sinar x.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awal ketika sinar X ditemukan bahayanya sendiri belum diketahui,
hanya para ahli menemukan bahwa sinar X ini sangat berguna karena memiliki
sifat yang unik terutama memiliki daya tembus yang besar yang dapat
dimanfaatkan. Juga belum ditemukannya detektor yang dapat mengetahui
besarnya dosis radiasi yang dihasilkan sehingga banyak orang yang mendapat
resiko dan penyakit akibat radiasi. Dalam sejarah radiologi disebutkan bahwa
banyak ahli radiologi, pioneer peneliti, dan pemakai sinar X menjadi korban
radiasi sinar X itu sendiri. Pada tahun 1985, W.C. Roentgen menemukan sinar
X dan semua sifat-sifatnya kecuali sifat biologi. Sifat biologi atau efek
biologinya baru diketahui setelah beberapa tahun kemudian.
Perkembangan teknologi pesawat sinar X juga begitu pesat namun hanya
mempertimbangkan bagaimana menghasilkan citra yang baik sehingga para
praktisi dengan mudah mendiagnosa penyakit atau mendapatkan informasi dari
tubuh manusia. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangan
teknologi ini secara tidak langsung terlintas adanya keselamatan pasien sebab
dengan waktu penyinaran yang singkat misalnya kegagalan penyinaran dapat
dihindari sehingga pasien tidak perlu diberikan radiasi secara berulang.
Demikian juga halnya dengan perkembangan teknologi pembuatan film dengan
bahan tertentu akan dapat menghasilkan citra yang sangat memuaskan.
Efek radiasi pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik dan
kimia yang terjadi segera setelah terpapar (10-15 detik), kemudian diikuti
dengan proses biologic dalam tubuh. Proses biologic meliputi rangkaian
perubahan pada tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh. Konsekuensi
yang timbul dapat berupa kematian sel atau perubahan pada sel. Bergantung
pada dosis radiasi yang diterima tubuh. Pada paparan akut dosis relative tinggi,
efek yang timbul merupakan hasil kematian dari sel yang dapat menyebabkan
gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian. Efek seperti ini
disebut efek deterministic yang umumnya segera dapat teramati secara klinis
setelah tubuh terppar radiasi dengan dosis diatas dosis ambang. Selain itu,
radiasi dapat tidak mematikan sel tetapi menyebabkan perubahan atau
transformasi sel sehingga terbentuk sel baru yang abnormal. Perubahan ini
terutama karena rusaknya materi inti sel, kususnya DNA dan kromosom.
Perubahan ini berpotensi menyebabkan terbentuknya kanker pada sebagian
individu terpapar atau penyakit herediter meningkat dengan bertambahnya
dosis, tetapi tidak halnya dengan keparahannya. Efek ini disebut efek stokastik
yang terjadi akibat paparan radiasi tanpa ada dosis ambang.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja sifat-sifat sinar X ?
b. Bagaimana proses terbentuknya sinar X ?
c. Apa fungsi sinar X dalam kedokteran gigi ?
d. Apa saja efek dari radiasi sinar X pada tubuh ?
e. Bagaimana dosis untuk melakukan paparan radiasi sinar X ?
f. Apa saja proteksi yang perlu dilakukan saat pemaparan radiasi sinar X ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Agar pembaca mampu memahami dan menjelaskan :
a. Sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi dari sinar X.
b. Proses terbentuknya sinar X pada dental X-ray Unit.
c. Fungsi sinar X dalam kedokteran gigi.
d. Efek dan manfaat dari terapi atau paparan sinar X pada tubuh.
e. Dosis paparan sinar X yang dianjurkan sesuai kebutuhan.
f. Proteksi yang perlu dilakukan untuk melindungi dan mengurangi efek paparan
sinar X.
1.4 Skenario
Dalam sejarah radiologi disebutkan banyak ahli radiologi dan pionir
peneliti dan pemakai sinar X pada saat itu menjadi korban dari sinar X itu
sendiri. WC Roentgen pada tahun1985 meemukan sinar X dan semua sifat-sifat
sinar X (sifat kimia dan sifat fisika) kecuali sifat biologinya. Sifat biologi atau
efek biologi (baik efek langsung maupun tidak langsung) ini baru diketahui
beberapa tahun kemudian. Sejak (berdasarkan) itu, maka semua pemakaian
radiasi pengion termasuk sinar X berapapun dosis radiasinya baik untuk
radioterapi maupun radiodiagnostik harus melakukan pengendalian atau
proteksi radiasi yang mendasarkan pada prinsip ALARA. Hal ini untuk
menghindari efek samping paparan radiasi seperti efek somatic maupun efek
genetic yang dapat terjadi melalui efek stokastik dan efek deterministic.
1.5 Mapping
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet tetapi dengan panjang
gelombang yang sangat pendek.
Sifat sinar X yang berbahaya terutama pada daerah yanh terkena radiasi baik
makhluk hidup maupun lingkungan merupakan efek lanjutan dari pengaruh radiasi
ionisasi terhadap jaringan dan keadaan lingkungan tersebut.
Secara umum, perubahan jaringan atau sel yang terkena radiasi ionisasi sinar
X merupakan akibat terurainya ion-ion air akibat ionisasi sehingga membentuk
molekul air dan hidrogen peroksida yang merupakan racun dalam jaringan atau sel,
serta membentuk ion bebas hidrogen yang akan menimbulkan reaksi kimiawi dan
perubahan biokimia pada jaringan sel tersebut.
Radiasi sinar X dapat menimbulkan perubahaniperubahan di dalam tubuh,
yaitu perubahan biokimia cairan tubuh, biokimia sel, biokimia jaringan, dan biokimia
organ. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya keluhan, gejala klinis bahkan kematian
sel, jaringan, serta organ tersebut.
Efek biologi yang terjadi, mula-mula berupa absorbsi radiasi sampai
timbulnya gejala radiasi, keadaan ini memerlukan waktu bertahun-tahun. Massa atau
waktu tersebut disebut periode latent yang terjadi akibata efek biologi kumulatif.
Efek radiasi dapat dirasakan hampir di seluruh bagian tubuh, terutama pada
organ yang terkena paparan radiasi secara langsung. Di daerah oromaxilofacial efek
radiasi dapat ditemukan pada membran mukosa mulut, gigi, pulpa,tulang, lidah, dan
leher.
Efek radiasi pada membran mukosa mulut dapat terjadi karena adanya radiasi
pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring yang mengikutsertakan sebagian
besar mukosa mulut. Akibatnya dalam keadaan akut, penderita akan merasakan nyeri
pada saat menelan, mulut kering, serta hilangnya cita rasa yang merupakan gejala dari
mukositis.
Efek radiasi pada glandula salivarius dapat terjadi juga karena adanya
radioterapi pada daerah leher dan kepala yang dapat mengakibatkan volume saliva
menurun, mulut menjadi kering dan sakit (xerostomia), dan terjadi pembengkakan
disertai nyeri yang berakhir pada hilangnya fungsi lubrikasi.
Sedangkan efek radiasi pada gigi dan pulpa terjadi karena adanya radioterapi
pada daerah rongga mulut. Efek ini muncul setelah beberapa tahun setelah radiasi.
Pada gigi, efek radiasi berupa destruksi substansi gigi (karies radiasi) yang dimulai
pada daerah servikal. Pada pulpa, efek radiasi yang terjadi adalah apoptosis pada
jaringan fibroral pulpa yang meningkat.
Efek radiasi pada tulang pun terjadi karena adanya paparan radiasi pada
mandibula. Radiasi yang diterima dapat menimbulkan kerusakan primer pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya pembuluh darah perioseteum, dapat juga merusak
osteoblas dan osteoklas, serta terjadi atrofi endosteum.
Radiasi ionisasi yang diterima lidah dapat menyebabkan pecahnya papila
filiformis dan papila fungiformis. Setiap sel jaringan ikat yang terkena radiasi ionisasi
akan mengalami perubahan, yaitu pecahnya kromosom, pecahnya vakuola di dalam
inti sel, dan pecahnya sitoplasma.
Bila daerah leher terkena radiasi, yang menerima efeknya adalah kelenjar
tiroid. Dengan pemberian radiasi yang berada di atas nilai ambang, maka akan
mengakibatkan stimulasi sel kelnjar tiroid serta kanker tiroid. (Oedijani, 2007)
Jenis radiografi dalam kedokteran gigi dibagi menjadi dua fungsi yaitu
intraoral dan ekstraoral:
1. Intraoral
dibagi menjadi beberapa fungsi, yaitu:
a. Periapikal
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran fifi secara individual
local jaringan sekitar dengan indikasi terlihatnya permukaan gigi dan
jaringan sekitarnya secara local terbatas pada 3-4 gigi.
b. Bitewing
Tujuannya adalah mendapatkan gambaran hubungan oklusal antar
gigi.
c. Oklusal
Tujuannya adalah untuk mendapatkan bagaimana gambaran apabila
dilihat dari sisi oklusal dan film diletakkan pada sisi oklusal.
Oklusal dibagi menjadi dua bagian, yaitu: maksila dan mandibula.
2. Ekstraoral
Dibagi menjadi beberapa fungsi, yaitu:
a. Lateral projection
Lateral projection sendiri terdiri dari: -
- True lateral of the skull radiography
- Oblique lateral radiography
- Bimolar technique
- Lateral sinus radiography
- Lateral TMJ radiography
- Lateral facial bone radiography
- Lateral profile radiography
- True lateral of maxile
- True lateral of mandibula
b. Antero-posterior (A-P) projection
Antero-posterior projection, terdiri dari:
- Submento-vertex (basal) projection
- 30ᵒ A-P (Towne’s)
- A-P of the skull
- A-P of the TMJ
c. Posterior-Anterio (P-A) Projection
- P-A skull radiography
- Standart occipitomental (Water’s)
- 30ᵒ occipitomeatal
- P-A of the jaw/mandibula
- 20ᵒ P-A of the jaw
- P-A sinus radiography
d. Radiography Sendi Rahang
- Transcranial projection
- Transpharingeal projection
(Lebank, 1997)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sifat dari Sinar X
Sinar X mempunyai sifat biologi,kimia dan fisika, diantaranya :
Tidak dapat dilihat
Tidak dapat dibelokkan oleh medan magnet
Tidak dapat difokuskan oleh lensa apapun
Dapat diserap oleh timah hitam(Pb)
Dapat dibelokan setelah menembus logam atau benda padat.
Dapat difraksikan oleh unsur kristal tertentu
Mempunyai panjang gelombang sangat pendek
Mempunyai frekuensi gelombang yang tinggi
Mempunyai daya tembus yang sangat tinggi
Membutuhkan tegangan listrik yang tinggi untuk proses terjadinya
Dapat menimbulkan fluoresensi pada karton/plastik yang dilapisi bubuk halida
perak
Dapat bereaksi dengan film yang digunakan untuk roentgenodiagnosa,karena
timbul gambar dari objek yang dieksposi.
Dapat menstimulasi sel-sel muda dari organ tubuh hidup
Dapat menyebabkan nekrotik pada jaringan tubuh hidup
Dapat memutasikan sel-sel gonad
Dapat menimbulkan sindrom prodormal dari sisem saluran pencernaan
Dapat menimbulkan sindrom susunan syaraf pusat
Dapat menimbulkan kelainan sel darah,antara lain anemia (Hb sangat rendah)
trombositopenia,leukositosis,leukimia dan seterusnya.
3.2 Proses Terbentuknya Sinar X
Sinar X berawal dari adanya tegangan tinggi pada katoda yang dibalut
filamen ( logam pijar molybdeum) yang mengalirkan elektron dari katoda ke
anoda, pada anoda terdapat antikatodan yang akan ditumbuk oleh elektron daerah
pada antikatoda ini disebut daerah focal spot yang bertujusan untuk
menghilangkan panas. Focal spot ini akan menimbulkan proyeksi yang
datangnya tegak lurus searah sumber, proyeksi ini disebut optical focus.
Dari sinilah penyinaran sinar terjadi. Sinar yang terbentuk dilewatkan pada
kolimasi yang berada dipangkal kerucut atau konus. Konis X ray unit ini
digunakan untuk memproyeksikan jarinagn, gigi dan tulang pada permukaan film
untuk membantu radiodiagnosis.
Processing Film
Tahapan pengolahan film secara konvensional terdiri dari pembangkitan
(developing), pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian (washing), dan
pengeringan (drying).
A. Developing ( Pembangkitan )
Pembangkitan merupakan langkah pertama dalam memproses film. Suatu
larutan kimia yang dikenal sebagai larutan pengembang atau developer
digunakan dalam proses pembangkitan. Tujuan dari developer atau
pengembang adalah mengurangi paparan, energi Kristal perak halida kimia ke
perak hitam metalik. Larutan pengembang ini melembutkan emulsi film
selama proses ini
a. Sifat dasar
Pembangkitan merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada
tahap ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang
disebut pembangkitan adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam
emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau
perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Sementara
butiran perak halida yang tidak mendapat penyinaran tidak akan terjadi
perubahan.
Perubahan menjadi perak metalik ini berperan dalam penghitaman
bagian-bagian yang terkena cahaya sinar-X sesuai dengan intensitas
cahaya yang diterima oleh film.Sedangkan yang tidak mendapat
penyinaran akan tetap bening. Dari perubahan butiran perak halida inilah
akan terbentuk bayangan laten pada film.
b. Bayangan laten (latent image)
Emulsi film radiografi terdiri dari ion perak positif dan ion bromida
negative (AgBr) yang tersusun bersama di dalam kisi kristal (cristal
lattice). Ketika film mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan
berinteraksi dengan ion bromide yang menyebabkan terlepasnya ikatan
elektron. Elektron ini akan bergerak dengan cepat kemudian akan
tersimpan di daiam bintik kepekaan (sensitivity speck) sehingga
bermuatan negatif.
Kemudian bintik kepekaan ini akan menarik ion perak positif yang
bergerak bebas untuk masuk ke dalamnya lalu menetralkan ion perak
positif menjadi perak berwarna hitam atau perak metalik. Maka terjadilah
bayangan laten yang gambarannya bersifat tidak tampak.
c. Larutan developer terdiri dari:
i. bahan pelarut (solvent)
Bahan yang dipergunakan sebagai pelarut adalah air bersih yang tidak
mengandung mineral.
ii. Bahan pembangkit (developing agent).
Bahan pembangkit adalah bahan yang dapat mengubah perak halida
menjadi perak metalik. Di dalam lembaran film, bahan pembangkit ini
akan bereaksi dengan memberikan elektron kepada kristal perak bromida
untuk menetralisir ion perak sehingga kristal perak halida yang tadinya
telah terkena penyinaran menjadi perak metalik berwarna hitam, tanpa
mempengaruhi kristal yang tidak terkena penyinaran. Bahan yang biasa
digunakan adalah jenis benzena (C6H6).
iii. Bahan pemercepat (accelerator)
Bahan developer membutuhkan media alkali (basa) supaya emulsi
pada film mudah membengkak dan mudah diterobos oleh bahan
pembangkit (mudah diaktifkan). Bahan yang mengandung alkali ini
disebut bahan pemercepat yang biasanya terdapat pada bahan seperti
potasium karbonat (Na2CO3 / K2CO3) atau potasium hidroksida
(NaOH / KOH) yang mempunyai sifat dapat larut dalam air.
iv. Bahan penahan (restrainer).
Fungsi bahan penahan adalah untuk mengendalikan aksi reduksi bahan
pembangkit terhadap kristal yang tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi
kabut (fog) pada bayangan film. Bahan yang sering digunakan adalah
kalium bromida.
v. Bahan penangkal (preservatif).
Bahan penangkal berfungsi untuk mengontrol laju oksidasi bahan
pembangkit. Bahan pembangkit mudah teroksidasi karena mengabsorbsi
oksigen dari udara. Namun bahan penangkal ini tidak menghentikan
sepenuhnya proses oksidasi, hanya mengurangi laju oksidasi dan
meminimalkan efek yang ditimbulkannya
vi. Bahan-bahan tambahan.
Selain dari bahan-bahan dasar, cairan pembangkit mengandung pula
bahan-bahan tambahan seperti bahan penyangga (buffer) dan bahan
pengeras (hardening agent). Fungsi dari bahan penyangga adalah untuk
mempertahankan pH cairan sehingga aktivitas cairan pembangkit relatif
konstan. Sedangkan fungsi dari bahan pengeras adalah untuk
mengeraskan emulsi film yang diproses.
B. Rinsing (Pembilasan)
Setelah proses pembangkitan, rendaman air digunakan untuk mencuci atau
membilas film. Pembilasan digunakan untuk menghilangkan developer atau
pengembang dari film dan memberhentikan proses pengembangan. Pada
waktu film dipindahkan dari tangki cairan pembangkit, sejumlah cairan
pembangkit akan terbawa pada permukaan film dan juga di dalam emulsi
filmnya.
Cairan pembilas akan membersihkan film dari larutan pembangkit agar
tidak terbawa ke dalam proses selanjutnya.Cairan pembangkit yang tersisa
masih memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah
dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih terjadi
pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog)
sehingga foto hasil tidak memuaskan.Proses yang terjadi pada cairan pembilas
yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan
pembangkit dari permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air.
Pembilasan ini harus dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik.
C. Fixing (Penetapan)
Setelah proses pembilasan, difiksasi. Suatu larutan kimia yang dikenal
sebagai fiksator digunakan dalam proses fiksasi. Tujuan dari fiksator adalah
untuk menghilangkan Kristal perak halida yang tidak terpapar dan terkena
energi emulsi film. Fiksator menguatkan emulsi film selama proses ini.
Diperlukan untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen
dengan menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa
mengubah gambaran perak metalik. Perak halida dihilangkan dengan cara
mengubahnya menjadi perak komplek. Senyawa tersebut bersifat larut dalam
air kemudian selanjutnya akan dihilangkan pada tahap pencucian.
Tujuan dari tahap penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan
yang dilakukan oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film. Pada
proses ini juga diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan
terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.
Bahan-bahan yang dipakai untuk membuat suatu cairan penetap adalah:
a. Bahan penetap (fixing agent).
Dipilih bahan yang berfungsi mengubah perak halida. Bahan ini bersifat dapat
bereaksi dengan perak halida dan membentuk komponen perak yang larut
dalam air, tidak merusak gelatin, dan tidak memberikan efek terhadap
bayangan perak metalik. Bahan yang umum digunakan adalah natrium
thiosulfat (Na2S2O3) yang dikenal dengan nama hypo.
b. Bahan pemercepat (accelerator).
Untuk menghindari kabut dikroik dan timbulnya noda kecoklatan, biasanya
digunakan asam yang sesuai. Karena pembangkit memerlukan basa dalam
menjalankan aksinya, maka tingkat keasaman cairan penetap akan
menghentikan aksinya.
Asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) akan merusak bahan penetap dan
mengendapkan sulfur
c. Bahan penangkal (preservatif).
Untuk menghindari adanya pengendapan sulfur maka pada cairan penetap
ditambahkan bahan penangkal yang akan melarutkan kembali sulfur tersebut.
Bahan penangkal yang digunakan adalah natrium sulfit, natrium metabisulfit,
atau kalium metabisulfit.
d. Balian pengeras (hardener)
Bahan ini digunakan untuk mencegah pembengkakan emulsi film yang
berlebihan. Pembengkakan emulsi akan membuat perak bromida mudah
terkelupas dan pengeringan film yang tidak merata. Bahan yang digunakan
biasanya adalah potassium alum [K2SO4Al3(SO4)2H2O], aluminium sulfat
[Al2(SO4) 3].
e. Bahan penyangga (buffer).
Digunakan untuk mempertahankan pH cairan agar dapat tetap terjaga pada
nilai 4 – 5. Bahan yang digunakan adalah pasangan antara asam asetat dengan
natrium asetat, atau pasangan natrium sulfit dengan natrium bisulfit.
f. Pelarut (solvent).
Pelarut yang ummn digunakan adalah air bersih.
D.Washing (Pencucian)
Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek
dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut
dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air
yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.
E. Drying (Pengeringan)
Merupakan tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan
adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari
proses pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel
debu, endapan kristal, noda, dan artefak.
Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan pengeringan adalah
dengan udara. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu
udara, kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi.
Cara kerja otomatis prosesing
Film dimasukkan kedalam alat (prosesor otomatis) yang berisi developer
dan fixer. Film secara otomatis akan berjalan melewati kedua larutan
tersebut dan keluar dari alat sudah dalam keadaan kering.
Mengetahui alat dan cara pemaparan radasi
Teknik radiografi merupakan salah satu metode pengujian material tak-
merusak yang selama ini sering digunakan oleh industri baja untuk menentukan
jaminan kualitas dari produk yang dihasilkan. Teknik ini adalah pemeriksaan
dengan menggunakan sumber radiasi (sinar-x atau sinar gamma) sebagai media
pemeriksa dan film sebagai perekam gambar yang dihasilkan. Radiasi melewati
benda uji dan terjadi atenuasi dalam benda uji.
Sinar yang akan diatenuasi tersebut akan direkam oleh film yang diletakkan
pada bagian belakang dari benda uji. Setelah film tersebut diproses dalam kamar
gelap maka film tersebut dapat dievaluasi. Bila terdapat cacad pada benda uji
maka akan diamati pada film radiografi dengan melihat perbedaan kehitaman
atau densitas. Pemilihan sumber radiasi berdasarkan pada ketebalan benda yang
diperlukan karena daya tembus sinar gamma terhadap material berbeda.
Pada sumber pemancar sinar gamma tergantung besar aktivitas sumber.
Sedangkan pemilihan tipe film sangat mempengaruhi pemeriksaan kualitas
material. Film digunakan untuk merekam gambar material yangdiperiksa.
Pemilihan tipe film yang benar akan menghasilkan kualitas hasil radiografi yang
sangat baik. Pada umumnya kita mengenal dua macam jenis film, yaitu film
cepat dan film lambat. Pada film cepatbutir-butirannya besar, kekontrasan dan
definisinya kurang baik. Sedangkan pada film lambat butir- butirannya kecil,
Film Processing Solution
Developing solution
- Natrium Karbonat ð akselerator developer, menjaga developer tetap
basa
-Kalium Bromide ðreduksi kristal yg tidak tertembus x-ray, mencegah
kabut film
-Natrium sulfit (preservative) mencegah oksidasi zat pereduks
- Air pelarut
-Metol (elon) ; pereduksi timbulkan detail gambar
-Hiroquinone(pereduksi) kontras yg baik
Fixing solution
Bersifat asam Menghilangkan developer Mengandung:
- Natrium tiosulfat ðmelarutkan AgBr yg tidak larut dlm developing
-Asam asetat ð netralisir sisa developer pd film
-Natrium sulfit ðmencegah zat fixing terurai dlm asam asetat(mencegah
pengendapan)
-Kalium alum (boraks) ðmengeraskan gelatin pada emulsi film ð
gambaran tahan lama
-Air pelarut
Mengetahui evaluasi dari hasil prosesing film
Kegagalan dalam processing film bisa terjadi oleh beberapa alasan di
antranya:
Time and temperature errors
Pengaturan waktu dalam processing film harus diperhatikan, seperti contoh
dalam FIXING, yang menurut ketentuan harus dilakukan selama 4-15 menit.
Jika kurang dari penetapan waktu tersebut maka hasil film akan mudah
kabur dalam jangka waktu pendek. Sedangkan pabila melebihi batasan
waktu, maka gambar pada film akan hilang. Sedangkan pengaturan
temperature di gunakan dalam processing film dengan metode Time and
Temperature.
Chemical contamination errors
Bahan-bahan kimia yang mencampuri dalam processing film dapat
mengakibatkan hasil film yang buruk. Seperti bila ada senyawa AgBr, yang
masih tertinggal pada film maka hasil film pada nantinya akan terlihat buram
Film handling errors
Pemegangang pada film diperbolehkan saat memastikan bahawa film
tersebut sudah benar benar kering. Karena kalau tidak akan tercetak jari jari
kita pada film, bisa juga timbul bercak bercak yang akan mengganggu dari
hasil FILM itu sendiri.
Lighting errors
Tidak diperbolehkan untuk menggunakan warna lampu yang berwarna putih,
dan jarak antara penerangan dengan working area tidak boleh terlalu dekat,
minimum 4 kaki. Bila hal ini tidak diperhatikan maka hasil pada film akan
terlihat seperti berkabut (fogged)
ARTEFACT RADIOGRAFI:
Struktur atau gambaran yang tidak normal ada/tampak dlm radiograf ; pada
obyek yg difoto tidak ada
SEBAB:
Defect pada film atau film packet
Improper handling of the film packet
Accidental incidental to processing of the film
Radiographic technical error
3.3 Fungsi dari sinar X
A. Radiografi Intra Oral
a. Periapikal
Teknik ini menggambarkan gigi secara individual lokal beserta
jaringan sekitarnya secara lokal / terbatas (3 – 4 gigi) antara lain:
Deteksi keradangan/lesi periapikal
Pem.status kesehatan periodontal (lokal)
Endodonsia
Evaluasi pertumbuhan gigi
Terdapat tiga tekhnik pada periapikal.
1. Teknik ideal
· Gigi dan film saling kontak
· Aksis gigi dan film pararel
· Sinar x tegak lurus gigi dan film
2. Teknik Bidang bagi
Sudut di antara axis gigi dan axis film dipisahkan oleh bisected line. Sinar X
ditujukan pada sudut kanan garis ini melalui akar gigi. Dengan susunan
geometri ini panjang gigi sama dengan panjang di film tapi tulang
periodontalnya tidak tertampil secara akurat.
3. Teknik Kesejajaran/Paralel
Gigi dan film berada paralel dengan jarak yang sama. Film harus menempati
mulut secara paralel (lereng palatum).
Periapikal radiografi tidak hanyas erring digunakan untuk membantu
perbedaan diagnosis dari gejala pasien, tetapi juga melihat proses patologis
yang tidak terdeteksi pada gigi dan sekeliling tulang alveolar.Intepretasi dari
radiogram periapikal ini salah satunya untuk mengetahui kelainan pada garis
tengah maksila. Yang termasuk kelainanin iadalah :
1. Kista Nasoalveolar
Lokasi dari kista ini adalah pada vestibulum bagian atas dan daerah
kaninus.Gigi yang berada disekitar kista ini biasanya masih vital.
2. Kista Globulomaksilaris
Lokasinya pada daerah antara gigi insisiv lateral dan kaninus rahang atas.
Gigi-gigi di daerah tersebut masih vital dan secara klinis pada perabaan akan
teraba suatu massa yang lunak di daerah tersebut. Gambaran radiografnya
berupa radiolusen seperti buahpir.
3. Kista median alveolar
Kista ini sangat jarang terjadi.Gambaran radiografnya berupa radiopak.
b. Teknik Bitewing
Teknik ini berfungsi untuk :
· Deteksi karies proksimal
· Pemeriksaan berkala Px dengan insidensi karies tinggi
· Deteksi karies skunder
· Mengetahui hubungan Ra dan RB
· Deteksi overhanging bagian Proksimal restorasi
· Mengetahui kamar pulpa
· Kesehatan periodontal (lebih luas)
· Evaluasi pertumbuhan gigi
· Secara periodek : deteksi karies awal, karies skunder dan kelainan periodontal
awal
Keuntungan: dapat memeriksa gigi sekaligus rahang atas dan rahang bawah
pada satu sisi.
c. Teknik oklusal
Teknik radiografi intraoral dimana film ditempatkan di dataran oklusal
Klasifikasi:
A. Maxilary Occlusal Projection
1. Upper standard occlusal (Standard occlusal)
· Periapicale assessment gigi-gigi anterior RA khususnya pada Anak-anak
· Deteksi gigi tidak erupsi/supernumeri
· Evaluasi ukuran & perluasan lesi(kista/tumor) pada anterior RA
· Assessment fraktur pada gigi anterior dan tulang alveolar
2. Upper oblique occlusal (oblique occlusal/ topografi)
· Periapicale assessment gigi-gigi posterior RA khususnya pada Anak-anak
· Assessment kondisi dasar antrum serta menentukan hubungan akar gigi
dengan antrum
· Evaluasi ukuran dan perluasan lesi(kista/tumor) pada posterior RA
· Assessment fraktur pada gigi posterior dan tulang alveolar
3. Vertex occlusal
· Assessment posisi pada bukal atau pada palatal dari gigi kaninus yang tidak
erupsi.
B. Mandibular Occlusal Projection
1. Lower 90º occlusal (true occlusal)
· Deteksi keberadaan dan posisi kalkuli pada kel.ludah submandibula
· Assessment posisi ke bukal/lingual gigi RB yang tidak erupsi
· Evaluasi ekpansi ke bukal/lingual dari kista/tumor
· Assessment fraktur pada anterior dari mandibula
2. Lower 45º occlusal (standard occlusal)
· Periapical assessment gigi-gigi insisiv RB khususnya pada anak-anak
· Evaluasi ukuran dan perluasan lesi pada bagian anterior mandibula
· Assessment Fraktur pada anterior mandibula
3. Lower oblique occlusal (obliqueocclusal)
· Deteksi kalkuli kelenjar ludah submandibula
· Assessment posisi kebukal/lingual gigi RB yang tidak erupsi
· Evaluasi ukuran dan perluasan lesi pada bagian posterior dan sudut dari bodi
mandibula
B. Radiorafi Ekstra Oral
Foto Rontgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada
rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto
Rontgen ekstra oral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto
Rontgen panoramik, sedangkan contoh foto Rontgen ekstra oral lainnya
adalah :
a. Teknik rontgen panoramik
Foto panoramik merupakan foto Rontgen ekstra oral yang
menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur facial termasuk
mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini dapat
digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan
perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.
b. Teknik lateral
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral
tulang muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan
muka.
c. Teknik antero posterior
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma,
atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto Rontgen ini
juga dapat memberikan gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan
ethmoidalis, fossanasalis, dan orbita.
d. Teknik postero anterior
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan
maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis,serta tulang
hidung.
e. Teknik cephalometri
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah
akibat trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga
dapat digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal
dan palatum keras.
f. Proyeksi-Waters
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus
ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan
rongga nasal.
g. Proyeksi reverse-Towne
Foto Rontgen ini digunakan untuk pasien yang kondilusnya
mengalami perpindahan tempat dan juga dapat digunakan untuk melihat
dinding postero lateral pada maksila.
h. Proyeksi Submentovertex
Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi
kondilus, sinus sphenoidalis, lengkung mandibula, dinding lateral sinus
maksila, dan arcus zigomatikus.
3.4 Efek dari Sinar X
Sinar X, selain memiliki sifat yang menguntungkan juga memiliki
beberapa efek yang berdampak buruk pada tubuh maupun lingkungan. Ketika
menembus jaringan tubuh, radiasi sinar ionisasi menimbulkan kerusakan pada
tubuh, terutama dengan ionisasi atom-atom pembentuk jaringan. Indikasi radiasi
yang merusak dalam tingkat atom akan menimbulkan perubahan molekul, yang
menimbulkan kerusakan seluler, serta menimbulkan fungsi sel abnormal atau
hilangnya fungsi sel.
Efek radiasi pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik
dan kimia yang terjadi segera setelah terpapar (10-15 detik), kemudian diikuti
dengan proses biologi dalam tubuh. Proses biologi meliputi rangkaian perubahan
pada tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh.
Konsekuensi yang timbul dapat berupa kematian sel atau perubahan pada
sel. Bergantung pada dosis radiasi yang diterima tubuh. Pada paparan akut dosis
relative tinggi, efek yang timbul merupakan hasil kematian dari sel yang dapat
menyebabkan gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian.
Efek seperti ini disebut efek deterministic yang umumnya segera dapat
teramati secara klinis setelah tubuh terppar radiasi dengan dosis diatas dosis
ambang. Selain itu, radiasi dapat tidak mematikan sel tetapi menyebabkan
perubahan atau transformasi sel sehingga terbentuk sel baru yang abnormal.
Perubahan ini terutama karena rusaknya materi inti sel, kususnya DNA
dan kromosom. Perubahan ini berpotensi menyebabkan terbentuknya kanker
pada sebagian individu terpapar atau penyakit herediter meningkat dengan
bertambahnya dosis, tetapi tidak halnya dengan keparahannya. Efek ini disebut
efek stokastik.
Efek radiasi dapat dirasakan hampir di seluruh bagian tubuh, terutama
pada organ yang terkena paparan radiasi secara langsung. Di daerah
oromaxilofacial efek radiasi dapat ditemukan pada membran mukosa mulut, gigi,
pulpa,tulang, lidah, dan leher.
Efek Radiasi pada Membran Mukosa Mulut
Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring akan
mengikutsertakan sebagian besar mukosa mulut. Akibatnya dalam keadaan
akut akan terjadi efek samping pada mukosa mulut berupa mukositis yang
dirasa pasien sebagai nyeri pada saat menelan, mulut kering dan hilangnya
cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali diperparah oleh timbulnya infeksi
jamur pada mukosa lidah serta palatum.
Efek Radiasi pada Glandula Salivarius
Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah
terbukiti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva. Hal ini
ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan
kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung dosis dan lamanya penyinaran..
Mulut akan menjadi kering (Xerostomia) dan sakit, serta pembengkakan dan
nyeri karena berkurangnya saliva sehingga menyebabkan hilangnya fungis
lubrikasi.
Efek Radiasi pada Gigi
Gigi yang telah erupsi cenderung mengalami kerukan akibat radiasi
daerah rongga mulut, meskipun kerusakannya baru tampak setelah beberapa
tahun setelah radiasi. Manifestasi kerusakan berupa destruksi substansi gigi
yang disebut karies radiasi dan dimulai pada servikal gigi. Lesi berupa
demineralisasi yang lebih daripada karies pada umumnya, dengan pola
melintas gigi dan menyebabkan kerusakan mahkota gigi pada daerah servikal.
Kerusakan jaringan keras gigi (email, dentin, sementum) mengakibatkan
karies gigi. Secara radiografi daerah karies bersifat radiolusen bila
dibandingkan dengan email atau dentin. Hal ini penting bagi pendiagnosa
untuk melihat radiografi dalam situasi pengamatan yang tepat dengan
pandangan yang jelas agar dapat membedakan antara restorasi dan anatomi
gigi yang normal.
Permukaan bukal dan lingual sering Nampak warna putih atau opak
karena terjadi demineralisasi dari email. Daerah ini terjadi demineralisasi bila
saliva menjadi asam dan kehilangan suplai mineral yang secara normal
mengisi ion negative berubah, permukaan lembut, kehailangan translusensi
dan sering fraktur, menyebabkan erosi, membuat dentin menjadi terbuka.
Efek Radiasi pada Pulpa
Apoptosis pada jaringan fibroral pulpa dapat terjadi akibat dosis radiasi
yang diterima selama terapi radiasi adalah ± 200 rad sehingga apoptosis pada
sel fibrolas pulpa meningkat pulpa sehingga selain sel sel fibrolas, sel-sel lain
juga turut mati akibat efek radiasi. Dikarenakan sel fibrolas merupakan sel
terbanyak yang ada di pulpa dengan fungsi sebagai menjaga integritas dan
vitalitas pulpa berupa membentuk dan mempertahankan matriks jaringan
pulpa dengan membentuk ground substance dan serat kolagen sehingga
apoptosis pada sel fibrolas pulpa menjadi proses awal terjadinya karies
radiasi.
Efek Radiasi pada Tulang
Perawatan kanker pada daerah mulut sering dilakukan penyinaran
termasuk pada mandibula. Kerusakan primer pada tulang disebabkan oleh
penyinaran yan mengakibatkan rusaknya pembuluh darah periosteum dan
tulang kortikal, yang dalam keadaan normalnya sudah tipis. Radiasi juga dapat
merusak osteoblas dan osteoklas. Jaringan sumsusm tulang menjadi
hipovaskular, hipoxik, dan hiposelular.
Sebagai tambahan, endosteum menjadi terjadi atrofi pada endosteum
menunjukkan berkurangnya aktifitas osteoblas dan osteoklas, dan beberapa
lacuna pada tulang yang kompak tampak kosong, hal tersebut merupakan
indikasi terjadinya nekrosis. Derajat mineralisasi menjadi berkurang, memicu
terjadinya kerapuhan, aytau perubahandari tulang yang normal. Jika keadaan
ini bertambah parah tulang akan mangalami kematian, kondisi seperti ini
disebut osteoradionecrosis.
Efek Radiasi pada Lidah
Radiasi ionisasi pada lidah,menyebabkan pecahnya papila filiformis
dan fungiformis. Setiap sel jaringan ikat yang terkena radiasi ionisasi akan
mengalami perubahan,antara lain pecahnya kromosom, pecahnya vakuola
didalam inti sel, dan pecahnya sitoplasma
Perubahan tersebut terjadi terus menerus sedangkan mitosis sel juga
terjadi.Perubahan tersebut mengakibatkan sel mitosis tidak normal dan
pembentukan sel-sel besar atau sel raksasa.Radiasi lebih lanjut akan
mengakibatkan terjadinya kematian jaringan tersebut (nekrotik).Pada
beberapa literatur radiasi tersebut dapat menyembuhkan kanker tetapi dapat
menyebabkan kanker.Kanker mulut kadang-kadang terjadi sebagai akibat
pengobatan dengan radiasi(radioterapi) dengan dosis radiasi sekitar 5000-
7000 Rad.
Efek Radiasi pada Leher
Bila daerah leher terkena radiasi,yang menderita radiasi ionisasi adalah
kelenjar tiroid.Dosis rendah yang terserap kelenjar tiroid lebih kecil dari 6,5
rad tidak mengakibatkan kelainan,tetapi bila dosis radiasi tersersp jauh lebih
tinggi,akan mengakibatkan stimulasi sel kelenjar tiroid serta kanker tiroid.
3.5 Dosis Pemakaian Sinar X
Dosis dan Efek Somatik Radiasi
1. Dosis lemah / rendah : 0-50 rad
a. 0-25 rad : tidak ada efek, mungkin tidak ada delayed effect.
b. 25-50 rad : efek tidak ada/sedikit perubahan susunan darah, mungkin ada
delayed effect.
2. Dosis sedang : 50-200 rad
a. 50-100 rad : badan lemas/mual, perpendekan umur, perubahan susunan
darah (delayed recovery).
b. 100-200 rad : mual dan muntah 24 jam setelah radiasi, nafsu makan kurang,
lemas, suaara serak, diare, epilepsy, kerontokan rambut.
3. Dosis semi letal : 200-400 rad
Mual, muntah dalam 1-2 jam setelah radiasi, epilepsy, nafsu makan berkurang,
panas dan lemas.
Pada minggu ke 3 : radang mulut/tenggorokan
Pada minggu ke 4 : pucat, pendarahan hidung, diare
4. Dosis letal : 400-600 rad
1-2 jam mengalami mual dan muntah, pada akhir minggu ke-1 mengalami
radang mulut atau tenggorokan.
Pemberian dosis normal sesuai usia :
1. Usia lebih dari 18 tahun : 50 mpv
2. Usia antara 16-18 tahun : 15 mpv
3. Usia dibawah 16 tahun : 5 mpv
Dosis untuk dental x-ray : 1/1000
3.6 Proteksi untuk Sinar X
Sinar X mempunyai banyak efek yang buruk bagi tubuh,sehingga
membutuhkan proteksi dalam menggunakan Sinar X agar hasil yang didapat
maksimal dengan efek yang minimal. Berikut adalah beberapa proteksi yang bisa
dilakukan :
Ruang operator dan pesawat Sinar X
Sebaiknya dibuat terpisah atau bila berada dalam satu ruangan maka
disediakan tabir yang berlapis Pb dan dilengkapi dengan kaca intip dari Pb.
Pintu ruang pesawat sinar X harus diberi penahan radiasi yang cukup
sehingga terproteksi dengan baik. Pintu tersebut biasanya terbuat dari tripleks
dengan tebal tertentu yang ditambah dengan lempengan Pb setebal 1 – 1,5
mm.
Tanda radiasi berupa lampu merah harus dipasang di atas pintu yang dapat
menyala pada saat pesawat digunakan. Tanda peringatan radiasi hendaknya
dibuat dengan ukuran yang sesuai.
Alat-alat proteksi yang digunakan ahli radiologi, radiographer serta karyawan
adalah sarung tangan berlapis timah hitam dan jubbah/apron yang berlapis
timah hitam setebal 0,5 mm Pb. Berikut adalah beberapa jenis baju pelindung
timah :
1. Baju pelindung timah (apron) untuk seluruh tubuh (whole body), apron ini
melindungi tubuh dari bahu sampai tungkai bawah. Apron ini digunakan
baik untuk operator maupun penderita.
2. Apron untuk kelenjar tiroid
Apron untuk melindungi kelenjar tiroid disebut tiroid shield, berguna
untuk mengurangi daya tembus sinar radiasi kearah kelenjar tiroid.
3. Apron untuk kelenjar gonad
Apron untuk melindungi kelenjar gonad ini disebut sebagai gonadopron,
berbentuk seperti cawat tukang masak yang hanya melindungi perut
bagian bawah.
BAB IV
KESIMPULAN
Radiologi merupakan suatu ilmu yang sangat berhubungan dengan bidang
kedokteran gigi. Dengan bantuan radiograf atau foto rontgen, dokter gigi dapat
mengetahui kelainan-kelainan yang terjadi pada daerah rongga mulut, tulang
mandibula dan maxilla, sinus-sinus, dan daerah lain yang saling berhubungan satu
sama lain dalam menunjang terjadinya kelainan tersebut. Dengan radiograf, dokter
gigi dapat melihat adanya fraktur, granuloma, kista yang tidak dapat dilihat dengan
penglihatan biasa. Adanya denture atau logam yang tertelan, dapat tercetak pada
radiograf karena benda tersebut bersifat opaque. Namun, di balik manfaat tersebut,
radiasi yang ditimbulkan untuk membuat radiograf atau foto rontgen tersebut juga
memiliki efek yang berbahaya baik bagi operator maupun pasien. Radiasi ini dapat
menyebabkan kelainan jangka pendek, jangka panjang, kelainan yang diturunkan,
bahkan kematian. Harus ada beberapa sikap dan peralatan yang wajib diketahui dan
dipahami untuk menciptakan perlindungan yang baik, agar tujuan penggunaan
radiologi memiliki manfaat yang lebih banyak dibandingkan resikonya.
DAFTAR PUSTAKA
Brocklebank, L. 1997. Dental radiology Understanding The X-ray Image., Oxford.
Oxford University.
Fong, E., et al., (1980), Body Structures and Functions. 6th ed. Delmar Publishing
Inc., Boston. Copyright 2003, Elsevier Science (USA). Produced in the
United States of America.
Lebank, Brock. 1997. Dental Radiology Understanding The X-Ray Image. Oxford:
Oxford University.
O’Brien, Richard C. 1982. Dental Radiography: An Introduction for Dental
Hygienists and Assistants. Philadelphia: W. B. Saunders Company.
Oedijani. 2007.Efek Samping Terapi Radiasi di Daerah Kepala dan Leher terhadap
Jaringan Sekitarnya. Jurnal PDGI th.46. No.1 ed.Khusus.