sistem autonom

29
SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S. Ked BAB I PENDAHULUAN Susunan saraf otonom (visceral) ( SSO) berkaitan dengan pengontrolan jaringan sasaran: otot jantung, otot polos dalam, dan kelenjar – kelenjar. Susunan saraf ini juga membantu mempertahankan lingkungan tubuh intern yang mantap (homeostasis). Susunan saraf otonom terdiri dari jaras eferen, jaras aferen, dan kelompok neuron – neuron dalam otak dan sumsum tulang belakang yang mengatur fungsi sistem ini. Komponen susunan otonom merupakan bagian simpatetik dan parasimpatetik yang muncul dari badan sel praganglion di lokasi yang berbeda-beda. Suatu rantai 2-neuron menjadi ciri struktur keluaran otonom. Badan sel neuron primer (neuron prasinaps, atau praganglion) di dalam susunan saraf pusat terletak di dalam kolumna kelabu lateral sumsum tulang belakang atau nukleus-nukleus batang otak. Neuron ini mengirimkan aksonnya keluar untuk bersinaps dengan neuron sekunder (neuron pascasinaps, atau pascaganglion) yang terletak di salah satu ganglion otonom. Dari tempat ini, akson pascaganglion berjalan ke distribusi terminalnya di organ sasaran. KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. S RUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 1

Upload: munzir

Post on 17-Jan-2016

50 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

passsssss

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

BAB I

PENDAHULUAN

Susunan saraf otonom (visceral) ( SSO) berkaitan dengan pengontrolan jaringan

sasaran: otot jantung, otot polos dalam, dan kelenjar – kelenjar. Susunan saraf ini juga

membantu mempertahankan lingkungan tubuh intern yang mantap (homeostasis).

Susunan saraf otonom terdiri dari jaras eferen, jaras aferen, dan kelompok neuron –

neuron dalam otak dan sumsum tulang belakang yang mengatur fungsi sistem ini.

Komponen susunan otonom merupakan bagian simpatetik dan parasimpatetik

yang muncul dari badan sel praganglion di lokasi yang berbeda-beda. Suatu rantai 2-

neuron menjadi ciri struktur keluaran otonom. Badan sel neuron primer (neuron

prasinaps, atau praganglion) di dalam susunan saraf pusat terletak di dalam kolumna

kelabu lateral sumsum tulang belakang atau nukleus-nukleus batang otak. Neuron ini

mengirimkan aksonnya keluar untuk bersinaps dengan neuron sekunder (neuron

pascasinaps, atau pascaganglion) yang terletak di salah satu ganglion otonom. Dari

tempat ini, akson pascaganglion berjalan ke distribusi terminalnya di organ sasaran.

Oleh karena serabut pascaganglion melebihi jumlah neuron praganglion dengan

perbandingan kira-kira 32 : 1, maka satu neuron praganglion tunggal mungkin

mengontrol fungsi ototnom suatu daerah terminal yang agak lurus. Aktivitas refleks

otonom dalam sumsum tulang belakang dimodulasi oleh pusat – pusat otak sehingga

terdapat suatu organisasi dalam susunan saraf pusat itu sendiri.

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 1

Page 2: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. SUSUNAN SARAF AUTONOM

Susunan saraf autonom adalah bagian susunan saraf yang mengurus perasaan

viseral dan semua gerakkan involuntar reflektorik, seperti vasodilatasi-vasokonstriksi,

bronkodilatasi-bronkokonstriksi, peristaltik, berkeringat, merinding dan seterusnya.

Sebagai bagian yang terintegrasi pada susunan saraf, maka susunan saraf autonom

mempunyai lintasan-lintasan desendes dan asendes. Ia terdiri dari bagian:

Pusat

Tepi

Ia terintegrasi dalam mekanisme fungsi luhur, yang menentukan kehidupan

emosional. Bahkan manifestasi fungsi luhur, yang menentukan kehidupan emosional.

Bahkan manifestasi aktivitas susunan saraf autonom sebagian besar terkait pada perangi

emosional. Sekresi air mata timbul pada seseorang terharu karena senang atau sedih.

Berkeringat banyak timbul pada waktu seseorang tegang dan takut. Seorang yang gelisah

dan tegang sering kencing bahkan buang air besar.

Walaupun manifestasi susunan saraf autonom terjadi diluar kemauan, pengaruh

korteks serebri memberikan pengarahan secara reflektorik. Mekanisme neuronal

pengaruh serebral ini dilaksanakan oleh neuron-neuron yang menghubungan daerah-

daerah korteks serebri tertentu dengan hipotalamus. Impuls pengarahan tersebut,

kemudian dipancarkan ke periferi melalui saraf-saraf otak dan saraf spinal. Sebagian dari

impuls hipotalamus disalurkan ke hipofisis dan ini merupakan ”input” bagi lintasan

neuroendokrin hipotalamus-hipofisis-gonada.

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 2

Page 3: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

Bagian Pusat Susunan Saraf Autonom

Bagian pusat susunan saraf autonom terdiri dari korteks limbik, hipotalmus dan

hipofisis. Yang berperan sebagai pusat di antara ketiga bangunan itu ialah hipotalamus.

Sebagai pusat reseptif, hipotalamus menerima impuls-impuls dari korteks limbik yang

mengelilingi korpus kalosum. Sebagai pusat eksekutif hipotalamus membagi-bagikan

kativitasnya ke susunan saraf autonom perifer, dan mengelola fungsi hipofisis. Melalui

pengelolaan vaskularisasi pars anterior dan media glandula hipofisi, hipotalamus

mempengaruhi fungsi hormonal tubuh. Melalui neurosekresinya fungsi neurohipofisis

yang mengatur absorpsi air di tubulus distal dari nefron ditingkatkan.

Anatomi dan Fisiologi Hipotalamus

Hipotalamus adalah bagian talamus yang terletak di bawah sulkus hipotalamikus.

Batas depannya dibentuk oleh lamina terminalis, samping medialnya menjadi tanggul

bagian bawah dari ventrikel ketiga dan pada sisi lateralnya terdapat kapsula interna. Ke

belakang hipotalamus bertolak pada komisura posterior dan ke bawah ia melanjutkan diri

sebagai tangkai hipofisis.

Melalui hubungan-hubungan tersebut di atas hipotalamus dapat dianggap sebagai:

a. Pusat penerima impuls visero-autonom dari susunan saraf autonom perifer dan

juga impuls psiko-vegetatif autonom dari korteks serebri berikut sistem limbik,

Pusat yang mengatur dan membagi-bagikan aktivitas vegetatifnya kepada susunan

saraf perifer dan,

Pusat yang mengatur kegiatan neuro dan adenohipofisis.

Baik secara anatomik maupun fisiologik susunan saraf otonom dapat dibedakan

dalam komponen:

1. Simpatetik

2. Parasimpatetik

Hal ini didasarkan pada adanya dua macam zat penghantar impuls

”neurotransmitter” yang diproduksi oleh neuron-neuron autonom. Kedua

neurotransmitter itu ialah acethylcholin dan norepinephrin.

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 3

Page 4: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

II. 1. 1. Anatomi dan Fisiologi Simpatetik

Anatomi

Bagian simpatetik (torakolumbal) susunan saraf otonom muncul dari badan sel

praganglion yang terletak dalam kolumna sel lateral dari 12 segmen torakal dan 2

segmen lumbal atas pada sumsum tulang belakang (Gambar 1).

Sistem Serabut Eferen Praganglion

Serabut praganglion kebanyakan bermielin. Berjalan dalam akar ventral, serabut

itu membentuk ramus komunikans albus pada saraf torakal dan lumbal dan dengan

demikian serabut itu mencapai rantai atau trunkus ganglia simpatetik. Ganglia trunkus ini

terletak pada sisi lateral ganglia, serabut ini mungkin bersinaps dengan sel ganglion,

berjalan berjalan ke atas atau kebawah dalam trunkus simpatetik untuk bersinaps dengan

sel ganglion pada tingkat yang lebih tinggi atau yang lebih rendah, atau berjalan melalui

ganglia trunkus dan keluar ke salah satu ganglia simpatetik kolateral (perantara )

(misalnya ganglia seliakum dan mesenterikum).

Nervi splanknikus yang muncul dari 7 segmen torakal bawah berjalan melalui

ganglia trunkus ke ganglia seliakum dan mesenterikum superior. Ditempat ini, koneksi

sinaps terjadi dengan sel-sel ganglion yang mempunyai akson pascaganglion kemudian

berjalan ke alat-alat dalam abdomen melalui pleksus seliakus. Saraf splanknik yang

muncul dari segmen sumsum tulang belakang di daerah paling bawah melalui pleksus

seliakus. Saraf splanknik yang muncul dari segmen sumsum tulang belakang di daerah

paling bawah torakal dan atas lumbal menghantarkan serabut ke stasion sinaps di

ganglion mesentrikum inferior dan ke ganglia kecil yang berhubungan dengan pleksus

hipogastrikus. Dari pleksus ini serabut-serabut pascasinaps didistribusikan ke alat-alat

dalam abdomen bagian bawah dan pelvis.

Sistem Serabut Eferen Pascaganglion

Serabut pascaganglion yang kebanyakan tidak bermielin membentuk rami

komunikans griseus. Serabut-serabut mungkin berjalan di sepanjang suatu jarak di dalam

saraf spinal atau secara langsung menuju ke jaringan sasarannya.

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 4

Page 5: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

Rami komunikans griseus bergabung dengan masing-masing saraf spinal dan

mendistribusikan persarafan vasomotor, pilomotor, dan kelenjar keringat di seluruh area

somatik. Cabang-cabang ganglion simpatetikum servikal superior memasuki

pembentukan pleksus simpatetik di sekitar arteri karotis eksternal dan internal untuk

pendistribusian serabut-serabut simpatetik ke kepala. Nervi kardiakus superior dari 3

pasang ganglion simpatetik servikal menuju ke pleksus kardiakus pada dasar jantung dan

mendistribusikan serabut akselerator ke miokrad. Cabang vasomotor dari 5 ganglion

torakal atas menuju ke aorta torakal dan ke pleksus pulmonalis posterior, melalui pleksus

ini serabut-serabut dilator mencapai bronkus.

Fisiologi

Aktivitas simpatetik melebarkan diameter pupil, melebarkan fisura palpebralis,

meningkatkan frekuensi denyutan jantung dan memperlancar penyaluran impuls melalui

jaras atrioventrikular, menyempitkan lumen (konstriksi) hampir semua pembuluh darah,

terutama yang menuju ke kulit dan visera abdominak, tetapi melebarkan lumen (dilatasi)

arteria koronaria, menghambat peristaltik saluran pencernaan, menghambat otot detrusor

kandung kemih, membangunkan bulu kulit, menggalakkan sekresi keringat dan adrenalin

(epinephrine) dan meningkatkan gula darah dengan jalan glikogenolisis di hepar. Melalui

efeknya terhadap sekresi adrenalin, ia menggalakan dirinya sendiri, oleh karena adrenalin

merangsang susunan saraf simpatetik. Khasiat simpatetik terhadap pembuluh darah dan

jantung, (kontriksi pembuluh darah umum dan intra abdominal, dilatasi arteri koroner dan

meningkatkan frekuensi denyutan jantung) mengakibatkan bertambahnya jatah darah

untuk paru, otak dan otot-otot.

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 5

Page 6: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

Gambar 1. Bagian simpatetik susunan saraf otonom (paruhan kiri)

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 6

Page 7: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

II. 1. 2. Anatomi dan Fisiologi Parasimpatetik

Anatomi

Bagian parasimpatetik (kraniosakral) susunan saraf otonom muncul dari badan sel

praganglion dalam zat kelabu batang otak dan 3 segmen tengah sumsum tulang belakang

bagian sakral (S2 – S4). Kebanyakan serabut praganglion berjalan tanpa terputus dari asal

sentralnya sampai ke sel ganglion terminal yang berhubungan dengan pleksus meissner

dan auerbach. Distribusi parasimpatetik seluruhnya terbatas pada struktur viseral

(Gambar 2). Saraf-saraf otak yang menghantarkan serabut parasimpatetik (eferen

viseral) praganglion adalah nervus vagus. Saraf pelvik mendistribusikan serabut

parasimpatetik ke sebagian usus besar dan ke visera pelvis dan alat kelamin melalui

pleksus hipogastrikus; nervi occulomotorius, facialis, dan glossofaringeus

mendistribusikan serabut eferen simpatetik atau viseral ke kepala.

Fisiologi

Di lain pihak, aktivitas parasimpatetik menyempitkan diameter pupil,

memperlambat frekuensi denyutan jantung, menghambat lancarnya penghantaran melalui

jaras atrioventrikular, melebarkan lumen pembuluh darah, menyempitkan lumen

bronkoli, menggalakkan sekresi air liur dan air mata, menggalakkan peristaltik dan

melonggarkan sfinker saluran pencernaan, menggalakkan otot detrusor kandung kemih

dan sekresi insulin sehingga menurunkan gula darah.

Sifat antagonistik antara komponen simpatetik dan parasimpatetik dapat dianggap

perlu untuk mempersiapkan tubuh untuk menanggulangi tantangan dan memelihaa

kehidupan tubuh sepanjang masa. Komponen simpatetik merupakan penggalak bagi

segala macam proses yang dibutuhkan untuk bergulat dan melawan. Sedangkan

komponen para simpatetik mengatur proses anabolik, sekretorik dan reproduktif.

Pengaruh sistem saraf simpatik dan parasimpatik terhadap organ lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel 1.

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 7

Page 8: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

Gambar 2. Bagian parasimpatetik dari susunan saraf otonom (paruhan kiri)

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 8

Page 9: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

II. 1. 3. Zat Transmitter

Jenis

Neurotransmiter otonom memprakarsai semua fungsi viseral; zat transmiter utama

adalah asetilkolin dan norepinefrin.

Asetilkolin dibebaskan pada semua ujung praganglion. Kadar yang tinggi dari

asetilkolin, kolin asetiltransferase, dan asetilkolinesterase ditemukan di ujung saraf

kolinergik.

Norepinefrin (levarterenol), suatu katekolamin, merupakan transmiter kimia pada

sebagian besar ujung pascaganglion simpatetik. Norepinefrin dan derivat metilnya,

epinefrin, disekresi oleh medula anak ginjal. Walaupun banyak visera mengandung

norepinefrin maupun epinefrin, namun yang terakhir tidak dianggap sebagai suatu

mediator pada ujung simpatetik, hanya kandungan norepinefrin saja yang dapat

dihubungkan dengan jumlah saraf simpatetik yang ada didalam alat tubuh. Obat-obat

yang memblok efek epinefrin tetapi tidak norepinefrin mempunyai efek yang kecil

terhadap respons dari sebagian besar organ untuk perangsangan pasokan saraf

adrenergiknya. Substansi P. Somatostatin, vasoactive intestinal peptide (VIP), adenosin,

dan adenosin trifosfat (ATP) mungkin juga berfungsi sebagai neutransmiter viseral.

Fungsi

Susunan saraf otonom dapat dibagi menjadi bagian koligernik dan adrenergik,

berdasarkan perantara kimia yang dilepaskannya (Tabel 2). Neuron koligernik meliputi

neuron praganglion dan pascaganglion parasimpatetik, neuron pascaganglion simpatetik

ke kelenjar keringat, dan neuron vasodilator simpatetik ke pembuluh darah dalam otot

rangka. Biasanya asetilkolin tidak ditemukan dalam sirkulasi darah dan efek pelepasan

koligernik setempat umumnya terbatas dan berjangka pendek oleh karena konsentrasi

kolinesterase yang tinggi di ujung saraf koligernik. Dalam medula anak ginjal, sel-sel

pascaganglion kehilangan aksonnya dan menjadi terspesialisis untuk mensekresi

katekolamin langsung ke dalam darah; neuron praganglion kolinergik terhadap sel-sel ini

bekerja sebagai pasokan saraf ganglion simpatetik umumnya dianggap adrenergik kecuali

neuron vasodilator simpatetik dan neuron kelenjar keringat. Perhatikan bahwa

norepinefrin mempunyai daya yang lebih lama dan lebih luas dibandingkan asetikolin.

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 9

Page 10: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

Tabel 2. Respon organ terhadap impuls saraf otonom dan katekolamin yang berbeda

Organ Efektor Respons KoligernikImpuls Noradregenik

Jenis

ReseptorRespons

Mata

Otot radial iris

… Kontraksi (midrialis}

Otot sfingter iris   Kontraksi (miosis) … …

Otot silliar Kontraksi untuk lihat dekat Relaksasi untuk lihat jauh

Jantung

Nodus S-A

Penurunan denyut jantung ; henti vagal 1 Peningkatan denyut jantung

Atrium Penurunan kontraktilitas dan (biasanya)

peningkatan kecepatan konduksi

Peningkatan kontraktilitas dan

kecepatan konduksi

Nodus A-V dan sistem konduksi Penurunan kecepatan konduksi ; blok A-V 1 Peningkatan kecepatan konduksi

Ventrikel … 2 peningkatan kontraktilitas dan

kecepatan konduksi

Arteriol

Koroner, otot rangka, pulmonal,

viseroabdomal, ginjal

Dilatasi Kontriksi

2 Dilatasi

Kulit dan mukosa, serebral,

kelenjar ludah

,,, Kontraksi

Vena sistemik … Kontriksi

2 Dilatasi

Paru

Otot bronkus

Kontraksi 2 Relaksasi

Kelenjar bronkus Perangsangan ? Inhibisi (?)

Lambung

Motilitas dan tunus

Peningkatan , 2 Penurunan (biasanya)

Sfinnker Relaksasi (biasanya) Kontraksi (biasanya)

Sekresi Perangsangan … Inhibisi (?)

Intestinal

Motilitas dan tanus

Peningkatan , 2 Penurunan

Sfinnker Relaksasi (biasanya) Kontraksi (biasanya)

Sekresi Perangsangan … Inhibisi (?)

Kandung empedu dan duktur Kontraksi … Relaksasi

Kandung kemih Kontraksi Relaksasi (biasanya)

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 10

Page 11: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

Detrusor

Trigonum dan sfingner Relaksasi Kontraksi

Ureter

Mortilitas dan tonus

Peningkatan (?) Kontraksi

Uterus Bervariasi , 2 Bervariasi

Alat kelamin pria Ereksi Ejakulasi

Kulit

Otot pilomotor

… Kontraksi

Kelenjar keringat Sekresi umum Sekresi sedikit setempat

Kapsul limpa … Kontraksi

2 Relaksasi

Mendula anrenal Sekresi dan neropinefrin … …

Hati … , 2 Glikogenolisis

Pankreas

Asini

Peningkatan sekresi Penurunan sekresi

Inlets (pulau-pulau)

Peningkatan sekresi insulin dan glukosa

Penurunan sekresi insulin dan

glukagon

2 Peningkatan sekresi insulim dan

glukaton

Kelenjar ludah Sekresi cair yang berlipah Sekresi kental

2 Sekresi amilase

Kelenjar lakrimalis Sekresi … …

Kelenjar nasofaringeal Sekresi … …

Jaringan lemak … 1 Lipolisis

Sel jukstaglomerulas … 1 Peningkatan sekresi renin

Kelenjar pineal … Peningkatan sistesis dan sekresi

melatonin

II. 2. PERAN & KORELASI KLINIS SUSUNAN SARAF OTONOM

II. 2. 1. Peran susunan saraf autonom di dalam klinik akan kita jumpai di dalam :

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 11

Page 12: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

1. Kehidupan vegetatif, yaitu proses-proses yang memelihara pertumbuhan dan

penyaluran bahan-bahan makanan dan sampah-sampahnya secara automatis dan di

luar kelola kemauan kita,

2. Perangai emosional, dan

3. Proses neurohormonal.

II. 2. 2. Korelasi Klinis

Miksi

Miksi (kencing) merupakan suatu refleks yang mempunyai busur refleks

supraspinal dan segmental-intraspinal. Penuhnya kandung kemih terasa karena lintasan

asendens menyalurkan impuls yang dicetuskan oleh ujung-ujung serabut aferen perifer

akibat teregangnya otot detrusor. Tibanya impuls tersebut di korteks serebri menelurkan

kesadaran akan penuhnya kandung kemih. Terputusnya lintasan impuls tersebut akan

menghilangkan perasaan ingin kencing, yang sewajarnya timbul jika kandung kenih

penuh. Kelanjutan dari keadaan demikian ialah inkontinensia melimpah keluar

(”overflow incontinence”)

Pada para penderita dengan lesi di medula spinalis di atas konus medularis yang

sudah menahun, kandung kemih dapat dikosongkan dnegan jalan perangsangan terhadap

daerah di sekitar os pubis dan lipatan inguinal. Adakalanya miksi timbul sewaktu kedua

tungkai bergerak secara secara involuntar. Oleh karena itu kandung kemih semacam itu

dinamakan ”kandung kemih automatik”. Pengosongan secara reflektorik itu dapat

dilaksanakan karena busur refleks spinal yang terletak di konus medularis masih utuh.

Lain halnya dengan lesi pada konus medularis. Refleks miksi spinal sudah tidak mungkin

seingga pengosongan kandung kemih harus dilaksanakan dengen penekanan suprapubik,

secara terus menerus sampai air seni yang terkandung dikeluarkan semuanya. Karena

busur refleks terputus oleh lesi di konus medularis atau saraf S.3 dan saraf S.4, maka

tonus kandung kemih hilang dan kandung kemih semacam itu dinamakan ”kandung

kemih atonik”. Akibat keadaan tersebut ialah residu air seni setelah pengosongan dengan

jalan penekanan suprapubik, masih cukup besar. Lama-kelamaan sfinkter menjadi

longgar dan timbullah inkontinensia.

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 12

Page 13: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

Enuresis

Kapasitas kandungkemih bayi ialah 30 sampai 60 cc, sedangkan pada orang

dewasa 250-550 cc. Neonatus mengeluarkan urine 12 sampai 16 kali sehari secara

reflektorik. Enuresis noktural timbul pada tahap tidur NREM dan tidak mempunyai

hubungan yang erat dengan mimpi. Telah terbukti bahwa enuresis nukturna terjadi pada

waktu terbangun dari tahap 4 siklus tidur. Kebanyakan dari enuresis adalah primer, yaitu

suatu kebiasaan yang familial. Dengan alkaloid beladona dan imipramine (obat

antidepresi golongan tricyclis) tonus otot sfinker menjadi lebih tinggi, sehingga ngompol

dapat ditiadakan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pada enuresis primer, tonus otot

sfinker internus rendah sehingga air seni yang tertimbun dalam kandung kemih mudah

keluar melewati pintu yang sudah longgar

Enuresisi bisa juga disebabkan oleh kelainan struktural atau proses patologik.

Dalam hal ini, enuresis primer sekunder. Adapun sebab-sebab itu adalah obstruksi

didalam uretra, kandung kemih yang mempunyai kapasitas kecilm uretrotrigonitis,

diverikulitis kandung kemih dan stenosis uretra seperti pada hipospadia.

Hal-hal pendidikan di rumah yang kurang tepat bisa menjadi faktor presipitasi

bagi enuresis primer. Pada umumnya penekanan terlampau berat ditempatkan atas faktor

psikologis, tetapi sebenarnya hanya sebagian kecil saja yang mengompol karena ”ingin

mendapatkan perhatian” atau ”ngompol sebagai tindakan protes terhadap ibunya yang

lebih sayang pada adiknya”, sebagainya.

Defekasi

Buang air besar (defekasi), seperti miksi juga merupakan fungsi automatis.

Mekanisme pada mana tinja dikeluarkan melalui anus adalah mekanisme automatis yang

terintegrasi.

Defekasi adalah kegiatan voluntas untuk mengosongkan sigmoid dan rektum.

Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong ke

bawah sampai sampai tiba dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong ke bawah

sampai tiba di rektum yang berlangsung secara involuntar. Karena penuhnya rektum

kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua, semua kegiatan berjalan secara

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 13

Page 14: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

voluntar. Sfinker ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga

tekanan intra-abdominal yang meningkatkan mempermudah dikeluarkannya tinja.

Kontinensi rektal merupakan hasil kegiatan gabungan yang mengurus tonus dan

refleks rektal. Selama tonus sfinkter internus tetap tinggi, kanalis rekti tertutup ketat.

Tetapi sebegitu tonus sfinkter internus menjadi rendah akibat inhibisi aktivitas simpatetik

(n.splanknikus) oleh kegiatan para simpatetik (n.pudendus), secara reflektorik kanalis

rekti menjadi longgar dan karena itu pengeluaran tinja dipermudah.

Jika kontinensi rektal terganggu, timbullah keadaan pada mana defekasi tidak

dapat terkelola oleh kemauan, yang disebut inkontinensia. Kerusakan pada integritas

serabut aferen dan aferen S.2, S.3 dan S.4, serta lintasan asensdes dan desendes spinal

menimbulkan inkotinensia. Keadaan tersebut bisa terjadi akibat kelainan kongenital

(mielodisplasia, mielomeningokel lumbosakral, siringomielia). Infeksi (mielitis

transversa), neoplasma (tumor kauda ekuwina, dermoid sakral, fibroma, ependimoma),

trauma dan gangguan vaskular (oklusi arteria spinalis anterior, hemoragia, hematomielia,

malformasi arterovenous).

Gangguan Vegetatif pada Kulit

Berbeda dengan keunggulan aktivitas parasimpatetik dalam mekanisme miksi dan

defekasi, aktivitas simpatetik menentukan manifestasi vegetatif di kulit. Persarafan

simpatetik bagi kulit dapat terputus karena lesi di saraf perifer, atau pada ganglia

peravertebralia serta serabut-serabut preganglionar simpatetik. Daerah kulit yang tidak

mendapat lagi impuls simpatetik memperhatikan (1) kulit tidak bisa merinding lagi,

karena tidak ada lagi aktivitas simpatetik yang dapat menggalakkan pilomotor.

Sewajarnya kulit bisa merinding bila dirangsang oleh dingin atau dogores dengan benda

runcing. (2) Kulit berwarna merah dan terasa panas. Keadaan demikian disebabkan oleh

hilangnya impuls simpatetik yang mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. (3) Kulit

tidak lagi berkeringat, oleh karena hilangnya impuls simpatetik yang menggalakkan

kelenjar keringat.

Fenomen Raynoud

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 14

Page 15: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

Fenomen Raynaud terdiri dari ujung-ujung jari yang sianotik dan dingin. Jika kita

terdapat penyebabnya, maka manifestasi tersebut dianggap sebagai gejala penyakit

Raynaud. Jika penyebabnya dapat ditunjuk, maka manifestasi tersebut dinamakan

fenomen Raynaud. Fenomen Raynaud bisa dijumpai pada arteritis primer, penyakit

kolagen, setelah trauma, intoksikasi ergot atau pada siringomelia dan kompresi pleksus

brakialis.

Pada penyakit Raynaud, yang lebih sering dijumpai pada wanita, sebabnya belum

ditemukan. Tetapi pemotongan serabut-serabut simpatetik (simpatektomi) dari lengan

dapat menghilangkan fenomen Raynaud. Kalangan tertentu mengira bahwa pada penyakit

Raynaud terdapat kadar epinephrine dan norepinephrine di jaringan yang lebih tinggi dari

biasa.

Sianosis dan dingin akral (diujung-ujung jari) disebakan oleh spasmus pembuluh

darah. Biasanya mudah diprovokasi oleh iklim dingin atau emosi. Pada tahap pertama

ujung-ujung jari menjadi pusat dan dingin, tetapi selanjutnya sianosis dan dingin akan

menetap kendatipun iklim tidak dingin.

Gambar 3. Gambaran Raynaud’s Phenomenon

Kausalgia

Suatu keadaan nyeri pada tangan atau kaki, disebabkan oleh iritasi saraf medianus

atau iskiadikus akibat cedera. Ciri-cirinya adalah raa nyeri, terbakar yang hebat, kulit

mengkilat, pembengkakan, kemerahan, berkeringat, dan perubahan trofik pada kuku.

Kausalgia sering diatasi dengan blok simpatetik atau simpatektomi terhadap daerah yang

terkena.

Hiperhidrosis

Berkeringat secara berlebihan dinamakan hiperhidrosis. Keadaan ini bisa timbul

menyeluruh atau setempat. Mekanismenya belum diketahui. Pada hemiparesis,

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 15

Page 16: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

hiperhidrosis pada sisi yang lumpuh bisa dijumpai. Pada orang-orang tertentu dapat

dijumpai hiperhidrosis hemifasialis jika mereka tengah makan. Pada orang-orang yang

”lemah saraf” keringat secara berlebihan terdapat pada telapak tangan dan kaki, baik jika

mereka gelisah maupun pada keadaan serba santai. Biasanya dianggap sebagai

manifestasi gangguan keseimbangan antara simpatetik dan para simpatetik.

Migraine

Disfungsi autonomik pembuluh darah di kulit kepala mengakibatkan timbulnya

nyeri kepala yang dikenal sebagai migraine. Sebenarnya mekanisme migraine belum

semuanya jelas. Tetapi banyak fakta-fakta mengungkapkan bahwa prodom dini dari

migraine pasti terkait pada vasokontriksi arteri intrakranial. Gejala yang khas bagi tahap

dini ini ialah timbulnya skotoma dan wajah yang pusat. Prodom itu disusul dengan

timbulnya nyeri kepala sesisi dan wajah menjadi merah. Tidak lama kemudian bisa

bangkity mual dan muntah-muntah, edema selaput lendiri hidung, jari-jari tangan

vasodilatasi arteri ekstrakranial.

Apa yang menyebabkan disfungsi pembuluh darah masih belum diketahui. Tetapi

mungkin sekali suatu gangguan bawaan, karena faktor familial dan hereditas jelas ada

pada migraine.

Akalasia dan otot sfinker yang aganglionik

Degenerasi pada ganglion mesentrik atau pada nukleus ambigus (n.vagus) bisa

mengakibatkan peristaltik pada esofagus.karena itu pembukaan sfinkter yang

memisahkan lambung dan esofagus tidak bisa masuk ke dalam lambung. Gejala keadaan

demikian ialah muntah atau regurgitasi. Hilangnya gerakan peristaltik esofagus, yang

dinamakan akalasia, dapat dijumpai pada bayi dan juga pada orang-orang dewasa.

Pada penyakit Hirschprung, bagian usus yang mengembung mempunyai sel-sel

ganglion. Tetapi langsung distal dari bagian tersebut, terdapat usus yang tidak

mempunyai sel ganglion dalam dindingnya. Pada penyakit Hirschprung biasanya otot

sfinkter internus rekti yang aganglionik.

Pupil dan susunan saraf autonom

Dilatasi dan kontraksi pupil disebabkan oleh aktivitas simpatetik dan para

simpatetik. Pupil yang lebar (midriasis) yang tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 16

Page 17: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

dan akomodasi, bisa disebabkan oleh hiperaktivitas simpatetik, atau yang lebih sering

terjadi, karena lesi dikomponen parasimpatetiknya. Kompresi pada nervus okulomotorius

yang mengandung srabut-serabut parasimpatetik menimbulkan midrasis yang tidak

bereaksi terhadap cahaya dan pada akomodasi. Dengan penetesan metacholine (2,5%)

pada pupil yang normal tidak terdapat perubahan pupil. Tetapi penetesan metacholine

pada pupil yang midriatik karena lesi nervus okulomorius, berhasil menimbulkan

konstriksi pupil. Dalam hal test tersebut, metacholine yang merupakan zat kolinergik

membuktikan bahwa serabut parasimpatetik yang ikut bersama-sama dengan nervus

okulomotorius tidak menyalurkan impuls parasimpatetik lagi.

Miosis atau pupil yang sempit bisa merupakan manifestasi hiperaktivitas

komponen perasimpatetik atau manifestasi blokade aktivitas simpatetik. Test untuk

mengungkapkan komponen mana yang menyebabkan miosisi ialah dengan jalan

penetesan homatropin. Jika miosis itu disebabkan oleh aktivitas simpatetik yang tertekan

maka penetesan homatropin tidak membangkitkan perubahan yang nyata. Tetapi jika

miosis disebabkan oleh hiperaktivitas perasimpatetik, maka penetesan homatropin pada

pupil yang miotik itu akan menimbulkan dilatasi pupil yang nyata.

Miosis karena blokade aktivitas komponen simpatetik sering dijumpai pada lesi

yang mengenai serabut-serabut simpatetik untuk kepala. Pada infark medula lateralis,

misalnya serabut-serabut retikulospinal lateral tersebut di atas ikut terusak dan miosis

akan dijumpai. Pada tumor disekitar kutub superior paru atau di fosa supraklavikularis,

ganglion servikale serta serabut postganglionarnya bisa tertekan. Juga pada kelainan di

arteria karotis interna serabut postganglionar simpatetik bisa mengalami blokade.

Hilangnya aktivitas simpatetik menimbulkan juga penyempitan fisura palpebral, sehingga

miosisi yang dijumpai disertai oleh ptosis. Lagi pula karena hilangnya aktivitas

simpatetetik, maka pada sisi lesi terdapat juga anhidrosis (tidak berkeringat). Gejala-

gejala miosis, ptosis dan anhidrosis yang merupakan manifestasi blokade aktivitas

simpatetik di kenal sebagai sindrom Horner.

BAB III

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 17

Page 18: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

KESIMPULAN

Susunan saraf otonom (visceral) ( SSO) berkaitan dengan pengontrolan jaringan

sasaran: otot jantung, otot polos dalam, dan kelenjar – kelenjar. Susunan saraf ini juga

membantu mempertahankan lingkungan tubuh intern yang mantap (homeostasis).

Susunan saraf otonom terdiri dari jaras eferen, jaras aferen, dan kelompok neuron –

neuron dalam otak dan sumsum tulang belakang yang mengatur fungsi sistem ini.

Baik secara anatomik maupun fisiologik susunan saraf otonom dapat dibedakan

dalam komponen:

Simpatetik

Parasimpatetik

Hal ini didasarkan pada adanya dua macam zat penghantar impuls

”neurotransmitter” yang diproduksi oleh neuron-neuron autonom. Kedua

neurotransmitter itu ialah acethylcholin dan norepinephrin.

Neurotransmiter otonom memprakarsai semua fungsi viseral; zat transmiter utama

adalah asetilkolin dan norepinefrin. Asetilkolin dibebaskan pada semua ujung

praganglion. Kadar yang tinggi dari asetilkolin, kolin asetiltransferase, dan

asetilkolinesterase ditemukan di ujung saraf kolinergik. Norepinefrin (levarterenol), suatu

katekolamin, merupakan transmiter kimia pada sebagian besar ujung pascaganglion

simpatetik.

Peran susunan saraf autonom di dalam klinik akan kita jumpai di dalam :

kehidupan vegetatif, yaitu proses-proses yang memelihara pertumbuhan dan penyaluran

bahan-bahan makanan dan sampah-sampahnya secara automatis dan di luar kelola

kemauan kita, perangai emosional, dan proses neurohormonal.

DAFTAR PUSTAKA

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 18

Page 19: Sistem Autonom

SISTEM AUTONOM MUHAMMAD, S.

Ked

1. Duus Peter; Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi-Fisiologi-Tanda-Gejala, Edisi

Kedua, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta, 1996, p: 219 – 29.

2. Sidharta Priguna; tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Cetakan Keempat,

Dian Rakyat, Jakarta, 1999, p: 572 – 600.

3. deGroot Jack, Neuroanatomi Korelatif, Edisi Keduapuluhsatu, Cetakan Pertama,

EGC, Jakarta, 1997, p: 202 – 15.

4. Mardjono. M, Sidharta. P, Neuorologi Klinis Dasar, Edisi Kelima, Cetakan

Keempat, Dian Rakyat, Jakarta, 1989, p: 219 – 32.

5. Farr Gary. The Autonomic Nervous System. [Cited 2005 August 9]. Available

from: URL: http://www.BECOMEHEALTHYNOW.COM

6. Plotz. P, Clements. J. P. Raynaud’s Phenomenon. [Cited 2005 August 9].

Available from: URL: http://www.NIAMS.nih.gov/index.htm.

KKS ILMU PENYAKIT SYARAF PEMBIMBING: Kol. Dr. H. Dadan Hamdani, Sp. SRUMAH SAKIT KESDAM I / BUKIT BARISAN 19