serikat buruh
DESCRIPTION
Tugas Hukum Perburuhan Serikat BuruhTRANSCRIPT
KU4172
HUKUM PERBURUHAN
PR 04
NAMA : Eric Chandra Junianto
NIM : 12213099
DOSEN : Siti Kusumawati Azhari
TANGGAL PENYERAHAN : 15 Oktober 2015
JUDUL TUGAS : Artikel Serikat Buruh
Fakultas Seni Rupa dan Desain
Institut Teknologi Bandung
2015
Pentingnya Serikat Pekerja / Serikat Buruh
KEBIJAKAN pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) membawa
dampak yang sangat luas bagi sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Berbagai
media massa menyajikan sejumlah data dan fakta, masyarakat yang bekerja baik di
sektor formal maupun informal menghadapi masalah karena setelah itu seluruh biaya
kebutuhan pokok naik, sementara penghasilan belum ada penyesuaian.
Banyak perusahaan terutama industri padat karya seperti tekstil di berbagai daerah
melakukan pemutusan hubungan kerja, karena kondisi perusahaan yang dililit
berbagai kesulitan. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa
Tengah menyatakan hingga November 2005, 21 perusahaan melakukan pemutusan
hubungan kerja (PHK) total 7.724 orang. Dari jumlah itu, 5.832 orang adalah
karyawan perusahaan tekstil. (Kompas 22/12/05)
Disamping dihadapkan pada persoalan PHK, buruh juga harus menanggung beban
hidup yang semakin berat akibat rendahnya upah yang diterima.
Melihat realitas persoalan buruh yang bekerja di sektor industri, perlu kiranya
dilakukan kajian untuk merefleksi kembali bagaimana buruh/pekerja
memperjuangkan hak-haknya. Ditinjau dari sisi yuridis normatif, untuk mengatasi
berbagai ketidakadilan yang dialami mereka akibat relasi yang timpang antara
pengusaha dan pekerja, pembuat UU telah melakukan perubahan terhadap ketentuan
UU di bidang ketenaga-kerjaan yang dirasakan belum cukup menjamin terbangunnya
suatu mekanisme bagi buruh untuk memperjuangkan kepentingannya.
Hak berserikat/berorganisasi dipandang sebagai suatu kebutuhan mutlak yang harus
dipenuhi sebagai sarana memperjuangkan terpenuhinya hak-hak buruh/pe-kerja
seperti hak atas upah, hak buruh perempuan atas fungsi reproduksi dan hak atas
kesehatan dan keselamatan kerja.
Esensi pentingnya buruh/pekerja membentuk organisasi/se-rikat pekerja/serikat buruh
ditegaskan dalam UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Secara eksplisit konsideran UU No.21 Tahun 2000 menyebutkan, serikat pekerja/se-
rikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan, melindungi dan membela
kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan
hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
Ketentuan demikian ditegaskan kembali dalam Ketentuan Umum UU tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh dan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang intinya
menyatakan serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh
dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat
bebas, terbuka mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/bu-ruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Sementara itu tata cara atau prosedur pembentukan serikat pekerja/serikat buruh
diatur secara lebih rinci didalam UU No.21 Tahun 2000. Memperjuangkan
Kepentingan. Definisi serikat pekerja/serikat buruh sebagai sarana untuk
memperjuangkan kepentingan dapat dilihat kembali dalam beberapa pasal UU
Ketenagakerjaan. Melalui serikat pekerja/serikat buruh, mereka dapat merundingkan
penyusunan peraturan perusahaan dan menyelesaikan masalah pemenuhan hak-hanya
sebagai buruh.
Ketentuan Pasal 110 Ayat 1, 2 dan 3 menyebutkan, peraturan perusahaan disusun
dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh. Dalam hal
di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh maka
wakil pekerja/buruh adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh. Apabila di dalam
perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh maka
wakilpekerja/buruh dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan para
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Demikian pula dalam hal terjadi perselisihan antara buruh dan pengusaha. Jika terjadi
sengketa/perselisihan antara buruh dan pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh
kembali menjalankan fungsinya untuk memperjuangkan terpenuhinya hak-hak
pekerja/buruh. Ketentuan Pasal 151 (1) dan (2) UU No.13 Tahun 2003 pada pokoknya
menyebutkan dengan segala upaya pengusaha harus mengusahakan agar jangan
terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi
pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan
kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau
dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota
serikat pekerja/buruh.
Pertanyaannya bagaimana implementasi dari ketentuan tersebut di atas? Apakah
setiap pekerja/buruh telah mempunyai akses informasi yang cukup tentang haknya
untuk berserikat/berorganisasi?
Mengapa pekerja perlu membentuk dan atau bergabung dalam organisasi serikat
pekerja/ serikat buruh? Membangun kesadaran pekerja/ buruh untuk
berorganisasi/membentuk serikat pekerja/serikat buruh tentu tidak semudah membalik
telapak tangan.
Selama 32 tahun rakyat Indonesia mengalami pengalaman pahit dalam kehidupan
berpolitik. Dalam kurun waktu tersebut kehidupan politik masyarakat berada di
bawah rezim Orde Baru yang membatasi hak untuk berserikat dan berkumpul dan
terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Kondisi ini mengalami perubahan setelah seluruh elemen masyarakat menghendaki
reformasi kearah perubahan sosial yang demokratis. Di era reformasi, berbagai bentuk
perubahan sosial yang mengarah pada kehidupan demokratis terjadi diseluruh sektor.
Hal itu dapat dilihat dengan dibukanya ruang yang sangat luas bagi masyarakat untuk
berserikat dan berorganisasi, mengemukakan pendapat, memperjuangkan kepentingan
melalui lembaga politik.
Peluang yang sangat baik ini tentu tidak secara langsung dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat karena minimnya akses informasi dan rendahnya pengetahuan di bidang
politik. Dalam dunia kerja, buruh/pekerja belum melihat organisasi/serikat
pekerja/serikat buruh sebagai satu kebutuhan. Terlebih buruh perempuan, selama ini
budaya dan hukum menempatkan perempuan di sektor domestik yang terbatas pada
kegiatan rutin kerumahtanggaan. Kegiatan politik dan atau pengambilan keputusan
menjadi domain - nya laki-laki. Pencitraan perempuan sebagai pekerja domestik
menimbulkan berbagai masalah. Mutu profesionalisme pekerja/buruh perempuan
dianggap redah - upah murah dan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan.
Pengalaman di lapangan menunjukkan kesadaran buruh laki-laki dan perempuan
untuk berorganisasi masih rendah. Kemudian representasi perempuan dalam struktur
serikat pekerja/serikat buruh juga masih sangat minim. Padahal jabatan sebagai
pengurus serikat pekerja/buruh teramat penting karena sesuai ketentuan Pasal 110
Ayat 1 dan 2 UU Ketenagakerjaan, pengurus serikat pekerja/serikat buruhlah yang
akan menjadi wakil buruh dalam setiap perundingan bersama perusahaan.
Jabatan
Jika representasi buruh perempuan sangat kecil di dalam kepengurusan serikat
pekerja/serikat buruh, maka buruh perempuan akan kesulitan untuk menyuarakan dan
atau memperjuangkan kepentingannya baik berkaitan dengan masalah pengupahan,
PHK maupun pemenuhan hak atas fungsi reproduksinya (cuti haid, melahirkan dan
menyusui). Tentang pemenuhan hak reproduksi, suara buruh perempuan tentu lebih
valid karena perempuan mempunyai pengalaman yang berbeda dengan laki-laki.
Demikian pula dengan masalah gelombang PHK pascakenaikan harga BBM. Buruh
perempuan akan lebih rentan terkena PHK karena pengusaha beranggapan
mempekerjakan perempuan hanya mendatangkan biaya besar.
Mereka harus menanggung cuti haid dan cuti melahirkan. Disamping alasan tersebut,
pengusaha juga mempunyai pemikiran jika laki-laki yang di-PHK, risiko akan didemo
lebih besar daripada perempuan. Biasanya perempuan lebih nrimo, lebih banyak diam
dan sedikit yang mau ribut. Agar dapat memperjuangkan kepentingannya, perempuan
harus meraih jabatan sebagai pengurus serikat pekerja/serikat buruh.
Melihat hambatan tersebut di atas serta mengingat arti pentinganya fungsi serikat
pekerja/ serikat buruh sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan buruh,
pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah seharusnya
menyusun program informasi yang tidak hanya terbatas pada kegiatan penyampaian
informasi kesempatan kerja di instansi pemerintah atau swasta.
Program penyampaian informasi kepada buruh sudah waktunya diperluas menjadi
program pendidikan politik ke arah terbangunnya kesadaran buruh untuk membentuk
dan atau menjadi anggota serikat buruh/serikat pekerja. Hanya dengan cara demikian
saja ( berserikat) buruh dapat meningkatkan bargaining position dalam rangka
memperjuangkan kepentingannya
Keputusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Outsourcing (MK No. 27/PUU-IX/2011)
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK No. 27/PUU-IX/2011)Tahun 2011,
Mahkamah Kostitusi (MK) telah mengabulkan sebagian uji materil UU tentang
Ketenagakerjaan yang diajukan Didik Suprijadi, pekerja dari Alinsi Petugas
Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML). Berikut adalah isi amar putusan
MK Nomor 27/PUU-IX/2011 itu:
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
Frasa "...perjanjian kerja waktu tertentu" dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa
"...perjanjian kerja untuk waktu tertentu" dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam
perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan
hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi
pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan
dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya
Apa Dampak dari Keputusan Mahkamah Konstitusi ini?Sebelum melihat
dampaknya, lebib baik kita menyimak lebih dulu dua pasal yang disentuh
keputusan ini, yaitu Pasal 65 ayat 7 dan Pasal 66 ayat 2b. Pertama kita lihat
Pasal 65 ayat 7, dan ayat 1 dan 6 karena saling terkait. Pasal 65 ayat 1 berbunyi, "Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat
secara tertulis."Pasal 65 ayat 6 berbunyi, "Hubungan kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang
dipekerjakannya."Pasal 65 ayat 7, "Hubungan kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu
atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59."Keputusan Mahkamah Konstitusi ini
juga terkait dengan Pasal 59 yang berbunyi demikian:(1) Perjanjian kerja
untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu :
a pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan
yang bersifat tetap.(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat
diperpanjang atau diperbaharui.(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang
didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2
(dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang
perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum
perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya
secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.(6) Pembaruan
perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu
tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh
dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.(7) Perjanjian kerja
untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum
menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.(8) Hal-hal lain yang belum diatur
dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.Keputusan
mahkamah Konsitusi juga menyentuh Pasal 66. Pasal 66 ayat 2 berbunyi:
"Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan
yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
a adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia
jasapekerja/buruh;
b perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana
dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara
tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
Dengan dikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor
27/PUU-IX/2011 ini, maka istilah 'perjanjian kerja waktu tertentu' tidak dapat
lagi dimuat pada Pasal 65 ayat 7 dan pada pasal 66 ayat 2b. Dengan kata
lain konsep outsourcing tidak berlaku terhadap pekerjaan apapun, kecuali
memenuhi kriteria Pasal 59. Pekerjaan office boy, accounting, admin
assistant atau sekretaris tidak dapat lagi di-outsourcing. Itu semua menjadi
pekerjaan waktu tidak tetap sebab pekerjaan itu bukan musiman, bukan juga
untuk sementara. Berita baik buat pekerja outsourcing. Kita lihat saja
bagaimana praksisnya di lapangan. Bila ingin mengetahui lebih banyak
mengenai UU Ketenagakerjaan, hadiri pelatihan Labor Law atau UU No. 13
Tahun 2003 yang kami selenggarakan.
Di Artikelkan oleh : Lembaga Komunikasi dan Informasi DPC KSPSI Kab.Tangerang - Citra Raya
Berjuang Membentuk Serikat Buruh
BURUH PERKEBUNAN GLEN FALLOCH BANYUWANGI
“Berjuang Membentuk Serikat Buruh”
.Buruh perkebunan di Indonesia yang bekerja di perkebunan adalah buruh yang secara
turun temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka. Ada yang dari kakek sampai
cucunya bekerja di perkebunan. Tak terkecuali buruh-buruh kebun di banyuwangi
khususnya buruh perkebunan Glen Fallcoh. Mereka hidup dan matipun di perkebunan
ini, jadi kebun adalah tempat yang tidak bisa di pisahkan dalam kehidupan mereka.
Karena rumah dan anak mereka juga tinggal di kebun.
Perkebunan Glen Falloch itu sendiri di tanami kelapa, sengon, kakao dan tebu. Ada
kurang lebih 200 orang buruh yang di pekerjakan. Upah yang di berikan masih jauh
dari UMK 2011 865 ribu rupiah, mereka memperoleh upah mermacam-macam ada
yang menerima 500, 650, 700 sampai 865. Mereka hidup dalam perumahan persil
dengan ala kadarnya. Perumahan yang kotor, fasiltas air dan kamar mandi kurang
memadai. Untuk bisa mensekolahkan anak, mereka terpaksa harus beternak kambing,
sapi, atau pekerjaan lainnya. Anak-anak mereka rata-rata berpendidikan SMP.
Buruh yang bekerja di perkebunan ini masih banyak yang bersatus harian lepas
meskipun mereka sudah bekerja lebih dari 15 tahun. Mereka juga tidak di ikutkan
pada program jamsostek bagi buruh harian lepas, sedangkan buruh yang tetap tidak di
ikutkan pada program jaminan pemeliharaan kesehatan. Kalau pun buruh sakit
mereka harus berobat pada puskesmas yang sudah di tentukan dan itu jauh dari
perkebunan. Buruh bekerja 7 hari kerja dalam seminggu mulai dari jam 6 pagi sampai
jam 1 siang.
Sebagai perusahaan perkebunan yang ada sejak zaman belanda, ada serikat buruh
yang pernah ada di perusahaan ini, seperti Serikat Pekerjan Perkebunan (SP BUN)
SARBUMUSI hingga Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Namun keberadaan
serikat-serikat ini tidak mampu memperjuangkan dan melindungi hak-hak buruh yang
di rampas oleh pengusaha. Justru keberadaan serikat tersebut menjadi mata-matanya
perusahaan dan menghambat perjuangan buruh.
Oleh karena itu 10 orang buruh mulai sadar dan berkumpul di perumahan persil dan
berdiskusi terkait perbaikan kondisi kerja. Mereka akhirnya bersepakat untuk
membuat wadah organisasi buruh yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan
Buruh Indonesia (SPBI) dan memilih pengurus PSB Glen Falloch sebagai Ketua
Dulawi, Wakil Ketua: Anang, Sekretaris: Agus saini dan 3 hari kemudian di daftarkan
ke Disnaker Banyuwangi.
Di akhir pertemuan buruh-buruh ini bersepakat untuk merumuskan program-program
perjuagan jangka pendek dan jangka panjang. Mereka bersepakat untuk melakukan
pendidikan-pendidikan 2 minggu sekali untuk mempelajari mengenai hak-hak dasar
buruh, hak berserikat dan peraturan-peraturan perburuhan lainnya. Mereka juga
bersepakat untuk rapat pengurus 1 bulan sekali dan rapat anggota 3 bulan sekali.
Tujuan di adakan pendidikan dan rapat rutin adalah agar semua buruh benar-benar
paham fungsi dan maksud didirikannya sebuah serikat buruh. Selain itu, pendidikan
yang diikuti oleh seluruh buruh akan membuat buruh semakin pandai, kritis, berani
dan mampu mentransformasikan pada buruh di perkebunan yang lain yang ada di
banyuwangi. Upaya-upaya ini akan menjawab persoalan kondisi kerja kearah yang
lebik baik dan mampu berjuang bersama-sama dengan buruh-buruh yang lain.
Kemanakah Arah Politik Perburuhan Indonesia 2013?
Untuk kesekian kalinya undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan sejak diberlakukan pada tahun 2003 akan kembali direvisi oleh
pemerintah. Namun hingga saat ini belum ada keterangan resmi menyangkut draft
final terkait revisi undang-undang tersebut. Seperti dijelaskan oleh menakertrans,
“Belum ada (naskah, red) draft final yang dikeluarkan pemerintah tentang perubahan
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 yang diedarkan ke Publik”, terang Muhaimin.
Pada bulan nopember lalu, telah disampaikan bahwa undang-undang ketenagakerjaan
termasuk dalam daftar Prolegnas 2012. Berdasarkan pengalaman sebelumnya,
pemerintah tidak pernah membuka ruang publik khususnya organisasi-organisasi
buruh dalam penyempurnaannya Namun, tidak ada jaminan bagi kaum buruh
mengenai perbaikan kesejahteraan yang selama ini telah merasakan ketidakadilan
dalam mendapatkan hak-haknya sejak diterapkannya undang-undang ini.
Mengenai pemberitaan tentang beredarnya naskah revisi uuk Kepala Humas
Kemenakertrans membantah, “Saya perlu tegaskan agar tidak terjadi
kesimpangsiuran. Pada dasarnya upaya penyempurnaan Undang-undang
ketenagakerjaan masih membutuhkan waktu agar persamaan persepsi antarserikat
pekerja, para pengusaha, dan pemerintah menjadi prioritas kesepakatan bersama,”
jelas Suhartono. Unsur tripartite yang terlibat dalam menyempurnakan undang-
undang tersebut adalah unsur-unsur yang selama ini mengamini diterapkannya
undang-undang ini. Artinya, meskipun kemenakertrans menegaskan bahwa tetap
berupaya melibatkan semua unsur akan tetapi dari pihak serikat buruh tidak
mencerminkan sebuah demokrasi, pemerintah hanya mengakui SPSI sebagai
perwakilan serikat buruh yang sering kali bersikap moderat dan cenderung
mendukung pemerintah dan pengusaha.
Oleh karena itu, Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) menganggap
pemerintah tidak serius dalam upaya penyempurnaan kebijakan demi kesejahteraan
rakyat. Sangat jelas sekali pemerintah telah mencederai amanat undang-undang dasr
1945 yang menekankan jaminan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sehingga, apa yang
membedakan Indonesia kini dengan Indonesia Pra Kemerdekaan? (Don_Brow).
Siapkah Buruh Menghadapi MEA 2015 ?
Oleh: Satrio Baffana
Tidak terasa 16 tahun sudah era reformasi bergulir di tanah air Indonesia.
Runtuhnya rezim orde baru telah mempengaruhi seluruh sistem penyelenggaraan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dimana Era Reformasi telah membawa
harapan besar bagi terjadinya perubahan menuju penyelenggaraan Negara yang
lebih demokratis, transparan dan memiliki akuntabilitas tinggi serta terwujudnya
good governance.
Perubahan penting tersebut salah satunya dapat dilihat dari amandemen UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 E ayat (3), sehingga melahirkan Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2000, KEP/16/MEN/2001. Amandemen dan produk
undang-undnag tersebut merupakan dasar hukum dalam melaksanakan Organisasi
Serikat Pekerja (SP).
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa gerakan perjuangan buruh di
Indonesia selama ini selalu menginginkan agar buruh memiliki kekuatan tawar
(bargainning) yang sejajar dengan pengusaha dan pemerintah dalam melaksanakan
hubungan industrial.selain itu, secara umum gerakan-gerakan buruh dapat
dikelompokkan ke dalam kategorisasi sebagai berikut :
1. Gerakan buruh yang berorientasi untuk mensejahterakan para anggotanya sehingga
para anggotanya mendapatkan keuntungan, seperti jaminan sosial, jaminan kesehatan,
dan uang pensiun. Salah satu serikat buruh tertua yang tercatat dalam sejarah,
Friendly Societies, didirikan untuk mewujudkan tujuan tersebut.
2. Gerakan buruh yang bertujuan untuk melakukan tawar-menawar secara kolektif
(bargaining collective) sehingga mereka dapat bernegosiasi dengan para pengusaha
mengenai upah dan kondisi kerja yang manusiawi.
3. Gerakan buruh yang berorientasi untuk melakukan perlawanan tindakan industri,
seperti pemogokan.
Dengan demikian, menjadi suatu rahasia umum ketikadari waktu ke waktu, masalah
kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) telah menjadi pokok masalah tuntutan
buruh. Namun demikian, kita pun menyadari bahwa hambatan dan tantangan
Ketenagakerjaan Indonesia di era reformasi adalah lebih disebabkan karena angkatan
kerja tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia dan kurangnya
keterampilam pekerja. Oleh karena itu azas musyawarah mufakat seyogyanya
dikedepankan apabila terjadi perselisihan antara pekerja dan pengusaha. Konsep
hubungan hubungan industrial diharapkan mampu mewujudkan hubungan yang
dinamis, harmonis dan berkeadilan .
Selain itu, hal lain yang juga memerlukan perhatian khusus adalah kesiapan Indonesia
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Pertanyaan besarnya
sudah siapkah para pekerja (buruh) menghadapi MEA 2015 tersebut? sudah sejauh
mana langkah Pemerintah, Perusahaan dan para buruh dalam menghadapi MEA 2015
tersebut? Untuk itu, langkah mendasar yang perlu dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia dan perusahaan adalah meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) agar
bisa bersaing dengan asing.
TERKAIT DENGAN HAL TERSEBUT, DEWASA INI WACANA AKAN LAHIRNYA
PARTAI BURUH SEMAKIN KUAT DENGAN ALASAN PARTAI BURUH AKAN
MEMBUAT PARA PEKERJA MUDAH DALAM MENYUARAKAN ASPIRASINYA,
NAMUN BENARKAH DEMIKIAN? APAKAH PARTAI BURUH AKAN BENAR-
BENAR MEMPERJUANGKAN ASPIRASI BURUH, TANPA DI TUNGGANGI
KEPENTINGAN PRAGMATIS YANG JUSTRU HANYA AKAN MEMBUAT
MASYARAKAT SEMAKIN TERTINDAS?
Tanpa bermaksud negatif atau memprovokasi, kita pun perlu menyadari bahwa
meskipun tidak bernama PARTAI BURUH namun banyak juga partai politik saat ini
yang menjual nama rakyat, kaum proletar dan sebagainya hanya untuk kepentingan
politiknya. Bahkan di masa kampanye atau momentum mencari simpati rakyat banyak
para elit partai politik berani turun ke jalan, lantang berbicara di depan umum atas
nama buruh, memperjuangkan hak-hak dan nasib buruh, seperti menghapuskan
outsourching dll. Akan tetapi, ketika duduk sebagai wakil rakyat suara itu perlahan
pudar dan nyaris tidak terdengar. Bahkan ada juga partai yang dulunya mendukung
nasib buruh, namun ketika menduduki jabatan justru berbalik mendukung/ membuat
kebijakan yang bertentangan dengan kesejahteraan buruh.
Dalam konteks ini, keberadaan Undang-Undang No 21 tahun 2000 menjadi sangat
strategis, dimana dalam Undang-undang tersebut telah di atur tentang pembentukan
organisasi pekerja. Berdasarkan UU No 21 Tahun 2000 Pasal 4 bahwa (1) Serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan
memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan
kesejahteraan yang layak bagi pekerja/serikat dan keluarganya. (2) Untuk mencapai
tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat pekerja/ serikat buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai fungsi :
1. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian
perselisihan industrial;
2. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan
sesuai dengan tingkatannya;
3. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya;
5. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan pekerja/buruh
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan sahamdi
perusahaan;
Dalam konteks yang lebih umum undang-undang tersebut berfungsi sebagai
penghubung antara buruh dengan buruh, buruh dengan perusahaan dan buruh dengan
pemerintah. Organisasi serikat pekerja pun akan berperan untuk meningkatkan
kualitas (SDM) para pekerja agar mampu bersaing dengan pihak luar guna
menghadapi MEA 2015, seperti mengadakan diklat dan training-training.
Dengan demikian, apabila organisasi serikat pekerja tersebut dapat di kelola dengan
baik maka jaminan akan kesejahteraan masyarakat dapat lebih terorganisir secara
maksimal. Tanpa harus membentuk PARTAI BURUH yang belum tentu benar-benar
memperjuangkan nasib para kaum buruh tertindas. Semoga kita tidak terjebak oleh
gerakan-gerakan kepentingan tertentu dan semoga kesejahteraan kaum buruh segera
terwujud.