sistem peradilan pidana

5
SISTEM PERADILAN PIDANA PUTU ALVIN JANITRA 1103005186 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

Upload: luke-hubbard

Post on 24-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

tugas sistem peradilan pidana

TRANSCRIPT

Page 1: sistem peradilan pidana

SISTEM PERADILAN PIDANA

PUTU ALVIN JANITRA

1103005186

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: sistem peradilan pidana

Soal.

1. Model Peradilan Pidana dengan berlakunya KUHAP,dan cenderung kemana model

peradilan pidana ?,Alasan mengapa mengacu pada model tersebut Jawaban

Jawaban.

Model Peradilan Pidana dengan berlakunya KUHAP telah menganut dua model sekaligus

sesuai dengan tahap-tahap proses pengadilan yaitu Model system Inkuisitor dan Model System

Akusator (tahap penyidikan yaitu Polri,tahap penuntutan yaitu Jaksa Penuntut Umum,tahap

siding pengadilan yaitu Majelis Hakim.

Sistem Inkuisitor

Asas inkuisitor dianut HIR untuk pemeriksaan pendahuluan. Asas inkuisitor ini sesuai

dengan pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan alat bukti terpenting. Dasar hukum

asas inkuisitor terdapat pada Pasal 164 HIR.

Dalam pemeriksaan, penyidik berusaha mendapatkan pengakuan dari tersangka. Kadang-

kadang untuk mencapai maksud tersebut penyidik melakukan tindakan kekerasan atau

penganiayaan. Sesuai dengan HAM yang sudah menjadi ketentuan universal, asas inkuisitor ini

ditinggalkan oleh banyak negeri yang beradab. Kecuali di Inggris, Irlandia, dan Singapura

dimana sistem pemeriksaan akusator telah bergeser kepada siatem inkuisitor. Selaras dengan itu,

pembuktian menurut KUHAP, dimana alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan “

keterangan terdakwa “ dan ditambahkan dengan keterangan ahli.Pada sistem inkuisitor, jaminan

serta perlindungan terhadap hak asasi tersangka dan terdakwa belum memadai, artinya sering

terjadi pelanggaran hak asasi dalam bentuk kekerasan dan penyiksaan pada tahap pemeriksaan

penyidikan.

Sistem Akusator

Kebebasan memberi dan mendapatkan penasihat hukum menunjukkan bahwa KUHAP

telah menganut sistem akusator, walaupun dalam praktek masih ada pelanggaran .Hal ini berarti,

perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada dasarnya

telah dihilangkan.Tersangka dipandang sebagai subjek dan berhak memberikan keterangan

secara bebas dalam mengajukan pembelaan.  Sistem pembuktian menurut KUHAP, dimana alat-

alat bukti berupa “ pengakuan “ diganti dengan “ keterangan terdakwa “, dan ditambah dengan

keterangan ahli. Untuk mengimbangi perubahan sistem pemeriksaan dan pembuktian ini, para

Page 3: sistem peradilan pidana

penegak hukum dituntut agar menguasai segi – segi tekhnis hukum dan ilmu – ilmu pembantu

acara pidana seperti kriminalistik, kriminologi, kedokteran forensik, antropologi, psikologi, dll.

Dalam hal ini terdapat dalam KUHAP :Pasal 54 KUHAP :“ Guna kepentingan pembelaan,

tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum“

Jadi dengan di Undangkannya Undang-undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana maka menjadikan system peradilan di Indonesia menganut mixed

system.Alasan mengacu pada model tersebut karena model mixed system,pada tahap investigasi

merujuk pada system inkuisitor tetapi pada tahap persidangan digunakan system akusator.

Seperti yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang

merupakan Model Akusator terdapat pada Bab VI mengenai Tersangka dan Terdakwa, yakni

diatur hak-hak sebagai tersangka dan terdakwa ,terdakwa bebas  berbicara, bersikap sepanjang

untuk membela diri dan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum,sehingga adanya jaminan

hak asasi manusia, dan perlakuan sama dimata hukum. Sedangkan Model Ikuisator dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana terdapat dalam Bab V mengenai Penahanan,

Penggeledahan Badan, Pemasukan Rumah, Penyitaan Dan Pemeriksaan Surat yang dilakukan

oleh pihak berwenang. Selain penghentian penuntutan, penyidik juga dapat melakukan

penghentian penyidikan dikarenakan tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan

merupakan tindak pidana sesuai Pasal 109 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Model mixed sistem  ini tahap pemeriksaan hampir sama dengan tahap inkuisitor,

penyidikan dilakukan oleh seorang penyidik Polri.Pengambilan bukti dilakukan dengan dapat

dihadiri oleh kedua pihak baik tersangka maupun jaksa yang terlibat dalam perkara. Pada akhir

proses pemeriksaan pendahuluan atau sebelumnya, tertuduh dan penasehat hukum memperoleh

hak yang tidak terbatas untuk meneliti berkas perkara. Setelah proses pemeriksaan pendahuluan,

dilandaskanlah kepada system akusator yaitu pada tahap ini dimulai dengan menyampaikan

berkas perkara kepada jaksa/penuntum umum  yang harus menentukan apakah perkara akan

diteruskan ke pengadilan. Peradilan dilakukan secara terbuka, kedua belah pihak hadir di

persidangan dan memperoleh hak dan kesempatan yang sama untuk saling mengajukan

argumentasi.Pada prinsipnya, kedua bukti yang telah dikumpulkan oleh kedua belah pihak

dihadirkan dipersidangan dan diuji kebenarannya. Dalam persidangan perkara, dipimpin oleh

seorang Hakim.