, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3
Mojolaban yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di
sekolah tersebut.
8. Bapak Drs. Joko Kartiko, selaku Guru Bidang Studi mata pelajaran Fisika
yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga selesai.
9. Bapak, Ibu guru, segenap karyawan, dan siswa SMP Negeri 3 Mojolaban,
yang telah memberikan dukungan dan nuansa keakraban.
10. Orang tua dan keluargaku yang telah memberi dorongan dan do‘a restu
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman dan semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang
tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
xii
Semoga segala bantuan, bimbingan, dukungan dan pengorbanan yang
telah diberikan kepada penulis menjadi amal baik dan mendapat imbalan dari
Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, September 2009
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
MOTTO........................................................................................................ ix
PERSEMBAHAN......................................................................................... x
KATA PENGANTAR ................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xviii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 3
C. Pembatasan Masalah.............................................................. 4
D. Perumusan Masalah .............................................................. 4
E. Tujuan Penelitian................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
BAB II. LANDASAN TEORI................................................................... 6
A. Kajian Teori........................................................................... 6
1. Belajar ............................................................................. 6
a. Pengertian Belajar ...................................................... 6
b. Tujuan Belajar............................................................ 7
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ................ 8
2. Mengajar.......................................................................... 8
a. Pengertian Mengajar .................................................. 8
b. Prinsip-Prinsip Mengajar ............................................ 9
c. Proses Belajar Mengajar............................................. 11
xiv
3. Hakikat Pembelajaran ...................................................... 13
a. Pengertian Pembelajaran ............................................ 13
b. Ciri-ciri Pembelajaran ................................................ 13
4. Hakikat Fisika.................................................................. 14
5. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pengajaran Fisika ..... 17
a. Hakikat Pendekatan Pengajaran.................................. 17
b. Hakikat Pendekatan Pengajaran Konstruktivisme ....... 18
c. Pengertian Konstruktivisme........................................ 18
d. Ciri Pola Belajar dengan Pendekatan
Konstruktivisme ......................................................... 20
e. Tahapan Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme .... 20
6. Metode Mengajar ............................................................. 21
a. Metode Eksperimen.................................................... 21
b. Metode Demonstrasi .................................................. 23
7. Motivasi Belajar............................................................... 25
8. Pre Tes dan Post Tes ........................................................ 28
9. Kemampuan Awal ........................................................... 29
10. Hakikat Konsep................................................................ 30
11. Konsep Gerak .................................................................. 32
B. Kerangka Berpikir ................................................................. 37
C. Hipotesis................................................................................ 40
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN................................................... 41
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 41
B. Metode Penelitian .................................................................. 41
C. Populasi dan Sampel.............................................................. 41
D. Variabel Penelitian................................................................. 42
1. Variabel Bebas................................................................. 42
2. Variabel Terikat ............................................................... 43
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 43
1. Teknik Tes ....................................................................... 43
2. Angket ............................................................................. 44
xv
F. Instrumen Penelitian .............................................................. 44
1. Instrumen Tes .................................................................. 44
2. Angket ............................................................................. 47
G. Teknik Analisis Data ............................................................. 50
1. Uji Kemampuan Awal...................................................... 50
2. Uji Prasyarat Analisis....................................................... 51
H. Pengujian Hipotesis ............................................................... 53
1. Uji Anava Dua Jalan (Frekuensi Sel Tidak Sama) ............ 53
2. Uji Lanjut Anava ............................................................. 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 61
A. Deskripsi Data ....................................................................... 61
1. Data Skor Angket Motivasi Belajar Siswa........................ 61
2. Data Skor Try Out Tes Pemahaman Konsep Fisika........... 61
3. Data Nilai Kemampuan Awal Siswa ................................ 62
4. Data Skor Motivasi Belajar .............................................. 63
5. Data Nilai Pemahaman Konsep Fisika Siswa ................... 65
B. Pengujian Prasyarat Analisis .................................................. 67
1. Uji Kemampuan Awal...................................................... 67
2. Persyaratan Analisis......................................................... 67
C. Pengujian Hipotesis Penelitian ............................................... 69
1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Frekuensi Sel
Tidak Sama...................................................................... 69
2. Uji Lanjut Pasca Anava Dua Jalan.................................... 70
D. Pembahasan Hasil Penelitian.................................................. 73
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .............................. 77
A. Kesimpulan............................................................................ 77
B. Implikasi................................................................................ 78
C. Saran ..................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 81
LAMPIRAN ................................................................................................. 83
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel No Halaman
3.1 Desain Penelitian................................................................................... 41
3.2 Tabel Kerja Uji Homogenitas (Metode Bartlett) .................................... 52
3.3 Draft Anava Dua Jalan Faktor 2x3 ........................................................ 54
3.4 Data Sel Anava Dua Jalan ..................................................................... 55
3.5 Rerata Sel AB Anava Dua Jalan ........................................................... 56
3.6 Rangkuman Analisis Anava Dua Jalan .................................................. 58
4.1 Rata-rata, Standar Deviasi, dan Variansi Nilai Kemampuan Awal
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ..................................... 62
4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal Kelompok Eksperimen
dengan Metode Eksperimen .................................................................. 62
4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal Kelompok Kontrol
Metode Demonstrasi ............................................................................. 63
4.4 Sebaran Skor Motivasi Belajar .............................................................. 64
4.5 Rata-rata, Standar Deviasi, dan Variansi Nilai Prestasi Belajar
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Kontrol ........................ 65
4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen
Metode Eksperimen............................................................................. 65
4.7 Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal Kelompok Kontrol
Metode Demonstrasi3.1Desain Penelitian.............................................. 66
4.8 Rangkuman Hasil Uji Normaitas Sampel dengan Uji Lilliefors
pada Taraf Signifikansi (α) = 0,05 ......................................................... 68
4.9 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas....................................................... 69
4.10 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Frekuensi Sel Tak Sama......... 69
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Diagram Jenis Gerak ............................................................................ 32
2.2 Grafik Hubungan antara v dan t; s dan t GLB....................................... 34
2.3 Grafik Hubungan antara v dan t; s dan t GLB Dipercepat ..................... 37
2.4 Grafik Hubungan antara v dan t; s dan t GLB Diperlambat................... 37
2.5 Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian .............................................. 40
4.1 Histogram Nilai Kemampuan Awal Kelompok Eksperimen
Metode Eksperimen ............................................................................. 62
4.2 Histogram Nilai Kemampuan Awal Kelompok Kontrol
Metode Demonstrasi ........................................................................... 63
4.3 Histogram Sebaran Skor Motivasi Belajar ............................................ 65
4.4 Histogram Nilai Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen
Metode Eksperimen ............................................................................ 66
4.5 Histogram Nilai Prestasi Belajar Kelompok Kontrol
Metode Demonstrasi ........................................................................... 66
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Jadwal Kegiatan Penelitian ..................................................................... 83
2. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Siswa ................................................. 84
3. Instrumen Angket Motivasi Belajar Siswa............................................... 85
4. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Motivasi Belajar............................ 89
5. Contoh Perhitungan Validitas Angket Motivasi Belajar Siswa................. 93
6. Contoh Perhitungan Reliabilitas Angket Motivasi Belajar Siswa ............. 94
7. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator
Materi Pokok Gerak ................................................................................ 95
8. Lembar Kerja Siswa (LKS) ..................................................................... 123
9. Kisi-kisi Soal Try Out Tes Pemahaman Konsep Fisika Siswa.................. 132
10. Soal Try Out Tes Pemahaman Konsep Fisika Siswa ................................ 133
11. Kunci Jawaban Soal Try Out Tes Pemahaman Konsep Fisika Siswa........ 140
12. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda
Soal Tes Pemahaman Konsep Fisika Siswa ............................................. 141
13. Kisi-kisi Soal Tes Pemahaman Konsep Fisika Siswa............................... 144
14. Soal Tes Pemahaman Konsep Fisika Siswa ............................................. 145
15. Kunci Jawaban Soal Tes Pemahaman Konsep Fisika Siswa..................... 151
16. Lembar Jawab Soal Tes Pemahaman Konsep Fisika Siswa...................... 152
17. Contoh Perhitungan Validitas Soal Try Out Tes Pemahaman Konsep
Fisika Siswa ............................................................................................ 153
18. Contoh Perhitungan Reliabilitas Soal Try Out Tes Pemahaman Konsep
Fisika Siswa ............................................................................................ 154
19. Rangkuman Hasil Analisis Instrumen Try Out Tes Pemahaman Konsep
Fisika Siswa ............................................................................................ 155
20. Uji Kemampuan Awal............................................................................. 156
21. Daftar Nama Siswa Kelas VIIA dan VIIB ............................................... 157
22. Daftar Kelompok Siswa dengan Metode Eksperimen .............................. 159
23. Data Induk Penelitian.............................................................................. 160
xix
24. Rangkuman Motivasi Belajar Siswa ........................................................ 161
25. Uji Normalitas Variabel Penelitian.......................................................... 162
26. Uji HomogenitasVariabel Penelitian........................................................ 179
27. Perhitungan Anava Dua Jalan Sel Tidak Sama ........................................ 195
28. Uji Lanjut Pasca Anava Dua Jalan........................................................... 199
29. Perhitungan Uji Lanjut Anava Dua Jalan................................................. 202
30. Nilai Kritis L untuk Uji Lilliefors............................................................ 204
31. Nilai Kritis χ2 untuk Uji Bartlett .............................................................. 205
32. Harga Kritik dari r Product-Moment........................................................ 206
33. Nilai Presentil untuk Distribusi F ............................................................ 207
34. Nilai Presentil untuk Distribusi t ............................................................. 211
35. Nilai Distribusi Normal Baku.................................................................. 212
36. Permohonan Ijin Research/ Try Out......................................................... 213
37. Surat Keterangan Penelitian .................................................................... 215
38. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi................................................ 216
xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya manusia secara sadar yang tujuannya
bersifat ganda, yaitu mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia.
Upaya yang sadar tersebut menandakan sifat kesengajaan dari pendidikan.
Pendidikan adalah salah satu cara utama, bagaimana masyarakat mempengaruhi
perilaku warganya. Menurut Cece Wijaya, Djaja Djauhari, dan A. Tabrani Rusyan
(1988: 11-12):
"Pendidikan nasional di Indonesia tidak hanya bertugas membentuk warga negara yang baik, tetapi juga mencerdaskan bangsa secara terus-menerus, khususnya untuk generasi muda di seluruh Indonesia. Pendidikan dilakukan secara formal di sekolah dan secara nonformal di lembaga-lembaga di luar sekolah, dengan maksud yang lulus dan tidak lulus dapat merasakan pendidikan tersebut. Sebabnya ialah Negara dan masyarakat mengharapkan orang muda dan orang dewasa, benar-benar memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa yang bermacam-macam tenaga profesional yang ahli yang semuanya berkepribadian, sama-sama serasi dengan tujuan dan strategi pembangunan."
Proses pendidikan bukan merupakan suatu proses yang statis dalam arti
selalu terjadi perubahan berupa penyempurnaan-penyempurnaan yang pada
akhirnya menghasilkan produk atau hasil pendidikan yang berkualitas. Usaha-
usaha ke arah peningkatan kualitas pendidikan masih terus dilakukan secara
sistematis. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pengelola pendidikan untuk
memperoleh kualitas maupun kuantitas pendidikan dalam rangka meningkatkan
prestasi belajar siswa. Namun kenyataannya upaya meningkatkan prestasi belajar
siswa tidak mudah untuk dicapai secara maksimal karena banyaknya faktor yang
berpengaruh terhadap prestasi belajar.
xxi
Belajar merupakan hal yang komplek. Kompleksitas belajar tersebut dapat
dipandang dari dua subyek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa, belajar
dialami sebagai proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan
belajar. Belajar bagi siswa juga merupakan proses internal yang komplek, yang
terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dari segi guru, belajar adalah mengubah
tingkah laku siswa sesuai tujuan pembelajaran. Guru sebagai fasilitator dalam
pengajaran
Nana Syaodih S. (2003: 72) berpendapat bahwa: "Aspek pemahaman
mengacu pada kemampuan memahami makna materi yang dipelajari. Pada
umumnya unsur pemahaman ini menyangkut kemampuan menangkap makna
suatu konsep, yang ditandai antara lain dengan kemampuan menjelaskan arti suatu
konsep dengan kata-kata sendiri". Pemahaman terhadap siswa sangat penting bagi
tenaga pengajar. Sehingga dapat menciptakan situasi dan kondisi yang tepat
dalam suatu proses belajar mengajar serta memberi pengaruh yang optimal bagi
siswa untuk berhasil mencapai prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar yang
baik dapat dicapai dengan meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep
pelajaran.
Pada proses pembelajaran, siswalah yang menentukan terjadi atau
tidaknya proses belajar. Untuk bertindak belajar, siswa menghadapi berbagai
faktor intern maupun ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam
diri siswa, antara lain: sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar,
rasa percaya diri siswa, intelejensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar,
serta cita-cita siswa. Menurut Ngalim Purwanto (1995: 73) menyatakan bahwa:
"Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu
para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan
prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang
diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah". Faktor ekstern adalah
faktor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain guru, sarana dan prasarana
pembelajaran, lingkungan sosial siswa di sekolah, keluarga, dan faktor budaya.
xxii
Untuk menyampaikan konsep pelajaran diperlukan cara yang dalam
pembelajaran disebut metode. Metode yang digunakan dalam proses belajar
mengajar diantaranya ialah metode ceramah, diskusi-tanya jawab, demonstrasi,
eksperimen dan sebagainya. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan deduktif, konstruktivisme, discovery inquiry dan sebagainya. Pada
umumnya guru cenderung menggunakan metode ceramah dengan pendekatan
konsep, yaitu guru menyampaikan pelajaran atau konsep dengan penuturan atau
penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.
Aktivitas belajar bagi siswa tidak selamanya berjalan lancar, pada
kenyataannya dalam proses balajar mengajar selalu ada siswa yang memerlukan
bantuan, baik dalam mencerna bahan pelajaran maupun dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan belajar mereka. Siswa yang tidak dapat belajar sebagaimana
mestinya berarti siswa tersebut mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian
kesulitan tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa terhadap
suatu konsep pelajaran.
Dalam belajar Fisika perlu visualisasi dan contoh-contoh konkret yang
dapat dilihat secara langsung oleh siswa. Juga perlu keaktifan siswa dalam proses
belajar mengajar. Dalam mengajar guru bisa menggunakan metode eksperimen
dan metode demonstrasi. Rini Budiharti (1998: 33-34) menyatakan bahwa
"Metode demonstrasi dapat digunakan pada saat guru menunjukkan suatu gejala
atau proses pada anak didiknya. Metode eksperimen dihubungkan dengan metode
pemecahan masalah, antara lain dengan penggunaan laboratorium sebab sesuai
dengan ciri IPA yang berkembang atas dasar observasi dan eksperimentasi".
Dengan kedua metode tersebut siswa dapat berperan aktif dalam proses belajar
mengajar dan dapat mengamati secara langsung suatu peristiwa yang berkaitan
dengan materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru, sehingga memberikan
kesan yang lebih dalam di dalam ingatan siswa dan penguasaan konsep akan lebih
mantap.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk mengambil
xxiii
skripsi dengan judul "PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP GERAK DITINJAU DARI MOTIVASI
BELAJAR SISWA DI SMP".
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern.
2. Dalam memilih pendekatan pengajaran, metode mengajar harus disesuaikan
dengan tujuan pengajaran, materi pengajaran, bentuk pengajaran
(kelompok/individu), kemampuan pendidik dan fasilitas yang tersedia.
3. Perolehan konsep Fisika oleh siswa harus dikontruksikan secara terus-
menerus dengan melengkapi dan memperbaiki konsep-konsep sebelumnya.
4. Karakteristik pribadi siswa, seperti motivasi belajar berpengaruh terhadap
pencapaian prestasi belajar siswa.
5. Masih adanya anggapan bahwa Fisika adalah pelajaran yang sulit sehingga
tidak disukai oleh kebanyakan siswa.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah yang diidentifikasi, maka penulis
membatasi permasalahan sebagai berikut:
1. Pengajaran Fisika dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontruktivisme
melalui metode eksperimen dan demonstrasi.
2. Tingkat pemahaman siswa dibatasi pada pencapaian keberhasilan akademik
pada sub pokok bahasan Gerak.
3. Variabel yang paling berpengaruh dalam penelitian dibatasi hanya motivasi
belajar yang telah dimiliki siswa sebelumnya.
4. Aspek motivasi belajar dalam pembelajaran Fisika dibatasi pada motivasi
siswa dalam mempelajari dan mengikuti pembelajaran Fisika di sekolah.
5. Indikator efisiensi pengajaran dibatasi pada prestasi belajar Fisika dari hasil
tes yang dilakukan pada akhir penelitian untuk kelompok ekperimen maupun
kelompok kontrol.
xxiv
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap peningkatan
pemahaman konsep Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak?
2. Adakah perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah
terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada sub pokok
bahasan Gerak?
3. Adakah interaksi pengaruh antara penggunaan metode pembelajaran dan
motivasi belajar terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada
sub pokok bahasan Gerak?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh antara penggunaan
pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan demonstrasi
terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa?
2. Untuk mengetahui adakah perbedaan pengaruh antara motivasi belajar
terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa?
3. Untuk mengetahui adakah interaksi pengaruh antara penggunaan metode
pembelajaran dan motivasi belajar terhadap peningkatan pemahaman konsep
Fisika siswa?
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna untuk:
1. Para siswa agar dapat memahami dan menyenangi pelajaran Fisika dengan
baik dan optimal yang akan membantu siswa untuk mencapai prestasi
akademik yang memuaskan.
xxv
2. Sebagai masukan bagi para guru Fisika dalam pengajaran Fisika
menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan metode eksperimen atau
metode demonstrasi agar tercapai hasil yang maksimal.
3. Memperhatikan motivasi siswa dalam belajar Fisika yang merupakan awal
dalam mendesain pembelajaran.
4. Memberikan gambaran kepada mahasiswa agar dapat mengkaji suatu
penelitian dengan benar.
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Menurut pendapat Nasution (1982: 38), "Pengertian belajar adalah
menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan". Pada proses belajar
dipentingkan pendidikan intelektual. Kepada peserta didik diberikan bermacam-
macam mata pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya. Menurut
A.Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar dan Zainal Arifin (1994: 78-79) "Belajar
adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan". Pada dasarnya belajar merupakan perubahan
tingkah laku hanya berbeda dengan cara atau usaha pencapaiannya. Pengertian
belajar menitikberatkan interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam
interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. Perilaku atau tingkah laku
mengandung pengertian yang luas mencakup pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap dan sebagainya.
W.S. Winkel (1996: 53) merumuskan tentang belajar yaitu, "Belajar
merupakan aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan tersebut bersifat
xxvi
secara relatif konstan dan berbekas". Sedangkan Nana Sudjana (1990: 5)
menyatakan, "belajar merupakan perubahan tingkah laku yang disadari dan timbul
akibat praktek, pengalaman, latihan bukan secara kebetulan".
Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan
yang dapat menghasilkan perubahan pada diri seseorang. Perubahan-perubahan
tersebut berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu
relatif lama dan terjadi karena usaha sadar yang dilakukan individu yang sedang
belajar. Perubahan tersebut diperoleh dari latihan-latihan dan hasil pengalamannya
dalam berinteraksi dengan lingkungan.
b. Tujuan Belajar
Tujuan belajar merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang
sangat penting. Karena semua komponen dalam sistem pembelajaran atas dasar
pencapaian tujuan belajar. Dalam suatu pencapaian tujuan belajar perlu
diciptakannya adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang kondusif. Sistem
lingkungan belajar dipengaruhi oleh berbagai komponen yaitu: tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang ingin diajarkan, guru, siswa, sarana
dan prasarana dan lain-lain yang masing-masing akan saling mempengaruhi.
Menurut Sardiman A.M. (1992: 28-30), tujuan belajar ada tiga jenis yaitu:
1) Untuk mendapatkan pengetahuan Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir, tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan.
2) Penanaman konsep dan keterampilan Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan.
3) Pembentukan sikap Pembentukan sikap mental atau perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai. Oleh karena itu, guru tidak sekedar ”pengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya.
Jadi, pada intinya tujuan belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan,
keterampilan, dan penanaman sikap mental/nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar
berarti akan menghasilkan hasil belajar. Tujuan belajar yang ingin dicapai
dikategorikan menjadi tiga bidang yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik.
xxvii
Guru dapat menimbulkan semangat belajar pada diri siswa melalui
penyajian pelajaran yang menarik dengan menggunakan metode dan alat bantu
belajar yang disesuaikan dengan materi dan tujuannya, serta memberi penguatan
kepada siswa untuk mendorong siswa lebih baik. Sistem lingkungan tersebut
terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan
intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, jenis kegiatan yang
dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Ngalim Purwanto (1995: 102), faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual yaitu faktor kematangan, pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.
2. Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial yang meliputi faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar dan mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial.
Keberhasilan dari proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh dua
faktor yang berasal dari dalam pribadi masing-masing. Seseorang yang belajar
akan mendapat hasil yang baik apabila memiliki kematangan, pertumbuhan,
kecerdasan, dan motivasi dari pribadi untuk belajar. Selain faktor tersebut
didukung pula oleh adanya faktor sosial yang berasal dari keluarga, guru dan cara
mengajarnya, sarana dan prasarana, serta lingkungan dan keadaan sosial di
sekitarnya.
2. Mengajar
a. Pengertian Mengajar
Menurut Gagne yang dikutip oleh Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto, dan
Sutijan (1998: 32), "mengajar adalah suatu usaha untuk membuat siswa belajar,
yaitu usaha terjadinya perubahan tingkah laku". Menurut William H Burton yang
dikutip oleh A. Tabrani Rusyan et al (1994: 26): "Mengajar adalah upaya dalam
memberikan perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada
siswa agar terjadi proses belajar".
xxviii
Rochman Nata Wijaya dalam Gino et al (1998: 31-32) memberikan
batasan "Mengajar sebagai upaya guru untuk membangkitkan yang berarti
menyebabkan atau mendorong seorang siswa belajar". Dalam batasan tersebut
mengandung maksud agar guru dapat menimbulkan semangat belajar pada diri
siswa melalui penyajian pelajaran yang menarik dengan menggunakan metode
dan alat bantu belajar yang disesuaikan dengan materi dan tujuannya, serta
memberi penguatan kepada siswa untuk mendorong siswa belajar lebih baik.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar
adalah upaya guru dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan,
pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar melalui
penyajian pelajaran yang menarik. Dalam proses belajar mengajar, siswa bukan
lagi sebagai obyek yang lebih banyak diam, mendengar dan menerima, tetapi
sebagai subyek yang aktif. Kegiatan mengajar memiliki kecenderungan untuk
lebih mengaktifkan siswa dalam proses belajar. Siswa yang aktif akan
memperoleh hasil belajar yang baik dengan bimbingan dari guru. Keaktifan guru
dan siswa akan menghasilkan kegiatan pembelajaran yang baik dan dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Mengajar merupakan suatu bimbingan
pada siswa agar mengalami proses belajar.
b. Prinsip-Prinsip Mengajar
Ada beberapa prinsip-prinsip mengajar yang dirangkum dari Slameto
(1995: 35-39) sebagai berikut:
1). Perhatian
Di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian anak pada
pelajaran yang disampaikan. Perhatian lebih besar bila anak mempunyai
minat dan bakat.
2). Aktifitas
Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktifitas anak
dalam berfikir maupun berbuat. Bila anak menjadi partisipan yang aktif,
maka akan memiliki ilmu pengetahuan dengan baik, dan dapat
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
xxix
3). Apersepsi
Setiap guru dalam mengajar perlu menghubungkan pelajaran yang akan
diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak, ataupun
pengalamannya. Dengan demikian anak akan memperoleh hubungan
antara pengetahuan yang telah menjadi miliknya dengan pelajaran yang
akan diterimanya.
4). Peragaan
Saat mengajar di depan kelas, guru harus dapat berusaha menunjukkan
benda-benda yang asli. Bila mengalami kesulitan boleh menunjukkan
model, gambar, benda tiruan, atau dengan menggunakan media lain seperti
radio, TV, dan sebagainnya.
5). Repetisi
Penjelasan suatu unit pelajaran perlu diulang-ulang sehingga pengertian
tersebut makin lama semakin lebih jelas dan dapat digunakan untuk
memecahkan masalah.
6). Korelasi
Hubungan antara setiap mata pelajaran perlu diperhatikan, agar dapat
memperluas dan memperdalam pengetahuan siswa sendiri.
7). Konsentrasi
Hubungan antara mata pelajaran dapat diperluas yaitu dapat dipusatkan
kepada salah satu pusat minat, sehingga anak memperoleh pengetahuan
secara luas dan mendalam.
8). Sosialisasi
Dalam perkembanganya, anak perlu bergaul dengan temanya, karena anak
di samping sebagai individu juga mempunyai segi yang perlu
dikembangkan. Bekerja di dalam kelompok dapat meningkatkan cara
berpikir sehingga dapat memecahkan masalah dengan lebih baik dan
lancar.
9). Individualisasi
xxx
Setiap individu mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan
intelektual, minat dan bakat, hobi, tingkah laku, maupun sikapnya.
Sehingga guru diharapkan dapat mendalami perbedaan anak secara
individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaan
anak.
10). Evaluasi
Semua kegiatan belajar mengajar perlu dievaluasi. Evaluasi dapat
memberikan motivasi bagi guru maupun murid agar lebih giat belajar dan
meningkatkan proses berfikir. Evaluasi dapat menggambarkan kemajuan
anak, prestasinya, hasil rata-ratanya, tetapi dapat juga menjadi bahan
umpan balik bagi guru. Demikian guru dapat meneliti dirinya dan
berusaha memperbaiki dalam perencanaan maupun teknik penyajian.
c. Proses Belajar Mengajar
1). Pengertian Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar memiliki empat komponen yaitu tujuan,
bahan, metode dan alat penilaian. Masing-masing komponen itu harus
dipandang sebagai suatu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling
mendukung. Bertolak dari pernyataan proses belajar mangajar sebagai
suatu sistem, A. Tabrani Rusyan et al (1994: 29) menyatakan :
Pada dasarnya proses belajar mengajar (pengajaran) merupakan proses mengkoordinasikan sejumlah tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian sehingga satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh sehingga menimbulkan kegiatan belajar pada diri peserta didik seoptimal mungkin menuju terjadinya perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Tujuan merupakan langkah pertama yang harus ada dalam proses
belajar mengajar. Karena tujuan merupakan rumusan tingkah laku dan
kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki siswa setelah menyelesaikan
kegiatan belajar. Dari tujuan yang jelas dan operasional dapat diterapkan
xxxi
bahan pelajaran yang harus menjadi isi dari kegiatan belajar mengajar.
Bahan pengajaran mendukung tercapainya tujuan yang diharapkan untuk
dimiliki oleh peserta didik. Metode dan alat berfungsi sebagai jembatan
atau media tranformasi bahan pelajaran terhadap tujuan yang hendak
dicapai. Metode dan alat pengajaran dapat mempengaruhi prestasi belajar
siswa. Penilaian berperan sebagai barometer untuk mengukur tercapainya
tujuan. Sehingga fungsi penilaian pada dasarnya adalah mengukur tujuan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar adalah suatu proses yang dialami oleh peserta didik dan guru
yang didalamnya terjadi suatu kegiatan bagaimana komponen-komponen
pembelajaran diatur dan dikoordinasi sedemikian rupa sehingga satu sama
lain saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2). Ciri-Ciri Proses Belajar Mengajar
Proses belajar akan menghasilkan hasil belajar. Keberhasilan dari
proses belajar tersebut diukur dari ketercapaian tujuan pembelajaran yang
ditetapkan. Sehingga pengajaran yang baik haruslah secara jelas
merumuskan tujuan pembelajaran tersebut. Namun perlu diingat meskipun
tujuan pembelajaran tersebut dirumuskan dengan baik dan jelas, belum
tentu hasil pengajaran yang diperoleh optimal. Karena tujuan hanyalah
merupakan salah satu saja dari komponen-komponen yang lain dan
terutama begaimana keterlibatan dan aktivitas siswa sebagai subjek
belajar. Sardiman A.M (1992: 48) menyatakan bahwa: "Suatu proses
belajar mangajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat
membangkitkan kegiatan belajar yang efektif". Dari kutipan tersebut dapat
dijelaskan bahwa proses belajar mengajar yang baik apabila menghasilkan
hasil belajar yang baik pula. Menurut Sardiman A.M (1992: 49) bahwa :
"Hasil pengajaran itu dikatakan baik apabila hasil belajar itu tahan lama
dan merupakan pengetahuan asli atau otentik". Hasil belajar tersebut masih
diingat oleh siswa setelah lewat satu minggu, satu bulan, satu tahun dan
xxxii
seterusnya. Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa
seolah-olah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa sehingga
akan selalu ada.
3. Hakikat Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran sama dengan “instruction“ atau “pengajaran”.
Soeharso dan Retnoningsih (2007: 21) menyatakan bahwa pengajaran mempunyai
arti: cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan. Bila pengajaran diartikan
sebagai perbuatan mengajar, maka ada yang mengajar yaitu guru dan ada yang
diajar atau belajar yaitu siswa. Dengan demikian pengajaran diartikan sama
dengan perbuatan belajar (oleh siswa), mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar-
mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan searah. Kegiatan belajar
adalah kegiatan yang primer dalam kegiatan mengajar tersebut, sedangkan
mengajar merupakan kegiatan sekunder yang dimaksudkan untuk mendapatkan
kegiatan belajar yang optimal. Kegiatan belajar-mengajar merupakan suatu
kegiatan yang melibatkan beberapa komponen yaitu: siswa, guru, tujuan, isi
pelajaran, metode, dan evaluasi. Sedangkan menurut Hasibuan J.J. (1995: 3)
memberikan batasan mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar.
Dengan demikian dapat diperoleh gambaran atau pengertian tentang apa
yang dinamakan “pembelajaran” atau ”instruction”, “instruksional” atau
“pengajaran” sebagai berikut: pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja
oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor intern
dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar-mengajar.
b. Ciri-ciri Pembelajaran
xxxiii
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang dinyatakan oleh Gino et al
(1998:36-39) terletak pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses belajar
siswa berikut ini:
1) Motivasi belajar Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka akan berusaha untuk mengelakkan perasaan tidak senang/suka itu.
2) Bahan belajar Bahan belajar merupakan isi dalam pembelajaran. Bahan atau materi belajar peru berorientasi pada tujuan yang akan dicapai siswa dan memperhatikan karakteristik siswa agar dapat diminati siswa.
3) Alat bantu belajar Alat bantu belajar atau media belajar merupakan alat yang dapat membantu siswa belajar untuk mencapai tujuan belajar misalnya media cetak, media elektronik dan lain-lain.
4) Suasana Belajar Suasana belajar yang dapat menimbulkan aktivitas atau kegiatan dalam belajar siswa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa, siswa dengan
siswa) yang intim dan hangat, sehingga hubungan guru-siswa yang hakiki setara, dan dapat berbuat bersama.
b) Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal itu dapat terjadi apabila isi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa.
5) Kondisi siswa yang belajar Mengenai kondisi siswa dapat dikemukakan sebagai berikut: a) Anak/siswa memiliki sifat yang unik artinya anak satu dengan yang
lain berbeda. b) Disamping adanya ketidaksamaan pada diri anak, terdapat juga
adanya kesamaan, yaitu memiliki angkah-langkah perkembangan dan memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.
Ciri-ciri pembelajaran sebenarnya adalah adanya upaya guru mengatur
unsur-unsur dalam pembalajaran, sehingga dapat mengaktifkan siswa dalam
kegiatan belajar mengajar agar terjadi proses belajar dan tujuan belajar dapat
tercapai. Pembelajarn dapat terjadi apabila unsur-unsur dinamis dapat terpenuhi.
Adanya motivasi belajar, bahan ajar, alat bantu belajar, suasana belajar, dan
kondisi siswa belajar sangat mempengarui keberhasilan proses belajar mengajar.
4. Hakikat Fisika
a. Pengertian Fisika
xxxiv
Fisika merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam yang mempunyai
karakteristik tertentu. Untuk mengenal tentang hakikat fisika berikut dikemukakan
beberapa pendapat tentang definisi ilmu pengetahuan alam. IPA merupakan
pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan
langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil
eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus
disempurnakan.
Pengertian IPA atau science (sains) menurut Margono (1998: 20) meliputi
3 hal yaitu:
1. Hasil-hasil IPA yaitu berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori. 2. Proses IPA atau metode ilmiah yaitu cara kerja yang dilakukan untuk
memperoleh hasil-hasil IPA. 3. Nilai dan sikap IPA, yaitu semua tingkah laku yang diperlukan selama
melakukan proses IPA, sehingga diperoleh hasil-hasil IPA.
IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan pengetahuan yang tersusun
secara sistematis tentang gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya
ditunjukkan oleh kumpulan fakta tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan
sikap ilmiah. Dari definisi IPA yang dikemukakan oleh Margono tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengertian IPA meliputi 3 hal yaitu: produk, proses, dan sikap
ilmiah.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa ilmu pngetahuan alam
dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala alam. Pengetahuan yang
diperoleh terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala-gejala alam yang
ada.kemudian makin bertambah dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil
pemikirannya. Selanjutnya, dari peningkatan kemampuan daya pikir ini,manusia
mampu melakukan ekperimen untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari
suatu pengetahuan. Dari hasil pengolahan data yang diperoleh dari eksperimen
kemudian diperoleh pengetahuan baru setelah manusia mampu memadukan
kemampuan penalaran dengan eksperimen lahirlah Imu Pengetahuan Alam yang
mantap.
Fisika merupakan cabang dari IPA, maka konsep-konsep yang dimiliki
IPA berlaku pula pada Fisika. Definisi Fisika yang dikemukakan oleh
xxxv
Brandt/Dahmen (1977) yang dikutip oleh Druxes, Siemsen, dan Born (1986: 3)
menyatakan bahwa "Fisika adalah suatu uraian tertutup tentang semua kejadian
fisikalis yang berdasarkan beberapa hukum dasar". Menurut Gerthsen (1958) yang
dikutib oleh Druxes et al (1986: 3) mengatakan bahwa "Fisika adalah suatu teori
yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana-sederhananya dan berusaha
menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataannya. Persyaratan dasar untuk
pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut".
Menurut Brakhous (1972), yang dikutip oleh Druxes et al (1986: 3)
menyatakan bahwa "Fisika adalah pelajaran tentang kejadian dalam alam, yang
memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat,
penyajian secara matematis dan berdasarkan peraturan-peraturan umum".
Berdasarkan kutipan di atas Fisika merupakan suatu teori yang
mempelajari gejala-gejala alam, yang hasilnya dirumuskan dalam bentuk definisi
ilmiah dan proses matematika berdasarkan hasil pengamatan dan penyelidikan.
Bisa juga dikatakan bahwa Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
menguraikan dan menganalisa struktur dan peristiwa alam kemudian menjelaskan
dengan cara yang sederhana, sehingga menghasilkan aturan-aturan hukum.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa Fisika adalah suatu ilmu
yang menerangkan tentang gejala-gejala alam yang dapat dipelajari melalui
pengamatan, pengukuran, percobaan atau eksperimen dan penyajian secara
matematis.
b. Pengajaran Fisika di SMP
Fisika mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari
sehingga perlu diberikan dalam dunia pendidikan. Salah satu fungsi mata
pelajaran Fisika di SMP adalah memberikan bekal pengetahuan dasar untuk dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan untuk melakukan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan tujuan pengajaran Fisika di SMP adalah agar
siswa mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta
mampu menggunakan metode ilmiah untuk lebih menyadari keagungan Tuhan
Yang Maha Esa. Sedangkan dasar yang digunakan dalam melihat hubungan
hakikat Fisika dan pengajaran Fisika menurut taksonomi Bloom yang
xxxvi
dikemukakan oleh Sudirman N, A. Tabrani Rusyan, Zainal Arifin, dan Toto
Fathoni (1987: 54) adalah sebagai berikut:
1) Ranah kognitif berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan masalah.
2) Ranah afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi, dan penyesuaian peranan sosial.
3) Ranah psikomotor mencakup tujuan berkaitan dengan keterampilan (skil) yang bersifat manual dan motorik.
Berdasarkan tujuan dan fungsi di atas, penyajian pelajaran Fisika
hendaknya dapat membimbing siswa untuk memecahkan masalah Fisika dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dihadapkan pada pengalaman
atau gejala fisis yang dihadapi secara kualitatif, sehingga siswa harus mengamati
gejala-gejala tersebut. Sehingga untuk mengajarkan Fisika diperlukan pendekatan
dan metode yang tepat dan sesuai dengan karakteristik Fisika sendiri. Salah satu
pendekatan pengajaran yang sesuai dengan hakikat Fisika adalah pendekatan
konstruktivisme, yang mengutamakan keaktifan siswa untuk menemukan konsep-
konsep Fisika dengan menggunakan pengalaman-pengalaman yang diperoleh
dalam kehidupan sehari-hari serta berdasarkan konsep-konsep Fisika yang telah
dipelajari. Dengan mempergunakan pengetahuan-pengetahuan yang telah ada,
penalaran logis dan pengalamannya siswa secara aktif diajak untuk menganalisis
hasil pengamatannya.
5. Pendekatan Kontruktivisme dalam Pengajaran Fisika
a. Hakikat Pendekatan Pengajaran
Pada proses pembelajran dikenal strategi belajar mengajar yaitu suatu
teknik yang dipakai guru agar tujuan belajar dapat dicapai. Seorang guru
sebaiknya tepat dalam memilih strategi dalam belajar mengajar. Salah satu
strategi belajar diantaranya adalah memilih pendekatan pengajaran yang tepat
sesuai dengan karakteristik materi dan siswa yang dihadapi. Pengertian
pendekatan dikemukakan oleh Rini Budiharti (1998: 2) yaitu:
"Pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau obyek kajian, sehingga berdampak ibarat seorang menggunakan kaca mata dengan warna tertentu di dalam memandang alam sekitar, kacamata yang berwarna hijau akan menyebabkan dunia akan menjadi kehijau-hijauan, kacamata
xxxvii
berwarna coklat membuat dunia kelihatan kecoklat-coklatan dan seterusnya."
Sedangkan W Gulo (2004: 6) mengungkapkan bahwa :
"Pendekatan lain yang berpangkal dari pengertian mengajar sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Mengajar dalam pengertian ini adalah usaha menciptakan suasana belajar bagi siswa secara optimal, yang menjadi pusat perhatian dalam proses belajar mengajar ialah siswa atau peserta didik."
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
pengajaran adalah usaha seseorang yaitu peserta didik dan guru dalam
memandang permasalahan atau obyek kajian sehingga dapat mengembangkan
keaktifan belajar sehingga tujuan pengajaran tercapai.
b. Hakikat Pendekatan Pengajaran Konstruktivisme
Tujuan dari pendidikan Fisika dicapai melalui beberapa faktor, salah
satunya adalah pendekatan yang digunakan. Pendekatan konstruktivisme
menekankan pada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui
pengetahuan yang dianggap benar bila pengetahuan tersebut dapat berguna untuk
memecahkan dan menghadapi persoalan atau fenomena yang sesuai. Bagi
konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang
kepada orang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing
orang.
Tiap orang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga
pengetahuan yang didapat bukan merupakan sesuatu yang jadi melainkan melalui
proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses tersebut keaktifan
seseorang dan rasa ingin tahu memegang peranan yang sangat penting.
Dalam dunia pendidikan terdapat bermacam-macam pendekatan salah
satunya adalah pendekatan konstruktivisme. Berikut ini akan dijelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan pendekatan konstruktivisme.
c. Pengertian Konstruktivisme
Paul Suparno (2001: 8) menyatakan bahwa "Filsafat konstruktivisme
adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana
pengetahuan tersebut terjadi". Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan
xxxviii
adalah bentukan (konstruksi) diri sendiri yang sedang menekuninya. Bila yang
sedang menekuni adalah siswa, maka pengetahuan tersebut adalah bentukan siswa
sendiri. Maka pengetahuan.bukanlah sesuatu yang sudah jadi, tetapi sesuatu yang
harus dibentuk sendiri dalam pikiran. Menurut Bettencourt dalam Paul Suparno
(2001:8) menyatakan bahwa "Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu
konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang".
Menurut Piaget (1971) yang dikutip dalam Paul Suparno (2001: 8)
menyatakan bahwa "Pengetahuan bukanlah suatu yang lepas dari subyek, tetapi
merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman ataupun dunia
sejauh dialaminya. Proses pembentukan tersebut berjalan terus-menerus dengan
setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru".
Siswa haruslah aktif sendiri mengkonstruksi dalam belajar. Siswa harus
aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya yang
terpenting merangkumkannya sebagai suatu pengertian yang utuh. Tanpa
keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan mereka sendiri, mereka tidak
akan mengerti apa-apa. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat
dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan hanya dapat ditawarkan
kepada siswa untuk dikonstruksi sendiri secara aktif oleh siswa. Banyaknya siswa
yang salah menangkap dan mengerti dari apa yang diajarkan oleh gurunya
menunjukkan bahwa pengetahuan harus dikonstruksikan sendiri atau paling
sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa dan tidak begitu saja dapat
dipindahkan. Menurut Paul Suparno (2001: 15) menyatakan bahwa "Peran
seorang guru Fisika bukanlah untuk menstransfer pengetahuan yang telah ia
punyai kepada siswa, tetapi lebih sebagai mediator dan fasilitator yang membantu
siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka secara cepat dan efektif".
Bagi kaum konstruktivis menurut Paul Suparno (2001: 13), "belajar adalah
proses yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya". Siswa
mencari arti sendiri, menyesuaikan konsep dan ide-ide baru yang mereka pelajari
dengan kerangka berpikir yang telah mereka miliki. Siswa membuat penalaran
dengan mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah mereka
ketahui dengan pengalaman baru. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan
xxxix
fakta, tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian
yang baru. Belajar yang sungguh-sungguh akan terjadi bila siswa mengadakan
pemecahan konflik pengertian dan selalu memperbarui pemikiran yang tidak
lengkap.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar
dengan konstruktivisme adalah proses pembentukan konsep ilmu pengetahuan
yang melibatkan keaktifan siswa dengan struktur kognitif tertentu yang telah
terbentuk sebelumnya dengan membentuk dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya dalam situasi dan pengalaman yang baru. Sedangkan
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat yang beranggapan bahwa pengetahuan
merupakan konstruksi (bentukan) dari pengetahuan-pengetahuan yang telah ada
pada diri seseorang.
d. Ciri Pola Belajar dengan Pendekatan Konstruktivisme
Ciri pola belajar dengan pendekatan konstruktivisme adalah keaktifan
siswa dan tercermin dalam berdikusi, menggunakan istilah, konsep, dan prinsip
yang baru mereka pelajari diantara mereka, sedangkan guru berperan sebagai nara
sumber yang bijak dan berpengetahuan. Selain sebagai nara sumber guru juga
berperan sebagai sutradara yang mengendalikan dari jauh dan membantu siswa
apabila diskusi macet atau menyimpang arah. Sehingga dibutuhkan sisipan
informasi-informasi untuk mempermudah siswa dalam pencapaian suatu konsep
atau kesimpulan.
e. Tahapan-Tahapan Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme
Tahapan-tahapan pembelajaran di kelas yang dilakukan dengan
Pendekatan Konstruktivisme adalah:
1) Invitasi: pemanfaatan struktur kognitif yang telah ada pada siswa oleh guru
untuk membahas konsep-konsep baru sehingga siswa tergugah motivasinya
dalam belajar.
2) Eksplorasi: hal-hal yang menyangkut interaksi siswa dengan lingkungan alam
atau lingkungan fisik disekitarnya. Dalam tahapan eksplorasi guru bertindak
sebagai fasilitator agar siswa aktif menggunakan konsep-konsep baru.
xl
3) Solusi atau eksplanasi: siswa dapat dihadapkan pada situasi masalah yang
menyangkut konsep atau prinsip yang baru diterimanya untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
4) Tindak lanjut: siswa mengembangkan sikap dan perilaku untuk berkembang
lebih jauh.
5) Eksplanasi: siswa diminta untuk belajar sendiri mengenai aplikasi dan
perluasan berbagai konsep dan prinsip yang telah dipelajari.
Dari uraian di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa pendekatan
konstruktivisme siswa diharapkan aktif untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya dengan pengarahan guru berdasarkan konsep, prinsip, fakta, dan
sebagaimana yang telah dimiliki siswa sebelumnya.
6. Metode Mengajar
Menurut Nana Sudjana (2000: 76) "Metode mengajar adalah cara yang
digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pelajaran". Sedangkan Winarno Surakhmad (1990: 95)
mengungkapkan bahwa, "Metode mengajar adalah suatu cara yang merupakan
alat untuk menyampaikan materi pelajaran guna mencapai tujuan pengajaran".
Dari pendapat Nana Sudjana dan Winarno Surakhmad peneliti
menyimpulkan bahwa metode mengajar merupakan cara-cara untuk menyajikan
suatu materi pelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran. Seorang guru harus
pandai-pandai memilih metode pembelajaran yang disesuaikan dengan materi,
karakteristik siswa, tujuan pembelajaran, besar kelas, fasilitas yang tersedia,
kemampuan guru.
Metode mengajar yang biasa digunakan dalam pembelajaran Fisika antara
lain: metode ceramah, metode diskusi, metode diskusi-informasi, metode
demonstrasi, metode eksperimen, metode inquiry dan metode discovery. Dalam
penelitian ini menggunakan dua metode mengajar yaitu metode eksperimen dan
metode demonstrasi.
a. Metode Eksperimen
Metode eksperimen pada umumnya berkembang pada pelajaran IPA,
sebab sesuai dengan ciri dari IPA sendiri yang berkembang atas dasar observasi
xli
dan eksperimentasi. Metode eksperimen lebih dikenal dengan nama metode
percobaan. Metode eksperimen atau percobaan adalah suatu cara belajar mengajar
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan, menganalisa,
membuktikan dan mengalami sendiri obyek-obyek, keadaan seperti menarik
kesimpulan mengenai hal-hal yang telah dialaminya kemudian membandingkan
dengan teori.
Metode eksperimen bertujuan agar siswa dengan percobaan di
laboratorium, mampu mencari dan menemukan sendiri jawaban atas persoalan-
persoalan yang dihadapinya, sehingga siswa dapat berlatih untuk berpikir secara
ilmiah. Dengan eksperimen siswa dapat menemukan bukti kebenaran suatu teori
yang sedang dipelajarinya, hal tersebut sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Rini Budiharti (1998: 34) bahwa: "Tujuan eksperimen
hendaknya tidak hanya membuktikan kebenaran suatu prinsip atau hukum yang
telah diajarkan, melainkan juga melihat apa yang terjadi dan baru kemudian
membandingkan dengan teori. Bahkan kalau mungkin eksperimen diarahkan pada
penemuan sesuatu yang baru". Dengan metode eksperimen siswa akan dapat
berlatih menggunakan metode ilmiah sehingga dapat memotivasi belajarnya.
Menurut Nail Ozek yang dikutip dari Journal Of Physics Teacher
Education Online Vol. 2, No. 3 (2005:19)
The following methods can be used by a science teacher considering the scientific skills of those students: 1. The teacher explains a problem and some possible solutions to the
students and asks them to solve the problem. 2. The teacher explains a problem and asks for solutions from students who
have moderate cognition levels or scientific process skills. 3. The teacher explains neither a problem nor any solutions; students
identify problems and find out some solutions.
Metode yang digunakan guru dengan mempertimbangkan kemampuan siswa
dapat dilakukan dengan:
1. Guru menjelaskan sebuah masalah dan beberapa solusi yang mungkin
digunakan kepada siswa, serta meminta mereka untuk menyelesaikan atau
memecahkan masalah tersebut.
xlii
2. Guru menjelaskan sebuah masalah dan meminta solusi dari siswa yang
memiliki tingkat kemampuan yang cukup atau memiliki kemampuan tentang
proses ilmiah.
3. Guru memberi penjelasan dan siswa mengidentifikasi masalah dan mencari
beberapa solusi.
Langkah-langkah, keunggulan, serta kelemahan metode eksperimen yang
diungkapkan oleh Rini Budiharti (1998: 34-35) yaitu:
Langkah-langkah dalam melakukan eksperimen: 1) Menyadari adanya masalah yang dirasakan penting oleh siswa. 2) Merumuskan masalah. 3) Mengumpulkan dan mengorganisasikan data. 4) Mengajukan hipotesis. 5) Mengetes kebenaran hipotesis. Dalam hal ini dilakukan dengan
eksperimen. 6) Menarik kesimpulan. 7) Menerapkan hasil eksperimen. Keunggulan metode eksperimen: 1) Siswa terlibat di dalamnya, sehingga merasa ikut menemukan sesuatu
serta mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dalam hidupnya. 2) Mendorong siswa untuk menggunakan metode ilmiah dalam melakukan
sesuatu. 3) Menambah minat siswa dalam belajar. Kelemahan metode eksperimen: 1) Guru dituntut tidak hanya menguasai ilmunya, tapi juga keterampilan. 2) Dibutuhkan waktu yang cukup lama. 3) Dibutuhkan alat yang relatif banyak. 4) Dibutuhkan sarana dan prasarana yang lebih memenuhi syarat, baik
keamanan maupun ketertiban.
Penerapan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen adalah
dengan cara siswa melakukan eksperimennya sendiri di bawah bimbingan guru.
Setelah melakukan eksperimen, siswa diharapkan dapat menemukan konsep
sendiri. Selain berdasarkan data yang diperoleh dari eksperimen dalam
menemukan konsep siswa diharapkan menggali potensi yang ada pada dirinya
berdasarkan pengalamannya. Dari eksperimen dan pengalaman tadi siswa
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri kemudian mencocokkannya dengan teori
yang sudah ada, sehingga konsep baru yang diketahui benar-benar sesuai dengan
teori dan tujuan pembelajaran yang sudah ada. Jadi dalam hal ini siswa aktif
xliii
sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator, tetapi keduanya bekerja sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan.
Dengan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen dapat
memberikan gambaran yang jelas tentang konsep yang dipelajarinya karena siswa
melakukan percobaannya sendiri untuk menemukan konsep yang baru di bawah
bimbingan guru.
b. Metode Demonstrasi
Menurut Rini Budiharti (1998: 33), "Demonstrasi adalah suatu teknik
mengajar di mana dikombinasikan penjelasan lisan dengan suatu perbuatan, sering
dengan menggunakan suatu alat". Sedangkan menurut Roestiyah NK (2001: 83),
"Metode demonstrasi adalah cara mengajar di mana seorang instruktur atau guru
menunjukkan, memperlihatkan sesuatu proses, sehingga seluruh siswa dalam
kelas dapat melihat, mengamati, mendengar mungkin meraba-raba, dan
merasakan prosess yang dipertunjukkan oleh guru tersebut".
Dari kedua tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi
adalah suatu cara penyajian dalam suatu materi pelajaran dimana seorang guru
atau siswa sesekali ditunjuk untuk memperjelas suatu konsep atau menunjukkan
sebuah proses. Metode demonstrasi dapat dilakukan pada awal, saat berlangsung,
atau pada akhir pelajaran. Dengan demonstrasi, penerimaan pemahaman siswa
terhadap pelajaran lebih mendalam.
Menurut Jerod L. Gross yang dikutip dari Journal Of Physics Teacher
Education OnlineVol.1, No.3 (2002:3) . Fundamental Abilities of Inquiry:
1. Identify questions and concepts that guide scientific investigations. Demonstrations can be used to prompt student questions about the physical principles on display.
2. Design and conduct scientific investigations. Demonstrations can be used to show how various pieces of scientific equipment and apparatus function.
3. Use of technology and mathematics to improve investigations and communications. Students should be expected to collect and use data from a teacher-led demonstration..
4. Formulate and revise scientific explanations and models using logic and evidence. Recognize and analyze alternative explanations and models.
Kemampuan pokok yang dilihat dari metode demonstrasi:
xliv
1. Mengidentifikasi pertanyaan dan konsep-konsep yang dapat memberi
petunjuk/pedoman penelitian ilmiah. Demonstrasi dapat digunakan untuk
mendorong siswa mengajukan pertanyaan tentang prinsip-prinsip Fisika yang
diperlihatkan
2. Mendesain dan mengadakan penelitian. Demonstrasi dapat digunakan untuk
menunjukkan beragam jenis peralatan ilmiah dan fungsi peralatan.
3. Menggunakan teknologi dan matematika untuk memperbaiki penelitian dan
hubungan-hubungannya. Siswa sebaiknya diharap mengumpulkan dan
menggunakan data dari demonstrasi yang diberikan oleh guru.
4. Merumuskan dan memperbaiki model dan penjelasan ilmiah menggunakan
logika dan fakta-fakta atau bukti. Mengenalkan dan menganalisis pilihan
model dan penjelasan
Keuntungan dan kelemahan metode eksperimen yang diungkapkan oleh
Rini Budiharti (1998: 33) yaitu:
Keuntungan dari metode demonstrasi adalah : 1) Memberi gambaran dan pengertian yang lebih jelas daripada hanya
dengan keterangan lisan. 2) Demonstrasi menunjukkan dengan jelas langkah-langkah suatu proses
atau keterampilan. 3) Lebih mudah dan lebih efisien daripada siswa melakukan eksperimen. 4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengamati sesuatu dengan
cermat. 5) Pada akhirnya demonstrasi dapat dilakukan diskusi, diperbaiki atau
mempertajam pemahaman. Kelemahan dari metode demonstrasi adalah : 1) Dibutuhkan sarana lain selain papan tulis 2) Waktu yang dibutuhkan relatif lebih panjang. 3) Sulit dijalankan untuk jumlah siswa yang cukup besar. 4) Dibutuhkan kemampuan guru untuk menjalankan dan menangani alat.
Penerapan pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi akan
berjalan jika disertai dengan diskusi. Diskusi merupakan cara penyajian pelajaran
dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan yang bersifat problematis untuk dibahas dan
dipecahkan bersama.
xlv
Metode demonstrasi merupakan cara mengajar dimana siswa dapat
mengamati apa yang didemonstrasikan menyangkut materi yang diajarkan
sehingga siswa jadi lebih paham atau mengerti. Jadi siswa tidak hanya menghafal
konsep saja tetapi juga benar-benar mengerti penerapan konsep tersebut. Dalam
metode demonstrasi perlu didukung diskusi untuk menambah pengetahuan yang
ada.
7. Motivasi Belajar
Motivasi berkaitan dengan keseimbangan atau equilibrium yaitu upaya
untuk membuat dirinya memadai dalam hidup, sehingga individu dapat mengatur
sendiri, relatif bebas dari dorongan orang lain untuk menjadi lebih kompeten.
Menurut A. Suhaenah Suparno (2000: 83), "Motivasi juga berkaitan dengan emosi
sehingga bisa menjadi kekuatan pendorong (driving forces) untuk mempelajari
sesuatu". Muhibbin Syah (1995 : 136) menyebutkan bahwa "motivasi adalah
keadaan internal individu atau organisme yang mendorongnya untuk berbuat
sesuatu atau pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah".
Motivasi menurut Ngalim Purwanto (1995: 71) merupakan "suatu usaha
yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku
seseorang agar ia terdorong untuk bertindak (beraktivitas) sehingga dapat
mencapai hasil atau tujuan tertentu". Dalam kegiatan belajar, motivasi ini
bertujuan untuk menggerakkan dan menggugah seseorang agar timbul keinginan
dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Motivasi merupakan
suatu proses pemberi arah perilaku seseorang.
Dilihat dari proses terjadinya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
merupakan motivasi yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Motivasi
ekstrinsik merupakan motivasi yang terjadi akibat adanya rangsangan-rangsangan
dari luar. Motif yang timbul didorong oleh adanya tujuan yang kadang kala tidak
esensial, misalnya keinginan belajar siswa karena ingin mendapat pujian dari
temannya bukan kareana mencari sesuatu yang lebih asensial. Sardiman A.M.
(1992: 75) menyatakan bahwa "Motivasi belajar adalah motivasi merupakan
xlvi
faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Siswa yang memiliki motivasi kuat,
akan memiliki banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar".
Dengan mengatur kondisi dan situasi belajar menjadi kondusif, serta
diberikan penguatan-penguatan diharapkan akan dapat merubah motivasi
ekstrinsik menjadi motivasi intrinsik. Sebagian guru berpendapat bahwa motivasi
belajar siswa adalah bersumber dari siswa sendiri, dan siswalah yang harus
berusaha untuk mengatasi masalahnya sendiri dalam meningkatkan motivasi
belajarnya sendiri. Apabila siswa memiliki motivasi positif, siswa akan: 1)
memperlihatkan minat, memiliki perhatian, dan ingin ikut serta, 2) bekerja keras,
serta memberikan waktu kepada usaha tersebut, dan 3) terus bekerja sampai tugas
yang diberikan kepadanya selesai.
Motivasi sangat dipengaruhi oleh tujuan. Tujuan adalah sesuatu yang
hendak dicapai oleh suatu perbuatan yang pada gilirannya akan memuaskan
kebutuhan individu. Adanya tujuan yang jelas dan disadari akan mempengaruhi
kebutuhan, dan akan mendorong timbulnya motivasi, sehingga tujuan akan dapat
membangkitkan timbulnya motivasi.
Motivasi berperan dalam merangsang seorang individu agar dapat bekerja
atau belajar secara optimal. Oemar Hamalik (2000: 175) menyatakan bahwa
Motivasi memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk: 1) mendorong timbulnya suatu
kelakuan atau perbuatan, 2) sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan
dalam pencapaian tujuan yang didinginkan, 3) sebagai penggerak dalam
melakukan kegiatan. Terkait dengan kegiatan pembelajaran, motivasi belajar
memiliki peran yang sangat strategis dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Sardiman A.M. (1992: 75) menyatakan bahwa "motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar
dan menjamin kelangsungan belajar demi mencapai tujuan pembelajaran". Dalam
kegiatan belajar, motivasi memegang peranan yang sangat penting dalam
memberikan semangat dan rasa senang. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan
menampakkan semangat yang tinggi untuk melaksanakan kegiatan belajar.
Dengan motivasi yang tinggi pula, siswa diharapkan akan memperoleh hasil
belajar yang baik. Beberapa ciri siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi
xlvii
diantaranya adalah memiliki rasa ketertarikan kepada guru dalam arti tidak
bersikap acuh, tertarik kepada mata pelajaran yang dipelajari, memperlihatkan
antusiasme yang tinggi, ingin identitasnya diketahui dan diakui, selalu mengingat
pelajaran dan mempelajarinya kembali, serta memiliki kebiasaan moral yang
selalu terkontrol. Siswa tersebut juga tekun dalam menghadapi tugas yang
diberikan serta dapat bekerja dalam waktu yang lama, ulet dalam menghadapi
kesulitan dan tidak mudah puas atas apa yang diperolehnya.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
dalam bidang studi Fisika adalah kemampuan atau kekuatan serta semangat untuk
melakukan proses belajar dalam bidang studi Fisika. Dengan motivasi belajar
yang tinggi, diharapkan para siswa akan meraih prestasi belajar Fisika yang
memuaskan.
Motivasi belajar Fisika meliputi:
1) Keinginan untuk meningkatkan pengetahuan, yaitu: a) dorongan untuk
membaca dan mengerjakan soal-soal Fisika, b) dorongan untuk mengajukan
pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas, dan c) dorongan untuk membaca
buku baru.
2) Keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, yaitu: a) dorongan untuk
selalu maju dalam menekuni pelajaran Fisika, b) dorongan untuk selalu
mendapat nilai baik, c) dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas, dan d)
kesungguhan siswa dalam merespon pelajaran Fisika.
3) Rasa percaya diri dan kepuasan, yaitu: a) dorongan untuk mengusai materi
pembelajaran secara mandiri, b) memiliki kepuasaan dalam mengikuti proses
pembelajaran, dan c) adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran.
8. Pre Tes dan Post Tes
a. Pre Tes
Pada umumnya pelaksanaan proses pembelajaran dimulai dengan pre tes.
Pre tes ini memiliki banyak kegunaan dalam menjajagi proses pembelajaran yang
akan dilaksanakan. Oleh karenanya pre tes memegang peranan yang cukup
penting dalam proses pembelajaran. Fungsi pre tes menurut Mulyasa (2006:100)
adalah sebagai berikut :
xlviii
1. Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka pikiran mereka kan terfokus pada soal-soal yang harus mereka jawab/kerjakan.
2. Untuk Mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pre tes dengan post tes.
3. Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai bahan ajaran yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
4. Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.
Untuk mencapai fungsi yang ketiga dan keempat maka hasil pre tes harus
segera diperiksa, sebelum proses pembelajaran inti dilaksanakan (sebelum siswa
mempelajari modul). Pemeriksaan harus dilakukan secara cepat dan cermat,
jangan sampai menggangu suasana belajar, dan jangan sampai mengalihkan
perhatian peserta didik. Sehingga pada waktu memeriksa pre tes perlu diberikan
kegiatan lain, misalnya membaca hand out atau teks books. Pre tes sebaiknya
dilakukan secara tertulis, meskipun bisa saja dilaksanakan secara lisan atau
perbuatan.
b. Post Tes
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post tes. Sama
halnya dengan pre tes, post tes juga memiliki banyak kegunaan, terutama dalam
melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post tes menurut Mulyasa (2006:102)
antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan hasil pre tes dan post tes.
2. Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya. Sehubungan dengan kompetensi dan tujuan yang belum dikuasai ini, apabila sebagian besar belum menguasainya maka perlu dilakukan pembelajaran kembali (remedial teaching).
3. Untuk mengetahui peserta didik-peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam mengerjakan modul (kesulitan belajar).
4. Sebagian bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap komponen-komponen modul, dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan baik terhadap perencaan, pelaksanaan maupun evaluasi.
xlix
Dari pembelajaran di atas dapat disimpulkan post tes digunakan untuk
mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang
ditentukan. Tingkat kemajuan atau peningkatan pemahaman siswa terhadap
konsep dapat dilihat dengan membandingkan pre tes dan post tes.
9. Kemampuan Awal
Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam
diri siswa (faktor internal) dan faktor dari luar diri siswa (faktor eksternal). Faktor
yang berasal dari dalam diri siswa terutama adalah kemampuan atau penguasaan
konsep-konsep dan aturan-aturan yang merupakan prasyarat untuk memahami
bahan atau materi pelajaran baru atau memecahkan masalah berkaitan dengan
materi belajar. Kemampuan awal merupakan faktor internal yang akan dapat
memberikan suatu gambaran bagi seorang guru untuk mengetahui apakah siswa
siap untuk menerima pelajaran selanjutnya. Kemampuan tersebut akan
memberikan pengaruh juga pada prestasi belajar siswa terutama kemampuan
kognitifnya. Ngalim Purwanto (1995: 118) berpendapat bahwa "Untuk menerima
pelajaran yang baru diperlukan pengetahuan dari bahan-bahan lama yang telah
dipelajari pada waktu yang lalu". Sedangkan A. Tabrani Rusyan et al (1994: 24)
mengatakan bahwa: "Pengalaman masa lampau dan pengertian-pengertian yang
telah dimiliki oleh siswa menjadi dasar untuk menerima pengalaman-pengalaman
baru dan pengertian-pengertian baru".
Kemampuan awal dapat dilihat dari hasil pre-test yang dilaksanakan
sebelum siswa menerima pelajaran. Hasil pre-test digunakan untuk mengetahui
kemampuan awal siswa dan penguasaan konsep Fisika. Jadi kemampuan awal
yang dilihat dari hasil pre-test menjadi dasar untuk mempelajari pengetahuan baru
dan untuk mendapatkan kemampuan yang lebih tinggi.
10. Hakikat Konsep
a. Pengertian Konsep
Rosser (1984) dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 80) mengemukakan
"konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-
l
kejadian kegiatan atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang
sama".
Menurut Rosser dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 93-95) suatu konsep
terdiri dari:
1) Nama konsep, nama konsep perlu untuk berkomunikasi tentang konsep tersebut.
2) Atribut-atribut, kriteri dan variabel konsep, atribut kriteria dari suatu konsep adalah ciri-ciri konsep yang perlu untuk membedakan contoh dan bukan contoh, dan untuk menentukan apakah suatu obyek merupakan suatu contoh dari konsep. Sedangkan atribut variabel konsep adalah ciri-ciri yang mungkin berbeda antara contoh-contoh tanpa mempengaruhi inklusi dalam kategori konsep tersebut.
3) Definisi konsep, merupakan pernyataan dari konsep. Kemampuan untuk menyatakan suatu definisi dari suatu konsep dapat digunakan sebagai suatu kriteria bahwa siswa telah belajar konsep tersebut.
4) Contoh-contoh, digunakan untuk pengembangan konsep. 5) Hubungan konsep dengan konsep lain, pada sebagian besar konsep-
konsep, kita dapat mengembangkan suatu hierarki dari konsep-konsep yang berhubungan yang memperlihatkan bagaimana suatu konsep terkait pada konsep-konsep yang lain.
Dari pendapat di atas konsep adalah abstraksi atau maksud dari sebuah
obyek atau kejadian yang digunakan untuk mempermudah komunikasi dari sifat-
sifat yang merupakan karakteristik suatu obyek, kejadian atau fenomena tertentu.
b. Pemahaman Konsep
Aspek pemahaman konsep merupakan aspek yang mengacu pada
kemampuan memahami makna materi yang dipelajari. Pada umumnya aspek
pemahaman menyangkut kemampuan menangkap makna konsep, salah satunya
ditandai dengan kemampuan menjelaskan arti suatu konsep dengan kata-kata
sendiri. Benyamin Bloom dalam Nana Syaodih S (2003: 72-73) menyatakan
bahwa:
"Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu penerjemahan (misalnya dari lambang ke arti), penafsiran dan ekstrapolasi (menyimpulkan sendiri sesuatu yang telah diketahui). Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan, sehingga untuk mencapai tujuan dalam tingkatan pemahaman dituntut keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar."
li
Nana Sudjana (2000: 50) mengemukakan "Pemahaman memerlukan
kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep". Dari pendapat di atas
pemahaman adalah tingkat kemampuan dalam mendefinisikan dan
mengungkapkan konsep dengan benar melalui pemikiran sendiri.
Ada tiga macam pemahaman yang dikemukan oleh Nana Sudjana
(2000:51) yaitu:
1) Pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalamnya.
2) Pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
3) Pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu, atau memperluas wawasan.
Ketiga macam tipe pemahaman di atas kadang-kadang sulit dibedakan,
dan bergantung kepada kontek isi pelajaran. Kata-kata operasional untuk
merumuskan tujuan instruksional dalam bidang pemahaman, antara lain:
membedakan, menjelaskan, meramalkan, menafsirkan, memperkirakan, memberi
contoh, mengubah, membuat rangkuman, menuliskan kembali, melukiskan
dengan kata-kata sendiri.
11. Konsep Gerak
a. Pengertian Gerak
Gerak adalah perpindahan tempat kedudukan benda. Suatu benda
dikatakan bergerak bila kedudukan atau posisi benda berubah bersamaan dengan
perubahan waktu. Gerak suatu benda bersifat relatif, sebab gerak benda
bergantung dari titik acuan dan pengamat. Benda bergerak adalah benda yang
mengalami perpindahan sehingga terjadi perubahan jarak. Perpindahan suatu
benda adalah perubahan kedudukan yaitu kedudukan akhir dikurangi kedudukan
awal, atau dapat dituliskan:
awalakhir xxx
(Budi Purwanto & Arinto Nugroho, 2007: 177)
Sedangkan jarak adalah panjang lintasan yang ditempuh (besaran skalar).
Jenis gerak dapat digambarkan pada Gambar 2.1:
Gerak Jenis gerak
Menurut lintasan
Gerak lurus
Gerak parabola
Gerak melingkar
lii
Gambar 2.1 Diagram Jenis Gerak
Dari gambar di atas terlihat bahwa gerak dapat ditinjau berdasarkan lintasannya
antara lain:
1) Gerak lurus: gerak benda yang lintasannya lurus.
Contoh: gerak buah kelapa jatuh dari pohonnya.
2) Gerak parabola: gerak benda yang lintasannya berbentuk garis lengkung.
Contoh: gerak melempar peluru dengan sudut lempar tertentu.
3) Gerak melingkar: gerak benda yang lintasannya berbentuk lingkaran.
Contoh: gerak jarum jam.
(Tim Abdi Guru, 2004: 46-47)
b. Kecepatan
Kecepatan yaitu perpindahan tiap satuan waktu, yang dapat dituliskan:
tsv
Dimana:
v : kecepatan (m/s)
s : perpindahan (m)
t : waktu tempuh (s)
Bila kecepatan benda berubah-ubah, cara terbaik menyatakan
kecepatannya adalah dalam bentuk kecepatan rata-rata, yaitu dengan cara
membagi selisih perpindahan (perubahan perpindahan) dengan selang waktu yang
dibutuhkan. Dinyatakan dengan persamaan:
tsvr
Dimana:
rv : kecepatan rata-rata (m/s)
liii
s : selisih perpindahan (m)
t : selang waktu (s)
Kelajuan adalah jarak yang ditempuh tiap satuan waktu. Dapat dinyatakan
dengan persamaan:
tsv
Dimana: v : kelajuan (m/s)
s : jarak (m)
t : selang waktu tempuh (s)
Bila kelajuan benda berubah-ubah, cara terbaik menyatakan kelajuannya
adalah dalam bentuk kelajuan rata-rata, yaitu dengan cara membagi selisih jarak
dengan selang waktu yang dibutuhkan. Dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:
tsvr
Dimana:
rv : kelajuan rata-rata (m/s)
s : selisih jarak (m)
t : selang waktu (s)
Dalam satuan SI satuan kecepatan dan kelajuan adalah m/s, tetapi dalam
kehidupan sehari-hari dinyatakan dengan km/jam. Perbedaan kelajuan dan
kecepatan adalah sebagai berikut: kelajuan hanya menyatakan seberapa cepatnya
sebuah benda bergerak dan merupakan besaran skalar. Sedangkan kecepatan
menyatakan cepatnya dan arah gerakannya, kecepatan merupakan besaran vektor.
(Marthen Kanginan, 2006: 188-192)
c. Gerak Lurus Beraturan
Gerak lurus beraturan adalah gerak suatu benda dengan lintasan lurus
dengan kecepatan tetap (konstan).
Contoh:1. Gerak bus di jalan tol yang lurus dengan kecepatan stabil.
2. Kereta api yang berjalan di rel yang lurus dengan kecepatan tetap.
liv
Hubungan antara besarnya kecepatan (v), jarak (s) dan waktu (t)
digambarkan dalam grafik pada Gambar 2.2:
a) b)
Gambar 2.2 a) Grafik Hubungan antara v dan t
b) Grafik Hubungan antara s dan t
(Budi Purwanto & Arinto Nugroho, 2007: 179-180)
d. Gerak Lurus Berubah Beraturan
Sebuah benda dikatakan bergerak lurus berubah beraturan jika gerak benda
mempunyai lintasan lurus dan kecepatannya berubah secara beraturan. Gerak
lurus berubah beraturan ada dua macam:
1) Gerak Lurus Berubah Beraturan Dipercepat
Gerak lurus berubah dipercepat beraturan adalah gerak lurus yang
kecepatannya selalu bertambah secara beraturan setiap selang waktu tertentu.
Penambahan kecepatan tiap detik disebut percepatan, yang persamaannya:
tvva t 0
Kecepatan akhir benda ( tv ) dirumuskan: atvvt 0
Jika jarak tempuh diberi notasi s, maka: 20
2
1 attvs
Dimana: a : percepatan benda (m/s2)
s : jarak (m)
t : selang waktu tempuh (s)
vt : kecepatan awal benda (m/s)
v0 : kecepatan akhir benda (m/s)
Contoh gerak lurus dipercepat beraturan adalah gerak jatuh bebas. Gerak
jatuh bebas merupakan GLBB tanpa kecepatan awal (v0=0). Percepatan (a)
sama dengan percepatan gravitasi (g). Sesuai dengan persamaan GLBB, maka:
v
t
s
t
lv
a) Kecepatan setiap saat (vt) dirumuskan:
atvvt 0 karena gav ;00 , maka gtvt
b) Jarak tempuh diberi notasi s, maka:
20
2
1 attvs karena gav ;00 , maka 2
2
1 gts
Dimana:
g : percepatan gravitasi bumi (m/s2) tv : kecepatan awal benda (m/s)
s: jarak tempuh benda (m) 0v : kecepatan akhir benda (m/s)
Contoh lain: seorang naik sepeda pada jalan yang lurus dan menurun, akan
mengalami percepatan.
2) Gerak Lurus Berubah Beraturan Diperlambat
Gerak lurus berubah diperlambat beraturan adalah gerak lurus yang
kecepatannya selalu berkurang secara beraturan setiap selang waktu tertentu.
Pengurangan kecepatan tiap detik disebut perlambatan, yang persamaannya:
tvva t 0
Kecepatan akhir benda ( tv ) dirumuskan: atvvt 0
Jika jarak tempuh diberi notasi s, maka: 20
2
1 attvs
Dimana: a : percepatan benda (m/s2)
s: jarak tempuh benda (m)
t : selang waktu tempuh (s)
vt : kecepatan awal benda (m/s)
v0 : kecepatan akhir benda (m/s)
Untuk perlambatan biasanya a bernilai minus.
Contoh gerak lurus diperlambat beraturan:
a). Bola yang dilempar ke atas.
(1). Kecepatan setiap saat ( tv ) dirumuskan: atvvt 0
Karena a = g ( karena mengalami perlambatan maka a minus)
lvi
Maka gtvvt 0
(2). Ketinggian benda setiap saat (h), maka:
20
2
1 attvh
Karena a = g (karena mengalami perlambatan maka a minus)
Maka 20
2
1 gttvh
Dimana:
g : percepatan gravitasi bumi (m/s2)
s : jarak tempuh benda (m)
t : selang waktu tempuh (s)
vt : kecepatan awal benda (m/s)
v0 : kecepatan akhir benda (m/s)
b). Bola yang menggelinding di atas pasir.
Grafik gerak lurus berubah beraturan dipercepat seperti pada Gambar 2.3:
a) b)
Gambar 2.3 a) Grafik Hubungan antara v dan t
b) Grafik Hubungan antara s dan t
Untuk gerak lurus beraturan diperlambat grafiknya ditunjukkan pada Gambar
2.4:
a) b)
Gambar 2.4 a) Grafik Hubungan antara v dan t
b) Grafik Hubungan antara s dan t
(Budi Purwanto & Arinto Nugroho, 2007: 183-185)
V0
t
s
t
s
t
v0
t
vt
v
lvii
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di muka, maka dapat
dikemukakan kerangka berpikir dalam penelitian. Guru dalam proses belajar-
mengajar selalu bertujuan agar materi yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.
Tetapi pada kenyataannya harapan tersebut belum dapat diwujudkan sepenuhnya.
Dalam hal yang demikian suatu strategi belajar-mengajar sangatlah diperlukan
sebagai penunjang dari suatu metodologi pembelajaran.
Tinggi rendahnya prestasi belajar Fisika siswa sebagai salah satu alat ukur
keberhasilan pembelajaran Fisika dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal pada diri siswa. Salah satu faktor eksternal siswa
adalah metode pembelajaran sedangkan faktor internalnya adalah motivasi belajar
siswa. Pemilihan metode pembelajaran yang digunakan guru cukup besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan guru dalam mengajar. Dengan demikian guru
harus mengetahui metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pada pokok
bahasannya.
1. Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme melalui Metode Eksperimen dan
Demonstrasi terhadap Peningkatan Pemahaman Konsep Fisika Siswa
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
yaitu cara penyajian materi pelajaran. Dengan pemilihan cara penyajian materi
yang tepat akan dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan efektif dan efisien
dalam rangka untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam penelitian
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konstruktivisme dengan metode
eksperimen dan demonstrasi. Pembelajaran dengan metode eksperimen
dilaksanakan dengan melakukan praktikum di laboratorium. Sedangkan
pembelajaran dengan metode demonstrasi dilakukan di kelas, dengan pengamatan
atas kegiatan yang didemonstrasikan. Berdasarkan kajian teori tersebut dapat
dikatakan bahwa menggunakan metode mengajar demonstrasi dapat memberikan
hasil prestasi belajar yang baik melalui pengamatan terhadap benda-benda yang
dimunculkan guna memperjelas konsep yang diajarkan. Dalam metode
demonstrasi diperlukan keprofesionalan guru dalam mengutarakan ide-ide.
lviii
Metode eksperimen memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan
sendiri jawaban atas masalah yang dihadapi sehingga siswa terlibat langsung dan
dapat menambah kemampuan dalam memahami konsep. Agar terjadi pemahaman,
siswa harus banyak dilibatkan aktif dalam proses belajar mengajarnya dengan
lebih mengaktifkan siswa dan guru hanya sebagai pendamping dalam proses
belajar.
Dengan demikian dituntut adanya penggunaan metode mengajar yang
menekankan pada peran aktif siswa sedangkan guru sebagai pembimbing. Dengan
peran aktif diharapkan siswa akan menemukan sendiri konsep-konsep yang
diajarkan sehingga penguasaannya lebih mendalam.
2. Pengaruh Motivasi Belajar Siswa terhadap Peningkatan Pemahaman
Konsep Fisika Siswa
Dalam proses belajar mengajar, motivasi belajar sangat penting karena
merupakan salah satu penggerak untuk meraih prestasi yang lebih baik dan
memberikan arah kegiatan-kegiatan yang bertujuan meraih prestasi sehingga
menimbulkan gairah untuk berprestasi dan semangat dalam usaha untuk
meningkatkan prestasi dan mempertahankan prestasi yang telah diraih. Dengan
adanya penggerak dan semangat berprestasi maka diharapkan prestasi belajar
yang optimal dapat tercapai.
Prestasi belajar setiap siswa belum tentu sama. Perbedaan tersebut salah
satunya dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa. Seorang siswa yang mempunyai
motivasi belajar yang tinggi maka aktivitas belajar yang dilakukan tentunya akan
tinggi pula dan lebih bermutu baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga akan
lebih cepat memahami konsep yang dipelajari dan lebih menguasai materi yang
diberikan. Jadi siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi prestasi belajarnya
akan meningkat dibandingkan siswa yang motivasi belajarnya rendah.
3. Interaksi Pengaruh antara Pendekatan Konstruktivisme melalui Metode
Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Peningkatan Pemahaman
Konsep Fisika Siswa
Pemilihan pendekatan pengajaran yang tepat mempengaruhi hasil prestai
belajar siswa. Pendekatan pengajaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi
lix
materi akan membantu siswa dalam menerima segala yang disajikan guru,
sehingga diharapkan meningkatkan prestasi belajar siswa. Penggunaan metode
eksperimen dan demonstrasi dalam pengajaran Fisika akan membangkitkan
motivasi belajar siswa karena dalam metode eksperimen dan demonstrasi aktivitas
belajar Fisika siswa akan bertambah karena ia turut memperagakan model
percobaan. Metode kontruktivisme akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang
lebih baik tetapi hal tersebut terdapat pada siswa-siswa yang mempunyai motivasi
tinggi atau sedang. Karena dalam pendekatan konstruktivisme menuntut keaktifan
siswa yang tinggi, sehingga dengan keaktifan siswa yang tinggi tersebut dapat
diperoleh pengetahuan konsep yang mendalam.
Bertolak dari dasar pemikiran di atas, maka hubungan antara variabel-
variabel dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.5 Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah diuraikan di atas maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode eksperimen (A1) dan demonstrasi (A2) terhadap peningkatan
pemahaman konsep Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak
Motivasi Belajar Tinggi
Motivasi Belajar
Sedang
Motivasi Belajar Rendah
Kelompok eksperimen
Kelompok kontrol
Kemampuan awal
Pendekatan melalui metode
eksperimen
Pendekatan melalui metode
demonstrasi
Motivasi Belajar Tinggi
Motivasi Belajar
Sedang
Motivasi Belajar Rendah
Pemahaman konsep siswa
lx
2. Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi (B1), sedang (B2) dan
rendah (B3) terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada sub
pokok bahasan Gerak.
3. Ada interaksi pengaruh antara penggunaan metode pembelajaran (A) dan
motivasi belajar (B) terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa
pada sub pokok bahasan Gerak.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 3 Mojolaban, Kabupaten
Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII
semester 2 SMP Negeri 3 Mojolaban. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan
April 2008 s/d bulan Juli 2008. Jadwal kegiatan penelitian selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 1.
B. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 2x3.
Faktor pertama adalah pendekatan konstruktivisme dengan metode eksperimen
dan metode demonstrasi. Faktor kedua adalah motivasi belajar Fisika siswa, yaitu
motivasi belajar Fisika kategori tinggi, sedang dan rendah. Adapun rancangan
eksperimen dapat ditunjukkan pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Faktor B (Motivasi Belajar) Pendekatan
Konstruktivisme (A) Tinggi/B1 Sedang/B2 Rendah/B3
Metode Eksperimen (A1) A1B1 A1B2 A1B3
Metode Demonstrasi (A2) A2B1 A2B2 A2B3
lxi
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 3
Mojolaban Sukoharjo, tahun ajaran 2007/2008 yang terdiri dari 6 kelas.
Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling. Sampel yang
diambil terdiri dari dua kelas yakni kelas VIIA berjumlah 39 siswa sebagai
kelompok eksperimen dan kelas VIIB berjumlah 40 siswa sebagai kelompok
kontrol.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian adalah pendekatan konstruktivisme dan
motivasi belajar siswa.
a. Pendekatan Konstruktivisme
1) Definisi operasional
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan yang melibatkan
proses pembentukan konsep ilmu pengetahuan yang melibatkan keaktifan
siswa dengan struktur kognitif tertentu yang telah terbentuk sebelumnya
dengan membentuk dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dalam
situasi dan pengalaman yang baru.
2) Skala pengukuran
Nominal, ada dua kategori yaitu:
a) Pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen
b) Pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi
3) Simbol: A
b. Motivasi Belajar Siswa
Variabel motivasi belajar sebagai variabel bebas moderator merupakan
variabel atribut, yaitu yang diukur tapi tidak dimanipulasi secara
eksperimental. Variabel tersebut dimasukkan dalam rancangan penelitian
untuk dijadikan variabel moderator sehingga dapat dilihat interaksinya dengan
variabel yang lain dalam mempengaruhi variabel terikat.
1) Definisi Operasional
lxii
Motivasi belajar siswa dalam bidang studi Fisika adalah kemampuan atau
kekuatan serta semangat untuk melakukan proses belajar dalam bidang
studi fisika. Dengan motivasi belajar yang tinggi, diharapkan para siswa
akan meraih kemampuan kognitif Fisika yang memuaskan.
2) Skala Pengukuran
Skala internal yang kemudian diubah ke skala ordinal dengan cara
mengelompokkan tinggi, sedang dan rendah. Penggolongan dilakukan
dengan menjumlahkan skor subyek kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol kemudian dirata-rata. Kemudian dikelompokkan ke dalam tiga
kategori berdasarkan rata-rata yaitu:
Motivasi belajar tinggi = x > Rataan Gab+1/2 SD
Motivasi belajar sedang = Rataan Gab-1/2 SD ≤ x ≤ Rataan Gab+1/2SD
Motivasi belajar rendah = x < Rataan Gab-1/2 SD
3) Indikator: skor hasil angket motivasi belajar fisika siswa.
4) Simbol: B
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian adalah pemahaman konsep siswa pada
bab Gerak.
a. Definisi Operasional: pemahaman konsep gerak adalah tingkat penguasan
siswa terhadap konsep Gerak.
b. Skala pengukuran: Interval
c. Indikator: hasil post tes materi Gerak.
d. Simbol : Y
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan angket.
1. Teknik Tes
Teknik tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa setelah
diberikan perlakuan. Pengamat menyiapkan alat penilaian kemampuan siswa
setelah diberikan perlakuan yang sudah diujicobakan validitas dan reliabilitasnya.
Langkah-langkah pembuatan tes obyektif adalah sebagai berikut :
lxiii
a. Menentukan tujuan mengadakan tes.
b. Membuat kisi-kisi soal tes untuk pokok bahasan Gerak dengan membuat tabel
spesifikasi yang berisi pokok materi, aspek yang akan diungkap dan
presentase atau jumlah soal.
c. Menuliskan butir-butir.
d. Mengujicobakan soal untuk memperoleh soal yang berkualitas. Soal yang
berkualitas adalah soal yang memenuhi persyaratan, yaitu soal yang valid,
reliabel, dapat membedakan antara siswa kelompok rendah dengan siswa
kelompok tinggi dan mempunyai tingkat kesulitan soal sedang. Untuk
mengetahui apakah soal yang dibuat sudah memenuhi persyaratan di atas atau
belum, maka dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda soal dan
tingkat kesulitan soal.
Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan tes objektif dengan
pola tes sebagai berikut:
a. Bentuk tes pilihan ganda (multiple choise test).
b. Jumlah soal yang harus dikerjakan siswa sebanyak 30 soal.
c. Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan soal adalah 2x40 menit.
Tes dilaksanakan dua kali. Tes pertama disebut pre-tes diberikan sebelum
pembelajaran dengan metode eksperimen untuk kelompok eksperimen dan dengan
metode demonstrasi untuk kelompok kontrol. Tes kedua disebut post-tes diberikan
setelah selesai pembelajaran.
2. Angket
Teknik non-tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket untuk
mengukur tingkat motivasi belajar siswa dilihat dari dimensi afektif.
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Tes Sebelum tes digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu diadakan uji coba
soal untuk mengetahui kualitas soal yang digunakan untuk mendapatkan
lxiv
perangkat tes yang berkualitas. Syarat yang harus dipenuhi adalah validitas,
reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran
a. Validitas Tes
Perangkat tes dikatakan valid, apabila perangkat tes tersebut
mempunyai kesejajaran dengan skor total. Untuk mengetahui validitas tes
tersebut digunakan teknik analisis butir soal dengan korelasi point biserial,
yang menurut Suharsimi Arikunto (1989: 76), perumusannya sebagai berikut:
qp
SMM
rt
tppbis
Dimana:
pbisr : Koefisien korelasi point biserial
Mp: Mean skor dari subyek-subyek yang menjawab benar dari item yang
dicari korelasinya dengan tes.
Mt : Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes)
p : Banyaknya siswa yang menjawab benar dibagi jumlah seluruhnya
q : proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 - p)
St : Standart deviasi skor total
1.
. 222
nnXXn
St
Kriteria:
rpbis ≥ rtabel berarti item valid
rpbis < rtabel berarti item tidak valid
b. Reliabilitas Tes
Reliabilitas adalah keajegan suatu tes yang apabila diteskan kepada
subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek yang tidak
sama dalam waktu yang sama. Untuk mengukur reliabilitas tes dalam
penelitian digunakan rumus Kuder Richardson (KR-20), yang menurut
Suharsimi Arikunto (1989: 96) adalah sebagai berikut:
2
2
11 1 SpqS
nnr
lxv
Dimana:
r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan
p : Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan benar.
q : Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan salah.
Σpq: Jumlah hasil perkalian antara p dan q.
n : Banyaknya item.
S2 : Standart deviasi dari test.
Kriteria:
0,00 ≤ r11 < 0,20 : reliabilitas sangat rendah
0,20 ≤ r11 < 0,40 : reliabilitas rendah
0,40 ≤ r11 < 0,60 : reliabilitas cukup
0,60 ≤ r11 < 0,80 : reliabilitas tinggi
0,80 ≤ r11 < 1,00 : reliabilitas sangat tinggi
c. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa berkemampuan tinggi dan siswa berkemampuan rendah. Angka
yang menunjukkan daya beda disebut indeks diskriminasi.
Untuk menentukan daya pembeda, seluruh peserta tes dibagi dua sama
besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Seluruh peserta tes
diurutkan mulai skor teratas sampai bawah. Adapun rumus yang digunakan
untuk menghitung daya pembeda menurut Suharsimi Arikunto
(1989:213-221) adalah:
BAB
B
A
A PPJB
JBDp
Dimana:
Dp : Daya pembeda
JA : Banyaknya siswa kelompok atas.
JB : Banyaknya siswa kelompok bawah.
BA : Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar.
lxvi
BB : Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar.
PA : Proporsi siswa kelompok atas yang menjawab benar.
PB : Proporsi siswa kelompok bawah yang menjawab benar.
Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagai berikut:
0,00 ≤ D < 0,20 : Jelek
0,20 ≤ D < 0,40 : Cukup
0,40 ≤ D < 0,70 : Baik
0,70 ≤ D ≤ 1,00 : Baik sekali
D : Negatif, semuanya tidak baik. Jadi semua butir soal yang mempunyai nilai
D negatif sebaiknya dibuang saja.
d. Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran suatu soal adalah ukuran indeks kesukaran suatu soal
yaitu bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Menurut
Suharsimi Arikunto (1989: 209-212), untuk mengukur taraf kesukaran soal
digunakan rumus:
JSBP
Dimana:
P : Derajat Kesulitan
B : Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Penggolongan derajat kesukaran soa tes sebagai berikut: 0,10 ≤ P ≤ 0,30 : Soal sukar
0,30 < P ≤ 0,70 : Soal sedang
0,70 < P ≤ 1,00 : Soal mudah
2. Angket
Angket atau kuisioner adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti tentang laporan pribadinya
atau hal-hal yang ia ketahui.
Langkah-langkah pembuatan angket motivasi belajar:
a. Membuat kisi-kisi angket motivasi belajar, yaitu dengan:
lxvii
1) Menentukan kemampuan yang akan diukur.
2) Menentukan indikator dari kemampuan yang akan diukur.
3) Menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk masing-
masing sub variabel.
b. Menyusun item pertanyaan angket sesuai dengan indikator yang dapat dilihat
pada lampiran.
c. Mengujicobakan angket motivasi belajar untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas dari angket yang telah dibuat.
Prosedur pemberian skor berdasarkan tingkat motivasi belajar Fisika
siswa, antara lain:
a. Untuk angket motivasi belajar Fisika siswa pada item positif
1) Jawaban hampir selalu dengan skor 4 menunjukkan motivasi belajar
Fisika siswa paling tinggi.
2) Jawaban seringkali dengan skor 3 menunjukkan motivasi belajar Fisika
siswa tinggi.
3) Jawaban kadang-kadang dengan skor 2 menunjukkan motivasi belajar
Fisika siswa rendah.
4) Jawaban hampir tidak pernah dengan skor 1 menunjukkan motivasi
belajar Fisika siswa paling rendah.
b. Untuk angket motivasi belajar fisika siswa pada item positif
1) Jawaban hampir selalu dengan skor 1 menunjukkan motivasi belajar
Fisika siswa paling tinggi.
2) Jawaban seringkali dengan skor 2 menunjukkan motivasi belajar Fisika
siswa tinggi.
3) Jawaban kadang-kadang dengan skor 3 menunjukkan motivasi belajar
Fisika siswa rendah.
4) Jawaban hampir tidak pernah dengan skor 4 menunjukkan motivasi
belajar Fisika siswa paling rendah.
Reliabilitas dan validitas angket motivasi belajar dapat diketahui dengan
menggunakan rumus-rumus berikut:
a. Reliabilitas Angket Motivasi Belajar
lxviii
Oleh karena skor pada pengukuran motivasi belajar merupakan
rentangan, maka digunakan rumus Alpha. Suharsimi Arikunto (1998: 171)
menyatakan, "Rumus alpha digunakan untuk mencari tingkat reliabilitas
instrumen tes yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk
uraian". Adapun alpha yang dimaksud adalah sebagai berikut:
2
2
11 11 t
b
kkr
Dimana:
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya pertanyaan atau butir soal
∑σb2 = jumlah varians skor tiap item
σt2 = varians total
1.
. 222
nnXXn
t
Hasil perhitungan uji reliabilitas dengan rumus alpha ini
didinterpretasikan sebagai berikut:
Besarnya nilai r Interpretasi
0,80 < r11 ≤ 1,00 sangat tinggi
0,60 < r11 ≤ 0,80 tinggi
0,40 < r11 ≤ 0,60 cukup
0,20 < r11 ≤ 0,40 rendah
0,00 < r11 ≤ 0,20 sangat rendah
b. Validitas Angket Motivasi Belajar
Menurut Suharsimi Arikunto (1989: 69), untuk menghitung validitas
item angket motivasi belajar Fisika digunakan rumus product moment:
2222 YYNXXN
YXXYNrXY
Dimana:
rXY : koefisien korelasi
lxix
N : jumlah sampel
X : skor item untuk masing-masing responden
Y : skor total jumlah dari keseluruhan item masing-masing responden
Kriteria:
rXY ≥ rtabel berarti item valid
rXY < rtabel berarti item tidak valid
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Kemampuan Awal
Pengujian kemampuan awal bertujuan untuk melihat apakah sampel
berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan sama. Untuk menguji
kemampuan awal dilakukan dengan menggunakan Uji t Dua Ekor. Adapun rumus
yang digunakan untuk uji kemampuan awal menurut Sudjana (1996: 239) adalah
sebagai berikut:
a. Hipotesis
H0 :µ1 = µ2 ; tidak ada perbedaan kemampuan awal antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol.
H1 :µ1 ≠ µ2 ; ada perbedaan kemampuan awal antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol.
b. Statistik Uji
21
21
11nn
s
xxt
dengan
2)1()1(
21
222
2122
nn
snsns
Dimana 1x : rata-rata kelompok eksperimen
2x : rata-rata kelompok kontrol
n1 : jumlah sampel kelompok eksperimen
n2 : jumlah sampel kelompok kontrol
s12 : Varians kelompok eksperimen
s22 : Varians kelompok kontrol
lxx
c. Kriteria Pengujian
Derajat kebebasan uji t adalah dk = (n1 + n2 - 2)
H0 diterima jika –ttabel ≤ thitung ≤ ttabel
H0 ditolak jika thitung > ttabel atau thitung <- ttabel
2. Uji Prasyarat Analisis
a Uji Normalitas (metode Lillifors)
Uji normalitas untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji
normalitas digunakan metode Lilliefors yang menurut Sudjana (1996:466)
adalah sebagai berikut:
1) Hipotesis
H0: sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1: sampel tak berasal dari populasi berdistribusi normal
2) Statistik Uji
L = Maksimum |F(zi)-S(zi)|
Dimana:
sxxz i
x = rata-rata
s = simpangan baku sampel
F(zi) = P(z ≤ zi) = probabilitas kumulatif dari z
S(zi) = )(
,...,, 21
nobservasisemuacacahzyangzzzbanyaknya in
Maks {|F(zi)-S(zi)|} adalah harga maksimum dari barisan bilangan
|F(z1)-S(z1)|, |F(z2)-S(z2)|,…, |F(zn)-S(zn)|
3) Daerah Kritik
Lobs ≥ Lα,v dimana v = ukuran sampel = n
lxxi
Lα,v diperoleh dari tabel Lilliefors
4) Keputusan Uji
H0 ditolak jika Lobs ≥ Lα,v
H0 diterima jika Lobs < Lα,v
b Uji Homogenitas (metode Bartlett)
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah populasi
mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk mengujinya digunakan
metode Bartlett yang dikemukakan oleh Budiyono (2000: 174-177) dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Membuat tabel kerja
Tabel 3.2 Tabel Kerja
Sampel fj SSj sj
2 log sj2 fj log sj
2
Jumlah
2) Hipotesis
H0: σ12 = σ2
2 = σ32 = … = σk
2 (populasi-populasi homogen)
H1: tidak semua variansi sama (populasi-populasi tidak homogen)
3) Statistik Uji
22 loglog303,2jj sfRKGf
c
Dimana:
ffk
cj
11)1(3
11
11
)1(
2
22
2
jj
j
jj
jjj
jjj
j
j
nfnSS
s
snnX
XSS
fSS
RKG
Dimana:
lxxii
k = cacah sampel
f = derajat bebas untuk RKG = N-k
j = 1, 2, 3, …, k
nj = cacah pengukuran pada sampel ke-j
N = cacah semua pengukuran
4) Daerah Kritik
χ2 > χ2α; k-1
5) Membandingkan harga χ2 dengan tabel
6) Keputusan Uji
Ho ditolak jika χ2 > χ2α; k-1, untuk α = 0,05 (sampel berasal dari populasi
yang tidak homogen)
Ho diterima jika χ2 ≤ χ2α; k-1, untuk α = 0,05 (sampel berasal dari populasi
yang homogen)
H. Pengujian Hipotesis
1. Uji Anava Dua Jalan (Frekuensi Sel Tidak Sama)
Pada penelitian ada tiga hipotesis seperti yang telah disebutkan di atas.
Untuk menguji ketiga hipotesis tersebut digunakan analisis variansi (Anava) dua
jalan dengan frekuensi sel tidak sama. Langkah-langkah Anava dua jalan
frekuensi sel tidak sama menurut Budiyono (2000: 224-228) adalah sebagai
berikut:
a. Asumsi
1) Populasi-populasi berdistribusi normal
2) Populasi-populasi homogen
3) Sampel dipilih secara acak
4) Variabel terikat berskala pengukuran interval
5) Variabel bebas berskala pengukuran nominal
b. Model
Xijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
lxxiii
Dimana:
Xijk = data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j;
µ = rerata dari seluruh data amatan (rerata besar, grand mean);
αi = efek baris ke-i pada variabel terikat;
βj = efek kolom ke-j pada variabel terikat;
(αβ)ij= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat;
εijk = deviasi data amatan terhadap rataan populasinya (µn) yang berdistribusi
normal dengan rataan 0. Deviasi amatan terhadap rataan populasi juga
disebut galat (error);
i = 1, 2, 3, ..., p; p = banyak baris
j =1, 2, 3, ..., q; q = banyak kolom
k =1, 2, 3, ..., nij; nij = banyak data amatan pada sel ij
c. Hipotesis
H0A :αi = 0; tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap
peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa.
H1A :αi ≠ 0; ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap
peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa.
H0B :βj = 0; tidak ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar terhadap
peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa.
H1B :βj ≠ 0; ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar terhadap
peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa.
H0AB :αβij = 0; tidak ada interaksi pengaruh antara penggunaan metode
pembelajaran dan motivasi belajar terhadap peningkatan pemahaman
konsep Fisika siswa.
H1AB :αβij ≠ 0; ada interaksi pengaruh antara penggunaan metode
pembelajaran dan motivasi belajar terhadap peningkatan pemahaman
konsep Fisika siswa.
d. Komputasi
1) Tabel Data
lxxiv
Tabel 3.3 Draft Anava 2x3
Faktor B (Motivasi Belajar) Pendekatan Konstruktivisme (A) Tinggi/B1 Sedang/B2 Rendah/B3
Metode Eksperimen (A1) A1B1 A1B2 A1B3
Metode Demonstrasi (A2) A2B1 A2B2 A2B3
2) Tabel Data Sel
Tabel 3.4 Data Sel
B1 B2 B3
A1
nij
∑Xij
ijX
∑X2ij
Cij
SSij
n11
∑X11
11X
∑X211
C11
SS11
n12
∑X12
12X
∑X212
C12
SS12
n13
∑X13
13X
∑X213
C13
SS13
A2
npj
∑Xpj
pjX
∑X2pj
Cpj
SSpj
n21
∑X21
21X
∑X221
C21
SS21
n22
∑X22
22X
∑X222
C22
SS22
n23
∑X23
23X
∑X223
C23
SS23
nij = ukuran sel ij (sel pada baris ke-i dan kolom ke-j)
= banyaknya data amatan pada sel ij
= frekuensi sel ij
hn = rataan harmonik seluruh sel =
ji ijn
pq
,
1
N = ji
ijn,
= banyaknya seluruh data amatan
lxxv
ijSS = nXCCXn
XX
ijk
kijk
kijk
22
2
2 ;
= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij
ijAB = rataan pada sel ij
Ai = j
ijAB jumlah rataan pada baris ke-i
Bi = i
ijAB jumlah rataan pada baris ke-j
G = ji
ijAB,
jumlah rataan semua sel
3) Tabel Rerata Sel AB
Tabel 3.5 Rerata Sel AB
B
A B1 B2 B3 Total
A1 11BA 21BA 31BA A1
A2 12BA 22BA 32BA A2
Total B1 B2 B3 G
a) Komponen Jumlah Kuadrat
(1) = pqG2
(2) =ji
ijSS,
(3) = i
i
qA2
(4) j
j
pB 2
(5) = ji
ijAB,
2
b) Jumlah Kuadrat
JKA = 13 hn
JKB = 14 hn
JKAB = )4(3)5(1 hn
JKG = (2)
lxxvi
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG
c) Derajat Kebebasan
dkA = p - 1
dkB = q - 1
dkAB = (p - 1) (q - 1)
dkG = N - pq
dkT = N – 1
d) Rataan Kuadrat
RKA = dkAJKA
RKB = dkBJKB
RKAB = dkABJKAB
RKG = dkGJKG
e) Statistik Uji
(1) Untuk H0A adalah RKGRKAFa yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p-1 dan
N-pq,
(2) Untuk H0B adalah RKGRKBFb yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q-1 dan
N-pq,
(3) Untuk H0AB adalah RKGRKABFab yang merupakan nilai dari
variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan
(p-1)(q-1) dan N-pq.
f) Daerah Kritik
(1) Daerah kritik untuk Fa adalah DK = {F│F > Fα;p-1,N-pq}
(2) Daerah kritik untuk Fb adalah DK = {F│F > Fα;q-1,N-pq}
lxxvii
(3) Daerah kritik untuk Fab adalah DK = {F│F > Fα;(p-1)(q-1),N-pq}
g) Keputusan Uji
H01 ditolak jika Fa > Fα;p-1,N-pq
H02 ditolak jika Fb > Fα;q-1,N-pq
H03 ditolak jika Fab > Fα;(p-1)(q-1),N-pq
h) Rangkuman Analisis
Tabel 3.6 Rangkuman Analisis Anava Dua Jalan
Sumber
Variasi
JK dk Rk Fobs F P
Efek Utama
A (Baris)
B (Kolom)
Interaksi AB
Kesalahan
JKA
JKB
JKAB
JKG
p-1
q-1 (p-1)(q-1)
N-pq
RKA
RKB
RKAB
RKG
Fa
Fb
Fab
-
F*
F*
F*
-
<α atau > α
<α atau > α
<α atau > α
-
Total JKT N-1 - - - -
Ket: p adalah probabilitas amatan, F* adalah niai F yang diperoeh dari
tabel.
2. Uji Lanjut Anava
Uji lanjut Anava (Komparasi Ganda) merupakan tindak lanjut dari analisis
variansi apabila hasil analisis variansi menunjukkan hipotesis H0 ditolak. Uji
lanjut Anava digunakan untuk melakukan pelacakan terhadap perbedaan rerata
setiap pasangan kolom, baris, dan setiap pasangan sel. Tujuan dari uji lanjut
Anava adalah untuk mengetahui lebih anjut rerata mana yang berbeda dan rerata
mana yang sama.
Metode komparasi yang digunakan dalam penelitian menurut Budiyono
(2000: 209-211) adalah metode Scheffe, yaitu:
lxxviii
a. Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rataan yang ada. Jika terdapat k
perlakuan, maka ada 2
)1( kk pasangan rataan. Merumuskan hipotesis yang
bersesuaian dengan komparasi tersebut.
b. Menentukan tingkat signifikansi α (pada umumnya α yang dipilih sama
dengan pada uji analisis variansinya).
c. Mencari statistik uji F dengan menggunakan formula berikut:
1) Komparasi rataan antar baris
..
2..
..11
ji
jiji
nnRKG
XXF
2) Komparasi rataan antar kolom
ji
jiji
nnRKG
XXF
..
2..
..11
3) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama (sel ij dan sel kj)
kjij
kjijkjij
nnRKG
XXF11
2
4) Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama (sel ij dan sel ik)
ikij
ikijikij
nnRKG
XXF11
2
d. Menentukan daerah kritik dengan formula berikut:
1) Komparasi rataan antar baris
Dki.-j. = Fi-j > (p-1) Fα;p-1,N-pq
2) Komparasi rataan antar kolom
lxxix
Dk.i-.j = Fi-j > (q-1) Fα;q-1,N-pq
3) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama (sel ij dan sel kj)
Dk.ij-.kj = Fij-kj > (pq-1) Fα;(pq-1),N-pq
4) Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama (sel ij dan sel ik)
Dkij.-ik. = Fij-ik ≥ (pq-1) Fα;(pq-1),N-pq
.iX = rerata pada baris ke-i
.jX = rerata pada baris ke-j
iX . = rerata pada kolom ke-i
jX . = rerata pada kolom ke-j
ijX = rerata pada sel ij
kjX = rerata pada sel kj
ikX = rerata pada sel ik
ni. = cacah observasi pada baris ke-i
nj. = cacah observasi pada baris ke-j
n.i = cacah observasi pada kolom ke-i
n.j = cacah observasi pada kolom ke-j
nij = cacah observasi pada sel ij
nkj = cacah observasi pada sel kj
nik = cacah observasi pada sel ik
e. Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda.
f. Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang ada.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data dalam penelitian meliputi data skor try out tes prestasi belajar Fisika
pada pokok bahasan Gerak, data try out angket motivasi belajar Fisika siswa, data
skor pemahaman konsep Fisika siswa pada pokok bahasan Gerak dan skor angket
motivasi belajar Fisika siswa dari masing-masing kelompok sampel penelitian.
lxxx
1. Data Skor Angket Motivasi Belajar Siswa
Dari hasil try out angket motivasi belajar siswa diperoleh:
a. Untuk uji validitas dari 46 soal angket diperoleh 40 soal angket yang valid dan
6 soal angket yang invalid, sehingga untuk penelitian digunakan 40 soal
angket, dan dari 40 soal angket telah memenuhi semua indikator: mental,
emosi, fisik (perhitungan dapat dilihat pada lampiran 5).
b. Untuk uji reliabilitas diperoleh r11=0,915, maka soal angket tergolong tingkat
reliabilitasnya tinggi, karena r11=0,915>0,8 uji reliabilitas sangat tinggi
(perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6).
2. Data Skor Try Out Pemahaman Konsep Fisika Siswa
Dari hasil try out tes pemahaman konsep Fisika siswa pada materi pokok
bahasan Gerak diperoleh:
a. Untuk uji validitas dari 35 soal diperoleh 30 soal yang valid dan 5 soal yang
invalid, sehingga untuk penelitian digunakan 30 soal, karena dari 30 soal telah
memenuhi indikator: pengetahuan, pemahaman, dan penerapan (perhitungan
dapat dilihat pada lampiran 17).
b. Untuk uji reliabilitas diperoleh r11=0,826, maka tes tergolong tingkat
reliabilitasnya tinggi, karena r11=0,826>0,8 uji reliabilitas sangat tinggi
(perhitungan dapat dilihat pada lampiran 18).
c. Untuk rangkuman hasil analisis instrumen try out tes pemahaman konsep
Fisika siswa selengkapnya, yang meliputi uji validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran, dan daya pembeda soal dapat dilihat pada lampiran 19.
3. Data Nilai Kemampuan Awal Siswa
Tabel 4.1.Rata-rata, Standar Deviasi, dan Variansi Nilai Kemampuan Awal
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Rata-rata 5,43 5,27
Standar Deviasi 1,15 1,02
Variansi 1,32 1,04
lxxxi
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal Kelompok Eksperimen
dengan Metode Eksperimen
No. Interval Tengah Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3,30 – 4,00
4,10 – 4,80
4,90– 5,60
5,70 – 6,40
6,50 – 7,20
7,30 – 8,00
3,65
4,45
4,85
6,05
6,85
7,65
6
9
5
11
7
1
15,38
23,08
12,82
28,21
17,95
2,56
6
9
5
11
7
1
0
2
4
6
8
10
12
Tengah Interval
Frek
uens
i
Gambar 4.1 Histogram Nilai Kemampuan Awal Kelompok
Eksperimen Metode Eksperimen
Tabel 4.3.Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal Kelompok Kontrol
Metode Demonstrasi
No. Interval Tengah Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif (%)
1.
2.
3.
4.
5.
3,3 – 3,8
3,9 – 4,4
4,5 – 5,0
5,1 – 5,6
5,7 – 6,2
3,55
4,15
4,75
5,35
5,95
3
6
10
6
6
7,5
15
25
15
15
3,65 4,45 4,85 6,05 6,85 7,65
lxxxii
6.
7.
6,3 – 6,8
6,9 – 7,4
6,55
7,15
5
4
12,5
10
3
6
10
6 65
4
0
2
4
6
8
10
12
Tengah Interval
Frek
uens
i
Gambar 4.2 Histogram Nilai Kemampuan Awal Kelompok
Kontrol Metode Demonstrasi
4. Data Skor Motivasi Belajar
Data tentang motivasi belajar diperoleh dari siswa melalui angket motivasi
belajar yang meliputi keinginan untuk meningkatkan pengetahuan, keinginan
untuk mencapai hasil yang optimal, serta rasa percaya diri dan kepuasan siswa.
Adapun sebaran frekuensi dari data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.4. Sebaran Skor Motivasi Belajar
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
No. Interval Tengah
Interval Frekuensi
Mutlak
Frekuensi
Relatif
(%)
Frekuensi
Mutlak
Frekuensi
Relatif
(%)
3,55 4,15 4,75 5,35 5,95 6,55 7,15
lxxxiii
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
97 – 101
102 – 106
107 – 111
112 – 116
117 – 121
122 – 126
127 – 131
132 – 136
99
104
109
114
119
124
129
134
3
5
11
8
4
6
2
0
7,69
12,82
28,21
20,51
10,26
15,38
5,13
0
8
1
13
10
6
1
0
1
20
2,5
32,5
25
15
2,5
0
2,5
Kategori motivasi belajar siswa:
Tinggi = X > Rataan Gab+1/2 SD
= X > 115,98
Sedang = Rataan Gab-1/2 SD ≤X ≤ Rataan Gab+1/2SD
= 107,51 ≤X ≤ 115,98
Rendah = X < Rataan Gab-1/2 SD
= X < 107,51
(Kategori motivasi belajar siswa yang lebih lengkap bisa dilihat pada lampiran 23
dan lampiran 24).
lxxxiv
8
1
13
10
6
10 1
35
11
8
46
2
0
024
68
10
1214
Frekuensi
Kelompok EksperimenKelompok Kontrol
Gambar 4.3. Histogram Sebaran Skor Motivasi Belajar
5. Data Nilai Pemahaman Konsep Fisika Siswa
Tabel 4.5. Rata-rata, Standar Deviasi, dan Variansi Nilai Prestasi Belajar
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Rata-rata 7,07 6,47
Standar Deviasi 0,9 1,02
Variansi 0,81 1,04
Tabel 4.6.Distribusi Frekuensi Nilai Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelompok
Eksperimen Metode Eksperimen
No. Interval Tengah Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
4,7 – 5,3
5,4 – 6,0
6,1 – 6,7
6,8 – 7,4
7,5 – 8,1
8,2 – 8,9
5,0
5,7
6,4
7,1
7,8
8,6
1
6
9
10
8
5
2,56
15,38
23,08
25,64
20,51
12,82
99 104 109 114 119 124 129 134 Tengah Interval
lxxxv
5,0 5,7 6,4 7,1 7,8 8,60
2
4
6
8
10
12
Tengah interval
Frek
uens
i
Gambar 4.4. Histogram Nilai Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelompok
Eksperimen Metode Eksperimen
Tabel 4.7.Distribusi Frekuensi Nilai Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelompok
Kontrol Metode Demonstrasi
No. Interval Tengah Interval Frekuensi Mutlak Frekuensi Relatif (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
4 – 4,6
4,7 – 5,3
5,4 – 6,0
6,1 – 6,7
6,8 – 7,4
7,5 – 8,2
4,3
5,0
5,7
6,4
7,1
7,9
2
4
9
10
10
5
5
10
22,5
25
25
12,5
4,3 5,0 5,7 6,4 7,1 7,90
2
4
6
8
10
12
Tengah Interval
Frek
uens
i
Gambar 4.5. Histogram Nilai Pemahaman Konsep Fisika Siswa
Kelompok Kontrol Metode Demonstrasi
lxxxvi
B. Pengujian Prasyarat Analisis
Teknik uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis
variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama (2 x 3). Prasyarat yang harus
dipenuhi untuk menggunakan anava tersebut adalah populasi yang normal dan
homogen yang dapat diketahui dengan melakukan uji prasyarat yang terdiri dari
uji normalitas dengan teknik uji Lilliefors, dan uji homogenitas dengan teknik uji
Bartlett. Hasil uji prasyarat adalah:
1. Uji Kemampuan Awal
Uji persyaratan eksperimen menggunakan uji keseimbangan. Data yang
akan diuji dalam uji keseimbangan diambil dari nilai Fisika hasil ujian
sebelumnya yaitu nilai raport semester 1. Untuk kelas VIIA sebagai kelompok
eksperimen dengan jumlah siswa 39 orang diperoleh rerata 5,43 dan variansi 1,32.
Untuk kelas VIIB sebagai kelompok kontrol dengan jumlah siswa 40 orang
diperoleh rerata 5,27 dan variansi 1,04.
Hasil uji keseimbangan dengan menggunakan uji-t 2 ekor diperoleh
tobs=0,6552 dengan t0,975(77) = 1,98, karena harga -t0,975(77) = -1,98 < thitung = 0,6552
< t0,975(77) = 1,98, maka H0 diterima. Hal tersebut berarti bahwa kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kemampuan awal yang sama.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan kedua kelompok tersebut
dalam keadaaan seimbang (perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
20).
2. Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Untuk melakukan uji normalitas masing-masing sampel digunakan
metode Lilliefors. Rangkuman perhitungan dalam memperoleh harga statistik
uji untuk tingkat signifikansi 0,05 adalah sebagai berikut:
lxxxvii
Tabel 4.8. Rangkuman hasil Uji Normalitas Sampel dengan Uji Lilliefors pada
Taraf Signifikansi (α) = 0,05
No. Kelompok L0 Ltabel Keputusan
Pretest 0,1352 0,1419 Normal
Postest 0,0872 0,1419 Normal
Selisih Pos-Pre 0,0983 0,1419 Normal 1. A1
Skor motivasi 0,1023 0,1419 Normal
Pretest 0,113 0,1401 Normal
Postest 0,0811 0,1401 Normal
Selisih Pos-Pre 0,1361 0,1401 Normal 2 A2
Skor motivasi 0,0981 0,1401 Normal
3 B1 0,1481 0,1847 Normal
4 B2 0,1275 0,1437 Normal
5 B3 0,1866 0,2088 Normal
6 A1B1 0,2105 0,2558 Normal
7 A1B2 0,1943 0,2088 Normal
8 A1B3 0,211 0,2953 Normal
9 A2B1 0,2274 0,2671 Normal
10 A2B2 0,1857 0,1981 Normal
11 A2B3 0,1466 0,2953 Normal
Dari tabel 4.8. tampak bahwa L0 < Ltabel, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sampel pada penelitian ini berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 25.
lxxxviii
b. Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas dengan menggunakan metode Bartlett diperoleh
sebagai berikut:
Tabel 4.9. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas
No. Sumber χobs2 χ2
tabel Keputusan
1. Pretest 0,5382 3,841 Homogen
2. Postest 0,6075 3,841 Homogen
3. Selisih Post-Pre 3,6942 3,841 Homogen
4. Skor Motivasi 0,1580 3,841 Homogen
Tampak bahwa harga statistik uji χobs2 tidak melampaui harga kritiknya
χ2 yaitu 3,841. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel pada
penelitian berasal dari populasi yang homogen. Perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 26.
C. Pengujian Hipotesis Penelitian
Setelah prasyarat analisis dipenuhi, maka uji analisis dengan anava dapat
dilanjutkan. Teknik analisis variansi yang digunakan adalah anava dua jalan 2 x 3.
Bila terdapat pengaruh atau interaksi variabel bebas terhadap variabel terikat,
maka diuji lanjut analisis menggunakan uji komparasi ganda Scheffe.
1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Frekuensi Sel Tidak Sama
Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tidak sama
disajikan pada tabel berikut (perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 27).
Tabel 4.10. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Frekuensi Sel Tidak Sama
Sumber JK dK RK Fobs Fα Keputusan
Metode Mengajar (A)
Motivasi Belajar (B)
Interaksi (AB)
Galat
2,8863
5,1046
7,4674
42,671
1
2
2
73
2,8863
2,5523
3,7337
0,5845
4,9381
4,3666
6,3878
-
3,98
3,13
3,13
-
H0A Ditolak
H0B Ditolak
H0AB Ditolak
-
Total 58,1293 78 - - - -
lxxxix
2. Uji Lanjut Pasca Anava Dua Jalan
Dari tabel 4.10 diketahui bahwa semua H0 ditolak, maka dilakukan uji
lanjutan yaitu uji komparasi ganda dengan metode Scheffe untuk mengetahui
perbedaan reratanya. Dari uji Scheffe yang dapat dilihat pada lampiran 28
diperoleh:
a. Nilai FA = 4,9381
Ftabel = 3,98
Ternyata Fhitung > Ftabel
Maka pengaruh metode pembelajaran memberikan perbedaan rerata yang
signifikan terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa.
b. Nilai FB = 4,3666
Ftabel = 3,13
Ternyata Fhitung > Ftabel
Maka pengaruh motivasi belajar memberikan perbedaan rerata yang signifikan
terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa.
c. Nilai FAB = 6,3878
Ftabel = 3,13
Ternyata Fhitung > Ftabel
Maka terdapat kombinasi efek antara metode pembelajaran dan motivasi
belajar terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa.
d. Nilai Fa1-a2 = 48,9726
Ftabel = 3,98
Ternyata Fhitung > Ftabel
Maka terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode eksperimen
dan metode demonstrasi terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika
siswa.
e. Nilai Fb1-b2 = 17,7043
Ftabel = 6,26
Ternyata Fhitung > Ftabel
xc
Maka terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kelompok siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi belajar
sedang.
f. Nilai Fb1-b3 = 28,5040
Ftabel = 6,26
Ternyata Fhitung > Ftabel
Maka terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kelompok siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi belajar
rendah.
g. Nilai Fb2-b3 = 3,9419
Ftabel = 6,26
Ternyata Fhitung < Ftabel
Maka tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kelompok siswa
yang memiliki motivasi belajar sedang dan siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah.
h. Nilai Fa1b1-a2b1 = 15,0472
Ftabel = 11,75
Ternyata Fhitung > Ftabel
Maka untuk siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, antara kelompok
yang dikenai metode eksperimen dan metode demonstrasi terdapat perbedaan
rerata yang signifikan.
i. Nilai Fa1b2-a2b2 = 1,4468
Ftabel = 11,75
Ternyata Fhitung < Ftabel
Maka untuk siswa yang memiliki motivasi belajar sedang, antara kelompok
yang dikenai metode eksperimen dan metode demonstrasi tidak terdapat
perbedaan rerata yang signifikan.
j. Nilai Fa1b3-a2b3 = 0,8554
Ftabel = 11,75
Ternyata Fhitung < Ftabel
xci
Maka untuk siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, antara kelompok
yang dikenai metode eksperimen dan metode demonstrasi tidak terdapat
perbedaan rerata yang signifikan.
k. Nilai Fa1b1-a1b2 = 9,8538
Ftabel = 11,75
Ternyata Fhitung < Ftabel
Maka untuk kelompok siswa yang dikenai metode eksperimen, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi
belajar sedang tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
l. Nilai Fa1b1-a1b3 = 17,9385
Ftabel = 11,75
Ternyata Fhitung > Ftabel
Maka untuk kelompok siswa yang dikenai metode eksperimen, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
m. Nilai Fa1b2-a1b3 = 2,9188
Ftabel = 11,75
Ternyata Fhitung < Ftabel
Maka untuk kelompok siswa yang dikenai metode eksperimen, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar sedang dan siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
n. Nilai Fa2b1-a2b2 = 0,0243
Ftabel = 11,75
Ternyata Fhitung < Ftabel
Maka untuk kelompok siswa yang dikenai metode demonstrasi, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi
belajar sedang tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
o. Nilai Fa2b1-a2b3 = 0,1745
Ftabel = 11,75
Ternyata Fhitung < Ftabel
xcii
Maka untuk kelompok siswa yang dikenai metode demonstrasi, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
p. Nilai Fa2b2-a2b3 = 0,1041
Ftabel = 11,75
Ternyata Fhitung < Ftabel
Maka untuk kelompok siswa yang dikenai metode demonstrasi, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar sedang dan siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Hipotesis Pertama
Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel
tidak sama diperoleh Fobs = 4,9381 > 3,98 = F0,05;1;73. Hal tersebut berarti H0A
ditolak. Jadi terdapat perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen (A1) dan demonstrasi (A2) terhadap
peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak.
Karena H0A ditolak maka dilakukan uji lanjutan yaitu uji komparasi ganda untuk
mengetahui perbedaan rerata antar kelompok metode pembelajaran. Berdasarkan
hasil uji dengan metode Scheffe diperoleh nilai FA = 4,9381 kemudian
dikonsultasikan dengan harga kritiknya yaitu Ftabel = 3,98. Karena Fhitung > Ftabel
maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh metode pembelajaran memberikan
perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa.
Melihat deskripsi data, rerata untuk pembelajaran dengan metode
eksperimen sebesar = 7,07; sedangkan rerata dengan metode demonstrasi sebesar
= 6,47. Hal tersebut berarti pada materi Gerak bila diajarkan dengan
menggunakan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen
prestasinya lebih baik dibandingkan bila diajarkan dengan menggunakan
pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi.
xciii
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan perhitungan analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel
tidak sama diperoleh Fobs = 4,3666 > 3,13 = F0,05;2;73 sehingga H0B ditolak. Jadi
terdapat perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi (B1), sedang (B2) dan
rendah (B3) terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada sub
pokok bahasan Gerak. Karena H0B ditolak, maka dilakukan uji lanjutan yaitu uji
komparasi ganda untuk mengetahui perbedaan rerata antar kelompok motivasi
belajar. Berdasarkan hasil uji dengan metode Scheffe diperoleh nilai
Fb1-b2 = 17,7043; Fb1-b3 = 28,5040; Fb2-b3 = 3,9419 kemudian dikonsultasikan
dengan harga kritiknya yaitu Ftabel = 6,26. Tampak bahwa terdapat perbedaan
rerata yang signifikan antara kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar
tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar sedang, dimana rerata
peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa yang memiliki motivasi belajar
tinggi lebih besar dibanding rerata peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa
yang memiliki motivasi belajar sedang. Demikian juga pada kelompok siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar
rendah, dimana rerata peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi lebih besar dibanding rerata peningkatan
pemahaman konsep Fisika siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Namun,
pada kelompok siswa dengan motivasi belajar sedang dan rendah tidak terdapat
perbedaan rerata yang signifikan. Melihat deskripsi data, siswa dengan motivasi
belajar tinggi memiliki rerata peningkatan pemahaman konsep sebesar = 3,5288.
Siswa dengan motivasi belajar sedang memiliki rerata peningkatan pemahaman
konsep sebesar = 2,6789. Siswa dengan motivasi belajar rendah memiliki rerata
peningkatan pemahaman konsep sebesar = 2,2445. Hal tersebut berarti bahwa
pada materi Gerak, siswa dengan motivasi belajar tinggi memiliki peningkatan
pemahaman konsep yang lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang
memiliki motivasi belajar sedang dan rendah. Namun pada kelompok siswa
dengan motivasi belajar sedang dan rendah tidak terdapat perbedaan rerata
peningkatan pemahaman konsep yang signifikan, dengan kata lain, pada materi
xciv
Gerak siswa yang memiliki motivasi belajar sedang dan rendah memiliki tingkat
kemampuan kognitif yang hampir sama.
3. Hipotesis Ketiga
Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel
tidak sama diperoleh Fobs = 6,3878 > 3,13 = F0,05;2;73 sehingga H0AB ditolak. Jadi
terdapat interaksi pengaruh antara penggunaan metode pembelajaran (A) dan
motivasi belajar (B) terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada
sub pokok bahasan Gerak. Karena H0AB ditolak, maka dilakukan uji lanjutan yaitu
uji komparasi ganda untuk mengetahui perbedaan rerata peningkatan pemahaman
konsep Fisika siswa dengan motivasi belajar tinggi (B1), sedang (B2), dan rendah
(B3) bila diajarkan dengan menggunakan metode eksperimen dan metode
demonstrasi. Berdasarkan hasil uji dengan metode Scheffe diperoleh nilai Fa1b1-
a2b1 = 15,0472; Fa1b2-a2b2 = 1,4468; Fa1b3-a2b3 = 0,8554; Fa1b1-a1b2 = 9,8538; Fa1b2-a1b3
= 17,9385; Fa1b2-a1b3 = 2,9188; Fa2b1-a2b2 = 0,0243; Fa2b1-a2b3 = 0,1745; Fa2b2-a2b3 =
0,1041. dari hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan harga kritiknya
yaitu Ftabel = 11,75. Setelah harga Fhitung dikonsultasikan dengan harga Ftabel dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Untuk siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, antara kelompok yang
dikenai metode eksperimen dan metode demonstrasi terdapat perbedaan rerata
yang signifikan.
Untuk siswa yang memiliki motivasi belajar sedang, antara kelompok
yang dikenai metode eksperimen dan metode demonstrasi tidak terdapat
perbedaan rerata yang signifikan.
Untuk siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, antara kelompok yang
dikenai metode eksperimen dan metode demonstrasi tidak terdapat perbedaan
rerata yang signifikan.
Untuk kelompok siswa yang dikenai metode eksperimen, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi belajar
sedang tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
xcv
Untuk kelompok siswa yang dikenai metode eksperimen, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi belajar
rendah terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
Untuk kelompok siswa yang dikenai metode eksperimen, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar sedang dan siswa yang memiliki motivasi belajar
rendah tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
Untuk kelompok siswa yang dikenai metode demonstrasi, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi belajar
sedang tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
Untuk kelompok siswa yang dikenai metode demonstrasi, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi belajar
rendah tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
Untuk kelompok siswa yang dikenai metode demonstrasi, antara siswa
yang memiliki motivasi belajar sedang dan siswa yang memiliki motivasi belajar
rendah tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya hasil analisis serta mengacu
pada perumusan masalah yang telah diuraikan di depan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
4. Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme
melalui metode eksperimen (A1) dan demonstrasi (A2) terhadap peningkatan
pemahaman konsep Fisika siswa pada sub pokok bahasan Gerak
5. Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi (B1), sedang (B2) dan
rendah (B3) terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa pada sub
pokok bahasan Gerak
6. Ada interaksi pengaruh antara penggunaan metode pembelajaran (A) dan
motivasi belajar (B) terhadap peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa
pada sub pokok bahasan Gerak.
xcvi
7. Instrumen tes kemampuan kognitif yang diujikan kepada siswa, terdapat lima
soal yang sukar bagi siswa yang rata-rata hanya satu siswa menjawab benar
dari masing-masing soal. Kesukaran soal dikarenakan banyak yang kurang
paham tentang pengembangan dari perhitungan rumus kecepatan dan
percepatan sehingga masih perlu ditekankan lagi.
8. Sebagian besar jumlah siswa mempunyai motivasi belajar sedang, hanya
sebagian siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi atau rendah.
9. Siswa putri cenderung mempunyai motivasi belajar tinggi dibandingkan siswa
putra karena siswa putri lebih rajin dan semangat dalam mengikuti kegiatan
belajar-mengajar. Juga dikarenakan jumlah siswa putri lebih banyak
dibandingkan siswa putra.
10. Media penunjang laboratorium yang kurang lengkap serta waktu praktikum
yang terbatas menyebabkan hasil percobaan kurang maksimal.
11. Syarat keberhasilan dari sebuah pembelajaran diantaranya pemilihan metode
pembelajaran yang tepat, adanya dorongan motivasi dari diri siswa untuk
maju, sarana penunjang yang memadai, waktu yang cukup, serta profil guru
yang disamping cerdas diharapkan dapat lebih kreatif, hangat dan
komunikatif.
B. Implikasi
Berdasarkan pada kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian, maka
penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna baik secara teoritis maupun
praktis dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep Fisika siswa.
1. Implikasi Teoritis
Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan
demonstrasi terbukti berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman konsep
Fisika siswa kelas VII semester 2 SMP N 3 Mojolaban tahun ajaran 2007/2008.
Peningkatan pemahaman konsep Fisika lebih baik bila menggunakan metode
eksperimen daripada metode demonstrasi.
Metode eksperimen pada umumnya berkembang pada pelajaran IPA,
sebab sesuai dengan ciri dari IPA itu sendiri yang berkembang atas dasar
xcvii
observasi dan eksperimentasi. Metode eksperimen lebih dikenal dengan nama
metode percobaan. Metode eksperimen atau percobaan adalah suatu cara belajar
mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan,
menganalisa, membuktikan dan mengalami sendiri obyek-obyek, keadaan seperti
menarik kesempatan mengenai hal-hal yang telah dialaminya kemudian
membandingkan dengan teori. Metode ini bertujuan agar siswa dengan percobaan
di laboratorium, mampu mencari dan menemukan sendiri jawaban atas persoalan-
persoalan yang dihadapinya, sehingga siswa dapat berlatih untuk berpikir secara
ilmiah.
Karakteristik siswa yang berupa motivasi belajar dapat pula menyebabkan
bervariasinya peningkatan pemahaman konsep Fisika siswa. Dari temuan
penelitian bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai
peningkatan pemahaman konsep Fisika yang lebih baik, apalagi bila dikenai
metode eksperimen. Hal ini bisa dimengerti, sebab pada rancangan pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen, menuntut keaktifan siswa dalam
banyak kegiatan serta faktor-faktor yang memotivasi dan mendukung siswa untuk
meraih nilai yang optimal dengan suasana kegiatan pembelajaran yang sangat
menyenangkan. Dengan metode eksperimen siswa akan dapat berlatih
menggunakan metode ilmiah sehingga dapat memotivasi belajarnya.
2. Implikasi Praktis
Implikasi praktis dari penelitian menunjukkan bahwa pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen dapat digunakan sebagai salah satu
pilihan model pembelajaran Fisika khususnya dan pembelajaran IPA pada
umumnya. Sebab metode eksperimen, siswa merasa ikut menemukan sesuatu
serta mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dalam hidupnya. Siswa
terdorong untuk menggunakan metode ilmiah dalam melakukan sesuatu serta
menambah minat siswa dalam belajar. Pada pendekatan konstruktivisme siswa
diharapkan aktif untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dengan
pengarahan guru berdasarkan konsep, prinsip, fakta, dan sebagaimana yang telah
dimiliki siswa sebelumnya.
xcviii
Oleh karena itu, pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen
seharusnya dapat menjadi pilihan untuk diterapkan pada bidang studi yang selama
ini diasumsikan sulit dan menakutkan.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian, serta dalam usaha
mengembangkan dan memajukan proses pembelajaran di sekolah, maka peneliti
mengajukan beberapa saran:
1. Bagi pendidik
Dalam penyampaian materi pelajaran Fisika khususnya untuk Sekolah
Menengah Pertama (SMP), guru dan calon guru bidang studi Fisika perlu
memperhatikan adanya pemilihan metode pembelajaran yang tepat yaitu sesuai
dengan materi pada pokok bahasan yang dipelajari. Metode yang dipilih juga
harus memperhatikan karakteristik pribadi siswa diantaranya adalah motivasi
belajar siswa.
2. Kepala Sekolah
Pihak sekolah hendaknya mengusahakan terciptanya lingkungan yang
kondusif untuk kegiatan pembelajaran siswa, meliputi: penyediaan sarana dan
prasarana yang lengkap dan baik, untuk mendukung dan memberi kemudahan
dalam proses pembelajaran di sekolah.
3. Bagi Peneliti Lain
Dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen pada pokok bahasan Fisika yang lain,
seperti pokok bahasan pemuaian zat, perubahan wujud dan pengukuran, serta
dengan memperhatikan aspek pribadi siswa yang lain, seperti kemampuan awal,
aktivitas belajar, EQ (Emotional Quotient), serta kreativitas siswa.
Semoga hasil penelitian dapat dilanjutkan oleh peneliti yang lain dengan
penelitian yang lebih mendalam, serta dapat memberikan manfaat dan sumbangan
pemikiran bagi para pendidik pada umumnya dan peneliti sendiri khususnya.
xcix
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar, & Zainal Arifin. 1994. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remadja Karya.
A.Suhaenah Suparno. 2000. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Dikjen
Dikti Depdiknas. Budi Purwanto & Nugroho Arinto. 2007. Belajar Ilmu Alam dan Sekitarnya 1.
Surakarta: Tiga Serangkai. Budiyono. 2000. Statistik Dasar untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Cece Wijaya, Djadja Djauhari, & A. Tabrani Rusyan. 1988. Upaya Pembaharuan
dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remadja Karya.
Druxes, H., Siemsen, F., dan Born, G.. 1986. Kompendium Didaktik Fisika. Terjemahan Soeparmo. Bandung: Remaja Karya.
Gino H.J., Suwarni, Suripto, Maryanto, & Sutijan. 1998. Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta : UNS Press
Gross, Jerod L. 2002. "Seeing Is Believing: Classroom Demonstrations As Scientific Inquiry." Journal Of Physics Teacher Education. 1 (3), 3-4.
Hasibuan J.J.. 1995. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Margono. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.
Marten Kanginan. 2006. IPA Fisika untuk SMP kelas VIII. Jakarta:
Erlangga.
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung:
Remadja Rosdakarya.
c
Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Nana Sudjana. 1990. Teori-Teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta:
Lembaga Penerbit FE UI.
Nana Sudjana. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
Nana Syaodih S. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Nasution. 1982. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bandung: Jemmars.
Ngalim Purwanto. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Oemar Hamalik. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo. Ozek, N. & Gönen, S. 2005. "Use Of J. Bruner’s Learning Theory In A Physical
Experimental Activity." Journal Of Physics Teacher Education. 2 (3), 19. Paul Suparno. 2001. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan
Menyenangkan. Yogyakarta: Kanisius.
Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Rini Budiharti. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.
Roestiyah N. K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sardiman A. M. 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rajawali. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
ci
Soeharso & Retnoningsih, A.. 2007. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Semarang: Grand Media Pustaka.
Sudirman N, A. Tabrani Rusyan, Zainal Arifin, & Toto Fathoni. 1987. Ilmu
Pendidikan. Bandung: Remadja Karya.
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suharsimi Arikunto. 1989. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Abdi Guru. 2004. Sains Fisika untuk SMP kelas VII. Jakarta: Erlangga.
W. Gulo 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Winarno Surakhmad. 1990. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung: Tarsito.
W.S. Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo