sifat fisik dan kesukaan sensoris kulit bakpia...
TRANSCRIPT
SIFAT FISIK DAN KESUKAAN SENSORIS KULIT BAKPIA YANG DISUBSITUSI DENGAN TEPUNG SINGKONG
NASKAH PUBLIKASI
Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Ijazah S1 Gizi
Disusun Oleh:
ASTI NUGRAHANI J31 090 007
PROGRAM STUDI GIZI S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
1
NUTRITION DEPARTMENT
FACULTY OF HEALTH SCIENCE
MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA
THESIS
ABSTRACT
ASTI NUGRAHANI. J310090007
PHYSICAL PROPERTIES AND SENSORY PREFERENCE OF BAKPIA SKIN SUBSTITUTED WITH CASSAVA FLOUR.
Background : Physical characteristics and sensory acceptance of bakpia skin is affected by composition of the materials used include materials substituent. Objective : The purpose of this study was to determine the physical properties and sensory preferences of bakpia skin substituted with cassava flour. Method : The completely randomized design was used in the research, with vary in cassava flour, were 0%, 20%, 40%, and 60%. Data were analyzed using one way ANOVA at a level 95%, followed by Duncan test.
Result : The result indicated that there was influence of cassava flour substitution against bakpia skin hardness. The highest hardness level of bakpia skin was displayed by cassava flour 60% (2113,5 gf), however the lowest hardness was revealed by 0% (1224,8 gf). The “L value” and “b value” of bakpia skin color did not affected by cassava flour. There was effect of cassava flour substitution, however, on the “a value” of bakpia skin. Cassava flour 40% gave the highest a value (1,3), but the lowest was showed by 0% (-1,9). Most of the panelists preferred the bakpia skin substituted 40% cassava flour.
Conclusion : There are effect of cassava flour substitution on physical characteristics (hardness and color) and sensory preference of bakpia skin.
Keywords: cassava flour, bakpia skin, physical, sensory
Bibliography: 42: 1982-2013
2
A. PENDAHULUAN
Impor terigu dapat dikurangi dengan memanfaatkan bahan pangan lokal.
Salah satu bahan pangan lokal yang dapat digunakan sebagai substitusi tepung
terigu adalah umbi-umbian misalnya, singkong.
Singkong mempunyai indeks glikemik yang lebih rendah dari tepung terigu.
Indeks glikemik singkong adalah 46 (Rimbawan dan Siagian, 2004), sedangkan
indeks glikemik tepung terigu adalah 70 (Faidah dan Estiasih, 2009). Singkong
dapat digunakan sebagai pangan alternatif diet bagi penderita diabetes mellitus
karena mempunyai indeks glikemik yang rendah.
Dalam 100 gram tepung singkong terdapat energi sebesar 363 kal, protein 1,1
gram, lemak 0,5 gram, karbohidrat 88,2 gram (Daftar Komposisi Bahan Makanan,
2005). Tepung singkong dapat dijadikan sebagai bahan baku berbagai jenis
makanan, misalnya mie kering (Mariyani, 2011), roti (Rahman, 1997), dan cookies
(Pamungkas, 2008) yang biasanya berbahan baku tepung terigu. Tepung singkong
juga dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat kulit bakpia.
Penelitian tentang kulit bakpia belum banyak dilakukan. Salah satu penelitian
yang dilakukan adalah pembuatan kulit bakpia dengan substitusi bekatul. Hasil
penelitian menunjukkan substitusi bekatul sebanyak 5% disukai oleh panelis.
Substitusi ini menghasilkan bakpia yang bertekstur renyah, kulit berlapis dan rasa
manis (Sagita, 2012).
Faktor yang mempengaruhi tekstur bahan pangan antara lain perbandingan
kandungan protein-lemak, jenis protein, suhu pengolahan dan kadar air (Purnomo,
1995).
Unsur lain dari sifat fisik adalah warna. Ada lima faktor yang menyebabkan
suatu bahan makanan berwarna. Kelima faktor tersebut adalah, pertama, pigmen
yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan. Kedua, reaksi karamelisasi
yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna. Ketiga, warna gelap yang
timbul karena reaksi maillard. Keempat, reaksi antara organik dengan udara akan
menghasilkan warna hitam atau coklat gelap. Kelima, penambahan zat warna baik
yang alami maupun zat sintetik, yang termasuk dalam golongan bahan aditif
makanan (Winarno, 2004).
3
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian mengenai sifat
fisik dan kesukaan sensoris kulit bakpia yang disubstitusi dengan tepung
singkong.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik dan kesukaan
sensoris kulit bakpia yang disubstitusi menggunakan tepung singkong.
B. BAHAN DAN METODE
1. Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah singkong. Singkong diperoleh dari pasar
tradisional.
2. Metode
a. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap
dengan variasi perbandingan tepung terigu dan tepung singkong dengan
perlakuan sebagai berikut:
1. Substitusi 0% : 100% tepung terigu: 0% tepung singkong
2. Substitusi 20% : 80% tepung terigu: 20% tepung singkong
3. Substitusi 40% : 60% tepung terigu: 40% tepung singkong
4. Substitusi 60% : 40% tepung terigu: 60% tepung singkong
Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan analisa sehingga total
percobaan 4 x 3 = 12 satuan percobaan. Bagan rancangan percobaan dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1
Bagan Rancangan Penelitian
KB-0 KB-20 KB-40 KB
SF
KS
SF
KS
SF
KS
SF
KS
T1 W1 T1 W1 T1 W1 T1 W1
T2 W2 T2 W2 T2 W2 T2 W2
T3 W3 T3 W3 T3 W3 T3 W3
4
Keterangan :
KB-0 : Kulit Bakpia yang disubstitusi tepung singkong 0%
KB-20 : Kulit Bakpia yang disubstitusi tepung singkong 20%
KB-40 : Kulit Bakpia yang disubstitusi tepung singkong 40%
KB-60 : Kulit Bakpia yang disubstitusi tepung singkong 60%
SF : Analisa Sifat Fisik
T1 : Tekstur ulangan 1
T2 : Tekstur ulangan 2
T3 : Tekstur ulangan 3
W1 : Warna ulangan 1
W2 : Warna ulangan 2
W3 : Warna ulangan 3
KS : Kesukaan Sensoris
b. Prosedur pembuatan tepung singkong (modifikasi Pusbangtepa, 1990) adalah
sebagai berikut:
1). Pencucian singkong segar, untuk membersihkan tanah dan kotoran yang
menempel,
2). Singkong yang telah dibersihkan kemudian dikupas dilanjutkan dengan
pencucian singkong,
3). Singkong diserut kemudian dikeringkan,
4). Proses pengeringan dapat dilakukan dengan oven selama 22 jam dengan
suhu 700C. Setelah dikeringkan kemudian diblender dan diayak sehingga
menghasilkan tepung singkong dengan tingkat kelembutan 60 mesh.
c. Prosedur pembuatan kulit bakpia adalah sebagai berikut:
1). Bahan A : Tepung terigu dan tepung singkong dicampur.
2). Bahan B : Gula pasir, garam, air, minyak, dan margarin dilarutkan hingga
homogen.
3). Bahan A dan B dicampurkan kemudian diuleni hingga adonan kalis/tidak
lengket.
4). Adonan diinkubasi selama 30 menit agar adonan mengembang.
5
5). Adonan dicetak seukuran kelereng dan pipihkan.
6). Adonan kulit bakpia siap di oven pada suhu 1100 C selama 20 menit.
d. Prosedur penentuan tingkat kekerasan pada tekstur kulit bakpia
Pengukuran sifat fisik, yaitu pengukuran tingkat kekerasan pada tekstur
kulit bakpia dilakukan dengan menggunakan alat Lloyd Texture Analyser.
Prosedur penentuan tingkat kekerasan pada tekstur kulit bakpia adalah
sebagai berikut:
1). Mempersiapkan alat Lloyd Texture Analyser. Alat ini memakai sistem
komputer,
2). Alat tersebut disesuaikan dengan jenis probe (pisau) dan sampel yang
akan diuji,
3). Probe yang digunakan dalam penelitian ini adalah ball probe,
4). Ketika alat dioperasikan, probe akan memberi gaya tekan atau kompresi
pada sampel,
5). Hasilnya berupa kurva pada monitor komputer. Nilai kekerasan adalah
besarnya gaya tekan untuk menekan produk padat, dinyatakan dalam
gram force (gf) (De mann, 1997).
e. Prosedur penentuan warna kulit bakpia
Pengujian warna kulit bakpia menggunakan alat Minolta Reflectance
Chromameter. Prosedur penentuan warna kulit bakpia adalah sebagai berikut:
1). Mempersiapkan alat Minolta Reflectance Chromameter (CR-400) untuk
pengujian warna,
2). Meletakkan kulit bakpia pada wadah yang telah tersedia,
3). Mengatur kalibrasi awal Chromameter dengan standar Y= 93,9;
X= .3134; y= .3193,
4). Hasilnya berupa nilai L, a dan b (Sihombing, 2007).
6
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kekerasan .
Kekerasan merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat daya tekan
yang diberikan (Apriani, 2009). Pengukuran tingkat kekerasan pada tekstur kulit
bakpia menggunakan alat Lloyd Texture Analyser. Hasil uji kekerasan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Kekerasan Kulit Bakpia yang Disubstitusi Tepung Singkong pada Berbagai
Kosentrasi
Substitusi tepung singkong Keke rasan (gf)
0% 1224,8 ± 3,5a
20% 1377,6 ± 147,2a
40% 1673,8 ± 14,1ab
60% 2113,5 ± 280,5b
Nilai sig. (p) 0,022
Hasil analisis Anova satu arah diperoleh nilai sig. = 0,022 (p<0,05). Dengan
demikian ada pengaruh subsitusi tepung singkong terhadap kekerasan kulit
bakpia. Hasil Duncan substitusi 0% tidak berbeda nyata dengan substitusi 20%,
40%, tetapi berbeda nyata dengan substitusi 60%.
Berdasarkan hasil kekerasan kulit bakpia pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
semakin tinggi subsitusi tepung singkong kekerasan semakin meningkat. Hasil ini
menunjukkan bahwa besar gaya yang diperlukan untuk mendeformasi masing-
masing kulit bakpia dengan substitusi 0%, 20%, 40%, dan 60% semakin
meningkat. Perbedaan tingkat kekerasan pada kulit bakpia dipengaruhi oleh
persentase tepung singkong yang ditambahkan.
Kadar amilosa yang tinggi menyebabkan produk semakin keras (Haryadi,
2006). Karena kadar amilosa singkong (27,38%) lebih tinggi dari tepung terigu
(25%) makan semakin banyak substitusi tepung singkong akan meningkatkan
kekerasan kulit bakpia.
7
2. Warna
Pengujian warna dilakukan dengan alat Minolta Reflectance Chromameter
(CR-400). Hasil uji warna (nilai L) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Warna Kulit (Nilai L) yang Disubstitusi Tepung Singkong
pada Berbagai Konsentrasi
Substitusi tepung singkong Lightness
0% 70,9 ± 2,1a
20% 70,5 ± 3,7a
40% 70 ± 3,3a
60% 68,2 ± 1,3a Nilai sig. (p) 0,667
Hasil analisis Anova satu arah untuk Lightness (L) diperoleh nilai sig. =
0,667 (p>0,05). Dengan demikian tidak ada pengaruh subsitusi tepung singkong
terhadap tingkat kecerahan kulit bakpia.
Nilai L (lightness) berhubungan dengan derajat kecerahan, yang berkisar
antara nol sampai seratus pada alat kromameter. Nilai L yang mendekati 100
menunjukkan sampel yang dianalisis memiliki kecerahan tinggi (terang)
sedangkan nilai L yang mendekati nol menunjukkan sampel memiliki kecerahan
rendah (gelap). Nilai L pada penelitian ini menunjukkan tingkat kecerahan kulit
bakpia termasuk cukup cerah. Pada penelitian ini semakin besar persentase
tepung singkong nilai L semakin menurun. Hal ini disebabkan karena adanya
reaksi mailard yaitu reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi
dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan produk
berwarna coklat (Winarno, 2004). Hasil uji warna (nilai a) dapat dilihat pada Tabel
3.
8
Tabel 3 Warna Kulit (Nilai a/ redness) yang Disubstitusi Tepung Singkong
pada Berbagai Konsentrasi
Substitusi tepung singkong Nilai a
0% -1,9± 0,4a
20% 0,3 ± 1,9b
40% 1,3 ± 0,8b 60% 0,8 ± 0,2b
Nilai sig. (p) 0,027
Hasil analisis Anova satu arah untuk a diperoleh nilai sig. = 0,027 (p<0,05).
Dengan demikian terdapat pengaruh tingkat nilai kemerahan kulit bakpia tanpa
substitusi tepung singkong dan yang disubtitusi tepung singkong. Hasil analisis
Duncan substitusi 0% berbeda nyata dengan 20% 40% dan 60%.
Nilai a kulit bakpia yang disubstitusi dengan tepung singkong tertinggi pada
substitusi tepung singkong 40%. Nilai a merupakan warna campuran merah-
hijau. Nilai a+ antara 0-60 untuk warna merah sedangkan a- antara 0-(-60) untuk
warna hijau.
Nilai a pada kulit bakpia yang disubsitusi tepung singkong 0% 20%, 40% dan
60% cenderung berwarna jingga. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tepung
singkong substitusi 40% memiliki warna jingga yang paling cerah diantara
substitusi tepung singkong lainnya.
Hasil uji warna (nilai b/ yellowness) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Warna Kulit (Nilai b/ yellowness) yang Disubstitusi Tepung Singkong
pada Berbagai Konsentrasi
Substitusi tepung singkong Nilai b
0% 27,8 ± 0,5a
20% 28,3 ± 2,8a
40% 28,1 ± 3,8a
60% 27,7 ± 1a
Nilai Sig. (p) 0,985
Hasil analisis Anova satu arah untuk b diperoleh nilai sig. = 0,985 (p>0,05).
Dengan demikian tidak terdapat perbedaan nilai b kulit bakpia tanpa substitusi
9
tepung singkong dan yang disubtitusi tepung singkong. Nilai b merupakan warna
campuran biru-kuning. Nilai b+ antara 0-60 untuk warna kuning sedangkan nilai
b- antara 0-(-60) untuk warna biru. Nilai b pada kulit bakpia yang disubsitusi
tepung singkong 0% 20%, 40% dan 60% cenderung berwarna jingga
kekuningan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tepung singkong substitusi
20% memiliki warna jingga kekuningan yang paling cerah diantara substitusi
tepung singkong lainnya.
3. Kesukaan Sensoris
Kesukaan sensoris kulit bakpia adalah salah satu cara untuk mengetahui
penerimaan dan penilaian panelis terhadap suatu produk. Hasil uji kesukaan
sensoris dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Skor Uji Kesukaan Sensoris Kulit Bakpia yang Disubstitusi Tepung Singkong
pada Berbagai Konsentrasi
Substitusi tepung Warna Aroma Ras a Tekstur Keseluruhan singkong 0% 4,7±1,4a 4,4±1a 5,3±1,1a 4,9±1,2a 5,2±1,1a
20% 5,1±1,4a 4,9±1,3a 5,4±1,1a 5,2±1,3a 5,4±0,9a
40% 5,7±1,1b 4,8±1,2a 5,6±1,4a 5,5±1,2a 5,6±1,1a
60% 4,9±1,2a 4,7±1,5a 5,4±1,4a 5 ±1,5a 5,5±1,3a
Nilai sig. (p) 0,017 0,435 0,830 0,238 0,570
Berdasarkan rata-rata hasil uji kesukaan diketahui penilaian panelis
terhadap warna kulit bakpia substitusi tepung singkong 0% diperoleh nilai sig.=
0,017 (p<0,05). Hal ini menunjukkan ada pengaruh substitusi tepung singkong
terhadap kesukaan sensoris warna kulit bakpia. Pada keempat parameter
kesukaan sensoris aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan menunjukkan tidak ada
pengaruh yang nyata pada kesukaan sensoris kulit bakpia.
Warna pada kulit bakpia terjadi akibat adanya reaksi mailard yaitu reaksi-
reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina
primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan produk berwarna coklat (Winarno,
2004).
10
Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh senyawa yang mudah
menguap. Aroma yang dikeluarkan setiap makanan berbeda-beda. Selain itu,
cara memasak yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula
(Moehyi, 1992). Aroma kulit bakpia dengan substitusi tepung singkong
dipengaruhi oleh banyaknya persentase tepung singkong yang ditambahkan.
Beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan
adalah aroma makanan, bumbu dan bahan makanan, keempukan atau
kerenyahan makanan, tingkat kematangan produk, dan temperatur produk
makanan (Meilgaard dkk, 2000). Rasa kulit bakpia adalah gurih. Rasa kulit
bakpia dengan substitusi tepung singkong dipengaruhi oleh banyaknya
persentase tepung singkong yang ditambahkan.
Faktor yang mempengaruhi tekstur bahan pangan antara lain perbandingan
kandungan protein-lemak, jenis protein, suhu pengolahan dan kadar air
(Purnomo, 1995). Selain itu bahan-bahan aditif juga mempengaruhi tekstur suatu
produk termasuk penambahan tepung singkong pada pembuatan kulit bakpia.
Kesukaan sensoris menunjukkan produk baru yang memanfaatkan potensi
bahan pangan lokal non terigu dapat diterima konsumen dan dapat bermanfaat
untuk pengurangan bahan pangan berbasis tepung terigu.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Ada pengaruh substitusi tepung singkong terhadap kekerasan kulit bakpia.
Kulit bakpia dengan kekerasan tertinggi diberikan oleh substitusi 60 %
(2113,5 gf) yang terendah adalah substitusi 0% (1224,8 gf).
b. Tidak ada pengaruh substitusi tepung singkong terhadap tingkat kecerahan
(nilai L) dan nilai b kulit bakpia namun ada pengaruh terhadap nilai a kulit
bakpia. Nilai a tertinggi kulit bakpia diberikan oleh substitusi 40% (1,3) yang
terendah diberikan oleh substitusi 0% (-1,9).
c. Sebagian besar panelis lebih menyukai substitusi tepung singkong sebesar
40%.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disarankan bahwa dalam pembuatan kulit
bakpia disubstitusikan tepung singkong 40%
11
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, RN. 2009. Mempelajari Pengaruh Ukuran Partikel dan Kadar Air Tepung Jagung Serta Kecepatan Ulir Ekstruder Terhadap Karakteristik Snack Ekstrusi. Skripsi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
DeMan, JM. 1997. Kimia Makanan. Dialihbahsakan oleh K. Padmawinata. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Kusumawati, DD., Amanto, BS., Muhammad, DRA. 2012. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Sensori Tepung Biji Nangka. Jurnal Teknosains Pangan Vol. 1 No. 1.
Mariyani, N. 2011. Pembuatan Mie Kering Berbahan Baku Tepung Singkong dan Mocal (Modified Cassava Flour). Jurnal Sains Terapan. Vol.1 No.1 hal 51-69.
Marsono, Y dan Astanu, WP. 2002. Pengkayaan Protein Mie Instan dengan Tepung Tahu. Agritech Vol. 22 No. 3 : 99-103.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharata. Jakarta.
Purnomo, H. 1990. Kajian Mutu Daging, Bakso Urat dan Bakso Aci di Bogor. Skripsi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Pusbangtepa. 1990. Paket Industri Pangan. Buletin Pusbangtepa. Vol.8 No.19 Hal 57-66.
Rahman, S. 2010. Formulasi Tepung Kentang Hitam (Solerostemon rotundifolius) dan Tepung Terigu terhadap Beberapa Komponen Mutu Roti Tawar. Skripsi. Program Pasca Sarjana. Universitas Mataram. Mataram.
Sihombing, PA. 2007. Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) sebagai Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.