saponifikasi sabun
DESCRIPTION
saponifikasi sabunTRANSCRIPT
2 T I N J A U A N P U S T A K A
2.1. Jarak Pagar
Jarak pagar (Jatropha curcas Linn) telah lama dikenal masyarakat luas di
Indonesia sejak dikenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Tanaman ini
merupakan tanaman tahunan yang mempunyai potensi untuk menghasilkan
minyak nabati. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh hampir di semua wilayah
Indonesia, termasuk daerah marjinal. Jarak pagar tumbuh di dataran rendah
sampai ketinggian sekitar 1000 m dpl (Waluyo, 2007). Menurut Syah (2006),
tanaman ini tahan kekeringan dan dapat tumbuh di tempat dengan curah hujan
200-1500 mm/tahun. Suhu optimum yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman
jarak adalah 20-26 o
Secara taksonomi, tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaccae,
genus Jatropha, spesies curcas L. Tanaman jarak pagar termasuk tanaman semak
besar, berbentuk pohon kecil atau belukar dengan tinggi mencapai 5 m, dapat
hidup sampai dengan 50 tahun, berbatang kayu berbentuk silindris, cabang tidak
teratur dan bergetah, bentuk daun menjari yang tersusun berselang-seling.
Menurut Faradisa et al., (2006) tanaman jarak pagar satu famili dengan karet dan
ubi kayu dengan tinggi tanaman mencapai 1-7 m, termasuk jenis perdu yang
memiliki percabangan yang tidak teratur.
C. Tanaman jarak memiliki sistem perakaran yang mampu
menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh di
atas tanah berpasir, tanah berbatu, tanah lempung, atau tanah liat.
Tanaman jarak pagar mulai berbuah dan dapat dipanen sejak berumur 5
bulan sampai umur 50 tahun dengan produktivitas optimum dicapai ketika
tanaman telah berumur 5 tahun. Menurut Hambali et al., (2006), tanaman jarak
pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan minyak cukup tinggi, yaitu
sekitar 30-50 %.
Jarak pagar memiliki buah yang terdiri dari daging buah, cangkang biji dan
inti biji. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat, diameter 2 – 4 cm, berwarna
hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi tiga ruang
yang masing-masing ruang diisi tiga biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan warna
coklat kehitaman. Inti biji merupakan sumber bagian yang menghasilkan minyak
6
dengan proses awal ekstraksi. Kandungan minyak yang terdapat dalam biji, baik
cangkang maupun buah berkisar 25-35% berat kering biji. Jarak pagar mampu
menghasilkan 7,5-10 ton/ha/tahun tergantung dari mutu benih, agroklimat, tingkat
kesuburan tanah dan pemeliharaan (Hambali et al., 2006). Sebagai perhitungan
kasar produksi minyak jarak mentah, Crude Jatropha Oil (CJO), dari 1 ton biji
kering maka dapat diperoleh minyak hasil ekstraksi sebesar 250-270 kg minyak
jarak. Minyak jarak pagar berwujud cairan bening berwarna kuning dan tidak
menjadi keruh sekalipun disimpan dalam jangka waktu lama (Hambali et al.,
2006).
2.2. Minyak Jarak Pagar
Ekstraksi minyak jarak dari biji jarak dapat dilakukan dengan metode
pengepresan (pressing) dan ekstraksi pelarut (solvent extraction). Pada umumya
metode pengepresan dilakukan dengan menggunakan pengepres hidrolik atau
pengepres berulir. Walaupun relatif lebih sederhana, metode pengepresan
menghasilkan ampas yang masih mengandung minyak sebesar 7-10 %, sedangkan
metode ekstraksi pelarut mampu memisahkan minyak secara optimal, hingga
kandungan minyak pada ampas kurang dari 0,1 % berat keringnya (Syah, 2006).
Walaupun demikian, metode pengepresan merupakan metode yang umum
digunakan dalam ekstraksi minyak jarak. Metode pengepresan merupakan metode
terbaik untuk biji-bijian yang mengandung minyak sebesar 30-70 %.
Alat pengepres yang umum digunakan ada dua tipe, yaitu tipe batch dan tipe
kontinyu. Alat pengepres yang umum dijumpai pada umumnya bekerja dengan
mekanisme press hidrolik untuk tipe batch, dan screw press (alat pengepres
berulir) untuk tipe kontinyu. Teknik pengepresan biji jarak dengan menggunakan
ulir (screw) merupakan teknologi yang lebih maju dan banyak digunakan di
industri pengolahan minyak jarak saat ini. Dengan cara ini, biji jarak dipress
menggunakan pengepresan berulir (screw) yang berjalan secara kontinyu. Teknik
ekstraksi ini tidak memerlukan perlakuan pendahuluan bagi biji jarak yang akan
diekstraksi. Biji jarak kering yang akan diekstraksi dapat langsung dimasukkan
ke dalam screw press. Tipe alat pengepres berulir yang digunakan dapat berupa
pengepres berulir tunggal (single screw press) atau pengepres berulir ganda (twin
7
screw press). Rendemen minyak jarak yang dihasilkan dengan teknik pengepres
berulir tunggal (single screw press) sekitar 25 - 27 persen, sedangkan dengan
teknik pengepres berulir ganda (twin screw press) dihasilkan rendemen minyak
sekitar 27 - 30 persen (Hambali et al., 2006).
Umumnya, minyak hasil pengepresan masih memiliki nilai asam lemak
bebas (FFA) yang tinggi. Untuk menurunkan kadar asam lemak bebas tersebut,
maka dilakukan proses degumming, kandungan fosfolipid dalam minyak
dihilangkan serta dilakukan pencucian dengan air panas dan penambahan asam
fosfat atau asam sitrat. Dari hasil penelitian yang dilakukan Qazuini dan Saloko
(2008) diketahui bahwa pencucian dengan air panas yang selanjutnya dikocok
selama 30 detik dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dari 17,49% menjadi
0,71%.
Dari seluruh bagian tanaman jarak pagar, biji jarak pagar memiliki
kandungan minyak tertinggi. Senyawa kimia yang terkandung dalam biji jarak
pagar antara lain: alkaloida, saponin, tripsin dan sejenis protein beracun (kursin).
Menurut Gubitz et al., (1999) biji jarak mengandung 35-45 % minyak yang
terdiri dari berbagai trigliserida asam oleat, linoleat, dan linolenat. Komposisi
asam lemak minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak jarak
Asam lemak Komposisi (% berat)
Asam miristat (14:0) 0 – 0,1
Asam palmitat (16:0) 14,1 – 15,3
Asam palmitoleat (16:1) 0 – 1,3
Asam stearat (18:0) 3,7 – 9,8
Asam oleat (18:1) 34,3 – 45,8
Asam linoleat (18:2) 29,0 – 44,2
Asam linolenat (18:3) 0 – 0,3
Asam arakhidat (20:0) 0 – 0,3
Asam behenat (22:0) 0 – 0,2
Sumber : Gubitz et al.,(1999).
8
Karakteristik suatu sabun sangat dipengaruhi oleh karakteristik minyak yang
dipakai. Tiap-tiap minyak juga memiliki jenis asam lemak yang dominan. Asam-
asam lemak inilah yang nantinya akan menentukan karakteristik dari sabun yang
dihasilkan. Asam laurat dan palmitat banyak ditemukan pada minyak kelapa dan
minyak kelapa sawit, yang merupakan bahan baku yang biasa digunakan dalam
pembuatan sabun. Asam oleat dan stearat ditemukan secara dominan pada minyak
atau lemak hewan dan memberikan efek melembutkan. Asam palmitat dan stearat
memberikan sifat mengeraskan/memadatkan sabun dan menghasilkan busa yang
stabil dan lembut. Hubungan antara asam lemak dan karakteristik sabun yang
dihasilkan diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan antara asam lemak dan karakteristik sabun
Jenis asam
lemak
Karakteristik sabun
Keras Bersih Busa
lembut
Lembab Busa
stabil
Asam laurat
Asam Linoleat
Asam miristat
Asam Oleat
Asam Palmintat
Asam Ricinoleat
Asam Stearat
Sumber : Cavitch (2001)
2.3. Sabun
Cavitch (2001) menjelaskan bahwa sabun adalah produk yang dihasilkan
dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat. Sementara itu, sabun yang
didalam SNI (1994) disebut sebagai sabun mandi didefinisikan sebagai sabun
natrium yang pada umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan
digunakan untuk membersihkan tubuh dan tidak membahayakan kesehatan. Yui
(1996) mengatakan bahwa sabun adalah senyawa garam dari asam
monokarboksilat rantai panjang (C12-C18) dengan logam alkali yang umumnya
berupa natrium. Fungsi utama sabun mandi adalah mengangkat kotoran, sel-sel
9
kulit mati, mikroorganisme dan bau badan. Sabun dapat mengangkat kotoran dari
kulit karena sabun memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya dalam satu
molekulnya, yaitu gugus polar dan gugus non polar. Gugus non polar adalah
gugus yang bersifat hidrofobik yang mengikat kotoran berupa lemak pada kulit,
sedangkan gugus polar adalah gugus yang bersifat hidrofilik sehingga jika dibilas
dengan air maka kotoran yang terikat gugus nonpolar akan terbawa air bilasan.
(Wiliam et al., 1998). Secara umum, panjang rantai atom karbon dalam trigliserida (minyak) yang
kurang dari 12 adalah tidak diinginkan, karena reaksi penyabunan minyak tersebut
akan menghasilkan sabun yang dapat menyebabkan iritasi kulit. Panjang rantai
atom karbon yang lebih dari 20 dalam minyak akan membentuk sabun yang tidak
mudah larut dalam air. Selain itu, semakin besar proporsi asam-asam lemak tidak
jenuh dalam minyak akan menghasilkan sabun yang tidak stabil karena proses
sifat asam lemak tidak jenuh yang mudah teroksidasi. Minyak atau lemak yang
dapat digunakan sebagai bahan sabun adalah lemak sapi, grease, lemak babi,
minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak ikan, minyak
zaitun, minyak kacang, minyak jagung dan lain sebagainya (Yui, 1996).
Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sabun
opaque, sabun transparan dan sabun translusen. Ketiga jenis sabun tersebut
dapat dibedakan dengan mudah dari penampakannya. Sabun opaque adalah jenis
sabun yang biasa digunakan sehari-hari yang berbentuk kompak dan tidak
tembus cahaya; sabun transparan merupakan sabun yang paling banyak
meneruskan cahaya jika pada batang sabun dilewatkan cahaya; sedangkan sabun
translucent merupakan sabun yang sifatnya berada di antara sabun transparan dan
sabun opaque. Sabun transparan mempunyai harga yang relatif lebih mahal dan
umumnya digunakan oleh kalangan menengah atas (Jungermann, 1990).
2.4. Sabun Transparan
Sabun transparan adalah sabun yang memiliki tingkat transparansi paling
tinggi. Ia memancarkan cahaya yang menyebar dalam partikel-partikel kecil,
sehingga obyek yang berada dibelakang sabun akan terlihat jelas. Obyek dapat
terlihat jelas hingga berjarak sampai panjang enam cm (Paul, 2007).
10
Sabun transparan dapat dihasilkan dengan sejumlah cara yang berbeda.
Salah satu metode yang tertua adalah dengan cara melarutkan sabun dalam
alkohol dengan pemanasan untuk membentuk larutan jernih, yang kemudian
diberi pewarna dan pewangi. Warna sabun tergantung pada pemilihan bahan awal
dan bila tidak digunakan bahan yang bermutu baik, kemungkinan sabun yang
dihasilkan akan berwarna sangat kuning (Butler, 2001).
2.5. Proses Pembuatan Sabun
Sabun dapat dibuat melalui reaksi saponifikasi (penyabunan) dan reaksi
netralisasi. Pada reaksi saponifikasi, sabun dihasilkan dari proses hidrolisis
minyak/lemak oleh alkali dengan sedikit hasil samping berupa gliserin. Pada
reaksi netralisasi, sabun dihasilkan oleh reaksi asam lemak secara langsung
dengan alkali (Mitsui, 1997). Pada Gambar 1 berikut diperlihatkan persamaan
reaksi saponifikasi minyak/lemak dan netralisasi asam lemak.
(C17H35COO)3C3H5) + 3NaOH 3C17H35COONa +
C3H5(OH)3
Minyak/lemak Basa Sabun Gliserin
...(1)
RCOOH + NaOH RCOONa + H2
Asam lemak Basa Sabun Air
O…………………………….(2)
Gambar 1. Reaksi saponifikasi dan netralisasi (Mitsui, 1997)
Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat, karena minyak dan larutan
alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (immiscible). Setelah terbentuk
sabun, maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan
bersifat sebagai reaksi autokatalitik, dan pada akhirnya kecepatan reaksi akan
menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang.
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus
diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas
yang berlebihan. Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau
NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk
11
menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan
merata, maka pengadukan harus lebih baik. Sabun cair yang diperoleh kemudian
diasamkan untuk melepaskan asam lemaknya (Levenspiel, 1999). Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan
kesetimbangan reaksinya, dan penambahan basa harus sedikit
berlebih dari minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang
digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada
larutan, sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika basa yang
digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang
lebih lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi termodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan
hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :
Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (∆H negatif),
maka dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K
(konstanta keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika,
kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat
dari persamaan Arhenius berikut ini (Smith, 2001):
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah
faktor tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/g.mol), T adalah suhu
(ºK), dan R adalah tetapan gas ideal (cal/g.mol.K). Berdasarkan
persamaan tersebut, maka dengan adanya kenaikan suhu berarti harga
k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran
suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya
menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan
suhu telah melebihi suhu optimumnya, maka akan menyebabkan
12
pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi K
akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan
kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta
keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi
penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel, 1999).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan
molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul
reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin
besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana
konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin
sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A
(Levenspiel, 1999).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula
minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga
semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi
setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah
minyak yang tersabunkan.
Menurut Srivastava (1980) untuk keperluan pembuatan sabun transparan
dibutuhkan bahan berupa minyak kelapa, lemak sapi murni, asam stearat dan
minyak cair. Berdasarkan hasil penelitian sabun transparan yang dibuat minyak
jarak memiliki mutu tinggi, namun memiliki kekurangan yaitu sabun terkesan
lengket/lembab dan wangi sabun yang lekas hilang.
2.6. Bahan Tambahan Sabun
Mitsui (1997) menyebutkan bahwa sabun transparan biasanya terdiri atas
soda garam, yaitu garam kalium dan garam TEA. Untuk pembuatan sabun mandi,
bahan baku yang umum digunakan adalah lemak sapi, minyak kelapa dan minyak
zaitun. Pereaksi yang umum digunakan adalah alkali yang bersifat basa yaitu
NaOH atau KOH. Selain digunakan bahan baku, juga digunakan bahan tambahan
berupa propilen glikol, gliserin, gula, etil alkohol dan bahan lain yang dapat
13
meningkatkan mutu sabun transparan. Bahan baku sabun adalah bahan yang
memiliki sifat utama sabun yaitu membersihkan dan menurunkan tegangan
antarmuka minyak-air. Bahan tambahan berfungsi untuk memberi efek-efek
tertentu yang umumnya diinginkan konsumen seperti efek melembutkan kulit,
melembabkan kulit (humektan), antiseptik, harum/wangi dan sebagainya serta
meningkatkan mutu sabun secara umum.
Natrium hidroksida yang dihasilkan melalui elektrolisis larutan NaCl
digunakan dalam pembersihan minyak tanah dan dalam pembuatan sabun, tekstil,
plastik dan bahan kimia lainnya (Petrucci, 1985). Natrium hidoksida sering
disebut sebagai kaustik atau soda api. NaOH dapat berbentuk batang, gumpalan
dan bubuk dan dengan cepat menyerap kelembaban kulit (Poucher, 2001).
Cavitch (2001) menjelaskan bahwa NaOH sangatlah reaktif baik pada
kondisi padatan kering maupun larutan. Serpihan kecil saja dapat membuat kulit
perih. Percikan larutan NaOH dapat membuat kulit perih dan mengalami
kebutaan. NaOH haruslah disimpan pada tempat yang aman dan dibungkus rapat,
jika dibiarkan pada keadaan terbuka, maka NaOH akan menyerap air dan
mengeras menjadi seperti batu. NaOH dalam bentuk cair akan lebih mudah
bercampur dengan minyak yang akan digunakan sebagai bahan dasar sabun
dibandingkan dengan NaOH dalam bentuk padatan. Cavitch (2001) menjelaskan
bahwa pembuatan larutan NaOH ialah dengan memasukkan NaOH padat ke
dalam air destilasi dan bukan sebaliknya. NaOH padat yang dimasukkan ke dalam
air akan memisah menjadi ion-ion natrium (Na+) dan ion-ion hidroksida (OH-)
yang prosesnya disebut dengan ionisasi dan akan melepaskan panas. Hasilnya
ialah ion-ion (Na+) dan (OH-
Propilen glikol adalah senyawa yang dikenal juga dengan nama propana-
1,2-diol dan merupakan senyawa organik. Propilen glikol memiliki rumus
C
) yang siap untuk bereaksi.
3H8O2.
Humektan seperti gliserin membantu mencegah kulit dari kekeringan
berlebihan setelah penggunaan sabun. Pengeringan kulit secara berlebihan dapat
Sifat fisik propilen glikol adalah tidak berbau manis. Propilen glikol
dalam dunia kosmetik digunakan sebagai pelarut yang mengandung pelembut dan
pelembab. Pada komposisi yang tepat, penggunaan propilen glikol tidak
membahayakan (Anonim, 2011).
14
menyebabkan kulit menjadi kasar, kemerahan, pecah-pecah, iritasi dan gatal-gatal,
khusus nya pada kulit yang sensitif (Rahul et al., 2001). Gliserin telah lama
digunakan sebagai humektan dan sampai sekarang masih digunakan secara luas.
Gliserin dapat dihasilkan dari proses pembuatan biodiesel.
Natrium klorida (NaCl) merupakan garam yang digunakan dalam
pembuatan sabun harus bebas dari unsur besi, kalsium, dan magnesium. Garam
dapat digunakan dalam bentuk butiran halus atau larutan (Srivastava, 1980).
Natrium klorida merupakan elektrolit yang digunakan sebagai peningkat
kekentalan pada konsentrasi yang tepat (William et al., 1996).
2.7. Formulasi Sabun
Pembuatan sabun transparan memerlukan bahan baku murni dengan warna
yang minimum agar menjamin sabun tampak transparan pada produk akhirnya.
Lemak sapi, minyak sawit yang telah dimurnikan, minyak kelapa dan minyak
jarak umumnya digunakan sebagai bahan baku sabun. Poliglikol seperti gula,
gliserin dan alkohol sering digunakan untuk membantu meningkatkan transparansi
sabun (Yui, 1996). Proporsi bahan yang seimbang akan menghasilkan sabun
transparan yang bermutu tinggi (Srivastava, 1980; Corredoira et al., 1996).
Menurut Badenberg et al., (1999), sabun transparan dapat dibuat
menggunakan formula 15-25% (bobot) minyak kelapa atau minyak inti sawit, 0,6-
2% NaCl dan 7-20% alkohol. Proses pencampuran pada pembuatan sabun
transparan membutuhkan proses mekanis dan perlakuan yang intensif, sehingga
efek transparansi sabun lebih permanen.
Menurut Willcox (1998) sabun mandi umumnya mengandung emolien
(emolien, bahan pelembut). Emolien digunakan agar sabun tidak hanya memberi
efek membersihkan saja, tetapi juga memiliki efek melembutkan kulit. Dengan
demikian, emolien dapat mengurangi kemungkinan terjadinya iritasi kulit.
2.8. Uji Organoleptik
Penilaian dengan indra disebut penilaian organoleptik atau penilaian
sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif, Stone dan Sidel
(1993) menyatakan bahwa penilaian sensori itu untuk menganalisi dan
15
menginterpretasikan penilaian melalui indra, yaitu indra penglihatan, indra
penciuman, indra pendengaran, indra perasa, dan indra pengecap
Penilaian dengan indra banyak digunakan untuk meneliti mutu komoditi
hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat
dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat
memberikan hasil penelitian yang teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan
indra bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.
Cara-cara pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa
kelompok antara lain: kelompok pengujian pembedaan (different test), kelompok
pengujian pemilihan/penerimaan (preference test/acceptance test), kelompok
pengujian skalar, dan kelompok pengujian diskripsi. Kelompok uji pembedaan
dan uji pemilihan banyak digunakan dalam penelitian analisis proses dan
penilaian hasil akhir. Kelompok uji skalar dan uji deskripsi banyak digunakan
dalam pengawasan mutu (Quality Control).
Hal penting dalam uji pemilihan dan uji skala adalah diperlukannya
sampel pembanding. Yang perlu diperhatikan bahwa yang terutama dijadikan
faktor pembanding adalah satu atau lebih sifat sensorik dari bahan pembanding
itu. Jadi sifat lain yang tidak dijadikan faktor pembanding harus diusahakan sama
dengan contoh yang diujikan. Biasanya yang digunakan sebagai sampel
pembanding adalah komoditi baku, komoditi yang sudah dipasarkan, atau bahan
yang telah diketahui sifatnya.
2.9. Analisis Nilai Tambah
Menurut Gaspersz (1999), aktifitas produksi bukan hanya merubah satuan
input menjadi output, tetapi ada aktifitas penambahan nilai tambah yang dilakukan
oleh para pelaku industri dan komponennya. Proses pembuatan sabun transparan
dari minyak jarak pagar adalah salah satu proses peningkatan nilai tambah minyak
jarak pagar menjadi sabun transparan, proses penambahan nilai tambah tersebut
diharapkan ada kenaikan nilai dari minyak jarak menjadi produk sabun transparan.
Analisis nilai tambah produk dapat dihitung dengan menggunakan metode
Hayami (1987), dalam metode tersebut disebutkan bahwa untuk menambah nilai
tambah suatu produk terdapat tiga komponen pendukung yaitu: faktor konversi
16
yang menunjukan output persatuan input, faktor tenaga kerja dan faktor nilai
produk. Menurut Clara (2008), metode hayami ini cocok sekali untuk produk-
produk pertanian.
Tabel 3. Model perhitungan metode Hayami (1987)
1. Output, input, harga Kode 1 Output (Kg) A 2 Input Bahan Baku (Kg) B 3 Input Tenaga kerja (jam/hari) C 4 Faktor konversi D= A/B 5 Koefisien Tenaga Kerja E=C/B 6 Harga Produk (Rp/Kg) F 7 Upah Rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) G
2. Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga Input bahan baku (Rp/Kg) H
9 Sumbangan Input lain (Rp/Kg bahan baku) I 10 Produk J= D x F 11 a. Nilai tambah (Rp/Kg) K=J-H-I
b. Rasio nilai tambah (%) L%=(K/J).100%
12 a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) M=E x G
b. Bagian Tenaga Kerja (%) N%=(M/K).100%
13 a. Keuntungan (Rp/Kg) O=K-M
b. Tingkat Keuntungan (%) P%=(O/J).100%