sifat kimia, fisik, dan sensori purple sweet potato …digilib.unila.ac.id/56687/2/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
SIFAT KIMIA, FISIK, DAN SENSORI PURPLE SWEET POTATO BARS
DENGAN PENAMBAHAN PISANG AMBON DAN KACANG HIJAU
(Skripsi)
Oleh
DIEFFA SASI AGUSTIN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRACT
CHEMICAL, PHYSICAL, AND SENSORS PROPERTIES OF PURPLE
SWEET POTATO BARS WITH ADDITION OF AMBON BANANA AND
MUNG BEANS
By
DIEFFA SASI AGUSTIN
Snack bars are one product that has complete and good nutritional content, and
can meet the daily nutritional needs of each person. Purple sweet potato flour can
be used as a raw material for snack bars with the addition of bananas and mung
beans to meet energy and nutritional needs. The aim of the study was to obtain
the formulation of ambon bananas and mung beans addition in the production of
purple sweet potato bars with chemical, physical, and sensory properties that can
be accepted by consumers. This study was arranged in a Complete Randomized
Block Design of the nine treatments and in three replications. The comparison
treatment of bananas and mung beans consisted of nine levels, that were;
F1 (10%:90%); F2 (20%:80%); F3 (30%:70%); F4 (40%:60%); F5 (50%:50%);
F6 (60%:40%); F7 (70%:30%); F8 (80%:20%); and F9 (90%:10%). The data
obtained were analyzed for the homogeneity by the Bartlett test and for the
addition of the data tested by the Tuckey test, then the data were analyzed by
Dieffa Sasi Agustin
ii
analysis of variance to determine the effect of the treatment. The data were
analyzed further by the Honest Real Difference Test at the level of 5%. The
results showed that the best purple sweet potato bars with the addition of ambon
bananas and green beans were from F6 treatment (60% ambon bananas and 40%
mung beans). The best purple sweet potato bars treatment (F6) contained
moisture content of 16.88%, ash content of 2.84%, fat content of 1.77%, protein
content of 5.72%, crude fiber content of 1.55%, carbohydrate content of 71.25%,
calorific value of 80.95 kcal/25 g or equivalent to 97.24 kcal/30 g, water activity
(aw) of 0.83, and physical properties (texture) of 0.85 kg.s/mm, aroma score of
3.58 (likes), taste score of 3.99 (likes), texture score of 3.71 (likes), and overall
acceptance with a score of 3.75 (likes). Moisture content and water activity (aw)
purple sweet potato bars with the addition of bananas and mung beans all
formulas met the standard of semi-wet food, that were the moisture content of 10–
40% and water activity (aw) of 0.6–0.9.
Keywords: purple sweet potato bars, ambon bananas, mung beans
ABSTRAK
SIFAT KIMIA, FISIK, DAN SENSORI PURPLE SWEET POTATO BARS
DENGAN PENAMBAHAN PISANG AMBON DAN KACANG HIJAU
Oleh
DIEFFA SASI AGUSTIN
Snack bars merupakan salah satu produk yang memiliki kandungan gizi beragam
dan baik, serta dapat memenuhi kebutuhan gizi harian setiap orang. Pemanfaatan
tepung ubi jalar ungu sebagai bahan baku snack bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi dan gizi.
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan formulasi penambahan pisang
ambon dan kacang hijau dalam pembuatan purple sweet potato bars dengan sifat
kimia, fisik, dan sensori yang dapat diterima konsumen. Penelitian ini disusun
dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan sembilan perlakuan
dan tiga ulangan. Perlakuan perbandingan pisang ambon dan kacang hijau terdiri
dari sembilan taraf yaitu F1 (10%:90%); F2 (20%:80%); F3 (30%:70%);
F4 (40%:60%); F5 (50%:50%); F6 (60%:40%); F7 (70%:30%); F8 (80%:20%);
dan F9 (90%:10%). Data yang diperoleh dianalisis kesamaan ragamnya dengan
uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey, selanjutnya data
Dieffa Sasi Agustin
iv
dianalisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila terdapat
pengaruh yang nyata, data dianalisis lebih lanjut dengan Uji Beda Nyata Jujur
(BNJ) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa purple sweet potato
bars dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau terbaik adalah
perlakuan F6 (60% pisang ambon dan 40% kacang hijau). Purple sweet potato
bars perlakuan terbaik (F6) menghasilkan kadar air sebesar 16,88%, kadar abu
sebesar 2,84%, kadar lemak sebesar 1,77%, kadar protein sebesar 5,72%, kadar
serat kasar sebesar 1,55%, kadar karbohidrat sebesar 71,25%, nilai kalori sebesar
80,95 kkal/25 g setara dengan 97,24 kkal/30 g, aktivitas air (aw) sebesar 0,83, dan
sifat fisik (tekstur) sebesar 0,85 kg.s/mm, aroma dengan skor 3,58 (suka), rasa
dengan skor 3,99 (suka), tekstur dengan skor 3,71 (suka), dan penerimaan
keseluruhan dengan skor 3,75 (suka). Kadar air dan aktivitas air (aw) purple sweet
potato bars dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau semua formula
memenuhi standar pangan semi basah, yaitu kadar air 10–40% dan aktivitas air
(aw) 0,6–0,9.
Kata kunci: purple sweet potato bars, pisang ambon, kacang hijau
SIFAT KIMIA, FISIK, DAN SENSORI PURPLE SWEET POTATO BARS
DENGAN PENAMBAHAN PISANG AMBON DAN KACANG HIJAU
Oleh
DIEFFA SASI AGUSTIN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pringsewu pada tanggal 23 Agustus 1996 sebagai anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Effendi Abduh dan Ibu Diah
Soesilawati. Penulis mengawali pendidikan Taman Kanak-Kanak di Perguruan
Diniyyah Putri Lampung yang selesai pada tahun 2002. Pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah dasar di SD Negeri 4 Bagelen yang
selesai pada tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP
Negeri 1 Gedongtataan dan lulus pada tahun 2011, lalu penulis melanjutkan
pendidikan ke SMA Negeri 1 Gadingrejo dan lulus tahun 2014. Penulis diterima
sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur tes tertulis Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Pada bulan Januari-Februari 2017, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Desa Rantau Jaya Makmur, Kecamatan Putra Rumbia, Kabupaten
Lampung Tengah dengan tema “Pemberdayaan Kampung Berbasis Informasi dan
Teknologi”. Pada bulan Juli-Agustus 2017, penulis melaksanakan Praktik Umum
(PU) di CV Fania Food Yogyakarta, dan menyelesaikan laporan PU yang berjudul
“Mempelajari Proses Pengolahan Galantin Ikan Bandeng dan Sistem Pemasaran
x
Produk di CV Fania Food Yogyakarta”. Penulis pernah menjadi Asisten Dosen
mata kuliah Evaluasi Gizi dalam Pengolahan pada tahun 2018.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada
penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan
dorongan baik itu langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si., selaku dosen pembimbing pertama dan dosen
pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bantuan dan
pengarahan, bimbingan, kritik, saran, nasihat, dan motivasi selama
pelaksanaan perkuliahan, hingga penyusunan skripsi ini selesai.
4. Bapak Ir. Ribut Sugiharto, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah
banyak memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, pengarahan, saran,
nasihat, dan kritikan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc., selaku pembahas yang telah banyak
memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, pengarahan, saran, nasihat, dan
kritikan dalam penyusunan skripsi ini.
xii
6. Kedua orang tuaku tercinta Bapak dan Ibu, Adikku tersayang, serta keluarga
besarku yang telah banyak memberikan kasih sayang, dukungan moral,
spiritual, material, motivasi, dan do’a yang selalu menyertai penulis selama
ini.
7. Segenap Bapak dan Ibu dosen serta staf administrasi dan laboratorium yang
telah memberikan banyak ilmu pengetahuan, wawasan, dan bantuan kepada
penulis selama menjadi mahasiswi di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
8. Sahabat-sahabat perkuliahan terbaik Desti, Dina, Dwi, Eka, Eza, Fatimah,
Indah, Lailly, Merli, Raisa, Ria, dan Untung yang telah memberi dukungan,
saran, dan semangat kepada penulis.
9. Keluarga THP angkatan 2014 serta teman-teman seperjuangan saat penelitian,
terima kasih atas segala bantuan, semangat, dukungan, dan kebersamaannya
selama ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis
berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan bagi pihak-pihak tersebut dan
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pembaca.
Bandar Lampung, April 2019
Penulis
Dieffa Sasi Agustin
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xxi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah ....................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.3. Kerangka Pemikiran .................................................................... 4
1.4. Hipotesis ..................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Snack Bars .................................................................................. 7
2.2. Ubi Jalar Ungu ............................................................................ 10
2.3. Tepung Ubi Jalar Ungu ............................................................... 13
2.4. Pisang Ambon ............................................................................. 18
2.5. Kacang Hijau .............................................................................. 22
2.6. Bahan Baku Snack Bars .............................................................. 25
2.6.1. Telur ............................................................................... 26
2.6.2. Gula ................................................................................ 27
2.6.3. Garam ............................................................................. 28
2.6.4. Margarin ......................................................................... 29
2.6.5. Susu Skim ....................................................................... 30
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 32
3.2. Bahan dan Alat ............................................................................ 32
3.3. Metode Penelitian ....... ................................................................ 33
3.4. Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 34
3.5. Pengamatan ................................................................................. 38
3.5.1. Sifat Kimia ...................................................................... 38
3.5.2. Nilai Kalori ..................................................................... 43
xiv
3.5.3. Uji Aktivitas Air (aw) ...................................................... 44
3.5.4. Sifat Fisik (Tekstur) ........................................................ 44
3.5.5. Kadar Amilosa dan Amilopektin .................................... 45
3.5.6. Uji Sensori ...................................................................... 46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Kimia Purple Sweet Potato Bars ....................................... 48
4.2.1. Kadar Air ........................................................................ 48
4.2.2. Kadar Abu ....................................................................... 50
4.2.3. Kadar Lemak .................................................................. 52
4.2.4. Kadar Protein .................................................................. 54
4.2.5. Kadar Serat Kasar ........................................................... 56
4.2.6. Kadar Karbohidrat .......................................................... 58
4.2. Nilai Kalori Purple Sweet Potato Bars ....................................... 59
4.3. Aktivitas Air (aw) Purple Sweet Potato Bars ............................. 62
4.4. Sifat Fisik (Tekstur) Purple Sweet Potato Bars ......................... 63
4.5. Uji Sensori .................................................................................. 67
4.6.1. Aroma ............................................................................. 67
4.6.2. Rasa ................................................................................ 69
4.6.3. Tekstur ............................................................................ 71
4.6.4. Penerimaan Keseluruhan ................................................ 73
4.6. Penentuan Perlakuan Terbaik ..................................................... 75
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 77
5.2. Saran ........................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 79
LAMPIRAN .............................................................................................. 87
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimia ubi jalar per 100 g bahan segar ............................... 12
2. Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 g bahan ............................. 15
3. Komposisi gizi pisang ambon per 100 g bahan .................................. 20
4. Komposisi gizi kacang hijau per 100 g bahan .................................... 23
5. Komposisi susu skim bubuk per 100 g bahan ..................................... 31
6. Perbandingan pisang ambon dan kacang hijau dalam pembuatan
purple sweet potato bars ..................................................................... 33
7. Komposisi bahan penyusun pembuatan purple sweet potato bars
dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau ......................... 36
8. Kuesioner uji hedonik terhadap aroma, rasa, tekstur, dan
penerimaan keseluruhan purple sweet potato bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 47
9. Kadar air purple sweet potato bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau ...................................................................... 49
10. Kadar abu purple sweet potato bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau ...................................................................... 51
11. Kadar lemak purple sweet potato bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau ...................................................................... 53
12. Kadar protein purple sweet potato bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau ...................................................................... 55
13. Kadar serat kasar purple sweet potato bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau .......................................................... 56
xvi
14. Kadar karbohidrat purple sweet potato bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau .......................................................... 58
15. Nilai kalori purple sweet potato bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau ...................................................................... 60
16. Aktivitas air (aw) purple sweet potato bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau .......................................................... 62
17. Sifat fisik (tekstur) purple sweet potato bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau .......................................................... 64
18. Aroma purple sweet potato bars dengan penambahan pisang ambon
dan kacang hijau .................................................................................. 68
19. Rasa purple sweet potato bars dengan penambahan pisang ambon
dan kacang hijau .................................................................................. 70
20. Tekstur purple sweet potato bars dengan penambahan pisang ambon
dan kacang hijau .................................................................................. 71
21. Penerimaan keseluruhan purple sweet potato bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 74
22. Rekapitulasi parameter uji sensori purple sweet potato bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 75
23. Data hasil analisis bahan baku ............................................................ 88
24. Data kadar air Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau (%) ............................................................... 89
25. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) kadar air
Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon dan
kacang hijau ......................................................................................... 89
26. Analisis ragam kadar air Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 90
27. Uji BNJ kadar air Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau ........................................................... 90
28. Data kadar abu Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau (%) .................................................... 91
29. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) kadar abu
Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon dan
kacang hijau ......................................................................................... 91
xvii
30. Analisis ragam kadar abu Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 92
31. Uji BNJ kadar abu Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau ........................................................... 92
32. Data kadar lemak Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau (%) .................................................... 93
33. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) kadar lemak
Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon dan
kacang hijau ......................................................................................... 93
34. Analisis ragam kadar lemak Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 94
35. Uji BNJ kadar lemak Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau ........................................................... 94
36. Data kadar protein Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau (%) .................................................... 95
37. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) kadar protein
Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon dan
kacang hijau ......................................................................................... 95
38. Analisis ragam kadar protein Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 96
39. Uji BNJ kadar protein Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 96
40. Data kadar serat kasar Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau (%) .............................. 97
41. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) kadar serat
kasar Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon
dan kacang hijau .................................................................................. 97
42. Analisis ragam kadar serat kasar Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 98
43. Uji BNJ kadar serat kasar Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 98
44. Data kadar karbohidrat Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau (%) .............................. 99
xviii
45. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) kadar
karbohidrat Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau ...................................................................... 99
46. Analisis ragam kadar karbohidrat Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 100
47. Uji BNJ kadar karbohidrat Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 100
48. Data nilai kalori Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau (%) .................................................... 101
49. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) nilai kalori
Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon dan
kacang hijau ......................................................................................... 101
50. Analisis ragam nilai kalori Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 102
51. Uji BNJ nilai kalori Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau ........................................................... 102
52. Data aktivitas air (aw) Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau (%) .............................. 103
53. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) aktivitas air
(aw) Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon
dan kacang hijau .................................................................................. 103
54. Analisis ragam aktivitas air (aw) Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 104
55. Uji BNJ aktivitas air (aw) Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 104
56. Data sifat fisik (tekstur) Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau (%) .............................. 105
57. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) sifat fisik
(tekstur) Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau ...................................................................... 105
58. Analisis ragam sifat fisik (tekstur) Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 106
59. Uji BNJ sifat fisik (tekstur) Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 106
xix
60. Data skor aroma Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau (%) .................................................... 107
61. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) skor aroma
Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon dan
kacang hijau ......................................................................................... 107
62. Analisis ragam skor aroma Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 108
63. Uji BNJ skor aroma Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau ........................................................... 108
64. Data skor rasa Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau (%) .................................................... 109
65. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) skor rasa
Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon dan
kacang hijau ......................................................................................... 109
66. Analisis ragam skor rasa Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 110
67. Uji BNJ skor rasa Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau ........................................................... 110
68. Data skor tekstur Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau (%) .................................................... 111
69. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) skor tekstur
Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan pisang ambon dan
kacang hijau ......................................................................................... 111
70. Analisis ragam skor tekstur Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 112
71. Uji BNJ skor tekstur Purple Sweet Potato Bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau ........................................................... 112
72. Data skor penerimaan keseluruhan Purple Sweet Potato Bars
dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau (%) .................. 113
73. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s test) skor
penerimaan keseluruhan Purple Sweet Potato Bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ..................................... 113
74. Analisis ragam skor penerimaan keseluruhan Purple Sweet Potato
Bars dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau ................ 114
xx
75. Uji BNJ skor penerimaan keseluruhan Purple Sweet Potato Bars
dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau ......................... 114
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ubi jalar ungu ...................................................................................... 11
2. Tepung ubi jalar ungu ......................................................................... 15
3. Bentuk granula pati ............................................................................. 16
4. Struktur amilosa .................................................................................. 16
5. Struktur amilopektin ........................................................................... 17
6. Pisang ambon ...................................................................................... 19
7. Kacang hijau ........................................................................................ 23
8. Bagian sel telur ayam .......................................................................... 26
9. Struktur kimia sukrosa ........................................................................ 27
10. Persamaan kimia pembuatan margarin ............................................... 30
11. Diagram alir pembuatan purple sweet potato bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau ...................................... 37
12. Persiapan bahan baku pisang ambon ................................................... 115
13. Persiapan bahan baku kacang hijau ..................................................... 115
14. Proses pembuatan purple sweet potato bars dengan pisang ambon
dan kacang hijau .................................................................................. 116
15. Pengujian sensori purple sweet potato bars dengan pisang ambon
dan kacang hijau .................................................................................. 118
16. Analisis kimia purple sweet potato bars dengan pisang ambon dan
kacang hijau ......................................................................................... 118
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah
Snack bars merupakan salah satu produk yang memiliki kandungan gizi beragam
dan baik, serta dapat memenuhi kebutuhan gizi harian setiap orang (Zoumas et al.,
2002). Produk tersebut terbuat dari bahan dasar sereal dan kacang-kacangan yang
dibentuk menjadi bentuk batangan dan dijadikan sebagai makanan camilan atau
selingan (Amalia, 2011). Pembentukan snack bars diperoleh dari kombinasi tiga
atau lebih bahan pangan dengan nilai gizi dan rasa yang spesifik, serta ditambah
bahan pengikat untuk memperkuat tekstur.
Ubi jalar ungu dapat digunakan sebagai alternatif sumber karbohidrat yang dapat
dijadikan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan snack bars yang
mengandung pati yang terdiri dari amilosa sebesar 20% dan amilopektin sebesar
80% (Beynum dan Roels, 1985). Selain itu, ubi jalar ungu memiliki kandungan
serat pangan (dietary fiber), mineral (Ca, Mg, K, dan Zn), vitamin (B1, B2, C, dan
E), dan komponen flavonoid yaitu pigmen antosianin yang cukup tinggi.
Kandungan antosianin ubi jalar ungu mencapai 519 mg/100 g (Kumalaningsih,
2008), sehingga berpotensi sebagai sumber antioksidan untuk kesehatan manusia.
Avianty dan Ayustaningwarno (2014) melaporkan bahwa snack bars ubi jalar
ungu kedelai hitam memiliki indeks glikemik sebesar 21,54 dan beban glikemik
2
sebesar 7,18 yang paling rendah dibanding ubi jalar merah dengan indeks
glikemik sebesar 23,56 dan beban glikemik sebesar 7,27, serta ubi jalar kuning
dengan indeks glikemik sebesar 41,08 dan beban glikemik sebesar 14,66.
Menurut Siagian (2004), karbohidrat yang terdapat pada ubi jalar ungu termasuk
karbohidrat kompleks dengan indeks glikemik yang rendah, yaitu sebesar 44.
Pangan yang memiliki indeks glikemik rendah, apabila dikonsumsi tidak akan
menaikkan kadar gula darah secara drastis.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi lainnya, maka dilakukan nutrifikasi
pangan dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau. Buah pisang dapat
digunakan dalam produk snack bars karena mempunyai kandungan gizi yang
cukup baik dan menyediakan energi yang cukup tinggi dibanding buah-buahan
lain, serta disukai masyarakat Indonesia karena mudah didapat dan harganya
terjangkau. Menurut Suparmi (2013), daging buah pisang mengandung air
sebesar 75%, karbohidrat sebesar 23%, protein sebesar 1,20%, dan lemak sebesar
0,20%. Nilai energi pisang rata-rata 136 kalori/100 g (Prabawati et al., 2008).
Selain itu, buah pisang mengandung kalium, magnesium, besi, fosfor, dan
kalsium, vitamin A, B, dan C. Pisang berperan sebagai sumber flavor unik untuk
menutupi flavor langu yang biasanya terdapat pada kacang hijau yang
menyebabkan turunnya nilai sensori produk. Kandungan pati dan air pada pisang
matang dapat membentuk dan memperkuat tekstur snack bars.
Penambahan kacang hijau pada produk snack bars karena kacang hijau memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi dan mengandung mineral penting antara lain
kalsium, fosfor, dan vitamin A, B1, dan C, sedangkan lemaknya merupakan asam
3
lemak tak jenuh, yaitu oleat, linoleat, dan linolenat (Astawan, 2009). Kandungan
protein kacang hijau sebesar 22 g/100 g, lebih rendah dibanding protein kacang
kedelai sebesar 36 g/100 g. Namun, kandungan nutrisi kacang hijau cukup tinggi
dibanding kacang-kacangan lokal lainnya (Purwanti, 2008).
Pemanfaatan tepung ubi jalar ungu sebagai bahan baku snack bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan energi dan gizi. Selain itu, salah satu produk komersial yang ada
dipasaran mengunggulkan adanya kandungan isoflavon. Produk purple sweet
potato bars dalam penelitian ini mengunggulkan indeks glikemik yang rendah dan
tingginya kandungan antosianin sebagai antioksidan yang terdapat pada tepung
ubi jalar ungu. Namun dalam aplikasi purple sweet potato bars belum diketahui
formulasi pisang ambon dan kacang hijau yang tepat untuk menghasilkan produk
yang disukai dan memenuhi standar pangan semi basah. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui formulasi penambahan pisang ambon dan
kacang hijau yang menghasilkan purple sweet potato bars dengan sifat sensori
yang dapat diterima oleh konsumen.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan formulasi penambahan pisang ambon dan
kacang hijau dalam pembuatan purple sweet potato bars dengan sifat kimia, fisik,
dan sensori yang dapat diterima konsumen.
4
1.3. Kerangka Pemikiran
Snack bars merupakan pangan semi basah (PSB) atau Intermediate Moisture
Food (IMF) yang memiliki tekstur lunak, diolah dengan satu atau lebih bahan
baku utama, dan dapat dikonsumsi secara langsung. Menurut Basuki et al.
(2013), pangan semi basah adalah makanan dengan kadar air 10-40% dengan nilai
aktivitas air (aw) 0,6-0,9. Widjanarko (2008) menyatakan bahwa snack bars
berbentuk padat dan kompak, serta lebih tahan terhadap tekanan daripada produk
pangan kering. Bahan baku pembuatan snack bars yang terdapat di pasaran
biasanya adalah tepung gandum dan tepung kedelai yang merupakan komoditas
impor di Indonesia. Sebagai upaya pengurangan penggunaan bahan impor,
pembuatan snack bars dapat diganti dengan bahan pangan lokal seperti ubi jalar
ungu, pisang ambon, dan kacang hijau. Produk snack bars yang beredar di
pasaran merupakan campuran dari berbagai bahan kering seperti sereal, kacang-
kacangan, buah-buahan kering yang digabungkan menjadi satu dengan bantuan
binder. Binder dalam bars dapat berupa sirup, caramel, coklat, dan lain-lain,
sedangkan dalam pembuatan purple sweet potato bars digunakan bahan baku
utama dalam bentuk basah.
Menurut Ferawati (2009), produk banana bars memiliki karakteristik adonan
yang sangat basah karena kadar air pisang yang tinggi. Hal ini berpengaruh
terhadap tekstur snack bars yang lunak. Jauhariah (2013) menyatakan bahwa
daya patah snack bars dipengaruhi oleh kadar air, bahan pengikat, dan
karakteristik bahan baku yang digunakan. Semakin tinggi kadar air, maka
semakin rendah daya patah yang dihasilkan, karena tekstur snack bars menjadi
5
lebih lembut atau lembek. Selain itu, menurut Munarso (1998), karakteristik
seperti tekstur, viskositas, dan stabilitas dipengaruhi secara nyata oleh kadar dan
berat molekul amilosa dan amilopektin pada bahan. Semakin tinggi kandungan
amilosa, maka kemampuan membentuk gel dan lapisan film akan semakin besar
(Kusnandar, 2010).
Setyaningtyas (2008) menyatakan bahwa nilai kalori produk IMF berbahan baku
utama ubi jalar kuning menyumbang total kalori sebesar 245,92 kkal/bar.
Ferawati (2009) melaporkan bahwa nilai energi banana bars berbahan campuran
tepung kedelai, tepung terigu, tepung singkong, dan pisang sebesar 233,04 kkal/50
g produk. Nurdjanah et al. (2017) menyatakan bahwa muffin dengan substitusi
tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten dan tepung terigu (75%:25%)
menghasilkan nilai kalori sebesar 3,09 kkal/g. Nilai kalori produk dapat dihitung
dengan menggunakan metode perhitungan total konversi (Rachmayani et al.,
2012). Perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah makronutrien (lemak, protein,
dan karbohidrat) dari setiap bahan penyusun kemudian dikali dengan nilai kalori
masing-masing makronutrien. Lemak memiliki nilai kalori sebesar 9 kkal/g, serta
protein dan karbohidrat mengandung nilai kalori sebesar 4 kkal/g.
Menurut Ferawati (2009), formula 40% tepung kedelai dan 60% pisang ambon
dengan penambahan 5% tepung terigu dan 5% tepung singkong (dari jumlah
penggunaan tepung kedelai dan pisang) menjadi formula terpilih yang disukai
oleh panelis, sedangkan Pricilya (2015) formulasi kacang hijau 60% dan bekatul
40% menghasilkan snack bars dengan sifat sensori terbaik yang disukai oleh
panelis. Berdasarkan trial and error yang telah dilakukan, formula 80% pisang
6
ambon dan 20% kacang hijau menghasilkan snack bars dengan kadar air sebesar
16,93% yang masih memenuhi kriteria pangan semi basah, yaitu kadar air sebesar
10-40%, serta menghasilkan produk berwarna coklat, rasa manis, aroma khas
pisang, dan tekstur yang lunak.
Menurut Pricilya (2015), snack bars dengan bahan baku kacang hijau dan bekatul
berwarna gelap kecoklatan. Penggunaan kacang hijau yang semakin banyak
mempengaruhi aroma kacang hijau yang kuat pada snack bars yang dihasilkan.
Formulasi pisang ambon dan kacang hijau yang digunakan pada penelitian ini,
yaitu F1 (10:90), F2 (20:80), F3 (30:70), F4 (40:60), F5 (50:50), F6 (60:40), F7
(70:30), F8 (80:20), dan F9 (90:10) dari 200 g tepung ubi jalar ungu dengan bahan
tambahan telur, gula pasir, garam, margarin, dan susu skim. Penggunaan 200 g
tepung ubi jalar ungu sebagai sumber karbohidrat utama didasarkan pada
penelitian Ekafitri dan Isworo (2014). Berdasarkan perbedaan sifat bahan yang
digunakan, diduga formulasi antara tepung ubi jalar ungu, pisang ambon, dan
kacang hijau akan menghasilkan produk snack bars terbaik dengan sifat kimia,
fisik, dan sensori yang dapat diterima konsumen.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat formulasi
penambahan pisang ambon dan kacang hijau yang menghasilkan purple sweet
potato bars dengan sifat kimia, fisik, dan sensori yang dapat diterima konsumen.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Snack Bars
Snack adalah makanan yang dikonsumsi di antara waktu makan utama. Jenis
snack tersebut diantaranya adalah snack bars. Snack bars merupakan makanan
nutrisi dengan beberapa bahan, termasuk didalamnya yaitu sereal, buah, kacang-
kacangan, dan gula (Chandra, 2010). Snack bars dapat digolongkan sebagai
produk pangan semi basah (Intermediate Moisture Food-IMF). Pangan semi
basah memiliki kadar air sekitar 10-40% (Basuki et al., 2013). Snack bars dapat
diolah dari sumber protein kacang-kacangan, sumber karbohidrat tepung pisang
nangka, tepung ubi ungu (Ekafitri dan Isworo, 2014), dan tepung ubi kuning
(Setyaningtyas, 2008), serta bahan baku tambahan gula pasir, margarin, dan
garam. Penggunaan dua atau lebih bahan baku dalam pembuatan snack bars
ditujukan untuk dapat melengkapi kandungan gizi baik makro maupun mikro.
Snack bars merupakan produk yang diperoleh dari campuran atau kombinasi dari
tiga atau lebih bahan pangan dengan nilai gizi dan rasa yang spesifik serta
ditambahkan bahan ikatan yang memberikan tekstur yang tepat. Definisi lain dari
snack bars adalah produk pangan padat yang berbentuk batang dan merupakan
campuran dari berbagai bahan kering seperti sereal, kacang-kacangan, buah-
buahan kering yang digabungkan menjadi satu dengan bantuan binder. Binder
8
dalam bars dapat berupa sirup, caramel, coklat, dan lain-lain (Chandra, 2010).
Foodbars atau snack bars merupakan produk pangan berkalori tinggi yang dibuat
dari campuran bahan pangan, diperkaya dengan nutrisi, kemudian dibentuk
menjadi bentuk padat dan kompak (Ladamay dan Yuwono, 2014).
Prinsip pembuatan snack bars pada dasarnya adalah pencampuran (mixing),
pemanggangan, pendinginan, dan pemotongan. Pencampuran pada proses
pembuatan snack bars berfungsi agar semua bahan mendapatkan hidrasi yang
sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten, serta
menahan gas pada gluten (Amalia, 2011). Bahan yang digunakan dalam
pembuatan snack bars antara lain sumber karbohidrat, sumber lemak, dan sumber
protein. Sumber karbohidrat dapat diperoleh dari umbi-umbian, tepung terigu,
jagung, dan komoditas lain yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi. Sumber
lemak dapat diperoleh dari margarin atau minyak kelapa, sedangkan sumber
protein dapat diperoleh dari komoditas kacang-kacangan yang merupakan sumber
protein nabati.
Ummi (2011) menyatakan bahwa snack bars yang terdapat di pasaran merupakan
jenis snack bars yang banyak mengandung energi, protein, dan serat. Snack bars
dapat dibuat dengan berbagai macam bahan sehingga dapat digunakan sebagai
salah satu produk diversifikasi konsumsi pangan. Definisi diversifikasi konsumsi
pangan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002
tentang Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam
pangan dengan prinsip gizi seimbang. Prinsip dasar dari diversifikasi konsumsi
pangan bahwa tidak ada satupun komoditas atau jenis pangan yang memenuhi
9
unsur gizi secara keseluruhan yang dibutuhkan oleh tubuh. Diversifikasi pangan
sebagai upaya alternatif sekaligus peningkatan pola pangan yang memenuhi
kecukupan nutrisi dan mutu gizi. Namun, sampai saat ini diversifikasi pangan
belum efektif terlaksana. Saat ini sebagaian besar snack bars yang berada
dipasaran terbuat dari tepung terigu (gandum) dan tepung kedelai yang merupakan
komoditas impor Indonesia. Jenis produk ini dapat dibuat dengan menggunakan
tepung tapioka dan tepung kacang hijau dengan tujuan untuk memanfaatkan
potensi lokal yang ketersediaannya melimpah, sehingga mudah didapatkan
(Ladamay dan Yuwono, 2014).
Hasil penelitian Ferawati (2009), menunjukkan bahwa produk banana bars
memiliki karakteristik adonan yang sangat basah karena kadar air pisang yang
sangat tinggi. Selain itu, kandungan gula pada pisang yang cukup tinggi
menyebabkan terjadi reaksi Maillard yang mengakibatkan perubahan warna
produk banana bars selama pemanggangan menjadi kecoklatan (Winarno, 2008).
Tekstur snack bars yang basah disebabkan oleh penggunaan krim. Proses
pembuatan krim dalam pembuatan snack bars dilakukan dengan metode dua
tahap, yaitu tahap pertama dicampurkan lemak, gula, emulsifying agent, dan
komponen minor lain, kecuali pengembang menjadi satu, selama 4-10 menit
sampai bahan padatannya terlarut dan membentuk krim. Setelah itu tahap kedua,
tepung dan bahan pengembang dicampurkan. Tahap pembuatan krim ini
menyebabkan pemerangkapan udara yang berfungsi mendispersikan komponen
seperti air pada saat penambahan bahan lainnya. Karena ikatan jaringan yang
terbentuk sangat kuat, menyebabkan air dalam adonan sulit untuk keluar ketika
terjadi penetrasi panas saat pemanggangan.
10
Berdasarkan penelitian Pricilya et al. (2015), snack bars dengan bahan baku
kacang hijau dan bekatul berwarna gelap kecoklatan. Penggunaan kacang hijau
yang semakin banyak mempengaruhi aroma kacang hijau yang kuat pada snack
bars yang dihasilkan. Tekstur snack bars kacang hijau dan bekatul dengan
komposisi yang hampir seimbang menghasilkan produk yang tidak menyatu.
Menurut Jauhariah (2013), daya patah suatu snack bars dipengaruhi oleh
persentasi kadar air, bahan pengikat, dan karakteristik bahan baku yang
digunakan. Semakin tinggi kadar air, semakin rendah daya patah karena
terserapnya air ke dalam butiran produk, sehingga dinding rongga tidak lagi kaku,
tetapi menjadi lentur dan lembek.
Tekstur snack bars dipengaruhi oleh kandungan pati yang terdapat pada bahan.
Pati terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pada pisang ambon, kandungan amilosa
sebesar 18,08% dan amilopektin sebesar 81,92% (Nurjanah, 1991), sedangkan
pada kacang hijau amilosa sebesar 28,80% dan amilopektin sebesar 71,20%
(Rahayu, 1993). Rasio amilosa dan amilopektin akan berpengaruh pada
kemampuan pasta pati dalam membentuk gel, mengentalkan, atau membentuk
film. Kekuatan gel atau film pati lebih banyak ditentukan oleh kandungan
amilosa. Semakin tinggi kandungan amilosa, maka kemampuan membentuk gel
dan lapisan film akan semakin besar (Kusnandar, 2010).
2.2. Ubi Jalar Ungu
Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit, dan warna daging
bermacam-macam, tergantung pada varietasnya. Bentuk umbi tanaman ubi jalar,
yaitu bulat, bulat lonjong (oval), dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang
11
berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah. Warna daging umbi tanaman
ubi jalar ada yang putih, kuning, jingga, dan ungu muda. Bentuk dan ukuran umbi
merupakan salah satu kriteria untuk menentukan harga jual di pasaran. Bentuk
umbi yang rata (bulat dan bulat lonjong) dan tidak banyak lekukan termasuk umbi
yang berkualitas baik (Honestin dan Syamsir, 2009). Indonesia mampu
menghasilkan ubi jalar sebanyak 2.261.124 ton dari total akumulasi 34 provinsi
pada tahun 2015 (BPS, 2015). Kedudukan ubi jalar ungu dalam taksonomi
tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana, 1997):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convulvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas L.
Gambar 1. Ubi jalar ungu
Sumber : Soedarsono (2014)
12
Komposisi zat gizi dari varietas ubi jalar yang berbeda (putih, kuning, dan ungu)
hampir sama. Kandungan betakaroten, vitamin E, dan vitamin C bermanfaat
sebagai antioksidan pencegah kanker dan beragam penyakit kardiovaskuler.
Kandungan karbohidrat ubi jalar ungu cukup tinggi dan merupakan sumber kalori.
Selain itu, komponen penting lain yang terdapat pada ubi jalar ungu adalah
kandungan antosianin dan merupakan pigmen yang cukup stabil (Widjanarko,
2008). Komposisi kimia ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia ubi jalar per 100 g bahan segar
Komposisi Jumlah
Energi (kkal) 123,00
Protein (%)
Lemak (%)
Pati (%)
1,43
0,17
22,40
Gula (%) 2,40
Serat makanan (%)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (mg)
Vitamin B (mg)
1,60
29,00
51,00
0,49
0,01
0,09
Vitamin C (mg) 24,00
Air (g) 83,30
Sumber : Honestin dan Syamsir (2009)
Ubi jalar ungu mengandung senyawa antosianin, yakni pigmen yang memiliki
manfaat sebagai antioksidan dan antikanker karena defisiensi elektron pada
struktur kimianya, sehingga bersifat reaktif menangkal radikal bebas (Jiao et al.,
2012). Keberadaan senyawa antosianin pada ubi jalar ungu menjadikan jenis
bahan pangan ini sangat menarik untuk diolah menjadi makanan yang mempunyai
nilai fungsional (Nida et al., 2013). Kandungan antioksidan dan antibakteri pada
ubi jalar ungu bahkan mampu mengungguli sebanyak 2,5 hingga 3,2 kali
13
blueberry. Senyawa antosianin pada ubi jalar ungu mampu menghambat laju
perusakan sel oleh radikal bebas akibat nikotin, polusi udara, dan bahan kimia
lainnya. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik
dan antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan
pangan dan olahannya. Beberapa zat penting lain yang terkandung di dalam ubi
jalar ungu diantaranya adalah serat pangan, vitamin A, vitamin C, vitamin B1, zat
besi, kalsium, lemak, protein, fosfor, dan riboflavin (Hasyim dan Yusuf, 2008).
Serat pangan merupakan polisakarida yang tidak dapat tercerna dan diserap dalam
usus halus, sehingga akan terfermentasi dalam usus besar (Murtiningsih dan
Suyanti, 2011).
2.3. Tepung Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi yang memiliki warna daging umbi
bervariasi, yaitu putih, ungu, dan kuning. Pemanfaatan ubi jalar dapat dilakukan
dengan menjadikannya tepung. Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan
substitusi tepung terigu untuk bahan baku industri pengolahan pangan yang
mampu meningkatkan peran komoditas ubi jalar dalam peningkatan
perekonomian negara Indonesia. Selain memperpanjang umur simpan,
pembuatan tepung ubi jalar ungu dapat mempermudah penggunaan serta
meningkatkan nilai guna dan nilai jual dari ubi jalar ungu.
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mempermudah penyimpanan dan pengawetan ubi jalar. Selain
itu, dapat memperpanjang umur simpan bahan dan digunakan sebagai bahan baku
industri pangan maupun non-pangan (Murtiningsih dan Suyanti, 2011). Tepung
14
ubi jalar dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu dengan mensubsitusi
terigu, sehingga penggunaan terigu dapat diminimalkan. Secara garis besar
pembuatan tepung ubi jalar dimulai dari pengupasan, pengirisan, pencucian,
pengeringan, penggilingan dan pengayakan dengan menggunakan ayakan 80
mesh. Pengolahan yang kurang tepat akan membuat warna ungu menjadi kusam,
hal ini terjadi karena terjadi reaksi secara enzimatis. Hal tersebut dapat dicegah
dengan mengukus ubi jalar ungu sebelum dikeringkan untuk menginaktivasi
enzim fenolase sehingga pencoklatan dapat dihambat (Richana, 2012).
Tepung ubi jalar ungu yang dimodifikasi secara fisik, memiliki kandungan pati
resisten yang baik untuk kesehatan. Pati resisten merupakan fraksi pati yang tidak
dapat dicerna dalam usus kecil, namun dapat dicerna pada usus besar. Pati
resisten paling besar terbentuk dari retrogradasi amilosa, meskipun amilopektin
dapat teretrogradasi akan tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama (Huang dan
Rooney, 2001). Tepung ubi jalar ungu yang dibuat dengan pendinginan selama
48 jam pada suhu 5oC sebelum penepungan dapat meningkatkan kadar pati
resisten dari 18,65% menjadi 31,89% (Ningsih, 2015). Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa ubi jalar ungu mengandung pati tahan cerna (pati resisten).
Pati resisten merupakan fraksi pati yang tidak tercerna dan memiliki fungsi
fisiologis yang sama dengan serat pangan (Ranhotra et al., 1991). Hidrolisis pati
resisten oleh enzim pencernaan membutuhkan waktu lama, sehingga produksi
glukosa menjadi lambat. Kandungan pati resisten tertinggi didapat pada proses
pengembangan dan pati resisten terendah didapat pada proses pembakaran selama
35 menit. Proses pemanggangan yang optimal untuk mendapatkan pati resisten
yang tinggi, yaitu pada suhu rendah dengan waktu proses yang lama (Liljeberg et
15
al., 1996). Gelatinisasi dan retrogradasi yang sering terjadi pada pengolahan
bahan berpati dapat mempengaruhi kecernaan pati di dalam usus halus. Sehingga,
produk purple sweet potato bars yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan
akan memiliki nilai fungsional untuk kesehatan.
Gambar 2. Tepung ubi jalar ungu
Ubi jalar memiliki keunikan saat dijadikan tepung, yaitu warna tepung akan
mengikuti warna bahan baku umbinya. Tepung ubi jalar yang diberikan
perlakuan yang tepat akan menghasilkan warna tepung yang diinginkan, namun
proses pengolahan yang kurang tepat akan menurunkan mutu tepung dan akan
membuat warna tepung menjadi kusam dan coklat (Ambarsari et al., 2009).
Warna dari tepung ubi jalar akan semakin gelap seiring dengan semakin tingginya
kadar abu dari tepung. Komposisi kimia tepung ubi jalar dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 g bahan.
Komposisi Tepung Ubi Jalar Ungu
Kadar air (%) 7,28
Kadar abu (%) 5,31
Protein (%) 2,79
Lemak (%) 0,81
Karbohidrat (%) 83,81
Serat kasar (%) 4,72
Sumber : Susilawati dan Medikasari (2008)
16
Ubi jalar ungu juga mengandung pati yang cukup besar, yaitu 8-29% (Oktavianti
dan Putri, 2015). Pati dapat ditemukan di sebagian besar tumbuhan. Pati tersebut
terdapat di organ/bagian tumbuhan tersebut misalnya pada biji, daun, batang,
jaringan kayu, akar, umbi, rimpang, buah, daun dan perikarp, kotiledon, embrio,
dan endosperm benih tumbuhan (Whistler dan BeMiller, 2009). Pati adalah
polisakarida yang tersusun dari unit-unit glukosa yang saling berikatan
membentuk rangkaian yang panjang. Struktur granula pati berbentuk sedemikian
rupa sehingga terlihat melingkar (Lineback, 1984). Bentuk granula pati dapat
dilihat pada Gambar 3, sedangkan struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat
pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 3. Bentuk granula pati
Sumber : Whistler dan BeMiller (2009)
Gambar 4. Struktur amilosa
Sumber : Whistler dan BeMiller (2009)
Amilopektin Amilosa
17
Gambar 5. Struktur amilopektin
Sumber : Whistler dan BeMiller (2009)
Pati alami memiliki dua komponen penyusun utama, yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus yang dominan dengan ikatan -
(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin selain memiliki struktur lurus juga
memiliki polimer bercabang dengan ikatan -(1,6)-D-glukosa (Whistler dan
BeMiller, 2009). Pati ubi jalar memiliki sifat lain diantara pati kentang dan pati
jagung atau pati tapioka. Granula pati ubi jalar berdiameter 2-25 μm. Granula
pati ubi jalar berbentuk polygonal dengan kandungan amilosa dan amilopektin
berturut-turut adalah 20% dan 80% (Beynum dan Roels, 1985). Pati ubi jalar
memiliki derajat pembengkakan 20-27 ml/g, kelarutan 15-35%, dan gelatinisasi
pada suhu 75-88oC untuk granula berukuran kecil. Pati ubi jalar ungu memiliki
kekentalan tinggi dan kemampuan membuat gel yang rendah. Hal ini disebabkan
karena kemampuan pembengkakan (swelling) dan kelarutan pati ubi jalar ungu,
serta ukuran granula pati ubi jalar ungu (Moorthy dan Balagopalan, 2010).
Chung et al. (2006) melaporkan bahwa ketika proses pengolahan bahan pangan
yang mengandung pati jumlah air dan panas tidak mencukupi, tidak seluruh pati
18
di dalam bahan pangan tersebut mengalami gelatinisasi atau terjadi gelatinisasi
sebagian. Gelatinisasi sebagian pada umumnya disebabkan oleh ketersediaan air
dan suhu yang rendah.
2.4. Pisang Ambon
Pisang merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari buah,
batang, daun, kulit hingga bonggolnya. Tanaman ini merupakan suku Musaceae
yang termasuk tanaman besar memanjang. Daerah yang sangat disukai adalah
iklim tropis panas dan lembab, terlebih didataran rendah. Kawasan yang
ditemukan adanya tanaman pisang, yaitu di Asia Tenggara, seperti Malaysia,
Indonesia, serta termasuk pulau Papua, Australia Topika, dan Afrika Tropi.
Pisang dapat berubah sepanjang tahun pada daerah dengan intensitas hujan yang
merata sepanjang tahun.
Pisang ambon atau dikenal dengan sebutan pisang hijau adalah pisang yang
dagingnya tebal, berwarna putih kekuningan, dan kulitnya kehijau-hijauan sampai
kuning (Yuliarti, 2011). Jenis pisang ini merupakan buah yang banyak ditemukan
di daerah tropis seperti Indonesia dengan harga relatif murah dan pisang juga
mudah untuk diolah menjadi beragam masakan. Buah pisang merupakan buah
yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia yang dapat dikonsumsi kapan
saja dan pada segala tingkatan usia. Taksonomi buah pisang ambon adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
19
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca L.
Gambar 6. Pisang ambon
Menurut Suyanti dan Supriyadi (2008), menyatakan bahwa pisang dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu:
1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak, yaitu Musa paradisiaca var
Sapientum, Musa nana atau disebut juga Musa cavendishii, Musa sinensis.
Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.
2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak, yaitu Musa paradisiaca
formatypica atau disebut juga Musa paradisiaca normalis. Misalnya pisang
nangka, tanduk dan kepok.
3. Pisang berbiji, yaitu Musa brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan
daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.
4. Pisang yang diambil seratnya, misalnya pisang manila (abaca).
Produksi pisang di Indonesia masih mendominasi produksi buah nasional. Tahun
2015 persentase naik (0,88%) dari tahun sebelumnya. Tahun 2015 total produksi
20
pisang mencapai 7.299.266 ton dengan luas panen pisang di Indonesia 94.010
hektar dan produktivitas 77,64 ton/Ha (Kementerian Pertanian, 2016). Berbeda
dengan buah lain dengan total produksi seperti mangga (1,5 juta ton), jeruk (1,5
juta ton), durian (741 ribu ton), dan manggis (79 ribu ton). Buah pisang sangat
prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut karena kemudahan dalam
mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat diolah dari buah pisang
sehingga dapat meningkatkan nilai tambah.
Nilai energi pisang berkisar sekitar 136 kalori untuk setiap 100 g bahan, yang
secara keseluruhan berasal dari karbohidrat. Nilai energi pisang dua kali lipat
lebih tinggi dari pada apel dengan berat yang sama, yaitu 100 g yang hanya
mengandung 54 kalori. Karbohidrat pisang hanya menyediakan energi sedikit
lebih lambat dibandingkan dengan gula pasir dan sirup, tetapi lebih cepat dari
nasi, biskuit, dan sejenis roti. Oleh karena itu, banyak atlet yang mengonsumsi
pisang saat jeda atau istirahat sebagai cadangan energi (Prabawati et al., 2008).
Komposisi gizi pisang ambon dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi gizi pisang ambon per 100 g bahan
Komposisi Jumlah
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (%)
99,00
1,20
0,20
25,80
8,00
28,00
1,00
146,00
0,08
3,00
72,00
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (2005)
21
Menurut Triyono (2010), pisang merupakan buah yang mempunyai kandungan
gizi sangat baik, antara lain menyediakan energi dan karbohidrat yang cukup
tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Selain itu, pisang juga
mengandung senyawa lain yang bersifat neurotransmitter yang berpengaruh dalam
kelancaran fungsi otak, yaitu sekretonin 50 µg/100 g, nerepinephrine 100 µg/100
g, 5-hidroksitriptamin, dan dopamin. Kandungan vitamin buah pisang sangat
tinggi, terutama provitamin A berupa betakaroten (45 mg per 100 g berat kering).
Pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tiamin, riboflavin, niasin, dan
piridoksin. Kandungan vitamin B6 pisang cukup tinggi, yaitu sebesar 0,5 mg per
100 g. Selain berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa reaksi dalam
metabolisme, vitamin B6 berperan dalam proses sintesis dan metabolisme protein,
menyediakan energi yang berasal dari karbohidrat, dan kalium yang berfungsi
untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh, menjaga kesehatan jantung, serta
membantu pengiriman oksigen ke otak (Suyanti, 2008).
Komponen utama penyusun buah pisang adalah air yang mencapai 75% pada
buah yang telah matang. Karbohidrat merupakan komponen penyusun kedua
setelah air, kandungannya sekitar 20-25%. Jenis karbohidrat yang ada dalam
buah pisang adalah pati, serat kasar, dan pektin. Pati pisang ambon terdiri dari
18,08% amilosa dan 81,92% amilopektin (Nurjanah, 1991). Serat kasar
menyusun sekitar 0,84% dari total daging buah. Daging buah pisang mengandung
0,50% lignin, 0,21% selulosa, dan 0,12% hemiselulosa (Chandler, 1995). Selain
itu, pisang matang mengandung komponen volatil yang relatif tinggi
kelengkapannya dan sebagian besar terdiri atas campuran kompleks ester-ester,
alkohol, aldehid, keton, dan senyawa aromatik. Flavor seperti pisang ditentukan
22
oleh ester amil dan isoamil dari asam asetat, propionat, dan butirat, sedangkan
alkohol dari karbonil memberikan bau yang menggambarkan sebagai “green”,
“woody” atau “musty”.
2.5. Kacang Hijau
Kacang hijau adalah tanaman pangan yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat.
Tanaman ini telah dikenal luas dan sudah lama di budidayakan di Indonesia.
Kelebihan kacang hijau dengan jenis kacang-kacangan lainnya, yaitu mampu
hidup dan berubah di daerah kering. Bahkan, tanaman kacang hijau mampu
bertahan hidup di musim kering. Kacang hijau juga tahan terhadap hama dan
penyakit yang menyerang tanaman. Tetapi dengan mudahnya kacang hijau di
tanam di Indonesia, stok kacang hijau di Indonesia masih kurang. Masalah yang
dihadapi adalah dalam budidaya kacang hijau di Indonesia masih rendahnya
produksi dan produktivitasnya. Tanaman kacang hijau termasuk suku (familia)
Leguminosaceae yang banyak varietasnya. Kedudukan kacang hijau dalam
taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana, 1997):
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospremae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Leguminales
Famili : Leguminosaceae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus radiatus L. (Vigna radiata L.)
23
Gambar 7. Kacang hijau
Kacang hijau merupakan sumber protein nabati, vitamin (A, B1, C, dan E), serta
beberapa zat lain yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, seperti amilum, zat
besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, dan niasin. Selain
bijinya, daun kacang hijau muda sering dimanfaatkan sebagai sayuran. Kacang
hijau bermanfaat untuk melancarkan buang air besar (Purwono dan Hartono,
2005). Komposisi gizi kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi gizi kacang hijau per 100 g bahan
Komposisi Jumlah
Energi (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
323,00
22,00
1,50
56,80
223,00
319,00
7,50
157,00
0,46
10,00
15,50
Sumber : Retnaningsih (2008)
Kandungan protein biji kacang hijau cukup lengkap yang terdiri atas asam amino
esensial, yaitu isoleusin 6,95%, leusin 12,90%, lisin 7,94%, metionin 0,84%,
fenilalanin 7,07%, treonin 4,50%, valin 6,23%, dan juga asam amino non esensial,
24
yaitu alanin 4,15%, arginin 4,44%, asam aspartat 12,10%, asam glutamat 17,00%,
glisin 4,03%, triptopan 1,35%, dan tirosin 3,86%.
Kacang hijau mempunyai manfaat yang sangat penting karena mempunyai nilai
gizi yang cukup baik. Karbohidrat merupakan bagian terbesar pada kacang hijau
yaitu 62,50%, sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi. Karbohidrat
tersusun atas pati, gula, dan serat kasar. Pati kacang hijau terdiri dari 28,80%
amilosa dan 71,20% amilopektin. Kacang hijau merupakan sumber protein, yaitu
22%, vitamin A 157 SI, vitamin B1 0,46 mg, dan mineral yang meliputi kalsium,
belerang, mangan, dan besi (Rahayu, 1993). Biji kacang hijau yang telah
direbus/diolah kemudian dikonsumsi mempunyai daya cerna yang tinggi.
Kacang hijau (mung bean) terdiri dari berbagai macam jenis. Jenis kacang hijau
yang paling umum digunakan sebagai bahan pangan mempunyai warna kulit yang
hijau. Namun terdapat varietas kacang hijau lainnya yang berwarna kuning,
coklat, ungu, dan putih. Kacang hijau merupakan sumber protein, mineral,
kalsium, asam folat, potasium dan magnesium yang sangat baik. Kacang hijau
juga mengandung tiamin, asam pantotenat, zat besi, fosfor, seng dan tembaga.
Kandungan gizi dari kacang hijau yang baik menyebabkan kacang hijau sering di
buat produk olahan, seperti bubur kacang hijau, minuman sari kacang hijau dan
bisa dikembangkan menjadi minuman instan kacang hijau. Di Cina tepung
kacang hijau digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan mi instan
(Wirakusumah, 2007).
Menurut Mustakim (2014), kandungan asam folat pada kacang hijau memiliki
fungsi untuk membantu mengurangi risiko penyakit jantung, kecacatan saat
25
kelahiran, membantu metabolisme protein, membentuk sel darah merah, dan
membantu proses penyembuhan dalam tubuh. Kacang hijau juga mengandung zat
besi yang berfungsi membentuk ketahanan tubuh, hemoglobin, dan memperlancar
metabolisme tubuh. Selain itu, kandungan seng, kalium, dan magnesium pada
kacang hijau berfungsi sebagai pemicu sistem kekebalan tubuh, mempertahankan
keseimbangan asam basa dalam darah, dan meningkatkan aliran darah, oksigen,
dan nutrisi ke seluruh tubuh.
Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan mengandung
sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor yang bermanfaat untuk
memperkuat tulang. Kandungan lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam
lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh. Kadar lemak yang rendah dalam
kacang hijau menjadikan bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang
hijau tidak mudah berbau. Kandungan vitamin B1 pada kacang hijau berguna
untuk pertumbuhan. Kacang hijau juga mengandung protein yang berfungsi
mengganti sel mati dan membantu pertumbuhan sel tubuh. Oleh karena itu, anak-
anak dan wanita yang baru saja bersalin dianjurkan untuk mengkonsumsi kacang
hijau (Wirakusumah, 2007).
2.6. Bahan Baku Snack Bars
Bahan baku untuk proses pembuatan snack bars dapat digolongkan menjadi dua
kelompok, yaitu bahan pokok atau bahan utama, seperti tepung ubi jalar ungu dan
bahan tambahan atau penambah rasa, yaitu telur, gula, garam, lemak dalam bentuk
mentega/margarin, dan susu skim.
26
2.6.1. Telur
Menurut Nuryati et al., (2002) menyatakan bahwa telur terdiri atas enam bagian
penting, yaitu kerabang telur (shell), selaput kerabang (shell membrane), putih
telur (albumen), kuning telur (yolk), tali kuning telur (chazale), dan sel benih
(germinal disc). Secara ringkas, struktur telur pada umumnya terdiri dari
kerabang (kulit telur) ±10%, putih telur (albumen) ±60%, dan kuning telur (yolk)
±30% (Suharyanto, 2009). Bagian sel telur ayam dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Bagian sel telur ayam
Sumber : Suharyanto (2009)
Albumin dalam adonan berfungsi untuk mencegah kristalisasi gula dan penguapan
air yang berlebih selama pengadukan, sehingga akan memberikan tekstur halus
pada adonan. Kuning telur banyak mengandung lesitin (emulsifier). Bentuknya
padat, tetapi kadar air sekitar 50%. Sementara putih telur kadar airnya 86%.
Putih telur memiliki daya creaming yang lebih baik dibandingkan kuning telur
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Telur yang ditambahkan dalam adonan
memiliki fungsi membantu proses pengembangan volume adonan, putih telur
sangat berperan dalam pembentukan adonan yang kompak, sedangkan kuning
27
telur mempengaruhi kelembutan dan rasa kue yang dihasilkan (Suryani et al.,
2007). Kegunaan lain dari penambahan telur adalah sebagai add-flavor dan
berperan sebagai pengemulsi. Adanya buih (udara yang terperangkap) yang
terjadi ketika telur dikocok akan menambah volume dari produk yang dihasilkan.
2.6.2. Gula
Gula pasir atau sukrosa adalah senyawa organik golongan disakarida yang terdiri
dari komponen-komponen D-glukosa dan D-fruktosa. Rumus molekul sukrosa
adalah C22H22O11. Sukrosa berbentuk kristal monoklin dan berwarna putih jernih.
Warna tersebut sangat tergantung pada kemurniannya. Bentuk kristal murni dapat
bertahan lama bila disimpan dalam gudang yang baik. Gula pasir adalah hasil dari
penguapan dan kristalisasi nira tebu (Saccharum officinarum). Gula pasir
mengandung sukrosa sebesar 97,10%, gula reduksi sebesar 1,24%, kadar air
sebesar 0,61%, dan senyawa organik bukan gula sebesar 1,05% (Suparmo dan
Sudarmanto, 1991) Struktur kimia sukrosa dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur kimia sukrosa
Sumber : Winarno (2008)
28
Disakarida terdiri dari dua monosakarida yang terbentuk dari hasil penggabungan
dengan mengeluarkan sebuah molekul air (contoh sukrosa yang terdiri dari
glukosa dan fruktosa) (Kusnandar, 2010).
Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2004), peranan gula sangat penting dalam
pembuatan roti dan sejenisnya, diantaranya sebagai pemberi rasa, memperpanjang
umur simpan, menambah kandungan gizi, membuat tekstur, dan memberikan
warna cokelat. Selain itu, gula yang ditambahkan juga dapat berfungsi sebagai
pengawet, karena gula dapat mengurangi kadar air bahan pangan, sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Aroma wangi gula terbentuk dari
proses karamelisasi selama pembakaran. Hal tersebut yang menyebabkan
terbentuk reaksi browning atau warna kuning kecoklatan. Gula adalah
karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan
utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.
Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada makanan atau
minuman (Maulidya, 2007).
2.6.3. Garam
Garam adalah benda padat berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan
kumpulan senyawa dengan bagian terbesar yaitu Sodium Chlorida atau Natrium
Chlorida (NaCl) (>80%), serta senyawa lainnya, seperti Magnesium Chlorida,
Magnesium Sulfat, dan Calsium Chlorida. Komponen tersebut mempunyai
peranan yang penting bagi tubuh manusia, sehingga diperlukan konsumsi garam
dengan ukuran yang tepat. Konsumsi garam per orang per hari diperkirakan
sekitar 5–15 g atau 3 kg per tahun per orang (Winarno, 2008). Selain itu, garam
29
berfungsi untuk menguatkan rasa atau pembentuk rasa. Garam akan
membangkitkan rasa pada bahan-bahan lainnya dan membantu membangkitkan
aroma serta meningkatkan sifat-sifat pangan. Adonan tanpa garam akan menjadi
lengket (agak basah) dan sukar dipegang. Sebagian besar formula kue
menggunakan 1% garam atau kurang (Suryani et al., 2007).
2.6.4. Margarin
Lemak merupakan bahan baku yang penting dalam pembuatan snack bars.
Sumber lemak dapat berasal dari hewan (butter dan lard) atau dari tumbuhan
(margarin). Dalam pembuatan snack bars kacang hijau dan pisang sumber lemak
berasal dari tumbuhan atau lemak nabati berupa margarin. Margarin adalah
produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari lemak
nabati dan air, dengan penambahan bahan lain yang diizinkan (BSN, 2014).
Margarin adalah emulsi air dalam lemak. Fase lemak merupakan cairan berupa
campuran minyak nabati yang sebagian telah dipadatkan dengan hidrogenasi agar
diperoleh sifat plastis yang diinginkan pada produk akhir. Proses hidrogenasi
dilakukan dengan memasukkan minyak ke dalam tangki tertutup dan bertekanan.
Gas hidrogen disemburkan ke minyak, serta serbuk nikel digunakan sebagai
katalisator yang nantinya akandipisahkan dengan minyak melalui proses
penyaringan. Selanjutnya campuran minyak dicampur dengan fase air yang
terdiri dari susu yang diasamkan pada kondisi tertentu untuk member flavor yang
diinginkan. Zat warna buatan, garam, serta vitamin A dan D ditambahkan ke
dalam alat “votator” yang di dalamnya terjadi pencampuran dan pendinginan
secara simultan, sehingga terbentuk lemak dengan konsistensi yang diinginkan
30
(Ketaren, 2008). Persamaan kimia pembuatan margarin dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10. Persamaan kimia pembuatan margarin
Sumber : Ketaren (2008)
Ciri-ciri margarin yang baik, yaitu bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak
keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan, dan segera mencair di mulut
(Astawan, 2004). Kemampuan membentuk krim oleh lemak pada pembuatan kue
diperlukan karena adanya kemampuan lemak untuk menangkap dan menahan sel-
sel udara apabila lemak terus dikocok kuat-kuat, terutama bila dicampur dengan
bahan adonan lainnya, seperti gula dan tepung. Margarin berperan untuk
meningkatkan penerimaan, terutama flavor.
2.6.5. Susu Skim
Susu skim adalah susu dengan kadar lemak yang telah dikurangi hingga berada
pada batas maksimal 1% yang telah ditetapkan. Susu skim merupakan bagian
susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu jenis
ini kadar lemak susunya ± 1,25% dan kadar proteinnya ± 2,70%. Susu skim
mengandung zat makanan dari susu, kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut
dalam lemak. Penggunaan susu skim dalam pembuatan snack bars berguna untuk
31
menguatkan rasa. Komposisi yang terkandung dalam susu skim, dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi susu skim bubuk per 100 g bahan
Komposisi Jumlah
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (g)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
35,60
1,00
52,00
10,00
1300,00
1,00
Sumber : Dewi (2007)
Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan kalori rendah dalam
makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu
dan susu skim juga digunakan dalam pembuatan keju dan yoghurt dengan kadar
lemak rendah (Buckle et al., 2007).
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian
Politeknik Negeri Lampung, dan Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan
Pangan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Brawijaya pada bulan
Oktober 2018 – Januari 2019.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah tepung ubi jalar ungu yang
diproduksi oleh PT. Bionic Natura Tangerang, pisang ambon dengan tingkat
kematangan ¾ penuh atau berumur 80 hari dan kacang hijau yang diperoleh di
pasar Tradisional Gedongtataan, serta bahan tambahan garam, gula, susu skim,
margarin, dan telur yang diperoleh dari minimarket. Bahan-bahan yang
digunakan untuk analisis kimia adalah aquades, HCl 0,02 N, NaOH 50%, hexan,
K2SO4, H2SO4 pekat, H2SO4 1,25%, NaOH 1,25%, H2BO2, Na2S2O3, HgO, dan
alkohol.
33
Alat yang digunakan untuk membuat purple sweet potato bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau antara lain baskom, panci, oven
listrik, loyang, wajan, mixer, blender, spatula, pisau, gelas ukur, timbangan
analitik, sendok, sedangkan peralatan untuk analisis antara lain cawan porselin,
oven, desikator, labu Kjeldahl, alat destilasi, alat ekstraksi Soxhlet, tanur, alat-alat
gelas, dan seperangkat alat uji sensori.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan
satu faktor dan tiga ulangan. Perlakuan faktor tunggal adalah perbandingan
pisang ambon dan kacang hijau sebanyak 9 taraf, yaitu F1 (10:90), F2 (20:80), F3
(30:70), F4 (40:60), F5 (50:50), F6 (60:40), F7 (70:30), F8 (80:20), dan F9
(90:10) yang didapatkan dari hasil trial and error. Perbandingan pisang ambon
dan kacang hijau dalam pembuatan purple sweet potato bars disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Perbandingan pisang ambon dan kacang hijau dalam pembuatan purple
sweet potato bars
Perlakuan Pisang ambon (%) Kacang hijau (%)
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
F9
10
20
30
40
50
60
70
80
90
90
80
70
60
50
40
30
20
10
34
Kesamaan ragam diuji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey.
Data dianalisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Untuk
mengetahui perbedaan antar perlakuan data dianalisis lebih lanjut dengan Uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh formulasi penambahan pisang ambon
dan kacang hijau yang tepat dalam pembuatan purple sweet potato bars yang
dapat diterima secara sensori. Berdasarkan trial and error, penambahan pisang
ambon dan kacang hijau dengan persentase masing-masing F1 (10:90), F2
(20:80), F3 (30:70), F4 (40:60), F5 (50:50), F6 (60:40), F7 (70:30), F8 (80:20),
dan F9 (90:10) dari 200 g tepung ubi jalar ungu. Sebagai contoh untuk perlakuan
F1 (10% pisang ambon : 90% kacang hijau), digunakan 20 g pisang ambon dan
180 g kacang hijau.
Proses pembuatan purple sweet potato bars dilakukan dengan metode Ekafitri dan
Isworo (2014) yang dimodifikasi. Pisang ambon dikupas kulit, dilakukan proses
penimbangan buah segar sesuai perlakuan, dan dipotong kecil. Selanjutnya,
ditimbang kacang hijau sebanyak 500 g, direbus selama 30 menit pada suhu
100oC dengan menggunakan air 1,5 L, disaring, dilakukan penghancuran
menggunakan blender selama 5 menit, dan ditimbang kacang hijau sesuai
perlakuan. Setelah itu, dilakukan pencampuran pisang ambon dan kacang hijau
sesuai formulasi, yaitu F1 (10:90), F2 (20:80), F3 (30:70), F4 (40:60), F5 (50:50),
F6 (60:40), F7 (70:30), F8 (80:20), dan F9 (90:10) menggunakan mixer selama 3
menit, ditempat yang berbeda dilakukan pengocokan telur 100 g, gula pasir 180 g,
35
dan garam 5 g dengan menggunakan mixer selama 20 menit hingga mengembang,
kemudian ditambahkan 60 g susu skim dan 50 g margarin, dicampurkan
menggunakan mixer selama 3 menit hingga dihasilkan adonan yang sedikit kental.
Setelah itu, adonan dicampurkan dengan pisang ambon dan kacang hijau hingga
merata. Selanjutnya, ditambahkan tepung ubi jalar ungu 200 g dan diaduk dengan
menggunakan spatula hingga adonan tercampur merata. Hasil yang diperoleh
dituang ke dalam loyang dengan ukuran 20 cm x 30 cm x 1 cm dan dilakukan
pemanggangan pertama selama 30 menit pada suhu 150oC, didinginkan selama 5
menit, lalu dipotong-potong dengan ukuran 2 cm x 7 cm x 1 cm. Selanjutnya
dilakukan pemanggangan kedua selama 10 menit pada suhu 150oC. Lalu
dilakukan pengamatan terhadap sifat kimia, nilai kalori, aktivitas air (aw), sifat
fisik (tekstur), dan uji sensori purple sweet potato bars. Proses pembuatan purple
sweet potato bars dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau dapat
dilihat pada Gambar 11, sedangkan formula untuk komposisi bahan penyusun
pembuatan purple sweet potato bars dengan penambahan pisang ambon dan
kacang hijau disajikan pada Tabel 7.
36
Tabel 7. Komposisi bahan penyusun pembuatan purple sweet potato bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau
Bahan Kode Perlakuan
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
Tepung ubi ungu (g)
Pisang ambon (g)
Kacang hijau (g)
Telur (g)
Gula pasir (g)
Garam (g)
Margarin (g)
Susu skim (g)
200
20
180
100
180
5
50
60
200
40
160
100
180
5
50
60
200
60
140
100
180
5
50
60
200
80
120
100
180
5
50
60
200
100
100
100
180
5
50
60
200
120
80
100
180
5
50
60
200
140
60
100
180
5
50
60
200
160
40
100
180
5
50
60
200
180
20
100
180
5
50
60
Sumber : Ekafitri dan Isworo (2014) yang dimodifikasi
37
Gambar 11. Diagram alir pembuatan purple sweet potato bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau
Sumber: Ekafitri dan Isworo (2014) yang dimodifikasi
Pisang ambon
Pengupasan kulit
Penimbangan sesuai perlakuan
Pemotongan
Pencampuran (mixer, 3 menit)
Formulasi pisang ambon dan
kacang hijau:
F1 (10:90)
F2 (20:80)
F3 (30:70)
F4 (40:60)
F5 (50:50)
F6 (60:40)
F7 (70:30)
F8 (80:20)
F9 (90:10)
Perebusan
(T 100oC, t 30 menit)
Penghancuran
(blender, t 5 menit)
Penyaringan
Purple Sweet Potato Bars
Analisis Kimia
- Kadar Air
- Kadar Abu
- Kadar Lemak
- Kadar Protein
- Kadar Serat Kasar
- Kadar Karbohidrat
Nilai Kalori
Aktivitas Air (aw)
Analisis Fisik
- Tekstur
Uji Sensori
- Aroma
- Rasa
- Tekstur
- Penerimaan
Keseluruhan
Pendinginan suhu ruang, t 1 jam
Pemanggangan II
(T 150oC; t 10 menit)
Pendinginan, t 5 menit
Penimbangan 500 g
Kacang hijau
Pemanggangan I
(T 150oC; t 30 menit)
Pencetakan diloyang
(20 x 30 x 1 cm)
Margarin 50 g
Susu skim 60 g
Pengadukan sampai homogen
Telur 100 g
Gula pasir180 g
Garam 5 g
Pencampuran
(mixer, t 20 menit)
Pencampuran
(mixer, t 3 menit)
Pencampuran pisang ambon dan
kacang hijau dengan bahan
tambahan
Air
1,5 L
Air
Penimbangan sesuai perlakuan
Pemotongan (7 x 2 x 1 cm)
Tepung ubi jalar
ungu 200 g
38
3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap purple sweet potato bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau meliputi sifat kimia (kadar air, kadar
abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar (AOAC, 2005), dan kadar
karbohidrat by difference (Winarno, 2008), uji aktivitas air (aw), serta menghitung
nilai kalori dengan metode perhitungan total konversi (Rachmayani et al., 2012).
Analisis fisik (tekstur) purple sweet potato bars dengan penambahan pisang
ambon dan kacang hijau diuji dengan alat Fruit Hardness Tester. Uji sensori
dilakukan terhadap aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan produk
menggunakan uji hedonik (Setyaningsih et al., 2010).
3.5.1. Sifat Kimia
1. Kadar Air
Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven (AOAC,
2005). Prinsipnya dengan menguapkan molekul air bebas yang ada dalam
sampel. Sampel ditimbang sampai didapat bobot konstan dengan asumsi
semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Banyaknya air
yang diuapkan merupakan selisih bobot sebelum dan sesudah pengeringan.
Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada
suhu 100-105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan
uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan
yang sudah dikeringkan (B), kemudian dioven pada suhu 100-105ºC selama 6
jam. Sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C).
39
Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Penentuan kadar air
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan :
A : berat cawan kosong (g)
B : berat cawan + sampel awal (g)
C : berat cawan + sampel kering (g)
2. Kadar Abu
Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven (AOAC, 2005).
Prinsipnya adalah pembakaran bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi
air dan karbondioksida, tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat anorganik ini
disebut abu. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30
menit pada suhu 100-105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator untuk
menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g
dalam cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian dibakar di atas nyala
pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam
tanur bersuhu 550-600ºC sampai pengabuan sempurna. Sampel yang sudah
diabukan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pembakaran
dalam tanur diulangi sampai didapat bobot yang konstan. Penentuan kadar
abu dihitung dengan rumus sebagai berikut.
B - C
Kadar air (%) = x 100%
B - A
B - C
Kadar abu (%) = x 100%
B- A
40
Keterangan :
A : berat cawan kosong (g)
B : berat cawan + sampel awal (g)
C : berat cawan + sampel kering (g)
3. Kadar Lemak
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode Soxhlet (AOAC, 2005).
Prinsipnya adalah lemak yang terdapat dalam sampel diekstrak dengan
menggunakan pelarut non polar. Labu lemak yang akan digunakan dioven
selama 30 menit pada suhu 100-105ºC. Labu lemak didinginkan dalam
desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang
sebanyak 2 g (B), kemudian dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan
kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam Soxhlet yang telah dihubungkan
dengan labu lemak. Sampel sebelumnya telah dioven dan diketahui bobotnya.
Pelarut heksan dituangkan sampai sampel terendam dan dilakukan refluks atau
ektraksi selama 5-6 jam atau sampai pelarut lemak yang turun ke labu lemak
berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling, dan ditampung.
Ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu
100-105ºC selama 1 jam. Labu lemak didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (C). Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot
yang konstan. Penentuan kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan :
A : berat labu alas bulat kosong (g)
B : berat sampel (g)
C : berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi (g)
(C – A)
Lemak total (%) = x 100%
B
41
4. Kadar Protein
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl (AOAC, 2005).
Prinsipnya adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen
menjadi amonia oleh asam sulfat, selanjutnya amonia bereaksi dengan
kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk
diuraikan dan larutan dijadikan basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan
akan diikat dengan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan
ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan larutan baku asam. Sampel
ditimbang sebanyak 0,1-0,5 g, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL,
kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, dan 2 ml H2SO4, batu didih,
dan didihkan selama 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah itu larutan
didinginkan dan diencerkan dengan aquades. Sampel didestilasi dengan
penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 (dibuat dengan campuran: 50 g
NaOH+5 ml H2O+12,5 Na2S2O35H2O). Hasil destilasi ditampung dalam
Erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator PP
(campuran 2 bagian metil merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru
0,2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan
larutan HCL 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-
abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh
adalah total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6,25.
Penentuan kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut.
(VA - VB) HCL x N HCL x 14,007 x 6,25 x 100%
Protein (%) =
W x 1000
42
Keterangan :
VA : mL HCl untuk titrasi sampel
VB : mL HCl untuk titrasi blangko
N : normalitas HCl standar yang digunakan 14,007; faktor koreksi 6,25
W : berat sampel (g)
Kadar protein dinyatakan dalam satuan g/100 g sampel
5. Kadar Serat Kasar
Analisis kadar serat kasar dilakukan dengan metode AOAC (2005). Sampel
dalam bentuk halus ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan dalam
Erlenmeyer 500 ml. Kemudian ditambahkan asam sulfat 0,325 N sebanyak
100 ml. Setelah itu campuran sampel dan asam sulfat direfluks selama 30
menit, kemudian disaring. Larutan yang telah disaring ditambahkan aquades
hingga pH netral. Lalu sampel ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml
dan direfluks 30 menit. Setelah 30 menit, sampel diangkat dan didinginkan.
Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman. Residu
yang tertinggal dikertas Whatman dicuci dengan 25 ml aquades, dicuci
kembali menggunakan ethanol 95% sebanyak 20 ml. Pencucian terakhir
menggunakan K2SO4 10% sebanyak 25 ml. Residu dalam kertas saring
kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 2 jam. Sampel
selanjutnya dimasukkan dalam desikator 15 menit dan ditimbang.
Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga mencapai bobot konstan.
Bobot residu kering (g)
Kadar serat (%) = x 100%
Bobot sampel (g)
43
6. Kadar Karbohidrat
Penentuan kadar karbohidrat dihitung menggunakan by difference (Winarno,
2008) dengan rumus sebagai berikut.
3.5.2. Nilai Kalori
Perhitungan persentase nilai kalori purple sweet potato bars diawali dengan
analisis proksimat. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar air, kadar
abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar karbohidrat by
difference. Nilai kalori didapatkan berdasarkan perhitungan total konversi antara
kadar lemak dengan nilai kalori sebesar 9 kkal/g, kadar protein dengan nilai kalori
sebesar 4 kkal/g, dan kadar karbohidrat dengan nilai kalori sebesar 4 kkal/g
(Rachmayani et al., 2012). Kadar kalori purple sweet potato bars dihitung
dengan rumus:
Keterangan :
W : Bobot snack bars persajian (g)
K : Kalori snack bars (kkal)
Karbohidrat (%) = 100% - (air + lemak + protein + abu + serat kasar)%
Kalori Snack Bars (kkal) = (% protein x 4 kkal) + (% karbohidrat x 4 kkal)
g g
+ (% lemak x 9 kkal)
g
W
Kalori persajian (kkal/sajian) = x K
100 g
44
3.5.3. Uji Aktivitas Air (aw)
Purple sweet potato bars diuji aktivitas air (aw) menggunakan aw meter.
Pengujian aktivitas air (aw) menggunakan alat aw meter yang telah dikalibrasi.
Sampel terlebih dahulu dihaluskan atau dipipihkan menggunakan alat penggerus
porselin, selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam wadah berbentuk lingkaran
(chamber) lalu dimasukkan ke dalam alat untuk diuji. Hasil otomatis akan
muncul pada display yang menunjukkan nilai aw dari bahan pangan tersebut,
kurang lebih selama 2-5 menit yang ditandai dengan bunyi alarm (Jaya dan Das,
2005).
3.5.4. Sifat Fisik (Tekstur)
Tingkat kekerasan purple sweet potato bars diukur menggunakan alat ukur
kekerasan, yaitu Fruit Hardness Tester (5 kg KM Tokyo). Pengukuran dilakukan
sebanyak tiga kali pada tiap bagian yang berbeda untuk setiap snack bars
(pangkal, tengah, dan ujung) dalam satuan kg.s/mm untuk di ambil nilai rata-
ratanya. Prinsip pengukuran, yaitu semakin besar nilai yang muncul pada layar,
maka tingkat kekerasan semakin tinggi. Pengukuran dilakukan dengan cara,
ujung alat yang berupa mata jarum diletakkan pada bagian sampel yang ingin
diukur kemudian tuas ditekan sampai mata jarum masuk kedalam snack bars,
kemudian dibaca besarnya gaya yang dibutuhkan mata jarum untuk masuk ke
dalam bahan sedalam 10 mm.
45
3.5.5. Kadar Amilosa dan Amilopektin
1. Pembuatan Kurva Standar
Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml,
ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N. Kemudian labu
takar dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95°C selama 10 menit. Setelah
itu, didinginkan, ditambahkan air destilasi hingga tanda tera. Larutan tersebut
digunakan sebagai larutan stok. Pipet larutan stok sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml
ke dalam labu takar 100 ml. Larutan asam asetat 1 N ditambahkan sebanyak
0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 ml ke dalam masing-masing labu takar secara
berurutan. Kemudian ditambahkan 2 ml larutan iod (0,2 g I dan 2 g KI
dilarutkan dalam 100 ml air destilasi) ke dalam setiap labu takar, lalu ditera
dengan air destilasi. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 625 nm. Kurva standar yang diperoleh menunjukkan hubungan
antara kadar amilosa dan absorbansi.
2. Analisis Sampel
Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian
ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu.
Labu ukur kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95°C selama 10
menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilasi hingga
tanda tera dan dihomogenkan. Larutan dipipet sebanyak 5 ml ke dalam labu
takar 100 ml. Tambahkan 1 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod ke
46
dalam labu takar tersebut, lalu ditera dengan air destilasi. Larutan dibiarkan
selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa contoh dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
Keterangan :
C : konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml)
V : volume akhir contoh (ml)
W : bobot sampel (mg)
FP : faktor pengenceran
3.5.6. Uji Sensori
Uji sensori produk purple sweet potato barsdengan penambahan pisang ambon
dan kacang hijau dilakukan oleh 25 orang panelis mahasiswa jurusan Teknologi
Hasil Pertanian menggunakan uji hedonik terhadap aroma, rasa, tekstur, dan
penerimaan keseluruhan (Setyaningsih et al., 2010). Kuesioner uji hedonik
terhadap aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan keseluruhan purple sweet potato
bars dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau dapat dilihat pada
Tabel 8.
C x V x FP x 100
Kadar amilosa =
W
47
Tabel 8. Kuesioner uji hedonik terhadap aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan
keseluruhan purple sweet potato bars dengan penambahan pisang ambon
dan kacang hijau
Produk : Purple Sweet Potato Bars dengan Penambahan Pisang
Ambon dan Kacang Hijau
Nama panelis :
Tanggal :
UJI HEDONIK
Dihadapan saudara disajikan 9 buah sampel purple sweet potato bars dengan
penambahan pisang ambon dan kacang hijau yang diberi kode acak. Anda
diminta untuk menilai sensori produk, yaitu aroma, rasa, tekstur, dan
penerimaan keseluruhan terhadap tingkat kesukaan dengan memberikan nilai
dari 1 sampai 5 sesuai keterangan yang terlampir.
Parameter Kode Sampel
147 205 238 608 710 722 811 831 998
Aroma
Rasa
Tekstur Penerimaan
Keseluruhan
Keterangan:
5. Sangat suka
4. Suka
3. Agak suka
2. Tidak suka
1. Sangat tidak suka
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Purple sweet potato bars dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau
formulasi F6 (60% pisang ambon dan 40% kacang hijau) merupakan
formulasi purple sweet potato bars yang mempunyai skor kesukaan tertinggi.
2. Purple sweet potato bars dengan penambahan pisang ambon dan kacang hijau
terbaik (F6) memiliki kadar air sebesar 16,88%; kadar abu sebesar 2,84%;
kadar lemak sebesar 1,77%; kadar protein sebesar 5,72%; kadar serat kasar
sebesar 1,55%; kadar karbohidrat sebesar 71,25%; nilai kalori sebesar 80,95
kkal/25 g setara dengan 97,24 kkal/30 g; aktivitas air (aw) sebesar 0,83; dan
sifat fisik (tekstur) sebesar 0,85 kg.s/mm; aroma dengan skor 3,58 (suka); rasa
dengan skor 3,99 (suka); tekstur dengan skor 3,71 (suka); dan penerimaan
keseluruhan dengan skor 3,75 (suka).
3. Kadar air dan aktivitas air (aw) purple sweet potato bars dengan penambahan
pisang ambon dan kacang hijau semua formula memenuhi standar pangan
semi basah, yaitu kadar air 10–40% dan aktivitas air (aw) 0,6–0,9.
78
5.2. Saran
1. Purple sweet potato bars yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki
aktivitas air (aw) yang cukup tinggi, sehingga memungkinkan pertumbuhan
kapang selama penyimpanan. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan
proses pelapisan snack bars dengan cara coating. Proses coating dapat
menurunkan aktivitas air (aw) produk pangan, sehingga masa simpan produk
lebih lama.
2. Perlu dianalisis lebih lanjut kandungan antioksidan yang ada pada produk
purple sweet potato bars.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical
Chemist, Washington DC.
Albert, R.R. 2013. Mutu Ikan Kakap Merah yang Diolah dengan Perbedaan
Konsentrasi Larutan Garam dan Lama Pengeringan. Jurnal Perikanan dan
Kelautan Tropis. 9(1):35-44.
Amalia, R. 2011. Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Snack Bars
dengan Bahan Dasar Tepung Tempe dan Buah Nangka Kering sebagai
Alternatif Pangan CFGF. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Amalia, R. 2014. Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Komposit
Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai, dan Xanthan Gum.
(Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ambarsari, I., Sarjana, dan Choliq, A. 2009. Rekomendasi dalam Penetapan
Standar Mutu Tepung Ubi Jalar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Jawa Tengah.
Anindita, D.S. 2016. Pengaruh Jenis Tepung Pisang (Musa paradisiaca) dan
Waktu Pemanggangan terhadap Karakteristik Banana Flakes. (Skripsi).
Universitas Pasundan. Bandung.
Apriliyanti, T. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia dan Sensori Tepung Ubi Jalar
Ungu (Ipomoea batatas blackie) dengan Variasi Proses Pengeringan.
(Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri. Solo.
Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang & Biji-Bijian. Penebar
Swadaya. Jakarta. Hlm 33-38
Avianty, S. dan Ayustaningwarno, F. 2014. Indeks Glikemik Snack Bars Ubi
Jalar Kedelai Hitam sebagai Alternatif Makanan Selingan Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3(3):98-102.
80
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP). 2012. Data Kandungan Gizi
Bahan Pangan Pokok dan Penggantinya. Provinsi DIY.
http://bkppp.bantulkab.go.id/documents/20120725142651-data-kandungan-
gizi-bahan-pangan-dan-olahan.pdf. Diakses 10 April 2018.
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Ubi Jalar Menurut Provinsi (ton), 1993-
2015. http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/883. Diakses 10
April 2018.
Badan Standarisasi Nasional. 2014. Margarin SNI 3541:2014. Jakarta.
Basuki, W.W., Atmaka, W., dan Muhammad, D.R.A. 2013. Pengaruh
Penambahan Berbagai Konsentrasi Gliserol Terhadap Karakteristik
Sensoris, Kimia, dan Aktivitas Antioksidan Getuk Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
batatas). Jurnal Teknosains Pangan. 2(1):115-123.
Beynum, G.M.A.V., and Roels, J.A. 1985. Starch Conversion Technology.
Marcel Dekker. New York.
Buckle, K.A., Edward, R.A., Fleet, G.H., and Wootton. 2007. Ilmu Pangan. UI
Press. Jakarta.
Chandler, S. 1995. The Nutritional Value of Bananas. Chapman and Hall. New
York.
Chandra, F. 2010. Formulasi Snack Bars Tinggi Serat Berbasis Tepung Sorgum,
Tepung Maizena, dan Tepung Ampas Tahu. (Skripsi). Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Chung, H.J., Lim, H.S., and Lim, S.T. 2006. Effect of Partial Gelatinization and
Retrogradation on the Enzymatic Digestion of Waxy Rice Starch. Journal
of Cereal Science. 43:353–359.
Dewi, C.M. 2007. Pra Rencana Pabrik Susu Bubuk Skim. (Tesis). Universitas
Katolik Widya Mandala. Surabaya.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2005. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Bharatara Karya Aksara. Jakarta.
Ekafitri, R. dan Isworo, R. 2014. Pemanfaatan Kacang-Kacangan sebagai Bahan
Baku Sumber Protein untuk Pangan Darurat. Jurnal Pangan. 23(2):134-
145.
Eliasson, A.C. 2006. Carbohydrates In Foods. Taylor and Francis Group.
London.
81
Ferawati. 2009. Formulasi dan Pembuatan Banana Bars Berbahan Dasar Tepung
Kedelai, Terigu, Singkong, dan Pisang sebagai Alternatif Pangan Darurat.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gustiar, H. 2009. Sifat Fisiko-Kimia dan Indeks Glikemik Produk Cookies
Berbahan Baku Pati Garut (Maranta arundinaceae L.) Termodifikasi.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hasyim, A. dan Yusuf, M. 2008. Diversifikasi Produk Ubi Jalar sebagai Bahan
Pangan Substitusi Beras. Badan Litbang Pertanian. Malang.
Hidayat, B., Kalsum, N., dan Surfiana. 2009. Karakterisasi Tepung Ubi Kayu
Modifikasi yang Diproses Menggunakan Metode Gelatinisasi Sebagian.
Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. 14(2):148-158.
Honestin, T. dan Syamsir, E. 2009. Karakteristik Fisiko-Kimia Tepung Ubi Jalar
(Ipomoes batatas) Varietas Sukuh dengan Variasi Proses Penepungan.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 20(2):90-95.
Hoseney R.C. and Rogers, D.E. 1994. Mechanism of Sugar Functionality in
Cookies : The Science of Cookie and Cracker Production. 1st Ed. In:
Faridi, H. (editor). American Association of Cereal Chemists. St. Paul.
MN.
Huang, D.P., dan Rooney, L.W. 2001. Starches for Snacks Foods dalam Snack
Foods Processing. Lusas, R.W., dan Rooney, L.W. (editor). CRC Press.
New York.
Imam, R.H., Mutiara, P., dan Nurheni, S.P. 2014. Konsistensi Mutu Pilus
Tepung Tapioka: Identifikasi Parameter Utama Penentu Kerenyahan.
Jurnal Mutu Pangan. 1(2):91-99.
Jauhariah. 2013. Snack Bar Rendah Fosfor dan Protein Berbasis Produk Olahan
Beras. (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang.
Jaya, S. and Das, H. 2005. Accelerated Storage, Shelf Life and Color of Mango
Powder. Journal of Food Processing and Preservation. 29(1):45-62.
Jiao, Y., Jiang, Y., Zhai, W., and Yang, Z.. 2012. Studies on Antioxidant
Capacity of Anthocyanin Extract From Purple Sweet Potato (Ipomoea
Batatas L.). African Journal of Biotechnology. 11(27):7046-7054.
Karim, M. 2013. Analisis Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Otak-Otak
dengan Bahan Baku Ikan Berbeda. Jurnal Balik Dewa. 4(1):25-31.
Kearsley, M.W., and Dziedzic, N.A.. 1995. Handbook of Starch Hydrolysis
Product and Their Derivatives. Blackie Academic and Profesional.
Glosgow.
82
Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Komoditas Hortikultura Tahun 2016
(Pisang). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian
Pertanian. Jakarta.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press.
Jakarta.
Kumalaningsih, S. 2008. Antioksidan, Sumber, dan Manfaatnya. Antioxidant
Centre Online. Home page on-line. Available from http://antioxidant-
centre.com/index.php/Antioksidan/3.-Antioksidan-Sumber Sumber-
Manfaatnya.html. Diakses 8 September 2018.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan : Komponen Makro. PT. Dian Rakyat.
Jakarta. 264 hlm
Ladamay, N.A. dan Yuwono, S.S. 2014. Pemanfaatan Bahan Lokal dalam
Pembuatan Foodbars (Kajian Rasio Tapioka: Tepung Kacang Hijau dan
Proporsi CMC). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(1):67-78.
Liljeberg, H., Akerberg, and Bjorckk, I. 1996. Resistant Stacrh Formation in
Bread as Influenced by Choice of Ingredients or Baking Conditions. Food
Chemistry. 56(4):389-394.
Lineback, D.R. 1984. The Starch Granule Organization and Properties. Bakers
Digest. 58(2):16–21.
Maulidya, A. 2007. Kajian Pembuatan Yoghurt Susu Jagung sebagai Minuman
Probiotik Menggunakan Campuran Kultur Lactobacillus delbruekii subsp.
Bulgaricus, Streptococcus salivarus subsp., Thermophilus dan Lactobacillus
casei subsp. Rhamnosus. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Melianawati, A. 1998. Karakteristik Produk Ekstrusi Campuran Menir Beras –
Tepung Pisang – Kedelai Olahan. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 111 hlm
Moehyl, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhratara.
Jakarta.
Moorthy, S.N., and Balagopalan, C. 2010. Physicochemical Properties of
Enzymatically Separated Starch from Sweet Potato. Diakses dari
www.moorthy.co.in. 10 April 2018.
Muchtadi, T.R., Hariyadi, P., dan Ahza, A.B. 1988. Teknologi Pemasakan
Ekstrusi. LSI-IPB. Bogor.
Mudjajanto, E.S. dan Yulianti, L.N. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar
Swadaya. Jakarta.
83
Munarso, S.J. 1998. Modifikasi Sifat Fungsional Tepung Beras dan Aplikasinya
dalam Pembuatan Mie Beras Instan. (Disertasi). Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Murtiningsih dan Suryanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi
Olahannya. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 132 hlm
Mustakim, M. 2012. Pengembangan Produk Flakes dari Campuran Terigu, Pati
Garut, dan Tepung Koro Pedang Putih. (Skripsi). Teknologi Hasil
Pertanian UGM. Yogyakarta.
Mustakim, M. 2014. Budidaya Kacang Hijau. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Nida, E.H., Melly, N., dan Rohaya, S. 2013. Kandungan Antosianin dan
Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar Ungu Segar dan Produk Olahannya. Jurnal
Agritech. 33:296-302.
Ningsih, N.Y. 2015. Pengaruh Lama Pendinginan terhadap Kandungan Pati
Resisten Tepung Ubi Jalar Ungu Termodifikasi. (Skripsi). Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Nurdjanah, S., Yuliana, N., Sapta A.Z., dan Ervinda, I.N. 2017. Kharakteristik
Muffin dari Tepung Ubi Jalar Ungu Kaya Pati Resisten. Majalah Teknologi
Agroindustri (Tegi). 9(2):1-10.
Nurjanah, S. 1991. Ekstraksi dan Karakterisasi Pati Pisang Ambon. (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nuryati, T., Sutarto, Khamin, M., dan Hardjosworo. 2002. Sukses Menetaskan
Telur Edisi ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta.
Oktavianti, V.C. dan Putri, W.D.R. 2015. Pengaruh Modifikasi Fisik Annealing
terhadap Karakteristik Tepung Ubi Jalar Ungu Varietas Ayamurasaki.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 551-559.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan. Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta.
Permatasari, N.A. 2007. Karakterisasi Pati Jagung Varietas Unggul Nasional.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Piyada, K., Waranyou, S., and Thawien, W. 2013. Mechanical, thermal and
structural properties of rice starch films reinforced with rice starch
nanocrystals. International Food Research Journal. 20(1):439-449.
Prabawati, S., Suyanti, dan Setyabudi, D.A. 2008. Teknologi Pascapanen dan
Teknik Pengolahan Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian, Bogor. 68 hlm
84
Pricilya, V., Bambang, W., dan Andriani, M. 2015. Daya Terima Proporsi
Kacang Hiijau (Phaseolus radiate L.) dan Bekatul (Rice bran) Terhadap
Kandungan Serat pada Snack Bar. Jurnal Media Gizi Indonesia.
10(2):136-140.
Purwanti. 2008. Kandungan dan Khasiat Kacang Hijau. UGM-Press.
Yogyakarta.
Purwono dan Hartono, R. 2005. Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta. 56
hlm
Rachmayani, N., Rahayu, W.P., Nur, D.F., dan Syamsir, E. 2012. Snack Bar
Tinggi Serat Berbasis Tepung Ampas Tahu (Okara) dan Tepung Ubi Ungu.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 28(2):139-149.
Rahayu, E.A. 1993. Pengembangan Produk Modifikasi Kacang Hijau. (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ranhotra, G.S., Gelroth, J.A., Astroth, K., and Eisenbraun, G.J. 1991. Effect of
Resistant Starch on Intestinal Responses in Rats. Cereal Chemistry.
68(2):130-132.
Ratnasari, D. dan Yunianta. 2015. Pengaruh Tepung Kacang Hijau, Tepung
Labu Kuning, Margarin Terhadap Fisikokimia dan Organoleptik Biskuit.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4):1652-1661.
Retnaningsih, C.H. 2008. Potensi Fraksi Aktif Antioksidan, Anti Kolesterol
Kacang Koro (Mucuma Pruriens) dalam Pencegahan Aterosklerosis.
Laporan Penelitian Hibah Bersaing DIKTI 2008/2009 UKS. Semarang.
Richana, N. 2012. Ubi Kayu dan Ubi Jalar. Nuansa Cendikiawa. Bandung.
Rufaizah, U. 2011. Pemanfaatan Tepung Sorghum (Sorghom bicolor L. Moench)
pada Pembuatan Snack Bar Tinggi Serat Pangan dan Sumber Zat Besi untuk
Remaja Puteri (Paradisiaca). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rukmana, R. 1997. Kacang Hijau Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius.
Yogyakarta. Hlm 34-35.
Setyaningsih, D., Apriyantono, A., dan Sari, M.P. 2010. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.
Setyaningtyas, A.G. 2008. Formulasi Produk Pangan Darurat Berbasis Tepung
Ubi Jalar, Tepung Pisang, dan Tepung Kacang Hijau Menggunakan
Teknologi Intermediate Moisture Food (IMF). (Skripsi). Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
85
Siagian, R.A. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik
Pangan, Indeks Glikemik dan Beban Glikemik Beberapa Jenis Pangan
Indeks Glikemik Pangan: Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sitoresmi, M.A. 2012. Pengaruh Lama Pemanggangan dan Ukuran Tebal Tempe
terhadap Komposisi Proksimat Tempe Kedelai. (Skripsi). Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Soedarsono. 2014. Ubi Ungu: Cara Murah Gempur Kanker. Penerbit Liris.
Surabaya.
Soemarno. 2007. Rancangan Teknologi Proses Pengolahan Tapioka dan
Produk-Produknya. Universitas Brawijaya. Malang.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1998. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Suharyanto. 2009. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Jurusan
Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu.
Suparmi. 2013. Kulit Pisang Ambon Kuning : Sumber Vitamin A Potensial.
Sultan Agung. 50(130):35-45.
Suparmo dan Sudarmanto. 1991. Proses Pengolahan Tebu. PAU Pangan dan
Gizi. UGM. Yogyakarta.
Suryani, A., Hambali, E., dan Hidayat, E. 2007. Membuat Aneka Abon. Penebar
Swadaya. Jakarta. 63 hlm
Susilawati dan Medikasari. 2008. Kajian Formulasi Tepung Terigu dan Tepung
dari Berbagai Jenis Ubi Jalar sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit Non-
Flaky Crackers. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II 2008.
Universitas Lampung.
Suyanti. 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Swadaya.
Jakarta.
Suyanti dan Supriyadi, A. 2008. Pisang, Budi Daya, Pengolahan, dan Prospek
Pasar. Penebar Swadaya. Bandung.
Syahri, A.R.H. 2011. Eksplorasi Tekstur dan Protein Tahu Komersial. (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Maltodekstrin dan Susu Skim
terhadap Karakteristik Yoghurt Kacang Hijau (Phaseoulus radiates L.).
http://eprints.undip.ac.id/22692/I/B-03.pdf. Diakses 10 April 2018.
86
Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada
Proses Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus L.). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010.
Universitas Diponegoro.
Ummi. 2011. Pemanfaatan Tepung Sorghum (Sorghum bicolor L moench) pada
Pembuatan Snack Bar Tinggi Serat Pangan dan Sumber Zat Besi untuk
Remaja Puteri. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Whistler, R.L., dan BeMiller, J.N. 2009. Starch, Chemistry and Technology.
Academic Press. United States of America.
Widjanarko, S. 2008. Efek Pengolahan Terhadap Komposisi Kimia & Fisik Ubi
Jalar Ungu dan Kuning. http://simonbwidjanarko.wordpress.com. Diakses
19 Mei 2018.
Winarno, F.G., Fardiaz, S., dan Fardiaz, Z. 1981. Pengantar Teknologi Pangan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Terbaru. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 253 hlm
Wirakusumah. 2007. 202 Jus Buah dan Sayuran untuk Menjaga Kesehatan dan
Kebugaran Anda. Penebar Plus. Jakarta. 185 hlm
Yuliarti, N. 2011. 1001 Khasiat Buah-Buahan. C.V Andi Offset. Yogyakarta.
Hlm 95-101
Zoumas, B.L., Armstrong, L.E., Backstrand, J.R., Chenoweth, W.L., Chinachoti,
P., Klein, B.P., Lane, H.W., Marsh, K.S., and Tolvanen, M.. 2002. High-
Energy, Nutrien-Dense Emergency Relief Food Product. Food and Nutrition
Board: Institute of Medicine. National Academy Press. Washington DC.