sistem autonom
DESCRIPTION
passsssssTRANSCRIPT
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
BAB I
PENDAHULUAN
Susunan saraf otonom (visceral) ( SSO) berkaitan dengan pengontrolan jaringan
sasaran: otot jantung, otot polos dalam, dan kelenjar – kelenjar. Susunan saraf ini juga
membantu mempertahankan lingkungan tubuh intern yang mantap (homeostasis).
Susunan saraf otonom terdiri dari jaras eferen, jaras aferen, dan kelompok neuron –
neuron dalam otak dan sumsum tulang belakang yang mengatur fungsi sistem ini.
Komponen susunan otonom merupakan bagian simpatetik dan parasimpatetik
yang muncul dari badan sel praganglion di lokasi yang berbeda-beda. Suatu rantai 2-
neuron menjadi ciri struktur keluaran otonom. Badan sel neuron primer (neuron
prasinaps, atau praganglion) di dalam susunan saraf pusat terletak di dalam kolumna
kelabu lateral sumsum tulang belakang atau nukleus-nukleus batang otak. Neuron ini
mengirimkan aksonnya keluar untuk bersinaps dengan neuron sekunder (neuron
pascasinaps, atau pascaganglion) yang terletak di salah satu ganglion otonom. Dari
tempat ini, akson pascaganglion berjalan ke distribusi terminalnya di organ sasaran.
Oleh karena serabut pascaganglion melebihi jumlah neuron praganglion dengan
perbandingan kira-kira 32 : 1, maka satu neuron praganglion tunggal mungkin
mengontrol fungsi ototnom suatu daerah terminal yang agak lurus. Aktivitas refleks
otonom dalam sumsum tulang belakang dimodulasi oleh pusat – pusat otak sehingga
terdapat suatu organisasi dalam susunan saraf pusat itu sendiri.
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 1
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. SUSUNAN SARAF AUTONOM
Susunan saraf autonom adalah bagian susunan saraf yang mengurus perasaan
viseral dan semua gerakkan involuntar reflektorik, seperti vasodilatasi-vasokonstriksi,
bronkodilatasi-bronkokonstriksi, peristaltik, berkeringat, merinding dan seterusnya.
Sebagai bagian yang terintegrasi pada susunan saraf, maka susunan saraf autonom
mempunyai lintasan-lintasan desendes dan asendes. Ia terdiri dari bagian:
Pusat
Tepi
Ia terintegrasi dalam mekanisme fungsi luhur, yang menentukan kehidupan
emosional. Bahkan manifestasi fungsi luhur, yang menentukan kehidupan emosional.
Bahkan manifestasi aktivitas susunan saraf autonom sebagian besar terkait pada perangi
emosional. Sekresi air mata timbul pada seseorang terharu karena senang atau sedih.
Berkeringat banyak timbul pada waktu seseorang tegang dan takut. Seorang yang gelisah
dan tegang sering kencing bahkan buang air besar.
Walaupun manifestasi susunan saraf autonom terjadi diluar kemauan, pengaruh
korteks serebri memberikan pengarahan secara reflektorik. Mekanisme neuronal
pengaruh serebral ini dilaksanakan oleh neuron-neuron yang menghubungan daerah-
daerah korteks serebri tertentu dengan hipotalamus. Impuls pengarahan tersebut,
kemudian dipancarkan ke periferi melalui saraf-saraf otak dan saraf spinal. Sebagian dari
impuls hipotalamus disalurkan ke hipofisis dan ini merupakan ”input” bagi lintasan
neuroendokrin hipotalamus-hipofisis-gonada.
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 2
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
Bagian Pusat Susunan Saraf Autonom
Bagian pusat susunan saraf autonom terdiri dari korteks limbik, hipotalmus dan
hipofisis. Yang berperan sebagai pusat di antara ketiga bangunan itu ialah hipotalamus.
Sebagai pusat reseptif, hipotalamus menerima impuls-impuls dari korteks limbik yang
mengelilingi korpus kalosum. Sebagai pusat eksekutif hipotalamus membagi-bagikan
kativitasnya ke susunan saraf autonom perifer, dan mengelola fungsi hipofisis. Melalui
pengelolaan vaskularisasi pars anterior dan media glandula hipofisi, hipotalamus
mempengaruhi fungsi hormonal tubuh. Melalui neurosekresinya fungsi neurohipofisis
yang mengatur absorpsi air di tubulus distal dari nefron ditingkatkan.
Anatomi dan Fisiologi Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian talamus yang terletak di bawah sulkus hipotalamikus.
Batas depannya dibentuk oleh lamina terminalis, samping medialnya menjadi tanggul
bagian bawah dari ventrikel ketiga dan pada sisi lateralnya terdapat kapsula interna. Ke
belakang hipotalamus bertolak pada komisura posterior dan ke bawah ia melanjutkan diri
sebagai tangkai hipofisis.
Melalui hubungan-hubungan tersebut di atas hipotalamus dapat dianggap sebagai:
a. Pusat penerima impuls visero-autonom dari susunan saraf autonom perifer dan
juga impuls psiko-vegetatif autonom dari korteks serebri berikut sistem limbik,
Pusat yang mengatur dan membagi-bagikan aktivitas vegetatifnya kepada susunan
saraf perifer dan,
Pusat yang mengatur kegiatan neuro dan adenohipofisis.
Baik secara anatomik maupun fisiologik susunan saraf otonom dapat dibedakan
dalam komponen:
1. Simpatetik
2. Parasimpatetik
Hal ini didasarkan pada adanya dua macam zat penghantar impuls
”neurotransmitter” yang diproduksi oleh neuron-neuron autonom. Kedua
neurotransmitter itu ialah acethylcholin dan norepinephrin.
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 3
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
II. 1. 1. Anatomi dan Fisiologi Simpatetik
Anatomi
Bagian simpatetik (torakolumbal) susunan saraf otonom muncul dari badan sel
praganglion yang terletak dalam kolumna sel lateral dari 12 segmen torakal dan 2
segmen lumbal atas pada sumsum tulang belakang (Gambar 1).
Sistem Serabut Eferen Praganglion
Serabut praganglion kebanyakan bermielin. Berjalan dalam akar ventral, serabut
itu membentuk ramus komunikans albus pada saraf torakal dan lumbal dan dengan
demikian serabut itu mencapai rantai atau trunkus ganglia simpatetik. Ganglia trunkus ini
terletak pada sisi lateral ganglia, serabut ini mungkin bersinaps dengan sel ganglion,
berjalan berjalan ke atas atau kebawah dalam trunkus simpatetik untuk bersinaps dengan
sel ganglion pada tingkat yang lebih tinggi atau yang lebih rendah, atau berjalan melalui
ganglia trunkus dan keluar ke salah satu ganglia simpatetik kolateral (perantara )
(misalnya ganglia seliakum dan mesenterikum).
Nervi splanknikus yang muncul dari 7 segmen torakal bawah berjalan melalui
ganglia trunkus ke ganglia seliakum dan mesenterikum superior. Ditempat ini, koneksi
sinaps terjadi dengan sel-sel ganglion yang mempunyai akson pascaganglion kemudian
berjalan ke alat-alat dalam abdomen melalui pleksus seliakus. Saraf splanknik yang
muncul dari segmen sumsum tulang belakang di daerah paling bawah melalui pleksus
seliakus. Saraf splanknik yang muncul dari segmen sumsum tulang belakang di daerah
paling bawah torakal dan atas lumbal menghantarkan serabut ke stasion sinaps di
ganglion mesentrikum inferior dan ke ganglia kecil yang berhubungan dengan pleksus
hipogastrikus. Dari pleksus ini serabut-serabut pascasinaps didistribusikan ke alat-alat
dalam abdomen bagian bawah dan pelvis.
Sistem Serabut Eferen Pascaganglion
Serabut pascaganglion yang kebanyakan tidak bermielin membentuk rami
komunikans griseus. Serabut-serabut mungkin berjalan di sepanjang suatu jarak di dalam
saraf spinal atau secara langsung menuju ke jaringan sasarannya.
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 4
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
Rami komunikans griseus bergabung dengan masing-masing saraf spinal dan
mendistribusikan persarafan vasomotor, pilomotor, dan kelenjar keringat di seluruh area
somatik. Cabang-cabang ganglion simpatetikum servikal superior memasuki
pembentukan pleksus simpatetik di sekitar arteri karotis eksternal dan internal untuk
pendistribusian serabut-serabut simpatetik ke kepala. Nervi kardiakus superior dari 3
pasang ganglion simpatetik servikal menuju ke pleksus kardiakus pada dasar jantung dan
mendistribusikan serabut akselerator ke miokrad. Cabang vasomotor dari 5 ganglion
torakal atas menuju ke aorta torakal dan ke pleksus pulmonalis posterior, melalui pleksus
ini serabut-serabut dilator mencapai bronkus.
Fisiologi
Aktivitas simpatetik melebarkan diameter pupil, melebarkan fisura palpebralis,
meningkatkan frekuensi denyutan jantung dan memperlancar penyaluran impuls melalui
jaras atrioventrikular, menyempitkan lumen (konstriksi) hampir semua pembuluh darah,
terutama yang menuju ke kulit dan visera abdominak, tetapi melebarkan lumen (dilatasi)
arteria koronaria, menghambat peristaltik saluran pencernaan, menghambat otot detrusor
kandung kemih, membangunkan bulu kulit, menggalakkan sekresi keringat dan adrenalin
(epinephrine) dan meningkatkan gula darah dengan jalan glikogenolisis di hepar. Melalui
efeknya terhadap sekresi adrenalin, ia menggalakan dirinya sendiri, oleh karena adrenalin
merangsang susunan saraf simpatetik. Khasiat simpatetik terhadap pembuluh darah dan
jantung, (kontriksi pembuluh darah umum dan intra abdominal, dilatasi arteri koroner dan
meningkatkan frekuensi denyutan jantung) mengakibatkan bertambahnya jatah darah
untuk paru, otak dan otot-otot.
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 5
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
Gambar 1. Bagian simpatetik susunan saraf otonom (paruhan kiri)
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 6
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
II. 1. 2. Anatomi dan Fisiologi Parasimpatetik
Anatomi
Bagian parasimpatetik (kraniosakral) susunan saraf otonom muncul dari badan sel
praganglion dalam zat kelabu batang otak dan 3 segmen tengah sumsum tulang belakang
bagian sakral (S2 – S4). Kebanyakan serabut praganglion berjalan tanpa terputus dari asal
sentralnya sampai ke sel ganglion terminal yang berhubungan dengan pleksus meissner
dan auerbach. Distribusi parasimpatetik seluruhnya terbatas pada struktur viseral
(Gambar 2). Saraf-saraf otak yang menghantarkan serabut parasimpatetik (eferen
viseral) praganglion adalah nervus vagus. Saraf pelvik mendistribusikan serabut
parasimpatetik ke sebagian usus besar dan ke visera pelvis dan alat kelamin melalui
pleksus hipogastrikus; nervi occulomotorius, facialis, dan glossofaringeus
mendistribusikan serabut eferen simpatetik atau viseral ke kepala.
Fisiologi
Di lain pihak, aktivitas parasimpatetik menyempitkan diameter pupil,
memperlambat frekuensi denyutan jantung, menghambat lancarnya penghantaran melalui
jaras atrioventrikular, melebarkan lumen pembuluh darah, menyempitkan lumen
bronkoli, menggalakkan sekresi air liur dan air mata, menggalakkan peristaltik dan
melonggarkan sfinker saluran pencernaan, menggalakkan otot detrusor kandung kemih
dan sekresi insulin sehingga menurunkan gula darah.
Sifat antagonistik antara komponen simpatetik dan parasimpatetik dapat dianggap
perlu untuk mempersiapkan tubuh untuk menanggulangi tantangan dan memelihaa
kehidupan tubuh sepanjang masa. Komponen simpatetik merupakan penggalak bagi
segala macam proses yang dibutuhkan untuk bergulat dan melawan. Sedangkan
komponen para simpatetik mengatur proses anabolik, sekretorik dan reproduktif.
Pengaruh sistem saraf simpatik dan parasimpatik terhadap organ lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 1.
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 7
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
Gambar 2. Bagian parasimpatetik dari susunan saraf otonom (paruhan kiri)
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 8
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
II. 1. 3. Zat Transmitter
Jenis
Neurotransmiter otonom memprakarsai semua fungsi viseral; zat transmiter utama
adalah asetilkolin dan norepinefrin.
Asetilkolin dibebaskan pada semua ujung praganglion. Kadar yang tinggi dari
asetilkolin, kolin asetiltransferase, dan asetilkolinesterase ditemukan di ujung saraf
kolinergik.
Norepinefrin (levarterenol), suatu katekolamin, merupakan transmiter kimia pada
sebagian besar ujung pascaganglion simpatetik. Norepinefrin dan derivat metilnya,
epinefrin, disekresi oleh medula anak ginjal. Walaupun banyak visera mengandung
norepinefrin maupun epinefrin, namun yang terakhir tidak dianggap sebagai suatu
mediator pada ujung simpatetik, hanya kandungan norepinefrin saja yang dapat
dihubungkan dengan jumlah saraf simpatetik yang ada didalam alat tubuh. Obat-obat
yang memblok efek epinefrin tetapi tidak norepinefrin mempunyai efek yang kecil
terhadap respons dari sebagian besar organ untuk perangsangan pasokan saraf
adrenergiknya. Substansi P. Somatostatin, vasoactive intestinal peptide (VIP), adenosin,
dan adenosin trifosfat (ATP) mungkin juga berfungsi sebagai neutransmiter viseral.
Fungsi
Susunan saraf otonom dapat dibagi menjadi bagian koligernik dan adrenergik,
berdasarkan perantara kimia yang dilepaskannya (Tabel 2). Neuron koligernik meliputi
neuron praganglion dan pascaganglion parasimpatetik, neuron pascaganglion simpatetik
ke kelenjar keringat, dan neuron vasodilator simpatetik ke pembuluh darah dalam otot
rangka. Biasanya asetilkolin tidak ditemukan dalam sirkulasi darah dan efek pelepasan
koligernik setempat umumnya terbatas dan berjangka pendek oleh karena konsentrasi
kolinesterase yang tinggi di ujung saraf koligernik. Dalam medula anak ginjal, sel-sel
pascaganglion kehilangan aksonnya dan menjadi terspesialisis untuk mensekresi
katekolamin langsung ke dalam darah; neuron praganglion kolinergik terhadap sel-sel ini
bekerja sebagai pasokan saraf ganglion simpatetik umumnya dianggap adrenergik kecuali
neuron vasodilator simpatetik dan neuron kelenjar keringat. Perhatikan bahwa
norepinefrin mempunyai daya yang lebih lama dan lebih luas dibandingkan asetikolin.
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 9
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
Tabel 2. Respon organ terhadap impuls saraf otonom dan katekolamin yang berbeda
Organ Efektor Respons KoligernikImpuls Noradregenik
Jenis
ReseptorRespons
Mata
Otot radial iris
… Kontraksi (midrialis}
Otot sfingter iris Kontraksi (miosis) … …
Otot silliar Kontraksi untuk lihat dekat Relaksasi untuk lihat jauh
Jantung
Nodus S-A
Penurunan denyut jantung ; henti vagal 1 Peningkatan denyut jantung
Atrium Penurunan kontraktilitas dan (biasanya)
peningkatan kecepatan konduksi
Peningkatan kontraktilitas dan
kecepatan konduksi
Nodus A-V dan sistem konduksi Penurunan kecepatan konduksi ; blok A-V 1 Peningkatan kecepatan konduksi
Ventrikel … 2 peningkatan kontraktilitas dan
kecepatan konduksi
Arteriol
Koroner, otot rangka, pulmonal,
viseroabdomal, ginjal
Dilatasi Kontriksi
2 Dilatasi
Kulit dan mukosa, serebral,
kelenjar ludah
,,, Kontraksi
Vena sistemik … Kontriksi
2 Dilatasi
Paru
Otot bronkus
Kontraksi 2 Relaksasi
Kelenjar bronkus Perangsangan ? Inhibisi (?)
Lambung
Motilitas dan tunus
Peningkatan , 2 Penurunan (biasanya)
Sfinnker Relaksasi (biasanya) Kontraksi (biasanya)
Sekresi Perangsangan … Inhibisi (?)
Intestinal
Motilitas dan tanus
Peningkatan , 2 Penurunan
Sfinnker Relaksasi (biasanya) Kontraksi (biasanya)
Sekresi Perangsangan … Inhibisi (?)
Kandung empedu dan duktur Kontraksi … Relaksasi
Kandung kemih Kontraksi Relaksasi (biasanya)
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 10
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
Detrusor
Trigonum dan sfingner Relaksasi Kontraksi
Ureter
Mortilitas dan tonus
Peningkatan (?) Kontraksi
Uterus Bervariasi , 2 Bervariasi
Alat kelamin pria Ereksi Ejakulasi
Kulit
Otot pilomotor
… Kontraksi
Kelenjar keringat Sekresi umum Sekresi sedikit setempat
Kapsul limpa … Kontraksi
2 Relaksasi
Mendula anrenal Sekresi dan neropinefrin … …
Hati … , 2 Glikogenolisis
Pankreas
Asini
Peningkatan sekresi Penurunan sekresi
Inlets (pulau-pulau)
Peningkatan sekresi insulin dan glukosa
Penurunan sekresi insulin dan
glukagon
2 Peningkatan sekresi insulim dan
glukaton
Kelenjar ludah Sekresi cair yang berlipah Sekresi kental
2 Sekresi amilase
Kelenjar lakrimalis Sekresi … …
Kelenjar nasofaringeal Sekresi … …
Jaringan lemak … 1 Lipolisis
Sel jukstaglomerulas … 1 Peningkatan sekresi renin
Kelenjar pineal … Peningkatan sistesis dan sekresi
melatonin
II. 2. PERAN & KORELASI KLINIS SUSUNAN SARAF OTONOM
II. 2. 1. Peran susunan saraf autonom di dalam klinik akan kita jumpai di dalam :
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 11
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
1. Kehidupan vegetatif, yaitu proses-proses yang memelihara pertumbuhan dan
penyaluran bahan-bahan makanan dan sampah-sampahnya secara automatis dan di
luar kelola kemauan kita,
2. Perangai emosional, dan
3. Proses neurohormonal.
II. 2. 2. Korelasi Klinis
Miksi
Miksi (kencing) merupakan suatu refleks yang mempunyai busur refleks
supraspinal dan segmental-intraspinal. Penuhnya kandung kemih terasa karena lintasan
asendens menyalurkan impuls yang dicetuskan oleh ujung-ujung serabut aferen perifer
akibat teregangnya otot detrusor. Tibanya impuls tersebut di korteks serebri menelurkan
kesadaran akan penuhnya kandung kemih. Terputusnya lintasan impuls tersebut akan
menghilangkan perasaan ingin kencing, yang sewajarnya timbul jika kandung kenih
penuh. Kelanjutan dari keadaan demikian ialah inkontinensia melimpah keluar
(”overflow incontinence”)
Pada para penderita dengan lesi di medula spinalis di atas konus medularis yang
sudah menahun, kandung kemih dapat dikosongkan dnegan jalan perangsangan terhadap
daerah di sekitar os pubis dan lipatan inguinal. Adakalanya miksi timbul sewaktu kedua
tungkai bergerak secara secara involuntar. Oleh karena itu kandung kemih semacam itu
dinamakan ”kandung kemih automatik”. Pengosongan secara reflektorik itu dapat
dilaksanakan karena busur refleks spinal yang terletak di konus medularis masih utuh.
Lain halnya dengan lesi pada konus medularis. Refleks miksi spinal sudah tidak mungkin
seingga pengosongan kandung kemih harus dilaksanakan dengen penekanan suprapubik,
secara terus menerus sampai air seni yang terkandung dikeluarkan semuanya. Karena
busur refleks terputus oleh lesi di konus medularis atau saraf S.3 dan saraf S.4, maka
tonus kandung kemih hilang dan kandung kemih semacam itu dinamakan ”kandung
kemih atonik”. Akibat keadaan tersebut ialah residu air seni setelah pengosongan dengan
jalan penekanan suprapubik, masih cukup besar. Lama-kelamaan sfinkter menjadi
longgar dan timbullah inkontinensia.
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 12
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
Enuresis
Kapasitas kandungkemih bayi ialah 30 sampai 60 cc, sedangkan pada orang
dewasa 250-550 cc. Neonatus mengeluarkan urine 12 sampai 16 kali sehari secara
reflektorik. Enuresis noktural timbul pada tahap tidur NREM dan tidak mempunyai
hubungan yang erat dengan mimpi. Telah terbukti bahwa enuresis nukturna terjadi pada
waktu terbangun dari tahap 4 siklus tidur. Kebanyakan dari enuresis adalah primer, yaitu
suatu kebiasaan yang familial. Dengan alkaloid beladona dan imipramine (obat
antidepresi golongan tricyclis) tonus otot sfinker menjadi lebih tinggi, sehingga ngompol
dapat ditiadakan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pada enuresis primer, tonus otot
sfinker internus rendah sehingga air seni yang tertimbun dalam kandung kemih mudah
keluar melewati pintu yang sudah longgar
Enuresisi bisa juga disebabkan oleh kelainan struktural atau proses patologik.
Dalam hal ini, enuresis primer sekunder. Adapun sebab-sebab itu adalah obstruksi
didalam uretra, kandung kemih yang mempunyai kapasitas kecilm uretrotrigonitis,
diverikulitis kandung kemih dan stenosis uretra seperti pada hipospadia.
Hal-hal pendidikan di rumah yang kurang tepat bisa menjadi faktor presipitasi
bagi enuresis primer. Pada umumnya penekanan terlampau berat ditempatkan atas faktor
psikologis, tetapi sebenarnya hanya sebagian kecil saja yang mengompol karena ”ingin
mendapatkan perhatian” atau ”ngompol sebagai tindakan protes terhadap ibunya yang
lebih sayang pada adiknya”, sebagainya.
Defekasi
Buang air besar (defekasi), seperti miksi juga merupakan fungsi automatis.
Mekanisme pada mana tinja dikeluarkan melalui anus adalah mekanisme automatis yang
terintegrasi.
Defekasi adalah kegiatan voluntas untuk mengosongkan sigmoid dan rektum.
Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong ke
bawah sampai sampai tiba dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong ke bawah
sampai tiba di rektum yang berlangsung secara involuntar. Karena penuhnya rektum
kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua, semua kegiatan berjalan secara
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 13
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
voluntar. Sfinker ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga
tekanan intra-abdominal yang meningkatkan mempermudah dikeluarkannya tinja.
Kontinensi rektal merupakan hasil kegiatan gabungan yang mengurus tonus dan
refleks rektal. Selama tonus sfinkter internus tetap tinggi, kanalis rekti tertutup ketat.
Tetapi sebegitu tonus sfinkter internus menjadi rendah akibat inhibisi aktivitas simpatetik
(n.splanknikus) oleh kegiatan para simpatetik (n.pudendus), secara reflektorik kanalis
rekti menjadi longgar dan karena itu pengeluaran tinja dipermudah.
Jika kontinensi rektal terganggu, timbullah keadaan pada mana defekasi tidak
dapat terkelola oleh kemauan, yang disebut inkontinensia. Kerusakan pada integritas
serabut aferen dan aferen S.2, S.3 dan S.4, serta lintasan asensdes dan desendes spinal
menimbulkan inkotinensia. Keadaan tersebut bisa terjadi akibat kelainan kongenital
(mielodisplasia, mielomeningokel lumbosakral, siringomielia). Infeksi (mielitis
transversa), neoplasma (tumor kauda ekuwina, dermoid sakral, fibroma, ependimoma),
trauma dan gangguan vaskular (oklusi arteria spinalis anterior, hemoragia, hematomielia,
malformasi arterovenous).
Gangguan Vegetatif pada Kulit
Berbeda dengan keunggulan aktivitas parasimpatetik dalam mekanisme miksi dan
defekasi, aktivitas simpatetik menentukan manifestasi vegetatif di kulit. Persarafan
simpatetik bagi kulit dapat terputus karena lesi di saraf perifer, atau pada ganglia
peravertebralia serta serabut-serabut preganglionar simpatetik. Daerah kulit yang tidak
mendapat lagi impuls simpatetik memperhatikan (1) kulit tidak bisa merinding lagi,
karena tidak ada lagi aktivitas simpatetik yang dapat menggalakkan pilomotor.
Sewajarnya kulit bisa merinding bila dirangsang oleh dingin atau dogores dengan benda
runcing. (2) Kulit berwarna merah dan terasa panas. Keadaan demikian disebabkan oleh
hilangnya impuls simpatetik yang mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. (3) Kulit
tidak lagi berkeringat, oleh karena hilangnya impuls simpatetik yang menggalakkan
kelenjar keringat.
Fenomen Raynoud
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 14
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
Fenomen Raynaud terdiri dari ujung-ujung jari yang sianotik dan dingin. Jika kita
terdapat penyebabnya, maka manifestasi tersebut dianggap sebagai gejala penyakit
Raynaud. Jika penyebabnya dapat ditunjuk, maka manifestasi tersebut dinamakan
fenomen Raynaud. Fenomen Raynaud bisa dijumpai pada arteritis primer, penyakit
kolagen, setelah trauma, intoksikasi ergot atau pada siringomelia dan kompresi pleksus
brakialis.
Pada penyakit Raynaud, yang lebih sering dijumpai pada wanita, sebabnya belum
ditemukan. Tetapi pemotongan serabut-serabut simpatetik (simpatektomi) dari lengan
dapat menghilangkan fenomen Raynaud. Kalangan tertentu mengira bahwa pada penyakit
Raynaud terdapat kadar epinephrine dan norepinephrine di jaringan yang lebih tinggi dari
biasa.
Sianosis dan dingin akral (diujung-ujung jari) disebakan oleh spasmus pembuluh
darah. Biasanya mudah diprovokasi oleh iklim dingin atau emosi. Pada tahap pertama
ujung-ujung jari menjadi pusat dan dingin, tetapi selanjutnya sianosis dan dingin akan
menetap kendatipun iklim tidak dingin.
Gambar 3. Gambaran Raynaud’s Phenomenon
Kausalgia
Suatu keadaan nyeri pada tangan atau kaki, disebabkan oleh iritasi saraf medianus
atau iskiadikus akibat cedera. Ciri-cirinya adalah raa nyeri, terbakar yang hebat, kulit
mengkilat, pembengkakan, kemerahan, berkeringat, dan perubahan trofik pada kuku.
Kausalgia sering diatasi dengan blok simpatetik atau simpatektomi terhadap daerah yang
terkena.
Hiperhidrosis
Berkeringat secara berlebihan dinamakan hiperhidrosis. Keadaan ini bisa timbul
menyeluruh atau setempat. Mekanismenya belum diketahui. Pada hemiparesis,
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 15
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
hiperhidrosis pada sisi yang lumpuh bisa dijumpai. Pada orang-orang tertentu dapat
dijumpai hiperhidrosis hemifasialis jika mereka tengah makan. Pada orang-orang yang
”lemah saraf” keringat secara berlebihan terdapat pada telapak tangan dan kaki, baik jika
mereka gelisah maupun pada keadaan serba santai. Biasanya dianggap sebagai
manifestasi gangguan keseimbangan antara simpatetik dan para simpatetik.
Migraine
Disfungsi autonomik pembuluh darah di kulit kepala mengakibatkan timbulnya
nyeri kepala yang dikenal sebagai migraine. Sebenarnya mekanisme migraine belum
semuanya jelas. Tetapi banyak fakta-fakta mengungkapkan bahwa prodom dini dari
migraine pasti terkait pada vasokontriksi arteri intrakranial. Gejala yang khas bagi tahap
dini ini ialah timbulnya skotoma dan wajah yang pusat. Prodom itu disusul dengan
timbulnya nyeri kepala sesisi dan wajah menjadi merah. Tidak lama kemudian bisa
bangkity mual dan muntah-muntah, edema selaput lendiri hidung, jari-jari tangan
vasodilatasi arteri ekstrakranial.
Apa yang menyebabkan disfungsi pembuluh darah masih belum diketahui. Tetapi
mungkin sekali suatu gangguan bawaan, karena faktor familial dan hereditas jelas ada
pada migraine.
Akalasia dan otot sfinker yang aganglionik
Degenerasi pada ganglion mesentrik atau pada nukleus ambigus (n.vagus) bisa
mengakibatkan peristaltik pada esofagus.karena itu pembukaan sfinkter yang
memisahkan lambung dan esofagus tidak bisa masuk ke dalam lambung. Gejala keadaan
demikian ialah muntah atau regurgitasi. Hilangnya gerakan peristaltik esofagus, yang
dinamakan akalasia, dapat dijumpai pada bayi dan juga pada orang-orang dewasa.
Pada penyakit Hirschprung, bagian usus yang mengembung mempunyai sel-sel
ganglion. Tetapi langsung distal dari bagian tersebut, terdapat usus yang tidak
mempunyai sel ganglion dalam dindingnya. Pada penyakit Hirschprung biasanya otot
sfinkter internus rekti yang aganglionik.
Pupil dan susunan saraf autonom
Dilatasi dan kontraksi pupil disebabkan oleh aktivitas simpatetik dan para
simpatetik. Pupil yang lebar (midriasis) yang tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 16
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
dan akomodasi, bisa disebabkan oleh hiperaktivitas simpatetik, atau yang lebih sering
terjadi, karena lesi dikomponen parasimpatetiknya. Kompresi pada nervus okulomotorius
yang mengandung srabut-serabut parasimpatetik menimbulkan midrasis yang tidak
bereaksi terhadap cahaya dan pada akomodasi. Dengan penetesan metacholine (2,5%)
pada pupil yang normal tidak terdapat perubahan pupil. Tetapi penetesan metacholine
pada pupil yang midriatik karena lesi nervus okulomorius, berhasil menimbulkan
konstriksi pupil. Dalam hal test tersebut, metacholine yang merupakan zat kolinergik
membuktikan bahwa serabut parasimpatetik yang ikut bersama-sama dengan nervus
okulomotorius tidak menyalurkan impuls parasimpatetik lagi.
Miosis atau pupil yang sempit bisa merupakan manifestasi hiperaktivitas
komponen perasimpatetik atau manifestasi blokade aktivitas simpatetik. Test untuk
mengungkapkan komponen mana yang menyebabkan miosisi ialah dengan jalan
penetesan homatropin. Jika miosis itu disebabkan oleh aktivitas simpatetik yang tertekan
maka penetesan homatropin tidak membangkitkan perubahan yang nyata. Tetapi jika
miosis disebabkan oleh hiperaktivitas perasimpatetik, maka penetesan homatropin pada
pupil yang miotik itu akan menimbulkan dilatasi pupil yang nyata.
Miosis karena blokade aktivitas komponen simpatetik sering dijumpai pada lesi
yang mengenai serabut-serabut simpatetik untuk kepala. Pada infark medula lateralis,
misalnya serabut-serabut retikulospinal lateral tersebut di atas ikut terusak dan miosis
akan dijumpai. Pada tumor disekitar kutub superior paru atau di fosa supraklavikularis,
ganglion servikale serta serabut postganglionarnya bisa tertekan. Juga pada kelainan di
arteria karotis interna serabut postganglionar simpatetik bisa mengalami blokade.
Hilangnya aktivitas simpatetik menimbulkan juga penyempitan fisura palpebral, sehingga
miosisi yang dijumpai disertai oleh ptosis. Lagi pula karena hilangnya aktivitas
simpatetetik, maka pada sisi lesi terdapat juga anhidrosis (tidak berkeringat). Gejala-
gejala miosis, ptosis dan anhidrosis yang merupakan manifestasi blokade aktivitas
simpatetik di kenal sebagai sindrom Horner.
BAB III
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 17
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
KESIMPULAN
Susunan saraf otonom (visceral) ( SSO) berkaitan dengan pengontrolan jaringan
sasaran: otot jantung, otot polos dalam, dan kelenjar – kelenjar. Susunan saraf ini juga
membantu mempertahankan lingkungan tubuh intern yang mantap (homeostasis).
Susunan saraf otonom terdiri dari jaras eferen, jaras aferen, dan kelompok neuron –
neuron dalam otak dan sumsum tulang belakang yang mengatur fungsi sistem ini.
Baik secara anatomik maupun fisiologik susunan saraf otonom dapat dibedakan
dalam komponen:
Simpatetik
Parasimpatetik
Hal ini didasarkan pada adanya dua macam zat penghantar impuls
”neurotransmitter” yang diproduksi oleh neuron-neuron autonom. Kedua
neurotransmitter itu ialah acethylcholin dan norepinephrin.
Neurotransmiter otonom memprakarsai semua fungsi viseral; zat transmiter utama
adalah asetilkolin dan norepinefrin. Asetilkolin dibebaskan pada semua ujung
praganglion. Kadar yang tinggi dari asetilkolin, kolin asetiltransferase, dan
asetilkolinesterase ditemukan di ujung saraf kolinergik. Norepinefrin (levarterenol), suatu
katekolamin, merupakan transmiter kimia pada sebagian besar ujung pascaganglion
simpatetik.
Peran susunan saraf autonom di dalam klinik akan kita jumpai di dalam :
kehidupan vegetatif, yaitu proses-proses yang memelihara pertumbuhan dan penyaluran
bahan-bahan makanan dan sampah-sampahnya secara automatis dan di luar kelola
kemauan kita, perangai emosional, dan proses neurohormonal.
DAFTAR PUSTAKA
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 18
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.
Ked
1. Duus Peter; Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi-Fisiologi-Tanda-Gejala, Edisi
Kedua, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta, 1996, p: 219 – 29.
2. Sidharta Priguna; tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Cetakan Keempat,
Dian Rakyat, Jakarta, 1999, p: 572 – 600.
3. deGroot Jack, Neuroanatomi Korelatif, Edisi Keduapuluhsatu, Cetakan Pertama,
EGC, Jakarta, 1997, p: 202 – 15.
4. Mardjono. M, Sidharta. P, Neuorologi Klinis Dasar, Edisi Kelima, Cetakan
Keempat, Dian Rakyat, Jakarta, 1989, p: 219 – 32.
5. Farr Gary. The Autonomic Nervous System. [Cited 2005 August 9]. Available
from: URL: http://www.BECOMEHEALTHYNOW.COM
6. Plotz. P, Clements. J. P. Raynaud’s Phenomenon. [Cited 2005 August 9].
Available from: URL: http://www.NIAMS.nih.gov/index.htm.
KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 19