skabies

18
I. DEFINISI Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. homini dan produknya 1 . Penyakit ini telah dikenal sejak lama, yaitu ketika BoNoMo dan CESTONI mampu mengilustrasikan sebuah tungau sebagai penyebab skabies pada tahun 1689. Tungau ini mampu menyerang manusia dan hewan, baik ternak hewan peliharaan (pet animal) maupun hewan liar (wild animal). 2 II. EPIDEMIOLOGI Menurut Chosidow (2006) prevalensi skabies di seluruh dunia dilaporkan sekitar 300 juta kasus per tahun dengan prevalensi sama antara kedua jenis kelamin, menyerang semua usia, dan semua tingkatan sosioekonomi 3 . Di Indonesia, menurut data dari Depkes RI prevalensi skabies berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. Scabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Insiden dan prevalensi skabies masih sangat tinggi di Indonesia terutama pada lingkungan masyarakat pesantren 4 . Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi skabies antara lain: dari faktor rendahnya pengetahuan masyarakat seperti diagnosis dan penanganan yang tertunda serta pendidikan masyarakat yang rendah 5 , faktor sosiodemografi dan lingkungan karena skabies

Upload: lucky-arie-sandi

Post on 26-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skabiess

TRANSCRIPT

Page 1: skabies

I. DEFINISI

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. homini dan produknya1. Penyakit ini

telah dikenal sejak lama, yaitu ketika BoNoMo dan CESTONI mampu

mengilustrasikan sebuah tungau sebagai penyebab skabies pada tahun 1689.

Tungau ini mampu menyerang manusia dan hewan, baik ternak hewan peliharaan

(pet animal) maupun hewan liar (wild animal).2

II. EPIDEMIOLOGI

Menurut Chosidow (2006) prevalensi skabies di seluruh dunia dilaporkan

sekitar 300 juta kasus per tahun dengan prevalensi sama antara kedua jenis

kelamin, menyerang semua usia, dan semua tingkatan sosioekonomi3. Di

Indonesia, menurut data dari Depkes RI prevalensi skabies berdasarkan data dari

puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. Scabies di

Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Insiden dan

prevalensi skabies masih sangat tinggi di Indonesia terutama pada lingkungan

masyarakat pesantren4.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi skabies antara lain: dari

faktor rendahnya pengetahuan masyarakat seperti diagnosis dan penanganan yang

tertunda serta pendidikan masyarakat yang rendah5, faktor sosiodemografi dan

lingkungan karena skabies berkaitan erat dengan kemiskinan dan kepadatan

penduduk. Faktor lain yang mengakibatkan tinggginya prevalensi scabies antara

lain kelembaban yang tinggi, rendahnya sanitasi, kepadatan, malnutrisi4.

III. ETIOLOGI

Skabies disebabkan oleh infestasi ektoparasit. Ektoparasit adalah

organisme parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang, menghisap darah atau

mencari makan pada rambut, bulu, kulit dan menghisap cairan tubuh inang4.

Infestasi ektoparasit pada kulit keberadaannya membuat rasa tidak nyaman, dapat

menyebabkan kehidupan yang tidak sehat secara signifikan. Infestasi ektoparasit

bersifat sporadik, epidemik dan endemik6.

Page 2: skabies

Tungau ektoparasit penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei var

hominis termasuk ordo Acariformes, family Sarcoptidae, Genus Sarcoptes.

Sarcoptes scabiei var hominis menular melalui kontak manusia dengan manusia3.

IV. PATOGENESIS

Patogenesis skabies melibatkan banyak jalur kompleks imunologi dan

inflamasi. Peradangan kulit, papula pruritus dan hasil dari reaksi immune-

mediated antigen-specific delayed hypersensitivity. 3-4 minggu pertama setelah

infestasi primer biasanya tanpa gejala. Pada infestasi berikutnya, gejala muncul

jauh lebih cepat, kira-kira 1-2 hari.

Ada dua bentuk utama penyakit skabies yang diketahui, skabies biasa dan

crusted scabies, dan berkaitan dengan respon protektif dan patologis dari host

masing-masing. Manifestasi klinis yang berbeda dihasilkan berdasarkan jenis dan

besarnya respon seluler dan humoral dari parasit tersebut. Terdapat beberapa

kemungkinan alergen berpotensi menyebabkan timbulnya respon imun kini telah

diidentifikasi sebagai hasil dari proyek penemuan gen skabies.

Laporan terbaru melaporkan bahwa pasien dengan kedua jenis skabies,

baikyang biasa maupun crusted scabies memiliki respon seluler dan humoral

yang kuat untuk S. scabiei yang homolog dengan alergen tungau debu

rumah.Data saat ini menunjukkan bahwa respon imun protektif skabies

didominasi oleh sitokin tipe Th1 yang terkait dengan limfosit T CD4+, sedangkan

padacrusted scabies didominasi oleh sitokin tipe Th2 nonprotective, dan terdapat

bukti bahwa sel efektor pada kulit yang dominan mungkin limfosit CD8+.

Mekanisme kerusakan jaringan di crusted scabies meliputi sitotoksisitas

langsung terhadap keratinosit, sebagian besar dimediasi oleh sel T CD8+, dan

pelepasan sitokin, yang memperkuat respon inflamasi dengan menargetkan sel-sel

kulit yang lain. Peran keratinosit, eosinofil dan basofil tidak dipahami dengan

baik, tetapi penting untuk memahami evolusi dari respon kekebalan pada skabies.

Parasit pemakan-jaringan menghadapi bahaya yang signifikan bagi kelangsungan

awal hidup mereka, dikarenakan oleh respon imun bawaan dari host mereka.

Tungau kudis memakan protein epidermal dan plasmahost, dan terpapar secara

secara internal dan eksternal pada mekanisme pertahananhost. Protein tungau

memiliki sifat imunomodulator yang mendukung invasi host oleh parasit melalui

Page 3: skabies

downregulation atau menurunkan proses inflamasi di sel-sel kulit, dan mungkin

dengan jalan reaksi kekebalan tertunda.

Kompatibilitas Fisiologis penting sekali bagi parasit untuk membuat

kontak intim dengan host potensial. Kompatibilitas fisiologis ditentukan oleh

ketersediaan unsur hara yang tepat dan memadai serta kondisi fisik, kimia dan

imunologi cocok bagi parasit untuk berkembang dan bereproduksi serta mencerna

protein inang sebagai sumber makanan, protease tungau akan memfasilitasi invasi

jaringan inang, membantu dalam penetrasi kulit dan migrasi jaringan10.

V. MANIFESTASI KLINIS

Gejala skabies klasik pada orang dewasa muncul sebagai ruam pruritus

yang intensif, khususnya yang melibatkan daerah-daerah kulit yang cocok untuk

tumbuhnya tungau. Onset gejala ini pada orang tanpa infestasi sebelumnya terjadi

setelah 3-4 minggu. Pada orang dewasa dan anak-anak, lokasi predileksi meliputi

ruang interdigital, pergelangan tangan, lipatan aksila anterior, kulit periumbilical,

panggul termasuk bokong, pergelangan kaki, penis pada laki-laki, dan wilayah

periareolar pada wanita. Pada bayi dan anak-anak kecil, dan mungkin lebih sering

pada anak-anak dan orang dewasa di daerah tropis, predileksinya pada telapak

tangan, telapak kaki, wajah, leher, dan kulit kepala juga mungkin terlibat. Pasien

biasanya mengeluh bahwa pruritis lebih intens di malam hari7.

Dua bentuk erupsi kulit biasanya diamati : (1) eritematosa papular atau lesi

vesikular yang berkaitan dengan liang , dan (2) yang lebih umum berupa pruritus

papular yang tidak berhubungan dengan aktivitas tungau jelas. Liang yang dibuat

oleh tungau betina dewasa yang mencerna dan mengkonsumsi epidermis adalah

tanda diagnostik klinis klasik kudis. Liang hadir sebagai creeping eruption

(serpiginous) garis keabu-abuan, dengan panjang sekitar sekitar 5 mm, tungau ini

jarang terlihat dengan mata telanjang dan sering pula tidak ditemui pada

pemeriksaan. Biasanya pada liang tersebut dapat ditemukan telur dan feses dari

tungau. Sedangkan penyebab ruam yang lebih umum belum konklusif

ditegakkan, kemungkinan besar merupakan hasil dari respon imun seluler

terhadapantigen tungau, yang dibutuhkan 4-6 minggu untuk dapat terwujud pada

serangan primer. Pada infestasi berikutnya, sensitisasi berkembang pesat, dan

timbul gejala dan tanda-tanda yang jelas dalam waktu 24-48 jam . Ruam kulit ini

Page 4: skabies

yang lebih umum dan paling sering terlihat di sekitar aksila, daerah periareolar,

perut, pantat, dan paha7.

VI. DIAGNOSIS

Skabies merupakan kasus dengan diagnosa yang paling sulit sekaligus

termudah di dermatologi. Diagnosis perkiraan (presumtif) dapat ditegakkan

dengan ditemui adanya trias:

1. Lesi kulit pada daerah predileksi.

a. Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentu k garis lurus atau

berkelok, warna putih, atau abu-abu dengan ujung papul atau vesikel.

Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul atau nodul.

b. Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu:

sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,

lipatan ketiak, aerola mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna,

dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan

dan telapak kaki.

2. Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal)

3. Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/ kontak1.

Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan penemuan tungau, telur, atau

kotoran tungau (scybala) dari kerokan kulit secara mikroskopis8.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Ada pendapat yang mengatakan penyakit ini merupakan the great

immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit yang lain dengan

keluhan yang sama, yakni gatal. Adapun diagnosis bandingnya adalah9:

1. Prurigo

2. Pedikulosis korporis

3. Dermatitis9

4. Urtikaria

5. Insect bite1

VIII. TERAPI

Prinsip tata laksana skabies8:

Page 5: skabies

1. Penegakan diagnosis.

2. Pilih satu terapi yang tepat.

3. Obati seluruh tubuh mulai dari leher sampai kepala pada dewasa dan

kepala serta wajah pada bayi.

4. Berikan terapi pada semua kontak.

5. Berikan anjuran secara verbal dan resep tertulis yang detail.

6. Obati pula bila terdapat infeksi sekunder.

7. Lakukan pencegahan terhadap faktor resiko selama terapi.

8. Lakukan follow up 4 minggu setelah tata laksana.

9. Cuci seluruh pakaian, seprai, handuk setelah terapi lengkap.

Instruksi yang harus diberitahukan pada pasien8:

1. Mulai terapi dengan mandi seluruh badan menggunakanair hangat.

2. Obat dioleskan ke suluruh badan, entah bagian yang terkena maupun

yang tidak terkena.

3. Terapi sebaiknya dilakukan saat malam hari, sebelum tidur.

4. Hindari menyentuh mulut dan mata menggunakan tangan.

5. Ganti baju dan segera cuci baju tersebut keesokan harinya.

6. Mungkin akan terasa gatal selama beberapa hari, tapi jangan ulangi

terapi.

7. Semua orang yang ada di rumah juga harus melakukan terapi tersebut

pada waktu yang sama.

8. Kontrol seminggu kemudian.

Obat antiscabies8:

Obat topikal:

1. Krim permethrin 5%

2. Lotion atau krim lindane (gamma benzene hexachloride) 1%

3. Lotion atau emulsi benzyl benzoat 10% dan 25%

Page 6: skabies

4. Lotion malathion 0,5%

5. Lotion monosulfiram 25%

6. Krim crotamiton 10%

7. Salep sulfur 2%-20%

8. Aerosol esdepallethrine 0,63%

9. Lotion ivermectin 0,8%

Obat oral:

Ivermectin

Faktor yang mempengaruhi pemberian terapi8:

1. Umur pasien

2. Untuk wanita: status kehamilan dan laktasi.

3. Efektifitas obat

4. Keberadaan eksem

5. Toksisitas dari agen

6. Cost effectiveness

IX. PROGNOSIS

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat

pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi maka penyakit ini dapat

diberantas dan memberi prognosis baik9.

DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSKI, 2011. PANDUAN PELAYANAN MEDIS DOKTER

SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN. Jakarta.

Page 7: skabies

2. Wardhana, dkk. 2006. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini

dan Masa Datang. WARTAZOA Vol.6 No.1

3. Chosidow O. 2006) Skabies. The new england journal of medicine. 35,1-

16.

4. Setyaningrum, YI. 2013. Skabies Penyakit Kulit yang Terabaikan:

Prevalensi, Tantangan, dan Pendidikan sebagai Solusi Pencegahan

5. Cordoro K.M., & Iston D.M. 2012. Scabies. In: Hogan D et 1. al., eds.

eMedicine World Medical Library [online]. 2012

(http:www.emedicine.com/derm/topic 382.html, diakses 25 Pebruari 2014)

6. Ciftci IK, Karaca S, Dogru O, Cetinkaya Z, & Kulac K. 2006. Prevalence

of pediculosis and skabies in preschool nursery children of Afyon, Turkey.

Korean Journal of Parasitology 44, 95-98

7. McCarthy JS et al. 2004. Scabies: More than just an irritation. Postgrad

Med J 2004;80:382–387.

8. Karthikeyan K. 2005. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgrad

Med J 2005;81:7–11.

9. Handoko, RP. 2007. Skabies dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK

UI Press, Jakarta.

10. Hay RJ et al. 2012. Review: Scabies in the developing world—its

prevalence, complications, andmanagement. Clin Microbiol Infect 2012;

18: 313–323

STATUS RESPONSI

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Page 8: skabies

Pembimbing : dr. Muh. Eko Irawanto, Sp.KK

Nama : Aflifia Birruni Sabila

NIM : G99122009

A. ANAMNESIS

1. Identitas

Nama : An. R.I

Umur : 11 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Siswa

Alamat : Sragen

Tanggal periksa : Rabu, 19 Pebruari 2014

No rekam medik : 01197528

2. Keluhan utama

Gatal seluruh tubuh

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSDM diantar oleh ibunya

dengan keluhan gatal seluruh tubuh. Keluhan dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Selain

gatal, pasien juga merasakan perih (nyeri), demam (-). Keluhan gatal dirasakan

memberat saat malam hari dan saat berkeringat, termasuk pada saat cuaca panas.

Keluhan gatal dirasakan seluruh tubuh.

Pasien mengaku seluruh keluarganya yang tinggal serumah dengannya

mengalami keluhan yang sama. Keluhan pertama kali dialami oleh kakak pasien yang

tinggal di Semarang (tinggal di asrama) kemudian menular ke seluruh anggota

keluarga. Ibu pasien yang datang menemani pasien mengaku sudah mencoba

mengurangi gejala dengan mencuci semua pakaian, seprai, serta handuk yang ada di

rumah dengan air panas tapi keluhan tidak berkurang.

Page 9: skabies

Selain itu, Ibu pasien juga sudah mencoba memberikan pengobatan pada

pasien dengan salep yang dibeli di apotek, keluhan sedikit berkurang dengan pemberian

salep tersebut tapi kambuh lagi.

Page 10: skabies

4. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit serupa : (-)

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat atopi : disangkal

Riwayat kontak dengan penyakit sejenis : (+)

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

5. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit serupa : (+)

Riwayat alergi obat dan makanan : (+) kakak kandung alergi udang

Riwayat atopi : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

6. RIWAYAT AKTIVITAS

Pasien merupakan siswa di salah satu sekolah dasar swasta di Sragen.

Kegiatan sehari-hari adalah sekolah. Pasien tinggal di rumah yang berisi 5 orang

dalam satu bangunan.

7. RIWAYAT KEBIASAAN

Penderita mandi 2 kali sehari, pagi dan sore. Pakaian kotor penderita biasa

dicuci oleh ibu pasien. Penderita tidur sering bersama-sama dengan saudara pasien

yang lain dalam satu kasur. Penderita biasa menggunakan satu handuk bersama-sama

dengan anggota keluarga yang lain.

Page 11: skabies

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status generalis

Keadaan umum : sakit sedang, compos mentis

Vital sign : TD= 110/70 mmHg, HR= 110x/menit,

RR= 24x/menit, t= 39,2oC, Pain score = 2,

BB= 26 kg, TB= 137 cm

Kepala : mesocephal, hidung pelana (-)

Mata : lagoftalmus (-), madarosis (-/-)

Mulut : dalam batas normal

Wajah : dalam batas normal

Thorax Anterior : dalam batas normal

Thorax Posterior : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas atas : lihat status dermatologi

Ekstremitas bawah : lihat status dermatologi

2. Status dermatovenerologi

Regio interdigitalis palmaris: Tampak papul dan nodul eritem diskret, sebagian

hiperpigmentasi, ulkus (-), nyeri tekan (-)

Regio Cruris: Tampak papul dan nodul eritem diskret, sebagian hiperpigmentasi,

ulkus (-), nyeri tekan (-)

Page 12: skabies
Page 13: skabies

C. DIAGNOSIS BANDING

1. Skabies

2. Urtikaria

3. Dermatitis Kontak Alergi

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan mikroskopis NaCl 0,9%

Sarcoptes scabiei (-), telur Sarcoptes scabiei (-)

E. DIAGNOSIS KERJA

Skabies

F. TERAPI

1. Non medikamentosa

Penjelasan mengenai penyakit dan rencana terapinya

Jangan menggaruk lesi

Meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan

Menganjurkan pemeriksaan dan pengobatan untuk seluruh anggota keluarga

pasien.

2. Medikamentosa

Topikal : permetrin krim 5% dioles pada lesi, jika keluhan berlanjut diulang 1

minggu kemudian

Sistemik : cetirizine tab mg 10 1 dd tab 1/2 a.n.

G. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam