sarekat islam di bekasi: perjuangan dalam bidang...
TRANSCRIPT
SAREKAT ISLAM DI BEKASI: PERJUANGAN DALAM
BIDANG EKONOMI DAN KEAGAMAAN
TAHUN 1913-1914 (SEBUAH KAJIAN LOKAL)
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh :
KHOIRUNNISA
NIM: 1111022000009
KONSENTRASI ASIA TENGGARA
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
Jl. lr. H. Juanda No. 95, Ciputat 15412, Jakarta, lndonesia
KEMENTERIANAGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI(UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTAFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
relp. (027) 7443329, Fax. lo27) 7493364
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Khoirunnisa
SURAT PERNYATAAN
:1111022000009
: Sejarah dan Kebudayaan Islam
NIM
Program Studi
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karylr saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan
merupakalreplikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang
lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi
dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi
baru dan kelulusan serta gelamya dibatalkan.
Demikian pemyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari
menj adi tanggungj awab saya.
I 3 .Ianuari 20 16
SAREKAT ISLAM DI BEKASI:PERJUANGAN DALAM BIDANG EKONOMI
DAN KEAGAMAAN TAHUN I9I3-I9I4(SEBUAH KAJIAN LOKAL)
SKRIPSl
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
KIIOIRUIINISANIM: 1r11022000009
P:,,bimbih
f,"'Imart'rnalia. M. Hunr
NIP : 19730208 199803 2 001
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1437 W20[6IN{
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skipsi yang berjudul SAREKAT ISLAM DI BEKASI: PERJUANGAN
DALAM BIDANG EKONOMI DAN KEAGAMAAN TAHI.]N 1913-1914
(SEBUAH KAJIAN LOKAL), telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah
Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, pada tanggal2l Januari 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) pada Program Studi
Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Jakartao 2l Januari 201 6
Sidang Munaqasyah
NIP. 19690724 199703 1 001
Anggota,
Penguji II,
Prof. Dr.M, Dien MqdiidNIP. 19490706 197109 1 001
/0( /vY^
Dr. Parlindunsan Siresar. M. As.NIP. 19590115. 199403 t OO2
Pembimbing,
,^^"d-n^t
50417 200s01 2 007
Penguj i I,
NIP. 19730208 199803 2 001
iv
ABSTRAK
Khoirunnis
Sarekat Islam di Bekasi: Perjuangan dalam Bidang Ekonomi dan
Keagamaan Tahun 1913-1914 (Sebuah Kajian Lokal)
Sarekat Dagang Islam oleh H. Samanhoedi didirikan tahun 1912, maksud
awal didirikan gerakan nasional ini adalah atas dasar agama dan persaingan
dagang. H.O.S Tjokroaminoto mengusulkan kepada H. Samanhoedi agar
organisasi ini tidak hanya pada golongan pedagang muslim saja akan tetapi untuk
umat Islam secara umum, maka digantilah nama Sarekat Dagang Islam menjadi
Sarekat Islam (SI). SI mengalami perkembangan dan penyebaran yang sangat
pesat dan demikian hebat yang tidak terimbangi oleh organisasi pergerakan yang
muncul pada masa itu. Distrik Bekasi merupakan daerah agraris yang termasuk
dalam Regentschap Meester Cornelis (Kabupaten Jatinegara), Bekasi masa itu,
dikenal sebagai wilayah pertanian yang sangat subur jadi tidak mengherankan bila
anggota SI di Bekasi didominasi oleh buruh petani. Akan tetapi adanya sistem
tanah partikelir menyebabkan kemiskinan dan kemelaratan bagi penduduk
pribumi Bekasi. Kemunculan SI ditandai dengan komitmennya yang kuat pada
rakyat kecil dan golongan pedagang pribumi. SI muncul di Bekasi pada Mei 1913,
seperti hanlnya Anggaran Dasar SI pada umumnya, kedatangan SI di Bekasi
membawa tujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dan memperjuangkan hak-
hak pribumi dengan cara perbaikan ekonomi, pendidikan, dan meningkatkan
kehidupan beragama di kalangan anggota SI di Bekasi. Sejak awal
kemunculannya, SI telah menjadi wadah penggerak masyarakat pribumi Distrik
Bekasi dalam upaya penentangan berbagai penindasan serta upaya perbaikan
kualitas hidup masyarakat Bekasi dalam bidang ekonomi, dan keagamaan.
Mereka berharap dengan adanya SI, harapan mereka agar mereka tidak lagi
menjadi kaum nomer tiga di negerinya sendiri dapat tercapai. Akan tetapi masa-
masa kejayaan organisasi ini di Bekasi tidak berlangsung lama, pada awalnya SI
berhasil memperbaiki perekonomian masyarakat khususnya petani Bekasi dengan
melakukan tuntutan kenaikan upah dan pembentukan warung koperasi. Akan
tetapi hingga pada tahun 1914, masalah-masalah mulai muncul dalam organisasi
ini, koperasi yang didirikan mengalami kebangkrutan akibat korupsi yang
dilakukan oleh ketua perkumpulan tersebut yang bernama Haji Abdurrachman.
Penelitian ini ingin menjelaskan lebih dalam bagaimana SI memperjuangkan hak-
hak serta meningkatkan kualitas kehidupan pribumi Bekasi khususnya dalam
bidang ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Penelitian ini menggunakan metode
historis yang bersifat deskriftif analitis. Tahapan yang di tempuh dalam penelitian
ini terdapat 4 tahapan, di antaranya: heuristik, verifikasi, interpretasi dan
historiografi.
Kata Kunci : Sarekat Islam, Distrik Bekasi, Perjuangan, 1913-1914
v
KATA PENGANTAR
Pada abad ke-20 dibuatnya kebijakan politik etis untuk membayar hutang
budi kepada penduduk pribumi atas diterapkannya politik tanam paksa.
Kebangkitan nasional dimulai pada masa itu di Indonesia, di mana pada tahun
1912 muncullah nama Sarekat Islam yang dalam waktu singkat, berhasil
memperluas pengaruhnya dan merekrut banyak sekali anggota karena kegiatan
yang jauh lebih banyak daripada kegiatan organisasi pergerakan lainnya pada
masa itu. Selain itu SI berjuang untuk melepaskan masyarakat pribumi dari
tekanan yang dilakukan pemerintah Hindia-Belanda dengan melakukan perbaikan
dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan keagamaan. Khususnya di Distrik
Bekasi, dari beberapa daerah Residen Batavia, Bekasi adalah daerah yang paling
bayak memiliki anggota SI. Di Bekasi, SI muncul pada bulan Maret tahun 1913,
pada masa itu Bekasi daerah yang terdiri atas tanah-tanah partikelir yang dikuasai
oleh tuan tanah beretnis China. Dengan hadirnya SI di Bekasi, SI telah menjadi
wadah penggerak masyarakat pribumi Distrik Bekasi dalam upaya penentangan
berbagai penindasan. Masyarakat Distrik Bekasi yang mengharapkan perbaikan
nasib, berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi anggota SI. Eksistensi SI
di Bekasi pun menimbulkan pertentangan dari para pihak yang merasa dirugikan
oleh keberadaan organisasi ini. Untuk melemahkan pengaruh organisasi ini,
pemerintaha Bekasi mengganti nama “Sarekat Islam” di Bekasi menjadi
“Djoemiatoel Islamijah” (DI). Bisa dikatakan masa awal kedatangan SI di Bekasi
adalah masa kejayaan organisasi tersebut di daerah ini, akan tetapi popularitas SI
di Distrik Bekasi tidak berumur panjang, karena banyaknya masalah-masalah
yang terjadi dalam organisasi ini.
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Yang Maha
pengasih, atas rahmat dan seizinNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini dengan judul Perjuangan Sarekat Islam dalam Membela
Rakyat Kecil di Bekasi Tahun 1913-1914. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada bagianda nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya,
dan umatnya.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya tidak sedikit kesulitan dan
hambatan yang penulis alami dan hadapi. Baik menyangkut pengumpulan data
dan sumber, masalah pengaturan waktu, biaya dan sebaginya. Akan tetapi dengan
semangat dan keteguhan hati untuk berusaha keras serta dorongan dan bantuan
yang datang dari berbagai pihak. Dapat meringankan kesulitan tersebut sehingga
dapat memperlancar menyelesaikan skripsi ini. Oleh karenanya penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak H. Nurhasan, M.A, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah membantu
kelancaran studi penulis.
3. Ibu Imas Emalia, M. Hum selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah
meluangkan waktu untuk membantu, membimbing, dan memberikan ilmu
vii
yang bermanfaat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian
ini.
4. Bapak Prof. Dr. M. Dien Madjid dan Bapak Dr. Parlindungan Siregar,
M.Ag. yang telah berkenan untuk menguji penulis pada sidang munaqasyah.
5. Ibu Hj. Tati Hartimah, M.A, selaku dosen Penasehat Akademik.
6. Bapak Dr.H. Abd Choir, yang telah berbaik hati meluangkan waktunya
untuk membantu penulis menerjemahkan Arsip berbahasa Belanda yang
penulis pakai sebagai sumber primer.
7. Bapak/Ibu Seluruh dosen Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang
memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya, untuk pengembangan
keilmuan penulis.
8. Seluruh staff dan pegawai Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora, dan Perpustakaan Daerah Kota Bekasi, serta seluruh staff dan
pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia, atas bantuannya dalam
mencarikan sumber-sumber primer dan sekunder terkait Sarekat Islam
Bekasi.
9. Untuk kedua orang tua penulis, ayah Hamim Maulana dan umi Kholipah
yang selalu memberikan perhatian, kasihsayang, dan selalu mendoakan serta
mendukung penulis baik secara moril maupun materil sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi dengan baik, sehingga penulis dapat termotivasi
dan dapat menyelesaikan Skripsi dengan baik.
viii
10. Adik-adik penulis, Fathan, Miftah, Nabila, dan Natisa yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
11. Sahabat-sahabatku tersayang Eva Khofifah, Hammatun Ahlazzikriyah, Siti
Nur Azizah, Wira Kurnia, terimakasih atas segalanya, terimakasih karena
selalu menemani dan selalu ada untukku.
12. Teman-teman seperjuanganku SKI 2011 yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis.
Semoga jasa-jasa mereka mendapatkan balasan dan keberkahan dari Allah
SWT, AmiinYaaRobbal’alamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat
penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan kepadanya.
Jakarta, 16 Desember 2014
Khoirunnisa
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 10
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 11
D. Metode Penulisan ................................................................ 12
E. Tinjauan Pustaka ................................................................. 14
F. Landasan Teori ..................................................................... 16
G. Sistematika Penulisan ........................................................... 17
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BEKASI PADA TAHUN
1913-1914
A. Letak Geografis dan Keadaan Alam ...................................... 19
B. Kondisi Budaya dan Keagamaan Masyarakat di
Distrik Bekasi ........................................................................ 25
1. Kondisi Budaya Masyarakat Bekasi ................................. 25
2. Kondisi Keagamaan Masyarakat Bekasi ........................... 28
C. Kondisi Ekonomi ................................................................... 32
D. Kondisi Politik ....................................................................... 34
x
BAB III KEDATANGAN DAN BERKEMBANGNYA SAREKAT
ISLAM DI BEKASI
A. Sejarah Singkat Berdiri dan Berkembangnya Sarekat
Islam di Hindia Belanda ......................................................... 39
B. Berdiri dan Berkembangnya Sarekat Islam di Bekasi ........... 46
C. Respon Pemerintah Bekasi Terhadap Sarekat Islam Bekasi . 53
1. Residen Meester Cornelis ................................................. 54
2. Wedana Bekasi .................................................................. 58
BAB IV PERJUANGAN SAREKAT ISLAM DI BEKASI TAHUN
1913-1914
A. Perjuangan Sarekat Islam Bekasi dalam Perekonomian
Masyarakat Bekasi ............................................................... 66
B. Sarekat Islam Membawa Pembaharuan Islam di Bekasi ..... 77
C. Sarekat Islam Menghadapi Persaingan Etnis ...................... 83
BAB V KESIMPULAN ........................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 96
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awal abad ke-20, muncul kesadaran pemikiran bangsa kolonial
Belanda bahwa pemerintah kolonial Belanda memegang tanggung jawab terhadap
kesejahteraan penduduk pribumi untuk membayar hutang budi kepada penduduk
pribumi atas diterapkannya politik tanam paksa yang telah sangat menyiksa dan
menyengsarakan kehidupan penduduk pribumi, atas pemikiran itu, pemerintah
kolonial membuat suatu kebijakan yang dinamai kebijakan politik etis. Van de
Vender (1899) adalah orang yang berjasa dalam mengemukakan kebijakan politik
etis ini secara resmi. Kebijakan-kebijakan yang terdapat dalam politik etis seperti
diadakannya sistem irigasi, emigrasi dan edukasi telah memberikan perubahan
yang cukup besar bagi bangsa Indonesia.1
Edukasi atau pendidikan adalah salah satu kebijakan dari politik etis yang
membawa perubahan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia.Walaupun tujuan di
buatnya politik etis adalah untuk mencerdaskan dan menyejahteraan masyarakat
akan tetapi disamping itu juga bertujuan untuk mengisi kekurangan tenaga
administrasi lokal dalam pemerintahan Hindia Belanda, namun tidak bisa
dipungkiri dengan diterapkannya pendidikan sistem Barat ini, mulai menghasilkan
para tokoh terpelajar dari kalangan pribumi. Kaum terpelajar yang peduli dengan
nasib bangsanya ini telah berhasil membuat suatu perubahan baru bagi perjuangan
1Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
V, Jakarta: BP Balai Pustaka, 1984. Hlm 21-22
2
bangsa pribumi, salah satunya dengan cara mendirikan organisasi pergerakan.
Pada tahun-tahun itu bisa dikatakan sebagai era di mana dimulainya kebangkitan
nasional di Indonesia. Diawali dengan berdirinya Boedi Oetomo (BO) pada tahun
1908, disusul oleh Indische Partij (IP) pada tahun 1911, setelah itu Sarekat Islam
(SI) pada tahun 1912 dan Indische Social Democratische Vereninging (ISDV)
pada tahun1914. Dari keempat organisasi pergerakan nasional tersebut, hanya
Sarekat Islam-lah satu-satunya pergerakan yang memakai ideologi Islam.
Perbedaan yang mencolok antara SI dengan organisasi-organisasi tersebut selain
ideologinya, adalah kegiatan yang dimiliki SI yang jauh lebih banyak daripada
kegiatan organisasi pergerakan yang lain. Selain memfokuskan kagiatan dalam
bidang perdagangan, SI juga mencita-citakan perbaikan pendidikan. Di samping
itu perkumpulan ini juga masih melakukan usaha di sejumlah bidang lain yang
hampir tidak ditempuh oleh organisasi lain pada masa itu.2
Berawal dari organisasi China-Jawa yang bernama Kong Sing, H.
Samanhoedi bersama H. Bakri serta diikuti oleh yang lainnya, memutuskan untuk
menjadi anggota perkumpulan ini. Perkumpulan ini memiliki tujuan untuk saling
memberikan bantuan dalam peristiwa kematian dan kelahiran. Akan tetapi dalam
organisasi ini, etnis China menjadi lebih dominan dan memberikan perlakuan
buruk terhadap anggota etnis Jawa. Oleh sebab itu H.Samanhodi beserta anggota
Kong Sing beretnis Jawa memutuskan untuk meninggalkan organisasi ini dan
mendirikan organisasi yang mereka namakan Rekso Rumekso yang dari
perkumpulan ini munculah SI. Dengan keluarnya anggota Jawa, hal itu
2A.P..E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, (Jakatra: PT. Grafitipers, 1985).
Hlm 7
3
menyebabkan Kong Sing mengalami kemunduran sehingga para anggota etnis
China melakukan penyerangan terhadap Rekso Rumekso.3 Dalam peristiwa
tersebut, orang-orang mengaitkan perkumpulan ini adalah bagian dari
perkumpulan Dagang Sarekat Islamiyah yang didirikan oleh Tirtoadisorjo di
Bogor.4
Keterangan lain menjelaskan bahwa awal terbentuknya gerakan ini
disebabkan adanya konflik dan persaingan dagang antara pedagang pribumi
Hindia Belanda dengan pedagang etnis Tionghoa. Dalam tulisannya J.S Furnivall
mengatakan bahwa pada tahun 1892 di Surakarta telah terjadi pergantian
perdagangan kain lokal dengan kain import. Oleh sebab itu para pengusaha batik
pribumi harus membeli kain import dari pedagang Tionghoa, hal tersebut
mengakibatkan seluruh perdagangan batik beralih ke tangan para pengusaha
China. Oleh karena itu rakyat pribumi Surakarta membutuhkan organisasi yang
dapat menopang kepentingan ekonomi mereka. Walaupun bersifat ekonomis dan
sosial, namun unsur politik juga tidak dapat dipungkiri dalam perkembangan
organisasi ini. Munculnya organisasi ini juga merupakan isyarat bahwa telah tiba
waktunya bagi kaum muslim pribumi untuk menunjukkan kekuatan mereka.5
H.O.S Tjokroaminoto yang merupakan seorang pedagang sekaligus
anggota SDI asal Surabaya, adalah orang yang mengusulkan kepada
3A.P..E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 18
4Tirtoadisoerjo memiliki peranan penting dalam pembentukan SI, Beliau adalah
pengusaha sekaligus pemimpin redaksi harian Medan Prijaji. Pada tahun 1910 ia mendirikan
perusahaan Dagang Sarekat Islamiyah di Bogor Tirtoadisoerjo pun Berkenalan dengan H.
Samanhoedi. Nama Sarekat Dagang Islam bisa jadi diambil dari nama usaha dagang yang
didirikannya ( A.P.E Konver dalam Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil). Hlm 12-13 5Dwi Ratna Nurhajarini, Dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, (Jakarta:
Department Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1999). Hlm 172
4
H.Samanhoedi agar organisasi pergerakan ini tidak hanya pada golongan
pedagang muslim saja akan tetapi dikhususkan untuk umat Islam secara umum,
usulan tersebut pun diterima dan digantilah nama “Sarekat Dagang Islam”
menjadi “Sarekat Islam”. Maka dikukuhkanlah nama “Sarekat Islam” melalui akta
notaris pada tanggal 10 September 1912.6
SI muncul di tengah-tengah masyarakat pribumi dengan komitmennya
yang kuat terhadap rakyat kecil dan golongan pedagang, organisasi ini berjuang
keras untuk meningkatkan taraf perekonomian anggotanya. Selain itu mereka juga
berjuang untuk terlepas dari tekanan yang dilakukan pemerintah Hindia-Belanda.7
Rakyat pribumi pada masa itu menempati tingkatan terendah dalam sistem
kemasyarakatan Hindia-Belanda. Oleh karena itu dalam anggaran dasarnya, SI
berusaha untuk mengembangkan jiwa berdagang dan semua yang dapat
mempercepat naiknya derajat kaum peribumi muslim serta menentang pendapat-
pendapat yang keliru tentang agama Islam. Agama Islam telah menjadi dasar yang
kuat bagi pergerakan organisasi ini, agama Islam oleh SI dijadikan sebagai alat
pengikat sosial politik yang membedakan bangsa Indonesia dengan bukan bangsa
Indonesia. 8
Menyatukan puluhan juta rakyat pribumi ke dalam satu tujuan
sehingga meningkatkan nasionalisme dan cinta tanah air. Karena tidak dapat
dipungkiri bahwa agama mampu mempersatukan masyarakat pribumi dari
berbagai etnis dan golongan,9 sehingga dengan sendirinya mereka saling
bekerjasama dalam memperkuat gerakan ekonomi serta tindakan-tidakannya
6M.A Ghani, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1984). Hlm 6 7Dwi Ratna Nurhajarini, Dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Hlm 173
8A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65
9 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65-66
5
dalam menghadapi serangan perekonomian bangsa pendatang khususnya etnis
China yang memiliki modal besar.10
SI berjuang untuk mencapai kemajuan rakyat
yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan dan tolong menolong diantara
semua kaum muslimin sehingga masyarakat pribumi dapat melepaskan diri dari
tekanan yang dilakukan pemerintah Hindia-Belanda maupun etnis China,
perjuangan tersebut dilakukan berdasarkan anggaran dasar organisasi tersebut
yaitu dengan melakukan perbaikan dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan
keagamaan, serta meniadakan keluhan.
Dari beberapa organisasi pergerakan yang timbul pada awal masa modern
di Indonesia bisa dikatakan, hanya SI organisasi yang bersifat fleksibel, kegiatan
SI untuk memperbaiki dan memajukan kedudukan pribumi Hindia Belanda, dapat
dibagi ke dalam beberapa katagori berikut. Pertama, kegiatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan para anggota khususnya dalam bidang
ekonomi dan pendidikan seperti peningkatan pendapatan ekonomi anggota dengan
cara kegiatan pembukaan toko-toko koperasi serta membangun sekolah-sekolah
SI. Kedua, meniadakan keluhan dengan cara menampung keluhan-keluhan rakyat
kecil yang selanjutnya mereka teruskan kepada pemerintah Hindia Belanda
dengan harapan bahwa dengan cara ini masalah-masalah yang dialami rakyat
ditemukan penyelesaiannya. Ketiga, melakukan perbaikan dalam bidang ekonomi
dan keuangan anggotanya. Selain itu, dalam bidang sosial, mereka memberikan
10
Dwi Ratna Nurhajarini, Dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Hlm 174
6
bantuan kepada para anggotanya dalam menghadapi berbagai macam kriminalitas
pada peristiwa seperti kematian.11
Dalam waktu singkat organisasi pergerakan ini berhasil memperluas
cabang-cabang dan merekrut anggota dari berbagai kalangan di Pulau Jawa,
Kalimantan Tengah, Sumatera, Sulawesi, hingga pelosok daerah pedalaman di
negri ini. Salah satu daerah otonom di Residen Batavia dan Regentschap Meester
Cornelis yaitu Bekasi, merupakan cabang yang paling banyak memiliki anggota.
Di Distrik Bekasi sendiri, SI muncul pada bulan Mei tahun 1913, pada masa itu
Distrik Bekasi dikenal sebagai wilayah agraris yang sangat subur yang terdiri dari
tanah-tanah partikelir, di mana sistem kepemilikan tanahnya dikuasai oleh tuan
tanah yang dikenal sebagai kaum partikelir. Para tuan tanah ini kebanyakan terdiri
dari kaum saudagar Eropa dan para pengusaha China.12
Wilayahnya yang subur dengan berlimpahnya hasil panen, tidak membuat
masyarakatnya hidup dengan layak dan berkecukupan karena adanya sistem tanah
partikelir dan kewajiban pajak hasil panen yang dibebankan kepada mereka
membuat mereka mengalami kemiskinan dan kemelaratan. Oleh karena itu
mereka membutuhkan sebuah wadah yang dapat menampung segala keluh kesah
yang mereka rasakan. Melihat hal tersebut, SI pun berupaya membantu mereka
untuk terlepas dari jeratan kemiskinan dan kemelaratan dengan melakuka
perbaikan kehidupan masyarakat pribumi Bekasi sesuai dengan Anggaran Dasar
organisasi tersebut, yaitu untuk meningkatkan taraf kehidupan dan
memperjuangkan hak-hak pribumi Bekasi dengan cara perbaikan ekonomi,
11
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 8 12
Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, (Bekasi: Badan Pemberdaya
Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2006) hlm 17
7
pendidikan dan meningkatkan kehidupan beragama di kalangan anggota di
Bekasi. akan tetapi dalam hal pendidikan, kehidupan pendidikan di Bekasi pada
saat itu memang sangat terbelakang, SI pun tidak terlalu memfokuskan pada
bidang ini, hal itu sangat disayangkan mengingat sebab munculnya organisasi
pergerakan rakyat muncul karena adanya kebijakan edukasi pada politik etis.
Melakukan kerusuhan, protes dan pemogokan kerja adalah cara yang paling
sering dilakukan oleh para propagandis dan anggota SI Bekasi. SI Bekasi tidak
segan-segan melakukannya dengan kekerasa, boikot dan paksaan untuk
melakukan tekanan terhadap orang sekampung yang belum menjadi anggota SI
sebagai upaya memperluas pengaruh dan memperbanyak anggota SI di Bekasi.
Sebagai contoh para anggota SI menolak menghadiri keduri pada orang yang
bukan anggota SI dan menolak untuk memandikan jenazah di rumah mereka.13
SI
pun melakukan pemaksaan kedapa penduduk yang bukan anggota SI dikarenakan
mereka berpendapat jika semakin banyak penduduk Bekasi yang menjadi anggota
SI maka keinginan mereka agar masyarakat pribumi dapat hidup lebih sejahtera
dan tidak lagi di bawah penindasan serta tekanan pemerintah kolonial dan para
tuan tanah China akan lebih cepat terlaksana.
Walapun terkesan perjuangan SI lebih banyak dengan melakukan protes,
boikot dan kerusuhan, akan tetapi sepertihalnya perjuangan SI di daerah-daerah
lalin, SI di Bekasi juga melakukan perjuangan sesuai anggaran dasar organisasi ini
seperti mendirikan sebuah koperasi dan melakukan penuntutan kenaikan upah
buruh tani sebagai usaha peningkatan perekonomian rakyat Bekasi. Bagi sebagian
13
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil? . Hlm 132
8
besar masyarakat Bekasi khususnya para petani, kehadiran SI bagaikan oasis di
padang pasir. Dengan hadirnya SI mereka seperti mendapat teman baik yang bisa
membantu mereka menampung segala keluh-kesah yang meraka hadapi. Sejak
awal kedatangan SI di Bekasi, SI telah menjadi wadah penggerak berbagai protes
yang dilakukan masyarakat pribumi Distrik Bekasi sebagai upaya penentangan
berbagai penindasan yang mereka alami. Melalui SI, mereka menuntut adanya
keadilan dalam sistem pengupahan dan perlakuan yang lebih baik bagi para petani
dimana pada saat itu upah yang didapatkan para buru tani sangat rendah dan tidak
sesuai dengan tenaga yang telah banyak mereka keluarkan, dengan rendahnya
upah tersebut para tani sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok yang
harganya semakin naik.
Masyarakat Distrik Bekasi yang mengharapkan perbaikan nasib,
berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi anggota SI, di antara mereka
yang mendaftar sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani, pedagang, guru gaji,
para tokoh agama, dan pejabat yang dipecat oleh pemerintah Hindia Belanda.14
Kepopuleran SI di Bekasi tidak luput dari jasa Raden Danoemihardjo, yang
merupakan wakil presiden SI Cabang Meester Cornelis yang sehari-harinya
berpofesi sebagai kepala sekolah, satu lagi nama yang berjasa yaitu Djapan,
seorang mantan mandor Kampung Setu, mereka selalu menyiarkan kehebatan SI
hingga ke pelosok kampung di Bekasi.
Eksistensi SI di Bekasi pun menimbulkan pertentangan dari para pihak
yang merasa dirugikan oleh keberadaan organisasi ini. Untuk melemahkan
14
Harun Alrasyid, dkk, Sejarah Bekasi dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan,
(Bekasi: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2002). Hlm 31.
9
pengaruh organisasi ini, para pejabat kewedanaan Bekasi dan tuan tanah meminta
kepada pemerintaha daerah untuk mengganti nama “Sarekat Islam” di Bekasi
menjadi “Djoemiatoel Islamijah” (DI). Dan untuk mengimbagi organisasi ini,
pihak-pihak yang merasa dirugikan kepentingannya oleh SI Bekasi terutama
paratuan tanah China, mendirikan organisasi tandingan bernama “Kong Djie Hin”
(KDH).15
KDH sendiri merupakan perkumpulan yang didirikan pada bulan
Agustus 1913, anggota dari perkumpulan ini terdiri dari para pengusaha, tuan
tanah China, Wedana Bekasi, hingga para petani yang merasa dirugikan oleh
tindakan para anggota SI Bekasi. Pada dasarnya KDH merupakan perkumpulan
kematian yang anggotanya terdiri dari etnis China dan pribumi, organisasi ini
bertujuan untuk memberikan pertolongan berupa bantuan keuangan kepada
keluarga atau ahli waris yang ditinggalkan oleh almarhum. Akan tetapi dengan
munculnya SI sebagai saingan mereka, memunculkan tujuan lain dalam organisasi
ini yaitu untuk menjatuhkan SI di Bekasi. Setelah pembentukan KDH,
permusuhan antar penduduk semankin meruncing, banyaknya perlawanan yang
dilakukan SI membuat para pengikut KDH merahasiakan keikutsertaan mereka
dalam organisasi itu, para anggota KDH lebih banyak bergerak secara sembunyi-
sembunyi sedangkan sebaliknya kegiatan SI dilakukan secara terang-terangan.16
Bisa dikatakan masa awal kedatangan SI di Distrik Bekasi adalah masa
kejayaan organisasi tersebut di daerah ini, akan tetapi populeritas SI di Distrik
Bekasi tidak berumur panjang, ada beberapa faktor internal maupun eksternal
15
Harun Alrasyid, dkk, Sejarah Bekasi dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan.
Hlm 22. 16
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (terjemahan Arsip Sarekat Islam
Lokal), Yogyakarta: Gadjah mada University press, 1979. Hlm 50-52
10
yang menjadi penyebab organisasi ini mulai meredup yaitu ketidak mampuan para
pemimpinnya untuk mempertahankan dan mengarahkan pergerakan organisasi ini
yang cepat, ikut campurnya pemerintah Hindia Belanda dan para tuan tanah
Tionghoa dalam kepemimpinan SI dan merubah sebagian besar pengurusnya
dengan orang-orang pilihan pemerintah, juga memiliki pengaruh yang besar
penyebab mulai terpuruknya organisasi ini. Selain itu terdapat pula kebobrokan
akhlak dari pemimpinnya yang melakukan korupsi pun menjadi faktor internal
organisasi ini. Pada tahun 1942, peranan SI di Bekasi pun mulai meredup seiring
dengan meredupnya sentral SI dikarenakan mulai munculnya organisasi
kemasyarakatan di Bekasi seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Gerakan
Rakyat Indonesia (Gerindo), Pasundan, Partai Indonesia Raya (Parindra).
Terjadinya pergantian dari SI menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) pada
tahun 1942 pun menjadi penyebab berakhirnya pengaruh organisasi pergerakan SI
di Bekasi. 17
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan yang akan dikaji dalam
penulisan ini, maka penulis memberikan batasan masalah dengan menyesuaikan
judul yang penulis ambil yaitu “Perjuangan Sarekat Islam Bekasi dalam Bidang
Perekonomian, dan Keagamaan pada Tahun 1913-1914”.
Dari uraian pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
17
Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, hlm 21-23.
11
1. Bagaimana keadaan sosial, kebudayaan, keagamaan, politik dan
perekonomian masyarakat Bekasi pada tahun 1913-1914?
2. Bagaimana datang dan berkembangnya SI di Bekasi?
3. Bagaimana perjuangan SI Bekasi dalam bidang perekonomian maupun
keagamaan di Bekasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Dalam menulis karya ini, penulis memiliki tujuan yaitu untuk
mengetahui bagaimana sejarah masuk dan perkembangan SI di Bekasi,
mengetahui perjuangan para tokoh dan anggota SI Bekasi untuk meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat Bekasi. Mengetahui eksistensi SI dalam bidang
perekonomian, dan pendidikan sekalipun menghadapi persaingan etnis
khususnya dengan etnis China.
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah dengan adanya penulisan ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang
Sejarah Kebudayaan Islam khususnya tema pergerakan nasional di Indonesia
yang berideologi Islam. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan informasi
dan pengetahuan tentang gambaran perkembangan SI di Bekasi dan
kontribusinya terhadap perkembangan perekonomian, pendidikian serta
keagamaan masyarakat Bekasi pada awal kedatangannya hingga tahun 1942.
12
D. Metode Penulisan
Penulisan ini merupakan penelitian sejarah tentang SI di Bekasi pada
tahun 1913-1914. Oleh karena itu dalam melakukan penulisan ini, penulis akan
menggunakan dan mengikuti aturan-aturan dalam metodelogi penulisan. Metode
penulisan sejarah menggunakan empat tahapan yaitu, heuristik, verifikasi,
interpretasi dan yang terakhir adalah historiografi.
Dalam melakukan penulisan ini, yang pertamakali penulis lakukan adalah
melakukan teknik heuristik yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan
pencarian dan pengumpulan sumber-sumber tentang SI. Penulis melakukan
pencarian-pencarian sumber di beberapa tempat, di antaranya pencarian sumber di
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Di sini penulis mendapatkan
beberapa arsip berbahasa Belanda yang telah dibukukan yang dapat dijadika
sumber primer untuk penulisan ini di antaranya Penerbitan Sumber-Sumber
Sejarah No. 7, Sarekat Islam Lokal, penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 8,
Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Barat), serta Memori Serah Jabatan
1931-1940 (Jawa Barat), yang diterbitkan oleh ANRI di Jakarta pada tahun 1976.
Selanjutnya penulis juga melakukan penelitian pustaka di beberapa perpustakaan,
antara lain Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), di sini penulis
menemukan beberapa buku langka dan terbitan lama yang di dalamnya membahas
sedikit tentang SI di Bekasi dan keadaan Bekasi pada awal abad ke-20, seperti
Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia, Nana Suparman, Almanak Bekasi,
Mengenal Bekasi Kota Patriot, J. Tideman, “Penduduk kabupaten-kabupaten
Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di
13
Indonesia, serta beberapa surat kabar dan majalah seperti Bataviasch Nieuwsblad,
Lembaran Sedjarah, Pandjaran Warta, dan Perniagaan. Penulis juga mendapatkan
beberapa sumber sekunder berupa buku-buku di beberapa perpustakaan seperti
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN), buku-buku yang
penulis dapat di perpustakaan ini adalah Muhammad Abdul Ghani, Cita Dasar
dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi
Untuk, A.N Firdaus, Syarikat Islam Bukan Budi utomo: Menelusuri Sejarah
Pergerakan Bangsa, Sejarah Pergerakan Nasional: dari Budi Utomo Sampai
Proklamasi 1900-1945, dan lain-lain. Perpustakaan Universitas Indonesia (UI)
diantaranya A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?,dan Ali Anwar,
Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di
Tanah Partikelir, di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora penulis
menemukan buku Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto,
Sejarah Nasional Indonesia V, Perpustakaan Daerah Kota Bekasi, di sini penulis
mendapatkan beberapa buku terkait tentang sejarah dan kebudayaan kota Bekasi
yang diterbitkan oleh pemda kota Bekasi seperti Andi Sopandi, Sejarah dan
Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya
Masyarakat Bekasi, Harun Alrasyid, dkk, Bekasi Dari Masa ke Masa dan Sejarah
Bekasi Dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan, selain itu ada beberapa
buku yang penulis dapatkan dari koleksi buku millik pribadi penulis dan beberapa
buku milik teman.
Dikarenakan dalam penulisan ini menggunakan sumber primer berupa
arsip yang dikeluarkan pada masa Hindia Belanda yang sebagian besar
14
menggunakan bahasa Belanda lama, maka sebelum menganalisis atau melakukan
kritik sumber, penulis melakukan penerjemahan arsip bahasa Belanda tersebut ke
dalam bahasa Indonesia, setelah mendapatkan terjemahan dari arsip-arsip tersebut
maka penulis lanjutkan dengan melakukan analisis sumber. Dari beberapa sumber
yang telah penulis temukan, selanjutnya penulis memilah dan memilih serta
mengkritisi sumber-sumber yang behasil penulis dapatkan tersebut sehingga
penulis dapat menggolongkan sumber-sumber tersebut antara sumber primer dan
sekunder. Selanjutnya penulis melakukan penganalisaan sejarah karena sumber
primer dari penulisan ini sebagian besar menggunakan arsip yang ditulis oleh
orang berkebangsaan Eropa, oleh karena itu penulis melakukan penganalisaan
sejarah agar tidak terkesan memihak salah satu sudut pandang. Tahap terakhir
penulis melakukan penulisan sejarah (historiografi) dalam bentuk skripsi sejarah.
E. Tinjauan Pustaka
Tidak dapat dipungkiri bahwa SI memberikan sumbangsih sejarah yang
besar bagi Indonesia, penilitian sejarah tentang SI pun telah banyak dilakukan
akan tetapi hanya sedikit yang membahas tentang sejarah SI lokal. Oleh karena
itu, penelitian ini memfokuskan pada pengaruh SI dalam memperjuangkan
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Bekasi. Dalam penulisan ini, penulis
menemukan beberapa sumber dengan melakukan penelitian pustaka (searching
library) di beberapa perpustakaan, dari situ penulis mendapatkan dua karya
penulisan yang penulis pakai untuk tinjauan pustaka dalam penulisan ini, yaitu:
15
Pertama adalah buku karya oleh A.P.E Korver, dengan judul “Sarekat
Islam Gerakan Ratu Adil?”, buku ini adalah disertasi di jurusan Sejarah Fakultas
Sastra Universitas Van Amsterdam tahun 1982, buku ini terbagi dalam sembilan
Bab pembahasan yang menguraikan berbagai gerakan perlawanan dari SI lokal
sebagai reaksi atas ketidakadilan dan kemiskinan yang menimpa penduduk
pribumi, usaha untuk meniadakan keluhan para anggota yang dilakukan para
pemimpin SI untuk menciptakan kesejahtraan penduduk pribumi. Uraian
mengenai SI Bekasi dapat ditemukan dalam beberapa bagian sejauh berkaitan
dalam permasalahannya. Pada bab VI di bagian ini banyak menceritakan tentang
protes-protes yang dilaukan oleh anggota SI khususnya protes untuk menaikan
upah kerja buruh tani. Buku ini sangat membantu penulis dalam memahami
proses dan perkembangan SI secara umum serta munculnya konflik dan
perpecahan dalam SI.
Kedua adalah Skripsi yang ditulis oleh Ali Anwar yang berjudul “Gerakan
protes petani Bekasi: Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah
Partikelir”. Dalam skripsi ini, penulis memusatkan masalah tentang
pemberontakan petani di Bekasi pada tahun 1913 yang dipropagandai oleh
Anggota SI, khususnya pada bab III, menjelaskan tentang kedatangan Awal SI di
Bekasi selain itu membahas pula tokoh pemimpin SI di Bekasi serta anggota-
anggota SI di Bekasi. Untuk membedakan penulisan ini dengan skripsi yang
dibuat oleh Ali Anwar tentang SI di Bekasi, pada skripsi Ali Anwar lebih kepada
membahas tentang gerakan protes yang dilakukan oleh para petani Bekasi
anggota SI, sedangkan pada skripsi ini lebih memfokuskan kepada perjuangan SI
16
Bekasi dalam bidang ekonomi dan agama dikalangan masyarakat Bekasi dalam
kurun waktu 1913-1914. Artinya penulisan ini berupaya mengungkap perjuangan
SI yang dilalui oleh segenap anggota SI tidak hanya unsur petani seperti yang
telah ditulis oleh Ali Anwar dalam skripsinya.
F. Landasan Teori
Rafael Raga Maran dalam bukunya yang berjudul Pengantar Sosiologi Politik
mengatakan bahwa Gerakan sosial adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang kurang lebih bersifat keras dan terorganisir atau orang-
orang yang relatif besar jumlahnya, entah untuk menimbulkan perubahan atau
untuk menentangnya. Berbicara tentang gerakan-gerakan sosial berarti berbicara
tentang aktivitas kelompok-kelompok sosial dalam menyampaikan aspirasi
mereka kepada para pemimpin masyarakat atau negara, melalui gerakan-gerakan
sosial, kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat dapat melibatkan diri
dalam politik.18
Sebagai organisasi pergerakan SI memiliki tujuan untuk mengubah
pandangan yang merendahkan terhadap masyarakat pribumi dengan melakukan
perbaikan kehidupan pribumi dan menghapus adanya stratifikasi sosial yang
menempatkan masyarakat pribumi di tingkatan yang paling rendah dalam
kemasyarakatan dengan cara memajukan perekonomian dan semangat dagang di
kalangan pribumi, memberikan bantuan kepada para anggota perkumpulan,
memajuan pendidikan, menghilangkan salah pengertian mengenai agama Islam
dan juga memajukan kehidupan keagamaan. Sejak tahun 1911 SI pun menempuh
18
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik , Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007, Hlm 65
17
garis perjuangan di berbagai lapisan, dengan ikut aktif dalam pemerintahan
parlementer serta evolusioner, artinya organisasi pergerakan ini mengadakan
politik kerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda. SI yang merupakan
organisasi pergerakan tersebut pun timbul karena adanya tekanan yang di rasakan
oleh pedagang pribumi terhadap persaingan dagang dengan orang-orang China
yang memiliki modal besar. Dalam hal ini SI muncul di Bekasi sebagai organisasi
yang menuntun adanya perubahan dalam status maupun kehidupan masyarakat
pribumi Bekasi, melalui perjuangan-perjuangannya yang dikukuhkan dalam
anggaran dasar organisasi ini yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupan
pribumi sehingga mereka tidak tertindas dan tidak lagi mengikuti aturan yang
telah berkembang di masyarakat pribumi yaitu selalu menuruti aturan pemerintah
dengan menghinakan diri sendiri.
Oleh karena itu berdasarka uraian fakta di atas studi ini ingin menguji teori
gerakan sosial dengan pendekatan konflik yang dikemukakan oleh Rafael Raga
Maran. Rafael mengatakan bahwa masalah sosial dan masalah ekonomi adalah
yang menyebabkan timbulnya gerakan sosial menentang pemerintah.19
Masalah
sosial yang terjadi adalah penindasan dan diskriminasi yang dilakukan oleh pihak
yang memiliki kekuasaan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini terbagi dalam lima sub bab pembahasan, adapun dari
masing-masing bab tersebut membahas permasalahan sebagai berikut:
19
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik , Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2007, Hlm 78
18
BAB I Berisikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang dari fokus kajian
penulisan, pembatasan dan perumusan masalah, metode penulisan, tujuan dan
manfaat penulisan, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan.
BAB II Menjelaskan tentang letak geografis dan keadaan alam, kondisi budaya
dan keagamaan masyarakat Bekasi, serta kondisi ekonomi, dan terakhir
membahas tentang kondisi politik di Bekasi dalam kurun waktu 1913-1914.
BAB III Menjelaskan tentang sejarah singkat berdiri dan perkembangan SI di
Hindia Belanda, kedatangan dan perkembangan SI di Bekasi, dan respon
pemerintah Bekasi terhadap SI Bekasi.
BAB IV Membahas tentang perjuangan Sarekat Islam Bekasi dalam bidang
perekonomian masyarakat Bekasi, Sarekat Islam sebagai organisasi pembaharuan
Islam di Bekasi, dan Sarekat Islam menghadapi persaingan etnis.
19
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH BEKASI TAHUN 1913-1914
Dalam sejarahnya nama “Bekasi” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
Candrabhaga1, Chandra sendiri memiliki arti bulan lalu diserap kedalam bahasa
Jawa kuno menjadi Sasi yang memiliki artian yang sama yaitu bulan, sedangkan
Bhaga berarti bagian, jadi secara istilah Candrabhaga bisa diartikan menjadi
bagian dari bulan. seiring dengan berjalannya waktu, penduduk pribumi daerah
Bekasi pada masa itu mulai merubah pelafalan kata Candrabhaga menjadi
Sasibhaga atau Bhagasasi yang kemudian sering disingkat oleh penduduk daerah
tersebut menjadi Bhagasi. Pemerintahan kolonialisme Belanda sering menulis
kata Bhagasi menjadi Baccasie, kata itulah yang dipakai hingga sekarang yaitu
“Bekasi”.2
1Pada masa kerajaan Hindu-Budha, Distrik Bekasi, berdasarkan beberapa bukti sejarah
sudah tertulis dalam beberapa prasasti, antaralain prasasti Cirenteu, Tugu, Kebon Kopi, Jambu,
dan Talagajaya, dari beberapa prasasti tersebut, prasasti Tugu adalah prasasti yang paling panjang
menulis tentang keterangan mengenai Kerajaan Tarumanegara dan Sungai Chandrabhaga, dalam
prasasti Tugu menceritakan tentang penggalian sungai sepanjang 24.448 meter yang dilakukan
oleh Raja Punawarman dan para panji-panjinya, sungai ini di berinama Chandrabhaga. Menurut
Soehadi letak Chandrabaga ini berada di jalur sungai Cakung, bahkan menurutnya Sungai
Chandrabhaga adalah Sungai Cakung, hal ini dapat dilihat dari nama Cakung yang berasal dari dua
kata “ca” dan “kung” yang berarti rindu dendam atau mempunyai nafsu cinta. Jadi Sungai Cakung
memiliki artian sungai yang mengandug cinta dan berhubungan dengan Sungai Chandrabhaga
yang dibagun oleh Raja Punawarman untuk menyuburkan hasil pertanian rakyat dalam rangka
menciptakan kesejah teraan dan kemakmuran dalam kehidupan rakyatnya. (Harun
Alrasyid,dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, 2006, hlm 1) 2Harun Alrasyid, Sejarah Bekasi dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan,
Bekasi: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2002. Hlm 26
20
A. Letak Geografis dan Keadaan Alam
Pada masa Hindia-Belanda, Bekasi merupakan salah satu distrik3
Regentschap Meester Cornelis (Kabupaten Jatinegara) yang terbagi dalam empat
distrik yaitu Meester Cornelis, Kebayoran, Cikarang dan Bekasi. Hal ini
berdasarkan Staatsblad (Lembaran negara) tahun1926 nomer 383 yang disahkan
pada tanggal 14 Agustus 1925 yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari
1926.4 Distrik Bekasi sendiri dibagi lagi ke dalam tiga Ordendistrik (kecamatan)
yang meliputi Bekasi, Tambun, dan Cililitan.
Secara geografis Bekasi terletak di antara pantai utara pulau Jawa yang
memebujur antara 1060 48 79-170
0 77’29 BT dan 6
0 10-6
0 30 LS, dengan luas
wilayah sekitar 39.000 hektar.5 Kondisi geologi wilayah Bekasi didominasi oleh
Pleistocene Volcanic Facies. Keadaan topografi Bekasi pada umumnya relatif
datar, dengan kemiringan lahan berkisar antara 0-25% daerah ini rata-rata
memiliki ketinggian kurang dari 25 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah di
Bekasi terbagi dalam tiga kalasifikasi yaitu halus, sedang, dan kasar6 selain itu
Bekasi dikelilingi oleh jalur pegunungan, pengunungan yang mengelilingi Bekasi
diantaranya adalah Gunung Gede, Gunung Pangarong, dan Gunung Salak jadi
tidak heran jika jenis tanah di Bekasi umumnya dipengaruhi oleh unsur
vulkanisme dan tektonik yang berasal dari aktifitas letusan gunung-gunung
3 Pada masa Hindia Belanda, distrik adalah daerah setingkat kewedanaan di bawah
Regentschap atau kabupaten. 4Regeeringsalmanak van nederlandsch-indie 1913 dalam skripsi Anwar Ali, Gerakan
Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi,
Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, hlm 9 5Abdurracham Surjomiharjo, pemekaran kota Jakarta, Jakarta :djambatan 1977, hlm 2-3,
dalam skripsi Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat
Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, hlm 10 6Suparman Nana, Almanak Bekasi, Mengenal Bekasi Kota Patriot, Bekasi: Rahman
Prees,1989, Hlm 240-241
21
tersebut hal ini pula yang menyebabkan tanah di Bekasi sangat subur untuk
ditanam tumbuh-tumbuhan seperti padi, palawija, buah-buahan, dan lain-lain.
Wilayah Bekasi berbatasan dengan Distrik Meester Cornelis dan Regentschap
Batavia di sebelah Barat, di sebelah Selatan berbatasan dengan Regentschap
Buitenzorg dan Residen Cianjur, sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan
Distrik Cikarang, Residen Karawang, Laut Jawa dan Kepulauan Seribu.7 Di
bagian Utara dan Selatan Bekasi, terdapat jalan Residen yang menghubungkan
Batavia dengan wilayah lain di timur Bekasi, selain itu terdapat jalur kereta api
yang menghubungkan antara Batavia-Bandung melalui jalur Cikampek, jalur
kereta api ini sudah dibangun sejak tahun 1887. Pusat pemerintahan Bekasi
terletak di Orderdistrik Bekasi yang ditandai dengan keberadaan alun-alun yang
menjadi pusat kegiatan penduduk. Di sebelah selatan alun-alun terdapat kantor
kewedanan, kejaksaan dan penjara, sedangka di sebelah timur terdapat rumah
kediaman wedana, sebelah barat alun-alun terdapat masjid yang bernama Masjid
Agung Al-Barkah.8
Kesuburan tanah di Distrik Bekasi dimanfaatkan dengan baik oleh para
penduduknya, sehingga tanah-tanah tersebut dijadikan lahan pertanian padi,
palawija dan buah-buahan yang sangat produktif, di daerah Bekasi hampir
seluruhnya adalah tanah-tanah untuk pesawahan dan perkebunan yang luasnya
kurang lebih 65.000 Ha jadi tidak mengherankan jika sebagian besar penduduk
8Abdurracham Surjomiharjo, pemekaran kota Jakarta, Jakarta :djambatan 1977, hlm 2-3,
dalam skripsi Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat
Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, hlm 18
22
Bekasi bekerja sebagai petani.9 Selain itu Bekasi juga terkenal dengan daerah
perkebunan karet, terutama di daerah Bojongrangkong (saat ini Cakung),
Pondokgede, dan Tambun. Sedangkan bagian Utara Distrik Bekasi merupaka
daerah rawa-rawa yang tidak bisa dipakai untuk lahan persawahan. Biasanya oleh
penduduk pribumi tanah rawa-rawa tersebut ditanami tumbuhan palawija,
terutama ketela dan bawang merah.10
Untuk tanaman buah-buhahan sendiri
mempunyai daerah penghasilnya yaitu daerah Setu dan Lemah. Karena terkenal
dengan tanahnya yang subur, tidak heran pada masa itu banyak orang dari daerah
melakukan migrasi ke daerah Bekasi dan bermukim di Bekasi. Sayangnya
pemerintah tidak memberikan tanah tersebut dengan cuma-cuma kepada para
penduduk pribumi untuk digarap. Mereka dikenakan kewajiban membayar cukai
sebanyak 20% dari hasil panen mereka kepada tuan tanah, selain itu pada masa itu
pula di daerah ini terdapat sistem tanah partikelir11
.
Pada dasarnya sebuah daerah yang memiliki kualitas kesuburan tanah
yang baik, iklim dan curah hujan yang baik, dapat melakukan panen hasil tani
9Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, (Bekasi: Badan Pemberdaya
Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2006) hlm 18 10
Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa. Hlm 19 11
Sistem tanah partikelir ini timbul sebagai akibat dari praktik-praktik penjualan dan
penyewaan tanah milik penduduk pribumi yang dilakukan oleh Belanda. Hal ini berlangsung sejak
jaman VOC hingga kedatangan Jepang di Indonesia pada tahun 1942. bermula pada masa Hendrik
Jwaar De Croon, daerah-daerah muara seperti kampung Bugis, Kabang Bungi dan Balubuk di
Bekasi diserahkan kepada seorang bernama Johanes untuk kepentingan ekonomi, dan dibuatlah
lalulintas dari Cikarang hingga Tanjung Pura. Untuk kepentingan tersebut Belanda juga
menyewakan tanah-tanah di sebelah selatan Sungai Cikarang, disebelah Timur Sungai Apamingkis
sampai Sungai Cibeet dan Muara Gembong kepada orang Belanda dan saudagar China dari sana
lah asal timbulnya praktek tanah partikelir (Nana Suparman, Almanak Bekasi, Mengenal Bekasi
Kota Patriot, hlm 216). Tanah partikelir ini sangat merugikan penduduk pribumi pada saat itu
dikarenakan pengalihan kepemilikan tanah lebih banyak dilaksanakan dengan cara pemaksaan dan
perampasan agar penduduk pribumi mau menjual tanah mereka dengan harga yang sangat murah.
Para pedangan yang memiliki dana besar khususnya etnis China dapat membeli atau menyewa
tanah-tanah tersebut, Hal itu lah yang menyebabkan munculnya para tuan tanah. (Harun
Alrasyid,dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, 2006, hlm 17)
23
sebanyak dua kali12 akan tetapi pesawahan di Bekasi yang memiliki kriteria
tersebut hanya melakukan penanaman padi satu kali dalam setahun yaitu hanya
pada saat musim rending, hal ini dikarenakan dalam hal pengelolaan tanah, para
petani masih melakukannya secara tradisional, dalam sistem pengairan
persawahan di Bekasi masih mengandalkan curah hujan yang berlangsung antara
bulan September hingga Maret setiap tahunnya, oleh karena itu, pada musim
panas yang berlangsung pada bulan April hingga September areal pertanian di
Bekasi umumnya mengalami kekeringan, para petani di Bekasi tidak bisa
mengandalkan perairan lain seperti sungai dan rawa-rawa karena perairan rawa
tidak banyak menyumbangkan airnya lewat dari satu bulan di musim kemarau,
sedangkan letaknya yang lebih rendah dari dataran membuat petani kesulitan
mengalirkan air sungai ke area pesawahan mereka.
Pada abad ke-20 dalam kedudukan hukum dan ekonomi di Hindia
Belanda, terjadi penggolongan tingkatan masyarakat, golongan teratas tentu saja
diduduki oleh orang-orang Eropa, golongan kedua yaitu Timur Asing yang terdiri
dari etnis China, Arab, dan India, sedangkan golongan paling bawah diduduki
oleh kaum pribumi. Perbedaan antara masyarakat strata teratas dan strata
terbawah tersebut ditandai dengan pakaian dan bahas yang mereka gunakan,13
masyarakat pribumi hanya diperbolehkan menggunakan sarung, mereka tidak
boleh mengenakan celana panjang Eropa. Selain dibedakanya pakain dan bahasa,
diberlakukan juga perbedaan dalam hal penetapan gaji antara orang Eropa dengan
kaum pribumi padahal ijazah yang mereka miliki sama, pemerintah beralsan
12
Egbert de Vries, Pertanian dan Kemiskinan di Jawa, Jakarta: Yayasan Obor, 1985.
Hlm 21 13
Hussein Wijaya, Seni Budaya Betawi, Jakarta: Pustaka Jaya, 1976, hlm 30
24
karena orang bumiputera lebih sedikit kebutuhan hidupnya, padahal orang
pribumi sama banyak kebutuhannya dengan orang-orang Eropa.14
Untuk etnis
China dan Arab sendiri biasanya bermukim di pusat kota dan daerah aktifitas
perdagangan karena kebanyakan dari mereka adalah bekerja sebagai pedagang.
Stratifikasi penduduk tersebut pun berlaku pula di Bekasi, penduduk
pribumi berada di posisi strata terbawah dalam sistem kemasyarakatan. Di Bekasi
sendiri terdapat dua etnis pribumi yang menonjol yaitu etnis Sunda dan Melayu-
Betawi. Selain itu terdapat pula etnis-etnis lain seperti Ambon, Padang, dan
Batak. Keberadaan etnis lain selain Sunda dan Melayu-Betawi di Bekasi,
menunjukan adanya perkembangan mobilitas penduduk yang tinggi di daerah itu.
Dapat dikatakan kesuburan tanah dan melimpahnya hasil bumi di Bekasi, menjadi
pemicu berdatangannya penduduk etnis-etnis lain tersebut untuk bermukim di
Bekasi. Adaanya pembanguna sarana transportasi antar Batavia-Karawang, serta
jalur kereta api besar yang menghubungkan Batavia-Bandung juga memudahkan
mereka untuk mendatangi Bekasi.15
Di Bekasi lebih tepatnya di kampung Jatinegara terdapat juga beberapa
kelompok penduduk yang mengangap dirinya adalah keturunan dari keluarga
ningrat dari bupati-bupati Sunda, bupati-bupati Cianjur serta keturunan sultan-
sultan Batam yang hidup terpencil di tengah-tengah penduduk, mereka selalu
membanggakan asal-usul keturunan mereka tersebut yang sesungguhnya tidak
terbukti benar, akantetapi air muka dan bahasa Sunda mereka yang halus dan
14
A.P.E Korver, Sarekat Islam, Gerakan Ratu Adil (terjemahan), Jakarta: PT Grafitipers,
1986, hlm 46 15
Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, (Bekasi: Badan Pemberdaya
Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2006). Hlm 20
25
tingkah laku mereka berbeda dengan penduduk pribumi biasanya.16
Selain itu
terdapat pula suatu pemukiman kecil yang letaknya terpencil di daerah Kecamatan
Cililitan yang terdiri dari penduduk pendatang beragama Kristen. Daerah ini
dinamai kampung Tugu, mereka merupakan keturunan Portugis yang datang dan
menetap sejak abad ke-17.17
B. Kondisi Budaya dan Agama Masyarakat di Distrik Bekasi.
1. Kondisi Budaya Masyarakat Bekasi
Banyak orang berpendapat kebudayaan Bekasi adalah kebudayaan
Betawi, hal itu dapat dikatakan benar karena mayoritas masyarakat Bekasi
pada saat itu adalah etnis Betawi-Sunda. Tidak bisa dipungkiri bahwa
Batavia telah memberikan sumbangan kebudayaan kepada masyarakat
Bekasi terutama kebudayaan Betawi, bagi masyarakat Batavia, kebijakan J.P.
Ceon yang membentuk sebuah wilayah yang khusus berupa weltervreden
setingkat daerah kota praja, dampak dari pembentukan weltervreden dengan
membentuk sebuah zone untuk menjaga terutama di sebelah timur dan barat
Batavia yaitu daerah Bekasi dan Tenggerang, justu memperkaya khazanah
kebudayaan di daerah Bekasi yang dapat dikatakan daerah Ommelanden yang
memiliki kebudayaan yang berbeda dari Batavia. Perbedaan antara
Betawisme Bekasi dengan Betawisme Batavia, salah satunya dapat dilihat
dari dieleknya, jika Betawi Batavia banyak menggunakan vocal e di akhir
16
J. Tideman“Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan
Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia, Jakarta: Bhratara, 1974. Hlm 61 17
J.Tideman, Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan
Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia. Hlm 61-62
26
kata contohnya kemane, iye, aye. Sebaliknya jika betawi Bekasi tidak
menggunakan huruf voal e, melainkan a di akhir kata contohnya kemana, iya,
aya18
Masyarakat Distrik Bekasi dikenal sebagai masyarakat Sub-Urban,
kesuburan tanah dan melimpahnya hasil bumi di Bekasi, menjadi pemicu
penduduk luar Bekasi diantaranya seperti Bali, Melayu, Bugis, Jawa, China,
Arab, dan lain-lain, untuk bermigrasi dan bermukim di Bekasi, kebudayaan
Bekasi pun mulai mendapat pengaruh dari unsur budaya-budaya lain.
Kebudayaan asli Bekasi diperkirakan mengalami proses marginalisasi budaya
bukan hanya akibat dari masuknya unsur budaya dari para pendatang tetapi
juga karena sikap terbuka dan keinginan masyarakat pribumi Bekasi untuk
mengembangkan dan melestarikan budayanya sendiri. Penduduk pribumi
Bekasi khususnya etnis Betawi-Sunda memang dikenal sebagai masyarakat
yang memiliki toleransi, keterbukaan serta keramah tamahan yang tinggi.
Jadi tidak mengherankan ketika banyak orang-orang dari suku lainnya di
daerah Hindia Belanda bermigrasi ke Bekasi pada masa itu dapat dengan
mudah berbaur dengan mereka.19
Selain itu profesi mereka yang sebagian
besar adalah petani khususnya petani perkebunan, biasanya langsung menjual
hasil perkebunannya sendiri di daerah perdagangan di pusat pemerintahan
Bekasi yang terletak di orderdistrik Bekasi, hal inilah yang dapat
mempermudah proses pengembangan kebudayaan Bekasi karena adanya
18
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan
Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi, Bekasi: Dinas Olahraga, Kebudayaan, dan
Kepariwisataan Pemerintah Bekasi, 2009. Hlm 195 19
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan
Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi, Hlm 182 dan 185
27
interaksi yang mereka lakukan ketika melakukan kegiatan jual-beli, dan
setelah selesai berdagang, petani tersebut pun kembali ke tempat tinggal
mereka di kampung-kampung asalnya, inilah yang dapat mengindikasikan
bahwa daerah Bekasi sudah sedikit mengalami perubahan menjadi ke arah
perkotaan.
Faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya membuat Bekasi
mengalami asimilasi20
serta akulturasi21
kebudayaan dari masyarakat Bekasi
yang melakukan perdagangan serta masyarakat luar yang melakukkan
migrasi tersebut khusunya dari suku Bali, Melayu, Bugis, Jawa, China, Arab,
dan lain-lain. Akulturasi kebudayaan Bekasi dengan budaya-budaya lain
tersebut, bisa dilihat dari kesenian topeng Bekasi, dalam alunan musik
pengiring topeng Bekasi dapat menunjukkan ciri khas dari Bali, Jawa, dan
Sunda. Selain dipengaruhi oleh bahasa Sunda, Jawa, dan Bali, bahasa betawi
di Bekasi juga dipengaruhi oleh unsur-uncur bahasa China, orang Bekasi
biasa menghitung dengan menggunakan bahasa China seperti goceng, cepe,
gocap.22
Agama Islam juga memiliki kontribusi yang besar terhadap
kebudayaan di Bekasi yang memang menjadi agama mayoritas di sana.
Dengan segala sistem peribadatannya, nilai-nilai dan kaidahnya, agama Islam
menjadi pengikat dan cirikhas bagi masyarakat pribumi Bekasi, sebagai
contoh dalam istilah “kualat” dan “ketullah”, sebelum kedatangan Islam di
20
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, asimilasi adalah penyesuaian (peleburan) sifat
asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar. 21
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akulturasi adalah percampuran dua
kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. 22
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan
Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi, hlm 185
28
Distrik Bekasi, istilah tersebut berarti bencana atau nasib buruk yang
menimpah seseorang yang merendahkan kekuatan magis akan tetapi ketika
masuknya Islam, istilah kualat dan ketullah berubah pengertian menjadi nasib
buruk yang menimpah seseorang akibat durhaka kepada orang tua atau orang
yang lebih tua. Ketika masyarakat Bekasi khususnya etnis betawi bertemu
orang-orang yang mereka kenal, meraka selalu menyapa dan mengucapkan
salam dengan ucapan “Assalamualaikum” dan sebagainya.23
2. Kondisi Keagamaan Masyarakat Bekasi
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa agama Islam dalam
masyarakat Bekasi sangat berkontribusi terhadap kehidupan sehari-hari
masyarakat di sana, mayoritas penduduk Bekasi pada masa itu adalah
penganut Islam yang taat. Dalam sejarahnya, Islam telah masuk dan
menyebar ke wilayah ini pada abad ke-16 yang dilakukan oleh para pengikut
Fatahillah di antaranya adalah dua orang keturunan dari Sultan Sultan Abdul
Fatah Banten bernama K.H Kandong di kampung Jati Keramat, desa
Jatibening dan RH Shoheh di desa Jakasampurna, Bekasi Selatan.24
Nuansa
keislaman sangat kental dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bekasi. Hal
ini dapat dilihat dari bagaimana mereka bertegur sapa dengan mengucapkan
“assalamualaikum” ketika bertemu dengan sesama mereka.
Masyarakat pribumi Bekasi yang pada umumnya beretnis Betawi-
Sunda sangat memegang teguh agama Islam. hal itu dapat dibuktikan dengan
adanya fakta bahwa selama tiga abad lebih kedatangan Belanda dengan iman
23
Andi Sopandi, ibid, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan
Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi. Hlm 182 dan 185 24
Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa. Hlm 5
29
Kristen Protestannya untuk menjajah Indonesia, jarang sekali terdengar anak
betawi yang menjadi murtad menjadi beragama Kristen, karena menurut
mereka jika masuk agama Kristen dan menjadi murtad merupakan aib bagi
mereka.25
Akan tetapi pada kenyataannya sebagian dari mereka hanya
memandang Islam sebagai agama yang mereka anut saja, bagi mereka agama
Islam hanya menjadi identitas, bukan sebagai pandangan dan tuntunan hidup
mereka, walaupun demikian, mereka sangat tidak suka jika disebut bukan
orang Islam.
Hingga pada tahun 1913, awal kedatangan SI di Bekasi, masyarakat
kalangan bawah Bekasi seperti para petani penggarap, masih belum
memahami ajaran agama Islam dengan baik, karena mereka lebih disibukkan
dengan pekerjaan menggarap sawah daripada mempelajari agama mereka
sendiri yaitu Islam, dalam hal beribadah bahkan mayoritas dari mereka
mengabaikan kewajiban sholat lima waktu, banyak dari mereka yang enggan
menjadi anggota suatu organisasi pergerakan rakyat bernama Sarekat Islam
hanya karena organisasi ini mewajiabkan setiap anggotanya untuk
melaksanakan sholat lima waktu26
, untuk pergi ke masjid atau langgar pun
sangat jarang mereka lakukan,27
sedangkan bangunan sarana ibadah seperti
masjid sangat sedikit jumlahnya, bahkan pada tahun itu hanya terdapat satu
masjid, itupun terletak di daerah pusat pemerintahan. Akan tetapi tidak semua
masyarakat kalangan kecil tidak mempelajari agama Islam, sebagian dari
25Hamka, Beberapa Perhatian Tentang Perkembangan Islam di Jakarta, dalam Ridwan
Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994. hal 211 26
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, (Jakatra: PT. Grafitipers, 1985), hlm
142 27
Afschrift No. 27, mailrapport No. 22/7-13-46/1
30
mereka cukup tekun mempelajari agama Islam sayangnya tingkat pendidikan
dan pengajaran yang mereka terima dari para guru ngaji mereka pada masa
itu sangat terbatas. Guru ngaji yang memiliki peranan dalam memberikan
pengetahuan keagamaan kepada mereka, dan orang yang mereka jadika
panutan terhapat kehidupan keagamaan mereka, hanya memberikan
pengajaran agama Islam sesuai dengan pengetahuan yang dia miliki,
pengajaran yang guru ngaji di Bekasi berikan kepada para muridnya masih
bersifat tradisional yaitu seputar pengenalan huruf Arab, membaca dan
menghapal Al-Quran, dan pengajaran tentang hukum Islam yang disebut ilmu
Fiqih.28
Masyarakat Bekasi yang memperdalam pemahaman keagamaannya
dengan baik hanya dari kalangan rakyat menengah, orang kaya serta para
haji. Mereka yang benar-benar memperdalam pemahaman dan pengetahuan
agama Islam pun tidak jarang menuntut ilmu hingga ke negara-negara Islam
seperti Mekkah, biasanya mereka melakukannya sambil menunaikan ibadah
haji. Setelah memperdalam dan menyelesaikan pembelajarannya di Mekkah,
para pelajar-pelajar itu kemudian pulang ke tanah air sebagai ahli kitab dan
bertindak sebagi guru, para guru biasanya mengajarkan tentang hukum Islam,
belajar membaca dan Al-Quran, para murid diajarkan pula bagaimana tata
cara menjalankan ibadah dalam Islam seperti sholat dan berwudlu, mereka
hanya mengikuti pengajaran hingga tamat mengaji (khatam).29
28
skripsi Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat
Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Hlm 24 29
Snouck Hurgronje, Islam di Hindia Belanda, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1983,
hlm 28-29
31
Adanya beberapa organisasi pergerakan yang berideologikan Islam
seperti Djamiat Khair, Muhammadiyah dan khususnya SI yang berhasil
berkembang dikarenakakan banyak dari masyarakat Distrik Bekasi yang
menjadi anggota SI, pun tidak dapat memberikan perubahan bagi pemahaman
keagamaan masyaraka Bekasi khususnya kalangan masyarakat miskin dan
buruh tani di daerah terpencil seperti kampung-kampung di Distrik Bekasi.
Mereka lebih memanfaatkan organisagi tersebut sebagai wadah untuk
menampung kemarahan mereka untuk memperdalam keagamaan mereka.
Selain penduduk pribumi yang beragama Islam, terdapat pula
penduduk yang beragama non Islam di Bekasi, mereka yang beragama non
Islam tersebut umumnya adalah para pendatang seperti orang-orang Eropa,
Merdijker, Afrika, dan etnis Tionghoa. Di salah satu daerah di Distrik Bekasi
lebih tepatnya di suatu pemukiman kecil yang letaknya terpencil di daerah
Kecamatan Cililitan yang dinamai kampung Tugu, terdapat pemukiman kecil
yang penduduknya mayoritas beragama Kristen, penyebaran agama Kristen
di kampung ini dilakukan oleh Leydekker, seorang pendeta Kristen
berkebangsaan Eropa, yang dahulunya adalah pemilik tanah di kampung
Tugu.30
Terdapat kurang lebih 156 jiwa penduduk beragama Kristen di
kampung ini, mereka merupakan keturunan Portugis yang dahulu datang dari
Malaka pada abad ke-17 dan telah menjadi suatu jama’at Kristen di Batavia
pada saat itu.31
30
Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah, Memori Serah
Jabatan 1931-1940 (Jawa Barat), Jakarta: Arsip Republik Indonesia, 1976, Hlm CXI 31
J.Tideman, Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan
Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia , Hlm 61-62
32
C. Kondisi Ekonomi
Bekasi adalah daerah agraris dengan keadaan tanahnya yang subur, hampir
seluruhnya tanah-tanah di Bekasi difungsikan sebagai daerah persawahan, sekitar
kurang lebih 65.000 Ha lahan yang dijadikan area pesawahan tersebut bukan
hanya ditanami tumbuhan padi, dan ditanami tumbuhan palawija, serta
sebagiannya dijadikan daerah perkebunan. Dibandingkan dengan hasil pertanian
di daerah Batavia, Bekasi masih lebih unggul dalam hasil panen padinya, jika
rata-rata dalam sekali panen Batavia hanya mendapat 15-30 pikul setiap bau,
Bekasi bisa menghasilkan 30-40 pikul setiap baunya sehingga terkadang Batavia
pun mengandalkan kiriman beras dari Bekasi.32
Sayangnya penduduk Bekasi
hanya berprofesi sebagai buruh tani, walaupun Bekasi memiliki tanah yang sangat
subur, sistem tanah partikelir di daerah ini menyebabkan kemiskinan yang
melanda kaum petani pribumi di daerah itu, mereka tidak dapat menikmati hasil
pertanian mereka sepenuhnya karena adanya kewajiban membayar pajak dan
pembagian hasil pertanian kepada para tuan tanah.
Melimpahnya hasil bumi di Bekasi tidak dapat mensejahterakan kehidupan
petani Bekasi dengan adanya sistem tanah partikelir.33
Para buruh tani biasa diberi
upah atas kerja tiap tengah hari oleh para tuan tanah sebanyak f 0,11 (11 sen), dari
jumlah upah tersebut, sebesar f 0,10 (10 sen) untuk para penanam dan yang f 0,01
(1 sen) untuk kepala mandor yaitu kepala kelompok penanam.34
32
J.Tideman, “Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan
Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia, Hlm 68. 33
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan
Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi. Hlm 175 34
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (terjemahan Arsip Sarekat Islam
Lokal), Yogyakarta: Gadjah mada University press, 1979. Hlm 34
33
Melihat kemiskinan dan kesengsaraan kaum buruh tani Bekasi di bawah
kekuasaan para tuan tanah China, pemerintahan Hindia Belanda pun berupaya
mensejahterakan kehidupan penduduk pribumi Bekasi, berdasarkan staatsblad
1913 no 207 yang dibuat agar tanah-tanah partikelir di Bekasi tersebut diusahakan
untuk dikembalikan kepada pemerintah, menjadi tanah negri sehingga tanah
partikelir yang sudah dibeli tersebut bisa dikembalikan kepada pemilik
sebenarnya yaitu kaum pribumi.35
Akan tetapi sangat disayangkan karena pada
kenyataannya kebijakan ini tidak dijalankan dengan baik, sehingga tidak
memberikan perubahan sedikitpun terhadap keberadaan tanah partikelir di Bekasi.
Bahkan hingga tahun 1934, dalam laporannya L.G.C.A Van der Hoek menyatakan
bahwa tanah Distrik Bekasi dan Cikarang masih seluruhnya tanah partikelir.36
Selain menjadi petani, masyarakat Bekasi pada masa itu juga berprofesi
sebagai pemotong rumput, guru ngaji dan pedagang dengan sekala kecil. Mereka
mendagangkan dagangannya dengan cara membuka warung-warung atau
memasarkan dengan berkeliling menjajakan ke kampung-kampung, dagangan
yang mereka jual lebih banyak berupa makanan khas mereka seperti: tape uli,
krak telor, dodol, gado-gado, asinan, dan lainnya. Mayoritas masyarakat pribumi
Bekasi berpenghasilan menengah kebawah hanya sebagian dari mereka dapat
dikatakan golongan menengah ke atas di antaranya adalah para haji, pejabat
35
Memori Van ovarge, residen Batavia (P.H. Willemse), 26 Oktober 1931, dalam memori
sejarah jabatan 1921-1930 36
Williams, Lea E, Overseas Chinese Natinalism : the genesis of Chinese movements in
Indonesian 1900-1916, New York: Cornell University. Hlm 266 dalam Anwar Ali, Gerakan
Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi,
Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia hlm 35
34
pemerintahan, serta mandor dan lain-lain.37
Sedangkan masyarakat yang
bermukim di daerah sebelah Utara serta di daerah pesisir pantai, mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai nelayan tardisional. Selain itu golongan elit dan
orang kaya disandang oleh orang-orang Eropa dan etnis China hal ini bisa dilihat
dari kepemilikan tanah partikelir yang kebanyakan dimiliki oleh tuan tanah
beretnis China, selain menjadi tuan tanah mereka juga berprofesi sebagai
pedagang bersamaan dengan para pedagang Arab, biasanya mereka
memperdagangkan batik, keramik, kurma, kain dan lain-lain.38
Mereka juga
membuka warung koperasi untuk memperdagangkan kebutuhan sehari-hari.
Untuk memperbanyak harta, para etnis China banyak yang berprofesi sebagai
rentenir yang tidak segan-segan memberikan bunga yang besar kepada orang-
orang yg meminjam uang kepada mereka.
D. Kondisi politik
Pada awal abad ke-20 pemerintah kolonial membuat suatu kebijakan yang
dinamai kebijakan politik etis atau hutang kehormatan, pada saat itu diterapkanlah
politok etis untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat Indonesia serta
mempersiapkan mereka ikut andil dalam pemerintahan Hindia Belanda. Dengan
disahkannya kebijakan politik etis, secara tidak langsung berakibat pada
keterlibantan langsung pemerintah kolonial dalam urusan-urusan Indonesia.39
37
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan
Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi. Hlm 176 dan 180 38
J.Tideman, Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan
Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia , Hlm 84-85 39
Ruth McVey “Kemunculan Komunisme di Indonesia”. Depok: Komunitas Bambu,
2010. Hlm 12
35
Meski terdapat satu keutuhan dalam menjalankan kebijakan pemerintah
Hindia Belanda, akan tetapi sejak dibentuknya gemente (kotapraja) Batavia,
Meester Cornelis dan Buitenzorg, menjadi awal diterapkannya pembagian pejabat
pemerintah ke dalam dua jenis yakni pejabat Eropa dan pejabat dari kalangan
pribumi yang biasa disebut dengan pangrehpraja yang biasanya diduduki oleh
kalangan elit dan bangsawan setempat, adanya kalangan pribumi di dalam
pemerintahan Hindia Belanda diawali sejak terjadinya perang Jawa. Pada waktu
itu pemerintah kolonial menyadari betapa dibutuhkannya peranan para pemimpin
pangrehpraja dalam pemerintahan.40
Dalam struktur pemerintahan, pangrehpraja
terdiri atas patih, wedana, camat, kepala kampung dan kepala desa. Dalam
struktur pemerintahan Hindia Belanda penguasa tertinggi di wilayah penjajahan
adalah gubernur jendral, dalam melakukan pekerjaannya, gubernur jendral dibantu
oleh sekertaris jendral. Sedangkan dalam pejabat pribumi, jabatan tertinggi adalah
bupati yang wilayah kekuasaannya meliputi kabupaten, dan bersama-sama dengan
asisten residen menjalankan administrasi pemerintahan dalam satu wilayah yang
sama. Sedangkan di bawah bupati terdapat jabatan wedana yang luas kekuasaanya
meliputi kewedanan yang dibantu oleh beberapa orang wedana. Di daerah yang
memberlakukan sistem penguasaan tanah, biasanya jabatan pengrehpraja setelah
asisten wedana adalah camat, juragan dan kepala kampung. Akan tetapi jika di
tanah partikelir seperti di Bekasi, hanya sampai di asisten wedana, karena kepala
desa, camat, juragan, dan kepala kampung dipilih oleh tuan tanah langsung atas
persetujuan residen. Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh
40
Ali Anwar, Gerakan Protes Petani Bekasi: Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam
di Tanah Partikelir. Hlm 37-38
36
seorang juru tulis, kepala kampung, amil, seorang pencala (pegawai politik desa),
seorang pesuruh desa, dan seorang uli-ulu (penguasa pengairan), yang menggaji
mereka tentu saja pemilik tanah tersebut. 41
Tugas penguasa bukan saja sebagai pengendali urusan administrasi dan
penarikan pajak, tetapi juga bertindak sebagai penegak hukum yang adil serta
menjadi pelindung masyarakat. Akan tetapi pada prakteknya pemerintah Hindia
Belanda lebih berpihak kepada para elit dan orang-orang kaya, pemerintah lebih
banyak memberikan kemudahan-kemudahan dan membela kepentingan tuan
tanah ketimbang masyarakat pribumi. Hal ini dapat kita lihat dari dilaksanakannya
kebijakan Staatsblad No 207 tahun 1913 yang berlaku di Bekasi, menjadi bukti
lebih berpihaknya pemerintah Hindia Belanda kepada kalangan elit seperti tuan
tanah. Pada awalnya kebijakan ini terkesan berpihak kepada penduduk pribumi
dikarenakan kebijakan ini berisi pernyataan agar tanah-tanah partikelir di Bekasi
tersebut diusahakan untuk di kembalikan kepada pemerintah. Akan tetapi hingga
tahun 1934, dalam laporannya L.G.C.A Van der Hoek menyatakan bahwa tanah
Distrik Bekasi dan Cikarang masih seluruhnya tanah partikelir. Hal itu dapat
dikarenakan bahwa pemerintah Hindia Belanda tidak serius menyelesaikan
masalah tanah partikelir tersebut, pemerintahan Hindia Belanda terkesan berpihak
kepada para tuan tanah di Bekasi.
Dengan terjadinya perubahan politik yang bersifat liberal di Belanda,
pemerintah Hindia Belanda pun memberikan kebebasan untuk berorganisasi
kepada masyarakat Hindia Belanda, peluang ini dimanfaatkan oleh beberapa
41
J.Tideman, “Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan
Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia, Jakarta: Bhratara, 1974. Hlm 54.
37
kalangan terpelajar yang memiliki rasa nasionalisme tinggi, untuk membentuk
beberapa organisasi kemasyarakatan seperti Boedi Oetomo (BO), Indische Partij
(IP), Sarekat Islam (SI), Indische Social Democratische Vereninging (ISDV) dan
lain-lain, kecuali SI, berbagai organisasi masa tersebut kurang mendapat perhatian
di kalangan sebagaian besar penduduk Bekasi, SI sendiri muncul di Bekasi pada
Mei 1913 dengan membawa tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat pribumi khususnya yang beragama Islam, keberadaan SI di Bekasi
disambut dengan harapan besar penduduk Bekasi berbeda dengan organisasi
pergerakan lainnya yang tidak mendapatkan tempat di kalangan penduduk Bekasi
pada masa itu.
Pada awal keberadaannya, SI menjadi wadah penampung keluhan petani
Bekasi yang dibayar murah oleh tuan tanah, melalui organisasi ini, mereka
menuntut adanya keadilan dalam sistem pengupahan karena pada saat itu upah
yang didapatkan para buru tani sangat rendah dan tidak sesuai dengan tenaga yang
telah banyak mereka keluarkan, dengan rendahnya upah tersebut para tani sangat
sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok yang harganya semakin naik. Hal pertama
yang dilakukan SI Bekasi untuk meringankan beban para tani tersebut adalah
dengan menuntut penaikkan upah kepada para tuan tanah yang awalnya hanya f
0,11 (11 sen) menjadi f 0,25 (25 sen) per setengah hari.42
Dalam
perkembangannya SI Bekasi kemudian menjadi kekuatan yang dominan ketika
berhadapan dengan para tuan tanah. Sejak awal kedatangannya pada tahun 1913
SI telah menjadi organisasi pergerakan berbagai protes dan boikot yang dilakukan
42
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), Yogyakarta:
Gadjahmada University press, 1979. hlm 34
38
penduduk Bekasi sebagai upaya penentang berbagai penindasan yang mereka
terima dari tuan tanah, para pangrehpraja, serta pejabat Eropa. Mereka melakuan
protes dengan cara pemogokan kerja wajib. Selain melakukan protes terdapat pula
usaha meningkatkan perekonomian yang dilakukan SI dengan cara membangun
koperasi yang diberi nama Warung Aandeel.43
Rintangan yang dialami SI Bekasi bukan hanya berasal dari para tuan
tanah melainkan juga berasal dari residen Meester Cornelis dan Wedana Bekasi
baik pejabat pribumi ataupun Eropa. Selain ketidak seimbangan pemihakan
pemerintah Hindia Belanda juga dapat dilihat dari lebih diistimewakannya
organisasi pesaing SI yaitu Kong Djie Hin yang beranggotakan para tuan tanah
Tionghoa oleh pemerintah Hindia Belanda ketimbang organisasi SI yang lebih
banyak berangotakan rakyat pribumi. Anggota-anggota perkumpulan ini lebih
diutamakan daripada anggota-anggota SI, persaingan antar dua organisasi yang
berbeda etnis ini pun tidak bisa dielakkan.44
Cohen pun mengambil tindakan
untuk lebih melemahkan organisasi ini dengan mengubah namanya menjadi
Djoemiatul Islamijah (DI), Hal ini dilakukan untuk melemahkan pengaruh SI di
Distrik Bekasi karena dengan diubahnya SI Distrik Bekasi menjadi DI maka
mereka tidak dapat melakukan tuntasan hak mereka.
43
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan),. Hlm 48 44
Arsip Nasional Republik Indonesia, Sarekat Islam Lokal, hlm 45-46
39
BAB III
KEDATANGAN DAN BERKEMBANGNYA SAREKAT
ISLAM DI BEKASI
A. Sekilas Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Sarekat Islam di Hindia
Belanda
Sarekat Islam didirikan pada tanggal 11 November 1912 di daerah Solo,
Surakarta pada awal didirikannya, organisasi ini memfokuskan perhatian terhadap
masalah-masalah internal organisasi ini, termasuk di dalamnya usaha untuk
mencari pimpinan, penyusunan anggaran dasar dan hubungan antara organisasi
pusat dengan organisasi di daerah-daerah. Anggaran dasar yang pertama
dirumuskan oleh Tirtoadisoerjo1. Menurut pemikirannya organisasi ini didirikan
dengan alasan sebagai berikut:
“Tiap-tipa orang mengetahui bahwa masa yang sekarang ini
dianggap zaman kemajuan. Haruslah sekarang kita berhaluan:
jangan hendaknya mencari kemajuanitu cuma dengan suara saja.
Bagi kita kaum muslimin adalah dipikulnya wajib juga akan turut
mencapai tujuan itu, dan oleh karenanya, maka telah kita
tetapkanlah mendirikan perhimpunan Sarekat Islam”. Mengenai
tujuan dari organisasi itu, anggaran dasarnya mengemukakan
bahwa Sarekat Islam “akan berikhtiar supaya anggota-anggotanya
satu sama lain bergaul seperti saudara, dan supaya timbullah
kerukunan dan tolong menolong satu sama lain antara sekalian
kaum muslimin, dan lagi dengan segala daya upaya yang halal dan
tidak menyalahi wet-wet negeri (Surakarta) dan wet-wet
Gouvernement, berikhtiar mengangkat derajat rakyat agar
1Raden Mas Tirtoadisurjo adalah seorang pendiri organisasi dagang bernama Sarekat
Dagang Islamiyah di Bogor pada tahun 1911, dia adalah seorang lulusan dari sekolah administrasi
pemerintahan Belanda bernamma OSVIA. Selain itu juga ia aktif dalam dunia pers yaitu
menerbitkan majalah Medan Prijaji.
40
menimbulkan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebesarannya
negeri”.2
Pada awalnya, organisasi ini bernama Sarekat Dagang Islam yang telah
berdiri pada tanggal 16 Oktober 1904 oleh H. Samanhoedi yang merupakan
seorang pengusaha batik yang cukup sukses pada masa itu. Dikatakan ada dua
macam penyebab organisasi ini didirikan, pertama, kompetisi yang meningkat
dalam bidang perdagangan batik khususnya dengan golongan etnis China, dengan
modal yang lebih besar, mereka berhasil memonopoli penjualan bahan baku
sehingga sangat merugikan para pedagang pribumi, dan sikap superioritas orang-
orang China terhadap orang-orang Indonesia sehubungan dengan terjadinya
revolusi China pada Oktober 1911,3 sesudah meletusnya revolusi China yang
terjadi di negri tersebut, bangsa China yang tinggal di Hindia Belanda mulai
menunjukan keangkuhannya kepada penduduk pribumi karena rasa
nasionalismenya yang memuncak.4 Kedua, adalah adanya tekanan yang dilakukan
oleh masyarakat pribumi Surakarta pada saat itu khususnya dari kalangan
bangsawan Surakarta sendiri5 kepada para pedagang pribumi, kehidupan para
bangsawan ini telah merosot secara sosial dan ekonomi dikarenakan jumlah
mereka yang makin bertambah sedangkan fungsi dan jabatan kebangsawanan di
istana dalam kota yang merupakan pusat kebudayaan keraton Jawa tradisional
2Tjokroaminoto dalam Fajar Asia 28 Januari 1929; Amelz, H.O.S Tjokroaminoto, Hidup
dan Perjuangannya, hlm 95,96; Sarekat Islam, Encyclopaedie van Nederlandsch Indie III, Hlm
695, dalam Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES
Indonesia, hlm 116-117. 3Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES
Indonesia), hlm 115 4Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1999), hlm 88
5Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Hlm 115
41
tidak sebanding dengan pertumbuhan kaum ini yang pesat. Pada masa itu
kerajinan batik berhasil menjadi komoditas terlaris, hal itu menjadi penyebab
timbulnya para pengusaha-pengusaha batik yang menuai kesuksesan dan menjadi
kaya melebihi kekayaan para bangsawan tersebut, hal ini menyebabkan lapisan
sosial di Solo mulai menghilang. Walaupun demikian, mereka masih keras kepala
untuk tetap mempertahankan diberlakukannya berbagai macam aturan yang
membedakan status antara bangsawan dan rakyat biasa sepertihalnya rakyat biasa
tidak diperbolehkan naik kendar melewati alun-alun keraton.6
Keinginan H. Samanhoedi untuk mendirikan suatu organisasi yang nantinya
dinamai Sarekat dagang Islam (SDI) berawal dari bergabungnya beliau dan
temannya yang bernama H. Bakri kedalam organisasi China-Jawa yang bernama
Kong Sing dengan tujuan untuk saling memberikan bantuan dalam peristiwa
kematian dan kelahiran terhadap sesama anggota. Akan tetapi seiring berjalannya
waktu, dalam organisasi ini, para anggota beretnis China menjadi lebih dominan
dan memberikan perlakuan buruk terhadap anggota etnis Jawa. Oleh sebab itu H.
Samanhoedi beserta anggota Kong Sing beretnis Jawa memutuskan untuk
meninggalkan organisasi ini dan mendirikan organisasi yang mereka namakan
Rekso Rumekso yang dari perkumpulan ini selanjutnya munculah SDI. H.
Samanhoedi pernah melakukan kerjasama dengan Tirtoadisoerjo dalam hal usaha
penerbitan harian Sarotomo di Semarang, oleh karena itu orang-orang
mengaitkan perkumpulan ini adalah bagian dari perkumpulan Dagang Sarekat
6A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, (Jakatra: PT. Grafitipers, 1985), hlm
11-12
42
Islamyah yang didirikan oleh Tirtoadisorjo di Bogor.7 Dalam peraturan SDI yang
dibuat pada awal berdirinya di Surakarta tahun 1912, untuk menentukan bahwa
yang dapat masuk menjadi anggota perkumpulan hanya mereka yang beragama
Islam, serta berprofesi sebagai pedagang atau pekerjaan lainnya. Lambat laun
kriteria penerimaan anggota dalam anggaran dasar 1912 lebih luas. Menurut
ketentuan baru, yang dapat menjadi anggota adalah semua orang yang beragama
Islam dan telah mencapai usia minimal delapan belas tahun. Untuk menjadi
anggota mereka harus membayar uang pangkal sesuai kesanggupan mereka.8
H.O.S Tjokroaminoto yang anggota SDI asal Surabaya, mengusulkan
kepada H. Samanhoedi untuk mengubah nama organisasi ini dari Sarekat Dagang
Islam, lalu dihilangkan kata “Dagang”nya menjadi Sarekat Islam, hal itu
dimaksud agar organisasi ini tidak hanya menjadi pengikat para pedagang pribumi
muslim akan tetapi dikhususkan untuk masyarakat pribumi yang beragama Islam
secara Umum. Usulan tersebut pun diterima dan digantilah nama “Sarekat Dagang
Islam” menjadi “Sarekat Islam”. Maka dikukuhkan nama tersebut melalui akta
notaries pada tanggal 10 september 1912.9 Pada awalnya Tirtoadisoerjo dan H.
Samanhoedi terlibat pertengkaran, menurut desas-desus yang berkembang
pertengkaran dan berakhirnya kerjasama yang terjalin diantara keduanya
dikerenakan Tirtoadisoerjo telah menipu pengurus SDI serta uang yang
diperuntukkan bagi harian Sarotomo telah dipakai oleh Tirtoadisoerjo untuk
menyelamatkan penerbitan harian miliknya sendiri yaitu Medan Prijaji.
7A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 18
8A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 167
9M.A Ghani, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1984). Hlm 6
43
Kemudian H. Samanhoedi yang sebagian besar waktunya tersita untuk berdagang
meminta Tjokroaminoto untuk memimpin organisasi tersebut pada bulan
Desember 1913.10
Di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto perkumpulan ini mengalami
perkembangan yang pesat serta menjadi gerakan kebangsaan. Pada awalnya SI
membawa sukses yang luar biasa dalam mendirikan toko-toko koperasi di banyak
kota. Pendirian toko-toko koperasi ini adalah cerminan dari keberhasilan
organisasi tersebut untuk menggalang permodalan dengan menjual saham. SI di
bawah kepempimpinan Tjokroaminoto juga mendapatkan kesuksesan dalam
bidang ekonomi karena keberhasilannya bersaing dengan perusahaan China.11
Tjokroaminoto kadang dianggap menjadi “Ratu Adil”, “Raja yang adil” yang
diramalkan oleh tradisi mesianik Jawa. Pada awalnya SI menyatakan setia kepada
pemerinthan Hindia Belanda. Akan tetapi ketika organisasi tersebut berkembang
di desa-desa dan kampung-kampung maka mulai terjadilah tindakan kekerasan.
Rakyat pedesaan dan kampung tampaknya lebih menganggap SI sebagai alat
untuk bela diri mereka dari jeratan kekuasaan lokal dan kesewenangan yang tidak
sanggup mereka hadapi, di sini SI pun menjadi lambang solidaritas bagi para
anggotanya yang dipersatukan oleh rasa keditak sukaan terhadap etnis China,
pejabat-pejabat Eropa dan serta orang-orang yang bukan anggota SI. Di daerah
terpencil tersebut SI melupakan jati diri organisasi ini sebagai organisasi yang
bersifat modern.12
10
M.C Rickleft, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2005,) hlm 347-348. 11
Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, hlm 87 12
M.C Rickleft, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, hlm 347-348.
44
Apa yang menjadi daya tarik organisasi tersebut bagi rakyat kecil ialah
kebersamaan sosial yang ditekankan dalam SI. SI sedikit banyak telah berhasil
meringankan beban kaum pribumi kecil dan mengurangi rasa tidak berdaya
mereka.13
SI berhasil mengolah keresahan rakyat dengan advokasi dan aksi-aksi.
Sehingga organisasi ini berhasil menjadi organisasi yang besar. SI pun
berkembang dari organisasi kaum pedagang di perkotaan menjadi organisasi
kaum miskin, yang menjangkau buruh-buruh pabrik dan petani miskin di
pedesaan.
Di arsip Idenburg dalam A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil,
anggaran dasarnya SI yang disahkan pada 10 September 1912 memiliki tujuan
sebagai berikut:
“memajukan semangat dagang dikalangan bumiputra,
memberikan bantuan kepada para anggota perkumpulan; yang
bukan kesalahannya dan tiada dengan kesengajaan berada dalam
bermacam-macam kesulitan, memajuan pendidikan rohani dan
kepentingan material bumiputra dengan demikian juga membantu
meningkatkan kedudukan bumiputra; menghilangkan salah
pengertian mengenai agama Islam dan juga memajukan kehidupan
keagamaan di kalangan bumiputra sesuai dengan hukum tatacara
dan agama tersebut; menempuh segala cara dan menggunakan
semua jalan yang diperkenankan dan tidak bertentangan dengan
ketentua umum dan adat istiada yang baik”
Perjuangan SI dalam memperbaiki dan memajukan kedudukan penduduk
pribumi Hindia Belanda, dibagi ke dalam beberapa katagori berikut. Pertama,
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan para anggota
khususnya dalam bidang ekonomi dan pendidikan seperti peningkatan pendapatan
ekonomi anggota dengan cara kegiatan pembukaan toko-toko koprasi serta
13
Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi untuk Aksi. Hlm 88
45
membangun sekolah-sekolah SI. SI mendapatkan kesuksesan dalam mendirikan
toko-toko koperasi di beberapa daerah. Untuk mengumpulkan modal, SI menjual
saham kepada para anggotanya dari kalangan menegah-atas.14
Kedua, adalah
menampung keluhan-keluhan serta meniadakannya dengan cara menampung
keluhan-keluhan rakyat kecil yang selanjutnya mereka teruskan kepada
pemerintah Hindia Belanda dengan harapan bahwa dengan cara ini masalah-
masalah yang dialami rakyat ditemukan penyelesaiannya. Ketiga, meniadakan
keluh-kesah dalam bidang ekonomi dan keuangan anggotanya. Selain itu, dalam
bidang sosial, mereka memberikan bantuan kepada para anggotanya dalam
menghadapi berbagai macam kriminalitas pada peristiwa seperti kematian, dan
lain-lain.15
Pendirian organisasi ini tidak semata-mata disebabkan oleh persaingan
dengan etnis China akan tetapi juga untuk melawan semua penghinaan dan
penindasan terhadap rakyat pribumi, SI berhasil sampai lapisan bawah
masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad-abad lalu hampir tidak mengalami
perubahan dan yang paling banyak mengalami penderitaan.
Pada tahun 1913, gubernur jendral Idenburgh memberikan pengakuan
badan hukum secara resmi kepada SI, akan tetapi dia tidak mengakui SI sebagai
suatu organisasi yang dikendalikan oleh central organisasinya, melainkan hanya
cabang-cabang yang bersifat otonom, akibat keputusannya CSI semakin sulit
melakukan pengawasanya terhadap perkembangan dan permasalahan yang terjadi
di organisasi cabang-cabang SI yang berada di berbagai daerah.16
14
Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, hlm 87 15
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 89 16
M.C Rickleft, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, hlm 349
46
Para pemimpin SI memiliki andil yang besar dalam kesuksesan SI untuk
menyebarkan SI dan membentuk cabang-cabang di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satunya adalah seorang yang bernama Goenawan, yang merupakan
pemimpin SI di daerah Jawab Barat, memiliki peranan penting dalam meluasnya
daerah persebaran SI. Pada awal tahun 1913 Goenawan mendirikan SI di beberapa
daerah di Jawa Barat antara lain Cirebon, Banten, Batavia, Ciamis hingga daerah
luar Jawa seperti Palembang, Medan dan Jambi.17
SI berkembang di pulau Jawa
dan luar pulau Jawa, akan tetapi Jawa masih tetap menjadi basis kegiatannya.18
B. Berdiri dan Berkembangnya SI di Bekasi
Pada tahun 1913, ketua pengurusan SI di Jawa Barat yang bernama
Goenawan telah berhasil membentuk sebuah cabang SI di Batavia, di bulan Maret
pada tahun tersebut, Goenawan mengirimkan utusan untuk melakukan
propaganda dan menyebarluaskan pengaruh SI hingga ke daerah Meester Cornelis
(Jatinegara) dan Bultenzorg (Kebayoran), organisasi ini pun berhasil membuat
ribuan orang bergabung menjadi anggota. Propagandis yang memiliki peran besar
masuknya ribuan orang menjadi anggota di daerah tersebut adalah seorang kepala
sekolah bumi putera yang sehari-harinya bertugas di sekolah Openbare Lagere
Inlandsche School bernama Raden Danoemihardjo.19
Pada bulan Mei 1913
berdirilah perkumpulan yang merupakan cabang ini di bawah presidium Haji
Hidayat, sedang Raden Danumiharja menjabat sebagai wakil presiden yang pada
17
A.P..E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 180 18
M.C Rickleft, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, hlm 347-348. 19
Arsip Nasional Republik Indonesia, Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat
Islam lokal, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1975, hlm XIII
47
kenyataannya dia-lah pemegang jalannya kepemimpinan. Pada mulanya gerakan
ini hanya terbatas pada daerah Mester Cornelis dan Kebayoran. Kemudian
propagandanya mulai meluas sampai Distrik Bekasi. Tetapi sejak awal
keberadaan organisasi ini di Bekasi segera terlihat perbedaan yang mencolok
dengan pergerakan organisasi ini di daerah lainnya di Afdiling ini, hanya saja
perbedaan tersebut tidak bersifat positif melainkan dalam artian yang kurang
sehat. Pada awalnya berdirinya SI di Meester Cornelis dan Bultenzorg, umumnya
organisani ini digerakkan oleh kaum terpelajar, pangrehpraja, dan para pedagang.
Tetapi berbeda dengan Distrik Bekasi, di daerah ini para anggotanya didominasi
oleh rakyat kecil yang kurang terpelajar seperti para petani, pedagang kecil, para
guru ngaji, para haji, jago yang berstatus rampok atau bekas rampok yang
membela kepentingan rakyat kecil, serta bekas tuan tanah yang telah dipecat dari
jabatannya.20
Kepopuleran SI di Bekasi tidak luput dari jasa Raden Danoemihardjo, dan
Djapan seorang mantan mandor Kampung Setu, mereka selalu menyiarkan
kehebatan SI hingga ke pelosok kampung di Bekasi. Selain mereka terdapat pula
propagandis lain seperti Samioen, Doelkarim, Salam, Sapat, Ngeja, H. Mardjoek,
serta H. Ibrahim. Para propagandis SI Bekasi biasanya melakukan propaganda
dengan mengumpulkan orang-orang di satu tempat dan menerangkan tentang
kehebatan SI, SI datang kepada mereka sebagai penolong bagi rakyat pribumi,
dengan cita-cita mereka yang mulia yaitu meningkatkan kualitas kehidupan rakyat
pribumi melalui perbaikan bidang ekonomi, pendidikan dan keagamaan, mereka
20
Afschrift No 38. Skripsi Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal
Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir, hlm 110
48
memberikan janji-janji kepada masyarakat bahwa SI datang sebagai penolong
yang menyelamatkan dan melepaskan mereka dari jeratan kemiskinan dan
kesengsaraan yang mereka alami selama ini, bersama-sama dengan SI berjuang
untuk melawan tuan tanah China dan Wedana Bekasi yang memperlakukan
mereka dengan tidak adil dan semenah-menah, dan secara tidak langsung mereka
adalah orang yang menyebabkan penduduk pribumi Bekasi mengalami
keterpurukan baik dalam bidang ekonomi maupun edukasi. Jika mereka menjadi
anggota SI, maka SI dengan sukarela akan menampung semua keluhan yang
dirasakan mereka dan akan disampaikan kepada pemerintah Hindia Belanda.
Dikarenakan penduduk Bekasi sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani, untuk
mengajak para petani tersebut bergabung menjadi anggota, para propagandis juga
mengumpulkan mereka dan mengatakan kepada mereka jika SI berkuasa di Jawa,
maka semua tanah partikelir di Bekasi yang kepemilikannya masih berada di
tangan orang-orang Timur Asing khususnya tuan tanah China, tanah tersebut akan
dikembalikan kepada pemilik tanah yang sebenarnya yaitu rakyat pribumi
Indonesia.21
Sehingga mereka dapat mengarap tanah milik mereka sendiri dan
menikmati sepenuhnya hasil panen mereka tanpa berbagi hasil dengan tuan tanah
China. Mereka pun dapat bekerja tanpa tekanan dari siapapun.
Karena keinginan untuk merubah nasib, mereka yang ingin hidupnya lebih
baik, memilih untuk menjadi bagian dari SI, berkat propaganda yang dilakukan
propagandis Bekasi tersebut, sebagian besar masyarakat Distrik Bekasi yang
mengharapkan perbaikan nasib, berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi
21
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 81.
49
anggota SI, di antara mereka yang mendaftar sebagian besar berprofesi sebagai
buruh tani, pedagang modal kecil, guru gaji, para tokoh agama, para haji, para
mantan rampok, serta pejabat yang dipecat oleh pemerintah Hindia Belanda.22
SI
diharapkan dapat memberikan perubahan dan mewujudkan keinginan mereka
untuk terlepas dari jeratan kemiskinan yang diakibatkan oleh sikap kapitalisme
tuan-tuan tanah China. Berkat kegigihan para propagandis SI maka tidak
mengherankan jika pada kurun waktu 1913-1914 SI di daerah Batavia, Meester
Cornelis berhasil mendapatkan anggota sebanyak + 77.000 jiwa, meski tidak
diketahiu berapa banyak jumlahnya, namun di antara daerah-daerah sekitar
Batavia, Meester Cornelis, dikatakan daerah Distrik Bekasi lah yang berhasil
paling banyak memiliki anggota.
Pada hakikatnya, organisasi tingkat yang lebih rendah seperti cabang dan
lingkungan, dalam banyak hal kurang efisien dan modern. Voet menyatakan
bahwa banyak perkumpulan lokal pergerakan organisasinya lemah karena
pengurusnya terlalu sedikit yang berpendidikan, serta tidak cukup memiliki
pengetahuan dan pengalaman di bidang keorganisasian. Goenawan pun pernah
mengeluhkan banyaknya pemimpin SI setempat tidak cakap dalam menjalankan
tugasnya.23
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat perbedaan
yang bersifat negatif di Distrik Bekasi dalam hal perjuangan SI Bekasi
dikarenakan diantara anggota SI Bekasi terdapat pula oknum-oknum yang kurang
baik seperti mantan rampok, yang lebih banyak melakukan perjuangan berupa
protes, kerusuhan, boikot, dan pemogokan kerja, hal itu juga disebabkan para
22Harun Alrasyid, dkk, Sejarah Bekasi dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan,
(Bekasi: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2002). Hlm 31. 23
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 87
50
propagandis SI Bekasi hanya sedikit yang berpendidikan dan sebagian besar
memiliki pendidikan rendah, tidak mengerti atau mereka yang mengetahui tujuan
sebenarnya SI lebih memilih tidak memperdulikan dan mengesampingkan
perjuangan SI yang sebenarnya yaitu berdasarkan anggaran dasar SI. Selain itu
telah disebarkan pula bahwa penduduk pribumi perlu lagi menghormati
pemerintah, sebab jika terjadi sesuatu maka tuan Solo pasti akan membantu.
Sehingga mereka tidak takut lagi untuk melakukan perlawanan.24
Bagi penduduk
pribumi Distrik Bekasi, kehadiran SI bagaikan oasis yang menyegarkan dahaga
mereka di tengah padang pasir. Dengan hadirnya SI mereka seperti mendapat
sahabat seperjuangan yang membantu mereka untuk menampung segala keluh-
kesah dan kesengsaraan yang meraka hadapi tersebut.
Akan tetapi hal yang sangat disayangkan adalah dalam memperluas
pengaruh dan memperbanyak anggota, mulai menonjol sikap permusuhan yang
ditunjukan anggota SI terhadap orang-orang yang tidak bersedia menjadi anggota
SI dikarenakan mereka tidak merasa dirugikan oleh tuan tanah China dan
pemerintah serta malas menunaikan sholat lima waktu yang menjadi syarat untuk
memasuki organisasi ini, terhadap mereka anggota SI Bekasi tidak segan-segan
melakukan boikot dan paksaan untuk melakukan tekanan terhadap orang
sekampung yang belum menjadi anggota atau yang tidak mau menjadi anggota SI
agar bersedia menjadi anggota. Wedana Bekasi pernah melaporkan bahwa di
distriknya telah berkali-kali terjadi tindakan kasar yang dilakukan oleh beberapa
anggota SI kepada orang-orang yang bukan anggota, dan memaksa mereka untuk
24
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (Kumpulan Tulisan). Hlm 47
51
bergabung menjadi anggota SI.25
Anggota SI juga menolak menghadiri keduri
pada orang yang bukan anggota SI dan menolak untuk memandikan jenazah di
rumah mereka. Mereka juga tidak lagi membantu yang bukan anggota SI dalam
hal pindah rumah atau mendirikan rumah.26
SI melibatkan diri dalam sejumlah isu
lokal seperti pertikaian dalam kampung maupun antar kampung, protes ekonomi
yang dilakukan secara terang-terangan terhadap para tuan tanah China, kebencian
terhadap pangrehpraja dan pejabat Eropa.27
Bahkan telah tersiar pula di Bekasi
desas desus, bahwa semua tanah persawahan yang masih di tangan China, boleh
diambil kembali oleh penduduk pribumi. Lebih lanjut desas desus itu juga
menyatakan bahwa orang-orang China akan dibunuh dan orang-orang Eropa akan
diusir dari Bekasi. Gerakan ini pun lambat laun memperkenalkan diri sebagai
gerakan yang berbahaya bagi tuan tanah China dan aparatnya, pemerintah Eropa
dan pangrehpraja serta penduduk yang bukan anggota.28
Hal ini dapat dilihat dari kejadian yang dilakukan oleh para Modin yang
menolak melakukan keduri kepada warga yang bukan anggota SI dan tidak mau
memandikan jenazah mereka.29
Selain itu di kampung Tanah Baru di Distrik
Bekasi, mereka juga mengganggu suatu pertunjukan wayang topeng yang
diselenggaraka oleh sorang warga yang tentu saja bukan anggota SI. SI
melakukan pemaksaan kedapa penduduk yang bukan anggota SI dikarenakan
mereka berpendapat jika semakin banyak penduduk Bekasi yang menjadi anggota
25
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 130 26
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 132 27
Afschrift No 38. dalam skripsi Anwar Ali, Gerakan protes petani Bekasi : Studi Kasus
Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia, hlm 110 28
Taufik Abdullah, ed, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 47 29
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 132
52
SI maka keinginan mereka agar masyarakat pribumi dapat hidup lebih sejahtera
dan tidak lagi di bawah penindasan serta tekanan pemerintah kolonial dan para
tuan tanah China akan lebih cepat terlaksana, sehingga mereka tidak lagi menjadi
kaum nomer tiga di negrinya sendiri. Akan tetapi karena pihak yang tidak merasa
dirugikan dan pihak pro Hindia Belanda yang di untungkan karena mendapatkan
posisi dari Hindia Belanda, merasa dikacaukan oleh perjuangan SI yang
berbenturan dengan mereka. Terkadang agar SI terkesan menjadi organisasi yang
selalu membuat onar dan kerusuahan, mereka dengan sengaja menyulut
kemarahan SI dengan menunjukan sikap sombong, angkuh dan menentang kepada
SI Bekasi.
Sebagai contoh keributan dan kerusuhan yang dilakukan oleh anggota-
anggota SI di Bekasi yang disebabkan oleh sikap sombong dan menantang yang
ditunjukan oleh para penentang SI yang memiliki jabatan adalah sebuah peristiwa
penentangan dan makian yang dilakukan oleh seorang mandor yang terjadi di
kampung Rawabangke, peristiwa ini pun telah diberitakan oleh surat kabar
Pantjaran Warta pada tanggal 15 Desember 1913, yang berbunyi sebagai berikut:
“Di dalam minggoe jang laloe 13-14 December 1913, kira
djam 10 lewat k.t. Assisten Residen di Meester Cornelis,
soedah pergi di kg. Rawabangke districk Bekasi bersama2
orang2 militerir kira 5 ataoe 8 ataoe, khabarnja ada kedjadian
roesoeh di kg terseboet. Ini keroesoehan khabarnja terjadi
lantaran seorang kg.minta ingin potong2 pohon kajoe jang ada
dalam kebon pekarangannja, sesoedahnja dapat idzin laloe
dipotong, apa maoe antara pohon2 jang dipotong ada
menimpa satoe pohon laloe hingga roeboeh; kemoedian
mandor di kg. itoe priksa ada lebih dari soerat idzinnya,
mandor laloe marah maki2 pada jang poenja pohon,
sekalipoen soedah beberapa kali jang poenja pohon kasih
katrangan boekan sengadja dipotong hanya roeboh sendiri
lantaran ketimpah, tetapi mandor itoe tiada bertanja terus
53
memaki pandjang-pendek, oengkad2 katanja: memang orang2
kampoeng sekarang selama ada perkoempoelan SI semoea
mandjadi semakain koerang adjar, dan menantang soeroeh
keloear semoea orang SI dia tiada nanti moendoer; begitoelah
orang2 kampoeng sama keloear melihat kelakoean mandor
jang begitu sombong menantang semoea orang jang tiada
salah, akhirnja baroe sadja orang2 itoe keloear mandor itoe
lantas lari minta pertolongan laen2 polisi hingga
menjoesahkan polisi besar.”
Begitulah gambaran keributan yang terjadi di Distrik Bekasi antara
anggota SI dan rakyat Bekasi yang tidak menyukai organisasi ini, kebanyakan
mereka tidak menyukai organisasi ini dikarenakan merasa dirugikan. Dalam
kasus-kasus tertentu seperti kasus yang telah diberitakan di atas menunjukan
bahwa tidak semua keributan yang telah terjadi di Bekasi disebabkan oleh anggota
SI. Akan tetapi pemerintah sudah terlanjung memandang bahwa SI sebagai
organisasi yang selalu membuat kerusuhan dan telah menimbulkan keresahan bagi
pemerintah, penduduk yang bukan anggota, serta tuan tanah dan para aparatnya.
C. Respon Pemerintah Bekasi Terhadap SI Bekasi
Perkembangan SI yang begitu pesat di daerah Bekasi adalah karena sifat
gerakan organisasi itu yang mengandung unsur-unsur revolusioner serta
banyaknya aktifitas perjuangan yang dilakukan SI untuk membela masyarakat
pribumi, membuat pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap SI,
organisasi inipun dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia-
Belanda, karena mampu memobilisasi massa. Eksistensi SI di Bekasi pun
menimbulkan pertentangan dari berbagai pihak yang merasa dirugikan oleh
keberadaan organisasi ini. Karena hal itu pemerintah mulai melakukan tindakan-
54
tindakan untuk menekan gerakan SI tersebut, rintangan yang dialami SI Bekasi
dari pemerintah pun terbagi menjadi dua pihak yaitu: pemerintah khususnya
Residen Meester Cornelis dan Wedana Bekasi.
1. Residen Meester Cornelis
Hingga bulan September 1913 Asisten Residen Meester Cornelis yang
disebut Cohen mulai menganggap keberadaan SI sebagai organisasi yang
membahayakan bagi penduduk, tuan tanah dan aparatnya serta pemerintah
Afdeling Meester Cornelis maupun kewedana. Cohen pun mengambil tindakan
untuk lebih melemahkan organisasi ini dengan mengubah namanya menjadi
Djoemiatul Islamijah (DI), DI sebelumnya merupakan perkumpulan kematian,
perkumpulan kematian ini dulunya mempunyai badan hukum, tetapi tidak sempat
beroprasi lama karena dibubarkan oleh pemerintah Bekasi. Untuk menguatkan
alasan tindakannya tersebut, Cohen mengemukakan bahwa SI memiliki
kepengurusan yang lemah dan gerakan organisasi ini telah menyimpang dari
tujuan SI yang sebenarnya.30
Dalam usahanya itu ia mendapat bantuan dari
pedagang kaya yang sudah dikenalnya dengan baik yaitu Haji Abdurrahman. Atas
desakan tuan Cohen, pada bulan Oktober 1913 H. Abdurrahman menjadi ketua
perkumpulan tersebut. Diangkatnya H. Abdurrahman menjadi ketua SI adalah
untuk menggantikan posisi H. Hidayat yang mengundurkan diri dari
kepemimpinan SI. Kepemimpinan H. Hidayat dalam SI dianggap kurang bagus
oleh Cohen dan dalam menjalankan aktifitas SI lebih banyak dilakukan oleh
walinya yaitu Raden Danoemihardja karena pada awalnya H. Hidayat menjadi
30
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (Kumpulan Tulisan). Hlm 47-48
55
pemimpin pun atas desakan Raden Danoemiharjo, sehingga ketika Raden
Danoemiharjo tidak lagi menetap di Meester Cornelis karena alasan tertentu,
kedudukannya sebagai ketua pun melemah. Hal ini dijadikan peluang bagi
pemerintah, ketika H. Hidayat merasa tidak lagi sanggup menjabat sebagai ketua,
H. Hidayat pun memutuskan untuk mengundurkan diri maka pemerintah mulai
menguasai pergerakan organisasi ini di Bekasi secara tidak langsung yaitu dengan
mengangkat ketua baru dan mengganti kepengurusan organisasi tersebut dengan
orang-orang pilihan Cohen dan pemerintah, terutama dari kalangan Wedana
Bekasi. Hal ini dilakukan untuk melemahkan pengaruh SI di Distrik Bekasi.
Akibat adanya campur tangan pemerintah Hindia Belanda dalam tubuh SI, maka
semua aktifitas SI ada di bawah kontrol pemerintah. Dengan demikian banyak hal
yang tidak sesuai dengan arus tujuan SI yang cenderung membela masyarakat
kecil.
Cohen telah menyatakan dalam rapat pemimpin-pemimpin kring
(lingkungan) perkumpulan bahwa ia mengajukan pencalonan H. Abdurrahman
sebagai ketua SI Bekasi, sehingga terpilihlah H. Abdurrahman menjadi ketua, hal
ini sama sekali tidak diadakan kesempatan untuk memilih bagi anggota SI.
Anggota SI di Bekasi pun tidak dapat menyetujui penggantian “Sarekat Islam”
menjadi “Djamiatul Islamijah” dan tidak bisa menyetujui bagaimana cara H.
Abdurrahman terpilih menjadi ketua SI,31
karena hal itu sangat bertentangan
dengan pasal 9 dalam anggaran dasar SI 10 September 1912, yang menyatakan
para anggota pengurus besar diangkat dalam suatu rapat umum untuk masa tiga
31
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 49
56
tahun takwim. Anggota pengurus besar dipilih dari calon yang diajukan oleh
pengurus cabang. Pemilihan dilakukan dengan suara terbanyak, apabila suara
yang menyetujui dan menolak jumlahnya sama, maka dilakukan undian.32
Akan
tetapi sayangnya karena SI tidak diakui sebagai suatu organisasi yang
dikendalikan oleh central organisasinya, melainkan hanya cabang-cabang yang
bersifat otonom, maka pemimpin pusat SI tidak dapat menerapkan kontrol apapun
terhadap cabang-cabangnya karena perserikatan hanya dilakukan secara legal
sebagai kelompok lokal yang terpisah dari Sarekat Islam pusat.33
Mereka yang merasa kecewa dengan keputusan tersebut memilih untuk
menggabungkan diri dengan orang-orang yang senasib dengan mereka, dan
mereka juga menggabungkan diri pada SI di Batavia itu. Kemudia di bawah
Raden Kartasasmita, seorang kakitangan Goenawan, mereka ini memutuskan
untuk mendirikan perkumpulan tersendiri, yang memang dapat dipandang sebagai
SI karena DI tidak dapat melakukan tuntasan hak itu.34
Mereka pun lebih rajin lagi
malakukan propaganda dan rapat-rapat dengan anggota SI yang tidak suka dengan
DI untuk membentuk SI yang baru. Untuk itu dia mempengaruhi pengikut SI di
Bekasi agar tidak memasuki DI dan menentang H. Abdurrahman, kemudian ia
menyebarkan kartu anggota dari Comite Centraal kepada anggota.35
Jika ada
penduduk yang mau menjadi anggota SI, mereka selalu mengatakan bahwa
perkumpulan DI sama saja dengan SI agar pertambahan anggota tidak berhenti.36
Pasalnya selain mengubah nama SI Bekasi, pemerintah juga berusaha menekan
32
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. hlm 210 33
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Jakarta: Masup Jakarta, 2011, hlm 145 34
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 49 35
Afschrift No. 27, Mailrapport No. 22/7-13-46/1. 36
Pandjaran Warta 13 Meret 1914.
57
pertambahan organisasi ini dengan memberi perintah dan larangan keras kepada
H. Abdurrahman agar tidak menerima lagi orang-orang yang ingin menjadi
anggota.37
Sesuai perintah Cohen, H. Abdurrahman juga tidak mengeluarkan
surat-surat tanda keanggotaan, supaya hal itu ditangguhkan sampai perkumpulan
tersebut mendapatkan bentuk badan hukum dengan nama hasil pergantian yaitu
“Sarekat akan memadjoekan kesantosaannja orang priboemi Meester Cornelis”.
Inti dari percakapan-percakapan yang dilakukan anggota-anggota adalah
keinginan umum SI akan dapat dipenuhi hanya jika perkumpulan ini tetap dengan
namanya yang semula yaitu “Sarekat Islam”, untuk itu diadakanlah rapat dengan
pemimipin-pemimpin kring dan beberapa orang yang berpengaruh dalam
organisasi itu, yang kira-kira berjumlah 300 orang, selain itu rapat ini dihadiri
pula oleh wedana Meester Cornelis, pada rapat ini diputuskan untuk memulihkan
kembali nama “Sarekat Islam”, dan juga mencetak kembali kartu-kartu tanda
keanggotaan.38
Pemerintah terpaksa mengakui SI yang semula dan DI dengan
sendirinya dibubarkan.39
Walaupun SI Bekasi sudah kembali pemerintah tidak
mengubah kepengurusan yang telah ia ubah dengan orang-orang pilihan
pemerintah.
Oleh karena itu sejak periode antara tahun 1911-1923 SI menempuh garis
perjuangan di berbagai lapisan, dengan ikut aktif dalam pemerintahan parlementer
serta evolusioner, artinya organisasi pergerakan ini mengadakan politik kerja
sama dengan pemerintah Hindia Belanda. Itu sebabnya pemerintah dapat dengan
37
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 52 38
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 49- 50 39
Arsip Nasional Republik Indonesia, Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat
Islam lokal, hlm XIVN
58
mudah ikut campur dalam kepengurusan SI salah satunya pemilihan ketua SI di
Bekasi.40
SI pun sejak awal telah menyatakan loyal dan setia kepada pemerintah,
hal ini disampaikan oleh Tjokroaminoto pada kongres SI di Bandung, Juni
1916,.41
jadi tidak mengherankan jika pemerintah mempunyai wewenang untuk
campur tangan dalam kepemimpinan SI seperti halnya menurunkan dan
mengangkat ketua yang terjadi dalam SI cabang Bekasi dengan orang-orang
pilihannya.
2. Wedana Bekasi
Wedana Bekasi memang mengambil sikap menentang keras terhadap
keberadaan gerakan SI. Para anggota-anggota SI di Distrik Bekasi berkali-kalih
menyampaikan keluhannya kepada pemimpin SI cabang Jawa Barat yaitu
Goenawan, tentang rintangan-rintangan dari kepala-kepala daerah pribumi Bekasi.
Rintangan-rintangan dari kepala daerah tersebut dikemukakan kedalam 4 alinea.
“Dalam surat permohonan pada tanggal 11 Maret 1914 yang
ditunjukan kepada Gubernur Jendral, mas Goenawan, pemimpin
redaksi harian “Pandjaran Warta”, berpendapat perlu kiranya
diperhatikan hal-hal berikut:
I. Bahwa ia dalam kedudukannya sebagai ketua dari
Pengurus Besar Sarekat Islam di Jawa Barat berkali-kali
menerimakeluhan dari anggota-anggota yang telah masuk
perkumpulan itu, yang bertempat tinggal di distrik Bekasi,
mengenai rintangan dari kepala-kepala pribumi, yang
kiranya masih harus terbukti kenyataannya dari lampiran-
lampiran bertandakan A dan B, yang disertakan pada surat
permohonan itu.
II. Bahwa Wedana Bekasi yang saat ini memperlihatkan
kecenderungan istimewa terhadap perkumpulan “Kong
40
Artikel di akses pada 5 Agustus 2015 dari http://kendakaku.blogspot.com/2014/05/latar-
belakangperkembangankemunduran.html 41
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 63
59
Djie Hin” yang terdapat di sana dan bahwa anggota-
anggota perkumpula ini lebih diutaman daripada anggota-
anggota Sarekat Islam.
III. Bahwa agaknya wedana telah mengumpulkan uang untuk
mendirikan tempat pemakaman bagi pegawai-pegawai
pribumi di Bekasi (lihat lampiran C pada surat
permohonan), sedang rencana tersebut sampai sekarang
tidak ada pelaksanaan.
IV. Bahwa mantra cacar Mohamad Musanip kiranya telah
dipindahkan ke Balaraja, karena ia telah menjadi anggota
Sarekat Islam.”42
Pada alinea I membahas keluhan tentang rintangan yang dialami oleh
anggota-anggota SI di Distrik Bekasi dari pihak kepala daerah yang merupakan
orang pribumi, keluhan pertama menyatakan bahwa anggota-anggota SI di Bekasi
tidak dapat menyetujui penggantian SI menjadi DI dan juga tidak dapat
menyetujui cara bagaimana H. Abdurracham diangkat menjadi ketua. Hal kedua
menyangkut pemecatan yang dilakukan Wedana Bekasi terhadap pemimpin
Warung Aandel yang bernama H. Ibrahim.
Pada alinea II menyatakan bahwa wedana telah memperlihatkan
kecenderungan istimewa terhadap perkumpulan Kong Djie Hin (KDH), anggota
perkumpulan ini lebih diutamakan daripada anggota SI. Secara diam-diam
Wedana Bekasi membantu perkumpulan pesaing SI di Distrik Bekasi tersebut,
selain itu KDH juga dianak emaskan oleh Wedana Bekasi dengan selalu membela
dan memberikan hukuman yang lebih ringan jika terjadi kerusuhan antara SI dan
KDH, selain itu wedana Bekasi juga mewajibkan semua pesuruhnya untuk
memasuki perkumpulan KDH jika tidak maka pesuruh tersebut akan dipecat,
sebagai bukti hal tersebut memang terjadi ialah dengan dipecatnya pesuruh yang
42
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 45
60
bernama Salam, karena ia telah ikut campur dalam kepentingan SI, Salam adalah
satu-satunya pesuruh yang tidak mau menjadi anggota KDH. Nasib tersebut pun
juga menimpah mandor polisi yang bernama Jidan karena alasan yang sama.
Pada alinea III menyatakan bahwa Wedana Bekasi telah mengumpulkan
uang untuk merealisasikan rencananya mendirikan tempat pemakaman bagi
pegawai-pegawai pribumi di Bekasi, sedangkan pada kenyataannya rencana
tersebut tidak dilaksanakan. Pada kenyataannya uang tersebut ditahan oleh
Wedana Bekasi sebesar f 87,15, dengan alasan bahwa belum ditemukannya tanah
yang cocok untuk tempat pemakaman tersebut.
Pada alinea IV menyatakan keluhan tentang dipindah tugaskannya mantri
cacar yang bernama Mohammad Musanip di Bekasi ke daerah ke Balaraja
dikarenakan ia adalah anggota SI Bekasi. 43 Hal itu menjadi bukti bagaimana
ketidak sukaan Wedana Bekasi terhadap SI, akan tetapi dengan kedudukan yang
mereka miliki mereka lebih memilih untuk membela kepentingan pribadi mereka.
Walaupun begitu, Wedana Bekasi tetap dianggap bagus oleh Asisiten Residen
Cohen, dia pun mendapat kepercayaan sepenuhnya, seperti yang terbukti dari
pertimbangan prestasi yang baik di mata Cohen yang dituangkan olehnya ke
dalam konduite (penilaian kecakapan) mengenai pegawai tersebut. Dalam
penilaiannya tersebut, ia juga disebut sebagai kepala distrik yang terbaik di
seluruh Afdeling Meester Cornelis, Cohen pun pernah mengusulkan agar Wedana
Bekasi diberika bintangjasa kerajaan. Akan tetapi karena Wedana Bekasi telah
terbukti melakukan kesalahan-kesalahan seperti yang telah dikeluhkan oleh
43
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 53-57
61
anggota SI Bekasi maka Wedana Bekasi yaitu Raden Barkham tidak akan
mendapatkan bintang melainkan dimutasi dari jabatannya oleh patih Meester
Cornelis.44
44
Taufik Abdullah , Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 59
62
BAB IV
PERJUANGAN SAREKAT ISLAM DI BEKASI 1913-1914
Sejak awal SI didirikan oleh H.Samanhoedi dan Tirtoadisorjo, dan
diresmikan pada tanggal 10 September 1912, SI telah meletakkan dasar
perjuangannya atas tiga prinsip, yaitu: asas agama Islam sebagai dasar perjuangan
organisasi, asas kerakyatan sebagai dasar himpunan organisasi, dan asas sosial
ekonomi sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya
berada dalam taraf kemiskinan dan kemelaratan.1
Salah satu usaha SI untuk mewujudkan cita-cita menangkat derajat kaum
pribumi dan melepaskan kaum pribumi dari jeratan kemiskinan, kemelaratan yang
disebabkan oleh tindakan kesewenangan Wedana Bekasi dan tuan tanah
Tionghoa, adalah dengan memajukan bidang ekonomi, agama, juga pendidikan
dan pengajaran bagi masyarakat pribumi. Dalam bidang edukasi, SI mulai
bergerak untuk memajukan pendidikan sebagaimana perhatian yang besar
terhadap kebutuhan pendidikan masyarakat, karena dari sejarah awalnya, bidang
pendidikan masih terbelakang. Pada tahun 1914 rencana perbaikan pendidikan
mulai berkembang dan kian mendapatkan perhatian yang besar, untuk
menjalankannya pertama-tama SI mengadakan kerjasama dengan perkumpulan
yang telah lebih dahulu memusatkan kegiatan dalam bidang pendidikan yaitu
Djamiatul Chair yang merupakan perkumpulan keturunan Arab, dari sana mulai
SI mendirikan sekolah yang bersifat modern yang berdasarkan agama yang
1 Abdul Ghani Muhammad, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1984, hlm 14
63
berlandakan Al-Qur’an dan Hadits 2
dengan menfokuskan pelajaran bahasa Arab
bagi para siswa yang bersekolah di sekolah SI, akan tetapi tetap menggunakan
bahasa Belanda dan Melayu.3
Cabang SI di Batavia pernah mengadakan suatu pertemuan untuk
membicarakan masalah pendidikan dengan perkumpulan Djamiatul Chair. Dalam
kesempatan ini, ketua perkumpulan Djamiatul Chair dengan penuh semangat
menyampaikan pidatonya tentang pendidikan dan keinginan untuk
memajukannya. Dikemukakannya sekolah-sekolah yang berhasil didirikan oleh
perkumpulannya sebagai contoh dan motivasi agar SI bisa melakukan hal yang
sama. Tidak dikatehui apakah SI berhasil mendirikan sekolah di Batavia seperti
sekolah yang didirikan oleh Djamiatul Chair. Namun asisten residen Batavia pada
paruh pertama tahun 1913 menyatakan bahwa gerakan SI berpengaruh positif
terhadap pendidikan di sana karena kini makin banyak anak-anak pribumi yang
bersekolah, sedang sebelumnya sangat kurang. Memang cabang SI di berbagai
daerah telah berhasil medirikan sekolah-sekolah modern, daerah-daerah tersebut
antaralain adalah Pekalongan, Pati, Demak, Kudus, Sukanada, dan sekolah
Djamiat di Majalengka (Cirebon).4
Dari beberapa daerah tersebut SI Cirebon lah yang paling berhasil
memajukan pengajaran dengan membangun sekolah. Melalui jalur pendidikan
yang berdasar kepada ajaran Islam, SI Cirebon bertekad mewujudkan keinginan
dan cita-cita mereka untuk membangkitkan generasi muda penerus mereka.
2A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Andil?, (Jakatra: PT. Grafitipers, 1985), hlm
99 3Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942,
Jakarta: Pustaka Intermasa, 2011, hlm 91-92 4A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Andil?. Hlm 99
64
Dengan didirikannya sekolah Islam maka perjuangan SI untuk mencerdaskan
umat Islam menjadi lebih sempurna.5 Pada rapat umum SI di Cirebon yang
dipimpin oleh Muhammad Djaid serta dihadiri oleh SI, organisasi-organisasi
selain SI serta perwakilan dari pihak Eropa dan China, dalam rapat umum tersebut
Muhammad Djaid menyampaikan bahwa sesuai dengan tujuan SI, sekolah SI
harus berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits dalam segala akifitasnya. Dalam
perjuangannya di bidang pendidikan tersebut, SI cabang Cirebon telah berhasil
mendirikan sekolah dasar Hollandsh Inlandsch School (HIS) yang diperuntukkan
bagi kaum priyai Jawa yang memakai pengantar bahasa Belanda. Sementara
untuk kalangan SI sendiri sekolah ini ditambah dengan pelajaran-pelajaran yang
didasarkan pada sendi-sendi agama Islam.6 Lalu pada tanggal 16 Juli 1922
diadakan konferensi oleh SI cabang Cirebon untuk membicarakan pendirian
sekolah khusus, maka didirikanlah sekolah SI diberi nama Igama dengan sistem
pendidikan yang disebut Sarekat Islam School met de Qur’an di daerah Cirebon.7
Berbeda dengan SI Bekasi, kesuksesan bidang pendidikan yang diraih SI
Cirebon. SI Bekasi tidak dapat meraih kesuksesan yang gemilang di bidang
pendidikan. Hal ini sesuai dengan data yang menjelaskan adanya perjuangan SI
Batavia dan Meester Cornelis dalam memajukan kehidupan pendidikan
masyarakat pribumi di daerah otonomnya seperti di Distrik Bekasi terutama dalam
membangu sekolah-sekolah SI. Tidak seperti yang dilakukan SI Cirebon. Di
5Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942.
Hlm 93 6 Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942.
Hlm 92 7 Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942.
Hlm 93-95
65
Batavia sendiri yang merupakan pusat daerah penyebaran SI di Regentschap
Meester Cornelis dan Bultenzorg sendiri, pada kurun waktu 1913-1914, tidak
diketahui apakah di sana telah didirikan sekolah SI seperti sekolah Djamiatul
Chair, walaupun pernah diadakan suatu pertemuan antara SI cabang Batavia dan
perkumpulan Djamiatul Chair untuk membicarakan tentang pendidikan.8 Selain
itu sumber tentang eksistensi SI di Bekasi sangat terbatas dan sumber-sumber
yang membahas tentang usaha SI dalalm memajukan pendidikan di sanapun tidak
ditemukan. Bisa jadi SI di Bekasi memang tidak memfokuskan perjuangannya
dalam bidang pendidikan di daerah tersebut.
Perkembangan pendidikan umum di Distrik Bekasi pun dikatakan
tertinggal dari daerah-daerah lain di Regentschap Meester Cornelis lainnya. Hal
ini dapat disebabkan karena adanya sistem tanah partikelir yang ada di daerah itu,
pada masa itu memang kondisi dunia pendidikan di tanah-tanah partikelir
terbilang sangat buruk, tuan tanah China juga dengan sengaja membiarkan
penduduknya berpendidikan rendah, karena khawatir menjadi terancam jika
mereka berpendidikan tinggi. Sebagian besar masyarakat Distrik Bekasi pun sibuk
dan lebih mementingkan pekerjaan menggarap sawah di tanah partikelir, sehingga
minat untuk menuntut ilmu khususnya dalam pendidikan umum sangat rendah.
Hal ini juga dipicu oleh kurangnya ketersediaan sarana pendidikan atau sekolah di
daerah ini. Selain itu rakyat sering dihadapkan dengan beberapa hambatan berupa
diskriminasi politik. Perbedaan perlakuan dalam pendidikan dan pengajaran
didasari oleh perbedaan ras dan warna kulit khususnya antara etnis Eropa, China
8A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 99
66
dan pribumi Indonesia. Perbedaan perlakuan tersebut dapat dilihat dengan adanya
tiga jenis sekolah dasar yaitu Hollands Inlandse School (HIS) yang diperuntukan
bagi anak-anak pribumi golongan bangsawan dan pejabat pemerintahan, Hollands
Chinese School (HCS) yang diperuntukkan bagi anak-anak Etnis China, dan
Europese Lagere School (ELS) untuk anak-anak berkebangsaan Eropa dan
Belanda.9 Oleh karena itu maka kesempatan belajar bagi penduduk desa sangat
sedikit. Bagi mereka yang menjunjung pentingnya pendidikan, mereka
menyekolahkan anak-anak mereka di madrasah yang ada atau hanya mengenyam
pendidikan agama kepada guru ngaji setempat. Maka tidak mengherankan jika
sampai pada tahun 1930-an pun, di Bekasi, sangat minim keberadaan lembaga
pendidikan formal, hal itu dikarenakan pemberian subsidi kepada sekolah-sekolah
umum di tanah partikelir telah disederhanakan dan tidak ada lagi penambahan
yang sebelumnya selalu bertambah setiap tahunnya.10
A. Perjuangan Sarekat Islam Bekasi dalam Perekenomian Masyarakat
Bekasi
Untuk menampung keluhan masyarakat Bekasi dan mengusahakan
terjadinya peningkatan taraf hidup masyarakat pribumi Bekasi dalam bidang
perekonomian, pada awal kedatangannya di daerah ini, SI yang saat itu dipimpin
oleh H. Ibrahim, mengawalinya dengan melakukan penuntutan kepada tuan tanah
untuk menaikan harga upah buruh tani dari f 0,25 (25 sen menjadi f 0,50 (50 sen)
perhari, peristiwa ini pun telah diberitakan pula dalam Surat Kabar Perniagaan
9Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa. Hlm 20
10Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-sumber Sejarah, Memori Serah
Jabatan 1931-1940 (Jawa Barat), Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1976, hlm
CXXXVIII
67
yang diterbitkan pada selasa, 16 Desember 1913. Berita tersebut berbunyi sebagai
berikut:
“Pendoedoek boemipoetra di Bekasi sebagian besar ada
djadi lid dari Sarekat Islam, tetapi tiada koerang organisasi
boemipoetra jang tiada soeka sama perkoempulan itoe. Baroe
ini bestuur dari Sarekat Islam di Bekasi telah keloearkan
atoeran antara lid-lidnja. Dari sekarang ia orang tidak boleh
bekerdja pada toean tanah dan pada orang-orang Tionghoa jang
mempoenjai sawah-sawah djikalaoe boeat ia orang poenja
pekerdjaan ia orang tidak dapet pepah f. 050 stoe hari,sedang
sekian lama telah berdjalan oepah tanam padi tjoema f. 0.25
sehari. Itoe bestuur Sarekat Islam bilang, itoe harga oepahan f.
0.50 satoe hari ada pantas, sedang f. 0.25 sehari ada terlaloe
moerah, dan siapa jang berani bekerdja akan diboykot dan
dilabrak. Meski begitoe ada banjak orang kampoeng tiada
maoe perdoeli pada ini larangan dan terima djoega oepahan
dari orang-orang Tionghoa boeat bekerdja di sawah dengan
oepahan seperti doeloe, sebab kalaoe tidak bekerdja,
bagaimana ia orang meoesti hidoep?”11
Seperti di tempat-tempat manapun di Jawa Barat, di Bekasi kebanyakan
yang menanami sawah dengan padi adalah para perempuan, sejak dahulu upah ini
hanya berjumlah f 0,11 (11 sen) setiap tengah hari. Dari jumlah tersebut pun
masih dipotong sebesar f 0,01 sen untuk kepala mandor yaitu kepala kelompok
penanam sehingga si buruh perempuan tersebut pun hanya mendapatkan uang
bersih sebesar f 0,10 (10 sen). Sebagai perbandingan, dua tahun sebelum SI
datang ke Bekasi tepatnya pada tahun 1911, di daerah tersebut, makanan pokok
seperti beras dihargai sekitar f 8 (8 gulden) per pikul, dan mengalami kenaikan
pada tahun 1913 menjadi f 9.95 per pikul. Sedangkan sejak awal abad ke-20an
upah kerja buruh tani tetap sejumlah f. 0.22 per hari di kurangi sebesar f 0,02 sen
untuk kepala mandor sehingga buruh tani hanya mendapatkan upah bersih sebesar
11
Surat Kabar Perniagaan yang diterbitkan pada hari selasa, tanggal 16 Desember 1913, surat kabar ini di pimpin oleh seorang tionghoa yang bernama Lauw Giok Lan
68
f. 0.20 per hari atau f 6 per bulan. Saat bahan kebutuhan pokok terus mengalami
kenaikan, tuan tanah tidak menaikkan upah kerja para buruh tani. Sedangkan
kebutuhan hidup per bulan sekitar dua kali lipat dari upah, yakni sekitar f 11.68,
40 terhitung didalamnya untuk memenuhi kebutuhan seperti beras seharga f
5.69.40, minyak kelapa f 0.70, garam f 0.60, gula f 0.50, kopi f 0.64, teh f 1.50,
minyak tanah f 2.05.12
Dengan melihat ketidak seimbangan antara tenaga dan jumlah upah yang
mereka terima, maka SI di Distrik Bekasi telah merencanakan gerakan untuk tidak
lagi menanami sawah-sawah orang Tionghoa jika tuan tanah masih memberikan
upah kepada buruh tani hanya sejumlah f 0, 22 dalam sehari. Melalui SI, mereka
menuntut adanya kenaikan upah, mereka hanya mau menanami sawah para tuan
tanah Tionghoa jika para tuan tanah tersebut memberikan upah kepada mereka
sebesar f 0,25 dalam setengah hari ditambah f 0,02 ½ untuk kepala mandor jadi
tuan tanah harus membayar sebesar 27 ½ sen tiap tengah hari. Tuntutan itu
dilakukan karena dalam waktu beberapa tahun ini kebutuhan pokok terutama
beras telah mengalami kenaikan harga, selain itu diketahui bahwa pada saat itu di
beberapa tempat di Messter Cornelis, sudah melakukan penaikan upah pekerja
dan jika dibandingkan dengan upah mereka yang sebelumnya, maka upah tersebut
terlampau rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, oleh karena itu
sudah sewajarnya jika meraka juga mendapatkan kenaikan upah pula, menurut SI
para buruh wanita tersebut pantas mendapatkan upah sebesar f 0,50 (50 sen)
12
https://alianwar.wordpress.com/2010/04/05/ngalor-ngidul-bekasi-buruh-bekasi-protes-
tuan-tanah-zalim-radar-bekasi-senin-5-april-2010/ akses tanggal 30-01-2016, 17:03 WIB
69
dalam sehari. Selain itu dalam membela kepentingan masyarakat pribumi, SI
Bekasi mengajak masyarakat untuk mengadakan gerakan pemogokan kerja agar
masyarakat tidak lagi menanami sawah-sawah para tuan tanah Tionghoa jika
tuntutan yang meraka ajukan tidak dipenuhi.
Hal ini dilakukan karena upah kerja buruh yang hanya sebesar f 0,11 (11
sen) tiap tengah hari, tidak dapat memenuhi harga kebutuhan kehidupan sehari-
hari mereka. Akan tetapi dipihak lain jika meraka tidak melakukan pekerjaan
penanaman yang biasa mereka lakukan tersebut, maka mereka tidak akan
mendapatkan upah dalam wujud upah potong sebesar 1/5 dari hasil pungut, jadi
kalau mereka tidak mau menanami sawah orang-orang Tionghoa lagi, maka
meraka akan kehilangan pendapatan rangkap dan jika mereka berhenti bekerja,
bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Walau pun begitu
SI tetap memperjuangkan tuntutan tersebut dengan tetap melakukan penolakan
secara mentah-mentah untuk bekerja menanami sawah orang Tionghoa jika
mereka masih membayar dengan upah yang lebih rendah dari tuntutan mereka
tersebut. Pemogokan tersebut mereka mulai pada hari minggu tanggal 14
Desember di daerah Ujungmenteng pada tanggal tersebut biasanya para buruh tani
mulai menanani sawah para tuan tanah, para anggota SI secara serentak berencana
untuk menentang dan menghentikan penanaman tersebut pada hari itu. Disisi lain
banyak orang yang bukan anggota SI bersedia untuk menanami sawah para tuan
tanah Tionghoa dengan upah sebesar f 0,15 (15 sen) setiap setengah hari. Orang-
orang Saikung dari Bojongrangkung bersedia melakukannya dengan upah f 0, 12
½ setengah hari dan Sebagian besar penduduk bukan anggota SI yang
70
menyanggupi menanam sawah tuan tanah Tionghoa tersebut sebagian besar
tinggal di kampung-kampung Bekasi dan Teluk-Pucung.13
Hal itupun memicu
terjadinya kemarahan dari SI, perjuangannya meningkatkan kehidupan
perekonomian masyarakat pribumi malah dikacaukan oleh orang-orang pribumi
sendiri yaitu saikung dan orang-orangnya. SI pun melakukan pemberontakan dan
kerusuhan yang dilakukan oleh para propagandis SI dan para petani penggarap
anggota SI tersebut pada tanggal 13 Desember 1913 malam hari.14
Pemimpin-pemimpin SI yang sangat berkontribusi dalam peristiwa ini
adalah Ngeya seorang yang ditokohkan oleh masyarakat pribumi yang memilih
untuk berperan aktif dalam perjuangan SI, ia berasal dari kampung Cibening di
tanah partikelir Pondokgede, selanjutnya ada Sapat, seorang bekas juragan di
Bulaktemu dari kampung Setu di tanah Cakung, kemudian juga Haji Ibrahim di
Keranji dan Japan yang merupakan Bekasi mandor di kampung Setu. Tokoh-
tokoh SI ini pun melakukan sebuah gerakan protes di kampung Setu dan Pondok-
Klapa, sebanyak 2000 hingga 3000 massa dari SI ikut serta dalam gerakan protes
yang dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak buruh tani tersebut. Untuk
menenangkan protes yang berujung kerusuhan tersebut, akhirnya wedana Bekasi
memenuhi tuntutan untuk menaikan upah kerja sesuai yang diajukan oleh SI.
Akan tetapi setelah perisriwa tersebut, pada panen yang berikutnya para tuan
tanah Tionghoa di Distrik Bekasi tidak mau lagi mengikutsertakan anggota-
anggota perkumpulan SI pada pekerjaan potong padi dengan upah potong yang
sudah ditentukan, hal ini sebagai hukuman kepada anggota-anggota perkumpulan
13
Sarekat Islam lokal, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, ibid, Hlm 30-31 14
Sarekat Islam Lokal, ibid, Hlm XIV
71
SI atas sikap mambangkang yang mereka perlihatkan dengan menuntut upah
penanaman padi dengan harga yang lebih pantas. Akan tetapi rencana para tuan
tanah untuk tidak mengikutsertakan anggota SI pada pekerjaan potong padi
tersebut bertentangan dengan kebijakan-kebijakan yang sudah berlaku, maka
Wedana Bekasi pun mengambil tindakan-tindakan untuk melarang para tuan
tanah melakukan hal tersebut.15
Dalam hal asosiasi sosial ekonomi sebagai usaha meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang berada dalam taraf kemiskinan dan kemelaratan
dengan mengembangkan jiwa dagang dan bidang usaha koperasi, Untuk
peningkatkan semangat dagang masyarakat Indonesia pertama-tama pencapainnya
diusahakan dengan membangun toko kopeasi konsumen, inilah kegiatan ekonomi
SI yang paling menonjol pada masa awal keberadaannya. Para anggota dianjurkan
mengumpulkan uang untuk membentuk toko-toko koperasi agar mereka dapat
memperoleh kebutuhan hidup dengan harga yang lebih murah.16
Akan tetapi pada
kenyataannya SI tidak berhasil dalam membangun suatu dasar keuangan yang
sehat, hal ini disebabkan tidak cukupnya sarana keuangan. Banyak rencana yang
tidak dapat terlaksana dengan baik, sebagai contoh terjadinya kegagalan toko-toko
koperasi di beberapa cabang di daerah-daerah yang pada mulanya didirikan
dengan penuh kegairahan yang pada pokoknya disebabkan tidak adanya dasar
keuangan yang baik dalam perkumpulan. Dalam bukunya, A.P.E Korver
dijelaskan bahwa kegagalan dalam bidang usaha koperasi yang terjadi di cabang
SI termasuk di Distrik Bekasi, bukan hanya disebabkan oleh keterbatasan sarana
15
Taufik Abdullah (ed), Sejarah Islam Lokal di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah mada
University press, 1979, hlm 44. 16
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 89
72
keuangan dalam kas organisasi SI di sana melainkan lebih kepada kegagalan yang
timbul akibat kelakuan tidak bermoral yang dilakukan pemimpin pengganti
koperasi SI Bekasi, seperti korupsi serta penyelewengan keuangan SI yang
dilakukan oleh pemimpinnya.17
Walaupun demikian, untuk memajukan perekonomian di kalangan
masyarakat pribumi Distrik Bekasi, SI cabang Bekasi mendirikan warung
koperasi. Warung-warung koperasi di daerah ini lebih dikenal dengan nama
Warung Aandeel (warung saham)18
yang dibangun dekat Pasar Kranji, dan
didirikan oleh H. Abdurrachim serta dipimpin oleh H. Ibrahim. Karena
keterlibantannya dalam sebuah permasalahan, H. Ibrahim diturunkan dari
jabatannya sebagai pemimpin Warung Aandeel oleh Wedanan Bekasi atas
permintaan Asisten-Residen Cohen. Keputuan ini disahkan secara sepihak tanpa
pemberitahuan kepada para pemegang saham terlebih dahulu.19
H. Abdurrahman
sebagai ketua SI Bekasi, atas perintah wedana mememecat H. Ibrahim
dikarenakan ia telah didakwah oleh Wedana Bekasi atas tuduhan telah menjadi
penghasut kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada bulan Desember 1913 di
kampung Setu di Cakung dan Pondok-Klapa.20
Pemecatan Haji Ibrahim juga
diberitakan dalam sebuah Surat Kabar Perniagaan, yang diterbitkan pada hari
Jumat 19 Desember 1913,
17
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, Hlm 172 18
Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam lokal. Hlm 40 19
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 45 20
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 53
73
“Berhoeboeng denngan itoe perkara keriboetan di
kampoengsetoe tjakoeng, sekarang ampat pemimpin dari
djematoel Islam, ialah Haji Ibrahim, Ngeja, Sapat, dan
Djaiejan soedah dikasih keloear dari itoevereeninging, Boekan
sadja dilepas dari ia poenya jabatan lid bestuur, tapi dicaboet
joega ia poenya lid maatschap dari itoe perkoempoelan. Inilah
satoe nasehat bagi pemimpin perloempoelan anak negeri jang
soeka andjoerin lid2-nja akan berboeat perkara tidak baik.”
Setelah diselidiki secara lanjut maka terbukti bahwa H. Ibrahim sama
sekali tidak bersalah atas kerusuhan yang terjadi di Kampung Setu, selain itu H.
Abdurrachim pun dipecat tanpa ada kejelasan penyebab pemecatannya. Akhirnya
jabatan ketua Warung Aandeel pun digantika oleh H. Abdurrahman selaku ketua
SI atau Djamiatul Islamiyah yang baru. Dengan munculnya H. Abdurrahman,
mulailah unsur ekonominya lebih menonjol, memang sejak awal kedatangannya
di Distrik Bekasi di bawah pimpinan H. Hidayat, organisasi ini lebih cenderung
pada diri dalam kegiatan perbaikan keagamaan masyarakat pribumi Bekasi, akan
tetapi di bawah pimpinan H. Abdurrahman, organisasi ini berangsur-angsur lebih
memfokuskan perbaikan kehidupan masyarakat pribumi dalam bidang
perekonomian.21
H. Abdurracham telah berhasil membangkitkan minat dan
semangat para anggota terhadap usaha untuk membuka warung-warung atas dasar
koperasi. Ia telah berhasil membangkitkan semangat dan minat bagi para anggota
untuk melakukan usaha di bidang koperasi dengan menyediakan saham-saham
sebesar f 2 (0,2 sen) sehelai.
Dengan banyaknya anggota SI di Bekasi, dan banyak pula dari mereka
yang membeli saham toko koperasi Warung Aandeel serta adanya kebijakan yang
melarang para anggota untuk tidak membeli barang-barang yang dijual di warung-
21
Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam lokal. Hlm 49
74
warung milik Tionghoa dan pribumi yang bukan anggota SI,22
kebijakan tersebut
secara tidak langsung menjadi salah satu penyebab Warung Aandeel mengalami
kemajuan yang cukup pesat pada awalnya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu
pada perkembangannya pembentukan usaha koperasi tersebut mulai timbul
masalah-masalah lagi di tubuh SI yaitu korupsi yang dilakukan oleh pemimpin SI
Distrik Bekasi.
Bicara tentang korupsi, perbuatan tak terpuji ini pun dilakukan oleh para
pemimpin-pemimpin SI dari atas sampai ke bawah, meraka menyelewengkan
uang pangkal keanggotaan SI, persoalan ini tidak hanya menambah permasalahan
keuangan perkumpulan, akan tetapi juga merusak nama baiknya organisasi ini,
pejabat Pangreh praja dan pejabat Eropa banyak membuat laporan tentang hal ini
salah satunya Residen Batavia telah mengemukakan pendapatnya bahwa uang
yang diperuntukan bagi kas SI kebanyakan mengalir ke dalam dompet para
pemimpinnya, seperti yang dijelaskan oleh A.P.E Korver dalam bukunya. Bupati
Surabaya juga pernah menulis tentang pemimpin-pemimpin SI bahwa yang
dahulu tidak memiliki hidup yang sederhana, ketika menjabat, statusnya berubah
menjadi orang yang kaya raya, naik mobil dan istri-istri mereka penuh perhiasan
permata. Tentu saja pernyataan dari pejabat pemerintah tidak bisa begitu saja
dipercaya dikarenakan kebanyakan dari mereka tidak menyukai dan tidak
bersimpati dengan organisasi pergerakan ini. Akan tetapi berita-berita
penyelewengan tentang keuangan SI juga datang dari pihak yang dapat dipercaya,
antara lain para pejabat yang bersimpati dengan gerakan ini. Beberapa dari
22
Afschrift No. 27 Mailrapport No 2/7-13-48/1
75
mereka yang bersimpati juga menyatakan bahwa beberapa pemimpin SI pun
pernah menyatakan adanya tuduhan terhadap rekan-rekan mereka, atau terdapat
kebenaran dalam tuduhan-tuduhan yang disampaikan tersebut. Oleh karena itu
gerakan koperasi ini tidak banyak menghasilkan keuntungan dan usaha koperasi
yang didirikan berakhir dengan kehancuran. Seperti yang telah disebutka oleh
A.P.E Korver yang mengutip kalimat Rinkes bahwa baru saja tiga tahun
berlangsung, pada akhir tahun 1915, tujuan-tujuan ekonomis SI telah mengalami
kemunduran.23
Para anggota yang menanamkan uangnya pada saham-saham di Warung
Aadeel mulai mengeluhkan mengenai uanga “Warung Aandeel” yang telah
mereka berikan, tidak diberika pertanggung jawaban yang semestinya oleh H.
Abdurracham selaku ketua koperasi warung tersebut.24
Keluhan tersebut makin
menguat setelah mereka mengetahiu bahwa pengangkatan H. Abdurrahman bukan
atas dasar rapat anggota, para anggota menduga bahwa uang kas organisasi yang
didapat dari pembayaran kartu anggota dan saham-saham para investor yang
berjumlah sekitar f 60.000, tidak dimasukkan ke dalam kas perkumpulan ini,
mereka mencurigai H. Abdurrahman telah melakukan penggelapan terhadap
uang-uang tersebut, kecurigaan mereka diperkuat dengan keadaan ekonomi H.
Abdurrahman yang semakin meningkat, sebelum menjadi ketua SI di daerah ini
dia tidak mempunyai rumah yang bagus dan hanya memiliki sebuah toko kecil
yang menjual berbagai alat-alat kereta kuda, seperti roda-roda dan lain-lain. Akan
tetapi setelah menjabat menjadi ketua dia mampu membeli kayu jati seharga f
23
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 126 24
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia.. Hlm 48
76
7000, mengubah toko kecilnya menjadi toko besar yang menjual barang-barang
mebel. Selain tokonya yang menjadi toko besar, tidak lama kemudian dia telah
membangun rumah kokoh yang terbuat dari batu yang kira-kira harganya f 30.000
padahal sebelumnya H. Abdurrahman menjadi pemimpin SI Distrik Bekasi, dia
hanya mempunyai rumah yang sederhana. Para anggota menduga bahwa uang
yang dia gunakan untuk membesarkan toko dan membangun rumah miliknya
berasal dari uang anggota dan saham Warung Aandeel yang dia korupsi.
Seharusnya untuk mengatur keuangan tersebut seorang ketua berpegang sesuai
peraturan dan ketetapan yang berlaku dalam organisasi SI.25
Maka mereka pun
mulai menuntuntut agar H. Abdurrahman diberhentikan dari jabatannya sebagai
ketua.
Tidak diketahui secara pasti apakah setelah kasus penggelapan uang
pembuatan kartu anggota dan uang saham-saham warung Aandeel yang dilakukan
oleh H. Abdurrahman, tuntutan para anggota SI Distrik Bekasi untuk
memberhentikan H. Abdurrachman dari jabatannya sebagai pemimpin Warung
Aandeel dan SI, dikabulkan atau tidak oleh pemerintah ataukah dia tetap pada
jabatannya. Karena ketika diadakannya rapat umum pada bulan Maret tahun 1914
tidak ada seorang pun dari mereka menanyakan perihal pertanggung jawaban H.
Abdurrachman terhadap masalah keuangan yang disebabkan olehnya tersebut,
yang jelas H. Abdurrachman telah kehilangan kepercayaan dan rasa hormat dari
anggota-anggota SI yang merasa kecewa terhadapnya, setelah itu Warung Aandeel
pun mengalami kebangkrutan.
25
Afschrift No. 27 Mailrapport No 2/7-13-48/1
77
B. Sarekat Islam Membawa Pembaharuan Islam di Bekasi
Selain melakukan perjuangan dalam bidang perekonomian, SI Bekasi juga
berupaya melakukan pembaharuan Islam di kalangan masyarakat Bekasi. Pada
tahun-tahun awal dalam SI, telah memperlihatkan cita-cita kesetaraan yang erat
kaitannya dengan cita-cita pembaharuan agama, dalam perjuangannya, agama
Islam telah menjadi dasar yang kuat bagi pergerakan organisasi ini namun
sebagian besar pengamat Eropa berpendapat bahwa agama dalam SI bukan
merupakan faktor yang penting, Snouck Hurgronje menganggap SI buakanlah
organisasi keagamaan: menurutnya pula dalam perkumpulan ini, Islam hanya
dijadikan sebagai alat pengikat sosial politik yang membedakan bangsa Indonesia
dengan bukan bangsa Indonesia, Rinkles pun juga berpendapat bahwa gerakan
tersebut tidak memiliki sifat keagamaan yang khas.26
Akan tetapi disatu pihak
pemerintah Hindia-Belanda memang memiliki tujuan untuk melenyapkan Islam
karena menurut mereka Islam adalah suatu senjata yang paling ampuh dan sebagai
ancaman yang palin berbahaya terhadap kelanggengan kekuasaannya di
Indonesia. Di pihak lain apabila agama Islam tidak dapat dilenyapkan setidaknya
Islam tidak terus berkembang dan jangan sampai digunakan sebagai alat politik.
Islam boleh ada hanya untuk kepercayaan dan pendangan hidup semata-mata.27
Walaupun dapat dikatakan bahwa masalah agama merupakan masalah
yang bersifat prinsipal dan fundamental, namun tidak bisa ditepiskan bahwa pada
kenyataannya agama dapat menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan
perlawanan kepada pihak yang berusaha menjatuhkan kaum pribumi.
26
A,P,E Kprver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65 27
Abdul Ghani Muhammad, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1984, hlm 14-16
78
Tjokroaminoto dalam suatu pidato pada tahun 1915 mengatakan bahwa di
kalangan rakyat Indonesia masih sedikit rasa nasionalisme persatuan
kebangsaannya hal ini terlihat dari sikap antipati yang mereka perlihatkan dengan
orang yang berlainan suku dengan mereka semisal Orang Madura tidak merasa
satu dengan orang Jawa, orang Jawa pun demikian dengan orang Sunda, orang
Sunda pun demikian dengan orang Palembang. Namun demi untuk mencapai
kemajuan dan kebangkitannya rakyat Indonesia harus bersatu dan sarana untuk
mencapai persatuan itu adalah agama Islam. Islam oleh SI dijadikan perekat
puluhan juta rakyat pribumi Indonesia ke dalam satu tujuan, Islam juga sebagai
alat untuk meningkatkan nasionalisme dan cinta tanah air. Hal ini dikarenakan SI
beranggapan bahwa agama mampu mempersatukan masyarakat pribumi dari
berbagai etnis dan golongan.28
Gambaran bahwa agama dalam SI dianggap
sebagai suatu pengikat ini pernah dinyatakan oleh Tjrokaminoto sebagai berikut:
“memang SI memakai nama agama sebagai persatuan bangsa, buat mencapai cita-
cita sebenarnya, dan agama tidak akan menghambat kita mencapai tujuan itu.”29
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, sebelum SI memasuki
daerah Bekasi, penduduk pribumi Bekasi yang sebagian besarnya beragama Islam
tersebut merupakan penganut Islam yang taat. Akan tetapi sangat disayangkan
pada kenyataannya sebagian dari mereka hanya memandang Islam sebagai agama
yang mereka anut dan sebagai identitas diri saja khususnya masyarakat pribumi
yang berprofesi sebagai buruh tani. Masyarakat kalangan bawah Bekasi
khususnya para petani penggarap, masih belum memahami ajaran agama Islam
28
A,P,E Kprver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65-66 29
Abdul Ghani Muhammad, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam. Hlm 14-16
79
dengan baik, karena mereka lebih memilih untuk menyibukkan diri di sawah
dengan bekerja menggarap sawah daripada mempelajari dan mendalami agama
mereka sendiri yaitu Islam, dalam hal beribadah bahkan mereka mengabaikan
kewajiban sholat lima waktu. Banyak dari mereka yang enggan menjadi anggota
SI hanya karena organisasi ini mewajiabkan setiap anggotanya untuk
melaksanankan ibadah wajib yaitu sholat lima waktu, mereka merasa tidak
sanggup jika setiap hari harus menunaikan sholat dalam lima waktu.30
Munculnya SI sebagai organisasi pergerakan yang membawa tujuan mulia
untuk mensejahterakan kehidupan dan menaikan derajat masyarakat pribumi
Distrik Bekasi, serta membawa tujuan untuk memperbaiki keagamaan masyarakat
Distrik Bekasi dengan harapat masyarakat Bekasi dapat menjalankan
kehidupannya menurut perintah agama Islam. Karena keinginan untuk mengubah
nasib kehidupan mereka, mereka yang ingin hidupnya lebih baik, memilih untuk
menjadi bagian dari organisasi SI dan berusaha memenuhi semua persyaratan-
persyaratan yang diajukan untuk menjadi anggota organisasi ini, antara lain:
dalam kongres di Surakarta tahun 1913. Tjokroaminoto melancarkan
kampanyenya untuk membasmi apa yang dia sebut “tujuh M” yaitu main (judi),
madon (nafsu seks), minum (mabuk), madat (cabul), mangani (makan berlebihan),
maling (mencuri, merampok), dan misuk (memaki), untuk melancarkan aksi
pembasmian “tujuh M” tersebut di kalangan masyarakat, Tjokroaminoto terlebih
dahulu menerapkannya kepada para anggota SI dan mereka yang ingin menjadi
anggota. Mereka yang hendak masuk menjadi anggota SI dituntut harus bersih
30
A.P..E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 142
80
kelakuannya dan tidak melakukan perbuatan maksiat. Untuk mereka yang
memiliki reputasi buruk diberikan masa percobaan setengah tahun: selama waktu
itu orang tersebut harus membuktikan telah memperbaiki kehidupannya, setelah
terbukti barulah orang itu diperkenankan menjadi anggota SI.31
Pada bulan Mei 1913 setelah kedatangan SI di daerah Batavia, asisten
Residen Meester Cornelis melaporkakan pendirian cabang SI lokal yang di daerah
Distrik Bekasi yang dipropagandai oleh seorang pribumi yang merupakan
pedagang daging lokal yang mapan, kepala sekolah pribumi yang bernama Raden
Doemihardjo,32
dua orang juru tulis serta seorang pedagang mereka sangat giat
dalam menyebarluaskan dan mengajak masyarakat daerah tersebut untuk menjadi
anggota organisasi ini. Seperti yang kita ketahui, seseorang yang telah sah
menjadi anggota SI wajib hukumnya menunaikan ibadah sholat lima waktu, dari
sebab itulah terjadi meningkat drastis jumlah orang-orang yang datang ke masjid
untuk menunaikan sholat wajib secara berjamaah, khususnya pada hari Jum’at.
Bahkan pada sebuah masjid dilaporkan bahwa jumlah jama’ahnya telah
meningkat hingga mencapai sepuluh kali lipat dari biasanya.33
Akan tetapi
pembaharuan Islam yang dilakukan oleh SI di Bekasi hanya berdampak pada
bidang peribadatannya saja seperti halnya banyak dari anggotanya yang menjadi
rajin melakukan sholat lima waktu, pembaharuan tersebut pun tidak berdampak
pada peningkatan kehidupan mereka.
31
A,P,E Kprver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65-66 32
Arsip Nasional Republik Indonesia, Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat
Islam lokal, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1975, hlm XIII 33
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Jakarta: Masup Jakarta, 2011, hlm 145
81
Karena niat awal mereka memasuki organisasi SI untuk meningkatkan
kehidupan ekonomi dan mewujudkan keinginan mereka terlepas dari jeratan
kemiskinan serta kesengsaraan hidup yang disebabkan oleh kesewenangan
pemerintah dan tuan tanah China membuat mereka mengesampingkan tujuan SI
yang utama yaitu untuk memperbaiki keagamaan Islam mereka sendiri. Mereka
lebih giat mencari masa dan memperbanyak anggota untuk melawan
kesewenangan pemerintah Hindia Belanda dan para tuan tanah Tionghoa. Bahkan
tidak jarang untuk menambah pengikut mereka melakukan pemaksaan
keanggotaan. Wedana Bekasi telah melaporkan bahwa dalam distriknya berkali-
kali terjadi penyerangan yang dilakukah oleh anggota SI terhadap warga yang
bukan amggota SI.34
Penyerangan yang dimaksud dalam pandangan SI sebagai
cara berdakwah bagi SI, selain untuk merekrut anggota, juga untuk menolak
perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan agama Islam. Dengan demikian
terjadilah garis pemisah antara orang SI dan bukan orang SI bersamaan dengan
jatuhnya garis pemisah antara Islam fanatik dan tidak. A.P.E Korver juga
menjelaskan bahwa dalam kalangan SI mulai berkembang pernyataan yang
menyatakan bahwa mereka yang bukan anggota SI dianggap “termasuk ke dalam
golongan mereka yang tidak beriman”.35
Dari pernyataan tersebut akhirnya memunculkan sikap permusuhan
anggota-anggota SI terhadap penduduk yang bukan anggota SI. Sikap tersebut
tampak ketika anggota SI menolak untuk memberikan bantuan berupa uang,
barang atau jasa kepada mereka bukan anggota SI, contohnya apabila ada upacara
34
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 130-132 35
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 142
82
pemakaman, orang pindahan, mendirikan rumah atau menanami sawah, mereka
tidak bersedia untuk mengeluarkan tenaga mereka untuk membantu, mereka juga
tidak mau ikut sedekah yang diadakan oleh orang-orang yang bukan anggota SI,
bahkan sering terjadi pula bahwa tokoh agama atau imam-imam kampung yang
merupakan anggota SI, menolak untuk memimpin pemandian, dan mensholati
jenazah orang yang bukan anggota organisasi tersebut karena mereka
beranggapan bahwa orang-orang yang bukan anggota SI dianggap sedikit banyak
termasuk kedalam golongan orang kafir. Nama SI sendiri di Distrik Bekasi lambat
laun berubah menjadi seruan jihad bagi para anggota di Distrik Bekasi untuk
melakukan perlawanan terhadap orang-orang yang anggap musuh dan
bertanggung jawab atas kemiskinan dan kesengsaraan yang mereka alami.36
Munculnya SI dengan corak keislamannya pun, tidak dapat memberikan
perubahan bagi pemahaman keagamaan masyaraka Bekasi khususnya kalangan
masyarakat yang merasa tertindas seperti masyarakat miskin dan buruh tani di
daerah terpencil seperti kampung-kampung di Distrik Bekasi. Mereka lebih
memanfaatkan keberadaan SI sebagai wadah untuk menampung kemarahan
mereka dan juga sebagai penyemangat perang melawan ketidak adilan Wedana
Bekasi, pemerintah Hindia Belanda dan kesewenangan yang dilakukan oleh para
tuan tanah Tionghoa terhadap mereka.37
Walaupun tidak mengherankan hal ini
36
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 48 37
Anwar Ali, Gerakan protes petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam
di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Hlm 23
83
dapat terjadi mengingat fanatisme keagamaan dapat menggerakkan rakyat untuk
melawan kekuasaan kolonial.38
C. SI Menghadapi Persaingan Etnis
A.P.E Konver membagi ledakan permusuhan oleh SI dalam tiga katagori
yaitu terhadap wakil-wakil pribadi golongan penduduk sendiri, pejabat-pejabat
pamong praja Eropa dan pribumi serta orang Chian dan kalangan Eropa sebagai
pribadi, dari beberapa kategori tersebut, ledakan permusuhan antara anggota SI
dengan etnis China lah yang sangat dahsyat hingga tidak jarang menimbulkan
kerugian jiwa dan materil pada setiap bentroan yang terjadi dari kedua kubu.39
Sartono Kartodirjo pun menulis dalam telaahnya-mengnai beberapa gerakan
protes di pedesaan Jawa- bahwa pernyataan permusuhan SI tertuju kepada orang-
orang beretnis China.40
Adanya stratifikasi penduduk yang menempatkan derajat pribumi sebagai
kaum yang lebih rendah dari kaum pendatang khususnya etnis China oleh
pemerintah Hindia Belanda dikarenakan pengaruh besar orang-orang China dalam
roda perekonomian di Hindia Belanda, Batavia pun mengalami berkembang
dengan pesat ketika orang-orang China pindah kesana.41
Perbedaan sosial itulah
yang menyebabkan munculnya persaingan dagang antara pribumi dan etnis China.
Sejarah mencatat bahwa persaingan dagang tersebut menjadi salah satu penyebab
38
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942,
hlm 74 39
A.P.E Korver Sarekat Islam Gerakan Ratu Andil?,Hlm 129 40
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 137 41
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta,
2008, hlm 59.
84
didirikannya organisasi SI. Pedagang China yang memiliki modal yang lebih
besar telah berhasil memonopoli perdagangan batik di Solo, pedagang pribumi
Solo pun yang merasa dirugikan atas hal itu. Memang SI dan etnis China
merupakan dua golongan yang saling bersaing. Hal ini di perkuat dengan revolusi
China yang terjadi pada masa itu sehingga mulai tumbuh rasa nasionalisme di
antara para etnis China di Indonesia dan mereka mulai menunjukan keangkuhan
dan kesombongannya kepada rakyat pribumi, mereka merasa etnis mereka lebih
baik daripada penduduk pribumi Indonesia, khususnya etnis Jawa. Revolusi
China tersebut juga menimbulkan cita-cita emansipasi di kalangan etnis China di
Indonesia, mereka ingin pula menguasai Jawa dan daerah-daerah lain
sebagaimana penjajahan yang berhasil dilakukan Belanda, mereka memandang
orang-orang Jawa adalah bangsa yang lebih rendah dari mereka sehingga orang
Jawa harus menghormati mereka. Hal itu menyebabkan timbulnya presepsi yang
sangat negatif antara pribumi dan etnis China.42
Dalam beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa di dalam tubuh SI
terdapat perasaan anti-China yang keras. Etnis China adalah saingan utama para
pengusaha pribumi dan merupaka sasaran prasangka rassial rakyat. Pemerintah
Hindia-Belanda pun memberikan hak-hak istimewa kepada etnis China sehingga
cukup memberika alasan untuk menyamakan China dengan kaum penjajah.
Tindakan anti-China dalam kalangan SI terjadi di beberapa daerah di Jawa,
Madura dan sebagian kecil daerah Sumatra (khususnya Medan).43
Hal tersebutlah
yang melatarbelakangi seringnya terjadinya bentokan dan ledakan-ledakan
42
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942.
hlm 88 43
Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1999, hlm 88
85
permusuhan antara anggota SI dan etnis China di daerah-daerah tersebut.
Terjadinya benturan-benturan sosial dan konflik antara pribumi dan etnis China,
semakin menguatkan tembok pemisah antara pribumi dan etnis China.44
Pemimpin SI yang terlibat dalam tindakan ini terutama pemimpin tinggkat
desa, pengurus SI yang lebih tinggi kebanyakan berusaha meredam atau
mencegah terjadinya kekerasan. Akan tetapi SI hanya memusuhi etnis China yang
bukan beragama Islam, jika ada etnis China yang beragama Islam atau mualaf
mereka memperlaukannya dengan sangat bersahabat. Sebagai contoh di daerah
Tambakbaya adalah ketika seorang penduduk etnis China tidak diganggu karena
kabarnya dia atau bapaknya telah member sumbangan kepada Masjid di daerah
tersebut. Menurut berita, dia adalah telah menjadi seorang Muallaf secara diam-
diam.45
Dalam upaya melakukan perbaikan taraf kehidupan masyarakat pribumi
khususnya dalam bidang ekonomi, setidaknya perjuangan yang SI lakukan ini
bertujuan untuk meminimalisir perekonomian yang dikuasai oleh China di Hindia
Belanda. Khusus di Bekasi, SI berusaha meminimalisir pengaruh besar tuan tanah
yang menjadi penyebab kemelaratan yang dialami masyarakat Bekasi yang juga
membuat pribumi menjadi kaum di bawah etnis pendatang tersebut sehingga
banyak dari pribumi mengalami kemelaratan dan kesengsaraan akibat kesulitan
ekonomi yang mereka alami. Etnis China pun menjadi sasaran SI di salah satu
daerah otonom Meester Cornelis tersebut dikarenakan peran mereka sebagai
pemilik tanah-tanah partikelir yang mendominasi di daerah tersebut sehingga
44
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942.
hlm 88 45
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 146
86
kondisi pada saat itu sangat terbelakang dan tertekan.46
SI berupaya melakukan
perjuangan perbaikan perekonomian masyarakat pribumi sehingga dapat
mengimbangi perekonomian orang-orang China. Akan tetapi dalam prosesnya, SI
pun mendapatkan halangan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dan tidak
menginginkan terciptanya kesejahteraan pribumi Bekasi yaitu tuan tanah beretnis
China tersebut, dikarenakan mereka khawatir kekuasaan mereka atas tanah
partikelir menjadi terancam jika rakyat Bekasi bersama SI berhasil mewujudkan
keinginan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dengan melakuka perbaikan
bidang ekonomi. Tuan tanah China adalah pihak yang paling merasa terganggu
akan adanya SI di Bekasi, mereka pun berupaya melakukan hal-hal yang dapat
menghalangi kemajuan dan perkembangan SI dan para anggotanya di Bekasi
seperti mendirikan organisasi pesaing SI yang bernama Kong Djie Hin.
Hubungan yang tidak harmonis antara penduduk Bekasi dengan para
penduduk keturunan China yang kebanyakan menjadi tuan tanah partikelir
tersebut, sudah terjadi sejak sebelum kedatangan organisasi SI di Bekasi atau
bahkan sebelum organisasi ini didirikan. Kesewenangan para tuan tanah etnis
China terhadap para buruh tani di Bekasi pun menjadi pemicu terhadap ketidak
harmonisan dan hubungan buruk serta persaingan antara anggota SI Bekasi
dengan para penduduk etnis China. Rasa persaingan yang menimbulkan ledakan
permusuhan pun tumbuh dan tidak dapat dihindari antara pribumi anggota SI
dengan penduduk etnis China di Bekasi.
46
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Jakarta: Masup Jakarta, 2011, hlm 144
87
Keinginan untuk mengambil dan medapatkan kembali tanah partikelir
yang banyak terdapat di sekitar daerah Batavia dan Meester Cornelis yang pada
saat itu dikuasai oleh tuan tanah China oleh SI, membuat penduduk pribumi di
sekitar daerah tersebut menjadi bersemangat untuk terus malakukan
pemberontakan. Sebuah koran China telah memberitakan tersebarnya desas desus
di Batavia dan Meester Cornelis bahwa orang Eropa dan orang China dalam
waktu dekat harus menyerahkan semua yang mereka miliki kepada SI dan bahwa
mereka kemudian akan diusir dan dibunuh. Berita tersebut diperkuat oleh
pernyataan seorang tuan tanah China di Bogor yang memberitahukan bahwa
seorang propagandis SI bernama H. Machmud, yang berasal dari kebayoran, telah
menyampaikan kepada para petani di desanya bahwa apabila SI berkuasa, maka
semua tanah di Jawa akan diberikan kembali kepada pemiliknya yang sah yaitu
rakyat pribumi Indonesia. Berita-berita yang demikian juga terjadi di Distrik
Bekasi, hal ini diberitakan oleh residen Meester Cornelis, Dalam laporan terakhir
dimuat lagi sebuah lelucon yang mungkin hanya sebuah khayalan, lelucon itu
berkisah tentang seorang propagandis SI Bekasi yang bernama H. Marjuk, yang
giat berpropagandis di Distrik Cikarang daerah sebelah timur Bekasi, dia
memberitakan kepada para pendengarnya bahwa segera akan terjadi
pemberontakan dan semua orang China akan dipenggal kepalanya, karena orang
China dalam beberapa waktu ini tidak lagi memakai kuncir, oleh karena itu kita
akan susah membedakan mana orang China dan mana Pribumi dan buka tidak
mungkin terdapat bahaya dalam pertempuran yang akan datang secara tidak
sengaja akan jatuh banyak korban di pihak pribumi. H. Marjuk telah mencari jalan
88
keluar untuk masalah ini yaitu penduduk pribumi Bekasi dapat meminta tanda
pada di pakainnya sebagai pertanda bahwa yang memiliki tanda tersebut adalah
pribumi, kepada H. Marjuk, banyak orang-orang yang percaya dengannya dan
lekas memberikan pakain mereka. Akantetapi ternyata H. Marjuk membawa
kabur dan menjual pakain-pakain tersebut, bukan memberikan tanda pada pakain-
pakain itu. Atas apa yang dia lakukannya, H. Marjuk pun dituntut telah
melakukan tindak pidana.47
Jika kita membahas tentang persaingan etnis yang terjadi antara
perkumpulan pesaing SI di Bekasi maka akan muncul nama Organisasi Kong Djie
Hin sebagai oarganisasi pesaing yang kuat. Organisasi ini timbul di kecamatan
atau onder-distrik Bekasi pada bulan Agustus tahun 1913. Dikatakan pendirian
organisasi ini disebabkan oleh tindakan dan sikap yang tidak bersahabat yang
ditunjukan oleh anggota-anggota SI terhadap para tuan tanah China dan orang-
orang yang menolak untuk bergabung menjadi anggota, di mata para orang-orang
China khususnya para tuan tanah partikelir dan penduduk pribumi yang bukan
anggota SI, SI adalah organisasi yang anarkis, yang selalu melakukan kerusuhan,
kekerasan, dan pemaksaan kepada tuan tanah China dan warga Bekasi yang belum
menjadi anggota. Memang hal itu beberapa kali terjadi, akan tetapi faktanya, apa
yang dilakukan SI tersebut adalah sebuah perjuangan untuk mewujudkan niat
mulia yang dibawa organisasi tersebut yaitu mengangkat derajat pribumi dan
menjadikannya tuan rumah di negrinya sendiri. Mereka yang merasa dirugukan
oleh keberadaan organisasi ini berusaha menutupi fakta tersebut, mereka mencari
47
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, Hlm 81.
89
kesalahan-kesalahan SI dan menempatkan diri mereka sebagai pihak yang lemah
dan tersakiti oleh tindakan SI.
Karena merasa mendapat tekanan dari anggota SI, mereka memutuskan
bergabung dengan perkumpulan KDH untuk mendapatkan pertolongan. Dengan
cerdik sekali, para tuan tanah Tionghoa, para pedagang, administrator, yang juga
merasa sangat dirugikan dengan keberadaan SI memanfaatkan keadaan ini untuk
menarik masyarakat pribumi yang bukan anggota untuk bergabung dan
mendirikan perkumpulan ini baik pribumi atau etnis Tionghoa dapat masuk ke
perkumpulan ini, walaupun organisasi gabungan dari orang-orang China dan
pribumi akan tetapi etnis China lebih dominan di sini, mereka lebih menguasai
jalannya organisasi ini. Maka terbentuklah suatu perkumpulan yang akan
mengadakan aksi balas terhadap Sarekat Islam yang menjadi tujuan utamanya.
Organisasi ini diberi nama KDH yang artinya “peningkatan kesejahteraan umum”.
KDH ini memiliki anggaran dasar sebagai organisasi kematian, dengan
tujuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada ahli waris yang ditinggalkan,
kalau ada anggotanya yang meninggal, bantuan ini berwujud pembayaran kurang
lebih sebesar f 25, kepada ahli waris yang ditinggalkan, untuk membiayai
pemakamannya. Sedang bila yang meninggal adalah orang Tionghoa maka
anggota pribumi dapat memberika bantuan tenaga, atau membayar sebesar f 0, 25
per orang. Jika yang meninggal adalah orang pribumi, makan orang Tionghoa
memberika sumbangan sukarela dan anggota-anggota pribumi membayar
sebanyak f 0,10 samapi f 0,25 tiap orang.tetapi organisasi ini juga memiliki tujuan
rahasia yang utama yaitu merongrong dan meruntuhkan pengaruh SI di Bekasi.
90
Tokoh-tokoh Tionghoa yang duduk dalam pengurus perkumpulan ini antara lain
adalah: Tio Jung Liong, Tuang tanah di Karatan, sebagai ketua; Svan Po, Bekasi
patiah di Teluk Pucung, sebagai kasir; dan seorang pribumi bernama Saikung,
mandor di Cakung, sebagai komisaris. Perkumpulan ini memakai sistem
pemimpin-pemimpin kring seperti yang berlaku dalam SI. 48
Pengesahan berdirinya organisasi ini terjadi pada bulan Agustus. Patih
mendapat perintah dari Asisten-Residen supaya bersama dengan Scholten yamg
merupakan kontrolir di Bekasi pada waktu, dan Wedana Bekasi untuk
mengadakan pertemuan-pertemuan dengan rakyat untuk memberikan penerangan
dan cara kerja SI. Pada pertemuan-pertemuan ini lalu dibicarakan tentang sifat-
sifat SI yang baik maupun yang buruk, akan tetapi seiring berjalannya
pembicaraan mereka lebih menekankan kepada keburukan-keburukan organisasi
tersebut, hal itu menimbulkan perasaan dorongan untuk bersatu bagi pihak yang
tidak menyukai organisasi ini baik dari etnis China maupun orang-orang yang
buka anggota SI. Hal ini dimanfaatkan mereka untuk segera memutuskan
pendirian Kong Djie Hin.49
Pada awal berdirinya, perkumpulan ini mendapatkan pertentangan dari
anggota SI Bekasi. banyaknya perlawanan yang dilakukan SI seperti yang pernah
terjadi di beberapa tempat di daerah Distrik Bekasi, diantaranya perlawanan di
kampung Setu tanah Cakung yang terjadi pada bulan Desember, perlawanan di
tanah Teluk Pucung di bulan Febuari, perlawanan di tanah Babelan, dan lainnya.
Membuat para pengikut KDH merahasiakan keikutsertaan mereka dalam
48
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 50-51 49
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 51-52
91
organisasi itu, jika orang-orang Tionghoa yang sudah dikenal secara umum
keikutsertaannya dalam perkumpulan KDH, ditanyaka perihal keanggotaanya,
maka mereka sama sekali tidak akan mengakui keanggotaan mereka.50
Para
anggota KDH pun lebih banyak bergerak secara sembunyi-sembunyi.
Organisasi pun ini berhasil memutar balikkan keadaan, KDH telah
mendapatkan rasa simpati dari pemerintah daerah dan Wedana Bekasi, hal itu
karena pemerintah daerah merasa mendapat bantuan dana dan bantuan lainnya
dari perkumpulan itu. Selain itu hampir semua mandor hingga polisi di daerah
tersebut bergabung menjadi KDH, dan pesuruh-pesuruh Wedana Bekasi juga telah
menjadi anggota perkumpulan KDH. Wedana Bekasi pun diam-diam membantu
KDH dan selalu berpihak pada KDH septiapkali terjadi bentrokan antara SI dan
KDH. Bukti jika perkumpulan KDH secara diam-diam dibantu oleh wedana
misalnya tidak ada larangan permainan judi yang dilakukan oleh anggota-anggota
KDH pada hari-hari pasaran, ketika terjadi bentrokan-bentrokan antara anggota SI
dengan anggota KDH, selalu dilemparkan kesalahan kepada SI Wedana Bekasi
memberikan perintah untuk menghukum anggota-anggota SI lebih berat dari
hukuman yang juga diberikan kepada anggota-anggota KDH. Hal ini jelas terbukti
dalam penangkapan dan penghukuman orang-orang yang melakukan kerusuhan
yang pernah terjadi di Distrik Bekasi, walaupun sebagian besar anggota SI akan
tetapi telah diketahui pula bahwa anggota KDH juga ikut terlibat akan tetapi
anggota KDH. Bila ditelusuri maka terbukti bahwa kerusuhan ini muncul
disebabkan adanya permusuhan antara anggota-anggota KDH dan anggota-
50
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 52
92
anggota SI. Maka sangat tidak adil jika anggota-anggota SI mendapatkan
hukuman yang lebih berat dari anggota KDH. Wedana pun telah membiarkan
diselenggarakannya pertemuan yang sangat meriah yang dihadiri sekitar 400
orang anggota KDH, yang diadakan tanpa izin akan tetapi jika SI melakukan
pertemuan maka Wedana akan menentang dengan keras. Diketahui pula
kenyataan bahwa banyak orang telah bergabung dengan organisani “Kong Djie
Hin” sebenarnya kebanyakan dari orang-orang tersebut pada awalnya berniat
untuk menjadi anggota SI, akan tetapi keinginan mereka terbentur oleh larangan
yang dikemukakan pemerintah lewat H. Abdurracham untuk tidak menerima
orang-orang baru yang ingin menjadi anggota SI Distrik Bekasi, hal ini sesuai
dalam surat dinas G.S tanggal 29 September 1913 No. 366. Dikarenakan mereka
menginginkan kehidupan yang terjamin dengan menjadi suatu anggota organisasi
maka mau tidak mau mereka memutuskan untuk menjadi anggota Kong Djie
Hin.51
Dari apa yang telah terjadi, sangat jelas terlihat bahwa pemerintah daerah
dan Wedana Bekasi tidak memperlihatkan sikap yang tidak bersahabat terhadap
gerakan KDH, dikarenan pemerintah daerah perkumpulan tersebut dapat menjadi
sekutu dalam menghadapi tindakan-tindakan SI Bekasi. SI Bekasi pun tidak
berdaya dalam menghadapi tekanan yang datang dari KDH yang dibantu oleh
pemerintah daerah dan Wedana Bekasi, oleh karena itu SI melalui Goenawan
selaku ketua dari pengurus besar SI di Jawa Barat, menyampaikan keluhan-
keluhannya kepada pemerintah atas ketidak adilan yang SI terima dari Wedana
51
Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam lokal. Hlm 53
93
Bekasi terkait persaingan yang terjadi antara SI dan KDH, dengan mengajukan
surat permohonan. Dalam surat tersebut berisi sebagai berikut :
1. Dari tidak dilarangnya permainan judi yang dilakukan oleh
anggota KDH pada hari pasaran.
2. Karena jika terjadi bentrokan antara anggota-anggota SI
Bekasi dengan anggota-anggota KDH, kesalahan selalu
dilemparkan kapada SI.
3. Karena wedana kiranya tidak memngadakan pemeriksaan
lebih lanjut mengenai sebab matinya seorang pribumi dekat
halte Cakung, dengan alasan: orang itu anggota SI. (lihat No
5 lampiran A)
4. Dari kenyataan bahwa kiranya wedana telah memecat
pesuruhnya yang bernama Salam, karena ia telah ikut
campur dalam kepentingan SI; dan bahwa nasib yang sama
juga menimpah mandor polisi yang bernama Jidan. (No 2
lampiran B)
5. Dari kenyataannya, bahwa pak Ratih kiranya telah kecurian.
Tetapi pencuru-pencurinya tidak dihukum, karena meraka
anggota KDH. (No 3 lampira B)
6. Dari kenyataan bahwa laporan mandor Sairan, mengenai
diadakannya pertemuan sangat meriah, yang tanpa izin telah
diadakan oleh + 400 anggota KDH, tidak mendapat
perhatian dari wedana (No 4 lampiran B)
7. Dari kenyataan, bahwa Haji Ilyas harus melakukan dinas-
dinas “kompenian” yang lebih berat, karena ia orang SI (No
5 lampiran B)”.52
Keluhan-keluhan tersebut pun terbukti kebenarannya dan karena Wedana
Bekasi yaitu Raden Barkham melakukan banyak pelanggaran, maka hal itu
berdampak dipemutasinya Wedana Bekasi oleh patih Meester Cornelis. Sekutu
terkuat KDH dalam melawan SI Bekasi pun terancam kehilangan jabatannya.53
Walaupun demikian persaingan dan permusuhan yang terjadi antara anggota SI
dengan etnis China di Distrik Bekasi tidak berhenti sampai di situ, persaingan
antara kedua kubu tersebut akan terus barlanjut hinggan orang-orang etnis China
khususnya para tuan tanah China mengembalikan tanah yang seharusnya menjadi
milik orang-orang pribumi di Bekasi serta meninggalkan daerah ini.
52
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 53-54. 53
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 59
94
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan sumber-sumber yang penulis dapatkan, maka Sarekat Islam
berjuang untuk meningkatkan derajat masyarakat pribumi dengan melakukan
perbaikan dalam tiga bidang yaitu bidang ekonomi, pendidikan, dan keagamaan.
Oleh karena itu penulis dapat simpulkan bahwa Bekasi pada tahun 1913-1914
merupakan wilayah agraris yang terdiri dari tanah-tanah partikelir, wilayahnya
yang subur dengan berlimpahnya hasil panen, tidak membuat masyarakatnya
hidup dengan layak karena adanya sistem tanah partikelir dan kewajiban pajak
hasil panen yang dibebankan kepada mereka membuat mereka mengalami
kemiskinan dan kemelaratan. Pendidikan mereka yang rendah membuat mereka
tidak dapat melepaskan diri dari kesewenangan tuan tanah China dan pejabat
Eropa serta pejabat pribumi, oleh karena itu mereka membutuhkan sebuah wadah
yang dapat menampung segala keluh kesah. Pada bulan Mei 1913 munculah
sebuah organisasi sebagai wadah perjuangan rakyat dengan tujuan yang mulia,
organisasi ini bernama Sarekat Islam (SI). SI datang kepada mereka sebagai
penolong bagi rakyat pribumi, menyelamatkan dan melepaskan mereka dari
jeratan kemiskinan dan kesengsaraan yang mereka alami selama ini dari tuan
tanah China dan pemerintah daerah yang memperlakukan mereka dengan tidak
adil dan semenah-menah. Pada kurun waktu 1913-1914, SI Bekasi berhasil
mendapatkan anggota paling banyak di antara daerah-daerah sekitar Batavia.
Dalam perjuangannya untuk meningkatkan kualitas kehidupan pribumi
Bekasi, SI mewujudkannya dengan melakukan perbaikan sesuai dengan anggaran
95
dasar organisasi tersebut yaitu dengan memajukan bidang ekonomi, agama, juga
pendidikan bagi masyarakat pribumi. Dalam bidang ekonomi, SI Bekasi
mengawalinya dengan mengajukan penuntutan kepada tuan tanah untuk menaikan
harga upah buruh tani, walaupun mendapatkan banyak hambatan dari pihak-pihak
tertentu, akhirnya wedana Bekasi memenuhi tuntutan tersebut. SI juga mendirikan
toko kopeasi bernama Warung Aandeel, usaha ini pun mengalami kemajuan yang
cukup pesat pada awalnya akan tetapi korupsi uang saham yang dilakukan oleh
ketua warung, mengakibatkan warung tersebut mengalami kebangkrutan. SI
Bekasi pun tidak sepenuhnya berhasil dalam perjuangannya meningkatkan
perekonimian masyarakat Bekasi. Dalam bidang keagamaan SI Bekasi pada
awalnya berhasil memberikan pemahaman agama Islam dengan baik kepada
masyarakat Bekasi khususnya anggota-anggotanya, akan tetapi lambat laun
mereka lebih memanfaatkan keberadaan SI sebagai wadah untuk menampung
kemarahan mereka dan penyemangat perang. Sedangkan dalam bidang
pendidikan, SI Bekasi tidak sukses dalam bidang pendidikan, tidak ditemukan
data sejarah yang menyatakan apakah di sana telah didirikan sekolah SI.
Oleh karena itu, penelitian ini belum seberapa sehingga masih banyak
yang perlu diungkapkan melalui berbagai disiplin ilmu yang lebih komperatif.
Penulis merasakan bahwa, apa-apa yang disampaikan dalam skripsi ini masih
begitu kurang. Dan masih diperlukan data-data yang lebih banyak lagi, juga
memberikan kesempatan kepada penulis lain yang ingin mengangkat tentang
sejarah perjuangan di SI Bekasi.
96
DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Primer
1. Arsip Tidak Terbit
Afschrift No. 27, Mailrapport No. 22/7-13-46/1.
2. Arsip yang Diterbitkan
Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah
No. 7, Sarekat Islam Lokal: Jakarta: Arsip NasionalRepublik
Indonesia, 1975
Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah
No. 8, Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Barat), Jakarta: Arsip
Republik Indonesia, 1976
Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah,
Memori Serah Jabatan 1931-1940 (Jawa Barat), Jakarta: Arsip
Republik Indonesia, 1976
B. Sumber Sezaman
1. Surat Kabar
Bataviasch Nieuwsblad, 15 Desember 1913.
Pandjaran, Warta, 15 Desember 1913.
Pandjaran, Warta, 13 Maret 1914.
Pandjaran, Warta, 14 Meret 1914.
Perniagaan, Selasa, 16 Desember 1913.
Perniagaan, Rabu, 17 Desember 1913.
Perniagaan, Jum’at, 19 Desember 1913.
2. Majalah
Lembaran Sedjarah No. 7 Djuni 1971.
C. Sumber Skunder
1. Buku
Abdul Ghani Muhammad, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat
Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Abdullah, Taufik, Sejarah Lokal di Indonesia (Kumpulan Tulisan),
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1979.
----------------------, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia,
Jakarta: LP3ES, 1987
97
Alrasyid Harun, dkk, Bekasi Dari Masake Masa, Bekasi: Badan
Pemberdaya Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2006.
---------------------, Sejarah Bekasi Dari Masa Kerajaan Hingga Masa
Pembangunan, Bekasi: Badan Pemberdayaan Masyarakat
Kabupaten Bekasi, 2002.
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil? (terj), Jakarta: PT
Grafitipers, 1986.
Blackburn, Susan, Jakarta Sejarah 400 Tahun (terj), Jakarta: Masup
Jakarta, 2011.
Brugmans, I.J. dan Baudet, H, Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan,
Jakarta: Yayasan Obor, 1987.
Djoened Poesponegoro Marwati dan Nugroho Notosusanto, Sejarah
Nasional Indonesia V, Jakarta: BP BalaiPustaka, 1984.
Emalia, Imas, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon
1911-1942, Jakarta: Pustaka Intermasa, 2011.
Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 14, Jakarta: PT CiptaPustaka, 1990.
Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 14, Jakarta: PT Delta Pamungkas,
2004.
Firdaus A.N, Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Menelusuri Sejarah
Pergerakan Bangsa, Jakarta: CV. DATAYASA, 1997.
Frederick H. William, Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia
Sebelum dan Sesudah Revolusi Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES,
2005.
Herry Mohammad, Dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20,
Jakarta: GemaInsani, 2006.
Hurgronje, Snouck, Islam di Hindia Belanda, Jakarta: Bhratara Karya
Aksara, 1983.
J. Tideman, “Pendudukka bupaten-kabupaten Batavia, Meester Cornelis
dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia,
Jakarta: Bhratara, 1974.
Junaedi Al anshori, SejarahNasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai
Masa Proklamasi Kemerdekaan, Jakarta: PT Mitra Aksara Paitan,
2007
98
Kartodirdjo Sartono, Pengantar Sejara Indonesia Baru: Sejarah
Pergerakan Nasional dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme jilid
II, Jakarta: PT. Gramedia, 1990.
Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, Bandung: Mizan,
1999.
----------------, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Budaya,
1995.
Larson D. George, Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan
Politik di Surakarta 1912-1942,Yogjakarta: Gadjah Mada
University, 1990.
Maran Raga Rafael, Pengantar Sosiologi Politik , Jakarta: PT RINEKA
CIPTA, 2007.
Mastika Zed, Kepialangan Politikdan Revolusi Palembang 1900-1950,
Jakarta: LP3ES, 2003.
M. C. Rickleaf, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (terj), Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2005.
McVey Ruth “Kemunculan Komunisme di Indonesia”. Depok: Komunitas
Bambu, 2010
Noer Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta:
LP3ES, 1980.
Nurhajarini, Dwi Ratna, Dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta,
Jakarta: department pendidikan dan kebudayaan RI, 1999.
Saidi, Ridwan, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta,
1994.
Shiraishi, Takashi, Zaman bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-
1926 (terj), Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997.
Sopandi Andi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan
Perkembangan Sejarahdan Budaya Masyarakat Bekasi, Bekasi:
Dinas Olahraga, Kebudayaan, dan Kepariwisataan Pemerintah
Bekasi, 2009.
Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta
1830-1920, Yogyakarta: PT. Tiara WacanaYogya, 1991.
99
-------------, Sejarah Pergerakan Nasional: dari Budi Utomo Sampai
Proklamasi 1900-1945, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.
Sujomihardjo, Abdurrahman, Perkembangan Kota Jakarta, Jakarta:
Pemerintah DKI Jakarta, 1977.
---------------------------------------, Pemekaran Kota Jakarta (The Growth of
Jakarta), Jakarta: Jambatan, 1977.
Suminto, Aqib, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: LP3ES, 1985
Suparman Nana, Almanak Bekasi, Mengenal Bekasi Kota Patriot, Bekasi:
Rahman Prees, 1989.
Van Niel Robert, Sistem tanampaksa di Jawa (terjemahan), Jakarta:
Pustaka LP3ES Indonesia, 2003.
Wijaya, Hussein, Seni Budaya Betawi, Jakarta: Pustaka Jaya, 1976.
2. Artikel Jurnal
M. Alrasyid Harun, Artikel, Zaman Bergerak (Analisis Historis Awal
Perjuangan Politik Indonesia Masa Kolonialisme 1912-1926).
3. Sumber Tertulis Tidak Diterbitkan
a. Skripsi
Anwar Ali, Gerakan protes petani Bekasi :Studi Kasus Awal
Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok:
Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
D. Sumber Elektronik
http://www.berdikarionline.com/gotong-royong/20130422/sarekat-islam-dan-
gerakan-politik-islam.html
http://gobekasi.pojoksatu.id/2014/08/15/37-fakta-menarik-kabupaten-bekasi-ada-
pentagon-soekarno-dan-palestina/
http://www.gurusejarah.com/2015/01/sarekat-islam.html
https://alianwar.wordpress.com/2010/04/05/ngalor-ngidul-bekasi-buruh-bekasi-
protes-tuan-tanah-zalim-radar-bekasi-senin-5-april-2010/
http://www.bekasikota.go.id/readotherskpd/5379/509/artikel-sejarah-kota-bekasi
http://mitmutchan.blogspot.com/2013/10/sarekat-islam-lokal.html
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
Koran Perniagaan 16 Desember 1913 : Hal Keributan Di Bekasi
LAMPIRAN II
Koran Perniagaan 16 Desember , Sarekat Islam
LAMPIRAN III
Pantjaran Warta 14 Maret 1914 : SI Di Meester Cornelis
.: !uo'i- .,.,.:.:....
0:I: J AVA ZEE
l,
,nnbt
i ..L\pL"J
LOEVEN
: KETil?AN1AN++ -'++++ rara ngBrdqrd rc-!rr,e,+-+-f ..r!- *, Da;ri llo.sEd\l
::..-l: .jda. t't,fr dj.- tai. :).iikl-r ,+ ,i4 !(z-iz Ai la j.:zn _.-
-= --< aiJ d>- sL.ni.,,:?,i
i?3,,
S,-tii r ,, +:i./e .t. ;e-.4d1-.5a9"a 1 t':a S€a1., a. z.d a.ti ti-ai tLr i- .ADpl 4,- ini. i4.jeir .-9fi
lfBrrasot tlE a