skripsi

Upload: achmad-hibatullah

Post on 10-Jan-2016

69 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

File ini berisi skripsi

TRANSCRIPT

  • i

    STUDI KOMPARATIF

    HISAB GERHANA BULAN DALAM

    KITAB AL-KHULASHAH AL-WAFIYYAH

    DAN EPHEMERIS

    S K R I P S I

    Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)

    Dalam Ilmu Syariah

    Oleh :

    WAHYU FITRIA

    NIM : 0 7 2 1 1 1 0 8 2

    KONSENTRASI ILMU FALAK

    JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH

    FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

    S E M A R A N G

    2011

  • ii

  • iii

  • iv

    DEKLARASI

    Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis

    menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang

    pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

    Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-

    pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat

    dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

    Semarang, 13 Juni 2011

    Deklarator

    Wahyu Fitria

    0 7 2 1 1 1 0 82

  • v

    ABSTRAK

    Gerhana bulan merupakan fenomena unik yangmana pada zaman dahulu

    fenomena alam ini ditakuti oleh masyarakat. Bahkan pada zaman Rasulullah

    fenomena gerhana diyakini masyarakat sebagai suatu pertanda akan lahir atau

    meninggalnya seseorang. Berbeda dengan zaman sekarang, fenomena unik ini

    dijadikan ajang observasi dan kajian ilmiah masyarakat, akan tetapi sangat sedikit

    yang melakukannya, karena tidak banyak orang yang mengetahui perhitungan

    tentang gerhana, sehingga tidak tahu kapan gerhana itu terjadi.

    Untuk mengetahui kapan gerhana bulan ini terjadi, ulama menggolongkan

    atas hisab urfi (istilahi) dan hisab haqiqi (haqiqi bi al-taqrib, haqiqi bi al-tahqiq dan kontemporer). Ilmu hisab tersebut ada yang tertuang dalam bentuk buku,

    software dan kitab. Salah satu ilmu hisab yang tertuang dalam kitab adalah kitab

    al-Khulashah al-Wafiyyah yang tergolong hisab haqiqi bi al-tahqiq. Meskipun

    tergolong kitab haqiqi bi al-tahqiq, semua bentuk hisab dimunculkan dalam kitab

    al-khulashah al-wafiyyah, mulai dari hisab 'urfi, hisab haqiqi bi al-taqrib dan

    hisab haqiqi bi al-tahqiq. Dalam menghitung terjadinya gerhana bulan, kitab ini

    ada yang datanya diambil dari data logaritma. Kitab yang dibuat pada tahun 1930-

    an ini sampai sekarang masih digunakan, bahkan menjadi bahan rujukan

    dibeberapa lembaga keilmuan falak. Berangkat dari sinilah penulis mencoba

    menelaah bagaimanakah metode yang digunakan oleh kitab al-Khulashah al-

    Wafiyyah dan ephemeris serta bagaimana dasar hukum hisab gerhana bulan yang

    digunakan kitab al-Khulashah al-Wafiyyah dan ephemeris.

    Untuk mempermudah penyelesaian skripsi ini, penulis menggunakan

    metode Library research (penelitian kepustakaan). Sumber data primernya

    yaitu data yang diperoleh dari kitab al-Khulashah al-Wafiyyah, sedangkan data

    sekundernya adalah seluruh dokumen, buku-buku dan juga hasil wawancara yang

    berkaitan dengan obyek penelitian. Data-data tersebut dianalisis dengan cara

    pendekatan Kualitatif yaitu berupa metode content analisis atau analisis isi. Selain

    itu penulis juga menggunakan analisis komparatif, dalam hal ini akan penulis

    komparasikan hisab kitab al-Khulashah al-Wafiyyah dengan hisab kontemporer.

    Menurut penulis, metode hisab kitab al-Khulashah al-Wafiyyah jika

    dibandingkan dengan hisab kontemporer, maka hasilnya masih di bawah hisab

    kontemporer, karena data-data yang di gunakan hisab kontemporer lebih valid dan

    lebih akurat, dan dalam pengambilan datanyapun sudah menggunakan tabel yang

    sudah diprogram dalam komputer. Metode dan data yang berbeda menyebabkan

    adanya hasil yang berbeda pula. Bahkan seorang hasib yang melakukan

    perhitungan manual akan menghasilkan perhitungan yang berbeda dengan hasib

    lainnya yang menghitung secara manual juga. Selain itu dalam setiap hisab

    tentunya terdapat kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki.

    Dan dasar yang digunakan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah yang

    menjelaskan bahwa gerhana terjadi bukan karena kematian atau hidupnya

    seseorang. Karena gerhana merupakan salah satu tanda keEsaan Allah yang

    diperlihatkan pada ummat manusia.

    Kata kunci: Hisab, Gerhana Bulan, Kitab al-Khulashah al-Wafiyyah-ephemeris

  • vi

    M O T T O

    Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang,

    matahari dan bulan. janganlah bersujud kapada matahari dan jangan

    pula kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang

    Menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kapada-Nya.1

    (QS. Fushshilat: 37)

    1 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: Syaamil Cipta

    Media, 2005, hlm 480.

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini kupersembahkan untuk:

    Bapak dan Ibu tercinta

    (Daryadi dan Hartik Sri Wahyuni)

    yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang.

    Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doa yang tiada

    hentinya kalian berikan kepadaku selama ini.

    Adik-adikku tersayang (Risca Wulandari (bul-bul), Evi Yulianingsih (si-

    centil), Ahmad Abdul Ghani, Ahmad Jauhari Amsar) dan seluruh

    keluarga besarku tercinta, dukungan serta doa kalian, semoga Allah

    membalas kebaikan kalian semua.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

    telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahnya, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi yang berjudul: Studi Analisis Hisab Gerhana Bulan

    dalam Kitab Al-Khulashah Al-Wafiyyah, dengan baik tanpa banyak kendala

    yang berarti. Shalawat serta salam senantiasa penulis sanjungkan kepada Nabi

    Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya

    yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang

    benderang seperti sekarang ini.

    Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih

    payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari

    usaha dan bantuan, pertolongan serta doa dari berbagai pihak yang telah

    membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, penulis

    sampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala doa,

    perhatian, pengorbanan, nasehat dan curahan kasih sayangnya yang tidak

    dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-kata.

    2. Kementerian Agama RI PD. Pontren, yang telah memberi kesempatan

    mendapat Beasiswa Santri berprestrasi selama penulis menempuh

    pendidikan S1 di IAIN Walisongo Semarang .

    3. DR. Imam Yahya, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN

    Walisongo Semarang dan Muhyiddin, M.Ag (Dekan sebelumnya), beserta

    Pembantu-pembantu Dekan, yang telah memberikan izin kepada penulis

    untuk menulis skripsi dan memberikan fasilitas belajar selama belajar di

    IAIN Walisongo Semarang.

    4. Muhammad Saifullah, M. Ag selaku pembimbing I, atas bimbingan dan

    pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas.

  • ix

    5. Ahmad Syifaul Anam, S.H.I, M.H selaku pembimbing II, atas bimbingan

    dan arahan serta selalu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan

    penulisan skripsi ini.

    6. Mohammad Arja Imroni, M. Ag selaku Kaprodi, dan Drs. Eman

    Sulaeman, M.H. (Kaprodi sebelumnya) beserta segenap pengelola Prodi

    Konsentrasi Ilmu Falak, yang selalu memberikan kasih sayang dan telah

    bersusah payah memberikan arahan dan bimbingan sepenuhnya kepada

    penulis dan teman-teman KIF lainnya selama belajar di Semarang, serta

    dosen-dosen dan karyawan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang,

    atas segala didikan, bantuan dan kerjasamanya.

    7. Drs Slamet Hambali, selaku Kyai penulis yang telah memberi pemahaman

    tentang Ilmu Falak.

    8. Drs Anshori (ahli waris Zubair Umar al-Jaelany) atas wawancaranya dan

    semua data serta informasinya yang diberikan kepada penulis.

    9. Kyai Siradj Khudlari dan H. Ahmad Izzuddin, M. Ag selaku Pengasuh

    Pondok Pesantren Daarun Najaah di mana penulis tinggal selama kuliah di

    IAIN Walisongo Semarang, atas doa, motivasi, nasehat dan bimbingan

    yang diberikan kepada penulis.

    10. Keluarga Besar Ponpes Darul Ulum Jombang, Abah Kholil, para Ustadz/

    Ustadzah atas segala motivasi dan ilmu yang diberikan.

    11. Teman-teman CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang khususnya teman-

    teman angkatan 2007, Genk Star tercinta (Yoyo, Usro, Anop, Jadul, Ibor,

    Mahyo, Niez, Entong, Katrok, Mbah Uti, Saroful, Bekong, Ada Ben,

    Nyonyon, Ipeh, Opil, Aro, Ifa, Mbah Anshor, Gus Kriwil, Iyan, Oji, Jay

    ndut, Gus Faqih, Ncep, Yosi, Sule, Hasan, Remon).

    12. Gus Sayful Mujab, S.H.I, M.S.I., dan Ahmad Fadholi S.H.I atas segala

    bantuan dan pengarahannya, Purwanto (angkatan 08), Chanif (angkatan

    08), masrurah (angkatan 08), dan seluruh teman yang meminjamkan

    notebooknya dalam rangka penulisan skripsi ini dan teman-teman yang

    tidak dapat penulis sebutkan, trima kasih untuk semuanya.

  • x

    13. Segenap santriah Pondok Pesantren Putri Daarun Najaah khususnya

    Kamar pantai (bul-bul, yen-yen, gep-gep, otong, mak cik, panjul, oles).

    14. Teman-teman KKN ke-56, khususnya posko 18, dan seluruh kerabat di

    Desa Bulu Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang, cacak, nyon, mbak

    risma, mas yan, mas ndon, mas astro dan mas troy.

    15. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada

    penulis selama studi di Prodi Ilmu Falak Fakultas Syariah IAIN

    Walisongo Semarang.

    16. Dan yang terakhir adalah kepada seorang kekasih terkasih yang cintanya

    selalu bersemi dan selalu setia mendampingi, menghibur dan menjadi

    spirit dengan kekuatan cinta dan kasih sayang juga kesetiaan atas

    terselesainya skripsi ini.

    Atas semua kebaikannya, penulis hanya mampu berdoa semoga Allah

    membalas semua kebaikan kalian dengan balasan yang lebih baik.

    Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

    Semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis

    mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

    Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

    khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.

    Semarang, 13 Juni 2011

    Penulis,

    Wahyu Fitria

    NIM. 072111082

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL SKRIPSI ....................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

    HALAMAN DEKLARASI ............................................................................. iv

    HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. v

    HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vii

    HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................... viii

    HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................. xi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................. 14

    C. Tujuan Penelitian .............................................................. 15

    D. Telaah Pustaka ................................................................. 15

    E. Metode Penelitian ............................................................. 17

    F. Sistematika Penulisan ...................................................... 19

    BAB II HISAB RUKYAH GERHANA BULAN

    A. Pengertian Gerhana Bulan.................................................. 20

    B. Macam-macam Gerhana Bulan .......................................... 30

    C. Dasar Hukum Gerhana Bulan ........................................... 36

    D. Obyek Pembahasan Gerhana Bulan ................................... 39

    E. Sejarah Gerhana Bulan ....................................................... 44

    BAB III METODE HISAB GERHANA BULAN DALAM KITAB AL-

    KHULASHAH AL-WAFIYYAH DAN EPHEMERIS

    A. Biografi Intelektual Zubair Umar al-Jaelany ................... 49

  • xii

    B. Gambaran Umum tentang Kitab al-Khulashah al-

    Wafiyyah ......................................................................... 53

    C. Konsep Hisab Gerhana Bulan dalam Kitab al-

    Khulashah al-Wafiyyah ..................................................... 57

    D. Sejarah Ephemeris .......................................................... 68

    E. Konsep Hisab Gerhana Bulan dalam Ephemeris ............. 74

    BAB IV ANALISIS METODE HISAB GERHANA BULAN DALAM

    KITAB AL-KHULASHAH AL-WAFIYYAH DAN

    EPHEMERIS

    A. Analisis terhadap metode hisab gerhana bulan dalam

    kitab al-Khulasah al-Wafiyah dan Ephemeris ................. 80

    B. Analisis Dasar Hukum hisab gerhana bulan yang

    digunakan dalam kitab al-Khulasah al-Wafiyah dan

    Ephemeris ......................................................................... 96

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................... 104

    B. Saran-Saran ...................................................................... 105

    C. Penutup ............................................................................. 106

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG MASALAH

    Fenomena gerhana sudah sering didengar, bahkan fenomena ini sering

    dibicarakan dan kehadirannya dikaitkan dengan pertanda zaman atau pertanda

    sesuatu yang menyeramkan. Akibatnya bila melakukan sesuatu yang dianggap

    tidak biasa ketika fenomena ini terjadi, akan mendapat musibah yang besar.1

    Gerhana merupakan padanan kata eclipse (dalam bahasa inggris) atau

    ekleipsis (dalam bahasa yunani) atau eklipsis (dalam bahasa latin).2 Sedangkan

    dalam bahasa arab dikenal dengan istilah kusuf atau khusuf 3. Pada dasarnya

    istilah kusuf dan khusuf dapat digunakan untuk menyebut gerhana matahari

    atau gerhana bulan. Hanya saja, kata kusuf lebih dikenal untuk menyebut

    gerhana matahari, sedangkan kata khusuf untuk gerhana bulan.4

    Kusuf berarti menutupi, menggambarkan adanya fenomena alam

    bahwa (dilihat dari bumi) bulan menutupi matahari, sehingga terjadi gerhana

    matahari. Sedangkan khusuf berarti memasuki, menggambarkan fenomena

    alam bahwa bulan memasuki bayangan bumi, hingga terjadi gerhana bulan.5

    Zaman dahulu gerhana merupakan fenomena alam yang ditakuti oleh

    masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari penamaan gerhana dengan kata eclipse

    (gerhana) yang berasal dari bahasa yunani Ekleipsis (peninggalan), yang

    1 Kementrian Agama RI, Islam Untuk Disiplin Astronomi, Jakarta: Direktorat Jenderal

    Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000, hlm 76. 2 Ibid.

    3 Abis Bisri, et al, Kamus Al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progresif, Cet ke 1, 1999, hlm 84.

    4 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka,

    2008, Cet ke 3, hlm 187. 5 Ibid,

  • 2

    menunjukkan betapa orang-orang zaman dahulu takut terhadap fenomena ini,

    yaitu sewaktu matahari ataupun bulan lenyap dari pandangan mata, tampak

    benda langit itu sungguh-sungguh meninggalkan manusia. Mereka menyangka

    fenomena gerhana merupakan tanda-tanda kurang baik atau bencana.6 Zaman

    Rasulullah SAW pun fenomena gerhana ini diyakini masyarakat sebagai suatu

    pertanda akan lahir atau meninggalnya seseorang. Namun keyakinan ini

    dibantah oleh hadits yang diriwayatkan Bukhari yang berbunyi:

    : :

    :

    ( )

    Artinya: Asbagh telah bercerita kepada kami bahwasanya ia berkata: Ibnu Wahab telah bercerita kepada-ku, ia berkata: telah bercerita

    kepada-ku Umar dari Abdur Rahman bin Qasim bahwa ia telah

    bercerita kepada-nya dari ayah-nya. Dari Ibnu Umar r.a,

    bahwasanya Umar mendapat berita dari Nabi SAW: sesungguhnya

    matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian

    atau hidupnya seseorang, tapi keduanya merupakan tanda diantara

    tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian melihat keduanya

    (gerhana), maka shalatlah.

    Hadits di atas dapat dimengerti bahwasanya terjadinya gerhana bukan

    karena kematian atau hidupnya seseorang, melainkan sebagai salah satu tanda

    kebesaran Allah, sehingga bisa direnungkan kembali tanda keMahabesaran-

    Nya sebagai penguasa dan pemelihara langit yang tak pernah lengah.

    6 Disampaikan oleh Shofiyulloh pada waktu Kajian Ilmiah Falakiyah para ahli hisab

    PWNU Jawa Timur di P.P. As-Sunniyyah Kencong Jember yang dilaksanakan tanggal 29 - 31

    Agustus 2003. Dan bisa di akses di http://lubanghitam.com// (di akses tanggal 7 maret 2010). 7 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail ibnu Ibrahim bin al-Mughirah bin

    Bardazabah al Bukhari al Jafii, Shahih al-Bukhari, Juz 1, Beirut, Libanon: Daar al-Kitab al-alamiyyah, t.t, hlm 316.

  • 3

    Berbeda dengan zaman modern sekarang, fenomena gerhana tidak lagi

    ditakuti manusia, malah dijadikan sebagai ajang observasi dan kajian ilmiah,

    hal ini disebabkan fenomena gerhana dapat dijelaskan dengan sempurna dan

    logis sebagai suatu fenomena langit yang mana semua benda langit berada di

    sekitar Matahari dan di terangi olehnya, masing-masing mempunyai bayangan

    yang menjulur ke dalam ruang angkasa, menjauhi matahari.8

    Secara umum, fenomena gerhana adalah suatu peristiwa jatuhnya

    bayangan benda langit ke benda langit lainnya, yang kadangkala benda langit

    tersebut menutupi seluruh piringan matahari, sehingga benda langit yang

    kejatuhan bayangan benda langit lainnya, tidak bisa menerima sinar matahari

    sama sekali. Dan kadangkala benda langit tersebut menutupi sebagian piringan

    matahari, sehingga benda langit yang kejatuhan bayangan benda langit

    lainnya, hanya bisa menerima sebagian sinar matahari.9

    Dalam ilmu falak, gerhana hanyalah merupakan kejadian terhalangnya

    sinar matahari oleh bulan yang akan sampai ke permukaan bumi (gerhana

    matahari). Atau terhalangnya sinar matahari oleh bumi yang akan sampai ke

    permukaan bulan pada saat bulan purnama (gerhana Bulan). Semua ini

    memang merupakan kebesaran dan kehendak Tuhan semesta.10

    Ilmu astronomi, mengartikan fenomena gerhana dengan tertutupnya

    arah pandangan pengamat ke benda langit oleh benda langit lainnya yang

    8 Shofiyulloh, Loc. Cit.

    9 Shofiyulloh, Loc. Cit.

    10 Badan Hisab dan Rukyat Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek

    Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm 20.

  • 4

    lebih dekat dengan pengamat.11

    Menurut Cecep Nurwendaya / Widya Sawitar,

    fenomena gerhana adalah peristiwa yang sangat wajar dan biasa terjadi. Hal

    ini dilihat dari sifat Bulan yang mengedari Bumi, sementara Bumi mengedari

    Matahari. Bumi dan Bulan sama-sama tidak memancarkan cahaya sendiri,

    hanya mendapat cahaya utamanya dari Matahari. Dengan demikian, akan

    dimengerti kalau Bumi dan Bulan memiliki bayang-bayang, baik bayang-

    bayang utama yang disebut umbra12

    maupun bayang-bayang samar atau

    penumbra13

    . Jadi dapat dimaklumi juga apabila permukaan Bumi terkena

    bayang-bayang Bulan, terjadilah gerhana Matahari, Atau sebaliknya, jika

    Bulan memasuki bayang-bayang Bumi, maka akan terjadi gerhana Bulan.14

    Dalam kehidupan nyata, masalah gerhana ini jarang dibahas, tidak

    seperti halnya masalah penentuan awal bulan kamariyah, pelurusan arah kiblat

    dan sebagainya yang sering mendapat perhatian khusus. Padahal ketika terjadi

    gerhana juga terdapat unsur ibadah. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi yang

    diriwayatkan oleh Aisyah yang berbunyi:

    : ,

    ( )

    11

    Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak (Metode Hisab-Rukyat dan Solusi Permasalahannya),

    Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm 79 12

    Umbra adalah sebutan umum bagi daerah tergelap suatu bayangan yang sama sekali

    tidak mendapat sumber cahaya. 13

    Penumbra adalah sebutan umum daerah bayangan yang tidak sepenuhnya gelap. 14

    Disampaikan oleh Cecep Nurwendaya/Widya Sawitar pada waktu pelatihan Gerhana

    Bulan Sebagian di Planetarium dan Observatorium Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi

    Provinsi DKI Jakarta yang bertepatan pada hari kamis jumat yang bertepatan tanggal 7-8

    September 2006, dan juga bisa diakses di www.dikmentidki.go.id (tanggal akses, 7 maret 2010). 15

    Shahih al-Bukhari, Op cit, hlm 317.

  • 5

    Artinya: Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Musallamah dari Malikan dari Isyam bin Urwah dari ayahnya Isyam dari Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya matahari dan

    bulan merupakan salah satu tanda dari beberapa tanda kebesaran

    Allah, dan tidak mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya

    seseorang, maka apabila kamu melihat keduanya (gerhana matahari

    dan bulan) hendaklah berdoa kepada Allah, bertakbir, melaksanakan shalat dan bersedekah.

    Hadits tersebut menjelaskan bahwasanya ketika terjadi gerhana, baik

    gerhana matahari maupun gerhana bulan, Rasulullah SAW menganjurkan

    kepada kita untuk melaksanakan shalat gerhana, memperbanyak doa,

    memperbanyak takbir dan memperbanyak shadaqah. Hal ini menunjukkan

    bahwa betapa pentingnya fenomena gerhana ini, karena dengan adanya

    fenomena ini dapat meningkatkan ketaqwaan kepada sang Maha Pencipta.

    Dilihat dari kaca mata fiqh hisab rukyah, dalam persoalan gerhana,

    khususnya gerhana bulan, tidak tampak adanya sekat atau persoalan yang

    terjadi antara madzhab hisab dan madzhab rukyah, walaupun pada dasarnya

    kedua madzhab tersebut juga ada dalam persoalan gerhana matahari dan

    gerhana bulan. Madzhab hisab yang disimbolkan mereka dengan memakai

    cara menghitung (kapan) terjadi gerhana, dan madzhab rukyah yang

    disimbolkan oleh mereka yang menyatakan terjadi gerhana dengan langsung

    melihatnya.16

    Gerhana Bulan mulai terjadi ketika bulan memasuki penumbra dan

    berakhir ketika bulan meninggalkan penumbra. Namun, terjadi sedikit

    penggelapan yang berarti sampai bulan memasuki umbra.17

    Artinya gerhana

    16

    Ahmad Izzuddin, Loc. cit. 17

    Berdnard S. Cayne dkk, Ilmu Pengetahuan Populer, Edisi 13, Jakarta: CV Prima

    Printing, 2005, hlm 144.

  • 6

    bulan ini terjadi pada saat istiqbal (oposisi),18

    yakni sekitar tanggal 14, 15, 16

    (pada saat bulan purnama) dalam bulan kamariyah. Lihat gambar 1:

    Gambar 1: Gerhana Bulan

    Jika kita memperhatikan piringan bulan yang memasuki bayangan inti

    bumi (seperti gambar di atas), maka gerhana bulan terdiri dari empat macam,

    yaitu gerhana Bulan Total, gerhana Bulan Sebagian, gerhana Bulan Penumbra

    Total dan gerhana Bulan Penumbra Sebagian.19

    Gerhana Bulan Total terjadi manakala posisi bumi-bulan-matahari

    terletak pada satu garis lurus, sehingga seluruh piringan bulan berada di dalam

    bayangan inti bumi atau Umbra bumi. Inilah saat fase gerhana maksimum

    gerhana, maksimum durasi terjadi gerhana Bulan Total bisa mencapai lebih

    dari 1 jam 47 menit. Sedangkan gerhana Bulan Sebagian terjadi manakala

    18

    Istiqbal artinya berhadapan, yaitu suatu fenomena saat matahari dan bulan sedang

    berhadap-hadapan, sehingga antara keduanya memiliki selisih bujur astronomi sebesar 180. Pada saat ini pula bulan berada pada phase purnama. Dalam ilmu astronomi istiqbal ini dikenal dengan

    oposisi. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hlm 38. 19

    Disampaikan pada Diklat Hisab Rukyah Tingkat lanjut di Lingkungan Depertemen Agama Provensi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, oleh Ahmad Izzuddin, yang diselenggarakan

    oleh Kementrian Agama RI Balai Pendidikan Dan Pelatihan Keagamaan Semarang, hari Kamis-

    Senin, 29 Oktober 9 November 2009 di MAJT Semarang.

  • 7

    posisi bumi-bulan-matahari tidak pada satu garis lurus, sehingga hanya

    sebagian piringan bulan saja yang memasuki bayangan inti bumi dan sebagian

    lagi berada dalam bayangan tambahan / Penumbra Bumi pada saat fase

    maksimumnya.

    Pada gerhana bulan jenis ke- 3 ini, seluruh bulan masuk ke dalam

    penumbra pada saat fase maksimumnya. Tetapi tidak ada bagian bulan yang

    masuk ke umbra atau tidak tertutupi oleh penumbra. Pada kasus seperti ini,

    gerhana Bulannya kita namakan gerhana Bulan Penumbral Total. Dan gerhana

    Bulan jenis terakhir ini, jika hanya sebagian saja dari bulan yang memasuki

    penumbra, maka gerhana Bulan tersebut dinamakan gerhana Bulan Penumbra

    Sebagian. Gerhana Bulan Penumbra biasanya tidak terlalu menarik bagi

    pengamat. Karena pada gerhana Bulan jenis ini, penampakan gerhana hampir-

    hampir tidak bisa dibedakan dengan saat bulan purnama biasa.

    Jadi fenomena gerhana bulan ini, bisa diibaratkan jatuhnya bayangan

    bumi kepermukaan bulan pada saat matahari dan bulan berhadapan dalam satu

    garis lurus. Keadaan seperti ini menjadikan sinar matahari tidak dapat

    menerobos ke bulan karena terhalang bumi.20

    Akibatnya bulan tidak dapat

    memantulkan sinar matahari ke bumi, sebab seperti yang kita tahu bahwa

    bulan tidak bercahaya tapi hanya memancarkan sinar.

    Kendati pada zaman sekarang fenomena ini menjadi ajang observasi

    dan kajian ilmiah masyarakat, akan tetapi sangat sedikit yang melakukannya,

    20

    Abdul Karim, Mengenal Ilmu Falak, Semarang Timur: Intra Pustaka Utama, Cet ke 1, 2006, hlm 28.

  • 8

    karena tidak banyak orang yang mengetahui perhitungan tentang gerhana,

    sehingga mereka tidak tahu kapan gerhana terjadi.

    Perhitungan tentang Gerhana Bulan sudah dikenal sejak zaman

    Babilonia. Hingga sekarang, perhitungan tersebut semakin berkembang,

    bahkan sudah dapat menghitung detik-detik terjadi dan berakhirnya Gerhana

    Bulan. Sebagaimana yang diketahui, Ilmu hisab merupakan ilmu yang

    berkembang terus menerus dari zaman ke zaman. Ini menandakan bahwa

    tingkat keakurasian dan kecermatan hasil perhitungannya akan semakin tinggi.

    Aliran-aliran hisab di Indonesia jika ditinjau dari segi sistem

    perhitungannya dan tingkat keakurasiannya dapat dibagi menjadi dua

    kelompok besar, yakni:21

    1. Hisab urfi

    Hisab urfi hanya didasarkan kepada kaidah-kaidah umum dari gerak atau

    perjalanan bulan mengelilingi Bumi dalam satu bulan sinodis, yakni satu

    masa dari ijtima / konjungsi yang satu ke konjungsi lainnya. Hisab ini

    dinamakan hisab urfi karena kegiatan perhitungannya didasarkan pada

    kaidah-kaidah yang bersifat tradisional, yaitu hanya didasarkan pada garis-

    garis besarnya saja. Sistem perhitungan hisab urfi ini senantiasa

    menggunakan bilangan tetap yang tidak pernah berubah. Oleh karena itu,

    terkadang hasil perhitungannya berbeda dengan hasil dari perhitungan

    hisab haqiqi.

    21

    Badan Hisab dan Rukyat Dep. Agama, Op cit, hlm 37-39.

  • 9

    2. Hisab haqiqi

    Hisab haqiqi adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan

    dan bumi yang sebenarnya. Sejarah hisab haqiqi dapat dirunut dari sejarah

    hisab haqiqi bi al-taqrib, karena dalam konteks Indonesia hisab haqiqi

    dapat dikelompokkan menjadi tiga generasi, yaitu hisab haqiqi bi al-taqrib

    dan hisab haqiqi bi al-tahqiq dan hisab haqiqi kontemporer.22

    a. Hisab haqiqi bi al-taqrib

    Hisab haqiqi bi al-taqrib, sesuai dengan julukannya, hasilnya

    baru mendekati kebenaran, dan sistemnya sangat sederhana. Hisab

    haqiqi bi al-taqrib ini dapat dihitung dan diselesaikan tanpa kalkulator

    dan komputer, karena sistem perhitungannya kebanyakan hanya

    menambah dan mengurangi belum menggunakan rumus-rumus

    segitiga bola. Hisab haqiqi bi al-taqrib adalah hisab yang datanya

    bersumber dari data yang telah disusun dan telah dikumpulkan oleh

    Ulugh Beyk As-Syamarqand (w.1420M). Data ini merupakan hasil

    pengamatannya yang didasarkan pada teori Geosentris (bumi sebagai

    pusat peredaran benda-benda langit).

    Sistem hisab haqiqi bi al-taqrib ini dapat dijumpai dalam kitab

    As-Sulam an-Naiyyirain karya Manshur al-Battawiy, Fatkhur-Rauf al-

    Mannan karya Abdul Djalil Kudus, dan dalam kitab al-Khulashah al-

    Wafiyyah karya Zubair Umar al-Jaelany. Dalam kitab As-Sulam an-

    Naiyyirain dan kitab Fatkhur-Rauf al-Mannan, sistem haqiqi bi al-

    22

    Disampaikan pada Seminar sehari oleh Drs Slamet Hambali, yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo semarang, hari Sabtu, 7 Nopember 2009 di Kampus

    IAIN Walisongo Semarang.

  • 10

    taqrib sudah final, sedangkan dalam kitab al-Khulashah al-Wafiyyah,

    sistem haqiqi bi al-taqrib belum final, baru proses awal yang harus

    dilalui untuk melakukan hisab haqiqi bi al-tahqiq.

    b. Hisab haqiqi bi al-tahqiq

    Hisab haqiqi bi al-tahqiq, merupakan lanjutan dari hisab haqiqi

    bi al-taqrib. Dalam hisab haqiqi bi al-tahqiq proses perhitungannya

    mendetail, dengan menggunakan rumus-rumus segitiga bola. Hisab

    haqiqi bi al-tahqiq adalah hisab yang metode perhitungannya

    berdasarkan data astronomis yang diolah dengan spherical

    trigonometri (ilmu ukur segi tiga bola) dengan koreksi-koreksi gerak

    Bulan maupun Matahari yang sangat teliti. Dalam menyelesaikan

    perhitungannya digunakan alat-alat perhitungan misalnya kalkulator

    ataupun komputer. Salah satu kitab yang membahas perhitungan

    gerhana Bulan yang sudah menggunakan sistem ini adalah Nurul

    Anwar karya Noor Ahmad Jepara dan al-Khulashah al-Wafiyyah karya

    Zubair Umar al-Jaelany Salatiga. Meskipun kitab-kitab tersebut

    perhitungannya termasuk sistem hisab haqiqi bi al-tahqiq , akan tetapi

    pada dasarnya sistem hisab yang ada pada kitab-kitab falak tergolong

    klasik. Karena metode perhitungannya hanya terbatas pada pemikiran

    pengarang dari kitab tersebut. Sedangkan dalam segi astronomi, ilmu

    hisab terus berkembang tanpa ada keterbatasan.

  • 11

    c. Hisab haqiqi kontemporer

    Hisab haqiqi kontemporer, adalah sebagaimana sistem hisab

    haqiqi bi al-tahqiq yang diprogram dalam komputer yang sudah

    disesuaikan dengan perkembangan ataupun temuan-temuan baru. Dan

    sistem hisab ini adalah sistem hisab yang paling menonjol dan banyak

    digunakan oleh ahli falak sekarang ini. Hisab kontemporer sendiri

    tertuang dalam beberapa model. Ada yang berbentuk data yang

    disajikan dalam bentuk tabel seperti Astronomical Almanac dan

    Ephemeris. Sedangkan yang lain dalam sebuah program komputer

    seperti mawaqiit karya Ing Khafid.

    Dari sistem perhitungan yang dijabarkan di atas, jika dilihat dari

    definisi kedua metode hisab diatas, maka metode hisab haqiqi kontemporer

    yang sudah cukup akurat untuk digunakan. Dimana metode tersebut dilakukan

    dengan sangat cermat, banyak proses yang harus dilalui, rumus-rumus yang

    dipergunakan lebih banyak menggunakan rumus-rumus segitiga bola. Dengan

    demikian akan dapat menghasilkan data yang valid untuk diterapkan, terutama

    dalam hal penentuan gerhana Bulan.

    Akan tetapi terdapat kitab yang tergolong hisab haqiqi bi al-tahqiq

    yang dibuat pada tahun 1930-an yang sampai sekarang masih digunakan,

    bahkan menjadi bahan rujukan dibeberapa lembaga keilmuan falak, dan hasil

    perhitungannyapun hampir mendekati hasil perhitungan hisab haqiqi

    kontemporer, yakni kitab al-Khulashah al-Wafiyyah karya Zubair Umar al-

    Jaelany, yang mana hisabnya hanya sebatas pemikiran penulis saja.

  • 12

    Kitab al-Khulashah al-Wafiyyah adalah sebuah kitab yang disusun

    oleh Zubair Umar al-Jaelany (salah seorang mantan Rektor IAIN Walisongo

    Semarang) berkisar pada tahun 1930-1935 M. Beliau menyusun kitab ini di

    Makkah al-Mukarramah. Selama berada di Makkah, Beliau berguru kepada

    Syaikh Umar Hamdan.23

    Oleh karena itu data-data astronomis dalam kitab al-

    khulashah al-wafiyyah menggunakan acuan tahun hijriyah menggunakan

    markaz Makkah al-Mukaramah, sehingga dalam melakukan perhitungan harus

    berhati-hati. Sebab di masa sekarang, pada umumnya waktu atau jam yang

    dipakai adalah menggunakan acuan GreenWich, sebagaimana waktu yang

    dianut ephemeris dengan sistem WIB, WITA dan WIT yang masing-masing

    dengan Green Wich berselisih 7 jam, 8 jam dan 9 jam.

    Zubair, yang mempunyai nama lengkap Zubair Umar Al-Jaelany, lahir

    di Pandangan kecamatan Pandangan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur, 16

    September 1908 M (Rabu Pahing, bertepatan 19 Sya'ban 1326 H / 1838 Jawa).

    Dan wafat di Salatiga pada tanggal 10 Desember 1990 M atau 24 Jumadil Ula

    1411 H. Menurut Ahmad Izzuddin,24

    beliau adalah seorang Ulama' juga

    akademisi yang terkenal sebagai pakar ilmu falak dengan karya

    monumentalnya kitab "Al-Khulashah al-Wafiyyah yang termasuk dalam

    kategori haqiqi bi al-tahqiq. Akan tetapi, meskipun tergolong kitab haqiqi bi

    al-tahqiq, semua bentuk hisab dimunculkan dalam kitab al-khulashah al-

    23

    Ahmad Syifa'ul Anam, Studi Tentang Hisab Awal Bulan Qomariyah Dalam Kitab al-Khulashah al-Wafiyyah Dengan Metode Haqiqi bit tahqiq, Skripsi Fakultas Syariah IAIN

    Walisongo Semarang, 1997, hlm 49. 24

    Ahmad Izzuddin, Zubair Umar al-Jaelany dalam Sejarah Pemikiran Hisab Rukyah di Indonesia, Laporan Penelitian Individual IAIN Walisongo Semarang, 2002, hlm 58-61.

  • 13

    wafiyyah, mulai dari hisab 'urfi,25

    kemudian hisab haqiqi bi al-taqrib lalu

    dilanjutkan kepada hisab haqiqi bi al-tahqiq.

    Zubair Umar Al-Jaelany menyusun kitab ini karena terpicu oleh

    sebuah kasus perselisihan tentang kapan terjadinya gerhana bulan di

    masyarakat. Oleh karena itu, Zubair Umar Al-Jaelany merasa terpanggil untuk

    menyusun sebuah kitab yang nantinya dapat dijadikan pegangan dalam

    perhitungan gerhana Bulan dan lain-lain.26

    Dalam kitab ini dijelaskan bahwasanya gerhana Bulan hanya terjadi

    ketika posisi istiqbal, yaitu pada saat bulan berada pada garis edar matahari

    atau dekat dengan matahari, dimana bumi terletak diantara keduanya sehingga

    bayangan bumi yang jatuh ke bulan menghadap ke matahari baik total ataupun

    sebagian, sehingga cahaya matahari tidak sampai pada bulan. Dengan

    demikian bulan dalam keadaan gelap sebagaimana aslinya, itulah yang disebut

    gerhana Bulan.27

    Ephemeris adalah hisab yang data-datanya sudah didasarkan pada

    peredaran matahari dan bulan setiap jam. Data yang berbentuk tabel tersebut

    merupakan data yang sudah di oleh sesuai dengan rumus matematika modern.

    Sehingga hasilnyapun akurat jika dibanding dengan hisab haqiqi lainnya.

    Hisab inilah yang bayak digunakan oleh kebanyakan ahli falak di Indonesia.

    Dalam perhitungan gerhana bulanpun, hasil hisabnya tepat dengan kejadian

    saat terjadinya gerhana bulan. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:

    25

    Hisab 'Urfi dalam al-khulashah al-wafiyyah diberi istilah hisab istilahi. 26

    Ahmad Syifa'ul Anam, Loc. Cit. 27

    Zubair Umar al-Jaelany, al-Khulashah al-Wafiyah, Surakarta: Melati, 1935, hlm 139-140.

  • 14

    Tabel perbandingan hisab antara kitab Al-Khulashah al-Wafiyyah dan Ephemeris

    No Model Hisab

    Perbandingan

    Al-Khulashah

    al-Wafiyyah Ephemeris

    1 Waktu Istiqbal (14 September 1932 M/13 Jumadil Ula 1351 H)

    Jam WIB 12 j 41

    m 58

    d 14

    j 02

    m 49.44

    d

    2 Mulai Gerhana (15 September 1932 M/14 Jumadil Ula 1351 H)

    Jam WIB 02j 32

    m 23

    d 02

    j 25

    m 31.38

    d

    3 Selesai Gerhana (15 September 1932 M/14 Jumadil Ula 1351 H)

    Jam WIB 06j 01

    m 11

    d 05

    j 48

    m 7.5

    d

    Berangkat dari latar belakang diatas, penulis dengan segenap

    kemampuan yang ada tertarik untuk mengulas lebih lanjut dan mengupas

    secara tuntas mengenai hisab gerhana bulan dalam kitab al-Khulashah

    al-Wafiyyah karya Zubair Umar al-Jaelany. Studi tersebut penulis

    angkat dalam skripsi yang berjudul: Studi Komparatif Hisab Gerhana

    Bulan dalam Kitab Al-Khulashah Al-Wafiyyah dan Ephemeris.

    B. RUMUSAN MASALAH

    Dengan berdasar pada uraian latar belakang di atas, maka dapat

    dikemukakan disini pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam

    penelitian berikutnya. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai

    berikut :

    1. Bagaimana metode hisab gerhana bulan menurut Zubair Umar al-Jaelany

    dalam kitab al-Khulashah al-Wafiyyah dan Ephemeris?

    2. Bagaimana dasar hukum hisab gerhana Bulan yang digunakan Zubair

    Umar al-Jaelany dalam kitab al-Khulashah al-Wafiyyah dan Ephemeris?

  • 15

    C. TUJUAN PENELITIAN

    Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan penelitian ini

    adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui metode perhitungan yang dipergunakan oleh Zubair

    Umar al-Jaelany dan ephemeris dalam menentukan gerhana Bulan

    sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dari metode hisab yang

    lainnya.

    2. Untuk mengetahui dasar hukum hisab gerhana bulan yang digunakan

    Zubair Umar al-Jaelany dan ephemeris sehingga menambah pengetahuan

    tentang hukum ketika terjadi gerhana bulan.

    D. TELAAH PUSTAKA

    Sejauh penelusuran yang penulis lakukan, belum ditemukan tulisan

    secara khusus dan mendetail yang membahas perhitungan gerhana Bulan

    menurut Zubair Umar al-Jaelany. Walaupun demikian, namun terdapat

    tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah gerhana.

    Di Indonesia, permasalahan gerhana memang tidak fenomenal seperti

    permasalahan penentuan awal bulan kamariyah yang sering timbul perbedaan

    antara golongan yang satu dengan golongan yang lain. Permasalahan dalam

    meluruskan arah kiblat (yang sekarang sedang marak karena adanya fatwa

    MUI yang mengeluarkan fatwa tentang arah kiblat, dimana arah kiblat cukup

    menghadap ke arah barat). Oleh karena itu sangat sedikit sekali sosok yang

    menulis atau meneliti masalah tentang gerhana.

  • 16

    Kitab al-khulashah al-wafiyyah sebelumnya sudah dibahas oleh Ahmad

    Syifa'ul Anam dalam bentuk skripsi, skripsi tersebut berjudul Studi Tentang

    Hisab Awal Bulan Qomariyah Dalam Kitab al-Khulashah al-Wafiyyah

    Dengan Metode Haqiqi bi al-tahqiq. Inti dari pembahasan dalam skripsi

    tersebut adalah menguak kebenaran klasifikasi dan kategori hisab haqiqi bi al-

    tahqiq dalam kitab al-khulashah al-wafiyyah.

    Perbedaan skiripsi Ahmad Syifa'ul Anam dengan yang peneliti ajukan

    terletak pada pembahasannya, yaitu pembahasan yang penulis ajukan adalah

    mengenai hisab gerhana Bulan. Sedangkan skripsi Ahmad Syifa'ul Anam

    membahas mengenai hisab awal bulan kamariyah.

    Kemudian terdapat penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Izzuddin

    yang berjudul Zubair Umar al-Jaelany dalam Sejarah Pemikiran Hisab

    Rukyah di Indonesia. Dalam penelitiannya ini, Ahmad Izzuddin menguak

    pemikiran Zubair Umar al-Jaelany tentang ilmu hisab dan posisi serta

    pengaruh pemikiran Zubair Umar al-Jaelany dalam belantara sejarah

    pemikiran hisab rukyah di Indonesia. Yang dilakukan dengan penelusuran

    tarihiyah (historisitas) dalam kancah jaringan ulama yang beliau lakukan

    dalam kemasan penelitian.

    Selain karya-karya tersebut, penulis juga menelaah kumpulan

    materi pelatihan tentang gerhana bulan baik yang penulis ikuti sendiri

    maupun dari sumber-sumber yang terkait.

  • 17

    E. METODE PENELITIAN

    Dalam penelitian berikutnya, metode yang akan penulis pakai adalah

    sebagai berikut:

    Jenis Penelitian

    Dilihat dari karakteristik masalahnya berdasarkan kategori

    fungsionalnya untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam

    penelitian ini, maka metode yang penulis gunakan adalah metode Library

    research (penelitian kepustakaan) yakni penulis melakukan analisis

    terhadap sumber data, yaitu kitab al-Khulashah al-Wafiyyah sebagai

    data primer, dan buku lain yang berkaitan dengan masalah gerhana

    serta wawancara terhadap orang dekat (ahli waris).

    Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data

    Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian

    ini, maka metode yang penulis gunakan adalah metode dokumentasi28

    dan wawancara29

    .

    Sumber data yang digunakan ada dua, yaitu data primer dan data

    sekunder. Dalam hal ini data primer30

    adalah data yang diperoleh dari

    kitab al-Khulashah al-Wafiyyah, sedangkan data sekundernya31

    adalah

    28

    Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung diajukan kepada

    subjek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berupa buku harian,

    surat pribadi, laporan notulen rapat, dan dokumen lainnya. Lihat Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi

    Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor: Ghalia Indonesia, Cet ke 1, 2002, hlm 87. 29

    Wawancara atau interview adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan

    pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden dan jawaban-jawabannya dicacat atau

    direkam. Ibid, hlm 85. 30

    Data primer adalah data yang diperileh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh

    orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Ibid, hlm 82. 31

    Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan

    penelitian dari sember-sumber yang telah ada. Ibid.

  • 18

    seluruh dokumen, buku-buku dan juga hasil wawancara yang berkaitan

    dengan obyek penelitian.

    Metode Analisis Data

    Dilihat dari pendekatan analisisnya, jenis penelitian ini termasuk

    kedalam jenis penelitian Kualitatif.32

    Metode ini penulis gunakan

    dikarenakan data yang akan dianalisis berupa data yang didapat dengan

    cara pendekatan Kualitatif.

    Dalam menganalisis data-data, setelah data terkumpul, metode

    yang digunakan oleh penulis untuk menganalisis data-data yang telah

    diperoleh tersebut adalah metode content analisis atau yang lebih dikenal

    dengan istilah "analisis isi" yang dalam hal ini adalah penentuan

    gerhana bulan yang tertuang dalam kitab al-Khulashah al-Wafiyyah.

    Selain itu penulis juga menggunakan analisis komparatif, dalam hal

    ini penulis akan mengkomparasikan metode yang terdapat dalam kitab al-

    Khulashah al-Wafiyyah dengan metode ephemeris. Analisis ini diperlukan

    untuk mengetahui perbedaan selisih antara dua metode tersebut.

    Analisis ini diperlukan untuk menguji apakah metode hisab yang

    tertuang dalam kitab al-Khulashah al-Wafiyyah sesuai dengan

    kebenaran ilmiah astronomi modern. Sehingga pemikiran Zubair Umar

    al-Jaelany dalam menentukan gerhana Bulan dapat digunakan sebagai

    pedoman dalam menentukan gerhana Bulan.

    32

    Analisis Kualitatif pada dasarnya lebih menekankan pada proses dekuktif dan induktif

    serta pada analisis terhadap dinamika antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika

    ilmiah. Lihat Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet ke 5, 2004,

    hlm 5.

  • 19

    F. SISTEMATIKA PENULISAN

    Secara garis besar, penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab, dan

    didalam setiap babnya terdapat sub-sub pembahasan, yaitu:

    Bab pertama adalah pendahuluan, dalam bab ini akan dijelaskan

    beberapa hal yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

    penulisan, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

    Bab kedua, merupakan kajian terhadap diskursus hisab rukyah gerhana

    bulan, meliputi meliputi pengertian gerhana Bulan, macam-macam gerhana

    Bulan, dasar hukum gerhana bulan, Objek pembahasan gerhana bulan,

    Sejarah gerhana bulan.

    Bab ketiga, akan memotret metode hisab gerhana bulan dalam kitab

    al-khulashah al-wafiyyah dan ephemeris, bab ini akan membahas Biografi

    Intelektual Zubair Umar al-Jaelany, Gambaran Umum tentang Kitab al-

    Khulashah al-Wafiyyah, Konsep Hisab Gerhana Bulan dalam Kitab al-

    Khulashah al-Wafiyyah, Sejarah Ephemeris, Konsep Hisab Gerhana Bulan

    dalam Ephemeris.

    Bab keempat, Analisis metode Hisab Gerhana Bulan dalam Kitab al-

    Khulashah al-Wafiyyah dan ephemeris. Bab ini merupakan pokok dari

    pembahasan penulisan penelitian yang penulis lakukan yakni meliputi

    Analisis terhadap metode hisab gerhana bulan dalam kitab al-Khulashah al-

    Wafiyyah dan ephemeris, serta analisis dasar hukum hisab gerhana bulan

    dalam kitab al-Khulashah al-Wafiyyah dan ephemeris.

  • 20

    Bab kelima, merupakan penutup, akan dilakukan penarikan

    kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, saran untuk perbaikan

    selanjutnya, dan penutup.

  • 21

    BAB II

    HISAB RUKYAH GERHANA BULAN

    A. PENGERTIAN GERHANA BULAN

    Pada dasarnya penyebutan untuk gerhana Matahari dan gerhana Bulan

    sama. Gerhana dalam bahasa inggris eclipse.1 Istilah ini digunakan secara

    umum, baik gerhana Matahari maupun gerhana Bulan. Namun dalam

    penyebutannya, terdapat dua istilah, yaitu eclipse of the sun untuk gerhana

    Matahari, dan eclipse of the moon untuk gerhana Bulan.2 Selain itu ada juga

    yang menggunakan solar eclipse untuk gerhana Matahari, dan lunar eclipse

    untuk gerhana Bulan.3

    Sedangkan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah kusuf atau

    khusuf.4 Pada dasarnya istilah kusuf dan khusuf dapat digunakan untuk

    menyebut gerhana Matahari atau gerhana Bulan. Hanya saja, kata kusuf lebih

    dikenal untuk menyebut gerhana Matahari, sedangkan kata khusuf untuk

    gerhana Bulan.5

    Diantara istilah-istilah tersebut, istilah arablah yang paling mendekati

    pada pengertian sebenarnya. Yaitu kata kusuf dan khusuf yang pada dasarnya

    bisa digunakan untuk menyebut kedua jenis gerhana tersebut. Kusuf berarti

    menutupi, menggambarkan adanya fenomena alam bahwa (dilihat dari bumi)

    1 John M. Echols, An Indonesian-English Dictionary, Hassan Shadily, Kamus Indonesia-

    Inggris, edisi ketiga, Jakarta: PT Garmedia Pustaka Utama, 2003, Cet ke 9, hlm 187. 2 Oxford, Oxford Learners Pocket Dictionary, New York: Oxford University Press,

    2003, hlm 137.

    ` 3 Soetjipto dkk, Islam dan Ilmu Pengetahuan tentang Gerhana, Yogyakarta: LPPM IAIN

    Sunan Kalijaga, 1983, hlm 1. 4 Abis Bisri, et al, Kamus Al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progresif, Cet ke 1, 1999, hlm 84.

    5 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka,

    2008, Cet ke 3, hlm 187.

  • 22

    bulan menutupi matahari, sehingga terjadi gerhana matahari. Sedangkan

    khusuf berarti memasuki, menggambarkan fenomena alam bahwa bulan

    memasuki bayangan bumi, hingga terjadi gerhana bulan.6

    Kusuf menurut bahasa berarti berubah menjadi hitam. Dikatakan

    , artinya keadaannya telah berubah, , artinya wajahnya

    berubah, dan , artinya matahari menjadi gelap dan hilang pancaran

    sinarnya.7 Sedangkan khusuf menurut bahasa berarti kekurangan. Dikatakan

    , artinya tempat tersebut menghilang di bumi. Kata ini

    diambil dari kalimat , artinya bulan telah menghilang cahayanya.

    Jadi, kata kusuf dan khusuf bagi matahari dan bulan bermakna

    perubahan dan berkurangnya sinar keduanya. Kedua kalimat ini memiliki arti

    yang sama dan keduanya digunakan pada hadits-hadits shahih, sedangkan al-

    Quran8 menggunakan kata khusuf untuk bulan.

    Sedangkan makna kusuf dan khusuf menurut istilah adalah

    terhalanginya seluruh atau sebagian sinar matahari atau bulan dikarenakan

    suatu sebab alamiah. Yaitu Allah menakut-nakuti hamba-Nya dengannya.

    Atas dasar inilah, kata kusuf dan khusuf adalah sinonim, yaitu memiliki arti

    yang sama. Maka dikatakan , artinya matahari berkurang

    6 Ibid.

    7 Ahmad bin Ali Ibnu Hajar al-Asqalanii, Fathul Baari, Juz II, Beirut: Daar al-Fikr, t.t.

    hlm 526. 8 Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni, Juz II,

    Beirut: Daar al-Kitab al-ilmiyah, t.t. hlm 273.

  • 23

    cahayanya dan menjadi gelap (mengalami gerhana) dan ,

    artinya bulan berkurang cahayanya dan menjadi gelap (mengalami gerhana).9

    Ada juga yang mengatakan bahwa kata kusuf ditujukan untuk

    matahari. Sedangkan kata khusuf ditujukan untuk bulan. Pernyataan itu

    mungkin berlaku jika kedua kalimat tersebut berkumpul sehingga

    dikatakanlah kusuf (matahari) dan khusuf (bulan). Namun apabila kata-kata itu

    terpisah satu sama lain, maka keduanya memiliki makna yang sama dan

    memiliki beberapa padanan dalam bahasa arab. Oleh karena itu, para ulama

    masih memperselisihkan makna kata kusuf dan khusuf, apakah keduanya

    masih sinonim atau tidak?

    Ibnu Atsir mengatakan penyebutan kusuf dan khusuf untuk matahari

    dan bulan telah berkali-kali dijumpai dalam hadits. Sekelompok ulama

    meriwayatkan keduanya dengan huruf kaf. Sekelompok ulama lain

    meriwayatkan keduanya dengan huruf kha. Sekelompok ulama yang lain lagi

    meriwayatkan untuk matahari dengan menggunakan huruf kaf dan untuk bulan

    dengan menggunakan huruf kha. Meskipun demikian, mereka semua

    meriwayatkan bahwa keduanya merupakan salah satu tanda kebesaran Allah

    yang muncul bukan karena kematian atau hidupnya seseorang. Adapun

    pendapat yang lebih banyak dalam tinjauan bahasa adalah kata kusuf

    diperuntukkan untuk matahari dan kata khusuf diperuntukkan untuk bulan.

    Dikatakan , artinya matahari berubah menjadi

    gelap (mengalami gerhana), yaitu Allah membuat cahayanya redup sehingga

    9 Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Shalatul Mumin, Ahmad Yunus et, Ensiklopedi

    Shalat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, Jilid III, Jakarta: Pustaka Imam asy-SyafiI, Cet ke 1, 2007, hlm 2.

  • 24

    menjadi gelap (gerhana). Dan , artinya bulan

    menghilang atau berkurang sinarnya (mengalami gerhana), yakni Allah

    membuat sinarnya berkurang sehingga hilang cahayanya (mengalami

    gerhana).10

    Ibnu Atsir juga berkata: sesungguhnya gerhana matahari dan bulan

    tidak terjadi karena kematian ataupun hidupnya seseorang. Sebenarnya yang

    lebih dikenal dalam penerapan bahasa adalah penggunaan kata kusuf untuk

    matahari. Adapun penyebutan kata khusuf secara mutlak, umumnya ditujukan

    untuk bulan karena ia berjenis kelamin mudzakar, sementara asy-syamsi

    (matahari) berjenis kelamin muannats. Dalam hadits ada yang menyebutkan

    , artinya sesungguhnya matahari dan bulan tidak

    mengalami gerhana. Sementara itu alasan penggunaan kata khusuf untuk

    matahari adalah karena adanya persamaan makna antara kata khusuf dan

    kusuf, yaitu hilangnya sinar keduanya sehingga keduanya menjadi gelap.11

    Al-fairuzabadi juga mengatakan , artinya tempat

    tersebut menghilang di bumi, sedangkan artinya bulan mengalami

    gerhana. Ia juga sepakat kata kusuf untuk matahari dan kata khusuf untuk

    bulan. Atau bisa juga kata khusuf digunakan untuk menunjukkan arti

    hilangnya sebagian dari keduanya, sedangkan kata kusuf untuk hilangnya

    keseluruhan dari keduanya.12

    10

    ibid. 11

    ibid. 12

    Imam Majduddin Muhammad bin Yakub bin Muhammad bin Ibrahim al-Fairuzabadi asy-Syairazi asy-SyafiI, Al-Qaamus al-Muhid, Juz III, Beirut: Daar al-Kitab al-Ilmiyah, Cet ke 1, 1995, hlm: 178.

  • 25

    Selain itu Imam Nawawi juga berkata: dikatakan

    dengan mem-fat hah-kan huruf kaf dan dengan men-dhammah-kan huruf

    kaaf. kesemuanya memiliki makna yang sama.

    Dikatakan dengan huruf kaf dan dengan huruf kha. Al-

    Aqdhi Iyah pun meriwayatkan sebaliknya dari sebagian ahli bahasa dan

    orang-orang terdahulu, namun ini adalah bathil dan tidak bisa diterima

    berdasarkan firman Allah SWT:

    Artinya: Dan apabila bulan Telah hilang cahayanya,

    Jumhur ulama dan yang lainnya berpendapat bahwa kata khusuf dan kusuf

    dipergunakan untuk makna hilangnya seluruh sinar matahari dan bulan, juga

    untuk arti hilangnya sebagian dari sinar keduanya. Al-Laits bin Saad berkata:

    kata khusuf digunakan untuk arti hilangnya seluruh sinar, sedangkan kata

    kusuf dipakai untuk makna hilangnya sebagian sinar. Dikatakan pula: kata

    khusuf artinya hilangnya warna keduanya, sedangkan kata kusuf artinya

    perubahan warna.14

    Sedangkan penggunaan yang paling masyhur oleh para ahli fiqh adalah

    kata kusuf untuk matahari dan kata khusuf untuk bulan. Dari beberapa

    pernyataan diatas, tidak diragukan lagi bahwa penunjukan kata kusuf dan

    khusuf menurut bahasa berbeda, karena kata kusuf berarti berubah menjadi

    hitam (gelap), sedangkan khusuf berarti kekurangan atau kehinaan. Maka

    13

    Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2005, hlm 577.

    14 Imam Abi Husain Muslim bin al-Hujjaaj al-Qusyairi An-Nasaburi, Shahih Muslim bi

    Syarhin Nawawi, Juz 5, Beirut: Daar al-Kitab al-alamiyyah, t.t. hlm 176.

  • 26

    sesuailah jika matahari dikatakan atau sebab memang ia mengalami

    perubahan dan cahayanya bisa berkurang, demikian halnya dengan bulan.

    Namun hal itu tidak mengharuskan kata kusuf dan khusuf itu sinonim.

    Dikatakan bahwa penggunaan huruf kaf untuk permulaan, sedangkan

    penggunaan huruf kha untuk akhir (gerhana). Dikatakan pula bahwa

    penggunaan huruf kaf untuk arti hilangnya seluruh sinarnya, sedangkan

    penggunaan huruf kha untuk hilangnya sebagian sinarnya. Dikatakan juga

    bahwa penggunaan huruf kaf untuk hilangnya seluruh warnanya, sedangkan

    penggunaan huruf kha untuk perubahan warnanya.15

    Ibnu Hajar juga berkata: dikatakan bahwa khusuf untuk keseluruhan,

    sedangkan kusuf untuk sebagian. Inilah yang lebih diunggulkan daripada

    pendapat ulama yang mengatakan bahwa khusuf untuk bulan, sedangkan

    kusuf untuk matahari, karena penggunaan kha untuk matahari juga terdapat

    didalam hadits shahih.16

    Jadi menurut bahasa arab, menurut pendapat yang paling masyhur,

    kata khusuf diperuntukkan untuk gerhana bulan. Kata khusuf adalah bentuk

    mashdar dari kata , artinya sesuatu yang berkurang, yaitu khusus

    untuk hilangnya sinar bulan baik secara keseluruhan ataupun sebagian.

    Jika dikaitkan dengan ilmu falak atau ilmu astronomi, gerhana bulan

    mempunyai arti tertutupnya sinar matahari oleh bumi sehingga bulan berada

    didalam bayang-bayang bumi. Gerhana bulan terjadi saat matahari, bumi dan

    bulan berada pada garis lurus dimana bulan terletak dibelakang bumi dan

    15

    Fathul Baari, Op. Cit, hlm 535. 16

    Ahmad bin Ali Ibnu Hajar al-Asqalanii, Hadyus Saari, Beirut: Daar al-Fikr, t.t. hlm 111.

  • 27

    bumi berada diantara matahari dan bulan. Berhubung dalam gerhana bulan,

    bulan berada dalam bayangan bumi, maka gerhana bulan terjadi dimalam hari,

    yaitu malam bulan purnama.17

    Artinya gerhana bulan ini terjadi pada saat

    istiqbal (oposisi), yakni sekitar tanggal 14, 15, 16 (pada saat bulan purnama)

    dalam bulan kamariyah. Dan pada waktu itu bulan sedang dalam peredarannya

    dengan memotong bidang ekliptika.18

    Muhammad Wardan mengatakan yang dimaksud Gerhana Bulan ialah

    ketika bulan bergerak mengelilingi bumi, masuk kedalam inti bayangan bumi,

    sehingga pada waktu itu bulan tidak menerima sinar matahari. Oleh karena itu,

    Gerhana Bulan terjadi ketika bulan pada saat istiqbal (oposisi).19

    Sedangkan

    menurut Abdul Karim, Gerhana Bulan bisa diibaratkan jatuhnya bayangan

    bumi kepermukaan bulan pada saat matahari dan bulan berhadapan dalam satu

    garis lurus. Keadaan seperti ini menjadikan sinar matahari tidak dapat

    menerobos ke bulan karena terhalang bumi.20 Akibatnya bulan tidak dapat

    memantulkan sinar matahari ke bumi, sebab bulan tidak bercahaya tapi hanya

    memancarkan sinar. Menurut Janice Van Cleave, gerhana bulan terjadi ketika

    bayangan bumi jatuh di bulan dan menghalangi cahaya bulan.21

    Zubair Umar al-Jaelany sendiri menjelaskan bahwa gerhana bulan

    hanya terjadi ketika posisi istiqbal, yaitu pada saat bulan berada pada garis

    17

    Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta: Perpustakaan Nasional, 2009, Cet ke 2, hlm 101.

    18 Badan Hisab Dan Rukyah Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta:

    Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm 146. 19

    Muhammad Wardan, Kitab Falak dan Hisab, Yogyakarta: Toko Pandu, 1957, Cet ke 1, hlm 52-53.

    20 Abdul Karim, Mengenal Ilmu Falak, Semarang Timur: Intra Pustaka Utama, Cet ke 1,

    2006, hlm 28. 21

    Janice Van Cleave, A+ Proyek-proyek Astronomi, Bandung: Pakar Raya, 2002, hlm 124.

  • 28

    edar matahari atau dekat dengan matahari, dimana bumi terletak diantara

    keduanya sehingga bayangan bumi yang jatuh ke bulan yang menghadap ke

    matahari baik total ataupun sebagian, sehingga cahaya matahari tidak sampai

    pada bulan. Dengan demikian bulan dalam keadaan gelap sebagaimana

    aslinya, itulah yang disebut Gerhana Bulan.22

    Gerhana Bulan ini hanya terjadi bila bujur astronominya berselisih

    180 serta deklinasinya 0 atau mempunyai deklinasi yang harga mutlaknya

    hampir sama, meskipun berlawanan positif-negatifnya. Dalam astronomi

    gerhana bulan dimungkinkan terjadi bila bulan pada saat bulan purnama

    berada pada posisi 12 atau kurang dari titik simpul.23

    Agar Gerhana Bulan terjadi, maka bulan harus berada pada bulan

    penuh dan bulan harus berada di dekat salah satu simpul orbitnya. Panjang

    umbra bumi kira-kira 1.400.000 km dan jarak-rata-rata bulan dari bumi kira-

    kira 385.000 km. Oleh karena itu, ketika bulan masuk ke dalam kerucut

    bayangan sempurna, bulan ini berada jauh lebih dekat ke dasar kerucut

    daripada ke ujung kerucut itu. Deameter kerucut, tempat bulan melintas

    melaluinya, kira-kira 2 kali deameter bulan.

    Pada saat terjadi Gerhana Bulan, bumi akan membentuk 2 bayangan,

    yaitu bayangan yang paling luar yang disebut dengan bayangan Penumbra

    atau bayangan semu (bayangan ini tidak terlalu gelap) dan bayangan dalam

    yang disebut bayangan Umbra atau bayangan inti. Karena bentuk lingkaran

    matahari lebih besar dari pada lingkaran bumi, maka bayangan umbra bumi

    22

    Zubair Umar al-Jaelany, al-Khulashah al-Wafiyyah, Surakarta: Melati, 1935, hlm 139-140.

    23 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hlm 45.

  • 29

    berbentuk kerucut. Sedangkan bentuk dari bayangan penumbra bumi juga

    berbentuk kerucut yang terpancung dengan puncaknya di bumi yang makin

    jauh bayangan ini semakin membesar sampai menghilang di ruang angkasa.

    Pada bayangan penumbra hanya sebagian piringan matahari yang

    ditutupi oleh bumi, sedangkan pada bayangan umbra seluruh piringan

    matahari tertutup oleh bumi, sehingga ketika bulan melewati umbra, bulan

    akan terlihat gelap, karena cahaya matahari yang masuk ke bulan dihalang-

    halangi oleh bumi. Sedangkan jika bulan berada dalam penumbra, sebagian

    sumber cahaya masih akan terlihat. Gerhana bulan mulai terjadi ketika bulan

    memasuki penumbra dan berakhir ketika bulan meninggalkan penumbra.

    Namun terjadi sedikit penggelapan sampai bulan memasuki umbra.24

    Meskipun gerhana bulan ini terjadi pada saat bulan purnama, akan

    tetapi gerhana bulan ini tidak terjadi setiap bulan. Hal ini dikarenakan orbit

    bulan mengelilingi bumi tidak sama dengan orbit bumi mengelilingi matahari.

    Orbit bulan tidak sebidang dengan orbit bumi, tetapi orbit bulan memotong

    orbit bumi dan membentuk sudut sebesar 5. (Lihat gambar 1). Dengan

    kemiringan bidang orbit bulan sebesar 5 terhadap bidang ekliptika, bulan

    dapat berada di atas atau di bawah daerah bayang-bayang bumi saat bulan

    purnama. Demikian halnya dengan bumi yang dapat berada di atas atau di

    bawah bayang-bayang bulan saat bulan baru.25

    Jadi gerhana bulan hanya akan

    24

    Berdnard S. Cayne dkk, Ilmu Pengetahuan Populer, Edisi 13, Jakarta: CV Prima

    Printing, 2005, hlm 143-144. 25

    Adriana Wisni Ariasti dkk, Perjalanan Mengenal Astronomi, Bandung: Penerbit ITB, 1995, hlm 33.

  • 30

    terjadi jika bulan berada di dekat titik pertemuan orbit bulan dan bumi yang

    dinamakan titik simpul.

    Gambar 1.

    Bumi Bulan

    Orbit Bumi

    Titik simpul 5

    Jumlahnya titik simpul ada dua:

    1. Titik simpul naik (Ascending Node), titik ini dilalui oleh bulan ketika

    bergerak dari selatan ekliptika menuju utara ekliptika.

    2. Titik simpul turun (Descending Node), titik yang dilalui bulan ketika

    bergerak dari utara ekliptika menuju selatan ekliptika.

    Jika suatu ketika terjadi bulan purnama, sedangkan pusat bayangan

    bumi terletak pada 10,9 dari titik simpul, maka gerhana bulan mungkin

    terjadi, akan tetapi gerhana bulan total hanya akan terjadi jika pusat bayangan

    bumi terletak 5,2 dari titik simpul.26

    B. MACAM-MACAM GERHANA BULAN

    Seperti yang kita tahu, jika memperhatikan piringan bulan yang

    memasuki bayangan bumi, maka gerhana bulan ada empat macam, yaitu

    gerhana bulan total, gerhana bulan sebagian, gerhana bulan penumbra total

    dan gerhana bulan penumbra sebagian.27

    26

    Disampaikan oleh Shofiyulloh pada waktu Kajian Ilmiah Falakiyah para ahli hisab PWNU Jawa Timur di P.P. As-Sunniyyah Kencong Jember yang dilaksanakan tanggal 29 - 31

    Agustus 2003. Dan bisa di akses di http://lubanghitam.com// (di akses tanggal 7 maret 2010). 27

    Disampaikan pada Diklat Hisab Rukyah Tingkat lanjut di Lingkungan Depertemen Agama Provensi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, oleh Ahmad Izzuddin, yang diselenggarakan

    Matahari

  • 31

    1. Gerhana Bulan Total

    Gerhana bulan total terjadi manakala posisi bumi-bulan-matahari

    terletak pada satu garis lurus, sehingga seluruh piringan bulan berada di

    dalam bayangan inti bumi atau umbra bumi (lihat gambar 2) inilah saat

    fase gerhana maksimum. Maksimum durasi terjadi gerhana bulan total

    bisa mencapai lebih dari 1 jam 47 menit. Ketika terjadi gerhana bulan

    total, maka akan terjadi empat kontak, yaitu:28

    kontak pertama adalah

    ketika piringan bulan mulai menyentuh masuk pada bayangan bumi, pada

    posisi inilah waktu mulai gerhana. Kontak kedua, ketika seluruh piringan

    bulan sudah memasuki bayangan bumi, pada posisi inilah waktu mulai

    total gerhana. Kontak ketiga, adalah ketika piringan bulan mulai

    menyentuh untuk keluar dari bayangan bumi, pada posisi inilah waktu

    akhir total gerhana. Kontak keempat, ketika seluruh piringan bulan sudah

    keluar dari bayangan bumi, pada posisi ini gerhana berakhir.

    Akan tetapi, Perlu diketahui pada saat gerhana bulan total, meski

    bulan berada dalam umbra bumi, bulan tidak sepenuhnya gelap total

    karena sebagian cahaya masih bisa sampai kepermukaan bulan oleh

    refraksi atmosfir bumi.

    oleh Departemen Agama RI Balai Pendidikan Dan Pelatihan Keagamaan Semarang, hari Kamis-

    Senin, 29 Oktober 9 November 2009 di MAJT Semarang. 28

    Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Op Cit, hlm 191-192.

  • 32

    Gambar 2: Gerhana Bulan Total

    2. Gerhana Bulan Sebagian (parsial)

    Sedangkan gerhana bulan sebagian terjadi manakala posisi bumi-

    bulan-matahari tidak pada satu garis lurus, sehingga hanya sebagian

    piringan bulan saja yang memasuki bayangan inti bumi dan sebagian lagi

    berada dalam bayangan tambahan / penumbra Bumi pada saat fase

    maksimumnya (lihat gambar 3). Seperti yang terjadi pada hari Sabtu

    tanggal 26 Juni 2010. Pada saat itu bulan mulai masuk daerah penumbra

    bumi pada pukul 15: 15: 18 WIB, pada fase ini bulan tidak teramati karena

    posisinya belum terbit, bulan masih berada di bawah ufuk. Kemudian

    bulan mulai masuk penumbra bumi pada pukul 17: 16: 24 WIB, bulan

    masih tidak dapat dilihat karena masih di bawah ufuk. Bulan terbit

    berlangsung pada pukul 17: 26 WIB, pada sudut azimuth 114 09 28

    atau 24 09 28 dari arah timur ke arah selatan, pada saat bulan terbit, saat

    itulah sedang berlangsung gerhana parsial. Tengah gerhana dengan 54 %

    permukaan bulan purnama menjadi gelap terhalang oleh umbra bumi yang

    berlangsung pukul 18: 38 WIB. Bulan mulai keluar dari pukul 20: 00

  • 33

    WIB, pada saat itu pula bulan memasuki daerah penumbra bumi. Bulan

    mulai meninggalkan daerah penumbra bumi pukul 21: 21 WIB.29

    Gambar 3: Gerhana Bulan Sebagian (parsial)

    3. Gerhana Bulan Penumbra Total

    Pada gerhana bulan jenis ke- 3 ini, seluruh Bulan masuk ke dalam

    penumbra pada saat fase maksimumnya. Tetapi tidak ada bagian Bulan

    yang masuk ke umbra atau tidak tertutupi oleh penumbra (lihat gambar 4).

    Pada kasus seperti ini, gerhana bulannya kita namakan gerhana bulan

    penumbral total. Pada gerhana bulan jenis ini, bulan hanya melewati

    bayangan penumbra bumi dan hal ini hanya bisa dilihat apabila lebih dari

    setengah (0,5) piringan bulan masuk pada bayangan penumbra bumi,

    bahkan ada Astronom yang mengatakan bahwa gerhana penumbra hanya

    akan bisa dilihat apabila magnitudenya minimal 0,7.

    29

    Disampaikan pada Pengamatan Gerhana Bulan Parsial dan Penyuluhan Astronomi, oleh Planetarium dan Observatorium Jakarta dalam hal ini disampaikan oleh Bapak Cecep

    Nurwendaya, yang diselenggarakan oleh Dinar Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota

    Jakarta, di SMA Muhammadiyah Prambanan dan Pelataran Candi Prambanan Yogyakarta, hari

    Jumat-Sabtu tanggal 25-26 Juni 2010.

  • 34

    Gambar 4: Gerhana Bulan Penumbra Total

    4. Gerhana Bulan Penumbra Sebagian

    Dan gerhana bulan jenis terakhir ini, jika hanya sebagian saja dari

    Bulan yang memasuki penumbra, maka gerhana bulan tersebut dinamakan

    gerhana bulan penumbra sebagian (lihat gambar 5). Gerhana bulan

    penumbra sebagian ini biasanya tidak terlalu menarik bagi pengamat.

    Karena pada gerhana bulan jenis ini, penampakan gerhana hampir-hampir

    tidak bisa dibedakan dengan saat bulan purnama biasa.

    Gambar 5: Gerhana Bulan Penumbra Sebagian

    Bumi beredar mengelilingi matahari dalam kurun waktu satu tahun.

    Bersamaan dengan itu bulan juga mengelilingi bumi selama 29 hari. Hal ini

    mengakibatkan kedudukan bumi dan bulan relatif terhadap matahari berubah

  • 35

    setiap saat. Dengan memperhatikan gerak dan kedudukan matahari, bumi dan

    bulan, maka dapat diramalkan gerhana bulan terjadi setiap tahun. Jika gerhana

    bulan dan gerhana matahari digabungkan dalam satu tahun kalender, maka

    akan terdapat maksimum 7 gerhana, dengan rincian sebagai berikut:30

    1. 5 kali gerhana matahari dan 2 kali gerhana bulan.

    2. 4 kali gerhana matahari dan 3 kali gerhana bulan.

    Hanya saja gerhana-gerhana ini tidaklah seluruhnya dapat disaksikan

    di seluruh daerah. Untuk gerhana bulan lebih sering terlihat dibanding dengan

    gerhana matahari. Gerhana bulan lebih sering terlihat karena terjadi pada

    malam hari pada saat bulan berada dalam fase purnama. Dan daerah di bumi

    yang dapat menyaksikan gerhana bulan ini meliputi daerah yang sangat luas.

    Seluruh bagian malam atau separuh bumi dapat melihat gerhana bulan. Karena

    itu jarang orang yang mencatat data mengenai gerhana bulan ini. Gerhana

    bulan dapat dilihat dengan mata telanjang, karena cahaya bulan yang

    dipantulkan berasal dari cahaya matahari, maka tidaklah sekuat cahaya

    matahari itu sendiri.31

    Sebenarnya gerhana bulan jarang terjadi jika dibandingkan dengan

    gerhana matahari. Umpama terjadi 8 gerhana, maka yang 5 adalah gerhana

    matahari dan yang 3 adalah gerhana bulan. Hanya saja orang-orang banyak

    beranggapan bahwa gerhana bulan lebih sering terjadi daripada gerhana

    matahari. Hal ini disebabkan karena gerhana bulan bisa dilihat hampir dari 2/3

    permukaan bumi yang mengalami malam hari, sedangkan gerhana matahari

    30

    Soetjipto, Op Cit, hlm 24-25. 31

    Adriana Wisni Ariasti, Op Cit, hlm 34.

  • 36

    hanya bisa dilihat dari daerah yang tidak terlalu luas di permukaan bumi yang

    mengalami siang hari. Pada satu tahun kalender, sedikitnya ada 2 gerhana

    matahari dan paling banyak ada 5 gerhana matahari. Sebaliknya, di dalam satu

    tahun kalender tidak akan ada gerhana bulan lebih dari 3 kali dan mungkin

    saja tidak akan terjadi gerhana bulan sama sekali.

    C. DASAR HUKUM GERHANA BULAN

    Dalam setiap peristiwa pasti ada hukumnya, baik yang bersandar pada

    nash yang qathi maupun nash dhonni, ataupun bukan nash. Dalam agama

    islam terdapat sumber hukum yang dapat dijadikan rujukan, yaitu

    1. Dasar hukum dari al-Quran

    Gerhana merupakan salah satu tanda kebesaran Allah, baik gerhana

    bulan atau gerhana matahari. Dalam al-Quran tidak ada lafadz yang

    secara spesifik membicarakan tentang gerhana. Namun kalau diperhatikan

    dalam al-Quran banyak dijumpai ayat-ayat yang menjelaskan gejala-

    gejala di jagat raya ini merupakan bukti kekuasaan Allah. Diantara firman-

    firman Allah tersebut adalah:

    QS al-Qiyamah : 8

    Artinya: Dan apabila bulan Telah hilang cahayanya,

    QS Fushshilat : 37

    32

    Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Loc. Cit.

  • 37

    Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari

    maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya,

    jika ialah yang kamu hendak sembah.

    Dari ayat-ayat diatas dapat dipahami bahwa fenomena dalam alam

    semesta terutama matahari dan bulan, tidak terlepas dari ketentuan yang

    ditetapkan oleh Allah. Kekuasaan-Nya tidak ada yang dapat

    menandinginya, bagaimanapun hebatnya dan kuatnya manusia, betapapun

    maju dan memuncaknya ilmu pengetahuan manusia masa kini ataupun

    masa mendatang, tidak akan pernah mampu merubah ketentuan Allah.

    Gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa alam yang begitu banyak dan

    mengagumkan, tak lain hanya merupakan sebagian saja dari bukti-bukti

    kekuasaan Allah yang diperlihatkan kepada makhluk-makhluk Nya.

    Begitu halnya dengan peristiwa gerhana, baik gerhana matahari ataupun

    bulan, total atau sebagian, hanya merupakan salah satu dari sekian banyak

    peristiwa alam yang merupakan bukti sari kekuasaan Allah yang

    diperlihatkan kepada manusia.

    2. Dasar hukum dari hadits

    Hadits-hadits Nabi yang membicarakan tentang gerhana sangatlah

    banyak, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan. Diantara hadits-

    hadits yang membicarakan tentang gerhana bulan adalah:

    a. Hadits Riwayat Bukhari dari Ibnu Umar

    : :

    :

    33

    Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Op. Cit, hlm 480.

  • 38

    ( )

    Artinya: Asbagh telah bercerita kepada kami bahwasanya ia berkata: Ibnu Wahab telah bercerita kepada-ku, ia berkata:

    telah bercerita kepada-ku Umar dari Abdur Rahman bin

    Qasim bahwa ia telah bercerita kepada-nya dari ayah-nya.

    Dari Ibnu Umar r.a, bahwasanya Umar mendapat berita

    dari Nabi SAW: sesungguhnya matahari dan bulan tidak

    mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya

    seseorang, tapi keduanya merupakan tanda diantara tanda-

    tanda kebesaran Allah. Jika kalian melihat keduanya

    (gerhana), maka shalatlah.

    b. Hadits Riwayat Bukhari dari Abu Bakrah

    : :

    ,

    , , ,

    : ,

    ( )

    Artinya: telah bercerita kepada kami Umar bin aun, ia berkata telah bercerita kepada kami Khalid dari Yunus dari al Hasan dari

    Abi Bakrah, ia berkata: kami tengah bersama Rasulullah

    SAW ketika terjadi gerhana matahari. Rasulullah SAW

    berdiri menarik jubahnya hingga masuk ke dalam masjid.

    Nabi Muhammad SAW memimpin kami shalat dua rakaat

    sampai matahari kembali bercahaya. Lalu Nabi SAW

    bersabda: gerhana matahari dan gerhana bulan terjadi

    bukan disebabkan oleh kematian seseorang, maka siapapun

    yang menyaksikan dua gerhana ini, shalatlah dan berdoalah

    kepada Allah hingga tersingkap apa yang menimpa kalian.

    c. Hadits Riwayat Muslim dari Ubaid bin Umair

    , . , :

    : : ,

    . :

    34

    Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail ibnu Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardazabah al Bukhari al Jafii, Shahih al-Bukhari, Juz 1, Beirut, Libanon: Daar al-Kitab al-alamiyyah, hlm 316.

    35 ibid.

  • 39

    , .

    ( )

    Artinya: telah bercerita kepada kami Ishaq bin Ibrahim Muhammad bin Bakar telah bercerita kepadaku, telah bercerita kepada

    kami Ibnu Juraij, ia berkata: aku mendengar Atha berkata: aku mendengar Umar bin Ubaid berkata: sesungguhnya telah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah SAW,

    kemudian Rasulullah SAW shalat bersama para sahabatnya.

    Lalu Rasulullah SAW bersabda: seseungguhnya matahari

    dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian dan

    hidupnya seseorang, tetapi keduanya termasuk tanda-tanda

    kebesaran Allah, dan dengan keduanya Allah menakut-nakuti

    hamba-Nya. Maka jika kalian melihat gerhana, berzikirlah

    kepada Allah (shalat) hingga ia terang kembali.

    Hadits-hadits diatas semuanya menjelaskan bahwasanya gerhana, baik

    gerhana matahari ataupun gerhana bulan terjadi bukan karena kematian atau

    kehidupan seseorang, melainkan kerena gerhana tersebut merupakan salah

    satu tanda kebesaran Allah. Oleh karena itu, ketika terjadi gerhana sebaiknya

    kita melakukan hal-hal yang disunnahkan pada saat gerhana itu terjadi.

    D. OBJEK PEMBAHASAN GERHANA BULAN

    Sebagaimana yang kita tahu, terjadinya gerhana bulan ada

    hubungannya dengan posisi matahari dan bulan serta waktu terjadinya gerhana

    tersebut di bumi. Jadi obyek pembahasan gerhana bulan meliputi tiga obyek,

    yaitu matahari, bulan dan bumi. Berikut penjelasannya:

    1. Matahari

    Matahari merupakan bola api yang sangat besar yang

    mengeluarkan panas dan cahaya yang berwarna biru, putih, kuning dan

    36

    Imam Abi Husain Muslim bin al-Hujjaaj al-Qusyairi An-Nasaburi, Shahih Muslim, Juz 1, Beirut: Daar al-Kitab al-alamiyyah, hlm 365.

  • 40

    orange (antara kuning dan merah).37

    Deameter matahari kira-kira

    1.400.000 km, lebih dari 100 kali deameter bumi.38

    Bumi dan juga

    beberapa planet yang ada di dekatnya beredar mengelilingi matahari.

    Matahari merupakan benda satu-satunya dalam tata surya yang

    memancarkan cahayanya. Matahari adalah sebuah bintang. Diantara

    bintang-bintang lain yang ada di alam semesta, matahari adalah bintang

    yang jaraknya paling dekat dengan bumi. Namun diantara bermilyar-

    milyar bintang, matahari tidaklah terlalu besar bahkan dapat dikatakan

    kerdil.39

    Dalam kehidupan manusia, matahari memiliki manfaat yang

    cukup banyak, diantaranya bumi mendapat cahaya dan sinar matahari yang

    sangat diperlukan makhluk hidup yang hidup di bumi.

    Sebagian besar adanya bumi ini karena adanya cahaya dan panas

    dari matahari. Matahari secara langsung atau tidak langsung memberikan

    energi untuk menerangi bumi kita ini. Meskipun demikian ada juga daerah

    di bumi yang jarang mendapat sinar matahari.40

    Selain itu, tidak hanya

    bumi yang dapat merasakan sinar yang dikeluarkan oleh matahari, benda-

    benda angkasa lainnya juga dapat merasakannya, tak terkecuali satelit

    bumi yaitu bulan. Bulan akan tampak jelas terlihat di bumi ketika malam

    hari, cahaya yang dihasilkan bulan merupakan pantulan dari sinar

    matahari. Namun adakalanya sinar matahari tidak dapat sampai ke bulan,

    hal ini terjadi karena terhalang bumi. Pada saat itulah matahari-bumi-bulan

    37

    Fachruddin, Ensiklopedia Al-Quran, Jilid 2, Jakarta: PT. Melton Putra, Cet ke 1,1992, hlm 60.

    38 Berdnard S. Cayne, Op. Cit, hlm 66.

    39 Adriana Wisni Ariasti, Op Cit, hlm 17.

    40 Ibid,

  • 41

    berada pada satu garis lurus. Akibatnya bulan tidak dapat memantulkan

    sinar matahari ke bumi. Pada saat ini terjadilah fenomena gerhana.

    2. Bulan

    Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi, dan merupakan

    satelit alami terbesar ke-5 di Tata Surya. Begitu halnya bumi, bulan tidak

    mempunyai sumber cahaya sendiri dan cahaya Bulan sebenarnya berasal

    dari pantulan cahaya Matahari dan bagian bulan yang terang, hanya bagian

    yang berhadapan dengan matahari. Bulan lebih kecil dari bumi, kira-kira

    seperlima bumi. Dan bulan juga merupakan satu-satunya benda langit

    yang pernah didatangi dan didarati oleh manusia.

    Bulan, salah satu dari benda langit yang sudah dikenal sejak zaman

    pra-sejarah. Bulan selalu berubah-ubah bentuk, hal ini disebabkan

    berubahnya letak bulan dalam peredarannya mengelilingi bumi. Dalam

    perjalanannnya mengitari bumi, jarak antara bulan dan bumi berbeda-beda,

    paling dekat 221.463 mil dan paling jauh 252.710 mil.41

    Bulan mengalami perubahan bentuk, membesar dari sabit menjadi

    setengah lingkaran, kemudian lingkaran penuh dan menyusut kembali.

    Dikarenakan perubahan posisi bulan relatif terhadap matahari jika ditinjau

    dari bumi.42 Ilmu astronomi menyebut perubahan bentuk bulan dengan

    istilah Phase Bulan (lihat gambar 6), dalam bahasa inggris disebut Phase

    41

    Fachruddin, Ensiklopedia Al-Quran, Jilid 1, Jakarta: PT. Melton Putra, Cet ke 1, 1992, hlm 242.

    42 Nathalie Fredette, Understanding The Universe, Hendro Setyanto, Memahami Alam

    Semesta, Bandung: PT Bhuana Ilmu Populer, Cet ke 1, 2006, hlm 34.

  • 42

    of the Moon.43 Phase bulan dapat dilukiskan menjadi 8 macam

    berdasarkan letak dan bentuknya. Delapan buah bagian luar, itu adalah

    gambaran yang sebenarnya sesusi letak bulan menerima sinar matahari.

    Dan delapan buah bagian dalam, adalah gambaran bentuknya yang tampak

    dari bumi.44

    Gambar 6: Phase Bulan

    Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa para ahli falak melihat

    bulan pada saat sabit muda. Karena pada saat sabit muda tersebut

    merupakan pergantian awal bulan baru dalam tahun kamariyah.45

    Peredaran bulan dari bentuk sabit hingga kembali lagi menjadi bentuk

    43

    Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm 29.

    44 Simamora, Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta: CV Pedjuang Bangsa, Cet XXX, 1985,

    hlm 38 45

    Dinamakan tahun Qomariyah dikarenakan perhitungannya berdasarkan peredaran Bulan. Lihat dalam Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa, Semarang: IAIN Walisongo, tt,

    hlm. 5.

    PERUBAHAN PENAMPAKAN BENTUK BULAN (FASE BULAN)

    Purnama

    Sabit Tua

    Sabit Muda

    Kwartir Pertama

    Kwartir Ketiga

    Bulan Susut

    Bulan Besar

    sinar matahari

    Bumi

    Hilal

    Periode fase bulan = 29,53055 hari

    Bulan Baru

    (Ijtima)

  • 43

    sabit membutuhkan waktu 29,530588 hari. Oleh karena itu umur bulan

    kamariyah ada yang 29 dan ada pula yang 30 hari, berdasar ijtima.46

    Fenomena lain yang berdapat pada phase bulan terjadi pada saat

    bulan-bumi-matahari barada pada satu garis lurus. Dimana bulan berada

    pada kedudukan oposisi terhadap matahari dan letaknya dekat pada sumbu

    bayang-bayang bumi. Fenomena ini dikenal dengan fenomena gerhana,

    tepatnya gerhana bulan.

    3. Bumi

    Bumi adalah tempat dimana kita tinggal dan merupakan satu-

    satunya planet dalam tata surya yang berpenghuni. Setelah wahana

    antariksa yang membawa kamera berhasil diluncurkan cukup jauh dari

    bumi. Diketahui bahwa bumi terlihat kebiru-biruan, tidak seterang venus

    karena daya pantulnya lebih rendah dan jaraknya dari matahari lebih jauh

    dibanding dengan planet lain. Bentuk-bentuk di permukaan bumi tidak

    sejelas yang terlihat di Mars akibat lebih tebalnya atmosfer dan adanya

    awan putih yang cemerlang.47

    Bumi terdiri dari air dan daratan, kurang lebih 71% lautan. Bumi

    berputar mengelilingi sumbunya dari barat ke timur atau searah dengan

    jarum jam yang biasa dikenal dengan sebutan rotasi, sehingga matahari

    kelihatan terbit dari timur ke barat. Satu kali putaran bumi membutuhkan

    46

    Ijtima juga disebut Iqtiran, yaitu antar bumi dan bulan berada pada bujur astronomi, (Dawa Irul Buruj) yang sama, dalam istilah astronomi disebut konjungsi, para ahli hisab dijadikan

    pedoman untuk menentukan bulan baru (qamariah), Badan Hisab Dan Rukyah Departemen

    Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981,

    hlm. 219. 47

    Adriana Wisni Ariasti, Op Cit, hlm 25-26.

  • 44

    waktu 24 jam dalam sehari, sehingga terjadilah siang dan malam. Daerah

    yang melintasi matahari menjadi terang (siang) dan yang membelakangi

    matahari menjadi gelap (malam). Karena peredaran bumi ini, di bumi juga

    terjadi musim dingin dan musim panas, kecuali di daerah khatulistiwa.48

    Disamping bumi berputar mengelilingi sumbunya, bumi juga

    berputar mengelilingi matahari (revolusi), dalam satu kali putaran

    menghabiskan waktu 365 hari, yang disebut satu tahun syamsiyah. Dalam

    satu tahun bumi mengelilingi matahari selama 12 kali putaran. Bumi juga

    memiliki satelit. Satelit bumi hanya satu, yaitu bulan. Seperti halnya bumi,

    bulan juga mengelilingi bumi. Satu kali putaran bulan menghabiskan

    waktu 354 hari, disebut tahun kamariyah. Pada saat bumi mengelilingi

    matahari dan bulan mengelilingi bumi, ada kalanya ketiganya berada

    dalam satu garis lurus. Jika hal itu terjadi, dan bumi berada ditengah antara

    bulan dan matahari, maka terjadilah gerhana bulan.

    E. SEJARAH GERHANA BULAN

    Sejak zaman peradaban Mesopotamia, orang-orang telah memikirkan

    apa sebenarnya gerhana dan apa pula penyebab terjadinya gerhana yang

    sangat mengagumkan itu. Mereka yang berkecimpung dalam disiplin ilmu

    yang bersangkutan dengan alam jagat raya, menamainya dengan Ilmu

    Astronomi. Para pakar ilmu astronomi ini selalu mengadakan penelitian

    tentang gerhana, bahkan mereka juga menghubungkan peristiwa alam ini

    dengan penentuan nasib, mitos-mitos yang berkembang pada zaman itu.

    48

    Fachruddin, Op. Cit, hlm 264.

  • 45

    Penelitian ini berlanjut hingga tahun 721 SM. Pada masa ini, orang-

    orang Babilonia telah mampu membuat suatu perhitungan tentang terjadinya

    gerhana, yang dikenal dengan istilah Tahun Saros (dari bahasa Babilonia

    Sharu). Lama tahun saros ini kurang lebih 18 Tahun 11 hari 8 jam. Jika

    diukur dengan tahun Hijriyah, lamanya sekitar 18 tahun 7 bulan 6 hari 12 jam

    atau 223 bulan sinodis49

    sekitar 6585,32 hari.50

    Pada tahun 585 SM filosof kenam