sekolah inklusi dannon inklusi.doc

10
1. Coba Anda jelaskan informasi umum tentang sekolah inklusi! Sekolah inklusi merupakan sekolah reguler yang menyatukan antara anak-anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus untuk mengikuti proses belajar mengajar bersama-sama. Kehadiran sekolah inklusi merupakan upaya untuk menghapus batas yang selama ini muncul ditengah masyarakat, tidak hanya bagi anak normal dengan anak berkebutuhan khusus akan tetapi juga bagi kalangan mampu dan kaum dhuafa, serta perbedaan yang lainnya. Mereka (anak berkebutuhan khusus) dapat bersekolah dan mendapatkan ijazah layaknya anak normal. Hal ini seperti yang dibahas diharian suara pembaruan tanggal 28 September 2005 Hasil survey menunjukkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia meningkat dari 1 : 10.000 , kini menjadi 1 : 1500. Pada saat ini jumlah merekapun terus bertambah, dengan berbagai penyebab, baik semasa dalam kandungan ataupun masa keemasan dalam perkembangan. Menurut Susana Yuli E seorang psikolog anak, bahwa persoalan ini bukan lagi hanya bisa ditangani oleh dokter spesialis anak atau psikiater melainkan juga pihak keluarga dan lembaga- lembaga pendidikan anak autis swasta/pemerintah, seperti sekolah inklusi misalnya. Bagi orang tua yang menyadari sejak dini mereka akan memberikan penanganan sedini mungkin. Permasalahan yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah pada saat mereka (anak

Upload: nayla-husna-salsabila

Post on 17-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

1. Coba Anda jelaskan informasi umum tentang sekolah inklusi!Sekolah inklusi merupakan sekolah reguler yang menyatukan antara anak-anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus untuk mengikuti proses belajar mengajar bersama-sama. Kehadiran sekolah inklusi merupakan upaya untuk menghapus batas yang selama ini muncul ditengah masyarakat, tidak hanya bagi anak normal dengan anak berkebutuhan khusus akan tetapi juga bagi kalangan mampu dan kaum dhuafa, serta perbedaan yang lainnya. Mereka (anak berkebutuhan khusus) dapat bersekolah dan mendapatkan ijazah layaknya anak normal. Hal ini seperti yang dibahas diharian suara pembaruan tanggal 28 September 2005

Hasil survey menunjukkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia meningkat dari 1 : 10.000 , kini menjadi 1 : 1500. Pada saat ini jumlah merekapun terus bertambah, dengan berbagai penyebab, baik semasa dalam kandungan ataupun masa keemasan dalam perkembangan. Menurut Susana Yuli E seorang psikolog anak, bahwa persoalan ini bukan lagi hanya bisa ditangani oleh dokter spesialis anak atau psikiater melainkan juga pihak keluarga dan lembaga-lembaga pendidikan anak autis swasta/pemerintah, seperti sekolah inklusi misalnya. Bagi orang tua yang menyadari sejak dini mereka akan memberikan penanganan sedini mungkin. Permasalahan yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah pada saat mereka (anak berkebutuhan khusus) memasuki usia sekolah, kemana mereka akan menimba ilmu? Maka sekolah luar biasa (SLB) menjadi tempat alternative bagi orang tua untuk menyekolahkan anak mereka dengan berkebutuhan khusus, mereka berada dalam satu lingkungan dan bergaul dengan teman-teman senasib. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa mereka berhak berada di lingkungan pergaulan yang lebih normal dan riil. Hal ini karena berkaitan dengan masa depan yang akan mereka jalani, mereka tidak hanya berkumpul dengan orang-orang berkebutuhan khusus tetapi juga yang lain. Telah terbukti mereka jauh lebih mampu mengembangkan potensi, jika bergaul dengan anak-anak tanpa berkebutuhan khusus. Saat ini para orang tua yang memiliki anak dengan berkebutuhan khusus memperoleh angin segar dengan system sekolah baru. Sekolah inklusi, menjadi sebuah sekolah harapan untuk menumbuh kembangkan anak secara optimal, baik bagi anak dengan maupun tanpa berkebutuhan khusus.

Sistem belajar pada sekolah inklusi tidak jauh berbeda dengan sekolah regular pada umumnya. Mereka (para siswa) berada dalam satu kelas yang idealnya dalam satu kelas terdiri dari 1- 6 anak berkebutuhan khusus dengan dua guru dan satu terapis atau shadow teacher yang bertanggung jawab di bawah koordinasi guru untuk memberi perlakuan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Porsi belajar pada anak berkebutuhan khusus lebih kecil daripada yang normal. Hal ini tidak bertujuan untuk membatasi, melainkan kebutuhan untuk terapi. Pada waktu-waktu tertentu, bila perlu anak-anak tersebut akan ditarik dari kelas reguler dan dibawa ke ruang individu untuk mendapatkan bimbingan khusus. Pendidikan bukanlah sebuah rutinitas ujian demi ujian tanpa memandang perbedaan kemampuan setiap individu. Inti dari sebuah pendidikan adalah memanusiakan manusia. Demikian pula ketika anak berkebutuhan khusus dihadapkan dengan ujian sebagai hasil evaluasi. Substansi dari pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang seutuhnya, sehingga standart yang ditetapkan adalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak dan bentuk pelaporannya lebih banyak bersifat deskriptif, narasi, maupun portofolio tidak hanya tes tertulis. Demikian pula ketika menyangkut ujian kelulusan, dalam hal ini UAN, mereka perlu adanya dispensasi dengan memiliki standart khusus. Menyangkut masalah UAN ini telah disetujui oleh direktorat pembinaan sekolah luar biasa bahwa anak dengan berkebutuhan khusus tidak perlu mengikuti UAN (Julia Maria, Januari 2008)Pada tanggal 26-29 September tahun 2005 para pakar dan praktisi sekolah inklusi dari 32 negara di dunia berkumpul di Bukittinggi Sumatera Barat untuk mengikuti International Symposium on Inclusion and The Removal Of Barriers To Learning. Dalam pertemuan ini mereka saling berbagi pengalaman mengenai sekolah inklusi di Negara masing-masing. Dan semua masih dalam tahap mengembangkan sekolah inklusi ( Suara Pembaruan : 28/9/2005)Pendidikkan inklusi memang tengah bergerak progresif, namun masih banyak ditemukan kendala untuk melaksanakannya. Dari fasilitas yang terbatas, misalnya fasilitas program khusus, seperti ruang terapi, alat terapi, maupun sumber daya manusia yang kapabel. Sekolah inklusi adalah sebuah metamorfosa budaya manusia yang semakin moderen dan menglobal. Bahwa setiap manusia adalah sama, punya hak yang sama dan kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan demi mengejar kehidupannya yang lebih baik.Sekolah inklusi merupakan salah satu jawaban, bahwa pendidikan tak mengenal diskriminasi, semua berhak untuk mendapatkannya. Perlu juga dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang sekolah inklusi sehingga mereka memperoleh banyak informasi sebagai alternative pilihan untuk menyekolahkan anaknya yang kebetulan berkebutuhan khusus.

2. Jelaskan secara singkat tentang siswa berkebutuhan khusus!

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.

PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain.

Menurut pasal 130 (1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Pasal 133 ayat (4)menetapkan bahwa Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis kelainan.

Integrasi antar jenjang dalam bentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) satu atap, yakni satu lembaga penyelenggara mengelola jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB dengan seorang Kepala Sekolah. Sedangkan Integrasi antar jenis kelainan, maka dalam satu jenjang pendidikan khusus diselenggarakan layanan pendidikan bagi beberapa jenis ketunaan. Bentuknya terdiri dari TKLB; SDLB, SMPLB, dan SMALB masing-masing sebagai satuan pendidikan yang berdiri sendiri masing-masing dengan seorang kepala sekolah.

Altenatif layanan yang paling baik untuk kepentingan mutu layanan adalah INTEGRASI ANTAR JENIS. Keuntungan bagi penyelenggara (sekolah) dapat memberikan layanan yang tervokus sesuai kebutuhan anak seirama perkembangan psikologis anak. Keuntungan bagi anak, anak menerima layanan sesuai kebutuhan yang sebenarnya karena sekolah mampu membedakan perlakuan karena memiliki fokus atas dasar kepentingan anak pada jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.

Penyelenggaran pendidikan khusus saat ini masih banyak yang menggunakan Integrasi antar jenjang (satu atap) bahkan digabung juga dengan integrasi antar jenis. Pola ini hanya didasarkan pada effisiensi ekonomi padahal sebenarnya sangat merugikan anak karena dalam prakteknya seorang guru yang mengajar di SDLB juga mengajar di SMPLB dan SMALB. Jadi perlakuan yang diberikan kadang sama antara kepada siswa SDLB, SMPLB dan SMALB. Secara kualitas materi pelajaran juga kurang berkualitas apalagi secara psikologis karena tidak menghargai perbedaan karakteristik rentang usia.

Adapun bentuk satuan pendidikan / lembaga sesuai dengan kekhususannya di Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

3. Apa perbedaan antara sekolah inklusi dengan sekolah non-inklusi jika ditinjau dari aspek berikut ini :

a. Pelaksanaan Pembelajaran

b. Sikap Guru

c. Respon Siswa

d. Model Pembelajaran yang DigunakanPerbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini!

Sekolah InklusiSekolah Non-Inklusi

Pelaksanaan PembelajaranPelaksanaan pembelajarannya disampaikan harus berulang kali agar siswa mampu memahami sedikit banyaknya tentang apa yang disampaikan. Terkadang 1 (satu) materi sampai 3 (tiga) bulan proses pengulanganGuru dalam proses pembelajaran terutama merancang RPP agar memudahkan guru dalam proses pembelajaran

Sikap GuruSikap seorang guru dalam mengatasi siswa yang bermacam-macam perlu kesabaran dan tenaga yang cukup dalam hal penyampaian, baik dalam proses belajar maupun dalam lingkungan sekolahSikap guru dalam proses pembelajaran dapat mengatur siswa secara jelas. Penyampaian materi sesuai dengan taraf kemampuan siswa/peserta didik. Guru dituntut memiliki tenaga dan mental yang cukup untuk mengatasi siswa yang sikapnya kurang efektif

Respon SiswaRespon siswa saat guru menjelaskan terkadang siswa yang ingatannya lemah, hanya diam saja, tanpa respon, karena tergolong rendah dan sedangRespon siswa dalam proses pembelajaran adalah adanya interaksi antara guru dan siswa sehingga proses pembelajaran tersampaikan

Model Pembelajaran yang DigunakanGuru dalam proses pembelajaran mnggunakan metode atau cara bermacam-macam.Tergantung situasi dan kondisi siswa. Terkadang membuat permainan, dan mengajak siswa menyusun pazelBermacam-macam model contohnya model ceramah, demonstrasi, diskusi, dan lain-lain. Agar siswa/peserta didik dapat belajar sambil bermain dengan cara/metode yang dijalankan guru. Gunanya agar proses pembelajaran tercapai dengan efektif