sejarah arsitektur i - mesir kuno
DESCRIPTION
tugas kuliah sejarah arsitektur 1TRANSCRIPT
-
-
AR
23
08
MES
IR K
UN
O
SE
JAR
AH
AR
SIT
EK
TU
R I
Oleh :
Dosen MK : Faizah Mastutie ST., MT KELAS B
Fak. Teknik Jur. Arsitektur Prodi. Arsitek UNIVERSITAS SAM RATULANGI
-
1
Mesir Kuno adalah suatu peradaban kuno di bagian timur laut Afrika. Peradaban ini terpusat di
sepanjang hilir sungai Nil. Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150
SM, dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium. Sejarahnya mengalir melalui
periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh periode ketidakstabilan yang
dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan
Baru. Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-
kekuatan asing pada periode akhir. Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31
SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus sebagai
bagian dari provinsi Romawi. Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir,
periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di
lembah sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka
Mesir.
Peradaban Mesir Kuno didasari atas pengendalian
keseimbangan yang baik antara sumber daya alam
dan manusia, ditandai terutama oleh:
irigasi teratur terhadap Lembah Nil;
pendayagunaan mineral dari lembah dan
wilayah gurun di sekitarnya;
perkembangan sistem tulisan dan sastra;
organisasi proyek kolektif;
perdagangan dengan wilayah Afrika
Timur dan Tengah serta Mediterania Timur; serta
kegiatan militer yang menunjukkan
kekuasaan terhadap kebudayaan negara/suku bangsa tetangga pada
beberapa periode berbeda.
Pengelolaan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan
oleh penguasa sosial, politik, dan ekonomi, yang
berada di bawah pengawasan sosok Firaun.
-
2
Piramida Khafre (dinasti
keempat Mesir)
danSphinx Agung
Giza ( 2500 SM atau
lebih tua).
Pencapaian-pencapaian peradaban Mesir Kuno antara lain: teknik pembangunan monumen
seperti piramida, kuil, dan obelisk; pengetahuan matematika; teknik pengobatan; sistem irigasi dan
agrikultur; kapal pertama yang pernah diketahui; teknologi tembikar glasir bening dan kaca; seni dan
arsitektur yang baru; sastra Mesir Kuno; dan traktat perdamaian pertama yang pernah
diketahui. Mesir telah meninggalkan warisan yang abadi. Seni dan arsitekturnya banyak ditiru, dan
barang-barang antik buatan peradaban ini dibawa hingga ke ujung dunia. Reruntuhan-reruntuhan
monumentalnya menjadi inspirasi bagi pengelana dan penulis selama berabad-abad.
-
3
SEJARAH
Pada akhir masa Paleolitik, iklim Afrika Utara menjadi semakin panas
dan kering. Akibatnya, penduduk di wilayah tersebut terpaksa berpusat
di sepanjang sungai Nil. Sebelumnya, semenjak manusia pemburu-
pengumpul mulai tinggal di wilayah tersebut pada akhir Pleistosen
Tengah (sekitar 120 ribu tahun lalu), sungai Nil telah menjadi urat nadi
kehidupan Mesir. Dataran banjir Nil yang subur memberikan kesempatan
bagi manusia untuk mengembangkan pertanian dan masyarakat yang
terpusat dan mutakhir, yang menjadi landasan bagi sejarah peradaban
manusia.
-
4
Periode Pradinasti
Pada masa pra dan awal dinasti, iklim Mesir lebih subur
daripada saat ini. Sebagian wilayah Mesir ditutupi
oleh sabana berhutan dan dilalui oleh ungulata yang
merumput. Flora dan fauna lebih produktif dan sungai Nil
menopang kehidupan unggas-unggas air. Perburuan
merupakan salah satu mata pencaharian utama orang
Mesir. Selain itu, pada periode ini, banyak hewan
yang didomestikasi.
Sekitar tahun 5500 SM, suku-suku kecil yang menetap di
lembah sungai Nil telah berkembang menjadi peradaban
yang menguasai pertanian dan peternakan. Peradaban
mereka juga dapat dikenal melalui tembikar dan barang-
barang pribadi, seperti sisir, gelang tangan, dan manik.
Peradaban yang terbesar di antara peradaban-peradaban
awal adalah Badari di Mesir Hulu, yang dikenal akan
keramik, peralatan batu, dan penggunaan tembaga.
Guci pada periode dinasti
Di Mesir Utara, Badari diikuti oleh peradaban Amratia dan Gerzia, yang menunjukkan beberapa
pengembangan teknologi. Bukti awal menunjukkan adanya hubungan antara Gerzia
dengan Kanaan dan pantai Byblos.
Sementara itu, di Mesir Selatan, peradaban Naqada, mirip dengan Badari, mulai memperluas
kekuasaannya di sepanjang sungai Nil sekitar tahun 4000 SM. Sejak masa Naqada I, orang Mesir pra
dinasti mengimpor obsidian dari Ethiopia, untuk membentuk pedang dan benda lain yang terbuat
dari flake. Setelah sekitar 1000 tahun, peradaban Naqada berkembang dari masyarakat pertanian
yang kecil menjadi peradaban yang kuat. Pemimpin mereka berkuasa penuh atas rakyat dan sumber
daya alam lembah sungai Nil. Setelah mendirikan pusat kekuatan di Hierakonpolis, dan lalu
di Abydos, penguasa-penguasa Naqada III memperluas kekuasaan mereka ke utara.
Budaya Naqada membuat berbagai macam barang-barang material - yang menunjukkan peningkatan
kekuasaan dan kekayaan dari para penguasanya - seperti tembikar yang dicat, vas batu dekoratif
yang berkualitas tinggi, pelat kosmetik, dan perhiasan yang terbuat dari emas, lapis, dan gading.
Mereka juga mengembangkan glasir keramik yang dikenal dengan nama tembikar glasir
bening. Pada fase akhir masa pra dinasti, peradaban Naqada mulai menggunakan simbol-simbol
tulisan yang akan berkembang menjadi sistem hieroglif untuk menulis bahasa Mesir kuno.
-
5
Periode Dinasti Awal
Pelat Narmer menggambarkan
penyatuan Mesir Hulu dan Hilir.
Pendeta Mesir pada abad ke-3 SM, Manetho, mengelompokan garis keturunan firaun yang panjang
dari Menes ke masanya menjadi 30 dinasti. Sistem ini masih digunakan hingga hari ini. Ia memilih
untuk memulai sejarah resminya melalui raja yang bernama "Meni" (atau Menes dalam bahasa
Yunani), yang dipercaya telah menyatukan kerajaan Mesir Hulu dan Hilir (sekitar 3200 SM). Transisi
menuju negara kesatuan sejatinya berlangsung lebih bertahap, berbeda dengan apa yang ditulis oleh
penulis-penulis Mesir Kuno, dan tidak ada catatan kontemporer mengenai Menes. Beberapa ahli kini
meyakini bahwa figur "Menes" mungkin merupakan Narmer, yang digambarkan mengenakan tanda
kebesaran kerajaan pada pelat Narmer yang merupakan simbol unifikasi.
Pada Periode Dinasti Awal, sekitar 3150 SM, firaun pertama memperkuat kekuasaan mereka
terhadap Mesir hilir dengan mendirikan ibukota di Memphis. Dengan ini, firaun dapat mengawasi
pekerja, pertanian, dan jalur perdagangan ke Levant yang penting dan menguntungkan.. Peningkatan
kekuasaan dan kekayaan firaun pada periode dinasti awal dilambangkan melalui mastaba (makam)
yang rumit dan struktur-struktur kultus kamar mayat di Abydos, yang digunakan untuk merayakan
didewakannya firaun setelah kematiannya. Institusi kerajaan yang kuat dikembangkan oleh firaun
untuk mengesahkan kekuasaan negara atas tanah, pekerja, dan sumber daya alam, yang penting
bagi pertumbuhan peradaban Mesir kuno.
-
6
Kerajaan Lama
Patung firaun Menkaura di Boston Museum of Fine Arts.
Kemajuan dalam bidang arsitektur, seni, dan teknologi dibuat pada masa Kerajaan Lama. Kemajuan
ini didorong oleh meningkatnya produktivitas pertanian, yang dimungkinkan karena pemerintahan
pusat dibina dengan baik. Dibawah pengarahan wazir, pejabat-pejabat negara mengumpulkan pajak,
mengatur proyek irigasi untuk meningkatkan hasil panen, mengumpulkan petani untuk bekerja di
proyek-proyek pembangunan, dan menetapkan sistem keadilan untuk menjaga keamanan. Dengan
sumber daya surplus yang ada karena ekonomi yang produktif dan stabil, negara mampu membiayai
pembangunan proyek-proyek kolosal dan menugaskan pembuatan karya-karya seni istimewa.
Piramida yang dibangun oleh Djoser, Khufu, dan keturunan mereka, merupakan simbol peradaban
Mesir Kuno yang paling diingat.
Seiring dengan meningkatnya kepentingan pemerintah pusat, muncul golongan juru tulis (sesh) dan
pejabat berpendidikan, yang diberikan tanah oleh firaun sebagai bayaran atas jasa mereka. Firaun
juga memberikan tanah kepada struktur-struktur kultus kamar mayat dan kuil-kuil lokal untuk
memastikan bahwa institusi-institusi tersebut memiliki sumber daya yang cukup untuk memuja firaun
setelah kematiannya. Pada akhir periode Kerajaan Lama, lima abad berlangsungnya praktik-praktik
feudal pelan-pelan mengikis kekuatan ekonomi firaun. Firaun tak lagi mampu membiayai
pemerintahan terpusat yang besar. Dengan berkurangnya kekuatan firaun, gubernur regional yang
-
7
disebut nomark mulai menantang kekuatan firaun. Hal ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan
besar antara tahun 2200 hingga 2150 SM, sehingga Mesir Kuno memasuki periode kelaparan dan
perselisihan selama 140 tahun yang dikenal sebagai Periode Menengah Pertama Mesir.
Periode Menengah Pertama Mesir
Setelah pemerintahan pusat Mesir runtuh pada akhir periode Kerajaan Lama, pemerintah tidak lagi
mampu mendukung atau menstabilkan ekonomi negara. Gubernur-gubernur regional tidak dapat
menggantungkan diri kepada firaun pada masa krisis. Kekurangan pangan dan sengketa politik
meningkat menjadi kelaparan dan perang saudara berskala kecil. Meskipun berada pada masa yang
sulit, pemimpin-pemimpin lokal, yang tidak berhutang upeti kepada firaun, menggunakan kebebasan
baru mereka untuk mengembangkan budaya di provinsi-provinsi. Setelah menguasai sumber daya
mereka sendiri, provinsi-provinsi menjadi lebih kaya. Fakta ini dibuktikan dengan adanya pemakaman
yang lebih besar dan baik di antara kelas-kelas sosial lainnya. Dengan meningkatnya kreativitas,
pengrajin-pengrajin provinsial menerapkan dan mengadaptasi motif-motif budaya yang sebelumnya
dibatasi oleh Kerajaan Lama. Juru-juru tulis mengembangkan gaya yang melambangkan optimisme
dan keaslian periode.
Bebas dari kesetiaan kepada firaun, pemimpin-pemimpin lokal mulai berebut kekuasaan. Pada
2160 SM, penguasa-penguasa di Herakleopolis menguasai Mesir Hilir, sementara keluarga
Intef di Thebes mengambil alih Mesir Hulu. Dengan berkembangnya kekuatan Intef, serta perluasan
kekuasaan mereka ke utara, maka pertempuran antara kedua dinasti sudah tak terhindarkan lagi.
Sekitar tahun 2055 SM, tentara Thebes dibawah pimpinan Nebhepetre Mentuhotep II berhasil
mengalahkan penguasa Herakleopolis, menyatukan kembali kedua negeri, dan memulai periode
renaisans budaya dan ekonomi yang dikenal sebagai Kerajaan Pertengahan.
Kerajaan Pertengahan
Firaun Kerajaan Pertengahan berhasil mengembalikan kesejahteraan dan kestabilan negara,
sehingga mendorong kebangkitan seni, sastra, dan proyek pembangunan monumen. Mentuhotep II
dan sebelas dinasti penerusnya berkuasa dari Thebes, tetapi wazir Amenemhat I, sebelum
memperoleh kekuasaan pada awal dinasti ke-12 (sekitar tahun 1985 SM), memindahkan ibukota
ke Itjtawy di Oasis Faiyum. Dari Itjtawy, firaun dinasti ke-12 melakukan reklamasi tanah dan irigasi
untuk meningkatkan hasil panen. Selain itu, tentara kerajaan berhasil merebut kembali wilayah yang
kaya akan emas di Nubia, sementara pekerja-pekerja membangun struktur pertahanan di Delta
Timur, yang disebut "tembok-tembok penguasa", sebagai perlindungan dari serangan asing.
Maka populasi, seni, dan agama negara mengalami perkembangan. Berbeda dengan pandangan
elitis Kerajaan Lama terhadap dewa-dewa, Kerajaan Pertengahan mengalami peningkatan ungkapan
kesalehan pribadi. Selain itu, muncul sesuatu yang dapat dikatakan sebagai demokratisasi setelah
akhirat; setiap orang memiliki arwah dan dapat diterima oleh dewa-dewa di akhirat. Sastra Kerajaan
Pertengahan menampilkan tema dan karakter yang canggih, yang ditulis menggunakan gaya percaya
diri dan elok, sementara relief dan pahatan potret pada periode ini menampilkan ciri-ciri kepribadian
yang lembut, yang mencapai tingkat baru dalam kesempurnaan teknis.
-
8
Amenemhat III, penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan.
Penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan, Amenemhat III, memperbolehkan pendatang dari Asia
tinggal di wilayah delta untuk memenuhi kebutuhan pekerja, terutama untuk penambangan dan
pembangunan. Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan meluapnya
sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran selama masa dinasti ke-13 dan ke-
14. Semasa kemunduran, pendatang dari Asia mulai menguasai wilayah delta, yang selanjutnya
mulai berkuasa di Mesir sebagai Hyksos.
Periode Menengah Kedua dan Hyksos
Sekitar tahun 1650 SM, seiring dengan melemahnya kekuatan firaun Kerajaan Pertengahan, imigran
Asia yang tinggal di kota Avaris mengambil alih kekuasaan dan memaksa pemerintah pusat mundur
ke Thebes. Di sanam firaun diperlakukan sebagai vasal dan diminta untuk membayar upeti. Hyksos
("penguasa asing") meniru gaya pemerintahan Mesir dan menggambarkan diri mereka sebagai firaun.
Maka elemen Mesir menyatu dengan budaya Zaman Perunggu Pertengahan mereka.
Setelah mundur, raja Thebes melihat situasinya yang terperangkap antara Hyksos di utara dan
sekutu Nubia Hyksos, Kerajaan Kush, di selatan. Setelah hampir 100 tahun mengalami masa
stagnansi, pada tahun 1555 SM, Thebes telah mengumpulkan kekuatan yang cukup untuk melawan
Hyksos dalam konflik selama 30 tahun. Firaun Seqenenre Tao II dan Kamose berhasil mengalahkan
orang-orang Nubia. Pengganti Kamose, Ahmose I, berhasil mengusir Hyksos dari Mesir. Selanjutnya,
pada periode Kerajaan Baru, kekuatan militer menjadi prioritas utama firaun agar dapat memperluas
perbatasan Mesir dan menancapkan kekuasaan atas wilayah Timur Dekat.
-
9
Kerajaan Baru
Firaun-firaun Kerajaan Baru berhasil membawa
kesejahteraan yang tak tertandingi sebelumnya.
Perbatasan diamankan dan hubungan diplomatik
dengan tetangga-tetangga diperkuat. Kampanye
militer yang dikobarkan oleh Tuthmosis I dan
cucunya Tuthmosis III memperluas pengaruh firaun
ke Suriah dan Nubia, memperkuat kesetiaan, dan
membuka jalur impor komoditas yang penting
seperti perunggu dan kayu. Firaun-firaun Kerajaan
juga memulai pembangunan besar untuk
mengangkat dewa Amun, yang kultusnya berbasis
di Karnak. Para firaun juga membangun monumen
untuk memuliakan pencapaian mereka sendiri, baik
nyata maupun imajiner. Firaun
perempuan Hatshepsut menggunakan propaganda
semacam itu untuk mengesahkan
kekuasaannya. Masa kekuasaannya yang berhasil
dibuktikan oleh ekspedisi perdagangan ke Punt, kuil
kamar mayat yang elegan, pasangan obelisk
kolosal, dan kapel di Karnak.
Sekitar tahun 1350 SM, stabilitas Kerajaan Baru terancam ketika Amenhotep IV naik tahta dan
melakukan reformasi yang radikal dan kacau. Ia mengubah namanya menjadi Akhenaten. Akhenaten
memuja dewa matahari Aten sebagai dewa tertinggi. Ia lalu menekan pemujaan dewa-dewa
lain. Akhenaten juga memindahkan ibukota ke kota baru yang bernama Akhetaten (kini Amarna). Ia
tidak memperdulikan masalah luar negeri dan terlalu asyik dengan gaya religius dan artistiknya yang
baru. Setelah kematiannya, kultus Aten segera ditinggalkan, dan firaun-firaun selanjutnya,
yaitu Tutankhamun, Ay, dan Horemheb, menghapus semua penyebutan
mengenai bidaah Akhenaten.
Ramses II naik tahta pada tahun 1279 SM. Ia membangun lebih banyak kuil, mendirikan patung-
patung dan obelisk, serta dikaruniai anak yang lebih banyak daripada firaun-firaun lain dalam
sejarah. Sebagai seorang pemimpin militer yang berani, Ramses II memimpin tentaranya
melawan bangsa Hittite dalam pertempuran Kadesh. Setelah bertempur hingga mencapai kebuntuan
(stalemate), ia menyetujui traktat perdamaian pertama yang tercatat sekitar 1258 SM.
Wilayah terluas Mesir Kuno
(abad ke-15 SM).
-
10
Patung Ramses II di pintu masuk kuil Abu Simbel.
Kekayaan menjadikan Mesir sebagai target serangan, terutama oleh orang-orang Laut dan Libya.
Tentara Mesir mampu mengusir serangan-serangan itu, namun Mesir akan kehilangan kekuasaan
atas Suriah dan Palestina. Pengaruh dari ancaman luar diperburuk dengan masalah internal seperti
korupsi, penjarahan makam, dan kerusuhan. Pendeta-pendeta agung di kuil Amun, Thebes,
mengumpulkan tanah dan kekayaan yang besar, dan kekuatan mereka memecahkan negara pada
masa Periode Menengah Ketiga.
Periode Menengah Ketiga
Setelah kematian firaun Ramses XI tahun 1078 SM, Smendes mengambil alih kekuasaan Mesir
utara. Ia berkuasa dari kota Tanis. Sementara itu, wilayah selatan dikuasai oleh pendeta-pendeta
agung Amun di Thebes, yang hanya mengakui nama Smendes saja. Pada masa ini, orang-orang
Libya telah menetap di delta barat, dan kepala-kepala suku penetap tersebut mulai meningkatkan
otonomi mereka. Pangeran-pangeran Libya mengambil alih delta dibawah pimpinan Shoshenq I pada
tahun 945 SM. Mereka lalu mendirikan dinasti Bubastite yang akan berkuasa selama 200 tahun.
Shoshenq juga mengambil alih Mesir selatan dengan menempatkan keluarganya dalam posisi
kependetaan yang penting. Kekuasaan Libya mulai mengikis akibat munculnya dinasti saingan
di Leontopolis, dan ancaman Kush di selatan. Sekitar tahun 727 SM, raja Kush, Piye, menyerbu ke
arah utara. Ia berhasil menguasai Thebes dan delta.
Martabat Mesir terus menurun pada Periode Menengah Ketiga. Sekutu asingnya telah jatuh kedalam
pengaruh Asiria, dan pada 700 SM, perang antara kedua negara sudah tak terhindarkan lagi. Antara
tahun 671 hingga 667 SM, bangsa Asiria mulai menyerang Mesir. Masa kekuasaan raja
Kush, Taharqa, dan penerusnya,Tanutamun, dipenuhi dengan konflik melawan Asiria. Akhirnya,
bangsa Asiria berhasil memukul mundur Kush kembali ke Nubia. Mereka juga menduduki Memphis
dan menjarah kuil-kuil di Thebes.
-
11
Periode Akhir
Dengan tiadanya rencana pendudukan permanen, bangsa Asiria menyerahkan kekuasaan Mesir
kepada vassal-vassal yang dikenal sebagai raja-raja Saite dari dinasti ke-26. Pada tahun 653 SM,
raja Saite Psamtik I berhasil mengusir bangsa Asiria dengan bantuan tentara bayaran Yunani yang
direkrut untuk membentuk angkatan laut pertama Mesir. Selanjutnya, pengaruh Yunani meluas
dengan cepat. Kota Naukratis menjadi tempat tinggal orang-orang Yunani di delta.
Dibawah raja-raja Saite, Mesir mengalami kebangkitan singkat ekonomi dan budaya. Sayangnya,
pada tahun 525 SM, bangsa Persia yang dipimpin oleh Cambyses IImemulai penaklukan terhadap
Mesir. Mereka berhasil menangkap firaun Psamtik III dalam pertempuran di Pelusium. Cambyses II
lalu mengambil alih gelar firaun. Ia berkuasa dari kota Susa, dan menyerahkan Mesir kepada
seorang satrapi. Pemberontakan-pemberontakan meletus pada abad ke-5 SM, tetapi tidak ada
satupun yang berhasil mengusir bangsa Persia secara permanen.
Setelah dikuasai Persia, Mesir digabungkan dengan Siprus dan Fenisia dalam satrapi ke-
6 Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Periode pertama kekuasaan Persia atas Mesir, yang juga dikenal
sebagai dinasti ke-27, berakhir pada tahun 402 SM. Dari 380343 SM, dinasti ke-30 berkuasa
sebagai dinasti asli terakhir Mesir. Restorasi singkat kekuasaan Persia, kadang-kadang dikenal
sebagai dinasti ke-31, dimulai dari tahun 343 SM. Akan tetapi, pada 332 SM, penguasa Persia,
Mazaces, menyerahkan Mesir kepada Alexander yang Agung tanpa perlawanan.
Dinasti Ptolemeus
Pada tahun 332 SM, Alexander yang Agung menaklukan Mesir dengan sedikit perlawanan dari
bangsa Persia. Pemerintahan yang didirikan oleh penerus Alexander dibuat berdasarkan sistem
Mesir, dengan ibukota di Iskandariyah. Kota tersebut menunjukkan kekuatan dan martabat
kekuasaan Yunani, dan menjadi pusat pembelajaran dan budaya yang berpusat di Perpustakaan
Iskandariyah. Mercusuar Iskandariyah membantu navigasi kapal-kapal yang berdagang di kota
tersebut, terutama setelah penguasa dinasti Ptolemeus memberdayakan perdagangan dan usaha-
usaha, seperti produksi papirus.
Budaya Yunani tidak menggantikan budaya asli Mesir. Penguasa dinasti Ptolemeus mendukung
tradisi lokal untuk menjaga kesetiaan rakyat. Mereka membangun kuil-kuil baru dalam gaya Mesir,
mendukung kultus tradisional, dan menggambarkan diri mereka sebagai firaun. Beberapa tradisi
akhirnya bergabung. Dewa-dewa Yunani dan Mesir disinkretkan sebagai dewa gabungan
(contoh:Serapis). Bentuk skulptur Yunani Kuno juga memengaruhi motif-motif tradisional Mesir.
Meskipun telah terus berusaha memenuhi tuntutan warga, dinasti Ptolemeus tetap menghadapi
berbagai tantangan, seperti pemberontakan, persaingan antar keluarga, dan massa di Iskandariyah
yang terbentuk setelah kematian Ptolemeus IV. Lebih lagi, bangsa Romawi memerlukan gandum dari
Mesir, dan mereka tertarik akan situasi politik di negeri Mesir. Pemberontakan yang terus berlanjut,
politikus yang ambisius, serta musuh yang kuat di Suriah membuat kondisi menjadi tidak stabil,
sehingga bangsa Romawi mengirim tentaranya untuk mengamankan Mesir sebagai bagian dari
kekaisarannya.
-
12
Dominasi Romawi
Potret-potret mumi Fayum melambangkan pertemuan budaya Mesir dengan
Romawi.
Mesir menjadi provinsi Kekaisaran Romawi pada tahun 30 SM
setelah Oktavianus berhasil mengalahkan Mark Antony dan
Ratu Cleopatra VII dalam Pertempuran Actium. Romawi sangat
memerlukan gandum dari Mesir, dan legiun Romawi, dibawah
kekuasaan praefectus yang ditunjuk oleh kaisar, memadamkan
pemberontakan, memungut pajak yang besar, serta mencegah
serangan bandit.
Meskipun Romawi berlaku lebih kasar daripada Yunani, beberapa
tradisi, seperti mumifikasi dan pemujaan dewa-dewa, tetap
berlanjut. Seni potret mumi berkembang, dan beberapa kaisar
Romawi menggambarkan diri mereka sebagai firaun (meskipun tidak
sejauh penguasa-penguasa dinasti Ptolemeus). Pemerintahan lokal
diurus dengan gaya Romawi dan tertutup dari gaya Mesir asli.
Pada pertengahan abad pertama, Kekristenan mulai mengakar di Iskandariyah. Agama tersebut
dipandang sebagai kultus lain yang akan diterima. Akan tetapi, Kekristenan pada akhirnya dianggap
sebagai agama yang ingin menggantikan paganisme dan mengancam tradisi agama lokal, sehingga
muncul penyerangan terhadap orang-orang Kristen. Penyerangan terhadap orang Kristen memuncak
pada masa pembersihan Diokletianus yang dimulai tahun 303. Akan tetapi, Kristen berhasil
menang. Pada tahun 391, kaisar Kristen Theodosius memperkenalkan undang-undang yang
melarang ritus-ritus pagan dan menutup kuil-kuil. Iskandariyah menjadi latar kerusuhan anti-pagan
yang besar. Akibatnya, budaya pagan Mesir terus mengalami kejatuhan. Meskipun penduduk asli
masih mampu menuturkan bahasa mereka, kemampuan untuk membaca hieroglif terus berkurang
karena melemahnya peran pendeta kuil Mesir. Sementara itu, kuil-kuil dialihfungsikan menjadi gereja,
atau ditinggalkan begitu saja.
-
13
Pemerintahan dan ekonomi
Administrasi dan perdagangan Firaun adalah raja yang berkuasa penuh atas negarasetidaknya dalam teoridan memegang
kendali atas semua tanah dan sumber dayanya. Firaun juga merupakan komandan militer tertinggi
dan kepala pemerintahan, yang bergantung pada birokrasi pejabat untuk mengurusi masalah-
masalahnya. Yang bertanggung jawab terhadap masalah administrasi adalah orang kedua di kerjaan,
sang wazir, yang juga berperan sebagai perwakilan raja yang
mengkordinir survey tanah, kas negara, proyek pembangunan, sistem
hukum, dan arsip-arsip kerajaan. Di level regional, kerajaan dibagi
menjadi 42 wilayah administratif yang disebut nome, yang masing-
masing dipimpin oleh seorang nomark, yang bertanggung jawab
kepada wazir. Kuil menjadi tulang punggung utama perekonomian
yang berperan tidak hanya sebagai pusat pemujaan, namun juga
berperan mengumpulkan dan menyimpan kekayaan negara dalam
sebuah sistem lumbung dan perbendaharaan dengan meredistribusi
biji-bijian dan barang-barang lainnya.
Firaun biasanya digambarkan menggunakan simbol kebangsawanan dan
kekuasaan.
Sebagian besar perekonomian diatur secara ketat dari pusat. Bangsa
Mesir Kuno belum mengenal uang koin hingga Periode Akhir sehingga
mereka menggunakan sejenis uang barter berupa karung beras dan
beberapa deben (satuan berat yang setara dengan 91 gram) tembaga
atau perak sebagai denominatornya. Pekerja dibayar menggunakan
biji-bijian; pekerja kasar biasanya hanya mendapat 5 karung (200kg)
biji-bijian per bulan sementara mandor bisa mencapai 7 karung (250kg) per bulan. Harga tidak
berubah di seluruh wilayah negara dan biasanya dicatat utuk membantu perdagangan; misalnya kaus
dihargai 5 deben tembaga sementara sapi bernilai 140 deben. Pada abad ke 5 sebelum masehi,
uang koin mulai dikenal di Mesir. Awalnya koin digunakan sebagai nilai standar dari logam
mulia dibanding sebagai uang yang sebenarnya; baru beberapa abad kemudian uang koin mulai
digunakan sebagai standar perdagangan.
Status sosial
Masyarakat Mesir Kuno ketika itu sangat terstratifikasi dan status sosial yang dimiliki seseorang
ditampilkan secara terang-terangan. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani, namun
demikian hasil pertanian dimiliki dan dikelolah oleh negara, kuil, atau keluarga ningrat yang memiliki
tanah. Petani juga dikenai pajak tenaga kerja dan dipaksa bekerja membuat irigasi atau proyek
konstruksi menggunakan sistem corve. Seniman dan pengrajin memunyai status yang lebih tinggi
dari petani, namun mereka juga berada di bawah kendali negara, bekerja di toko-toko yang terletak di
kuil dan dibayar langsung dari kas negara. Juru tulis dan pejabat menempati strata tertinggi di Mesir
Kuno, dan biasa disebut "kelas kilt putih" karena menggunakan linen berwarna putih yang menandai
status mereka.Perbudakan telah dikenal, namun bagaimana bentuknya belum jelas diketahui.
-
14
Mesir Kuno memandang pria dan wanita, dari kelas sosial apa pun kecuali budak, sama di mata
hukum. Baik pria maupun wanita memiliki hak untuk memiliki dan menjual properti, membuat kontrak,
menikah dan bercerai, serta melindungi diri mereka dari perceraian dengan menyetujui kontrak
pernikahan, yang dapat menjatuhkan denda pada pasangannya bila terjadi perceraian. Dibandingkan
bangsa lainnya di Yunani, Roma, dan bahkan tempat-tempat lainnya di dunia, wanita di Mesir Kuno
memiliki kesempatan memilih dan meraih sukses yang lebih luas. Wanita seperti Hatshepsut dan
Celopatra bahkan bisa menjadi firaun. Namun demikian, wanita di Mesir Kuno tidak dapat mengambil
alih urusan administrasi dan jarang yang memiliki pendidikan dari rata-rata pria ketika itu.
Sistem hukum
Sistem hukum di Mesir Kuno secara resmi dikepalai oleh firaun yang bertanggung jawab membuat
peraturan, menciptakan keadilan, serta menjaga hukum dan ketentraman, sebuah konsep yang
disebut masyarakat Mesir Kuno sebagai Ma'at. Meskipun belum ada undang-undang hukum yang
ditemukan, dokumen pengadilan menunjukkan bahwa hukum di Mesir Kuno dibuat berdasarkan
pandangan umum tentang apa yang benar dan apa yang salah, serta menekankan cara untuk
membuat kesepakatan dan menyelesaikan konflik.
Juru tulis adalah golongan elit dan terdidik. Mereka menghitung
pajak, mencatat, dan bertanggung jawab untuk urusan
administrasi.
Dewan sesepuh lokal, yang dikenal dengan
nama Kenbet di Kerajaan Baru, bertanggung jawab
mengurus persidangan yang hanya berkaitan dengan
permasalahan-permasalahan kecil. Kasus yang lebih
besar termasuk di antaranya pembunuhan, transaksi
tanah dalam jumlah besar, dan pencurian makam
diserahkan kepada Kenbet Besar yang dipimpin oleh
wazir atau firaun. Penggugat dan tergugat diharapkan
mewakili diri mereka sendiri dan diminta untuk
bersumpah bahwa mereka mengatakan yang
sebenarnya.
Dalam beberapa kasus, negara berperan baik sebagai
jaksa dan hakim, serta berhak menyiksa terdakwa
dengan pemukulan untuk mendapatkan pengakuan dan
nama-nama lain yang bersalah. Tidak peduli apakah tuduhan itu sepele atau serius, juru tulis
pengadilan mendokumentasikan keluhan, kesaksian, dan putusan kasus untuk referensi pada masa
mendatang.
Hukuman untuk kejahatan ringan di antaranya pengenaan denda, pemukulan, mutilasi di bagian
wajah, atau pengasingan, tergantung pada beratnya pelanggaran. Kejahatan serius seperti
pembunuhan dan perampokan makam dihukum oleh eksekusi berat, di antaranya pemenggalan
leher, ditenggelamkan, atau ditusuk. Hukuman juga bisa diperluas ke keluarga penjahat. Sejak
pemerintahan Kerajaan Baru, oracle memiliki peran penting dalam sistem hukum, baik pidana
maupun perdata. Prosedurnya adalah dengan memberikan pertanyaan "ya" atau "tidak" kepada
Tuhan terkait sebuah isu. Sang Tuhan, diwakili oleh sejumlah imam, memberi keputusan dengan
memilih salah satu jawaban, melakukan gerakan maju atau mundur, atau menunjuk pada selembar
papirus atau ostracon.
-
15
Pertanian
Relief yang menggambarkan pertanian di Mesir.
Kondisi geografi yang mendukung dan
tanah di tepi sungai Nil yang subur
membuat bangsa Mesir mampu
memproduksi banyak makanan, dan
menghabiskan lebih banyak waktu dan
sumber daya dalam pencapaian budaya,
teknologi, dan artistik. Pengaturan tanah
sangat penting di Mesir Kuno karena
pajak dinilai berdasarkan jumlah tanah
yang dimiliki seseorang.
Pertanian di Mesir sangat bergantung
kepada siklus sungai Nil. Bangsa Mesir
mengenal tiga
musim: Akhet (banjir), Peret (tanam),
dan Shemu (panen). Musim banjir
berlangsung dari Juni hingga September,
menumpuk lanau kaya mineral yang
ideal untuk pertanian di tepi sungai.
Setelah banjir surut, musim tanam
berlangsung dari Oktober hingga
Februari. Petani membajak dan
menanam bibit di ladang. Irigasi dibuat
dengan parit dan kanal. Mesir hanya
mendapat sedikit hujan, sehingga petani
sangat bergantung dengan sungai Nil dalam pengairan tanaman. Dari Maret hingga Mei, petani
menggunakan sabit untuk memanen. Selanjutnya, hasil panen diirik untuk memisahkan jerami dari
gandum. Proses penampian menghilangkan sekam dari gandum, lalu gandum ditumbuk menjadi
tepung, diseduh untuk membuat bir, atau disimpian untuk kegunaan lain.
Bangsa Mesir menanam gandum emmer dan jelai, serta beberama gandum sereal lain, sebagai
bahan roti dan bir. Tanaman-tanaman Flax ditanam dan diambil batangnya sebagai serat. Serat-serat
tersebut dipisahkan dan dipintal menjadi benang, yang selanjutnya digunakan untuk
menenun linen dan membuat pakaian. Papirus ditanam untuk pembuatan kertas. Sayur-sayuran dan
buah-buahan dikembangkan di petak-petak perkebunan, dekat dengan permukiman, dan berada di
permukaan tinggi. Tanaman sayur dan buah tersebut harus diairi dengan tangan. Sayur-sayuran
meliputi bawang perai, bawang putih, melon, squash, kacang, selada, dan tanaman-tanaman lain.
Anggur juga ditanam untuk diolah menjadi wine.
-
16
Hewan
Bangsa Mesir percaya bahwa hubungan yang seimbang antara manusia dengan hewan merupakan
elemen yang penting dalam susunan kosmos; maka manusia, hewan, dan tumbuhan diyakini sebagai
bagian dari suatu keseluruhan. Hewan, baik yang di domestikasi maupun liar, merupakan sumber
spiritualitas, persahabatan, dan rezeki bagi bangsa Mesir Kuno. Sapi adalah hewan ternak yang
paling penting; pemerintah mengumpulkan pajak terhadap hewan ternak dalam sensus-sensus
reguler, dan ukuran ternak melambangkan martabat dan kepentingan pemiliknya. Selain sapi, bangsa
Mesir Kuno menyimpan domba, kambing, dan babi. Unggas seperti bebek, angsa, dan merpati
ditangkap dengan jaring dan dibesarkan di peternakan. Di peternakan, unggas-unggas tersebut
dipaksa makan adonan agar semakin gemuk. Sementara itu, di sungai Nil terdapat sumber daya ikan.
Lebah-lebah juga didomestikasi dari masa Kerajaan Lama, dan hewan tersebut menghasilkan madu
dan lilin.
Sennedjem membajak ladangnya dengan sepasang
lembu, yang dimanfaatkan sebagai hewan pekerja
dan sumber makanan.
Keledai dan lembu digunakan sebagai hewan pekerja. Hewan-hewan tersebut bertugas membajak
ladang dan menginjak-injak bibit ke dalam tanah. Lembu-lembu yang gemuk dikorbankan dalam ritual
persembahan. Kuda-kuda dibawa oleh Hyksos pada Periode Menengah Kedua, sementara unta,
meskipun sudah ada sejak periode Kerajaan Baru, tidak digunakan sebagai hewan pekerja hingga
Periode Akhir. Selain itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa gajah sempat dimanfaatkan pada
Periode Akhir, tetapi akhirnya dibuang karena kurangnya tanah untuk merumput. Anjing, kucing, dan
monyet menjadi hewan peliharaan, sementara hewan-hewan seperti singa yang diimpor dari jantung
Afrika merupakan milik kerajaan. Herodotus mengamati bahwa bangsa Mesir adalah satu-satunya
bangsa yang menyimpan hewan di rumah mereka. Selama periode pradinasti dan akhir, pemujaan
dewa dalam bentuk hewan menjadi sangat populer, seperti dewi kucing Bastet dan dewa ibis Thoth,
sehingga hewan-hewan tersebut dibesarkan dalam jumlah besar untuk dikorbankan dalam ritual.
Sumber daya alam
Mesir kaya akan batu bangunan dan dekoratif, bijih tembaga dan timah, emas, dan batu-batu
semimulia. Kekayaan itu memungkinkan orang Mesir Kuno untuk membangun monumen, memahat
patung, membuat alat-alat, dan perhiasan. Pembalsem menggunakan garam dari Wadi Natrun untuk
mumifikasi, yang juga menjadi sumber gypsum yang diperlukan untuk membuat plester. Batuan yang
mengandung bijih besi dapat ditemukan di wadi-wadi gurun timur dan Sinai yang kondisi alam yang
tidak ramah. Membutuhkan ekspedisi besar (biasanya dikontrol negara) untuk mendapatkan sumber
daya alam di sana. Terdapat sebuah tambang emas luas di Nubia, dan salah satu peta pertama yang
ditemukan adalah peta sebuah tambang emas di wilayah ini. Wadi Hammamat adalah sumber
penting granit, greywacke, dan emas. Rijang adalah mineral yang pertama kali dikumpulkan dan
digunakan untuk membuat alat-alat, dan kapak Rijang adalah potongan awal yang membuktikan
adanya habitat manusia di lembah Sungai Nil. Nodul-nodul mineral secara hati-hati dipipihkan untuk
-
17
membuat bilah dan kepala panah dengan tingkat kekerasan dan daya tahan yang sedang, dan ini
tetap bertahan bahkan setelah tembaga digunakan untuk tujuan tersebut.
Perdagangan
Orang Mesir kuno berdagang dengan negeri-negeri tetangga untuk memperoleh barang yang tidak
ada di Mesir. Pada masa pra dinasti, mereka berdagang dengan Nubia untuk memperoleh emas dan
dupa. Orang Mesir kuno juga berdagang dengan Palestina, dengan bukti adanya kendi minyak
bergaya Palestina di pemakaman firaun Dinasti Pertama. Koloni Mesir di Kanaan selatan juga berusia
sedikit lebih tua dari dinasti pertama. Firaun Narmer memproduksi tembikar Mesir di Kanaan, dan
mengekspornya kembali ke Mesir.
Paling lambat dari masa Dinasti Kedua, Mesir kuno mendapatkan kayu berkualitas tinggi (yang tak
dapat ditemui di Mesir) dari Byblos. Pada masa Dinasti Kelima, Mesir kuno
dan Punt memperdagangkan emas, damar, eboni, gading, dan binatang liar seperti monyet. Mesir
bergantung pada Anatolia untuk memasok persediaan timah dan tembaga (keduanya merupakan
bahan baku untuk membuat perunggu). Orang Mesir kuno juga menghargai batu biru lapis lazuli,
yang harus diimpor dari Afganistan. Partner dagang Mesir di Laut Tengah meliputi Yunani dan Kreta,
yang menyediakan minyak zaitun (selain barang-barang lainnya). Sebagai ganti impor bahan baku
dan barang mewah, Mesir mengekspor gandum, emas, linen, papirus, dan barang-barang jadi seperti
kaca dan benda-benda batu.
-
18
Bahasa
Perkembangan historis
Bahasa Mesir adalah bahasa Afro-Asiatik yang berhubungan dekat dengan bahasa
Berber dan Semit. Bahasa ini memiliki sejarah bahasa terpanjang kedua (setelah Sumeria). Bahasa
Mesir telah ditulis sejak 3200 SM dan sudah dituturkan sejak waktu yang lebih lama. Fase-fase pada
bahasa Mesir Kuno adalah bahasa Mesir Lama, Pertengahan, Akhir, Demotik, dan Koptik. Tulisan
Mesir tidak menunjukkan perbedaan dialek sebelum Koptik, tetapi mungkin dituturkan dalam dilek-
dialek regional di sekitar Memphis dan nantinya Thebes.
Kesusasteraan
Papirus Edwin Smith (sekitar
abad ke-16 SM) yang
menggambarkan anatomi dan
perawatan medis.
Tulisan pertama kali ditemukan di lingkungan kerajaan, terutama pada barang-barang di makam
keluarga kerajaan. Pekerjaan menulis biasanya hanya diberikan kepada orang-orang tertentu yang
juga menjalankan institusi Per Ankh atau Rumah Kehidupan, serta perpustakaan (disebut Rumah
Buku), laboratorium, dan observatorium. Karya-karya literatur yang terkenal sebagian ditulis dalam
bahasa Mesir Klasik, yang terus digunakan secara bahasa tertulis hingga sekitar tahun 1300 SM.
Bahasa Mesir Akhir mulai digunakan mulai masa Kerajaan Baru sebagai mana direpresentasikan
dalam dokumen administratif Ramses, puisi dan kisah cinta, serta teks-teks Demotik dan Koptik.
Selama periode ini, berkembang tradisi menulis autografi di makam. Genre ini dikenal
sebagai Sebayt (instruksi) dan dikembangkan sebagai usaha untuk menurunkan ajaran dan tuntunan
bangsawan terkenal.
Kisah Sinuhe yang ditulis dalam bahasa Mesir Pertengahan juga dapat dikategorikan sebagai literatur
Mesir klasik. Contoh lainnya adalah Instruksi Amenemope yang dianggap sebagai mahakarya dalam
dunia literatur timur tengah. Di masa akhir Kerajaan Baru, Bahasa Mesir Akhir lebih banyak
digunakan untuk menulis seperti yang terlihat pada Cerita Wenamun dan Instruksi Any. Cerita
Wenamun menceritakan kisah tentang bangsawan yang dirampok dalam perjalanannya untuk
membeli cedar dari Lebanon dan perjuangannya kembali ke Mesir. Sejak 700 SM, cerita naratif dan
instruksi, seperti misalnya Instruksi Onchshesonqy, dan dokumen-dokumen bisnis ditulis dalam
bahasa Demotik). Banyak cerita pada masa Yunani-Romawi juga dalam bahasa Demotik, dan
-
19
biasanya memiliki setting pada masa-masa ketika Mesir merdeka di bawah kekuasaan Firaun agung
seperti Ramses II.
Tulisan
Tulisan hieroglif terdiri dari sekitar 500 simbol. Sebuah hieroglif dapat mewakili kata atau suara.
Simbol yang sama dapat menyajikan tujuan yang berbeda dalam konteks yang berbeda pula.
Hieroglif adalah aksara resmi, digunakan pada monumen batu dan kuburan. Pada penulisan sehari
hari, juru tulis membuat tulisan kursif, yang disebut keramat. Tulisan kursif ini lebih cepat dan mudah.
Sementara hieroglif formal dapat dibaca dalam baris atau kolom di kedua arah (walaupun biasanya
ditulis dari kanan ke kiri), aksara keramat selalu ditulis dari kanan ke kiri, biasanya pada baris
horisontal. Sebuah bentuk baru penulisan, demotik, menjadi gaya penulisan umum, dan inilah bentuk
tulisan -bersama dengan hieroglif formal - yang menyertai teks Yunani di Batu Rosetta.
Sekitar abad ke-1 Masehi, aksara Koptik mulai digunakan bersama aksara demotik. Koptik adalah
modifikasi abjad Yunani dengan penambahan beberapa tanda-tanda demotik. Meskipun hieroglif
formal digunakan dalam acara seremonial hingga abad ke-4, menjelang akhir abad hanya segelintir
kecil imam yang masih bisa membacanya. Akibat institusi keagamaan tradisional dibubarkan,
pengetahuan tulisan hieroglif semakin menghilang. Usaha untuk mengartikannya muncul pada
masa Bizantium dan Islam di Mesir, tetapi baru pada tahun 1822, setelah penemuan batu Rosetta
dan penelitian oleh Thomas Young dan Jean-Franois Champollion, hieroglif baru dapat diartikan.
-
20
Budaya
Kehidupan sehari-hari
Patung yang menggambarkan kegiatan masyarakat kecil Mesir Kuno.
Sebagian besar masyarakat Mesir Kuno bekerja sebagai petani. Kediaman mereka terbuat dari tanah
liat yang didesain untuk menjaga udara tetap dingin di siang hari. Setiap rumah memiliki dapur
dengan atap terbuka. Di dapur itu biasanya terdapat batu giling untuk menggiling tepung dan oven
kecil untuk membuat roti. Tembok dicat warna putih dan beberapa juga ditutupi dengan hiasan
berupa linen yang diberi warna. Lantai ditutupi dengan tikar buluh dilengkapi dengan furnitur
sederhana untuk duduk dan tidur.
Bangsa Mesir Kuno sangat menghargai penampilan dan kebersihan tubuh. Sebagian besar mandi di
Sungai Nil dan menggunakan sabun yang terbuat dari lemak binatang dan kapur. Laki-laki bercukur
untuk menjaga kebersihan, menggunakan minyak wangi dan salep untuk mengharumkan dan
menyegarkan kulit. Pakaian dibuat dengan linen sederhana yang diberi warna putih, baik wanita
maupun pria di kelas yang lebih elit menggunakan wig, perhiasan, dan kosmetik. Anak-anak tidak
mengenakan pakaian hingga mereka dianggap dewasa, pada usia sekitar 12 tahun, dan pada usia ini
laki-laki disunat dan dicukur. Ibu bertanggung jawab menjaga anaknya, sementara sang ayah
bertugas mencari nafkah.
Musik dan tarian menjadi hiburan yang paling populer bagi mereka yang mampu membayar untuk
melihatnya. Instrumen yang digunakan antara lain seruling dan harpa, juga instrumen yang mirip
terompet juga digunakan. Pada masa Kerajaan Baru, bangsa Mesir memainkan bel, simbal,
tamborine, dan drum serta mengimpor kecapi dan lira dari Asia. Mereka juga menggunakan sistrum,
instrumen musik yang biasa digunakan dalam upacara keagamaan.
Bangsa Mesir Kuno mengenal berbagai macam hiburan, permainan dan musik, salah satunya
adalah Senet, permainan papan yang bidaknya digerakkan dalam urutan acak. Selain itu mereka juga
mengenalmehen. Juggling dan permainan menggunakan bola juga sering dimainkan anak-anak, juga
permainan gulat sebagaimana digambarkan dalam makam Beni Hasan. Orang-orang kaya di Mesir
Kuno juga gemar berburu dan berlayar untuk hiburan.
-
21
Masakan
Masakan Mesir cenderung tidak berubah selama berabad-abad; Masakan Mesir modern memiliki
banyak persamaan dengan Masakan Mesir Kuno. Makanan sehari-hari biasanya mengandung roti
dan bir, dengan lauk berupa sayuran seperti bawang merah dan bawang putih, serta buah-buahan
berbentuk biji dan ara. Wine dan daging biasanya hanya disajikan pada perayaan tertentu, kecuali di
kalangan orang kaya yang lebih sering menyantapnya. Ikan, daging, dan unggas dapat diasinkan
atau dikeringkan, serta direbus atau dibakar.
Arsitektur
Kuil
Edfu adalah
salah satu hasil
karya arsitektur
bangsa Mesir
Kuno.
Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang paling terkenal antara lain: Piramida Giza dan kuil di
Thebes. Proyek pembangunan dikelola dan didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius, sebagai
bentuk peringatan, maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa Mesir Kuno mampu
membangun struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan tingkat akurasi dan
presisi yang tinggi.
Kediaman baik untuk kalangan elit maupun masyarakat biasa dibuat dari bahan yang mudah hancur
seperti batu bata dan kayu, karenanya tidak ada satu pun yang terisa saat ini. Kaum tani tinggal di
rumah sederhana, di sisi lain, rumah kaum elit memiliki struktur yang rumit. Beberapa istana Kerajaan
Baru yang tersisa, seperti yang terletak di Malkata dan Amarna, menunjukkan tembok dan lantai yang
dipenuhi hiasan dengan gambar pemandangan yang indah. Struktur penting seperti kuil atau makam
dibuat dengan batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti yang terletak di Giza, terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan
lembaran atap yang didukung oleh pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan pilon, halaman
terbuka, dan ruangan hypostyle; gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi. Arsitektur makam
tertua yang berhasil ditemukan adalah mastaba, struktur persegi panjang dengan atap datar yang
terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah untuk
menyimpan mayat.
-
22
Seni
Patung dada Nefertiti, karyaThutmose, adalah salah satu mahakarya terkenal bangsa
Mesir Kuno.
Bangsa Mesir Kuno memproduksi seni untuk berbagai tujuan. Selama
3500 tahun, seniman mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang
dikembangkan pada masa Kerajaan Lama. Aliran ini memiliki prinsip-
prinsip ketat yang harus diikuti, mengakibatkan bentuk aliran ini tidak
mudah berubah dan terpengaruh aliran lain. Standar artistikgaris-garis
sederhana, bentuk, dan area warna yang datar dikombinasikan dengan
karakteristik figure yang tidak memiliki kedalaman spasialmenciptakan
rasa keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya. Perpaduan
antara teks dan gambar terjalin dengan indah baik di tembok makam dan
kuil, peti mati, maupun patung.
Seniman Mesir Kuno dapat menggunakan batu dan kayu sebagai bahan dasar untuk memahat. Cat
didapatkan dari mineral seperti bijih besi (merah dan kuning), bijih perunggu (biru dan hijau), jelaga
atau arang (hitam), dan batu kapur (putih). Cat dapat dicampur dengan gum arab sebagai pengikat
dan ditekan (press), disimpan untuk kemudian diberi air ketika hendak digunakan. Firaun
menggunakan relief untuk mencatat kemenangan di pertempuran, dekrit kerajaan, atau peristiwa
religius. Di masa Kerajaan Pertengahan, model kayu atau tanah liat yang menggambarkan kehidupan
sehari-hari menjadi populer untuk ditambahkan di makam. Sebagai usaha menduplikasi aktivitas
hidup di kehidupan setelah kematian, model ini diberi bentuk buruh, rumah, perahu, bahkan formasi
militer.
Meskipun bentuknya hampir homogen, pada waktu tertentu gaya karya seni Mesir Kuno terkadang
mengikuti perubahan kultural atau perilaku politik. Setelah invasi Hykos di Periode Pertengahan
Kedua, seni dengan gaya Minoa ditemukan di Avaris. Salah satu contoh perubahan gaya akibat
adanya perubahan politik yang menonjol adalah bentuk artistik yang dibuat pada masa Amarna:
patung-patung disesuaikan dengan gaya pemikiran religius Akhenaten. Gaya ini, yang dikenal
sebagai seni Amarna, langsung diganti dan dibuah ke bentuk tradisional setelah kematian Akhenaten.
-
23
Agama dan kepercayaan
Buku Kematian adalah panduan perjalanan untuk kehidupan setelah kematian.
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan adanya kehidupan setelah kematian dipegang secara turun
temurun. Kuil-kuil diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat
untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok yang baik; orang
mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajen agar tidak mengeluarkan amarah. Struktur ini dapat
berubah, tergantung siapa yang berkuasa ketika itu.
Patung Ka dipercaya dapat menjadi tempat bersemayam bagi
mereka yang telah meninggal.
Dewa-dewa disembah dalam sebuah kuil yang dikelola
oleh seorang imam. Di bagian tengah kuil biasanya
terdapat patung dewa. Kuil tidak dijadikan tempat
beribadah untuk publik, dan hanya pada hari-hari tertentu
saja patung di kuil itu dikeluarkan untuk disembah oleh
masyarakat. Masyarakat umum beribadah memuja
patung pribadi di rumah masing-masing, dilengkapi jimat
yang dipercaya mampu melindungi dari
marabahaya. Setelah Kerajaan Baru, peran firaun
sebagai perantara spiritual mulai berkurang seiring
dengan munculnya kebiasaan untuk memuja langsung
tuhan, tanpa perantara. Di sisi lain, para imam
mengembangkan sistem ramalan (oracle) untuk
mengkomunikasikan langsung keinginan dewa kepada
masyarakat.
-
24
Masyarakat mesir percaya bahwa setiap manusia terdiri dari bagian fisik dan spiritual. Selain badan,
manusia juga memiliki wt(bayangan), ba (kepribadian atau jiwa), ka (nyawa), dan nama. Jantung
dipercaya sebagai pusat dari pikiran dan emosi. Setelah
kematian, aspek spiritual akan lepas dari tubuh dan dapat
bergerak sesuka hati, namun mereka membutuhkan tubuh fisik
mereka (atau dapat digantikan dengan patung) sebagai tempat
untuk pulang. Tujuan utama mereka yang meninggal adalah
menyatukan kembali ka dan ba dan menjadi "arwah yang
diberkahi." Untuk mencapai kondisi itu, mereka yang mati akan
diadili, jantung akan ditimbang dengan "bulu kejujuran." Jika
pahalanya cukup, sang arwah diperbolehkan tetap tinggal di
bumi dalam bentuk spiritual.
Makam firaun dipenuhi oleh harta karun dalam jumlah yang sangat besar,
salah satunya adalah topeng emas dari mumi Tutankhamun.
Adat pemakaman
Orang Mesir Kuno mempertahankan seperangkat adat pemakaman yang diyakini sebagai kebutuhan
untuk menjamin keabadian setelah kematian. Berbagai kegiatan dalam adat ini adalah : proses
mengawetkan tubuh melalui mumifikasi, upacara pemakaman, dan penguburan mayat bersama
barang-barang yang akan digunakan oleh almarhum di akhirat. Sebelum periode Kerajaan Lama,
tubuh mayat dimakamkan di dalam lubang gurun, cara ini secara alami akan mengawetkan tubuh
mayat melalui proses pengeringan. Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi keuntungan
sepanjang sejarah Mesir Kuno bagi kaum miskin yang tidak mampu mempersiapkan pemakaman
sebagaimana halnya orang kaya. Orang kaya mulai menguburkan orang mati di kuburan batu,
akibatnya mereka memanfaatkan mumifikasi buatan, yaitu dengan mencabut organ internal,
membungkus tubuh menggunakan kain, dan meletakkan mayat ke dalam sarkofagus berupa batu
empat persegi panjang atau peti kayu. Pada permulaan dinasti keempat, beberapa bagian tubuh
mulai diawetkan secara terpisah dalam toples kanopik.
Anubis adalah dewa pada zaman mesir
kuno yang dikaitkan dengan mumifikasi
dan ritual pemakaman. Pada gambar ini
ia sedang mendatangi seorang mumi.
Pada periode Kerajaan Baru, orang Mesir Kuno telah menyempurnakan seni mumifikasi. Teknik
terbaik pengawetan mumi memakan waktu kurang lebih 70 hari lamanya, selama waktu tersebut
-
25
secara bertahap dilakukan proses pengeluaran organ internal, pengeluaran otak melalui hidung, dan
pengeringan tubuh menggunakan campuran garam yang disebut natron. Selanjutnya tubuh
dibungkus menggunakan kain, pada setiap lapisan kain tersebut disisipkan jimat pelindung, mayat
kemudian diletakkan pada peti mati yang disebut antropoid. Mumi periode akhir diletakkan pada laci
besar cartonnage yang telah dicat. Praktik pengawetan mayat asli mulai menurun sejak zaman
Ptolemeus dan Romawi, pada zaman ini masyarakat mesir kuno lebih menitikberatkan pada tampilan
luar mumi.
Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah barang mewah yang lebih banyak. Tradisi penguburan
barang mewah dan barang-barang sebagai bekal almarhum juga berlaku pada semua masyarakat
tanpa memandang status sosial. Pada permulaan Kerajaan Baru, buku kematian ikut disertakan di
kuburan, bersamaan dengan patung shabti yang dipercaya akan membantu pekerjaan mereka di
akhirat. Setelah pemakaman, kerabat yang masih hidup diharapkan untuk sesekali membawa
makanan ke makam dan mengucapkan doa atas nama almarhum.
Militer
Kereta perang Mesir.
Angkatan perang Mesir kuno bertanggung jawab untuk melindungi Mesir dari serangan asing, dan
menjaga kekuasaan Mesir di Timur Dekat Kuno. Tentara Mesir kuno melindungi ekspedisi
penambangan ke Sinai pada masa Kerajaan Lama, dan terlibat dalam perang saudara selama
Periode Menengah Pertama dan Kedua. Angkatan perang Mesir juga bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan terhadap jalur perdagangan penting, seperti kota Buhen pada jalan
menuju Nubia. Benteng-benteng juga didirikan, seperti benteng di Sile, yang merupakan basis
operasi penting untuk melancarkan ekspedisi ke Levant. Pada masa Kerajaan Baru, firaun
menggunakan angkatan perang Mesir untuk menyerang dan menaklukan Kerajaan Kush dan
sebagian Levant.
Peralatan militer yang digunakan pada masa itu adalah panah, tombak, dan perisai berbahan dasar
kerangka kayu dan kulit binatang. Pada masa Kerajaan Baru, angkatan perang mulai
menggunakan kereta perang yang awalnya diperkenalkan oleh penyerang dari Hyksos. Senjata dan
baju zirah terus berkembang setelah penggunaan perunggu: perisai dibuat dari kayu padat dengan
gesper perunggu, ujung tombak dibuat dari perunggu, dan Khopesh (berasal dari tentara Asiatik)
mulai digunakan.Tentara direkrut dari penduduk biasa; namun, selama dan terutama sesudah masa
Kerajaan Baru, tentara bayaran dari Nubia, Kush, dan Libya dibayar untuk membantu Mesir.
-
26
Teknologi, pengobatan, dan matematika
Teknologi
Dalam bidang tekonologi, pengobatan, dan matematika, Mesir kuno telah mencapai standar yang
relatif tinggi dan canggih pada masanya. Empirisme tradisional, sebagaimana dibuktikan oleh Papirus
Edwin Smithdan Ebers (c. 1600 SM), ditemukan oleh bangsa Mesir. Bangsa Mesir kuno juga
diketahui menciptakan alfabet dan sistem desimal mereka sendiri.
Salah satu peninggalan Mesir kuno yang bernilai seni tinggi.
Tembikar glasir bening dan kaca
Bahkan sebelum masa keemasan di bawah kekuasaan Kerajaan Lama, bangsa Mesir kuno telah
mampu mengembangkan sebuah material kilap yang dikenal sebagai tembikar glasir bening, yang
dianggap sebagai bahan artifisial yang cukup berharga. Tembikar glasir bening adalah keramik yang
terbuat dari silika, sedikit kapur dan soda, serta bahan pewarna, biasanya tembaga. Tembikar glasir
bening digunakan untuk membuat manik-manik, ubin, arca, dan lainnya. Ada beberapa metode yang
dapat digunakan untuk menciptakan tembikar glasir bening, namun yang sering digunakan adalah
menaruh bahan baku yang telah diolah menjadi pasta di atas tanah liat, kemudian membakarnya.
Dengan teknik yang sama, bangsa Mesir kuno juga dapat memproduksi sebuah pigmen yang dikenal
sebagai Egyptian Blue, yang diproduksi dengan menggabungkan silika, tembaga, kapur dan sebuah
alkali seperti natron.
Bangsa mesir kuno juga mampu membuat berbagai macam objek dari kaca, namun tidak jelas
apakah mereka mengembangkan teknik itu sendiri atau bukan. Tidak diketahui pula apakah mereka
membuat bahan dasar kaca sendiri atau mengimpornya, untuk kemudian dilelehkan dan dibentuk,
namun mereka dipastikan memiliki kemampuan teknis untuk membuat objek dan menambahkan
-
27
elemen mikro untuk mengontrol warna dari kaca tersebut. Banyak warna yang dapat mereka
ciptakan, termasuk di antaranya kuning, merah, hijau, biru, ungu, putih, dan transparan.
Pengobatan
Prasasti yang menggambarkan alat-alat pengobatan Mesir kuno.
Permasalahan medis di Mesir kuno kebanyakan berasal dari kondisi lingkungan di sana. Hidup dan
bekerja di dekat sungai Nil mengakibatkan mereka terancam penyakit seperti malaria dan
parasit schistosomiasis, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati dan dan pencernaan. Binatang
berbahaya seperti buaya dan kuda nil juga menjadi ancaman. Cidera akibat pekerjaan yang sangat
berat, terutama dalam bidang konstruksi dan militer, juga sering terjadi. Kerikil dan pasir di tepung
(muncul akibat proses pembuatan tepung yang belum canggih) merusak gigi, sehingga menyebabkan
mereka mudah terserang abses.
Hidangan yang dimakan orang kaya di Mesir kuno biasanya mengandung banyak gula, yang
mengakibatkan banyaknya penyakit periodontitis. Meskipun di dinding-dinding makam kebanyakan
orang kaya digambarkan memiliki tubuh yang kurus, berat badan mumi mereka menunjukkan bahwa
mereka hidup secara berlebihan. Harapan hidup orang dewasa berkisar antara 35 tahun untuk laki-
laki dan 30 tahun untuk wanita.
Tabib-tabib Mesir Kuno termasyhur dengan kemampuan pengobatan mereka dan beberapa,
seperti Imhotep, tetap dikenang meskipun telah lama meninggal. Herodotus mengatakan bahwa
terdapat pembagian spesialisasi yang tinggi di antara tabib-tabib Mesir; misalnya beberapa tabib
hanya mengobati permasalahan pada kepala atau perut, sementara yang lain hanya mengobati
masalah mata atau gigi. Pelatihan untuk tabib terletak di Per Ankh atau institusi "Rumah Kehidupan,"
yang paling terkenal terletak di Per-Bastet semasa Kerajaan Baru dan di Abydos serta Sas di
Periode Akhir. Sebuah papirus medis menunjukkan bahwa bangsa Mesir memiliki pengetahuan
empiris soal anatomi, luka, dan perawatannya.
-
28
Luka-luka dirawat dengan cara membungkusnya dengan daging mentah, linen putih, jahitan, jaring,
blok, dan kain yang dilumuri madu untuk mencegah infeksi. Mereka juga menggunakan opium untuk
mengurangi rasa sakit. Bawang putih maupun merah dikonsumsi secara rutin untuk menjaga
kesehatan dan dipercaya dapat mengurangi gejala asma. Ahli bedah mesir mampu menjahit luka,
memperbaiki tulang yang patah, dan melakukan amputasi. Mereka juga mengetahui bahwa ada
beberapa luka yang sangat serius sehingga yang dapat mereka lakukan hanyalah mebuat pasien
merasa nyaman menjelang ajalnya.
Pembuatan kapal
Bangsa Mesir kuno telah tahu bagaimana merakit papan kayu menjadi lambung kapal sejak tahun
3000 SM. Archaeological Institute of America melaporkan bahwa beberapa kapal tertua yang pernah
ditemukan berjenis kapal Abydos. Kapal-kapal yang ditemukan di Abydos ini dibuat dari papan kayu
yang "dijahit" menggunakan tali pengikat. Awalnya kapal-kapal tersebut diperkirakan sebagai
milik Firaun Khasekhemwy karena ditemukan dikubur bersama dan berada di dekat kamar
mayat Firaun Khasekhemwy, namun penelitian menunjukkan bawa kapal-kapal itu lebih tua dari usia
sang firaun, sehingga kini diperkirakan sebagai kapal milik firaun yang lebih terdahulu. Menurut
profesor David O'Connor dari New York University, kapal-kapal itu kemungkinan merupakan kapal
milik Firaun Aha.
Namun meskipun bangsa Mesir Kuno memiliki kemampuan untuk membuat kapal yang sangat besar
dan mudah dikendalikan di atas sungai Nil, mereka tidak dikenal sebagai pelaut yang handal.
Matematika
Perhitungan matematika tertua yang ditemukan berasal dari periode Naqada, yang juga menunjukkan
bahwa bangsa Mesir ketika itu telah mengembangkan sistem bilangan. Nilai penting matematika bagi
seorang intelektual kala itu digambarkan dalam sebuah surat fiksi dari zaman Kerajaan Baru. Pada
surat itu, penulisnya mengusulkan untuk mengadakan kompetisi antara dirinya dan ilmuwan lain
berkenaan masalah penghitungan sehari-hari seperti penghitungan tanah, tenaga kerja, dan
padi. Teks seperti Papirus Matematika Rhind dan Papirus Matematika Moskwa menunjukkan bahwa
bangsa Mesir Kuno dapat menghitung empat operasi matematika dasar penambahan,
pengurangan, pengalian, dan pembagian menggunakan pecahan, menghitung volume kubus dan
piramid, serta menghitung luas kotak, segitiga, lingkaran, dan bola. Mereka memahami konsep
dasar aljabar dan geometri, serta mampu memecahkan persamaan simultan.
23
dalam hieroglif
Notasi matematika Mesir Kuno bersifat desimal (berbasis 10) dan didasarkan pada simbol-simbol
hieroglif untuk tiap nilai perpangkatan 10 (1, 10, 100, 1000, 10000, 100000, 1000000) sampai dengan
sejuta. Tiap-tiap simbol ini dapat ditulis sebanyak apapun sesuai dengan bilangan yang diinginkan;
sehingga untuk menuliskan bilangan delapan puluh atau delapan ratus, simbol 10 atau 100 ditulis
sebanyak delapan kali. Karena metode perhitungan mereka tidak dapat menghitung pecahan dengan
pembilang lebih besar daripada satu, pecahan Mesir Kuno ditulis sebagai jumlah dari beberapa
pecahan. Sebagai contohnya, pecahan dua per tiga (2/3) dibagi menjadi jumlah dari 1/3 + 1/15;
proses ini dibantu oleh tabel nilai [pecahan] standar. Beberapa pecahan ditulis menggunakan glif
khusus; nilai yang setara dengan 2/3 ditunjukkan oleh gambar di samping.
-
29
Matematikawan Mesir Kuno telah mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari teorema
Pythagoras. Mereka juga dapat memperkirakan luas lingkaran dengan mengurangi satu per sembilan
diameternya dan memangkatkan hasilnya:
yang hasilnya mendekati rumus r 2.
-
30
Peninggalan
Dr. Zahi Hawass, Sekretaris Jenderal Supreme Council of Antiquities.
Budaya dan monumen Mesir kuno telah menjadi peninggalan sejarah yang abadi. Pemujaan
terhadap dewi Isis, sebagai contoh, menjadi populer pada masa Kekaisaran Romawi. Orang Romawi
juga mengimpor bahan bangunan dari Mesir untuk mendirikan struktur dengan gaya Mesir.
Sejarawan seperti Herodotus, Strabo dan Diodorus Siculus mempelajari dan menulis tentang Mesir
kuno yang kemudian dipandang sebagai tempat yang penuh misteri. Di Abad
Pertengahan dan Renaissance, perkembangan budaya pagan Mesir mulai menurun seiring dengan
berkembangnya agama Kristen dan Islam, namun ketertarikan terhadap budaya tersebut masih
tersirat dalam karya-karya ilmuwan abad pertengahan, misalnya karya Dhul-Nun al-Misri dan al-
Maqrizi.
Pada abad ke-17 dan 18, penjelajah dan turis Eropa membawa banyak barang antik dan menulis
tentang kisah perjalanan mereka di Mesir, yang kemudian memancing terjadinya
gelombang Egyptomania di Eropa. Ketertarikan tersebut mengakibatkan banyaknya kolektor Eropa
yang membeli atau membawa barang-barang antik penting dari Mesir. Meskipun
penjajahan kolonial Eropa terhadap mesir mengakibatkan hancurnya benda-benda bersejarah,
kehadiran bangsa Eropa juga dampak positif terhadap peninggalan Mesir kuno. Napoleon, misalnya,
melakukan pembelajaran pertama mengenai Egiptologi ketika ia membawa 150 ilmuwan dan
seniman untuk mempelajari dan mendokumentasi sejarah alam Mesir, yang kemudian dipublikasi
dalam Description de l'gypte. Pada abad ke-20, pemerintah Mesir dan arkeolog mulai melakukan
pengawasan terhadap kegiatan penggalian di Mesir dengan membentuk Supreme Council of
Antiquities.