skripsi -...
TRANSCRIPT
i
STUDI KOMPARASI AKAD PEMBIAYAAN PEMBELIAN
SEPEDA MOTOR DI BMT AL-HUDA WONOSOBO DAN PT.
ADIRA FINANCE WONOSOBO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
SITI NUR ROHMAH
NIM. 21414010
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
ii
iii
STUDI KOMPARASI AKAD PEMBIAYAAN PEMBELIAN
SEPEDA MOTOR DI BMT AL-HUDA WONOSOBO DAN PT.
ADIRA FINANCE WONOSOBO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
SITI NUR ROHMAH
NIM. 21414010
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
iv
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Siti Nur Rohmah
NIM : 21414010
Judul : STUDI KOMPARASI AKAD PEMBIAYAAN
PEMBELIAN SEPEDA MOTOR DI BMT AL-HUDA
WONOSOBO DAN PT. ADIRA FINANCE
WONOSOBO
dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 7 Agustus 2018
Pembimbing
Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, M.A.
NIP. 195303261978031001
v
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Nur Rohmah
NIM : 21414010
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas : Syariah
Judul Skripsi : STUDI KOMPARASI AKAD PEMBIAYAAN PEMBELIAN
SEPEDA MOTOR DI BMT AL-HUDA WONOSOBO DAN
PT. ADIRA FINANCE WONOSOBO
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 7 Agustus 2018
Yang menyatakan
Siti Nur Rohmah
NIM: 21414010
vi
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
Jl. Nakula Sadewa No. 09 Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul
STUDI KOMPARASI AKAD PEMBIAYAAN PEMBELIAN SEPEDA
MOTOR DI BMT AL-HUDA WONOSOBO DAN PT. ADIRA FINANCE
WONOSOBO
Oleh:
Siti Nur Rohmah
NIM: 21414010
Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syariah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 21 Agustus 2018 dan
telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana
hukum (SH).
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.
Sekretaris Sidang : Prof. Dr. H. Muh Zuhri, M.A.
Penguji I : Evi Ariyani, M.H.
Penguji II : Sukron Mamun, M. Si.
Salatiga, 21 Agustus 2018
Dekan Fakultas Syariah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag NIP. 19670115 199803 2 002
mailto:[email protected]
vii
MOTTO
Barang siapa yang meringankan kesulitan seorang mukmin
dari kesulitan dunia, maka Allah akan meringankan
kesulitannya dari kesulitan di hari kiamat. Barang siapa
yang memudahkan orang yang tertimpa kesulitan, maka
Allah akan memudahkan kepadanya di dunia & akhirat.
Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah
akan menutupi aibnya di dunia & akirat. Allah akan
membantu hamba-Nya selagi hamba tersebut membantu
saudaranya
(HR. Muslim).
Sesungguhnya kesulitan itu selalu disertai dengan
kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai dari suatu
urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang
lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap.
(QS Al-Insyiroh : 6-8)
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Sugihono dan Ibu Siti Khayatun sebagai
motivator terbesar dalam hidupku yang tak mengenal lelah dan mendoakan
aku serta menyayangiku, terima kasih atas semua pengorbanan, keringat dan
kesabaran mengantarkanku sampai kini.
2. Segenap keluarga besarku yang selama ini mendoakan setiap saat untuk
kelancaran pembuatan skripsiku.
3. Bapak Prof. Dr. H. Muh Zuhri, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang selalu
memberikan saran, pengarahan, dan masukan sehingga skripsi dapat selesai
dengan maksimal sesuia dengan yang diharapkan.
4. Adikku tercinta, Febi Arifin satu-satunya keluarga kandungku yang kupunya
walaupun tidak ada ucapan yang keluar tetapi aku yakin pasti di dalam
batinmu selalu mendoakanku.
ix
Kata Pengantar
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kepada kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat Nya penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai
dengan yang di harapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang
telah diberikan oleh Nya, sehingga penulis dapat menyusun penulisan sekripsi
ini.
Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi, kekasih, spirit
perubahan Rasulullah SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat
sahabatnya, syafaat beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H), Fakultas Syariah, Jurusan Hukum
Ekonomi Syariah yang berjudul : Studi Komparasi Akad Pembiayaan
Pembelian Sepeda Motor di BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance
Wonosobo. Penulis mengakui bahwa dalam menyusunsn penulisan skripsi ini
tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah
penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi tingginya, ungkapan terima
kasih kadang tak bisa mewakili kata kata, namun perlu kiranya penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M. A, selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN
Salatiga.
x
3. Ibu Evi Ariyani, M. H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
IAIN Salatiga.
4. Bapak Prof. Dr. H Muh Zuhri, M. A. Selaku dosen pembimbing yang
selalu memberikan saran pengarahan dan masukan berkaitan dengan
penulisan skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan
yang diharapkan.
5. Ibu Luthfiana Zahriani, M. H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syariah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi,
sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.
6. Kepada semua narasumber yang berkenan memberikan informasi.
7. Terimakasi kepada teman-teman tercinta Wibowo, Buk Lay, Pret Uwi, Lia
R, Maul, Tante Ity, Rimbul, Arum, Pak Patir, Bangipul, Alpiyan, Dek
Arip, Dek Pena, Lina, serta teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu, terimakasih banyak untuk pertemanannya selama ini dan
sukses selalu untuk kalian semua.
8. Teman seperjuanganku Hukum Ekonomi Syariah 2014 IAIN Salatiga.
9. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi
Fakultas Syariah yang tidak bisa penulis sebut satu persatu yang selalu
memeberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
10. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun
memberikan kontribusi hebat dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan
xi
yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya, Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisisnya,
sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini, sehingga mudah dipahami.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, 7 Agustus 2018
Penulis.
SITI NUR ROHMAH
NIM. 21414010
xii
ABSTRAK
Rohmah, Siti Nur. 2018. Studi Komparasi Akad Pembiayaan Pembelian
Sepeda Motor di BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance
Wonosobo. Sekripsi Fakultas Syariah Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Prof . Dr. H. Muh. Zuhri, M.A.
Kata Kunci: Studi Komparasi, Akad Pembiayaan Pembelian Sepeda Motor.
Melihat berbagai kelemahan yang terdapat pada lembaga keuangan bank
dalam menyalurkan kebutuhan dana, maka muncul lembaga keuangan bukan
bank. Lembaga ini dikenal sebagai lembaga pembiayaan yang menawarkan
jenis-jeni pembiayaan dan penyaluran dana bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Lembaga pembiayaan bukan bank tersebut adalah BMT Al-Huda dan PT. Adira
Finance di mana lembaga-lembaga tersebut menyediakan produk inovatif dan
kreatif yang secara langsung memudahkan konsumen dalam pembiayaan seperti
pembiayaan sepeda motor.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
pelaksanaan akad pembiayaan pembelian sepeda motor di BMT Al-Huda
Wonosobo dan PT. Adira Finance Wonosobo, bagaimanakah perbedaaan dan
persamaan pelaksanaan akad pembiayaan pembelian sepeda motor di BMT Al-
Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance Wonosobo.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dengan
metode pengumpulan data, observasi, wawancara, dan studi pustaka. Sifat
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan
normatif yuridis, yaitu berdasarkan nash-nash dalam Al-Quran, Sunnah, dan
Jumhur Ulama dengan cara menelaah teori teori serta konsep konsep yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Berdasarkan penelitian yang diperoleh, penulis menyimpulkan bahwa
pelaksanaan pembiayaan pembelian sepeda motor di BMT, cara pembayarannya
yaitu diangsur tiap bulan sampai jangka waktu tertentu atau sampai dengan
jumlah yang disetujui oleh kedua belah pihak. Margin keuntungan yang diperoleh
oleh BMT sudah ditentukan dari BMT sendiri. Sedangkan praktik pembiayaan
pembelian sepeda motor di PT. Adira Finance, cara pembayarannya juga diangsur
tiap bulan sesuai perjanjian yang sudah ditentukan. Tetapi di Adira pada awal
pelaksanaan perjanjian, konsumen harus membayar uang muka terlebih dahulu
dan tabel pembayaran angsurannya sudah dibuatkan oleh Adira. Perbedaan antara
pembiayaan pembelian sepeda motor di BMT Al-Huda dengan PT. Adira Finance
adalah terletak pada akadnya. Pada pembiayaan syariah semuanya dilakukan di
depan. Maksudnya dilakukan di depan adalah keuntungan atau margin sudah
ditetapkan diawal. Sedangkan pembiayaan konvensional, konsumen sudah
diberikan tabel pembayaran. Harga on the road ditambah dengan bunga dan
biaya-biaya lainnya seperti asuransi, kemudian dikurangi uang muka dan dibagi
masa pembayaran.
xiii
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................. i
NOTA PEMBIMBING................................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................................................... iv
MOTTO .......................................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vii
ABSTRAK ..................................................................................................................... X
DAFTAR ISI .................................................................................................................XI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 6
E. Penegasan Istilah Judul ..................................................................................... 7
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 7
G. Metode Penelitian .............................................................................................. 8
H. Analisis Data .................................................................................................... 10
I. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Gambaran umum BMT ................................................................................... 13
1. Istilah BMT .......................................................................................... 13
2. Sejarah BMT............................................................................................... 14
3. Ciri-ciri Utama BMT ................................................................................. 16
4. Ciri-ciri Khusus BMT ................................................................................ 17
xiv
5. Tujuan BMT ............................................................................................... 17
6. Fungsi BMT ................................................................................................ 18
7. Visi dan Misi BMT .................................................................................... 19
B. Gambaran Umum Pembiayaan ...................................................................... 20
8. Pengertian Pembiayaan ....................................................................... 20
9. Tujuan Pembiayaan .............................................................................. 22
10. Fungsi Pembiayaan .............................................................................. 23
11. Macam-macam Akad dalam Pembiayaan ............................................ 24
12. Penerapan Pembiayaan dalam Perbankan ............................................ 28
13. Pengertian Akad ................................................................................... 29
C. Gambaran Umum Kredit ................................................................................ 30
1. Pengertian Kredit ............................................................................... 30
2. Macam-macam Kredit ........................................................................ 31
3. Unsur-unsur Kredit ............................................................................. 33
4. Fungsi Kredit bagi Masyarakat ........................................................... 33
5. Tujuan Penyaluran Kredit ................................................................... 33
6. Risiko Kredit ....................................................................................... 34
D. Gambaran Umum Leasing .............................................................................. 35
1. Pengertian Leasing ............................................................................. 35
2. Ciri-ciri Leasing .................................................................................. 35
3. Macam-macam Leasing ...................................................................... 36
4. Perbedaan Leasing dengan Perjanjian Lain ........................................ 37
5. Keuntungan dan Kerugian Leasing..................................................... 39
BAB III GAMBARAN UMUM BMT Al-HUDA dan PT. ADIRA FINANCE
A. Gambaran umum BMT Al-Huda ............................................................... 41
1. Sejarah Perkembangan BMT Al-Huda ................................................ 41
2. Visi dan Misi BMT Al-Huda ................................................................... 44
3. Prinsip Operasional BMT Al-Huda ..................................................... 44
4. Produk Layanan BMT Al-Huda ........................................................... 45
5. Contoh Akad Pembiayaan Ijarah Multijasa di BMT Al-Huda............. 47
xv
6. Pelaksanaan Produk Pembiayaan di BMT Al-Huda ............................ 48
B. Gambaran umum Adira Finance ................................................................ 49
1. Sejarah Perkembangan PT. Adira Finance........................................... 49
2. Visi dan Misi PT. Adira Finance ............................................................. 51
3. Prinsip Operasional PT. Adira Finance ................................................ 51
4. Produk Layanan PT. Adira Finance ..................................................... 52
5. Contoh Perjanjian Kredit di PT. Adira Finance ................................... 55
6. Pelaksanaan Produk Pembiayaan di PT. Adira Finance ...................... 60
BAB IV STUDI KOMPARASI AKAD PEMBIAYAAN PEMBELIAN
SEPEDA MOTOR DI BMT Al-HUDA WONOSOBO DAN PT. ADIRA
FINANCE WONOSOBO
A. Pelaksanaan Akad Pembiayaan Pembelian Sepeda Motor di BMT Al-Huda
Wonosobo dan PT. Adira Finance ................................................................. 62
1. Pelaksanaan Akad Pembiayaan Pembelian Sepeda Motor di BMT Al-
Huda Wonosobo ................................................................................... 62
2. Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Pembelian Sepeda Motor di PT.
Adira Finance Wonosobo ......................................................................... 65
B. Perbedaan dan Persamaan Pelaksanaan Akad Pembiayaan Pembelian
Sepeda Motor di BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance
Wonosobo ......................................................................................................... 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 73
B. Saran .................................................................................................................. 77
C. Penutup ............................................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Konsultasi
Lampiran 2 Penunjukan Pembimbing Skripsi
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 4 Daftar Nilai SKK
Lampiran 5 Formulir Permohonan Pembiayaan
Lampiran 6 Cheklist Dokumen Pembiayaan
Lampiran 7 Foto Pelaksanaan Akad Pembiayaan Pembelian Sepeda Motor
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sebagai agama, memuat ajaran yang bersifat universal dan
komprehensif. Universal artinya bersifat umum sedangkan komprehensif
bersifat mencakup seluruh kehidupan. Salah satu ajaran tersebuat adalah
muamalah yang meliputi berbagai aspek ajaran yaitu mulai dari persoalan hak
atau hukum (the right) sampai kepada urusan lembaga keuangan. Lembaga
keuangan diadakan dalam rangka untuk mewadahi aktivitas konsumsi,
simpanan dan investasi. Produk-produk muamalah dalam hal keuangan
diantaranya yakni jual beli, sewa menyewa, hutang piutang maupun dalam
pemberian modal (Djazuli, 2002: 12).
Salah satu lembaga keuangan tersebut dalam BMT yaitu lembaga
ekonomi atau keuangan berprinsip syariah dalam kegiatan operasionalnya
yang mempunyai sifat informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan
oleh kelompok swadaya masyarakat (KSM) atau koperasi yang berbeda dengan
lembaga perbankan dan lembaga formal lainnya. Seiring dengan kegiatan umat
islam untuk berekonomi secara islami dan memberikan solusi terhadap
problematika bisnis perekonomian secara elegan dan profesional sehingga
dapat meringankan beban ekonomi masyarakat terutama pada kalangan
menengah ke bawah (Djazuli, 2002: 12).
BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang sasaran utamanya
18
adalah masyarakat kalangan menengah ke bawah, meskipun tidak menutup
kemungkinan untuk masyarakat menengah ke atas. BMT mengelola dana yang
dihimpun dari masyarakat yang menjadi anggota BMT. Dana tersebut
kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat, akad yang disalurkan di
BMT pada umumnya menggunakan akad yang berorientasi pada aspek
komersial dan juga aspek sosial (Ridwan, 2004: 31).
Akad komersial biasanya menggunakan akad mudharabah dan akad
musyarakah, akad tersebut menggunakan sistem bagi hasil yang prosentasenya
disepakati di awal perjanjian, akad tersebut digunakan untuk kegiatan usaha
misalnya menambah modal dagang atau membuka usaha. Sedangkan akad
yang mengandung aspek sosial adalah akad al-qard al-hasan, akad tersebut
tidak mengandung bagi hasil, misalnya membantu masyarakat dengan
memberikan pinjaman tanpa tambahan hutang atau adanya margin (Ridwan,
2004: 32).
Seperti halnya dasar ijarah yang satu ini, sebagai suatu transaksi yang
sifatnya saling tolong-menolong mempunyai landasan yang kuat dalam Al-
Quran dan Hadist. Konsep ini mulai dikembangkan dalam Khalifah Umar bin
Khattab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah
revolusioner dari Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum
muslimin di wilayah yang ditaklukkan. Dan sebagai langkah alternatif adalah
membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj dan jizyah
(Syakirsula, 2013: 27).
Akad sosial yang sering digunakan dalam BMT Al-Huda Wonosobo
19
adalah akad ijarah multijasa bukan akad Al-qard Al-Hasan. Adapun pengertian
dari ijarah multijasa yaitu akad pemindahan hak guna atas suatu jasa dalam
waktu tertentu melalui sewa pembayaran upah untuk memperoleh manfaat atas
jasa tersebut. Akad ijarah multijasa digunakan untuk keperluan konsumtif
seperti untuk keperluan pembayaran kendaraan, SPP sekolah anak atau yang
lainnya. Intinya akad ijarah multijasa digunakan bukan untuk keperluan
produktif seperti untuk berdagang atau untuk menambah modal usaha.
Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan
(Fitriyah, 2017).
Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kebutuhan
primer (kebutuhan pokok) baik berupa barang, makanan, minuman, maupun
berupa jasa seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Sedangkan kebutuhan
sekunder atau kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif
lebih tinggi dan lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang seperti
makanan, minuman, dan perhiasan, bangunan rumah maupun berupa jasa
seperti pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya (Fitriyah, 2017).
Melihat akad tersebuat adalah akad sosial maka tidak ada sistem bagi
hasil atau tambahan utang, akan tetapi di BMT Al-Huda Wonosobo terdapat
sistem bagi hasil yang bisa disebut sebagai margin keuntungan (bunga). Praktik
dan bagi hasil dalam akad ijarah multijasa sama dengan akad murabahah
dalam BMT Al-Huda. Metode penghitungan yang digunakan juga sama halnya
dengan bagi hasil akad murabahah, tergantung apakah nasabah tersebut
20
mencicil mingguan atau bulanan. padahal dalam fatwa DSN NO.44/DSN-
MUI/VII/2004 salah satu ketentuannya adalah bahwa pembiayaan multijasa
kalau menggunakan akad ijarah harus mengikuti ketentuan yang ada dalam
fatwa ijarah. Contoh bagi hasil dalam BMT Al-Huda Wonosobo yaitu sebagai
berikut: nasabah meminjam hutang untuk membeli sepeda motor sebesar Rp.
12.000.000 dan diangsur selama 12 bulan dengan sistem pengembalian di cicil
setiap bulannya sebesar Rp. 1.120.000. dengan rincian Rp. 1.000.000 adalah
pengembalian pokoknya, sedangkan Rp. 120.000 adalah margin
keuntungannya (bunga) yang didapatkan oleh pihak BMT (Fitriyah, 2017).
Kemudian selain BMT ada juga lembaga lain yaitu Adira Finance. Adira
merupakan anak dari salah satu bank yang bergerak dalam bidang perkreditan.
Kredit yang bisa dilakukan di Adira meliputi Motor, Mobil, dan berbagai
barang elektronik. Lembaga ini selain banyak di minati oleh kalangan
masyarakat menengah ke bawah dan menengah ke atas, namun juga sudah
mempunyai cabang di berbagai kota. Ditinjau berdasarkan taraf hidup dalam
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka dapat ditemua adanya
dua sisi yang berbeda, di satu sisi ada sekumpulan orang yang mempunyai
kelebihan dana dan di sisi lain begitu banyaknya masyarakat masyarakat yang
membutuhkan dana. Kondisi seperti ini melahirkan hubungan timbal balik di
antara mereka. Dengan adanya kelebihan dana tersebut maka timbul suatu
pemikiran untuk menginvestasikan dana tersebut pada suatu usaha yang
menguntungkan. Dari sinilah kemudian muncul lembaga-lembaga keuangan
sebagai perantara yang menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan
21
pihak yang kekurangan dana, sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga
keuangan merupakan perantara keuangan masyarakat (Fuady, 2002: 57).
Keuntungan dari Adira Finance adalah bahwa proses pembayaran dan
proses pencairannya lebih mudah, bebas penipuan dengan alasan karena
lembaga Finance tersebut sangat terpercaya dan telah di akui oleh OJK, syarat
yang diberikan oleh Adira tidak sulit, dan bunga-bunganya mampu bersaing
dengan lembaga Finance yang lainnya. Contoh bagi hasil dalam lembaga Adira
Finance ini adalah sebagai berikut: misalnya konsumen ingin membeli Motor
dengan harga Rp. 15.500.000,00 kemudian konsumen membayar DP sebesar
Rp. 500.000,00 jadi harga motor dikurangi DP (Rp.15.500.000,00- Rp.
500.000,00 = Rp. 15.000.000,00) sehingga lembaga Adira Finance menetapkan
angsuran cicilannya yaitu konsumen membayar cicilan selama 12 bulan, setiap
bulannya membayar Rp. 1.470.000,00 dengan rincian, Rp. 1.250.000,00
sebagai pembayaran pokoknya dan Rp. 220.000,00 adalah sebagai margin
keuntungannya (bunga) yang di dapatkan oleh pihak Adira Finance (Zakaria,
2017).
Meninjau sistem pembiayaan tersebut maka penyusun tertarik untuk
mengetahui status hukum dari sistem bagi hasil ijarah multijasa dan
membandingkan dengan yang konvensional apakah sistem pembiayaannya
sama atau tidak. Dan mengingat akad tersebut adalah akad yang berorientasi
pada aspek sosial bukan untuk kegiatan produktif maka tidak seharusnya ada
sistem bagi hasil dalam akad sosial. Hal ini dirasa penting untuk menemukan
relevansi hukum islam terutama dalam perbankan syariah yang saat ini
22
berkembang di masyarakat muslim.
Berdasarkan masalah diatas, penulis tertarik untuk melakukan sebuah
penelitian yang berjudul Studi Komparasi Akad Pembiayaan Pembelian
Sepeda Motor di BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance
Wonosobo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan mengenai
pokok masalah yang akan penulis bahas yaitu:
1. Bagaimanakah pelaksanaan akad pembiayaan pembelian sepeda motor di
BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance Wonosobo ?
2. Bagaimanakah perbedaan dan persamaan pelaksanaan akad pembiayaan
pembelian sepeda motor di BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira
Finance Wonosobo ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan secara komprehensif tentang pelaksanaan akad
pembiayaan pembelian sepeda motor di BMT Al-Huda Wonosobo dan PT.
Adira Finance Wonosobo
2. Untuk menjelaskan mengenai perbedaan dan persamaan akad pembiayaan
pembelian sepeda motor di BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira
Finance Wonosobo
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas adalah:
23
1. Secara akademis diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi
pemikiran bagi pengembangan ilmu syariah dibidang muamalat,
khususnya dalam hukum ekonomi syariah.
2. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada masyarakat maupun pengelola BMT dan Adira Finance mengenai
sistem bagi hasil yang ada di BMT dan PT. Adira Finance, dengan harapan
produk yang sudah ada semakin bervariasi namun dalam penerapan tetap
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
E. Penegasan Istilah Judul
1. Studi Komparasi
Komparasi adalah penelitian yang dilakukan untuk membandingkan suatu
variabel (obyek penelitian), antara subyek atau waktu yang berbeda
(Surakhmad, 1986:84).
2. Pembiayaan Pembelian Sepeda Motor
Suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh bank baik itu konvensional
maupun syariah kepada para nasabah secara perorangan yang akan
membeli sepeda motor
3. Tinjauan Pustaka
Untuk menghasilkan suatu hasil penelitian yang komprehensif, dan tidak
adanya pengulangan dalam penelitian, dan juga untuk mempermudah
pembahasan skripsi ini, penyusun berusaha mencari referensi yang relevan
dengan topik yang diangkat oleh penulis.
Skripsi Reni Laelatul Hikayah, dengan judul Tinjauan Hukum Islam
24
Terhadap Pembiayaan Ijarah Multijasa di BMT Mata Air, Modinan, Sleman,
Yogyakarta. Skripsi ini membahas tentang bagaimana pelaksanaan prinsip
ijarah pada praktik pembiayaan ijarah multijasa di BMT Mata Air,
menghasilkan kesimpulan bahwa pelaksanaannya sesuai dengan fatwa Dewan
Syariah Nasional dalam pelaksanaan prinsip ijarah pada praktik pembiayaan
ijarah multijasa di BMT Mata Air Sleman telah sesuai dengan syariah islam
(Hikayah, 2014: 6).
Skripsi Nurul Ilma, dengan judul Tinjauan Hukum Islam Tentang
Perilaku Jual Beli Motor di UD Rabbani Motor Surabaya. Skripsi ini
membahas tentang bagaimana proses jual beli motor yang ditinjau dari hukum
islam, menghasilkan kesimpulan bahwa dalam jual beli motor tersebut terdapat
potongan harga yang tidak sesuai sehingga potongan tersebut dikatakan tidak
sah (Ilma, 2013: 6).
Skripsi Fitria Rahmi Aulia, dengan judul Mekanisme Leasing pada PT.
Swadharma Surya Finance menurut Hukum Islam dan Hukum Positif. Skripsi
ini membahas tentang bagaimana praktik mekanisme leasing menurut
pandangan hukum islam dan hukum positif, menghasilkan kesimpulan bahwa
dalam praktik mekanisme leasing sudah sesuai dengan hukum islam dan
hukum positif (Aulia, 2016: 6).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah terfokus pada
pelaksanaan akad pembiayaan pembelian sepeda motor, perbedaan dan
persamaan pelaksanaan akad pembiayaan pembelian sepeda motor di BMT Al-
Huda dan PT. Adira Finance Wonosobo.
25
4. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu field research (penelitian
lapangan) yaitu penulis meneliti langsung terhadap pengelola BMT dan
Adira Finance dengan metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskriptif atau
gambaran mengenai fakta - fakta, sifat - sifat serta hubungan antara
fenomena yang diselidiki (Moh Nasir, 1999: 63). Sedangkan penelitian
kualitatif adalah bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif , berupa kata
- kata lisan atau dari orang - orang dan perilaku yang diamati (Moloeng,
2000: 3). Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif yuridis, yaitu
berdasarkan nash-nash dalam Al-Quran, Sunnah, dan Jumhur Ulama
dengan cara menelaah teori teori serta konsep konsep yang berhubungan
dengan penelitian ini. Kemudian metode pendekatan dalam penelitian ini
digunakan untuk menganalisis tentang praktik akad pembiayaan pembelian
nasabah dan konsumen di BMT Al-Huda dan pada PT. Adira Finance
Wonosobo.
2. Sumber Data
a. Sumber data primer
Sumber data yang didapat dari penelitian ini adalah peneliti memperoleh
data secara langsung dari pengelola BMT Al-Huda Wonosobo dan PT.
Adira Finance Wonosobo yang bekerja dibagian Pembiayaan, bagian
Administrasi, dan Manajer.
26
b. Sumber data sekunder
Sumber data lain yang dapat mendukung penelitian ini adalah dengan
studi kepustakaan melalui penelaahan terhadap buku-buku, jurnal, dan
lain-lain.
3. Metode Perolehan Data
a. Metode observasi, adalah metode pengamatan data dengan pengamatan
langsung terhadap tempat yang dijadikan objek penelitian yaitu pada
Studi Komparasi antara Akad Pembiayaan Pembelian Sepeda Motor di
BMT A-Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance.
b. Metode wawancara (interview), adalah metode pengumpulan data dengan
cara melakukan wawancara secara langsung kepada orang-orang yang
bekerja di tempat yang akan diteliti sesuai dengan bidangnya. Yaitu
wawancara dengan bagian pembiayan dan manajer.
c. Metode dokumentasi, adalah metode pengumpulan data dengan melihat
catatan-catatan perusahaan, dokomen-dokumen yang berkaitan dengan
penelitian.
5. Analisis Data
Dalam analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan analisis data kualitatif, yaitu menganalisis data yang ada,
dikumpulkan, dan selanjutnya dipilih dan dianalisis untuk memperoleh
kesimpulan umum tentang pelaksanaan akad pembiayaan pembelian sepeda
motor di BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance Wonosobo. Pertama
penulis menjelaskan terlebih dahulu berbagai hal tentang studi komparasi akad
27
pembiayaan pembelian sepeda motor, kemudian teori fiqh yang bersangkutan
dengan akad pembiayaan pembelian sepeda motor itu dan dihubungkan dengan
kenyataan-kenyataan di lapangan tentang praktik akad pembiayaan pembelian
sepeda motor yang pada saat melakukan akadnya itu tidak sama.
6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan uraian singkat mengenai hal-hal yang akan
dilaporkan secara sistematis, untuk memberi jaminan bahwa pembahasan
dalam penelitian ini benar-benar terarah pada tercapainya tujuan pembahasan,
maka penulis membuat sistematika pembahasan sedemikian rupa agar dapat
mempermudah permasalahan terhadap masalah yang disajikan. Adapun
sistematika penulisan proposal skripsi meliputi:
BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian,
analisis data, dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini merupakan bab yang membahas tentang landasan teori,
yang meliputi gambaran umum BMT, gambaran umum
pembiayaan, pengertian ijarah, dasar hukum ijarah yang terdiri dari
Al-Quran dan Sunnah, rukun dan syarat ijarah, gambaran umum
kredit, gambaran umum leasing.
BAB III : Bab ini membahas tentang hasil penelitian tentang gambaran
umum BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance
Wonosobo yang meliputi sejarah perkembangan BMT Al-Huda
28
dan PT. Adira Finance, visi dan misi, prinsip operasional, produk
layanan BMT, contoh akad ijarah multijasa di BMT, produk
pelaksanaan akad di BMT.
BAB IV : Bab ini merupakan inti dari penulisan penelitian, dimana peneliti
mengemukakan hasil penelitian dan pembahasan tentang Studi
Komparasi antara Akad Pembiayaan Pembelian Sepeda Motor di
BMT Al-Huda Wonosobo dan PT. Adira Finance Wonosobo
BAB V : Bab ini merupakan penutup, yang memuat kesimpulan dan saran-
saran yang berkaitan dengan hasil penelitian yang dapat menjadi
pertimbangan lebih lanjut dan bermanfaat bagi semua.
29
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum BMT
1. Istilah BMT
Pada mulanya, istilah BMT terdengar pada awal tahun 1992. Istilah
ini muncul dari prakarsa sekelompok aktivitas yang kemudian mendirikan
BMT. Setelah itu, muncul pelatihan-pelatihan BMT yang dilakukan oleh
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK). Istilah BMT
semakin populer ketika pada September 1994 Dompet Dhuafa Republika
bersama dengan Asosiasi Bank Syariah Indonesia mengadakan diklat
manajemen zakat, infaq, dan shadaqah di Bogor. Dan diklat-diklat
selanjutnya oleh Dompet Dhuafa dilakukan di Semarang dan Yogyakarta.
Setelah diklat-diklat itu, istilah BMT lebih banyak muncul di Harian
Umum Republika, terutama di lembar Dialog Jumat.
Pada tahun 1995, istilah BMT bukan hanya populer dikalangan
aktivis Islam saja, akan tetapi mulai populer di kalangan birokrat. Hal ini
tidak lepas dari peran Pusat Inkubasi Usaha Kecil, suatu badan otonom di
bawah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Bahkan pada
Muktamar ICMI, 7 Desember 1995, BMT dicanangkan sebagai Gerakan
Nasional bersama dengan Gerakan Orang Tua Asuh dan Gerakan Wakaf
Buku. Hanya saja, istilah Baitul Maal wa Tamwil sering diartikan sebagai
Balai Usaha Mandiri Terpadu.
30
Untuk menjelaskan pengertian keduanya memang tidak mudah.
Sebab belum ada literatur yang menerangkan secara gamblang dan tepat
antara kedua istilah tersebut. Boleh dikatakan istilah BMT hanya ada di
Indonesia. Namun melihat istilah yang ada pada padanan tersebut, BMT
merupakan paduan lembaga baitul maal dan lembaga baitul tamwil. Dari
kedua kata itu, istilah yang lebih akrab di telinga kaum muslimin tentunya
adalah baitul maal, sebab kata ini sudah ada sejak zaman Rasulullah
(Sumiyanto, 2008: 16-18).
Istilah BMT menurut (Widodo, H, 2002: 83) BMT terdiri dari dua
istilah, yaitu baitul maal dan baitut tamwil. Baitul maal lebih mengarah
pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit,
seperti zakat, infaq, dan shodaqoh. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha
pengumpulan dana dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga
pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan
syariah.
Untuk itu penulis lebih sependapat dengan istilah BMT menurut
Widodo, H karena pada dasarnya memang BMT itu sendiri punya lembaga
tersendiri seperti penyaluran dan penghimpunan dana yang non profit
maupun yang komersial sehingga beda dengan lembaga bank lainnya.
2. Sejarah BMT
Istilah baitu tamwil (BT), namanya pernah populer lewat BT
Teksona di Bandung dan BT Ridho Gusti di Jakarta. Keduanya kini tidak
31
ada lagi. Setelah itu, walaupun dengan bentuk yang berbeda namun
memiliki kesamaan dalam tata kerjanya, pada bulan Agustus 1991 berdiri
sebuah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Kelahirannya terus
diikuti dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada bulan
Juni 1992. Semakin menjamunya BT dan istilah BMT pada tahun-tahun
itu didukung oleh adanya pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Syariah
Banking Institute (SBI), Institute for Syariah Economic Development
(ISED), serta Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Bank Syariah
(LPPBS).
Dalam konteks Indonesia, keinginan tersebut nampaknya sejalan
dengan kebijakan pemerintah, yang memberikan respon positif terhadap
usulan pendirian bank syariah. Dengan disahkannya UU No. 7 Tahun
1992 tentang perbankan yang mencantumkan kebebasan penentuan
imbalan dan sistem keuangan bagi hasil, juga dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 1992 yang memberikan batasan tegas bahwa
bank diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip
bagi hasil, maka mulailah bermunculan perbankan yang menggunakan
sistem syariah, seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), BNI Syariah,
BPRS-BPRS, dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
Sejak saat itu, sistem ekonomi islam mulai bersaing dengan sistem
ekonomi konvensional dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia yang
masih menginduk pada Bank Indonesia. berinduk berarti bahwa perjalanan
dalam menentukan sikap dan kebijakan yang berlaku di Bank Muamalat
32
Indonesia tidak terlepas dari kontrol Bank Indonesia. namun dalam
menjalankan sebuah sistem yang sesuai dengan syariat islam menjadi
jalannya sendiri yang tidak ada intervensi dari sistem konvensional
sebagaimana yang berlaku pada Bank Indonesia. berawal dari lahirnya
Bank Muamalat Indonesia sebagai sentral perekonomian yang bernuansa
Islami, maka bermunculan lembaga-lembaga keuangan yang lain. Yaitu
ditandai dengan tingginya semangat bank konvensional untuk mendirikan
lembaga keuangan Islam yaitu bank Syariah. Sehingga secara otomatis
sistem perekonomian islam telah mendapatkan tempat dalam kancah
perekonomian di tanah air Indonesia. Kelahiran BMT sangat menunjang
sistem perekonomian pada masyarakat yang berada di daerah karena di
samping sebagai lembaga keuangan Islam, BMT juga memberikan
pengetahuan-pengetahuan agama pada masyarakat yang tergolong
mempunyai pemahaman agama yang rendah. Dengan demikian, fungsi
BMT sebagai lembaga ekonomi dan sosial keagamaan betul-betul terasa
dan nyata hasilnya (Sumiyanto, 2008: 19-23).
3. Ciri-ciri Utama BMT
a. Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan mencari laba bersama dengan
meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak-
banyaknya bagi para anggota dan lingkungannya.
b. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infaq, sedekah, hibah, dan
wakaf.
33
c. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya
yang melibatkan peran serta masyarakat disekitarnya.
d. Lembaga ekonomi milik bersama antara kalangan masyarakat bawah
dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu di luar
masyarakat sekitar BMT (Widodo, 2002: 84).
4. Ciri-ciri Khusus BMT
a. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif-proaktif, tidak menunggu
tetapi menjemput bola, bahkan berebut bola baik untuk menghimpun
dana anggota maupun untuk dana pembiayaan. Pelayanannya mengacu
kepada kebutuhan anggota, sehingga semua staf BMT harus mampu
memberikan yang terbaik buat anggota dan masyarakat.
b. Kantor dibuka dalam waktu tertentu yang ditetapkan sesuai kebutuhan
pasar. Sehingga waktu buka khasnya tidak terbatas pada siang hari saja,
tetapi dapat saja malam atau sore hari tergantung pada kondisi
pasarnya.
c. BMT mengadakan pendampingan usaha anggota. Pendampingan ini
akan lebih efektif jika dilakukan secara berkelompok (Widodo, 2004:
85).
5. Tujuan BMT
Didirikannya BMT bertujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi
untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Pengertian tersebut di atas dapat dipahami bahwa BMT
berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan
34
masyarakat. Anggota harus diberdayakan supaya dapat mandiri. Dengan
sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para anggota dan masyarakat
menjadi sangat tergantung kepada BMT. Dengan menjadi anggota BMT,
masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya.
Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan
ekonomi para peminjam. Oleh sebab itu, sangat perlu dilakukan
pendampingan. Dalam pelemparan pembiayaan, BMT harus dapat
menciptakan suasana keterbukaan, sehingga dapat mendeteksi berbagai
kemungkinan yang timbul dari pembiayaan. Untuk mempermudah
pendampingan, pendekatan pola kelompok menjadi sangat penting.
Anggota dikelompokkan berdasarkan usaha yang sejenis atau kedekatan
tempat tinggal, sehingga BMT dapat dengan mudah melakukan
pendampingan (Rosyidin, 2004: 66).
6. Fungsi BMT
Dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi (Rosyidin, 2004: 67):
a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan
mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota,
kelompok anggota muamalat (pokusma) dan daerah kerjanya.
b. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi lebih
profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam
menghadapi persaingan global.
c. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan anggota.
35
d. Menjadi perantara keuangan antara agninya sebagai shahibul maal
dengan duafa sebagai mudharib, terutama untuk dana-dana sosial
seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah, dll.
e. Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana, baik sebagai pemodal
maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha
produktif.
7. Visi dan Misi BMT
a. Visi BMT
Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT
menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota
(ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil
pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Karena visi ini merupakan
cita-cita jangka waktu panjang, maka perumusannya merupakan
obyektifitas dan kesungguhan. Titik tekan perumusan visi BMT adalah
mewujudkan lembaga yang profesional dan dapat meningkatkan
kualitas ibadah. Ibadah harus dipahami dalam arti yang luas, yakni
tidak saja mencakup aspek ritual peribadatan seperti sholat misalnya,
tetapi lebih luas mencakup segala aspek kehidupan. Sehingga setiap
kegiatan BMT harus berorientasi pada upaya mewujudkan ekonomi
yang adil dan makmur. Masing-masing BMT dapat saja merumuskan
visinya sendiri. Karena visi sangat dipengaruhi oleh lingkungan
bisnisnya, latar belakang masyarakatnya serta visi para pendirinya.
36
Namun demikian, prinsip perumusan visi harus sama dan tetap
dipegang teguh. Karena visi sifatnya jangka panjang, maka
perumusannya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Pendirian
tidak dapat begitu saja mengabaikan aspek ini (Ridwan, 2004: 127).
b. Misi BMT
Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan
perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil
berkemakmuran-berkemajuan, serta makmur maju berkeadilan
berlandaskan syariah dan Ridha Allah SWT. Dari pengertian di atas,
dapat dipahami bahwa misi BMT bukan semata-mata mencari
keuntungan dan penumpukan laba-modal pada segolongan orang kaya
saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan
adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi islam. Masyarakat ekonomi
kelas bawah-mikro harus didorong untuk berpartisipasi dalam modal
melalui simpanan penyertaan modal, sehingga mereka dapat menikmati
hasil-hasil BMT (Ridwan, 2004: 128).
B. Gambaran Umum Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan menurut Kamus Pintar Ekonomi Syariah, pembiayaan
diartikan sebagai penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah,
transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiyah bit tamlik, sewa beli dalam bentuk piutang murabahah,
37
salam, dan istishna, transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang
qardh, dan transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan UUS dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.
Menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah
diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam Pasal 1
nomor 12: Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil dan nomor 13:
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara
lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
dengan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
38
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) (Asiyah, 2014: 1-4).
2. Tujuan Pembiayaan
Secara makro dijelaskan bahwa pembiayaan bertujuan:
a. Peningkatan ekonomi umat, yaitu masyarakat yang tidak dapat akses
secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan
akses ekonomi.
b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, yaitu untuk pengembangan
usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat
diperoleh melalui aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana
menyalurkan kepada pihak yang minus dana, sehingga dapat digulirkan.
c. Meningkatkan produktivitas, yaitu adanya pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat agar mampu meningkatkan daya produksinya.
d. Membuka lapangan kerja baru, yaitu dengan dibukanya sektor-sektor
usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha
tersebut akan menyerap tenaga kerja.
e. Terjadinya distribusi pendapatan, yaitu masyarakat usaha produktif
mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh
pendapatan dari hasil usahanya.
Adapun secara mikro, pembiayaan bertujuan untuk:
a. Upaya memaksimalkan laba, yaitu setiap usaha yang dibuka memiliki
tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha
menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat
39
menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang
cukup.
b. Upaya meminimalkan risiko, yaitu usaha yang dilakukan agar mampu
menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu
meminimalkan risiko yang mungkin timbul.
c. Pendayagunaan sumber ekonomi, yaitu sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam
dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber
daya alam dan sumber daya manusianya ada, dan sumber daya modal
tidak ada, maka dipastikan diperlukan pembiayaan.
d. Penyaluran kelebihan dana, yaitu dalam kehidupan masyarakat ada
pihak yang kelebihan dana, sementara ada pihak yang kekurangan dana.
Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan
dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran
kelebihan dana dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang
kekurangan (minus) dana (Sunaryo, 2009: 2-3).
3. Fungsi Pembiayaan
a. Meningkatkan daya guna uang
b. Meningkatkan daya guna barang
c. Meningkatkan peredaran uang
d. Menimbulkan kegairahan berusaha
e. Stabilitas ekonomi
f. Jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional (Fuady, 2002: 16).
40
4. Macam-Macam Akad Dalam Pembiayaan
a. Pembiayaan Dengan Prinsip Mudharabah
Akad mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Apabila kerugian
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Asiyah,
2014: 179).
b. Pembiayaan Dengan Prinsip Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai kesepakatan (Asiyah, 2014: 197).
c. Pembiayaan Dengan Prinsip Ijarah
1) Pengetian Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau
jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri (Asiyah, 2014:
215).
41
Ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa
harta. Sedangkan menurut Malikiyah adalah sesuatu akad yang
memberikan hak milik atas manfaat suatu barang mubah untuk
masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.
Menurut syafiiyah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud
dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan
tertentu. Sedangkan menurut Hambali adalah suatu akad atas
manfaat yang bisa sah dengan lafal Ijarah (Muslich, 2010: 12).
Sedangkan Jumhur Ulama berpendapat bahwa Ijarah ialah
menjual yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya
(Az-Zuhaili, 2011: 21).
2) Dasar Hukum Ijarah
Para fuqaha sepakat ijarah merupakan akad yang
diperbolehkan oleh syara, kecuali beberapa ulama seperti Abu
Bakar Al-Asham, Ismail Bin Aliyah, Hasan Al-Bashri, dan Ibnu
Kisan. Mereka tidak membolehkan ijarah karena ijarah adalah jual
beli manfaat, sedangkan manfaat saat dilakukannya akad tidak bisa
diserahterimakan. Setelah beberapa waktu baru manfaat itu dapat
dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada
pada waktu akad tidak boleh diperjual-belikan (Az-Zuhaili, 2011:
22).
Alasan Jumhur Ulama tentang diperbolehkannya Ijarah, yaitu:
42
a) Al-Quran
1) Surat At-Thalaq ayat 6
artinya: Jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya
(Depag, 2001).
2) Surat Al-Qashas ayat 26-27
, 62
,
62
artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata:
Ya bapakku ambillah ia sebagai seorang yang bekerja
(pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang kuat lagi dapat dipercaya berkatalah Dia Syuaib:
Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan
salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa
kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)
dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu, dan
kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-
43
orang yang baik (Depag, 2001).
b) As-Sunnah
Hadist Ibnu Umar, berkata: Rasulullah bersabda: berikanlah
kepada tenaga kerja itu upahnya sebelum keringatnya kering
(Majah, II, jilid 2).
Hadist Aisyah, dari Urwah bin Zubair bahwa: sesungguhnya
Aisyah ra istri Nabi berkata: Rasulullah dan Abu Bakar
menyewa seorang laki-laki dari suku Bani Ad-Dail, penunjuk
jalan yang mahir dan ia masih memeluk agama orang kafir
Quraisyi. Nabi dan Abu Bakar kemudian menyerahkan
kepadanya kendaraan mereka dan mereka berdua menjanjikan
kepadanya untuk bertemu di Gua Tsaur dengan kendaraan
mereka setelah tiga hari pada hari selasa (Bukhori, 2008: 8).
44
3) Rukun Ijarah
a) Aqid, yaitu mujir (orang yang menyewakan) dan mustajir
(orang yang menyewa).
b) Sighat ijarah, yaitu pernyataan ijab qabul dari kedua belah
pihak yang berakad. Sewa menyewa itu terjadi dan sah apabila
ada ijab dan qabul, baik dalam bentuk perkataan atau dalam
bentuk pernyataan lainnya yang menunjukkan adanya
persetujuan antara kedua belah pihak.
c) Ujrah, (uang sewa atau upah).
d) Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewakan atau
jasa tenaga dari orang yang bekerja (Suhendi, 2005: 19).
4) Syarat Ijarah
a) Syarat terjadinya akad, yaitu berakal dan mumayyiz dengan
demikian akad ijarah tidak sah apabila pelakunya gila atau
masih dibawah umur.
b) Syarat berlangsungnya akad, yaitu disyaratkan sepenuhnya hak
milik.
c) Syarat sahnya akad, yaitu untuk sahnya ijarah harus dipenuhi
beberapa syarat yang berkaitan dengan pelaku, objek, sewa
ataupun upah dan akadnya sendiri.
d. Pembiayaan Dengan Prinsip Murabahah
Al-Murabahah yaitu jual beli barang pada harga semula dengan
tambahan keuntungan yang disepakati (Asiyah, 2014: 223).
45
5. Penerapan Pembiayaan dalam Perbankan
Penerapan pembiayaan dalam perbankan jika dilihat pada bank
umum, pembiayaan disebut loan, sementara di bank syariah disebut
financing. Sedangkan balas jasa yang diberikan atau diterima pada bank
umum berupa bunga (interest loan atau deposit) dalam persentase pasti.
Sementara pada bank syariah, dengan memberi dan menerima balas jasa
berdasarkan perjanjian (akad) bagi hasil, margin dan jasa. Loans, dalam
perbankan konvensional merupakan bagian dari definisi bank, yang
diartikan sebagai a bank is an institutian whose current operations consist
in granting loans and reaciving deposits form the publik. Dalam hal ini
pembiayaan merupakan fungsi intermediasi bank, dimana menyalurkan
dana ke masyarakat berupa pembiayaan yang diperoleh dari dana deposito
masyarakat. Contoh pembiayaan yaitu (Aisiyah, 2014: 1-4):
a. Pembiayaan perbaikan rumah
b. Pembiayaan sepeda motor.
6. Pengertian Akad
Akad dalam hukum Indonesia disebut perjanjian sedangkan dalam
hukum islam disebut akad. Kata akad berasal dari kata al-aqd, yang
berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt). Akad
merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab dan kabul yang berakibat
timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah
satu pihak, dan kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra
akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad
46
tidak terjadi apabila pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak
terkait satu sama lain karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua pihak
yang tercermin dalam ijab dan kabul.
Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum. Lebih
tegas lagi bahwa tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang
hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad. Akibat
hukum akad dalam hukum islam disebut (hukm al-aqd). Tujuan akad
untuk akad bernama sudah ditentukan secara umum oleh pembuat hukum
syariah, sementara tujuan akad untuk akad tidak bernama ditentukan oleh
para pihak sendiri sesuai dengan maksud mereka menutup akad (Anwar,
2007: 70).
C. Gambaran Umum Kredit
1. Pengertian Kredit
Kredit yaitu suatu kemampuan untuk melaksanakan sebuah pembelian
atau mengadakan suatu pinjaman dengan sebuah janji, dalam pembayaran
akan dilaksanakan pada jangka waktu yang sudah disepakati. Penulis setuju
dengan pengertian kredit di atas karena memang benar bahwa pelaksanaan
kredit harus sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara kedua
belah pihak.
Kredit menurut UU no. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, pasal 1
angka 11, adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
47
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit menurut Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang
penilaian kualitas Aktiva Bank Umum (selanjutnya disebut PBI 7/2005),
pasal 1 angka 5, adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga, termasuk (Hariyani, 2010: 9-10):
a. Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah
yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir bulan
b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang
c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
2. Macam-Macam Kredit
a. Macam-macam kredit berdasarkan kelembagaan:
1) Kredit Perbankan
Kredit perbankan yaitu jenis kredit yang diberikan kepada
masyarakat oleh bank negara atau swasta untuk suatu kegiatan
usaha atau konsumsi.
2) Kredit Likuiditas
Kredit likuiditas yaitu jenis kredit yang diberikan kepada bank-
bank beroperasi di Indonesia oleh bank-bank sentral yang berfungsi
sebagai dana dalam membiayai suatu kegiatan perkreditannya.
3) Kredit Langsung
48
Kredit langsung yaitu jenis kredit yang diberikan kepada suatu
lembaga pemerintah atau semi pemerintah (kredit program) oleh
BI.
4) Kredit Pinjaman Antar Bank
Kredit pinjaman antar bank yaitu jenis kredit yang diberikan oleh
bank yang kelebihan dana kepada bank yang kekurangan dana.
b. Macam-macam kredit berdasarkan jangka waktu
1) Kredit jangka pendek
Kredit jangka pendek yaitu jenis kredit yang berjangka waktu
minimal satu tahun.
2) Kredit jangka menengah
Kredit jangka menengah yaitu jenis kredit yang jangka waktu
antara satu tahun sampai dengan tiga tahun.
3) Kredit jangka panjang
Kredit jangka panjang yaitu jenis kredit yang mempunyai waktu
lebih dari tiga tahun.
c. Macam-macam kredit berdasarkan jaminannya
1) Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko
Kredit jaminan atau kredit blanko yaitu salah satu jenis kredit yang
pemberian kredit dengan tanpa jaminan materiil, pemberian sangat
selektif yang diarahkan untuk nasabah besar yang sudah teruji
bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya, baik dalam transaksi
perbankan ataupun oleh suatu kegiatan usaha yang dijalaninya.
49
2) Kredit jaminan
Kredit jaminan yaitu jenis kredit untuk debitur yang didasarkan dari
sebuah keyakinan atas kemampuan debitur dan adanya agunan atau
jaminan yang berupa fisik sebagai jaminan tambahan (Ginting,
2002: 46).
3. Unsur-unsur Kredit
a. Organisasi dan manajemen perkreditan
b. Dokumen dan administrasi kredit
c. Perjanjian kredit
d. Agunan
e. Penyelesaian kredit macet
4. Fungsi Kredit bagi Masyarakat
a. Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan
dan perekonomian
b. Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat
c. Memperlancar arus barang dan arus uang
d. Meningkatkan hubungan internasional
e. Meningkatkan produktivitas dana yang ada
f. Meningkatkan daya guna barang
g. Mengubah cara berpikir atau cara bertindak masyarakat untuk lebih
ekonomis (Hariyani, 2010: 12).
5. Tujuan penyaluran Kredit
a. Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit
50
b. Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada
c. Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat
d. Memperlancar lalu lintas pembayaran
e. Menambah modal kerja perusahaan
f. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Sutedi, 2012:
7).
6. Risiko Kredit
Risiko kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali
cicilan pokok atau bunga dari pinjaman yang diberikan atau investasi yang
sedang dilakukannya.
Penyebab utama terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya
bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu
dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian
kredit kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko
usaha dibiayainya.
Risiko ini akan semakin tampak ketika perekonomian dilanda krisis
atau resesi. Turunnya penjualan mengakibatkan berkurangnya penghasilan
perusahaan, sehingga perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi
kewajiban membayar utang-utangnya. Ini makin diperberat dengan
meningkatnya tingkat bunga. Ketika bank akan mengeksekusi kredit
macetnya, bank tidak memperoleh hasil yang memadai, karena jaminan
yang ada tidak sebanding dengan besarnya kredit yang dberikannya. Dan
tentu saja bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang berat, jika ia
51
mempunyai kredit macet yang cukup besar (Arifin, 2006: 225-226).
D. Gambaran Umum Leasing
1. Pengertian Leasing
Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Dengan
melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan
jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat
diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor
(Soekardi, 1990: 15).
Penulis lebih setuju dengan pengertian leasing menurut Soekardi,
karena dalam pengertian tersebut sudah dijelaskan dengan benar bahwa
perusahaan telah menyediakan barang-barang modal untuk di sewa belikan
dengan diangsur setiap bulan.
Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan
peralatan barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu
perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung (Tunggal, 1994:
1).
2. Ciri-ciri Leasing
a. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda
lease tersebut.
b. Hak milik benda lease ada pada leasor.
c. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan
52
dalam suatu perusahaan.
3. Macam-macam Leasing
a. Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (leasor)
adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal.
b. Operating Lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli
barang modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna
usaha.
c. Sales- Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga
berperan sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah
transaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh produsen
atau pabrikan.
d. Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee
juga melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai
bagian terbesar transaksi.
e. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang
dilakukan dengan melewati batas suatu negara.
f. Full Service Lease
Yang dimaksud dengan full service lease adalah leasing dengan mana
53
pihak lessor bertanggung jawab atas pemeliharaan barang, membayar
asuransi dan pajak.
g. Captive Leasing
Yang dimaksud dengan captive leasing adalah leasing yang ditawarkan
oleh lessor kepada langganan tertentu yang telah terlebih dahulu ada
hubungan dengan lessor. Dalam hal ini, biasanya yang menjadi barang
objek leasing adalah barang yang merupakan merek dari lessor sendiri
(Fuady, 1999: 18-20).
4. Perbedaan Leasing dengan Perjanjian Lain
a. Perbedaan Leasing dengan Perjanjian Sewa-Menyewa (Renting)
Leasing adalah suatu metode pembiayaan sedangkan perjanjian sewa-
menyewa belum tentu bertujuan pembiayaan perusahaan. Dalam
leasing, seluruh resiko obyek ada pada leassee dan pada umumnya
pemeliharaannya pun menjadi kewajiban lessee, sedangkan dalam
sewa-menyewa, penyewa ikut memikul resiko obyek sewa-menyewa.
Imbalan jada yang dibayar pada perjanjian sewa-menyewa adalah uang
sewa, yaitu uang sewa ini tidak terhutang apabila perjanjian sewa
diakhiri atau dibatalkan asal saja barang yang disewa dikembalikan.
Sedangkan dalam leasing, lessor berkepentingan memperoleh suatu
imbalan jasa (uang sewa) yang pada pokoknya merupakan tebusan
berkala harga perolehan barang ditambah ongkos pembiayaan, dan lagi
pula pihak lessee tetap berkewajiban membayar seluruh jumlah imbalan
jasa tersebut serta mengembalikan barang yang di lease.
54
b. Perbedaan Leasing dengan Perjanjian Sewa-Beli (Hirepurchase)
Sewa beli adalah jual beli barang dengan cara memperhitungkan setiap
pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga
barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu
perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual
kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas pembeli kepada
penjual. Pada leasing, lesor biasanya merupakan yang menyediakan
dana dan membiayai pembelian barang tersebut seluruhnya dan
bertindak sebagai lembaga keuangan, sedangkan pada sewa-beli penjual
adalah produsen atau pedagang yang berusaha menjual barangnya.
Masa leasing biasanya ditetapkan sesuai dengan umur kegunaan barang
yang diperkirakan dan angsuran imbalan jasa disesuaikan dengan hasil
usaha lessee yang diperkirakan oleh lessor, sedangkan sewa-beli masa
pembayaran angsuran ditetapkan atas dasar kemampuan pembeli.
c. Perbedaan Leasing dengan Jual Beli secara Angsuran (Instalment Sales)
Jual beli dengan angsuran adalah jual beli barang di mana penjual
melaksanakan penjualan barang dengan cara menerima pelunasan
pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran
atas harga barang yang telah desepakati bersama dan yang diikat dalam
suatu perjanjian serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual
kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan oleh penjual kepada
pembeli. Pada jual beli dengan angsuran, hak milik berpindah pada saat
55
barang diserahkan penjual kepada pembeli, sedangkan pada leasing hak
milik atas barang tetap pada lessor. Pada leasing, jangka waktunya
disesuaikan dengan masa guna dari barang yang di leasedkan,
sedangkan pada jual beli dengan angsuran ditetapkan sepihak oleh
penjual.
d. Perbedaan Leasing dengan Pinjaman Uang
Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
dan keadaan yang sama pula (Tunggal, 1994: 4-11).
5. Keuntungan dan Kerugian Leasing
Keuntunga Leasing:
a. Fleksibel
b. Tidak diperlukan jaminan
c. Capital saving
d. Cepat dalam pelayanan
e. Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional
f. Sebagai pelindung terhadap inflasi
g. Adanya hak opsi bagi lesse pada akhir masa lease
h. Adanya kepastian hukum
i. Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan
aktiva bagi suatu perusahaan (Soekardi, 1990: 12-13).
56
Kerugian Leasing:
a. Pembiayaan secara leasing merupakan sumber pembiayaan yang relatif
mahal bila dibandingkan dengan kredit investasi dari bank.
b. Barang modal yang di leassee tidak dapat dicantumkan sebagai unsur
aktiva lessee untuk jutuan collateral credit dari bank.
c. Bagi para pengusaha tertentu kadang-kadang timbul masalah prestise
antara memiliki sendiri barang modal atau lease.
d. Resiko yang lebih besar pada lessor (Soekardi, 1990: 14).
57
BAB III
Gambaran Umum BMT Al-Huda dan PT. Adira Finance
A. Gambaran Umum BMT Al-Huda
1. Sejarah Perkembangan BMT A-Huda
Pada tahun 1996, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
wonosobo yang dikomandoi oleh Bapak dr. Agung, Bapak Muhyidin, dan
Bapak Triono, mempunyai program pemerintah dari dinas tenaga kerja
yang bekerja sama dengan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK)
untuk mengadakan pelatihan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional
(TKPMP). Dari sinilah awal mula berdirinya BMT-BMT di Wonosobo.
Bapak Triono mencari dan mengumpulkan para sarjana di Kab. Wonosobo
yang belum punya pekerjaan tetap untuk diikutkan pelatihan TKPMP. Pada
waktu itu ada 12 BMT yang ikut pelatihan pada tanggal 12-26 Desember
1996 dan dilantik oleh Bapak Harmoko menteri Penerangan Republik
Indonesia.
Setelah mengikuti pelatihan selama dua pekan para sarjana ini
diharapkan tidak lagi mencari pekerjaan, tetapi harus menciptakan
pekerjaan karena sudah dilatih dan diberikan ketrampilan (tidak lagi
mengedarkan ijazah dari perusahaan satu ke perusahaan lain untuk
melamar kerja melainkan menerima ijazah untuk dipekerjakan) tetapi
dalam kenyataannya hanya ada lima BMT yang bisa berdiri dari hasil
pelatihan tersebut yaitu BMT Al- Huda, BMT Marhamah, BMT Al-Amin,
58
BMT Melati, dan BMT Al-Jami.
Setelah selesai mengikuti pelatihan yang berakhir bulan Desember
1996, maka mulai bulan Januari 1997 Bambang Ali Rahman Hakim
mengajak kawan-kawan yang berprofesi guru untuk mendirikan BMT,
tetapi banyak yang tidak mau, karena pada awal tidak menerima bayar atau
gaji dan harus mencari bayar atau gaji sendiri. Kemudian Bambang Ali
Rahman Hakim mengajak pada teman-teman pengajar Taman Pendidikan
Al-Quran (TPQ), alhamdulillah teman-teman ustadzah TPQ ini
mendukung dan siap untuk mendirikan BMT.
Selama tiga bulan yaitu dari bulan Januari sampai dengan bulan
Maret Bambang Ali Rahman Hakim dan Triono merancang logo BMT Al-
Huda dan juga membahas persiapan pertemuan yang nanti akan digunakan
untuk pertemuan calon anggota pendiri. Setelah dirasa persiapannya sudah
cukup untuk mendirikan suatu lembaga yang dinamakan BMT Al-Huda
maka Bambang Ali Rahman Hakim mengajak teman-teman untuk
mempersiapkan diri.
Bambang Ali Rahman Hakim untuk mengawali pendirian BMT Al-
Huda mengundang tokoh masyarakat dan warga sekitar untuk mendukung
dan mendirikan BMT. Tempat acaranya di gedung bekas TK ABA 1
Sudagaran Wonosobo. Dari 60 undangan yang disebarkan, 49 orang yang
dapat menghadiri acara tersebut, namun tidak lebih dari seperempatnya
yang mendukung, dan hanya ada satu orang yang langsung mendaftarkan
diri sebagai anggota pendiri BMT Al-Huda.
59
Dengan modal kepercayaan satu orang pendiri tadi, kami
termotivasi karena latar belakang kondisi ekonomi pada waktu itu dan
semangat untuk memberdayakan ekonomi umat. Dengan bermodalkan awal
pinjaman dari Bapelurzam (kini menjadi lazizMu) sebesar Rp. 500.000,-
(lima ratus ribu rupiah) Bambang Ali Rahman Hakim yang telah merekrut
tiga prang lainnya yaitu Nurdiana, Farikhah Qamarul Umi dan Rini
Marliyati Farida, pada tanggal 14 April 1997 BMT Al-Huda secara resmi
berdiri.
Perjalanan sampai berhasil berdiri memang tidak mudah. BMT Al-
Huda berdiri bukan lantas perjuangan selesai, justru perjuangan baru saja
dimulai. Dengan menempati gedung bekas TK ABA Jl. Veteran Sudagaran,
yang dalam kondisi reot penuh penyangga di sana-sini, BMT Al-Huda
mengawali start perjuangannya. Mulai dari masalah trush atau kepercayaan
dari masyarakat sampai dengan problematika manajemen internal sebuah
lembaga baru, di alami oleh BMT Al-Huda pada awal-awal berdiri.
Pendiri awal BMT Al-Huda, Bambang Ali Rahman Hakim,
Nurdiana, Farikhah Qamarul Umi, Rini Marliyati Farida dan Triono yang
mereka semua adalah aktifis dakwah di TPQ, menjalankan usaha dengan
penuh ghirah perjuangan yang kuat. Pada lima bulan pertama perjalanan
BMT Al-Huda karyawan tidak menerima gaji sepersenpun karena memang
belum membuahkan hasil, dan pada bulan ke enam mereka baru menerima
gaji pertamanya sebesar Rp. 15.000,- (lima belas ribu rupiah) sebuah hasil
yang tidak akan pernah terlupakan.
60
Seiring berjalannya waktu BMT Al-Huda yang kemudian
mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari berbagai lapisan masyarakat
untuk menjadi anggota, dan untuk semakin memantapkan langkahnya,
maka pada tanggal 21 September 1998 melegalitaskan usahanya dengan
berbadan hukum Koperasi (Hakim, 2014: 19-23).
2. Visi dan Misi BMT Al-Huda
a. Visi
KJKS BMT Al-Huda yang dapat memahami segala kebutuhan anggota
dn menentramkan dengan transaksi yang islami
b. Misi
1) Melayani dengan santun, berkepribadian cakap, jujur dan cerdas
2) Memperluas jaringan dan menumbuhkan peluang usaha
3) Mengembangkan mitra usaha yang berkesinambungan dalam
Tatanan Ekonomi Islam
4) Menjadi lembaga keuangan Islam yang profit dan bermanfaat
5) Meningkatkan kesejahteraan umat (Hakim, 2014: 10).
3. Prinsip Operasional BMT Al-Huda
Baitul Mall Wattamwil (BMT) menganut prinsip-prinsip operasional
sebagai berikut:
a. Prinsip keadilan
Dalam prindip ini BMT memiliki kekuatan tersendiri yang
berbeda dengan sistem konvensional. Penerana sistem bagi hasil, di
dalamnya terkandung dimensi keadilan dan pemerataan.
61
b. Prinsip kemitraan
Prinsip kemitraan adalah bahwa Baitul Mall Wattamwil
(BMT) menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna
dana, maupun Baitul Mall Wattamwil pada kedudukan yang sam dan
sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, resiko, dan
keuntungan yang berimbang antara nasabah penyumpan dana, maupun
Baitul Mall Wattamwil. Dengan sistem bagi hasil yang diterapkan,
Baitul Mall Wattamwil mensyaratkan adanya kemitraan nasabah harus
secara bersama-sama (Wawancara dengan bapak Mutholib, 2017).
4. Produk Layanan BMT Al-Huda
a. Produk simpanan
1) Simpanan Mudharobah; adalah simpanan dengan akad mudharobah
dan simpanan bisa diambil kapan saja setiap hari jam kerja.
2) Simpanan Hari Tua; adalah simpanan dengan akad mudharobah
tetapi dengan setoran per bulan dan jangka waktunya sudah ada
ketentuan.
3) Simpanan Berjangka; adalah simpanan dengan akad mudharobah
dan setoran minimal serta jangka waktu yang telah ditentukan.
4) Simpanan Haji; adalah simpanan dengan akad mudharobah yang
diperuntukkan bagi anggota yang berniat untuk menjalankan rukun
islam yang ke-5 dengan cara mempersiapkan anggaran melalui
simpanan Haji Al-Huda.
5) Simpanan Barokah; adalah simpanan dengan akad wadiah dengan
62
sistem kelompok, per kelompok terdiri dari 500 peserta, setoran
arisan dilakukan setiap bulan sekali, putaran kelompok selama 30
bulan, setiap bulan akan dilakukan pengundian pemenang arisan
dan pada bulan ke-31 arisan akan di bagikan kepada semua peserta
yang belum mendapatkan, yang juga disediakan doorprize untuk
peserta.
b. Pembiayaan
1) Pembiayaan Musyarokah (modal Kerja/Usaha)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
di bagi berdasarkan kesepakatan. Dana tersebut meliputi kas atau
aset non-kas yang di perkenankan oleh syariah.
2) Pembiayaan Murabahah (Jual-Beli)
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar
biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual
harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada
pembeli.
3) Pembiayaan Ijarah (Sewa/Multijasa/Manfaat)
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas aset itu sendiri.
4) Pembiayaan Mudharobah (Investasi)
63
Mudharobah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana,
sedangkan pihak kedua (pengelola) bertindak sebagai pengelola,
dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan (Hakim, 2014: 55-59).
5. Contoh Akad Pembiayaan Ijarah Multijasa di BMT Al-Huda
Akad Ijarah Multijasa di BMT digunakan untuk pembiayaan
pembelian sepeda motor. Pada saat nasabah ingin membeli motor namun
tidak memiliki uang, nasabah datang ke BMT untuk membeli sepeda motor
dengan cara pembiayaan ijarah multijasa. Kemudian pihak BMT membeli
motor ke dealer dan BMT menjualnya lagi kepada nasabah. Namun untuk
pembayarannya tergantung kesanggupan nasabah, apakah akan diangsur
per bulan atau dibayar pada waktu jatuh tempo. Dan untuk jumlah
angsurannya tersebut saling tawar menawar. Harga jual motor dari BMT
sebesar Rp. 16.500.000-, (enam belas juta lima ratus ribu rupiah). Dan
nasabah memilih cara membayarnya diangsur setiap bulan selama satu
tahun. Dengan rincian sebagai berikut:
a. Harga pokok sepeda motor : Rp. 14.500.000,-
b. Ujrah (bunga) : Rp. 2.000.000,-
c. Harga jual sepeda motor : Rp. 16.500.000,-
d. Angsuran per bulan : Rp.1.375.000,-
Ijarah multijasa ini prinsipnya hampir sama dengan murabahah. Akan
tetapi ijarah multijasa hanya menerima jasa, sedangkan murabahah
menerima barang (Wawancara dengan bapak Mutholib, 2017).
64
6. Pelaksanaan Produk Pembiayaan di BMT Al-Huda
Pelaksanaan produk pembiayaan di BMT Al-Huda adalah setiap
anggota atau nasabah melakukan pengajuan, misalnya bagi yang ingin
membeli sepeda motor. Kemudian diproses oleh pihak BMT dengan
menyerahkan dokumen, dan dokumen yang akan diserahkan kepada BMT
juga harus ada persyaratannya yaitu seperti KTP, KK, Surat Nikah, ada
argumen (alasan) mengapa nasabah melakukan pembiayaan, dan formulir.
Selain itu juga ada proses survei dari pihak BMT kepada nasabah. Dan
apabila dokumen sudah disetujui oleh Komite, yang terdiri dari AO,
Manajer Cabang, Manajer Area, Manajer RIS, Operasional, Manajer
Pembiayaan, dan Direktur. Ke tujuh Komite tersebut masing-masing
mempunyai hak untuk memverifikasi dan mempunyai hak untuk
memberikan keputusan atas pengajuan pembiayaan. Jadi tidak hanya satu
atau dua orang yang bisa memberikan keputusan atas pengajuan
pembiayaan, karena sudah ada Tim Komite yang terdiri dari tujuh orang
tersebut. Karena apabila hanya satu orang saja yang memberikan keputusan
maka bisa di nego. Namun apabila ada tujuh orang maka bisa
dipertimbangkan dengan adil, dan hal tersebut bisa menjadikan BMT lebih
aman karena banyak Tim Komite yang memverifikasi.
Setelah semua Komite setuju kemudian dibuatkan akad ijarah
multijasa. Setelah sudah ada perjanjian maka anggota datang untuk
melakukan penanda tanganan dengan berbagai pasal dan aturan-aturan
yang ada. Setelah selesai akad kemudian pihak BMT pergi ke Dealer untuk
65
membeli sepeda motor. Namun akad ijarah multijasa itu sendiri sifatnya
masih sewa-menyewa. Apabila nasabah belum lunas angsurannya maka
barang yang sudah diterima oleh nasabah harus dirawat baik-baik dan tidak
boleh sampai rusak. Dan apabila angsurannya macet maka bukan motornya
yang ditarik oleh pihak BMT melainkan jaminan. Misalnya nasabah
memberikan jaminan berupa sertifikat tanah, maka yang ditarik adalah
yang dijadikan sebagai jaminan tersebut (Wawancara dengan bapak
Mutholib, 2017).
B. Gambaran Umum Adira Finance
1. Sejarah Perkembangan Adira Finance
PT. Adira Finance adalah sebuah perusahaan pembiayaan non-
bank (multi finance). Bisnis utama yang di pasarkan oleh PT. Adira
Finance adalah kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat.
Selain memasarkan produk pembiayaan otomotif, Adira Finance juga
menawarkan produk pinjaman dana tunai yang menjadi tanggung jawab
Divisi Non Dealer Sales (NDS).
Adira Finance di dirikan pada tanggal 13 November 1990 dan
memulai operasi secara komersial pada tahun 1991. Kantor pusat Adiran
Finance berdomisili di The Landmark l Lantai 26-31, Jl. Jend. Sudirman
No. 1, Jakarta Selataan 12910. Adira Finance memiliki 531 jaringan usaha
yang terdiri dari kantor cabang, kantor perwakilan, kios dan dealer outlet
yang tersebar di seluruh wilayah Ind