sianida umbi kyu

4
YUNINGSIH: PERLAKUAN PENURUNAN KANDUNGAN SIANIDA PADA UBI KAYU 58 Perlakuan Penurunan Kandungan Sianida Ubi Kayu untuk Pakan Ternak Yuningsih Balai Besar Penelitian Veteriner Jl. Martadinata No. 122 Bogor, Jawa Barat ABSTRACT. A Treatment Reduction on Cyanide Content of Cassava for Livestock Feed. A high and fluctuating prices of raw materials used in mixed feed, causing cassava as a good choice for an alternative source for feed. Several varieties of cassava roots contain a high level of cyanide which is toxic and dangerous for animal live. Some cassava granules and tapioca samples were reported contain a high level of cyanide of more than 100 ppm. Techniques for reducing cyanide content in cassava, therefore is needed. Research for decreasing cyanide content in cassava was carried out at Research Institute for Veterinary Science, Bogor, from July to August 1998. Samples of bitter cassava from Tapioca Industry farm, Bogor and karet cassava from Cikeumeuh experimental farm, Bogor, were used as material, in a form of fresh tubers and peeled cassava. Cyanide content was analysed every hours during seven hours of drying. The result showed that bitter cassava decreased its cyanide content to 79.40 ppm for fresh tuber (decreased 34%) and to 148.40 ppm (24%) for peeled cassava. Karet cassava decreased its cyanide content to 11.86 ppm cyanide (4%) for fresh tuber and 2.13 ppm cyanide (2%) for peeled cassava. Karet cassava had decreased its cyanide content after 3 hrs of heating to a level of 33.64 ppm and 11.06 ppm which is suitable for animal feed. Bitter cassava after 7 hrs of heating remains to contain a high level of cyanide which is considered not safe for animal feed. Keywords: Cassava, cyanide, chopping, heating, animal feed ABSTRAK. Tingginya harga bahan pakan ternak menjadikan ubi kayu menjadi salah satu sumber pakan alternatif, tetapi beberapa jenis ubi kayu mengandung racun sianida tinggi (>50 ppm), yang sangat berbahaya bagi ternak maupun manusia. Masih ditemukan sampel ubi kayu kering (granul) dan tapioka mengandung sianida tinggi (>100 ppm). Oleh karena itu, diperlukan teknik penurunan sianida ubi kayu. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Veteriner, Bogor, pada bulan Juli dan Agustus 1998. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi teknik penurunan sianida ubi kayu sampai pada tingkat tidak berbahaya (< 50 ppm) dan aman dikonsumsi ternak. Penelitian ini terdiri atas tiga tahap: 1) sampling ubi kayu pahit dan ubi kayu karet, masing-masing dari perkebunan milik pabrik tapioka di Bogor dan Kebun Percobaan Cikeumeuh, Bogor, 2) pencacahan umbi dan kulitnya, kemudian hasil pencacahan dipanaskan selama 7 jam dalam oven dengan suhu 37-40 o C, 3) masing-masing bahan dianalisis sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan setiap jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan sianida umbi dan kulit ubi kayu pahit masing-masing menjadi 79,4 ppm dan 148,4 ppm atau masing-masing turun 33,9% dan 23,6%. Pada umbi dan kulit ubi kayu karet, penurunan sianida masing-masing menjadi 11,9 ppm dan 2,1 ppm atau prosen penurunannya masing-masing turun 4,1% dan 1,6%. Ubi kayu karet lebih cepat menurun kadar sianidanya daripada ubi kayu pahit. Setelah 3 jam perlakuan pemanasan, kadar sianida pada umbi dan kulit ubi kayu karet masing-masing turun menjadi 33,6 ppm dan 11,1 ppm dan sudah aman untuk dikonsumsi ternak (<50 ppm). Pada ubi kayu pahit, kadar sianida setelah perlakuan pemanasan sampai 7 jam masih pada tingkat berbahaya (>50 ppm). Kata kunci: Ubi kayu, sianida, pencacahan, pemanasan, pakan ternak S ebagian peternak menggunakan umbi, daun, dan kulit ubi kayu (Manihot sp.) sebagai pakan ternak, yang merupakan salah satu sumber pakan alternatif. Dengan tinggi dan berfluktuasinya harga bahan baku pakan, maka penggunaan daun, umbi, dan kulit ubi kayu untuk pakan merupakan kemajuan dalam perkembangan industri peternakan. Di Jerman penggunaan ubi kayu untuk pakan babi mencapai 40%, sapi 25%, dan ayam 20%. Sementara di Belanda dan Belgia penggunaannya untuk pakan ternak lebih rendah (Integrated Cassava Project 2007). Dengan pesatnya pemakaian ubi kayu sebagai pakan ternak, Masyarakat Ekonomi Eropa mengimpor 6 juta ton ubi kayu setiap tahun dalam bentuk pelet atau granul. Thailand dan Indonesia merupakan negara pengekspor ubi kayu (bentuk pelet) terbesar di dunia (Oguntimein 1992). Karakterisasi ubi kayu umumnya berdasarkan rasa manis atau pahit, sehingga dikenal sebutan ubi kayu manis dan ubi kayu pahit, yang dapat dihubungkan dengan tinggi rendahnya kandungan sianida (Bokanga 2001). Ubi kayu pahit umumnya mengandung sianida lebih tinggi dari ubi kayu manis dan dapat menyebabkan keracunan dengan gejala lemah dan muntah dalam beberapa menit setelah mengkonsumsinya (Espinoza et al. 1992). Osweiler et al. (1976) menyatakan bahwa racun sianida cukup cepat reaksinya dalam tubuh dan paling toksik dibandingkan dengan jenis racun lainnya. Dengan dosis yang cukup rendah (0,5-3,5 mg/kg), sianida sudah dapat mematikan hampir semua spesies hewan. Dengan bahayanya racun sianida dalam ubi kayu, banyak penelitian mengenai analisis sianogen (sianida) dalam beberapa varitas ubi kayu. Menurut Bokanga (2001), sebanyak 67 varietas ubi kayu yang dianalisis mengandung sianida 31-630 mg/kg dalam umbi segar dan 540-1450 mg/kg dalam daun segar. Potensi sianida ini hampir sama dengan hasil penelitian International Institute of Tropical Agriculture (IITA), yaitu sianida dari 851 genotipe (di Nigeria) dan 560 genotipe dari Columbia Centro Internacional de Agricultura Tropical (CIAT)) (Bokanga 1994, dalam Bokanga 2001). Menurut Tewe (2004), ubi kayu segar umumnya mengandung sianida 15-400 ppm. Kandungan sianida terendah yang pernah

Upload: januarerlangga

Post on 19-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

CN-

TRANSCRIPT

Page 1: Sianida Umbi Kyu

YUNINGSIH: PERLAKUAN PENURUNAN KANDUNGAN SIANIDA PADA UBI KAYU

58

Perlakuan Penurunan Kandungan SianidaUbi Kayu untuk Pakan Ternak

Yuningsih

Balai Besar Penelitian VeterinerJl. Martadinata No. 122 Bogor, Jawa Barat

ABSTRACT. A Treatment Reduction on Cyanide Content ofCassava for Livestock Feed. A high and fluctuating prices ofraw materials used in mixed feed, causing cassava as a goodchoice for an alternative source for feed. Several varieties ofcassava roots contain a high level of cyanide which is toxic anddangerous for animal live. Some cassava granules and tapiocasamples were reported contain a high level of cyanide of morethan 100 ppm. Techniques for reducing cyanide content in cassava,therefore is needed. Research for decreasing cyanide content incassava was carried out at Research Institute for VeterinaryScience, Bogor, from July to August 1998. Samples of bitter cassavafrom Tapioca Industry farm, Bogor and �karet cassava� fromCikeumeuh experimental farm, Bogor, were used as material, in aform of fresh tubers and peeled cassava. Cyanide content wasanalysed every hours during seven hours of drying. The resultshowed that bitter cassava decreased its cyanide content to 79.40ppm for fresh tuber (decreased 34%) and to 148.40 ppm (24%) forpeeled cassava. Karet cassava decreased its cyanide content to11.86 ppm cyanide (4%) for fresh tuber and 2.13 ppm cyanide(2%) for peeled cassava. Karet cassava had decreased its cyanidecontent after 3 hrs of heating to a level of 33.64 ppm and 11.06 ppmwhich is suitable for animal feed. Bitter cassava after 7 hrs ofheating remains to contain a high level of cyanide which isconsidered not safe for animal feed.

Keywords: Cassava, cyanide, chopping, heating, animal feed

ABSTRAK. Tingginya harga bahan pakan ternak menjadikan ubikayu menjadi salah satu sumber pakan alternatif, tetapi beberapajenis ubi kayu mengandung racun sianida tinggi (>50 ppm), yangsangat berbahaya bagi ternak maupun manusia. Masih ditemukansampel ubi kayu kering (granul) dan tapioka mengandung sianidatinggi (>100 ppm). Oleh karena itu, diperlukan teknik penurunansianida ubi kayu. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Veteriner,Bogor, pada bulan Juli dan Agustus 1998. Tujuannya adalah untukmengidentifikasi teknik penurunan sianida ubi kayu sampai padatingkat tidak berbahaya (< 50 ppm) dan aman dikonsumsi ternak.Penelitian ini terdiri atas tiga tahap: 1) sampling ubi kayu pahit danubi kayu karet, masing-masing dari perkebunan milik pabrik tapiokadi Bogor dan Kebun Percobaan Cikeumeuh, Bogor, 2) pencacahanumbi dan kulitnya, kemudian hasil pencacahan dipanaskan selama7 jam dalam oven dengan suhu 37-40oC, 3) masing-masing bahandianalisis sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan setiap jam.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan sianida umbi dankulit ubi kayu pahit masing-masing menjadi 79,4 ppm dan 148,4 ppmatau masing-masing turun 33,9% dan 23,6%. Pada umbi dan kulitubi kayu karet, penurunan sianida masing-masing menjadi 11,9 ppmdan 2,1 ppm atau prosen penurunannya masing-masing turun 4,1%dan 1,6%. Ubi kayu karet lebih cepat menurun kadar sianidanyadaripada ubi kayu pahit. Setelah 3 jam perlakuan pemanasan, kadarsianida pada umbi dan kulit ubi kayu karet masing-masing turun menjadi33,6 ppm dan 11,1 ppm dan sudah aman untuk dikonsumsi ternak(<50 ppm). Pada ubi kayu pahit, kadar sianida setelah perlakuanpemanasan sampai 7 jam masih pada tingkat berbahaya (>50 ppm).

Kata kunci: Ubi kayu, sianida, pencacahan, pemanasan, pakanternak

Sebagian peternak menggunakan umbi, daun, dankulit ubi kayu (Manihot sp.) sebagai pakan ternak,yang merupakan salah satu sumber pakan

alternatif. Dengan tinggi dan berfluktuasinya hargabahan baku pakan, maka penggunaan daun, umbi, dankulit ubi kayu untuk pakan merupakan kemajuan dalamperkembangan industri peternakan.

Di Jerman penggunaan ubi kayu untuk pakan babimencapai 40%, sapi 25%, dan ayam 20%. Sementara diBelanda dan Belgia penggunaannya untuk pakan ternaklebih rendah (Integrated Cassava Project 2007). Denganpesatnya pemakaian ubi kayu sebagai pakan ternak,Masyarakat Ekonomi Eropa mengimpor 6 juta ton ubikayu setiap tahun dalam bentuk pelet atau granul.Thailand dan Indonesia merupakan negara pengeksporubi kayu (bentuk pelet) terbesar di dunia (Oguntimein1992).

Karakterisasi ubi kayu umumnya berdasarkan rasamanis atau pahit, sehingga dikenal sebutan ubi kayumanis dan ubi kayu pahit, yang dapat dihubungkandengan tinggi rendahnya kandungan sianida (Bokanga2001). Ubi kayu pahit umumnya mengandung sianidalebih tinggi dari ubi kayu manis dan dapat menyebabkankeracunan dengan gejala lemah dan muntah dalambeberapa menit setelah mengkonsumsinya (Espinozaet al. 1992). Osweiler et al. (1976) menyatakan bahwaracun sianida cukup cepat reaksinya dalam tubuh danpaling toksik dibandingkan dengan jenis racun lainnya.Dengan dosis yang cukup rendah (0,5-3,5 mg/kg), sianidasudah dapat mematikan hampir semua spesies hewan.

Dengan bahayanya racun sianida dalam ubi kayu,banyak penelitian mengenai analisis sianogen (sianida)dalam beberapa varitas ubi kayu. Menurut Bokanga(2001), sebanyak 67 varietas ubi kayu yang dianalisismengandung sianida 31-630 mg/kg dalam umbi segardan 540-1450 mg/kg dalam daun segar. Potensi sianidaini hampir sama dengan hasil penelitian InternationalInstitute of Tropical Agriculture (IITA), yaitu sianida dari851 genotipe (di Nigeria) dan 560 genotipe dari ColumbiaCentro Internacional de Agricultura Tropical (CIAT))(Bokanga 1994, dalam Bokanga 2001). Menurut Tewe(2004), ubi kayu segar umumnya mengandung sianida15-400 ppm. Kandungan sianida terendah yang pernah

Page 2: Sianida Umbi Kyu

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009

59

dijumpai adalah 10 ppm dan tertinggi mencapai 2.000ppm.

Tingkat bahaya ubi kayu sebagai pakan ternakberdasarkan kandungan sianidanya, adalah: 1) tidakberbahaya dengan kadar sianida kurang dari 50 ppm;2) cukup berbahaya dengan kadar sianida antara 50-100 ppm; 3) sangat berbahaya dengan kadar sianidalebih besar dari 100 ppm (Bolhuis 1954). Menurut Wood(1992), ubi kayu dengan kandungan sianida kurang dari50 ppm dalam makanan cukup aman untuk ternak.

Dari sampel ubi kayu dan tapioka masih ditemukansianida yang tinggi (>100 ppm) (BB Veteriner 2007), yangsangat berbahaya bagi ternak maupun manusia. Olehkarena itu perlu cara pengolahan ubi kayu yang dapatmenurunkan kandungan sianidanya sampai padatingkat aman dikonsumsi ternak, seperti perlakuanpencacahan dan pemanasan (Tweyongyere andKatongole 2002). Menurut Purwanti (2005), perlakuanubi kayu dengan cara dijemur di bawah sinar matahariselama 12 jam merupakan teknik penekanan sianidayang efektif dibanding perlakuan pencucian,pengukusan, dan pengeringan dengan suhu 100oCselama 12 jam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuikeefektifan penurunan sianida ubi kayu setelahperlakuan pencacahan dan pemanasan, sehingga amandikonsumsi ternak.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Laboratorium Toksikologi, BalaiPenelitian Veteriner Bogor pada bulan Juli dan Agustus1998.

Tahap kegiatan adalah 1) sampling ubi kayu pahitdari perkebunan milik pabrik tapioka di Bogor dan ubikayu karet dari Kebun Percobaan Cikeumeuh, Bogor, 2)contoh ubi kayu hasil sampling langsung dikupas(keadaan segar), kulit dan umbinya dipisahkan dandicacah dengan ukuran kecil-kecil sesuai denganukuran untuk pakan ternak, kemudian disimpan masing-masing sekitar 200 g dalam wadah porselin (empatwadah), 3) menimbang 5 g (duplo) kulit dan umbi darimasing-masing wadah untuk pemeriksaan sianidanya(dua ulangan) dengan metode picrate paper method.Kemudian kertas pikrat hasil pemeriksaan (perubahanwarna kuning menjadi merah) diekstraksi denganaquades dan larutan ekstrak diukur absorbansinyadengan spektrofotometri dan larutan standar NaCNsebagai pembanding (Anderson 1960), 4) sisapengambilan contoh umbi dan kulit dari ke empatwadah tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 37-

40oC selama 7 jam, 5) untuk setiap jam pemanasandiambil sebanyak 5 g (duplo) umbi dan kulit dari masing-masing wadah untuk pemeriksaan sianida (duaulangan) dengan metode yang sama dengan yangdisebut di atas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan proses penurunan kandungansianida ubi kayu pahit dan ubi kayu karet setelahperlakuan disajikan pada Tabel 1, Tabel 2, Gambar 1,dan Gambar 2.

Keadaan Sianida Selama Perlakuan

Kandungan sianida pada umbi (234 ppm) maupun kulit(629 ppm) pada ubi kayu pahit lebih tinggi dibandingkandengan yang terdapat pada umbi (289 ppm) dan kulit(136 ppm) dari ubi kayu karet (Tabel 1 dan Tabel 2).

Umbi dan kulit kedua jenis ubi kayu tersebut me-ngandung sianida di atas tingkat yang sangat berbahaya

Tabel 1. Penurunan sianida dalam umbi dan kulit dari ubi kayu pahitsetelah perlakuan (pencacahan dan pemanasan 37-40oCselama 7 jam).

Kandungan Penurunan sianidaLama pemanasan sianida (ppm) (%)

(jam)Umbi Kulit Umbi Kulit

0 234 629 100 1001 178 493 76 782 153 415 65 653 112 299 47 474 99 262 42 425 96 240 41 386 86 196 36 317 79 148 33 23

Tabel 2. Penurunan sianida dalam umbi dan kulit ubi kayu karetsetelah perlakuan (pencacahan dan pemanasan pada 37-40oC selama 7 jam).

Kandungan Penurunan sianidaLama pemanasan sianida (ppm) (%)

(jam)Umbi Kulit Umbi Kulit

0. 289 136 100 1001. 129 76 44 562. 76 16 26 113. 33 11 11 84. 33 5 11 45. 28 6 9 46. 22 3 7 27. 12 2 4 1

Page 3: Sianida Umbi Kyu

YUNINGSIH: PERLAKUAN PENURUNAN KANDUNGAN SIANIDA PADA UBI KAYU

60

(>100 ppm), sesuai dengan klasifikasi toksisitas ubi kayu(Bolhuis 1954). Kulit dari ubi kayu pahit mengandungsianida yang jauh lebih tinggi (629 ppm). Menurut DeBruijn (1971) dalam Bokanga (2001), kulit ubi kayumengandung sianida 5-10 kali lebih tinggi dari yangterdapat pada umbi. Hampir 80% sianida terdapat padakulit umbi (Akinrele (1964). Menurut Heyne (1987)kandungan sianida pada kulit ubi kayu lebih tinggi daripada umbi.

Sesudah perlakuan: lama pemanasan 1-7 jam.Dengan tingginya kandungan sianida dalam kedua jenisubi kayu tersebut dan sangat berbahaya untuk ternak,maka perlu upaya untuk menurunkan dan telah dicobaperlakuan:

1) pencacahan yang dapat memperbesar peluangkontak antara linamarin dan linamarase dan terjadidesintegrasi struktur sel umbi yang dapat mem-percepat hidrolisis (pelepasan sianida). Pencacahanjuga dapat memperluas permukaan sehinggamemudahkan terjadinya penguapan (pelepasansianida),

2) pemanasan akan mempercepat proses penguapan(penurunan sianida), mempercepat dehidrasi danpemecahan struktur sel, sehingga terjadi degradasiglikosida linamarin dalam ubi kayu oleh enzimlinamarase yang menghasilkan glukosa dan asetonsianohidrin, kemudian melepaskan hidrogensianida (Tweyongyere and Katongole 2002).

Penurunan Kadar Sianida Setelah Perlakuan

Ubi kayu pahit setelah perlakuan selama 7 jam (Tabel 1)masih tetap mengandung sianida tinggi, yaitu 79 ppmpada umbi (cukup berbahaya) dan 148 ppm pada kulit(sangat berbahaya). Penurunan sianida cukup lambatkarena struktur dari umbi ubi kayu pahit cukup padat

(kadar tepung tinggi) dan kadar air rendah, sementaraair bersifat mempercepat keaktifan glikosida dalamreaksi hidrolisis sianogen untuk pelepasan sianida. Tetapiubi kayu yang mengandung sianida hingga 100 ppmmasih dapat ditoleransi daya racunnya, apabila rasiosuplemen protein (terutama asam amino sulfur) daniodin memadai dalam campuran pakan karena sianidaakan mengikat sulfur dan membentuk tiosianat yangdieksresikan melalui urin (Tweyongyere and Katongole2002).

Ubi kayu karet dengan perlakuan selama 3 jamsudah menurun kadar sianidanya menjadi 33 ppm padaumbi dan 11 ppm pada kulit. Angka ini cukup rendahdan sudah aman untuk ternak. Proses penurunansianida ubi kayu karet jauh lebih cepat dibandingkandengan ubi kayu pahit (Gambar 1 dan 2), karena ubikayu karet mempunyai kadar air lebih tinggi dibanding-kan dengan ubi kayu pahit, sehingga keaktifan glikosidadalam reaksi hidrolisis sianogen lebih cepat untukmelepaskan sianida. Dengan cepatnya penurunansianida, maka kemungkinan besar ubi kayu karet dapatdijadikan pilihan untuk pakan ternak.

Kecepatan pelepasan sianida juga dipengaruhi olehtingginya konsentrasi enzim linamarase, seperti padakulit umbi yang umumnya mengandung enzimlinamarase yang lebih tinggi yang dapat mempercepathidrolisis linamarin dan lebih cepat melepaskan(menurunkan) siamida (Padmaja and Moorthy 1993).

KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan dari hasil analisis sianida padaumbi dan kulit ubi kayu karet dan ubi kayu pahit setelahperlakuan pencacahan dan pemanasan selama 7 jampada suhu 37-40oC maka dapat diambil kesimpulan:

Gambar 1. Tingkat penurunan sianida dalam umbi dan kulit ubi kayupahit setelah perlakuan (pencacahan dan pemanasan37o-40oC selama 7 jam).

Gambar 2. Tingkat penurunan sianida dalam umbi dan kulit ubi kayukaret setelah perlakuan (pencacahan dan pemanasan37o-40oC selama 7 jam).

0

20

40

60

80

100

120

0 1 2 3 4 5 6 7

Lama pemanasan (jam)

Pen

urun

ansi

anid

a(%

)

Umbi

Kulit umbi

0

20

40

60

80

100

120

0 1 2 3 4 5 6 7

Lama pemanasan (jam)

Pen

urun

ansi

anid

a(%

)

Umbi

Kulit umbi

Umbi

Kulit umbi

Lama pemanasan (jam)

Pen

urun

ansi

anid

a(%

)

0

20

40

60

80

100

120

0 1 2 3 4 5 6 7

Umbi

Kulit umbi

Lama pemanasan (jam)

Pen

urun

ansi

anid

a(%

)

0

20

40

60

80

100

120

0 1 2 3 4 5 6 7

Umbi

Kulit umbi

Umbi

Kulit umbi

Page 4: Sianida Umbi Kyu

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009

61

1. Teknik pencacahan dan pemanasan merupakancara yang cukup cepat untuk menurunkankandungan sianida ubi kayu.

2. Kecepatan penurunan sianida bergantung padajenis ubi kayu.

3. Ubi kayu karet yang dicacah dan dipanaskan selama3 jam sudah aman untuk pakan ternak, sedangkanubi kayu pahit sampai 7 jam pemanasan masihtetap memiliki kadar sianida tinggi dan berbahayauntuk pakan ternak.

4. Ubi kayu karet dapat dipakai untuk pakan ternakkarena kadar sianidanya cepat menurun setelahmelalui proses pencacahan dan pemanasan.

DAFTAR PUSTAKA

Akinrele, I.A. 1964. Fermentation of cassava (Manihot utilissima).J. Sci. Food.Agric. 15:589-594.

Anderson, L. 1960. Precise estimation of hydrocyanic acid insudangrass and sorghum. Dept. Biochemistry of Wisconsin.p.1-4.

Bokanga, M. 2001. Cassava: Post-harvest biodeterioration.International Institute of Tropical Agriculture (IITA), Ibadan,Nigeria. http://www.cgiar.org/iita/ (diakses 30-11-2007).

Espinoza, O.B., M. Perez, and M.S. Ramirez. 1992. Bitter Cassavapoisoning in eight children: A case report. Vet. Hum. Toxicol.34(1)65.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Badan LitbangKehutanan. Jakarta. p. 1203.

Integrated Cassava Project. 2005. Cassava in the livestock feedindustry. http://www.cassava biz.org/phostharvest/lvstock.htm. (diakses 22-11-2007).

Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Veteriner). 2007. Laporanhasil pemeriksaan laboratorium diagnostik (tidak dipublikasi).

Oguntimein, G.B. 1992. Processing cassava for animal feeds.Proceedings of the IITA/ILCA/University of Ibadan. Workshopon the Potential Utilization of Cassava as Livestock Feed inAfrica. http://www.fao.org/wairdocs/ILRI/ (diakses 27-11-2007).

Osweiler, G.D., T.L. Carson, W.B. Buck, and G.A. Van Gelder. 1976.Cyanide and cyanogenic plants. Clinical and diagnosticveterinary toxicology. Kendall/Hunt. Pub. Co. IOWA. p. 455-457.

Padmaja, G.M. and S.N. Moorthy. 1993. Detoxification of cassavaduring fermentation with a mixed inocculum. J. Sci. FoodAgric. 63:473-481.

Purwanti, S. 2005. Penekanan kadar asam sianida (HCN) kulit ubikayu dalam potensinya sebagai pakan ternak. www.lp-uh.org(diakses 17-7-2008).

Tewe, O.O. 2004. Cassava for livestock feed in sub-Saharan Africa.The Global Cassava Development Strategy. FAO CorporateDocument Repository Africa.http://www.fao.org/docrep/007/jl255e/j1255e04.htm (diakses 28-11-2007).

Tweyongyere, R. dan Katongole. 2002. Cyanogenic potential ofcassava peels and their detoxification for utilization aslivestock feed. Vet. Hum. Toxicol. 44(6):366-369.