saudi arabia merupakan negara yang terletak di semenanjung
TRANSCRIPT
v
ABSTRAK
Skripsi ini secara khusus bertujuan untuk menganalisis kebijakan pemutusan
hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap Qatar pada tahun 2017. Penelitian ini
dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara. Peneliti menemukan, bahwa
kebijakan pemutusan hubungan diplomatik dengan disertai blokade dipilih oleh Arab
Saudi karena lebih menguntungkan dari kebijakan alternatif lainnya. Di samping itu,
dalam kebijakan Arab Saudi terhadap Qatar terdapat cost dan benefit yang didapatkan
oleh Arab Saudi, terlepas dari beberapa hal lain yang menjadi penyebab Arab Saudi
memblokade Qatar. Blokade yang dilakukan oleh Arab Saudi didasari oleh kebijakan
dan tindakan Qatar yang belawanan dengan Arab Saudi, seperti memiliki hubungan
dekat dengan Iran, pemberitaan Al Jazeera yang terlalu terbuka, mendukung
demokrasi di Timur Tengah serta mendukung kelompok Ikhwanul Muslimin.
Argumen ini dirumuskan melalui tahapan analisis, yaitu dengan melihat sejarah
hubungan Arab Saudi dan Qatar, kemudian melihat hal-hal lain yang
melatarbelakangi kebijakan pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap
Qatar dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan kerangka pemikiran.
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam skripsi ini adalah kepentingan
nasional Neuchterlein dan model aktor rasional Graham T. Allison, sedangkan
metode yang penulis gunakan adalah metode kualitatif dengan analisis induktif. Pada
hasil analisis dengan menggunakan kedua kerangka pemikiran tersebut dapat
disimpulkan bahwa kepentingan ekonomi, tatanan dunia dan ideologi Arab Saudi
dalam blokade terhadap Qatar berada pada intensitas utama (major) dan kepentingan
pertahanan berada pada intensitas peripheral. Blokade yang dilakukan terhadap Qatar
juga memberikan benefit kepada Arab Saudi berupa meningkatnya kerjasama
ekonomi antar negara yang memblokade Qatar, mendominasi kembali pasar ekspor
gas ke Mesir, serta meningkatnya hubungan dengan Amerika Serikat, khususnya
dalam sektor ekonomi.
Kata kunci: Kebijakan Pemutusan Hubungan Diplomatik, Blokade, Arab Saudi,
Qatar, Kepentingan Nasional, Model Aktor Rasional.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji serta syukur selalu penulis panjatkan ke
hadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk skripsi ini tepat pada waktunya. Tak
lupa, shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan ummat, Baginda Nabi
Muhammad Sallalahu ‘Alaihi Wasallam yang telah membawa ummatnya dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang, semoga kita sebagai ummatnya
mendapatkan syafa’at di hari akhir kelak. Amin.
Rasa syukur penulis ucapkan karena akhirnya telah berhasil menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Kebijakan Blokade Arab Saudi terhadap Qatar pada Tahun
2017”. Penulis juga ingin mengucapkan ungkapan terima kasih kepada pihak-pihak
yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik, terutama
bagi peneliti yang literaturnya penulis jadikan sumber dalam skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari
beberapa pihak, baik itu bantuan secara langsung atau pun tidak langsung. Oleh
karena itu, ijinkanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan penuh berupa do’a dan
motivasi, terutama kepada dua manusia hebat yang selalu sabar dan tak pernah
lelah mendidik penulis sampai berada di tahap sekarang ini, Ahyar S.Pd.I dan Siti
vii
Aisah S.Pd.I. Semoga kesehatan, kemudahan dan keberkahan selalu menyertai
kalian.
2. Kedua adik penulis yang selalu membuat kakaknya bangga, Syahla Fakhirah yang
sedang berada di Mesir dan Anafi Rahmatillah yang sekarang sudah semester 3.
Semoga kalian berdua selalu sukses dan dapat terus membanggakan keluarga.
3. Keluarga Bapak Masruchan. Khususnya Mamah Islamiyah dan Bapak Masruchan
Abdullah yang sudah seperti kedua orang tua penulis serta Ahmad Ulil Albab,
sahabat penulis sejak kecil. Semoga kalian semua selalu diberi kesehatan dan
keberkahan oleh Allah swt.
4. Bapak Febri Dirgantara Hasibuan, M.M yang sudah bersedia menjadi dosen
pembimbing skripsi penulis, selalu sabar dan rela untuk meluangkan waktunya
serta memberikan masukan yang sangat berguna kepada penulis. Semoga Bapak
dan keluarga selalu diberi kesehatan dan keberkahan oleh Allah swt.
5. Seluruh Dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah mengajarkan berbagai ilmu yang sangat bermanfaat dan tak
ternilai harganya kepada penulis. Semoga kesehatan dan keberkahan selalu
menyertai kalian.
6. Sahabat-sahabat penulis, Adila Febianto Soewarno, Farhatul Kamilah, Argista
Wahyu Febriani, Hayasha Zuriati Robbani dan Nida Fajriyatul Huda. Terima kasih
banyak karena sudah sering membantu, selalu ada dalam suka-duka serta menjadi
stress-reliever penulis. Semoga kita selalu menjadi sahabat baik sampai maut
memisahkan. Amin.
viii
7. Sahabat sekaligus teman seperjalanan penulis (underpressure), M. Fajrin
Mubarok, Arya Buana dan Fakhri Zeidan. Semoga kita selalu punya waktu luang
dan rezeki untuk bisa menyempatkan trip bersama. Semoga juga kita bisa jalan-
jalan keliling dunia bersama. Amin.
8. Teman-teman di International Studies Club (ISC). Teruntuk BPH ISC 2019/2020
Adila, Farha, Rima, Ara, Alfi, Rizka dan Ferin. Veteran ISC, Bang Haikal, Kak
Nisa, Bang Auzan, Kak Olla, Kak Syifa, Bang Faisal dan Bang Ilham. Terkhusus
Kak Maul sudah banyak membantu penulis di organisasi atau pun di perkuliahan.
9. Teman-teman HI. Terkhusus teman-teman HI C yang penulis banggakan yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Bang Mulya yang sudah penulis
anggap seperti saudara kandung.
Penulis berharap semoga dukungan serta amal baik dari semua pihak yang telah
membantu mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis juga menyadari bahwa
penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran yang konstruktif
sangat terbuka dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan Ilmu
Hubungan Internasional.
Jakarta, 2 September 2020
Muhammad Alifurrohman
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK……………………..……………………………….....xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….…………...1
A. Pernyataan Masalah ......................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat ......................................................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 7
E. Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 12
E.1 Konsep Kepentingan Nasional ...................................................... 12
E.1 Model Aktor Rasional ................................................................... 18
F. Metode Penelitian ................................................................................ 21
G. Sistematika Penulisan ......................................................................... 22
BAB II HUBUNGAN ARAB SAUDI DAN QATAR…………………………24
A. Sejarah Hubungan Arab Saudi dan Qatar............................................ 24
BAB III LATAR BELAKANG PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK
SERTA BLOKADE EKONOMI ARAB SAUDI TERHADAP
QATAR PADA TAHUN
2017…………………………………….………………………………35
A. Sejarah Perseteruan Keluarga Arab.................................................... 41
B. Internal Arab Saudi ............................................................................ 44
C. Dukungan dari Negara Lain ............................................................... 45
D. Tindakan-Tindakan Qatar yang Berlawanan dengan Kepentingan
Arab Saudi .......................................................................................... 46
D.1 Sikap Qatar dalam Mendukung Ikhwanul Muslimin ............................. 46
D.2 Kedekatan Hubungan dengan Iran ......................................................... 51
D.3 Media Al Jazeera yang Dianggap Berlawanan ....................................... 55
x
E. Blokade Ekonomi ................................................................................ 56
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN
DIPLOMATIK ARAB SAUDI TERHADAP QATAR PADA TAHUN
2017…………………………………………………………………….62
A. Kepentingan Nasional ......................................................................... 62
A.1 Kepentingan Pertahanan…………………………………………….....62
A.2 Kepentingan Ekonomi…………………………………………….........64
A.3 Kepentingan Tatanan Dunia………..……………………………….....66
A.4 Kepentingan Ideologi……………………………………….…….........67
B. Model Aktor Rasional ......................................................................... 73
BAB V PENUTUP….…….……………………………………………………..87
A. Kesimpulan .......................................................................................... 87
B. Saran .................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... xv
Lampiran-Lampiran ............................................................................................. xxiv
xi
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Tabel I.E.1. Kepentingan Nasional Neuchterlein (Isu Terusan Suez 1956) …………17
Tabel II.A.1. Timeline Hubungan Arab Saudi dan Qatar……………........................31
Tabel IV.A.1. Intensitas Kepentingan Arab Saudi …………………………………..68
Tabel IV.B.1. Ekspor Non Migas Arab Saudi ke Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir
Periode 2014-2018……………………………………………………79
Tabel IV.B.2. Ekspor Gas Arab Saudi dan Qatar ke Mesir periode 2014-2018……81
Tabel IV.B.3. Ekspor Arab Saudi ke Amerika Serikat periode 2014-2018…………83
Grafik IV.B.1. Foreign Direct Investment (FDI) Arab Saudi periode 2017-2019…..85
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1. Tuntutan Arab Saudi Cs kepada Qatar .................................... 39
Gambar III.A.1. Peta Kawasan Teluk dan Sekitarnya ....................................... 52
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Wawancara dengan Dr. Jamal Abdullah ............................................ xxi
Lampiran 2 Wawancara dengan Dr. Sya’roni Rofii………………….................xxiv
xiv
DAFTAR SINGKATAN
AS Amerika Serikat
FDI Foreign Direct Investment
FJP Freedom and Justice Party
GCC Gulf Cooperation Council
ICBM Intercontinental Ballistic Missile
KTT Konferensi Tingkat Tinggi
MBS Mohammed bin Salman
OEC The Observatory of Economic Complexity
OHCHR Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
NHRC The National Human Rights Committee
PBB Perserikatan Bangsa Bangsa
PDB Produk Domestik Bruto
QNA Qatar News Agency
SPA Saudi Press Agency
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Saudi Arabia merupakan negara yang terletak di Semenanjung Arab, menempati
sekitar 4/5 dari daerah tersebut. Memiliki perbatasan dengan Yordania, Kuwait dan
Irak di Utara; Teluk Persia, Oman, Uni Emirat Arab dan Qatar di Timur; Yaman di
selatan dan barat daya; Laut Merah dan Teluk Aqaba di Barat; serta sebagian Oman
di Tenggara. Di dataran tinggi sebelah barat, di sepanjang Laut Merah, terletak
sebuah tempat bernama Hijaz yang merupakan termpat lahir Islam dan situs kota
paling suci, yaitu Mekkah dan Madinah yang setiap harinya ramai dikunjungi oleh
orang yang ingin melaksanakan ibadah. Di pusat geografis terdapat wilayah yang
dikenal sebagai Najd atau dataran tinggi, sebuah zona gersang yang luas dan dihuni
oleh suku-suku nomaden hingga saat ini. Di sepanjang Teluk Persia sebelah timur
terdapat ladang minyak negara yang berlimpah. Menjadi salah satu negara yang
memiliki teritori terluas di Semenanjung Arab menjadikan Arab Saudi memiliki
kekayaan alam yang berlimpah, terutama kekayaan alam dari minyak bumi yang
identik dengan Saudi Arabia hingga sekarang. Tiga hal tersebut (Agama, kesukuan
dan kekayaan) yang kemudian memicu terjadinya sejarah di negara tersebut1.
Menjadi negara yang dikelilingi dan berbatasan oleh negara-negara lain tentunya
tidak terlepas dari konflik, salah satunya dengan Qatar.
1 William L. Ochsenwald, 2020, Saudi Arabia https://www.britannica.com/place/Saudi-
Arabia Diakses pada 15 Juli 2020.
2
Qatar adalah negara teluk yang berada di Timur Tengah yang berbatasan langsung
dengan Saudi Arabia di darat dan Selat Persia di laut yang kemudian memisahkan
negara tersebut dengan Bahrain. Dahulu, Qatar dikenal sebagai negara nelayan karena
banyak mata pencaharian penduduknya sebagai nelayan di laut. Namun, seiring
berjalannya waktu, Qatar dapat mengolah sumber daya seperti gas alam dan
minyaknya sehingga membuat negaranya menjadi negara yang kaya raya. Qatar
merupakan negara dengan penghasilan ekonomi yang termasuk sangat besar,
pendapatan ekonomi tersebut didapatkan dari hasil gas alam dan minyaknya yang
terbesar ketiga di dunia. Bahkan, pendapatan perkapita rata-rata negara tersebut
mencapai angka lebih dari $100.000 yang tentunya melampaui negara-negara besar
seperti Amerika Serikat2, dengan jumlah penduduk sekitar 2,7 juta jiwa. Maka tidak
heran jika perhatian dunia akhir-akhir ini tertuju pada Qatar, terlebih lagi ditandai
dengan keberhasilan Qatar dalam perhelatan Piala Dunia 2022 dengan mendaftarkan
negaranya sebagai tuan rumah acara sepak bola bergengsi tersebut.
Keberhasilan Qatar dalam bidang ekonomi juga tidak terlepas dari peran beberapa
negara tetangganya, terutama Saudi Arabia. Namun, pada 2017 beberapa negara
tetangga Qatar melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan disertai blokade
terhadap negara tersebut dengan alasan tertentu. Tepatnya pada 5 juni 2017, empat
negara di Timur Tengah (Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir) yang
dipimpin oleh Arab Saudi menyatakan untuk melakukan pemutusan hubungan
2 Muhammad Susilo, 2017, Seabad lalu miskin, bagaimana Qatar bisa jadi salah satu negara
terkaya di dunia? www.bbc.com/indonesia/amp/dunia-40201628 Diakses pada 15 Juli 2020.
3
diplomatik dengan disertai blokade terhadap Qatar3. Seperti pernyataan dari Menteri
Luar Negeri Arab Saudi yang dikutip melalui BBC4 “Menteri Luar Negeri Saudi
mengatakan langkah lebih lanjut akan diambil terhadap Qatar dalam waktu yang tepat
dan akan sejalan dengan hukum internasional”. Negara-negara tersebut memutuskan
hubungan diplomatik dan memblokade Qatar. Mereka sepakat untuk memutuskan
hubungan diplomatik dengan Qatar. Tidak hanya itu, mereka juga menutup
perbatasan darat, laut hingga udara dengan Qatar, memberlakukan larangan bagi
penduduk Qatar untuk datang ke empat negara tersebut serta memutuskan kegiatan
perekonomian (ekspor-impor) 5. Pemutusan hubungan diplomatik serta blokade yang
dilakukan empat negara tersebut menyusul dari kebijakan dan tindakan Qatar yang
berlawanan dengan kepentingan serta ideologi Arab Saudi dan negara Teluk lainnya6.
Di samping itu, Arab Saudi mengatakan bahwa Qatar merupakan negara yang turut
andil dalam melindungi dan membiayai Ikhwanul Muslimin7.
Hubungan antara Arab Saudi dan Qatar mengalami pasang surut, terdapat
inkonsistensi dalam hubungan keduanya, hal ini tentunya berkaitan dengan sejarah
3 Randeep Ramesh, 2017, The long-running family rivalries behind the Qatar crisis
https://www.theguardian.com/world/2017/jul/21/qatar-crisis-may-be-rooted-in-old-family-rivalries
Diakses pada 16 Juli 2020
4 BBC, 2017, Qatar crisis: Restrictions to continue, Saudi Arabia says
https://www.bbc.com/news/world-middle-east-40510508 Diakses pada 16 Juli 2020 5 Aljazeera, 2018, Qatar: Beyond the Blockade
https://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2018/02/qatar-blockade-180212075226584.html
Diakses pada 15 Juli 2020.
6 Wawancara dengan Dr. Jamal Abdullah
7 Nurhafiza, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan Qatar
tahun 2017, Vol.6, No.1,1-17.
4
hubungan kedua negara. Pada tahun 1970-an, hubungan antara Arab Saudi dan Qatar
dapat dikatakan sangat erat. Bahkan pada saat itu, Arab Saudi seringkali membantu
Qatar dalam menjalankan roda pemerintahannya yang berada di bawah
kepemimpinan Khalifa bin Hamad Al Thani, walaupun sempat ada konflik mengenai
batas wilayah pada 1992. Namun, hubungan yang erat tersebut berubah menjadi
renggang ketika kepemimpinan Khalifa bin Hamad Al Thani direbut oleh anaknya
lewat kudeta.
Pada 27 Juni 1995, Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani yang merupakan anak
dari Khalifa bin Hamad Al Thani merebut kekuasaan melalui kudeta ketika ayahnya
sedang meninggalkan Qatar untuk menjalani perawatan medis. Di bawah kekuasaan
Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani, Qatar mulai melenceng dari negara-negara
lainnya yang tergabung dalam GCC dan memiliki pandangan yang bersebrangan
dengan Arab Saudi8. Pada 2011, pasca Arab Spring hubungan Arab Saudi dan Qatar
juga mengalami keretakan kembali setelah sebelumnya sudah mulai berusaha untuk
membangun hubungan baik keduanya. Dan pada 2014 terjadi kembali ketegangan
hubungan keduanya ketika Qatar dianggap oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan
Bahrain dalam mendukung kelompok teroris. Ketiga negara tersebut menarik duta
8 Mohammaed Al-Sulami, 2020, The Boycott of Qatar
https://www.arabnews.com/node/1660946 Diakses pada 15 Juli 2020.
5
besar mereka untuk Qatar ke negaranya masing-masing9. Puncaknya pada 2017,
Qatar diblokade oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir.
Yang menarik dari kebijakan Arab Saudi untuk melakukan blokade terhadap
Qatar pada tahun 2017 adalah, karena meskipun terdapat inkonsistensi dalam
hubungan Qatar dengan Arab Saudi, namun kebijakan untuk memblokade Qatar
merupakan bentuk respon keras yang baru diberikan oleh Arab Saudi terhadap
Qatar10
. Di samping itu, akhir-akhir ini Arab Saudi seringkali mengeluarkan
kebijakan yang tidak biasa, baik itu kebijakan luar negeri atau pun kebijakan
domestik, seperti Saudi Arabia Vision 2030, Intervensi militer dalam konflik di
Yaman, menghapuskan larangan bagi wanita untuk menyetir serta bepergian sendiri
dan sebagainya11
.
Kebijakan Arab Saudi dalam melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan
disertai blokade terhadap Qatar juga memberikan pengaruh terhadap Arab Saudi
sendiri. Menurut data dari World Intergrated Trade Solution of World Bank, Qatar
merupakan salah satu negara tujuan utama bagi Arab Saudi untuk melakukan ekspor.
Tercatat pada tahun 2015, total ekspor Arab Saudi ke Qatar sebanyak $1,668,
mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2016 sebanyak $1,671 Milyar. Terdapat
9 Refk Selmi dan Jamal Bouoiyour, 2020, Arab geopolitics in turmoil: Implications of Qatar-
Gulf crisis for business, International Economics Journal, Vol.161, 100-119 10
Miroslav Zafirov, 2017, The Qatar Criris-Why the Blockade Failed, Israel Journal of
Foreign Policy, Vol. 11, No.2, 191-201. 11
Thomas Demmelhuber, 2019, Playing the Diversity Card: Saudi Arabia’s Foreign Policy
under the Salmans, Italian Journal of International Affairs, Vol.54, No.4, 109-124.
6
penurunan pada tahun 2017 yang hanya mendapatkan pemasukan sejumlah $684,853
juta dan pada tahun 2018 pemasukan dari ekspor hanya sekitar $45,24 ribu saja12
.
Di samping itu, karena letak Qatar yang bersebelahan dengan Arab Saudi
menjadikan cost atau biaya transport untuk melakukan kegiatan ekspor-impor lebih
terjangkau dibandingkan dengan melakukan ekspor-impor dengan negara lain. Hal ini
menunjukkan bahwa ada perubahan signifikan pada pendapatan ekspor Arab Saudi
terhadap Qatar pasca diakukannya blokade. Hal tersebut tentunya perlu ditinjau lebih
dalam lagi mengingat ambisi Arab Saudi untuk dapat meningkatkan
perekonomiannya agar dapat lebih memperkuat hegemoni Arab Saudi di kawasan13
.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai analisis
kebijakan pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap Qatar pada 2017.
B. Pertanyaan Penelitian
Dalam menganalisis dan membahas kebijakan pemutusan hubungan diplomatik
Arab Saudi terhadap Qatar pada tahun 2017, penulis menggunakan pertanyaan
sebagai berikut:
Mengapa Arab Saudi mengeluarkan kebijakan pemutusan hubungan diplomatik
terhadap Qatar pada tahun 2017?
12
World Integrated Trade Solution of World Bank,
https://wits.worldbank.org/CountryProfile/en/Country/SAU/Year/2018/TradeFlow/Export/Partner/QA
T/Product/all-groups Diakses pada 16 Juli 2020. 13
Thomas Demmelhuber, 2019, Playing the Diversity Card: Saudi Arabia’s Foreign Policy
under the Salmans, Italian Journal of International Affairs, Vol.54, No.4, 109-124.
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada pernyataan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Memahami kebijakan pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap
Qatar pada tahun 2017 ditinjau dari kepentingan nasional Arab Saudi dan
model aktor rasional;
2. Menganalisis kebijakan Arab Saudi terkait pemutusan hubungan diplomatik
serta blokade yang dilakukan terhadap Qatar pada tahun 2017.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kebijakan
pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap Qatar pada tahun
2017;
2. Tulisan ini juga diharapkan memberikan kontribusi dalam bentuk informasi
kepada mahasiswa Hubungan Internasional, khususnya mahasiswa yang
tertarik kepada isu Timur Tengah;
3. Tulisan ini dapat menjadi perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
D. Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka pertama adalah sebuah artikel dalam jurnal Italian Journal of
International Affairs yang ditulis oleh Thomas Demmelhuber dengan judul Playing
the Diversity Card: Saudi Arabia’s Foreign Policy under the Salmans Vol.54, No.4,
8
109-124. 14
yang ditulis pada tahun 2019. Penelitian ini menggunakan Neorealisme
dan konsep hedging sebagai pisau analisisnya. Dalam analisis utamanya, penelitian
ini menjelaskan kebijakan Arab Saudi di bawah kepemimpinan Raja Salman dan
Mohammed bin Salman. Menurut Thomas, terdapat perubahan kebijakan Arab Saudi
ketika Mohammed bin Salman ditunjuk untuk menjalankan roda pemerintahan. Di
bawah kepemimpinan Mohammed bin Salman, Arab Saudi sedang berusaha
memperkuat upayanya untuk mendiversifikasi mitra internasionalnya dan
membangun kebijakan luar negeri yang lebih kuat dan proaktif, khususnya di
kawasan. Terutama, untuk meningkatkan laju perekonomiannya dalam rangka
memperkuat hegemoninya di kawasan.
Perbedaan artikel Thomas dengan penulis terletak pada cakupan pembahasan, unit
analisis serta kerangka pemikiran. Thomas membahas mengenai kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan oleh Arab Saudi, baik itu kebijakan domestik maupun kebijakan
luar negeri, sedangkan penulis hanya berfokus kepada kebijakan pemutusan
hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap Qatar pada tahun 2017 saja. Unit analisis
yang digunakan merupakan individu, yaitu Raja Salman dan Mohammed bin Salman,
sedangkan unit analisis yang penulis gunakan adalah Arab Saudi sebagai sebuah
negara. Kerangka pemikiran yang digunakan Thomas adalah Neorealisme dan konsep
hedging, sedangkan penulis menggunakan konsep kepentingan nasional dan model
aktor rasional.
14
Thomas Demmelhuber, 2019, Playing the Diversity Card: Saudi Arabia’s Foreign Policy
under the Salmans, Italian Journal of International Affairs, Vol.54, No.4, 109-124.
9
Kajian pustaka selanjutnya adalah sebuah artikel dalam jurnal Italian Journal of
International Affairs yang ditulis oleh Beverly Milton-Edwards dengan judul The
Blockade on Qatar: Conflict Management Failings Vol.55, No.2, 1-15. 15
yang ditulis
pada tahun 2020. Penelitian ini menggunakan konsep mediasi sebagai pisau
analisisnya. Dalam analisis utamanya, penelitian ini menjelaskan mengenai blokade
Qatar dan upaya penyelesaian blokade tersebut yang gagal. Beverly menjelaskan
bahwa kegagalan tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor, yang pertama adalah
tidak adanya peran GCC sebagai pihak penengah dan yang kedua adalah kurangnya
pengaruh dari mediator untuk menyelesaikan blokade terhadap Qatar, dalam hal ini
yaitu Amerika Serikat dan Kuwait. Menurutnya, Amerika Serikat cenderung tidak
ingin menyelesaikan blokade terhadap Qatar dikarenakan AS mendapatkan lebih
banyak keuntungan dari blokade tersebut. Di samping itu, Kuwait juga nampaknya
kurang kuat untuk menjadi mediator dalam kasus blokade Qatar.
Perbedaan artikel Beverly dengan penulis terletak pada pembahasan dan kerangka
pemikiran. Beverly membahas mengenai upaya penyelesaian blokade terhadap Qatar,
sedangkan penulis membahas mengenai kebijakan pemutusan hubungan diplomatik
Arab Saudi dengan disertai blokade terhadap Qatar. Kerangka pemikiran yang
digunakan Beverly adalah konsep mediasi, sedangkan penulis menggunakan konsep
kepentingan nasional dan model aktor rasional.
15
Beverly Milton Edwards, 2020, The Blockade on Qatar: Conflict Management Failings,
Italian Journal of International Affairs, Vol.55, No.2, 1-15.
10
Kajian pustaka selanjutnya adalah skripsi oleh Ahmad Turmudzi dengan judul
Analisis Kebijakan Arab Saudi Terkait Blokade Qatar Ditinjau Dari Perspektif
Decision Making16
yang ditulis pada tahun 2019. Ahmad menggunakan teori
Decision Making sebagai pisau analisisnya. Dalam analisis utamanya, penelitian ini
menjelaskan mengenai beberapa faktor yang menjadi latar belakang Arab Saudi
mengeluarkan kebijakan untuk melakukan blokade terhadap Qatar. Pertama yaitu
faktor internal, Arab Saudi masih memiliki dendam sejarah pada tahun 1995,
ditambah dengan ambisi dari putra mahkota, yaitu Pangeran Muhammad bin Salman
yang menjalankan urusan kerajaan dan berniat ingin mengendalikan Timur Tengah.
Kedua yaitu faktor eksternal, Qatar menjalin hubungan yang sangat dekat dengan
lawan terbesar Arab Saudi di Timur Tengah, yaitu iran. Selain itu juga, Qatar
menjalin hubungan yang dekat dengan kelompok Ikhwanul Muslimin serta adanya
faktor dukungan dari negara-negara Arab lainnya seperti Uni Emirat Arab, Bahrain
dan Mesir dalam melakukan embargo terhadap Qatar.
Perbedaan skripsi Ahmad dengan penulis terletak pada cakupan pembahasan dan
kerangka pemikiran. Ahmad membahas mengenai faktor apa saja yang
mempengaruhi Arab Saudi dalam mengeluarkan kebijakan untuk melakukan blokade
terhadap Qatar, sedangkan penulis tidak hanya membahas mengenai faktor yang
menyebabkan Arab Saudi memblokade Qatar, melainkan turut membahas mengenai
kepentingan nasional Arab Saudi serta cost dan benefit dari kebijakan tersebut.
16
Ahmad Turmudzi, 2019, Analisis Kebijakan Arab Saudi Terkait Blokade Qatar Ditinjau
Dari Perspektif Decision Making.Universitas Islam Indonesia
11
Kerangka pemikiran yang digunakan Ahmad adalah teori Decision Making,
sedangkan penulis menggunakan konsep kepentingan nasional dan model aktor
rasional.
Selanjutnya adalah penelitian dalam artikel dalam JOM Fisip Universitas Riau
Vol.6, No.1, 1-17 yang ditulis oleh Nurhafizah dengan judul Kebijakan Arab Saudi
Memutuskan Hubungan Diplomatik Dengan Qatar Tahun 201717
yang ditulis pada
tahun 2019. Penelitian ini menggunakan Grand Theory Realis dan Teori Keamanan
sebagai pisau analisisnya. Dalam analisis utamanya, penelitian ini menjelaskan
mengenai beberapa alasan Arab Saudi sehingga akhirnya melakukan blokade
terhadap Qatar. Pertama, yaitu karena Qatar berpotensi mengungguli Arab Saudi di
kawasan Timur Tengah. Kedua, media Al-Jazeera yang dimiliki Qatar berperan besar
dalam menyebarkan paham demokrasi di Timur Tengah. Ketiga, adanya afiliasi
antara Qatar dan iran.
Perbedaan artikel Nurhafizah dengan penulis terletak pada pembahasan dan
kerangka pemikiran, Nurhafizah meletakkan fokus pembahasan pada penyebab atau
alasan Arab Saudi mengeluarkan kebijakannya untuk melakukan blokade terhadap
Qatar, sedangkan penulis tidak hanya membahas mengenai penyebab atau alasan
Arab Saudi dalam melakukan blokade terhadap Qatar saja, melainkan juga membahas
cost dan benefit dari kebijakan tersebut. Nurhafizah menggunakan kerangka
17
Nurhafizah, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik Dengan
Qatar Tahun 2017, JOM FISIP Universitas Riau, Vol.6, No.1, 1-17.
12
pemikiran realisme dan teori keamanan, sedangkan penulis menggunakan
kepentingan nasional dan model aktor rasional.
E. Kerangka Pemikiran
Dalam menganalisis kebijakan pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi
terhadap Qatar pada tahun 2017 diperlukan sebuah teori untuk menjadi pisau analisis
yang digunakan untuk menemukan jawaban penelitian. Dalam hal ini, penulis
menggunakan Kepentingan Nasional dan Model Aktor Rasional.
E.1 Kepentingan Nasional
Dalam melakukan hubungan dengan negara lain di dunia internasional, sebuah
negara tentunya akan mengedepankan kepentingan nasionalnya. Kepentingan
nasional setiap negara pastinya berbeda-beda, dipengaruhi oleh banyak faktor yang
berbeda pula. Hal ini juga berlaku ketika sebuah negara mengeluarkan sebuah
kebijakan, pastinya kebijakan tersebut telah dikonsiderasi dengan kepentingan
nasional negara terkait.
Dalam bentuk yang paling sederhana, kepentingan nasional merupakan sebuah
kebutuhan dan keinginan yang dimiliki oleh satu negara berdaulat dalam
hubungannya dengan negara berdaulat lainnya yang terdiri dari lingkungan eksternal.
Menurut Nuechterlein18
, definisi singkat tentang kepentingan nasional tersebut tidak
memberikan panduan secara jelas kepada scholars atau pembuat keputusan untuk
18
Donald E. Nuechterlein, 1976, National Interests and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysis and Decision Making, British Journal of International Studies, Vol.2, No.3,
246-266.
13
membantu mengidentifikasi kepentingan-kepentingan yang ada. Oleh karena itu,
Nuechterlein membagi kepentingan nasional suatu negara menjadi 4 kepentingan
dasar atau menjadi sebuah persyaratan yang membentuk dasar-dasar kebijakan luar
negerinya. 4 kepentingan dasar tersebut adalah :
1. Kepentingan Pertahanan : upaya sebuah negara dalam melindungi negara dan
warga negaranya terhadap ancaman kekerasan fisik yang diarahkan dari negara
lain atau ancaman dari eksternal terhadap sistem pemerintahannya. Pertahanan
merupakan ujung tombak dari keamanan sebuah negara, hal ini tentunya menjadi
sangat penting bagi sebuah negara untuk dapat memperhatikan dan memperkuat
pertahanannya.
2. Kepentingan Ekonomi : kepentingan sebuah negara untuk meningkatkan
kesejahteraan perekonomiannya serta menjalin hubungan dan kerja sama ekonomi
dengan negara-negara lain. Dengan kata lain, jika ada negara lain yang dianggap
menghambat atau menghalangi kepentingan ekonomi suatu negara, maka negara
tersebut akan berusaha untuk mengambil tindakan kepada negara yang dianggap
menghambat dalam rangka melindungi kepentingan ekonominya.
3. Kepentingan Tatanan Dunia : pemeliharaan sistem politik dan ekonomi
internasional di mana negara dan warga negaranya dapat merasa aman dalam
melakukan hubungan dengan pihak eksternal serta perdagangannya dapat
beroperasi secara damai di luar perbatasannya. Hal ini penting karena negara
perlu memastikan kerja sama atau kegiatan dalam melakukan hubungan dengan
14
pihak eksternal dapat berjalan dengan lancar dan tanpa adanya ancaman dari
negara atau aktor lainnya.
4. Kepentingan Ideologi : upaya sebuah negara untuk melindungi dan menjaga
seperangkat nilai-nilai yang dimiliki serta diyakini oleh negara tersebut dari pihak
eksternal. Ideologi merupakan sebuah nilai dasar dari negara yang harus dijaga
dan dipertahankan. Oleh karena itu, dalam menjalankan pemerintahan dan
melakukan hubungan dengan pihak eksternal, negara pastinya akan berusaha
untuk mengedepankan kepentingan ideologinya juga.
Selain mengidentifikasi keempat kepentingan mendasar yang diupayakan oleh
negara-negara, penting untuk dapat menentukan seakurat mungkin intensitas
kepentingan atau keinginan dari para pemimpinan negara dalam masalah-masalah
internasional tertentu. Misalnya, pemerintah suatu negara mungkin khawatir tentang
peristiwa di negara lain, tetapi intensitas kepedulian akan tergantung pada banyak
faktor, diantaranya: jarak dari perbatasannya sendiri, komposisi pemerintah yang
bersangkutan, jumlah perdagangan yang dilakukan, hubungan historis antar negara
dan lain-lain. Untuk itu, Nuechterlein kemudian memberikan penjelasan lebih lanjut
untuk dapat lebih menganalisis proses penentuan intensitas kepentingan sebuah
negara, yaitu:
1. Masalah kelangsungan hidup (Survival): ketika keberadaan sebuah negara dalam
bahaya sebagai akibat dari serangan militer yang terang-terangan di wilayahnya
sendiri, atau dari ancaman serangan jika tuntutan musuh ditolak. Kunci dari apakah
15
suatu masalah adalah kelangsungan hidup atau tidak adalah bahwa masalah itu harus
menjadi ancaman langsung dan kredibel dari kerusakan fisik besar-besaran oleh satu
negara di negara lain. Dengan definisi ini, mungkin tidak ada masalah ekonomi,
tatanan dunia, atau ideologis yang memenuhi syarat; hanya kepentingan pertahanan,
sebagaimana didefinisikan di atas, yang akan mencapai tingkat intensitas ini.;
2. Masalah vital: di mana kerusakan parah kemungkinan besar akan terjadi pada
negara kecuali jika tindakan keras, termasuk penggunaan kekuatan militer
konvensional, digunakan untuk melawan tindakan merugikan oleh negara lain, atau
untuk mencegahnya melakukan provokasi serius. Masalah vital mungkin dalam
jangka panjang dapat menjadi ancaman serius bagi kesejahteraan politik dan ekonomi
suatu negara sebagai masalah kelangsungan hidup; tetapi waktu adalah perbedaan
esensial, dan masalah vital biasanya memberi negara waktu yang cukup untuk
mencari bantuan dari sekutu, adanya tawar menawar dengan antagonis tentang solusi
untuk perselisihan, atau mengambil tindakan balasan agresif untuk memperingatkan
musuh bahwa ia akan membayar harga tinggi jika tekanan politik, ekonomi atau
militer tidak ditarik. Tidak seperti masalah bertahan hidup, masalah vital mungkin
melibatkan tidak hanya masalah pertahanan, tetapi juga ekonomi, tatanan dunia
(aliansi dan prestise nasional) dan dalam beberapa kasus masalah ideologis.
3. Masalah utama (Major): di mana kesejahteraan politik, ekonomi dan ideologis
negara dapat dipengaruhi secara negatif oleh peristiwa dan tren di lingkungan
internasional dan karenanya memerlukan tindakan serius untuk mencegahnya
16
menjadi ancaman serius (masalah vital). Sebagian besar masalah dalam hubungan
internasional termasuk dalam kategori ini dan biasanya diselesaikan melalui negosiasi
diplomatik. Ketika pembicaraan diplomatik gagal menyelesaikan perselisihan seperti
itu, mereka bisa menjadi berbahaya. Di sisi lain, jika kompromi adalah tindakan yang
mungkin dilakukan, maka masalahnya mungkin adalah yang masalah utama.
4. Masalah peripheral: di mana kesejahteraan negara tidak terpengaruh oleh peristiwa
atau tren di luar negeri, tetapi di mana kepentingan warga negara dan perusahaan
swasta yang beroperasi di negara lain mungkin terancam punah. Jelas, perusahaan
multinasional yang besar dan kuat biasanya diberi prioritas lebih tinggi oleh negara-
bangsa induk karena pendapatan dan pajak mereka memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi negara-negara tersebut.
Nuechterlein juga memberikan beberapa contoh analisis kebijakan-kebijakan,
salah satunya yaitu kebijakan Inggris pada pemerintahan Eden untuk menggunakan
kekerasan (militer) kepada Mesir di bawah pemerintahan Nasser dalam kasus terusan
Suez pada tahun 1956:
17
Tabel I.E.1 Kepentingan Nasional Nuechterlein
Kepentingan
Dasar
Intensitas Kepentingan
Survival Vital Major Peripheral
Pertahanan X
Ekonomi X
Tatanan Dunia X
Ideologi X
Sumber : Donald E. Nuechterlein, 1976, National Interests and Foreign Policy: A
Conceptual Framework for Analysis and Decision Making
Pada kasus terusan Suez tahun 1956, Pemerintah Eden memutuskan bahwa
kepentingan ekonomi Inggris sangat terancam oleh penutupan kanal sehingga tidak
dapat berkompromi dengan Nasser dalam masalah ini. Oleh karena itu, intensitas
kepentingan Inggris dianggap oleh Pemerintahan Eden sebagai kepentingan ekonomi
yang vital, dan kepentingan tersebut harus dihadapi dengan kekerasan (militer) karena
Kolonel Nasser menolak untuk melakukan negosiasi atas penggunaan kanal. Tetapi
kepentingan lain Inggris juga terlibat: Nasser dipandang sebagai ancaman bagi
pemerintahan yang berorientasi kepada barat di Timur Tengah (kepentingan tatanan
dunia) dan dia jelas-jelas memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet serta
mengikuti paham anti-demokrasi (kepentingan ideologi).
18
E.2 Model Aktor Rasional (Rational Actor Model)
Dalam melakukan analisis kebijakan luar negeri, negara merupakan aktor sentral
yang dipandang memiliki kemampuan untuk mengeluarkan kebijakan dengan
dilandaskan pada kepentingan nasional dan sebagai respon atas dunia internasional.
Oleh karena itu, dalam menjelaskan strategi yang digunakan oleh Arab Saudi dalam
kebijakan pemutusan hubungan diplomatik yang dilakukan terhadap Qatar, peneliti
menggunakan model aktor rasional (rational actor model). Graham T. Allison
mendefinisikan rasionalitas sebagai pilihan yang bersifat konsisten dan
memaksimalkan nilai dalam batasan yang telah ditentukan. Tindakan suatu negara
berasal dari pertimbangan semua pilihan dan bertindak secara rasional untuk
memaksimalkan keuntungan dari pilihan atau kebijakan tersebut.
Greg Cashman memberikan langkah yang dapat dilakukan dalam model rasional
yaitu19
: 1. Identifikasi masalah, 2. Identifikasi dan membuat goals, 3.
Mengumpulkan informasi, 4. Melakukan identifikasi alternatif untuk mencapai
tujuan, 5. Melakukan analisis alternatif dengan mempertimbangkan konsekuensi dan
efektivitas dari setiap probabilitas yang terkait dengan kesukesan, 6. Memilih
alternatif yang dapat memaksimalkan peluang dalam memilih pilihan alternatif yang
telah ditentukan pada poin kelima, 7. Mengeluarkan kebijakan, 8. Melakukan monitor
dan evaluasi.
19
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making, (New
York : Cambridge University Press, 2010), 59.
19
Model ini juga menjelaskan mengenai bagaimana pembuat kebijakan dalam
mengeluarkan setiap kebijakannya untuk mengatasi atau merespon dunia
internasional. Asumsi dasar dari model aktor rasional ini adalah tindakan atau aksi
sebuah negara dipengaruhi oleh dunia internasional, setiap kebijakan yang
dikeluarkan oleh negara, dalam hal ini adalah pemerintah merupakan sebuah tindakan
yang juga berdasarkan pilihan yang rasional20
.
Pada model aktor rasional ini, negara dianggap sebagai aktor tunggal yang
membuat sebuah kebijakan di dunia internasional yang anarki dan dengan
mempertimbangkan keamanan serta ancaman dari eksternal serta diikuti dengan
memaksimalkan tujuannya. Pembuat kebijakan tersebut dianggap mempunyai nilai,
perhitungan cost dan benefit, maksud serta tujuan dalam setiap kebijakannya21
. Teori
ini menekankan pada peran pemerintah dalam mengambil kebijakan yang dalam hal
ini adalah negara, oleh karena itu setiap kebijakan yang dikeluarkan dan gagal untuk
mencapai tujuan, maka hal itu merupakan kesalahan dari pemerintah yang membuat
kebijakan terkait karena pilihan dan perhitungan rasionalnya yang salah22
.
Untuk menentukan setiap kebijakan yang terbaik, pembuat kebijakan
membutuhkan informasi terbaik agar dapat memilih kebijakan alternatif yang paling
baik dari berbagai alternatif yang tersedia. Bila informasi tersebut tidak tersedia
20
Loyd Jensen, Explaining Foreign Policy, New Jersey : Englewood Cliffs, 1982, 5. 21
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Undertanding Foreign Policy Decision Making, (New York
: Cambridge University Press, 2010), 60. 22
Lawrence S Falkowski, Psychological Models in International Politics, Colorado :
Westview Press, 1974, 15-46.
20
secara jelas dan lengkap, maka pengambil keputusan tidak dapat menentukan
alternatif yang terbaik. Model aktor rasional ini memiliki kelebihan, yaitu mampu
memberikan sebuah analisis dan pemahaman yang lebih objektif, daripada penjelasan
yang bersifat formal-normatif yang sering menjadi ciri paradigma dominan dalam
ilmu politik tradisional23
. Penulis menggunakan model aktor rasional karena setiap
kebijakan yang dikeluarkan oleh Arab Saudi erat kaitannya dengan kepentingan
nasional serta upayanya dalam merespon dunia internasional.
Graham T. Allison memberikan contoh studi kasus pada salah satu chapter dalam
tulisannya yang berjudul Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis24
. Kasus
Misil Kuba pada tahun 1961 terjadi pada saat perang dingin antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet. Pada saat ketegangan terjadi, Presiden AS, Jhon F. Kennedy
mengetahui bahwa Uni Soviet hanya memiliki jumlah senjata nuklir (ICBM) yang
lebih sedikit dari yang mereka katakan. Mengetahui hal tersebut, pemimpin Uni
Soviet, Nikita Kurschev memerintahkan kepada Kuba untuk menunjukkan instalasi
misil nuklir kepada AS. Hal tersebut dilakukan untuk menepis anggapan AS
mengenai jumlah senjata nuklir yang lebih sedikit di Kuba.
Kennedy kemudian melakukan evaluasi dengan Dewan Eksekutif (ExCom) untuk
membahas tindakan lebih lanjut yang akan diambil terhadap Kuba. Pada saat itu, AS
mempertimbangkan semua pilihan yang ada, seperti tidak melakukan apa-apa,
23
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Undertanding Foreign Policy Decision Making, (New York
: Cambridge University Press, 2010), 57-67 24
Graham T.Allison, 1969, Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis, The American
Political Science Review, Vol.63, No.3, 696-698.
21
melakukan tekanan diplomatik, melakukan pendekatan secara diam-diam dengan
Castro, melakukan invasi, penyerangan lewat udara sampai blokade. Pada akhirnya,
AS memilih untuk melakukan blokade terhadap Kuba. Blokade dianggap lebih
menguntungkan dari semua pilihan. Pertama, blokade merupakan tindakan yang
berada di pertengahan antara tidak melakukan apa-apa dan melakukan invasi. Kedua,
blokade memaksa Uni Soviet untuk mengambil langkah berikutnya, dengan begitu
AS akan mengetahui hal yang sebenarnya di Kuba. Ketiga, tidak ada kemungkinan
konfrontasi militer ke AS. Keempat, blokade memungkinan AS untuk dapat
mengeksploitasi ancaman non-nuklir berikutnya.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Menurut Creswell, metode kualitatif adalah metode yang menekankan pada
data berupa informasi atau uraian-uraian dalam bentuk kata-kata serta pernyataan
yang jelas dan sistematis untuk menarik kesimpulan-kesimpulan sehingga
menemukan kebenaran. Teknik yang digunakan pun tidak menggunakan data statistik
dalam menganalisis suatu penelitian dengan analisis induktif25
.
Adapun untuk sumber, penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder.
Sumber-sumber data primer berupa wawancara dengan Dr. Jamal Abdullah dan Dr.
Sya’roni Rofii, sedangkan data sekunder didapatkan melalui buku, artikel jurnal,
25
John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methodes
Approaches, (California: SAGE Publications, 2013), 4th
Edition, 234.
22
website berita, e-book serta skripsi yang tertera pada footnote serta daftar pustaka.
Penulis juga akan menggunakan studi literatur untuk memperoleh data dan gambaran
menyeluruh mengenai topik yang dibahas dalam penelitian ini. Penulis mendapatkan
sumber buku-buku dari Website Online dan Perpustakaan FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pertanyaan penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran serta metode
penelitian. Dalam bagian ini juga dijelaskan mengenai metode penelitian dan
sistematika penulisan yang digunakan. Bab ini bertujuan sebagai dasar pembahasan
dalam penelitian yang akan dilakukan agar tetap fokus.
BAB II HUBUNGAN ARAB SAUDI DAN QATAR
Bab ini menjelaskan mengenai sejarah hubungan Arab Saudi dan Qatar. Pada Bab
ini juga membahas mengenai penyebab keretakan hubungan antara Arab Saudi dan
Qatar. Bab ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perjalanan hubungan antara
Arab Saudi dan Qatar sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini.
23
BAB III KEBIJAKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK ARAB
SAUDI TERHADAP QATAR PADA TAHUN 2017
Bab ini menjelaskan mengenai kebijakan pemutusan hubungan diplomatik Arab
terhadap Qatar. Bab ini juga membahas mengenai faktor-faktor yang
melatarbelakangi kebijakan pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap
Qatar serta blokade ekonomi dan transportasi yang dilakukan terhadap Qatar. Bab ini
bertujuan untuk membahas mengenai kebijakan pemutusan hubungan diplomatik
Arab Saudi dengan disertai blokade terhadap Qatar.
BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN
DIPLOMATIK ARAB SAUDI TERHADAP QATAR PADA TAHUN 2017
Bab ini menjelaskan mengenai analisis kebijakan pemutusan hubungan
diplomatik Arab Saudi terhadap Qatar pada tahun 2017. Bab ini bertujuan untuk
memaparkan hasil dari analisis terhadap kasus yang terjadi serta dikaitkan dengan
teori hubungan internasional yang digunakan oleh penulis dalam kerangka pemikiran.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi mengenai penjabaran hasil kesimpulan dan saran dari pembahasan
secara keseluruhan serta analisis dari penelitian yang dilakukan.
24
BAB II
HUBUNGAN ARAB SAUDI DAN QATAR
A. Sejarah Hubungan Arab Saudi dan Qatar
Sejak awal kemerdekaan Qatar, Arab Saudi dan Qatar memiliki hubungan yang
sangat baik dan erat. Kedua negara kerap memberikan bantuan satu sama lain dan
menjadi negara tetangga yang rukun. Namun, hubungan baik keduanya tidak
berlangsung lama dan cenderung tidak konsisten, terdapat beberapa konflik dalam
beberapa kurun waktu. Pada 1972, ketika Sheikh Khalifa bin Hamad Al-Thani, kakek
dari pemimpin Qatar pada saat ini, Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani menjadi
pemimpin di pemerintahan Qatar yang baru saja merdeka. Pada 2 dekade pertama
kemerdekaan Qatar, hubungan diplomatik Qatar dengan Arab Saudi cenderung stabil.
Pada awal kemerdekaannya, Qatar juga termasuk negara yang berada di bawah
pengaruh Arab Saudi26
.
Konflik pertama yang terjadi antara Arab Saudi dan Qatar adalah mengenai
batas wilayah. Sengketa perbatasan di Timur Tengah merupakan hal yang sering
terjadi dan tidak dapat dilepaskan dari dinamika hubungan antar negara di Timur
Tengah. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Semenanjung Arab merupakan
warisan kolonialisme dan intervensi eksternal. Kecuali Iran dan Oman, negara-negara
Teluk merupakan ciptaan abad ke dua puluh dan batas-batas wilayah negara-negara
26
Miroslav Zafirov, 2017, The Qatar Crisis-Why the blockade failed, Israel Journal of
Foreign Affairs, Vol.11, No.2, 1.
25
Teluk sebagian besar dipaksakan oleh kekuatan dari negara terkait, salah satunya
antara Arab Saudi dan Qatar. Kedua negara memiliki permasalahan mengenai batas
wilayah darat dan laut, wilayah yang diperebutkan adalah sebuah wilayah yang
berjarak 15 mil dari padang pasir di dekat perbatasan Uni Emirat Arab, hingga pada
akhirnya diadakan perjanjian perbatasan di markas besar PBB pada 1965 ketika Qatar
masih berada di bawah naungan Britania Raya27
.
Pada tahun 1988, ketika Qatar membangun hubungan baik dengan Rusia dan
China yang pada saat itu merupakan dua negara yang memiliki hubungan kurang baik
dengan Arab Saudi. Arab Saudi mengkhawatirkan Qatar menjadi terpengaruh oleh
kedua negara tersebut. Kemudian, pada tahun 1991, Qatar memulai hubungan dengan
Iran, dilakukan dengan cara memulai serangkaian kunjungan diplomatik tingkat
tinggi, kerja sama militer dan perjanjian ekonomi, khususnya kerja sama dalam
pengembangan proyek minyak dan gas28
. Hal ini membuat Arab Saudi menekan
Qatar agar tidak terlalu dekat dengan negara-negara tersebut. Namun, konflik tersebut
tidak berlanjut lama dan hubungan kedua negara kembali membaik.
Hubungan baik Arab Saudi dan Qatar nampaknya tidak bertahan lama,
keduanya kembali terlibat konflik, kali ini adalah konflik perbatasan. Tepatnya pada
30 September 1992, terjadi baku tembak di al Khofous, pasukan militer Arab Saudi
melancarkan serangan terhadap pos perbatasan Qatar, membunuh 2 prajurit dan
27
Gwenn Okruhlik & Patrick J. Conge, 1999, The Politics of Border Disputes: On Arabian
Peninsula, International Journal, Vol.54, No.2, 235. 28
Gwenn Okruhlik & Patrick J. Conge, 1999, The Politics of Border Disputes: On Arabian
Peninsula, 236.
26
menyandera 1 tahanan dari tentara Qatar. Merespon serangan yang dilakukan secara
sepihak oleh Arab Saudi tersebut, Qatar mengumumkan perbuatan Arab Saudi
tersebut sebagai sebuah konflik yang besar dalam hubungan Arab Saudi dan Qatar.
Qatar langsung menarik diri serta membatalkan dari perjanjian demarkasi perbatasan
yang telah ditandatangani oleh kedua negara sejak 1965.
Pada November 1992, Qatar menolak untuk menghadiri pertemuan GCC yang
didominasi oleh Arab Saudi serta menarik pasukan militernya untuk Gulf
Cooperation Council (GCC) dari Operation Desert Shield. Hal ini tentunya
memperparah hubungan keduanya, karena kedua negara nampaknya tidak
menemukan titik tengah dan tidak mencapai kata sepakat untuk mengadakan
perdamaian. Tidak hanya sampai di situ saja, konflik kedua negara kembali memanas
pada tahun 1993 dan 1994. Konflik tersebut ditenggarai karena Qatar menolak untuk
menghadiri pertemuan tingkat tinggi GCC di Riyadh dan menolak untuk
menandatangani pakta keamanan bersama yang akan memungkinkan pasukan militer
negara-negara anggota untuk melintasi perbatasan dalam pengejaran para penjahat29
.
Tidak berselang lama, konflik kembali terjadi, kali ini sifatnya lebih besar. Pada
1995, Sheikh Hamad bin Khalifa Al-Thani berusaha menggulingkan kepemimpinan
ayahnya, yaitu Khalifa bin Hamad Al-Thani ketika dia sedang pergi ke luar negeri
untuk melakukan pengobatan. Kudeta yang dilakukan oleh Sheikh Hamad bin
Khalifa Al-Thani berhasil dan membuatnya naik menjadi pemimpin tertinggi Qatar.
29
Gwenn Okruhlik & Patrick J. Conge, 1999, The Politics of Border Disputes: On Arabian
Peninsula, 236.
27
Sebagai pemimpin baru yang ambisius, Sheikh Hamad menginginkan adanya
perubahan pada kebijakan Qatar yang dinilainya telah usang dan tidak memberikan
keuntungan kepada Qatar. Sheikh Hamad melakukan reformasi politik, ekonomi,
sosial dan media yang meluas. Kebijakan baru tersebut berusaha dibentuk oleh
Sheikh Hamad sebagai upayanya agar Qatar dapat lebih baik dalam merespon dan
menjalankan setiap hubungan di kawasan dan dengan negara-negara anggota GCC,
bahkan dunia internasional.
Pada awal kepemimpinannya, terdapat beberapa kali percobaan kudeta terhadap
kursi kekuasaannya. Tepatnya pada tahun 1995 dan 1996, terdapat dua percobaan
untuk mengkudeta kepemimpinan Sheikh Hamad yang gagal. Qatar menganggap
kedua kudeta tersebut diinisiasi dan didukung oleh Arab Saudi yang tidak senang
dengan kepemimpinannya di Qatar. Kudeta pada 1996, terdapat 2000 tentara bayaran
asing yang berusaha menggulingkan Sheikh Hamad dan gagal. Dalam melihat hal
tersebut, Qatar menuduh Arab Saudi sebagai negara yang memberikan dukungan
berupa amunisi dan senjata untuk merusak dan menggulingkan pemerintahan Sheikh
Hamad. Pada tahun yang sama, Qatar juga menolak untuk berpartisipasi dalam
latihan militer gabungan di bawah naungan GCC. Dalam upayanya untuk pindah dari
bawah bayang-bayang Arab Saudi, Qatar mengambil kebijakan yang cukup
independen dalam hubungannya dengan Iran30
.
30
Gwenn Okruhlik & Patrick J. Conge, 1999, The Politics of Border Disputes: On Arabian
Peninsula, 236.
28
Pasca adanya peristiwa kudeta terhadap kursi kepemimpinan Sheikh Hamad,
hubungan Arab Saudi dan Qatar perlahan mulai membaik dan mulai ada titik terang.
Pada 2001, Arab Saudi dan Qatar menandatangani perjanjian perbatasan setelah
konflik perbatasan keduanya berlangsung selama 35 tahun lamanya. Saudi Press
Agency telah melaporkan adanya perjanjian yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri
Arab Saudi, Saud Al Faisal dan Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Hamad bin
Jassem Al-Thani. Kedua menteri tersebut menandatangani 15 titik perbatasan dan
dokumen yang termasuk dalam perjanjian lebih dari 60 kilometer (40 mil) mencakup
perbatasan laut dan darat antara kedua negara31
, hingga pada Juli 2008 kedua negara
telah mencapai kesepakatan akhir tentang demarkasi perbatasan32
. Dengan
ditandatangai perjanjian perbatasan tersebut membuat konflik perbatasan dan
hubungan kedua negara mulai membaik.
Namun, hubungan keduanya kembali memanas pada 2002, ketika Arab Saudi
menarik duta besarnya keluar dari Qatar sebagai akibat dari pemberitaan di media
Qatar, Al Jazeera yang membuat pemberitaan mengenai retorika anti-Saudi. Hal ini
tentunya kembali memperparah hubungan kedua negara yang diwarnai oleh berbagai
macam konflik. Setelah 2008, hubungan keduanya mulai membaik kembali dan Arab
Saudi mulai menempatkan duta besarnya kembali di Doha, hingga pada 2011 pasca
31
Albawaba, Saudi and Qatar End 35-Year Border Dispute, Sign Accord
https://www.albawaba.com/news/saudi-and-qatar-end-35-year-border-dispute-sign-accord Diakses
pada 27 Juli 2020. 32
Aljazeera, 2017, Timeline of Qatar-GCC disputes from 1991 to 2017
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/timeline-qatar-gcc-disputes-
170605110356982.html Diakses pada 28 Juli 2020.
29
Arab Spring, Qatar membuat pemberitaan yang mendukung adanya revolusi di Timur
Tengah melalui Al Jazeera sehingga membuat kawasan menjadi semakin panas. Hal
ini pun dikecam oleh beberapa negara Arab, terutama Arab Saudi. Arab Saudi
mengancam akan melakukan pemutusan hubungan diplomasi dengan Qatar33
. Hingga
pada 2014, Arab Saudi bersama dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain menarik duta
besarnya dari Doha menyusul pemberitaan Al Jazeera yang semakin menunjukkan
keberpihakannya pada revolusi dan gerakan Ikhwanul Muslimin.
Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Sheikh Hamad fokus untuk
memperbarui arah kebijakan Qatar seperti keinginannya untuk menjadikan Qatar
menjadi negara yang maju dan independen. Perubahan kekuatan dan kebijakan di
Doha memfokuskan pada pemanfaatan pengelolaan ekonomi dan energi, terutama
kekayaan terbesar Qatar, yaitu gas alam. Qatar diketahui memiliki cadangan gas alam
yang sangat besar, terletak jauh di bawah perairan Teluk, seluas 9700 km persegi
yang menampung sekitar 43 triliun meter kubik cadangan gas34
. Qatar juga memiliki
partner strategis dalam pendistribusian dan pengelolaan gas alamnya, yaitu Jepang,
China, India dan Korea Selatan, menjadikan Qatar sebagai eksportir dan negara
produsen gas alam terbesar di dunia. Saat ini, Qatar berada dalam posisi ketiga
sebagai negara yang memiliki cadangan gas alam terbesar di bawah Rusia dan Iran.
33
Marwan Kabalan, 2018, The Gulf Crisis: The U.S. Factor, Insight Turkey Journal, Vol.20,
No.2, 34. 34
Ted Regencia, 2017, Qatar-Gulf rift: The Iran Factor
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/qatar-gulf-rift-iran-factor-170605102522955.html
Diakses pada 20 Juli 2020.
30
Pada 2013, Sheikh Hamad menyerahkan kursi kepemimpinannya kepada
puteranya, Emir Tamim bin Hamad Al-Thani yang berusia 33 tahun. Tamim
mengikuti kebijakan ayahnya dan mengatur Qatar pada jalur pengembangan melalui
investasi keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Qatar, meningkatkan
kesejahteraan domestik Qatar, termasuk membangun sistem kesehatan dan
pendidikan yang canggih serta memperluas infrastruktur negara itu dan yang terbaru
menjadikan Doha sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 Doha. Hal ini merupakan
lompatan besar bagi Qatar35
.
Kemudian pada 2016, Qatar juga membeli 19,5% saham di perusahaan minyak
Rosneft, Rusia. Qatar juga menginvestasikan $ 25 milyar di London dan
menambahkan investasinya sebesar $ 12 milyar pada infrastruktur transportasi di
Inggris. Hal ini menjadikan Qatar perlahan berubah menjadi negara kaya dan
perlahan membuatnya dapat terlepas dari pengaruh Arab Saudi di kawasan dan
menerapkan kebijakan yang independen. Semakin berjalannya waktu, kebijakan dan
tindakan Qatar dipandang semakin melenceng dari kepentingan Arab Saudi.
Tentunya hal tersebut membuat Arab Saudi tidak tinggal diam dan melakukan
tekanan terhadap Qatar. Hingga puncaknya pada 2017, hubungan Arab Saudi dan
Qatar semakin memburuk setelah Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dan
disertai blokade terhadap Qatar, dengan diikuti beberapa negara lainnya, seperti Uni
Emirat Arab, Bahrain dan Mesir.
35
Abdullah Baabod, 2017, Qatar’s Resilience Strategy and Implications for State-Society
Relations, Istituto Affari Internazionali, 3.
31
Berikut adalah tabel ringkasan riwayat hubungan Arab Saudi dan Qatar:
Tabel II.A.1. Timeline Hubungan Arab Saudi dan Qatar
No Tahun Kejadian
1. 1965
Penandatanganan perjanjian perbatasan Arab
Saudi dan Qatar di markas besar PBB
2. 1988
Hubungan Arab Saudi dan Qatar merenggang
karena Qatar melakukan kerjasama dan
hubungan baik dengan Rusia dan China
3. 1991
Hubungan Arab Saudi dan Qatar merenggang
kembali setelah Qatar menjalin hubungan dan
kerjasama dengan Iran
4. 30 September 1992
Terjadi konflik perbatasan di al Khofous,
pasukan militer Arab Saudi melancarkan
serangan terhadap pos perbatasan Qatar,
membunuh 2 prajurit dan menyandera 1 tahanan
dari tentara Qatar.
5. November 1992
Qatar menolak untuk untuk menghadiri
pertemuan GCC yang didominasi oleh Arab
Saudi serta menarik pasukan militernya untuk
32
Gulf Cooperation Council (GCC) dari
Operation Desert Shield.
6. 1994
Qatar menolak untuk menghadiri pertemuan
tingkat tinggi GCC di Riyadh dan menolak
untuk menandatangani pakta keamanan bersama
yang akan memungkinkan pasukan militer
negara-negara anggota untuk melintasi
perbatasan dalam pengejaran para penjahat.
7. 1995
Hubungan kembali memanas ketika Sheikh
Hamad bin Khalifa Al-Thani menggulingkan
kepemimpinan ayahnya, yaitu Khalifa bin
Hamad Al-Thani dan memperbaharui kebijakan
Qatar yang berlawanan dengan Arab Saudi.
8. 1995 & 1996
Terdapat dua percobaan untuk mengkudeta
kepemimpinan Sheikh Hamad yang gagal.
Qatar menganggap kedua kudeta tersebut
diinisiasi dan didukung oleh Arab Saudi yang
tidak senang dengan kepemimpinannya di
Qatar.
33
9. 1996
Terdapat 2000 tentara bayaran asing
yang berusaha menggulingkan Sheikh
Hamad dan gagal. Dalam melihat hal
tersebut, Qatar menuduh Arab Saudi
sebagai negara yang memberikan
dukungan berupa amunisi dan senjata
untuk merusak dan menggulingkan
pemerintahan Sheikh Hamad.
Qatar menolak untuk berpartisipasi
dalam latihan militer gabungan di bawah
naungan GCC
10. 2001
Hubungan kedua negara mulai membaik ketika
Arab Saudi dan Qatar menandatangani
perjanjian perbatasan setelah konflik perbatasan
keduanya berlangsung selama 35 tahun
lamanya.
11. 2002
Arab Saudi menarik duta besarnya keluar dari
Qatar sebagai akibat dari pemberitaan di media
Qatar, Al Jazeera yang membuat pemberitaan
mengenai retorika anti-Saudi.
34
12. 2008
Hubungan keduanya mulai membaik kembali
dan Arab Saudi mulai menempatkan duta
besarnya kembali di Doha dan kedua negara
telah mencapai kesepakatan akhir tentang
demarkasi perbatasan.
13. 2011
Qatar membuat pemberitaan yang mendukung
adanya revolusi di Timur Tengah melalui Al
Jazeera sehingga membuat kawasan menjadi
semakin panas.
14. 2014
Arab Saudi bersama dengan Uni Emirat Arab
dan Bahrain menarik duta besarnya dari Doha
menyusul pemberitaan Al Jazeera yang semakin
menunjukkan keberpihakannya pada revolusi
dan gerakan ekstrimisme Ikhwanul Muslimin.
15. 2017
Arab Saudi diikuti dengan Uni Emirat Arab,
Bahrain dan Mesir memutuskan hubungan
diplomatik serta blokade terhadap Qatar.
35
BAB III
LATAR BELAKANG PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK ARAB
SAUDI SERTA BLOKADE EKONOMI TERHADAP QATAR PADA TAHUN
2017
Kawasan atau regional dipandang sebagai sesuatu yang rapuh untuk membentuk
keamanan yang kuat serta memberikan perlindungan. Hal tersebut membuat negara-
negara, khususnya negara di Timur Tengah saling memperkuat pertahanan dan
keamanan negaranya masing-masing. Karena hal tersebut, seringkali memicu
terjadinya konflik. Terlebih pasca Arab Spring pada tahun 2011, membuat negara-
negara di Timur Tengah lebih pro aktif di kawasan. Negara seperti Arab Saudi dan
Uni Emirat Arab juga mempunyai keinginan lebih untuk melakukan intervensi pada
keamanan regional, seperti Yaman dan Libya. Kasus yang sama berlaku pada blokade
yang dilakukan terhadap Qatar, sebagai respon dalam menghadapi keamanan
eksternal36
.
Pada 2017, Arab Saudi diikuti dengan Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir
memutuskan hubungan diplomatik dengan disertai blokade terhadap Qatar. Menurut
Dr.Jamal Abdullah37
, kebijakan pemutusan hubungan diplomatik serta blokade Arab
Saudi terhadap Qatar dilatarbelakangi oleh 2 (dua) isu utama, 1. Kebijakan Luar
Negeri Qatar yang tidak selaras dengan Arab Saudi, 2. Politik Islam Qatar yang
36
Beverly Milton Edwards, 2020, The Blockade on Qatar: Conflict Management Failings,
Italian Journal of International Affairs, Vol.55, No.2, 2. 37
Wawancara dengan Dr. Jamal Abdullah
36
bertentangan dengan Arab Saudi. Jauh sebelum Arab Saudi memutuskan hubungan
diplomatik dan memblokade Qatar, hubungan kedua negara memang sudah dipenuhi
konflik sejak pemimpin baru Qatar, Sheikh Hamad mengambil alih kursi
kepemimpinan pada tahun 1995. Sejak saat itu, kebijakan Qatar seringkali bertolak
belakang dan tidak menyelaraskan dengan kepentingan Arab Saudi serta negara-
negara Teluk lainnya dan cenderung menerapkan kebijakan yang independen. Di
samping itu, pada akhir tahun 2010 sampai awal tahun 2011, Qatar mendukung
perubahan dan adanya demokrasi di Timur Tengah.
Pada 23 Mei 2017, Qatar mengeluarkan sebuah publikasi melalui website Qatar
News Agency (QNA) mengenai pernyataan pidato yang disampaikan oleh Emir Qatar,
Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani pada saat ia sedang menghadiri sebuah upacara
kelulusan akademi militer Qatar. Dalam publikasi tersebut memuat pidato yang
mengatakan bahwa Qatar sedang memiliki hubungan yang tidak baik dengan
Amerika Serikat serta menyebutkan bahwa Iran merupakan sebuah kekuatan besar
yang dapat menjamin stablitas di kawasan. Lebih lanjut lagi, dalam publikasi tersebut
menyatakan bahwa Qatar mendukung kelompok Ikhwanul Muslimin, Hamas dan
Hizbullah serta menentang negara-negara Teluk yang menerapkan kebijakan anti
Iran. Menurutnya, tindakan memusuhi Iran merupakan sebuah tindakan yang sia-sia,
karena kekuatan Iran yang besar di kawasan38
. Namun, hal tersebut dibantah oleh
38
Beverly Milton-Edwards, 2020, The Blockade on Qatar: Conflict Management Failings,
Italian Journal of International Affairs, Vol.55, No.2, 4-5.
37
Qatar dan menyebutnya sebagai sebuah peretasan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab39
.
Pasca adanya publikasi dari Qatar News Agency mengenai isi pidato Emir
Qatar, Pemerintah Qatar dengan cepat memberikan klarifikasi bahwa publikasi
tersebut bukan merupakan publikasi resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Qatar,
melainkan portal media tersebut telah diretas oleh oknum yang tidak bertangung
jawab. Namun, nampaknya klarifikasi dari Pemerintah Qatar sudah telat40
. Dalam
menanggapi publikasi yang dikeluarkan oleh Qatar News Agency, Arab Saudi
mengeluarkan pernyataan melalui Saudi Press Agency (SPA)41
, “Qatar merangkul
beberapa kelompok teroris dan kelompok ekstrimis yang bertujuan untuk
mengganggu stabilitas di kawasan, termasuk Ikhwanul Muslimin, ISIS, Hizbullah dan
Al Qaeda” serta melakukan tindakan berupa pemblokiran media Al Jazeera dan
hingga pada akhirnya memutuskan hubungan diplomatik terhadap Qatar42
.
Berbeda dengan pemutusan hubungan diplomatik yang pernah dilakukan oleh
Arab Saudi kepada Qatar sebelumnya, yaitu pada 2002 dan 2014 ketika Arab Saudi
menarik duta besarnya dari Doha. Kali ini, pemutusan hubungan diplomatik dengan
39
Alia Chughtai, 2020, Understanding the blockade against Qatar
https://www.aljazeera.com/indepth/interactive/2018/05/understanding-blockade-qatar-
180530122209237.html Diakses pada 26 Juli 2020. 40
The Conversation, 2017, Qatar: Saudi Arabia is taking a chance-and Iran could be the
ultimate winner https://theconversation.com/qatar-saudi-arabia-is-taking-a-chance-and-iran-could-be-
the-ultimate-winner-79478 Diakses pada 26 Juli 2020. 41
Nurhafiza, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan Qatar
tahun 2017, Vol.6, No.1, 3 42
Beverly Milton-Edwards, 2020, The Blockade on Qatar: Conflict Management Failings,
Italian Journal of International Affairs, Vol.55, No.2, 5.
38
Qatar disertai dengan blokade. Blokade yang dilakukan oleh Arab Saudi merupakan
respon atau jawaban keras dari tindakan Qatar yang dianggap menganggu stabilitas
kawasan. Blokade tersebut juga menandakan bahwa adanya gejolak perpolitikan di
Timur Tengah, sebenarnya konflik dan gejolak perpolitikan di Timur Tengah sudah
sangat sering terjadi. Menurut Abdullah Baabod, peneliti politik di Timur Tengah, hal
ini dikarenakan adanya rasa tidak aman dan takut akan ancaman dari eksternal
negara, mengakibatkan negara-negara di kawasan mengejar strategi-strategi untuk
dapat bertahan hidup serta berusaha membangun pertahanan masing-masing negara
sebagai respon dari tantangan dan ancaman politik, ekonomi dan sosial yang ada43
,
termasuk dalam kasus blokade yang dilakukan oleh Arab Saudi terhadap Qatar.
Pada 23 Juni 2017, Arab Saudi beserta negara lainnya mengeluarkan 13
tuntutan yang diberikan melalui Kuwait sebagai negara penengah. Tuntutannya
adalah sebagai berikut44
:
43
Abdullah Baabod, 2017, Qatar’s Resilience Strategy and Implications for State-Society
Relations, Istituto Affari Internazionali, 2. 44
Alia Chunghtai, 2020, Understanding the blockade against Qatar,
https://www.aljazeera.com/indepth/interactive/2018/05/understanding-blockade-qatar-
180530122209237.html Diakses pada 26 Juli 2020.
39
Gambar III.1. Tuntutan Arab Saudi Cs kepada Qatar
Sumber : Al Jazeera
1. Menurunkan hubungan diplomatik dengan Iran serta memulangkan militer
Iran yang berada di Qatar dan membatasi kerjasama dengan ekonomi Iran.
2. Menghentikan pangkalan militer Turki yang sedang dibangun di Qatar dan
menghentikan semua kerjasama militer dengan Turki.
40
3. Memutuskan hubungan dengan semua kelompok teroris, kelompok ekstrimis
dan memasukkan kelompok-kelompok tersebut ke daftar kelompok teroris
mulai saat ini dan seterusnya.
4. Menghentikan semua pendanaan individu, kelompok dan organisasi yang
telah ditetapkan sebagai teroris oleh Arab Saudi, negara-negara yang
memblokade dan Amerika Serikat.
5. Menyerahkan tokoh teroris kepada Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan
Mesir serta membekukan semua aset tokoh teroris tersebut.
6. Menghentikan pemberitaan Al Jazeera dan stasiun afiliasinya.
7. Berhenti mencampuri urusan negara lain dan warga negara dari keempat
negara yang melakukan blokade. Berhenti memberikan status
kewarganegaraan bagi warga negara yang dicari oleh Arab Saudi, Uni Emirat
Arab, Bahrain dan Mesir.
8. Membayar kompensasi finansial atas hilangnya nyawa, properti dan
pendapatan yang disebabkan oleh kebijakan Qatar selama bertahun-tahun.
9. Menyelaraskan kebijakan Qatar dengan negara Teluk dan negara-negara Arab
lainnya secara militer, politik, sosial dan ekonomi, serta pada permasalahan
ekonomi sejalan dengan kesepakatan yang dicapai pada perjanjian Riyadh
pada tahun 2014.
10. Menghentikan semua kontak dengan oposisi politik Arab Saudi, Uni Emirat
Arab, Bahrain dan Mesir.
41
11. Mematikan portal berita yang didanai oleh Qatar, baik yang secara langsung
atau pun tidak langsung, seperti Arab21, rassd, Al Araby Al Jadeed dan
Middle East Eye.
12. Setuju dengan semua tuntutan dalam waktu 10 hari sejak diterima oleh Qatar
atau dokumen tuntutan ini menjadi tidak berlaku.
13. Memberikan audit bulanan untuk tahun pertama setelah menyetujui tuntutan,
lalu sekali per kuartal pada tahun kedua. Kemudian selama 10 tahun
berikutnya, Qatar akan dipantau setiap tahun untuk kepatuhan.
Pemutusan hubungan dan diplomatik juga dilatarbelakangi oleh beberapa hal
lain, seperti sejarah perseteruan keluarga arab, internal Arab Saudi, dukungan dari
negara lain serta tindakan Qatar yang berlawanan dengan kepentingan Arab
Saudi.
A. Sejarah Perseteruan Keluarga Arab
Negara-negara di Jazirah Arab, khususnya negara teluk merupakan negara
saudara karena berasal dari suku nomaden yang sama. Pada sekitar 5 dekade yang
lalu, masing-masing keluarga Arab terbagi ke dalam beberapa negara, yaitu keluarga
Al Saud (Arab Saudi), Al Nahyan (Uni Emirat Arab), Al Thani (Qatar), Al Khalifa
(Bahrain) dan Al Sabah (Kuwait)45
.
45
J E Peterson, 1991, The Arabian in Modern Times: A Historioghraphical Survey, The
American Historical Review Journal, Vol.96, No.5, 1444.
42
Rivalitas atau perseteruan antara keluarga Arab sudah berlangsung sejak lama.
Perseteruan tersebut terjadi karena masing-masing keluarga yang memimpin
memiliki ambisi serta kepentingan. Tak jarang, ambisi dan kepentingan tersebut
bertabrakan satu dengan yang lainnya. Meskipun mereka semua bersatu dalam
beberapa kesempatan, seperti dalam membuat GCC pada tahun 1981 dengan harapan
dapat mengintegrasikan perekonomian, namun masih banyak juga terjadi perbedaan
antara keluarga-keluarga tersebut. Di masa lalu, perbedaan semacam itu belum
dianggap mengancam persatuan dan keamanan regional. Namun, seiring berjalannya
waktu perbebedaan dan gesekan seringkali terjadi dan bertransformasi menjadi
permasalahan yang serius, seperti konflik antara Arab Saudi dan Qatar46
.
Pemutusan hubungan diplomatik serta blokade Arab Saudi terhadap Qatar
juga dilatarbelakangi perseteruan keduanya yang telah berlangsung lama, tepatnya
ketika Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani mengambil alih kursi pemerintahan dari
ayahnya sendiri yaitu Khalifa bin Hamad Al Thani pada tahun 1995. Sejak saat itu,
kebijakan serta tindakan Qatar seringkali bertolak belakang dengan kepentingan Arab
Saudi.
Berdasarkan sejarah ikatan darah kedua negara, membuat perselisihan
keduanya bernuansa perselisihan sepupu. Dahulunya, kondisi perekonomian Qatar
belum seperti sekarang. Namun, ketika Qatar berhasil mengelola dan memanfaatkan
46
The Economist, 2017, A Family Freud-Saudi Arabia cuts off Qatar,
https://www.economist.com/middle-east-and-africa/2017/06/10/saudi-arabia-cuts-off-qatar Diakses
pada 6 Oktober 2020.
43
kekayaan alamnya, terutama gas alamnya, membuat perekonomian negara tersebut
berkembang pesat. Perkembangan perekonomian Qatar yang meningkat tersebut
nampaknya juga turut membuat Qatar menjadi negara yang berusaha untuk
mendominasi dan membuat kebijakan yang lebih independen di kawasan.
Qatar telah melakukan beberapa upaya untuk dapat memainkan peran sentral
dalam rangka menjadi dominan di kawasan, seperti menjadi penengah dalam
beberapa konflik regional di Lebanon, Sudan dan Yaman. Qatar juga berusaha
memperluas kekuatan serta pengaruhnya dengan melibatkan organisasi seperti
Ikhwanul Muslimin dan Hamas. Hal ini tentunya membuat Arab Saudi tidak suka dan
menjadi lebih mewaspadai setiap tindakan Qatar yang dianggap sudah mulai dapat
mempengaruhi kawasan.
Kebijakan serta tindakan Qatar yang bertolak belakang dengan Arab Saudi
yang dilakukan oleh keluarga Al Thani tentunya membuat perseteruan saudara ini
berbuntut panjang47
. Namun demikian menurut Nostalgiawan Wahyudi, peneliti di
LIPI48
, pemutusan hubungan diplomatik serta blokade Arab Saudi terhadap Qatar
tidak hanya melibatkan sejarah perseteruan antar keluarga saja, melainkan ditambah
dengan beberapa faktor lain, seperti pemberitaan Al Jazeera yang dianggap
47
Prasanta Kumar Pradhan, 2017, More than a family freud: Arab Gulf unity under stress,
Manohar Parrkirar Institute for Defence Studies and Analyses, https://idsa.in/idsacomments/more-
than-a-family-feud-arab-gulf-unity-under-stress_pkpradhan_270617 Diakses pada 6 Oktober 2020.
48 Nostalgiawan Wahyudi, 2017, http://ipsk.lipi.go.id/index.php/19-jumpapers/577-lipi-rilis-
hasil-penelitian-tentang-qatar-dan-krisis-diplomatik-di-timur-tengah Diakses pada 28 September 2020.
44
berlawanan dengan kepentingan Arab Saudi serta keberpihakannya kepada Ikhwanul
Muslimin dan Hamas.
B. Internal Arab Saudi
Pada tahun 1995, Sheikh Hamad mengambil alih kursi kepemimpinannya dari
ayahnya. Sheikh Hamad kemudian memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan yang
independen dan berusaha keluar dari pengaruh Arab Saudi. Hal ini tentunya membuat
Arab Saudi merasa terganggu karena tindakan serta kebijakan Qatar tidak sejalan
dengannya. Jadi, dapat dikatakan sejak tahun 1995 sampai tahun 2017, telah banyak
perseteruan dan konflik antara Arab Saudi dan Qatar. Menurut Dr. Jamal Abdullah49
,
respon keras berupa pemutusan hubungan diplomatik serta blokade terhadap Qatar
merupakan hasil dari perseteruan dan konflik yang terakumulasikan sejak tahun 1995
sampai tahun 2017.
Kenaikan Mohammed bin Salman menjadi pengambil kebijakan Arab Saudi
juga turut melatarbelakangi kebijakan pemutusan hubungan diplomatik serta blokade
terhadap Qatar. Melalui Mohammed bin Salman, Arab Saudi seringkali membuat
kebijakan yang tidak biasa50
. Menurut Dr. Sya’roni Rofii51
, pemutusan hubungan
diplomatik serta blokade terhadap Qatar salah satunya dilatarbelakangi oleh ambisi
49
Wawancara dengan Dr. Jamal Abdullah 50
Thomas Demmelhuber, 2019, Playing the Diversity Card: Saudi Arabia’s Foreign Policy
under the Salmans, Italian Journal of International Affairs, Vol.54, No.4, 109-124. 51
Wawancara dengan Dr. Sya’roni Rofii
45
Mohammed bin Salman untuk menunjukkan bahwa Arab Saudi merupakan negara
yang memiliki hegemoni dalam militer dan ekonomi di kawasan.
C. Dukungan dari Negara Lain
Dalam blokade yang dilakukan terhadap Qatar, peran dan dukungan negara
lain juga turut menjadi dorongan bagi Arab Saudi dalam mengeluarkan kebijakan
tersebut. Salah satu negara yang mendukung pemutusan hubungan diplomatik serta
blokade terhadap Qatar adalah Amerika Serikat. Terpilihnya Donald Trump pada
2016, mendorong Arab Saudi untuk melanjutkan tekanan terhadap Qatar. Kehadiran
Trump tampaknya telah menciptakan sebuah lingkungan dan pijakan yang tepat bagi
Arab Saudi untuk menyelesaikan beberapa urusan yang belum selesai dengan Qatar.
Isu tersebut kemudian menjadi fokus pada KTT di Riyadh yang dihadiri oleh
Presiden Amerika Serikat dan 50 pemimpin dari seluruh dunia Arab dan Islam untuk
membahas permasalahan-permasalahan yang sedang menjadi tren di dunia saat ini,
terutama mengenai terorisme. Hal inilah yang kemudian memberikan dorongan yang
memicu terjadinya blokade terhadap Qatar52
.
Presiden Trump memberikan dukungan kepada negara-negara yang
melakukan pemutusan hubungan diplomatik serta blokade terhadap Qatar. Trump
mengatakan bahwa pemutusan hubungan diplomatik serta blokade terhadap Qatar
merupakan inspirasi dan desakan darinya kepada para penguasa negara teluk selama
52
Marwan Kabalan, 2018, The Gulf crisis: The U.S. Factor, Insight Turkey Journal, Vol.20,
No.2, 35.
46
KTT Riyadh dalam upayanya untuk memerangi dan membatasi pergerakan terorisme.
Dalam hal ini, Trump menganggap gerakan perlawanan Hamas di Palestina sebagai
gerakan teroris seperti ISIS dan Al-Qaeda dan karenanya ia menganggap dukungan
Qatar untuk Hamas yang terkepung di Gaza sebagai tindakan pendanaan terorisme53
.
Pada konferensi pers bersama presiden Rumania, Trump menegaskan posisinya
kembali tentang krisis teluk. Dia bersikeras bahwa mengisolasi Qatar adalah
kemenangan untuk dalam pendekatannya yang bertujuan untuk menghentikan semua
bentuk dukungan bagi mereka yang ia sebut sebagai kelompok ekstrimis dan
terorisme, mengklaim bahwa Qatar merupakan negara utama yang memberikan
dukungan untuk kelompok ekstrimisme dan bahwa keberhasilan dalam memberikan
tekanan pada Qatar akan menandai kehancuran terorisme54
.
D. Tindakan-Tindakan Qatar yang Berlawanan dengan Kepentingan Arab
Saudi
D.1 Sikap Qatar dalam Mendukung Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin didirikan di Ismailia, Mesir, pada tahun 1928 oleh Hassan
Al-Banna, seorang guru sekolah yang kharismatik, awalnya dinamai dengan
"Gerakan al-Banna" dan kemudian berganti nama menjadi "Ikhwanul Muslimin".
Gerakan sosial mengekspresikan ambisi luas dengan tujuan akhir mengembalikan
Islam ke posisi sentralitas yang semestinya dalam tatanan sosial. Pada tahun 1932,
53
Marwan Kabalan, 2018, The Gulf crisis: The U.S. Factor, 36. 54
Marwan Kabalan, 2018, The Gulf crisis: The U.S. Factor,36.
47
Al-Banna memindahkan markas Ikhwanul Muslimin ke Kairo55
, Pada awal
berdirinya, Ikhwanul Muslim terlibat dalam kegiatan amal sosial dan misi Islam.
Ketika ukuran organisasi bertambah, gerakan Ikhwanul Muslimin mulai secara
bertahap berpartisipasi dalam mobilisasi sumber daya organisasi dan kegiatan protes
politik. Di mana keanggotaan organisasi dengan cepat membengkak dan menjadi
semakin terlibat dalam urusan politik.
Pada 1950-1970, Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin memiliki hubungan
yang baik, salah satunya yaitu dengan memiliki kesamaan visi untuk secara bersama
ingin menyelesaikan konflik di Palestina serta mengutuk perbuatan yang dilakukan
oleh Israel. Arab Saudi juga sering mendatangkan guru dari Mesir yang berafiliasi
dengan Ikhwanul Muslimin untuk mengajar di sekolah-sekolah publik Arab Saudi.
Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan keduanya mulai merenggang
dikarenakan perbedaan ideologi keduanya56
.
Perbedaan ideologi antara Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin ditenggarai
karena ajaran serta gerakan Ikhwanul Muslimin dilakukan dengan cara melakukan
interpretasi yang lebih progresif serta mencoba untuk mengkontekstualisasikan ajaran
ke zaman yang lebih modern (kontemporer). Hal ini tentunya bertolak belakang
dengan ideologi Arab Saudi yang berpegang teguh pada ajaran Wahabisme, di mana
55
Aljazeera, 2017, What is Muslim Brotherhood?
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/muslim-brotherhood-explained-
170608091709865.html Diakses pada 19 Juli 2020. 56
Rachel Ehrenfeld, 2011, The Muslim Brotherhood Evolution: An Overview, Vol.33, No.2,
78.
48
mengikuti interpretasi literal dan puritan dari Islam, yaitu dengan hanya berdasarkan
Al Qur’an dan Hadits.
Pada tahun 1970-an, Ikhwanul Muslimin diberikan tingkat kebebasan yang
lebih besar untuk mengatur dan memobilisasi dalam masyarakat57
. Presiden Anwar
Sadat yang membuat kebijakan liberalisasi ekonomi dan memandang kaum Islamis
sebagai kelompok strategis yang dapat membantu pemerintah untuk memerangi
kebangkitan gerakan-gerakan kiri di Mesir. Sementara Ikhwanul Muslimin
membangun kembali dirinya di permukaan, konsisten dengan struktur beragam
gerakan, ia mengejar partisipasi politik sebagai salah satu dari banyak tujuannya.
Ikhwanul Muslimin secara teknis masih ilegal, dan demi mempertahankan diri,
Ikhwanul Muslimin lebih suka mengejar kegiatannya di luar wilayah negara.
Ikhwanul Muslimin terbukti sangat adaptif untuk beroperasi dalam kondisi
semi-otoriter. Kondisi tersebut tentunya mengembangkan jaringan Ikhwanul
Muslimin di sektor Islam secara paralel dengan menghubungkan masing-masing
individu dan dalam bentuk peningkatan kesadaran Islam. Selain itu, selama periode
ini banyak tokoh Islamis yang beberapa di antaranya kemudian bergabung dengan
Ikhwanul Muslimin, menjadi aktif dalam serikat mahasiswa dan terus mendominasi
sindikat profesional selama 1980-an.
57
Sana Abed-Kotob, 1995, The Accommodationists Speak: Goals and Strategies of the
Muslim Brotherhood of Egypt, International Journal of Middle East Studies, Vol.27, No.3, 333.
49
Jaringan Ikhwanul Muslimin berkembang dan memiliki banyak afiliasi di luar
wilayah Mesir. Seperti Hamas di Palestina, Jamaah Islah di Bahrain, Harakah al
Dusturiyah al Islamiyah di Kuwait, At Tajammu’u al-Yamani lil Islah di Yaman,
Jabhat Amal al-Islami di Yordania, Jamaah al Islamiyah di Lebanon dan masih
banyak lagi. Hal ini tentunya membuat Arab Saudi perlu untuk mengawasi Ikhwanul
Muslimin, mengingat pergerakannya yang sudah sangat meluas dan menyebar di
Timur Tengah58
.
Konflik antara Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin mulai terlihat pada tahun
1990 ketika Ikhwanul Muslimin menyimpang dari Arab Saudi pada perang teluk I di
Iraq. Hubungan semakin memanas pada tahun 2002, Menteri Dalam Negeri Arab
Saudi, Nayef bin Abdulaziz Al Saud menyebut Ikhwanul Muslimin sebagai sumber
dari semua kejahatan di Arab Saudi. Pada tahun 2003, Ikhwanul Muslimin kembali
bersebrangan dengan Arab Saudi pada perang teluk II tahun 2003. Konflik keduanya
sampai pada puncaknya ketika terjadi revolusi di Timur Tengah yang biasa disebut
dengan Arab Spring.
Pada peristiwa Arab Spring tahun 2011, Ikhwanul Muslimin dianggap
bertanggung jawab terhadap revolusi yang terjadi di Timur Tengah. Penggulingan
Ben Ali di Tunisia, Hosni Mubarak di Mesir dan Muammar al-Gaddafi di Libya
merupakan salah satu akibat dari hasil pergerakan yang dilakukan oleh Ikhwanul
58
Rachel Ehrenfeld, 2011, The Muslim Brotherhood Evolution: An Overview, Journal of
National Committee on American Foreign Policy, Vol.33, No.2, 76.
50
Muslimin dan afiliasinya59
. Arab Saudi tentunya tidak tinggal diam dan berusaha
untuk mematikan pergerakan ikhwanul Muslimin di Timur Tengah karena
pergerakannya yang berbahaya bagi kawasan.
Setelah kudeta yang menghapus Presiden Morsi dari kekuasaan, pemerintah
sementara yang didukung militer di Mesir menyatakan Ikhwanul Muslimin menjadi
kelompok teroris pada 25 Desember 2013. Akibatnya, banyak tokoh-tokoh Ikhwanul
Muslimin yang pergi keluar dari Mesir dan mencari tempat baru untuk menyebarkan
pergerakannya kembali, salah satunya ke Qatar. Qatar mendukung Ikhwanul
Muslimin, hal tersebut dibuktikan dengan usaha Qatar dalam melindungi Yusuf al-
Qardawi, seorang ulama kelahiran Mesir yang sangat dekat dengan Ikhwanul
Muslimin dan telah dinyatakan sebagai teroris60
serta dukungan berupa dana kepada
Ikhwanul Muslimin ketika Arab Spring. Qatar memberikan $2,5 miliar kepada
pemerintahan Morsi61
. Kemudian juga ditemukan sebuah dokumen yang
menunjukkan bahwa Qatar Foundation membiayai Tarek Ramadhan, cucu dari
Hasan Al Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin, dibiayai sebesar 35.000 Euro/bulan62
.
Hal ini yang tentunya membuat Arab Saudi merasa kesal karena tindakan Qatar yang
59
Yasser El-Shimmy, 2016, The Muslim Brotherhood, Adelphi Series, Vol.55, No.453-454,
91. 60
Benjamin Rhode, 2019, Qatar and its neighbours, Strategic Comments Journal, Vol.25,
No.2, 7. 61
Zhaohui Yu & Yaohong Liu, 2019, Strategic Communications of the Muslim Brotherhood
in Egypt, Asian Journal of Middle Eastern and Islamic Studies, Vol.13, No.1, 6-7. 62
Sami Moubayed, 2019, How Qatar funds Muslim Brotherhood expansion in Europe
https://gulfnews.com/world/gulf/qatar/how-qatar-funds-muslim-brotherhood-expansion-in-europe-
1.63386835 Diakses pada 19 Juli 2020.
51
mendukung Ikhwanul Muslimin yang dianggap sebagai gerakan yang dapat
mengancam stabilitas kawasan.
D.2 Kedekatan Hubungan dengan Iran
Iran merupakan musuh terbesar Arab Saudi di Kawasan, hal tersebut
dikarenakan ada banyak hal yang saling bertentangan satu sama lain, diantaranya
adalah perbedaan ideologi dan pandangan politik. Sebelum Qatar diblokade oleh
Arab Saudi dan beberapa negara di kawasan, Qatar telah menjalin hubungan dengan
negara-negara tetangganya, termasuk dengan Arab Saudi dan Iran. Qatar berusaha
untuk dapat melakukan kerjasama dengan kedua negara tersebut, walaupun pada
dasarnya Arab Saudi dan Iran merupakan dua negara yang sedang bersaing di
kawasan. Meskipun Qatar tergabung dalam GCC yang mayoritas masing-masing
negara anggotanya bersekutu dengan Arab Saudi dan cenderung menganggap Iran
sebagai musuhnya di kawasan, Qatar tetap melakukan kebijakan yang independen
untuk melakukan hubungan dan kerjasama dengan Iran, tercatat hubungan keduanya
dimulai pada 1995 hingga kini63
.
Qatar memang bukan merupakan negara satu-satunya yang melakukan kerja
sama dengan Iran di kawasan, ada negara-negara lain juga yang bekerja sama dengan
Iran, seperti Oman dan Uni Emirat Arab. Namun, Qatar merupakan negara satu-
satunya yang dianggap ancaman atas kerja samanya dengan Iran karena setiap
63
Ted Regencia, 2017, Qatar-Gulf rift: The Iran Factor
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/qatar-gulf-rift-iran-factor-170605102522955.html
Diakses pada 19 Juli 2020.
52
kebijakannya yang berbeda dengan negara lainnya dan independen. Di samping itu,
kerja sama dengan Iran dalam bidang gas juga membuat pemasukan perekonomian
Qatar menjadi naik dan meningkat. Kenaikan perekonomian Qatar tentunya akan
mendukung kebijakan luar negeri Qatar yang ofensif di kawasan Timur Tengah64
.
Gambar III.A.1 Peta Kawasan Teluk dan Sekitarnya
Sumber : id.maps-qatar.com
Letak Qatar yang berada di antara dua poros kekuatan di Timur Tengah
membuat Qatar mengalami dilemma. Dalam mengatasi hal tersebut, Qatar membuat
strategi untuk menjalin hubungan baik dengan kedua negara. Pada beberapa
kesempatan tidak jarang Qatar melakukan kerjasama dengan kedua negara tersebut.
Jika Qatar mendapatkan tekanan dari Iran, Qatar akan mendekati Arab Saudi dan
sebaliknya, jika Qatar mendapatkan tekanan dari Arab Saudi, Qatar akan mendekati
64
Nostalgiawan Wahyudi, 2017, http://ipsk.lipi.go.id/index.php/19-jumpapers/577-lipi-rilis-hasil-
penelitian-tentang-qatar-dan-krisis-diplomatik-di-timur-tengah Diakses pada 28 September 2020.
53
Iran65
. Namun, hal tersebut sepertinya mengganggu Arab Saudi, karena Arab Saudi
memandang Qatar sangat dekat dengan Iran. Hal tersebut tentunya membuat Arab
Saudi melakukan tekanan terhadap Qatar, agar Qatar dapat langsung memutuskan
hubungannya dengan Iran seperti mayoritas negara-negara GCC lainnya. Tercatat,
Qatar melakukan beberapa kerjasama dengan Iran, diantaranya yaitu kerjasama
pertahanan, ekonomi dan keamanan.
Pertama, kerjasama dalam bidangan pertahanan. Pada 2010, Ahmad Vahidi,
Menteri Pertahanan Iran pergi mengunjungi Qatar, bermaksud ingin melakukan
kerjasama pertahanan dengan negara tersebut. Dalam pertemuannya dengan
Pangeran Mahkota Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani, Vahidi mengatakan
bahwa kerjasama yang dilakukan antara Iran dan Qatar sangat penting untuk
membangun stabilitas dan keamanan di Teluk Persia. Hubungan Teheran dan Doha
juga dapat menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan karena kedua negara secara
konstruktif bekerja sama dalam permasalahan regional. Tepatnya, pada 24 Februari
2010, Qatar yang diwakili oleh Kepada Staf Angkatan Bersenjata Hamad bin Ali Al
Attiyah menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan dengan Iran yang diwakili
oleh Ahmad Vahidi, Menteri Pertahanan Iran66
.
65
Marwan Kabalan, 2019, Actors, Structures and Qatari Foreign Policy, Arab Center for
Research & Policy Studies Journal, Vol.2, No.2, 61. 66
Tehran Times, 2010, Iran, Qatar sign defence cooperation agreement
https://www.tehrantimes.com/news/214868/Iran-Qatar-sign-defense-cooperation-agreement Diakses
pada 20 Juli 2020.
54
Kedua, kerjasama dalam bidang keamanan. Qatar dan Iran telah
menandatangani pakta keamanan untuk meningkatkan kerja sama dalam memerangi
kejahatan yang terorganisir, perdagangan manusia dan narkoba, dan sebagainya.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Shaikh Abdullah bin Nasser bin Khalifa Al-
Thani, Menteri Dalam Negeri dan Mustafa Mohammad Najjar, Menteri Dalam
Negeri Iran. Dalam perjanjian tersebut, kedua negara sepakat untuk membentuk
komite bersama agar dapat bertemu setiap tahun di Teheran dan Doha untuk
memberikan laporan tentang situasi dalam negeri masing-masing. Dalam konferensi
pers, menteri Iran mengatakan bahwa kedua negara memiliki hubungan yang baik
dan stabil dan tertarik untuk meningkatkan kerjasama kedua negara, baik itu dalam
bidang keamanan, budaya, politik dan ekonomi67
.
Qatar dan Iran juga sepakat untuk berbagi sumber alam berupa ladang gas. Jauh
di dalam perairan Teluk antara Qatar dan Iran, terletak ladang gas terbesar di dunia,
seluas 9.700 km persegi yang menampung sekitar 43 triliun meter kubik cadangan
gas. Bagian selatan Qatar dikenal sebagai North Field, sedangkan irisan Iran di utara
disebut South Pars. Kedua negara berbagi hak eksplorasi di wilayah tersebut, dan itu
adalah salah satu dari banyak hubungan yang mengikat mereka. Lebih lanjut lagi,
67
Rania Al Hussaini, 2010, Qatar, Iran sign pact to fight crime
https://gulfnews.com/world/gulf/qatar/qatar-iran-sign-pact-to-fight-crime-1.595312 Diakses pada 20
Juli 2020.
55
Arab Saudi juga mengatakan bahwa Qatar telah mendukung kelompok bersenjata
Houthi yang didukung oleh iran di Yaman68
.
D.3 Media Al Jazeera yang Dianggap Berlawanan
Al Jazeera merupakan media berbasis internasional yang didirkan oleh Qatar
pada tahun 1996, tepatnya pada 1 November. Meskipun Al Jazeera dimiliki oleh
pemerintah Qatar, namun Al Jazeera diberikan keleluasaan untuk dapat membuat dan
mengeluarkan peliputan serta pemberitaan. Sejak didirikan, Al Jazeera seringkali
membuat pemberitaan yang berisi kritikan terhadap pemerintahan negara-negara
Arab di kawasan. Hal ini nampaknya membuat negara-negara yang diberitakan
tersebut merasa terganggu dengan kehadiran media internasional milik Qatar
tersebut69
.
Al Jazeera dianggap sebagai ancaman karena pemberitaannya yang terkesan
sangat terbuka dan transparan. Hal ini tentunya tidak sejalan dan bertolak belakang
dengan kepentingan negara-negara di kawasan, terutama negara Arab Saudi.
Misalnya, pasca tragedi 9/11, Al Jazeera menayangkan sebuah video yang
menampilkan Osama bin Laden. Melihat hal tersebut tentunya membuat negara-
negara Teluk merasa kesal dengan Qatar karena medianya menayangkan sosok teroris
68
Ted Regencia, 2017, Qatar-Gulf rift: The Iran Factor
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/qatar-gulf-rift-iran-factor-170605102522955.html
Diakses pada 20 Juli 2020. 69
Nurhafiza, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan Qatar
tahun 2017, Vol.6, No.1, 6.
56
dan dinilai telah melakukan propaganda pro terorisme, terutama Arab Saudi dan
Amerika Serikat70
.
Qatar juga terbukti mendukung demokrasi selama peristiwa Arab Spring71
.
Dukungan Qatar terhadap demokrasi tersebut seringkali digaungkan melalui Al
Jazeera, media internasional milik Qatar tersebut terbukti menunjukkan
keberpihakannya kepada Ikhwanul Muslimin serta demokrasi yang terjadi di Mesir
ketika rezim Ben Ali di Tunisia dan rezim Husni Mubarak di Mesir72
.
E. Blokade Ekonomi
Blokade yang dilakukan oleh Arab Saudi tidak hanya memutuskan hubungan
diplomasi, melainkan juga menutup segala jalur darat, laut dan udara. Hal ini
tentunya berimplikasi pada perekonomian Qatar dan membuat Qatar kewalahan,
dikarenakan ini merupakan kali pertama Qatar diblokade oleh negara-negara
tetangganya73
. Di samping itu, kegiatan ekspor impor antara Arab Saudi serta negara-
negara lainnya yang melakukan blokade dengan Qatar dihentikan, satu-satunya akses
darat yang berada di perbatasan antara Arab Saudi dan Qatar pun ditutup. Hal
tersebut pun berimplikasi pada perekonomian Qatar, pada fase awal setelah
diblokade, Qatar tampak seperti berada di ujung tanduk. Oleh karena itu, Qatar
70
Rizza Setia Octaviarie, 2019, Alasan Dibalik Kebijakan Pemutusan Hubungan Diplomatik
Oleh Negara Arab Saudi Terhadap Qatar, Universitas Airlangga, 58. 71
Wawancara dengan Dr. Jamal Abdullah 72
Hamzah Abdurrahman, 2019, Normalisasi Hubungan Qatar dan Saudi Arabia 2017-2019,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 33. 73
Aljazeera, 2018, Qatar: Beyond the Blockade,
https://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2018/02/qatar-blockade-180212075226584.html
Diakses pada 26 Juli 2020.
57
melakukan upaya khusus untuk mencari pasokan makanan dari Iran, Turki, Pakistan
dan India74
.
Blokade tentunya membuat Qatar harus melakukan tindakan untuk dapat
melewati tekanan tersebut. Selain berhubungan dengan negara-negara yang
berpotensial untuk membantunya, Qatar juga melakukan upaya lain, yaitu dengan
membuat laporan kepada The National Human Rights Committee (NHRC). Pada
laporannya, Qatar meminta lembaga tersebut untuk menyelidiki adanya pelanggaran
hak asasi manusia dan untuk membuktikan bahwa blokade yang dilakukan oleh Arab
Saudi tersebut tanpa dasar hukum yang tepat. Qatar juga meminta Komisi PBB untuk
Hak Asasi Manusia (OHCHR) untuk dapat mengimplementasikan temuan-temuan
dari laporan yang diberikan oleh Qatar pada November 2017, yang menemukan
bahwa tindakan yang dilakukan oleh Arab Saudi dan negara-negara lain yang
melakukan blokade terhadap Qatar bersifat diskriminatif75
.
Tentunya blokade tersebut menimbulkan dampak yang negatif bagi Qatar dan
menimbulkan beragam respon, baik dari negara-negara yang berada di Timur Tengah
maupun negara Asia, Eropa dan Amerika. Ada yang memberikan respon dengan ikut
mendukung dan ada juga yang kemudian mengecam tindakan blokade yang
dilakukan oleh Arab Saudi dan beberapa negara di Timur Tengah tersebut. Salah
74
KP Fabian, Ginjesh Pant, Gulshan Dietl & Sanjay Singh, 2018, The GCC Crisis: One Year
On, Institute of Peace and Conflict Studies, 11.
75 Gulf Times, 2018, UN urged to implement findings on Qatar blockade, https://www.gulf-
times.com/story/580219/UN-urged-to-implement-findings-on-Qatar-blockade Diakses pada 26 Juli
2020.
58
satunya adalah PBB yang menyatakan bahwa blokade tersebut merupakan tindakan
yang illegal dan melanggar hukum internasional, sebab dilakukan secara sewenang-
wenang dan memberikan dampak negatif terhadap warga negara Qatar76
.
Sebagai langkah awal dalam blokade, Arab Saudi menarik dan memulangkan
militer Qatar dari pertempuran di Yaman. Ketika sebelumnya, militer Qatar telah ikut
serta dan tergabung dalam koalisi militer gabungan untuk memerangi kelompok
pemberontak Houthi dan mengakhiri pertempuran di Yaman77
. Kemudian, Arab
Saudi bersama dengan negara yang turut memblokade Qatar memerintahkan semua
warga negaranya yang masih berada di Qatar untuk meninggalkan negara tersebut
dan kembali ke negara masing-masing dalam waktu 14 hari dan hal tersebut juga
berlaku untuk warga negara Qatar yang berada di negara-negara yang melakukan
blokade terhadapnya78
.
Sebagai tambahan, Arab Saudi, diikuti dengan Uni Emirat Arab, Bahrain dan
Mesir tidak mengizinkan pesawat Qatar untuk melewati wilayah udara mereka dan
maskapai asing dari negara lain yang memiliki tujuan ke Qatar dan melewati negara-
negara tersebut harus meminta izin terlebih dahulu. Ditambah lagi, satu-satunya akses
darat yang berada di perbatasan antara Arab Saudi dan Qatar juga turut ditutup oleh
Arab Saudi serta kapal-kapal yang berbendera Qatar atau kapal-kapal yang melayani
76
Aljazeera, 2018, Qatar: UN report proof Saudi-led blockade illegal,
https://www.aljazeera.com/news/2018/01/qatar-report-proof-saudi-led-blockade-illegal-
180108152547009.html Diakses pada 26 Juli 2020. 77
Nurhafiza, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan Qatar
tahun 2017, Vol.6, No.1, 2. 78
BBC, 2017, Qatar crisis: What you need to know, https://www.bbc.com/news/world-
middle-east-40173757 Diakses pada 26 Juli 2020.
59
Qatar juga dilarang berlabuh di negara-negara tersebut. Tercatat, hanya 2 negara
Teluk yang tidak ikut dalam melakukan blokade terhadap Qatar, yaitu Kuwait dan
Oman yang berusaha menjadi mediator dan penengah dalam blokade tersebut79
.
Blokade yang dilakukan oleh Arab Saudi menyoroti kerentanan Qatar yang
timbul karena selama ini negara tersebut sangat bergantung dari pasokan eksternal,
terutama makanan. Sebelum diblokade, Qatar biasa mengimpor 90% bahan
makanannya melalui jalur darat di perbatasan Abu Samra antara Arab Saudi dan
Qatar, sementara hampir 80% kebutuhan makanan diantaranya berasal dari tetangga-
tetangga Teluk Arab dan hanya 1% yang diproduksi di dalam negeri. Rute
pengiriman sisanya sebagian besar melalui pelabuhan Uni Emirat Arab di Dubai dan
Fujairah untuk mengisi bahan bakar. Dengan blokade yang dijatuhkan oleh Negara-
negara Teluk ke Qatar, Uni Emirat Arab melarang kapal-kapal berbendera Qatar di
Fujairah, juga melarang kapal dari Qatar yang dari pelabuhan dan di pelabuhan
berlayar langsung ke Qatar80
.
Blokade tersebut membuat stok dalam pasar di Qatar kehilangan 10%
persediannya dan mengakibatkan Qatar mengalami kerugian kurang lebih $15
milyar81
pada krisis yang dialami dalam empat minggu pertama. Setelah
pemberlakuan blokade, laporan lokal menunjukkan penduduk secara berbondong-
79
BBC, 2017, Qatar crisis: What you need to know 80
Sri Wahyuni & Shireen Safa Bawa Baharuddin, 2018, The Impact of the GCC Boycott On
Qatar Foreign Policy, Jurnal Transformasi Global, Vol.4,No.2, 84. 81
BBC, 2017, Qatar crisis: What you need to know, https://www.bbc.com/news/world-
middle-east-40173757 Diakses pada 27 Juli 2020.
60
bondong mengerumuni toko-toko kelontong dengan harapan dapat menimbun
makanan karena stok makanan di Qatar yang sangat terbatas pada awal fase pasca
blokade. Sebagian besar truk untuk pengiriman makanan juga terlihat tidak digunakan
dan terparkir di sepanjang perbatasan Saudi-Qatar82
.
Pada transportasi, 18 Penerbangan Qatar harus di tunda mengikuti pelarangan
penerbangan yang melewati wilayah udara Arab Saudi dan beberapa negara yang
memblokade Qatar. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir melarang
penerbangan dengan pesawat yang terdaftar di Qatar. Qatar Airways juga
menangguhkan operasi penerbangan ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan
Bahrain sebagai tanggapan. Akibatnya, penerbangan Qatar harus melewati rute baru
yang lebih jauh dan membuat rugi penerbangan Qatar karena bahan bakar dan waktu
yang dihabiskan pada rute baru sangat banyak. Rute baru tersebut, membuat pesawat
Qatar harus memutar mengelilingi lingkar luar negara Arab Saudi dan mengalihkan
rute penerbangan ke Afrika dan Eropa83
.
Blokade yang dilakukan oleh Arab Saudi memiliki dampak signifikan
terhadap warga negara asing yang tinggal dan bekerja di Qatar, dengan sekitar
100.000 orang Mesir dan warga negara dari negara lain terdampar di sana, tidak dapat
memesan penerbangan langsung atau mendapatkan dokumen perjalanan untuk
82
Sri Wahyuni & Shireen Safa Bawa Baharuddin, 2018, The Impact of the GCC Boycott On
Qatar Foreign Policy, 83-84.
83 Sri Wahyuni & Shireen Safa Bawa Baharuddin, 2018, The Impact of the GCC Boycott On
Qatar Foreign Policy, Vol.4,No.2, 84.
61
mereka kembali. Apalagi, tidak hanya wilayah udara tetapi juga perjalanan laut dan
darat. Pesawat yang terdaftar di Qatar tidak dapat terbang ke negara-negara yang
telah memutuskan hubungan diplomatik dan Qatar juga tidak dapat terbang ke
negara-negara tersebut. Arab Saudi melarang perjalanan darat, laut dan udara ke dan
dari Qatar84
.
84
Sri Wahyuni & Shireen Safa Bawa Baharuddin, 2018, The Impact of the GCC Boycott On
Qatar Foreign Policy, 84.
62
BAB IV
ANALISIS KEBIJAKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN DIPLOMATIK
ARAB SAUDI TERHADAP QATAR PADA TAHUN 2017
Bab ini akan menganalisis kebijakan pemutusan hubungan diplomatik Arab
Saudi terhadap Qatar pada tahun 2017. Bab ini dibagi menjadi dua bagian dengan
beberapa sub-bab. Pada bagian pertama akan dijelaskan mengenai kepentingan
nasional Arab Saudi dalam melakukan kebijakan pemutusan hubungan diplomatik
terhadap Qatar pada tahun 2017. Pada bagian kedua akan dijelaskan mengenai
analisis kebijakan pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap Qatar pada
tahun 2017 ditinjau dari model aktor rasional.
A. Kepentingan Nasional
Dalam menganalisis kepentingan nasional Arab Saudi dalam kebijakan
pemutusan hubungan diplomatik terhadap Qatar pada tahun 2017, penting untuk
dapat mengindentifikasi empat kepentingan dasar yang dijelaskan oleh Neuchterlein,
yaitu kepentingan pertahanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tatanan dunia dan
kepentingan ideologi.
A.1 Kepentingan Pertahanan
Qatar dan Arab Saudi merupakan dua negara yang saling berbagi garis
perbatasannya satu sama lain, hal ini dikarenakan letak kedua negara yang
bersebelahan, bahkan transaksi ekspor-impor antara kedua negara tersebut pun
63
dilakukan melalui perbatasan tersebut. Namun, karena jarak yang dekat antara kedua
negara tersebut, membuatnya tidak hanya mudah untuk melakukan transaksi
perdagangan, terkadang juga menyisakan sejumlah isu keamanan dan pertahanan.
Sebelum diblokade, Qatar melakukan sejumlah kerjasama dengan Iran dan Turki85
.
Pada 2014, Qatar menandatangani kerjasama pertahanan di Ankara dan
membangun pangkalan militer di Qatar untuk tentara Turki pada 201686
dan tepat 2
hari setelah diblokade, Qatar menempatkan 5.000 tentara Turki di wilayahnya87
.
Sementara itu, hubungan antara Qatar dan Iran telah dimulai sejak tahun 1991,
kemudian hubungan keduanya terus berlanjut. Pada 2010, Qatar menandatangai
perjanjian kerja sama pertahanan dengan Iran88
.
Qatar juga turut membantu dan mendukung Ikhwanul Muslimin yang memiliki
sejarah sebagai kelompok yang bertanggungjawab dalam peristiwa Arab Spring89
.
Tentunya hal itu membuat Arab Saudi terganggu, karena tindakan Qatar tersebut
menyalahi prinsip negara-negara anggota GCC. Ditambah lagi, letak Qatar yang
bersebelahan dengan Arab Saudi membuat Qatar menjadi prioritas bagi Arab Saudi.
Blokade yang dilakukan terhadap Qatar merupakan upaya Arab Saudi untuk
85
Miroslav Zafirov, 2017, The Qatar Crisis-Why the blockade failed, Israel Journal of
Foreign Affairs, Vol.11, No.2, 9. 86
Abdullah Baabood, 2017, Qatar’s Resilience Strategy and Implications for State-Society
Relations, Instituto Affari Internazionali, 10. 87
Wawancara dengan Dr. Jamal Abdullah 88
Tehran Times, 2010, Iran, Qatar sign defence cooperation agreement
https://www.tehrantimes.com/news/214868/Iran-Qatar-sign-defense-cooperation-agreement Diakses
pada 20 Juli 2020. 89
Nabil Sultan, 2013, Al Jazeera: Reflections on the Arab Spring, Journal of Arabian Studies:
Arabia, the Gulf, and the Red Sea, Vol.3, No.2, 260.
64
menjadikan Arab Saudi sebagai kekuatan baru di bidang militer. Arab Saudi juga
ingin menunjukkan keseriusannya sebagai pusat militer di kawasan90
.
A.2 Kepentingan Ekonomi
Sejak Sheikh Hamad menggambil alih kursi kepemimpinan dari ayahnya, dia
mulai membuat beberapa perubahan kebijakan, terutama kebijakan dalam
memfokuskan pemanfaataan dan pengelolaan ekonomi serta energi, terutama pada
sektor gas alam yang merupakan sumber kekayaan terbesar Qatar. Qatar diketahui
memiliki cadangan gas alam yang sangat besar, seluas 9700 km2 yang menampung
sekitar 43 triliun m3 cadangan gas
91 dengan produksi setiap tahunnya mencapai 77
juta ton sampai 100 juta ton92
. Qatar memiliki rekan strategis dalam pendistribusian
dan pengelolaan gas alamnya, yaitu Jepang, India, China dan Korea Selatan. Hal ini
menjadikan Qatar sebagai negara eskportir dan negara produsen gas alam terbesar di
dunia. Hal tersebut tentunya menjadikan perekonomian Qatar mengalami peningkatan
drastis tiap tahunnya93
.
Pada 2016, Qatar tercatat sebagai negara terkaya di dunia, dengan PDB sebesar
$ 88.222 pada setiap individu, Qatar menjadi satu-satunya negara yang memiliki rasio
90
Wawancara dengan Dr. Sya’roni Rofii 91
Ted Regencia, 2017, Qatar-Gulf rift: The Iran Factor
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/qatar-gulf-rift-iran-factor-170605102522955.html
Diakses pada 20 Juli 2020. 92
Marwan Kabalan, 2019, Actors, Structures and Qatari Foreign Policy, Arab Center for
Research & Policy Studies, Vol.2, No.2, 75. 93
Miroslav Zafirov, 2017, The Qatar Crisis-Why the blockade failed, Israel Journal of
Foreign Affairs, Vol.11, No.2, 2.
65
tingkat kemiskinan mendekati 0%94
. Tercatat, Qatar menempati urutan ke-56 dunia
sebagai negara dengan PDB terbesar, hanya dari ekspor gas saja dan karena populasi
penduduk yang sedikit, menjadikan Qatar sebagai negara terkaya pertama di dunia,
dengan pendapatan setiap individu sekitar $129.00095
. Tentunya, PDB Qatar unggul
jauh jika dibandingkan dengan Arab Saudi pada 2016-2017, di mana Qatar memiliki
PDB rata-rata sebesar 2,3% sedangkan Arab Saudi hanya sebesar 0,9%. PDB
perkapita Qatar juga unggul dari Arab Saudi, yaitu sekitar 2,2:1 pada tahun 201796
.
Pemutusan hubungan diplomatik serta blokade yang dilakukan oleh Arab Saudi
terhadap Qatar memiliki kepentingan ekonomi di dalamnya. Arab Saudi berusaha
untuk menahan laju perekonomian Qatar. Hal ini dikarenakan perekonomian Qatar
yang semakin meningkat tiap tahunnya. Di samping itu, Arab Saudi juga ingin
menunjukkan bahwa negaranya merupakan pusat ekonomi di kawasan97
. Tentunya,
Arab Saudi tidak ingin hegemoninya tersaingi oleh Qatar dalam aspek ekonomi di
regional98
.
94
Nurhafiza, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan Qatar
tahun 2017, JOM Fisip Universitas Riau, Vol.6, No.1, 9. 95
Marwan Kabalan, 2019, Actors, Structures and Qatari Foreign Policy, Arab Center for
Research & Policy Studies, Vol.2, No.2, 75. 96
Broto Wardoyo, 2018, Rivalitas Saudi-Qatar dan Skenario Krisis Teluk, Jurnal Hubungan
Internasional, Vol.7, No.1, 89. 97
Wawancara dengan Dr. Sya’roni Rofii 98
Refk Selmi dan Jamal Bouoiyour, 2020, Arab geopolitics in turmoil: Implications of Qatar-
Gulf crisis for business, International Economics Journal, Vol.161, 12.
66
A.3 Kepentingan Tatanan Dunia
Sebagai salah satu negara anggota GCC, Qatar dipandang sebagai satu-satunya
negara yang memiliki kebijakan yang independen dari negara-negara anggota
lainnya. Latar belakang dibentuknya GCC adalah sebagai upaya untuk menangkal
pengaruh Iran di kawasan99
. Namun, Qatar banyak mengambil kebijakan yang
cenderung berlawanan dengan prinsip negara-negara anggota GCC, salah satunya
adalah melakukan kerjasama dengan Iran, dan Turki100
. Kedekatan Qatar dengan
negara-negara tersebut merupakan sebuah ancaman bagi regional, terutama kedekatan
Qatar dengan Iran.
Kedekatan dengan Iran tidak hanya menjadi salah satu fokus, melainkan juga
media internasional Qatar, yaitu Al Jazeera. Al Jazeera seringkali terlihat membuat
pemberitaan mengenai anti-Saudi dan berlawanan dengan media-media yang ada di
negara-negara anggota GCC101
. Qatar juga mendukung adanya revolusi serta
demokrasi di Timur Tengah. Hal ini tentunya menjadikan Qatar sebagai ancaman
bagi kawasan.
99
Abdulaziz M. al-Horr, M.Evren Tok dan Tekla Gagoshidze, 2019, Rethinking Soft Power in
the Post-Blockade Times: The Case of Qatar, Digest of Middle East Studies, Vol.28, No.2, 329-350. 100
Miroslav Zafirov, 2017, The Qatar Crisis-Why the blockade failed, Israel Journal of
Foreign Affairs, Vol.11, No.2, 191-201. 101
Marwan Kabalan, 2018, The Gulf Crisis: The U.S. Factor, Insight Turkey Journal, Vol.20,
No.2, 33-49.
67
A.4 Kepentingan Idelogi
Qatar terbukti mendukung dan mendanai Ikhwanul Muslimin. Hal ini
dibuktikan dengan fakta bahwa Qatar menjadi tempat tinggal Yusuf al-Qaradawi
yang merupakan tokoh Ikhwanul Muslimin102
. Tentunya hal tersebut menjadi salah
satu hal yang menjadi fokus Arab Saudi, di mana Ikhwanul Muslimin merupakan
kelompok yang sejak lama memiliki ideologi bertolak belakang dengan Arab Saudi,
ditambah dnegan gerakannya yang berhasil menjatuhkan pemerintahan beberapa
negara di Timur Tengah pada 2011 ketika kejadian Arab Spring, salah satunya adalah
Mesir103
.
Dukungan Qatar terhadap Ikhwanul Muslimin semakin diperkuat dengan
pemberitaan Aljazeera yang juga menyebarkan paham demokrasi di Timur tengah.
Tentunya hal tersebut sangat bertolak belakang dengan ideologi negara-negara di
Timur Tengah. Al Jazeera turut andil dalam melakukan pemberitaan pasca Arab
Spring dan menunjukkan keberpihakannya pada peristiwa revolusi dan demokratisasi
tersebut. Di mana pendukung demokratisasi di Timur Tengah merupakan kelompok
yang memiliki hubungan erat dengan Ikhwanul Muslimin. Oleh karena itu,
102
Nabil Sultan, 2013, Al Jazeera: Reflections on the Arab Spring, Journal of Arabian
Studies: Arabia, the Gulf, and the Red Sea, Vol.3, No.2, 250. 103
Benjamin Rhode, 2019, Qatar and its neighbours, Strategic Comments Journal, Vol.25,
No.2, 8.
68
pemberitaan Al Jazeera yang dilakukan secara terang-terangan membuat Arab Saudi
merasa tidak nyaman dan menganggapnya sebagai ancaman104
.
Dari keempat kepentingan tersebut, penulis kemudian mengkategorikan
kepentingan-kepentingan tersebut berdasarkan intensitasnya:
Tabel IV.A.1. Intensitas Kepentingan Arab Saudi
Kepentingan
Dasar
Intensitas Kepentingan
Survival Vital Major Peripheral
Pertahanan X
Ekonomi X
Tatanan Dunia X
Ideologi X
Melihat pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa kepentingan ekonomi,
kepentingan tatanan dunia dan ideologis berada dalam intensitas kepentingan utama
(major) serta kepentingan pertahanan berada dalam intensitas kepentingan peripheral.
Dalam ekonomi, Qatar nampaknya sudah menjadi salah satu negara yang
memiliki perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, Arab Saudi juga
104
Nurhafiza, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan Qatar
tahun 2017, JOM Fisip Universitas Riau, Vol.6, No.1, 6.
69
memiliki tujuan untuk menahan pertumbuhan perekonomian Qatar agar hegemoni
Arab Saudi dalam aspek ekonomi di kawasan tidak dapat tersaingi oleh negara
tersebut. Hal ini dikarenakan sikap Qatar yang semakin independen akibat dari
perekonomiannya yang berkembang pesat105
. Qatar cenderung memiliki kebijakan
yang berlawanan dengan Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya, seperti
melakukan kerjasama dengan Iran, terutama kerjasama dalam pengelolaan gas
terbesar dengan Iran. Kemudian, Qatar juga mebiayai Ikhwanul Muslimin, hal ini
dibuktikan setelah ditemukannya sebuah dokumen yang menunjukkan bahwa Qatar
Foundation membiayai Tarek Ramadhan, cucu dari Hasan Al Banna, pendiri
Ikhwanul Muslimin, ia dibiayai sekitar 35.000 Euro/bulan106
.
Salah satu tujuan Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik serta
memblokade Qatar adalah agar negara tersebut dapat menurunkan intensitas
kerjasama ekonomi dengan Iran dan menghentikan pendanaan kepada Ikhwanul
Muslimin107
. Hal ini tentunya menjadikan kepentingan ekonomi Arab Saudi
merupakan permasalahan utama (major), karena meskipun perekonomian Arab Saudi
masih unggul dari Qatar, namun pertumbuhan perekonomian Qatar berkembang
sangat pesat yang membuat Arab Saudi harus mencegah Qatar menjadi kekuatan
105
Miroslav Zafirov, 2017, The Qatar Crisis-Why the blockade failed, Israel Journal of
Foreign Affairs, Vol.11, No.2, 2. 106
Sami Moubayed, 2019, How Qatar funds Muslim Brotherhood expansion in Europe
https://gulfnews.com/world/gulf/qatar/how-qatar-funds-muslim-brotherhood-expansion-in-europe-
1.63386835 Diakses pada 19 Juli 2020.
107
Benjamin Rhode, 2019, Qatar and its neighbours, Strategic Comments Journal, Vol.25,
No.2, 8.
70
hegemon baru di kawasan dalam perekonomiannya dan berevolusi menjadi
permasalahan vital.
Dalam tatanan dunia, Qatar dianggap sebagai sebuah ancaman bagi negara-
negara Teluk lainnya, terutama bagi negara yang memutuskan hubungan diplomatik
serta memblokade Qatar. Hal ini dikarenakan kebijakan Qatar yang cenderung
berlawanan dengan Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya. Qatar seringkali
membuat kebijakan yang menyalahi prinsip GCC, di mana ia menjalin hubungan
dekat dengan Iran. Di samping itu, media pemberitaan internasional milik Qatar,
yaitu Al Jazeera juga telah berevolusi menjadi media yang seringkali membuat
pemberitaan secara terbuka dan terang-terangan. Qatar juga seringkali membuat
framing mengenai hal-hal yang negatif dari negara-negara Teluk, terutama Arab
Saudi108
.
Kedekatan Qatar dengan Iran serta pemberitaan Al Jazeera yang berlawanan
tentunya membuat Arab Saudi perlu untuk membuat tindakan tegas terhadap Qatar
yang dianggap mengancam bagi kawasan. Dari pemaparan tersebut, membuat
kepentingan tatanan dunia menjadi permasalahan utama (major). Hal ini dikarenakan,
Qatar melalui media Al Jazeera kerap membuat framing serta pemberitaan yang
negatif di kawasan dan berpotensi untuk memecah kawasan, seperti perannya
mendukung demokratisasi dalam peristiwa Arab Spring ketika beberapa
108
Nabil Sultan, 2013, Al Jazeera: Reflections on the Arab Spring, Journal of Arabian
Studies: Arabia, the Gulf, and the Red Sea, Vol.3, No.2, 251.
71
pemerintahan di Timur Tengah digulingkan109
. Di samping itu, kedekatan hubungan
Qatar dengan Iran juga membuat stabilitas di kawasan menjadi terganggu, sehingga
dikhawatirkan akan berevolusi menjadi permasalahan yang lebih serius pada masa
yang akan datang.
Dalam ideologi, Arab Saudi juga memiliki kepentingan untuk meredam
ideologi yang menyebar dan bertolak belakang dengannya di kawasan. Salah satu
kepentingan Arab Saudi melakukan pemutusan hubungan diplomatik serta blokade
terhadap Qatar adalah agar negara tersebut dapat menghentikan dukungannya
terhadap demokrasi dan menyelaraskan kembali politiknya dengan Arab Saudi110
.
Terutama, memberhentikan pemberitaan yang mendukung terhadap paham demokrasi
dan Ikhwanul Muslimin. Al Jazeera dianggap berperan dalam menyebarkan paham
yang bertolak belakang dengan ideologi yang dimiliki oleh negara-negara Teluk
lainnya111
. Dalam penjelasan tersebut membuat idelogi menjadi permasalahan utama
(major). Hal ini dikarenakan sikap Qatar yang cenderung menghiraukan respon atau
pun permintaan negara-negara tetangganya untuk tidak melakukan pemberitaan yang
terlalu terbuka serta bertolak belakang dengan ideologi negara-negara Teluk lainnya,
terutama Arab Saudi. Ideologi tentunya menjadi salah satu permasalahan yang utama
dan membuat Arab Saudi harus mengambil langkah tegas agar dapat membendung
pengaruh Qatar di kawasan.
109
Nurhafiza, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan Qatar
tahun 2017, JOM Fisip Universitas Riau, Vol.6, No.1, 11. 110
Wawancara dengan Dr. Jamal Abdullah 111
Nurhafiza, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan Qatar
tahun 2017, Vol.6, No.1, 11-12.
72
Dalam pertahanan, Arab Saudi memiliki jumlah persenjataan dan pasukan
militer Arab Saudi yang mengungguli jauh dari yang dimiliki Qatar. Meskipun di
wilayah Qatar ada beberapa pangkalan militer AS, Turki dan Iran, namun Qatar
nampaknya tidak akan berusaha untuk menyerang Arab Saudi, karena tujuan
pangkalan militer tersebut dibuat untuk pertahanan dan bukan untuk menyerang.
Namun demikian, Arab Saudi perlu mewaspadai Ikhwanul Muslimin dan gerakan
terorisme yang dapat muncul kapan pun. Tercatat, data dari Military Balance pada
2016 menunjukkan Arab Saudi memiliki 224.500 personil tentara aktif, sedangkan
Qatar hanya memiliki 11.800 personil tentara saja.
Pada sisi persenjataan di darat, Arab Saudi diketahui memiliki 730 tank
sedangkan Qatar hanya memiliki 30 tank saja. Pada persenjataan udara, Arab Saudi
memiliki 273 pesawat tempur berbagai jenis, sedangkan Qatar hanya memiliki 12
pesawat tempur jenis mirage. Pada persenjataan laut, Qatar hanya memiliki 26 kapal
dengan empat jenis yang berbeda, berbeda jauh dengan Arab Saudi yang memiliki
134 kapal dalam berbagai jenis. Selanjutnya, dalam teknologi persenjataan, Arab
Saudi juga jauh mengungguli Qatar. Terhitung, Arab Saudi mengeluarkan hampir $
26 Milyar untuk pengadaan senjata untuk periode 2007 hingga 2014. Hal ini tentunya
tidak sebanding dengan Qatar yang hanya mengeluarkan $ 3 Miliar untuk pengadaan
senjata112
.
112
The Military Balance, 2020, The International Institute for Strategic Studies
73
Arab Saudi juga memiliki teknologi persenjataan yang canggih, dilansir dari
CSIS, sebuah lembaga Think Tank keamanan dan stratejik, pada tahun 2017 Arab
Saudi mengeluarkan $ 17,7 miliar untuk memperkuat pertahanannya dan didominasi
oleh rudal, beberapa di antaranya adalah 256 rudal peluncur udara Patriot dan Hawk
serta 60 peluncur roket ASTROS II Mk3113
. Hal ini menjadikan kepentingan
pertahanan merupakan permasalahan peripheral, karena kelengkapan militer Arab
Saudi mengungguli jauh dari yang dimiliki oleh Qatar, baik itu dari segi kuantitas,
maupun kecanggihan.
B. Model Aktor Rasional
Pada Model Aktor Rasional, negara dianggap sebagai satu kesatuan dalam
membuat kebijakan yang memiliki rasionaliasi serta nilai dan bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang maksimum. Begitu pun dalam kasus pemutusan
hubungan diplomatik serta blokade yang dilakukan Arab Saudi terhadap Qatar pada
tahun 2017. Dalam kasus ini, atas apa yang dilakukan terhadap Qatar dan membuat
marah Arab Saudi serta negara-negara Teluk lainnya, seperti kerjasama dan hubungan
dekat yang dijalin dengan Iran, dukungan dan bantuan dana terhadap Ikhwanul
Muslimin, dukungan terhadap demokrasi, pemberitaan Al Jazeera yang terlalu terang-
terangan, terbuka dan cenderung bertolak belakang dengan negara-negara Teluk
lainnya, terutama Arab Saudi. Arab Saudi pastinya telah mempertimbangkan
113
Center for Stretegic&International Studies, 2020, Military Spending: The Other Side of
Saudi Security, https://www.csis.org/analysis/military-spending-other-side-saudi-security
74
bermacam-macam keputusan, mulai dari tidak melakukan apa-apa sampai melakukan
invasi ke Qatar.
Pada akhirnya Arab Saudi dengan diikuti oleh Uni Emirat Arab, Bahrain dan
Mesir memutuskan untuk melakukan blokade terhadap Qatar pada 5 Juni 2017.
Dalam kebijakan pemutusan hubungan diplomatik serta blokade terebut, pastinya ada
harga (costs) yang harus dibayar dan tentunya juga ada keuntungan (benefit) yang
didapatkan oleh Arab Saudi, mengingat ambisi besar Arab Saudi untuk meningkatkan
perekonomian semenjak pemerintahan dipegang oleh Putera Mahkota Mohammed
bin Salman114
. Memang, bukan merupakan perkara mudah dalam memutuskan untuk
memblokade Qatar. Hal ini dikarenakan letak Qatar yang bersebelahan dan membagi
garis perbatasan dengan Arab Saudi, membuatnya menjadi negara yang potensial
untuk dapat melakukan kegiatan perdagangan serta kerja sama.
Hubungan Arab Saudi dan Qatar memang seringkali terdapat konflik di
dalamnya. Namun dalam kasus ini, tidak melakukan apa-apa bukanlah sesuatu hal
yang baik dan bijak. Hal ini dikarenakan hegemoni dan prestise Arab Saudi di
kawasan pastinya akan dipertanyakan. Di samping itu, ada desakan dan dukungan
dari negara-negara Teluk lainnya yang membuat tidak melakukan apa-apa terhadap
Qatar merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi Arab Saudi. Di sisi lain, Arab
Saudi pernah mengeluarkan kebijakan dalam kasus yang serupa untuk memutuskan
hubungan diplomatik dengan menarik duta besarnya dari Doha pada tahun 2002 dan
114
Jonathan Stevenson, 2018, Muhammad bin Salman and the new Saudi Arabia, Strategic
Comments Journal, Vol.24, No.10, 5.
75
2014 atas respon terhadap pemberitaan Al Jazeera. Namun, kebijakan tersebut pada
nyatanya tidak efisien dan Qatar masih tetap membuat pemberitaan melalui Al
Jazeera secara terang-terangan dan cenderung lebih parah dari yang sebelumnya.
Melakukan negosiasi melalui diplomasi juga nampaknya tidak efisien dan
menguntungkan, mengingat Qatar seringkali mengacuhkan respon negatif dari
negara-negara tetangganya. Sedangkan, Melakukan invasi ke Qatar juga tentunya
memerlukan cost yang sangat besar dan bukan merupakan kebijakan yang terbaik
bagi Arab Saudi. Terlebih lagi, Arab Saudi telah mengeluarkan biaya yang besar
dalam intervensi di Yaman pada tahun 2015. Dilansir melalui Bloomberg, Arab Saudi
mengeluarkan $200 juta per harinya untuk operasi militer di Yaman115
. Pada
akhirnya, memutuskan hubungan diplomatik dengan disertai blokade lah yang dipilih
oleh Arab Saudi sebagai respon terhadap tindakan serta kebijakan Qatar.
Blokade merupakan kebijakan yang baru pertama kali dikeluarkan oleh Arab
Saudi terhadap Qatar. Tentunya, ada harga (costs) yang harus dibayar oleh Arab
Saudi dari kebijakannya tersebut. Pertama, berhentinya ekspor dan impor dengan
Qatar. Menurut data dari World Intergrated Trade Solution of World Bank, Qatar
merupakan salah satu negara tujuan utama bagi Arab Saudi untuk melakukan ekspor.
Tercatat pada tahun 2015, total ekspor Arab Saudi ke Qatar sebanyak $1,668,
mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2016 sebanyak $1,671 Milyar. Terdapat
115
Glen Carey, 2015, The Saudi Town on the Frontline of Yemen’s War,
https://www.bloomberg.com/news/articles/2015-12-21/in-one-saudi-town-gunfire-all-day-brings-
yemen-war-near-home Diakses pada 20 Agustus 2020.
76
penurunan pada tahun 2017 yang hanya mendapatkan pemasukan sejumlah $684,853
juta dan pada tahun 2018 pemasukan dari ekspor hanya sekitar $45,24 ribu saja116
.
Qatar juga menjadi salah satu negara tujuan utama Arab Saudi dalam melakukan
ekspor. Tercatat pada tahun 2016, total ekspor ke Qatar sejumlah 0,91% dari total
ekspor ke seluruh negara di dunia. Ini menjadikan Qatar negara tujuan ekspor terbesar
ketiga bagi Arab Saudi di Timur Tengah, di bawah Uni Emirat Arab (3,73%) dan
Kuwait (0,99%) dan urutan keenam dari seluruh negara di dunia117
.
Kedua, dengan blokade yang dilakukan terhadap Qatar, tentunya akan membuat
negara tersebut berusaha untuk mendekatkan hubungan dengan negara lainnya di
kawasan, Iran dan Turki merupakan dua negara yang sangat potensial bagi Qatar
untuk dapat melakukan kerja sama dalam rangka mengatasi blokade yang diberikan
oleh Arab Saudi dan negara-negara lainnya118
. Hal ini tentunya turut menjadi
perhatian bagi Arab Saudi, mengingat kedua negara tersebut (Iran dan Turki)
merupakan negara yang dianggap sebagai rival di kawasan, terutama Iran. Di
samping itu, Arab Saudi juga harus siap menerima respon negatif dari dunia
internasional akibat blokade yang dilakukan terhadap Qatar.
Pasca Arab Spring, Arab Saudi mencoba untuk lebih dapat mempengaruhi
rekonfigurasi politik di Timur Tengah dan membentuk peta politik yang baru untuk
116
World Integrated Trade Solution of World Bank,
https://wits.worldbank.org/CountryProfile/en/Country/SAU/Year/2018/TradeFlow/Export/Partner/QA
T/Product/all-groups Diakses pada 16 Juli 2020. 117
World Integrated Trade Solution of World Bank,
https://wits.worldbank.org/CountryProfile/en/Country/SAU/Year/2016/TradeFlow/EXPIMP Diakses
pada 16 Juli 2020. 118
Wawancara dengan Dr. Sya’roni Rofii
77
bisa menyesuaikan dengan kepentingan Arab Saudi, termasuk pemutusan hubungan
diplomatik serta blokade yang dilakukan terhadap Qatar119
. Dengan dilakukannya
blokade juga membuat Arab Saudi dapat lebih memfokuskan upayanya dalam
mensukseskan Visi 2030nya120
. Salah satu tujuan utama Visi 2030 adalah untuk
meningkatkan perkonomian Arab Saudi di kawasan dan dunia serta meningkatkan
kekuatan hegemon Arab Saudi dalam sektor perekonomian di kawasan121
, khususnya
untuk meningkatkan hubungan serta kerja sama ekonomi dengan Mesir dan negara-
negara tetangga lainnya122
.
Tekanan yang dilakukan oleh Arab Saudi dan negara-negara pemblokade
lainnya memaksa Qatar untuk melakukan keputusan selanjutnya pasca negaranya
diblokade. Hal ini tentunya penting, mengingat Qatar seringkali menyangkal dan
mengacuhkan respon negatif dari negara-negara tetangganya perihal Al Jazeera,
kedekatannya dengan Iran dan dukungannya terhadap Ikhwanul Muslimin. Dengan
begitu, Arab Saudi dapat menentukan langkah selanjutnya dari tindakan yang diambil
oleh Qatar pasca pemutusan hubungan diplomatik serta blokade diberlakukan.
Blokade terhadap Qatar memberikan Arab Saudi keuntungan potensial, di mana
blokade yang dilakukan terhadap Qatar membuat kerja sama antar negara-negara
119
Thomas Demmelhuber, 2019, Playing diversity card: Saudi Arabia’s Foreign Policy
under the Salmans, Italian Journal of International Affairs, Vol.54, No.4, 109-124. 120
Daniel Moshashai, Andrew M. Leber dan James D. Savage, Saudi Arabia plans for its
economic future: Vision 2030, the National Transformation Plan and Saudi fiscal reform, British
Journal of Middle Eastern Studies, Vol.47, No.3, 390. 121
Saudi Arabia Vision 2030, https://vision2030.gov.sa/en/vision/roadmap Diakses pada 28
Juli 2020. 122
Jonathan Stevenson, 2018, Muhammad bin Salman and the new Saudi Arabia, Strategic
Comments Journal, Vol.24, No.10, 5-7.
78
yang melakukan blokade semakin kuat dan erat, terutama kerja sama dalam bidang
ekonomi123
, dengan begitu secara tidak langsung dapat memudahkan Arab Saudi
untuk mensukseskan visi 2030nya124
. Hal ini dikarenakan Arab Saudi dan negara-
negara yang melakukan blokade tersebut memiliki kepentingan yang sama dalam
blokade yang dilakukan terhadap Qatar. Berikut adalah data ekspor non migas Arab
Saudi ke Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir125
:
123
Fajar Anugrah Tumenggor dan Adil Arifin, 2019, Dampak Kebijakan Embargo Negara
Arab Terhadap Ekonomi Qatar, Politeia: Jurnal Ilmu Politik, Vol. 11, No.2, 63. 124
Daniel Moshashai, Andrew M. Leber dan James D. Savage, Saudi Arabia plans for its
economic future: Vision 2030, the National Transformation Plan and Saudi fiscal reform, British
Journal of Middle Eastern Studies, Vol.47, No.3, 390. 125
World Integrated Trade Solution,
wits.worldbank.ord/CountryProfile/en/Country/SAU/Year/2014/2015/2016/2017/2018/TradeFlow/EX
PIMP Diakses pada 28 Juli 2020.
79
Tabel.IV.B.1 Ekspor Non Migas Arab Saudi ke Uni Emirat Arab,
Bahrain dan Mesir periode 2014-2018
Sumber : World Integrated Trade Solution (World Bank)
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa dalam kurun waktu 2014-2016,
cenderung terdapat penurunan dalam ekspor Arab Saudi ke ketiga negara tersebut.
Ekspor Arab Saudi ke Uni Emirat Arab memang fluktuatif dari kurun waktu 2014-
2016, namun pada tahun 2017 dan 2018, ekspor Arab Saudi ke Uni Emirat Arab terus
mengalami kenaikan. Selanjutnya, Arab Saudi juga menerima investasi dari Uni
Emirat Arab sebesar lebih dari $9,2 milyar yang tersebar pada 122 proyek investasi di
80
Arab Saudi pada tahun 2018126
. Di sisi lain, ekspor Arab Saudi ke Bahrain terus
mengalami penurunan dalam kurun waktu 2014-2016. Sebut saja pada tahun 2014,
jumlah ekspor Arab Saudi ke Bahrain sebesar $1,582 milyar, mengalami penurunan
pada 2015 sebesar $1,552 milyar dan pada tahun 2016 jumlah ekspornya cenderung
stagnan pada angka $1,551 milyar. Namun pada tahun 2017 dan 2018 terdapat
peningkatan ekspor sebesar $1,613 milyar dan $1,839 milyar.
Hal yang sama juga terjadi pada Mesir, ekspor Arab Saudi ke Mesir terus
mengalami penurunan dalam kurun waktu 2014-2016, tercatat pada tahun 2014
jumlah ekspor Arab Saudi ke Mesir sebesar $2,091 Milyar, kemudian jumlah ekspor
turun pada tahun 2015 menjadi $1,976 Milyar, pada tahun 2016 jumlah eskpor Arab
Saudi mengalami penurunan kembali menjadi $1,567 dan terakhir pada tahun 2017
masih mengalami penurunan menjadi $1,419. Namun, pada tahun 2018 pasca
pemblokadean Qatar, jumlah ekspor Arab Saudi ke Mesir meningkat drastis menjadi
$2,025 Milyar. Hal ini tentunya menjadi salah satu bukti keuntungan yang didapatkan
oleh Arab Saudi atas blokade yang dilakukan terhadap Qatar.
126
Sabahat Khan, 2019, UAE strengthens economic partnership with Saudi Arabia, Egypt,
https://thearabweekly.com/uae-strengthens-economic-partnership-saudi-arabia-egypt Diakses pada 3
Agustus 2020.
81
Tabel IV.B.2. Ekspor Gas Arab Saudi dan Qatar ke Mesir periode
2014-2018
Sumber: The Observatory of Economic Complexity (OEC)127
Berdasarkan wawancara dengan Dr. Sya’roni Rofii, kebijakan blokade Arab
Saudi salah satunya untuk mengambil pasar perekonomian Qatar. Tabel di atas
menunjukkan blokade yang dilakukan terhadap Qatar juga secara tidak langsung
membuat pasar ekspor gas alam yang ditujukan ke Mesir diambil alih oleh Arab
Saudi. Hal tersebut tentunya sangat penting bagi Arab Saudi, mengingat pada tahun-
tahun sebelumnya, pasar ekspor gas ke Mesir dikuasai oleh Arab Saudi. Pada tahun
127
The Observatory of Economic Complexity, diakses melalui
oec.world/en/profile/country/egy
82
2014, Qatar belum memulai ekspor gasnya ke Mesir, sedangkan Arab Saudi sudah
melakukan eskpor gas dengan jumlah total sebesar $777 juta atau sekitar 58,3%,
jumlahnya sekitar setengah lebih dari total keseluruhan impor gas di Mesir. Namun
pada tahun berikutnya, Qatar mulai melakukan ekspor gas ke Mesir dengan jumlah
total $530 juta atau sekitar 22,3% dari total keseluruhan impor gas di Mesir. Hingga
pada tahun 2016, pasar ekspor gas di Mesir diambil alih oleh Qatar, Qatar meng-
ekspor gas ke Mesir sebesar $1,26 milyar (40,9%), sedangkan jumlah ekspor gas
Arab Saudi relatif berkurang menjadi $595 juta saja (19,3%). Pada tahun selanjutnya,
Qatar masih mendominasi di ekspor gas ke Mesir dengan jumlah sebesar $1,23
milyar (34,2%), sedangkan Arab Saudi sebesar $903 juta (25,1%). Hingga pada
akhirnya, di tahun 2018 pasca Qatar diblokade, Arab Saudi kembali mengambil alih
menjadi eksportir terbesar Mesir dengan jumlah sebesar 868 juta (37,3%), sedangkan
Qatar jumlah ekspor gasnya hanya setengah dari jumlah eskpor Arab Saudi, yaitu
sebesar $425 juta (18,2%).
Selain keuntungan yang didapatkan melalui hubungan yang lebih erat dengan
negara-negara pemblokade, Arab Saudi juga melihat ada keuntungan potensial lain
yang bisa didapatkan, yaitu membuat hubungan Arab Saudi dan Amerika Serikat
menjadi semakin lebih erat. Hal ini dikarenakan, beberapa kepentingan utama dari
kebijakan Amerika Serikat pasca Donald Trump menjabat sebagai presiden di negara
tersebut adalah memerangi terorisme dan ekstrimisme, membangun keamanan
83
regional baru serta menangkal pengaruh Iran di kawasan dan dunia128
. Melihat hal
tersebut, Arab Saudi tentunya memiliki alasan tersendiri dan melihat akan ada
peluang yang didapatkan, karena kepentingan Amerika Serikat tersebut tentunya
senada dengan kebijakan Arab Saudi dalam blokade yang dilakukan terhadap Qatar.
Hal ini tentunya membuat hubungan kedua negara semakin dekat sehingga kerja
sama dapat lebih mudah untuk terlaksana dan Arab Saudi diuntungkan dari kebijakan
tersebut.
Tabel IV.B.3. Ekspor Arab Saudi ke Amerika Serikat periode 2014-2018
Sumber: The Observatory of Economic Complexity (OEC)129
128
Beverly Milton-Edwards, 2020, The Blockade on Qatar: Conflict Management Failings,
Italian Journal of International Affairs, Vol.55, No.2, 9. 129
The Observatory of Economic Complexity, diakses melalui
oec.world/en/profile/country/sau
84
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa ada peningkatan ekspor Arab Saudi ke
Amerika Serikat pasca blokade yang dilakukan terhadap Qatar. Pada tahun 2014,
sebelum Donald Trump terpilih menjadi presiden Amerika Serikat, jumlah eskpor
Arab Saudi ke negara paman sam tersebut sebesar $43,6 milyar, jumlah tersebut
sangat besar dibandingan dengan jumlah eskpor pada tahun selanjutnya. Pada tahun
2015, ekspor Arab Saudi menurun drastis sebesar 50% dari jumlah eskpor tahun
sebelumnya, yaitu sebesar $21,1 milyar. Pada tahun 2016, jumlah eskpor Arab Saudi
juga terus mengalami penurunan, yaitu sebesar $15,9 milyar. Hingga pada tahun
2017, terdapat kenaikan jumlah ekspor menjadi $17,3 milyar. Pada tahun 2018,
ekspor Arab Saudi ke Amerika Serikat terus mengalami peningkatan, yaitu sebesar
$22 milyar. Hal ini tentunya menjadi salah satu keuntungan yang didapat oleh Arab
Saudi pasca blokade yang dilakukannya terhadap Qatar.
Tidak hanya dari segi eskpor saja, Arab Saudi juga menerima investasi dari
Amerika Serikat ke negaranya. Tercatat, jumlah investasi Amerika Serikat di Arab
Saudi pada 2018 adalah sebesar $11,4 milyar, jumlah investasi tersebut mengalami
peningkatan sebesar 2,7% dari tahun 2017130
. Keuntungan selanjutnya yaitu, Arab
Saudi merupakan negara prioritas bagi Amerika dalam penjulan teknologi dan senjata
130
Office of the United States Representative, https://ustr.gov/countries-regions/europe-
middle-east/middle-eastnorth-africa/saudi-
arabia#:~:text=U.S.%20foreign%20direct%20investment%20(FDI,in%20the%20U.S.%20are%20avail
able.
85
terbaru. Pada Mei 2019, Trump mengatakan kepada kongres untuk dapat
mengalokasikan lebih dari $ 8 miliar penjualan senjata khusus untuk Arab Saudi131
.
Grafik IV.B.1. Foreign Direct Investment Arab Saudi (FDI) periode
2017-2019
Sumber : Norde Trade
Kenaikan investasi di Arab Saudi dari beberapa negara selaras dengan data
Foreign Direct Investment (FDI) Arab Saudi dari Norde Trade, terdapat kenaikan
drastis pada FDI di Arab Saudi dari tahun 2017-2018, yaitu sebesar 260%. Uni
Emirat Arab, Amerika Serikat, Prancis, Singapura, Jepang, Kuwait, dan Malaysia
131
Ibrahim Fraihat, 2020, Superpower and Small-State Mediation in the Qatar Gulf Crisis,
The International Spectator Journal, Vol.55, No.2, 79-91.
86
adalah investor utama di Arab Saudi. Investasi ini terutama berorientasi pada industri
kimia, real estate, pariwisata, bahan bakar fosil, mobil dan mesin132
.
Dari cost dan benefit yang sudah dijabarkan dan dianalisis, dapat disimpulkan
bahwa kebijakan Arab Saudi dalam melakukan pemutusan hubungan diplomatik
dengan disertai blokade terhadap Qatar bukanlah merupakan tindakan secara spontan
dan tanpa melalui pertimbangan, melainkan ada pertimbangan serta perhitungan cost
dan benefit yang didapat dari kebijakan tersebut. Dengan dikeluarkannya kebijakan
blokade terhadap Qatar, menandakan blokade yang dilakukan Arab Saudi merupakan
tindakannya untuk melindungi kepentingannya di kawasan bersamaan dengan turut
memaksimalkan peluang keuntungan potensial yang akan didapatkan dari kebijakan
tersebut. Hal ini tentunya sejalan dengan ambisi Arab Saudi pasca Mohammed bin
Salman ditunjuk sebagai Putera Mahkota dan menjalankan pemerintahan negara
tersebut, yaitu ingin meningkatkan perekonomian Arab Saudi sehingga dapat
memperkuat hegemoni Arab Saudi di kawasan.
132
Norde Trade, Foreign direct investment (FDI) in Saudi Arabia,
https://www.nordeatrade.com/en/explore-new-market/saudi-
arabia/investment#:~:text=The%20United%20Arab%20Emirates%2C%20the,fossil%20fuels%2C%20
automobiles%20and%20machinery. Diakses pada 3 Agustus 2020.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada 5 Juni 2017, empat negara di Timur Tengah (Arab Saudi, Bahrain, Uni
Emirat Arab, dan Mesir) yang dipimpin oleh Arab Saudi menyatakan untuk
melakukan pemutusan hubungan diplomatik serta blokade terhadap Qatar. Tindakan
pemutusan hubungan diplomatik serta blokade tersebut merupakan respon keras yang
diberikan oleh Arab Saudi atas tindakan Qatar yang dianggap bertentangan dengan
prinsip dan ideologi negara-negara di Timur Tengah, khususnya negara Teluk.
Kebijakan pemutusan hubungan diplomatik serta blokade Arab Saudi
dilatarbelakangi oleh sejarah perseteruan kedua negara yang biasa disebut dengan
perseteruan saudara karena kedua negara berasal dari suku nomaden yang sama. Di
samping itu, kemajuan perekonomian yang semakin berkembang pesat membuat
kebijakan dan tindakan Qatar semakin independen dan belawanan dengan Arab
Saudi. Hal tersebut diperkuat dengan sebuah publikasi dari website Qatar News
Agency (QNA) pada 23 Mei 2017 mengenai pernyataan pidato yang disampaikan
oleh Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani pada saat ia sedang menghadiri
sebuah upacara kelulusan akademi militer Qatar. Dalam publikasi tersebut memuat
pidato yang mengatakan bahwa Qatar sedang memiliki hubungan yang tidak baik
dengan Amerika Serikat serta menyebutkan bahwa Iran merupakan sebuah kekuatan
88
besar yang dapat menjamin stablitas di kawasan. Lebih lanjut lagi, dalam publikasi
tersebut menyatakan bahwa Qatar mendukung kelompok Ikhwanul Muslimin, Hamas
hingga Hizbullah serta menentang negara-negara Teluk yang menerapkan kebijakan
anti Iran. Menurutnya, tindakan memusuhi Iran merupakan sebuah tindakan yang sia-
sia, karena kekuatan Iran yang besar di kawasan. Namun, hal tersebut dibantah oleh
Qatar dan menyebutnya sebagai sebuah peretasan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab.
Publikasi dari QNA diperkuat dengan tindakan Qatar dalam melindungi Yusuf
al-Qardawi, seorang ulama kelahiran Mesir yang sangat dekat dengan Ikhwanul
Muslimin serta memberikan bantuan sebesar 35.000 Euro/bulan kepada Tarek
Ramadhan yang merupakan cucu dari Hasan Al Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin.
Qatar juga menjalin hubungan dekat dengan Iran dan Turki yang membuat negara
tetangganya semakin ingin memberikan respon keras kepada Qatar. Al Jazeera juga
turut menjadi penyebab Qatar diblokade, di mana media internasional milik Qatar
tersebut seringkali membuat pemberitaan yang terlalu terbuka dan membuat negara-
negara Teluk lainnya terganggu. Selain itu, tindakan blokade terhadap Qatar juga
turut didukung oleh Amerika Serikat.
Kebijakan blokade terhadap Qatar juga dilakukan oleh Arab Saudi sebagai
upayanya untuk melindungi kepentingan nasional Arab Saudi. Arab Saudi
memutuskan untuk melakukan blokade terhadap Qatar dikarenakan 3 (tiga) dari
kepentingan mendasar Arab Saudi berada pada intensitas kepentingan utama (major).
89
Kepentingan tersebut harus dilindungi dengan cara melakukan blokade terhadap
Qatar setelah tindakan dan kebijakan Qatar yang tidak menghiraukan peringatan dari
Arab Saudi dan cenderung berlawanan dengan Arab Saudi serta negara-negara Teluk
lainnya.
Pertumbuhan ekonomi Qatar yang berkembang pesat dan memiliki kemungkinan
untuk mengungguli Arab Saudi, serta adanya kerjasama ekonomi yang sangat kuat
dalam sektor gas dengan Iran dianggap sebagai ancaman bagi Arab Saudi
(kepentingan ekonomi). Qatar juga dianggap sebagai ancaman karena pemberitaan Al
Jazeera yang terlalu terbuka serta menjalin hubungan dengan Iran dan Turki
(kepentingan tatanan dunia). Qatar juga mendukung kelompok Ikhwanul Muslimin
serta demokratisasi melalu Al Jazeera ketika peristiwa Arab Spring terjadi di Timur
Tengah (kepentingan ideologi).
Kebijakan pemutusan hubungan diplomatik serta blokade tentunya dipilih oleh
Arab Saudi karena lebih menguntungkan dari kebijakan-kebijakan alternatif lainnya.
Tentunya terdapat cost dan benefit juga dari kebijakan tersebut. Ada beberapa cost
yang harus dibayar oleh Arab Saudi dalam kebijakan blokade terhadap Qatar.
Pertama, berhentinya ekspor dan impor dengan Qatar. Kedua, membuat hubungan
Qatar dengan Iran dan Turki yang merupakan rival Arab Saudi menjadi lebih erat.
Ketiga, respon negatif yang diberikan dari negara lain atas tindakannya memblokade
Qatar.
90
Terdapat beberapa benefit yang didapatkan oleh Arab Saudi dalam kebijakan
blokade terhadap Qatar. Pertama, kerja sama antar negara-negara yang melakukan
blokade semakin erat, terutama dalam bidang ekonomi. Kedua, Arab Saudi kembali
menjadi eksportir utama sekaligus mengambil alih pasar ekspor gas di Mesir dari
Qatar. Ketiga, membuat hubungan Arab Saudi dan Amerika Serikat menjadi semakin
lebih erat dan berimplikasi kepada meningkatnya investasi serta nilai ekspor Arab
Saudi ke Amerika Serikat. Hal tersebutlah yang kemudian membuat Arab Saudi lebih
memilih untuk melakukan blokade terhadap Qatar.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini,
salah satunya dikarenakan keterbatasan data yang penulis hadapi. Tentunya, saran
dan kritik akan selalu penulis terima untuk menambah wawasan keilmuan bagi
penulis. Penulis juga berharap bagi penelitian selanjutnya yang ingin membahas
mengenai kebijakan blokade Arab Saudi terhadap Qatar pada tahun 2017, dapat
melakukan analisis dengan menggunakan unit analisis individu.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making,
(New York : Cambridge University Press, 2010)
Donald E. Nuechterlein, National Interests and Presidential Leadership, (New York :
Routledge, 1978)
John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methodes
Approaches, (California: SAGE Publications, 2009)
Lawrence S Falkowski, Psychological Models in International Politics, (Colorado :
Westview Press, 1974)
Loyd Jensen, Explaining Foreign Policy, (New Jersey : Englewood Cliffs, 1982)
Artikel Jurnal
Abdulaziz M. al-Horr, M.Evren Tok dan Tekla Gagoshidze, 2019, Rethinking Soft
Power in the Post-Blockade Times: The Case of Qatar, Digest of Middle East
Studies, Vol.28, No.2, 329-350.
Benjamin Rhode, 2019, Qatar and its neighbours, Strategic Comments Journal,
Vol.25, No.2, 7-9.
Beverly Milton Edwards, 2020, The Blockade on Qatar: Conflict Management
Failings, Italian Journal of International Affairs, Vol.55, No.2, 1-15.
Broto Wardoyo, 2018, Rivalitas Saudi-Qatar dan Skenario Krisis Teluk, Jurnal
Hubungan Internasional, Vol.7, No.1, 81-94.
xvi
Daniel Moshashai, Andrew M. Leber dan James D. Savage, Saudi Arabia plans for
its economic future: Vision 2030, the National Transformation Plan and Saudi
fiscal reform, British Journal of Middle Eastern Studies, Vol.47, No.3, 381-
401.
Donald E. Nuechterlein, 1976, National Interests and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysis and Decision Making, British Journal of International
Studies, Vol.2, No.3, 246-266.
Fajar Anugrah Tumenggor dan Adil Arifin, 2019, Dampak Kebijakan Embargo
Negara Arab Terhadap Ekonomi Qatar, Politeia: Jurnal Ilmu Politik, Vol. 11,
No.2, 58-64.
Graham T.Allison, 1969, Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis, The
American Political Science Review, Vol.63, No.3, 689-718.
Gwenn Okruhlik & Patrick J. Conge, 1999, The Politics of Border Disputes: On
Arabian Peninsula, International Journal, Vol.54, No.2, 230-248.
Ibrahim Fraihat, 2020, Superpower and Small-State Mediation in the Qatar Gulf
Crisis, The International Spectator Journal, Vol.55, No.2, 79-91.
J E Peterson, 1991, The Arabian in Modern Times: A Historioghraphical Survey, The
American Historical Review Journal, Vol.96, No.5, 1435-1449.
Jonathan Stevenson, 2018, Muhammad bin Salman and the new Saudi Arabia,
Strategic Comments Journal, Vol.24, No.10, 5-7.
Marwan Kabalan, 2018, The Gulf Crisis: The U.S. Factor, Insight Turkey Journal,
Vol.20, No.2, 33-49.
xvii
Miroslav Zafirov, 2017, The Qatar Criris-Why the Blockade Failed, Israel Journal of
Foreign Policy, Vol. 11, No.2, 1-11.
Nabil Sultan, 2013, Al Jazeera: Reflections on the Arab Spring, Journal of Arabian
Studies: Arabia, the Gulf, and the Red Sea, Vol.3, No.2, 249-264.
Nurhafiza, 2019, Kebijakan Arab Saudi Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan
Qatar tahun 2017, Vol.6, No.1,1-17.
Rachel Ehrenfeld, 2011, The Muslim Brotherhood Evolution: An Overview, Journal
of National Committee on American Foreign Policy, Vol.33, No.2, 7, 69-85.
Refk Selmi dan Jamal Bouoiyour, 2020, Arab geopolitics in turmoil: Implications of
Qatar-Gulf crisis for business, International Economics Journal, Vol.161, 1-45.
Sana Abed-Kotob, 1995, The Accommodationists Speak: Goals and Strategies of the
Muslim Brotherhood of Egypt, International Journal of Middle East Studies,
Vol.27, No.3, 321-339.
Sri Wahyuni & Shireen Safa Bawa Baharuddin, 2018, The Impact of the GCC
Boycott On Qatar Foreign Policy, Jurnal Transformasi Global, Vol.4,No.2, 80-
89.
Thomas Demmelhuber, 2019, Playing the Diversity Card: Saudi Arabia’s Foreign
Policy under the Salmans, Italian Journal of International Affairs, Vol.54,
No.4, 109-124.
Yasser El-Shimmy, 2016, The Muslim Brotherhood, Adelphi Series, Vol.55, No.453-
454, 75-104.
xviii
Zhaohui Yu & Yaohong Liu, 2019, Strategic Communications of the Muslim
Brotherhood in Egypt, Asian Journal of Middle Eastern and Islamic Studies,
Vol.13, No.1, 1-17.
Basis Data Online Resmi
Office of the United States Representative, https://ustr.gov/countries-regions/europe-
middle-east/middle-eastnorth-africa/saudi-
arabia#:~:text=U.S.%20foreign%20direct%20investment%20(FDI,in%20the%
20U.S.%20are%20available.
Saudi Arabia Vision 2030, https://vision2030.gov.sa/en/vision/roadmap Diakses pada
28 Juli 2020.
Skripsi
Ahmad Turmudzi, 2019, Analisis Kebijakan Arab Saudi Terkait Blokade Qatar
Ditinjau Dari Perspektif Decision Making.Universitas Islam Indonesia
Rizza Setia Octaviarie, 2019, Alasan Dibalik Kebijakan Pemutusan Hubungan
Diplomatik Oleh Negara Arab Saudi Terhadap Qatar, Universitas Airlangga.
Hamzah Abdurrahman, 2019, Normalisasi Hubungan Qatar dan Saudi Arabia 2017-
2019, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Report Paper dan Working Paper
Abdullah Baabod, 2017, Qatar’s Resilience Strategy and Implications for State-
Society Relations, Istituto Affari Internazionali, 1-28.
KP Fabian, Ginjesh Pant, Gulshan Dietl & Sanjay Singh, 2018, The GCC Crisis: One
Year On, Institute of Peace and Conflict Studies, 1-16.
xix
Laporan Online Resmi
Center for Stretegic&International Studies, 2020, Military Spending: The Other Side
of Saudi Security, https://www.csis.org/analysis/military-spending-other-side-
saudi-security
Norde Trade, Foreign direct investment (FDI) in Saudi Arabia,
https://www.nordeatrade.com/en/explore-new-market/saudi-
arabia/investment#:~:text=The%20United%20Arab%20Emirates%2C%20the,f
ossil%20fuels%2C%20automobiles%20and%20machinery. Diakses pada 3
Agustus 2020.
The Military Balance, 2020, The International Institute for Strategic Studies (IISS)
The Observatory of Economic Complexity, diakses melalui
oec.world/en/profile/country/egy
The Observatory of Economic Complexity, diakses melalui
oec.world/en/profile/country/sau
World Integrated Trade Solution of World Bank,
https://wits.worldbank.org/CountryProfile/en/Country/SAU/Year/2018/TradeFl
ow/Export/Partner/QAT/Product/all-groups Diakses pada 16 Juli 2020.
World Integrated Trade Solution of World Bank,
https://wits.worldbank.org/CountryProfile/en/Country/SAU/Year/2016/TradeFl
ow/EXPIMP Diakses pada 16 Juli 2020.
xx
World Integrated Trade Solution,
wits.worldbank.ord/CountryProfile/en/Country/SAU/Year/2014/2015/2016/20
17/2018/TradeFlow/EXPIMP Diakses pada 28 Juli 2020.
Berita Online
Albawaba, Saudi and Qatar End 35-Year Border Dispute, Sign Accord
https://www.albawaba.com/news/saudi-and-qatar-end-35-year-border-dispute-
sign-accord Diakses pada 27 Juli 2020.
Alia Chughtai, 2020, Understanding the blockade against Qatar
https://www.aljazeera.com/indepth/interactive/2018/05/understanding-
blockade-qatar-180530122209237.html Diakses pada 26 Juli 2020.
Aljazeera, 2018, Qatar: Beyond the Blockade
https://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2018/02/qatar-blockade-
180212075226584.html Diakses pada 15 Juli 2020.
Aljazeera, 2017, What is Muslim Brotherhood?
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/muslim-brotherhood-
explained-170608091709865.html Diakses pada 19 Juli 2020.
Aljazeera, 2018, Qatar: Beyond the Blockade,
https://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2018/02/qatar-blockade-
180212075226584.html Diakses pada 26 Juli 2020.
xxi
Aljazeera, 2018, Qatar: UN report proof Saudi-led blockade illegal,
https://www.aljazeera.com/news/2018/01/qatar-report-proof-saudi-led-
blockade-illegal-180108152547009.html Diakses pada 26 Juli 2020.
Aljazeera, 2017, Timeline of Qatar-GCC disputes from 1991 to 2017
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/timeline-qatar-gcc-
disputes-170605110356982.html Diakses pada 28 Juli 2020.
BBC, 2017, Qatar crisis: What you need to know, https://www.bbc.com/news/world-
middle-east-40173757 Diakses pada 27 Juli 2020.
BBC, 2017, Qatar crisis: Restrictions to continue, Saudi Arabia says
https://www.bbc.com/news/world-middle-east-40510508 Diakses pada 16 Juli
2020
Glen Carey, 2015, The Saudi Town on the Frontline of Yemen’s War,
https://www.bloomberg.com/news/articles/2015-12-21/in-one-saudi-town-
gunfire-all-day-brings-yemen-war-near-home Diakses pada 20 Agustus 2020.
Gulf Times, 2018, UN urged to implement findings on Qatar blockade,
https://www.gulf-times.com/story/580219/UN-urged-to-implement-findings-
on-Qatar-blockade Diakses pada 26 Juli 2020.
Mohamed Taha, 2019, Where next for Egypt’s Muslim Brotherhood after death of
Mohamed Morsi, http://theconversation.com/where-next-for-egypts-muslim-
brotherhood-after-death-of-mohamed-morsi-119134 Diakses pada 31
Desember 2019.
xxii
Mohammaed Al-Sulami, 2020, The Boycott of Qatar
https://www.arabnews.com/node/1660946 Diakses pada 15 Juli 2020.
Muhammad Susilo, 2017, Seabad lalu miskin, bagaimana Qatar bisa jadi salah satu
negara terkaya di dunia? www.bbc.com/indonesia/amp/dunia-40201628
Diakses pada 15 Juli 2020.
Nostalgiawan Wahyudi, 2017, http://ipsk.lipi.go.id/index.php/19-jumpapers/577-lipi-
rilis-hasil-penelitian-tentang-qatar-dan-krisis-diplomatik-di-timur-tengah
Diakses pada 28 September 2020.
Prasanta Kumar Pradhan, 2017, More than a family freud: Arab Gulf unity under
stress, Manohar Parrkirar Institute for Defence Studies and Analyses,
https://idsa.in/idsacomments/more-than-a-family-feud-arab-gulf-unity-under-
stress_pkpradhan_270617 Diakses pada 6 Oktober 2020.
Randeep Ramesh, 2017, The long-running family rivalries behind the Qatar crisis
https://www.theguardian.com/world/2017/jul/21/qatar-crisis-may-be-rooted-in-
old-family-rivalries Diakses pada 16 Juli 2020
Rania Al Hussaini, 2010, Qatar, Iran sign pact to fight crime
https://gulfnews.com/world/gulf/qatar/qatar-iran-sign-pact-to-fight-crime-
1.595312 Diakses pada 20 Juli 2020.
Sabahat Khan, 2019, UAE strengthens economic partnership with Saudi Arabia,
Egypt, https://thearabweekly.com/uae-strengthens-economic-partnership-saudi-
arabia-egypt Diakses pada 3 Agustus 2020.
xxiii
Sami Moubayed, 2019, How Qatar funds Muslim Brotherhood expansion in Europe
https://gulfnews.com/world/gulf/qatar/how-qatar-funds-muslim-brotherhood-
expansion-in-europe-1.63386835 Diakses pada 19 Juli 2020.
Ted Regencia, 2017, Qatar-Gulf rift: The Iran Factor
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/06/qatar-gulf-rift-iran-factor-
170605102522955.html Diakses pada 19 Juli 2020.
Tehran Times, 2010, Iran, Qatar sign defence cooperation agreement
https://www.tehrantimes.com/news/214868/Iran-Qatar-sign-defense-
cooperation-agreement Diakses pada 20 Juli 2020.
The Conversation, 2017, Qatar: Saudi Arabia is taking a chance-and Iran could be
the ultimate winner https://theconversation.com/qatar-saudi-arabia-is-taking-a-
chance-and-iran-could-be-the-ultimate-winner-79478 Diakses pada 26 Juli
2020.
The Economist, 2017, A Family Freud-Saudi Arabia cuts off Qatar,
https://www.economist.com/middle-east-and-africa/2017/06/10/saudi-arabia-
cuts-off-qatar Diakses pada 6 Oktober 2020.
William L. Ochsenwald, 2020, Saudi Arabia
https://www.britannica.com/place/Saudi-Arabia Diakses pada 15 Juli 2020.
xxiv
Lampiran-lampiran
Lampiran 1: Wawancara dengan Dr. Jamal Abdullah
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA SKRIPSI
Narasumber : Dr. Jamal Abdullah
Kapasitas : Senior Research Analyst on Gulf Issues
Keterangan : Wawancara dilakukan secara langsung di FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Waktu : 22 Oktober 2018
Q : In your opinion, what is the real thing that made Qatar being blockade by Saudi
Arabia. Because I see in the news, they said that Qatar has given some helps to the
terrorist group like Al-Qaeda, ISIS and Ikhwanul Muslimin. Do you agree with that
statement or you have your own opinion?
A : Thank you for coming, thank you for asking and my response will not be an
opinion because I’m an academic. My respond will be based on facts and based on
answers, it’s not opinion at all. So, related to the question, what is the real reason
Saudi Arabia, Bahrain, Uni Emirates Arab and Egypt? As you know, Qatar has his
own and independent foreign policy and Qatar is a small states with 11.437 km2.
Qatar as well as other small states in the region, like Bahrain, Kuwait and Oman,
they were actually under the umbrella of Saudi Arabia as Saudi Arabia is the biggest
xxv
country, the biggest system for all the small countries. In 1995, something happened
in the region, something happened in Qatar, a new Emir came to the power and the
new Emir decided to create his own foreign policy which not goes in the same paths
as Saudi Arabia’s. This issues bother Saudi Arabia, so since 1995 until today is about
23 years actually, there are a lot of struggles, problems between Qatar and it’s
neighbour, especially Saudi Arabia. So, what’s happen now, what’s happen last I
mean in June 2017, it’s a kind of accumulate issues. So, Qatar has it’s own foreign
policy. It’s not goes actually in the same paths as Saudi Arabia. The main issue was
the Arab Spring in the end 2010 until beginning 2011, the revolution begun from
Tunisia, to Egypt to Libya to Yaman to Syria. Qatar adopted and supported to have
change to have democracy, to reclaim their own freedom. On the other hand, Saudi
Arabia believes that any changes in the regions will have a kind of impact on the
regime. So, they don’t want to make a change. So, that’s what’s happen. The other
reason of the question, why this kind of crisis starts now? Not in 2 years ago? 3 years
ago? Why now? My response is because in 2015, a new came to the power of the
region and kick Salman, a strong man from Saudi Arabia, he was a ruler of Riyal, a
capital of Saudi Arabia for 40 years, for 4 deacades. He was very strong. So, this is
the main issue, 1. The foreign policy is not the same, 2. Political Islam is not the
same, I mean Qatar supports the election.
Q : Do you think conflict between Saudi Arabia and Qatar can be done? If it can be
done, what is the best way to end the conflict between Saudi Arabia and Qatar?
xxvi
A : So, now no. I don’t think that so. In the beginning of the crisis, I mean in the
Summer of 2017, maybe some experts, some analyst said that time that maybe Qatar
will be attacked by Saudi Arabia. By the way, the leader of Qatar saw what happened
in Kuwait when Saddam Hussein In Irak attacked that country and just in 2 hours
they occupied the Kuwait. Kuwait is the small states, Qatar is the small states. If you
look at the maps, Qatar is located between Iran and Saudi Arabia, like scissors, form
north they have Iran, from South they have Saudi Arabia. So, that’s why in 2003
invited American troops and American soldiers to build the biggest military base in
the Middle East. It contains 11.000 American Soldiers, just 2 days after crisis started.
Qatar hosted a new military base, Turkey military base, almost 5.000 Turkey soldiers.
So, Qatar think that they are a small states that need to be protected by American and
Turkey troops. So, what happened in Saudi Arabia that killing the journalist, Jamal
Kashogigi. So I think, this is very bad for Saudi Arabia and they can do nothing to
Qatar and I think there will be something happen in to the regime of the political
system I the Saudi Arabia. So, I don’t think that the military conflict will take a part
this time.
Q : Thank you fo the answer, Sir.
A : You’re welcome.
xxvii
Lampiran 2: Wawancara dengan Dr. Sya’roni Rofii
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA SKRIPSI
Narasumber : Dr. Sya’roni Rofii
Kapasitas : Kajian Stratejik dan Global, Peneliti Timur Tengah
Keterangan : Wawancara dilakukan secara langsung di UI Salemba
Waktu : 11 Oktober 2018
Q : Penelitian saya mengambil topik mengenai blokade Qatar. Jika saya lihat di
media, salah satu penyebab Qatar diblokade oleh Arab Saudi adalah karena Qatar
telah membantu Ikhwanul Muslimin, bahkan teroris seperti ISIS dan Al-Qaeda.
Pertanyaan saya adalah, apakah Bapak setuju dengan pemberitaan tersebut atau
mungkin apa penyebab yang sebenarnya?
A : Ya, jadi blokade Qatar oleh negara teluk itu sebenarnya skenario Arab Saudi. Jadi
yang bermain disitu Arab Saudi, masuk ke Arab Saudinya disitu ada MBS,
Muhammed Bin Salman. Jadi, Mohammed Bin Salman ini, dia pangeran muda yang
ambisius. Targetnya dia ingin menjadikan Saudi Arabia ini sebagai kekuatan baru di
bidang militer. Selain militer, dia juga mencoba fokus memaksimalkan sektor
ekonomi selain minyak. Jadi, Saudi ini ingin menunjukkan bahwasannya mereka ini
adalah kekuatan dominan di kawasan. Nah, MBS sebagai pribadi juga ingin
menunjukkan ke internal politik bahwasannya meskipun muda, saya ini bisa
xxviii
melakukan hal-hal yang besar. Salah satunya dengan mengucilkan Qatar, ketika
mengucilkan Qatar, Arab Saudi mengajak negara-negara Teluk lainnya. Jadi, negara-
negara di sekitarnya diajak. Itu dikoordinir oleh Arab Saudi, termasuk Mesir juga
diajak, kan gitu. Itu merupakan strategi Arab Saudi, untuk mengucilkan Qatar, itu
pertama. Kemudian yang kedua, Arab Saudi ini internalnya terutama itu sepertinya
tidak suka dengan cara Qatar. Dalam hal ini Al Jazeera memberitakan hal-hal buruk
tentang kerajaan, itu ada faktor pribadi kerajan yang merasa Al Jazeera
mereprentasikan Qatar, ko memberitakan yang buruk tentang saya, juga membahas
demokrasi di Timur Tengah. Jadi, itu salah satu alasan yang membuat Arab Saudi
mengucilkan Qatar. Jadi, yang saya lihat memang pada peristiwa kemarin itu lebih
kepada show a forcenya Arab Saudi di bawah kepemimpinan MBS, show a force
bahwasannya dia serius ingin menjadikan Arab Saudi menjadi kekuatan baru
dibidang militer. Karena selama ini, orang mengerti Arab Saudi itu tempat haji. Nah,
dia ingin menunjukkan Arab Saudi juga merupakan pusat militer dan ekonomi di
kawasan, itu yang terlihat.
Q : I see. Kalau begitu, apakah Bapak melihat ada kemungkinan blokade yang
dilakukan oleh Arab Saudi terhadap Qatar akan dapat menemui titik terang? Dan
apakah ada motif lain dibalik kebijakan blokade Arab Saudi?
A : Pertama, naturenya Qatar ini dia berada di blok Sunni, dia masuk dari bagian
GCC. GCC selama ini, musuh bersamanya itu adalah Iran. Nah, sekarang ketika
dikucilkan, Qatar tentu harus mencari teman, yang tersedia Iran. Kemudian yang
xxix
berikutnya adalah Turki. Embargo yang dilakukan negara-negara Teluk sempat
membuat Qatar kerepotan. Suplai makanan, suplai sembako, akses penerbangan, itu
dibatasi, tapi akhirnya Turki turun sebagai hero. Nah, Turki ingin membantu Qatar
dan mempengaruhi negara-negara termasuk Arab Saudi. Jadi, sampai saat ini
hubungan mereka masih memburuk. Jadi, itu akan kembali baik ketika ada common
interest yang menyatukan, misalkan dalam hal ini kalau Qatar merubah pemberitaan
Al Jazeera mungkin itu bisa membuat Arab Saudi lunak hatinya. Tapi, lagi-lagi kultur
politik Arab ini agak susah berdamai, selalu ada benci, seperti tom and jerry itulah.
Jadi, naturenya Qatar ini bisa bersatu dengan negara-negara Teluk karena sama-sama
Sunni. Jadi, nanti tinggal ini aja sih, isu apa yang membuat mereka bersatu.
Sementara ini kan, masing-masing bermain dengan isu ekonomi. Harapannya kan
ketika Qatar diblokade dia makin lemah. Tapi ternayata, Qatar masih bisa survive.
Lebih dari itu, Qatar juga harus diakui menjadi salah satu pusat ekonomi di kawasan
Timur Tengah. Boleh jadi, Arab Saudi ingin mengambil curuk pasar juga dari
kebijakan blokade tersebut.