sayyidina amirul mu’minin, hadhr · 2018. 6. 13. · khutbah idul fitri jika kau mau, dapat...
TRANSCRIPT
Khutbah Idul Fitri
Jika kau mau, dapat merayakan Id setiap hari
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masrur Ahmad,
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz
pada 07 Juli 2016 di Baitul Futuh, London
.ورس ول ه عبد ه م مادا أنا وأشهد ، له شريك لا وحده اللا إلاا إله لا أن أشهد
.الرجيم الشيطان من بالله فأعوذ بعد أما
.الرجيم الشيطان من بالله فأعوذ بعد أما
ك* الد ين ي وم مالك* الراحيم الراحن* العالمي رب لله المد * الراحيم الراحن الله بسم ك ن عب د إيا اهدن* نستعي وإيا
.آمي ،ل يضاال ولا عليهم المغض وب غي عليهم أن عمت الاذين اطصر* الم ستقيم الص راط
Hari ini adalah hari Id (Hari Raya). Orang-orang Muslim di setiap tempat di berbagai belahan dunia
dimana mereka berada berkumpul merayakannya. Di beberapa Negara sudah merayakannya pada hari
kemarin; serta di beberapa tempat dan kawasan ada yang tengah merayakannya pada hari ini. Ringkasnya,
orang-orang Muslim dimana pun mereka tinggal dan bermukim merayakan Id ini setelah Ramadhan.
Jika kita orang-orang mukmin sejati, semestinya kita bergembira karena Allah Ta’ala telah
memberikan taufik pada kita untuk berpuasa Ramadhan dan beribadah pada Allah Ta’ala serta berkumpul
pada satu tempat untuk merayakan kegembiraan, tetapi Id hakiki yaitu Id yang seorang mukmin rayakan
demi meraih ridha Allah Ta’ala.
Id itu tidak terbatas hanya pada orang-orang Muslim saja, bahkan setiap bangsa dan
setiap agama memperingati sebagian hari-harinya itu sebagai idnya atau mereka telah mengistimewakan
beberapa kesempatan untuk maksud ini [perayaan], demi mengungkapkan hari-hari ini sebagai hari-hari
kegembiraan menurut pandangan mereka.
Tujuan Id yaitu merayakan kegembiraan atau mendekati itu lagi berkumpulnya para pengikut suatu
bangsa atau suatu agama dan merayakan kegembiraan. Pemikiran yang terkandung di balik perayaan
momen seperti ini yaitu – merayakan Id secara bersama-sama, sibuk dalam hiburan dan bercanda ria akan
menghilangkan rasa jemu dan letih yang tengah dihadapi oleh kebanyakan orang dikarenakan berbagai
kondisi kehidupannya – memang hiburan dan bercanda ria itu sejenak akan membuat mereka melupakan
keletihan-keletihan dan sumber-sumber kegelisahannya, maka sarana-sarana yang akan membuat pikiran
nyaman walaupun itu untuk sementara waktu, tersedia untuk mereka.
Inilah tuntutan fitrah insaniah (kebutuhan alami manusia); tampak juga pada anak-anak bahwa apabila
kalian meninggalkannya sendirian untuk beberapa hari atau mereka terisolir di rumah dalam keadaan
tertutup, maka tiba-tiba akan timbul pada mereka kondisi putus asa dan rasa jemu. Apabila mereka
bersama-sama dengan anak-anak yang lain, bermain berkumpul bersama, maka mereka akan menjadi
riang dan gembira. Walaupun bermain-main menimbulkan rasa letih juga dan di sela-sela permainan itu
anak-anak berselisih antar sesama mereka, seiring demikian tampak mereka bergembira dan
bersemangat.
Inilah makna Id yang menyenangkan pada pandangan anak-anak yaitu ekspresi suatu suasana yang
akan menambah kebahagiaan pikiran bagi mereka. Para bapak merasa gelisah menghadapi anak-anaknya
yang tidak berbaur dengan yang lainnya – tidak bermain dengan yang lain bahkan senang memisahkan diri
dan menyendiri – dan mereka berpendapat boleh jadi anak-anaknya itu tengah menderita suatu penyakit
atau tengah menderita suatu kondisi kejiwaan.
Singkatnya, inilah fitrah manusia yaitu hidup berbaur dengan yang lainnya dan merayakan
kegembiraan bersama-sama mereka, dia akan mengupayakan mendapatkan kesempatan-kesempatan
berkumpul bersama, dengan cara itu kesendiriannya akan berlalu. Inilah fitrah insaniah yang tampak pada
orang-orang dewasa juga. Suasana gembira akan mengarah pada munculnya tanda-tanda keriangan dan
kegembiraan sebagaimana suasana sedih akan membawa pada rangsangan kedukaan dan kesedihan.
Sebagian orang mengupayakan cara-cara tertentu untuk mengubah kesedihan dengan kegembiraan.
Sebagian orang menyangka menggunakan minuman keras dan obat-obat narkotika lainnya akan memberi
faedah pada mereka supaya terbebas dari beban pikiran dan berbagai macam kesusahan serta menjauhkan
kesedihan dan kedukaan dari mereka. Nyatanya, barang-barang ini menjadikan kerisauan dan himpitan
mereka kian bertambah, mengantarkan mereka pada kedukaan dan semakin memperburuk kesehatannya.
Dalam keadaan bagaimana pun, kita terkait ungkapan yang menyatakan ‘manusia itu diberikan fitrah
mendapatkan pengaruh keadaan sekitar yang tengah terjadi’. Terkadang manusia bersedih menjalani
beberapa kesulitan pribadinya, tetapi situasi kebahagiaan-kebahagiaan yang bersifat sementara waktu
membuatnya gembira, maka dia akan mulai tertawa melawan kesedihan-kesedihannya, selanjutnya
sebagian kesedihannya menjadi berkurang.
Dengan memerhatikan fitrah manusia tersebut, maka sesungguhnya orang-orang duniawi yang
tujuannya hanya dunia saja pada masa kita – mereka yang hanya memiliki ketamakan-ketamakan pada
harta-harta kekayaan dan hanya mementingkan diri mereka sendiri – mereka telah membuat orang-orang
tenggelam dalam menikmati obat-obat narkotika serta hiburan yang kelewat batas hingga tingkat sangat
jauh dari agama dan jauh dari Allah Ta’ala, tenggelam dalam lumpur kekotoran ini.
Sesungguhnya Id-Id mereka serta kegembiraan-kegembiraan mereka itu bersifat sementara. Bagi
orang-orang dunia ini tidak ada hakikat keagamaan untuk Id tersebut. Mereka yang merayakan Id hanya
bersifat lahiriah, maka eksistensi idnya pun tidak lain hanyalah sesuai tradisi yang sisi keagamaannya hilang.
Perayaan Id mereka ini hanya menimbulkan keriuh-rendahan, menikmati minuman keras, makan-makan
dan minum-minum.
Kesemuanya itu merupakan sarana-sarana perhiasan kehidupan dunia dan pada momen-momen
mereka tidak ada tempat untuk Allah Ta’ala, justru Id mereka itu hanyalah mengutamakan kepentingan
dunia. Perayaan tersebut tidak bertujuan merayakan hari kelahiran Nabi Isa, tidak pula pada momen-
momen yang sudah dikenal dalam agama-agama lainnya guna mengenal sejumlah orang yang mendirikan
ibadah dalam momen tersebut, bukan pula untuk mengenal sejumlah orang yang menciptakan perubahan-
perubahan suci dalam diri mereka.
Bahkan, yang menjadi ukuran kesuksesan momen-momen ini ialah mengetahui hal-hal berikut ini:
“Perusahaan Si Anu meraih keuntungan sekian juta pound” di sela-sela kesempatan tersebut; “Perusahaan
yang lain mendapatkan keuntungan penjualan saham sekian juta pound” dan “Penjualan dan pembelian
yang selesai di tengah-tengah kesempatan-kesempatan [perayaan hari besar agama] ini bertambah atau
berkurangnya milyaran dolar dibandingkan tahun lalu” dan “Arak (minuman keras) telah dilunasi
pembayarannya sekian milyaran dolar” dan “Telah dibelanjakan milyaran dolar untuk perjudian”.
Tetapi, dikarenakan perhatian mereka semua sepenuhnya berpatokan pada duniawi, maka sesuai
dengan itu mereka akan mengukur kebahagiaan dengan standar-standar demikian. Kebahagiaan yang
sifatnya temporer itu mereka anggap sebagai perantara ketenteraman kalbu.
Sesungguhnya kenikmatan-kenikmatan mereka sebatas memenuhi hasrat-hasrat dan keinginan-
keinginan manusia. Tetapi, id-id kita maksudnya id-id orang Muslim sejati memiliki perbedaan yang
mendasar dengan id-id mereka dan seyogianya akan menjadi sisi yang membedakan mengenainya. Id
seorang mukmin yang dikemukakan oleh Islam yakni bahwasanya seyogianya kita harus mencari upaya-
upaya menekan hasrat-hasrat dan keinginan-keinginan kita demi meraih ridha Allah Ta’ala dan
memalingkannya ke arah melakukan kebajikan-kebajikan dan menyempurnakan kebaikan-kebaikan.
Sesungguhnya id-id agama-agama dan umat-umat lainnya tiada lain hanya mengandung kebahagian-
kebahagiaan yang bersifat sementara lagi terbatas di kesempatan yang tengah mereka rayakan itu. Tapi, Id
seorang mukmin akan bertransformasi menjadi sarana untuk meraih ridha Allah Ta’ala, maka Allah akan
menyediakan baginya faktor-faktor kebahagiaan yang bersifat permanen, apakah itu akan mengandung
faktor-faktor yang menyebabkan ketenangan duniawi, materi, harta atau pun tidak, bagi seorang mukmin
itu sama saja.
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra telah menjelaskan perbedaan ini dengan mengemukakan perumpamaan
lahiriah yang akan saya sajikan dengan kata-kata saya. Sebagai contoh : Apabila di suatu tempat terdapat
seseorang kelaparan, maka rasa laparnya itu perlu dipenuhi. Tetapi, apabila untuk mengenyangkannya ada
yang memberinya makanan busuk yang akan menyebabkannya terkena penyakit, perutnya pasti secara
lahiriah akan penuh, tetapi ia akan didera berbagai macam penyakit.
Apabila seorang yang kehausan mencari air untuk memuaskan rasa hausnya dan seseorang
memberinya air yang kotor, najis, pahit dan asin, atau diberinya minuman yang kotor dan cemar.
Memang, pada akhirnya rasa hausnya akan reda untuk sementara waktu dengan air itu, tetapi dia akan
merasa haus kembali. Orang yang merasa haus pasti akan meminumnya walaupun dalam keadaan
terpaksa. Jika tidak, dia akan mati. Tetapi minuman semacam itu akan menciptakan gangguan dan
penyakit-penyakit pada perutnya bahkan pada seluruh anggota tubuhnya. Minuman yang kotor akan
membangkitkan kembali rasa hausnya setelah waktu singkat. Hal itu artinya, keadaan susah dalam waktu
sementara telah menjadi faktor musibah-musibah baginya yang bersifat permanen (terus-menerus) dan
dideranya dengan banyak penyakit. Maka orang yang memberi makan yang seperti itu kepada seorang
yang lapar atau memberi minum yang seperti itu kepada seseorang yang kehausan, maka ia akan dianggap
sebagai musuhnya atau betul-betul hilang akal.
Sebaliknya, apabila di sana ada seseorang yang lain, seseorang yang untuk menghilangkan rasa lapar
dan hausnya, maka dia memberinya beraneka makanan yang lezat dan memberinya minum air bersih dan
jernih, maka orang yang lapar itu akan merasa kenyang dan orang yang haus itu akan minum dengan puas
lebih baik daripada yang dia diinginkan, maka tidak diragukan lagi orang [yang memberinya makan dan
minum tadi] akan dianggap sebagai pelipur duka orang yang kelaparan dan kehausan serta dianggap orang
yang bijak lagi pengertian. Inilah letak perbedaan antara id-id dalam Islam dan id-id agama-agama yang
lainnya.
Ringkasnya, agama-agama lain telah memahami tuntutan-tuntutan kebahagiaan fitriah akan tetapi
obat yang dipersembahkan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan fitriahnya itu melahirkan sebab-sebab
kebahagiaan yang bersifat temporer saja, agama-agama itu tidak mempersembahkan sarana-sarana yang
sesuai untuk memenuhi tuntutan fitriah secara permanen, malahan sarana-sarana yang
dipersembahkannya itu melahirkan kerugian yang terus-menerus pada manusia, merugikan kesehatannya
dan kerohaniannya juga, sementara id-id islami menyajikan kebahagiaan permanen bagi manusia.
Sebelumnya tadi saya telah mengemukakan sajian makanan dan minuman, dalam hal ini saya ingin
menyampaikan juga bahwa Jemaat Ahmadiyah akan menyajikan pula hidangan ruhani dan memberikan
pada orang-orang minuman ruhani. Dari sisi yang lainnya Jemaat Ahmadiyah menyediakan pula air
jasmani.
Perlu diketahui bahwa mereka yang tinggal di negara-negara maju tidak mampu memahami
pentingnya air, begitu pula mereka yang datang dari Pakistan terutama dari daerah-daerah yang
mendapatkan kemudahan air-air yang bersih melalui pompa-pompa air dengan mempergunakan tangan
secara manual, adapun pada daerah-daerah yang jauh seperti beberapa propinsi di daerah Sindh, maka
tiada lain yang mudah bagi mereka adalah air kotor dari kolam-kolam atau dari sumur-sumur.
Bagi mereka air-air sumur dapat diperoleh dengan mudah hanya di beberapa musim saja. Orang-
orang terpaksa meminum air-air dari kolam-kolam yang padanya berkumpul air-air yang berubah unsur
kemurniannya dan akan menjadi kotor sampai tingkat tidak memungkinkan bagi manusia untuk
meminumnya Tapi di sana mereka mempergunakan air itu. Demikian pula binatang-binatang ternak juga
minum dari kolam-kolam yang sama. Bahkan, bercampur pula dengan kotoran-kotoran binatangnya.
Di daerah-daerah itu Jemaat Ahmadiyah menggali sumur-sumur untuk mereka atau mengoperasikan
pompa-pompa tangan. Atas hal itu, orang-orang menyatakan kegembiraan itu lebih bahagia lagi daripada
yang sudah-sudah. Faktanya, kebahagiaan yang dirasakan oleh orang-orang ini dengan melihat air bersih
[yang keluar] dari pompa tangan untuk pertama kalinya akan menjadi sangat besar sampai tingkat
walaupun kalian dapat uang ribuan pound (jutaan rupiah) terkadang kalian tidak merasakan kegembiraan
seperti itu.
Para relawan muda Jemaat yang pergi ke sana untuk maksud ini menyaksikan sendiri pemandangan
seperti ini dan mereka menyampaikan pengalaman dan pemandangan dari segi ini. Mereka juga
mengirimkan foto-foto yang memberikan informasi bagaimana orang-orang laki perempuan melompat-
lompat kegirangan dan bahagia ketika air bersih menjadi mudah bagi mereka seakan-akan hari tersebut
merupakan hari raya bagi mereka. Saya katakan berkenaan dengan kesempatan tersebut, “… untuk
Saudara-saudara yang berkemampuan bahwa mereka harus memberikan bantuan materil seberapa
mereka mampu pada Organisasi ‘Humanity First’ dan organisasi para Insinyur Jemaat yang bekerja pada
bagian pompa air tangan dan menyiapkan air dengan berbagai cara di berbagai negara.”
Walaupun bagaimana, saya akan kembali pada pokok permasalahan yaitu : Apa perbedaan antara id-
id kita dan id-id orang-orang yang lain? Sesungguhnya id-id yang lain mengandung tarian, nyanyian-
nyanyian tidak baik, keriuh-rendahan, hingar-bingar, senda gurau, jual beli; sementara Id Islami yang
dirayakan oleh seorang mukmin sejati bertujuan untuk meraih ridha Allah Ta’ala sebagaimana saya
katakan sebelumnya.
Kita akan mengungkapkan dengan bahasa sesuai keadaan kita : Sesungguhnya kita melaksanakan lima
shalat di hari-hari normal, untuk meraih ridha Allah Ta’ala dan untuk menyempurnakan tujuan hidup kita.
Adapun pada hari ini, yaitu hari id, maka marilah kita melaksanakan enam shalat. Tidak diragukan lagi,
seorang mukmin merayakan dengan kegembiraan, karena Allah Ta’ala telah memerintahkannya.
Hendaknya kalian mengenakan pakaian yang baik dan memakai wewangian karena ini merupakan Sunnah
amaliah Nabi Saw yang beliau saw ajarkan kepada kita. Allah Ta’ala menghendaki supaya kalian merayakan
hari Id dengan senang dan gembira, memasak dan makan makanan-makanan yang sedap, karena Allah
Ta’ala telah menyediakan kesempatan ibadah yang lebih banyak daripada sebelumnya. Inilah Id hakiki.
Jika tidak demikian, melainkan pada hari ini kita sibuk saja dalam hiburan dan main-main serta
makan-makan setelah shalat id, tidak menciptakan berbagai perubahan ruhani, melupakan apa-apa yang
kita usahakan pada bulan Ramadhan, melupakan shalat zuhur dan ashar setelah shalat id, sibuk dalam
kesibukan-kesibukan hiburan dan main-main, maka perumpamaan kita akan menjadi seperti orang yang
mendapatkan makanan yang rusak dan air yang kotor.
Setelah perutnya penuh dan hilang rasa dahaganya, makanan dan minuman tersebut mengakibatkan
penyakit-penyakit ketimbang menyajikan ketenangan dan kegembiraan baginya. Memang, dia telah
mendapatkan sandaran sementara tetapi itu tidak permanen, bahkan telah menciptakan kegelisahan yang
bersifat permanen.
Kita akan dianggap sebagai orang bodoh yang memilih makanan cemar dan rusak ketimbang
makanan yang tayib dan air sejuk segar yang berlimpah dari Allah. Apabila ini pemikiran kita, siapakah
orangnya yang akan menganggap kita orang-orang bijak?
Sebelum seseorang menggambarkan orang yang menyediakan makanan yang busuk dan kotor itu
sebagai orang zalim dan gila, dia akan menganggap kita sebagai orang-orang gila dan orang-orang yang
menganiaya diri sendiri, manakala kita memilih makanan yang busuk dan cemar serta air yang kotor
daripada makanan yang baik, tayib serta air tawar yang segar.
Jika demikian, kita harus beralih menuju penegakkan shalat-shalat dan menyempurnakan kebaikan-
kebaikan lebih banyak lagi dari sebelumnya supaya kita membuktikan diri sebagai orang-orang berakal
sehat, bukan yang menganiaya diri sendiri. Allah Ta’ala telah menerangkan pada kita setelah tambahan
satu shalat [id] pada shalat-shalat maktubah (diwajibkan), bahwa Id seorang mukmin itu menjadi model
percontohan dalam meraih ridha Allah Ta’ala. Setiap kali seorang mukmin mendekat pada Allah Ta’ala,
idnya itu menjadi Id hakiki.
Kalau demikian, kita harus berupaya secara terus-menerus untuk meraih Id hakiki ini. Jika kita
menyerap pokok soal ini dan prinsip ini maka setiap hari dapat menjadi hari raya (id) bagi setiap orang
beriman. Bahkan Allah Ta’ala berfirman, “Jika kalian mau, mungkin kalian akan merayakan Id setiap hari.”
Perlu diketahui, bahwa id hakiki seorang beriman itu ialah tercapainya surga. Yang merupakan sarana
untuk kebahagiaan seorang mukmin itu bukan hanya dua Id yang terdapat dalam satu tahun saja. Maksudnya
seorang beriman itu tidak cukup merayakan dua Id dalam satu tahun. Sekali-kali tidak! Justru, seorang
mukmin itu akan mengupayakan Id permanen dengan membuat Allah Ta’ala ridha, di mana saja dan kapan
saja dia meraih surga-surga ridha-Nya.
Hadhrat Masih Mau’ud as menyampaikan mengenai surga: “Ketahuilah! Mereka yang menghadap
Allah dengan disertai ketulusan dan keikhlasan, selamanya tidak akan disia-siakan, bahkan akan
dianugerahi dengan setiap nikmat-nikmat semesta. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, رب ه مقام خاف لمن و
.(dan bagi siapa yang takut maqam Tuhannya terdapat dua surga. QS Al-Rahmān:47 ...) جن اتان
Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman demikian supaya tidak terbetik dalam benak seseorang bahwa
mereka yang mendatangi-Nya akan mengabaikan dunia. Sekali-kali tidak! Justru bagi mereka terdapat dua
buah surga, surga di kehidupan dunia ini dan surga di akhirat.”1
Inilah kedudukan seorang mukmin sejati yang Allah memuliakannya. Maka dia yang mencari Id ridha
Allah akan mendapatkan kemuliaan dari Allah baik secara ruhani maupun jasmani. Id yang mana lagi yang
lebih besar bagi seseorang yang dimuliakan oleh Allah?
Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menjelaskan sebuah permisalan yang sangat cemerlang, “Sebagaimana
pemerintahan-pemerintahan duniawi menjalankan promosi-promosi yang maksudnya agar orang-orang
melihat berbagai barang dan komoditi serta mendorong mereka memanfaatkannya, maka Id-Id ini pada
hakikatnya merupakan penawaran-penawaran dalam rangka mempromosikan komoditi (benda-benda)
Kerajaan Samawi, dengan perantaraan itu Allah Ta’ala mengabarkan, ‘Jika kalian mau, maka kalian bisa
merayakan Id setiap hari.’
Sebagaimana tampak jelas dari ayat, جن اتان رب ه مقام خاف لمن و ‘... dan bagi siapa yang takut maqam
Tuhannya terdapat dua surga’ dan tafsir Hadhrat Masih Mau’ud as yang mengandung penjelasan bahwa kita
dapat merayakan Id setiap hari dengan meraih surga di dunia ini yang maksudnya ialah dengan meraih
ridha Allah. Dua Id (Idul Fithri dan Idul Adha) ialah dua contoh yang menarik hati seorang beriman hingga
dia berupaya untuk mencari jalan-jalan kedekatan Allah. Kemudian, ketika dia mendapatkan jalan-jalan
kedekatan Allah dan mendapatkan ridha-Nya, maka tidak ada sesuatu yang lebih menggembirakan
daripada itu. Kebahagiaan ini menyediakan ketentraman sempurna dan menjadikan dunia ini bagai surga
dan memberikan jaminan surga di akhirat juga.
1 Malfuzāt Jilid 10
Orang yang diridhai Allah Ta’ala, setiap kegelisahan dan kesedihan-kesedihannya menjadi hilang.
Sehubungan dengan kesempatan id-id tersebut kita harus berupaya untuk menjadikan cara-cara ini pada
pemikiran-pemikiran dan perbuatan-perbuatan kita yang akan membimbing kita untuk meraih ridha Allah.
Bagi seorang mukmin tidak ada Id yang lebih besar daripada ridha Allah Ta’ala untuknya.
Quwwah qudsiyyah (daya penyucian) Nabi saw itu adalah beliau saw telah mewarnai para Sahabat juga
dengan celupan warna ini; ketika kebahagiaan mereka terletak pada ridha Allah Ta’ala, mereka selalu
mendapati ketenteraman kalbu dalam ridha Allah Ta’ala dan Id-Id mereka yaitu kesuksesan meraih ridha
Allah Ta’ala. Mereka dulu pernah menjalani kehidupan amat miskin secara lahiriah. Ketika kebanyakan
dari antara mereka belum mengalami kemakmuran, bahkan banyak dari mereka makan dua kali dalam
satu hari.
Pada saat ini kita makan roti dari gilingan tepung yang sangat lembut. Biasanya kita mendapatkan
beraneka jenis makanan yang nikmat lagi baik. Sehubungan kesempatan id-id, kita perhatikan ketersediaan
makanan-makanan yang istimewa, tapi para Sahabat Nabi selalu makan roti kasar yang tidak diayak. Jika
hari ini itu dihidangkan pada seseorang, tentu ia tidak akan suka memakannya.
Seorang Sahabat (Sahl ibn Sa’ad) menyebutkan keadaan tepung yang digiling tersebut sebagai jawaban
atas seorang penanya yang bertanya: “Apakah ayakan dipakai di masa itu sehingga kalian dapat memakan
tepung yang sudah diayak?” maka Sahabat tersebut mengatakan : “Sesungguhnya kami menggiling gandum
dengan batu, lalu kami memurnikannya dengan meniupnya, kami memilah yang halus dari yang kasar dan
membuat yang halus itu menjadi roti, sulit menelannya.”2
Abu Hurairah ra menyebutkan kisah kemiskinannya : “Dulu saya sering mengikatkan batu di perut
saya untuk sekadar menahan lapar. Pernah ketika aku duduk di sebatang jalan, Abu Bakar lewat di
depanku. Saya pun bertanya kepadanya tentang satu ayat di dalam al-Quran. Saya bertanya tentang ayat
itu bukan karena tidak tahu, melainkan karena saya ingin dia mengajak saya ke rumahnya [mengajak
makan]. Tetapi, dia tidak paham maksudku. Karena itu, dia terus saja berjalan tanpa memedulikan saya.
Setelah itu, lewatlah Hadhrat Umar. Saya pun melakukan hal yang sama seperti saya lakukan kepada
Abu Bakar. Namun, Umar terus saja berjalan. (Para sahabat tidak meminta secara langsung karena
menjaga kehormatan. Hadhrat Abu Hurairah bersedih karena mereka tidak memahami maksud beliau
sementara beliau juga tahu makna ayat yang ditanyakannya)
Beberapa saat kemudian, Rasulullah saw lalu di depan saya. beliau tersenyum ketika melihat saya dan
mengetahui apa yang terjadi pada saya dan apa yang ada pada raut wajah saya. Ternyata beliau tahu saya
sedang lapar. Nabi memanggilku, هر أبا ي 'Wahai Aba Hirr! (panggilan beliau untuk Abu Hurairah)
Saya menjawab, اللا رس ول ي لب ايك 'Saya, wahai Rasulullah.' Setelah itu, saya diajak ke rumah baginda.
Ketika tiba di rumah baginda, baginda melihat sewadah (segelas) susu. Rasulullah bertanya, 'Dari mana
2 Shahih Bukhari, Kitab tentang ath’imah (makanan), bab 23 tentang apa yang biasa Nabi dan para sahabat beliau makan, hadits
no. 5413; dari Abu Hazim ia berkata; saya bertanya kepada Sahl, “Apakah Rasulullah saw makan gandum yang ditapis?” Sahl
menjawab, “Rasulullah tidak pernah melihat gandum yang ditapis (disaring) sejak Allah mengutusnya hingga mewafatkannya.”
Saya bertanya lagi, “Apakah di zaman Rasulullah kalian mempunyai ayakan?” Ia menjawab, “Rasulullah tidak pernah melihat
ayakan sejak Allah mengutusnya hingga mewafatkannya.” Saya bertanya lagi, “Lalu bagaimana kalian memakan gandum yang
belum terayak?” ia menjawab, “Kami menggiling dan meniupnya hingga terbanglah apa yang dapat terbang, sedangkan yang
tersisa kami basahi dan memakannya.”
susu ini?' Seseorang menjawab, 'Tadi si fulan mengirim susu itu kemari.'
Rasulullah lalu bersabda, ل فادع ه م الصفاة أهل إل الق 'Wahai Abu Hurairah, temuilah Ahlush-Shuffah (mereka
yang tinggal di Masjid), lalu ajakIah mereka (kemari)!"
Namun, tatkala Rasulullah saw menyuruhku untuk memanggil Ahlush-Shuffah agar mereka
menikmati susu itu, saya sedikit merasa kecewa. Saya berbicara dalam hati, 'Sebenarnya, saya berharap
dapat segera meminum susu ini agar tubuhku menjadi kuat. Namun, taat kepada Allah dan Rasul-Nya
adalah kewajiban. Kerana itu, dengan senang hati, saya pun melangkah mendatangi Ahlush-Shuffah untuk
mengundang mereka. Ketika sampai di sana, mereka menyambutku dengan penuh rasa cinta. Mereka pun
memenuhi undangan Rasulullah. Mereka berkumpul dan duduk di majelis dengan baik setelah meminta
izin Rasulullah saw dan Rasulullah saw mempersilakan mereka.
Saya mengira bahwa Nabi Saw akan pertama kali memberi minum susu kepada saya sehingga saya
akan merasa kenyang lebih dulu, tetapi beliau saw meminta saya memberikannya pada seseorang yang
lain, lalu yang kedua dan yang ketiga. Saya mengira susu tidak akan sampai pada saya dan susu akan habis
sebelum sampai pada saya. Semua orang sudah merasa puas. Mereka itu tujuh atau delapan orang.
Kemudian beliau mengatakan pada saya: فاشرب اق ع د ‘Wahai Abu Hurairah! Duduk dan minumlah!’ Saya
duduk dan minum. Beliau terus mengatakan: اشرب ‘Minumlah!’ Saya katakan: مسلك ا له أجد ما بالق ، ب عثك والاذي لا
‘Tidak! Demi Dia Yang Mengutus engkau dengan kebenaran, perut saya tidak dapat menampung susu itu
lagi. Lalu beliau saw mengambil gelas itu dan meminum sisa susu tersebut.”3
Demikianlah kondisi kefakiran para Sahabat ra tetapi kalbu mereka senantiasa mencari ridha Allah
Ta’ala. Kemudian, para Sahabat ra pernah makan kurma kering dan beberapa teguk air serta berperang
sepanjang hari, tapi Allah Ta’ala memuliakan mereka dengan kemenangan-kemenangan dan
memperlihatkan pada mereka hari-hari Id yang seorang pun tidak melihat dan tidak akan mampu
melihatnya. Para penguasa besar telah dikalahkan oleh tangan-tangan mereka.
Abu Hurairah ra sendiri yang mendapatkan pakaian-pakaian istimewa Kisra (gelar raja Persia), saat
beringus lalu mengatakan tentang diri sendiri: رأي ت ن لقد الكتاان ف ي تمخاط ه ري رة أب و بخ بخ من عليا مغشيا لخر وإن
Hebat! Hebat! Abu Hurairah membuang ingus pada kain rami ini, saya telah melihat diri saya dulu“ الجوع
pernah jatuh tersungkur pingsan karena kelaparan.”4.
Mereka (para Sahabat Nabi) mendahulukan agama daripada dunia sampai-sampai berada dalam
kefakiran. Mereka menanggung rasa lapar dan pingsan, tetapi tidak akan meninggalkan ambang pintu
Hadhrat Rasulullah saw. Mereka selalu mengutamakan ridha Allah Ta’ala karena di dalamnya terdapat
kententraman kalbu. Kebahagiaan hati tersebut kedudukannya sebagai Id (hari raya) bagi mereka. Setiap
hari terbit kabar-kabar gembira id-id atas mereka dan memperlihatkan pada mereka mutu (kualitas) Id
mereka.
Id itu adalah kebahagiaan kalbu. Bukan termasuk Id hakiki dengan makan minum yang baik serta
segar, menimbulkan keriuh-rendahan dan saling bertukar cerita-cerita rekaan. Justru Id hakiki itu adalah
3 Shahih al-Bukhari, Kitab ar-Riqaaq, bab bagaimana Nabi saw dan para Sahabat menjalani hidup, no. 6452 4 Sunan At-Tirmidzi, Kitab tentang Zuhud, bab 39, no. 2367
kita mencari ridha Allah. Ketika Allah Ta’ala menjadi wali kita; ketika kita termasuk orang-orang yang
menunaikan hak Allah Ta’ala yang diwajibkan atas kita; ketika kita melaksanakan hak-hak sesama kita
dengan menjalankan hukum-hukum Allah swt; ketika kita termasuk orang-orang yang berkorban untuk
sesama serta kepentingan pribadi tidak menjadi tujuan utama kita; ketika kita membantu para yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan serta kalbu kita merasakan kepiluan mereka –
saat itulah – Id kita akan menjadi Id hakiki.
Dalam Jemaat terdapat pos [pengurbanan] untuk anak-anak yatim dan dengan karunia Allah Ta’ala,
orang-orang memberikan sedekah-sedekah itu pada posnya. Kepada yang lainnya juga saya
mengatakannya sekali lagi bahwa merekadiminta ambil bagian di dalamnya. Mengapa kita melaksanakan
pekerjaan ini? Karena hal itu akan membuat Allah Ta’ala ridha. Inilah yang dibawa oleh Hadhrat Masih
Mau’ud as pada kita demi makhluk-Nya.
Pada satu kesempatan lain beliau as bersabda, “Allah Ta’ala menghendaki untuk mengutus utusan
sejati pada zaman ini, demi mempersiapkan suatu Jamaah yang mencintai-Nya.”
Selanjutnya Hudhur as bersabda : “Sesungguhnya tujuan hakiki yang Allah Ta’ala maksudkan adalah
membuat suatu Jamaah (Jemaat) yang kalbunya suci laksana para Sahabah.”
Selanjutnya Hudhur as bersabda : “Ketahuilah! Jemaat ini tidak bertujuan untuk memperkaya diri
sendiri, mencari duniawi dan kemakmuran hidup yang luar biasa. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Allah
Ta’ala suci dari contoh-contoh seperti ini. Seyogianya kita memperhatikan kehidupan para Sahabah.”
Selanjutnya Hudhur as bersabda : “Seseorang harus mempelajari kehidupan Nabi Saw dan kehidupan
para Sahabat beliau saw serta memperhatikan itu setiap hari.”
Selanjutnya Hudhur as bersabda, “Merupakan kebiasaan orang-orang duniawi apabila mereka
ditimpa suatu gangguan kecil saja, mereka akan berdoa sebanyak mungkin sedangkan pada saat lapang
(makmur, aman dan sejahtera) akan melupakan Allah Ta’ala.”
Seyogianya kita yang tengah menikmati beraneka sarana kesejahteraan dan kemakmuran senantiasa
berupaya mendapatkan ridha Allah Ta’ala dalam keadaan lapang dan senang itu. Saat itulah kita akan
menjadikan id-id kita permanen.
Selanjutnya Hudhur as bersabda, “Siapa yang takut pada Allah Ta’ala, maka untuknya terdapat dua
buah surga. Orang yang ridha dengan ridha Allah Ta’ala, Allah akan menjadikannya terlindungi dan
terpelihara. Allah akan menjaganya dan mengaruniainya kehidupan yang baik, menyempurnakan setiap
yang ia kehendaki tetapi ini akan membuahkan hasil setelah iman.”
Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda, “Tiada tara persahabatan Allah Ta’ala dibandingkan
dengan orang-orang dunia. Dalam persahabatan orang-orang dunia, mereka akan mengemukakan banyak
helah (alasan) dan bersedia untuk memutuskan persahabatan hanya karena kemarahan kecil. Tetapi
ikatan-ikatan persahabatan dengan Allah begitu kokoh dan kuat. Orang yang menjadi milik Allah Ta’ala,
akan Dia turunkan berkat-berkat padanya, menjadikan keberkahan di rumahnya, pada pakaiannya dan juga
pada sisa-sisa makanannya.”
Inilah standar-standar yang dikehendaki dari kita oleh Hadhrat Masih Mau’ud as yang harus kita raih.
Seharusnya kita merasa tidak senang dengan kebahagiaan yang bersifat sebentar dan tidak merasa bahagia
dengan id-id yang hanya sementara waktu, melainkan kita harus mendapat bagian untuk kebahagiaan abadi
dan Id abadi dan menjadi orang-orang yang menjalin hubungan yang tidak akan terpisahkan dengan Allah
selamanya. Kita akan memelihara dan menekuni keberkahan-keberkahan Ramadhan dan mengutamakan
ridha Allah Ta’ala dalam segala hal. Kita akan berupaya meraih Id yang akan mengingatkan kita pada Allah
Ta’ala, baik dalam keadaan terjaga maupun tidur, dalam keadaan berdiri maupun duduk.
Sebagaimana tadi saya sudah sebutkan, sesungguhnya id-id ini adalah seperti suatu pameran yang di
dalamnya berbagai macam komoditi dipamerkan sebagai bentuk percepatan bagi orang-orang meraih
manfaatnya.
Saya memohon pada Allah Ta’ala semoga keberkahan-keberkahan yang kita raih pada bulan
Ramadhan atau yang telah kita upayakan untuk meraihnya senantiasa akan menjadi motivasi kita mencari
ridha Allah Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala menghilangkan segala macam kelemahan kita. Kita pun tidak akan
menyingkirkan kealpaan-kealpaan kita dan penyakit-penyakit kita sementara waktu yang mana itu akan
menyeret kita pada kebahagiaan yang temporer (waktu terbatas) saja, melainkan kita akan seterusnya
selalu menikmati kesehatan, menunaikan hak-hak Allah Ta’ala dan menjadi orang-orang yang tengah
merayakan Id hakiki dalam keadaan terlepas dari segala perselisihan, permusuhan dan kerusuhan. Semoga
Allah Ta’ala memberi kita untuk itu. آمين [Aamiin].
Setelah Shalat Id kita akan berdoa bersama. Ingatlah, terutama untuk umat Islam karena mereka itu
telah menghubungkan diri sebagai pengikut Nabi Muhammad saw. Negeri Syam (Suriah dsk), Irak dan
Libya secara khusus menderita kerentanan kerusakan yang parah, maka ingatlah penduduk negara-negara
tersebut dalam doa. Orang-orang Muslim Ahmadi di sana sangat menderita, sebagian diantaranya tidak
mendapatkan makanan dan minuman. Mudah-mudahan mereka yang sangat membutuhkan itu tengah
merayakan Id. Sebenarnya penyaluran bantuan makanan dan minuman pada mereka begitu sulit.
Sebagian di antara mereka dipenjara di sana karena menjadi Ahmadi. Kalian harus mendoakannya
secara khusus. Sesungguhnya umat (Islam) ini telah diperintahkan untuk memperlakukan satu dengan yang
lainnya dengan kasih sayang dan persaudaraan, sesungguhnya orang Muslim itu adalah saudara Muslim
yang lainnya, tetapi mereka merasa haus akan darah yang lainnya.
Kebanyakan dari negeri-negeri itu, terutama negara-negara Islam, pemerintah-pemerintahnya
menumpahkan darah rakyatnya, begitu pun warga memerangi pemerintah-pemerintahnya dan orang-
orang yang mencari-cari kesempatan mencari keuntungan dari kondisi ini. Sesungguhnya tiada lain yang
mereka inginkan dari keadaan-keadaan ini hanyalah untuk kepentingan-kepentingan pribadinya dan
akibatnya adalah memperburuk citra Islam. Dalam hal ini penting sekali berdoa untuk umat Islam.
Doakanlah untuk anggota-anggota Jemaat yang menjadi sasaran berbagai kesulitan dan ujian.
Doakanlah mereka yang tengah mengkhidmati Jemaat. Doakanlah mereka yang mewakafkan hidupnya
untuk agama, semoga Allah memberikan taufik untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya dengan sebaik-
baiknya dan Allah menerima pengkhidmatan mereka serta memberikan ganjaran atas pengabdiannya dari
sisi-Nya.
Secara umum saya berdoa kepada Allah Ta’ala semoga Dia melapangkan segala macam kesulitan dari
semuanya dan menjadikan segala sarana dan kemudahan bagi kehidupan masing-masing orang.
Saya berdoa pada Allah Ta’ala mudah-mudahan Dia melindungi setiap Muslim Ahmadi dengan
perlindungan-Nya dan meningkatkan keimanan serta keyakinan supaya kita meraih kebahagian-
kebahagiaan hakiki. [آمين Aamiin]
Selanjutnya, para Ahmadi di Pakistan tengah berada dalam situasi kesulitan yang keras dan ujian
sebagaimana para Ahmadi di beberapa daerah di India juga, demikian pula di beberapa negara Arab dan
yang lainnya, mereka tengah ditimpa kesulitan-kesulitan, maka doakanlah semuanya semoga ditetapkan
bagi mereka semua kebahagiaan Id yang hakiki. Id Mubarak untuk Anda sekalian semua yang duduk di
hadapan saya, demikian pula Id Mubarak untuk setiap Ahmadi di seluruh penjuru dunia.
Diterjemahkan oleh : Abkari Munwanna 10-21 September 2016.