silabus sundayana media

86
Silabus Generik MATA KULIAH MEDIA MATA KULIAH MEDIA PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN TUJUAN TUJUAN POKOK MATERI POKOK MATERI METODE DAN METODE DAN MEDIA MEDIA REFERENSI REFERENSI Memahami hakikat media serta mampu menjelaskan kedudukannya dalam pembelajaran 1. 1. Hakikat Media Hakikat Media dan dan Kedudukannya Kedudukannya dalam dalam Pembelajaran Pembelajaran Meliputi : pengertian media pembelajaran secara etimologis, dan terminologis, kedudukan media dalam pembelajaran sebagai sebuah proses komunikasi. Metode : ● Ceramah ● Tanya Jawab ● Disjusi Media : OHP, LCD Projector 1.Gerlach, S. Vernon, 1980, Teaching and Media, New Jersey: Prentice- Hall., Inc. 2.Ishak Abdulhak (1994), Pengantar Media Pendidikan, P3MP IKIP Bandung Memiliki pengetahuan tentang fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran 2. 2. Fungsi Media Fungsi Media Pembelajaran Pembelajaran Meliputi : fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran Metode : ● Ceramah ● Tanya Jawab ● Disjusi Media : OHP, LCD Projector Heinich, R., Molenda, M., & Russel, J.D. (1996). (3 rd Ed). Instructional technology for teaching and learning: Designing

Upload: rostina-sundayana

Post on 14-Sep-2015

244 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rostina sundayana

TRANSCRIPT

Silabus Generik

Silabus Generik

MATA KULIAH MEDIA PEMBELAJARAN

TUJUAN

POKOK MATERIMETODE DAN MEDIAREFERENSI

Memahami hakikat media serta mampu menjelaskan kedudukannya dalam pembelajaran1. Hakikat Media dan Kedudukannya dalam Pembelajaran

Meliputi : pengertian media pembelajaran secara etimologis, dan terminologis, kedudukan media dalam pembelajaran sebagai sebuah proses komunikasi.Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

1. Gerlach, S. Vernon, 1980, Teaching and Media, New Jersey: Prentice-Hall., Inc.

2. Ishak Abdulhak (1994), Pengantar Media Pendidikan, P3MP IKIP Bandung

Memiliki pengetahuan tentang fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran2. Fungsi Media Pembelajaran

Meliputi : fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD ProjectorHeinich, R., Molenda, M., & Russel, J.D. (1996). (3rd Ed). Instructional technology for teaching and learning: Designing instruction, integrating computers and using media. Upper Saddle River, NJ.: Merril Prentice Hall.

Memahami klasifikasi media pembelajaran menurut berbagai perspektif ahli dan mampu mendeskripsikan setiap karakteristik jenis media3. Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran

Klasifikasi media pembelajaran menurut para ahli, karakteristik media berdasarkan klasifikasinya, kelebihan dan kekurangannya.

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector, Contoh berbagai media

1. Merril F. Paul, (1996), Computer in Education, Boston: Allyn and Bacon

2. Nana Sudjana, Ahmad Rifai, Media Pengajaran, Sinar Baru Algendindo, Bandung, 2005

Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang mekanisme produksi media pembelajaran meliputi pra, produksi dan pasca produksi media pembelajaran4. Mekanisme Produksi Media Pembelajaran

Meliputi : pembuatan identitas media, pembuatan naskah (sinopsis dan tratment) storyboard produksi dan pasca produksi

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

Arif Sadiman (1996), Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatan, Rajawali Press Jakarta

Memiliki pengetahuan tentang karakteristik media komputer, fungsi dan kegunaan, aplikasi komputer dalam kegiatan pembelajaran5. Media Komputer

Meliputi : karakteristik media komputer, fungsi dan kegunaan, aplikasi komputer dalam kegiatan pembelajaran

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

Alessi M. Sthephen & S.R., Trollip. 1984 Computer Based Instruction Method & Development, New Jersley : Prentice-Hall, Inc.

Silabus Generik

MATA KULIAH MEDIA PEMBELAJARAN

TUJUAN

POKOK MATERIMETODE DAN MEDIAREFERENSI

Memahami hakikat media serta mampu menjelaskan kedudukannya dalam pembelajaran6. Hakikat Media dan Kedudukannya dalam Pembelajaran

Meliputi : pengertian media pembelajaran secara etimologis, dan terminologis, kedudukan media dalam pembelajaran sebagai sebuah proses komunikasi.Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

3. Gerlach, S. Vernon, 1980, Teaching and Media, New Jersey: Prentice-Hall., Inc.

4. Ishak Abdulhak (1994), Pengantar Media Pendidikan, P3MP IKIP Bandung

Memiliki pengetahuan tentang fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran7. Fungsi Media Pembelajaran

Meliputi : fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD ProjectorHeinich, R., Molenda, M., & Russel, J.D. (1996). (3rd Ed). Instructional technology for teaching and learning: Designing instruction, integrating computers and using media. Upper Saddle River, NJ.: Merril Prentice Hall.

Memahami klasifikasi media pembelajaran menurut berbagai perspektif ahli dan mampu mendeskripsikan setiap karakteristik jenis media8. Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran

Klasifikasi media pembelajaran menurut para ahli, karakteristik media berdasarkan klasifikasinya, kelebihan dan kekurangannya.

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector, Contoh berbagai media

1. Merril F. Paul, (1996), Computer in Education, Boston: Allyn and Bacon

2. Nana Sudjana, Ahmad Rifai, Media Pengajaran, Sinar Baru Algendindo, Bandung, 2005

Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang mekanisme produksi media pembelajaran meliputi pra, produksi dan pasca produksi media pembelajaran9. Mekanisme Produksi Media Pembelajaran

Meliputi : pembuatan identitas media, pembuatan naskah (sinopsis dan tratment) storyboard produksi dan pasca produksi

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

Arif Sadiman (1996), Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatan, Rajawali Press Jakarta

Memiliki pengetahuan tentang karakteristik media komputer, fungsi dan kegunaan, aplikasi komputer dalam kegiatan pembelajaran10. Media Komputer

Meliputi : karakteristik media komputer, fungsi dan kegunaan, aplikasi komputer dalam kegiatan pembelajaran

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

Alessi M. Sthephen & S.R., Trollip. 1984 Computer Based Instruction Method & Development, New Jersley : Prentice-Hall, Inc.

Silabus Generik

MATA KULIAH MEDIA PEMBELAJARAN

TUJUAN

POKOK MATERIMETODE DAN MEDIAREFERENSI

Memahami hakikat media serta mampu menjelaskan kedudukannya dalam pembelajaran11. Hakikat Media dan Kedudukannya dalam Pembelajaran

Meliputi : pengertian media pembelajaran secara etimologis, dan terminologis, kedudukan media dalam pembelajaran sebagai sebuah proses komunikasi.Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

5. Gerlach, S. Vernon, 1980, Teaching and Media, New Jersey: Prentice-Hall., Inc.

6. Ishak Abdulhak (1994), Pengantar Media Pendidikan, P3MP IKIP Bandung

Memiliki pengetahuan tentang fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran12. Fungsi Media Pembelajaran

Meliputi : fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD ProjectorHeinich, R., Molenda, M., & Russel, J.D. (1996). (3rd Ed). Instructional technology for teaching and learning: Designing instruction, integrating computers and using media. Upper Saddle River, NJ.: Merril Prentice Hall.

Memahami klasifikasi media pembelajaran menurut berbagai perspektif ahli dan mampu mendeskripsikan setiap karakteristik jenis media13. Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran

Klasifikasi media pembelajaran menurut para ahli, karakteristik media berdasarkan klasifikasinya, kelebihan dan kekurangannya.

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector, Contoh berbagai media

1. Merril F. Paul, (1996), Computer in Education, Boston: Allyn and Bacon

2. Nana Sudjana, Ahmad Rifai, Media Pengajaran, Sinar Baru Algendindo, Bandung, 2005

Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang mekanisme produksi media pembelajaran meliputi pra, produksi dan pasca produksi media pembelajaran14. Mekanisme Produksi Media Pembelajaran

Meliputi : pembuatan identitas media, pembuatan naskah (sinopsis dan tratment) storyboard produksi dan pasca produksi

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

Arif Sadiman (1996), Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatan, Rajawali Press Jakarta

Memiliki pengetahuan tentang karakteristik media komputer, fungsi dan kegunaan, aplikasi komputer dalam kegiatan pembelajaran15. Media Komputer

Meliputi : karakteristik media komputer, fungsi dan kegunaan, aplikasi komputer dalam kegiatan pembelajaran

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

Alessi M. Sthephen & S.R., Trollip. 1984 Computer Based Instruction Method & Development, New Jersley : Prentice-Hall, Inc.

Silabus Generik

MATA KULIAH MEDIA PEMBELAJARAN

TUJUAN

POKOK MATERIMETODE DAN MEDIAREFERENSI

Memahami hakikat media serta mampu menjelaskan kedudukannya dalam pembelajaran16. Hakikat Media dan Kedudukannya dalam Pembelajaran

Meliputi : pengertian media pembelajaran secara etimologis, dan terminologis, kedudukan media dalam pembelajaran sebagai sebuah proses komunikasi.Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

7. Gerlach, S. Vernon, 1980, Teaching and Media, New Jersey: Prentice-Hall., Inc.

8. Ishak Abdulhak (1994), Pengantar Media Pendidikan, P3MP IKIP Bandung

Memiliki pengetahuan tentang fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran17. Fungsi Media Pembelajaran

Meliputi : fungsi dan kegunaan media dalam pembelajaran

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD ProjectorHeinich, R., Molenda, M., & Russel, J.D. (1996). (3rd Ed). Instructional technology for teaching and learning: Designing instruction, integrating computers and using media. Upper Saddle River, NJ.: Merril Prentice Hall.

Memahami klasifikasi media pembelajaran menurut berbagai perspektif ahli dan mampu mendeskripsikan setiap karakteristik jenis media18. Klasifikasi dan Karakteristik Media Pembelajaran

Klasifikasi media pembelajaran menurut para ahli, karakteristik media berdasarkan klasifikasinya, kelebihan dan kekurangannya.

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector, Contoh berbagai media

1. Merril F. Paul, (1996), Computer in Education, Boston: Allyn and Bacon

2. Nana Sudjana, Ahmad Rifai, Media Pengajaran, Sinar Baru Algendindo, Bandung, 2005

Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang mekanisme produksi media pembelajaran meliputi pra, produksi dan pasca produksi media pembelajaran19. Mekanisme Produksi Media Pembelajaran

Meliputi : pembuatan identitas media, pembuatan naskah (sinopsis dan tratment) storyboard produksi dan pasca produksi

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

Arif Sadiman (1996), Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatan, Rajawali Press Jakarta

Memiliki pengetahuan tentang karakteristik media komputer, fungsi dan kegunaan, aplikasi komputer dalam kegiatan pembelajaran20. Media Komputer

Meliputi : karakteristik media komputer, fungsi dan kegunaan, aplikasi komputer dalam kegiatan pembelajaran

Metode :

Ceramah

Tanya Jawab

Disjusi

Media :

OHP, LCD Projector

Alessi M. Sthephen & S.R., Trollip. 1984 Computer Based Instruction Method & Development, New Jersley : Prentice-Hall, Inc.

DAFTAR ISI Analisis Dan Peningkatan Kemampuan Guru Dalam Menyusun Peta Konsep Sebagai Media Dan Alat Evaluasi Dalam Pengajaran Kimia Di SMU, P. Maulim Silitonga (93-96) Penggunaan Media Pendidikan Pada Pengajaran Matematika Di Sekolah MenengahAdi Suarman Situmorang (97-101) Analisis Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Mata Pelajaran Kimia Di Sma Kota Tanjung Balai, Jenny Carolyn Barus dan Pasar Maulim Silitonga (102-108) Media Petakonsep Dalam Pengajaran Laju Reaksi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fmipa Unimed, Sortha S Silalahi (109-113) Inovasi Pembelajaran Pada Mata Kuliah Kimia Analitik I, Manihar Situmorang dan Marudut Sinaga (114-119) Analisis Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Mata Pelajaran Kimia Di Sma Sekecamatan Tarutung, Tota Omega Rotua Simanjuntak dan Pasar Maulim Silitonga (120-123) Penerapan Model Praktikum Semi Riset Pada Praktikum Kimia Fisika, Asep Wahyu Nugraha (124-129)Atas | Kembali ke Menu UtamaANALISIS DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN GURUDALAM MENYUSUN PETA KONSEP SEBAGAI MEDIA DAN ALAT EVALUASI DALAM PENGAJARAN KIMIA DI SMU

P. Maulim Silitonga11Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan, Sumatera UtaraABSTRACTIt has been executed a research with the intend to know the capability of the teacher of chemistry on SMU to compose the concept map, either at once looking to see whether provide training could improve their capability to compose concept map. The population of this study are all the teachers of chemistry for SMU of Medan city. The sample involved 40 persons with randomly sampling method. On the early of research was held pre-test, after provide training then conducted a post-test. In order to catch the teacher opinion about concept map, for that was prepared questionare of course. The result of study showed that the capability of teachers of chemistry for SMU to compose the concept map is still lower (averagely 41,75 11, 76 ). Provide training for teachers, actually can increase their capability to compose concept map.

Kata kunci: Media peta konsep, pengajaran kimia, alat evaluasi

PENDAHULUANPerkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat pada akhir-akhir ini , baik dinegara kita maupun diluar negeri telah menempatkan mata pelajaran kimia menjadi salah satu mata pelajaran yang semakin penting. Berbagai topik mata pelajaran dan penelitian kimia dengan nyata telah menunjang perkembangan era industrialisasi dan era bioteknologi yang benar-benar telah dirasakan manfaatnya dalam peningkatan mutu dan taraf hidup manusia. Dengan demikian, pengajaran kimia diberbagai jenjang pendidikan baik ditingkat menengah maupun di perguruan tinggi sudah sewajarnya terus kembangkan di masa yang akan datang.Dalam kurikulum Sekolah Menengah Umum (SMU), mata pelajaran kimia merupakan mata pelajaran wajib bagi siswa SMU di kelas I, II dan kelas III IPA. Secara umum mata pelajaran kimia tergolong baru bagi siswa SMU karena selama di SLTP mata pelajaran kimia belum diajarkan sebagai mata pelajaran khusus tetapi masih terintegrasi dalam mata pelajaran lainnya. Kenyataan yang sering dihadapi oleh guru di sekolah bahwa sering menganggap pelajaran kimia merupakan suatu mata pelajaran yang sulit , sehingga tidak jarang siswa sudah terlebih dahulu merasa tidak mampu dalam mempelajarinya ( Shakashiri, 19991). Hal ini mungkin karena pengajaran kimia disajikan dalam bentuk yang kurang menarik, sehingga terkesan angker , sulit dan menakutkan. Siswa sering tidak menguasai konsep dasar kimia yang sangat penting yang berhubungan dengan mata pelajaran seperti pelajaran fisika dan biologi, sehingga mengakibatkan kesalahan fatal terhadap keberhasilan belajar siswa.Ada beberapa hal yang diduga menyebabkan kurangnya penguasaan materi pelajaran kimia yaitu(1) siswa sering belajar dengan cara mengahafal tanpa membentuk pengertian terhadap materi yang dipelajari, (2) materi pelajaran yang diajarkan memiliki konsep mengambang, sehingga siswa tidak dapat menemukan kunci untuk mengerti materi yang dipelajari dan (3) tenaga pengajar ( guru) mungkin kurang berhasil dalam menyampaikan kunci terhadap penguasaan konsep materi pelajaran yang sedang diajarkan ( Lynch, 1980, Nakhleh, 1992).Pada dasarnya untuk mengembangkan penguasaan konsep yang baik dibutuhkan komitmen siswa dalam memilih belajar sebagai suatu yang bermakna , lebih dari hanaya menghafal, yaitu memebutuhkan kemauan siswa mencari hubungan konseptual antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang sedang dipelajari di dalam kelas.Salah satu cara yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara bermakna adalah dengan penggunaan peta konsep , baik sebagai media maupun sebagai alat evaluasi. Peta konsep merupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu secara sistematis, yaitu dibentuk mulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu sama lain, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran (Pandley,1994).Peta konsep dalam pendidikan sudak dikenal sejak tahun 1977 yaitu untuk pengajaran sistematik dalam pengajaran biologi ( Novak, 1977). Dalam pendidikan, peta konsep dapat digunakan untuk (1) menolong guru mengetahui konsep-konsep yang dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung (2) untuk mengetahui penguasaan konsep- konsep siswa dan (3 ) untuk menolong para siswa belajar bermakna ( Dahar, 1988). Penggunaan media peta konsep dalam pengajaran kimia, telah dijelaskan oleh Pandley ( 1994 ), untuk pokok bahasan kromatografi. Dari hasil penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa peta konsep dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah tentang kromatografi. Dalam melakukan kegiatan ( praktikum) dilaboratorium, peta konsep merupakan suatu alat yang sangat efektif digunakan untuk (1) mengurangi kebingungan dalam mengurangi kegiatan, (2) meningkatkan pengetahuan siswa terhadap prosedur yang digunakan dilaboratorium, (3) meningkatkan pengintegrasian hasil-hasil pengamatan di laboratorium dengan konsep- konsep pengetahuan yang dimiliki setiap siswa ( Stensvold, 1992). Selanjutnya Regis ( 1996 ) mengemukakan bahwa peta konsep sangat bermanfaat bagi guru karena dapat memberikan informasi tentang apa yang telah diketahui oleh siswa, konsep apa yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya dan bagaimana siswa menghubungkannya dengan konsep konsep lainnya. Disamping itu, peta konsep dapat membantu guru untuk melihat bagaimana pengaruh pengajaran terhadap struktur kognitif siswa.Untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pelajaran maka dibutuhkan alat evaluasi. Menurut Nakhleh ( 1994), peta konsep juga dapat digunakan sebagai alat evaluasi yang dimasudkan untuk mengetahui pemahaman siswa dalam mengintegrasikan konsep-konsep yang telah dipelajari. Selanjutnya siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.Pada kenyataanya, banyak guru yang masih menggunakan metode pengajaran dan sistem evaluasi yang tidak mendorong siswa untuk belajar bermakna , sehingga siswa belajar secara hafalan ( Novak, 1985). Selanjutnya, walaupun peta konsep telah terbukti baik digunakan dalam pengajaran kimia dalam rangka mendorong siswa untuk belajar secara bermakna dan ternyata mampu meningkatakan prestasi belajarnya tetapi kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa peta konsep masih sangat sedikit digunakan oleh guru- guru kimia SMU baik sebagai media maupun alat evaluasi. Dari hasil pre survey( wawancara) yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang guru kimia SMU diperoleh kesimpulan bahwa fakor penyebab sedikitnya guru kimia SMU yang menggunakan peta konsep dalam pengajaran nya adalah karena rendahnya tingkat kemampuan guru- guru kimia SMU dalam penyusunan dan menggunakan peta konsep materi pengajaran. Lebih memprihatinkan 2 ( dua) orang guru dari sample tersebut menyatakan bahwa mereka belum pernah memperoleh pengetahuan mengenai penyusunan dan penggunaan peta konsep sebagai media dan alat evaluasi dalam pengajaran kimia. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dilakukan suatu penelitian yang dapat mengungkapkan bagaimana sebenarnya tingkat kemamapuan guru- guru kimia SMU dalam menyusun peta konsep, apa saja kesulitan yang dihadapi dalam menggunakan peta konsep , sekaligus ingin mengetahui apakah pemberian pelatihan secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun peta konsep baik sebagai media maupun sebagai alat evaluasi.Untuk memperjelas arah dan ruang lingkup masalah dalam penelitian ini maka dilakukan pembatasan yaitu bahwa media/ alat evaluasi bentuk peta konsep yang akan disusun adalah untuk pengajaran kimia di kelas I SMU.METODE PENELITIANPopulasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah semua guru-guru kimia SMU Kotamadya Medan. Sampel diambil 40 orang dengan tehnik random.Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis instrumen yaitu tes bentuk peta konsep dan angket. Tes bentuk peta konsep digunakan untuk mengukur kemampuan guru dalam menyusun peta konsep baik pada awal ( pre-test ) dan akhir penelitian (post- test). Tes bentuk peta konsep ini terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu ( 1) telah didesain oleh peneliti dalam bentuk net work tree lalu dilengkapi oleh peserta tes ( guru kimia), (2) peta konsep disusun sendiri oleh peserta berdasarkan konsep-konsep materi pengajaran kimia yang telah dimilikinya. Peta konsep yang akan disusun oleh sampel disesuaikan dengan materi pelajaran kimia kelas I SMU . Untuk menjaring pendapat guru-guru tentang penggunaan peta konsep serta kesulitan yang dihadapi dalam penerapannya, digunakan instrumen angket.Tehnik Pengumpulan Data

Sebelum pelaksanaan pelatihan, terhadap sample dilakukan pre test untuk mengukur kemampuan awal guru- guru dalam menyusun peta konsep. Selanjutnya, kepada guru-guru diberi pelatihan singkat tentang : (1) pentingnya media peta konsep digunakan sebagai media maupun alat evaluasi dalam penagajaran kimia, dan (2) Tehnik atau cara menyusun peta konsep . Materi pelatihan ini dituang dalam makalah yang disusun oleh peneliti. Pada akhir kegiatan dilakukan post-test untuk melihat apakah ada peningkatan kemampuan guru dalam menyusun peta konsep setelah diberi pelatihan . Penilaian terhadap peta konsep yang disusun sample dilakukan dengan memperhatikan kriteria: (1) kesahihan preposisi, (2) adanya hirarki, (3) adanya kaitan silang dan (4) adanya contoh-contoh ( Novak,1985).Tehnik Analisis data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa nilai tes kemampuan guru menyusun peta konsep pada awal dan akhir penelitian, ditabulasi kemudian dianalisis dengan uji t. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi = 0,05. Data angket dianalisis dengan persentase.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode praktikum yaitu dengan cara melakukan kegiatan pengajaran yang berbeda yaitu metode praktikum sebagai kelas eskperimen dan metode ceramah sebagai kontrol pembanding. Siswa diajarkan materi pelajaran yang sama yaitu gugus fungsional dalam jangka waktu pelajaran yang dianggap sama. Penentuan dan pengelompokan sampel dilakukan mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Situmorang dkk (2001) dan Situmorang, dkk. (2004). HASIL DAN PEMBAHASAN1.Kemampuan Guru Pada Awal Penelitian

Dari hasil pre-tes yang dilakukan , diperoleh rata-rata nilai kemampuan guru dalam meyusun peta konsep pengajaran kimia adalah 41,35 11,76 ( Tabel 1) . Dari hasil uji statistic, dengan menggunakan nilai 60 sebagai batas nilai kategori kurang, diperoleh t hitung = - 9,82 sedangkan t-tabel= -2,021 karena t- hitung < t tabel, maka hipotesis I ditolak yang berarti bahwa kemampuan guru-guru kimia SMU dalam menyusun peta konsep masih rendah. Hal ini didukung oleh hasil angket yang menunjukkan bahwa 80% guru-guru kimia SMU menyatakan bahwa mereka tidak menggunakan media peta konsep dalam pengajaran kimia karena penyusunannya sulit, bahkan 7,5% respoden menyatakan sangat sulit..

Tabel 1: Data Jumlah , Rata-rata dan Simpangan Baku Nilai Kemampuan Guru Dalam Menyusun Peta Konsep Pengajaran Kimia Pada Awal ( Pre tes) dan Akhir Penelitian (Post-tes).Penguasaan siswa terhadap gugus fungsional berdasarkan hasil evaluasi pendahuluan. Angka dalam tabel adalah rata-rata dan standart deviasi.DataNilai Pre-tes

(Sebelum Pelatihan)Nilai Post-Tes

( Setelah Pelatihan )Ket

Jumlah Nilai(X)16542875n=40

Rata-rata (X) 41,35 71,875

SimpanganBaku (S) 11,76 12,48

2.Pengaruh Pelatihan Terhadap Kemampuan Guru

Dari hasil post-tes yang dilakukan setelah pemberian pelatihan kepada guru-guru kimia SMU, maka diperoleh data bahwa terdapat peningkatan kemampuan guru yang cukup signifikan dalam menyusun peta konsep. Nilai rata-rata yang diperoleh setelah pelatihan adalah 71,875 12,48. Dari hasil uji statistic ( Uji-t) diperoleh t- hitung= 22,46 dan t-table =2,2021, Karena t-hitung > t- tabel maka hipotesis II ditolak. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa pemberian pelatihan tentang tehnik penyusunan media dan alat evaluasi bentuk peta konsep dapat meningkatkan kemampuan guru kimia SMU dalam menyusun peta konsep. Hal ini sesuai dengan pendapat guru-guru kimia SMU dimana 57,5% responden menyatakan bahwa pelatihan tentang penyusunan media peta konsep bagi guru-guru dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyusun peta konsep, hanya 5 % menyatakan bahwa pelatihan tidak dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun peta konsep.3.Peta Angket

Dari angket diperoleh beberapa informasi bahwa pada dasarnya hampir seluruhnya guru sependapat ( 10 % sangat setuju dan 85 % setuju) bahwa peta konsep sangat bermanfaat digunakan sebagai media dalam pengajaran kimia, 72,5% guru kimia menyatakan sangat baik digunakan sebagai alat evaluasi. Namun demikian guru-guru mengakui bahwa walaupun peta konsep sangat bermanfaat bagi siswa maupun guru, tetapi peta konsep belum digunakan secara kontinu dalam pengajaran. Beberapa fakor penyebab guru-guru tidak menggunakan peta konsep dalam pengajaran kimia adalah karena penyusunannya sulit, membutuhkan tambahan biaya dan menyita waktu cukup banyak. Ketika ditanyakan tentang perlunya pelatihan tentang penyusunan peta konsep bagi guru-guru kimia , 62,5% responden menyatakan setuju dan 37,5 % sangat sejutu. Dengan demikian pelatihan tentang penyusunan media dan alat evaluasi bentuk peta konsep masih perlu dilakukan pada masa yang akan datang,karena terbukti dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun peta konsep.KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat ditaril kesimpulan sebagai berikut:1. Kemampuan guru-guru kimia SMU dalam menyusun peta konsep masih rendah.2. Pemberian pelatihan tentang tehnik penyusunan media dan alat evaluasi bentuk peta konsep dapat meningkatkan kemampuan guru kimia SMU dalam menyusun peta konsep.3. Beberapa faktor penyebab guru-guru tidak menggunakan peta konsep dalam pengajaran kimia adalah karena penyusunannya sulit, membutuhkan biaya dan menyita waktu cukup banyak.Pelatihan tentang penyusunan media dan alat evaluasi bentuk peta konsep masih perlu dilakukan pada masa yang akan datang, karena terbukti dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun peta konsep.Ucapan terimakasih disampaikan kepada Pimpinan Proyek Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia, Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi-Depdiknas, yang telah memberikan bantuan dana untuk pelaksanaan penelitian ini.DAFTAR PUSTAKA

Dahar,R. W.(1988) Teori-Teori Belajar, Depdikbud. Proyek Pengembangan LPTK, JakartaLynch,P. P. and M. Waters (1990). Experiment of new chemistry student concerning chemistry courses, Chemistry in Australia 47: 238-242Nakhleh, MB. (1994). Chemical education research in the laboratory environment: How can research uncover what student are learning. J of chemistry Education 71: 201-105Nakhleh, MB. (1992). Why some student Dont Learn Chemistry; Chemical Misconceptions. J.of Chemical Education, 69: 196-199Novak, J. D. ( 1997). New trends in biology Teaching. Science Education, 61: 453-477Novak, J.D.,and D.B. Growin. (1985). Learning How to Learn. Cambridge University Press, CanbidgePandley, J. BD.,R.L. Bretz and J. D Novak. (1994). Concept maps as tool to asses learning in chemistry, J. of Chemical Education 71:9-15Shakkashiri, B.Z. (1991), Chemical Demonstration A. hand Book for Teacher of Chemistri, The University of Winconsin pressStensvolds, M and J. T Wilson. (1992). Using Concept Maps as tool apply Chemistry Concept to laboratory Activities. J of Chemical Education 69: 230-232

.Atas | Kembali ke Menu UtamaPENGGUNAAN MEDIA PENDIDIKAN PADA PENGAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH MENENGAHAdi Suarman Situmorang 11FKIP Universitas Darma Agung Medan, Jl. Sriwijaya Medan, Sumatera Utara, IndonesiaABSTRACTThe uses of educational media for the teaching of mathematics in high school is explained in the paper. The research was conducted onto the high school students in Medan. The research was carried out through teaching the students with a Concept map media and analises the effectivity of the media in enhanching the ability of students in understanding the concept of mathemetics. Based on the preliminari test it was foud that most of the student 65%) have low understanding ability on the concept of mathematics. After(( teaching the students by using educational media it was found that most of the students (89%)understand the concept of the mathematics. Kata kunci: Media pendidikan, petakonsep, belajar tuntas, pangkat rasional, dan bentuk akar

Pendahuluan Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya peningkatan mutu pendidikan matematika masih terus diupayakan, karena sangat diyakini bahwa matematika merupakan induk dari Ilmu pengetahuan. Dalam berbagai diskusi pendidikan di Indonesia, salah satu sorotan adalah mutu pendidikan yang dinyatakan rendah bila dibandingkan dengan dengan mutu pendidikan Negara lain. Salah satu indikator adalah mutu pendidikan matematika yang disinyalir telah tergolong memprihatinkan yang ditandai dengan rendahnya nilai rata-rata matematika siswa di sekolah yang masih jauh lebih rendah dibandingakan dengan nilai pelajaran lainnya. Bahkan banyak diperbincangkan tentang nilai ujian akhir nasional (UAN) bidang studi matematika yang cenderung rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya. Sudah sering dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidikan baik dalam media massa maupun dalam penelitian. Namun bukan hanya dari UAN yang menunjukkan bahwa nilai bidang studi matematika cenderung rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya. Salah satunya adalah hasil olympiade matematika SMU tingkat nasional menunjukkan bahwa bidang studi matematika cenderung rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pemahaman konsep dasar matematika siswa dan siswa belum bisa memahami formulasi, generalisasi, dan konteks kehidupan nyata dengan ilmu matematika. Bahkan diperoleh keterangan 80% dari peserta memiliki penguasaan konsep dasar matematika yang sangat lemah.Dalam upaya meningkatkan kualita pendidikan, maka diperlukan berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan praarana pendidikan. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa maka guru dituntut untuk membuat pembelajaran menjadi lebih inovatif yang mendorong siswa dapat belajar secara optimal baik di dalam belajar mandiri maupun didalam pempelajaran di kelas. Inovasi model-model pembelajaran sangat diperlukan dan sangat mendesak terutama dalam menghasilkan model pembelajaran baru yang dapat memberikan hasil belajar lebih baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas pembelajaran menuju pembaharuan. Agar pembelajaran lebih optimal maka media pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam hal peningkatan mutu pendidikan, guru juga ikut memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam belajar matematika dan guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa berminat dan semangat belajar dan mau terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga pengajaran tersebut menjadi efektif (Slameto, 1987:). Untuk dapat mengajar dengan efektif seorang guru harus banyak menggunakan metode, sementara metode dan sumber itu terdiri atas media dan sumber pengajaran (Suryosubroto, 1997). Di samping itu, seorang pendidik dalam mengajar pada proses belajar mengajar hendaknya menguasai bahan ajaran dan memahami teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli, sehingga belajar matematika itu bermakna bagi sisiwa sebab menguasai matematika yang akan diajarkan merupakan syarat esensial bagi guru matematika karena penguasaan materi belum cukup untuk membawa peserta didik berpartisipasi secara intelektual (Hudojo, 1988:7).Belajar MatematikaUntuk mengatasi dan meningkatkan mutu pendidikan matematika yang selama ini sangat rendah, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain meningkatkan metode dan kualitas guru agar memiliki dasar yang mantap sehingga dapat mentransfer ilmu dalam mempersiapkan kualitas sumber daya manusia. Secara umum, pendidikan sebenarnya merupakan suatu faktor rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia. Kegiatan tersebut dalam dunia pendidikan disebut dengan kegiatan proses belajar-mengajar yang dipengaruhi oleh faktor yang menentukan keberhasilan siswa. Sehubungan dengan faktor yang menentukan keberhasilan sisiwa dalam belajar ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan sisiwa untuk belajar, yaitu: (1) faktor internal, yaitu yang muncul dari dalam diri sendiri, dan (2) faktor eksternal, yaitu faktor yang muncul dari luar diri sendiri (Slameto, 1987)Selain itu matematika merupakan suatu disiplin ilmu yang mempunyai kekhususan dibanding dengan disiplin ilmulainnya yang harus memperhatikan hakekat matematika dan kemampuan siswa dalam belajar. Tanpa memperhatikan faktor tersebut tujuan kegiatan belajar tidak akan berhasil. Seorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu dapat diamati dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama disertai usaha yang dilakukan sehingga orang tersebut dari yang tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya (Hudojo, 1988). Dalam proses belajar matematika, prinsip belajar harus terlebih dahulu dipilih, sehingga sewaktu mempelajari metematika dapat berlangsung dengan lancar, misalnya mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep A, seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini berarti mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu (Hudojo, 1988).Dalam menjelaskan konsep baru atau membuat kaitan antara materi yang telah dikuasai siswa dengan bahan yang disajikan dalam pelajaran matematika, akan membuat siswa siap mental untuk memasuki persolan-persoalan yang akan dibicarakan dan juga dapat meningkatkan minat dan prestasi siswa terhadap materi pelajaran matematika. Sehubungan dengan hal diatas, kegiatan belajar-mengajar matematika yang terputus-putus dapat mengganggu proses belajar-mengajar ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontiniu (Hudojo, 1988). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang akan lebih mudah untuk mempelajari sesuatu apabila belajar didasari pada apa yang telah diketahui sebelumnya karena dalam mempelajari materi matematika yang baru, pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi kelancaran proses belajar matematika.Media Dalam PendidikanMedia sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk untuk peningkatan kualitas pendidikan matematika. Media pendidikan dapat dipergunakan untuk membangun pemahaman dan penguasaan objek pendidikan. Beberapa media pendidikan yang sering dipergunakan dalam pembelajaran diantaranya media cetak, elektronik, model dan peta (Kreyenhbuhl, 1991). Media cetak banyak dipergunakan untuk pembelajaran dalam menjelaskan materi kuliah yang kompleks sebagai pendukung buku ajar. Pembelajaran dengan menggunakan media cetak akan lebih efektif jika bahan ajar sudah dipersiapkan dengan baik yang dapat memberikan kemudahan dalam menjelaskan konsep yang diinginkan kepada mahasiswa. Media elektronik seperti video banyak dipergunakan di dalam pembelajaran sain. Penggunaan video sangat baik dipergunakan untuk membantu pembelajaran, terutama untuk memberikan penekanan pada materi kuliah yang sangat penting untuk diketahui oleh mahasiswa. Harus disadari bahwa video bukan diperuntukkan untuk menggantungkan pengajaran pada materi yang diperlihatkan pada video, sehingga pengaturan penggunaan waktu dalam menggunakan video sangat perlu, misalnya maksimum 20 menit. Inovasi model pembelajaran dengan menggunakan video dalam percobaan yang menuntut ketrampilan seperti pada kegiatan praktikum sangat efektif bila dilakukan dengan penuh persiapan. Sebelum praktikum dimulai, video dipergunakan untuk membatu mahasiswa memberikan arahan terhadap apa yang harus mereka amati selama percobaan. Selanjutnya, video diputar kembali pada akhir praktikum untuk mengklarifikasi hal-hal penting yang harus diketahui oleh mahasiswa dari percobaan yang sudah dilakukan (Situmorang, 2003).Media lain yang dipergunakan dalam pembelajaran sain adalah petakonsep. Penggunaan media petakonsep di dalam pendidikan sudah dilakukan sejak tahun 1977, yaitu dalam pengajaran Biologi (Novak, 1977), dan sejak itu media petakonsep berkembang dan telah dipergunakan dalam pembelajaran sain. Media petakonsep bertujuan untuk membangun pengetahuan siswa dalam belajar secara sistematis, yaitu sebagai teknik untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam penguasaan konsep belajar dan pemecahan masalah (Pandley, dkk. 1994). Petakonsep merupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu yang sistematis, yaitu dimulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu dengan lainnya, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran. Langkah yang dilakukan dalam inovasi model pembelajaran dengan media petakonsep adalah memikirkan apa yang menjadi pusat topik yang akan diajarkan, yaitu sesuatu yang dianggap sebagai konsep inti dimana konsep-konsep pendukung lain dapat diorganisasikan terhadap konsep inti, kemudian menuliskan kata, peristilahan dan rumus yang memiliki arti, yaitu yang mempunyai hubungan dengan konsep inti, dan pada akhirnya membentuk satu peta hubungan integral dan saling terkait antara konsep atas-bawah-samping (Situmorang, dkk., 2000). Belajar akan mempunyai kebermaknaan yang tinggi dengan menjelaskan hubungan antara konsep-konsep (Dahar, 1989:132). Berarti konsep dapat dipahami melalui hubungan atau interaksinya dengan konsep yang lain. Salah satu cara untuk menjelaskan dan mengaitkan hubungan antara konsep-konsep adalah petakonsep. Media petakonsep merupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu yang sistematis, yaitu dimulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu dengan lainnya, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran (Pandley, dkk 1994). Langkah yang dilakukan dalam membuat media petakonsep adalah memikirkan apa yang menjadi pusat topik yang akan diajarkan, yaitu sesuatu yang dianggap sebagai konsep inti dimana konsep-konsep pendukung lain dapat diorganisasikan terhadap konsep inti, kemudian menuliskan kata, peristilahan dan rumus yang memiliki arti, yaitu yang mempunyai hubungan dengan konsep inti, sehingga akhirnya membentuk satu peta hubungan integral dan saling terkait antara konsep atas-bawah-samping (Nakhleh, 1994). Cara belajar dengan menggunaka bantuan petakonsep merupakan cara untuk meningkatkan hasil belajar (Novak dan Growing dalam Nakhleh, 1996). Selain itu petakonsep dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran yang diperoleh karena tidak hanya sekedar hapalan, melainkan betul-betul mengidentifikasi konsep yang diperoleh (Novak dalam Domin, 1996). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa petakonsep menyediakan skema-skema untuk menganalisis stimulus-stimulus baru, dan untuk menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Belajar petakonsep merupakan hasil utama pendidikan. Petakonsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berpikir. Petakonsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Penggunaan media petakonsep dalam pendidikan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977 saat mengajarkan pokok bahasan sistematika dalam mata pelajaran biologi (Novak dalam Pandley, 1977). Beberapa penelitian penggunaan media petakonsep dalam pengajaran kimia juga telah dilakukan (Pandley, dkk. 1994; Nakhleh, 1994). Efektifitas media petakonsep dalam pengajaran di sekolah menengah umum (SMU) di Sumatera Utara telah dijelaskan (Situmorang, dkk. 2001 dan Purba, dkk 1997). Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas satu SMU dengan melakukan pengajaran menggunakan media petakonsep dan metode ceramah sebagai kontrol. Hasil penelitian menujukkan bahwa pengajaran menggunakan media petakonsep dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi kimia memotivasi siswa belajar sistematis dalam pemecahan masalah kimia. Walaupun media petakonsep telah banyak digunakan untuk bidang eksakta, akan tetapi media pendidikan ini masih sedikit digunakan dalam pengajaran matematika. Untuk mengetahui bahwa penggunaan media petakonsep efektif dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa khususnya pada Materi Pangkat Rasional dan Bentuk Akar, maka telah diadakan penelitian dengan pengajaran materi pangkat rasional dan bentuk akar di SMU. Untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil tes dilakukan langkah-langkah meliputi: tingkat penguasaan, ketuntasan belajar, dan ketercapaian TPK. Tingkat penguasaan siswa pada materi pangkat rasional dan bentuk akar. Untuk mengetahui sejauah mana tingkat penguasaan siswa terhadap materi tersebut adalah dengan menggunakan konversi lima atau skala lima norma absolut (Nurkancana, 1986). Ketuntasan belajar dinyatakan apabila siswa telah mencapai skor 65% dan suatu kelas telah tuntas belajar bila terdapat 85% yang mencapai daya serap 65%, sedangkan ketercapaian TPK dikatakan telah tuntas apabila 70% dari TPK yang ada telah tuntas diajarkan. Depdikbud (Erdawati, 2000).Hasil Belajar SiswaDari data yang dikumpulkan dan berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa rata-rata kelas untuk skor tes awal sudah termasuk baik yaitu 6,92, namun ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai karena siswa yang memiliki daya serap 65% ada sebanyak22 orang (61,11%) hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai (Tabel 1). Dari table diperoleh jumlah siswa yang tuntas belajar (Daya serap 65%) adalah sebanyak 32 orang (88,88%), berarti ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai. Dari hasil diketahui bahwa ada satu tujuan khusus pembelajaran yang belum tuntas yaitu menyederhanakan pecahan bersusun serta mengubah bentuk berpangkat kedalam bentuk akar dan sebaliknya. Dari enam TPK yang ditetapkan terdapat lima TPK atau 83,33% TPK yang tuntas. Dari Kriteria TPK maka ketuntasan pencapaian TPK pada materi Pangkat Rasional dan Bentuk Akar sudah tercapai. Sesuai dengan kriteria ketuntasan hasil belajar, berarti dapat dikatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh dengan menggunakan media petakonsep pada pokok bahasan Pangkat Rasional dan Bentuk akar di kelas 1 SMU adalah efektif, karena dari 36 orang siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media petakonsep terdapat 32 siswa yang memperoleh nilai 0,65 (daya serap 65%) hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai (Tabel 1).

NO. TIKNomor butirP. ButirP. TIKKetuntasan Belajar P0,65

11100%100%Tuntas

221093,05%94,44%Tuntas

3375%75%Tuntas

44579,62%58,33%68,97%Tidak Tuntas

56776,39%90,27%83,33%Tuntas

68986,11%83,33%84,72%Tuntas

Temuan PenelitianDari pengamatan peneliti pada saat penelitian, ditemukan bahwa siswa sangat bersemangat belajar dan mengerjakan setiap soal-soal pada latihan yang tersedia dengan menanamkan konsep dasar pada rangkaian konsep-konsep yang diberikan kepada siswa. Siswa yang daya serapnya diatas 65% sebelum menggunakan petakonsep adalah 61,11%, dan siswa yang daya serapnya diatas 65% setelah pengajaran menggunakan petakonsep adalah 88,88% berarti ada peningkatan sekitar 27,77%Setelah Melihat hasil belajar siswa secara klasikal dari hasi analisis data maka dapat dikatakan bahwa pengajaran dengan menggunakan media petakonsep efektif digunakan dalam mencapai ketuntasan hasil belajar siswa pada pokok bahasan Pangkat Rasional dan Bentuk Akar dikelas 1 SMU Negeri 11 Medan Tahun Ajaran 2003/2004. Hal ini dapat terjadi karena Media petakonsep merupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu yang sistematis, yaitu dimulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu dengan lainnya, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran (Pandley, dkk 1994). Dan petakonsep dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran yang diperoleh karena tidak hanya sekedar hapalan, melainkan betul-betul mengidentifikasi konsep yang diperoleh (Novak dalam Nakhle, 1996). Selai itu Belajar akan mempunyai kebermaknaan yang tinggi dengan menjelaskan hubungan antara konsep-konsep (Dahar, 1989). Namau peneliti mengakui bahwa masih banyak kelemahan dari penelitian ini yang ara lain:Dalam pengumpulan data, peneliti hanya berdasar pada hasil tes siswa yang mana hal itu belum tepat sebagai bukti untuk mendukung hasil penelitian. Dalam menganalisis data peneliti hanya menganalisi lembar jawaban siswa, sehingga kurang mengetahui apakah siswa telah memahami betul atau tidak dan kurang mengetahui kesulitan yang dialami oleh siswa. Waktu, serta kemampuan peneliti yang masih sangat terbatas dalam melaksanakan penelitian ini. Tetapi dengan berpedoman pada kerangka teoritis dan dan hasil dari penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran dengan menggunakan media petakonsep perlu dilaksanakan pada kelas yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar.KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan 65% ada sebanyak(bahwa dari tes awal diperoleh siswa yang mencapai daH serap 22 orang (61,11%) berarti ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai, sedangkan dari hasil tes akhir diperoleh tingkat pencapaian hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan media petakonsep pada pokok bahasan pangkat rasional dan bentuk akar adalah tinggi, pencapaian tujuan khusus pembelajaran 65%(sudah memenuhi kriteria ketuntasan TPK. Siswa yang mencapai daya serap sebanyak 88,88% berarti ketuntasan belajar secara klasikal telah tercapai, maka dapat dikatakan bahwa pengajaran dengan menggunakan media petakonsep efektif digunakan dalam mencapai ketuntasan hasil belajar pada pokok bahasan pangkat rasional dan bentuk akar.DAFTAR PUSTAKADahar,.R.W., (1989), Teori-Teori Belajar, Jakarta, ErlanggaDepdikbud, (1995), Kurikulum Sekolah Menengah Umum, GBPP Mata Pelajaran Matematika, Keputusan Mendikbud Nomor 061/U/1995, tgl 25 Februari 1995, Depdikbud Jakarta.Domin, D.S., (1996), Concept Mapping and Representational Systems, Journal of Resarch in Scince Teaching 32(9): 935-936 Endarwati, (2000), efektifitas pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing pada topik deret arit matika di kelas I SMU taman siswa medan. Skripsi, Medan, Universitas Negeri Medan UNIMEDEngkoswara, (1984), Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran, Bina Aksara, Jakarta.Esyobu, G.O. dan Soyibo, K., (1995), Effect of Concept and Vee Mapping Under Three Learning Modes on Students Cognitive Achievement In Ecologi and Genetics, Journal of Research Sciance Teaching 32(9): 971-995 Hudojo, H., (1988), Mengajar Belajar Matematika,.Depdikbud, JakartaKreyenbuhl, J.A. dan Atwood, C.H., (1991), Are we teaching the right things in general chemistry?, Journal of Chemical Education 68: 914-918.Nakhleh, M. B. dan Krajcik, J.S., 1996, Reply To Daniel, S. Domins Comment On Concept Mapping and Representation Systems, Journal of Research Science Teaching 33(8): 951-952.Noormandiri, B.A.K., (2000), Matetmatika Suplemen Jilid I Untuk SMU Kelas 1, Erlangga, JakartaNovak, J.D., (1977), New trends in Biology teaching, Science Education 61: 453-477.Pandley, B.D.; Bretz, R.L. dan Novak, J.D., (1994), Concept maps as a tools to assess learning in chemistry, Journal of Chemical Education 71(1): 9-15.Purba, J.; Situmorang, M.; dan Tambunan, M.M., (1997), Efektifitas Media Petakonsep dan Diagram-V Untuk Meningkatkan Penguasaan Materi Kimia Sekolah Menengah Umum di Sumatera Utara, Laporan Penelitian FPMIPA IKIP Medan. Situmorang, M.; Purba, J. dan Tambunan, M.M., (2000), Efektifitas media petakonsep dalam pengajaran kimia konsep mol di sekolah menengah umum, Pelangi Pendidikan 7(1): 31-35.Slameto, (1987), Teori-Teori Belajar Mengaja, Jakarta, Rineka CiptaSuryosubroto, B., (1997), ProsesBelajar Mengajar di Sekolah, Jakarta, Rineka Cipta.Wilerman, M. dan MacHarg, R.A., (1991), The Concept Map as an Advance Organizer, Journal of research in Sciece Teaching 28(8): 705-711.

Atas | Kembali ke Menu UtamaANALISIS PELAKSANAAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNTUK MATA PELAJARAN KIMIA DI SMA KOTA TANJUNG BALAI

Jenny Carolyn Barus1 dan Pasar Maulim Silitonga 11Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Medan, Jl Pancing Pasar V Medan, Sumatera UtaraABSTRACTThis research is intended to know whether the implementation of curriculum based competence for chemistry subject in Senior High School in Tanjung Balai city has been appropriate with the ideal condition of the real implementation of curriculum based competence. It is also to know the percentage of successful achievement of senior high school students in Tanjung Balai city in the implementation of curriculum based competence. The analysis of the implementation of curriculum based competence for the chemistry subject in senior high school in Tanjung Balai can be seen from 4 (four) elements of curriculum based competence. They are (1)Curriculum component and Learning Achievement. (2)Learning Activity Component, (3)Assessment Component Based Class, (4)Curriculum Management Component Based School.Through the interview to the headmaster and students, the observation to the document of learning plan, Annual Program, Semester Program, the questions made by the teachers of chemistry subject. The result of research shows that the rate of successful implementation of curriculum based competence in Tanjung Balai city seen from curriculum component and learning achievement result, it is ideally (96,7%), component of learning result of chemistry subject is ideally (38,1%) and assesment component based on class is ideally (49,2%), Component Based on School is ideally (57,8%).

Key word: Analisis, pelaksanaan KBK, pelajaran kimia, SMA, Tanjung Balai

Pendahuluan

Pendidikan mempunyai per- anan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkem-bangan kepribadian manusia. Kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan menentukan model manusia yang akan dihasilkannya. (Syaodih, 2002).Perwujudan masyarakat ber- kualitas menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam me- persiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan professional pada bidangnya masing-masing. Hal tersebut diperlukan, terutama untuk mengantisipasi era globalisasi, khususnya globalisasi pasar bebas di lingkungan negara-negara ASEAN, seperti AFTA, dan AFLA, maupun di kawasan negara- negara Asia Pasifik (APEC). (Mulyasa, 2002).Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PERC, Political and Economical Risk Consultancy 2001 (www.warta unair.ac.id) : Sistem Pen didikan di Indonesia menduduki urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Banjar (Analisa, 25 November, 2005) juga melaporkan bahwa : Du- nia Pendidikan Indonesia kini berada di peringkat 111 dari 175 negara yang diteliti Human Development Indonesia (HDI) pada Tahun 2004, jauh di bawah negara anggota ASEAN, seperti Singapura (25), Brunei Darussalam (33), Malaysia (58), Thailand (70), Vietnam (109). Salah satu upaya peningkatan mutu Pendidikan adalah Pe- nyempurnaan Kurikulum (Sianturi dan Simatupang, 2004). Menurut Zu- baedi (www.suara merdeka.com, 2005) mengharapkan bahwa: Dengan menyempurnakan kurikulum, secara tidak langsung akan meningkatkan mutu Pendidikan Nasional, meskipun diakui Kurikulum bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi mutu Pendidikan. Abdullah juga mengemukakan bahwa : Muatan Kurikulum Pendidikan di Indonesia perlu dibuat standar berbasis pada kebutuhan masa depan sehingga tercipta manusia Indonesia yang cerdas, unggul, dan siap bersaing di era globalisasi, kurikulum juga harus dibuat menarik, interaktif, dan menyenangkan bagi siswa sehingga mereka tidak jenuh ketika di dalam kelas. (Sib, 1 November 2004).Pembaharuan pendekatan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia mengacu pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menetapkan kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004, yang diberlakukan mulai awal Tahun pelajaran 2004/2005. Me- ngingat Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Otonomi), dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 telah mengatur pem- bagian kewenangan Pusat dan daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Khususnya tentang bidang pendidikan dan kebudayaan, dinyatakan bahwa ke- wenangan Pusat adalah dalam hal penetapan standar kompetensi peserta didik dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara na- sional serta pedoman pelaksanaanya dan penetapan standar materi pelajaran pokok, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian, serta penetapan kalender pendidikan dan jumlah belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah. Pemerintah Daerah memiliki ke- wenangan mengembangkan silabus dan sistem penilaian sesuai dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi daerah, oleh karena itu Pemerintah Daerah diberikan kewenangan penambahan kompetensi dasar dan indikator pencapaian. (Depdiknas, 2003).Pelaksanaan Kurikulum Ber- basis Kompetensi membutuhkan berbagai persyaratan ideal yang mencakup Dokumen kurikulum dan hasil belajar, kemampuan Guru dalam melaksanakan pembelajaran Kimia, Penilaian Berbasis Kelas, dan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah yang meliputi pengembang- an silabus yang dilakukan oleh pihak sekolah dan tersedianya fasilitas dan sumber belajar yang ada di sekolah tersebut. (Nurhadi 2004).Berdasarkan survei yang dilakukan oleh peneliti, sejak Tahun ajaran 2004/ 2005 di SMA Kota Tanjung Balai telah dilaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi di daerah Tanjung Balai sudah dua tahun berlangsung.Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pelaksana- an kurikulum berbasis kompetensi untuk mata pelajaran Kimia SMA Di Kota Tanjung Balai telah sesuai dengan kondisi ideal kurikulum ber- basis kompetensi yang sesungguhnya dan untuk mengetahui berapa persen tingkat keberhasilan SMA Di Kota Tanjung Balai dalam melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi. Sehingga Penelitian ini bermanfaat Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah, Departemen Pendidikan Nasional untuk membuat kebijakan penambahan fasilitas dan sumber be- lajar demi mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi yang ideal, serta Sebagai kontribusi ilmiah terhadap persoalan kurikulum berbasis kompetensi yang berguna bagi pengetahuan dan penelitian selanjutnya.Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kompetensi merupakan per- paduan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksi- kan dalam kebiasaan berfikir dan ber tindak. Achsan juga mengemukakan bahwa kompetensi : is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or he being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pe- ngetahuan, ketrampilan dan ke- mampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat me- lakukan perilaku-perilaku kognitif, affektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. (Mulyasa, 2002).Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah seperangkat rencana dan pe- ngaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian kegiatan belajar m ngajar, dan pemberdayaan sumber da ya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Nugraha, 2004).Tujuan utama kurikulum ber- basis kompetensi adalah me- mandirikan atau memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan (Mulyasa, 2004).Kurikulum berbasis kom- petensi memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal (2) Beriorentasi pada hasil belajar dan keberagaman (3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi (4) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif (5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi (Depdiknas, 2002).Karakteristik KBK Untuk KimiaKarakteristik KBK untuk mata pelajaran Kimia merupakan kondisi ideal pelaksanaan KBK di SMA, yang diperoleh dari empat komponen-komponen dalam kurikulum berbasis kompetensi. Empat komponen dalam kurikulum berbasis kompetensi yaitu : (1) Kurikulum dan hasil belajar (2) Kegiatan belajar mengajar kimia (3) Penilaian Berbasis Kelas (4) Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (PKBS) (Nurhadi, 2004). Di dalam komponen kurikulum dan hasil belajar ada 12 hal yang menjadi aspek pendukung yaitu : (1) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran ( dua semester ) adalah 34 Minggu (2) Jam sekolah efektif permingu minimal 30 jam (1800) menit (3) Alokasi waktu yang disediakan adalah 36 pelajaran per minggu (4) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit (5) Alokasi waktu untuk mata pelajaran kimia untuk kelas X semester I dan 2 adalah 3 jam pelajaran, Kelas XI semester 1 adalah 4 jam pelajaran dan semester 2 adalah 5 jam pelajaran, Kelas XII semester 1 adalah 4 jam pelajaran dan semester 2 adalah 5 jam pelajaran. (6) Ada waktu yang disediakan untuk me- laksanakan kegiatan sekolah seperti kunjungan perpustakaan, olah raga, bakti sosial, dan sejenisnya. (7) Kelas X merupakan program ber- sama yang diikuti semua peserta didik (8) Terdapat program studi ilmu alam yang lebih difokuskan pada mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan biologi (9) Ada mata pelajaran teknologi Informasi dan komunikasi/ ketrampilan, dimana alokasi waktu- nya diatur oleh sekolah (10) Ada penambahan mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan daerah maksimal sebanyak 4 jam pelajaran (11) Ada target pencapaian prestasi siswa untuk menentukan jurusan di SMU dan MA (12) Ada target pencapaian prestasi siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.Kemudian komponen kegiatan belajar mengajar kimia ada 19 hal yang menjadi aspek pendukung yaitu : (1) Ada identifikasi dan pengelompokan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa (2) Ada pengembangan materi standar kimia yang dilakukan oleh guru (3) Ada pemilihan metode yang tepat sesuai dengan materi kimia (4) Ada perencanaan penilaian yang berbasis kelas (5) Ada pembinaan keakraban antara guru dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa (6) Ada pe- laksanaan pretest (7) Ada penjelasan guru tentang kompetensi mata pelajaran kimia yang harus dicapai siswa (8) Penjelasan materi standar kimia secara logis dan sistematis (9) Ada upaya guru untuk melibatkan siswa secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi standar kimia (10) Ada pengembangan dan mo- difikasi kegiatan pembelajaran kimia (11) Ada pemilihan media pem- belajaran yang sesuai dengan materi standar kimia (12) Ada pembagian lembar kegiatan siswa untuk setiap siswa (13) Ada pemantauan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh guru kepada siswa dalam me- ngerjakan lembar kegiatan siswa (14) Ada upaya guru dalam memotivasi siswa untuk menerapkan konsep, pengertian, dan kompetensi kimia yang dipelajarinya di dalam kehidupan sehari-hari (15) Ada pem- berian tugas / posttest (16) Guru mengenal siswa secara perorangan (17) Guru memanfaatkan perilaku siswa dalam pengorganisasian belajar siswa (18) Guru me- ngembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan kemampuan memecahkan masalah kimia (19) Guru mengembangkan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar kimia yang menarik. Dilanjutkan dengan Komponen penilaian berbasis kelas ada 17 hal yang menjadi aspek pendukung yaitu : (1) Ada upaya guru memberikan peng- hargaan pencapaian belajar kimia siswa (2) Ada upaya guru untuk memperbaiki program dan kegiatan pembelajaran kimia (3) Penilaian yang dilakukan harus valid (4) Penilaian yang dilakukan harus mendidik (5) Penilaian yang dilakukan harus berorientasi pada kompetensi (6) Penilaian yang d lakukan harus adil dan objektif (7) Penilaian yang dilakukan harus terbuka (8) Penilaian yang dilakukan harus berkesinambungan (9) Penilaian yang dilakukan harus menyeluruh (10) Penilaian yang di- lakukan harus bermakna (11) Guru harus membuat kisi-kisi penilaian / rancangan penilaian secara me- nyeluruh untuk satu semester (12) Adanya penagihan semua indikator (13) Adanya penggunaan berbagai teknik penilaian dan ujian yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran kimia (14) Guru harus menganalisis hasil penilaian untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa program remedi (15) Guru harus memberikan proses pem- belajaran jika peserta didik belum menguasai suatu kompetensi dasar (16) Guru harus memberikan tugas jika siswa telah menguasai suatu kompetensi dasar (17) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari kompetensi dasar berikutnya jika siswa telah me- nguasai semua atau sebagaian kompetensi dasar.Dan terakhir komponen Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS) ada 18 hal yang menjadi aspek pendukung yaitu : (1) Pihak sekolah membentuk tim pengembang silabus KBK tingkat sekolah bagi yang mampu melakukannya (2) Pihak sekolah diberikan kebebasan untuk mengembangkan silabus sendiri bagi yang mampu dan memenuhi kriteria untuk melakukannya (3) Adanya identifikasi kompetensi sesuai dengan perkembangan siswa dan kebutuhan daerah dalam penyusunan silabus yang dilakukan oleh pihak sekolah (4) Adanya permohonan pihak sekolah kepada dinas kabupaten dan kota dalam proses penyusunan silabus (5) Pihak sekolah harus mengimplementasikan silabus sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah (6) Adanya uji kelayakan silabus KBK yang di- implementasikan disekolah tersebut yang dilakukan pihak sekolah (7) Pihak sekolah memberikan masukan kepada dinas pendidikan kabupaten dan kota, dinas pendidikan provinsi, dan pusat kurikulum departemen pen didikan nasional tentang efektifitas dan efisiensi silabus KBK, ber- dasarkan kondisi aktual di lapangan (8) Materi harus memiliki tingkat kesesuaian, teruji, dan dapat di- pertanggung jawabkan secara ilmiah (9) Materi memiliki tingkat ke- pentingan, kebermaknaan dan sumbangan terhadap pencapaian suatu kompetensi (10) Materi yang dikembangkan bermanfaat bagi siswa (11) Materi yang di- kembangkan layak untuk dipelajari siswa (12) Materi yang dikembangkan menarik bagi siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk belajar lebih lanjut (13) Pihak sekolah mengadakan sosialisasi perubahan kurikulum (14) Pihak sekolah mengembangkan fasilitas dan sumber belajar (15) Adanya usaha dari pihak sekolah untuk mendisiplinkan siswa (16) Adanya pengembangan kemandirian kepala sekolah (17) Pihak sekolah mem- berdayakan tenaga kependidikan (18) Pengawas memantau pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan dan Pengawas memberikan gagasan baru untuk melaksanakan pembelajaran yang bermutu

METODE PENELITIAN.

Populasi Dan Sampel.

Penelitian ini dilakukan di SMA yang ada di Kota Tanjung Balai, pada bulan April- Mei 2006. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SMA di Kota Tanjung Balai Tahun ajaran 2005/ 2006. Jumlah SMA yang ada di Kota Tanjung Balai ada 9, yaitu SMA Negeri ada 5 dan 4 SMA Swasta. Sampel diambil secara purposif sebanyak 5 (lima sekolah), yaitu 3 (tiga) SMA Negeri dan 2 (dua) SMA Swasta yang telah melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu : (1) SMA Negeri 1 Tanjung Balai (2) SMA Negeri 2 Tanjung Balai (3) SMA Negeri 3 Tanjung Balai (4) SMA Swasta Sisingamangaraja (5) SMA Swasta Sisingamangaraja. Sampel individu dalam penelitian ini adalah siswa, guru bidang studi kimia dan kepala sekolah. Sampel siswa diambil secara acak dengan menggunakan tabel Krejcie pada taraf Signifikansi 5% (Silitonga 2005). Sampel guru bidang studi kimia dan kepala sekolah diambil dengan tehnik sampling total.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Variabel penelitian ini adalah pelaksanaan kurikulum berbasis konpetensi. Untuk memperoleh data digunakan alat pengumpul data yaitu (1) Angket yang bersifat tertutup (2) Wawancara yang bersifat terpimpin (3) Observasi yang bersifat sistematik.

Pengumpulan dan pengolahan data

Langkah- langkah yang harus dilakukan dalam pengumpulan data adalah Tahap Persiapan, tahap pelaksanaan, dan Pengolahan Data. Tahap persiapan digunakan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan surat ijin penelitian, menguji validitas angket yang telah disusun pada sampel per- cobaan, untuk mendapatkan angket yang valid. Tahap pelaksanaan di lakukan dengan mengedarkan angket kepada setiap responden, melaksana- kan wawancara kepada kepala sekolah dan siswa, serta melakukan observasi terhadap dokumen Rencana Pengajaran (RP), Program tahunan (Prota) dan soal-soal yang dibuat oleh guru kimia dan observasi terhadap kelengkapan Laboratorium kimia. Data penelitian yang di kumpulkan, ditabulasi, dan dianalisis dengan mencari Tingkat Keberhasil an KBK dengan menggunakan Rumus P = F/N x 100%. Dan kemudian dilakukan Penarikan Kesimpulan.HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel

Adapun Jumlah Responden yang menjawab Angket yang ditujukan kepada siswa kelas X dan XI IA di SMA Kota Tanjung Balai berjumlah 751 orang, dengan perincian SMA Negeri 1 sebanyak 175 siswa, SMA Negeri 2 sebanyak 175 siswa, SMA Negeri 3 sebanyak 113 siswa, SMA Swasta Tritunggal sebanyak 92 siswa, dan SMA Swasta Sisingamangaraja sebanyak 196 siswa. Begitu juga dengan Jumlah Responden yang menjawab Angket yang ditujukan kepada Guru kimia di SMA Kota Tanjung Balai berjumlah 9 orang, dengan perincian SMA Negeri 1 sebanyak 3 guru, SMA Negeri 2 sebanyak 2 guru, SMA Negeri 3 sebanyak 1 guru, SMA Swasta Tritunggal sebanyak 1 guru, dan SMA Swasta Sisingamangaraja sebanyak 2 guru.Pelaksanaan KBK Untuk Mata Pelajaran Kimia Di SMA Kota Tanjung Balai Dilihat Dari 22 Indikator

Pelaksanaan KBK Untuk Mata Pelajaran Kimia Di SMA Kota Tanjung Balai Dilihat Dari 22 Indikator secara jelas terdapat pada Tabel 1.Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pelaksanaan struktur kuri- kulum program studi ilmu alam SMA di Kota Tanjung Balai idealnya sebesar (93,4%), persentase program pencapaian hasil belajar idealnya sebesar (100%), tingkat keberhasilan guru kimia dalam keterampilan me- laksanakan proses belajar mengajar kimia idaalnya sebesar (38%), tingkat keberhasilan guru kimia dalam keterampilan melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar kimia idealnya sebesar (37,6%), Keterampilan menggunakan media sumber idealnya sebesar (17,6%), Keterampilan mengelola kelas ideal nya sebesar (35,2%), Keterampilan mengelola interaksi belajar mengajar kimia idealnya sebesar (40,8%), Keterampilan mempersiapkan bahan ajar idealnya sebesar (60%), Ke- terampilan melaksanakan penilaian dari segi prinsip dan tujuan idealnya sebesar (59,9%), Keterampilan me laksanakan penilaian berkelanjutan idealnya sebesar (35%), Keterampil- an melaksanakan penilaian kognitif idealnya sebesar (100%), Keterampil an melaksanakan penilaian afektif idealnya sebesar (0%), Keterampilan melaksanakan penilaian psiko motorik idealnya sebesar (51,4%), Kemandirian kepala sekolah dalam melaksanakan KBK idealnya sebesar (42,7%), Tingkat keberhasilan pihak sekolah dalam pengadaan sosialisasi kurikulum idealnya sebesar (26,7%), Usaha mendisiplinkan siswa idealnya sebesar (20%), Pengembangan si- labus kimia idealnya sebesar (80%), Tingkat keberhasilan pengawas dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tanjung Balai dalam pe- ngembangan sistem pemantauan idealnya sebesar (100%), Kelengkap an fasilitas laboratorium kimia ideal nya sebesar (26,7%), Kelengkapan fasilitas perpustakaan idealnya sebesar (35%), Pemberian Honorium idealnya sebesar (100%), Pe ngembangan Materi kimia yang dilakukan oleh guru idealnya sebesar (89,3%).

NoTingkat Keberhasilan Pelaksanaan KBK Dari 22 IndikatorKondisi Ideal (%)

SMA Negeri 1SMA Negeri 2SMA Negeri 3SMA TritunggalSMA SisingamangarajaRata-rata

1Struktur Kurikulum91,791,791,7100,091,793,4

2Program Pencapaian Hasil Belajar100,0100,0100,0100,0100,0100,0

3PBM Kimia43,034,538,731,941,738,0

4Evaluasi PBM Kimia63,119,325,055,725,037,6

5Media Sumber25,37,221,414,319,717,6

6Mengelola Kelas39,823,334,016,762,335,2

7Mengelola Interaksi PBM Kimia44,644,429,432,652,940,8

8Mempersiapkan Bahan Ajar75,075,075,075,00,060,0

9Penilaian Segi Prinsip Dan Tujuan72,534,963,073,755,259,9

10Penilaian Berkelanjutan37,525,025,075,012,534,0

11Penilaian Kognitif100,0100,0100,0100,0100,0100,0

12Penilaian Afektif0,00,00,00,00,00,0

13Penilaian Psikomotorik85,70,085,70,085,751,4

14Kemandirian Kepala Sekolah53,320,00,060,080,042,7

15Pengadaan Sosialisasi Kurikulum33,30,00,00,0100,026,7

16Usaha Mendisiplinkan Siswa0,00,00,00,0100,020,0

17Pengembangan Silabus Kimia57,185,785,7100,071,480,0

18Pengembangan Sistem Pemantauan100,0100,0100,0100,0100,0100,0

19Fasilitas Laboratorium Kimia33,425,00,00,075,026,7

20Fasilitas Perpustakaan50,025,00,00,0100,035,0

21Pemberian Honorium100,0100,0100,0100,0100,0100,0

22Pengembangan Materi Kimia66,7100,0100,0100,080,089,3

Pelaksanaan KBK Untuk Mata Pelajaran Kimia Di SMA Kota Tanjung Balai Dilihat Dari 4 Komponen KBK

Berdasarkan Komponen Kurikulum dan Hasil Belajar, Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Tingkat Ke sesuaian Pelaksanaan Komponen Kurikulum dan Hasil Belajar di SMA Kota Tanjung Balai Pada Tahun Ajaran 2005/2006 idealnya sebesar (96,7%) (Gambar 1). Hal ini diduga karena sebagian besar Struktur Kurikulum Program Studi Ilmu Alam dan Program Pencapaian Hasil Belajar di SMA Kota Tanjung Balai sangat sesuai dengan kondisi ideal KBK.

Gambar 1 Tingkat Kesesuaian Pelaksanaan Komponen Kurikulum Dan Hasil Belajar di SMA Kota Tanjung Balai (%).Jika dilihat dari Komponen Kegiatan Belajar Mengajar Kimia, Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian pelaksanaan komponen kegiatan belajar mengajar Kimia SMA di Kota Tanjung Balai Pada Tahun Ajaran 2005/2006 idealnya sebesar (38,1%) (Gambar 4.2). Fenomena ini diduga karena kurangnya Sosialisasi KBK tentang pelaksanaan kegiatan belajar me ngajar kepada guru kimia, sehingga mengakibatkan guru kimia kurang memahami pelaksanaan kegiatan belajar mengajar kimia yang sesuai dengan kondisi ideal KBK. Hal ini dapat dilihat melalui Angket yang di jawab oleh Responden yang me ngatakan bahwa kurangnya ke terampilan guru kimia dalam me laksanakan evaluasi proses belajar mengajar kimia, keterampilan dalam menggunakan media sumber, keterampilan dalam melaksanakan proses belajar mengajar kimia, keterampilan mengelola kelas serta keterampilan mengelola interaksi belajar mengajar kimia.

Gambar 2 Tingkat Kesesuaian Pelaksanaan Komponen Kegiatan Belajar Mengajar Kimia di SMA Kota Tanjung Balai (%)Tingkat Kesesuaian Pe- laksanaan Komponen Penilaian Berbasis Kelas di SMA Kota Tanjung Balai Pada Tahun Ajaran 2005/2006 idealnya sebesar (49,2%) (Gambar 4.3). Fenomena ini diduga karena Rencana Pengajaran (RP) guru kimia SMA di Kota Tanjung Balai masih belum sesuai dengan kondisi ideal KBK. Khususnya pada bagian Penilaian. Guru kimia tidak membuat perencanaan penilaian berbasis kelas. Penilaian yang dilakukan tidak merinci bagaimana guru memperoleh data kemajuan siswa dalam belajar, melainkan penilaian yang dilakukan oleh guru kimia hanya berupa soal-soal kimia yang umumnya mengukur ke mampuan kognitif siswa. Sedangkan soal-soal yang mengukur ke mampuan afektif siswa hanya dilihat dari sikap dan tingkah laku siswa yang tertib, menghargai guru, disiplin dalam kelas. Akan tetapi soal afektif tersebut tidak dikaitkan dengan materi standar kimia. Hal ini diakibatkan karena Sosialisasi KBK tentang penilaian berbasis kelas kepada guru kimia masih kurang. Begitu juga dengan penilaian ber kelanjutan yang dilakukan oleh guru kimia masih belum sesuai dengan kondisi ideal KBK, yang dibuktikan melalui remedial yang dilakukan oleh guru kimia kepada siswa hanya sebatas satu kali saja, padahal tuntutan ideal KBK, siswa perlu diberikan remedial sampai siswa tersebut tuntas belajar dalam satu kompetensi dasar. Hal ini di akibatkan karena waktu yang tidak cukup, sementara materi kimia masih banyak.Jika dilihat dari Pelaksanaan Komponen Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (PKBS), Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Tingkat kesesuaian Pelaksanaan Komponen Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah di SMA Kota Tanjung Balai Pada Tahun Ajaran 2005/2006 idealnya sebesar (57,8%) (Gambar 4.4). Hal ini diduga karena pengadaan sosialisasi KBK yang masih kurang dilihat dari segi pe laksanaan kegiatan belajar mengajar kimia maupun penilaian berbasis kelas, Pihak sekolah (Guru-guru SMA di kota Tanjung Balai) belum sejalan dalam usaha mendisiplinkan siswa, Pengembangan silabus yang dilakukan oleh pihak sekolah belum sesuai dengan visi dan misi sekolah, Pengawasan silabus dari Dinas Pendidikan Kota Tanjung Balai meskipun sudah melaksanakan pemantauan 100%, akan tetapi pelaksanaannya masih kurang teliti, kemudian keadaan fasilitas laboratorium kimia yang kurang memadai demi mendukung pe- laksanaan KBK dimana alat dan bahan kimia yang ada di 3 SMA jarang digunakan, sedangkan di 2 SMA kota Tanjung Balai alat dan bahan kimia masih kurang memadai, begitu juga dengan honorium yang diberikan kepada guru kimia yang melakukan praktikum umumnya berjumlah sedikit, sehingga hal ini mengakibatkan praktikum kimia sangat jarang dilakukan. Dan hal inilah yang mengakibatkan keadaan PKBS belum sesuai dengan kondisi ideal KBK.

Gambar 3 Tingkat Kesesuaian Pelaksanaan Komponen Penilaian Berbasis Kelas di SMA Kota Tanjung Balai (%)

Gambar 4 Tingkat Kesesuaian Pelaksanaan Komponen Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (PKBS) di SMA Kota Tanjung Balai (%)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk mata pelajaran kimia SMA di kota Tanjung Balai dilihat dari segi komponen kurikulum dan hasil belajar idealnya sebesar ( 96,7%), Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk mata pelajaran kimia SMA di kota Tanjung Balai dilihat dari segi komponen Kegiatan Belajar Mengajar kimia idealnya sebesar ( 38,1%), Pelaksanaan Ku rikulum Berbasis Kompetensi untuk mata pelajaran kimia SMA di kota Tanjung Balai dilihat dari segi komponen Penilaian Berbasis Kelas idealnya sebesar (49,2%), Pe- laksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk mata pelajaran kimia SMA di kota Tanjung Balai di lihat dari segi komponen pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS) idealnya sebesar ( 57,8%), Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Ku rikulum Berbasis Kompetensi di SMA Kota Tanjung Balai idealnya hanya sebesar (37,1%- 57,8%)

SARAN

Perlu dilaksanakan Sosiali sasi KBK secara menyeluruh, guna membenahi Guru kimia dalam meningkatkan kreativitas untuk me laksanakan kegiatan belajar mengajar kimia dan Penilaian Berbasis Kelas yang sesuai dengan tuntutan KBK yang ideal, Perlu dipersiapkan Fasilitas yang memadai seperti Laboratorium dan Perpustakaan oleh pihak Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan kelengkap an-kelengkapan belajar yang me madai di sekolah oleh sekolah sebagai penyelenggara pendidikan dan guru sebagai pelaksana pendidikan agar tuntutan dari KBK dapat terpenuhi secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Ant, (2004), Sekolah Berstandar Internasional Perlu Di perbanyak, Harian SIB, Senin, 1 November 2004.Arikunto, S, 2001, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. , 2003, Prosedur Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.Banjar, H, (2005), Semangat Berprestasi Yang Perlu Terus Menerus Di tumbuhkembangkan, Harian Analisa, Jumat, 25 November 2005.Departemen Pendidikan Nasional, (2003), Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia, Jakarta.Direktorat Pendidikan Menengah Umum Dirjen Dikdasmen Depdiknas, (2003), Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia, Jakarta.Ibrahim, dan, Sudjana, N, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Penerbit Sinar Baru, Bandung.Mardapi, Dj, dan Ghofur, A, (2003), Pedoman Umum Pe ngembangan Penilaian, Proyek Pelita, Depdiknas, JakartaMulyasa, E, (2002), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung. , (2004), Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Menyukseskan MBS dan KBK, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung , (2004), Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pem belajaran KBK, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung.Nadapdap, A, P, (2005), Beberapa Kendala Mengimplementas ikan KBK, Harian SIB, Selasa 29 Maret 2005.Nugraha, A, W, (2005), Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi di SMA, Pembekalan Mahasiswa PPL Jurusan Kimia Unimed, Medan.Nurhadi, (2004), Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, Penerbit Grasindo, Jakarta.Simatupang, Z, dan Sianturi, P,(2004), Telaah Kurikulum Berbasis Kompetensi, Buku Pegangan Kuliah Mahasis wa, FMIPA, Unimed, Medan.Silitonga, P, M, (2005), Metodologi Penelitian, FMIPA, Unimed, Medan.Sukmadinata, S, N, (2002), Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung.Unair, (2005), Tahun Ajaran Baru, Kurikulum Baru, http:// www.suara merdeka.com/harian, Senin, 19 Juli 2004 Zubaedi, (2005), Membenahi Pendidikan Nasional, http:// www.warta unair.ac.id/artikel/index/php, November 2004Atas | Kembali ke Menu UtamaMEDIA PETAKONSEP DALAM PENGAJARAN LAJU REAKSI PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FMIPA UNIMEDSortha S Silalahi 11Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Medan, Jl Pancing Pasar V Medan, Sumatera UtaraABSTRACTThe affectivity of Concept map on the teaching of chemistry Rate reaction on is explained in the paper. The research was conducted onto the first year University students in Faculty of Mathematics and Natural Science (FMIPA) State University of Medan (UNIMED) Medan. The research was carried out through teaching the students with a Concept map media and a conventional media as a control. The affectivities of educational medias to improve students achievements on the chemistry subject were evaluated by comparing their ability to solve chemistry problems before and after the teaching and learning process. The study concluded that teaching the student by using a Concept map media improved the students achievements on chemistry because the existing teaching method motivated the students to study systematically on solving chemistry problems. Key word: Media pendidikan, petakonsep, Laju Reaksi, prestasi belajar, mahasiswa.

PENDAHULUANPengalaman pendidikan yang sering dihadapi oleh Dosen Kimia Dasar di sekolah menengah adalah bahwa kebanyakan mahasiswa menganggap mata pelajaran kimia sebagai mata pelajaran yang sulit, sehingga tidak jarang seorang mahasiswa yang bukan dari Jurusan Kimia sudah terlebih dahulu merasa kurang mampu untuk mempelajari kimia (Sakkashiri, 1991). Hal ini mungkin disebebkan oleh penyajian materi kimia pada Tahun Pertama Perkuliahan (TPB) Kimia Dasar yang kurang menarik dan membosankan, sehingga terkesan sulit dan menakutkan bagi mahasiswa, dan akhirnya banyak mahasiswa yang bukan Jurusan Kimia seperti dari Jurusan Fisika dan Biologi, kurang menguasai konsep dasar kimia. Keadaan ini akan merugikan terhadap keberhasilan mahasiswa bila tidak segera dibenahi. Ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab kurangnya penguasaan materi kimia diantaranya (1) mahasiswa sering belajar dengan cara menghafal tanpa membentuk pengertian terhadap materi yang dipelajari, (2) materi yang diajarkan mengambang sehingga mahasiswa tidak dapat menemukan kunci untuk mengeri materi yang dipelajari, dan (3) guru kurang berhasil menyampaikan konsep untuk menguasai materi yang diajarkan (Lynch dan Waters, 1980). Idealnya seorang dosen harus selalu waspada terhadap materi pelajaran yang sedang dan akan diajarkan kepada mahasiswa, sehingga selain menyampaikan materi pelajaran, kepadanya juga diberi beban untuk mengembangkan topik pelajaran agar memberikan hasil belajar yang optimum (Boyce, dkk. 1997). Salah satu sasaran peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk meningkatkan minat mahasiswa kepada mata pelajaran kimia. Hal ini bisa tercapai bila materi pelajaran kimia dapat dikemas menjadi pelajaran yang menarik dan mudah dimengerti, yaitu melalui penyampaian materi kimia dengan menggunakan media pengajaran. Media pendidikan dapat digunakan untuk membangun pemahaman dan penguasaan objek pendidikan. Beberapa media pendidikan yang sering dipergunakan dalam proses belajar-mengajar diantaranya media cetak, elektronik, model, sketsa, peta dan diagram (Kreyenhbuhl, 1991). Dalam pengajaran materi kimia Laju Reaksi, salah satu media yang dipergunakan adalah media petakonsep. Media petakonsep bertujuan untuk membangun pengetahuan mahasiswa dalam belajar secara sistematis, yaitu sebagai teknik untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam penguasaan konsep belajar dan pemecahan masalah (Pandley, dkk. 1994).

A. Media Petakonsep Dalam Pendidikan

Media petakonsep merupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu yang sistematis, yaitu dimulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu dengan lainnya, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran (Pandley, dkk 1994). Langkah yang dilakukan dalam membuat media petakonsep adalah memikirkan apa yang menjadi pusat topik yang akan diajarkan, yaitu sesuatu yang dianggap sebagai konsep inti dimana konsep-konsep pendukung lain dapat diorganisasikan terhadap konsep inti, kemudian menuliskan kata, peristilahan dan rumus yang memiliki arti, yaitu yang mempunyai hubungan dengan konsep inti, sehingga akhirnya membentuk satu peta hubungan integral dan saling terkait antara konsep atas-bawah-samping (Nakhleh, 1994). Penggunaan media petakonsep di dalam pendidikan sudah dilakukan sejak tahun 1977, yaitu dalam pengajaran Sistematika dalam pelajaran Biologi (Novak, 1977), dan sejak itu media petakonsep berkembang dan telah dipergunakan dalam berbagai bidang pendidikan seperti untuk pengajaran kimia (Pandley, dkk. 1994; Nakhleh, 1994), pendidikan kedokteran (Eitel, dkk. 2000; Weiss dan Levison, 2000; West, dkk. 2000), pendidikan keperawatan, (Irvine, 1995; Van Neste-Kenny, dkk. 1998; Daley, dkk. 1999) dan fisiologi (McGaghie, dkk. 2000). Penggunaan media petakonsep dalam mata pelajaran Kimia telah dilakukan untuk pengajaran Kromatografi seperti yang dijelaskan oleh Pandley, dkk. (1994). Media petakonsep dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam penguasaan konsep pemisahan analitik. Media petakonsep dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap sistematika pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi. Penggunaan media petakonsep dalam pengajaran Asam-Basa juga telah dilaporkan oleh Nakhleh (1994). Media petakonsep diketahui sangat efektif untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa belajar mandiri di laboratorium. Penelitian lain dalam melihat efektifitas media petakonsep dalam meningkatkan penguasaan materi kimia SMU juga telah dijelaskan (Purba, dkk 1997).METODE PENELITIAN

Yang menjadi populasi penelitian adalah mahasiswa FMIPA Unimed yang mengikuti Kimia Dasar pada tahun Akademi 2005/2006. Sampel dipilih dari Dua Jurusan (Matematika, Fisika dan Biologi) dengan dua kelas paralel. Sampel adalah mahasiswa kelas 1 yang dipilih secara purposif, kemudian dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian. Instrumen penelitian adalah media petakonsep dan media konvensional ceramah sebagai kontrol. Alat pengumpul data adalah evaluasi belajar (soal kimia) terdiri atas evaluasi pendahuluan, evaluasi akhir-1 dan evaluasi akhir-2. Evaluasi disusun oleh peneliti berdasarkan GBPP Kimia Dasar dengan sebaran tingkat kesulitan yang sudah terstandarisasi. Prosedur penelitian meliputi penyusunan instrumen, pengajaran dan evaluasi. Penyusunan instrumen dilakukan mengikuti kisi dalam GBPP mata Kuliah Kimia Dasar, dan selanjutnya dilakukan konsultasi dengan Tim Pengajar Kimia Dasar untuk diminta pendapat tentang media petakonsep yang didisain. Sebelum perlakuan pengajaran, terhadap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terlebih dahulu dilakukan evaluasi pendahuluan untuk mengukur kemampuan mahasiswa terhadap pokok bahasan yang akan diajarkan, kemudian dilanjutkan dengan pengajaran menggunakan media petakonsep dan metode ceramah (kontrol) dan dilanjutkan dengan evaluasi akhir-1, yaitu pada akhir pengajaran. Setelah waktu satu bulan dari perlakuan pengajaran, dilakukan evaluasi akhir-2. Data berupa prestasi belajar mahasiswa (skor mahasiswa yang benar dari 20 soal) diolah secara statistik menggunakan EXCEL soft ware untuk penarikan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pengelompokan sampel

Sampel penelitian ada sebanyak 15 Kelas paralel untuk 3 Jurusan, meliputi Program Kependidikan dan Program Non Kependidikan. Pada masing-masing Jurusan dipilih sebanyak 2 kelas paralel sebagai objek penelitian. Alasan pembatasan pemilihan kelas adalah karena keterbatasan tim peneliti. Jumlah sampel di setiap sekolah hanya dipilih sebanyak 20 orang per-kelas. Pemilihan sampel adalah berdasarkan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) mahasiswa di SLTA, yaitu 10 orang yang memiliki UAN relatif tinggi dan 10 orang lagi yang memiliki UAN relatif rendah untuk masing-masing kelas. Sampel yang terpilih dikelompokkan menjadi kelompok kemampuan tinggi (dengan UAN relatif tinggi), selanjutnya disebut kelompok tinggi (KT) dan kelompok kemampuan rendah (dengan UAN relatif rendah), selanjutnya disebut kelompok rendah (KR). Pengelompokan KT dan KR dalam penelitian ini hanya sebagai asumsi dasar pengelompokan saja, karena UAN mahasiswa objek penelitian pada umumnya tidak terlalu jauh berbeda. Walaupun sampel hanya dipilih sebanyak 20 orang, perlakuan pengajaran dan evaluasi dilakukan bersama-sama terhadap seluruh sampel di dalam kelas, akan tetapi mahasiswa lain tidak akan diikutkan sebagai sumber data penelitian.

C. Evaluasi pendahuluan

Untuk mengukur kemampuan pengetahuan mahasiswa terhadap materi yang akan diajarkan, terlebih dahulu dilakukan evaluasi pendahuluan untuk mengukur penguasaan mahasiswa terhadap materi Laju Reaksi. Evaluasi pendahuluan dilakukan terhadap seluruh sampel (kelompok media petakonsep dan kelompok kontrol), dan penguasaan materi mahasiswa berdasarkan hasil evaluasi pendahuluan dirangkum pada Tabel 1. Dari hasil diketahui bahwa mahasiswa FMIPA pada umumnya belum mengetahui materi kimia Laju Reaksi, hal ini dapat diyakini berdasarkan angka pencapaian mahasiswa (skor) yang rendah, yaitu jumlah soal yang dapat dikerjakan oleh mahasiswa dengan benar adalah 2 5 soal dari 20 soal yang diujikan. Rata-rata pencapaian mahasiswa untuk pengajaran dengan menggunakan media petakonsep (M = 3,280,69) dan metode ceramah (M = 3,290,64) tergolong rendah. Dapat dinyatakan bahwa mahasiswa belum mampu menyelesaikan soal kimia yang berhubungan dengan Laju Reaksi, sehingga mahasiswa sangat baik untuk sampel penelitian dan dianggap homogen. Walaupun mahasiswa belum mengetahui materi kimia Laju Reaksi, akan tetapi dalam evaluasi pendahuluan mahasiswa kebanyakan masih dapat menjawab benar, diduga dari hasil tebakan karena evaluasi dibuat dalam pilihan berganda. Dari uji beda diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan antara pencapaian mahasiswa kelompok tinggi (tstat -0,186 < tcrit 2,063) dan kelompok rendah (tstat -0,039 < tcrit 2,063), maupun untuk dua kelopok perlakuan, petakonsep dan ceramah (tstat -0,164 < tcrit 2,009).

Tabel 1. Penguasaan mahasiswa terhadap materi kimia berdasarkan hasil evaluasi belajar sebelum dan sesudah pengajaran. Angka dalam tabel adalah rata-rata dan standar deviasi dari 3 Jurusan dengan 2 kelas paralel. SampelEvaluasi pendahuluanEvaluasi akhir-1Evaluasi akhir-2

JurusanKelompokPetakonsepCeramahPetakonsepCeramahPetakonsepCeramah

AKT4,60(0,20)4,50(0,25)18,30(0,54))14,50(0,38)17,80(0,46)12,20(0,31)

KR3,20(0,23)3,60(0,34)17,80(0,65)13,00(0,51)16,20(0,27)11,40(0,39)

BKT4,20(0,31)3,86(0,43)17,80(1,00)14,80(0,48)17,60(0,75)10,00(0,76)

KR3,20(0,25)2,90(0,22)16,30(0,60)12,30(0,85)15,80(0,20)10,00(0,35)

CKT3,20(0,35)3,32(0,52)17,80(1,30)14,70(0,43)16,84(0,26)12,40(0,73)

KR3,40(0,32)3,42(0,50)16,10(0,66)12,50(0,93)15,00(0,39)10,00(0,62)

Rata-rataKT3,48(0,87)3,50(0,72)17,58(1,11)14,18(0,75)16,81(1,04)11,68(1,09)

(M)KR3,08(0,37)3,08(0,48)16,30(1,17)12,08(0,93)15,40(0,72)10,28(0,78)

3,28(0,69)3,29(0,64)16,94(1,30)13,13(1,35)16,10(1,14)10,98(1,18)

A = Jurusan Matematika B = Jurusan FisikaC = Jurusan Biologi D = Sampel pada kabupaten DKT = kelompok mhs UAN relatif tinggi KR = kelompok mhs NEM relatif rendah

D. Pengaruh media petakonsep

Untuk mengurangi bias yang disebabkan oleh Dosen Kimia Dasar, perlakuan pengajaran terhadap kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan oleh satu orang Dosen yang sudah mengetahui penggunaan media pengajaran. Berdasarkan urutan GBPP mata Kuli