skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh...
TRANSCRIPT
ANALISIS UNSUR-UNSUR GHARAR PADA PERKREDITAN
BANK KONVENSIONAL
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah ( SE.Sy )
Oleh :
HANDRIANUR NIM : 106046101623
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A 1431 H / 2010 M
ANALISIS UNSUR-UNSUR GHARAR PADA PRODUK BANK
KONVENSIONAL
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
HANDRIANUR NIM. 106046101623
Pembimbing
AM. HASAN ALI, MA NIP. 19751201200501105
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul ”Analsis Unsur-Unsur Gharar Pada Produk Bank Konvensional”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
Jakarta, Juni 2010 Dekan,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag (......................................) NIP. 197107011998032002 Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH (......................................) NIP. 197407252001121001 Pembimbing I : AM. Hasan Ali, MA (......................................) NIP. 19751201200501105 Penguji I : Prof.Dr.H. Ahmad Sutarmadi (......................................)
NIP. 194008051962021001
Penguji II : Nahrowi, SH. M.H (.......................................)
NIP. 150293227
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Jumadil Tsaniyah 1431 H Mei 2010 M
HANDRIANUR
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah pencipta semesta alam yang telah memberikan
nikmat serta karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat dan Salam kita sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW serta para pengikutnya sampai akhir zaman.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1). Dalam hal ini
penulis mencoba meneliti mengenai Ananlisis Unsur-Unsur Gharar Pada
Perkreditan Bank Konvensional
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak
akan selesai tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. DR.H. Muhammad Amin Suma, SH., M.A., M.M., Selaku Dekan
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memperhatikan serta memberikan bantuannya kepada kami semua sebagai anak
didiknya menuju manusia berkualitas bagi agama dan Negara
2. Ibu DR. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH,
Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
3. AM Hasan Ali. MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam
menyusun skripsi ini.
4. Segenap dosen yang telah ikhas dan sabar dalam mengajarkan ilmunya kepada
penulis.
5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.
6. Segenap pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, atas
kemudahan yang penulis rasakan selama pengumpulan literatur, dan staf dari
berbagai perpustakaan di beberapa universitas di Jakarta yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
7. Kepada orang tuaku tercinta (Bapak Saepullah sareng Pipih Hanipah S.Pd.I) yang
telah susah payah dan penuh ketulusan serta keikhlasan dalam memberikan do’a,
moril maupun materil serta motivasi terbesar kepada penulis.
8. Adik-adikku tercinta : Inda, Herdi dan Rija yang telah memberikan bantuan dan
semangatnya kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
9. Kekasihku (Kartika), yang telah banyak memberikan perhatian serta motivasinya
kepada penulis.
10. Teman-teman Jurusan Perbankan Syariah angkatan 2006 dan khususnya kepada
teman-teman Kelas PS B. Fadli, Husen, Irul, Arif, Hasonangan dan masih banyak
lagi teman-temanku yang tidak bisa disebutkan satu persatu
vii
11. Dan tak lupa untuk teman baikku selama dari MAN 2 Bogor sampai sekarang,
Abdul, Akbar, Anwar, H.Yasir, dan masih banyak yang mana telah berjuang
bersama-sama penulis dalam mencari ilmu.
Namun demikian, segala harapan dan rasa syukur hanya kepada Allah SWT
jualah kita persembahkan. Semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan studi ini, mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Amin …
Ciputat, Jumadil Tsaniyah 1431 H
Mei 2010 M HANDRIANUR
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI .............................................................................................. V KATA PENGANTAR ……....................................................................... Vi DAFTAR ISI............................................................................................... Ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................. Xi BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah..............................................
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah.....
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................
D. Kajian Pustaka............................................................
E. Kerangka Teori ..........................................................
F. Metode Penelitian.......................................................
G. Sistematika Penulisan.................................................
1
6
7
8
10
12
14
BAB II TINJAUAN TEORITIS GHARAR
A. Pengertian Gharar ......................................................
B. Karakteristik Gharar ..................................................
C. Hukum Gharar ...........................................................
D. Bentuk-Bentuk Gharar ..............................................
E. Jenis-Jenis Gharar .....................................................
F. Hikmah Tidak Melaksanakan Gharar .......................
16
17
21
23
31
32
BAB III TINJAUAN TEORITIS PRODUK BANK
KONVENSIONAL
A. Pengertian Bank..........................................................
B. Fungsi Bank ...............................................................
C. Jenis-Jenis Bank .........................................................
D. Penerimaan Dana Bank ..............................................
E. Penyaluran Dana Bank (Kredit) ................................
33
35
36
38
39
ix
BAB IV ANALISIS UNSUR-UNSUR GHARAR PADA
PRODUK BANK KONVENSIONAL
A. Analisis gharar dalam lembaga keuangan ..................
B. Analisis Unsur-unsur Gharar Pada Produk Bank
Konvensional ..............................................................
46
50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………….
B. Saran ………………………………………………...
56
59 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 60
x
xi
DAFTAR GAMBAR 4.1 Gambar bunga (Riba) merupakan bagian dari gharar
ABSTRAK
HANDRIANUR NIM 106046101623. Analsisi Unsur-Unsur Gharar Pada Perkreditan Bank Konvensional. Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H / 2010 M.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis unsur gharar pada perkreditan bank konvensional, hal ini dilaksanakan karena kebanyakan perbankan syariah di Indonesia mengadopsi produk perbankan konvensional khususnya pada produk pendanaan yang kemudian diganti dengan syariah. Akan tetapi produk tersebut tidak dianalisi lebih dalam secara keislamannya baik dari halal, haram dan samar-samar (gharar) hukum tersebut. Bukan hanya itu saja yang menyebabkan penulisan ini dilaksanakan, ada hal lain pula yaitu, walaupun gharar dalam agama Islam sudah tertata baik sedemikian rupa, akan tetapi untuk gharar dalam lembaga keuangan khususnya bank belum ada penjelasan mendalam mengenai ini sehingga perlunya ada penulisan karya ilmiah yang berkaitan dengan konsep gharar ini.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian conten analisis dan tehnik pengumpulan data menggunakan tehnik studi pustaka, dimana penulis mencoba mencari teori-teori (konsep) gharar yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi yang kemudian teori tersebut dipergunakan untuk menganalisis produk bank konvensional, sehingga unsur gharar dalam produk bank konvensional dapat diketahui dengan jelas.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa konsep gharar dalam lembaga keuangan yang tidak hanya berkaitan dengan transaksi jual-beli. melainkan dengan semua transaksi ekonomi yang dilakukan oleh bank. Bank merupakan lembaga keuangan yang penuh dengan resiko dan zero sum game, dan resiko dan zero sum game merupakan bagian dari gharar, sehingga dalam penulisan ini sangat tepat untuk menganalisis produk tersebut. Adapun hasil konsep gharar dalam menganalisis unsur gharar pada perkreditan bank konvensional, bahwa adanya gharar dalam produk bank konvensional, sehingga perlunya kehati-hatian kepada perbankan syariah, jika ada yang mengadopsi produk perbankan konvensional Kata Kunci: unsur gharar pada perkreditan bank konvensional Pembimbing : AM. HASAN ALI, MA
NIP. 19751201200501105
v
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Didalam perekonomian suatu negara salah satu lembaga keuangan yang
mempunyai nilai strategis adalah lembaga keuangan bank. Lembaga tersebut
dimaksudkan sebagai perantara antara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana
dengan pihak-pihak yang kekurangan dana. Lembaga keuangan bank bergerak dalam
kegiatan perkreditan, dan berbagai jasa yang diberikan bank melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua faktor
perekonomian
Adapun pengertian bank itu sendiri adalah, bank berasal dari bahasa Italia
Banco yang artinya bangku. Bank merupakan sektor penting dan berpengaruh dalam
dunia usaha1. Sedangkan pengertian bank dalam UU 21 tahun 2008 adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat2.
Banyak orang dan organisasi yang memanfaatkan jasa bank untuk
menyimpan atau meminjam dana. Oleh karena itu, bank memainkan peranan penting
dalam memelihara kepercayaan masyarakat. Dalam rangka memelihara kepercayaan
1 Faisal Afif, Yoso Aripurnomo, Strategi dan Operasional Bank, Bandung, Eresco : 1996. Cet ke-1, hal 3.
2 UU No 21 Tahun 2008, UU perbankan syariah
2
masyarakat tersebut, pemerintah banyak mengeluarkan peraturan dalam bidang
perbankan. Tugas utama bank adalah memberikan kredit, maka bank telah
menentukan kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai pemberian kredit, meskipun
ada perbedaannya antara bank satu dengan bank yang lainnya. Kredit yang diberikan
oleh bank dapat berupa kredit jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang. Tidak hanya memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana tetapi
kegiatan pokok bank juga menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro,
tabungan dan deposito berjangka. Disamping itu bank memiliki peranan penting
untuk mendorong pertumbuhan suatu bangsa karena bank merupakan lembaga yang
berfungsi menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan rakyat banyak. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa diikuti dengan
distribusi yang merata akan menyebabkan ketimpangan sosial.
Deregulasi yang dilakukan pemerintah mengenai perbankan pada tahun 1983,
deregulasi ini sangat mempengaruhi pola dan strategi perbankan baik dari sisi aktiva
maupun pasiva perbankan itu sendiri. Situasi ini memaksa industri perbankan harus
lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber
dana baru3. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, industri perbankan dapat
membuka hambatan yang sebelumnya menimbulkan depresi sektor keuangan dan
3 Faisal Afif, Yoso Aripurnomo, hal 1
3
sistem keuangan negara, sehingga menyebabkan bisnis perbankan berkembang pesat
dengan persaingan yang semakin ketat dan semarak.
Dengan adanya persaingan yang ketat, banyak cara yang dilakukan oleh pihak
perbankan, salah satunya lebih inovatif dan berani merubah produk dan menciptakan
produk baru sesuai dengan kebutuhan manusia pada abad sekarang ini, produk yang
dibuat oleh pihak bank saat ini hanyalah berfungsi untuk memuaskan pelanggan dan
produk yang dibuat tidak mengandung unsur nilai ke-Islaman. Produk – produk yang
digunakan oleh bank konvensional dalam penerimaan, penyaluran dananya masih
mengandung unsur gharar, bahkan ada sebagian ulama berpendapat bahwa produk
bank konvensional saat ini semuanya mengandung unsur gharar, hal ini disebabkan
karena produk bank konvensional masih berkaitan dengan bunga, sedangkan
pendanaan yang dilakukan bank konvensional tidak melihat apakah investasi itu halal
atau haram4. Bank konvensional hanya memperhatikan profit yang akan diperoleh.
Sehingga produk yang dibuat oleh perbankan konvensional tidak adanya kejelasan
dari segi objek akad, dan transaksi yang dilakukan.
Berbeda dengan perbankan syariah, produk perbankan syariah merupakan
hasil perkembangan dari fiqih terdahulu yang disesuaikan dengan keadaan dan
kebutuhan masyarakat zaman sekarang, produk yang digunakan bank syariah saat ini
harus terlepas dari gharar. Hal ini karena jika produk bank syariah masih terdapat
unsur-unsur gharar, maka akan nampak adanya pertaruhan dan menimbulkan sikap
4 Syafi’i Antonio. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta: BI dan Tazkia,
1999. hal 60
4
permusuhan pada orang yang dirugikan. Yakni bisa menimbulkan kerugian yang
besar kepada pihak lain. Larangan ini juga mengandung maksud untuk menjaga harta
agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada orang
akibat jenis jual beli ini.
Pengertian gharar menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah, al-khathr
(pertaruhan). Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah
yang tidak jelas hasilnya (majhul al-‘aqibah). Sedangkan menurut Syaikh As-Sa’di,
al-gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidakjelasan).
Perihal ini masuk dalam kategori perjudian5. Sehingga dari penjelasan ini, dapat
diambil pengertian yang dimaksud jual beli gharar adalah semua jual beli yang
mengandung ketidakjelasan ; pertaruhan atau perjudian. Jenis gharar dalam Islam
membagi ke dalam 2 macam, yaitu gharar yang memang benar-benar gharar yang
tidak boleh dilaksanakan sama sekali dan gharar yang masih dilaksanakan6. Dasar
hukum yang melarang jual beli gharar adalah hadis dari Abu Hurairah yang
berbunyi7:
)رواه أحمد (الغرر بيع عن هللا رسول نهى قال هريرة ابي عن
5 Husain Syahatah, Siddiq Muhamad, dll., Transaksi dan Etika Bisnis Islam., visi insani
publishing (Jakarta: 2005). Cet ke-1, hal 144 6 Hendro wibowo, Indentifikasi dan pengukuran gharar dalam transaksi ekonomi.
http://sciencestudypeople.blogspot.com/2010/01/jual-beli-terlarang-karena-prosesnya.html_ kamis 28 Januari 2010
7 Amad manan al-Assal, Fathi Ahmad abdul karim, Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, pustaka setia (Bandung,: 1999). Hal 92
5
Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar” (HR.
Ahmad)
Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain
dengan cara batil. Padahal Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara
batil sebagaimana tersebut dalam firmanNya surat Al-Baqarah : 188 sebagai berikut:
)١٨٨: البقراه (. ☺ “Artinya : Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Al-Baqarah
/ 2 : 188).
Dalam penjelasan di atas jelaslah bahwa Islam melarang produk bank yang
masih mengandung unsur gharar, hal ini akan menimbulkan ketidakpastian dan
ketidakadilan terhadap salah satu pihak. Dari penjelasan diatas, maka masih perlu
dilaksanakannya pendalaman analisis mengenai produk bank konvensional
6
khususnya dalam produk penyaluran dana yang mengandung unsur-unsur gharar, hal
ini karena selama ini hanya bunga (Riba) yang selalu dibahas, sedangkan bentuk-
bentuk transaksi yang dilarang dalam Islam sangat kurang sekali pembahasannya.
Kemudian produk bank konvensional yang sudah ada saat ini diklasifikasikan
produk apa saja yang memang mengandung unsur gharar.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan
tersebut kedalam bentuk tulisan (skripsi) dengan judul ANALISIS UNSUR-UNSUR
GHARAR PADA PERKREDITAN BANK KONVENSIONAL.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasikan
masalah yang akan diteliti sebagai berikut, produk bank konvensional (Kredit)
memang terdapat bunga di dalamnya, di mana bunga tersebut dalam Islam termasuk
kedalam riba, sedangkan produk yang lainnya dan pembiayan diperkirakan menjadi
transaksi yang dilarang dalam islam, hal ini karena produk bank konvensional masih
mengandung unsur gharar (ketidakpastian) baik dalam objek akad maupun dalam
transaksinya.
Berdasarkan Identifikasi masalah di atas, maka kiranya penulis perlu
membatasi pokok permasalahan pada pendanaan (kredit) bank konvesional.
Pembatasan ini dimaksudkan agar penulis lebih terarah dan fokus dalam melakukan
penelitian, sehingga penelitian ini tidak membahas mengenai permasalahan yang
terjadi diluar lingkup tersebut.
7
Bertitik tolak pada latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini tentang konsep gharar dalam produk perkreditan bank
konvensional, yang didalamnya mengandung unsur gharar, apabila masalah ini
dipertanyakan maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep gharar dalam lembaga keuangan bank?
2. Apa unsur-unsur gharar yang terdapat dalam perkreditan bank konvensional?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini, berdasarkan permasalahan
yang dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam karya tulis ini antara
lain:
a. Mengetahui konsep gharar dalam lembaga keuangan bank
b. Mengetahui unsur-unsur gharar dalam perkreditan bank konvensional
2. Manfaat Penelitian
Harapan penulis semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sebagai
bagian dari masyarakat yang selalu mendukung perkembangan perbankan, serta bagi
beberapa pihak antara lain:
a. Akademisi, penelitian ini dilaksanakan untuk menambah ilmu
pengetahuan dan juga sebagai bahan referensi bagi mahasiswa, staf
pengajar, dan lainnya.
8
b. Peneliti, Semoga penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pengembang konsep-konsep ekonomi Islam dalam perkembangan
produk-produk bank yang bebas dari larangan-larangan agama.
c. Penulis, sebagai penambah wawasan bagi penulis dalam konsep gharar,
dan produk-produk bank konvensional yang didalamnya terdapat unsur
gharar.
d. Masyarakat, sebagai tambahan wawasan dan pertimbangan masyarakat
dalam memilih produk dan bank yang akan digunakan oleh masyarakat
dalam bertransaksi ekonomi.
D. Kajian Pustaka
Adapun kajian pustaka dalam menunjang penelitian ini dengan melihat
beberapa penelitian skripsi sebelumnya, antara lain:
Vera Niasari, B 200
050 224, Jurusan
Akuntansi fakultas
Ekonomi, Universitas
Muhamadiyah
Surakarta 2009.
Skripsi ini membahasan tentang
perbandingan kinerja bank
syariah dengan bank
konvensional, baik dari produk
yang digunakan maupun
laporan keuangannya.
Skripsi yang penulis teliti
berbeda dengan skripsi
Vera Niasari,
perbedaannya terletak
pada apa yang ditelitinya.
Penulis meneliti produk
bank konvensional yang
mengandung unsur
gharar.
9
Jurnal Akhmad Nur
Zaroni Bisnis Dalam
Perspektif Islam
(Telaah Aspek
Keagamaan dalam
Kehidupan Ekonomi).
Jurnal ini membahas mengenai
mekanisme bisnis dalam
persefektif islam, didalamnya
menjelaskan bagaimana
menjadi pebisnis yang baik
yang sesuai dengan islam, dan
transaksi-transaksi yang boleh
dan tidak boleh dilaksanakan
dalam persefektif islam dalam
hal perdagangan.
Perbedaan Jurnal dengan
skripsi yang penulis teliti
terletak pada kajian
penelitiannya. Dimana
skripsi penulis lebih
khusus membahas gharar
pada produk bank
konvensional. Dalam
jurnal ini lebih
membahas transaksi yang
dilarang saja. Dan ini
bersifat umum.
Fara Safitri, 20408
2002 308, Fakultas
Ekonomi. Jurusan
Akuntansi
Skripsi ini membahas tentang
perbedaan sistem pemberian
kredit pada bank konvensional
dengan pembiayaan murabahah
pada bank syariah
Perbedaan skripsi dengan
skripsi yang penulis teliti
terletak pada kajian
penelitiannya. Dimana
skripsi penulis lebih
khusus membahas gharar
pada produk bank
konvensional. Dalam
Skripsi Fara ini lebih
10
membahas sistem
pemberian kredit.
E. Kerangka Teori
Gharar atau disebut juga Taghrir secara bahasa berarti Al Khathr (resiko
berbahaya), dan taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Dikatakan
gharara binafsihi wa maalihi taghriran berarti 'aradhahuma lilhalakah min ghairi an
ya'rif (jika seseorang melibatkan diri dan hartanya dalam kancah gharar maka itu
berarti keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui
olehnya)8. Gharar juga dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat ketidakyakinan
(uncertainty). Jual-beli gharar berarti sebuah jual-beli yang mengandung unsur
ketidaktahuan atau ketidakpastian (jahalah) antara dua pihak yang bertransaksi, atau
jual-beli sesuatu yang obyek akad tidak diyakini dapat diserahkan.
Dalam bahasa Arab, gharar diterjemahkan sebagai risiko, sesuatu yang tidak
pasti, atau ketidakpastian (uncertainty), sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,
Janganlah kalian membeli ikan di dalam air (laut), karena perbuatan semacam itu
termasuk gharar (tidak pasti). (HR. Ahmad). Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim,
menjelaskan gharar sebagai "Things with unknownfate, so selling such things is
8 Husain Syahatah, Siddiq Muhamad, dll., hal. 144
11
maysir or gambling"9. Dengan demikian, transaksi jual-beli sesuatu yang tidak pasti
(gharar) tersebut dilarang dalam Islam, karena termasuk kategori perbuatan maysir
atau perjudian (spekulasi).
Produk bank konvensional yang terdiri dari penerimaan, pendanaan bank dan
jasa transaksi lainnya merupakan menjadi kegiatan utama bank. Akan tetapi bank
konvensional dalam membuat produk tersebut lebih mementingkan nilai kepuasan
nasabah dan tidak melihat apakah produk tersebut dapat merugikan salah satu pihak
ataupun kedua belah pihak, kebanyakan produk bank konvensional yang
menggunakan perangkat bunga, dan banyak transaksi yang tidakjelas dan
kepastiannya baik dalam objek akad yang dilaksanakan maupun transaksinya
sehingga perlu nilai ekonomi islam masuk kedalam produk bank konvensional untuk
melihat apakah produk yang dikeluarkan dan dibuat oleh bank tidak merugikan salah
satu pihak atau kedua pihak tersebut, dan supaya terciptanya keadilan bagi semua
pihak.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian normatif atau bisa juga
analisis kualitatif yang bersifat analitis10. Langkah yang akan ditempuh pertama kali,
adalah mengumpulkan buku-buku tentang gharar dan produk bank konvensional,
kemudian menganalisis produk tersebut, mana yang didalamnya terdapat unsur
9 Nurul Huda, Resiko Dan Spekulasi Dalam Investasi Syariah, publish 6 agustus 2009. 10 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986. h. 9-10
12
gharar. Dimana pengertian kualitatif itu sendiri adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada
manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya11. Adapun
pengertian deskriptif adalah pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial
tertentu12.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan
dokumen (conten analisys) yaitu melakukan pengumpulan data dan informasi melalu
arsip, buku-buku dan dokumen yang lainnya.
3. Jenis Data
Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan
dokumen berupa buku-buku produk bank konvensional, baik penerimaan ataupun
pendanaan bank konvensional, dan berupa bahan acuan lainnya yang berisikan
informasi tentang bahan berupa, buku, tulisan, jurnal, dan majalah, dll yang berkaitan
dengan konsep gharar.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi maka
penulis menggunakan metode pengumpulan dengan cara13:
Studi Kepustakaan, penelitian ini diarahkan untuk memperoleh landasan teori
yang dapat menganalisis data. Penulisan ini digunakan dalam rangka menelusuri dan
11 Lexy.J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Rosda (Bandung: 2006).edisi revisi. Hal 4 12 Masri, Singarimbun, Metode Penelitian survey, Jakarta, LP3S: 1999. Edisi revisi, hal 4 13 Soerjono Soekanto. Hal 24
13
meneliti literatur serta menelaah kerangka studi ilmiah yang ada diperpustakaan,
dilakukan dengan mengumpulkan data, menganalisis suatu pengertian yang bersifat
teoritis untuk menguji kebenaran, adapun data-data tersebut berasal dari Al-Quran
dan As-sunah, buku-buku umum, buku-buku Islam, skripsi, jurnal-jurnal, internet,
media masa, artikel dan data-data tertulis lainnya yang berkaitan dengan materi
pembahasan skripsi.
Studi pustaka adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka membaca dan mencatat serta mengolah bahan
5.
klasifikasikan kedalam bentuk
at suatu kesimpulan.
6.
asan masalah yang akan dibahas
skripsi ini.
7. Pedoman Penulisan Laporan
penelitian14.
Tehnik Pengolahan Data
Tehnik pengolahan data yang dilakukan setelah memperoleh data dan bahan-
bahan melalui dokumen, lalu data tersebut diperiksa kembali agar tidak terjadi
kekeliruan dan kesalahan, kemudian data tersebut di
dan jenis tertentu untuk membu
Tehnik Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis isi (Conten
analisys), di mana penulis menganalisis dokumen yang berkaitan dengan gharar dan
produk bank konvensional, supaya mencapai kejel
dan hasilnya tersebut dituangkan dalam
14Mestika ZED, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta, yayasan obor Indonesia: 2004.
Edisi 1, hal 3.
14
Teknik penulisan laporan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini,
berpedoman kepada : Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
G. Sistematika Penulisan
Supaya lebih memudahkan penelitian ini, maka penulis membagi topik ke
dalam 5 (lima) bab, dengan rincian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Kerangka
Teori, Metode penelitian, Sistematika Penulisan
BAB II : TINJAUAN TEORITIS GHARAR
Bab ini memuat tentang gharar: Pengertian gharar, Karakteristik gharar, Hukum
gharar, Bentuk-bentuk gharar, Jenis-jenis gharar, Hikmah tidak melaksanakan
gharar.
BAB III : TINJAUAN TEORITIS PRODUK BANK KONVENSIONAL
Bab ini menjelaskan tentang teoritis Bank Konvensional; Pengertian Bank, Fungsi
Bank, Jenis Bank, Penerimaan dana Bank, Penyaluran dana Bank.
BAB IV : ANALISIS UNSUR GHARAR PADA PRODUK BANK
KONVENSIONAL
15
Bab ini merupakan hasil penelitian analisis kualitatif, yaitu membahasan gharar
dalam konsep lembaga keuangan, Analisis Unsur-unsur gharar pada produk bank
konvensional.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir penulisan yang akan menyimpulkan pokok-pokok
penting dari keseluruhan pembahasan serta menyimpulkan jawaban ringkas dari
permasalahan yang telah dibahas diatas yang berisikan kesimpulan dan saran.
16
BAB II
TINJAUAN TEORITIS GHARAR
A. Pengertian Gharar
Al-Gharar secara bahasa berarti Al Khathr (resiko berbahaya). Lafadz gharar
(dari segi tata bahasa) adalah merupakan isim (kata benda). Gharar dalam
terminologi para ulama ahli fiqih memiliki beragam definisi, diantaranya adalah1:
1. Gharar dikategorikan dan dibatasi terhadap sesuatu yang tidak dapat
diketahui antara tercapai dan tidaknya suatu tujuan, dan tidak termasuk
didalamnya hal yang majhul (tidak jelasan). Sebagai contoh adalah definisi
yang dipaparkan oleh Ibn Abidin yaitu: “Gharar adalah keraguan atas wujud
fisik dari objek transaksi”.
2. Gharar dibatasi dengan sesuatu yang majhul (tidak jelasan), dan tidak
termasuk didalamnya unsur keraguan dan ketidak tercapaiannya, definisi ini
adalah pendapat murni mazhab Dhariri. Ibn Hazm mengatakan: “Unsur
gharar dalam transaksi bisnis adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh
pembeli apa yang ia beli dan penjual apa yang ia jual”.
Kombinasi antara dua pendapat tersebut diatas, yaitu gharar meliputi dalam
hal tidak diketahui pencapaiannya dan juga atas sesuatu yang majhul (tidak jelas).
1 Husain Syahatah, Siddiq Muhamad, dll., Transaksi dan Etika Bisnis Islam., visi insani
publishing (Jakarta: 2005). Cet ke-1, hal 144
16
17
Contoh dari definisi ini adalah yang dipaparkan oleh Imam Sarkhasi: “Gharar adalah
sesuatu yang akibatnya tidak dapat diprediksi”. Dan ini adalah pendapat mayoritas
ulama fiqih.
Dari ketiga terminologi inilah penulis dapat melihat bahwa gharar yang ada
pada produk bank khusunya produk Penyaluran dana, dapat diprediksikan bahwa
produk tersebut mengandung unsur gharar (ketidak jelasannya). Hal ini karena
didalam terminologi tersebut sudah mencakup seluruh permasalahan cabang yang
dibahas oleh para fuqaha terkait dengan permasalahan gharar.
Bahkan menurut Ibn Taimiyah, gharar itu dilibatkan apabila seseorang tidak
tahu apa yang tersimpan bagi dirinya pada akhir suatu kegiatan bisnis, dan konsep
gharar menurut Ibn Taimiyah terbagi dua kelompok2 :
1. Kelompok pertama adalah unsur resiko yang mengandung keraguan,
probabilitas dan ketidak pastian secara dominan
2. Sedangkan kelompok kedua unsur meragukan yang dikaitkan dengan
penipuan atau kejahatan oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya.
B. Karakteristik Gharar
Terdapat 4 (empat) karakteristik dasar yang berkaitan erat dengan
pembahasan gharar yaitu konsep game, zero sum-game, normal exchange (konsep
pertukaran normal) dan konsep resiko3.
2 Afzalur Rahman. Doktrin Ekonomi Islam. Dana Bakti Wakaf (Yogyakarta: 1996), Jilid IV
hal 162
18
a. Game
Yang dimaksud game adalah sebuah pertukaran yang melibatkan dua pihak
untuk tujuan tertentu yang dalam terminologi fiqh lebih dikenal dengan mu’awadhah
bi qashd al-ribh (transaksi pengganti dengan keuntungan). Contohnya adalah jika ada
seseorang yang ingin menjual tanah kemudian ada orang lain yang mempunyai uang
kemudian terjadi jual-beli diantara keduanya maka pada transaksi tersebut adanya
pertukaran kekayaan dengan faedah keuntungan. Di satu sisi ada orang yang
memperoleh keuntungan kekayaan dan satu sisi ada keuntungan mendapatkan
manfaat faedah dari tanah tersebut.
b. Zero Sum Game
Seperti susunan katanya, ”permainan dengan hasil bersih nol” adalah konsep
permainan yang hanya menghasilkan output win-lose (menang-kalah). Kemenangan
yang diperoleh satu pihak adalah secara terbalik kerugian bagi pihak lain. Hasil yang
diperoleh satu pihak tidak akan naik tanpa mengurangi hasil pihak lain. Zero sum-
game adalah permainan dengan hasil pareto optimal. Tidak ada hasil yang
mengakomodasi kedua belah pihak, tidak ada kerjasama. Disinilah terletak adanya
unsur gharar sifat dari kontrak berjangka yang zero-sum game (pasti ada yang untung
disebabkan pasti ada yang rugi) juga mendukung transaksi ini lebih mendekatkan
transaksi menjadi maysir ketika transaksi pertukaran dari kontrak tersebut sangat
3Hendro wibowo, Indentifikasi dan pengukuran gharar dalam transaksi ekonomi.,
http://sciencestudypeople.blogspot.com/2010/01/jual-beli-terlarang-karena-prosesnya. html_ kamis 28 Januari 2010
19
berubah-ubah (volatile) pertukarannya dan sulit untuk ditebak pergerakannya
(khususnya pada kontrak berjangka valuta asing). Keuntungan dan kerugian yang
bahkan bisa tidak terbatas jumlahnya membuat kontrak ini bisa berubah menjadi
sekedar a game of chance (perjudian) yang jelas mendorong prilaku spekulatif.
Disamping itu terlihat juga bahwa memakan uang dari pihak lain mengimplikasikan
ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban setiap pihak.
c. Normal Exchange
Pertukaran barang dan jasa, akan mendapatkan keuntungan dan kepuasaan
bagi kedua belah pihak. Dalam teori ekonomi mikro lebih dikenal dengan istilah
utility dan profit maximis. Hal ini dapat dicapai jika marginal utility (kepuasaan
maksimum) yang dirasakan konsumen lebih besar dibandingkan harga barang yang
dibeli dan biaya marginal kurang dari harga barang yang dijual.
Berdasarkan asumsi diatas, jelas bahwa tujuan konsumen rasional dari
kegiatan konsumsinya adalah memaksimumkan kepuasaan materiil saja. Berarti
seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa sehingga memperoleh
kepuasaan selalu menggunakan kerangka rasionalitas (bersifat duniawi). Dan dari
pandangan lain utiliti ekonomi bukanlah suatu sifat yang selalu muncul dari asal
barang dikonsumsi, tetapi barang tersebut benar-benar diperlukan dan digunakan
serta dapat bermanfaat.
Dimana menurut Islam pertukaran barang dan jasa dapat terjadi dalam teori
konsumsi tujuannya adalah untuk memperoleh maslahah terbesar, sehingga ia dapat
20
mencapai kemenangan dunia dan akhirat serta kesejahteraan jadi tidak hanya
kepuasaan materiil saja. Dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemasalahatan,
Imam Al-Ghazali mengelompokkan dan mengidentifikasikan semua masalah baik
yang berupa masalih (utilitas, manfaat) maupun mafasid (disutilitis, kerusakan)
dalam meningkatkan kesejahteraan. Jadi utilitas individu dalam Islam sangat
tergantung pada utility individu lainnya (interpendent utility) sehingga dapat
terbentuk kemaslahatan.
d. Risk Concept
Para ilmuwan ekonomi membedakan istilah ketidakpastian dan risiko.
Menurut Knight (1921) risiko menguraikan situasi dimana kemungkinan dari suatu
peristiwa (kejadian) dapat diukur.
Karenanya, risiko ini dapat diperkirakan setidaknya secara teoritis. Sementara
itu menggunakan kata risiko untuk segala sesuatu yang terjadi secara tidak pasti di
masa depan. Ia membaginya dalam 2 kategori, yaitu:
a. Pasive risk, yaitu risiko yang terjadi di mana benar-benar tidak terdapat
perkiraan dan perhitungan yang dapat dipakai. Jadi, hal ini benar-benar suatu
teka-teki yang sama sekali tidak diketahui jawabannya. Perkiraan atas risiko
ini hanya mengandalkan keberuntungan (game of chance), karenanya
seseorang hanya dapat bersifat pasif.
21
b. Responsive risk, yaitu risiko yang munculnya memiliki penjelasan kausalitas
dan memiliki distribusi probabilitas. Risiko jenis ini, karenanya dapat
diperkirakan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Memperkirakan risiko
responsive ini sering disebut pula game of skill, karena perkiraanya
didasarkan atas skill tertentu.
C. Hukum Gharar
Hukum gharar sebenarnya sudah jelas dalam kitab suci Al-Quran yang mana
telah menjelaskan secara detail telah melarang semua transaksi bisnis yang
mengandung unsur kecurangan dan ketidakpastian (gharar) dalam segala bentuk
terhadap pihak lain; hal itu mungkin dalam bentuk penipuan atau kejahatan, atau
memperoleh keuntungan dengan tidak semestinya atau resiko yang menuju
ketidakpastian di dalam suatu bisnis atau sejenisnya. Hal ini sesuai firman Allah
SWT dalam surat Al-An’am ayat : 1524.
⌧ ☺
)١٥٢: االنعام (.
Artinya: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya”.(Al- An’am /6 :152)
4 Afzalur Rahman. Doktrin Ekonomi Islam. Hal 162
22
Dalam sistem gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan
cara batil. Padahal Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara batil
sebagaimana tersebut dalam firmanNya surat Al-Baqarah ayat 188 sebagai berikut:
)١٨٨: البقراه ( . ☺
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. (Al-Baqarah / 2 : 188).
⌧ ☺.
)٦٩: النساء (
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisaa / 4 : 29).
23
Dan hadis Rasullulah yang melarang transaksi yang mengandung unsur
gharar adalah:
)رواه أحمد( عن ابي هريرة قال نهى رسول هللا عن بيع الغرر
Artinya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar” (HR
Ahmad).
Dengan melihat dalil-dalil di atas maka cara-cara yang haram termasuk segala
cara yang keliru yang tidak sesuai dengan hukum-hukum Islam serta ajarannya
dilakukan dengan salah dan tak bermoral. “Bisnis” mencakup semua transaksi yang
dilakukan dengan tujuan memperoleh keuntungan seperti perdagangan, komersial,
industri, dan sebagainya. Bahkan ada sebagian ulama menyatakan bahwa semua
transaksi yang mengandung gharar termasuk dalam perjudian, dimana dalam
perjudian itu setiap peserta diperdaya oleh harapan-harapan yang menyesatkan akan
“kemenangan”. Tak seorangpun menyetujui judi jika mereka tahu bahwa mereka
akan diperdaya. Sama halnya pada setiap transaksi yang tidakpasti dan tidakjelas di
mana di dalamnya adanya kecurangan, maka orang tersebut akan menolak dan
membatalkan transaksi tersebut. Hal ini memberikan keyakinan bahwa sesuatu yang
dikerjakan dengan maksud untuk merugikan pihak lain dalam transaksi bisnis adalah
dilarang oleh Allah dan Rasullulah SAW.
D. Bentuk-Bentuk Gharar
24
Ulama dari golongan mazhab Imam Maliki membahas lebih spesifik
permasalahan tentang gharar dengan berbagai ragamnya, sehingga jenis-jenis gharar
yang ada dapat di bagi menjadi dua, yang pertama gharar dalam sighat akad (Kalimat
Transaksi) dan yang kedua gharar dalam objek transaksi. Adapun pembagian sub
keduanya akan dipaparkan dibawah ini.
1) Gharar dalam sighat akad meliputi5:
a. Bai’ataini fii ba’iah
Bai’ataini fii ba’iah adalah merupakan satu kesepakatan dengan dua transaksi,
baik dengan terlaksananya salah satu dari dua transaksi tersebut (atau dari segi
harganya). Sebagai contoh ketika seorang penjual mengatakan “Saya jual komoditi
ini kepada anda seharga seratus secara tunai dan seratus sepuluh dengan cara kredit”
jawab pembeli ia saya terima. Atau juga transaksi bai’ataini fii ba’iah dapat berlaku
dengan terlaksananya kedua kesepakatan atau harga tersebut, seperti : “Saya jual
rumahku kepada anda seharga sekian dengan syarat anda menjual mobil anda kepada
saya dengan harga sekian”.
Jadi unsur gharar dalam kedua komoditi tersebut relative ada, baik dalam
penentuan transaksi seperti contoh yang pertama, maupun contoh komoditi yang
5 Husain Syahatah, Siddiq Muhamad, dll., Transaksi dan Etika Bisnis Islam., hal 152-162
25
kedua, dengan begitu transaksi bisnis dalam bai’ataini fii bai’dah jelas mengandung
unsur gharar, hal ini karena kalimat transaksi yang disepakati dan bukan objeknya
yang disepakati.
b. Bai’ urbun
Bai’ urbun adalah seseorang membeli sebuah komoditi dan sebagian
pembayaran diserahkan kepada penjual (DP/uang muka). Jika sipembeli jadi
mengambil komoditi tersebut maka uang pembayaran tersebut termasuk dalam
perhitungan harga, akan tetapi, jika calon pembeli tidak mengambil komoditi tersebut
maka uang muka tersebut menjadi milik penjual dan pembeli tidak mendapatkan apa-
apa. Akan tetapi dalam urbun ini ada dua pendapat yang memberikan keterangan,
baik golongan pertama yang mengharamkan urbun ataupun golongan kedua yang
membolehkan urbun, kedua golongan ini memiliki penjelasan masing-masing
mengenai hal ini, sebagaimana hadis yang mereka pegang dalam berpendapat.
بن شعيب عن أبيه عن جد ه أن رسول اهللا صلى اهللا عليه و سلم هى عن رمع نع
.بيع العربان
Artinya: “Dari Amr ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bawasanya Rasullulah saw. Melarang jual beli urbun”.
Adapun hadis yang membolehkan adalah yang dikeluarkan oleh Abdul Razak
dalam musnafnya sebagaimana berikut:
عن زيد بن أسلم أنه سئل رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم عن العربان في البيع فأ حله
26
Artinya: “Dari Zaid Ibn Aslam bahwasanya ia telah bertanya kepada Rasullulah SAW. Tentang jual beli urbun maka Rasullulah saw. Membolehkannya”.
Adapun letak unsur gharar pada uang muka ini menurut ulama yang
mengharamkannya, bahwa dalam urbun terletak unsur gharar dan resiko serta
memakan harta tanpa adanya ‘iwadh (pengganti) yang sepadan dalam pandangan
syariah.
c. Bai’ al hashah, al-mulamasah, dan al-munabadzah
Bai’ al hashah adalah suatu transaksi bisnis dimana penjual dan pembeli
bersepakat atas jual beli suatu komoditi pada harga tertentu dengan lemparan hashah
(batu kecil) yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang dijadikan
pedoman atas berlangsung tidaknya transaksi tersebut.
Bai al-mulamasah adalah ketika kedua belah pihak (penjual dan pembeli)
melakukan aktivitas tawar menawar atas suatu komoditi, kemudian apabila calon
pembeli menyentuh komoditi tersebut (baik sengaja maupun tidak), maka dia harus
membelinya baik sang pemilik komoditi tersebut rela atau tidak.
Bai’ al-munabadzah adalah seorang penjual berkata kepada seorang pembeli,
”Jika saya lemparkan sesuatu kepada anda maka transaksi jual beli harus berlangsung
diantara kita.
Sebagaimana hadis riwayat Bukhari yang melarang bai’alhashah, bai’al-
mulamasah, dan bai al-munabadzah6.
6 Qadir, Hasan, Imron AM, dll. Terjemahan Nailul Authar Himpunan hadis-hadis hukum,
Bina Ilmu., (Surabaya: 2007).cet ke-4, jilid 4. Hal 1655
27
والمال , والمنا بزة, عن المحا قلة والمخا ضرة. نهى النبي ص م: وعن أنس قال
)البخارى رواه( .والمزا بنة, مسه
Artinya : “Dan dari Anas ia berkata: Nabi saw melarang muhaaqalah, mukhaadlarah, mulamasah dan muzaabana”. (HR Bukhari).
Dari hadis dan penjelasan diatas tersebut maka ketiga macam transaksi ini
relatif mengandung unsur dalam kalimat transaksinya, hal ini karena pernyataan
penjual tentang lemparan batu kecil, sentuhan terhadap baju, dan lemparan komoditi
dijadikan dasar berlangsungnya transaksi, maka sebagian ulama berpendapat bahwa
transaksi tersebut termasuk jenis Qimar (perjudian).
d. Bai al-Muallaq
Bai al-Muallaq adalah suatu transaksi jual beli dimana keberlangsungannya
tergantung pada transaksi lainnya (yang disyaratkan). Keberhasilan transaksi dapat
terjadi dengan (mengikuti) instrument-instrumen yang ada dalam ta’liq (persyaratan
dalam akad yang berbeda). Sebagai contoh adalah tatkala seorang penjual
mengatakan kepada calon pembeli , “Saya akan menjual rumahku kepada anda
dengan harga sekian jika si fulan menjual rumahnya kepada saya”.
Jadi dengan melihat penjelasan diatas bahwa unsur gharar pada akad jual beli
al-muallaq ini terdapat pada ketidak jelasan transaksi yang akan dilaksanakan, jika
salah satu pihak berubah pikiran maka transaksi tersebut tidak akan dapat
dilaksanakan sehingga ini akan merusak transaksi yang akan dilaksanakan.
e. Bai’ al-mudhaf
28
Bai’ al-mudhaf adalah kesepakatan untuk melakukan transaksi jual beli untuk
waktu yang akan datang, contoh dari transaksi ini adalah perkataan seseorang penjual
kepada pihak lain, “Saya jual rumahku kepada anda dengan harga sekian pada awal
tahun depan”.
Unsur gharar yang ada dalam akad mudhaf adalah dari sisi pelaku akadnya.
Ketika mereka tidak dapat mengetahui kondisi pasar dan harga dimasa yang akan
datang jika dibandingkan dengan kondisi pada waktu transaksi disepakati. Dan
bagaimana pula kerelaan dan maslahah antara keduanya terbangun di saat mekanisme
kesepakatan dalam transaksi akan dilaksanakan, padahal keduanya tidak mengetahui
kondisi komoditi pada masa yang akan datang.
2) Gharar dalam Objek transaksi meliputi7:
a. Ketidak jelasan jenis objek transaksi
Ketidakjelasan atas jenis objek transaksi merupakan klasifikasi ketidakjelasan
yang paling besar dampaknya, hal ini disebabkan karena ketidakjelasan atas dzat,
macam, dan sifat atau karakteristik objek. Jadi dalam transaksi ini unsur gharar yang
terkandung didalamnya transaksi ini harus jelas dan diketahui barang yang menjadi
objek transaksi sehingga tidak menimbulkan gharar.
b. Ketidakjelasan dalam macam Objek transaksi
Ketidakjelasan terhadap macam objek transaksi dapat menghalangi sahnya
jual beli sebagaimana ketidakjelasan atas jenisnya. Ketidak absahan tersebut karena
7 Husain Syahatah, Siddiq Muhamad, dll., Transaksi dan Etika Bisnis Islam.,hal 165-188
29
mengandung unsur gharar yang banyak. Salah satu contoh yaitu, “Saya jual kepada
anda binatang dengan harga sekian tanpa menjelaskan jenis dari binatang yang
ditawarkan, apakah ia termasuk jenis onta atau kambing, maka transaksi semacam ini
rusak karena adanya unsur gharar dalam hal macam objek transaksinya.
c. Ketidakjelasan dalam sifat dan karakter objek transaksi
Para ulama fikih berselisih pendapat dalam mensyaratkan penyebutan sifat-
sifat dari objek transaksi agar sebuah transaksi menjadi sah, akan tetapi menurut
mazhab Hanafiah berpendapat bahwa jika objek transaksinya terlihat dalam
transaksinya, baik itu komoditi ataupun uang, maka tidak perlu untuk mengetahui
sifat dan karakternya. Berbeda halnya dengan ulama mazhab Syafi’I, mazhab ini
mempunyai perincian dalam pensyaratan atas penyebutan sifat dan karakter objek
transaksi, supaya transaksi tersebut menjadi sah diantaranya adalah: dalam transaksi
pesanan (salam) maka harus adanya kejelasan sifat dan karakter barang, dan harus
adanya hiyar ruyah dalam transaksi sehingga dapat mengurangi penipuan.
d. Ketidakjelasan dalam waktu
Ketidakjelasan dalam waktu hampir semua ulama fikih tidak ada yang
berselisih, jika transaksi tersebut dilakukan secara adanya pertangguhan waktu dan
waktu pembayarannya jelas maka transaksi tersebut sah dan dapat dilaksanakan.
Beda halnya dengan transaksi yang tidak adanya kejelasan dalam waktu
pembayarannya. Hal ini karena transaksi tersebut tidak adanya kejelasan yang pasti
dan dapat merugikan salah satu pihak.
30
e. Ketidakmampuan dalam penyerahan objek transaksi
Para ulama ahli fiqih sepakat, bahwa kemampuan penyerahan objek transaksi
merupakan syarat sahnya transaksi ini, maka jika objek transaksi tidak dapat
diserahkan maka transaksi secara otomatis tidak sah (batal). Seperti layaknya ikan
yang masih didalam air, tidak diketahui jumlah dan sifat, zat objek transaksi tersebut..
Bahkan ada hadis yang meriwayatkan tentang transaksi seperti ini:
_.,,ال تسترواالسمك في الما ء فا نه غرر: قال . ان النبي ص م,, عن ابن مسعود
)رواه أحمد(
Artinya :“Dan dari ibnu Mas’ud, bahwa Nabi saw. Bersabda : janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena yang demikian itu termasuk gharar”. (HR Ahmad).
Maka dalam hal ini dapat kita katakana bahwa transaksi semacam ini
mengandung unsur gharar karena tidak dapatnya salah satu pihak menyerahkan objek
transaksi pada saat terjadinya transaksi tersebut.
f. Objek Transaksi yang spekulatif keberadaannya
Bentuk lain dari gharar yang dapat mempengaruhi sahnya transaksi adalah
apa yang ditujukan pada ketidak adaan objek transaksi, yaitu objek transaksi yang
tidak ada pada waktu transaksi dilakukan. Ataupun keberadaan objek tidak jelas pada
masa yang akan datang bisa bersifat spekulatif dimana mungkin objek ada dan
kemungkinan juga tidak ada.
Telah diriwayatkan oleh sebagian ulama fiqih mengenai kesepakatan atas
batalnya transaksi bisnis dengan objek transaksi yang sfekulatif keberadaannya. Dan
31
sebagian ulama mengungkapkan bahwa setiap komoditi yang spekulatif
keberadaannya tidak diperkenankan untuk dilaksanakan transaksinya. Dan hadis yang
membahasa tentang itu adalah:
, مسلم, رواه أحمد (.عن بيع حبل الحبلة. ول اهللا ص م نهى رس,,:وعن ابن عمر قال
)الترمزئ
Artinya: “Dan dari Ibnu Umar r.a. ia berkata : Nabi saw. Melarang menjual binatang yang sekarang sedang dikandung”. (HR.Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi) E. Jenis Gharar
Jenis-jenis gharar dilihat dari peristiwa yang terjadi terbagi kedalam tiga
bahasan, dan ketiganya itu adalah8:
Pertama : Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual beli habal al
habalah (janin dari hewan ternak).
Kedua : Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baik yang muthlak, seperti
pernyataan seseorang : “Saya menjual barang dengan harga seribu rupiah”, tetapi
barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang : “Aku jual
mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta”, namun jenis dan sifat-sifatnya
tidak jelas. Atau bisa juga karena ukurannya tidak jelas, seperti ucapan seseorang :
“Aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak
diketahui.
8Hendro wibowo, Indentifikasi dan pengukuran gharar dalam transaksi ekonomi., http://sciencestudypeople.blogspot.com/2010/01/jual-beli-terlarang-karena-prosesnya.html_ kamis 28 Januari 2010
32
Ketiga : Jual-beli barang yang tidak mampu diserah terimakan. Seperti jual beli
budak yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri. Ketidakjelasan ini juga terjadi
pada harga, barang dan pada akad jual belinya.
Ketidakjelasan pada harga dapat terjadi karena jumlahnya, seperti segenggam
Dinar. Sedangkan ketidak jelasan pada barang, yaitu sebagaimana dijelaskan di atas.
Adapun ketidakjelasan pada akad, seperti menjual dengan harga 10 Dinar bila kontan
dan 20 Dinar bila diangsur, tanpa menentukan salah satu dari keduanya sebagai
pembayarannya.
Syaikh As-Sa’di menyatakan : “Kesimpulan jual-beli gharar kembali kepada
jual-beli ma’dum (belum ada wujudnya), seperti habal al habalah dan as-sinin, atau
kepada jual-beli yang tidak dapat diserahterimakan, seperti budak yang kabur dan
sejenisnya, atau kepada ketidak-jelasan, baik mutlak pada barangnya, jenisnya atau
sifatnya”.
F. Hikmah Tidak Melaksanakan Gharar
Diantara hikmah larangan dilaksanakannya transaksi yang mengandung unsur
gharar adalah:
1. Mengurangi adanya pertaruhan dalam transaksi bisnis
2. Menghilangkan sikap permusuhan pada orang yang dirugikan.
3. Menghilangkan kerugian yang besar kepada pihak lain.
4. Larangan ini juga mengandung maksud untuk menjaga harta agar tidak hilang
33
5. Menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada orang akibat ketidak
pastian dan ketidak jelasaan pada transaksi ini.
33
BAB III
TINJAUAN TEORITIS PRODUK BANK KONVENSIONAL
33
A. Pengertian Bank
Industri perbankan merupakan sektor penting dalam pembangunan nasional
yang berfungsi sebagai perantara keuangan di antara para pihak yang memiliki dana
dengan pihak yang memerlukan dana. Fungsi ini membuat perbankan menjadi agen
pembangun. Perkembangan dunia usaha pada umumnya, memaksa perbankan untuk
secara bertahap melakukan penyesuaian dan berperan aktif dalam pembangunan
perekonomian Indonesia. Kegiatan yang paling utama perbankan adalah menghimpun
dana masyarakat untuk disalurkan dalam bentuk pemberian kredit kepada nasabah,
menunjang mekanisme pembayaran internasional, jasa penitipan, surat berharga, jasa
kartu, dan jasa lainnya.
Mendengar kata bank memang kita sudah tidak aneh lagi, terutama yang
hidup di perkotaan. Bahkan sekarang masyarakat yang hidup di pedesaan sekalipun
sekarang sudah mengenal bank. Dan bank selalu ada kaitannya dengan uang, hal ini
karena bank merupakan lembaga yang bergerak dalam keuangan, bahkan sekarang
bank sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat sekarang ini. Sebelum ke
pembahasan lebih lanjut berikut ini akan dijelaskan pengertian lembaga keuangan dan
bank.
34
Lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang
keuangan di mana kegiatannya baik hanya menghimpun dana, atau hanya
menyalurkan dana atau kedua-keduanya menghimpun dan menyalurkan dana1.
Sedangkan Bank secara bahasa berasal dari bahasa italia “banco” yang berarti
kepingan papan tempat buku. Sejenis meja, yang kemudian penggunaannya lebih
diperluas untuk menunjukan “meja” tempat pertukaran uang, yang digunakan oleh
para pemberi pinjaman dan para pedagang valuta di Eropa2.
Bank secara sederhana adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana
tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa bank merupakan perusahaan yang
bergerak dalam bidang keuangan, artinya usaha perbankan selalu berkaitan masalah
bidang keuangan. Jadi dapat penulis simpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga
kegiatan utama yaitu: Menghimpun dana, Menyalurkan dana, dan Memberikan jasa
bank lainnya.
Kegiatan penghimpun dan penyaluran dana merupakan kegiatan yang utama
perbankan. Sedangkan kegiatan memberikan jasa-jasa bank lainnya hanyalah
merupakan pendukung dari kedua kegiatan diatas.
1 Kasmir, Manajemen Perbankan. PT raja grafindo persada.,( Jakarta: 2003). Hal. 11
2 Ahmad, Sistem perbankan Islam, PT raja grafindo persada.,( Jakarta: 2003). Hal 3
35
B. Fungsi Bank
Bank dalam kegiatannya melaksanakan fungsi sebagai berikut3:
1. Menyelesaikan berbagai urusan uang, seperti penukaran uang, pengiriman
uang, dan surat berharga, dan sekaligus memperjual belikan surat berharga
tersebut.
2. Menerima deposito
3. Mengurus masalah diskonto (misalnya, membeli dengan harga yang
berlaku saat ini) surat-surat berharga (umpamanya rekening dan nota
perjanjian).
4. Memberikan pinjaman dengan menggunakan jaminan atau dengan cara
overdraf, mengurus bidang pegadaian atau dengan membeli usaha
perusahaan industri.
5. Mengurus pertukaran valuta asing, dll
C. Jenis –Jenis Bank
Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis bank
yang diatur dalam undang-undang perbankan. Walaupun banyak jenis perbankannya
akan tetapi pada intinya perbankkan memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai
penghimpun dan penyalur dana. Perbedaan perbankan dapat dilihat dari segi fungsi
bank serta kepemilikan bank. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada
3 Ahmad, Sistem Perbankan Islam, Hal 8
36
luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan
wilayah operasinya.
Adapun jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain4:
1) Dilihat Dari Segi Fungsinya
Menurut Undang-undang pokok perbankan nomor 14 tahun 1998, jenis
perbankan menurut fungsinya terdiri dari: Bank Umum, Bank Pembangunan, Bank
Tabungan, Bank Pasar, Bank Desa .
Adapun Pengertian bank umum dan bank perkreditan rakyat sesuai dengan
Undang-undang nomor 10 tahun 1998 adalah sebagai berikut:
a. Bank umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat
BPR adalah bank yang melaksankan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lintas
pembayaran.
4 Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT raja grafindo persada.,( Jakarta: 2002).
Edisi keenam Hal 32.
37
2) Dilihat dari segi kepemilikannya
Ditinjau dari segi kepemilikannya adalah siapa saja memiliki bank tersebut.
Kepemilikian ini dapat dilihat dari akte pendirian dan pengusaha saham yang dimiliki
bank yang bersangkutan
Jenis bank dilihat dari segi kepemilikannya tersebut adalah5:
a. Bank milik Pemerintah
Dimana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki pemerintah, adapun
contoh bank milik pemerintah antara lain: Bank Negara Indonesia 46, Bank
Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara.
b. Bank milik Swasta Nasional
Bank Jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional
serta akte pendiriannyapun didirikan oleh swasta, begitu pula keuntungannya
untuk keuntungan swasta pula. Adapun contoh bank swasta adalah Bank
Muamalat, Bank Bumi Putra, Bank Lippo, dll.
c. Bank milik Asing
Bank jenis ini merupkan cabang dari bank yang ada di luar negeri, bank milik
swasta asing atau pemerintah asing. Contoh bank asing antara lain:ABN
AMRO bank, City bank, Bank of Tokyo. Dll.
5 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan.,PT.Raja Grafindo Persada., (Jakarta: 2004).,Cet ke-3,
hal 20-23.
38
D. Penerimaan Dana Bank
Pengertian penghimpunan dana maksudnya adalah pengumpulan atau mencari
dana (uang), dengan cara membeli dari masyrakat luas dalam bentuk simpanan giro,
tabungan dan deposito6.
Adapun pengertian Giro dalam undang-undang perbankan No 10 tahun 1998
tanggal 10 November 1998 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan giro adalah
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
Seperti halnya simpanan giro, simpanan tabungan juga mempunyai syarat-
syarat tertentu bagi pemegangnya dan persyaratan masing-masing bank berbeda satu
sama lainya. Tabungan itu sendiri adalah simpanan yang penarikannya hanya
dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya dipersamakan dengan itu. Ada beberapa
jenis bentuk tabungan, diantaranya adalah Tabungan Nasional, Tabungan Asuransi,
Tabungan lainnya.
Simpanan deposito merupakan simpanan jenis ketiga yang dikeluarkan oleh
bank. Berbeda dengan dua jenis simpanan sebelumnya dimana simpanan deposito
mengandung unsur jangka waktu dan tidak dapat ditarik kapan saja.
Menurut undang-undang No.10 tahun 1998 yang dimaksud dengan deposito
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
6 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan.,hal 64
39
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpanan dengan bank. Sedangkan jenis-jenis
deposito yang ada di Indonesia saat ini adalah Deposito berjangka, sertifikat
Deposito, deposito on call.
E. Penyaluran Dana Bank (Kredit)
Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang
dengan membayar dengan cicilan atau angsuran dikemudian hari atau memperoleh
pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan kemudian hari.
Menurut asal mulanya kata kredit berasal dari Yunani dengan kata credere,
yang artinya adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh
kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sedangkan bagi si pemberi
kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang
dipinjamkan pasti kembali7.
Pengertian kredit menurut Undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga8.
Dari pengertian diatas dapatlah dijelaskan bahwa kredit dapat berupa uang
atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank membiayai kredit
7Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan
(Jakarta: 1996). ed. Revisi cet-2 hal 44 8 UU No 10 tahun 1998, Undang-Undang Perbankan
40
untuk pembelian rumah atau mobil. Kemudian adanya kesepakatan antara bank
(pemilik modal) dengan nasabah (penerima kredit), dengan perjanjian yang telah
dibuatnya.
a) Fungsi Kredit
Fungsi utama kredit adalah memberikan kemungkinan kepada seorang
pengusaha untuk memulai suatu usaha secara besar-besaran. Kredit digunakan untuk
menggerakan modal yang ada dan kemungkinan debitur untuk tampil sebagai
pengusaha yang lebih bonafide.
b) Tujuan pemberian kredit
Tujuan pemberian kredit oleh pihak bank kepada debitur akan mempunyai
resiko, oleh karenanya tiap-tiap bank mempunyai kebijakan kredit. Tujuan dari
kebijakan pemberian kredit adalah9:
1. Menciptakan pinjaman yang wajar dan sehat yaitu pinjaman yang
dikembangkan atas dasar ketentuan perkreditan bank Indonesia, kebijakan
yang telah digariskan oleh pihak bank, memberikan keuntungan bagi bank
dan para peegang saham dengan tetap melindungi kepentingan pemilik dana.
2. Menciptakan investasi yang menguntungkan bagi seluruh dana yang dihimpun
bank.
3. Mengalokasikan pemberian pinjaman yang sesuai dengan sasaran yang telah
ditetapkan oleh pihak bank.
9 Thomas Suyatno, H.A. Chalik, dkk. Dasar-Dasar Perkreditan., Gramedia Pustaka Utama.
(Jakarta : 1995). Edisi Keempat. Hal 14.
41
c) Unsur-Unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit
adalah sebagai berikut10:
a. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan
baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali dimasa
tertentu dimasa datang.
b. Kesepakatan
Disamping unsure kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsure
kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit.
c. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki waktu tertentu, jangka waktu ini
mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Hamper dapat
dipastikan bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki jangka waktu.
d. Resiko
Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian yang
diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya pada hal mampu
dan resiko kerugian yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu
akibat terjadinya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih
sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian.
10 Kasmir, Manajemen Perbankan. Hal. 74-76
42
Semakin panjang jangka waktusuatu kredit semakin besar resiko tidak
tertagihnya.
e. Balas Jasa
Akibat dari pemberian fasilitas kredit, bank tentu mengharapkan suatu
keuntungan dalam jumlah tertentu.keuntungan atas pemberian suatu kredit
atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga bagi bank
konvensional. Balas jasa dalam bentuk bunga, biaya provisi, dan komisi serta
biaya administrasi kredit merupakan keuntungan uatama bank.
d) Jenis-jenis Kredit
Beragamnya jenis kegiatan yang dilakukan masyarakat, mengakibatkan
beragam pula kebutuhan akan jenis kreditnya. Dalam praktiknya pemberian kredit
yang diberikan oleh bank kepada masyarakat sangat banyak macamnya sesuai dengan
keperluan masyarakat sekarang ini. Secara umum jenis-jenis kredit yang disalurkan
oleh bank dan dilihat dari berbagai segi :
1. Dilihat Dari Segi Kegunaan
a) Kredit Investasi
Yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha
atau membangun proyek/pabrik baru dimana masa pemakaiannya untuk
suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini
adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan11.
11 Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis. hal 46
43
b) Kredit Modal Kerja
Kredit yang diberikan kepada lembaga perusahaan maupun perorangan
untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh
kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji
pegawai atau biaya lannya yang berkaitan dengan factor produksi.
2. Dilihat Dari Segi Tujuan Kredit
Kredit ini dilihat dari tujuan penggunaan dana tersebut apakah bertujuan
untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi.
a) Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau produksi atau
investasi. Yang bertujuan untuk menghasilkan barang atau jasa.
b) Kredit Konsumtif
Kredit macam ini merupakan kredit yang digunakan untuk di konsumsi
atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan
barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau
dipakai oleh seseorang atau badan usaha.
c) Kredit Perdagangan
Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan
perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang
pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
44
3. Dilihat dari Segi jangka Waktu
Maksunya adalah kredit yang dilihat dari lamanya masa waktu pemberian
kredit mulai daripertama sekali diberikan sampai lunas.
a) Kredit Jangka Pendek
Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu
tahun atau paling lama satu tahun, dan biasanya kredit seperti ini
digunakan untuk modal kerja.
b) Kredit jangka Menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan3 tahun,
kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja beberapa bank
mengklasifikasikan kredit menengah menjadi kredit jangka panjang.
c) Kredit jangka panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang yaitu diatas
3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi jangka
panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan juga
untuk kredit konsumsi.
4. Dilihat dari Segi Sektor Usaha
Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda, oleh karena itu
pemberian fasilitas kredit pun berbeda pula. Jenis kredit jika dilihat dari sector usaha
sebagai berikut:
45
a) Kredit Pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sector perkebunan
atau pertanian rakyat. Sector petanian dapat berupa jangaka pendek atau
jangka panjang.
b) Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu
relative pendek. Misalnya peternakan ayam dan untuk kredit jangka
panjang seperti kambing atau sapi
c) Kredit Industri, yaitu kredit untuk membiayai industry pengolahan baik
untuk industry kecil, menengah dan besar.
d) Kredit pertambangan yaitu, jenis kredit untuk usaha tambang yang
dibiayainya, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas,
minyak atau tambang timah.
e) Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun
sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para
mahasiswa yang sedang belajar.
f) Dan sektor-sektor usaha lainnya.
46
46
BAB IV
ANALISIS UNSUR-UNSUR GHARAR PADA PERKREDITAN BANK
KONVENSIONAL
A. Gharar Dalam Lembaga Keuangan
Meskipun gharar sudah ditata dengan baik dalam ajaran Islam, namun dalam
hal keuangan para peneliti Islam tidak pernah ada henti-hentinya untuk meneliti
konsep gharar dalam lembaga keuangan, semua ini karena lembaga keuangan
sekarang ini sudah berkembang sehingga permasalahan-permasalahan dalam lembaga
ini pun semakin rumit dan komplek, maka dari itu para fuqoha kontemporer maupun
peneliti Islam diharapkan dapat memecahkan masalah yang terjadi pada saat ini.
Adapun hukum Islam yang membahas tentang gharar lebih terpaku terhadap jual beli
dan tidak membahas gharar dalam produk lembaga keuangan bank. Sehingga
sekarang ini banyak para peneliti Islam yang membahas gharar pada transaksi yang
lebih komplek dan modern, salah satunya adalah Adiwarman Karim yang telah
mendefinisikan gharar sebagai situasi dimana terjadi incomplete information karena
adanya uncertainty to both parties (ketidakpastian dari kedua belah pihak yang
bertransaksi)1. Bahkan ada sebagian ahli ekonomi mengartikan gharar sebagai resiko,
atau sesuatu yang tidak pasti dan tidak ada keyakinan akan transaksi ini2.
1 Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, Raja Grafindo Persada,
(Jakarta: 2007)., edisi 4 hal 32 2 Hisna, Siahaan., Manajemen Resiko, konsep, kasus. Impelementasi., PT elex Media
komputindo., (Jakarta : 2007)., hal 4.
47
Lembaga keuangan sangat erat sekali hubungannya dengan dunia bisnis
dimana di dalamnya penuh dengan pengambilan resiko. Hal ini karena resiko selalu
ada dalam kegiatan perekonomian. Sebagaimana prinsip dalam bisnis no risk, no
return, maksudnya tidak akan mendapat keuntungan jika tidak berani mengambil
resiko. Bahkan Suwailem dalam papernya menyebutkan bahwa gharar dalam
transaksi ekonomi bisa disamakan dengan zero sum game yang mana pada zero sum
game ini terdapat unsur ketidakpastian3. Jadi dalam lembaga kuangan masih banyak
sekali transaksi yang masih mengandung unsur gharar baik dapat dilihat dari resiko
maupun yang lainnya.
Dengan melihat penjelasan di atas, maka permasalahan gharar memang
masih ada sampai sekarang ini sehingga dibutuhkan adanya pembahasan yang lebih
mendalam. akan tetapi saat ini penulis mencoba membahas dengan pembahasan awal,
yaitu bahasan mengenai resiko. Dimana kata resiko ini biasanya dibagi menjadi dua
kategori, keduanya adalah4:
a. Pasive risk, yaitu risiko yang terjadi di mana benar-benar tidak terdapat
perkiraan dan perhitungan yang dapat dipakai. Jadi, hal ini benar-benar suatu
teka-teki yang sama sekali tidak diketahui jawabannya. Perkiraan atas risiko
3Paper Al-Swailem, Gharar Dibalik Transaksi Ekonomi, di akses pada 4 April 2010.
http://www.irti.org/irj/go/km/docs/documents/IDBDevelopments/Internet/English/IRTI/CM/downloads/IES_Articles/Vol%207-1%20and%202%20..%20Sami%20Al-Suwailem .. Measure%20of%20Gharar..dp.pdf
4 Hendro Wibowo, Identifikasi dan Pengukuran Gharar dalam Transaksi Pertukaran http://sciencestudypeople.blogspot.com/2010/01/jual-beli-terlarang-karena-prosesnya.html_ kamis 28 Januari 2010
48
ini hanya mengandalkan keberuntungan (game of chance), karenanya
seseorang hanya dapat bersifat pasif.
b. Responsive risk, yaitu risiko yang munculnya memiliki penjelasan kausalitas
dan memiliki distribusi probabilitas. Risiko jenis ini, karenanya dapat
diperkirakan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Memperkirakan risiko
responsive ini sering disebut pula game of skill, karena perkiraanya
didasarkan atas skill tertentu
Resiko ini sering kita temukan pada produk-produk bank, baik yang kita
sadari maupun yang kita tidak sadari, biasanya resiko ini ada pada produk kredit
(lending), hal ini karena sesuai dengan teori diatas, dari kedua resiko tersebut
keduanya terdapat pada produk kredit dibank konvensional. Kredit pada dasarnya
upaya dimana mendapat keuntungan oleh pihak bank terhadap konsumennya dengan
memberikan dana maupun modal yang kemudian oleh kreditor digunakan untuk
konsumsi maupun modal usaha, akan tetapi semua ini tidaklah mudah karena dengan
memberikan dana kepada masyarakat sangat banyak sekali resiko yang harus siap
ditanggung oleh pihak bank, baik resiko pengembalian oleh pihak konsumen maupun
resiko yang lainnya.
Kemudian pembahasan yang kedua gharar dalam lembaga keuangan
khususnya pada bank, terletak pada permainan zero sum. Dimana Permainan zero-
sum adalah permainan dengan hasil akhir campuran: menang-menang, menang-kalah,
atau kalah-kalah. Maksud dari menang-menang adalah solusi (permainan) diantara
49
keduanya menang-menang jadi jika peminjam mendapatkan keuntungan maka
pemilik modal (bank) akan memperoleh untung juga, keadaan yang kedua menang
kalah adalah keadaan dimana bank akan selalu untung dan peminjam modal jika
untung maupun rugi maka resiko tersebut akan ditanggung oleh peminjam modal.
Keadaan yang ketiga, kalah-kalah adalah keadaan kerjasama dimana jika peminjam
modal mangalami kerugian maka pemilik modal juga harus merasakan kerugian
tersebut. Maka hasil akhir permainan (kerjasama) zero-sum game menang-kalah,
tidak adanya kejelasan dan prioritas para pemain apakah bermaksud untuk bermain
permainan kerjasama atau persaingan.
Berkenaan dengan hal ini pengetahuan fikih menyatakan tiga kondisi untuk
menoleransi resiko. Sesuai dengan kondisi-kondisi berikut, resiko yang dilibatkan
harus bersifat5:
1. Dapat diabaikan / tidak berarti
2. Tidak dapat dielakkan
3. Tanpa disengaja
Kondisi pertama sama dengan mengkatakan bahwa kemungkinan gagal cukup
kecil. Hal itu juga mengimplikasikan bahwa besarnya kerugian sebaiknya dibatasi.
Sebagaimana besarnya kerugian yang berpotensi meningkat, tingkat kepastian perlu
pertimbangkan mengurangi kerugian semacam itu.
5 Kanny Hidayat, Sharia Capital Market Training, modulyang dipersentasikan pada pelatihan
lembaga keuangan syariah, bertempat di PT dana reksa , publish 03 Mei 2010. hal-6
50
Kondisi kedua menyatakan bahwa permainan membolehkan hasil akhir
menang-menang, dengan demikian pertukaran yang berfaedah dapat diprestasikan.
Namun, pertukaran bermanfaat tidak dapat dicapai tanpa menerima resiko kegagalan,
jadi resiko menjadi tidak dapat dielakkan.
Kondisi ketiga dapat dikatakan dengan cara lain seperti mensyaratkan bahwa
hasil akhir menang-menang lebih disukai dari pada hasil akhir menang-kalah. Jika
tujuan pemain adalah memenangkan pada kasus dimana pemain lainnya kalah, maka
dia mencari bagian zero-sum pada permainan tersebut. Bila tujuan adalah mencari
hasil akhir menang-menang, maka hal itu adalah transaksi berfaedah.
Gharar dalam bentuk satu pihak menang dan pihak lain kalah (Zero-sum),
sama halnya seperti gambling (perjudian) hal ini karena gharar zero-sum memiliki
persamaan sifat dengan gambling. Maka dari itu gharar yang sama seperti perjudian
ini haruslah dijauhkan dari produk bank sehingga adanya kemaslahatan. Jika gharar
yang mendekati perjudian ini tidak dihindarkan maka akan terjadinya ketidakadilan,
permusuhan dan kebencian.
B. Unsur-Unsur Gharar Produk Bank Konvensional
Pada produk kredit bank pada dasarnya menggunakan instrument bunga
dalam hutang-piutangnya. Bunga sering digunakan sebagai kelebihan atau
keuntungan yang dibatalkan. Padahal bunga merupakan keuntungan yang diperoleh
dari pendapatan bertransaksi, akan tetapi pada dasarnya pendapatan tersebut tidak
dapat diketahui secara pasti, yang biasa kita sebut sebagai gharar. Hal ini dijelaskan
51
pada gambar dibawah ini, bahwa riba (bunga) merupakan bagian dari gharar, jika
dana hasil pinjaman tersebut mendapatkan keuntungan, bahkan melebihi bunga maka
orang tersebut mendapatkan keuntungan, dan sebaliknya jika dana pinjaman tersebut
mengalami kerugian bahkan dibawah bunga tersebut, maka peminjam mengalami
kerugian.
Gambar 4.1
Produk bank konvensional khususnya pada produk kredit, hampir semua bank
konvensional mempunyai produk yang sama, yang membedakan antara bank satu
dengan lainnya terletak pada kebijakan-kebijakan pemberian kreditnya, jumlah bunga
untuk kredit tersebut dan syarat-syarat pemberian kredit yang harus dipenuhi oleh
pihak peminjam.
Karena motif meminjam uang di masyarakat berbeda-beda. Ada orang yang
meminjam untuk modal membuka usaha. Ada juga orang yang meminjam untuk
renovasi rumah, beli mobil baru, beli komputer dan lain sebagainya. Perbedaan motif
52
inilah yang lalu membuat bank kemudian mencipta-kan berbagai macam produk
pinjaman. Masing-masing produk dibuat untuk memenuhi tujuan yang berbeda. Pada
dasarnya, ada dua macam produk kredit. Yakni6:
1. Kredit Konsumsi
Sedangkan Kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan untuk membeli
sesuatu yang sifatnya konsumtif seperti membeli rumah atau kendaraan pribadi. Dua
kredit konsumsi yang biasanya cukup laris adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
dan kredit kendaraan.
Penulis melihat bahwa pada produk konsumsi ini selain tidak diperbolehkan
karena adanya unsur bunga didalamnya ada pula unsur lain yang mana perlu adanya
pengkajian lebih, khususnya pada produk konsumsi ini dalam hal unsur gharar. Pada
produk konsumsi biasanya masyarakat menggunakan produk kredit ini untuk
membeli Rumah maupun Kendaraan lainnya. Permasalahan yang muncul pada kredit
konsumsi ini biasanya setiap kali masyarakat membeli rumah maupun kendaraan
biasanya adanya uang muka (urbun), dimana para ahli fiqih Islam melarang adanya
uang muka ini. Semua ini karena Bay’ al-urbun adalah kontrak penjualan dengan
pembayaran di muka atau urbun. Dengan membayar urbun, pembeli memiliki hak
melengkapi transaksi, di mana kasus pembayaran di muka memakai harga atau
dengan membatalkan perjanjian transaksi dia kehilangan uang mukanya.
6 Safir senduk., Berkenalan Dengan Produk Bank, 26 april 2010 di
www.BRI.go.id
53
Dalam hal uang muka ini memang adanya perbedaan pendapat antara para
ahli fiqih, akan tetapi Sebagian besar ulama seperti imam Syafi’I, Maliki, Hanafi
mempertimbangkan urbun sebagai suatu penjualan gharar karena hasil akhir yang
tidak berhasil7. Jika transaksi tidak dilanjutkan, pembeli kehilangan uang muka yang
sudah dibayarkan kepada penjual untuk hal yang sia-sia. Mereka mempertimbangkan
hal itu semacam orang yang “Memakan harta orang lain karena hal yang sia-sia”,
yang hasil akhirnya murni zero-sum. Berbeda dengan Hanbali, dimana Hanbali
merasionalisasi gharar pada kontrak menjadi suatu pertukaran normal jika transaksi
lengkap, kasus di mana kedua pihak dapat menang, hal itu sebaiknya dapat diterima
sepanjang tujuannya adalah mencapai hasil akhir yang dapat dikerjasamakan.
Walaupun sekarang MUI mengeluarkan fatwa NO: 13/DSN-MUI/IX/2000
tentang uang muka produk murabahah, akan tetapi pada pembahasan kredit konsumsi
pada perbankan konvensional, salah satu contoh pada produk KPR perumahan,
dimana uang muka tersebut bukan hasil kesepakatan kedua belah pihak, karena
jumlahnya sudah ditentukan oleh pihak developer dan bank. Dan yang kedua jika
transaksi itu batal, maka uang muka itu hilang sebagai pengganti kerugian pihak
bank, padahal disitu belum jelas kerugian apa yang telah diderita oleh pihak bank
tersebut, dengan begitu kerugian yang diterima oleh pihak bank tidak jelas
kerugiannya apa dan pihak pemberi uang muka jika transaksi batal maka tidak
memperoleh apa-apa dan tidak ada pengganti bagi dirinya.
7 Husain Syahatah, Siddiq Muhamad, dll., Transaksi dan Etika Bisnis Islam., hal 153
54
Dalam kredit konsumsi ini juga, terdapat sistem gharar yang lainnya, yaitu
pada pembayaran cicilan rumah KPR tersebut, hal ini adanya ketidakjelasan di mana
terdapat beberapa harga dalam cicilan tersebut, hal ini dengan menyesuaikan besar
bunga yang ada pada masyarakat saat itu, misalnya pada tahun pertama nasabah
membayar cicilan sebesar Rp 300.000,- perbulan. Akan tetapi pada tahun kedua dan
seterusnya bisa saja pembayaran itu tetap ataupun pembayaran jumlah cicilan tersebut
akan meningkat sesuai dengan tingkat bunga pada saat itu. Hal ini dalam Islam
dilarang karena tidak adanya kejelasan dalam objek akad transaksi atau biasa disebut
dengan Bai’ataini fii ba’iah. Dalam sistem pembayaran ini tedapat unsur gharar,
karena tidak adanya kepastian dan kejelasan harga yang harus dibayar oleh nasabah
kepada pihak bank. Sehingga para jumhur ulama melarang adanya ketidakjelasan
dalam harga ini karena dapat merugikan nasabah.
Dengan begitu maka produk kredit konsumsi yang pada produk bank
konvensional dimana didalamnya ada uang muka (urbun), dan pembayaran cicilan
yang tidak tetap karena menyesuaikan dengan tingkat bunga, oleh sebagian besar
ulama diharamkan karena memakan harta orang lain tanpa adanya pengganti yang
jelas bagi orang tersebut.
2. Kredit Modal Usaha (Investasi)
Kredit Usaha adalah kredit yang digunakan untuk membiayai perputaran
usaha atau bisnis sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang produktif, seperti usaha
perdagangan, usaha industri rumah tangga, usaha jasa konsultasi, dan lainlain. Kredit
55
usaha biasanya digunakan oleh masyarakat maupun perusahaan untuk
mengembangkan perusahaan tersebut. Pada masalah ini penulis meneliti unsur gharar
pada produk bank konvensional khususnya pada kredit usaha. Kredit usaha ini
merupakan kegiatan pinjam meminjam antara bank dan masyarakat, dimana bank
mendapatkan akan keuntungan yang ditetapkan diawal perjanjian antara bank dan
masyarakat berupa bunga dari pokok pinjaman.
Akan tetapi ada sebagian peneliti berpendapat bahwa pendapatan dianggap
sebagai gharar, alasannya bahwa, biaya tidak dibagi, perusahaan mungkin mengakhiri
dengan kerugian sementara pemodal mendapatkan keuntungan yang positip.
Maksudnya adalah pihak bank tidak mau tau apakah perusahaan tersebut akan
mendapatkan keuntungan maupun kerugian yang pasti perusahaan (peminjam) harus
mengembalikan uang yang dipinjam sesuai dengan perjanjian, dan bank tidak mau
tau apakah perusahaan tersebut mendapat keuntungan atau kerugian pada saat itu. Hal
ini sama dengan permainan Zero-sum game dimana pihak bank selalu menang dan
pihak peminjam selalu kalah bila peneliti lihat maka proses transaksi seperti ini sama
dengan gambling, dan gambling pada permasalahan ini diharamkan karena memakan
harta dengan cara tidak adil.
Maka dari itu sudahlah jelas bahwa kredit usaha yang diberikan bank kepada
perusahaan di dalamnya terdapat unsur gharar di mana bank akan selalu menang
tanpa melihat apakah usaha yang dilakukan oleh perusahaan atau masyarakat
56
mendapat keuntungan maupun kerugian. Dengan begitu bank akan selalu memakan
harta orang lain dengan tidak adil.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengkaji secara teori tentang gharar dalam lembaga
keuangan dan produk-produk bank konvensional, dengan menganalisis teori
perkreditan pada bank konvensional dengan teori gharar maka penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam lembaga keuangan dimana konteksnya gharar tidak selalu dalam
transaksi jual beli saja, akan tetapi sekarang ini pakar ekonomi Islam
menjelaskan bahwa gharar dalam lembaga keuangan dapat dilihat dari 2 segi
aspek, keduanya adalah resiko dan zero sum game. Dimana lembaga
keuangan sangat erat sekali hubungannya dengan resiko, dan resiko itu
merupakan sesuatu permasalahan yang gharar (Ketidakpastian), hal ini
karena resiko yang diambil dalam bisnis bisa berdampat positif (mendapatkan
keuntungan), bahkan bisa berdampak negatif (mendapatkan kerugian)
makanya resiko merupakan permasalahan gharar. Adapun konsep yang kedua
menyatakan bahwa zero sum game merupakan bagian permasalahan dari
gharar, hal ini karena pada konsep ini hasil akhir dari sebuah transaksi akan
selalu menghasilkan salah satu pihak menjadi pemenang dan yang satunya
lagi menjadi kalah, padahal dalam Islam setiap transaksi dilaksanakan
56
57
haruslah menghasilkan hasil kedua belah pihak sama-sama menang atau
kedua belah pihak sama-sama kalah.
2. Pembahasan yang kedua mengenai kesimpulan skripsi ini, khususnya pada
produk penyaluran dana, dapat penulis simpulkan bahwa unsur-unsur gharar
pada produk bank konvensional adalah : Produk konsumsi merupakan produk
bank konvensional yang sangat disenangi oleh masyarakat Indonesia, salah
satu contohnya yaitu kredit Perumahan, kredit kendaraan bermotor ataupun
mobil, dll. Padahal dalam transaksi ini terdapat unsur gharar yang dilarang
oleh Allah dan Rasul, adapun usurnya yang menjadikan produk ini gharar
adalah dalam transaksi ini adanya uang muka dimana jika transaksi ini tidak
sampai akhir maka uang muka nasabah yang meminjam dananya kepada bank
akan hilang dan nasabah tidak akan memperoleh apapun dari transaksi
tersebut. Bahkan jumhur ulama imam Syafi’i, Maliki, Hanafi memberi
penjelasan bahwa transaksi semacam ini dilarang oleh agama Islam, karena
menurut ketiga ulama tersebut semacam orang yang memakan harta orang
lain karena hal yang sia-sia. Dan dalam produk konsumsi juga terdapat unsur
gharar yang lainnya diantaranya adalah dalam sisitem pembayaran KPR
tersebut, di mana dalam perbankan konvensional pemabayarannya
disesuaikan dengan tingkat suku bunga yang berkembang pada saat itu,
sehingga pembayaran KPR tersebut tidak menentu jumlahnya yang harus
dibayarkan nasabah kepada bank, hal ini karena harus disesuaikan tingkat
58
suku bunganya pada saat itu, sedangkan dalam Islam ketidakpastian harga itu
sangat diharamkan karena terdapar unsur gharar. Dalam produk yang kedua,
yaitu produk modal atau investasi. Dimana produk ini menggunakan unsur
riba sebagai pendapatan bank, akan tetapi pada dasarnya riba merupakan
bagian gharar yang tidak dapat dipisahkan. Dalam transaksi ini adanya
ketidak pastian dan resiko yang sangat besar, jika nasabah meminjam kepada
bank dengan perangkat bunga yang sudah ditetapkan pada awal perjanjian
padahal bank maupun nasabah peminjam tidak mengetahui apakah usahanya
kedepan akan mendapat untuk maupun rugi, akan tetapi dengan perangkat
bunga ini bank ingin selalu menang dan nasabah akan selalu kalah, hal ini
sama dengan zero sum game. sehingga pada produk modal atau investasi ini
mengandung unsur gharar. Karena didalamnya adanya ketidakadilan,
memakan hata orang lain yang dilarang oleh agama Islam, dan lain
sebagainya.
B. Saran
Dari kesimpulan yang penulis paparkan di atas, kiranya penulis perlu
menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Meskipun agama Islam sudah menata gharar dengan rapih akan tetapi
pembahasan gharar dalam lembaga keuangan maupun ekonomi belum begitu
banyak reperensi yang ditemukan sehingga perlunya para pakar ekonomi
Islam lebih konsen dalam membahas gharar.
59
2. Kita sebagai umat Islam seharusnya lebih dapat meningkatkan pemahaman
terhadap transaksi-transaksi yang dilarang oleh Allah dan Rasul SAW. Supaya
kita tidak terjerumus kedalam hal-hal yang pada akhirnya membuat adanya
perselisihan, mapun ketidak adilan sesama umat manusia.
3. Khusus perbankan syariah sekiranya produk yang di adopsi dari perbankan
konvensional khususnya dalam penyaluran dana hendaklah untuk dikaji lebih
dalam tentang unsur-unsur ghararnya, sehingga pada saat produk tersebut
akan di berikan kepada masyarakat, produk tersebut sudah benar-benar sesuai
dengan ajaran agama Islam.
60
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Al-hadis
Afif Faisal, Aripurnomo Yoso, dll. Strategi dan Operasional Bank. Bandung, Eresco
: 1996. Cet.ke-1.
Ahmad, Sistem perbankan Islam, PT raja grafindo persada.,( Jakarta: 2003).
Ahmad Manan Al- Assal, Fathi Ahmad Abdul Karim, sistem, prinsip dan tujuan
ekonomi Islam,. Bandung, Pustaka Setia: 1999
Antonio, Syafi’I. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cedekiawan. Jakarta: BI dan
Tazkia, 1999.
_____________., Bank Syariah dari teori ke Praktik., Gema Insani., (Jakarta: 2001)
Arthesa Ade, Edia Hadiman. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta,
Indeks kelompok gramedia : 2006
Ash-Shadiq Abdurahman al-Gahyani., Fatwa-fatwa Muamalat Kontemporer., Pustaka
Progresif., (Surabaya : 2004)., cet ke-1.
H.Achsin, Investasi Syariah di Pasar Modal. Jakarta Grafindo Persada utama: 2000
Hasan, Ali. Berbagai macam transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat). Jakarta, Raja
Grafindo Persada; 2004
Hisna, Siahaan., Manajemen Risiko, konsep, kasus, implementasi.,PT elex Media
Komputindo., (Jakarta : 2007).
Karim, adiwarman, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta IIT, 2003.
Kasmir, Manajemen Perbankan. PT raja grafindo persada.,( Jakarta: 2003).
61
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT raja grafindo persada.,( Jakarta:
2002). Edisi keenam.
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan.,PT.Raja Grafindo Persada., (Jakarta: 2004).,Cet
ke-3
Mestika ZED, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta, yayasan obor Indonesia:
2004. Edisi 1
Muchdarsyah Sinung., Managemen Dana Bank., Bumi Aksara (Jakarta :1993).
Moleong Lexy.J, Metode Penelitian Kualitatif, Rosda (Bandung: 2006). edisi revisi
Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Dana Bakti Wakaf (Yogyakarta: 1996),
Jilid IV
Supramono,Gatot. Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis,
Djambatan (Jakarta: 1996). ed. Revisi cet-2.
Soekanto Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. (Jakarta: 1986).
Singarimbun Masri, Metode Penelitian survey, Jakarta, LP3S: 1999. Edisi revisi.
Syahatah Husain, Siddiq Muhamad, dll., Transaksi dan Etika Bisnis Islam., visi
insani publishing (Jakarta: 2005). Cet ke-1.
Thomas Suyatno, H.A. Chalik, dkk. Dasar-Dasar Perkreditan., Gramedia Pustaka
Utama. (Jakarta : 1995). Edisi Keempat
Qadir, Hasan, Imron AM, dll. Terjemahan Nailul Authar Himpunan hadis-hadis
hukum, Bina Ilmu., (Surabaya: 2007).cet ke-4, jilid 4.
cet ke 2.
62
Hendro Wibowo, Identifikasi dan Pengukuran Gharar dalam Transaksi Pertukaran.,
http://sciencestudypeople.blogspot.com/2010/01/jual-beli-terlarang-karena-
prosesnya.html_ kamis 28 Januari 2010
Paper Al-Suwailem, Gharar dibalik transaksi ekonomi, 4 April 2010.
UU No 21 Tahun 2008., UU Perbankan Syariah
UU No 10 Tahun 1998., UU Perbankan Syariah