semnas sipendikum fh unikama · leluhur sehingga patut dilestarikan dan dikembangkan dalam...
TRANSCRIPT
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
271
PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL (TRADITIONAL
KNOWLEDGE) OBAT HERBAL DALAM UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN
2016 TENTANG PATEN SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL
Galuh Kartiko1
E-mail: [email protected]
Abstrak
Potensi kekayaan alam serta tanaman obat telah dimanfaatkan oleh para
leluhur sehingga patut dilestarikan dan dikembangkan dalam kehidupan
sehari-hari.Pengetahuan mengenai pengobatan tradisional dengan
menggunakan tanaman obat yang dihasilkan dari tanah Indonesia
merupakan pengetahuan tradisional yang dapat diistilahkan sebagai
traditional knowledge (TK). WIPO menggunakan terminologi TK untuk
merujuk pada ciptaan-ciptaan yang didasarkan pada pengetahuan,
pertunjukan-pertunjukan, invensi-invensi, invensi-invensi ilmiah, desain,
merek, nama-nama dan simbol; informasi yang bersifat rahasia; dan
semua inovasi lainnya berbasis pada tradisi dan ciptaan-ciptaan yang
dihasilkan dari kegiatan intelektual di bidang industri, ilmu
pengetahuan, sastra atau seni. Proteksi herbal berbasis TK dalam
Hukum Paten dapat dilakukan dengan cara yaitu melindunginya dapat
UU Paten atau dengan melakukan pengecualian dari invensi yang dapat
dipatenkan (memasukkan TK ke dalam prior art dengan menggunakan
dokumentasi TK). Secara teknis proteksi terhadap herbal berbasis TK
yaitu Inventarisasi/dokumentasi/data base herbal berbasis TK;
Melakukan merevisi UUP; Herbal berbasis TK dapat dilindungi dengan
perundang-undangan sistem sui generis atau mandiri di luar HKI;
Mekanisme Benefit Sharing yang tepat antar masyarakat lokal dengan
pihak asing.
Kata Kunci : Pengetahuan Tradisional, Obat Herbal, Hak Kekayaan
Intelektual.
PENDAHULUAN
Obat tradisional selalu memainkan peran penting dalam kesehatan dunia dan terus
digunakan untuk mengobati berbagai macam keluhan. Obat tradisional digunakan di
setiap negara di dunia, dan telah menjadi andalan dengan mendukung, mempromosikan,
mempertahankan dan memulihkan kesehatan manusia. WHO merekomendasi
penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam pemeliharaan kesehatan
masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk kronis, penyakit
1Penulis adalah Dosen Politeknik Negeri Malang
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
272
degeneratif dan kanker. Dukungan WHO tersebut lebih menguntungkan bagi Indonesia
dalammengembangkan produk herbalnya. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)2
tahun 2014 menunjukkan bahwa 55,3% penduduk Indonesia menggunakan ramuan
tradisional (jamu) untuk memelihara kesehatannya dan 95,6% mengakui ramuan
tradisional yang digunakan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Berbagai produk herbal
merupakan hasil olahan dan pengetahuan tradisional masyarakat Indonesia. Produk obat
herbaldan jenis obat-obatan tradisional lainnya dibuat dengan menggunakan
pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun.
Pengetahuan tradisional tersebut merupakan suatu pengetahuan yang digunakan dan
dikembangkan oleh masyarakat Indonesia di masa lalu, sekarang, dan masa yang akan
datang.
Konsep hak paten dalam obat tradisional
Konsep Hak Paten tidak lain memberikan hak monopoli didasarkan atas
kemampuan individu dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan suatu invensi.
Invensi yang dimintakan Hak Paten merupakan invensi yang pada umumnya memiliki
potensi menghasilkan secara ekonomi.
Pada prinsipnya tidak ada yang menyukai dengan monopoli kecuali orang yang
memiliki hak monopoli tersebut. Suatu wilayah yang memperbolehkan adanya
monopoli adalah hak kekayaan intelektual dan hak monopoli yang paling kuat dalam
hak kekayaan intelektual adalah paten. Bagian dari kekuatan paten adalah kemurnian
monopoli, dimana tidak memperbolehkan orang lain menggunakan paten yang bukan
miliknya tanpa seijin dari pemilik paten tersebut. Inilah kekuatan dari monopoli hak
paten.
Paten memberikan hak monopoli atas kepemilikan suatu hasil invensi di bidang
teknologi. Hasil invensi di bidang teknologi yang dapat diberikan hak paten yaitu
invensi yang memiliki kebaruan (novelty)memiliki langkah inventif (inventive step), dan
dapat diterapkan dalam bidang industry (industrially applicable). Persyaratan tersebut
mutlak secara tersurat dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten.
Undang-undang Paten di Indonesia bahwa invensi yang dilindungi Paten adalah invensi
baru dibidang teknologi yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau
2Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2015, halaman 53.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
273
penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi. Invensi tersebut dapat
dalam bentuk mesin atau hasil produksi makanan, minuman, bahkan obat-obatan.
Obat-obatan dapat dilindungi oleh Undang-undang Paten apabila telah memenuhi
syarat novelty, inventif step, dan industrially applicable. Ketiga syarat tersebut dapat
diterapkan terhadap obat modern (kimia) dan tidak menutup kemungkinan akan obat
tradisional. Persyaratan tersebut merupakan suatu tantangan tersendiri bagi obat
tradisional untuk mendapatkan hak paten. Unsur kebaruan dan unsur inventif step sulit
untuk diperoleh bagi obat tradisional karena sulitnya dalam melakukan riset dan
pengembangan bagi obat tradisional. Kesulitan ini dihadapkan pada alasan klasik yang
masih tetap bertahan yaitu kurangnya tenaga ahli dibidangnya, kurangnya dana dan
permodalan, serta kesadaran dan minat masyarakat terhadap riset dan pengembangan
obat tradisional. Tantangan lain bagi Indonesia yaitu obat tradisional sulit untuk
mendapatkan hak paten karena obat tradisional masih didasarkan pada pengetahuan
tradisional (traditional knowledge).
Perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dibutuhkan oleh negara-negara
berkembang seperti Indonesia, setidaknya berdasarkan alasan3: (1) Potensi pengetahuan
tradisional Indonesia yang memiliki keuntungan ekonomis yang secara faktual banyak
dimanfaatkan oleh negara-negara maju antara lain Amerika Serikat dan Jepang untuk
industri obat-obatan dan kosmetika tanpa adanya pembagian keuntungan (benefit
sharing) dengan Indonesia; (2) Ketidakadilan yang dialami oleh Indonesia sebagai
negara berkembang atas kepemilikan pengetahuan tradisional yang tidak dilindungi
sebagai HKI, sementara negara-negara-negara maju melakukan tindakan pencurian
(biopiracy) danpenyalahgunaan (missappropriation)4terhadap pengetahuan tradisional
milik Indonesia; dan (3) Masyarakat lokal tidak mengetahui bahwa pengetahuan
tradisional yang dimilikinya secara turun temurun memiliki manfaat ekonomis terutama
pengetahuan tradisional mengenai obat-obatan sehingga pemerintah harus memberikan
perlindungan kepada hak masyarakat lokal tersebut.
3Ibid, hal. 3.
4Missappropriation didefinisikan sebagai penggunaan oleh pihak asing dengan mengabaikan hak-hak
masyarakat lokal atas pengetahuan tradisional dan sumber daya hayati yang terkait, yang menjadi milik
masyarakat yang bersangkutan. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi dimana
Peneliti yang melakukan penelitian atas pengetahuan tradisional masyarakat lokal di negara-negara
berkembang dan kemudian mengambil pengetahuan tradisional tersebut untuk diakui sebagai hasil
invensinya dan didaftarkan di negaranya sebagai hak paten. Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual &
Pengetahuan Tradisional, PT. Alumni, Bandung 2010.,hal. 11dan hal. 36.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
274
Namun demikian pemanfaatan pengetahuan tradisional juga harusnya menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari upaya perlindungan pengetahuan tradisional. Hal ini
mengingat Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki khasanah
kebudayaan dan pengetahuan tradisional yang sangat beragam.5Dari hasil inventarisasi
dan penamaan pulau yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010, Indonesia
terdiri atas lebih dari 13.487 (tiga belas ribu empat ratus delapan puluh tujuh) pulau.
Pulau yang satu dan yang lain dipisahkan oleh lautan sehingga membuahkan 47 (empat
puluh tujuh) ekosistem yang sangat berbeda.6Potensi ini merupakan sumber kekayaan
yang melimpah dan akan mendatangkan keuntungan ekonomis apabila dimanfaatkan
secara tepat dan benar oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Oleh karenanya, meskipun upaya untuk melindungi pengetahuan tradisional
tersebut penting dan telah dilakukan dalam konteks internasional melalui mekanisme
WIPO dan dalam konteks nasional pun mulai dilakukan yaitu dengan membentuk UU
No. 11 Tahun 2013 Tentang Pengesahan NagoyaProtocol On Access To Genetic
Resources And The Fair And EquitableSharing Of Benefits Arising From Their
Utilization To The Convention OnBiological Diversity (Protokol Nagoya Tentang Akses
Pada Sumber Daya Genetik Dan Pembagian Keuntungan Yang Adil Dan Seimbang
Yang Timbul Dari Pemanfaatannya Atas Konvensi Keanekaragaman Hayati)7yang di
dalamnya mengatur pula pengetahuan tradisional yang terkait dengan sumber daya
genetik, namun pemanfaatan pengetahuan tradisional pun perlu dilakukan mengingat
banyaknya pengetahuan tradisional milik bangsa Indonesia yang dibajak oleh negara-
negara maju tanpa adanya pembagian manfaat secara adil bagi Indonesia. Di sisi lain,
pemanfaatan pengetahuan tradisional sendiri masih terbatas yaitu dilakukan secara
sederhana oleh masyarakat lokal, antara lain jamu gendong dan obat-obatan tradisional.
Pemanfaatan secara lebih modern hanya dilakukan oleh perusahaan besar yang juga
5Agus Sardjono, Op. Cit., hal. 143.
6Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Nagoya Protocol On
Access To Genetic Resources And The Fair And Equitable Sharing Of Benefits Arising From Their
Utilization To The Convention On Biological Diversity (Protokol Nagoya Tentang Akses Pada Sumber
Daya Genetik Dan Pembagian Keuntungan Yang Adil Dan Seimbang Yang Timbul Dari Pemanfaatannya
Atas Konvensi Keanekaragaman Hayati), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013, Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5412, Penjelasan Umum. 7Republik Indonesia. Loc. Cit.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
275
tidak memberikan pembagian manfaat yang adil kepada masyarakat lokal yang
memiliki pengetahuan tradisional tersebut.
Dengan mempertimbangkan karakteristik dan kondisi geografis Indonesia yang
beragam, maka antara daerah di Indonesia memiliki potensi pengetahuan tradisional
yang beragam pula. Potensi keberagaman yang dimiliki tiap daerah ini dapat
dimanfaatkan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan yang
dikembangkan oleh Indonesia. Pemanfaatan pengetahuan tradisional yang tepat dengan
menilik pada kondisi Indonesia tersebut adalah jelas dapat menguntungkan daerah dan
pusat, serta memiliki potensi keuntungan ekonomis. Pemanfaatan ini antara lain dapat
dilakukan dengan memberdayakan potensi setiap daerah yang beragam tersebut dengan
melibatkan partisipasi masyarakat lokal.
Perlindungan Hukum Terhadap Obat-Obatan Tradisional di Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
Teori-teori hukum dari para pakar pemikir hukum terkemuka yang berkembang di
dunia Barat terutama Eropa sejak abad pertengahan sampai sekarang tidak dapat
dipungkiri telah berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan sistem hukum
di Indonesia. Teori-teori tersebut tidak dapat diadopsi atau digunakan sepenuhnya
namun banyak aspek yang harus disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan dalam
masyarakat Indonesia.
Hukum dalam bentuknya peraturan perundang-undangan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, dan tidak lepas dari kehidupan masyarakat, sehingga
kebutuhan masyarakat akan perlindungan hukum dapat terpenuhi. Sangat penting untuk
membuat hukum yang berkarakter masyarakat Indonesia sebagai identitas dan
kepribadian bangsa. Ada tiga tujuan hukum salah satunyaadalah keadilan di samping
kepastian hukum dan kemanfaatan. Kaitannya dengan pembentukan hukum di
Indonesia, setidaknya hukum dibentuk karenapertimbangan keadilan (gerechtigjkeit)
disamping sebagai kepastian hukum(rechtssicherheit) dan kemanfaatan
(zweckmassigkeit).8
Proses pembentukan peraturan perundangundangan yang baik merupakan satu
langkah menuju cita hukum, dimana perencanaan, partisipasi masyarakat, dan proses
8Darji Darmodihardjo dan Sidharta, (2006), Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia), Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,. Hal. 154
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
276
pembahasan yang terbuka saat pembentukan hukum. Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup
tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan. Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Prolegnas.
Peraturan berkaitan dengan produk herbal hasil traditional knowledge, tersebar,
tidak taat asas, dan tidak konsisten sehingga perlu diatur untuk kepentingan banyak
pihak baik bagi produsen maupun konsumen, sehingga dibutuhkan peraturan yang
harmonis satu sama lain agar terciptanya proteksi bagi produk herbal hasil traditional
knowledge di Indonesia. Indonesia dalam rangka adopsi hukum nasional seakan-akan
kalah dengan internasional, maka dalam hal ini dibutuhkan harmonisasi yang akan
melindungi masyarakat dan kepentingan nasional negara Indonesia.
Beranjak dari pemahaman sistem hukum nasional, dalam rangka mencermati
harmonisasi hukum yang intinya penyesuaian asas dan sistem hukum untuk tujuan
kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan, diperlukan kerangka teori sebagai yang
diuraikan di bawah ini. Teori ‗stufenbau„ dari Kelsen untuk mengkaji segi kepastian
hukum dalam kaitannya dengan keberlakuan hukum secara yuridis, karena kepastian
hukum ditentukan oleh validitas atau kesesuaian hukum dalam tatanan hirarki
peraturan-perundang-undangan.9
Digunakannya teori stufenbau ini karena dengan melalui teori stufenbau hirarki
atau pertingkatan norma-norma hukum mudah dipahami, mudah untuk menerangkan
tempat suatu nilai atau implikasi suatu nilai. Hal tersebut memudahkan upaya untuk
menemukan keseimbangan hukum yang selaras dan serasi, serta kesesuaian diantara
norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan, baik vertikal maupun
horisontal. Teori stufenbau ini digunakan untuk membantu menganalisis keterkaitan
antara norma hukum, penekanananya mengacu baik pada nilai filosofis yang berintikan
rasa keadilan dan kebenaran, nilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang
berlaku di masyarakat, nilai ekonomis yang menjamin efisiensi dengan pertimbangan
dan disesuaikan dengan kebutuhan, maupun nilai yuridis yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembahasan mengenai membentuk hukum paten yang dapat melindungi produk
herbal berbasis TK agar dapat memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat
9Kelsen Hans, General Theory of Law and State, (1961), New York: Russel & Russel, Hal. 112-115
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
277
banyak dapat dianalisis dengan menggunakan teori HKI (teori dari William Fisher) dan
pembentukan hukum dalam perspektif William Chambliss & Robert B. Seidman.
Dalam setiap pembuatan UU, terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan sebagai dasar
keberlakuan kaedah hukum yaitu: (1) yuridis, (2) sosiologis, dan (3) filosofis.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
278
Tidak diragukan setiap UU berlaku secara yuridis, tetapi tidak otomatis berlaku
secara sosiologisdan filosofis. Kerangka pemikiran dalam penulisan ini dapat di lihat
dalam skema di bawah ini :
Pancasila
UUD NRI Tahun 1945
Pasal 33 UUD NRI
Obat Herbal
Regulasi
Nasional Internasional Ratifikasi
Persoalan Analisis UU Paten
Tujuan
Kaidah
Asas
Ranah Teori Ranah Praktik
Yang terumus dalam
pertimbangan
Kaidah Primer
Kaidah Sekunder
Asas Umum : Keadilan
Proteksi
Herbal
berbasis TK
Tujuan
Negara
Hukum yang
Progresif
Teori yang
menjelaskanten
tang transfer
merumuskan
mengenai
pengaturan TK
Bagaimana
merumuskan
yang ajeg
(tetap)
Dihasilkan Perlindungan
pengetahuan tradisional
dalam bidang produk obat
herbal
Membentuk
hukum
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
279
Perlindungan Hukum TerhadapObat-obatan Tradisional Di
Indonesia Berdasarkan Asas Keadilan Melalui Hak KekayaanIntelektual
Banyaknya kasus “pencurian” terhadap pengetahuan tradisional negara berkembang
oleh negara maju tidak bisa serta-merta diarahkan pada adanya celah dalam sistem
hukum Hak KekayaanIntelektual yang ada. Pemerintah sebagai pengatur (regulator)
harus menjalankan fungsinya dalam memberikanperlindungan hukum
terhadappengetahuan tradisional di Indonesia. UU
Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic
Resources For Food and Agriculture(Perjanjian Mengenai Sumber Daya
Genetik Tanaman Untuk Pangan DanPertanian), didasarkan atas pertimbangan,
diantaranya adalah Negara RepublikIndonesia sebagaimana dicantumkan
dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskankehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.Kebijakan perlindungan terhadappengetahuan tradisional ini
akantercermin dalam peraturan perundang-undangan tentang Hak Kekayaan
Intelektual yang di dalamnya mengatur tentang hal ini secara terpisah. Bahkan
telah ada wacana tentang akan disusunnya Rancangan UU tentang Perlindungan atas
Pengetahuan Tradisional untukmemberikan kejelasan tentang hakekat
pengetahuan tradisional dan upayaperlindungannya, sehingga tidak hanya
melindungi potensi ekonomi semata,tetapi juga aspek sosialnya.
Benefit sharing merupakan isu yang cukup kuat dibicarakan dalam forum
internasional menyangkut perlindungan pengetahuan tradisional di bidang
keanekaragaman hayati.
1. Indonesia sebagai negara yang kaya dengan sumber daya hayati dan
pengetahuan tradisional seperti di bidang obat-obatan yang terkait dengannya sudah
selayaknya mengambil peran aktif dalam proses peningkatan pembagian manfaat
sumber daya tersebut bagi masyarakat
lokalnya. Beberapa langkah dapat dilakukan antara lain: (1) mengupayakan
sistem yang telah dibicarakan dalam forum internasional, (2) meningkatkan
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
280
peranaparatur pusat ataupun daerah dalam proses itu ataupun (3)meningkatkanperan
LSM sebagai representasi masyarakat lokal.
Indonesia belum memiliki pengalaman untuk merancang sebuah
mekanismebenefit sharing yang tepat berkenaandengan pemanfaatan sumber daya
genetik dan pengetahuan tradisional yang terkait dengannya. Dengan demikian,
menjadipenting untuk melihat sistem yangdikembangkan olehUNEP dalam
Convention on Biological Diversity (CBD).
Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah penting yang
berhubungan dengan access and benefit sharing sebagai berikut :
Pertama,membangun kemampuannasional (capacity building) agar Indonesia
sebagai negara yang kaya dengan sumber daya hayati danpengetahuan
tradisionalmempunyai kesiapan yang memadai dalamhubungan nya dengan
pemanfaatansumber daya tersebut oleh pihak-pihak, baik lokal maupun asing. Hal
utamasebagai prasyarat dalam membangunkemampuan nasional itu adalah
adanyakepedulian (awareness) dari semuakomponen bangsa, mulai dari
Pemerintah,baik Pusat maupun Daerah, sampai ke masyarakat lokal.
Kepedulian yang dimaksud adalahbahwa kekayaan sumber daya hayati dan
pengetahuan tradisional (biodiversity,genetic resources and traditional knowledge)
Indonesia perlu mendapatkan perlindungan yang memadai, dan memanfaatkannya
untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Kesesuaian Secara Vertikal Regulasi Paten
UUD NRI Tahun 1945
UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan
Patent Cooperation Treaty and Regulation Under the PCT.
Permenkes No. 6 Tahun 2012 tentang Industri
dan usaha Obat Tradisional
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No :
HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
281
Kerberlakuan dalam teori hukum menurut Kansil ada 3 macam, yaitu10
kelakuan
Juridisch, kelakuan sociologisch, dan kelakuan philosopisch. Kelsen menyatakan bahwa
dalam kelakuan Juridisch dimana kaedah hukum mempunyai kelakuan “Juridisch”jika
penentuannya berdasarkan kaidah yang lebih tinggi (ini berhubung dengan Stufenbau
theorie dari Kelsen), sedangkan Zevenbergen berpandangan bahwa kaedah hukum
mempunyai kelakuan Juridisch jika kaedah itu“op de vereischte wijze is tot stand
gekomen”misalnya Undang-undang di Indonesia harus dengan persetujuan DPR atau
disahkan oleh Presiden. Pandangan Logemann(De logische Kenvorm des rechts”)bahwa
kaedah hukum itu Juridisch mengikat (mempunyai kekuatan juridis) jika menunjukkan
hubungan keharusan antara satu“condition”dan Result. Kelakuan “Sociologisch”, dalam
hal ini ada dua teori yaitu teori “Machtstheorie”dan teori “Anerkennungstheorie”.
“Machtstheorie” dimana kaidah mempunyai kelakuan sociologis jika oleh yangberwajib
dipaksakan berlakunya, diterima atau tidak oleh warga.Anerkennungstheorie dimana
kaidah mempunyai kelakuan sosiologis jika diterima/diakui oleh mereka untuk siapa
kaedah itu berlaku. Kelakuan “Philosophisch” merupakan kaedah hukum yang
sesuaidengan “Rechtsidee”(menurut versi Radbruch) dalam hidup bersama di mana
kaedah hukum ituberlaku. Kaedah hukum yang sesuai dengan cita-cita hukum,
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Hukum Paten di Indonesia sepatutnya memenuhi ketiga keberlakuan tersebut
yaitu kelakuan Juridisch dan Sociologisch dan Phylosophisch. Konsekuensi
darikelakuan tersebut yaitu kaidah akan hanya merupakan “dode regel”jika hanya
mempunyai kelakuan jurids dan kaidah tanpa adanya kelakuan philosophis (hanya
memiliki kelakuan Juridisch dan kelakuan Sociologisch) maka kaidah itu menjadi
“dwangmaatregel” sertajika hanya mempunyai kelakuan philosophis saja maka kaedah
itu hanya boleh disebut “Ius Constituendum”atau “Ideal Norm” atau kaedah hukum
yang diharapkan11
. Pengingkaran dalam keberlakuan hukum maka dapat mengakibatkan
Chaos-nya pemberlakuan hukum paten di Indonesia saat ini seharusnya memaksa
bangsa ini untuk membenahi konstruksi hukumnya termasuk hukum paten Indonesia.
Hukum paten Indonesia harus dapat menyesuaikan diri dengan nilai filosofis, sosiologis,
dan yuridis Bangsa Indonesia.
10
Kansil, (1989), Pengantar Ilmu hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, halaman 499 11
Kansil, Op.cit., halaman 500
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
282
Secara teoritis, berlakunya hukum dibedakan menjadi tiga macam hal, yaitu:
1. Berlakunya secara yuridis. Undang-undang mempunyai kekuatan berlakuyuridis
apabila persyaratan formal terbentuknya undang-undang itu telahdipenuhi. Hans
Kelsen berppendapat bahwa kaedah hukum mempunyai kekuatanberlaku apabila
penetapanya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatanya.
2. Berlakunya secara sosiologis, yang berintikan pada keefektivitas hukum. Disini
artinya adalah efektivitas atau hasil guna kaedah hukum didalam kehidupan bersama.
Maksudnya, berlakunya atau diterimanya kaedah hukum di dalam masyarakat itu
lepas dari kenyataan apakah peraturan itu terbentuk menurut persyaratan formal atau
tidak. Jadi disini berlakunya hukum merupakan kenyataan di dalam masyarakat.
3. Berlakunya secara filosofis, artinya bahwa hukum itu sesuai dengan cita-cita hukum
sebagai nilai positif yang tertinggi.12
Agar hukum dapat berfungsi dengan baik maka harus memenuhi tiga hal tersebut.
Apabila terpenuhi secara yuridis saja maka akan menjadi kaedah yang mati, apabila
dipenuhi secara sosiologis maka hanya akan tampak menjadi aturan-aturan pemaksa dan
apabila berlaku secara filosofis saja maka hukum sebagai suatukaidah yang di cita-
citakan saja. Lebih jelas lagi pengkajian secara filosofis, yuridis, dan sosiologis sebagai
berikut.
Filosofis, yaitu pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbangsa dan
bernegara, yaitu Pancasila. Penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam hukum
mencerminkan suatu keadilan, ketertiban dan kesejahteraan yang diinginkan oleh
masyarakat Indonesia. Hukum Paten Indonesia seyogyanya mencerminkan keadilan
bagi Bangsa Indonesia terutama sebagai pemilik TK dan pemilik keanekaragaman
hayati yang melimpah di bidang obat-obatan. Modal dasar tersebut semestinya dapat
memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Hak paten yang menggunakan TK
dan keanekaragaman hayati Indonesia tidak boleh melupakan kontribusinya baik secara
moral maupun ekonomis kepada Bangsa Indonesia selaku pemilik TK dan
keanekaragaman hayati tersebut.
Sosiologis, yaitu budaya bangsa Indonesia yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kesadaran hukum masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika yang
berwawasan nusantara. Tumbuhnya kesadaran bagi para pelaku usaha atau inventor
12
Soerjono Soekanto. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : CV. Rajawali Press, hal. 324
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
283
untuk mengembangkan TK yang didukung dengan bahan baku yang melimpah.
Pengembangan dengan melakukan penelitian dan inovasi serta kesadaran untuk
mendaftarkan hasil dari invensinya. Yuridis, yaitu nilai-nilai dasar UUD 1945, yaitu
dijiwai oleh nilai-nilai keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat yang tidak memihak
kepentingan orang-orang saja, melainkan kepentingan orang banyak. Hukum paten
meskipun secara historis bukanlah berasal dari nilai-nilai kemasyarakatan bangsa
Indonesia, namun secara yuridis hukum paten harus sesuai dengan Pancasila dan UUD
NRI Tahun 1945 yang merupakan nilai dasar negara Indonesia.
KESIMPULAN
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di bidang pengetahuantradisional
khususnya obat-obatan tradisional perlu mendapatkan perhatianyang lebih dari
pemerintah bersama-sama masyarakat. Mengingat banyaknyapengetahuan tradisional
yang secara sengaja atau tidak sengaja diadopsi, diambil alih dan dikembangkan oleh
negara maju selanjutnya dipatentan menjadi invention (penemuan) baru bagi para
inventor.
Prosedur pendaftaran paten pengetahuan tradisional dari para inventor di negara
maju tersebut berakibat bagi keuntungan ekonomis yang hanya dinikmati oleh individu
serta negara dimana inventor itu berada. Sebaliknya masyarakat tradisional yang justru
mengembangkannya pertama kali tidak mendapatkan apa-apa.
Perhatian tersebut dapat dimulai dengan menginventarisir kembali seluruh
kekayaan pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan yang tersebar di seluruh
nusantara ini dari berbagai daerah yang memiliki ciri khas masing-masing.
Selanjutnya perlu adanya kesepakatan apakah pengetahuan tradisional tersebut
dimasukkan pengaturannya di UU HKI yang sudah ada atau perlu dibuatkan UU khusus
yang secara spesifik mengatur tentang perlindungan HKI sebagai pengetahuan
tradisional khususnya dibidang obat tradisional.
Pendaftaran produk-produk herbal berbasis traditional knowledge dalam kerangka
hukum paten oleh masyarakat Indonesia sendiri bukan orang asing. Masyarakat di
Indonesia pada umumnya dan para pelaku usaha industri herbal pada khususnya, perlu
memiliki kesiapan dalam mengedepankan dan mengembangkan herbal berbasis
traditionalknowledge.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
284
Dibentuknya lembaga non pemerintah dibawah Ristek/ LIPI yang bertugas untuk
mengukur novelty sebagai syarat hak paten. Badan Pengembangan Ekonomi Kreatif
dapat mengintegrasikan program-program pengembangan ekonomi kreatif khususnya
pada industri herbal berbasis TK serta membuka ruang kreatif, lingkungan, fasilitas
yang memadai untuk mendorong pengembangan inovasi produk herbal berbasis TK
demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Antons, Christop (Edt.), (2009), Traditional Knowledge, Traditional Cultural
Expressions and Intellectual Property Law in The Asian – Pacipic
Region,Nedherlands : Kluwer Law International
Asshiddiqie, Jimly, (2011), Perihal Undang-undang, Jakarta: PT. RadjaGrafindo
Persada
Aulia,M. Zulfa,(2006), Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atas Pengetahuan
Tradisional, Jakarta : FH UI.
Barutu, Christophorus, (2007), Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan
Pengamanan (Safeguard) Dalam GATT dan WTO, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti
Bisri, Ilham, (2011), Sistem Hukum Indonesia, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
Darmodihardjo,Darji dan Sidharta, (2006), Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,
Emmy Mustafa, Marni, (2007),Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Pencegahan
Hukum Paten Di Indonesia Dikaitkan Dengan TRIPS–WTO, Bandung: Alumni
Erbisch, F.H., and K.M. Maredia, (2004), Intellectual Property Rights in
Agricultural Biotechnology (second edition), USA: CABI Publishing
Gautama, Sudargo, (1992), Masalah-masalah Perdagangan, Perjanjian, Hukum
Perdata Internasional, dan Hak Milik Intelektual, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti
Hartiko, Hari, dkk.,(1995), Bioteknologi & Keselamatan Hayati (mengantisipasi
Dampak Bioteknologi Modern Terhadap Kehidupan Manusia dan Etika, Jakarta:
Kophalindo.
Hartono, Sri Redjeki, dkk.,(2007), Permasalahan Hukum Investasi di Era Global,
Lampung: UNLAM
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
285
Kansil, (1989), Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.
Kelsen, Hans, (1961), General Theory of Law and State, New York: Russel & Russel.
Mahmud,Marzuki Peter dalam Mukti Fajar dan Yulianto Achmad,(2007), Penelitian
Hukum. Jakarta: Kencana.
Mikkelsen, Britha.(1999), Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan, Sebuah Bukum Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan, Alih
bahasa Matheos Nalle, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Miles,Mattew B dan A Michael Huberman, (1992), Analisis Data Kualitatif, Jakarta: UI
Press.
Purba,Afrillyana dkk, (2005), TRIPs–WTO & Hukum HKI Indonesia (Kajian
Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia), Jakarta: Rineka
Cipta.
Sardjono,Agus, (2010), Hak Kekayaan Intelektual & Pengetahuan Tradisional,
Bandung: PT. Alumni.
Soekanto, Soerjono (1982),Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali Press.
Tomi Suryo Utomo, (2010), Hak Kekayaan Intelektual(HKI) di Era Global Sebuah
Kajian Kontemporer, Yogyakarta: Graha Ilmu.