skripsi iik
DESCRIPTION
sTRANSCRIPT
KORELASI KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DENGAN KADAR CRP PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains Terapan
Oleh :
MOCH ABDUL ROKIM
NIM : 20108010
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV ANALIS KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2012
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
KORELASI KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DENGAN KADAR CRP
PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
SKRIPSI
Oleh :
MOCH. ABDUL ROKIM
NIM : 20108010
DISETUJUI OLEH :
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Widodo Tiono, Sp. PK dr. Jessi Setiawan, M. Kes.
Mengetahui :
Prodi Diploma IV Analis Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
Ninik Sumartini, A.Md, S.Pd
iii
LEMBAR PENGESAHAN
KORELASI KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DENGAN KADAR CRP
PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
Telah Diuji
Pada Tanggal : 12 Juli 2012
Penguji :
Penguji I : Jehry Wahyu Fernanda, S.Si ( )
Penguji II : Anik Andayani, A.Md., S.Pd ( )
Penguji III : dr. Jessi Setiawan, M. Kes ( )
Penguji IV : dr. Widodo Tiono, Sp. PK ( )
Mengetahui :
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
Dr. Ekawati Sutikno, MM., M.Kes
Dekan
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Moch. Abdul Rokim
Nim : 20108010
Program Studi : DIV Analis Kesehatan
Judul Skripsi : Korelasi Kadar Glukosa Darah Puasa dengan CRP pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara
Kediri.
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Kediri, 12 Juli 2012
Yang Membuat Pernyataan,
Moch. Abdul Rokim
20108010
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbinganNya kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KORELASI
KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DENGAN KADAR CRP PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA KEDIRI” dapat terselesaikan.
Bersama ini perkenankanlah kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. DR. Bambang Harsono, MBA, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti
Wiyata Kediri.
2. dr. Tarbinu Kasmono, MPH, selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan Bhakti
Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk
menyelesaikan pendidikan.
3. dr. Ekawati Sutikno, MM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat yang telah memberikan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan.
4. Ninik Sumartini, A.Md, S.Pd. selaku Kaprodi Prodi.
5. dr. Widodo Tiono, Sp. PK. selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6. dr. Jessi Setiawan, M. Kes. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
vi
7. Kedua orang tuaku yang telah memberikan dorongan moril, spiritual, ataupun
materi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Kawan-kawan seperjuangan DIV Analis Kesehatan Angkatan 2008, semoga
kesuksesan selalu menyertai kita semua.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
memberikan kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
maka kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Kediri, 12 Juli 2012
Penulis
vii
ABSTRAK
KORELASI KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DENGAN KADAR CRP
PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
Nama : Moch. Abdul Rokim, Pembimbing I : dr. Widodo Tiono, Sp. PK, Pembimbing II : dr. Jessi Setiawan, M. Kes,
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia, disertai kelainan metabolik sebagai defek sekresi insulin (sel beta pankreas rusak = insulitis), atau kerja insulin terganggu, atau keduanya. Untuk mengetahui inflamasi sistemik akut yang ditimbulkan DM tipe 2 digunakan C-Reaktive Protein (CRP), adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum normal walaupun dalam jumlah kecil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar glukosa darah puasa dengan kadar CRP pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat inap di rumah sakit Bhayangkara Kediri. Metode penelitian yang digunakan studi korelasi dengan pengambilan sampel secara aksidental. Variabel yang diukur yaitu kadar glukosa darah puasa dan kadar CRP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikan dari penelitian adalah sebesar 0,000 dan kurang dari 0,05 (p < α). Mempunyai hubungan yang sangat kuat dan berkorelasi positif (0,901). Kesimpulan dari penelitian ini ada korelasi yang signifikan antara glukosa darah puasa dan kadar CRP pada penderita DM tipe 2.
Kata kunci : diabetes melitus tipe 2, glukosa darah puasa, CRP.
viii
ABSTRACT
THE CORRELATION FASTING BLOOD GLUCOSE WITH CRP LEVEL
IN PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETES MELLITUS
IN BHAYANGKARA HOSPITAL KEDIRI
Name : Moch. Abdul Rokim, First Lecture : dr. Widodo Tiono, Sp. PK, Second Lecture : dr. Jessi Setiawan, M. Kes,
Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease characterized by hyperglycemia, metabolic abnormalities accompanied by a defect in insulin secretion (pancreatic beta cell damage = insulitis), or impaired insulin action, or both. To find the acute systemic inflammation induced type 2 diabetes used C-Reaktive Protein (CRP), is one of the acute phase protein present in normal serum, although in small quantities. This study aims to determine the correlation of fasting blood glucose levels with CRP levels in patients with type 2 diabetes mellitus in the Bhayangkara hospital Kediri. The research method used correlation studies with accidental sampling. Variables measured the fasting blood glucose levels and CRP levels. The results showed that the significant value of the study amounted to 0.000 and less than 0.05 (p <α). Have a very strong and positive correlation (0.901). The conclusion of this study there is a significant correlation between fasting blood glucose and CRP levels in patients with type 2 diabetes.
Key words: type 2 diabetes mellitus, fasting blood glucose, CRP.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii
KEASLIAN PENELITIAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................... vii
ABTRACT .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................ 3 C. Batasan Masalah .................................................................. 4 D. Tujuan Penelitian ................................................................. 4 E. Manfaat Penelitian ............................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6
A. Landasan Teori..................................................................... 6 1. Tinjauan Umum Diabetes Melitus.................................... 6 2. Diabetes Melitus Tipe 2 ................................................. 10 3. C-Reaktif Protein ........................................................... 16 4. Korelasi Patofisiologis ................................................... 21 5. Penelitian Terkait........................................................... 22
B. Kerangka Konseptual ......................................................... 24 C. Hipotesis ............................................................................ 25
x
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 26
A. Desain Penelitian................................................................ 26 B. Populasi, Sampel, dan Sampling ......................................... 26 C. Variabel Penelitian ............................................................. 28 D. Definisi Operasional Variabel ............................................ 28 E. Tempat Penelitian .............................................................. 30 F. Waktu Penelitian ................................................................ 30 G. Instrumen Penelitian ........................................................... 30 H. Prosedur Pengumpulan Data............................................... 32 I. Analisa Data....................................................................... 38 J. Kerangka Kerja .................................................................. 39 K. Etika Penelitian .................................................................. 40
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................. 41
A. Hasil Penelitian .................................................................. 41 B. Data Umum ........................................................................ 42 C. Data Khusus ....................................................................... 43
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................... 46
A. Pengantar Bab .................................................................... 46 B. Interpretasi dan Diskusi Hasil ............................................. 46 C. Keterbatasan Penelitian ...................................................... 48 D. Implikasi ............................................................................ 48
BAB VI PENUTUP .............................................................................. 49
A. Kesimpulan ........................................................................ 49 B. Saran .................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 51
LAMPIRAN ............................................................................................. 53
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema Komplikasi Mikrovaskular ........................................... 9
Gambar 2.2 Metabolisme Glukosa Abnormal ............................................ 12
Gambar 2.3 Prinsip Dasar Uji Presipitasi .................................................. 18
Gambar 2.4 Prinsip Dasar Penentuan CRP Dengan Reverse Passive Agglutination Tes ................................................................. 19
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual ............................................................. 24
Gambar 3.1 Prinsip BS-3000 ..................................................................... 30
Gambar 3.2 BS-300M ............................................................................... 31
Gambar 3.3 Kerangka Kerja ...................................................................... 39
Gambar 4.1 Diagram Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Puasa pada
Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara
Kediri pada Tahun 2012 ....................................................... 43
Gambar 4.2 Diagram Hasil Pemeriksaan CRP pada Pasien DM Tipe 2
Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri pada Tahun
2012 ..................................................................................... 43
Gambar 4.3 Diagram Korelasi Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar
CRP pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Bhayangkara
Kediri pada Tahun 2012 ....................................................... 44
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Prosedur Pemeriksaan Glukosa .................................................. 35
Tabel 3.2 Prosedur Pengenceran Serum .................................................... 37
Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar
CRP pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit
Bhayangkara Kediri .................................................................. 41
Tabel 4.2 Karakteristik Berdasarkan Umur pada Pasien DM Tipe 2 Rawat
Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri.................................. 42
Tabel 4.3 Korelasi Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar CRP pada
Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri pada
Tahun 2012 ............................................................................... 44
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Formulir Persetujuan Subjek Penelitian .............................. 53
Lampiran 2 : Jadwal Pembuatan Skripsi .................................................. 54
Lampiran 3 : Ijin Pengambilan Sampel .................................................... 55
Lampiran 4 : Ijin Penelitian di Laboratorium Serologi IIK ...................... 56
Lampiran 5 : Ijin Penelitian di Laboratorium Kimia Klinik IIK ................ 57
Lampiran 6 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Skripsi DIV Analis Kesehatan di Laboratorium Serologi IIK Bhakti Wiyata Kediri ......................................................... 58
Lampiran 7 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Skripsi DIV Analis Kesehatan di Laboratorium Kimia Klinik IIK Bhakti Wiyata Kediri ......................................................... 59
Lampiran 8 : Rekapitulasi Hasil Penelitian Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar CRP pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri....................................... 60
Lampiran 9 : Diagram Histogram Kadar Glukosa pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri ................ 62
Lampiran 10 : Diagram Histogram Kadar CRP pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri ................ 63
Lampiran 11 : Uji Normalitas Data ........................................................... 64
Lampiran 12 : Diagram Scatter Korelasi yang Bermakna dari Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar CRP pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri ................ 65
Lampiran 13 : Uji Korelasi Spearman Korelasi yang Bermakna dari Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar CRP pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri ..... 66
Lampiran 14 : Lembar Bimbingan Skripsi ................................................. 67
Lampiran 15 : Dokumentasi Penelitian ...................................................... 68
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia, disertai kelainan metabolik sebagai defek sekresi insulin (sel
beta pankreas rusak = insulitis), atau kerja insulin terganggu, atau keduanya.
Hiperglikemia kronis menyebabkan rentetan kerusakan dan disfungsi berbagai
jaringan dan berbagai organ : mata , ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Gejala hiperglikemia berat menyebabkan poliuri, polidipsi, polifagi dan berat
badan menurun. Konsekuensi berat adalah ketoasidosis dan sindroma
nonketotik hiperosmolar (Kosasih, 2008).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi
DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi
penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45 – 54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM
menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Aditama, 2007).
Selama bertahun-tahun DM tipe 2 disebut sebagai diabetes dewasa (adult
onset diabetes) karena biasanya mulai timbul pada usia lanjut. Akan tetapi,
akhir-akhir ini, seiring dengan bertambahnya berat badan pada usia muda, DM
tipe 2 semakin banyak dijumpai pada remaja dan dewasa muda. Dari seluruh
pengidap DM, lebih dari 90% menderita DM tipe 2. Lain halnya dengan DM
1
xv
tipe 1, perkembangan DM tipe 2 sangat dipengaruhi oleh gaya hidup (Nathan
Delahanty, 2005).
Untuk mengetahui inflamasi sistemik akut yang ditimbulkan DM tipe 2
digunakan C-Reaktive Protein (CRP), adalah salah satu protein fase akut yang
terdapat dalam serum normal walaupun dalam jumlah kecil. Dalam beberapa
keadaan tertentu dengan reaksi radang atau kerusakan jaringan (nekrosis), baik
yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan oleh karena infeksi,
kadar CRP dalam serum dapat meningkat sampai 1000 kali (Handojo, 2003).
Kadar CRP meningkat normal pada pasien DM tipe 2, dan CRP
berkorelasi positif dengan derajat aterosklerosis dan berisiko terkena penyakit
jantung. CRP memiliki efek prokoagulan terkait dengan faktor jaringan dan
juga menghambat nitrat oksida sintase, yang meningkatkan tekanan vaskular.
CRP juga berpotensi dalam pembentukan bekuan dengan menghambat
plasminogen aktivator inhibitor-1. Pasien DM tipe 2 menunjukan disfungsi
endotel yang sangat besar. Sel endotel berperan penting dalam aktivasi
trombosit dan migrasi sel otot polos. Pada pasien DM produksi nitrat oksidase
endotel menurun, memungkinkan proliferasi sel otot polos dan agregasi platelet
tidak terkendali, menyebabkan cedera pembuluh darah meningkat dan
selanjutnya terjadi aterosklerosis. Pada penderita DM terjadi peningkatan
tekanan vaskular dan migrasi otot polos vaskuler karena kenaikan
vasokonstriksi, terutama endotelin-1. Proses bermigrasinya otot-otot polos dari
tunika media ke tunika intima, diperkirakan berperan penting dalam
pembentukan ateroma. Tidak seperti ateroma pada pasien nondiabetes,
2
xvi
atheroma pada diabetes itu jauh lebih stabil karena hiperglikemia menginduksi
perubahan lipid, meningkatkan apoptosis pada plak sel-sel otot polos
menyebabnya pecahnya plak dan terjadi penyakit jantung (Feinglos, 2008).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan kawan-kawan (2009)
dinyatakan bahwa peningkatan kronis kadar CRP pada pasien DM tipe 2
merupakan indikasi risiko pembentukan ateroklerosis.
Menurut penelitian Coban dan Sari (2003) dinyatakan bahwa Hs-CRP
pada orang normal cenderung rendah dan pada pasien dengan glukosa puasa
yang meningkat kadar Hs-CRPnya meningkat, jadi pada pasien dengan glukosa
darah puasa yang meningkat berisiko terkena penyakit kardiovaskular
dibanding orang normal.
Menurut penelitian yang dilakukan Bhowmick dan kawan-kawan (2007)
dinyatakan bahwa CRP sebagai penanda adanya mikroalbuminuria pada pasien
DM tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk. Penelitian ini mendukung
hipotesis bahwa disfungsi endotel dan aktivitas inflamasi yang terlibat dalam
patogenesis mikroalbuminuria dan menggarisbawahi pentingnya kontrol
glikemik dalam perkembangan peradangan pada diabetes.
Dari referensi diatas kami akan melakukan penelitian korelasi kadar
glukosa darah puasa dengan kadar CRP pada pasien DM tipe 2 rawat inap di
rumah sakit Bhayangkara Kediri.
3
xvii
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah
yaitu “Apakah ada korelasi yang bermakna dari kadar glukosa darah puasa
dengan kadar CRP pada pasien DM tipe 2 rawat inap di rumah sakit
Bhayangkara Kediri?”
C. Batasan Masalah
1. Penelitian dilakukan pada tanggal 1-31 Mei 2012.
2. Peneliti menggunakan cara kualitatif dan semi kuantitatif CRP karena
biayanya terjangkau.
3. Pada penelitian ini hanya pada pasien DM tipe 2 rawat inap di rumah sakit
Bhayangkara Kediri.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui ada tidaknya kolerasi yang bermakna dari kadar
glukosa darah puasa dengan kadar CRP pada pasien DM tipe 2 rawat inap di
rumah sakit Bhayangkara Kediri.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.
b. Mengetahui hasil pemeriksaan CRP.
c. Mengetahui ada tidaknya kolerasi yang bermakna dari kadar glukosa
darah puasa dengan kadar CRP pada pasien DM tipe 2 rawat inap di
rumah sakit Bhayangkara Kediri.
4
xviii
E. Manfaat Penelitian
1. Instalasi
Dapat sebagai masukan bagi instalasi patologi klinik rumah sakit
Bhayangkara Kediri terkait ada tidaknya korelasi yang bermakna dari kadar
glukosa darah puasa dengan kadar CRP pada pasien DM tipe 2 rawat inap di
rumah sakit Bhayangkara Kediri.
2. Mahasiswa
Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam
bidang patologi klinik khususnya bidang serologi dalam pemeriksaan DM
tipe 2, baik bagi peneliti maupun akademisi analis kesehatan yang lain.
3. Institusi pendidikan
Sebagai referensi sarana belajar mahasiswa dalam menyelesaikan
tugas akhir dan menambah arsip perpustakaan yang mana dapat membantu
meningkatkan pemahaman mahasiswa terkait patologi klinik, khususnya
dalam bidang serologi terkait pemeriksaan untuk DM tipe 2.
4. Masyarakat
Meningkatkan wawasan pengetahuan dan pemahaman masyarakat
terkait penyakit DM tipe 2 berikut komplikasinya, agar tidak terjadi
kesalahan pengertian dan dapat memilih jenis pemeriksaan yang lebih
efektif dan efisien untuk penyakit tersebut.
5
xix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Tinjauan Umum Diabetes Melitus
a. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai
dengan hiperglikemia, disertai kelainan metabolik sebagai defek sekresi
insulin (sel beta pankreas rusak = insulitis), atau kerja insulin terganggu,
atau keduanya. Hiperglikemia kronis menyebabkan rentetan kerusakan
dan disfungsi berbagai jaringan dan berbagai organ : mata , ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah. Gejala hiperglikemia berat menyebabkan
poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun. Konsekuensi berat
adalah ketoasidosis dan sindroma nonketotik hiperosmolar (Kosasih,
2008).
b. Klasifikasi Diabetes Melitus
1) Golongan 1
Tipe 1, dahulu disebut IDD = Insulin Dependent Diabetes = diabetes
yang tergantung insulin. Dapat dibagi : proses autoimun, yang dapat
menyebabkan kerusakan pankreas dan idiopatik tidak diketahui
penyebabnya, tidak ada tanda-tanda autoimun. Pada DM tipe 1 sering
terjadi ketonuria.
6
xx
2) Golongan 2
Tipe 2, dahulu disebut NIDD = Non Insulin Dependent Diabetes =
diabetes yang tidak tergantung insulin, ini tipe terbanyak.
3) Golongan 3
Tipe lain dengan ragam penyebab : defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit pankreas eksogen, karena obat
(steroid), infeksi (rubella, CMV), diabetes imun yang tidak umum,
dan sindrom genetik lain yang kadang disertai diabetes.
4) Golongan 4
GDM = Gestational Diabetes Mellitus = DM pada kehamilan
(Kosasih, 2008).
c. Komplikasi Diabetes
Komplikasi jangka panjang timbul pada semua bentuk diabetes.
Walaupun berkembangnya komplikasi tak dapat diramalkan, kontrol
glikemik yang bagus mencegah atau memperbaiki komplikasi
mikrovaskular diabetes pada pasien dengan DM tipe 1 dan 2. The UK
Prospektive Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa setelah 10
tahun pasien DM tipe 2 memiliki mortalitas dua kali lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi umum, dan sepertiga pasien memiliki
komplikasi makro dan mikrovaskular (mata atau ginjal) yang
memerlukan perhatian medis.
7
xxi
Di bawah ini komplikasi-komplikasi yang ditimbulkan oleh
diabetes :
1) Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskuler yang khusus untuk diabetes dan hampir
pasti terkait dengan hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan
beberapa perubahan biokimia yang menyebabkan kerusakan jaringan.
Perubahan itu menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh
seperti mata, ginjal, dan sistem saraf. Sebagian besar perubahan ini
dapat dicegah dengan baik kontrol glikemik yang mencegah
perkembangan komplikasi dan memperlambat perkembangannya.
Mata : retinopati diabetes adalah kelainan spesifik : katarak dan
glaukoma yang umum. Ginjal: nefropati diabetes akan melalui
berbagai tahapan mikroalbuminuria jelas dari proteinuria dan akhirnya
gagal ginjal, tetapi kondisi lain, seperti infeksi saluran kemih,
mungkin lebih umum pada pasien dengan diabetes yang tidak
terkontrol. Saraf: neuropati diabetik, sering mengarah pada perifer dan
neuropati otonom, dan pada akhirnya amputasi.
8
xxii
Gambar 2.1 Skema Komplikasi Mikrovaskular (Fonsesca, dkk, 2010)
2) Komplikasi makrovaskular
Komplikasi ini melibatkan beberapa organ, tapi terutama jantung, di
mana penyakit arteri koroner sangat umum terjadi dan berhubungan
dengan penurunan morbiditas dan kematian. Diabetes telah disebut
setara risiko kardiovaskular karena peningkatan risiko penyakit
jantung, bahkan pada pasien yang sebelunya tidak mempunyai
penyakit kardiovaskular. Selain itu, gagal jantung kongestif jauh lebih
umum pada pasien dengan diabetes dan keparahan yang lebih besar.
Otak : beberapa penyakit pembuluh darah, termasuk serangan stroke
iskemik yang bersifat sementara dan gangguan kognitif, frekuensi
yang lebih besar pada pasien dengan diabetes. Ekstremitas : penyakit
Hiperglikemia
Mata
RetinopatiKatarak
Glaukoma
Kebutaan
Ginjal
Nefropati1. Mikroalbuminuria
2. Albuminuria
Penyakit Ginjal Kronik
Gagal Ginjal
Kematian atau Cacat
Saraf
Neuropati1. Perifer
2. Autonom
Ulkus Kaki
Amputasi
9
xxiii
vaskular perifer tingkat keparahannya meningkat, menyebabkan
tingkat keparahannya lebih tinggi dari ulkus, gangren, dan amputasi
(Fonsesca, dkk, 2010).
d. Kriteria Diagnosis DM
1) Pasti DM : pada 2 kali pemeriksaan yang terpisah diperoleh glukosa
darah puasa (GDP) 126 mg/dl (7,0 mmol/l) atau lebih, glukosa darah
post prandial 200 mg/dl (11,1 mmol/l) atau lebih. Gejala diabetes ada
dan glukosa darah sewaktu 200 mg/ dl atau lebih, disertai tanda-tanda
klinik yang khas : poliuria, polidipsi, penurunan berat badan dan
ketonuria.
2) Glukosa darah terganggu = Impaired Fasting Glucose (IFT) : Kadar
glukosa darah 100 mg/dl (5,6 mmol/l) dan 126 mg/dl (7,0 mmol/l),
dianggap prediabetes beresiko menjadi DM.
3) Toleransi glukosa terganggu (TGT) = Impaired Glucose Tolerance
(IGT) , kadar glukosa darah post prandial antara 140 mg/dl (7,8
mmol/l) dan 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dianggap prediabetes beresiko
tinggi menjadi DM (Kosasih, 2008).
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Selama bertahun-tahun DM tipe 2 disebut sebagai diabetes dewasa
(adult onset diabetes) karena biasanya mulai timbul pada usia lanjut. Akan
tetapi, akhir-akhir ini, seiring dengan bertambahnya berat badan pada usia
muda, DM tipe 2 semakin banyak dijumpai pada remaja dan dewasa muda.
10
xxiv
Dari seluruh pengidap DM, lebih dari 90% menderita DM tipe 2. Lain
halnya dengan DM tipe 1, perkembangan DM tipe 2 sangat dipengaruhi
oleh gaya hidup. Ada dua penyebab utama DM tipe 2. Pertama adalah
timbulnya resistensi terhadap insulin. Keadaan ini menyebabkan jaringan
tubuh menjadi kurang peka terhadap efek insulin. Akibatnya, glukosa yang
beredar dalam darah mengalami kesulitan untuk meninggalkan darah dan
memasuki sel-sel tubuh. Untuk menurunkan kadar glukosa darah secara
secara efektif dan memenuhi tugas insulin lainnya,dibutuhkan lebih banyak
insulin. Penyebab kedua dari DM tipe 2 adalah tidak adanya kemampuan
meningkatkan kadar insulin guna memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Resistensi terhadap insulin, penurunan pelepasan insulin atau keduanya
dapat menimbulkan DM tipe 2 (Nathan, Delahanty, 2005).
a. Patofisiologi DM tipe 2
DM tipe 2 ditandai oleh kombinasi dari resistensi insulin perifer
dan sekresi insulin tidak memadai oleh sel beta pankreas. Resistensi
insulin telah dikaitkan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas
dalam plasma, menyebabkan transpor glukosa ke dalam sel otot
menurun, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan peningkatan
pemecahan lemak. Untuk DM tipe 2 kerusakan keduanya harus ada.
Sebagai contoh, semua orang dengan obesitas mempunyai resistensi
insulin, tetapi diabetes berkembang hanya pada mereka yang tidak dapat
meningkatkan sekresi insulin cukup untuk mengimbangi resistensi
insulin. Konsentrasi insulin mungkin tinggi, namun tidak tepat bila
11
xxv
tingkat glikemia rendah. Disfungsi sel beta adalah faktor utama di
seluruh spektrum pra-diabetes untuk diabetes (Khardori, 2011).
Sebuah studi dari remaja obesitas oleh Bacha dkk menegaskan apa
yang semakin menjadikan stres pada orang dewasa juga: fungsi sel beta
yang terjadi pada awal proses patologis dan tidak selalu mengikuti tahap
resistensi insulin. Fokus tunggal pada resistensi insulin sebagai "menjadi
semua dan mengakhiri semua" secara bertahap berubah, dan pilihan
pengobatan yang lebih baik yang fokus pada sel beta patologi akan untuk
mengobati munculnya gangguan awal. Dalam perkembangan dari
toleransi glukosa normal menjadi toleransi glukosa abnormal, kadar
glukosa darah postprandial terjadi kenaikan pertama, akhirnya,
hiperglikemi puasa berkembang sebagai penekanan glukoneogenesis
hepatik gagal. Sebuah skema yang sederhana untuk patofisiologi
metabolisme glukosa abnormal pada DM tipe 2 digambarkan pada
gambar di bawah.
Gambar 2.2 Metabolime Glukosa Abnormal
(Khardori, 2011)
12
xxvi
Selama induksi resistensi insulin, seperti yang terlihat setelah
peningkatan kalori, administrasi steroid, atau aktivitas fisik, kadar
glukagon meningkat dan peningkatan kadar glucose-dependent
insulinotropic polipeptide (GIP) menyertai intoleransi glukosa, namun,
postprandial glucagonlike peptide-1 (GLP-1) responnya berubah
(Khardori, 2011).
Hal ini memiliki implikasi fisiologis, misalnya, jika GLP-1 tingkat
tidak berubah, GLP-1 dapat menjadi sasaran terapi pada keadaan yang
disebutkan di atas. High mobility group A1 (HMGA1) protein adalah
regulator kunci dari insulin receptor gene (INSR). Varian fungsional dari
gen HMGA1 berhubungan dengan peningkatan risiko diabetes. Varian
ini ditunjukkan untuk menyebabkan penurunan kadar protein baik
HMGA1 dan INSR. Meskipun patofisiologi penyakit berbeda antara jenis
diabetes, sebagian besar komplikasi, termasuk mikrovaskular,
makrovaskular, dan neuropatik, mirip terlepas dari jenis diabetes.
Hiperglikemia tampaknya menjadi penentu komplikasi mikrovaskuler
dan metabolik. Penyakit makrovaskuler jauh lebih sedikit berhubungan
dengan glikemia (Khardori, 2011).
Resistensi insulin bersamaan dengan abnormalitas lipid (yaitu,
peningkatan kadar low density lipoprotein (LDL), rendahnya kadar high
density lipoprotein (HDL), peningkatan kadar trigliserida yang kaya sisa-
sisa lipoprotein) dan kelainan trombotik (yaitu, tipe-1 meningkat
plasminogen activator inhibitor (PAI-1), fibrinogen meningkat), serta
13
xxvii
faktor-faktor risiko konvensional arterosklerosis (misalnya, riwayat
keluarga, merokok, hipertensi, peningkatan LDL, rendah HDL),
menentukan risiko kardiovaskular. Tidak seperti hati dan otot polos,
resistensi insulin tidak berhubungan dengan meningkatnya akumulasi
lipid miokard (Khardori, 2011).
b. Etiologi DM tipe 2
DM tipe 2 terjadi ketika gaya hidup diabetogenik (yaitu, asupan
kalori berlebihan, pengeluaran kalori tidak memadai, obesitas) yang
dietakkan di atas genotipe yang rentan. Indeks massa tubuh di mana berat
badan berlebih meningkatkan risiko untuk diabetes bervariasi dengan
kelompok-kelompok ras yang berbeda. Sebagai contoh, dibandingkan
dengan orang-orang keturunan Eropa, orang-orang dari keturunan Asia
tingkat risiko untuk diabetes pada lebih rendah pada kelebihan berat
badan. Hipertensi dan prehipertensi yang dihubungkan dengan risiko
lebih besar terkena diabetes pada orang kulit putih dibandingkan dengan
Amerika dan Afrika. Selain itu, lingkungan di dalam rahim
mengakibatkan berat badan lahir rendah dapat mempengaruhi beberapa
individu untuk mengembangkan DM tipe 2 (Khardori, 2011).
Sekitar 90% pasien yang mengidap DM tipe 2 mengalami obesitas.
Pada penelitian prospektif telah menunjukkan bahwa pola makan yang
padat energi dapat menjadi faktor risiko perkembangan diabetes yang
tidak bergantung pada awal obesitas. Diabetes mellitus dapat disebabkan
oleh kondisi lain. Beberapa studi menunjukkan bahwa polusi lingkungan
14
xxviii
mungkin berperan dalam pengembangan dan perkembangan DM tipe 2.
Sebuah program terstruktur dan terencana diperlukan untuk sepenuhnya
mengeksplorasi potensi yang menginduksi diabetes polutan lingkungan.
Diabetes sekunder dapat terjadi pada pasien yang memakai
glukokortikoid atau ketika pasien memiliki kondisi yang menentang aksi
insulin (misalnya, sindrom Cushing, akromegali, pheochromocytoma)
(Khardori, 2011).
Faktor risiko utama untuk DM tipe 2 adalah sebagai berikut:
1) Umur lebih dari 45 tahun (meskipun,seperti disebutkan di atas, DM
tipe 2 terjadi dengan frekuensi yang meningkat pada orang muda).
2) Berat badan lebih dari 120% dari berat badan yang diinginkan.
3) Riwayat keluarga dengan DM tipe 2.
4) Hispanik, penduduk asli Amerika, Afrika Amerika, Asia Amerika,
atau keturunan Kepulauan Pasifik.
5) Riwayat adanya toleransi glukosa tergangu sebelumnya atau glukosa
puasa terganggu.
6) Hipertensi (> 140/90 mm Hg) atau dislipidemia (HDL < 40 mg/dl atau
tingkat trigliserida > 150 mg/dl).
7) Riwayat diabetes melitus gestasional atau melahirkan bayi dengan
berat lahir > 9 pound.
8) Sindrom ovarium polikistik (yang mengakibatkan resistensi insulin)
(Khardori, 2011).
15
xxix
Genetika DM tipe 2 sangat kompleks dan tidak sepenuhnya
dipahami. Bukti yang mendukung keterlibatan beberapa gen dalam
kegagalan sel beta pankreas dan resistensi insulin (Khardori, 2011).
3. C-Reactive Protein
CRP adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum
normal walaupun dalam jumlah kecil. Dalam beberapa keadaan tertentu
dengan reaksi radang atau kerusakan jaringan (nekrosis), baik yang
disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan oleh karena infeksi,
kadar CRP dalam serum dapat meningkat sampai 1000 kali. Indikasi
pemeriksaan CRP :
a. Membantu menegakkan diagnosis dari keadaan atau penyakit yang
berhubungan dengan proses keradangan, dan nekrosis jaringan.
b. Memantau hasil pengobatan (effectiviness of therapy) dan beberapa
penyakit dengan keradangan akut atau kerusakan jaringan.
c. Pertanda inflamasi pada penyakit kardiovaskular untuk meramal
kemungkinan adanya serangan jantung koroner dan menambah informasi
faktor risiko tradisional (Handojo, 2003).
Sintesis CRP terutama di hati, yaitu oleh beberapa sel hepatosit.
Menurut beberapa sarjana, ada kemungkinan bahwa CRP juga disintesis
oleh beberapa sellain di luar hati. Dalam waktu yang relatif singkat (6-8
jam) setelah terjadinya reaksi radang akut atau kerusakan jaringan, sintesis,
dan sekresi dari CRP meningkat tajam, dan hanya dalam waktu 24-43 jam
telah mencapai puncaknya. Kadar dari CRP akan menurun dengan tajam
16
xxx
pula bila keradangan atau kerusakan jaringan telah mereda. Dalam waktu
sekitar 24-48 jam telah mencapai normalnya kembali. Kemungkinan sangat
besar bahwa produksi CRP tersebut dipengaruhi oleh suatu mediator
humoral, seperti interleukin-6 (IL-6). Sitokin lain yang ikut berperan dalam
sintesis CRP, yaitu Tumor Necrosis Factor Apha (TNF-α) dan Transforming
Growth Factor (TGF). Hanya colchicine saja yang dapat menghambat
produksi dari CRP sedangkan obat imunosupresif (corticosteroid dan lain
sebagainya) atau obat anti radang (NSAID) tidak menghambat sekresinya.
Fungsi dan peran CRP di dalam tubuh belum diketahui seluruhnya, banyak
hal yang masih merupakan hipotesis. Meskipun CRP bukan suatu antibodi,
tetapi CRP mempunyai fungsi biologis yang menunjukkan peranannya pada
proses keradangan, dan mekanisme daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Beberapa hal yang diketahui tentang fungsi biologis CRP adalah, sebagai
berikut :
a. CRP dapat mengikat C-polisakarida (CPS) dari berbagai bakteri melalui
reaksi presipitasi atau aglutinasi.
b. CRP dapat meningkatkan aktivitas, dan motilitas sel fagosit seperti
granulosit, dan monosit atau makrofag.
c. CRP dapat mengaktifkan komplemen, baik melalui jalur klasik mulai
dengan C1q maupun jalur alternatif.
d. CRP dapat menghambat agregasi trombosit, baik yang ditimbulkan
adrenalin, ADP maupun kolagen.
17
xxxi
+
A g la ru t A nt ibo di
P res ipita s i
e. CRP mempunyai daya ikat selektif terhadap limfosit T . Dalam hal ini
diduga CRP memegang peranan dalam pengaturan bebrapa fungsi
tertentu selama proses keradangan.
f. CRP mengenal residu fosforiklorin dari fosfolipid, lipoprotein membran
sel rusak, kromatin inti, dan kompleks DNA-histon.
g. CRP dapat mengikat, dan mendetoksifikasi bahan toksin endogen yang
terbentuk sebagai hasil kerusakan jaringan (Handojo, 2003).
Pada penentuanya, CRP dianggap sebagai antigen yang akan
ditentukan dengan menggunakan suatu antibodi spesifik yang diketahui
jenisnya (antibodi anti CRP). Jadi penentuan CRP merupakan suatu reverse
serologi. Dengan suatu antisera yang spesifik, CRP (merupakan Ag yang
larut) dalam serum dan mudah dipresipitasikan. Menurut prinsip dasarnya
penentuan CRP dibagi sebagai berikut :
a. Tes Presipitasi
Lihat gambar 2.3. Sebagai antigen ialah CRP yang akan ditentukan, dan
asebagai antibodi adalah anti CRP yang telah diketahui.
Gambar 2.3 Prinsip Dasar Uji Presipitasi (Handojo, 2003)
18
xxxii
+
Anti CRP pada partikel
CRP dalamserum
Aglutinasi
b. Aglutinasi pasif
Pada penentuan CRP, antibodi yang disalutkan pada partikel untuk
menentukan adanya antigen di dalam serum, seperti seperti tampak pada
gambar 2.4.
Gambar 2.4 Prinsip Dasar Penentuan CRP Dengan Reverse Passive Agglutination Test
(Handojo, 2003)
c. Uji ELISA
Biasanya dipakai teknik Double Antibody Sandwich ELISA. Antibodi
pertama (antibodi pelapis) dilapiskan pada fase padat, kemudian
ditambahkan serum penderita. Selanjutnya ditambahkan antibodi kedua
(antibodi pelacak) yang berlabel enzim. Akhirnya ditambahkan substrat,
dengan reagen penghenti reaksi. Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif.
d. Imunokromatografi
Uji imunokromatografi untuk CRP merupakan asai Sandwich
imunonumetrik. Pada tes ini antibodi monoklonal terhadap CRP
diimobilisasi pada membran selulose nitrat di garis pengikat (capture
line). Bila ditambahkan serum yang diencerkan sampai ambang atas titer
rujukannya pada bantalan sampel (sample pad) maka CRP dalam sampel
19
xxxiii
akan dihisap oleh bantalan absorban menuju bantalan konjugat, dan akan
diikat oleh konjugat (antibodi monoklonal) pertama, berlabel emas
koloidal. Selanjutnya CRP yang telah mengikat konjugat akan dihisap
oleh bantalan absorban menuju ke garis pengikat yang mengandung
antibodi monoklonal kedua terhadap CRP sehingga berubah warna
menjadi merah. Sisanya yang tidak terikat pada garis pengikat (capture
line) akan bergerak menuju garis kontrol yang mengandung antibodi anti
tikus yang mengikat sisa konjugat yang tak terikat pada garis pengikat.
Konjugat yang tidak terikat dibersihkan dari membran dengan larutan
pencuci yang selanjutnya dihisap oleh membran absorban. Bila kadar
CRP lebih tinggi daripada ambang atas titer rujukannya, akan terbentuk
warna merah coklat pada garis pengikat di membran yang intensitasnya
berbanding lurus dengan kadar CRP dalam serum. Pembacaan hasil
secara kuantitatif dapat dilakukan dengan Nycocard reader II.
e. Imunoturbidimetri
Merupakan cara penentuan CRP secara kuantitatif. Prinsip dasarnya
hampir sama dengan penentuan kadar protein lain secara turbidimetris.
Jadi CRP dalam serum akan mengikat antibodi spesifik terhadap CRP
membentuk suatu kompleks imun. Kekeruhan (turbidity) yang terjadi
sebagai akibat ikatan tersebut diukur secara fotometris. Konsentrasi dari
CRP ditentukan secara kuantitatif dengan pengukuran turbidimetrik
(Handojo, 2003).
20
xxxiv
4. Korelasi patofisiologis
Dalam studi yang diterbitkan dalam New England Journal of
Medicine pada tahun 2007, kadar High Sensitive CRP (hs-CRP) dan
Interleukin 6 (IL-6) secara signifikan terkait dengan risiko DM terlepas dari
kelompok etnis. Studi ini memberikan dukungan untuk peran kronis
peradangan dalam pengembangan DM tipe 2 pada perempuan. Menariknya,
Tumor Nekrosis Faktor alfa (TNF-alfa) menghambat langsung sinyal dari
insulin mungkin berperan penting dalam menginduksi resistensi insulin
perifer pada orang obesitas. Peradangan sistemik, ditunjukkan dengan
adanya peningkatan penanda seperti hs-CRP, TNF-alfa, dan IL-6, mungkin
juga berperan penting dalam pengembangan berikutnya dari DM tipe 2.
Dalam studi in vitro telah membuktikan bahwa penurunan pengaturan
dari endotel nitrat oksida sintetase oleh hs-CRP dapat menyebabkan
disfungsi endotel yang meningkatkan resistensi insulin dengan
menghasilkan produksi berlebih dari molekul adhesi endotel, yang
menginduksi resistensi insulin. Obesitas terkait inflamasi dan stres
metabolik menginduksi resistensi insulin menghambat aktivitas reseptor
insulin. Selain itu, keadaaan resistensi insulin yang meningkatkan produksi
hepatik hs-CRP sejak insulin memiliki efek anti-inflamasi sedangkan
glukosa mempromosikan produksi asam lemak bebas, sehingga hasilnya
peningkatan stres oksidatif dan peningkatan hs-CRP (Codario, 2010).
Kadar CRP meningkat normal pada pasien DM tipe 2, dan CRP
berkorelasi positif dengan derajat aterosklerosis dan berisiko terkena
21
xxxv
penyakit jantung. CRP memiliki efek prokoagulan terkait dengan faktor
jaringan dan juga menghambat nitrat oksida sintase, yang meningkatkan
tekanan vaskular. CRP juga berpotensi dalam pembentukan bekuan dengan
menghambat plasminogen aktivator inhibitor-1. Pasien DM tipe 2
menunjukan disfungsi endotel yang sangat besar. Sel endotel berperan
penting dalam aktivasi trombosit dan migrasi sel otot polos. Pada pasien
DM produksi nitrat oksidase endotel menurun, memungkinkan proliferasi
sel otot polos dan agregasi platelet tidak terkendali, menyebabkan cedera
pembuluh darah meningkat dan selanjutnya terjadi aterosklerosis. Pada
penderita DM terjadi peningkatan tekanan vaskular dan migrasi otot polos
vaskuler karena kenaikan vasokonstriksi, terutama endotelin-1. Proses
bermigrasinya otot-otot polos dari tunika media ke tunika intima,
diperkirakan berperan penting dalam pembentukan ateroma. Tidak seperti
ateroma pada pasien nondiabetes, ateroma pada diabetes itu jauh lebih stabil
karena hiperglikemia menginduksi perubahan lipid, meningkatkan apoptosis
pada plak sel-sel otot polos menyebabnya pecahnya plak dan terjadi
penyakit jantung (Feinglos, 2008).
5. Penelitian terkait
Pada peneletian yang dilakukan Rahman dan kawan-kawan (2009)
DM tipe 2 dikaitkan dengan peningkatan penanda pada penyakit mikro dan
makrovaskular aterosklerosis yang melibatkan jantung, serebral dan
pembuluh besar perifer. Penanda sub klinik inflamasi sistemik CRP
mungkin positif berhubungan dengan risiko aterosklerosis penyakit arteri
22
xxxvi
koroner di masa depan, penyakit serebrovaskular atau penyakit arteri
perifer. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan kawan-kawan
kadar CRP serum (p < 0,05) lebih tinggi pada pasien DM tipe 2
dibandingkan dengan pasien kontrol sehat. Sangat signifikan (p < 0,001)
korelasi positif ditemukan antara CRP serum dan kadar glukosa darah puasa
pasien DM tipe 2. Oleh karena itu, diasumsikan dari penelitian tersebut
bahwa peningkatan kronis kadar CRP merupakan indikasi risiko
pembentukan ateroklerosis.
Menurut penelitian Coban dan Sari (2003) dinyatakan bahwa Hs-CRP
pada orang normal cenderung rendah dan pada pasien dengan glukosa puasa
yang meningkat kadar Hs-CRPnya meningkat, jadi pada pasien dengan
glukosa darah puasa yang meningkat berisiko terkena penyakit
kardiovaskular dibanding orang normal.
Menurut penelitian yang dilakukan Bhowmick dan kawan-kawan
dinyatakan bahwa CRP sebagai penanda adanya mikroalbuminuria pada
pasien DM tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk. Penelitian ini
mendukung hipotesis bahwa disfungsi endotel dan aktivitas inflamasi yang
terlibat dalam patogenesis mikroalbuminuria dan menggarisbawahi
pentingnya kontrol glikemik dalam perkembangan peradangan pada
diabetes.
23
xxxvii
B. Kerangka Konseptual
`
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual
(Codario, 2010)
Diabetes melitus tipe 2
Glukosa Darah Meningkat
Asam lemak bebas
Resistensi insulin
CRP meningkat Inflamasi Interleukin
24
xxxviii
C. Hipotesis
H0 : tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar glukosa darah puasa
dengan kadar CRP
H1 : ada korelasi yang signifikan antara kadar glukosa darah puasa dengan
kadar CRP
``
25
xxxix
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan
metode rancangan survey cross sectional. Survey cross sectional ialah suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subjek hanya
diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau
variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010).
B. Populasi, Sampel, dan Sampling
1. Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Dalam penelitian ini, populasi penelitian adalah pasien DM tipe 2 di
rumah sakit Bhayangkara Kediri.
2. Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi yang ada (Notoatmodjo, 2010).
26
xl
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2
rawat inap di rumah sakit Bhayangkara Kediri yang memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
1) Laki-laki dan perempuan.
2) Pasien DM tipe 2 rawat inap di rumah sakit Bhayangkara Kediri.
3) Adanya persetujuan dari objek penelitian.
b. Kriteria eksklusi
1) Penderita dengan rhematik artritis, SLE, luka bakar, radang usus, dan
infeksi bakteri.
2) Sedang memakai obat-obatan NSAID, steroid, ACTH, kortison,
diuretik (hidroklorotiazid, furosemid, asam etakrinat), obat anestesi,
dan levodopa.
3) Penderita DM dengan gangren.
4) Penderita DM dengan penyakit jantung.
3. Metode pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel merupakan suatu cara yang digunakan
untuk memperoleh sampel yang akan digunakan untuk penelitian
(Notoatmodjo, 2010).
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah secara
aksidental dimana ini dilakukan dengan mengambil kasus atau responden
yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks
penelitian.
27
xli
Besarnya sampel tidak dapat ditentukan karena metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah secara aksidental (accidental sampling). Jadi,
besarnya sampel dalam penelitian ini adalah seberapa banyak pun pasien
DM tipe 2 rawat inap di rumah sakit Bhayangkara Kediri pada bulan Mei
tahun 2012.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel independen (variabel bebas)
Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel ini dikenal dengan
variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel lain
(Notoatmodjo, 2010).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar glukosa darah puasa
yang mempengaruhi kadar CRP.
2. Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat dari variabel bebas (Notoatmodjo, 2010).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar CRP.
D. Definisi Operasional Variabel
1. Definisi operasional
a. Glukosa darah
Glukosa adalah yang paling umum dari gula dan bentuk utama dari gula
yang disimpan dalam tubuh untuk energi. Kadang-kadang disebut
28
xlii
sebagai gula darah atau dekstrosa dan sangat penting terutama untuk
individu yang memiliki diabetes atau hipoglikemia (Rasberry, 2012).
b. CRP
CRP adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum
normal walaupun dalam jumlah kecil (Handojo, 2003).
2. Alat ukur
a. Glukosa
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan glukosa adalah fotometer
BS-3000.
b. CRP
Untuk pemeriksaan CRP digunakan metode aglutinasi latex secara
semikuantitatif.
3. Hasil ukur
a. Glukosa darah puasa
Glukosa darah puasa : < 110 mg/dl
b. CRP
CRP : 1-3 mg/dl
4. Skala ukur
a. Glukosa darah puasa :skala rasio
b. CRP semikuatitatif : skala interval
29
xliii
Cahaya Filter Kuvet Penerima A/D
E. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratrium serologi dan kimia klinik
di IIK Bhakti Wiyata Kediri dan pengambilan sampel di instalasi rawat inap
rumah sakit Bhayangkara Kediri.
F. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama satu bulan yaitu pada tanggal
1–31 Mei 2012.
G. Instrumen Penelitian
BS Series Semi-Automatic Biochemistry Analyzer digunakan untuk
mengukur item biokimia dan bagian dari item imun, dengan karakteristik
presisi tinggi, pengulangan yang baik dan fungsinya lengkap.
1. Prinsip
Alat ini dirancang berdasarkan hukum Lambert-Beer. Ketika sinar
monokromatik melewati target zat terlarut, maka akan diserap. Konsentrasi
zat terlarut dapat dihitung dengan mengukur absorbansi. Proses pengukuran
analisa direpresentasikan sebagai berikut skema:
Gambar 3.1 Prinsip BS-3000
(Sinnowa Medical Science and Technology, 2009)
30
xliv
Gambar 3.2 BS-3000M
(Sinnowa Medical Science and Technology, 2009)
2. Kondisi Kerja
Daya yang disediakan : AC220V ±10%, 5CHz±2% atau AC110V±10%,
60Hz±2%
Sekring : F2AL
Daya : 150VA
Suhu : 15-30ºC
Kelembapan : 30-70%
Tekanan Atmosfer : 86.0kpa-106.0kpa
Jauhkan diri dari medan elektromagnetik, sinar matahari langsung dan
radiasi ultraviolet.
3. Spesifikasi teknik
Metode : end point, two point, multi standard, kinetik,
bikromatik, dan serum blank.
Program tes : 200 pilihan, yang dapat dimodifikasi dan dihapus.
31
xlv
Kapasitas flow cell : 32 µl
Kontrol suhu : 25ºC, 30ºC, 37±0,1ºC, suhu ruangan.
Sistem optik : penyaring interferensial, 340 / 405 / 492 / 510 /
546 / 578 / 620 nm dan dua penyaring lagi yang tersedia.
Sumber cahaya : 6 V 10 W lampu halogen
Range fotometer : 0-2,5A
Tampilan : layar LCD
Dimensi : 39cmx37cmx18cm
H. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan data
penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Pengumpulan data primer yang diperoleh dari pengukuran langsung kadar
glukosa darah puasa dan CRP pada pasien DM tipe 2 rawat inap di rumah
sakit Bhayangkara Kediri.
2. Pengumpulan data sekuder dalam penelitian ini diperoleh dari bagian rekam
medis rumah sakit Bhayangkara Kediri tentang jumlah penderita DM tipe 2
selama 6 bulan terakhir.
Prosedur pemeriksaan glukosa darah puasa dan CRP sebagai berikut :
1. Glukosa
a. Metode
GOD-PAP
32
xlvi
GOD
POD
b. Tujuan
Untuk membantu diagnosa penyakit DM
c. Prinsip
Indikator kolorimetri adalah quinominine. Penentuan indikator glukosa
setelah oksidasi enzimatik oleh glukosa oksidase. 4-aminoantipirin,
fenol dan hidrogen peroksida.
(Reaksi Trinder)
Glukosa + O2 asam glukonik + H2O2
2 H2O2 + 4-aminoantipirin + phenol quinominine + H2O2
d. Reagen
Buffer Phosphat pH 7,5 250 mmol/L
Phenol 5 mmol/L
4-aminoantipirin 0,5 mmol/L
Glukosa oksidase (GOD) ≥10 Kµ/L
Peroxidase (POD) ≥1 Kµ/L
Standar 10 mg/dl (5,55 mmol/L)
Keterangan :
Reagen stabil sampai dengan akhir kadaluwarsa, jika disimpan di 2-8ºC,
terlindung dari cahaya dan kontaminasi dihindari. Jangan membekukan
reagen. Standar stabil sampai dengan akhir kadaluwarsa, jika disimpan
pada 2-25º C. Pengukuran tidak dipengaruhi oleh perubahan warna yang
terjadi sesekali, selama absorbansi dari reagen <0,3 pada 546 nm.
33
xlvii
Pra Analitik
e. Spesimen
Pisahkan 1 jam setelah pengumpulan darah dari sel darah.
Stabilitas plasma setelah penambahan inhibitor glikolitik (antikoagulan
NaF) :
2 hari pada 20-25ºC
7 hari pada 2-8ºC
1 hari - 20ºC
Stabilitas serum tanpa menambahkan inhibitor glikolitik
8 jam pada 25ºC
72 jam pada 4ºC
f. Alat
1) Mikropipet 1000 µl, 10 µl
2) Blue dan yellow tip
3) Tabung serologi
4) Rak tabung
5) Fotometer BS-3000
Analitik
g. Cara kerja
1) Siapkan 3 tabung serologi dan kerjakan sebagai berikut :
34
xlviii
Tabel 3.1 Prosedur Pemeriksaan Glukosa
Tes Standar Blanko
Sampel 10µl
Standar 10µl
Reagent 1000µl 1000µl 1000µl
Aquadest 10µl
2) Campur, inkubasi selama 20 menit pada suhu kamar atau 10 menit
pada waterbath.
Perhitungan :
Glukosa (mg/dl) = ∆ ∆
× KonsentrasiStandar
Post Analitik
h. Harga normal :
Glukosa puasa : <110 mg/dl (Diasys Diagnostic System GmbH, 2009).
2. CRP
a. Prinsip
Uji ini dilakukan dengan menguji suspensi partikel lateks yang dilapisi
dengan anti-antibodi manusia terhadap serum CRP diketahui. Adanya
aglutinasi yang terlihat menunjukkan peningkatan kadar CRP ke tingkat
yang signifikan secara klinis.
35
xlix
Pra Analitik
b. Reagen
1) Reagent latex
2) Kontrol positif
3) Kontrol negatif
4) Glycin diluent buffer
Simpan reagen pada suhu 2-8ºC, jangan pada frezeer. Reagen siap untuk
digunakan. Gunakan serum segar yang diperoleh dari sentrifugasi darah
beku. Sampel dapat disimpan pada 2-8ºC selama 48 jam sebelum
melakukan tes. Untuk waktu yang cukup lama serum harus dibekukan.
Serum hemolisis, serum lipemik atau tercemar harus dibuang.
c. Alat :
1) Slide CRP
2) Pengaduk
3) Yellow tip
4) Mikropipet 50µl / pipet ukur 0,1 ml
Analitik
d. Cara kerja
1) Tes CRP Kualitatif
a) Dipipet 0,05 ml serum ditambah 0,05 ml reagen lateks pada slide
CRP.
36
l
b) Campur kemudian tunggu 1-2 menit lihat adanya aglutinasi.
2) Tes CRP Semikuantitatif
a) Lakukan pengenceran sebagai berikut :
Tabel 3.2 Prosedur Pengenceran Serum
Pengenceran 1/2 1/4 1/8 1/16
Glycin (µl) 50 50 50 50
Serum (µl) 50 50 50 50
Buang 50 µl
b) Kemudian tambahkan reagen lateks lalu campur serum dan reagen
lateks dengan ujung pipet.
c) Kemudian goyang-goyang slide dan lihat terjadinya aglutinasi, lalu
lakukan pada pengenceran selanjutnya.
Post Analitik
e. Interpretasi
Negatif pada tes kualitatif : 0
Positif pada tes kualitatif : 6 mg/dl
Pengenceran 1/2 : 12 mg/dl
Pengenceran 1/4 : 24 mg/dl
Pengenceran 1/8 : 48 mg /dl
Pengenceran 1/16 : 96 mg/dl
Harga normal : 1-3 mg/dl (Plasmatec, 2009)
37
li
I. Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan untuk mengetahui korelasi kadar
glukosa darah puasa dengan CRP pasien DM tipe 2 rawat inap di rumah sakit
Bhayangkara Kediri adalah dengan menggunakan program SPSS 16.0.
Menurut Dahlan (2011) nilai koefisien korelasi dalam
menginterpretasikan koefisien korelasi sebagai berikut :
0,00 – 0,199 = sangat lemah
0,20 – 0,399 = rendah
0,40 – 0,599 = sedang
0,60 – 0,799 = kuat
0,80 – 1,000 = sangat kuat
38
lii
J. Kerangka Kerja
Tidak
Ya
Gambar 3.3 Kerangka Kerja
Populasi DM tipe 2
Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
Tidak dilanjutkan
Glukosa Darah Puasa CRP
Hasil
Analisis Statistik
Kesimpulan
Sampel
39
liii
K. Etika Penelitian
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan Menjadi Responden)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti,
peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak
yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Peneliti
menghormati keputusan responden untuk menerima atau menolak.
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data untuk menjaga kerahasiaan tapi cukup dengan memberi
kode pada masing-masing lembar tersebut.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan klien sebagai responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai
hasil riset.
40
liv
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 41 responden (Pasien DM
Tipe 2) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri diperoleh data
sebagai berikut.
Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar CRP pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri
No. Kode Sampel Umur Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar CRP (mg/dl)
1 S1 47 th 284 12 2 S2 62 th 283 12 3 S3 60 th 290 12 4 S4 47 th 210 0 5 S5 72 th 180 0 6 S6 58 th 225 6 7 S7 58 th 462 96 8 S8 50 th 221 6 9 S9 55 th 147 0 10 S10 60 th 159 0 11 S11 48 th 158 0 12 S12 44 th 153 0 13 S13 53 th 167 0 14 S14 40 th 276 6 15 S15 51 th 223 6 16 S16 46 th 262 6 17 S17 53 th 140 0 18 S18 75 th 188 0 19 S19 56 th 262 6 20 S20 47 th 295 12 21 S21 52 th 217 0 22 S22 52 th 367 24 23 S23 49 th 194 0 24 S24 57 th 204 0
41
lv
Lanjutan :
No. Kode Sampel Umur Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar CRP (mg/dl)
25 S25 53 th 254 6 26 S26 47 th 233 6 27 S27 50 th 177 0 28 S28 46 th 170 0 29 S29 47 th 232 6 30 S30 53 th 425 48 31 S31 46 th 429 48 32 S32 48 th 183 0 33 S33 70 th 366 24 34 S34 46 th 189 0 35 S35 50 th 204 0 36 S36 65 th 210 0 37 S37 56 th 180 0 38 S38 55 th 150 0 39 S39 60 th 201 0 40 S40 45 th 175 0 41 S41 45 th 148 0
B. Data Umum
1.Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.2 Karakteristik Berdasarkan Umur pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri
No. Umur F % 1 <50 tahun 17 41,5 2 50-60 tahun 20 48,8 3 > 60 tahun 4 9,8
Total 41 100
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui hampir setengah responden
berumur 50-60 tahun yaitu 20 responden (48,8%) dari total 41
responden.
42
lvi
C. Data Khusus
1.Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Puasa
Sumber : Data Hasil Penelitian 2012 Gambar 4.1 Diagram Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Puasa pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri pada Tahun 2012
Berdasarkan diagram gambar 4.1 diketahui rata-rata kadar glukosa
darah puasa sebesar 231,54 mg/dl dari 41 responden.
2.Hasil Pemeriksaan CRP
Sumber : Data Hasil Penelitian 2012 Gambar 4.2 Diagram Hasil Pemeriksaan CRP pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri pada Tahun 2012
Berdasarkan diagram dari gambar 4.2 diketahui rata-rata kadar
CRP pasien DM Tipe 2 sebesar 8,34 mg/dl dari 41 responden.
200 300 400
Kadar_Glukosa
0
2
4
6
8
10
12Fr
eque
ncy
Mean = 231.54Std. Dev. = 80.601N = 41
0 20 40 60 80 100
Kadar_CRP
0
10
20
30
40
Freq
uenc
y
Mean = 8.34Std. Dev. = 18.044N = 41
43
lvii
3.Korelasi Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar CRP pada
Pasien DM Tipe 2
Gambar 4.3 Diagram Korelasi Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar CRP pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri pada Tahun 2012
Guna membuktikan signifikasi hubungan diantara kedua veriabel
dilakukan analisis dengan uji korelasi Pearson product moment (jika
data berdistribusi normal) dan jika tidak berdistribusi normal maka uji
diganti dengan uji korelasi Spearman.
Tabel 4.3 Korelasi Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar CRP pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri pada Tahun 2012
Variabel Spearman
Coefficient Correlation
p
Kadar Glukosa – Kadar CRP 0,901 0,000 n observasi = 41 Adjusted R2 = 0,76 : 0,05
44
lviii
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui ada korelasi yang bermakna dari
kadar glukosa darah puasa dengan kadar CRP pada pasien DM tipe 2
rawat inap di rumah sakit Bhayangkara Kediri (p = 0,000 < α (0,05),
maka Ho ditolak artinya tingkat hubungan termasuk sangat kuat dan
berkorelasi positif (correlation coefficient 0,901), maka semakin tinggi
kadar glukosa darah maka semakin tinggi pula kadar CRP pada pasien
DM tipe 2.
45
lix
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pengantar Bab
Bab ini merupakan pembahasan dari hasil yang didapatkan pada bab
sebelumnya. Pada bab ini akan dibahas teori, penelitian terkait, hasil penelitian,
keterbatasan penelitian dan implikasinya.
B. Interpretasi dan Diskusi Hasil
Pada penelitian ini kami dapatkan pengaruh kenaikan kadar glukosa
darah yang mempengaruhi kadar CRP serum. Hal ini dimungkinkan karena
pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin dapat meningkatkan produksi hepatik
CRP sejak insulin memiliki efek anti-inflamasi sedangkan glukosa yang tinggi
meningkatkan produksi asam lemak bebas, sehingga hasilnya terjadi
peningkatan stres oksidatif dan peningkatan CRP. Sedangkan CRP sendiri
dapat menyebabkan disfungsi endotel yang meningkatkan resistensi insulin
dengan menghasilkan produksi berlebih dari molekul adhesi endotel, yang
menginduksi resistensi insulin sehingga terjadi peningkatan glukosa.
Hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar CRP
dibuktikan pada beberapa penelitian diantaranya oleh Rahman dan kawan-
kawan kadar CRP serum (p < 0,05) lebih tinggi pada pasien DM tipe 2
dibandingkan dengan pasien kontrol sehat. Sangat signifikan (p < 0,001)
korelasi positif ditemukan antara CRP serum dan kadar glukosa darah puasa
pasien DM tipe 2. Oleh karena itu, diasumsikan dari penelitian tersebut bahwa
46
lx
peningkatan kronis kadar CRP merupakan indikasi risiko pembentukan
ateroklerosis.
Menurut penelitian Coban dan Sari (2003) dinyatakan bahwa Hs-CRP
pada orang normal cenderung rendah dan pada pasien dengan glukosa puasa
yang meningkat kadar Hs-CRPnya meningkat, jadi pada pasien dengan glukosa
darah puasa yang meningkat berisiko terkena penyakit kardiovaskular
dibanding orang normal.
Pada penelitian yang dilakukan Bhowmick dan kawan-kawan (2007)
dinyatakan bahwa CRP sebagai penanda adanya mikroalbuminuria pada pasien
DM tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk. Penelitian ini mendukung
hipotesis bahwa disfungsi endotel dan aktivitas inflamasi yang terlibat dalam
patogenesis mikroalbuminuria dan menggarisbawahi pentingnya kontrol
glikemik dalam perkembangan peradangan pada diabetes.
Pada penelitian yang peneliti lakukan didapatkan banyak hasil 0 pada
pemeriksaan itu dikarenakan sensitifitas reagen CRP yang peneliti gunakan
hanya 6 mg/dl. Jadi jika kadar CRP dibawah 6 mg/dl tidak akan terjadi hasil
positif
Dalam penelitian ini menggunakan uji Korelasi Spearman dengan 41
responden. Didapatkan hasil p = 0,000 < α (0,05), maka Ho ditolak artinya
tingkat hubungan termasuk sangat kuat dan positif (correlation coefficient
0,901), maka semakin tinggi kadar glukosa darah maka semakin tinggi pula
kadar CRP pada pasien DM tipe 2. Hal ini membuktikan teori bahwa pada DM
tipe 2 jika kadar glukosa darah meningkat maka kadar CRP akan meningkat.
47
lxi
C. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini, keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti adalah dalam
metode pemeriksaan CRP yang digunakan masih menggunakan metode secara
kualitatif dan semikuantitatif, sedangkan pada penelitian yang sudah ada
menggunakan metode yang lebih sensitif seperti CRP kuantitatif dan Hs-CRP
sehingga dapat melihat peningkatan kadar CRP sekecil mungkin yang
diakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Diharapkan pada penelitian
selanjutnya agar menggunakan metode yang lebih sensitif agar diperoleh hasil
yang lebih baik lagi.
D. Implikasi
Pada penelitian ini pemeriksaan CRP pada pasien DM tipe 2 untuk
mendeteksi dini komplikasi yang ditimbulkan oleh DM tipe 2 itu sendiri.
Seperti risiko penyakit jantung koroner yang ditimbulkan oleh DM tipe 2 dapat
dilihat dari peningkatan CRP ataupun dapat sebagai penanda adanya
mikroalbuminuria.
48
lxii
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian korelasi kadar glukosa darah puasa dengan kadar
CRP serum pada pasien DM tipe 2 rawat inap di rumah sakit Bhayangkara
Kediri yang dilakukan di laboratorium patologi klinik Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri dan berdasarkan hasil uji statistik korelasi Spearman
dimana nilai signifikasi (p < 0,05) dapat diartikan bahwa H0 ditolak dan H1
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara
kadar glukosa darah puasa dengan kadar CRP serum pada pasien DM tipe 2.
B. Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Agar menggunakan metode pemeriksaan yang lebih sensitif untuk
pemeriksaan CRP seperti CRP kuantitatif atau hs-CRP untuk dapat
melihat peningkatan CRP sekecil mungkin.
b. Bisa juga menggunakan penelitian secara follow up atau bertahap tiap
bulan untuk mengetahui perubahan-perubahan kadar glukosa dan CRP
pada pasien DM tipe 2 tersebut.
c. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memakai analisis regresi spline
untuk lebih mengembangkan penelitian ini.
d. Selain itu, perlu diperhatikan pula terkait faktor-faktor pra analitik,
analitik, dan post analitik karena berbagai faktor tersebut sangat
berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan.
49
lxiii
2. Bagi Laboratorium
a. Dalam melakukan pengambilan spesimen sebaiknya diperhatikan
prosedur tetap dan faktor-faktor pra analitiknya.
b. Memberikan penjelasan semudah mungkin pada pasien agar terjalin
kerjasama yang baik dan saling menguntungkan baik bagi pasien maupun
laboran dari segi pengumpulan spesimen.
3. Bagi Masyarakat
Dengan mengetahui hasil penelitian ini diharapkan masyarakat lebih
mengerti dan memahami terkait pemeriksaan pada penyakit pada DM tipe 2
serta mendukung proses pra analitik dalam pemeriksaan tersebut.
Masyarakat juga bisa tahu adanya pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium
yang lain yang mendukung untuk penderita DM tipe 2.
50
lxiv
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. (2007). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html. Diakses 25 Desember 2011. Pukul 19.00 WIB.
Bhowmick, K., Kutty, A.V.M., Shetty, H.V. (2007). Glycemic Control Modifies The Association Between Microalbuminuria And C-Reactive Protein In Type 2 Diabetes Mellitus. http://medind.nic.in/iaf/t07/i2/iaft07i2p53.pdf. Diakses Tanggal 29 Desember 2011. Pukul 20.00 WIB.
Coban, E., Sari, R. (2003). The Levels of Serum High Sensitivity C-reactive Protein in Subjects with Impaired Fasting Glucose. http://www.turkjem.org/sayilar/20/165-168.pdf. Diakses Tanggal 29 Desember 2011. Pukul 20.00 WIB.
Codario, R.A. 2010. Type 2 Diabetes, Pre-Diabetes, and The Metabolic Syndrome. Edisi Kedua, Philadelphia : Humana Press, Hal. 6.
Dahlan, M.S. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika. Hal. 169.
Diasys Diagnostic Systems GMbH. 2009. Glucose GOD FS* . Alte Strasse 9 65558 Holzheim Germany.
Feinglos, M.N., Bethel, M.A., 2008. Type 2 Dibetes Melitus. Durham : Humana Press, Hal. 323.
Fonsesca, V.A., Pendergrass, M., McDuffe, R.A., 2010. Diabetes in Clinical Practice. London : Springer, Hal. 41-42.
Handojo, Indro.(2003). Imunoassai Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi. Surabaya : Airalangga University Press, Hal : 272-277.
Khardori, R. (2011). Type 2 Diabetes Mellitus. http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#a0104. Diakses Tanggal 28 Desember 2011. Pukul 21.00.
Kosasih, E.N., Kosasih, A.S. (2008). Tafsiran hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Edisi Kedua, Tangerang : Karisma Publishing Group, Hal. 275-277.
Nathan, D.M., Delahanthy, L.M. (2009). Menaklukkan Diabetes. Jakarta: Gramedia, Hal : 7.
51
lxv
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, Hal : 37, 115, 125.
Plasmatec Laboratory Products Ltd, 2009. CRP Latex Test Kit. Bridport, Dorset, UK.
Rahman, M., Kamal, A.H.M., Mollah, F.H., Hafiz, G., Arslan, M.I. (2009). Association of C-Reactive Protein with Fasting Blood Glucose in Newly Diagnosed Type 2 Diabetes Mellitus Patients. http://www.banglajol.info/index.php/BJPath/article/download/4110/3393, Diakses Tanggal 28 Desember 2011. Pukul 20.00 WIB.
Rasberry, C.N. (2012). Carbohydrates. http://www.faqs.org/nutrition/Ca-De/Carbohydrates.html. Diakses tanggal 20 Maret 2012. Pukul 21.00 WIB.
Sinnowa Medical Science and Technology. BS Series Semi-Automatic Biochemistry Analyzer. 2009 Nanjing,China. Hal. 1-2.
52
lxvi
Lampiran 1 :
FORMULIR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN
(Informed Consent)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Menyatakan bersedia untuk mengikuti penelitian tentang: KORELASI
KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DENGAN CRP PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA KEDIRI, secara suka rela setelah mendapat penjelasan
tentang tujuan dan manfaat dari penelitian tersebut.
Pelaksana Penelitian Kediri, Mei 2012
Responden
Moch. Abdul Rokim (……………………)
53
lxvii
Lampiran 2 :
54
lxviii
Lampiran 3 :
55
lxix
Lampiran 4 :
56
lxx
Lampiran 5 :
57
lxxi
Lampiran 6 :
58
lxxii
Lampiran 7 :
59
lxxiii
Lampiran 8 :
REKAPITULASI HASIL PENELITIAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR CRP PADA PASIEN
DM TIPE 2 RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
No. Kode Sampel Umur Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar CRP (mg/dl)
1 S1 47 th 284 12 2 S2 62 th 283 12 3 S3 60 th 290 12 4 S4 47 th 210 0 5 S5 72 th 180 0 6 S6 58 th 225 6 7 S7 58 th 462 96 8 S8 50 th 221 6 9 S9 55 th 147 0 10 S10 60 th 159 0 11 S11 48 th 158 0 12 S12 44 th 153 0 13 S13 53 th 167 0 14 S14 40 th 276 6 15 S15 51 th 223 6 16 S16 46 th 262 6 17 S17 53 th 140 0 18 S18 75 th 188 0 19 S19 56 th 262 6 20 S20 47 th 295 12 21 S21 52 th 217 0 22 S22 52 th 367 24 23 S23 49 th 194 0 24 S24 57 th 204 0 25 S25 53 th 254 6 26 S26 47 th 233 6 27 S27 50 th 177 0 28 S28 46 th 170 0 29 S29 47 th 232 6 30 S30 53 th 425 48 31 S31 46 th 429 48
60
lxxiv
Lanjutan
No. Nama Umur Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar CRP (mg/dl)
32 S32 48 th 183 0 33 S33 70 th 366 24 34 S34 46 th 189 0 35 S35 50 th 204 0 36 S36 65 th 210 0 37 S37 56 th 180 0 38 S38 55 th 150 0 39 S39 60 th 201 0 40 S40 45 th 175 0 41 S41 45 th 148 0
61
lxxv
Lampiran 9 :
SPSS DIAGRAM HISTOGRAM KADAR GLUKOSA
PADA PASIEN DM TIPE 2 RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
Graph
200 300 400
Kadar_Glukosa
0
2
4
6
8
10
12
Freq
uenc
y
Mean = 231.54Std. Dev. = 80.601N = 41
62
lxxvi
Lampiran 10 :
SPSS DIAGRAM HISTOGRAM KADAR CRP
PADA PASIEN DM TIPE 2 RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
Graph
0 20 40 60 80 100
Kadar_CRP
0
10
20
30
40
Freq
uenc
y
Mean = 8.34Std. Dev. = 18.044N = 41
63
lxxvii
Lampiran 11 :
SPSS UJI NORMALITAS DATA
1. KADAR GLUKOSA DARAH PUASA
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kadar_Glukosa N 41
Normal Parameters(a,b) Mean 231,54 Std. Deviation 80,601
Most Extreme Differences
Absolute ,176 Positive ,176 Negative -,128
Kolmogorov-Smirnov Z 1,125 Asymp. Sig. (2-tailed) ,159 a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Interpretasi : nilai p = 0,159 > 0,05 maka Ho diterima. Kesimpulan : data
berdistribusi normal. 2. KADAR CRP PADA PASIEN DM TIPE 2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kadar_CRP N 41
Normal Parameters(a,b) Mean 8,34 Std. Deviation 18,044
Most Extreme Differences
Absolute ,332 Positive ,332 Negative -,322
Kolmogorov-Smirnov Z 2,127 Asymp. Sig. (2-tailed)
,000
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Interpretasi : nilai p = 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak. Kesimpulan : data tidak
berdistribusi normal.
64
lxxviii
Lampiran 12 : SPSS
DIAGRAM SCATTER KORELASI YANG BERMAKNA DARI KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DENGAN KADAR CRP PADA PASIEN DM TIPE 2 RAWAT
INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
65
lxxix
Lampiran 13 :
SPSS UJI KORELASI SPEARMAN
KORELASI YANG BERMAKNA DARI KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DENGAN KADAR CRP PADA PASIEN DM TIPE 2 RAWAT
INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
Karena data CRP tidak berdistribusi normal maka uji Pearson diturunkan menjadi uji Spearman. Nonparametric Correlations Correlations
Kadar_Glukosa Kadar_CRP Spearman's rho Kadar_Glukosa Correlation
Coefficient 1,000 ,901(**)
Sig. (2-tailed) . ,000 N 41 41
Kadar_CRP Correlation Coefficient ,901(**) 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 . N 41 41
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
66
lxxx
Lampiran 14 :
67
lxxxi
Lampiran 15 :
Pengerjaan CRP di Laboratorium Serologi IIK
Hasil CRP
68