sikap protean dan kesuksesan karir
DESCRIPTION
Jurnal ilmiah Sikap protean dan kesuksesan karirTRANSCRIPT
Sikap Protean dan kesuksesan karir : Peran mediasi dari manajemen diri
Abstrak
Sikap karir protean dianggap sebagai faktor penting dalam kesuksesan karir di era kontemporer.
Pada artikel ini kami menguji sebuah model dimana kami menentukan hubungan antara sikap
karir protean, perilaku karir manajemen diri ,wawasan karir, dan hasil kesuksesan karir
(kepuasan karir dan kerja yang dirasakan ). Sebuah survei telah dilakukan dengan sampel 289
karyawan. Hasil survei mendukung gagasan bahwa sikap karir protean adalah pendahulu
signifikan pada kesuksesan karir dan hubungan ini sepenuhnya dimediasi oleh pengembangan
wawasan karir. Implikasi dari temuan ini digunakan untuk memahami proses dimana sikap karir
mempengaruhi keberhasilan karir individu.
Kata kunci: sikap karir protean, karir manajemen diri, wawasan karir, kepuasan karir, kerja
Selama bertahun-tahun telah banyak tulisan yang secara luas membahas mengenai perubahan
lingkungan karir. Sementara karir tradisional cenderung didefinisikan sebagai “kemajuan” dalam
sejumlah organisasi, karir kontemporer dipandang tak berbatas(Arthur , Khapova , & Wilderom ,
2005). Karir kontemporer mencerminkan ''kesepakatan baru", dimana kontrak psikologis antara
majikan dan karyawan tidak lagi secara otomatis mencakup janji pekerjaan seumur hidup dan
peningkatan karir yang stabil ( misalnya Arthur & Rousseau , 1996) . Kesepakatan baru ini
berarti karyawan harus terlibat dalam berbagai kegiatan karir pengelolaan diri untuk membuat
pilihan karir yang memungkinkan mereka untuk mewujudkan tujuan karir pribadi mereka dan
memastikan pekerjaan mereka( Hall & Moss , 1998). Perubahan sikap karyawan terhadap
pengembangan karir dan peran mereka sendiri dalam hal ini diperlukan ( Briscoe & Hall , 2006) .
Konsep '' sikap karir protean " menawarkan sebuah pendekatan valid untuk mempelajari karir
kontemporer (Hall & Moss, 1998). Sikap karir protean mencerminkan sejauh mana seorang
individu mengelola kariernya dengan proaktif dan mandiri yang didorong oleh nilai-nilai pribadi
dan mengevaluasi kesuksesan karirnya berdasarkan kriteria keberhasilan subjektif (Hall, 2002).
Meskipun konsep karir protean telah mendapatkan perhatian luas dalam literatur karir, penelitian
empiris masih berada dalam tahap awal. Sikap karir protean dianggap berkaitan dengan
keberhasilan karir, namun bukti empiris untuk hal tersaebut masih sulit ditemukan. Sebaliknya,
selama satu dekade terakhir berbagai studi telah membahas kompetensi karir yang sangat penting
untuk kesuksesan karir di era karir baru (misalnya Eby, Butts, & Lockwood, 2003; Kuijpers,
Schyns, & Scheerens, 2006). Studi tersebut menekankan pentingnya pengelolaan karir seseorang
dengan proaktif dengan sumber yang lebih kuat dalam kerangka teori yang ditawarkan oleh
literatur karir protean. Konseptualisasi karir protean sebagai sikap yang mencerminkan perasaan
pribadi seseorang menunjukkan bahwa sikap ini melibatkan individu dalam mengelola karir
mereka sendiri. Hal ini nantinya harus meningkatkan perasaan mereka terhadap kesuksesan karir.
Dengan menghubungkan sikap karir protean untuk pengembangan wawasan karir, perilaku karir
manajemen diri, dan kesuksesan karir, penelitian ini merespon kebutuhan penelitian empiris pada
validitas prediktif sikap karir protean untuk memahami hasil praktis ( Briscoe , Hall, & DeMuth ,
2006)
1. Keberhasilan Karir dalam era karir baru
1.1. Kesuksesan karir
Dalam tulisan-tulisan kontemporer pada karir, baik kesuksesan karir obyektif maupun subyektif
cukup dipandang sebagai hasil penting dari pengalaman karir individu (Arthur et al., 2005).
Kesuksesan karir didefinisikan sebagai ''pencapaian hasil kerja pada titik manapun dalam
pengalaman kerja seseorang dari waktu ke waktu "(Arthur et al., 2005, hal. 179). Peneliti karir
tradisional lebih berfokus pada indikator objektif dari kesuksesan karir seperti posisi organisasi
(Arthur et al, 2005; Bozionelos, 2004) atau promosi yang dicapai. Dalam konteks karir tak
berbatas, dengan pertumbuhan pada mobilitas dan ketidakpastian antarperusahaan, peneliti
semakin berbicara tentang makna pribadi kesuksesan karir sebagai fokus utama untuk
mengevaluasi karir, misalnya kesuksesan karir subjektif (Hall, 2002). Keberhasilan karir
subjektif mengacu pada perasaan kepuasan dan prestasi tentang karir seseorang (Seibert, Crant,
& Kraimer, 1999). Dalam penelitian ini kami membahas kepuasan karir dan persepsi individu
mengenai pekerjaan. Kepuasan karir adalah penggerak paling umum keberhasilan karir subjektif
(Heslin, 2005). Dalam konteks kepuasan karir tak berbatas berkaitan dengan status karir
seseorang, kepuasan karir dipandang sebagai indikator utama keberhasilan karir (Heslin, 2005;
Seibert et al, 1999.). Sebagai tambahan dari kepuasan karir, dalam konteks kerja yang ditandai
dengan ketidakstabilan dan ketidakpastian, sejauh mana individu yakin dipekerjakan dalam
organisasi mereka saat ini atau di pasar tenaga kerja eksternal adalah dimensi yang relevan dari
subjektif keberhasilan karir (Bird, 1994;. Eby et al, 2003; Sullivan, Carden, & Martin, 1998).
Oleh karena itu kami berfokus perasaan individu baik kepuasan karir dan perasaan mereka
tentang menjadi dipekerjakan.
1.2. Sikap karir Protean
Konsep karir protean meliputi sejauh mana seorang individu menunjukkan orientasi karir self-
directed dan values-driven dalam manajemen karir pribadi mereka (Briscoe & Hall, 2006; Hall,
2002). Individu dengan sikap karir lebih tradisional cenderung mengambil peran yang lebih pasif
dalam mengelola karir mereka dan lebih tidak mandiri. Individu dengan sikap karir protean
memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk peluang dan pilihan karir mereka(Hall, 1976,
2002). Salah satu implikasi penting bagi individu yang bekerja dalam organisasi yang terus
berubah konteks adalah bahwa dia harus memiliki identitas pribadi yang jelas yang berfungsi
sebagai panduan internal dalam membuat dan menentukan keputusan karir (Hall, 2002).
Mengembangkan sikap karir protean mungkin saja berguna bagi individu untuk membuat pilihan
karir yang akan membawa pada kesuksesan karir subyektif. Sebagai sebuah sikap, perlu
diperhitungkan untuk mengatur inisiatif dasar manajemen karir individu yang mungkin
mencakup pengembangan belajar tentang diri sendiri (memperoleh wawasan karir) dan
mengambil inisiatif praktis untuk mengelola karir seseorang. Seperti ditunjukkan dalam
penelitian yang ada, baik wawasan karir dan manajemen diri penting untuk menjelaskan
keberhasilan karir.
1.3. Karir manajemen diri
Untuk mewujudkan potensi karir baru, seseorang harus mengembangkan kompetensi baru yang
terkait dengan pengelolaan diri dan karir (. Eby et al, 2003; Hall & Moss, 1998). Sesuai dengan
gagasan karir protean, bahwa seseorang adalah aktor utama yang bertanggung jawab untuk
mengelola karirnya dan bahwa kesadaran kuat terkait identitas dan nilai-nilai adalah hal penting
untuk membimbing keputusan karir (Briscoe & Hall, 1999; Briscoe & Hall, 2006; Hall, 2002).
Karir manajemen diri mengacu pada tingkat ke-proaktifan pekerja ditunjukkan sehubungan
dengan pengelolaan karir mereka (King, 2004; Kossek, Roberts, Fisher, & Demarr, 1998; Orpen,
1994).
Hal ini termasuk upaya karyawan untuk mendefinisikan dan mewujudkan tujuan karir pribadi
mereka, yang dapat sesuai ataupun tidak sesuai dengan tujuan organisasi. Sebuah tinjauan
literatur tentang karir manajemen diri mengungkapkan berbagai kognisi dan perilaku yang
dipelajari, serta berbagai istilah yang digunakan dengan label ''karir manajemen diri "(misalnya
perilaku karir proaktif, manajemen karir individu, kompetensi karir) (King, 2004; Kuijpers dkk,
2006;. Sturges, Tamu, Conway, & Mackenzie Davey, 2002; Sturges, Tamu, & Mackenzie
Davey, 2000). Penelitian tersebut bersama-sama menunjukkan bahwa dua komponen karir
manajemen diri bisa dilihat, misalnya komponen reflektif dan komponen perilaku. Sementara
penelitian sebelumnya mengacu pada wawasan yang individu kembangkan menjadi aspirasi karir
mereka sendiri. Aspirasi karir mengacu pada perilaku yag mereka mulai dengan tujuan
mengelola karir mereka.
Beberapa studi menyebut pentingnya wawasan karir sebagai pendahulu keberhasilan karir
(misalnya Arthur, Inkson, & Pringle, 1999; Defillippi & Arthur, 1994; Eby dkk., 2003; Kuijpers
et al., 2006). Hal ini menunjukkan bahwa selain karir manajemen perilaku diri, penting bagi
individu untuk mengembangkan wawasan karir yang memungkinkan mereka untuk membuat
pilihan yang bermakna.
Komponen perilaku karir manajemen diri dibangun di atas gagasan proaktif dan mengacu pada
tindakan konkret (misalnya jaringan, penunjukan diri, menciptakan peluang) yang dilakukan oleh
pekerja untuk mewujudkan tujuan karir mereka (King, 2004; Noe, 1996; Sturges dkk., 2000;
Sturges et al., 2002). Tindakan ini berpusat pada pengembangan seseorang pada pekerjaan
sekarang atau pada perpindahan pekerjaan di dalam ataupun di luar perusahaan (Kossek et al,
1998;.. Sturges et al, 2002). Beberapa penulis telah mempelajari hubungan antara karir perilaku
manajemen diri yang dilakukan oleh individu dan hasil yang berhubungan dengan karir. Studi ini
mengungkapkan pentingnya berbagai perilaku manajemen diri, seperti mengumpulkan informasi
tentang peluang karir atau kemungkinan peluang karir, mencari umpan balik tentang kinerja dan
kompetensi seseorang, dan menciptakan peluang karir melalui jaringan dan tindakan yang
bertujuan meningkatkan visibilitas seseorang (misalnya Claes & Ruiz-Quintanilla, 1998; King,
2004; Orpen, 1994; Seibert, Kraimer, & Crant, 2001; Sturges dkk., 2000; Sturges et al., 2002).
1.4 . Sikap karir protean dan karir manajemen diri
Konsep karir protean menawarkan kerangka yang relevan untuk memahami hubungan antara
kedua komponen karir manajemen diri dan hasil karir yang dikonseptualisasi sebagai values-
driven, sikap karir mandiri yang penting untuk mewujudkan keberhasilan karir (Hall , 2002) .
Berdasarkan konseptualisasi karir protean sebagai sikap yang mencerminkan perasaan pribadi
(Briscoe et al . , 2006) , kami berharap bahwa hal ini akan positif berhubungan baik pada sejauh
mana individu mengembangkan wawasan karir , dan sejauh mana mereka mengambil inisiatif
konkret untuk mengelola karir mereka sendiri.
Hipotesis 1 : Sikap karir protean berhubungan positif untuk pengembangan wawasan karir .
Hipotesis 2 : Sikap karir protean berhubungan positif dengan perilaku karir manajemen diri .
1.5. Karir manajemen diri dan kesuksesan karir
Selama bertahun-tahun, banyak penelitian telah menyelidiki faktor individu dan organisasi yang
memfasilitasi keberhasilan karir (Ng, Eby, Sorensen, & Feldman, 2005). Perilaku karir
manajemen diri dan indikator yang bersifat lebih kognitif dari karir manajemen diri (misalnya
kompetensi karir) telah diperiksa sebagai pendahulu. Pertama, bukti menunjukkan bahwa
individu yang bereaksi lebih aktif terhadap tujuan karir mereka dan individu yang memiliki
wawasan lebih dalam tentang apa yang ingin mereka capai selama karir mereka dilaporkan
memiliki tingkat keberhasilan karir yang lebih tinggi. Kedua, diasumsikan bahwa individu yang
mengelola dirinya sendiri akan lebih aktif berusaha mencapai tujuan karir yang mereka inginkan
dan mereka pada akhirnya cenderung merasa lebih sukses dalam karir mereka (misalnya Arthur
et al, 2005;.. Ng et al, 2005). Seibert et al. (1999) menemukan bukti untuk hipotesis mereka
bahwa individu proaktif memilih, membuat, dan mempengaruhi situasi kerja yang meningkatkan
kemungkinan keberhasilan karir. Dalam hal ini, karir manajemen diri tidak hanya dapat
menghasilkan tingkat kepuasan lebih tinggi mengenai status karir seseorang, tetapi juga
peningkatan persepsi kerja karena dapat meningkatkan pilihan pekerja terkait pekerjaan,
pengembangan, dan sejauh mana mereka dapat bernegosiasi tentang perubahan pekerjaan (Claes
& Ruiz-Quintanilla, 1998).
Hipotesis 3a: Ada hubungan positif antara wawasan karir dan kepuasan karir.
Hipotesis 3b: Ada hubungan positif antara wawasan karir dan kerja yang dirasakan.
Hipotesis 4a: Ada hubungan positif antara perilaku manajemen diri karir dan kepuasan karir.
Hipotesis 4b: Ada hubungan positif antara perilaku manajemen diri dan kerja yang dirasakan.
1.6. Hipotesis mediasional
Mengingat konseptualisasi sikap karir protean sebagai sikap umum terhadap karir seseorang,
kami mengusulkan bahwa dampak dari sikap karir protean pada kesuksesan karier secara tidak
langsung beroperasi melalui karir manajemen diri. Lebih spesifik, kami memperkirakan efek
tidak langsung dari sikap karir protean pada kepuasan karir dan kerja yang dirasakan.
Hipotesis 5a: Karir wawasan memediasi hubungan antara sikap karir protean dan kepuasan karir.
Hipotesis 5b: wawasan Karir memediasi hubungan antara sikap karir protean dan kerja yang
dirasakan.
Hipotesis 6a: perilaku karir manajemen diri memediasi hubungan antara sikap karir protean dan
karir kepuasan.
Hipotesis 6b: perilaku karir manajemen diri memediasi hubungan antara sikap karir protean dan
kerja yang dirasakan
Model yang telah kami kembangkan hingga titik ini menggambarkan dampak dari sikap karir
protean pada kepuasan karir dan kerja yang sepenuhnya dimediasi oleh wawasan karir dan
perilaku karir manajemen diri. Meskipun ini mediasi ini masuk akal, oenelitian teoritis pada
sikap karir protean menunjukkan bahwa sikap ini juga memiliki dampak langsung pada hasil
karir subjektif (misalnya Hall, 2004; Hall & Moss, 1998). Atas dasar pemikiran ini, kami juga
menilai kemungkinan mediasi parsial.
Metode
2.1 . Sampel dan prosedur
Sebuah survei dilakukan kepada 297 karyawan di Negara Belgia yang telah berpartisipasi dalam
konseling karir. Setelah menerima persetujuan formal dari klien mereka, 12 pusat konseling
memberikan kami daftar klien mereka yang telah menerima konseling selama periode pre-
specified reference (Januari 2005- Februari 2006) . Secara total, rincian kontak dari 866 orang
telah diperoleh.
Dari daftar ini , orang-orang yang dipilih hanyalah mereka yang menyelesaikan proses konseling
setidaknya enam bulan sebelum penelitian ini berlangsung. Dari kelompok ini sampel ditarik
secara bertingkat, dengan mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: (1) representasi semua
pusat konseling menurut jumlah klien; (2) proporsi perwakilan dari laki-laki dan perempuan,
kategori usia, tingkat pendidikan, asal etnis, dan daerah hidup. Berdasarkan kriteria tersebut,
daftar 300 individu disaring dan kemudian dihubungi untuk kemudian diwawancara telepon oleh
pewawancara terlatih. Jika seseorang menolak untuk bekerja sama atau tidak bisa dihubungi,
orang lain dengan profil dan stratifikasi kriteria yang sama dipilih dari daftar. Akhirnya 297
responden berpartisipasi dalam survei. Setelah penyaringan nilai-nilai, 289 responden tetap
dipertahankan untuk dimasukkan dalam analisis. Dari jumlah tersebut, 60,6% adalah perempuan.
Mayoritas (64,4%) berusia antara 30 dan 45 tahun dan memiliki kebangsaan Belgia (95,2%).
52,7% meraih gelar pendidikan menengah atau lebih rendah. Para responden bekerja di berbagai
macam wilayah kerja dan industri
Sikap karir protean ( α = 0,83 ) diukur dengan menggunakan delapan item sub-skala self-
directedness dari protean Sikap karir protean yang dikembangkan oleh Briscoe dan Hall ( di
Briscoe et al . , 2006). Kami menggunakan skala 5 poin Likert untuk mengetahui sampai sejauh
mana mereka menganggap diri mereka sebagai yang penganggung jawab utama untuk mengelola
karir mereka dengan cara yang independen ( misalnya '' Saya bertanggung jawab dalam karir
saya sendiri " ) . Reabilitas skala ini sebanding dengan reliabilitas yang ditemukan dalam
penelitian sebelumnya dilaporkan oleh Briscoe dkk . ( 2006) .
Wawasan karir diukur dengan empat belas item yang diadaptasi dari Skala wawasan karir yang
dikembangkan oleh London (1993) dan Angket Kesulitan Pengambilan keputusan Karir (CDDQ)
yang dikembangkan oleh Gati, Krausz, dan Osipow (1996) (α = 0,87). Menggunakan skala
Likert 5 poin, responden menunjukkan sejauh mana mereka merasa konseling karir telah
memberikan mereka wawasan yang lebih baik mengenai aspirasi karir mereka sendiri,
keterampilan, dan kepribadian (misalnya '' Saya telah memperoleh wawasan yang lebih baik
mengenai apa yang saya anggap penting dalam karir saya "). Untuk lima item dari Skala Karir
Wawasan kami menambahkan lagi sembilan item dari CDDQ untuk mendapatkan penilaian yang
lebih luas dari variabel ini. CDDQ mencakup sejumlah item yang berkaitan dengan kurangnya
wasasan individu dalam diri dan dalam proses pengambilan keputusan karir. Item-item ini
berhubungan erat dengan komponen reflektif dari karir manajement diri.
Oleh karena itu kami memilih item-item ini untuk dimasukkan ke dalam penilaian kami
mengenai wawasan karir, tetapi dengan mengganti kata yang lebih positif dibandingkan dengan
yang digunakan dalam CDDQ . Reabilitas skala kami sebanding dengan reliabilitas berdasarkan
penilaian diri dan penilaian pengawas seperti dilansir London (1993) dan Osipow dan Gati
(1998).
Perilaku karir manajemen diri ( α = 0,71 ) dinilai dengan menggunakan enam item dari skala
Manajemen Karir individu yang dikembangkan oleh Sturges dkk . (2000 , 2002). Kami
menggunakan item yang umumnya dianggap sebagai dua indikator penting perilaku manajemen
diri dan karir yang berhubungan dengan jaringan perilaku dan perilaku visibilitas. Menggunakan
skala 5 - titik Likert, responden menunjukkan sejauh mana mereka telah berlatih perilaku
tersebut karena mereka telah berpartisipasi dalam karir konseling ( misalnya '' Saya melakukan
kontak dengan orang-orang yang bisa mempengaruhi karir saya" ) . Reabilitas skala ini
sebanding dengan reabilitas yang dilaporkan untuk skala ini oleh Sturges dkk . dan reabilitas .86
dilaporkan dalam studi terbaru oleh Verbruggen , Sels , dan Forrier (2007 ).
Kepuasan karir (α = 0,87) dinilai menggunakan skala kepuasan karir yang dikembangkan oleh
Martins, Eddleston, dan Veiga (2002). Responden ditunjukkan pada skala Likert 5-titik sampai
sejauh mana (1) pada umumnya mereka merasa puas dengan status karir mereka, (2) secara
umum mereka puas dengan pekerjaan mereka saat ini, dan (3) mereka merasa bahwa kemajuan
karir mereka cukup memuaskan. Realibilitas skala ini dalam penelitian kami dibandingkan
dengan reabilitas .89 yang ditemukan dalam penelitian lain baru-baru ini yang juga
menggunakan skala ini (Verbruggen et al., 2007) dan reabilitas ini lebih tinggi dari reabilitas
0,79 yang dilaporkan oleh penulis asli (Martins et al., 2002). Analisis faktor eksploratori yang
dilakukan dalam studi ini memberikan bukti bagi keberadaan satu faktor tunggal.
Perceived employability (α = 0,91) dinilai menggunakan tiga item. Responden ditunjukkan pada
skala Likert 5-titik sejauh mana mereka percaya bahwa mereka dipekerjakan. Salah satu item
diadopsi dari Eby et al. (2003) ('' Saya percaya bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan lain
yang sebanding bersama majikan lain"). Untuk ini kami menambahkan dua item baru ('' Saya
percaya saya bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan lain yang sejalan dengan tingkat
pendidikan dan pengalaman saya ", dan '' Saya percaya saya bisa dengan mudah mendapatkan
pekerjaan lain yang akan memberi saya tingkat kepuasan yang tinggi ").
Variabel kontrol. Kami mengontrol usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Tiga tingkat
pendidikan diberi kode: rendah (pendidikan sampai usia 15), rata-rata (sertifikasi SMA) dan
tinggi (sarjana dan magister). Gender dikodekan
sebagai (0 = laki-laki, 1 = perempuan).
2.3. Strategi analitis
Kami menguji model dan jalan hipotesis menggunakan AMOS 7.0. Kami membentuk paket
dengan dua indikator masing-masing untuk sikap karir protean, wawasan karir, dan perilaku karir
manajemen diri untuk mengurangi ukuran sampel pada rasio parameter.
Karena kepuasan karir dan kerja yang dirasakan hanya terdiri dari tiga item, kami menggunakan
setiap item sebagai indikator terpisah untuk kedua konstruksi. Mengikuti rekomendasi dari
Anderson dan Gerbing (1988), kami menguji model yang kami usulkan menggunakan dua tahap
prosedur analitik. Pertama, kami memasang model pengukuran pada data, dan kedua kami
menguji Model struktural. Indeks berikut ini digunakan untuk mengevaluasi kecocokan dari
model yang diuji: (a) rasio chi-square goodness of fit to degrees of freedom, (b) indeks Tucker-
Lewis (TLI; Tucker & Lewis, 1973),(c) root-mean-square error of approximation (RMSEA,
Steiger, 1990), (d) standardized root-mean-square residual (SRMR; Bentler, 1990), dan (e)
index kecocokan komparatif (CFI). Penelitian Sebelumnya menunjukkan bahwa kepuasan
kecocokan model ditunjukkan oleh TLI dan CFI dengan nilai 0,90 atau lebih tinggi dan nilai-
nilai RMSEA tidak lebih tinggi dari 0,08 , nilai SRMR tidak lebih tinggi dari 0,10 dan rasio chi-
square goodness of fit to degrees of freedom tidak lebih besar dari 2 ( Bentler , 1990; Browne &
Cudeck , 1993) .
3. Hasil
Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif , reliabilitas alpha , dan interkorelasi antara semua
variabel yang termasuk dalam penelitian. Secara keseluruhan , korelasi ini memberikan bukti
awal untuk model yang diusulkan . Sikap karir Protean terkait secara signifikan dengan wawasan
karir, perilaku karir manajemen diri, kepuasan karir dan kerja. Wawasan karir dan perilaku karir
manajemen diri berhubungan secara signifikan dengan kepuasan karir dan kerja
Tabel 2 menampilkan statistik kecocokan untuk model pengukuran. Secara keseluruhan, indeks
kecocokan menunjukkan bahwa pengukuran hipotesis Model yang tersedia cocok untuk data, v2
(44, N = 289) = 68,90, p> 0,05, TLI = 0,980, CFI = 0,987, RMSEA = 0,044, SRMR = 0,036).
Mengikuti rekomendasi dari Kelloway (1996), kami membandingkan model pengukuran yang
dihipotesiskan dengan model constained nested dimana faktor-faktor tertentu ditetapkan untuk
dimuat pada faktor tunggal. Pertama, kami menciptakan sebuah faktor model di mana semua
faktor hipotesis diatur untuk dimuat pada satu faktor mendasar tunggal. Kedua, kami
menciptakan sebuah model dua faktor dimana gagasan sikap karir protean, perilaku karir
manajemen diri, dan wawasan karir konstruksi diatur untuk dimuat pada faktor tunggal, dan
gagasan kerja dengan kepuasan karir pada faktor kedua. Akhirnya, kami membandingkan
kecocokan dari model pengukuran yang dihipotesiskan dengan model pengukuran yang lebih
lega. Dalam setiap kasus, hipotesis model pengukuran lebih sesuai dibandingkan dengan data
alternatif, baik dari segi kecocokan statistik dan ketika langsung dibandingkan dengan perubahan
dalam uji chi-square. Semua faktor beban standar untuk indikator yang digunakan dalam
pengukuran model lebih tinggi dari 0,70, dengan rentang mulai 0,71-0,95. Hasil ini memberikan
dukungan untuk validitas pengukuran model kami. Hasil ini juga mendukung validitas skala
yang dilaporkan oleh penulis asli dari skala yang kami adaptasi dan mereka menawarkan
dukungan pada skala kerja yang dirasakan yang baru dikembangkan
Mengingat kecocokan yang diterima pada model pengukuran, kami menguji model struktural
kami (lihat Gambar. 1). Kecocokan statistik untuk model struktural ditampilkan pada Tabel 3.
Secara keseluruhan, indeks kecocokan menunjukkan kecocokan yang baik dari model hipotesis
data. Mengikuti rekomendasi Kelloway(1996), kami membandingkan model hipotesis terhadap
dua teori model alternatif yang mungkin (lihat Tabel 3). Pertama, kami menciptakan sebuah
model yang tak dapat dimediasi dimana sikap karir protean, perilaku karir manajemen diri, dan
wawasan karir yang ditetapkan memuat langsung pada dua hasil kesuksesan karir. Seperti dapat
dilihat pada Tabel 3, model ini tidak cocok dengan data dan memiliki signifikansi kecocokan
yang buruk dibandingkan model mediasi parsial yang dihipotesis. Hal Ini mendukung proposisi
kami tentang pentingnya jalur mediasi. Kedua, kami membandingkan model mediasi penuh
dengan model mediasi sebagian. Perbandingan statistik v2 untuk kedua model menunjukkan
bahwa masuknya jalur langsung dari sikap karir protean dengan hasil karir tidak menyebabkan
kecocokan yang lebih buruk secara signifikan dibandingkan model mediasi parsial yang
dihipotesis. Namun, bobot regresi dari sikap karir protean pada kerja dan kepuasan karir tidak
signifikan dalam model mediasi parsial. Dan karena model mediasi penuh hipotesis
menggambarkan data yang lebih irit , Model ini dipertahankan sebagai model akhir . Model akhir
yang disediakan cocok dengan data , v2 ( 47 , N = 289 ) = 78,26 , p < 0,01 , TLI = 0,966 , CFI =
0,975 , RMSEA = 0,048 , SRMR = 0,047 ) .
Gambar. 1 menunjukkan jalur yang signifikan untuk model akhir. Memberikan dukungan untuk
Hipotesis 1 dan 2, sikap karir protean secara positif terkait dengan wawasan karir (b = 0,87, p
<0,01) dan dengan perilaku karir manajemen diri (b = 0,76, p <0,01). Wawasan karir secara
positif terkait dengan kerja yang dirasakan (b = 0,67, p <0,01) dan dengan kepuasan karir (b =
0,60, p <0,01), yang mendukung Hipotesis 3a dan 3b. Kami tidak menerima dukungan untuk
Hipotesis 4a atau 4b. Bertentangan dengan harapan kami, perilaku manajemen diri karir tidak
berhubungan signifikan dengan kerja yang dirasakan atau kepuasan karir.
Bersama-sama, hubungan positif yang signifikan antara sikap karir protean dan wawasan karir
dengan asosiasi positif yang signifikan antara wawasan karir dan kerja yang dirasakan dengan
kepuasan karir mendukung hipotesis kami bahwa wawasan karir memediasi hubungan antara
sikap karir dan hasil karir protean (Hipotesis 5a dan 5b). Mengingat kurangnya hubungan yang
signifikan antara perilaku manajemen diri dan hasil karir, hubungan mediasional yang dibahas
dalam Hipotesis 6a dan 6b tidak bisa dikonfirmasi.
4. Diskusi
Temuan kami mengungkapkan bahwa setelah menerima konseling karir, orang-orang dengan
sikap karir protean melaporkan merasakan tingkat kepuasan karir dan kerja yang lebih tinggi dan
hubungan ini dimediasi oleh pengembangan wawasan karir. Walaupun penelitian kami
membahas dampak sikap karir protean dalam sampel yang sangat spesifik, hasil penelitian kami
mendukung gagasan bahwa penting untuk memiliki sikap karir protean bagi individu dalam
lanskap karir saat ini. Dengan hal ini, hasil penelitian memberikan bukti empiris pada relevansi
dugaan awal dari konsep karir protean (Hall, 2002, 2004). Hubungan positif antara sikap karir
protean dan wawasan karir memperluas temuan korelasi positif antara karir protean sikap dan
keaslian karir ditemukan oleh Briscoe dkk. (2006). Jika penulis-penulis tersebut lebih mengarah
pada perasaan responden mengenai keaslian karir mereka, sedangkan kami lebih mempelajari
wawasan karir, sebuah variabel yang dapat dilihat terkait dengan keaslian karir, namun secara
konseptual berbeda (Sjevenova, 2005). Hubungan positif antara sikap karir protean dan perilaku
manajemen diri mendukung gagasan bahwa orang-orang dengan sikap karir protean aktif
berusaha untuk sukses dengan menerjemahkan wawasan karir ke tindakan nyata untuk
mengelola karir mereka (Hall, 2004). Sikap karir protean muncul untuk melibatkan individu
dalam mendefinisikan serta mengarahkan jalur karir mereka sendiri
Perilaku manajemen karir diri yang tidak terkait langsung dengan hasil karir. Hal ini
bertentangan dengan temuan sebelumnya ( misalnya Kuijpers dkk ., 2006; Seibert et al . , 2001) .
Hasil penelitian kami menunjukkan sejauh mana individu proaktif dalam mengelola karir mereka
tidak secara otomatis menyiratkan perasaan kuat dari kesuksesan karir atau persepsi kerja.
Penjelasan yang mungkin untuk perbedaan ini mungkin terdapat pada penilaian perilaku
manajemen diri . Dalam penelitian kami, kami secara eksplisit menilai indikator perilaku yang
tidak termasuk komponen reflektif ( networking , menciptakan visibilitas ) , berbeda dengan
misalnya Item penilai feedback-seking, atau meminta nasihat karir . Dengan memisahkan aspek
yang lebih mencerminkan manajemen diri dari aspek perilaku, tampak bahwa aspek perilaku
sendiri tidak cukup untuk kesuksesan karir .
Temuan kami menunjukkan bahwa individu dengan sikap karir protean yang lebih
berkemungkinan besar terlibat dalam karir manajemen diri dan hal ini terkait dengan hasil karir
yang relevan. Ini berarti bahwa jika organisasi ingin merangsang manajemen karir yang lebih
mandiri antara karyawan mereka, Melatih mereka dalam perilaku karir manajemen diri saja
mungkin tidak cukup. Langkah penting pertama adalah fokus pada sikap karir kerja. Mungkin
budaya organisasi (dinyatakan antara lain melalui praktek-praktek sumber daya manusia)
mengenai tanggung jawab pengembangan karir akan memainkan peran penting di di samping
pelatihan sikap. Kedua, hasil kami menunjukkan bahwa pekerja yang hanya dilatih pada sikap
karir manajemen diri saja tanpa dstimulasi untuk merefleksikan identitas karirnya, kemungkinan
tidak akan berjalan dengan efektif. . Dalam hal ini, hasil kami menambah bukti bahwa
memberikan dukungan karir organisasi yang aktif melibatkan karyawan dalam manajemen
karir mereka sendiri adalah penting (Verbruggen et al., 2007).
Penelitian kami memang memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, semua data bersifat cross-
sectional. Ini berarti kami tidak bisa dengan tegas menentukan arah hubungan yang ditemukan.
Penelitian lebih lanjut menggunakan desain memanjang diperlukan untuk lebih mengungkap
hubungan kausal antara sikap karir protean, karir manajemen diri, dan hasil. Kedua, seperti yang
disebutkan sebelumnya, temuan kami harus dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam sampel
responden yang menerima konseling karir. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
memverifikasi apakah karir manajemen diri akan mengungkapkan hubungan yang sama dengan
kesuksesan karir subjektif pada sampel individu yang tidak berpartisipasi dalam konseling karir.
Ketiga, akan menarik apabila penelitian kedepan menyertakan kesuksesan karir obyektif sebagai
hasil dari sikap karir protean. Mengingat hubungan antara tujuan dan kesuksesan karir subjektif
ditemukan dalam banyak studi, hal ini akan menambah wawasan kita dalam peran sikap karir
protean dengan menyelidiki hubungan kedua bentuk kesuksesan karir. Selain itu, langkah-
langkah keberhasilan tujuan akan mengatasi keterbatasan yang melekat dalam studi yang
menggunakan data persepsi diri saja. Meskipun persepsi diri merupakan cara yang paling relevan
untuk menilai variabel pendahulu dan variabel hasil dalam model kami, persepsi memiliki resiko
bias umum. Selanjutnya, meskipun konsistensi internal skala kerja yang dirasakan tinggi dan
model pengukuran memberikan dukungan untuk validitas, fakta bahwa kami menggunakan skala
buatan sendiri yang terdiri dari tiga item adalah batasan penelitian kami. Keempat, dapat
menambah pemahaman kita bahwa peran manajemen diri tidak hanya meminta responden untuk
melaporkan sikap karir , perilaku manajemen diri, dan pengembangan wawasan karir, tetapi juga
mesti dihubungkan dengan pendapat pihak lain (misalnya supervisor). Karena agen organisasi
masih memainkan peran penting dalam mempengaruhi keputusan organisasi tentang peluang
karir karyawan, memasukkan perspektif mereka mungkin diperlukan pada proses hubungan yang
diusulkan tadi. Kelima, penelitian dimasa depan mungkin akan menyertakan komponen
organisasi manajemen karir. Sangat mungkin bahwa dukungan karir yang disediakan oleh
organisasi untuk karyawan mereka tidak hanya akan mempengaruhi hasil karir (sebagaimana
ditunjukkan pada penelitian sebelumnya), tetapi juga akan mempengaruhi sikap karyawan
mengenai tanggung jawab yang mereka miliki untuk mengelola karir mereka sendiri. Desain
penelitian kami tidak memungkinkan kita untuk menyimpulkan apakah konseling karir
mempengaruhi sikap karir protean individu, hal ini juga mesti dibahas dalam penelitian
mendatang. Temuan kami menambah pengembangan dari jaringan nomologikal pada sikap karir
protean dan temuan kami menunjukkan bahwa konsep tersebut benar-benar memiliki nilai
praktis