self regulated learner dalam perspektif cross culture

45
SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE Rahmad Agung Nugraha, S.Psi, M.Si Dosen Progdi BK. Universitas Panca Sakti Tegal

Upload: ncpa-advisory

Post on 18-Aug-2015

21 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Rahmad Agung Nugraha, S.Psi, M.Si

Dosen Progdi BK. Universitas Panca Sakti Tegal

Page 2: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

SRLwith a series of special issues over the years.

SRL

Page 3: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

In addition, since 1990 there havebeen more than 30 articles published

phenomenological aspects of SRL

(McCombs & Marzano, 1990)

children’s social regulation

(Patrick, 1997)

family influences on self-regulation

(Grolnick, Kurowski,& Gurland, 1999)

Social and cultural influences on SRL (Boekaerts, 1998; Pressley, 1995)

Monitoring reading

(Pressley & Ghatala, 1990),

personal cognitive development

(Ferrari & Mahalingam, 1998)

Specific influences of situation and domain

knowledge on SRL (Alexander, 1995).

Page 4: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Self regulated learning

Untuk mencapai keterampilan belajar, siswa membutuhkan self regulated learning (SRL) dalam belajar. SRL dibutuhkan siswa agar mengarahkan dirinya sendiri, mandiri dan tanggung jawab untuk mengatur sendiri proses belajarnya

Page 5: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

Masih adanya siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar ini mempunyai kecenderungan prestasi akademik yang jauh di bawah potensi kemampuannya dan standar tingkat penguasaan materi pelajaran.

Menurut Pusat Statistik Pendidikan, di tahun ajaran 2004-2005 terdapat 24.403 siswa SMA yang dinyatakan tidak lulus dan 12.654 siswa SMA yang lainnya dinyatakan harus mengulang kelas (Pusat Statistik Pendidikan Depdiknas, 2007).

Banyaknya jumlah siswa yang tidak lulus dan tidak naik kelas menunjukkan perlunya adanya perhatian serius untuk memberikan penanganan kepada siswa yang mengalami berkesulitan belajar.

Page 6: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Fenomena yang nampak

masih adanya prestasi belajar

siswa yang rendah

motivasi belajar yang rendah

masih adanya para siswa yang mengerjakan tugas dengan usaha belum optimal dan tidak diselesaikan dengan tepat waktu

masih adanya siswa yang tidak berusaha dan kemauan siswa dalam meminta perbaikan (remedial) kepada guru mata pelajaran yang nilainya belum tuntas

masih adanya siswa yang belum memiliki kemandirian belajar, yang diantaranya ditunjukkan dengan masih banyak siswa yang tidak memiliki jadwal belajar rutin setiap hari, mereka akan belajar pada saat akan ujian saja.

Page 7: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

MASALAH Dengan melihat masih

adanya siswa yang mengalami kesulitan belajar dan tidak mendapatkan perhatian khusus maka siswa tersebut akan menjadi warga negara yang tidak produktif, menjadi beban sosial, memiliki masalah perilaku dan emosional sehingga terlibat dalam berbagai tindakan kriminal dan berbagai dampak negatif lainnya yang nantinya akan semakin melemahkan daya saing bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Berlin dan Sum, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa siswa yang mengalami kegagalan akademik : sebanyak 69 % pernah ditangkap polisi karena terlibat tindak kriminalitas, sebanyak 79 % pemenuhan kebutuhan hidupnya bergantung pada orang lain, sebanyak 85 % menjadi ibu tanpa menikah, sebanyak 85 % keluar sekolah, dan sebanyak 72 % menjadi pengangguran. (The California Department of Education, 2000;2)

Page 8: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Definisi Self regulated Learning

Self regulated learning dapat didefinisikan sebagai proses yang aktif-konstruktif di mana siswa mencanangkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha memonitor, meregulasi dan mengontrol kognisi, motivasi, perilaku, dan karakter konteks lingkungan belajar guna mencapai tujuan belajarnya tersebut (Pintrich dalam Montalvo & Torres, 2004; Zimmerman, 1989).

Self Regulated Learning mengacu pada proses dimana siswa secara sistematis mengarahkan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan tindakan-tindakan mereka kepada pencapaian tujuan-tujuan mereka (Schunk, 2012:35).

Page 9: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Self Regulated Learning (SRL)

Self Regulated Learning (SRL) menekankan kemandirian dan tanggung jawab peserta didik untuk mengatur sendiri proses belajarnya. Secara umum terminologi ini terangkum dalam sub-sub terminologi dalam Strategi Kognitif, Metacognitif, Motivasi yang koheren yang terkonstruksi dalam “Bagaimana Diri’ menjadi agen untuk menetapkan tujuan dan taktik pembelajaran dan bagaimana setiap individu mempersepsikan diri dan tugas yang mempengaruhi tugas dan menghasilkan kualitas tugas yang baik”.( Scott G. Paris & Alison H. Paris,2001:3)

Page 10: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

self regulated learning

Siswa dikatakan telah menerapkan self regulated learning apabila siswa tersebut memiliki strategi mengaktifkan metakognisi, motivasi, dan tingkah laku dalam proses belajar mereka sendiri (Zimmerman dan Martinez-Ponz, Zimmerman, 1989).

Page 11: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

self regulated learning

siswa yang mampu mengarahkan dirinya saat belajar (Self-regulated learning) dapat dilihat dari cara mereka merencanakan, mengorganisasikan mengarahkan diri sendiri, serta melakukan evaluasi diri pada berbagai tingkatan selama proses perolehan informasi.

Siswa yang memiliki self regulated dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki kemampuan (self efficator), memiliki otonomi (autonomous) dan memiliki motivasi dalam diri sendiri (instrinsically motivated) (Zimmerman dan Martinez-Pons,1989:4)

Page 12: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

SELF REGULATED LEARNING DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Culture and Development of Self-RegulationSumber : First Publ : Social and Personality Psychology Compass 3 (2009),5, pp.687-701, Oleh : Gisela Trommsdorff, Metode : studi literatur

Kajian ini menjelaskan teori budaya berbasis self regulation dan menjelaskan beberapa fungsi yang saling konstitutif fenomena psikologis dan sosiokultural, dimana mengkaitkan hubungan antara seseorang dan budaya dan peran hubungan-hubungan dalam mengembangkan self regulasi sehingga disajikan sebuah model agen budaya dan self regulasi yang menunjukkan bagaimana menghubungkan budaya dan agen individu.

Hasil kajian ini memberikan pengertian bahwa Self regulasi seseorang didasarkan pada motivasi untuk memodifikasi proses internal dan perilaku untuk mencapai tujuan seseorang. Karena perkembangan self regulasi tertanam dalam konteks budaya yang mengutamakan model tertentu dari agency, sehingga proses self regulation berbeda yang diasumsikan lintas budaya.

Page 13: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Strategies For Self-Regulated Learning: A Cross-Cultural Comparison

Sumber : Eric, Paper presented at the Annual Conference of the American Educational ResearchAssociation, San Francisco, April 1995, Oleh : Nola Purdie, Metode : studi literature.

Jurnal ini melaporkan hasil penelitian yang membandingkan strategi yang digunakan oleh tiga berbagai kelompok siswa sekolah menengah atas untuk mengatur proses belajar mereka sendiri: siswa Australia, siswa Jepang di sekolah di Jepang, dan siswa Jepang yang saat ini belajar di sekolah-sekolah Australia. Cara di mana strategi dikategorikan ditemukan menjadi penting dalam membuat perbandingan antara kelompok. Meskipun siswa menggunakan berbagai strategi serupa di tiga kelompok, pola penggunaan untuk setiap kelompok budaya bervariasi. Variasi dalam pola penggunaan strategi juga dikaitkan dengan tingkat prestasi akademik. Penataan lingkungan fisik untuk keperluan studi dan pemeriksaan pekerjaan seseorang adalah dua strategi yang paling penting untuk masing-masing kelompok. Para siswa Jepang menggunakan strategi menghafal lebih signifikan daripada siswa Australia. Selanjutnya, meskipun siswa Jepang sekarang belajar di Australia menunjukkan kesamaan yang lebih besar dengan kerja sama siswa Australia pada banyak strategi, mereka masih melekat secara lebih besar signifikannya penting penggunaan menghafal. Temuan ini membahas secara jelas penafsiran Konfusianisme tentang hubungan antara hafalan dan pemahaman.

Page 14: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Learner Self-Regulation in Distance Education: A Cross Cultural Study

Sumber : 24th Annual Conference on Distance Teaching & Learning, Oleh : Aisha S. Al-Harthi Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara peserta didik jarak jauh Arab dan Amerika dalam cara mereka mengatur pembelajaran mereka dan dalam orientasi budaya mereka terhadap waktu dan saling ketergantungan kelompok. Siswa Amerika lebih tinggi daripada mahasiswa Arab pada manajemen perencanaan, pemantauan, tenaga, waktu dan lingkungan dan self-efficacy, sedangkan siswa Arab lebih tinggi daripada siswa Amerika dalam bantuan. Siswa Amerika lebih tinggi daripada orang-orang Arab pada kedua kelompok dan saling ketergantungan orientasi masa depan. Sementara itu yang diharapkan bahwa siswa Amerika akan lebih berorientasi ke masa depan, ternyata diketemukan juga kelompok yang juga lebih saling bergantung, yang lebih bergaul dengan budaya kolektif seperti budaya individualistis Amerika. Di Dalam model ini, self-regulasi itu dibagi lagi menjadi dua faktor yaitu (1) meta-kognisi yang terdiri dari perencanaan, pemantauan, dan manajemen waktu dan lingkungan, dan (2) motivasi yang terdiri dari usaha dan self-efficacy.

Page 15: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Stevenson H,W & Hofer, B.K (1999) Education policy in the United States and abroad : What we can learn from each other. In G.J. Cizek (Ed), Handbook of educational policy. San diego : Academic Press

dalam buku ini disebutkan bahwa perbandingan budaya individualis dan kolektif antara siswa Amerika dengan siswa China, Jepang dan Taiwan. Perbandingan siswa Amerika dengan siswa China, Jepang, dan Taiwan menunjukkan bahwa siswa Amerika cenderung melakukan pekerjaan secara lebih independen, sementara siswa Asia kemungkinan besar bekerja dalam kelompok-kelompok. Perbedaan-perbedaan dalam budaya ini telah dideskripsikan dengan dua istilah Individualisme dan kolektivisme. Individualisme merujuk pada sekumpulan nilai yang lebih memprioritaskan tujuan pribadi dari pada tujuan kelompok. Nilai-nilai individualis meliputi perasaan senang, pengakuan pribadi, dan kebebasan. Kolektivisme terdiri atas sekumpulan nilai yang mendukung kelompok. Tujuan pribadi dikesampingkan untuk mempertahankan integritas kelompok, saling ketergantungan dari anggota-anggota kelompok, dan hubungan yang harmonis. Banyak budaya barat seperti budaya Amerika serikat, Kanada, UK dan Belanda dideskripsikan sebagai Individualis. Banyak budaya timur seperti seperti budaya budaya China, Jepang, India, dan Thailand dideskripsikan sebagai kolektivis. Budaya Meksiko juga mempunyai karakteristik kolektivis yang lebih kuat daripada budaya AS. Namun, AS mempunyai banyak subbudaya kolektivis, seperti China-Amerika dan Meksiko-Amerika.

Page 16: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Self-Regulation Across Cultures: New Perspective on

Culture and Cognition Research,

oleh Takeshi Hamamura ([email protected]) dan Steven J. Heine ([email protected]) Department of Psychology, 2136 West Mall Vancouver, BC V6T1Z4 Canada. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa cara yang berbeda dalam meningkatkan prestasi dan penyelesaian tugas merupakan penting sebagai fungsi pendidikan budaya dan penelian ini menemukan perbedaan budaya bias memori bahwa masyarakat Kanada cenderung untuk lebih meningkatkan informasi yang baru daripada di kalangan masyarakat Jepang dimana variasi Budaya dalam fokus regulasi diri merupakan adalah perspektif teoritis yang akan memberikan kontribusi.

Page 17: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

A Cross-Cultural Comparison of Self-Regulated Learning Skills between Korean and Filipino College Students

Sumber: Asian Social Science, Vol. 5, No. 12, www.ccsenet.org/journal.html Desember 2009. oleh : Joanne P. Turingan and Yong-Chil Yang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan yang mungkin terjadi antara mahasiswa Filipina dan Korea di tingkat keterampilan self regulated learning (SRL). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa siswa Filipina memiliki keterampilan SRL yang lebih tinggi daripada Korea. Berikut dapat dijelaskan sebagai alasan untuk hasil seperti itu. Pertama, perbedaan dalam keterampilan SRL antara Filipina dan mahasiswa Korea dapat dijelaskan sebagai faktor budaya, seperti sosial, nilai harapan dan keyakinan terhadap pendidikan perguruan tinggi, dan menghormati otoritas. latar belakang Budaya telah dilaporkan sebagai faktor pembeda dalam tingkat keterampilan SRL.

Page 18: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Lanjutan A Cross-Cultural Comparison of Self-Regulated Learning Skills between Korean and Filipino College Students

Korea lebih cenderung untuk memiliki tutor pribadi dan cara yang lebih baik bagaimana memfasilitasi pembelajaran mereka, sementara Filipina cenderung lebih tergantung pada sistem sekolah saja. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa Korea mewujudkan self regulated learning yang lebih tinggi untuk kegiatan non-sekolah mereka seperti mereka menghabiskan lebih banyak waktu dan upaya keluar dari kegiatan sekolah. Hal ini berbeda dengan kasus mahasiswa Filipina yang diberikan tugas belajar lebih individual, seperti laporan individu, tugas, dan pekerjaan rumah pada perguruan tinggi mereka. Oleh karena itu, mahasiswa Filipina lebih cenderung untuk menggunakan keterampilan SRL dibanding Korea. Kedua, ada kemungkinan bahwa perbedaan latar belakang pendidikan antara kedua negara menyebabkan hasil tersebut. Hal ini dalam Itu sering diberikan penghargaan akademik dalam sistem pendidikan Filipina bahkan pada tingkat kelas awal mencerminkan insentif yang kuat nilai persetujuan sosial dan pengakuan. Jajaran akademik individual yang digunakan untuk menentukan seberapa baik siswa melakukan dalam pengaturan kelas kuliah Filipina. Juga, sebagian besar perguruan tinggi negeri di Filipina menerapkan nilai rata-rata poin yang diperlukan tinggi dimana siswa yang gagal memenuhi persyaratan tidak kembali mengakui untuk semester berikutnya atau tahun ajaran. Misalnya, siswa yang terdaftar pendidikan untuk mempertahankan IPK yang tinggi dan meningkat untuk dapat tetap di studi utama pilihan mereka. Siswa yang tidak mampu untuk mendaftar di sekolah swasta karena tingkat biaya kuliah biasanya belajar keras untuk melanjutkan mereka mengejar untuk gelar sarjana meskipun persyaratan yang ketat.

Page 19: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Lanjutan A Cross-Cultural Comparison of Self-Regulated Learning Skills between Korean and Filipino College Students

Motivasi akademik siswa Filipina menunjukkan aspek ekstrinsik atau instrumental yang kuat, karena status ekonomi yang lebih baik adalah prioritas utama. Oleh karena itu, ada pemikiran umum di antara orang Filipina menuju nilai instrumental pragmatis untuk kuliah pendidikan, sehingga mereka percaya bahwa itu merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan-tujuan penting lainnya dalam hidup mereka. Di sisi lain, mahasiswa Korea merasa bahwa salah satu poin yang paling penting dalam hidup mereka adalah proses masuk perguruan tinggi, tapi begitu mereka mengaku ke perguruan tinggi, beberapa mahasiswa biasanya tidak menamatkan. Dengan demikian, secara umum persepsi mereka adalah menjadi mahasiswa sudah dapat dikatakan sukses di Korea. Bagi banyak orang, setelah kerja secara intensif diperlukan untuk masuk ke perguruan tinggi, perguruan tinggi adalah lebih seperti tahun liburan, dan terasa seperti jenis kebebasan baru. Siswa menghadiri kelas secara teratur tetapi sering sedikit yang dituntut dalam cara pekerjaan rumah atau kegiatan belajar. Selain itu, ide-ide eksplisit pendidikan Konghucu mendominasi sistem sekolah, termasuk konsep otoriter peran anggota fakultas, kecenderungan untuk mengandalkan kuliah bukan diskusi, dan kurangnya keterbukaan terhadap tantangan mahasiswa (Jung, & Stinett, 2005;. Lee et al, 2003).

Page 20: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Secara keseluruhan, tampaknya bahwa latar belakang pendidikan Korea dan situasi perguruan bertanggung jawab atas keterampilan SRL rendah siswa mereka, dibandingkan dengan keterampilan 'SRL mahasiswa Filipina. Akhirnya, mungkin juga bahwa tingkat tahun sekolah dan rasio jenis kelamin dari dua kelompok berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki dampaknya terhadap perbedaan dalam keterampilan SRL. Karena mahasiswa Filipina berada di tahun ketiga dan keempat perguruan tinggi, maka diharapkan situasi belajar mereka berbeda dari mahasiswa Korea yang berada di tahun pertama dan kedua, sehingga memerlukan tingkat yang lebih tinggi keterampilan SRL atau motivasi. Hal ini konsisten dengan temuan Winne yang menyarankan bahwa sifat tugas mahasiswa diminta untuk melengkapi dapat mempengaruhi tingkat keterampilan SRL (1993). Pintrich et al (1994) juga menunjukkan bahwa kedua individu perbedaan awal dan aspek konteks kelas (yaitu perilaku guru, sifat tugas) yang berkaitan dengan perubahan tingkat keterampilan SRL. Juga, jenis kelamin mungkin masalah lain bagi hasil, Karena mahasiswa Korea yang berpartisipasi pada penelitian ini sebagian besar laki-laki, sebagian besar mahasiswa Filipina yang berpartisipasi di penelitian ini adalah perempuan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa perempuan cenderung lebih tinggi dalam kemampuan belajar dibandingkan siswa laki-laki (Niemverta, 1997; Pokay & Blumenfield, 1990, Zimmerman & Martinez-Pons, 1990; Wolters, 1999). Namun, tampaknya bahwa penelitian lebih lanjut harus dilakukan pada perbedaan gender dalam penggunaan strategi SRL atau kemampuan belajar.

Page 21: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Cross-Cultural Validation of Self Regulated Learning In Singapore

oleh Jerome I Rotgans and Henk G. Schidt. Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa MSLQ (Motivated Strategies for Learning Questionnaire) adalah instrumen yang valid dan dapat diandalkan yang mampu mengukur keyakinan motivasi dan strategi self-regulasi dalam konteks belajar multicultural Singapura, hasil penelitian yang kedua menunjukan bahwa ada perbedaan antara China, Melayu, dan India semua variabel motivasi peserta didik. perbedaan terbesar terjadi antara populasi mahasiswa Cina, dan Melayu. Temuan menunjukkan bahwa nilai mean untuk sebagian motivasi variabel yang tertinggi bagi mahasiswa terdiri dari Melayu, diikuti oleh Mahasiswa India dan terendah untuk mahasiswa Cina.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk penggunaan strategi pembelajaran antara, Cina Melayu dan India. Hasil menunjukkan bahwa siswa dengan berbagai latar belakang budaya memiliki persepsi yang berbeda tentang apa yang memotivasi mereka untuk belajar.

Page 22: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Investigating Self-Regulation and Motivation: Historical Background, Methodological Developments, and Future Prospects

Sumber :American Educational Research Journal Manth 2008, Vol. 45, No. 1, pp. 166 –183 DOI: 10.3102/0002831207312909 © 2008 AERA. http://aerj.aera.net, Oleh : Barry J. Zimmerman. Kajian ini menggambarkan eksplorasi yang telah melibatkan pengembangan tindakan secara online proses self-regulatory dan perasaan motivasi atau keyakinan mengenai pembelajaran dalam konteks otentik. Ini metode inovatif termasuk jejak komputer, berpikir-keras protokol, buku harian belajar, observasi langsung, dan microanalyses. Meskipun masih dalam tahap formatif pengembangan, langkah-langkah secara online menyediakan informasi baru yang berharga mengenai dampak kausal dari proses SRL serta meningkatkan pertanyaan baru untuk studi di masa depan.

Page 23: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Student Differences in Self-Regulated Learning: Relating Grade, Sex,and Giftedness to Self-Efficacy and Strategy Use

oleh Barry J. Zimmerman dan Manuel Martinez-Pons, sumber Journal of Educational Psychology 1990, Vol. 82, No. 1,51-59, hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa 'persepsi peningkatan keberhasilan akademis siswa, guru menggunakan instruksional atau penilaian prosedur yang mengurangi perbandingan sosial dan fokus pada tugas untuk memastikan penguasaan motivasi yang optimal. Selain itu penelitian ini, membuktikan bahwa siswa berbakat menunjukkan tingkat yang sangat tinggi selfefficacy sehingga menjelaskan motivasi luar biasa dan pencapaian para siswa. Dengan demikian Guru menggunakan tindakan self-efficacy untuk lebih memahami siswa dengan motivasi sedikit serta untuk lebih mengenali bidang bakat siswa. Hasil penelitian yang Ketiga, memberikan fakta bahwa siswa berbakat memanfaatkan lebih dari strategi belajar yang dirancang untuk mengatur proses pribadi, perilaku fungsi, dan peristiwa lingkungan. Itu prestasi para siswa di sekolah menunjukkan bahwa triadic model pengaturan diri mungkin memiliki manfaat bagi siswa pelatihan untuk menjadi pelajar yang lebih efektif. Bersama temuan menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap keberhasilan akademik dapat menyediakan jendela penting untuk memahami perbedaan individu dalam belajar dan motivasi.

Page 24: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Chinese Parenting Styles and Children's Self-Regulated Learning

oleh Huang, Juan, Prochner, Larry, Journal of Research in Childhood Education sumber Journal of Research in Childhood Education, Spring 2004, Tujuan penelitian ini akan menguji hubungan pola asuh orangtua Cina dan keterlibatan anak-anak dalam self-regulated learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang demokratis dan berwibawa dengan mantap dan secara positif ada hubungannya dengan self-regulated learning siswa, dibandingkan dengan pola asuh orang tua yang otoriter.

Page 25: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Goal Orientation and Self-Regulated Learning in the College Classroom: A Cross-Cultural Comparison

oleh Paul R. Pintrich, Akane Zusho, Ulrich Schiefele, Reinhard Pekrun, sumber DOI 10.1007/978-1-4615-1273-8_8 Springer US. Hasil kajian ini menemukan bahwa, berdasarkan dan mengadopsi norma dalam keluarga dan masyarakat, memberikan nilai yang positif atas penguasaan pelajaran siswa secara positif dihubungkan dengan self-efficacy.

Page 26: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

A Cross – Cultural Comparison of Major Features of Good Learning Situation

oleh H. Soini, M. Tensing, S. Koivula and M. Flynn University of Oulu, Finland, University of Saskatchewan, Canada, sumber : www.edu.oulu.fi/homepage/jumbo/across.htm. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Menurut analisis awal data ada beberapa perbedaan antara yang menguntungkan kelembagaan dan situasi belajar sehari-hari. Dalam situasi sehari-hari siswa menekankan penguasaan lebih mandiri dan pribadi belajar. Belajar dipandang sebagai perspektif yang lebih besar dalam pengaturan sehari-hari dan hal itu dijelaskan dari sudut pandang pengembangan pribadi dan sebagai pribadi. Dalam situasi kelembagaan siswa Finlandia dalam sampel penelitian ini menekankan penelitian kolaboratif, terutama kolaboratif bekerja dalam kelompok kecil dengan rekan-rekan mereka. Para siswa Kanada lebih mungkin untuk menggambarkan diarahkan situasi guru dalam melaporkan pengalaman belajar.

Page 27: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

The Role of Self –Regulated Learning in contextual teaching: Principles and Practices for Teacher Preaparation

Sumber : Paris/Winograd CIERA Archive #01–03, Oleh: Scott G. Paris University of Michigan dan Peter Winograd University of New Mexico, tujuan kajian ini adalah Mengkaji kemitraan yang sukses antara perguruan tinggi, masyarakat, dan pendidik dalam memperlakukan prinsip-prinsip self-regulated learning dalam konteks otentik belajar-mengajar. Kesimpulan yang di dapat adalah inovasi kolaboratif memberikan kesempatan bagi para guru untuk menjadi mandiri, strategis, dan memotivasi diri mereka sendiri karena mereka menemukan metode guru mengajar dan menilai siswa yang meniru proses inovasi kolaboratif, guru menginginkan siswa untuk menemukan dan menciptakan. Ini adalah model membangun pengembangan profesional bersama pengalaman-pengalaman yang berarti serta Dengan berfokus pada SRL mempersiapkan pendidik untuk menggunakan pembelajaran kontekstual dan membantu pendidik baru untuk lebih memahami diri sebagai seorang pemikir sehingga dapat memengaruhi dan memberi ransangan kurikulum metakognitif kepada siswa

Page 28: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Gender Differences in Self-Regulated Learning

oleh Temi Bidjerano University at Albany, State University of New York [email protected] sumber Paper presented at the 36th /2005 Annual Meeting of the Northeastern Educational Research Association, Kerhonkson, NY, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki perbedaan gender dalam penggunaan strategi pembelajaran mandiri. Studi ini menemukan perbedaan gender yang kuat dalam penggunaan enam strategi. Siswa perempuan melampaui siswa laki-laki dalam kemampuan mereka untuk menggunakan latihan, organisasi, metakognisi, keterampilan manajemen waktu, elaborasi, dan usaha. Selain itu, analisis multivariat dilakukan menunjukkan bahwa siswa perempuan dan laki-laki berbeda sebagian besar sehubungan dengan penggunaan strategi latihan dan organisasi. Analisis ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik mengenai mencari bantuan, rekan belajar, dan keterampilan berpikir kritis. Beberapa alternatif penjelasan dari temuan studi dapat didukung. Hasil penelitian mungkin mencerminkan kenyataan bahwa siswa laki-laki dan perempuan menunjukkan kecenderungan diferensial untuk menggunakan strategi ini dalam pembelajaran mereka. Hasil dari penelitian ini adalah konsisten dengan temuan dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa siswa perempuan cenderung mengungguli siswa laki-laki dalam hal penggunaan strategi (misalnya Niemivirta, 1997; Pokay & Blumenfeld, 1990; Zimermann & Martinez-Pons, 1990, Wolters, 1999).

Page 29: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Lanjutan Gender Differences in Self-Regulated Learning

Kemungkinan lain bisa jadi bahwa mahasiswa perempuan mungkin lebih reflektif pada pengalaman belajar mereka dan akibatnya lebih sadar strategi yang mereka gunakan secara konsisten dalam proses pembelajaran. Mereka mungkin juga menunjukkan kemauan yang lebih besar untuk melaporkan tentang penggunaan strategi ini. Hasilnya, mungkin juga menunjukkan bahwa wakil-wakil dari kedua jenis kelamin, telah merespon secara berbeda terhadap kuesioner. Perbedaan gender yang ditemukan mungkin fungsi keyakinan stereotip bahwa perempuan yang diharapkan untuk berperilaku dengan cara tertentu dalam pengaturan akademik. Perempuan diharapkan lebih teliti, terorganisir, dan terampil mengelola lingkungan belajar mereka. Hipotesis yang dibuat oleh para peneliti bahwa perbedaan gender dalam "variabel akademik mungkin merupakan stereotip fungsi dari keyakinan tentang gender mahasiswa, bukan gender itu sendiri" (Pajaras & Valiante 2002, p.216). Pajaras dan Valiante (2002) telah menemukan bahwa ketika stereotipe peran gender dikendalikan, perbedaan gender dalam variabel akademis cenderung tidak ada. Lebih khusus, penulis menetapkan bahwa perbedaan gender dalam keyakinan self-efficacy, merupakan aspek penting dari pengaturan diri, hilang ketika stereotip jender atau keyakinan orang terus tentang gender diperhitungkan. Kata lain, stereotip jender memediasi pengaruh gender pada keterampilan self-regulatory. Kesimpulannya, hasil penelitian mendukung siswa perempuan dalam penggunaan strategi pembelajaran self regulasi yang membingungkan dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Penelitian lebih lanjut tentang peran gender dalam regulasi diridiperlukan untuk memperjelas sifat yang tepat dari hubungan antara dua variabel.

Page 30: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Disciplinary Differences in Self-Regulated Learning in College Students

Sumber: CONTEMPORARY EDUCATIONAL PSYCHOLOGY 21, 345–362 (1996) ARTICLE NO. 0026, Oleh : SCOTT W. VANDERSTOEP (Calvin College), PAUL R. PINTRICH (University of Michigan) AND ANGELA FAGERLIN (Kent State University) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Siswa yang berhasil baik lebih cenderung memiliki keyakinan adaptif motivasi dan self efficacy yang sangat tinggi dan keyakinan nilai Tugas, serta menggunakan kognitif dan strategi metakognitif hal ini ditunjukan oleh mahasiswa ilmu sosial. Jumlah terbesar dari perbedaan yang signifikan dalam motivasi dan menggunakan strategi dengan tingkat prestasi terjadi bagi siswa dalam ilmu alam, di mana sembilan variabel secara signifikan berbeda sebagai fungsi dari tingkat prestasi. Siswa ilmu sosial menunjukkan perbedaan yang signifikan antara motivasi dan self-regulasi dan penggunaan strategi dengan tingkat prestasi. Strategi kognitif akan berkorelasi dengan ukuran obyektif seperti pemahaman. Oleh karena itu, penggunaan strategi ini berkorelasi dengan prestasi dalam ilmu alam dan ilmu sosial.

Page 31: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

University Students’ Approaches to Learning, Self-Regulation, and Cognitive and Attributional Strategies - Connections with Well-Being and Academic Success

Sumber : Research Report 325 Academic dissertation to be publicly discussed, by due permission of the Faculty of Behavioural Sciences at the University of Helsinki 2011, Oleh : Annamari Heikkilä, Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi hubungan antara tiga perspektif teoritis: pendekatan mahasiswa 'untuk belajar, self regulated learning, serta strategi kognitif dan attribusi.sedangkan hasil Penelitian ini memberikan informasi bahwa aspek kognitif-emosional memainkan peran penting dalam belajar

Page 32: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

The Relationship between Flexible and Self-Regulated Learning in Open and Distance Universities

Sumber : The International Review of Research in Open and Distance Learning Oleh : Per Bernard Bergamin, Egon Werlen, and Eva Siegenthaler, Simone Ziska Tujuan penelitian ini untuk menyelidiki hubungan antara pembelajaran fleksibel dan strategi self regulated learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kelompok yang memiliki fleksibilitas tinggi dalam belajar menunjukkan telah menggunakan strategi self regulated learning dari pada kelompok dengan fleksibilitas yang rendah selain itu juga dalam penelitian ini menunjukkan ada efek positif dari pembelajaran fleksibel kaitannya dengan tiga faktor yaitu manajemen waktu, hubungan dosen, dan materi perkuliahan pada strategi self regulated learning (kognitif, metakognitif, dan pengaturan pembelajaran jarak jauh mahasiswa).

Page 33: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

The Effects of Social Relationships on Self-Regulation

Eli J. Finkel and Gráinne M. Fitzsimons, chapter 21, Handbook of Self-Regulation Research, Theory, and Applications second edition, n Edited by Kathleen D. Vohs, Roy F. Baumeister, apte The Guilford Press New York London, 2011, dalam buku ini menunjukkan hubungan yang mempengaruhi tiga komponen social dalam regulasi diri yaitu tujuan inisiasi, tujuan operasi, dan tujuan pemantauan.

Page 34: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Culturally Situated Self-Regulated Learning in Statistics in a Computer-Supported Collaborative Environment

A Thesis Submitted to McGill University in Partial Fulfilment of the Requirement of the Degree of Doctor of Philosoph oleh yeh Yongchao Shi, A Thesis Submitted to McGill University in Partial Fulfilment of the Requirement of the Degree of Doctor of Philosophy, 2011, Disertasi ini menguji peran konteks, terutama konteks budaya, di model teori self-regulated learning, di mana dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa model selfregulated learning adanya peran konteks sosial di dalam membentuk kemampuan self-regulatory.

Page 35: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

culturally relevant teaching: the key making multicultural education work

oleh Landson-Billings, C.A Cranct(Ed), research and multicultural education. London: Falmer Press, dalam buku ini menyebutkan bahwa hasil penelitian Gloria Ladson-Billing yang meneliti guru-guru bermutu tinggi di sebuah distrik sekolah di California yang melayani sebuah komunitas Afrika-Amerika. Untuk menyeleksi guru-gurunya, ia meminta para orang tua dan para kepala sekolah untuk menentukan nominasinya. Para orang tua menominasikan guru-guru yang menghormati mereka, yang menciptakan antusiame untuk belajar pada diri anak-anak mereka, dan memahami kebutuhan anak-anak agar dapat bekerja dengan sukses di dunia yang berbeda. Para kepala sekolah menominasikan guru-guru yang tidak banyak memiliki rujukan kedisiplinan, memiliki angka kehadiran yang tinggi, dan skor yang tinggi pada tes-tes terstandar. Ladson-Billing mampu menelaah secara mendalam 8 dari 9 guru yang dinominasikan oleh orang tua maupun kepala sekolah. Berdasarkan penelitiannya, Ladson-Billing mengembangkan sebuah konsepsi tentang mutu pengajaran yang baik dengan istilah culturally relevant pedagogy untuk mendiskripsikan pengajaran yang menyandarkan diri pada tiga proposisi. Siswa harus: mengalami kesuksesan akademik, mengembangkan/mempertahankan kompetensi kulturalnya, mengembangkan kesadaran kritis untuk menantang status quo.

Page 36: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Training Self-Regulated Learning in the Classroom: Development and Evaluation of Learning Materials to Train Self-Regulated Learning during Regular Mathematics Lessons at Primary School

Sumber : Hindawi Publishing Corporation Education Research International Volume 2012, Article ID 735790, 14 pages doi:10.1155/2012/735790, Oleh : Manuela Leidinger and Franziska Perels, Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan lingkungan belajar yang kuat untuk mendukung self regulated learning dengan menggunakan bahan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan pelatihan self regulated leaning mempertahankan tingkat laporan diri aktivitas self regulated learning dari pra-test ke post-test, sedangkan penurunan yang signifikan diamati untuk kontrol siswa. Mengenai prestasi matematika siswa, peningkatan sedikit lebih besar ditemukan untuk siswa dengan pelatihan self regulated learning.

Page 37: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Use of cognitive organisers as a self regulated learning strategy

Sumber : Issues in Educational Research, 18(2), 2008, Oleh : Kym Tan (Edith Cowan University), Vaille Dawson (Curtin University of Technology ) Grady Venville (University of Western Australia), Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah menyelidiki penggunaan kognitif sebagai strategi self regulated learning siswa berkebutuhan khusus dan berbakat di kelas 9 di SMA metropolitan di Perth, Australia Barat. Temuan menunjukkan bahwa penggunaan kognitif siswa untuk menyelesaikan tugas akademik tergantung pada sifat dari tugas dan kebiasaan siswa dengan kesesuaian untuk tugas itu.

Page 38: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Self-Regulated Learning in Malaysian Smart Schools: The Environmental and Personal Determinants

oleh Ngleeyen( School of Education, University of Science Malaysia, Malaysia), Kamariah Abu Bakar, Samsilah Roslan, Wong Su Luan, & Petri Zabariah Megat, Abd Rahman (Faculty of Education, University Putra Malaysia, Malaysia), penelitian ini mencoba untuk menentukan faktor pribadi dan lingkungan berhubungan dengan selfregulated learning dalam integrasi IT, hasil penelitian menunjukkan faktor lingkungan menjadi lebih penting dibanding faktor pribadi siswa untuk self-regulated learning.

Page 39: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Self-Regulated Learning in High and Low Achieving Students at Al-Hussein Bin Talal University (AHU) in Jordan

Sumber : http://www.questia.com/read/1G1-180029988/self-regulated-learning-in-high-and-low-achieving Oleh: Al-Alwan, Ahmed Falah, International Journal of Applied Educational Studies, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tinggi rendahnya self regulated learning di mahasiswa di Universitas Al-Hussein Bin Talal Yordania. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara mahasiswa berprestasi dan kurang berprestasi dalam self regulated learning (orientasi tujuan intrinsik, orientasi tujuan ekstrinsik, nilai tugas, keyakinan pengendalian belajar, self-efficacy, tes kecemasan, metakognisi self regulated , dan penggunaan waktu), hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam komponen berikut (usaha - regulasi, pembelajaran sebaya, dan mencari bantuan).

Page 40: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Assessing Students Self-Regulatory Skills

Sumber : [email protected] [email protected], oleh : Mark McMahon & Joe Luca School of Communications and Multimedia Edith Cowan University, Australia, kajian ini Menyelidiki kerangka kerja konseptual untuk mengidentifikasi keterampilan ' self-regulatory siswa dan mempertimbangkan alat pengujian untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan siswa yang dilaksanakan secara on line. Jurnal ini memberikan kerangka konseptual untuk membantu mengidentifikasi keterampilan self-regulatory siswa serta pemetaan untuk validasi pengujian instrumen secara online. Jurnal ini juga membentuk dasar pra test-, yang dapat diberikan kepada kelompok siswa pada awal semester dengan kesesuaian umpan balik kepada setiap siswa untuk membantu meningkatkan keterampilan kesadaran mereka dan di bidang yang dirasakan kurang . Sebuah post-test juga bisa diberikan untuk membantu siswa merefleksikan kemajuan mereka selama semester.. Salah satu aspek penting dari pengaturan diri adalah pengaruh dari faktor eksternal.

Page 41: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

3 unsur Self Regulated learning (SRL)

SRL

METACOGNITIF

MOTIVATIONALLY

BEHAVIORALLY ACTIVE

PARTICIPANT

Page 42: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

PERFORMANCE PHASE

Self controlImagery

Self intructionAttention focusing

Task StrategisSelf

ObservationSelf Recording

Self experimentation

ACCURATE SELF REFLECTION

PHASESelf JugementSelf evaluation

Causal AttributionSelf Reaction

Self Satisfaction/Affect

Adaptive/Depensive

FORETHOUGHT PHASE

Task AnalysisGoal Setting

Strategic PlanningSelf Motivation

BeliefSelf Efficacy

Instrinsic Interest/ Value

Learning GoalOrientation

Page 43: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Perspektif dari social kognitif

Menurut Albert Bandura (Zimmerman 1989:2) perspektif dari social kognitif memandang self-regulation sebagai proses interaksi dari personal, behavioral dan lingkungan. Perilaku adalah produk dari pengaruh akan proses dalam diri (self-generated) serta sumber dari luar. Diasumsikan terdapat hubungan timbal balik diantara tiga aspek. Self-Regulated Learning tidak semata-mata ditentukan oleh proses personal saja, namun juga dipengaruhi oleh behavioral dan lingkungan secara timbal balik.

Self-Regulated Learning tidak semata-mata ditentukan oleh proses personal saja, namun juga dipengaruhi oleh behavioral dan lingkungan secara timbal balik.

Page 44: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

Pengaruh lingkungan bisa lebih kuat daripada personal atau behavioral dalam konteks tertentu atau pada waktu tertentu.

Faktor dalam Diri (Personal)

Faktor Perilaku (Behavioral)

Faktor Lingkungan (Environmental)

pengetahuan yang dimiliki siswa, proses pengambilan keputusan metakognitif, tujuan akademis dan kondisi afektif.

self-observation, self-judgement dan self-reaction. Self-observation

pengalaman sosial dan struktur lingkungan belajar

Page 45: SELF REGULATED LEARNER DALAM PERSPEKTIF CROSS CULTURE

TERIMA KASIH