skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh...
TRANSCRIPT
STUDI TENTANG TARÂDUF DALAM AL-QUR’AN
(Kajian Terhadap Kata Khalaqa- Ja’ala dan Khauf- Khasyyah)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Siti Nuradni Adzkiah
NIM. 1112034000136
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H./2019 M.
i
ABSTRAK
Siti Nuradni Adzkiah
Studi Tentang Tarâduf Dalam Al-Qur’an (Kajian Terhadap Kata Khalaqa-
Ja’ala dan Khauf- Khasyyah)
Skripsi ini mengkaji persoalan Sinonimitas (mutarâdif). Sinonimitas
dalam al-Qur’an telah menjadi kajian yang hangat diperbincangkan. Ulama ahli
bahasa Arab memperdebatkan keberadaan sinonim kata yang berada dalam
alQur’an. Sebagian Ulama sepakat dengan keberadaan sinonimitas dalam al-
Qur’an.
Dalam skripsi ini mengkaji kata khalaqa, ja’ala dan khauf, khasyyah yang
bermakna pencipta dan takut. Data yang digunakan adalah ayat-ayat al-Qur’an
yang di dalamnya terdapat kata khalaqa, ja’ala dan khauf, khasyyah, penulis
meneliti apa makna kedua pasang kata tersebut melalui sampling kata atau objek
pasangan kata tersebut dan menurut penafsiran al-Qur’an. Metode penelitian yang
dilakukan pada riset ini adalah penelitian kepustakaan (library reaseach) yang
bersifat kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini adalah bahwa lafadz khalaqa lebih banyak digunakan
dalam penciptaan langit dan bumi, dapat mengandung makna bahwa penciptaan
berdasarkan suatu sistem yang Allah Swt. telah tetapkan, yaitu sistem yang sangat
rapi. Ja’ala mempunyai satu objek, berarti khalaqa (menciptakan) dan ikhtara’a
(membuat atau menjadikan), yakni menjadikan, menciptakan, dan membuat
sesuatu dari yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan Khauf adalah perasaan takut
yang disertai cemas dan khawatir terhadap keselamatan diri seseorang, khauf
banyak digunakan untuk menggambarkan adanya perasaan tentang bahaya yang
dapat mengancam, yaitu takut kepada makhluk selain Allah Swt. kemudian
khasyyah hanya dikhususkan kepada Allah Swt. Karena mereka adalah orang-
orang yang mengetahui akan kekuasaan dan keagungan Allah Swt.
Kata Kunci: tarâduf, tafsir, Khalaqa- Ja’ala dan Khauf- Khasyyah
ii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الر حمن الر حيم
Alhamdulillâhirabbil ‘âlamîn puji syukur yang tak terhingga kepada Allah
Swt. dzat yang memiliki cinta abadi dan dzat yang maha berkehendak. Atas
kehendak dan ketentuan-Nya skripsi ini bisa terwujud, meski melalui perjalanan
yang sangat panjang.
Ṣhalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada tauladan sempurna
pemimpin yang sangat cinta kepada umatnya Nabi Muhammad Saw., juga untuk
keluarga dan sahabat beliau. Semoga syafâ’at beliau sampai kepada kita. Âmîn
Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir yang harus saya selesaikan
untuk menamatkan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Syarif Hidayatullah Jakarta.
Melalui upaya yang melelahkan dan berbagai kesulitan yang saya hadapi
dengan hidayah dan pertolongan-Nya saya bisa menyelesaikan skripsi ini,
penulisan skripsi ini juga terasa sulit bagi saya sendiri jikalau tanpa bantuan,
dukungan dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya ucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Selanjutnya saya menyampaikan ungkapan rasa terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, MA, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
iii
2. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, Ketua Program Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan
Dra. Banun Binaningrum, M.pd, Sekretaris Program Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir.
4. Ibu Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan, dan meluangkan waktunya untuk membimbing
saya dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Maulana M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik, yang telah
memberikan nasihat dan masukan kepada penulis dalm penulisan skripsi.
6. Segenap civitas akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah banyak membantu kelancaran administrasi dan birokrasi.
Segenap staf Perpustakaan Utama (PU) dan Perpustakaan Fakultas
Ushuluddin (PF), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pusat Studi Al-Qur’an
(PSQ), yang telah melayani dan menyediakan buku-buku yang dapat
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang
telah mendidik, memberikan ilmu, pengalaman serta pengarahan kepada saya
selama masa perkuliahan.
8. Kepada kedua orang tua saya ibunda saya Siti Nurjanah dan ayahanda Holid
S.Ag (Alm.) yang telah bersabar dalam mengasuh, mendidik, memberikan
kasih sayang dan selalu ikhlas mendoakan serta memberikan dukungan moril
maupun materil selama saya menuntut ilmu hingga akhirnya saya bisa
menyelesaikan pendidikan sampai jenjang S-1 ini. Semoga Allah Swt
iv
mengampuni dan memaafkan segala khilaf dan kesalahan serta memberikan
kasih sayang-Nya dan menempatkan derajat keduanya pada derajat tinggi.
Âmîin.
9. Keluarga besar Pondok Pesantren Daar El-Hikam Ciputat Terutama Abi, KH.
Bahrudin S.Ag dan Umi yang telah banyak memberikan ilmu, nasehat dan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan Studi S-1 ini.
10. Untuk Adik-adikku tercinta (Pupu, Ayu, Adnan) dan keluarga yang tak henti-
hentinya memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
11. Teman-teman Wadah Silaturahmi 2012 yang selalu menemani dan
mendukung serta membantu penulis menyelesaikan skripsi.
12. Seluruh teman-teman seperjuangan IQTAF angkatan 2012 yang telah
menemani berjuang di saat susah dan senang selama kuliah. Semoga kita
semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan jalinan persahabatan yang indah.
dan seluruh pihak yang yang membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Akhirnya saya sebagai penulis skripsi ini berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya dan bagi penulis
khususnya. Âmîn Yâ Rabbal ‘Âlamîn.
Ciputat, 14 Mei 2019
Siti Nuradni Adzkiah
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada
buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam Keputusan Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah
A. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan
B Be
T Te
Ts te dan es
J Je
ẖ h dengan garis bawah
Kh ka dan ha
D De
Dz de dan zet
R Er
Z Zet
S Es
vi
Sy es dan ye
S Es dengan garis di bawah
ṯ De dengean garis di bawah
ṯ Te dengan garis di bawah
ẕ Zet dengan garis di bawah
‘ Koma terbalik di atas hadap kanan
Gh ge dan ha
F Ef
Q Ki
K Ka
L El
M Em
N En
W We
H Ha
` Apostrof
Y Ye
vii
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatẖ ah
I Kasrah
U Ḏammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal
Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ي
au a dan u و
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal
Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
 a dengan topi di atas ـا
Î i dengan topi di atas ـي
Û u dengan topi di atas ـو
viii
D. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun
huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
E. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda () dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakana huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis
ad-darûrah melainkan al-ḏ arûrah, demikian seterusnya.
F. Ta Marbûṯ ah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯ ah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jia ta marbûṯ ah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯ ah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/
(lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
1 Ṯ arîqah
2 Al-jâmi’ah al-Islamiyyah
3 waẖ dat al wujûd
G. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan
ix
yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain menuliskan
permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf
kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya, Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî, bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî al-
Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)
atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak
miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-
Rânîrî.
H. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’il) kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-
kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di
atas:
Kata Arab Alih Aksara
Dzahaba al-ustâzu
Tsabata al-ajru
al-ẖ arakah al-‘asriyyah
Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh
x
Maulânâ Malik al-Sâliẖ
Yu’atstsirukum Allâh
al-maẕ âhir al-‘aqliyyah
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.
Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu
dialihaksarakan. Contoh: Nurcholis Madjid, bukan Nûr Khâlis Madjîd; Mohamad
Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazhlur Rahman bukan Fadl al-Rahmân.
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
PEDOMAN TRANSILITERASI ............................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 5
D. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
F. Metodologi Penelitian .................................................................. 7
G. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 8
H. Sistematika Penulisan ................................................................ 11
BAB II: DEFINISI TARÂDUF DALAM AL-QUR'AN
A. Definisi Tarâduf ........................................................................ 12
B. Pandangan Ulama Tentang Tarâduf Dalam Al-Qur’an ............. 15
C. Sebab-sebab Munculnya Tarâduf .............................................. 24
D. Urgensi Mengetahui Adanya Tarâduf Dalam Al-Qur’an .......... 26
BAB III: PENAFSIRAN KATA KHALAQA-JA'ALA DAN
KHAUF-KHASYYAH DAN OBJEKNYA DALAM AL-QUR'AN
A. Kata Khalaqa dan ja’ala ........................................................... 28
1. Kata Khalaqa ......................................................................... 28
2. Kata Ja'ala ............................................................................. 40
B. Kata Khauf dan Khasyyah ......................................................... 50
1. Kata Khauf ............................................................................. 50
2. Kata Khasyyah ....................................................................... 60
BAB IV: IMPLIKASI MAKNA KATA DALAM AL-QUR'AN
A. Tidak ada Kata Yang Sama Artinya .......................................... 73
B. Relevansi Ungkapan Al-Qur’an Bagi Kehidupan .................... 77
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 84
xii
B. Saran .......................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an diturunkan oleh Allah Swt. sebagai petunjuk cahaya yang
menerangi gelapnya gulita bagi umat manusia. Al-Qur‟an bukan hanya petunjuk
bagi manusia untuk menuju kebahagiaam dunia dan akhirat saja, tetapi dalam
bidang ilmu pengetahuan al-Qur‟an juga telah banyak membantu manusia
memecahkan dan menjawab berbagai macam pertanyaan yang ada di alam
semesta ini untuk melakukan terobosan-terobosan baru.
Salah satu keistimewaan al-Qur‟an yakni kata dan kalimat-kalimatnya
yang singkat dapat menampung sekian banyak makna. Ia bagaikan berlian yang
memancarkan cahaya dari setiap sisinya.1 Bahasa al-Qur‟an mengandung nilai
yang tinggi, memiliki makna yang berkaitan dan saling mengisi ketika digunakan
dalam berbagai ayat. Biasanya, bahasa al-Qur‟an mengandung banyak muatan dan
konsep-konsep yang tidak hanya menunjukkan satu arti. Kadangkala bahasa al-
Qur‟an memberi makna baru di dalam bahasa Arab.2
Dalam bahasa Indonesia tidak aneh lagi mendengar tentang sinonim atau
persamaan kata. Di dalam bahasa Arab juga banyak ragam kosa kata yang
mempunyai makna yang sama. kata yang memiliki makna yang sama dalam ilmu
bahasa (linguistik) disebut sinonim, dalam bahasa arab disebut al-tarâduf
1 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an (Bandung: Anggota Ikapi, 2007), h. 120
2 Sugeng Sugiyono, Lisan dan Kalam Kajian Semantik al-Qur‟an (Yogyakarta: Sunan
Kalijaga Press, 2009) h. 3.
2
.(الترادف)3 Namun tidak sedikit para Ulama yang tidak setuju dengan pernyataan
tersebut.
Setiap kata dalam al-Qur‟an memiliki makna sendiri dan tidak bisa diganti
oleh kata lain.4 Seperti yang dikatakan oleh Muhammad Syahrur bahwa setiap
kata dalam al-Qur‟an memiliki makna sendiri dan tidak ada kata sinonim.
Begitupun dengan pendapat dari Bintusy Syathi bahwa kata apapun hanya
memiliki satu makna sekalipun kamus memberikan selusin ataupun lebih makna
tersebut dan penelitian Bintusy Syathi juga mengungkapkan al-Qur‟an
menggunakan sebuah lafadz dalalah tertentu, yang tidak mungkin dapat diganti
dengan lafadz lain yang mempunyai makna sama seperti yang diterangkan oleh
kamus-kamus bahasa dan kitab-kitab tafsir, baik jumlah kata yang dikatakan
sebagai murâdif (sinonim) itu sedikit maupun banyak.5
Dalam ilmu balaghah, al-Qur‟an memiliki makna yang mendalam dan
setiap kata mempunyai makna berbeda walaupun sama dalam bentuk tekstualnya.
Seperti kata fa‟ala dan kasaba yang artinya melakukan. kata fa‟ala ditemukan
tujuh kali dalam al-Qur‟an dan kesemuanya dalam arti melakukan sesuatu yang
buruk. Sedangkan kasaba berbeda dengan fa‟ala semua pelakunya adalah
manusia dan apa yang dilakukannya itu berpotensi untuk dituntut oleh Allah
pertanggungjawabannya. Qalb dan Fu‟âd yang artinya hati. Kata qalb dalam al-
Qur‟an berfungsi sebagai wadah selain makna itu, hati ada yang tidak berada
3 Yudiansyah, “Sinonim Kata Berpikir Dalam Al-Qur‟ân,” (Skripsi S1 Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2010), h. 29 4 Mahmud Saltut, Tafsir al-Qur‟ân al-Karim (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), h.
786 5 Namedia, Metodologi Penafsiran Dr. Aisyah Abdurrahman (Bintu Syathi), di akses dari
https://milahidayah.wordpress.com/2014/10/01/metodologi-penafsiran-dr-aisyah-abdurrahman-
bintu-syathi/, pada 20 januari 2018 pukul 11.10
3
dalam kontrol manusia sehingga pelakunya tidak dituntut untuk
mempertanggungjawabkannya, sedangkan kata fu‟âd hati yang harus
mempertanggungjawabkan sikapnya, dan masih banyak lagi kata yang memiliki
sinonim, tetapi masing-masing kata memiliki penekanan yang berbeda. Begitu
juga dengan kata khalaqa dan ja‟ala kata khalaqa berarti mencipta, kata khalaqa
secara umum hanya membutuhkan satu objek saja.6
Dalam Mu‟jam Maqâyîs al-Lugah disebutkan kata yang terdiri dari huruf
kha, lam dan qaf mempunyai dua makna dasar, yaitu: penetapan sesuatu يردق)ت
(ئيالش dan kehalusan sesuatu )مالسة الشيئ(. Penggunaan kata khalaqa dalam
penciptaan dapat mengandung makna bahwa penciptaan berdasarkan suatu sهstem
yang Allah telah tetapkan, yaitu system yang sangat rapi.7
Sedangkan kata ja‟ala yaitu huruf jim,‟ayn dan lam yaitu kalimat yang
tidak kurang dan tidak ada yang menyerupai selainnya8. menciptakan atau
menjadikan dari sesuatu, sesuatu yang lain karena itu kata ja‟ala membutuhkan
dua objek. Tidak jarang ditemukan kata ja‟ala hanya menggunakan satu objek,
ketika itu ia semakna dengan khalaqa.9
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dan Mengadakan gelap dan terang, Namun orang-orang yang
6 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al-Qur‟an, Cet. II (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 126 7 Muhammad Syarif Hasyim, “al-„Alam dalam al-Qur‟an: (Analisis Tentang Ayat-ayat
Penciptaan),” (PPs UIN Makassar), h. 67 8 Abu al-Husein Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu‟jam Muqâyîs al-Lugah (Kairo, Mesir:
Maktabah al-Khanji, 1981), h. 460 9 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui
dalam Memahami al-Qur‟an, Cet. II (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 133
4
kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” (QS. al-
An‟am [6]: 1)
Menurut Husein al-Dhahabi, banyak faktor penyebab terjadinya
penyelewengan dan distori makna dari ayat al-Qur‟an. Diantaranya yaitu riwayat-
riwayat yang bersumber dari agama Yahudi dan Israiliyat, fanatic madzhab,
kebebasan pandangan politik dan kepentingan ideologi. Berbeda dengan Sa‟id
Nursi bahwa salah satu penyebab kesalahan dalam memahami al-Qur‟an
dikarenakan hanya berpatokan pada tekstualnya saja tanpa penyentuh esensi
eksoterik, tidak memperhatikan maqâsidnya serta kurangnya penguasaan bahasa
Arab.10
Memang, sampai saat ini pun masih banyak masyarakat yang hanya
melihat dan memahami al-Qur‟an dari tekstualnya saja yang bermodal dari kamus
dan al-Qur‟an terjemah, sehingga menganggap setiap kata yang memiliki arti
yang sama adalah juga memiliki makna yang sama. Begitupun dengan kata khauf
dan khasyyah, yang memiliki arti sama dalam bahasa Indonesia yaitu takut, Selain
itu kata yang bersinonim banyak juga di dalam al-Qur‟an dengan objek-objek
yang berbeda bahkan menjadikan lafadz-lafadz tersebut memiliki makna
tersendiri dari setiap ayat.
Berangkat dari masalah tersebut penulis tertarik dan merasa penting untuk
membahas hal ini. Bagaimana penggunaan objek, makna dan tujuan kata
“khalaqa-ja‟ala” khauf-khasyyah dalam al-Qur‟an. Apakah kedua kata tersebut
memiliki makna yang sama atau berbeda dan bagaimana penggunaan kata tersebut
menggunakan objeknya? Apabila mengkaji ayat-ayat yang terdapat lafadz-lafdz
tersebut, kemudian di kaji dengan menggunakan penafsiran para Ulama.
10
Moh. Bakir, “Konsep Maqâsid al-Qur‟an Perspektif Badi‟ al-Zaman Sa‟id Nursi (Upaya
Memahami Makna al-Qur‟an Sesuai dengan Tujuannya),” Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin
Vol. I (01 Agustus 2015), h. 50-51
5
Yakni kata khalaqa dan ja‟ala, khauf dan khasyyah. karena itu pada
skripsi ini penulis mengambil judul: Studi Tentang Tarâduf Dalam Al-Qur’an
(Kajian Terhadap Kata Khalaqa- Ja‟ala dan Khauf- Khasyyah).
B. Identifikasi Masalah
Bila di identifikasi dari judul di atas, maka masalah yang akan muncul
adalah:
1. Apa makna kata khalaqa - ja‟ala, khauf - khasyyah dalam al-Qur‟an?
2. Apa pesan yang ingin disampaikan oleh al-Qur‟an tentang kata khalaqa -
ja‟ala, khauf - khasyyah?
3. Bagaimana kontekstual dan objek kata khalaqa - ja‟ala, khauf -khasyyah
yang terdapat dalam al-Qur‟an?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya kata dalam al-Qur‟an yang memiliki makna
menciptakan, seperti kata khalaqa, ja‟ala, badi‟, fathara, dan ansya‟a
dengan segala derivasinya, maka untuk memperjelas dan menghindari
pembahasan yang tidak mengarah pada maksud dan tujuan penulisan
skripsi ini, penulis menginventarisir ayat-ayat al-Qur‟an yang di dalamnya
terdapat kata-kata tersebut lalu mendapati bahwa makna yang paling
sering digunakan adalah khalaqa dan ja‟ala. Selain itu penulis juga hanya
memfokuskan kata khauf-khasyyah saja, karena dua kata tersebut sering
dirasakan dan diungkapan oleh manusia dalam kehidupan.
6
Penulis hanya meneliti fi‟il madhi nya saja dari lafadz-lafadz
menciptakan yang bersinonim tersebut Karena mengingat banyaknya
penyebutan kata kedua kosa kata sinonim tersebut dalam al-Qur‟an dan
keterbatasan penulis.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan
permasalahan penelitian yaitu. Bagaimana makna dan fungsi kata
“khalaqa-ja‟ala” dan “khauf-Khasyyah” di dalam al-Qur‟an dengan
menganalisis penafsiran para ulama?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan kata khalaqa - ja‟ala, khauf - khasyyah dalam al-Qur‟an
dalam perspektif al-Qur‟an.
2. Penafsiran al-Qur‟an dari kata khalaqa - ja‟ala, khauf - khasyyah dan
objeknya.
3. Untuk memberikan sumbangsih terhadap penelitian di bidang al-Qur‟an
dan tafsir
4. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program strata satu
(S-1) pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Manfaat Penelitian
Secara akademik penelitian ini dimaksudkan untuk menambah khazanah
keilmuan tentang ulum al-Qur‟an, sehingga berguna bagi para pemikir dan
7
praktisi yang haus akan pengetahuan. Dan menguatkan pendapat para ulama yang
mengatakan bahwa mutarâdif dalam al-Qur‟an itu tidak ada.
F. Metodologi Penelitian
Metode Penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah:
1. Jenis penelitian
Guna memperoleh data-data, penulis menempuh dan memakai metode
penelitian kepustakaan (library research),11
2. Sumber data
Kajian yang dijadikan sumber data terbagi menjadi dua bagian, yaitu
primer dan sekunder. Sumber primer yang akan menjadi penelitian adalah ayat-
ayat al-Qur‟an yang berkaitan langsung dengan kata khalaqa - ja‟ala, khauf-
khasyyah. Sedangkan sumber sekunder yang akan menjadi penelitian ini adalah
kamus-kamus bahasa arab, buku-buku, jurnal, artikel dan yang berkaitan
dengan masalah ini.
3. Metode pengolahan data
Penulis menggunakan metode deskriptif-analitis, yaitu suatu pendekatan
yang menguraikan atau menggambarkan terlebih dahulu permasalahan yang
akan dikaji sebagai gambaran awal yang berlanjut dengan analisa.
a. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur‟an yang akan dikaji. kata
khalaqa dan ja‟ala, khauf dan khasyyah adalah topik yang diangkat.
11
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offest), h. 3
8
b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah
yang telah ditetapkan.
c. Menganalisis makna-makna yang Terkandung di dalam ayat tersebut
menurut Tafsir.
d. Menganalisis dengan melihat konteks tekstual kata khalaqa dan
ja‟ala, khauf dan khasyyah pada ayat-ayat nya masing-masing.
4. Teknik Penulisan
Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan Pedoman
Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
G. Tinjauan Pustaka
Sepanjang pengamatan dan penelitian penulis, tidak dipungkiri memang
banyak sekali yang sudah membahas tentang makna kata dalam al-Qur‟ān. tetapi
tidak ada yang membahas secara khusus tentang objek-objekd dari kata
“khalaqa” - “ja‟ala”khauf-khasyyah.
Diantara karya- karya yang berhasil penulis temukan yang berkaitan
dengan penelitian penulis yakni;
Muhammad Syarif Hasyim dalam Jurnalnya “al-„Âlam Dalam al-Qur‟ân:
(Analisis tentang Ayat-ayat Penciptaan), jurnal ini lebih membahas tentang
hikmah diciptakannya alam. dan lebih kepada bagaimana proses penciptaan
dengan melihat dari ayat-ayat penciptaan.12
Sedangkan penulis akan meneliti
tentang bagaimana makna dan fungsi kata khalaqa dan ja‟ala.
12
Muhammad Syarif Hasyim, “al-„Alam dalam al-Qur‟an: (Analisa Tentang Ayat-ayat
Penciptaan)” (Jurnal PPs UIN Alaudin Makassar, Hunafa: Jurnal Studi Islamika)
9
Skripsi oleh Asep Murdana, Lafazh yang Bermakna Kebaikan Dalam
Persfektif Al-Qur‟ân (Analisis Terhadap kata Al-Birr, Al-Ihsan, dan Al-Khair).
Dalam skripsi ini Asep menjelaskan bagaimana kedudukan dari lafazh-lafazh
tersebut dalam persfektif al-Qur‟ân.13
Berbeda dengan apa yang akan di bahas
oleh penulis yaitu apa makna dan fungsi kata khalaqa dan ja‟ala dalam al-Qur‟an.
Skripsi oleh Achmad Yasir Arrojab, Makna Kata Ṣ irâṭ , Sabîl, dan Ṭ arîq
Dalam Al-Qur‟an (Studi Komparasi Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah).
Dalam skripsi ini Yasir membandingkan kedua tafsir yaitu al-Azhar dan al-
Misbah tentang makna kata Ṣ îrâṭ , Ṣ abîl, dan Ṭ arîq dalam al-Qur‟ân.14
Sedangkan penulis meneliti makna kata khalaqa dan ja‟ala dengan menggunakan
ilmu bahasa atau semantik dalam penelitian ini.
Skripsi oleh Rumzah berjudul Teori Asinonimitas (Lâ Tarâdufa fi alfâẓ
al-Qur‟ân) (Studi Terhadap Pemikiran „Âisyah „Abdurrahmân Binti al-Syâṭ ‟i)
skripsi ini membahas teori asinonimitas dari metode penafsiran Bint al-Syâṭ i‟
yaitu al-Istiqrâ‟u al-Lafẓ i al-Qur‟ân fi kulli mawâḍ i‟I wurûdiha. Skripsi ini
mempraktekan teori asinonimitas terhadap lafadz-lafadz yang nampak sinonim
dalam kitab Tafsīr al-Bayᾱ ni. Serta menjelaskan implikasi teori asinonimitas Bint
13
Asep Murdana, “Lafazh yang Bermakna Kebaikan Dalam Persfektif Al-Qur‟ān (Analisis
Terhadap kata al-Birr, al-Ihsan, dan al-Khair),” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2006) 14
Oleh Achmad Yasir Arrojab, Makna Kata Sirat, Sabil, dan Tariq Dalam Al-Qur‟an (Studi
Komparasi Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah),” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri jakarta, 2017)
10
al-Syâṭ i‟ terhadap penafsiran al-Qur‟an. Sedangkan skripsi yang akan ditulis
mencari makna dan fungsi kata khalaqa dan ja‟ala dalam al-Qur‟an.15
Skripsi dari Ahmad Toib berjudul Mutaradif Dalam Al-Qur‟an Studi Kata
Ṯ ayyib Dan Hasan Dalam Tafsir Al-Bahr Al-Muhîṯ . Skripsi meneliti kata tayyib
dan hasan dengan menggunakan tafsir Al-Bahr Al-Muhit, setelah itu toib
menyimpulkan apa makna tayyib dan hasan dari tafsir tersebut.16
Skripsi Erwin Kusumastuti yang berjudul Khauf Dalam Al-qur‟an. Skripsi
tematik yang mengambil kata khauf sebagai objek penelitian. Dalam skripsi ini
dijelaskan gambaran umum tentang kata khauf, fungsi khauf serta cara
menghindari khauf. Namun yang menjadi perbedaan dalam skripsi ini ialah kata
objek kajian yang lebih luas yaitu kata khalaqa dan ja‟ala, kata khauf dan
khasyyah dengan menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an yang ada kata-kata tersebut.17
Yayan Nurbayan, Analisis Semantik Ayat-ayat Al-Qur‟an Tentang
Penciptaan Manusia, dalam jurnal ini membahas tentang proses penciptaan
manusia dengan mengkaji kata kerja penciptaan.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟ᾱ n, Penciptaan Bumi dalam
perspektif Al-Qur‟ān dan Sains (Tafsir „Ilmi), (Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur‟an, 2010). Buku ini membahas tentang penafsiran al-Qur‟an
15
Rumzah, “Teori Asinonimitas (Lâ Tarâdufa fi alfâẓ al-Qur‟ân) (Studi Terhadap
Pemikiran „Âisyah „Abdurrahmân Binti al-Syâṭ ‟i),” (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga, 2008). 16
Ahmad Toib, “Mutaradif Dalam al-Qur‟an Studi Kata Ṯ ayyib Dan Hasan Dalam Tafsir
al-Bahr al-Muhîṯ ,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018) 17
Erwin Kusumastuti, Khauf dalam Al-Qur‟an. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014
11
tentang ayat-ayat mengenai Bumi. Dalam buku tafsir ini menjelskan tentang
struktur dan penciptaan bumi melalui pandangan al-Qur‟an dan sains.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan ini terbagi menjadi 5 (lima) Bab, setiap Bab terdiri dari beberapa
sub-sub bab yang dimaksudkan untuk memepermudah dalam penyusunan serta
memepelajarinya, dengan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama, terdiri dari pendahuluan berisikan latar belakang masalah,
batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini berusaha memberikan gambaran
singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.
Bab kedua, yaitu menguraikan pengertian tarâduf, pendapat para Ulama
yang Pro dan kontra terhadap adanya Tarâduf dalam al-Qur‟an, sebab-sebab
munculnya tarâduf, dan urgensi mengetahui tarâduf dalam alQur‟an.
Bab ketiga, yaitu Klasifikasi ayat-ayat dan objek-objek dalam al-Qur‟ān
yang terdapat kata khalaqa - ja‟ala, khauf - khasyyah, pengertian dan penafsiran
para ulama.
Bab keempat, yaitu implikasi atau akibat makna kata dalam al-Qur‟an
terhadap kehidupan.
Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan
penelitian yang didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah
dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, juga memuat saran-saran yang diperlukan.
12
BAB II
DEFINISI TARÂDUF DALAM AL-QUR’AN
A. Definisi Tarâduf
Al- Tarâduf ( ف اد ر الت ) berasal dari kata ( ف-د-ر ) ra’ – dal – fa’ (ردف -
) yang bentuk mashdarnya ialah (يردف دف الر ). Al-Radf ialah segala sesuatu yang
mengkuti sesuatu lainnya. Sedangkan Al-Tarāduf bermakna sesuatu yang
mengikuti sesuatu lainnya di belakangnya. Bentuk jamaknya adalah ( ف اد الر ),
dikatakan telah datang rombongan kaum berturut-turut ( اف د ر م وق الء اج ) maksudnya
yakni bagian satu mengikuti bagian yang lainnya. Perkataan Mutarādif (مرتادف)
adalah isim fâ’il (lil musyārakah). Mutarâdif adalah beberapa kata dengan satu
arti, berbeda dengan kata musytarak, karena kata ini menunjukan kesatuan lafadz
dengan berbagi pengertian.1
Al-Mutarâdif ( فدارتملا ) ialah mengendarai sesuatu di belakang pengendara
atau membonceng. Perkataan bagi malam dan siang berturutan, karena setiap
salah satu dari keduanya mengikuti yang lain.2. Maksud dari tarâduf al-syakhsān
1 Ibnu Manzur, Lisân al-‘Arab (Kairo: Dâr al-Ma‟ârif, t.th.), h. 1625.
2 Muhammad Nuruddin al-Munajjad, al-Tarâduf fi al-qur’ân al-Karîm Baina al-
Mazâriyah Wa al-Tatbīq, h. 29.
13
( الشخصانترادف ) ialah saling membantu atau gotong royong, dapat dipahami juga
dengan saling mengikuti atau membonceng.3
Al-Tarâduf dilihat dari sisi istilah tidak ditemukan kesepakatan umum
diantara para ulama, akademisi klasik dan kontemporer, Sibawaih (w.180 H.)
diduga sebagai orang pertama yang menampakkan penjelasan mengenai tarâduf
dalam ilmu bahasa. Ia membagi konteks hubungan antara lafadz dan makna,
menjadi tiga macam yakni: lafadz-lafadz yang beraneka ragam dan mempunyai
makna yang beraneka ragam pula, satu lafadz mempunyai aneka makna yang
berbeda-beda dan beragam lafadz namun hanya mempunyai satu makna.
Pembagian tersebut disinyalir sebagai awal munculnya konsep Musytarak lafzi
dan al-Mutarâdif.4
Para ahli bahasa arab memberikan definisi yang berbeda mengenai al-
tarâduf, seperti al-Fakhru-razi yang mendefinisikan tarâduf dengan beberapa
yang mempunyai makna yang sama.5
Menurut al-Murtada al-Zabadi (w. 1205 H.) ia mendefinisikan Mutarâdif
dengan menjadikan banyak nama pada satu hal. Pengertian ini tidak keluar dari
3 Emil badi‟ Ya‟qub, Mausû’ah Ulûm al-‘Arâbiyah (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,
2006), h. 294. 4Muhammad Nuruddin, al-Tarâduf fi al-Qur’an al-Karim, h. 30
5 Mukhtar „Umar, Ilm al-Dalalah, cet. Ke-1 (Kuwait: Maktabah Dar „Urubah, 1982), h.
215
14
pernyataan yang disampaikan oleh Sibawaih dalam klasifikasi hubungan antara
lafadz dengan makna.6 Hal yang berbeda disampaikan oleh al-Suyuti bahwa
Mutarâdif ialah beberapa dengan satu arti, namun beliau membatasi pada
beberapa kata yang memang mempunyai batasan tertentu, seperti kata al-Insân
dengan al-Basyar dan saif dengan al-Sârim. Kedua kata ini mempunyai batasan
dari segi zat dan sifatnya.7 Bagi Al-Jurjânî, mutarâdif adalah setiap kata yang
memiliki satu makna dan memiliki beberapa nama, dan mutarâdif merupakan
antonim dari musytarak.8 Bagi al-Jurjani, mutarâdif adalah setiap kata yang
memiliki satu makna dan memiliki beberapa nama, dan mutarâdif merupakan
antonim dari musytarak.9
Mutaradif menurut istilah bahasa adalah beraneka ragamnya lafadz
berjumlah dua atau lebih dengan disepakati satu makna. Seperti al-asad, al-Sab;
al-Lais dan asâmah (األسد,السبع,اليث,أسامة) yang menunjukan mempunyai satu
makna yakni singa. Begitu juga dengan al-husâm, al-saif, al-muhannad dan al-
yamânî (احلسام,السيف,املهند,اليماين) memiliki satu makn yaitu pedang. Mutarâdif
(sinonim) yakni lafadz bermacam-macam dengan kesesuaian makna. Bangsa Arab
6 Muhammad Nuruddin, al-Tarâduf fi al-Qur’an al-Karim, h. 32.
7 Jalaluddin al-Suyuṭi, al-Munzir ‘ulûm al-Lugah wa ‘Anwâ’uhâ (Kairo: Maktabah Dâr
al-Turas, t.t), h. 403. 8 Abû Bakr Ibn „Abd al-Qahir Ibn Abd al-Rahman Ibn Muhammad al-Jurjani, Kitab al-
Ta’rifât (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2009), h. 60 9 Abû Bakr Ibn „Abd al-Qâhir, Kitab al-Ta’rifât, h. 60
15
adalah bangsa paling kaya bahasa dengan sinonimnya/al-Mutarâdifat. Misalnya
kata al-Saif (السيف) memiliki lebih dari seribu nama, kata al-Asad (األسد)
mempunyai lima ratus nama. Kata al-‘Asl (العسل) namanya lebih dari delapan
puluh nama.10
Ada yang berpendapat bahwa Mutarâdif serupa dengan al-Nazâir dan
Musytarak serupa dengan al-Wujûh. Sebenarnya ada sedikit perbedaan antara al-
Musytarak dan al-Wujuh, antara lain al-Wujûh dapat terjadi pada lafadz tunggal
dan dapat juga akibat rangkaian kata-kata, berbeda dengan musytarak yang tertuju
kepada satu lafadz saja. Ada juga perbedaan antara Mutarâdif dengan al-Nazâir:
kendati keduanya serupa, tetapi letak perbedaannya pada kedalaman analisis.
Ketika seseorang berkata insân (انسان) nazir serupa dengan kata basyar (بشر),
sekedar berhenti disana , tidak menganalisis lebih jauh apa kesamaan dan
perbedaannya. Seharusnya ada penjelasan lebih jauh.11
B. Pandangan Ulama Tentang Taraduf Dalam Al-Qur’an
1. Ulama yang Sepakat Terhadap Adanya Tarâduf dalam al-Qur’an
Persoalan mengenai sinonim telah menjadi kajian bagi para penggiat al-
Qur‟an maupun „ulûm al-Qur‟an di era klasik maupun kontemporer.
10
Emil badi‟ Ya‟qub, Mausû’ah Ulûm al-‘Arâbiyah (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,
2006) h. 294 11
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, ed: Abd Syakur. DJ (Tangerang: Lentera Hati,
2015), h. 120.
16
Berkenaan dengan keberadaan sinonim dalam „ulûm al-Qur‟an telah menjadi
perbedaan pendapat mengenainya. Sebagian dari mereka meyakini adanya
sinonim dan sebagian yang lain menolak adanya sinonim. Berikut ulasan para
ulama mengenai pro tarâduf atau sinonim dalam al-Qur‟an
Mutarâdif dalam ‘ulûm al-Qur’an menurut para ulama yang menyetujui
keberadaannya disebabkan adanya wasilah atau hal yang berhubungan
dengannya bukan di maksudkan pada zatnya. Ada beberapa pembahasan
dalam ‘ulûm al-Qur’an yang dikaitkan dengan Mutarâdif. Diantaranya
pembahasan ta’kid dalam al-Qur‟an, ilmu al-Mutasyabih bagi sebagian
kalangan, dan ilmu tafsir secara khusus.12
Beberapa ulama berpendapat bahwa mutarâdif adalah bagian dari
pembahasan taukid/ta’kid. Mereka memandang bahwa tarâduf adalah jenis
dari taukid dari segi maknanya. Ulama membagi taukid menjadi dua bagian,
taukid dengan lafadz yang sinonim dan taukid dengan meng-„ataf-kan yang
serupa.13
Muhammad Nurudin al-Munajjad mengutip al-Zarkasyi tentang
penjelasan mengenai taukid dengan lafadz yang sinonim, bahwa taukid al-
sama’i dibagi menjadi dua yakni lafzi dan ma’nawiy. Lafzi ialah penetapan
makna awal dengan lafadz yang sama atau lafdz sinonimnya. Contoh taukid
yang di ikuti dengan lafadz sinonim (سبال al-Anbiya: [21]: 31 dan (فجاجا
حرجا) al-An‟am [6]: 125. Sedangkan taukid dengan meng-„ataf-kan (ضيقا
12
Muhammad Nuruddin, al-Tarâduf al-Qur’an al-Karîm, h. 109 13
Muhammad Nuruddin, al-Tarâduf al-Qur’an al-Karîm, h. 116
17
yang serupa, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Zarkasyi yakni dengan
huruf wawu (و), auw (أو) dan al-Farra‟ membolehkan dengan summa (مث).14
Menurut al-Zarkasyi sebagaimana dikutip oleh Muhammad Nuruddin
al-Munajjad, „ataf adalah salah satu dari berbagai macam bentuk sinonim,
atau yang memiliki kedekatan makna yang tujuannya ialah sebagai taukid.
Salah satu ciri „ataf ialah adanya huruf wawu yang berada pada suatu kalimat
atau adanya wawu al-a’taf. sebagaimana dalam firmannya ( ا لم ن وا و ه ا ف م
بيلالل هو م اض ع ف واو م ااست ك ان وا ) ,[QS. Ali Imrân [3]: 146] (أ ص اب ه مفس ف الي اف
د ر كاو الت ش ى) ,[QS. Tâhâ [20]: 112] (ظ لماو اله ضما :QS. Tâhâ [20]] ( الت اف
77], ) و ب س ر ع ب س الل ه) ,[QS. Al-Mudassir [74]: 22] (مث إل و ح زين ب ثي أ شك و (إن ا
[QS. Yusuf [12]: 86], ( ر ) ,[QS. Al-Mudassir [74]: 28] (الت بقيو الت ذ ت ه لم أ لق اه او ك
م ري و ر وحمنه سر ه مو ن و اه م) [QS. al-Nisa‟ [4]: 171] (إل -QS. Al] ( أ ن اال ن سم ع
Zukhruf [43]: 80], dan seterusnya.15
Ulama yang sepakat berpendapat bahwa tarâduf dalam „ulum al-Qur’an
ditandai dengan adanya ilmu al-Mutasyabih (penyerupaan). Taraduf adalah
bagian dari macam-macam hal yang serupa dalam al-Qur‟an. Muhammad
Nuruddin al-Munajjad mengutip pendapat al-Zarkasyi berkenaan dengan
pendefinisian ilmu al-Mutasyabih, ilmu al-Mutasyabih yajni menunjukan
pada kisah yang satu namun berada dalam surat-surat berlainan. Maksudnya
ialah bergantinya kalimat satu dengan yang lainnya dalam dua ayat yang
14
Muhammad Nuruddin al-Munajjad, al-Tarâduf al-Qur’an al-Karîm,h. 117 15
Muhammad Nuruddin al-Munajjad, al-Tarâduf al-Qur’an al-Karîm,h. 117
18
semisal. Contohnya, seperti dalam QS. Al-Baqarah [2] (القيناماعليهأبآءنا) dan
dalam QS. Luqman [31] ( عليه أبآءناماوجدنا ), dalam QS. Al-Baqarah [2]: 60
dalam QS. Al-Baqarah (فانبجست) dan dalam QS. Al-A‟raf [7]: 160 (فانفجرت)
) dan dalam QS. Al-A‟raf [7]: 20 (فأزله ما) 36 :[2] ل م ا dalam QS. Ali (ف و سو س
Imran [3]: 47 (ي ك ون لو ل د أ ن ق ال ت) dan dalam QS. Maryam [9]: 20 (ق ال تر ب
ي ك ون لغ الم .dan seterusnya (أ ن 16
Selain kedua hal diatas yang menjadikan keberadaan sinonimitas dalam
„ulum al-Qur‟an dengan lafadz-lafadz yang memiliki persamaan atau
sinonim. Hal ini terlihat pada penafsiran yang dilakukan oleh al-Maturidiy
mengenai penciptaan tujuh lapis langit. Sesekali menggunakan ( سبع فسو اه نه
مساوات) kemudian ,(مساوات سبع مساوات) serta (خلق سبع ) dan (فقضاهنه بديع
.aemuanya kembali pada makna yang satu ,(السهماوات
Dalam tafsir al-Thabari dipaparkan ayat yang ditafsirkan dengan
mengganti lafadz-lafadznya dengan sinonim. Misalnya (باحلقه بيننا يفتح (مثه
ditafsirkan dengan kalimat yang serupa (ثم يقضي بيننا بالعدل), kemudian ayat
17 .(واهللالقاضيالعليمبالقضاءبنيخلقه) ditafsirkan dengan (وهوالفتهاحالعليم)
Dapat di ikhtisarkan pada pembahasan ini bahwa beberapa ulama yang
sepakat akan adanya taraduf atau sinonim dalam „ulum al-Qur‟an memiliki
tiga argumen, yakni: pertama, bahwa sinonim adalah jenis dari taukid yang
ditinjau dari maknanya. Ditunjukan dengan dengan adanya taukid dengan
16
Muhammad Nuruddin al-Munajjad, al-Tarâduf al-Qur’an al-Karîm,h. 118 17
Muhammad Nuruddin al-Munajjad, al-Tarâduf al-Qur’an al-Karîm, h. 119
19
lafadz sinonim dan taukid dengan meng-„ataf-kan lafadz yang serupa. Kedua,
taraduf salah satu jenis dari bentuk penyerupaan (al-Mutasyabih) yaitu
pergantian kata satu dengan yang lainnya dalam dua ayat yang semisal.
Ketiga, penafsiran ayat oleh ulama dengan menggunakan kalimat yang mirip
untuk mendekati maknanya serta menjelaskan yang samar terhadap lafadz-
lafadz al-qur‟an.
2. Ulama yang Tidak Sepakat Terhadap Adanya Tarâduf dalam al-
Qur’an
Al-Baraziy berpendapat bahwa ada kata yang memiliki kemuliaan
dibandingkan kata yang lain, walaupun kata tersebut sama. Ia tidak
mengingkari adanya tarâduf namun memuliakan kata satu atas kata yang
lain. Seperti dalam firman-Nya (منكتاب منقبله تتلوا ك نت lebih utama (وما
dibanding dengan penggunaan (تقرأ), lalu (فيه lebih baik dari (الريب
(خريلكم) dan (والتضعفوا) lebih baik dibanding (والهتنوا) kemudian ,(الشكه)
lebih ringan dibanding kan (لكم Pendapat ini dikutip oleh .(افضل
Muhammad Nuruddin al-Munajjad dalam kitab al-Tarâduf fi al-Qur’an al-
Karim. 18
Sedangkan Al-Asfahani berpendapat bahwa setiap kata yang
memiliki makna yang sama di dalam al-Qur‟an tidak dapat disamakan
18
Muhammad Nuruddin al-Munajjad, al-Tarâduf al-Qur’an al-Karîm, h. 121
20
sepenuhnya. Hal ini dikarenakan susunan kata dalam al-Qur‟an selain
memiliki kekhususan dalam setiap maknanya, juga memiliki arti yang
berbeda dengan yang lainnya, disamping itu kata tersebut memiliki
kesesuaian dalam susunannya. Karyanya yang berjudul Mu‟jam Mufradât
li Alfâz al-Qur‟an didedikasikan untuk menjelaskan beberapa kata yang
dianggap mirip maknanya dalam al-Qur‟an.19
Beberapa ulama kontemporer juga tidak sedikit yang memiliki pandangan
yang sama dengan al-Asfahani, di antaranya ialah Abd al-Rahmân al-Akk, Manna
Khalil al-Qattan, dan „Âisyah bint al-Syâti‟. Al-Akk berpendapat bahwa dalam al-
Qur‟an tidak ada kata-kata yang sama kecuali memiliki makna dan maksud yang
berbeda.20
Hal ini senada dengan pendapat al-Qattan yang mengatakan, “sesuatu
yang dianggap sinonim (mutarâdif) dalam al-Qur‟an sejatinya bukanlah
sinonim.21
Salah satu ulama yang menolak adanya sinonim dalam al-Qur‟an bahkan
dalam bahasa Arab secara umum ialah Bint al-Syati. Ia dipengeruhi oleh ulama
klasik, diantaranya Abu Hilal al-„Asykariy, ibnu al-„Arabiy, Abu Qasim al-
Anbariy dan al-Sa‟labiy. Ia berpedoman pada al-„Anbariy, bahwa setiap kata yang
telah ditetapkan menunjuk pada referen tertentu, didalamnya mengandung „illat
atau sebab tertentu yang menyebabkan kata tersebut diucapkan pada referen
19
Al-Ragib al-Asfahani, Mu’jam Mufradât li Alfaz al-Qur’an (Beirut: Dār al-Fikr, 2008),
h. 7. 20
Al-„Akk, Usûl al-Tafsir wa Qawâ’iduh, h. 271. 21
Al-Qattan, Mabâhits fi ‘Ulûm alQur’an, h. 194.
21
tersebut. Menurut al-Munajjad, al-Anbariy melihat pada kondisi-kondisi eksternal
yang berhubungan dengan ucapan suatu kata.22
Bint al-Syati‟ mengutip Ibnu Faris bahwa jika ada dua lafadz untuk satu
makna atau untuk satu benda, niscaya lafadz yang sama memiliki kekhususan
yang tidak dimiliki lafadz yang lainnya, kalau tidak demikian niscaya lafadz yang
lainnya itu sia-sia, lafadz yang banyak itu hanya merupakan sifat. Misalkan,
dikatakan makna batu memiliki 70 kata, makna singa 500 lafadz, makna ular 200
lafadz dan makna pedang 50 lafadz.23
Bint al-Syati‟ menemukan rumus setelah menelusuri penggunaan kata
ni’mah (نعمة) dan na’im (نعيم) dalam al-Qur‟an, bahwa na’im digunakan al-qur‟an
untuk nikmat-nikmat ukhrawi, bukan duniawi.24
Kemudian kata aqsama dan
halafa, sekalipun dua kata tersebut mempunyai arti yang sama, akan tetapi kata
tersebut memiliki penekanan makna yang berbeda. Aqsama yaitu digunakan untuk
jenis sumpah sejati yang tidak pernah diniatkan untuk dilanggar, sedangan kata
halafa yaitu digunakan untuk menunjukan sumpah palsu yang selalu dilanggar.25
Hal serupa dilakukan oleh mufassir Syi‟ah, al-Tabataba‟i (1321-1402 H.),
dalam tafsirnya al-Mizan (sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab dalam
buku Kaidah Tafsir). Disana antara lain dikemukakan tentang makna sirât (صراط)
22
Muhammad Nurūddīn, al-Tarâduf al-Qur’an al-Karîm, h. 124 23
Aisyah Abdurrahman, al-I’jaz al-Bayani fi al-Qur’an, h. 212. 24
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 124. 25
Issa Bollata, kata pengantar dalam „Aisyah Bint al-Syati‟, Tafsir Bint al-Syati’, terj.
Muzakir (Bandung: Mizan 1996), h. 21
22
dan perbedaannya dengan sabîl (سبيل). Kesimpulannya, sirât adalah jalan lebar
yang mengantar kepada kebaikan, keadilan, dan hak. Sirât hanya satu, karena itu
tidak ditemukan bentuk jamaknya. Ini berbeda dengan sabîl, yang merupkan
jalan-jalan kecil dan bermacam-macam, terbukti al-Qur‟an juga menggunakan
bentuk jamknya. Disamping itu ada sabîl yang baik dan ada yang buruk, karena
demikian itulah penggunaan al-Qur‟an.26
M. Quraish Shihab salah satu pakar tafsir di indonesia, termasuk ulama
yang menolak adanya sinonim murni dalam al-Qur‟an. Ia mengungkapkan kaidah
umum mengenai Mutarâdif yakni, tidak ada dua kata yang berbeda akar katanya,
yang sama akar katanya pun, tetapi berbeda bentuknya akibat penambahan huruf,
seperti kata rahmân dan rahîm, atau qatal dan qattala, maka pasti ada perbedaan
maknanya, sedikit atau banyak.27
Sekali lagi ada perbedaan walau sedikit antara kedua kata yang Mutarâdif
atau sinonim itu, baik dalam satu susunan kalimat, seperti firman Allah dalam QS.
Al-Maidah [5]: 48;
اجا لك لج ع لن امنك مشرع ةو من ه
Maupun terpisah dalam dua ayat yang berbeda, seperti kata tabzîr (تبذير )
dalam QS. al-Isrâ‟ [7]: 26 dan kata isrâf (إسراف) dalam QS. al-Nisa‟ [4]:6, yang
26
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 124. 27
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 124.
23
oleh sementara orang dinilai semakna. Padahal masing-masing mempunyai makna
yang tidak dimiliki oleh rekan sinonimnya. Kata Syir‟ah (شرعة) dipahami dalam
arti awal dan prinsip sesuatu, sedang minhājan ( اجمنها ) adalah rinciannya secara
umum. Adapun isrâf (إسراف), ia mengandung makna memberikan sesuatu kepada
yang wajar diberi, tetapi dengan pemberian yang melebihi kewajaran, sedang
tabẓîr (تبذير) adalah memberi sesuatu yang tidak wajar diberi, seperti memberi
senjata berat guna berperang kepada orang lumpuh atau memberi petani buku
kedokteran. Ada juga ulama yang merumuskan perbedaannya dengan menyatakan
bahwa tabẓîr adalah ketidaktahuan tentang siapa yang hendaknya diberi, sedang
isrāf adalah ketidaktahuan tentang kadar yang hendaknya diberikan.28
Hanya mengutip pendapat para ulama yang menolak adanya sinonimitas
al-Qur‟an, M. Quraish Shihab juga telah melakukan riset terhadap beberapa kata
yang dianggap sinonim. Yakni antara lain lafadz fa’ala (فعل) dan kasaba (كسب),
qalb (قلب) dan fu’âd (فؤاد), „ibâd (عباد) dan „abîd (عبيد), ḍiyâ’ (ضياء) dan nûr (نور),.
Dari pasangan lafadz tersebut, ia dapat menunjukan penggunaannya dalam al-
Qur‟an.29
28
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 112 29
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 126-138
24
C. Sebab-Sebab Munculnya Tarâduf
Ada beberapa alasan menjadikan sejumlah kata memiliki persamaan
makna, antara lain:30
1. Banyaknya kata-kata yang berdialek Arab berpindah ke dialek Quraisy.
Dari kesekian kosakata yang banyak jumlahnya, tidak sedikit lafadz yang
tidak menjadi kehendak dialek quraisy. Sehingga sampai menimbulkan
persamaan dalam nama-nama, sifat-sifat dan bentuk-bentuknya.
2. Sumber kosakata yang diambil oleh kamus-kamus berasal dari
bermacam-macam dialek suku (suku Dais, Ailân, Tamim, Asad, Huzail,
Quraisy, dan sebagian suku Kinanah). Kesempurnaan kamus-kamus atas
kosakatanya bukan berasal dari bahasa Quraisy saja, namun didapati
mayoritas kosakatanya berasal dari bahasa ini.
3. Penulisan kata-kata dalam kamus-kamus banyak yang tidak digunakan
lagi dalam penggunaannya, kemudian tergantikan dengan kosakata yang
lain.
4. Tidak adanya pembeda dalam petakan kosakata di kamus-kamus antara
makna hakiki dengan makna majazi, banyaknya kosakata yang belum
diletakkan pada maknanya yang tepat. Namun kebanyakan digunakan
pada makna majazi.
5. Banyaknya kata yang berupa berpindah ke dalam makna kata benda yang
sebenarnya menyifatkannya. Seperti al-Hindâ, al-Husâm, al-Yamânî, al-
‘Adb, al-Qâti merupakan nama-nama al-Saif (pedang) yang menunjukan
30
Emil Badi‟ Ya‟kub, Mausû’ah Ulûm al-Lugâh al’Arâbiyah, h. 299-300.
25
setiap dari nama-nama tersebut sesungguhnya ialah sifat-sifat khusus
kata al-Saif. Kata al-Saif terganti dengan sifat-sifatnya tersebut yang
kemudian menunjukan bahwa sifat-sifatnya adalah al-Saif itu sendiri.
6. Sesungguhnya banyak dari kosakata yang hakikatnya bukan benar-benar
sama. Akan tetapi setiap darinya memiliki keadaan yang khusus
kemudian menunjukan perbedaan konteks yang dimiliki setiap kata
sehingga terlihatlah perbedaan antara satu dengan lainnya. Seperti kata
kerja ramaqa, lahaza, hadaja, syafana dan ranâ. Dari kesekian kata yang
menunjukan persamaan pada kata kerja nazara (melihat) sesungguhnya
memiliki ciri khasnya masing-masing yakni memiliki konteks yang
berbeda. Ramaqa menunjukan pada penglihatan yang menggunakan
kedua mata, lahaza menunjukan pada cara memandang dari samping
telinga atau melirik, hadaja bermakna melihat dengan mata yang
terbelalak, syafana menunjukan pada cara melihat dengan takjub san
ranâ adalah memandang dengan kedamaian atau ketenangan.
7. Banyaknya lembaran-lembaran dalam kitab-kitab bahasa Arab masa
lampau yang ditulis dengan tulisan Arab (khat al-‘Arabi) terbebas dari
tanda atau syakl.31
31
Ahmad Toib, “Mutarâdif dalam al-Qur‟an Studi Kata Ṯayyib dan Hasan dalam Tafsir
al-Bahr al-Muhiṯ,” (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 13
26
D. Urgensi Mengetahui Tarâduf dalam al-Qur’an
Penafsiran makna-makna yang terkandung dalam kitab suci al-qur‟an
berbeda dengan penafsiran atas tulisan-tulisan yang ditulis manusia. Untuk
menghindari kesalahan dalam penafsiran, dan agar tujuan diturunkannya wahyu
tersebut tercapai, maka Allah menugaskan utusan-Nya untuk menjelaskan pesan-
pesan tersebut kepada manusia. Hal ini termaktub dalam QS. al-Nahl : 44.
بالب ي ن اتو الز ب إل يهمو ل ع ل ه مي ت ف ك ر ون للن اسم ان زل لت ب ني الذكر رو أ ن ز لن اإل يك
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan
kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Ulumul Qur‟an suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan
yang sangat luas. Ulumul Qur‟an meliputi semua ilmu yang berkaitan dengan al-
Qur‟an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu
bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan I‟rab al-Qur‟an. Ilmu-ilmu tersebut dalam
definisi ini berupa ilmu tentang sebab turun ayat al-Qur‟an, urutannya,
pengumpulannya, penulisannya, qiraatnya, tafsirnya, kemukjizatannya, naikh dan
mansukhnya, ayat-ayat makiyyah dan madaniyah, ayat muhkamah dan
mutasyabihahnya.32
Selain itu masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di
dalamnya, untuk mempelajari ayat-ayat al-Qur‟an salah satunya yaitu mengetahui
32
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi‟I, Ulumul Qur’an I (Bandung: Pustaka Setia, 2000),
h. 17
27
dan mempelajari ada atau tidaknya tarāduf dalam al-Qur‟an untuk memecahkan
rasa penasaran bagi para cendikiawan muslim.
Dari sekian bahasan ilmu-ilmu al-Qur‟an, tidak sedikit para pengkaji al-
qur‟an yang mengesampingkan penelitiannya terhadap persoalan kesamaan kata
(tarâduf) dalam al-Qur‟an, padahal ini merupakan fenomena yang terjadi dalam
bahasa arab, bahkan tidak menutup kemungkinan terdapat hampir di seluruh
bahasa yang ada di bumi.33
Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui apa perbedaan dari
makna-makna yang terdapat pada al-Qur‟an. Apabila diamati lebih mendalam
eksistensi tarâduf dalam al-qur‟an maka dipahami bahwa kedudukannya pasti
sangat penting. Hal ini terutama bagi para mufassir di dalam menafsirkan ayat-
ayat al-Qur‟an. Dimana lafadz-lafadz di dalam ayat-ayat al-Qur‟an itu, walaupun
memiliki makna dasar, namun ia mempunyai makna-makna lain sesuai dengan
konteks ayat dan penggunaan al-Qur‟an terhadap lafadz tersebut.
33
Ahmad Fawaid, “Kaidah Mutarâdif al-Fâẓ dalam al-Quran”, Jurnal Mutawatir, IAIN
Nurul Jadid Probolinggo, Vol. V (01 juni 2015): h.144
28
BAB III
PENAFSIRAN KATA "KHALAQA-JA'ALA" DAN "KHAUF-KHASYYAH"
DAN OBJEKNYA DALAM AL-QUR'AN
A. Kata Khalaqa dan Ja’ala
1. Kata Khalaqa
Dalam Mu‟jam Maqâyîs al-Lugah disebutkan kata yang terdiri dari huruf
kha, lam dan qaf mempunyai dua makna dasar, yaitu: penetapan sesuatu
dan kehalusan sesuatu . Khalaqa dalam bahasa arab
memulai sesuatu dari perumpamaan yang tidak didahului olehnya, dan setiap
sesuatu Allah menciptakannya, maka pemulaiannya setiap selain
perumpamaan yang didahului olehnya.1 Kata khalaqa menunjukkan
kemahakuasaan dan kehebatan ciptaan Allah yang tiada taranya.2 Kata
khalaqa terdapat 266 pengulangan dalam al-Qur‟an.3 Penulis akan membagi
kata khalaqa sesuai dengan objeknya.
Tabel 3.1: Objek Kalimat kata Khalaqa dan Ja‟ala
No Objek
Surah dan Ayat dalam Al-Qur‟an
Khalaqa Ja‟ala
1 Ibnu Manzur, Lisan al-„Arâb (Kairo: Al-Mu‟assasah al-Misriyyah al-„Ammah), h.1243
2 M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata (Jakarta: Lentera Hati,
2007), h. 458. Cet. 1 3 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras li al-Fadz al- Qur‟ân al-karim,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1987), h.241
29
1. Penciptaan Langit dan
Bumi
al-Baqarah [2]:
29, al- An‟am [6]:
1, 73, 101; al-
A‟raf [7]: 54; At-
Taubah [9]: 36;
Yunus [10] :
3,5,6; Hud [11]:
7; Ibrahim [14]:
19, 32; An-nahl
[16]: 3, 81; Al-
Isra [17]: 99;
Thaha [20]: 4; Al-
Furqan [25]: 59;
An-Naml [27]:
60; Al-
Ankabut[29]: 44,
61; Ar-Rûm [30]:
8; Luqman [31]:
10,11,25; As-
Sajadah [32] : 4;
Yasîn [36] : 81;
Az-Zumar [39]: 5,
38; Fushilat [41]:
9; Az-Zukhruf
[43]: 9; Al-
Jatsiyah [45]: 22;
Al-Ahqâf [46]:
33; Al-Hadîd [57]
4; At- Taghâbun
[64]: 3; Ath-
al-Baqarah [2]:
22,Yunus [5]: 5; surah
Thaha [20]: 53; surah
al-Furqon [25]: 61;
surah An-Naml [27]:
61; surah Al-Mu‟minun
[23]: 64; surah Az-
Zukhruf [43]: 10; surah
Al-Mulk [67]: 15; surah
Nuh [71]: 19
30
Thalâq [65]: 12;
Al- Mulk [67]: 3;
Nuh [71]: 15.
2. Penciptaan Manusia
Al- Baqarah [2]:
228; An-Nisa [4]:
10; Al-Maidah
[5]: 18; An-nahl
[16]: 4; Al-
Furqan [25]: 54;
Ar-Rahman [55]:
3, 14; Al-Mulk
[67]: 14; Al-
Qiyamah [75]:
38; Al-Alaq [96]:
2.
As-Sajadah [32]: 8,
Hud [11]: 118.
3.
Penciptaan Mati dan
Hidup
Al-Mulk [67]: 2
4.
Penciptaan Pasangan atau
suami istri
Ar-Rum [30]: 2,
Zukhruf [43]: 12;
An-Najm [53]:
45; surah Yasîn
[36] ayat 36;
surah Asy-
An-Nahl [16]: 71, Al-
A‟raf [7]: 189; surah
Al-Ahzab [33]: 4; surah
Az-Zumar [39]: 6.
31
Syuara‟ [26] :166.
5. Penciptaan Makhluk Al-Mu‟minun
[23]: 91
6.
Penciptaan laki-laki dan
Perempuan
Al-Lail [92]: 3
7.
Penciptaan Hewan
An-Nur [24]: 45:
Al-An‟am [6]: 97, Al-
Maidah ayat 60, Al-
Maidah [5]: 103, Al-
Mu‟minun [23]: 79.
8.
Penciptaan Jin
Ar-Rahman [55]:
15
9.
Penciptaan Siang dan
Malam
Al-An‟am [6]: 96, Al-
Furqan [25]: 57, 62; Al-
Qashash [28]: 71, 72;
surah Al-Mu‟minun
[23]: 61.
10. Penciptaan Pasangan As-Syuara [26]: 11, Al-
Qiyamah [72]: 39.
32
11. Penciptaan Gunung Fushilat ayat 10, Ar-
Ra‟d [13]: 3.
12. Penciptaan Surga Al-Furqan [25]: 10
a. Kata khalaqa yang mempunyai objek Penciptaan Langit dan Bumi
Salah satunya dalam Qur‟an Surah al-An‟am ayat 1, yang berbunyi:
Artinya:
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dan Mengadakan gelap dan terang, Namun orang-orang yang kafir
mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka”.
Firman Allah “yang telah menciptakan langit
dan bumi.” Allah memberitahukan tentang kekuasaan, pengetahuan, dan
kehendak-Nya.
Allah berfirman, “yang telah menciptakan, yakni menemukan,
mengadakan dan membuat (langit dan bumi).” Sebab kata al khalq (menciptakan)
itu terkadang mengandung makna al ikhtiraa‟ (menemukan atau menciptakan) dan
terkadang pula mengandung makna at-taqdiir (menentukan). Firman Allah
tersebut merupakan dalil bahwa langit dan bumi itu baru. Allah meninggikan
langit tanpa tiang, menjadikannya lurus tanpa kebengkokan, menciptakan padanya
matahari dan bulan sebagai dua tanda kekuasaan-Nya, menghiasinya dengan
33
bintang-bintang, dan menciptakan padanya awan dan mendung sebagai tanda
kekuasaannya-Nya.4
Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya, kata khalaqa/mencipta
bagi langit dan bumi, untuk menekankan betapa hebat dan agungnya ciptaan itu.
Adapun ketika menguraikan tentang gelap dan terang, maka kata yang
digunakannya adalah ja‟ala/menjadikan. ini bukan karena gelap dan terang
dalam kehidupan sehari-hari muncul akibat adanya sesuatu sebelumnya, yakni
tenggelam dan terbitnya matahari, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa
manusia harus dapat meraih manfaat dari kehadiran gelap dan terang. Dari ayat
ini, al-Qur‟an selalu menggunakan kata al-samâwât, yakni bentuk
jamak untuk langit, jika kata itu digandengkan dengan al-ardh/bumi, yang
juga selalu ditampilkan dalam bentuk tunggal.5
Apabila matahari mengirimkan sinarnya, bukanlah matahari itu yang patut
dipuji, melainkan hendaklah pujian diberikan kepada yang menciptakan matahari
itu. Maka semua langit dan bumi itu adalah dia yang menjadikan. Setelah Dia
menjadikan langit dan bumi, ia adakan pula yang gelap-gelap dan cahaya. Maka
disebutkanlah yang lebih dahulu dijadikan ialah semua langit dan bumi, artinya
seluruh alam setelah ada seluruh alam, Allah pun mengadakan yang gelap-gelap,
dan setelah ada yang gelap-gelap, baru Allah menjadikan yang terang, yaitu
cahaya.6
Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan langit dan bumi ialah
surah Al-Baqarah [2]: 29, Al- An‟am [6]: 1, 73, 101; Al- A‟raf [7]: 54; At-Taubah
[9]: 36; Yunus [10] : 3,5,6; Hud [11]: 7; Ibrahim [14]: 19, 32; An-nahl [16]: 3, 81;
4 Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 912
5 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, jil. 4
6 Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka panjimas, 1983), h. 111
34
Al-Isra [17]: 99; Thaha [20]: 4; Al-Furq an [25]: 59; An-Naml [27]: 60; Al-
Ankabut[29]: 44, 61; Ar-Rûm [30]: 8; Luqman [31]: 10,11,25; As-Sajadah [32] :
4; Yasîn [36] : 81; Az-Zumar [39]: 5, 38; Fushilat [41]: 9; Az-Zukhruf [43]: 9; Al-
Jatsiyah [45]: 22; Al-Ahqâf [46]: 33; Al-Hadîd [57] 4; At- Taghâbun [64]: 3; Ath-
Thalâq [65]: 12; Al- Mulk [67]: 3; Nuh [71]: 15.
b. Kata khalaqa yang mempunyai objek Penciptaan Manusia
Qur‟an surah al-Rahman [55]: 14
Artinya:
“Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar”.
Firman Allah SWT, dia menciptakan manusia” ketika Allah“ خهق اإلسا
menyebutkan penciptaan alam yang amat besar ini yang terdiri dari langit, bumi
dan segala isinya, yang di dalamnya terdapat tanda-tanda keesaan dan kekuasaan-
Nya, dia pun menyebutkan penciptaan alam yang kecil. Sesuai dengan .خهق اإلسا
kesepakatan para ahli takwil, maksudnya adalah Adam AS.
Firman Allah SWT, صهصال كانفخار ”.Dari tanah kering seperti tembakar“ ي
artinya tanah kering yang mengeluarkan suara. Diserupakan dengan صهصال
tembikar yang digunakan untuk memasak. Ada juga yang mengatakan bahwa
artinya adalah tanah yang bercampur dengan pasir. Ada juga yang menegatakan
bahwa artinya adalah tanah yang berbau busuk, dari shalla al-lahmu wa ashalla,
artinya apabila daging telah berbau busuk , Dalam surah al-Hijr juga disebutkan
“dari tanah liat kering (yang berasal)dari lumpur hitam yang diberi bentuk, dan
ayat lainnya.semuanya semakna, bahwa Allah SWT mengambil sebagian tanah
bumi, lalu mengadoninya hingga menjadi tanah, kemudian berubah hingga
35
menjadi seperti lumpur hitam, kemudian berubah hingga menjadi tanah kering
seperti tembikar. 7
Ayat ini menyebut secara khusus penciptaan kedua makhluk yang menjadi
mitra bicara ayat-ayat ini. Allah berfirman: dia telah menciptakan manusia yakni
Adam as. Atau jenis manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan dia
menciptakan jin yakni iblis atau jenis jin dari nyala api yang murni. Maka nikmat
tuhan pemelihara kamu wahai manusia dan jin yang manakah yang kamu berdua
ingkari. Kata shalshal adalah tanah kering yang bila diketuk akan terdengar
bersuara. Al-qur‟an menyebut berbagai materi penciptaan manusia.8
Bahwasanya asal semula manusia terjadi ialah dari tanah, yaitu tanah liat,
dan tanah itu disaring lagi sampai kering laksana tembikar. Di sini pun dapat
difikirkan betapa Rahman-Nya ilahi terhadap kita. Dari tanah liat yang disaring
halus sampai menyerupai tembikar, demikian halus perkembangannya sampai
bisa menjadi manusia. Dalam ayat-ayat yang lain dijelaskan pula berkali-kali
bahwa kejadian itu melalui mani, dari mani berpadu menjadi nuthfah, menjadi
„alaqah, menjadi Mudhgah; segumpal air, segumpal darah, segumpal daging, dan
dari daging itu tumbuh menjadi manusia.
Maka segala yang diciptakan oleh tuhan itu, dalam peningkat proses
kejadiannya, selalu dalam cara yang indah sekali.9 Surah lainnya yang mempunyai
objek penciptaan manusia ialah surah Al- Baqarah [2]: 228; An-Nisa [4]: 10; Al-
Maidah [5]: 18; An-nahl [16]: 4; Al-Furqan [25]: 54; Ar-Rahman [55]: 3, 14; Al-
Mulk [67]: 14; Al-Qiyamah [75]: 38; Al-Alaq [96]: 2.
7 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, h. 532
8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, j. 4, h. 504
9 Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 188
36
c. Kata khalaqa yang mempunyai objek Penciptaan Mati dan Hidup
Qur‟an Surah Al-Mulk[67]: 2
Artinya:
“yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun”.
Firman Allah Ta‟ala: وث وانحياة yang menjadikan mati dan“ انذي خهق ان
hidup” menurut satu pendapat, makna firman Allah ini adalah: Dia menciptakan
kalian untuk kematian dan kehidupan, maksudnya, untuk kematian di alam dunia
dan kehidupan di akhirat.
Kematian lebih dulu disebutkan daripada kehidupan, sebab kematian itu lebih
identik dengan pemaksaan, sebagaimana anak perempuan lebih dulu disebutkan
daripada anak laki-laki. Dimana Allah berfirman: “dia memberikan anak-anak
perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Asy-Syuuraa:[42]: 49.
Menurut satu pendapat, Allah lebih dulu menyebutkan kematian karena kematian
itu memang lebih dulu. Sebab segala sesuatu itu pada mulanya berada dalam
hukum kematian, seperti sperma, tanah dan yang lainnya.10
Allah yang menciptakan mati dan hidup. Tetapi tentu timbullah pertanyaan,
mengapa di dalam ayat ini maut yang disebut terlebih dahulu, kemudian baru
disebut hayat. Tujuannya sebagai peringatan kepada manusia bahwa hidup ini
tidaklah berhenti di dunia ini saja.ini adalah peringatan kepada manusia agar
mereka insaf.
Seperti hadis yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Hatim dari qatadah, bahwa
Rasulullah Saw. dan dirawikan pula oleh Ma‟mar dari Qatadah juga.
10
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, h. 6
37
“yakni asal kita lahir ke dunia, sudahlah berarti bahwa kita telah pasti mati, sebab
kita telah menempuh hidup, dan diantara waktu hidup dan mati itulah kita anak
Adam menentukan nilai diri. Maka diantara hidup dan mati itulah kita kita
mempertinggi mutu amalan diri, berbuat amalan yang terlebih baik atau
bermutu.”11
Menurut tafsir Al-Misbah kematian manusia dalam pentas bumi ini bukanlah
ketiadaan. Ia masih wujud tetapi berpindah ke alam lain. Itulah salah satu yang di
isyaratkan oleh kata menciptakan kematian. Ada juga yang memahami mati dalam
arti ketiadaan wujud. Yang memahami demikian, memahami ayat di atas dalam
arti Allah menciptakan sebab-sebab kematian.12
d. Kata khalaqa yang mempunyai objek Penciptaan Pasangan atau suami istri
Surah Ar-Rûm[30]: 21
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untuk kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Ayat ini menguraikan pengembangbiakan manusia serta bukti kuasa dan
rahmat Allah dalam hal tersebut. Ayat tersebut membuktikan dengan menyatakan
bahwa: Dan juga di antara tanda-tanda kekuasaanny-Nya adalah Dia menciptakan
secara khusus pasangan-pasangan hidup suami dari jenis sendiri, supaya tenang
dan tentram, demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi kaum yang berfikir
11
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h.9 12
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, j. 4, h.343
38
tentang kuasa dan nimat Allah. Dalam ayat ini menunjuk kepada penciptaan
pasangan serta dampak yang dihasilkannya sebagai âyât yakni banyak bukti-buki
bukan hanya satu atau dua. 13
Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan pasangan ialah surah Az-
Zukhruf [43]: 12; An-Najm [53]: 45; surah Yasîn [36] ayat 36; surah Asy-Syuara‟
[26]: 166.
e. Kata khalaqa yang mempunyai objek Penciptaan makhluk
Surah Al-Mu‟minun Ayat 91
Artinya:
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada
Tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada Tuhan beserta-Nya, masing-
masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian
dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah
dari apa yang mereka sifatkan itu”.
f. Kata khalaqa yang mempunyai objek Penciptaan laki-laki dan Perempuan
Surah Al-Lail [92]: 3
Artinya:
“Dan penciptaan laki-laki dan perempuan”.
Menurut tafsir Al-misbah karya M. Quraish Shihab; Jantan dan betina dikenal
pada manusia dan semua binatang mamalia. Kedua jenis ini pada mulanya adalah
nuthfah di dalam Rahim. Yang dari satu pertemuan antara sel kelamin dan indung
13
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, j. 4, h. 33
39
telur. Mengapa hasilnya berbeda da laki-laki dan perempuan. Jika demikian pasti
ada pencipta yang maha kuasa yang mengatur dan menetapkannya.14
g. Kata khalaqa yang mempunyai objek Penciptaan Hewan
Surah An-Nur [24]: 45
Artinya:
“Dan Allah Swt. telah menciptakan semua jenis hewan dari air,
Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan
sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan
dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya,
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
“Allah Swt. telah menciptakan semua jenis hewan dari air”. Maksudnya
adalah dari nuthfah (air mani). Mak sebagai dari hewan itu ada yang berjalan
diatas perutnya seperti ular. Dan Allah Swt. telah menciptakan semua jenis hewan
termasuk manusia dan yang lainnya. Allah kemudian berfirman “maka sebagian
dari hewan itu, karena berkumpul dan bercampurnya jenis manusia, binatang
ternak, dan yang lainnya.15
h. Kata khalaqa yang mempunyai objek Penciptaan Jin
Surah Ar-Rahman [55]: 15:
14
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, j. 4, h.
313 15
al-Tabar , Tafs r al- Tabar , h. 221
40
Artinya:
“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api”
Allah menciptakan jin dari nyala api, yaitu api yang bercampur satu sama
lain, antara merah, kuning, dan hijau. Contohnya adalah perkataan mereka,
“urusan suatu kaum tercampur.” Serta dari perkataan Nabi Muhammad SAW
kepada Abdullah bin Amr, “Dan apa yang kau lakukan jika engkau berada
diantara orang rendahan yang telah tercampur janji-janji dan amanah mereka.”
Itulah gejolak dan lidah api.16
Karena jin terbuat dari api yang memiliki unsur
panas untuk menguap. Gas seluruhnya lebih ringan dari pada udara, hingga ia
dapat terbang dan bergerak di udara. Selain itu mudah dan dapat mengubah
dirinya menyerupai makhluk jasad kasar yang dapat terlihat oleh mata manusia.17
2. Kata Ja’ala
Kata ja‟ala (جعم) yaitu huruf jim,‟ayn dan lam yaitu kalimat yang tidak
kurang dan tidak ada yang menyerupai selainnya18
. menciptakan atau menjadikan
dari sesuatu, sesuatu yang lain karena itu kata ja‟ala membutuhkan dua objek.
Tidak jarang ditemukan kata ja‟ala hanya menggunakan satu objek, ketika itu ia
semakna dengan khalaqa.19
Kata ja‟ala menunjukan bahwa penciptaan itu dari
materi yang sudah ada, yakni nafs wâhidat.20
Kata ja‟ala dalam al-Qur‟an disebut 346 kali, terdapat dalam 66 surah.21
16
al-Tabar , Tafs r al- Tabar , h. 368 17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4, h.
505 18
Abû al-Husein Ahmad ibn F ris ibn Zakariya, Mu‟jam Muqâyîs al-Lugah (Kairo, Mesir:
Maktabah al-19
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam memahami al-Qur‟ᾱ n, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 133, Cet. II 20
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata (Jakarta: Lentera Hati,
2007),h. 458. Cet. 1 21
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata, h. 368. Cet. 1
41
a. Kata Ja’ala yang mempunyai objek Penciptaan bumi dan langit
Surat al-Baqarah [2]: 22:
Artinya:
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu;
karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah Padahal
kamu mengetahui”.
Firman Allah Swt. انذي جعم (Dialah yang menjadikan) di sini maknanya
adalah shayyara, kata kerja yang membutuhkan kepada dua maf‟ul (objek). Bisa
bermakna khalaqa.contohnya firman Allah Swt. بحيزة وال سائبت ي Allah“ يا جعم انه
sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahiirah saaibah.”
(QS.AlMaidah:103) juga firman Allah Swt, اث وانور Dan mengadakan“ وجعم انظه
gelap dan terang.” (QS. Al-An‟aam :1) bisa juga berarti sama. Misalnya firman
Allah Swt. قزآا عزبيا ا إا جعه . بي وانكتاب ان Haa Miim. Demi kitab (Al-Qur‟an)“ حى .
yang menerangkan. Sesungguhnya kami menjadikan Al-Qur‟an dalam bahasa
Arab. (Qs. Az-Zukhruf [43]: 1-3).
Ja‟ala juga bisa bermakna akhadza (mulai). Terkadang ja‟ala hanya tambahan.22
Kata ja‟ala mengandung makna mewujudkan sesuatu dari bahan yang telah
ada sebelumnya sambil menekankan bahwa yang wujud itu sangat bermanfaat dan
harus diraih manfaatnya, khususnya oleh yang untuknya diwujudkan sesuatu itu,
yakni oleh manusia. Allah bukan hanya menciptakan bumi dan menjadikannya
terhampar tetapi juga menjadikan langit sebagai bangunan/atap.
Thâhir Ibn „Âsyur menjelaskan bahwa memahami makna kata ja‟ala dalam
arti menjadikan yakni mewujudkan sesuatu dari bahan yang telah ada
sebelumnya- memahaminya – demikian- memberi isyarat bahwa bumi yang
22
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, h. 521
42
dihuni telah mengalami perubahan dan berpindah dari keadaan yang lain hingga
menjadi seperti sekarang.23
Ayat ini menyuruh kita berpikir dan merenungkan, diikuti dengan merasakan
dan bahwasanya semuanya itu pasti ada yang menciptakan; itulah Allah. Tak
mungkin ada kekuasaan lain yang dapat membuat aturan setertib dan seteratur itu.
Sebab itu maka datanglah ujung ayat mengatsksn tidaklah patut kita menyembah
kepada Tuhan yang lain, selain Allah.24
Surah lainnya yang mempunyai objek
penciptaan bumi dan langit ialah surah Yunus [5]: 5; surah Thaha [20]: 53; surah
Al-Furqon [25]: 61; surah An-Naml [27]: 61; surah Al-Mu‟minun [23]: 64; surah
Az-Zukhruf [43]: 10; surah Al-Mulk [67]: 15; surah Nuh [71]: 19.
b. Kata Ja’ala yang mempunyai objek Penciptaan Istri
Qur’an Surah An-Nahl [16]: 72:
Artinya:
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
Firman Allah Swt. فسكى أسواجا أ جعم نكى ي Allah menjadikan bagi kamu“ وانه
istri-istri dari jenis kamu sendiri.” Ja‟ala artinya adalah menciptakan, dan telah
dijelaskan di atas فسكى أسواجا أ ”.bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri“ ي
Maksudnya, Adam dan diciptakan darinya Hawa.
23
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4,
h.122 24
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 183
43
Ada yang berpendapat, makna فسكى أ adalah bahwa dari jenismu dan جعم نكى ي
macammu serta sebagaimana penciptaanmu.”25
Menurut Quraish Shihab dalam tafsir al-misbah, selain anugrah yang rezeki
Allah juga menjadikan bagi kamu pasang-pasangan dari istri, yakni jenis kamu
sendiri agar kamu dapat merasakan ketenangan hidup dan menjadikan bagi kamu
dari hasil hubungan kamu dengan pasang-pasangan kamu itu, anak-anak kandung
dan menjadikan dari anak-anak itu cucu-cucu baik lelaki maupun perempuan.
Bukan hanya itu, Dia juga memberi rezeki aneka anugerah dan rezeki yang baik-
baik, yakni yang sesuai dengan kebutuhan dan tidak membawa dampak negatif,
baik berupa benda, pangan dan lain-lain yang memelihara kelanjutan dan
kenyamanan hidup.26
Di dalam hadis-hadis nabi Muhammad Saw. Telah menerangkan bahwasanya
nenek moyang umat manusia Siti Hawa adalah bahagian dari diri nenek nabi
Adam, maka dalam ayat ini dijelaskan, bahwa seorang isteri itu adalah bahagian
dari suami.27
Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan istri ialah surah
Al-A‟raf [7]: 189; surah Al-Ahzab [33]: 4; surah Az-Zumar [39]: 6.
c. Kata Ja’ala yang mempunyai objek Penciptaan Siang dan Malam
Qur‟an Surah Al-An‟am ayat 96
25
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, h.352 26
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4,
h.287 27
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h.270
44
Artinya:
“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat,
dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan
Allah yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui”.
Hasan, Isa bin Umar, Hamzah dan Al-Kiasa‟i membaca سكاوجعم انهيم “dan
menjadikan malam untuk istirahat,” tanpa menyertakan huruf alif dan memebaca
kata انيم sengan harakat fathah, sesuai dengan makna فانق didua tempat di atas.
Keduanya bermakna membelah, sebab termasuk perkara yang telah terjadi. Oleh
karenanya diartikan seperti itu. Selain itu, setelahnya adabeberapa fiil madhi (kata
kerja bentuk lampau), yaitu firman Allah Swt, جعم نكى انجوو “Dialah yang telah
menjadikan bintang-bintang bagimu. (QS. al-An‟am: 97).28
Setelah menjelaskan kekuasaan-Nya terhadap sesuatu yang bersifat material
dan berada di bumi, kini melalui ayat ini di jelaskan kekuasaan-Nya terhadap
benda-benda langit, yakni bahwa Dia menyingsingkan pagi agar makhluk dapat
bergerak dengan bebas dan menjadikan malam gelap untuk menyediakan waktu
beristirahat.
Setelah menyebut gelap terang disebutnya penyebab gelap dan terang itu dan
di nyatakannya bahwa, dan Allah juga yang menjadikan matahari dan bulan
beredar berdasar perhitungan yang sangat teliti, memancarkan cahaya dan sinar
dan menyilihgantikan malam dan siang. Yang demikian itu bertujuan untuk
menjadi perhitungan waktu untuk semua.29
Menurut tafsir al-Azhar karya hamka, Ayat di atas, jka diperhatikan belah
atau rengkahnya buah-buahan dan biji-bijian. Dari memperhatikan yang halus itu
28
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, h. 114 29
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4,
h.204.
45
dengan kesimpulan, bahwa Allahlah pembelah buah dan biji itu. Setelah menekur
melihat buah dan biji, menengadah melihat kesebelah timur di kala malam akan
berganti dengan siang. Orang yang taat bangun subuh untuk mengerjakan
sembahyang subuh, hampir tiap pagi dapat memperhatikan bagaimana waktu
subuh itu terbelah. Tadinya malam gelap gulita. Kemudian kelihatanlah di sebelah
timur cahaya fajar mmbelah kegelapan malam, sebab matahari telah dekat terbit.
Waktu itu bernama subh, dan waktu itulah muslim yang taat tiba saat
mengerjakan sembahyang subuh. Waktu subuh ialah dari mulai fajar membelah
malam sampai matahari terbit. Maka Allahlah yang emmbelah subuh itu, dengan
peredaran Falaq, bumi mengelilingi matahari. “Dan telah dia jadikan malam itu
tenang.” Semua kita dapat merasai ketenangan malam, karena manusia dan
margasatwa pun istirahat. Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan siang
dn malam ialah surah Al-Furqan [25]: 57, 62; Al-Qashash [28]: 71, 72; surah Al-
Mu‟minun [23]: 61.
d. Kata Ja’ala yang mempunyai objek Penciptaan Pasangan
Surah Asy-Syura ayat 11:
Artinya:
“(dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis
kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.
46
tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha
mendengar dan melihat”.
Allah telah menjadikan bagi manusia dari jenis sendiri pasang –pasangan baik
sebagai lelaki (suami) maupun perempuan (istri) dan menjadikan pula dari jenis
binatang ternak pasang-pasangan untuk masing-masing binatang, baik jantan
maupun betina. Sehingga manusia dan binatang-binatang itu dapat melanjutkan
keturunan.30
Allah memberi pasangan untuk manusia ,yaitu dengan menciptakan Hawa
dari tulang rusuk Adam, maka wanita berasal dari laki-laki, dan Dia menjadikan
binatang ternak berpasang-pasangan pula; seperti domba dua jenis, sapi dua jenis,
jantan dan betina, serta setiap jenis berpasangan seperti ini.31
Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan siang dan malam ialah
surah Al-Qiyamah [72]: 39.
e. Kata Ja’ala yang Mempunyai Objek Penciptaan Hewan
Surah Al-Maidah [5] ayat 60:
30
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4, h.
468 31
al-Tabar , Tafs r al- Tabar , h. 825
47
Artinya:
“Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang
orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu
disisi Allah, Yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di
antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang)
menyembah thaghut?". mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih
tersesat dari jalan yang lurus”.
Dalam ayat ini apakah bentuk rupa mereka yang dijadikan atau diubah
menjadi kera atau hati dan pikiran mereka saja. Karna binatang yang ditunjuk oleh
Allah Swt. Itu Kera adalah satu-satunya binatang yang selalu terlihat auratnya.
Sementara orang yahudi yang dikecam oleh al-Qur‟an. Karena tidak tunduk dan
taat kecuali dijatuhi sanksi atau ancaman., selanjutnya Babi adalah binatang yang
tidak memiliki sedikitpun rasa cemburu, sehingga walau betinanya ditunggangi
oleh yang lain. Ini juga merupaka sifat dari sebagian orang yahudi. Tidak adanya
cemburu walau istrinya berdansa dengan pria lain.32
Dari tafsir lain di sebutkan bahwa yang dijadikan kera dan babi, maksudnya
adalah murka Allah yang diberikan kepada mereka dengan merubag bentuk
mereka menjadi kera dan babi, yang menjadikan mereka hina dan tertimpa
bencana di dunia. 33
Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan siang dan malam ialah surah
Al-Maidah [5]: 103; surah Al-Mu‟minun [23]: 79.
32
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4, h.
141 33
al-Tabar , Tafs r al- Tabar , h. 160
48
f. Kata Ja’ala yang mempunyai objek Penciptaan Manusia
Surah As-Sajadah ayat 8:
Artinya:
“Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
hina”.
Manusia diciptakan dari saripati airmani yang diremehkan bila dilihat
kadarnya atau menjijikan bila dipandang, atau lemah, tidak berdaya karena
sedikitnya. Ayat ini melukiskan sekelumit dari substansi manusia.34
Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan Hewan ialah surah Hud
[11]: 118.
g. Kata Ja’ala yang mempunyai objek Penciptaan Gunung
Surah Fushilat ayat 10:
Artinya:
“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di
atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar
makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.
Allah yang mnjadikan di bumi itu gunung-gunung yang kukuh di atasnya
agar bumi yang terus beredar itu tidak oleng, dan ia juga memberkahinya yakni
melimpahkan aneka kebajikan sehingga ia dapat berfungsi sebaik mungkin dan
34
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4, h.
183
49
dapat menjadi hunian yang nyaman buat manusia dan hewan.35
Surah lainnya
yang mempunyai objek penciptaan Gunung ialah surah Ar-Ra‟d [13]: 3.
h. Kata Ja’ala yang mempunyai objek Penciptaan surga
Surah Al-Furqan ayat 10 :
Artinya:
“Maha suci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya
bagimu yang lebih baik dari yang demikian, (yaitu) surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan dijadikan-Nya (pula) untukmu
istana-istana”.
Allah Swt. Akan menjadikan di surga taman indah, mengalir dibawahnya
mengalir sungai-sungai yang jernih airnya, dan bukan Tuhan sanggup
membuatkan Nabi Muhamad Istana. Karena semua hal itu tidak akan emnjamin
akan mengubah fikiran orang yang tadinya telah dimulai dari awal.36
i. Kata Ja’ala yang mempunyai objek Penciptaan binatang
Surah Al-An‟am ayat 97:
35
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4, h.
381 36
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 260
50
Artinya:
“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar
kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut.
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami)
kepada orang-orang yang mengetahui”.
Ayat ini berbicara tentang bintang-bintang serta manfaatnya untuk manusia.
Dan Allah lah yang menjadikan bagi manusia bintang-bintang yang memancarkan
cahayanya ke bumi dengan tujuan antara lain agar menjadikannya petunjuk dalam
keglapan di darat dan di laut. Telah dijelaskan secara rinci dan dengan aneka
ragam dan cara tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah kepada kaum, yakni
orang-orang yang mau mengetahui.37
B. Kata Khauf dan Khasyyah
1. Kata Khauf
Kata khauf terdiri dari dari tiga huruf khā (خ), wau (و), dan fâ‟ (ف) adalah
mashdar dari khâfa (خاف), yakhâfu (يخاف), khaufan (خوفا), khīfatan (خيفت),
makhāfatan (يخافت). Adapun bentuk pelaku khauf adalah khāif (خائف), dan bentuk
nahi-nya adalah khaf (خف), yakni dengan huruf kha di fathah. Khiftu minhu
berarti al-faza‟ (انفشع) yang berarti takut atau khawatir, al-qatl (انقتم) yaitu
pembunuhan, al-„ilm (انعهى) yaitu pengetahuan, dan adīmul ahmar (أديى ألحز) kulit
merah yang disamak.38
37
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4,
h.211 38
Ibnu Manzur, Lisan al-„Arâb (Kairo: Al-Mu‟assasah al-Misriyyah al-„Ammah), h.
1290-1292.
51
Di dalam al-Qur‟an kata khauf ada dalam berbagai bentuknya yaitu 124 ayat.
18 ayat menggunakan bentuk fi‟il madhi (kata kerja masa lalu), 60 ayat dengan
bentuk fi‟il mudhari (kata kerja masa kini), satu ayat dengan bentuk fi‟il amr (kata
kerja perintah), 8 ayat dengan bentuk fi‟il nahy (kata kerja larangan) dan 3 ayat
dengan bentuk isim fail (kata pelaku).39
a. Kata Khauf yang mempunyai Objek Kekuasaan Allah Swt.
Surah Al-Baqarah ayat 229:
Artinya:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak
ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
Itulah orang-orang yang zalim”.
39
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata, h. 473. Cet. 1
52
Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan Gunung ialah surah Ali
Imran [3]: 175, An-Nisa [4]: 9, Al-Maidah [5]: 23, 108, 28, Al- An‟am [6]: 51,
Al-A‟raf [7]: 205, Al-Anfal [8] 26, Al-Ra‟d [13]: 12, Ibrahim [14]: 14, Al-Nahl
[16]: 50, AlIsra‟ [17]: 59,60, Al-Naml [27]: 10, Al-Rum [30]: 24, Al-Sajdah [32]:
16, 81, Al-Rahman [55]: 46, Al-Hasyr [59]: 16, Al-Jinn [72]: 13.
b. Kata Khauf yang mempunyai Objek Musuh (Quraisy, kaum kafir,
tentara Fir’aun)
Surah An-Nisa ayat 101;
Artinya:
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah
mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang
orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh
yang nyata bagimu”.
Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan musuh ialah surah Al-
Maidah [5]: 54, Al-Anfal [8]: 26, Al-Fath [48]: 27, Taha [20]: 21, 67, Al-Syu‟ara‟
[26]: 12, 14, Al-Qasas [28]: 18,33, Al-Naml [27]: 10
c. Kata Khauf yang mempunyai Objek Manusia
Surah Hud ayat 70;
53
Artinya:
“Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya,
Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada
mereka. Malaikat itu berkata: "Jangan kamu takut, Sesungguhnya Kami
adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth."
Surah lainnya yang mempunyai objek penciptaan manusia ialah surah Al-
Rum [30]: 24, Shâd [38]: 22.
d. Kata Khauf yang mempunyai objek Azab Allah Swt.
Surah Al-baqarah ayat : 38;
Artinya:
“Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu!
kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan
tidak (pula) mereka bersedih hati".
Surah lainnya yang mempunyai objek Azab Allah Swt. ialah surah Al-
Baqarah [2]: 62, 112, 114, 262, 274, Ali Imran [3]: 170, Al-Maidah [5]: 69, 94,
Al-An‟am [6]: 48, Al-A‟raf [7]: 35, 49, 59, yunus [10]: 15, 62, Hud [11]: 3, 26,
84, 103, Ibrahim [14]: 14, Al- Nahl [16]: 47, Al-Isra‟ [17]: 57, An-Nur [24]: 50,
Al-Syu‟ara‟ [26]: 135, Al-Ankabut [29]: 33, Al-Zumar [39]: 13, 16, Gafir [40]:
32, Fussilat [141]: 30, Al-Aqâf [46]: 13, [50]: 45, Al-Zâriyat [51]: 37, Al-
Muddassir [74]: 53, Al- Insan [76]: 7, 10, Al-Syams [91]: 15.
54
e. Kata Khauf yang mempunyai objek Generasi Penerus yang Miskin
Surah At-Taubah [9] ayat 28;
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang
musyrik itu najis, Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam
sesudah tahun ini. dan jika kamu khawatir menjadi miskin, Maka Allah
nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia
menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
f. Kata Khauf yang mempunyai Objek Hari Kiamat
Surah An-Nisa [4] ayat 83;
Artinya:
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang
keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri)[323]. kalau tidaklah
karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut
syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)”.
55
Selain ayat di di atas, Surah lainnya yang mempunyai objek hari Kiamat
ialah Al- An‟am [6]: 15, Al-Ra‟d [13]: 21, Al-Nur [24]: 37, Al-Zukhruf [43]: 68.
g. Kata Khauf yang mempunyai Objek Cobaan/bencana
Surah Al-Baqarah [2] ayat 114;
Artinya:
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang
menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan
berusaha untuk merobohkannya? mereka itu tidak sepatutnya masuk ke
dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah).
mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang
berat.”
Surah lainnya yang mempunyai objek cobaan/bencana ialah Yusuf [12]:
13, Al-Nur [24]: 55,Taha [20]: 77, Al-An‟am [6]: 80, Al-Nahl [16]: 112, Al
Ahzab [33]: 19, Gafir [40]: 26.
h. Kata Khauf yang mempunyai objek Kematian
Surah Al-Baqarah [2] ayat 239;
Artinya:
“Jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), Maka Shalatlah
sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman,
Maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.
Surah lainnya yang mempunyai objek Kematian ialah yunus [10]: 83, Taha
[20]: 45, 46, Al-qasas [28]: 7, 18, Quraisy [106]: 4.
56
i. Kata Khauf yang mempunyai Objek Syaitan
Surah Ali Imran [3] ayat 175;
Artinya:
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang
menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik
Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah
kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
j. Kata Khauf yang mempunyai Objek Nusyuz
Surah An-Nisa [4] ayat 34;
Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari
jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha besar”.
Surah lainnya yang mempunyai Objek Nusyuz ialah An-Nisa [4]: 35, 128.
57
k. Kata Khauf yang mempunyai Objek Perjanjian
Surah Al-Anfal [8] ayat 58;
Artinya:
“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari
suatu golongan, Maka kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka
dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berkhianat”.
l. Kata Khauf yang mempunyai Objek Tidak memperoleh keturunan
Surah Maryam [19] ayat 5;
Artinya:
“Dan Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku
sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka
anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera”.
m. Kata Khauf yang mempunyai objek Menyembah selain Allah
Surah Al-An‟am [6] ayat 81;
Artinya:
“Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu
persekutukan (dengan Allah), Padahal kamu tidak mempersekutukan Allah
dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah
kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua
golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka),
jika kamu mengetahui?”
58
Surah lainnya yang mempunyai objek menyembah selain Allah Swt. Ialah
Maryam [19]: 45, Al-Zumar [39]: 36.
n. Kata Khauf yang mempunyai Objek Perlakuan Tidak Adil
Surah An-Nisa [4] ayat 3;
Artinya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Surah lainnya yang mempunyai Objek perlakuan tidak adil ialah Taha
[20]: 112, Alsyu‟ara‟ [26]: 12, Al-Qasas [28]: 34.
o. Kata Khauf yang mempunyai Objek Malaikat
Surah Az-Zariyat [51] ayat 28;
Artinya:
“(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa
takut terhadap mereka. mereka berkata: "Janganlah kamu takut", dan
mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang
anak yang alim (Ishak)”.
Tafsiran Surah Al-Baqarah ayat 229 tentang kata Khauf
59
Artinya:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak
ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
Itulah orang-orang yang zalim.”
Firman Allah Swt. ا حدود ا يخافا أال يقي إال أ نه “kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukumhukum Allah.” Dalam ayat ini Allah Swt
melarang suami mengambil harta kecuali kalau keduanya khawatir tidak dapat
menjalankan hokum-hukum Allah, larangan ini dikuatkan dengan ancaman bagi
yang melampaui batas. Maksudnya hendaknya keduanya menyangka dirinya tidak
sanggup memenuhi hak pernikahan sesuai dengan apa yang telah diwajibkan
kepadanya disebabkan oleh kebencian yang mereka yakini, maka tidak dilarang
bagi istri untuk membayar tebusan dan tidak ada larangan bagi suami untuk
mengambilnya.40
“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.”
Potongan arti dari ayat ini ditunjukan kepada para hakim atau yang menjadi
penengah antara suami dengan istri.Tidak dapat disangkal, bahwa suami bisa
mengalami kerugian berganda jika istrinya melakukan ulah atau kedurhakaan
kepada Allah dan suaminya kerugian pertama adalah tidak terciptanya kenangan
yang merupakam tujuan kehidupan rumah tangga dan kerugian kedua adalah
40
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, h. 296
60
hilangnya mas kawin dan uang belanja yang pernah diberikan dalam rangka
melaksanakan perkawinan.41
Kecuali jika keduanya takut bahwa keduanya tidak akan mendirikan bats-
batas peraturan Allah. Ini adalah perceraian yang terjadi karena keduanya sudah
sama insaf bahwa pergaulan mereka tidak akan bias diteruskan lagi. Pihak
perempuan merasa lebih baik bercerai saja, dan pihak laki-laki setuju asalkan
diganti kerugiannya. Pada saat seperti ini tangan ketiga boleh ikut campur
memasuki untuk mencari penyelesaian. Sebab itu di sambungan ayat disebut
“maka jika kamu takut mereka berdua tidak akan mendirikan peraturan-peraturan
Allah, makan tidaklah mengapa atas keduanya tentang apa yang ditebuskansi
isteri dengan dia. Di sini sudah disebut kamu, tidak khusus jadi urusan (mereka)
berdua lagi. Kamu di sini pada tingkat pertama ialah keluarga, dan tingkat terakhir
hakim.42
2. Kata Khasyyah
Khasyyah secara etimologi adalah bentuk mashdar dari fi‟il Madhi Khasyia –
Yakhsya – Khasyyah yang mempunyai arti takut. Ibnu Manzur mengartikan
khasyyah sebagai khauf, yakni rasa takut. Al-Ragib al-Asfahani juga menjelaskan
dengan detail dan spesifik dalam kitabnya Mu‟jam mufradât Alfâẓ al-Qur‟ân,
makna dari kata khasyyah, yaitu rasa takut yang dilandasi dengan sikap
mengagungkan.43
Khasyyah lebih khusus dan lebih tinggi tingkatannya dari pada
khauf, karena khasyyah diiringi dengan ma‟rifatullah, sehingga akan menjadikan
seseorang mendekat terhadap apa yang ia takuti. Kata khasyyah terulang sebanyak
48 kali dalam 20 bentuk dan 24 surat.44
Sebagaimana firman Allah Swt.:
41
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4,
h.494 42
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 214 43
Al-Ragib Asfahani, Mu‟jam Mufradât Alfâz al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-Kutub al-
„Ilmiyah, 2004) h.198 44
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfadz al- Qur‟ân al-karim,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1987), h.233
61
Artinya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-
Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir [35]: 28).
a. Kata Khasyyah yang mempunyai objek Kekuasaan Allah Swt
Surah Al-Baqarah ayat [2] 74;
Artinya:
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan
lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang
mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang
terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh
ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-
sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”.
Surah lain yang mempunyai objek kekuasaan Allah Swt. ialah surah Al-
Baqarah [2]: 150, An-Nisa [4]: 9, 77, Al-Maidah [3]: 44, Al-Taubah [10]: 13, 18,
AlRa‟d [13]: 21, Taha [20]: 3, 44, Al-Anbiya [21]: 28, Al-Nur [24]: 52, Luqman
[31]: 37, 39, Fatir [35]: 18, Yasin [36]: 11, Al-Zumar [39]: 23, Qaf [50]: 33, Al-
Hasyr [59]: 21, Al-Mulk [67]: 12, Al-Naziat [79]: 19, 26, Abasa [80]: 9, Al-A‟la
[87]: 10, Al-Bayyinah [98]: 8
b. Kata Khasyyah yang mempunyai objek Musuh (Quraisy, kaum
kafir, tentara Fir’aun)
Surah Al-Baqarah [2] ayat 150;
62
Artinya:
“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu
ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka
Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia
atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja).
dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu
mendapat petunjuk”.
Surah lain yang mempunyai objek musuh (quraisy, kaum kafir tentara
fir‟aun) ialah surah Ali Imran [3]: 173, Taha [20]: 77
c. Kata Khasyyah yang mempunyai objek Berbuat Maksiat
Surah Al-Nisa [4] ayat 25;
Artinya:
“Dan Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak
cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman,
ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu
miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari
63
sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan
mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang
merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan
bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya;
dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka
melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.
(Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut
kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara
kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
d. Kata Khasyyah yang mempunyai objek Manusia
Surah Al-Nisa [4] ayat 77;
Artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada
mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang
dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang,
tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada
manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat
dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau
wajibkan berperang kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan
(kewajiban berperang) kepada Kami sampai kepada beberapa waktu
lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat
itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan
dianiaya sedikitpun”.
64
Surah lain yang mempunyai manusia ialah surah Al-Maidah [5]: 3, 44, Al-
Taubah [10]: 13, Al-Ahzab [33]: 37
e. Kata Khasyyah yang mempunyai objek Azab Allah Swt
Surah Al-Maidah [5] ayat 52;
Artinya:
“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam
hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan
Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana".
Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-
Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka
menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri
mereka”.
Surah lain yang mempunyai objek azab Allah Swt.ialah surah Al-Anbiya
[21]: 49 Al-Mukminun [23]: 57, Fatir [35]: 18.
f. Kata Khasyyah yang mempunyai objek Generasi Penerus yang
Miskin
Surah Al-Isra [17] ayat 31;
Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.”
65
g. Kata Khasyyah yang mempunyai objek Kikir
Surah Al-Isra [17] ayat 100;
Artinya:
“Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-
perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu
tahan, karena takut membelanjakannya". dan adalah manusia itu sangat
kikir”
h. Kata Khasyyah yang memiliki objek Perpecahan Umat
Surah Taha [20] ayat 94;
Artinya:
“Harun menjawab' "Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang
janggutku dan jangan (pula) kepalaku; Sesungguhnya aku khawatir
bahwa kamu akan berkata (kepadaku): "Kamu telah memecah antara
Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku".
i. Kata Khasyyah yang mempunyai objek Kematian
Surah Al-Nisa [4] ayat 77;
66
Artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada
mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang
dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang,
tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada
manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat
dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau
wajibkan berperang kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan
(kewajiban berperang) kepada Kami sampai kepada beberapa waktu
lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat
itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan
dianiaya sedikitpun.”
i. Kata Khasyyah yang mempunyai objek Menyembah selain Allah
Surah Al-Kahfi [18] ayat 80;
Artinya:
“Dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang
mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang
tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran”.
Surah lain yang mempunyai objek menyembah selain Allah Swt. Ialah
surahAl-Taubah [10]: 24.
Tafsiran surat al-Baqarah ayat 150 tentang kata Khasyyah
67
Artinya:
“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu
ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka
Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia
atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan
agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat
petunjuk”.
Firman Allah Swt, ى ”.Maka janganlah kamu takut kepada mereka“ فال تخشو
Kata khasyyah (takut) sendiri asal maknanya adalah ketenangan dalam hati
yang terbias dari ketakwaan seseorang. Berbeda maknanya dengan kata khauf
(takut), walaupun sama-sama takut tapi kata kedua ini (khauf) biasanya digunakan
untuk perasaan yang ada di dalam hati seseorang karena ia sedang berhadapan
dengan musuhnya atau yang lainnya, yang menyebabkan sekujur tubuhnya
merinding, atau membuat jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.
Makna ayat ini adalah penghinaan untuk yang selain Allah Swt, juga perintah
untuk memperhatikan segala urusan mereka dan melaksanakan segala perintah
Allah Swt.45
Yaitu orang-orang yahudi yang keras kepala, dan menyembunyikan
kebenaran serta orang-orang musyrik yang mempersekutukan Allah walau
mengaku mengikuti tradisi Nabi Ibrahim as. Mereka semua dikecualikan karena
apapun yang nabi kerjakan dan apapun yang keterangan yang nabi jelaskan
kepada mereka, walau betapapn kuat, dan banyaknya dalil-dalil, pasti mereka
akan tetap mengecam dan mencemoohkan kamu.
45
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 398
68
Maka janganlah kamu takut kepada mereka janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepada-ku. Aku akan melindungi kalian dan mematahkan
segala makar mereka.46
Orang yang aniaya yang lidahnya tidak bertulang tentu aka nada saja
bantahannya. Orang-orang yang aniaya dari kalangan yahudi akan berkata:
“dialihnya kiblat ke makkah karena rupanya dia hendak menarik-narik kita atau
telah insaf atas kesalahnnya. Orang munafik di madinah akan berkata: “memang
pendiriannya tidak tetap, sebentar begini sebentar begitu. Maka janganlah
dipedulikan itu semua dan takut akan serangan-serangan yang demikian, tetapi
kepada Aku sajalah takut, kata Allah. perintahKu sajalah yang akan dilaksanakan.
Dan aku sempurnakan nikmatku kepada kamu, dan supaya kamu mendapat
petunjuk.47
Tabel 3.2: Objek kata Khauf dan Khasyyah
No Objek Surah dan Ayat dalam Al-Qur‟an
Khauf Khasyyah
1. Kekuasaan Allah Swt
Al-Baqarah [2]: 229,
Ali Imran [3]: 175,
An-Nisa [4]: 9, Al-
Maidah [5]: 23, 108,
Al-Baqarah [2]: 74,
150, An-Nisa [4]: 9, 77,
Al-Maidah [3]: 44, Al-
Taubah [10]: 13, 18,
46
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, jil. 4,
h.358 47
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h.16
69
28, Al- An‟am [6]:
51, Al-A‟raf [7]:
205, Al-Anfal [8] 26,
Al-Ra‟d [13]: 12,
Ibrahim [14]: 14, Al-
Nahl [16]: 50,
AlIsra‟ [17]: 59,60,
Al-Naml [27]: 10,
Al-Rum [30]: 24,
Al-Sajdah [32]: 16,
81, Al-Rahman [55]:
46, Al-Hasyr [59]:
16, Al-Jinn [72]: 13.
AlRa‟d [13]: 21, Taha
[20]: 3, 44, Al-Anbiya
[21]: 28, Al-Nur [24]:
52, Luqman [31]: 37,
39, Fatir [35]: 18, Yasin
[36]: 11, Al-Zumar
[39]: 23, Qaf [50]: 33,
Al-Hasyr [59]: 21, Al-
Mulk [67]: 12, Al-
Naziat [79]: 19, 26,
Abasa [80]: 9, Al-A‟la
[87]: 10, Al-Bayyinah
[98]: 8
2.
Musuh (Quraisy,
kaum kafir, tentara
Fir‟aun)
An-Nisa [4]: 101,
[Al-Maidah [5]: 54,
Al-Anfal [8]: 26, Al-
Fath [48]: 27, Taha
[20]: 21, 67, Al-
Syu‟ara‟ [26]: 12,
14, Al-Qasas [28]:
18,33, Al-Naml [27]:
10
AL-Baqarah [2]: 150,
Ali Imran [3]: 173,
Taha [20]: 77
3. Berbuat Maksiat Al-Nisa [4]: 25
70
4. Manusia
Hud [11]: 70, Al-
Rum [30]: 24, Shâd
[38]: 22.
Al-Nisa [4]: 77, Al-
Maidah [5]: 3, 44, Al-
Taubah [10]: 13, Al-
Ahzab [33]: 37
5. Azab Allah Swt
Al-Baqarah [2]: 38,
62, 112, 114, 262,
274, Ali Imran [3]:
170, Al-Maidah [5]:
69, 94, Al-An‟am
[6]: 48, Al-A‟raf [7]:
35, 49, 59, yunus
[10]: 15, 62, Hud
[11]: 3, 26, 84, 103,
Ibrahim [14]: 14, Al-
Nahl [16]: 47, Al-
Isra‟ [17]: 57, An-
Nur [24]: 50, Al-
Syu‟ara‟ [26]: 135,
Al-Ankabut [29]: 33,
Al-Zumar [39]: 13,
16, Gafir [40]: 32,
Fussilat [141]: 30,
Al-Aqâf [46]: 13,
[50]: 45, Al-Zâriyat
[51]: 37, Al-
Muddassir [74]: 53,
Al- Insan [76]: 7, 10,
Al-Syams [91]: 15.
Al-Maidah [5]: 52, Al-
Anbiya [21]: 49 Al-
Mukminun [23]: 57,
Fatir [35]: 18
71
6. Generasi Penerus
yang Miskin At-Taubah [9]: 28 Al-Isra [17]: 31
7. Kikir Al-Isra [17]: 100
8. Perpecahan Umat Taha [20]: 94
9. Hari Kiamat
An-Nisa [4]: 83, Al-
An‟am [6]: 15, Al-
Ra‟d [13]: 21, Al-
Nur [24]: 37, Al-
Zukhruf [43]: 68.
10..
Cobaan/bencana
Al-Baqarah [2]: 114,
Yusuf [12]: 13, Al-
Nur [24]: 55,Taha
[20]: 77, Al-An‟am
[6]: 80, Al-Nahl
[16]: 112, Al Ahzab
[33]: 19, Gafir [40]:
26.
72
11..
Kematian
Al-Baqarah [2]: 239,
yunus [10]: 83, Taha
[20]: 45, 46, Al-
qasas [28]: 7, 18,
Quraisy [106]: 4
Al-Nisa [4]: 77
12. Syaitan Ali Imran [3]: 175
13. Nusyuz An-Nisa [4]: 34, 35,
128
14. Perjanjian Al-Anfal [8]: 58
15. Tidak memperoleh
keturunan Maryam [19]: 5
16.
Menyembah selain
Allah
Al-An‟am ayat 81,
Maryam [19]: 45,
Al-Zumar [39]: 36.
Al-Kahfi [81]: 80, Al-
Taubah [10]: 24
17.
Perlakuan Tidak Adil
An-Nisa [4]: 3, Taha
[20]: 112, Alsyu‟ara‟
[26]: 12, Al-Qasas
[28]: 34.
18. Malaikat Az-Zariyat [51]: 28
73
BAB IV
IMPLIKASI MAKNA KATA DALAM AL-QUR'AN
A. Tidak Ada Kata yang Sama Artinya
Setelah penulis menelaah kata-kata tarâduf khalaqa-ja‟ala dan khauf-
khasyyah, penulis menemukan bahwa semua kata tersebut tidak memiliki
kesamaan dalam makna maupun fungsi dari masing-masing kata tersebut.
1. Arti Kata Khalaqa dan Ja‟ala
Perumpamaan Al-Ghazali mengenai konsep penciptaan oleh Allah
terkiat urutannya melalui tahapan perencanaan yang menggunakan
ukuran, pembangunan, dan pendesainan. Makna lafadz khalaqa dalam
konsep penciptaan adalah menciptakan sesuatu yang sebelumnya dan
baik.1, dijabarkan pemakaian kata khalaqa dalam al-Qur‟an yang
memiliki pengertian berikut.
Pertama, Apabila objeknya selain semesta, maka kata khalaqa ini
berarti اجياد الشيء من الشيء atau menjadikan sesuatu dari bahan atau
materi yang telah ada. Objek ini ditemuan dalam al-Qur‟an diantaranya
untuk manusia, (Adam dan keturunannya) yang diciptakan Allah dari
materi yang telah ada sebelumnya.2
Kedua, Apabila objeknya alam semesta maka al-Qur‟an tidak
menjelaskan secara rinci apakah ia tercipta dari bahan materi yang telah
ada atau tidak. Sebagaimana QS. al-An‟am [6[: 1 dan 73 serta al-A‟raf
1 M. Quraish Shihab, “Menyingkap Tabir Ilahi, Asma al-Husna Perspektif al-Qur‟an”,
Lentera Hati, Ciputat, Cet.III, 2000. h. 75-79. 2 Lihat QS. al-Rahman [55]:14,QS. al-Hijr [15]: 27. Atau QS. al-Nûr [24]:45.
74
[7]: 54. Sedangkan Kata ja‟ala diartikan menjadikan atau menciptakan
atau bersifat umum yang dapat digumakan untuk segala perbuatan.3
Sedangkan makna ja‟ala antara lain:
1) Ja‟ala memiliki satu objek, bermakna khalaqa (menciptakan) dan
ikhtaro‟a (membuat atau menjadikan), yakni menjadikan sesuatu
yang belum ada contoh sebelumnya. Sebagaimana dalam QS. al-
An‟am [6]: Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah Swt.
menciptakan gelap dan terang dengan ketiadaan sebelumnya dari
keduanya.
2) Ja‟ala yang berarti menjadikan atau mengadakan sesuatu dari
materi atau bahan yang telah ada sebelumnya. Sebagaimana
dalam QS. al-Nahl [16]: 72, Allah Swt. menjadikan istri-istri
manusia dari jenisnya, yakni manusia yang telah ada sebelumnya.
Dalam QS. al-Rûm [30]: 21 juga ditemukan penggunaan kata
khalaqa dengan ungkapan yang sama sebagaimana QS. al-nahl:
72 di atas. Pada ayat ini Allah Swt. menggambarkan kehebatan
ciptaan Allah serta penciptaan pasangan tersebut. Dengan
penggunaan kata ja‟ala dimaksudkan bahwa proses penciptaan
telah melalui bahan materi yang telah ada sebelumnya untuk
dimanfaatkan dengan baik. Selain berkaitan dengan penciptaan
kata ja‟ala juga terdapat makna lain yaitu ja‟ala yang berarti
menuduh atau berdusta. Arti ini terkandung dalam Qs. al-Hijr
[15]: 91. Ayat ini menunjukkan kedustaan orang kafir terhadap
3 M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata (Jakarta: Lentera Hati,
2007), h. 368.
75
al-Qur‟an yang dianggap sihir dan dongeng yang dibuat
Rasulullah.
3) Ja‟ala yang berarti mengubah sesuatu dengan mengubahnya dari
suatu bentuk (keadaan) kepada bentuk yang lain. Sebagaimana
dalam QS. al-Baqarah [2]: 22. Dalam ayat ini ja‟ala memiliki dua
objek, yakni bumi dan hamparan. Karena bumi diciptakan Allah
dengan sedemikian rupa, dan kemudian dijadikan hamparan
sebagai tempat tinggal dan selainnya oleh manusia. Ja‟ala yang
diartikan untuk penetapan atau keputusan sesuatu untuk dijadikan
sesuatu QS. al-Qasâs [28]: 7, dan keputusan salah dalam QS. al-
An‟am [6]: 136.
2. Arti Kata Khauf dan Khasyyah
Kata khauf terdiri dari dari tiga huruf khā (خ), wau (و), dan fâ‟
,(خوفا) khaufan ,(خياف) yakhâfu ,(خاف) adalah mashdar dari khâfa (ف)
khīfatan (خيفة), makhāfatan (مخافة). Adapun bentuk pelaku khauf adalah
khāif (خائف), dan bentuk nahi-nya adalah khaf (خف), yakni dengan huruf
kha di fathah. Khiftu minhu berarti al-faza‟ (الفزع) yang berarti takut atau
khawatir, al-qatl (القتل) yaitu pembunuhan, al-„ilm (العلم) yaitu
pengetahuan, dan adīmul ahmar (أدمي ألمحر) kulit merah yang disamak.4
Makna kata khauf adalah faza‟ (takut atau khawatir). Maksud makna
“takut” yang melekat pada kata khauf di sini adalah takut atau khawatir
4 Ibnu Manzur, Lisan al-„Arâb (Kairo: Al-Mu‟assasah al-Misriyyah al-„Ammah), h. 1290-
1292.
76
karena menduga, menebak dan meyakini bahwa pasti akan terjadi suatu
kejelekan yang menimpa.orang yang mengalami khauf bisa mendekat dan
bisa menjauh tergantung objek. Kata khauf ditunjukkan untuk semua
makhluk selain Allah Swt.
Pelaku atau subjek yang hanya dimiliki oleh kata khauf adalah orang
dzalim, umat Nabi Musa as., Habil, Nabi Ibrahim as., umat Nabi Ibrahim
as., Nabi Nuh as., kaum Muhajirin, Syaitan, Nabi Syu‟aib as., Nabi
Ya‟kub as., umat Nabi Salih as., Nabi Zakariya as., Nabi Hud as., Nabi
Dawud as., Ibu Nabi Musa as., dan kaum Quraisy.
Objek yang dimiliki oleh kata khauf adalah hari kiamat, cobaan dan
bencana di dunia, syaitan, nusyuz, perjanjian, tidak mendapat keturunan,
malaikat dan perlakuan tidak adil.di miliki oleh kata khauf adalah hari
kiamat, cobaan dan bencana di dunia, syaitan, nusyuz, perjankjian, tidak
mendapat keturunan, malaikat dan perlakuan tidak adil.
Khasyyah secara etimologi adalah bentuk mashdar dari fi‟il Madhi
Khasyia – Yakhsya – Khasyyah yang mempunyai arti takut. Ibnu Manzur
mengartikan khasyyah sebagai khauf, yakni rasa takut. Al-Ragib al-
Asfahani juga menjelaskan dengan detail dan spesifik dalam kitabnya
Mu‟jam mufradât Alfâẓ al-Qur‟ân, makna dari kata khasyyah,yaitu rasa
takut yang dilandasi dengan sikap mengagungkan.5
5 Al-Ragib Asfahani, Mu‟jam Mufradât Al-fâz al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-Kutub al-
„Ilmiyah, 2004) h.198
77
Makna yang selalu melekat pada kata khasyyah adalah takut. Takut
yang dimaksud adalah perasaan takut yang disertai dengan pengagungan
terhadap yang ditakuti, walaupun seorang yang takut adalah orang yang
kuat. Takut terhadap kebesarannya, takut terhadap kekuasaannya karena
pengetahuan seseorang yang khasyyah tentang yang ditakuti sehingga ada
rasa untuk lebih dekat kepada yang ditakuti.
Pelaku atau subjek yang dimiliki oleh kata Khasyyah adalah Nabi
Khidzir, malaikat dan Ulama dan Sedangkan objek yang dimiliki oleh kata
khasyyah adalah berbuat maksiat, kikir, dan perpecahan umat.
B. Relevansi Ungkapan Al-Qur’an Bagi Kehidupan
Al Quran tidak hanya mengandung pokok-pokok ajaran agama yang
meliputi akidah, syariah dan akhlak, yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan dan hubungan dengan sesama manusia dan lingkungannya, tetapi juga
isyarat-isyarat tentang iptek. Semua isi kandungan dalam al-Qur‟an mempunyai
petunjuk dan manfaat bagi seluruh umat manusia begitupun dengan Kata kalaqa,
di sisi lain juga menunjukkan aksentuasi terhadap ke Maha Kuasa-an dan
kehebatan ciptaan Allah Swt. Karena pada hakikatnya sebenarnya ungkapan kata
ini hanya ditunjukan kepada Allah Swt. sebagai al-khalq. dan ia Maha uasa
menciptakan segala sesuatu dengan ketentuan yang ditentukannya dan
penyesuaian tersebut tidak dapat dijangkau akal manusia. Sebagaimana
diciptaannya Nabi Isa tanpa seorang Ayah. Hal ini berkaitan dengan pemahaman
78
bahwa kata ini hanya digunakan untuk segala penciptaan yang pada hakikatnya
tidak dapat dilakukan oleh manusia pada umumnya.6
Dalam kehidupan, masyarakat melakukan kegiatan ataupun moment penting
lainnya tidak terlepas dari ketaatan dan imannya terhadap Allah Swt dan al-
Qur‟an. Contohnya setiap anak yang baru lahir di adakannya Aqiqah, yaitu
dengan tujuan ucapan rasa syukur terhadap ciptaan Allah Swt karena telah
diberikan keturunan untuknya. Surah Al-Furqan ayat 74:
ماما والذين ي قولون رب نا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا ق رة أعي واجعلنا للمتقي إ
Artinya:
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami,
anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan
Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam
bagi orang-orang yang bertakwa”.7
Menurut tafsir al-Qurtubi mereka adalah orang-orang yang memohon
kepada Allah agar dikeluarkan dari sulbi mereka keturunan yang taat kepada
Allah dan menyembah-nya semata, tanpa mempersekutukan-Nya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka ingin memperoleh keturunan yang
selalu mengerjakan ketaatan kepada Allah sehingga hati mereka menjadi sejuk
melihat keturunannya dalam keadaan demikian, baik di dunia maupun akhirat.
6 M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata (Jakarta: Lentera Hati,
2007), vol. 3 h. 457 7 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Dan Terjemahnya (Semarang : 1992), h. 292
79
Ikrimah mengatakan, mereka tidak bermaksud agar peroleh ketrunan yang
tampan, tidak pula yang cantik. Tetapi mereka menginginkan keturunan yang taat.
Al-Hasan Al-Basri pernah ditanya tentang ayat ini. Iamenjawab, “makna yang
dimaksud ialah bila Allah memperlihatkn kepada seorang hamba yang muslim,
istri, saudara, dan kerabatnya yang taat- taat kepada Allah. Tiada sesuatu pun yang
lebih menyejukkan hati seorang muslim daripada bila ia melihat anak, cucu,
sudara, dan kerabatnya yang taat-taat kepada allah Swt.
Ibnu juraji telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
anugerahkanlah kepada kamiistri- istri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami). (al-Furqon: 74) yakni orang – orang yang menyembah-Mu
dengan baik dan tidak menjerumuskan kami ke dalam perbuatan- perbuatan yang
dilarang.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa mereka
memohon kepada Allah agar Dia memberikan petunjuk kepada istri-istri mereka
dan keturunan mereka untuk memeluk agama Islam.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar ibnu
Basyir, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, telah
menceritakan kepada kami Safwan ibnu Amr, telah menceritakan kepadaku Abdur
Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir, dari ayahnya yang mengatakan, "Pada suatu hari
kami duduk di majelis Al-Miqdad ibnu Aswad. Kemudian lewatlah seorang lelaki
yang mengatakan kepadanya, 'Beruntunglah kedua matanya yang telah melihat
Rasulullah Saw. Seandainya saja kami dapat melihat seperti apa yang telah dilihat
matanya dan menyaksikan apa yang telah disaksikannya.' Maka Al-Miqdad marah
sehingga membuat diriku terheran-heran, sebab lelaki tersebut tidak mengucapkan
80
kata-kata kecuali yang baik-baik. Kemudian Al-Miqdad berpaling ke arah lelaki
itu seraya berkata, 'Apakah gerangan yang membuat lelaki itu mengharapkan hal
yang digaibkan oleh Allah darinya? Dia tidak mengetahui seandainya ditakdirkan
dia menyaksikan masa itu (masa Nabi Saw.), apa yang bakal dilakukannya. Demi
Allah, sesungguhnya banyak kaum yang semasa dengan Rasulullah Saw., tetapi
Allah menyeret mereka ke dalam neraka Jahanam karena mereka tidak
menyambut seruannya dan tidak pula membenarkannya. Apakah kalian tidak
memuji kepada Allah karena Dia telah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian
dalam keadaan tidak mengetahui apa pun kecuali hanya Tuhan kalian seraya
percaya kepada apa yang disampaikan kepada kalian oleh nabi kalian;
sesungguhnya kalian telah ditolong dari musibah oleh selain kalian. Allah
mengutus Nabi-Nya di masa yang paling buruk yang pernah dialami oleh
seseorang nabi, yaitu di masa Jahiliah. Orang-orang di masa itu tidak melihat
adanya suatu agama yang lebih utama daripada agama yang menganjurkan
menyembah berhala. Lalu datanglah Nabi dengan membawa Al-Qur'an yang
membedakan antara perkara yang hak dan perkara yang batil, dan membedakan
(hak) antara orang tua dan anak. Seorang lelaki yang telah dibukakan hatinya
untuk beriman pasti akan yakin terhadap anaknya, orang tuanya, dan saudaranya
yang masih kafir, bahwa jika mati mereka pasti masuk neraka. Dan pasti tidak
akan senang hatinya bila mengetahui bahwa orang yang dikasihinya dimasukkan
ke dalam neraka." Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah Swt.: Dan
orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-
istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami). (Al-Furqan: 74)
Sanad asar ini sahih, tetapi para ahli sunan tidak ada yang mengetengahkannya.
81
Ibnu Qayyim juga menyebutkan bebrapa hikmah di balik syari‟at aqiqah
dan penyembelihan kambing ini, di antaranya:
a. Menghidupkan sunah Nabi
b. Taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah dan syukur kepada-Nya
c. Membebaskan anak bayi dari pergadaian.
d. Penyebbab kebaikan anak, pertumbuhannya, keselamatannya, panjang
umurnya, dan terhindar dari gangguan setan.
Selain itu rasa takut seorang hamba kepada tuhannya bagaimana dia
mengekspresikannnya. Dalam al-Qur‟an mengisyaratkan bahwa sebelum turun ke
alam jasmani ruh pernah mengadakan perjanjian primordial dengan tuhan untuk
selalu mengingat dan mencintai-Nya. Itulah sebabnya, menurut kalangan sufi,
kerinduan akan tuhan itu sedikit terobati dan hati menjadi tenang ketika seseorang
berdoa dan merasakan keintiman dengan tuhan. Dalam hidup ini tidak ada orang
yang tidak takut akan kehilangan. Bawah sadar seseorang yang menyimpan
rangkaian kenangan pahit masa lalu menuntuk konpensasi dan substitusi.orang
dilanda perasaan takut kehilangan bisa berprilaku aneh-aneh yang semuanya
menunjukkan kepribadian yang tidak matang dan jiwa yang tidak sehat. Bahkan
sejarah pernah mencatat, banyak tragedi sosial-politik yang memakan banyak
korban manusia dan harta semata karena ulah seseorang atau kelompok yang takut
kehilangan kekuasaan yang telah lama dipeluknya. Namun ada juga fenomena
lain, karena seseorang menyadari bahwa betapa sempitnya usia manusia dan
kesempatan berbuat baik, maka kesempatan yang ada dimanfaatkan secara
optimal untuk beramal saleh ataupun menembus berbagai dosa dan kesalahan
82
masa lalu.8 Dengan beribadah dan beramal secara tidak langsung mendekatkan
diri kepada Allah Swt. karena takut akan keagungannya.
Surah al-Baqarah ayat 155:
ر الصاب لونكم بشيء من الوف والوع ون قص من األموال واألن فس والثمرات وبش رين ولنب
Artinya:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar.”
Dalam tafsir al-Maraghi menurut Ahmad Mustofa Al-Marghi bahwa,
sungguh allah akan Allah akan menguji dengan aneka ragam percobaan. Misalnya
perasaan takut teradap musuh dan adanya musibah yang wajar terjadi, seperti
kelaparan dan kekurangan buah-buahan (paceklik). Bagi orang yang berimn
kepada Allah, keadaan seperti ini akan dilaluinya, sekalipun terisolir dri
lingkungan keluarga, bahkan diusir tanpa membawa sesuatu. Sampai-sampai
karena laparnya, orang-orang beriman jika memerlukan makan hanya cukup
dengan menghisap buah kurma, lalu disimpannya kembali mengingat jangka yang
8 Komarudin Hidayat, Tuhan Begitu Dekat, Menangkap makna-makna Tersembunyi Di
balik Perintah Beribadah, (Jakarta: Paramadina, 2002). h. 25-28.
83
masih panjang. Terutama sekali ketika mereka berlaga di medan perang Ahzab
dan Tabuk.9
Allah juga menguji mereka dengan terbunuh di medan perang, atau mati
karena sakit. Sebab ketika kaum muslimin melakukan hijrah ke madinah, disitu
terjangkit wabah penyakit panas dingin yang luar biasa.
Ayat di atas memberikan pengertian bahwa iman itu tidak menjamin
seseorang untuk mendapatkan rizki yang banyak, kekuasaan atau tidak ada rasa
takut. Tetapi semuanya itu justru berjalan sesuai dengan ketetuan sunnatullah
yang berlaku untuk hamba-Nya, jika terdapat sesuau musibah, maka musibah itu
tidak dapat dihalangi dan akan menimpanya, tetapi bagi seseorang yang
mempunyai kesempurnaan iman, dan dirinya sudah mempunyai pengalaman
digembleng dalam penderitaan, maka adanya musibah itu akan semakin
membersihan jiwa.
9 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. AnshoriUmar sitanggal, dkk,
(Semarang:Karya Toha Putra, 1993. Th.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada akhirnya saya mengakhiri penelitian dengan menampilkan
kesimpulan dan saran pada bab terakhir ini. Kesimpulan di bab ini merupakan
jawaban dari rumusan masalah yang diteliti. Sedangkan saran dalam bab ini
memuat berbagai rekomendasi yang ditemukan dalam penelitian ini yang bisa
ditindak lanjuti.
Lafadz khalaqa lebih banyak digunakan dalam penciptaan langit dan bumi
dapat mengandung makna bahwa penciptaan berdasarkan suatu sistem yang Allah
telah tetapkan, yaitu sistem yang sangat rapi. Ja’ala mempunyai satu objek,
berarti khalaqa (menciptakan) dan ikhtara’a (membuat atau menjadikan), yakni
menjadikan, menciptakan, dan membuat sesuatau yang sudah ada sebelumnya.
Sedangkan Khauf adalah perasaan takut yang disertai cemas dan khawatir
terhadap keselamatan diri seseorang, khauf banyak digunakan untuk
menggambarkan adanya perasaan tentang bahaya yang dapat mengancam, orang
yang mengalami khauf bisa mendekat dan bias menjauh tergantung objek. Kata
khauf ditunjukkan untuk semua makhluk selain Allah Swt.
Kemudian khasyyah, takut yang dimaksud adalah perasaan takut yang
disertai dengan pengagungan terhadap yang ditakuti, walaupun seorang yang takut
adalah orang yang kuat. Takut terhadap kebesarannya, takut terhadap
kekuasaannya karena pengetahuan seseorang yang khasyyah dengan yang
ditakuti, sehingga ada rasa untuk lebih dekat kepada yang ditakuti.khasyyah hanya
85
dikhususkan kepada Allah Swt.. Karena mereka adalah orang-orang yang
mengetahui akan kekuasaan dan keagungan Allah Swt.
B. Saran-saran
Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, penulis sangat menyadari
bahwa penelitian ini jauh dari kata cukup apalagi sempurna. Sehingga penulis
yakin bahwa penelitian ini meninggalkan banyak kesalahan dan kekurangan di
dalamnya. Karena itu penelitian ini sesungguhnya tidak dapat dikatakan telah
selesai, masih banyak hal yang dapat dikaji dari penelitian ini lebih dalam lagi.
Diantaranya yaitu pengkajian secara mendetail mengenai konsep mutarâdif dalam
al-Qur’an. Mengingat banyaknya kata dalam al-Qur’an yang memiliki kesamaan
makna, akan tetapi memiliki perbedaan dari segi penggunaaan kata.
86
DAFTAR PUSTAKA
Abû Bakr Ibn „Abd al-Qahir Ibn Abd al-Rahman Ibn Muhammad al-Jurjani, Kitab
al-Ta’rifât, Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2009.
al-Asfahani, Al-Ragib. Mu’jam Mufradât li Alfaz al-Qur’an Beirut: Dār al-Fikr,
2008
Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI dengan Lembaga Ilmu
pengetahuan Indonesia (LIPI), Penciptaan Manusia dalam perspektif Al-
qur’ᾱn dan sains (Tafsir ‘ilmi), Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-
Qur‟an, 2010
Bakir, Moh. “Konsep Maqâsid al-Qur‟an Perspektif Badi‟ al-Zaman Sa‟id Nursi
(Upaya Memahami Makna al-Qur‟an Sesuai dengan Tujuannya),” Jurnal
Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Vol. I, 01 Agustus 2015.
Baqi, Muhammad Fuad „Abdul. Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadz al- Qur’an al-
karim. Beirut: Dar al-Fikr, 1987.
Bucaille Maurice Dr., Asal-usul Manusia menurut Bibel Al-Qur’an Sains.
Bandung: PT. Mizan, 1986
Bollata, Issa, kata pengantar dalam ‘Aisyah Bint al-Syati’, Tafsir Bint al-Syati’,
terj. Muzakir. Bandung: Mizan 1996.
Chaer, Abdul, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2013.
Fawaid, Ahmad “Kaidah Mutarâdif al-Fâẓ dalam al-Quran”, Jurnal Mutawatir,
IAIN Nurul Jadid Probolinggo, Vol. V. 01 juni 2015.
Gulen, Muhammad Fetullah. Tasawuf: Untuk Kita Semua, Menapaki Bukit-bukit
Zamrud Kalbu Melalui Istilah-istilah dalam Praktik Sufisme. Jakarta:
Republika, 2013.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta, Pustaka panjimas, 1988.
Hasyim, Muhammad Syarif 2012. Al-‘Ālam Dalam Alquran: (Analisis tentang
Ayat-ayat Penciptaan). Vol. 9, No.1 55-85
Hidayat, Komarudin. Tuhan Begitu Dekat, Menangkap makna-makna
Tersembunyi Di balik Perintah Beribadah, Jakarta: Paramadina, 2002.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012.
87
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Penciptaan Bumi dalam perspektif Al-
Qur’an dan Sains (Tafsir ‘Ilmi), Jakarta: Lajnah Pentashihan MushafAl-
Qur‟an, 2010, Cet. Ke-1.
al-Munajjad, Muhammad Nuruddin, al-Tarâduf fi al-qur’ân al-Karîm Baina al-
Mazâriyah Wa al-Tatbīq, tp.t.th
Manzur, Ibnu, Lisân al-‘Arab. Kairo: Dâr al-Ma‟ârif, t.th.
Ahmad, Syadali dan Rofi‟I, Ahmad, Ulumul Qur’an I, Bandung: Pustaka Setia,
2000.
Mukhtar „Umar, Ilm al-Dalalah, cet. Ke-1 Kuwait: Maktabah Dar „Urubah, 1982.
Rahman Fazlur, Tema Pokok Al-Qur’an, terj. Anas Mahyudin. Bandung: PT.
Pustaka, 1996, cet. Ke-2.
Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an. Bandung: PT. Mizan,2007, cet. Ke-1.
Kaidah Tafsir: Syarat Ketentuan dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam
Memahani ayat-Ayat al-Qur’an. Tangerang: PT. Lentera Hati, 2013
“Menyingkap Tabir Ilahi, Asma al-Husna Perspektif al-Qur’an”, Lentera Hati,
Ciputat, Cet.III, 2000.
Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat.
Bandung: PT. Mizan, 1992.
Tafsir Al- misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, jil. 4, Jakarta: Lentera
Hati, 2002.
Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu`i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung:
PT. Mizan, 1997.
Saleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam
Pandangan Fazlur Rahman. Ciputat: PT. Sulthan Thaha Press, 2007.
al-Suyuṭi, Jalaluddin, al-Munzir ‘ulûm al-Lugah wa ‘Anwâ’uhâ Kairo: Maktabah
Dâr al-Turas.
Taslaman Caner, Miracle Of The Quran, Keajaiban al-Qur’an Mengungkap
Penemuan-penemuan Ilmiah Modern. Bandung: PT. Mizan 2011, cet. Ke- 2
al-Tabarî, Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr. Tafsir al-Tabarî. Penerjemah Ahsan
Askan. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
Ya‟qub, Emil badi‟, Mausû’ah Ulûm al-‘Arâbiyah Beirut: Dar al-Kutub al-
„Ilmiyah, 2006.
Zakarīya, Abū al-husain Ahmad ibn Fᾱris ibn. Mu’jam Maqᾱyīs al-Lughah.
Kairo, Mesir: Maktabah al-Khanji, 1981.
88
Dari Web:
Namedia, Metodologi Penafsiran Dr. Aisyah Abdurrahman (Bintu Syathi), from
https://milahidayah.wordpress.com/2014/10/01/metodologi-penafsiran-dr-
aisyah-abdurrahman-bintu-syathi/. Pada Tanggal 20 Januari 2018 pukul
11.10.
www.idblognetwork.com, keadilan Al-Khaliq dan Persamaan kepada Keadilan.