saatnya pendidikan wirausaha

29
Saatnya Pendidikan Wirausaha Solusi Kurangi Pengangguran JOGJA - Tak banyak lulusan perguruan tinggi yang memiliki daya upaya untuk membuka usaha sendiri. Padahal banyaknya wirausahawan menjadi salah satu solusi untuk mengurangi pengangguran. Terlebih, masalah pengangguran dan kemiskinan masih menjadi problem klasik yang dihadapi bangsa ini. Hal itu terungkap dalam Seminar Kewirausahaan yang diselenggarakan Keluarga Alumni MM UMY. Hadir sebagai pembicara Direktur Program Magister Manajemen UMY Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono. Selain itu, hadir pula Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIJ Drs. Untung Sukaryadi, MM. Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIJ Drs. Untung Sukaryadi, MM bahwa saat ini di DIJ tingkat pengangguran masih relatif tinggi. Hal itu disebabkan karena keterbatasan kerja. Data tahun 2010, di DIJ terdapat 122.225 pengangguran atau 6,48 persen jumlah penduduk. Dari jumlah itu, 11.910 merupakan lulusan pendidikan tinggi. "Pengangguran dan kemiskinan masih menjadi permasalahan yang dihadapi," ujarnya. Terpisah, Direktur Program Magister Manajemen UMY Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono mengatakan, salah satu penyebab banyaknya pengangguran karena rendahnya jumlah wirausahawan yang ada. Setidaknya, jumlahnya hanya 0,24 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Padahal di negara-negara maju, setidaknya wirausawahan mencapai 7 hingga 11 persen. "Rendahnya keinginan berwirausaha menjadikan rendahnya tingkat kesejahteraan dan keterbatasan kesempatan kerja. Untuk itu, diperlukan transformasi pendidikan kewirausahaan terutama pada pendidikan tingkat lanjutan sangat penting untuk segera dilakukan," terangnya. Dalam uraiannya, Heru menjelaskan, pendidikan kewirausahaan dalam dunia pendidikan sebetulnya sangat diperlukan. Karena berdasarkan riset yang dilakukan, konsep pendidikan kewirausahaan dalam dunia pendidikan masih sebagai pelengkap. Sehingga kewirausahaan masih saja berkutat pada konteks pengetahuan saja, sedangkan untuk sisi keterampilan masih sangat terbatas. "Perubahan dalam pendidikan wirausaha harus segera diwujudkan.

Upload: xena-poenya-qoe

Post on 05-Jul-2015

329 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Saatnya Pendidikan Wirausaha

Saatnya Pendidikan WirausahaSolusi Kurangi Pengangguran

JOGJA - Tak banyak lulusan perguruan tinggi yang memiliki daya upaya untuk membuka usaha sendiri. Padahal banyaknya wirausahawan menjadi salah satu solusi untuk mengurangi pengangguran. Terlebih, masalah pengangguran dan kemiskinan masih menjadi problem klasik yang dihadapi bangsa ini.Hal itu terungkap dalam Seminar Kewirausahaan yang diselenggarakan Keluarga Alumni MM UMY. Hadir sebagai pembicara Direktur Program Magister Manajemen UMY Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono. Selain itu, hadir pula Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIJ Drs. Untung Sukaryadi, MM.Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIJ Drs. Untung Sukaryadi, MM bahwa saat ini di DIJ tingkat pengangguran masih relatif tinggi. Hal itu disebabkan karena keterbatasan kerja.Data tahun 2010, di DIJ terdapat 122.225 pengangguran atau 6,48 persen jumlah penduduk. Dari jumlah itu, 11.910 merupakan lulusan pendidikan tinggi. "Pengangguran dan kemiskinan masih menjadi permasalahan yang dihadapi," ujarnya.Terpisah, Direktur Program Magister Manajemen UMY Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono mengatakan, salah satu penyebab banyaknya pengangguran karena rendahnya jumlah wirausahawan yang ada. Setidaknya, jumlahnya hanya 0,24 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Padahal di negara-negara maju, setidaknya wirausawahan mencapai 7 hingga 11 persen."Rendahnya keinginan berwirausaha menjadikan rendahnya tingkat kesejahteraan dan keterbatasan kesempatan kerja. Untuk itu, diperlukan transformasi pendidikan kewirausahaan terutama pada pendidikan tingkat lanjutan sangat penting untuk segera dilakukan," terangnya.Dalam uraiannya, Heru menjelaskan, pendidikan kewirausahaan dalam dunia pendidikan sebetulnya sangat diperlukan. Karena berdasarkan riset yang dilakukan, konsep pendidikan kewirausahaan dalam dunia pendidikan masih sebagai pelengkap. Sehingga kewirausahaan masih saja berkutat pada konteks pengetahuan saja, sedangkan untuk sisi keterampilan masih sangat terbatas."Perubahan dalam pendidikan wirausaha harus segera diwujudkan. Mulai dari pemahaman konsep, peningkatan ketrampilan, hingga perubahan perilaku. Dengan begitu output dari pendidikan kewirausahaan adalah sikap mental untuk memulai wirausaha," jelasnya.(ila)

http://wirausaha-1plus.blogspot.com/2011/04/saatnya-pendidikan-wirausaha-radar.html

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) menggelar acara Workshop Kewirausahaan Perguruan Tinggi sebagai komitmen Dikti dalam melaksanakan program 100 hari Kementerian Pendidikan Nasional dimana pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi menjadi salah satu ujung tombaknya.

Dengan mengusung tema “wirausaha muda inovatif untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa”, workshop ini dibuka langsung oleh Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Ir. Mohammad NUH, DEA yang memberikan arahan bagaimana seharusnya dunia pendidikan memenuhi kebutuhan masyarakat melalui pendidikan entrepreneurship. “Hari ini

Page 2: Saatnya Pendidikan Wirausaha

merupakan kesempatan bagi para pemangku kepentingan holder untuk dapat saling berbagai pengalaman,” demikian sambutan Mendiknas. “Pendidikan Indonesia seharusnya mengalami transformasi bukan reformasi.” Lebih lanjut Mendiknas mengatakan bahwa workshop ini merupakan salah satu jawaban terhadap masalah pendidikan di Iindonesia. Diharapkan bahwa pendidikan tinggi dapat menjadi penyumbang terhadap meningkatnya jumlah wirausahawan yang pada saat ini masih sekitar 0,18% dari jumlah penduduk Indonesia, menjadi minimal 1%.

Prof. dr. Fasli Jalal, Dirjen Dikti, berharap agar kegiatan yang merupakan inisiatif Dikti ini dapat mendekatkan perguruan tinggi dengan dunia usaha dan wilayah, untuk meningkatkan daya saing nasional dan kemandirian bangsa. Itulah sebabnya “Workshop ini menampilkan pelaku usaha, dosen dan mahasiswa yang selama ini terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang telah diluncurkan oleh Dirjen Dikti pada tahun anggaran 2009. PMW bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan jiwa wirausaha (entrepreneurship) berbasis IPTEKS kepada para mahasiswa agar menjadi pengusaha nasional yang tangguh dan sukses, menghadapi persaingan global.”

Pembicara yang didatangkan adalah mereka yang sangat berpengalaman dalam mendorong pendidikan entrepreneurship di Indonesia seperti Bob Sadino, Sandiaga Uno, Dr. Ir. Ciputra dan Budi Gunadi Sadikin. Selain itu Dikti juga mendatangkan para entrepreneur yang berhasil yang berasal dari perguruan tinggi seperti Nancy Magrid, Prof. Dr. Trinil, Elsa dan Wahyu Saidi. Mereka didatangkan untuk memberikan kesaksian bagaimana perguruan tinggi menjadi pendorong terbentuknya wirausaha yang berbasis pengetahuan. Batik fraktal adalah salah satu contohnya, bagaimana teori fraktal dalam Matematika digunakan untuk menciptakan pola-pola batik yang diterima oleh masyarakat luas.

Fasli Jalal menambahkan bahwa workshop kali ini secara khusus memiliki 6 tujuan: Meningkatkan daya saing dan kemandirian nasional, Peningkatan relevansi hasil riset dan kewirausahaan, Peningkatan kapasitas SDM, Inovasi dan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi, Meningkatkan kerja sama perguruan tinggi dengan dunia usaha, Meningkatkan knowledge based entrepreneurship di Perguruan Tinggi, Mempromosikan Teaching University – Research University – Entrepreneurship University dengan mengembangkan pusat kewirausahaan, inkubator bisnis dan teknologi serta Technopark.

Dalam usaha untuk menampung evaluasi, masukan dan saran bagi program pengembangan kewirausahaan di perguruan tinggi pada tahun 2010, dikti menggelar 3 sidang komisi yang dilaksanakan secara paralel. Sidang komisi 1 terdiri dari para dosen yang membahas penerapan pendidikan kewirausahaan dalam pembelajaran di kampus. Sidang komisi 2 berisi para mahasiswa dan pelaku usaha yang menjadi mentor dalam sidang tersebut. Dan sidang komisi 3 yang berisi kelembagaan pusat pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi.

Dalam mengembangkan kewirausahaan di perguruan tinggi, Dikti melakukan program-program dengan beberapa skema. Skema pertama adalah dengan memberikan dana bantuan kepada perguruan-perguruan tinggi sebagai bentuk permodalan bagi mahasiswa dalam Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) Dikti. Melalui program ini dana yang telah dicairkan oleh Dikti masing-masing 2 Milyar rupiah untuk Perguruan Tinggi bertaraf Internasional, 1 milyar untuk Universitas, Institut dan Sekolah Tinggi Negeri, 500 Juta rupiah untuk Politeknik Negeri, dan 1 Milyar rupiah untuk setiap koordinator perguruan tinggi swasta (Kopertis).

Skema kedua untuk pendampingan mahasiswa yang menerima bantuan permodalan ini Dikti telah melatih 1500 dosen dari sekitar 300 perguruan tinggi dalam Training Of Trainer Dosen

Page 3: Saatnya Pendidikan Wirausaha

Kewirausahaan yang bekerja sama dengan Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). Melalui TOT para dosen diperkenalkan dengan fondasi pendidikan Entrepreneurship di perguruan tinggi. Peserta juga diperkenalkan dengan model-model pembelajaran entrepreneurship di perguruan tinggi, kreativitas sebagai dasar inovasi, best-practices lifeskill, dan bagaimana mengajarkan memulai sebuah business kepada mahasiswa.

Skema ketiga, Dikti melakukan program Cooperative Academic Edcuation atau yang lebih dikenal dengan Coop. Program ini adalah kegiatan pendidikan bagi mahasiswa S1 yang telah selesai semester 6 yang diberikan kesempatan untuk bekerja pada perusahaan, industri, UKM selama 3-6 bulan. Program Kreativitas Mahasiswa adalah program lain yang menawarkan Rp. 10 juta untuk setiap proposal yang masuk.

Skema keempat, Dikti berhasil membangun jejaring Sinergi Busines-Intelectual-Government (BIG) yang merupakan kerja sama Dikti dan Kadin Indonesia. Beberapa tujuan penting yang ingin dicapai melalui sinergi ini adalah pemetaan potensi-potensi penelitian kerjasama antara perguruan tinggi, dunia industri dan wilayah.

Skema terakhir yang dilakukan oleh Dikti adalah Kuliah Kewirausahaan. Program ini dirancang dengan menyertakan 5 kegiatan saling terkait sebagai wahana: Kuliah Kewirausahaan (KWU), Magang Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK) dan Inkubator Wirausaha Baru (INWUB).

Jakarta, 17 Desember 2009 –

http://kelembagaan.dikti.go.id/index.php/kegiatan-terbaru/391-dikti-meluncurkan-program-100-hari-pendidikan-kewirausahaan

Oleh ST SULARTO

KOMPAS.com - Pengembangan entrepreneurship (kewirausahaan) adalah kunci kemajuan. Mengapa? Itulah cara mengurangi jumlah penganggur, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan keterpurukan ekonomis. Lebih jauh lagi dan politis, meningkatkan harkat sebagai bangsa yang mandiri dan bermartabat.

Dalam ranah pendidikan, persoalannya menyangkut bagaimana dikembangkan praksis pendidikan yang tidak hanya menghasilkan manusia terampil dari sisi ulah intelektual, tetapi juga praksis pendidikan yang inspiratif-pragmatis.

Praksis pendidikan, lewat kurikulum, sistem dan penyelenggaraannya harus serba terbuka, eksploratif, dan membebaskan. Tidak hanya praksis pendidikan yang link and match (tanggem), yang lulusannya siap memasuki lapangan kerja, tetapi juga siap menciptakan lapangan kerja.

Panelis Agus Bastian menangkap gejala yang berkebalikan di lingkungan terdekatnya, Kota Yogyakarta. Di satu sisi bermunculan banyak entrepreneur muda yang kreatif. Mereka jeli menangkap peluang menjawab kebutuhan komunitas kampus. Misalnya bisnis refil tinta, merakit

Page 4: Saatnya Pendidikan Wirausaha

komputer, jual beli buku, cuci kiloan, melukis sepatu—sebelumnya tentu saja yang sudah lama melukis kaus—sama seperti rekan-rekan mereka di kota lain, seperti Bandung.

Sebaliknya, pada saat yang sama, rekan-rekan mereka berebut tempat meraih kursi pegawai negeri. Ribuan anak muda terdidik berdesakan antre mendaftar, mengikuti ujian saringan, bahkan ada yang perlu merogoh kocek ratusan ribu untuk pelicin.

Ditarik dalam konteks nasional, pengamatan Bastian itulah miniatur kondisi ketenagakerjaan Indonesia, lebih jauh lagi potret lemahnya jiwa kewirausahaan. Misalnya, bahkan untuk sarjana yang relatif potensial terserap di lapangan kerja pun, sampai pertengahan tahun lalu 70 persen dari 6.000 sarjana pertanian lulusan 58 perguruan tinggi di Indonesia menganggur. Merekalah bagian dari 9,43 juta atau 8,46 persen jumlah penduduk pada Februari 2008.

Tidak imbangnya jumlah pelamar kerja dan lowongan kerja, gejalanya merata di seluruh pelosok—bahkan jumlah penganggur terdidik semakin membesar—menunjukkan kecilnya jiwa kewirausahaan. Para lulusan lebih tampil sebagai pencari kerja dan belum sebagai pencipta lapangan kerja.

Tidak terserapnya lulusan pendidikan ke lapangan kerja memang tidak sepenuhnya disebabkan faktor tak adanya jiwa kewirausahaan. Banyak faktor lain menjadi penyebab. Meskipun demikian, tampaknya faktor dan tantangan terpenting adalah bagaimana institusi pendidikan berhasil membentuk atau menanamkan semangat, jiwa, dan sikap kewirausahaan.

Sebagai disiplin ilmu, kewirausahaan bisa diajarkan lewat sistem terstruktur, salah satu hasil penting dan utama praksis pendidikan. Lembaga pendidikan tidak dapat memberikan pekerjaan, tetapi bisa memastikan agar hasil didik mampu menciptakan pekerjaan.

Mengutip Peter F Drucker, pakar manajemen yang kondang pada tahun 1990-an, kewirausahaan itu bukan bimsalabim, apalagi berurusan dengan keturunan. Singapura dengan memiliki 4 persen wirausaha dari total penduduknya, sementara Indonesia baru 0,18 persen dari total sekitar 225 juta penduduk, bukan karena mayoritas penduduknya beretnis China dan Indonesia mayoritas Jawa. Ketimpangan itu disebabkan kurang terselenggaranya praksis pendidikan yang membuka ke arah kreativitas dan temuan-temuan bersama.

Inisiatif pada tahun 2010 ini Kementerian Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mengalokasikan dana Rp 50 miliar untuk mencetak 10.000 sarjana wirausaha perlu dihargai. Proyek itu menambah adrenalin Kementerian Pendidikan Nasional yang lama terengah-engah dengan masalah-masalah teknis dan sistem.

Dana UKM itu digunakan untuk pemberdayaan sarjana di bawah usia 30 tahun yang masih menganggur. Sejak digulirkan Desember 2009 dan telah disosialisasikan ke sembilan provinsi, program ini diikuti 4.525 sarjana dan akan berlangsung sampai tahun 2014 dengan target tahunan tercipta 10.000 atau seluruhnya 50.000 wirausaha baru hingga tahun 2014.

Memang terlambat, sebab justru kewirausahaan seharusnya ditanamkan sejak di jenjang pendidikan anak usia dini dan bukan dicangkokkan setelah lulus. Namun, tak ada kata terlambat

Page 5: Saatnya Pendidikan Wirausaha

untuk suatu perbaikan. Program ini merupakan bagian dari upaya memperbesar jumlah wirausaha Indonesia.

Tercatat jumlah 48 juta wirausaha Indonesia, tetapi yang benar-benar wirausahawan sejati sebenarnya hanya 0,1 persen atau sekitar 400.000 orang. Minimal dari jumlah total penduduk, setidaknya Indonesia harus memiliki 2 persen dari jumlah itu. Upaya itu sejalan dengan ”impian” Ciputra, salah satu entrepreneur Indonesia yang obses, bahwa pada 25 tahun lagi lahir 4 juta entrepreneur Indonesia.

Relatif barang baru

Kewirausahaan memang masih merupakan barang baru untuk Indonesia, sementara AS sudah mengenalnya sejak 30 tahun lalu dan Eropa 6-7 tahun lalu. Munculnya entrepreneur sebagai hasil lembaga pendidikan dan buah learning by doing masih ada perbedaan persepsi. Ada yang berpendapat jiwa kewirausahaan tidak harus dihasilkan dari lembaga pendidikan, ada pendapat lain bisa dilakukan tidak lewat proses yang direncanakan.

Menurut panelis Agus Bastian, entrepreneur dan kemudian politisi yang merasa sebagai entrepreneur lahir dari jalanan, yakin kewirausahaan bisa dihasilkan juga dari semangat mengambil risiko tanpa takut, bukan lewat pendidikan khusus kewirausahaan atau manajemen. Modal utama seorang entrepreneur bukanlah uang, melainkan kreativitas. Tanpa kreativitas, syarat utama seorang calon entrepreneur, yang ada bukanlah entrepreneur sejati, melainkan pedagang.

Keyakinan Agus didukung panelis Agung Waluyo. Seorang entrepreneur jadi dari sosok seorang pedagang atau juragan. Sebab, kewirausahaan menawarkan dan menciptakan nilai, sementara jiwa dagang hanya menawarkan alternatif.

Ada contoh, seorang sarjana lulusan UGM menciptakan nilai mau membantu yang sama-sama jadi korban gempa bulan Mei 2006. Dia buat desain pakaian Muslim. Dia tawarkan lewat internet atas mentoring langsung Ciputra.

Usahanya berkembang, bahkan sekarang sudah merambah mancanegara di tiga benua besar, sampai akhirnya dia merasa tak sanggup lagi melayani permintaan pasar. Tetapi, ia sudah menciptakan nilai untuk desanya, menciptakan lapangan kerja baru.

Contoh kasus itu menunjukkan, sikap menolong orang lain diwujudkan untuk orang lain. Nilainya bukan hanya miliknya sendiri, tetapi milik orang lain juga. Yang dia lakukan adalah menginspirasikan generasi muda bahwa mereka bisa menjadi berkah bagi masyarakat. Sosok sarjana lulusan UGM di atas mirip jiwa kewirausahaan Mangunwijaya, terutama dalam konteks menciptakan nilai untuk orang lain (social entrepreneurship, kewirausahaan sosial).

Selain Kementerian Urusan Koperasi dan UKM, Kementerian Pendidikan Nasional yang bertanggung jawab dalam urusan pendidikan perlu diakui belum lama tanggap. Walaupun masih terengah-engah bergulat dengan soal-soal teknis, bekerja sama dengan lembaga penggiat wiraswasta seperti Ciputra Entrepreneurship Center, Kementerian Pendidikan Nasional

Page 6: Saatnya Pendidikan Wirausaha

melakukan upaya membangun jiwa kewirausahaan. Dilakukan dengan membenahi kurikulum berbasis komunitas, memperbaiki praksis pendidikan di sekolah kejuruan dan tinggi, sampai pada pengarbitan calon-calon entrepreneur yang dicangkokkan di lembaga pendidikan tinggi.

Banyaknya industri kreatif yang dihasilkan bangsa ini menunjukkan sebenarnya bangsa ini kreatif. Tetapi, mengapa kekayaan alam dan kekayaan budaya dengan segala keragamannya itu tidak dimanfaatkan untuk ekonomi?

Karena kita tidak kreatif. Karena kita tidak punya jiwa kewirausahaan—yang dengan gampang terbelokkan karena sejak awal pun bangsa ini terbelenggu tidak dibesarkan dalam budaya wirausaha. Melalui kewirausahaan sebenarnya anugerah alam raya Indonesia bisa dimanfaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Gerakan nasional

Masalahnya, apakah yang perlu dipelajari generasi muda mengembangkan jiwa kewirausahaan? Kepercayaan diri menjadi modal utama, selain sikap dan kemauan terus menemukan yang baru tanpa kenal risiko.

Kewirausahaan membuat orang yang berhasrat besar terhadap sesuatu menjadi mandiri secara finansial dan berkontribusi untuk masyarakat. Dia melatih keterampilan, know-how, dan tindakan yang menghasilkan ide-ide dan inovasi, meyakinkan orang lain untuk menolong dan bekerja dalam sebuah tim, menerjemahkan ide menjadi kenyataan, dan mendirikan perusahaan.

Dalam konteks Indonesia, dengan kecilnya jumlah entrepreneur, kewirausahaan menjadi keharusan. Dialah kunci kemajuan. Dunia membutuhkan solusi masalah yang bisa mewujudkan impian jadi kenyataan, dilandasi ambisi dan keberanian mengambil risiko secara cerdas.

Menanamkan jiwa kewirausahaan perlu dimulai dini dalam praksis pendidikan mengusung kebebasan, sebagai contoh SD Mangunan di Sleman dan Sanggar Anak Alam di Bantul. Masih banyak yang lain, yang umumnya kembali pada dasar paling mendasar dari praksis pendidikan, yakni praksis pembelajaran yang membebaskan yang kadang direcoki dengan pendekatan teknis dan persoalan remeh-temeh mengganggu seperti kasus ujian nasional atau UU Badan Hukum Pendidikan.

Dibutuhkan satu gerakan nasional, semacam Gerakan Kewirausahaan berbasis komunitas untuk melahirkan UKM-UKM baru di satu pihak, sekaligus praksis pendidikan yang berorientasi pada pendidikan yang membebaskan di atas habitat masyarakat yang kondusif positif menyangkut 3 L (lahir, lingkungan, latihan). Gerakan baru itu dirumuskan oleh Ciputra sebagai Gerakan Budaya Wirausaha yang melibatkan pemerintah, akademisi, bisnis, dan sosok-sosok sosial.

Itulah tantangan urgen-mendesak Indonesia yang seharusnya menjadi batu penjuru dan batu sendi praksis pendidikan; dan sebaliknya menjauhkannya dari keterjebakan ”kekeliruan yang satu ke kekeliruan yang lain” yang bersifat teknis-metodis-yuridis.

http://edukasi.kompas.com/read/2010/04/09/11340991/Urgensi.Pendidikan.Kewirausahaan

Page 7: Saatnya Pendidikan Wirausaha

JOGJA—Pengangguran dan kemiskinan masih menjadi problem klasik yang dihadapi bangsa ini. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya jumlah wirausahawan yang hanya 0,24 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah itu termasuk sangat rendah jika dibandingkan Negara maju seperti Amerika yang memiliki wirausahawan sekitar 11 persen dan Singapura sebanyak 7 persen dari jumlah penduduknya. Rendahnya kemauan berwirausaha mengakibatkan rendah pula tingkat kesejahteraan dan keterbatasan kesempatan kerja. Untuk itu, transformasi pendidikan kewirausahaan terutama pada pendidikan tingkat lanjutan dan tinggi penting segera dilakukan.Hal itu diungkapkan Direktur Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Heru Kurnianto Tjahjono dalam Seminar Kewirausahaan yang diselenggarakan Keluarga Alumni MM UMY di lingkungan Balai Latihan Pendidikan Teknik, Jogja, Rabu (30/3).Heru dalam uraiannya menekankan pentingnya pendidikan kewirausahaan dalam dunia pendidikan. Berdasar riset yang ia lakukan, konsep pendidikan kewirausahaan dalam dunia pendidikan masih sebagai konsep pelengkap. Sehingga kewirausahaan masih saja berkutat pada konteks pengetahuan dan hanya sedikit keterampilan.Heru lebih lanjut menegaskan, perubahan dalam pendidikan wirausaha harus segera diwujudkan. “Transformasi pendidikan kewirausahaan harus segera diwujudkan dalam mewujudkan pemahaman konsep (knowledge), peningkatan keterampilan (skill) dan perubahan perilaku (attitude). Output dari pendidikan kewirausahaan adalah sikap mental untuk memulai berwirausaha,” ungkapnya.Sementara itu, Untung Sukaryadi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY, memaparkan ada beberapa permasalahan pokok yang kini dihadapi dunia ketenagakerjaan. Salah satunya belum adanya link and match antara sistem pendidikan nasional dan sistem ketenagakerjaan nasional. Selain itu, kurangnya pendidikan kewirausahaan bagi angkatan kerja mengakibatkan kesempatan kerja belum bisa terbuka luas.

http://www.harianjoglosemar.com/berita/%E2%80%9Dpendidikan-kewirausahaan-masih-sebatas-konsep%E2%80%9D-40261.html

Beberapa puluh tahun yang lalu berkembang pendapat bahwa kewirausahaan tidak dapat diajarkan. Akan tetapi sekarang ini entrepreneurship atau kewirausahaan telah menjadi disiplin ilmu yang dapat diajarkan di sekolah-sekolah dan telah tumbuh dengan pesat.Di negara maju seperti Amerika Serikat maupun Eropa, kewirausahaan telah lama menjadi isu utama. Sementara di Cina tercatat Universitas Beijing menghapus mata kuliah Marxis dan diganti dengan mata kuliah kewirausahaan. Pendidikan dan pelatihan kewirausahaan di Amerika Serikat dan Eropa berkembang pesat dalam bentuk kursus maupun diajarkan di perguruan tinggi.

Mata kuliah kewirausahaan diberikan dalam bentuk kuliah umum ataupun dalam bentuk konsentrasi program studi. Sedangkan bentuk kursus wirausaha yang diselenggarakan di Amerika Serikat di antaranya berusaha keluar dari kelaziman sebuah pendidikan formal. Lembaga kursus tersebut menyajikan materi, menetapkan tujuan, dan menyelenggarakannya secara berbeda dengan pendidikan kewirausahaan yang disajikan lembaga pendidikan formal.

Pendidikan kewirausahaan lainnya yang dikenal oleh masyarakat dunia yaitu Action Coach yang digagas dan dikomandani oleh Brad Sugar. Sebelumnya, Ropbert T Kiyosaki juga telah

Page 8: Saatnya Pendidikan Wirausaha

mempopulerkan pentingnya berwirausaha dengan mempopulerkan konsep cashflow quadranBagi negara Indonesia, urgensi pengembangan kewirausahaan dan pendidikan kewirausahaan antara lain karena jumlah penduduknya besar, dengan sebagian besar penduduknya adalah angkatan kerja, dan dari jumlah itu adalah tenaga muda dari alumni perguruan tinggi. Jumlah penduduk yang tinggi bisa merupakan potensi jika sebagian penduduk itu merupakan SDM yang berkualitas baik, tetapi bila tidak, jumlah penduduk yang besar itu akan menambah beratnya beban pembangunan.

Menurut Mc Clelland, tampak ada korelasi positif antara jumlah penduduk yang berwirausaha dengan tingkat kemakmuran dalam suatu masyarakat. Tingkat kemajuan dan keterbelakangan suatu negara tidak bergantung pada jumlah penduduk, kekayaan alam, luas wilayah, warna kulit, suku bangsa, atau lamanya kemerdekaan yang dialami, tetapi terletak pada kualitas manusianya. Apalagi memasuki era globalisasi, setiap negara mengalami tantangan yang semakin berat, sehingga banyak negara lemah yang terpuruk. Implikasinya adalah memerlukan kerja keras setiap warga negara Indonesia agar tidak tersisih dari lajunya persaingan dunia. Berangkat dari “Sumber Daya Manusia”, maka faktor pendidikan mempunyai peran yang sangat dominan dalam menghasilkan manusia yang bermutu.

Menurut Ciputra, paling tidak ada sedikitnya 10% orang Indonesia yang berbakat menjadi entrepreneur. Tetapi, karena tak pernah dididik, dilatih, dan diberi kesempatan; mereka tidak berhasil menjadi entrepreneur.

Angka pengangguran berada pada kisaran 10,8% sampai dengan 11% dari tenaga kerja yang masuk kategori sebagai pengangguran terbuka, termasuk sekitar 1.100.000 alumni PT yang menganggur. Sebanyak 4.516.100 dari 9.427.600 orang yang masuk kategori pengangguran terbuka pada Februari 2008 adalah lulusan SMA, SMK, program diploma dan universitas. Dari tahun 2006, setiap diadakan bursa kerja, 30% tetap tidak terpenuhi/kosong karena kompetensi peminat tidak memenuhi syarat (headline Kompas, 22 Agustus 2008).

Tidak imbangnya jumlah pelamar kerja dan lowongan kerja, gejalanya merata di seluruh pelosok —bahkan jumlah penganggur terdidik semakin membesar— menunjukkan kecilnya jiwa kewirausahaan. Para lulusan lebih tampil sebagai pencari kerja dan belum sebagai pencipta lapangan kerja.

Kurangnya lulusan pendidikan yang diserap di lapangan kerja memang tidak sepenuhnya disebabkan faktor tak adanya jiwa kewirausahaan. Banyak faktor lain menjadi penyebab. Meskipun demikian, tampaknya faktor dan tantangan terpenting adalah bagaimana institusi pendidikan berhasil membentuk atau menanamkan semangat, jiwa, dan sikap kewirausahaan.

Wirausaha merupakan hasil belajar sehingga meskipun jiwa wirausaha mungkin juga diperoleh sejak lahir (bakat), namun jika tidak diasah melalui belajar dan dimotivasi dalam proses pembelajaran, sulit dapat diwujudkan. Untuk mempertajam minat dan kemampuan wirausahawan perlu ditumbuhkembangkan melalui proses pembelajaran. Di sinilah letak dan pentingnya pendidikan wirausahawan dalam pendidikan.

Sebagai disiplin ilmu, kewirausahaan bisa diajarkan lewat sistem terstruktur, salah satu hasil

Page 9: Saatnya Pendidikan Wirausaha

penting dan utama praktis pendidikan. Lembaga pendidikan tidak dapat memberikan pekerjaan, tetapi bisa memastikan agar hasil didik mampu menciptakan pekerjaan.

Selain pendidikan kewirausahaan di sekolah atau melalui lembaga pendidikan formal, upaya menciptakan pengusaha atau calon wirausaha dapat pula melalui lembaga pendidikan nonformal serta pelatihan yang dilaksanakan dalam periode waktu tertentu oleh suatu lembaga.Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah, baik di lembaga maupun tidak. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan nonformal lebih terbuka, tidak terikat, dan tidak terpusat. Program pendidikan nonformal dapat merupakan lanjutan atau pengayaan dari bagian program sekolah, pengembangan dari program sekolah, dan program yang setara dengan pendidikan sekolah.

Dalam pengertian sebenarnya proses pendidikan tidak dapat diartikan secara sempit yaitu proses mendidik di dalam gedung sekolah (schooling). Proses pendidikan mempunyai berbagai bentuk ialah bentuk-bentuk formal, nonformal dan informal. Pendidikan nonformal lebih ditekankan pada keterampilan seseorang untuk hidup. Oleh sebab itu lembaga-lembaga pendidikan nonformal sangat beragam dan terbuka, baik di dalam kurikulumnya maupun di dalam pesertanya (Tilaar, 2000: 188). Lembaga nonformal di masyarakat ini antara lain lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan sejenis.

Mewadahi pendidikan dan latihan (diklat) kewirausahaan untuk masyarakat miskin adalah melalui pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal dapat dijadikan wahana sebagai proses pemberian kekuatan yang difokuskan untuk pemanfaatan pemecahan masalah secara kolaboratif, khususnya yang lebih diorientasikan kepada yang mempengaruhi struktur sosial ekonomi.Bagi sebagian orang, pendidikan bisa menjadi faktor pendorong kesuksesan untuk berwirausaha. Seseorang memang tidak perlu berpredikat sarjana untuk menjadi pengusaha, tetapi dengan latar belakang pendidikan akademik, berarti akan banyak kesempatan terbuka karena lebih luas wawasannya dalam melihat berbagai peluang bisnis yang ada.

Lembaga pendidikan formal salah satu yang diharapkan mengubah pola pikir ini, sehingga di masa mendatang lahir para lulusan yang mempunyai stigma positif terhadap wirausaha serta memberikan wawasan bahwa wirausaha merupakan salah satu lapangan kerja yang terhormat yang sejajar dengan profesi sebagai pegawai/karyawan, serta diharapkan di masa yang akan datang lahir wirausahawan yang tanggung yang mampu berinovasi sehingga negara kita menjadi negara produsen bukan menjadi negara konsumen.

Hakekat dari program pendidikan kewirausahaan pada dasarnya merupakan proses pembelajaran penanaman tata nilai kewirausahaan melalui pembiasaan dan pemeliharaan perilaku dan sikap. Metode pembelajaran pendidikan Kewirausahaan adalah menanamkan sikap, pembukaan wawasan dan pembekalan pengalaman awal yang dalam proses pembelajarannya bukan sekedar hafalan atau target kognitif, tetapi dipelajari melalui penanaman kebiasaan yang harus dikerjakan atau dilakukan sendiri secara berulang-ulang dan tidak sekedar hanya mengerti dan mengalami.Lebih jauh, jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) pada dasarnya bisa ditanamkan oleh para orang tua ketika anak-anak mereka dalam usia dini. Kewirausahaan ternyata lebih kepada menggerakkan perubahan mental. Jadi tak perlu dipertentangkan apakah kemampuan wirausaha

Page 10: Saatnya Pendidikan Wirausaha

itu berkat adanya bakat atau hasil pendidikan. Dengan kata lain, untuk menjadi wirausahawan handal dibutuhkan sebuah karakter unggul.

Karakter unggul tersebut meliputi pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness), kreatif, mampu berpikir kritis, mampu memecahkan permasalahan (problem solving), dapat berkomunikasi, mampu membawa diri di berbagai lingkungan, menghargai waktu (time orientation), empati, mau berbagi dengan orang lain, mampu mengatasi stres, bisa mengendalikan emosi, dan mampu membuat keputusan. Karakter tersebut tentu melalui sebuah proses yang panjang.

Kiranya perlu kajian fakta masuknya mata kuliah Kewirausahaan ke dalam kurikulum perkuliahan ternyata kurang berdampak signifikan bagi pencetakan wirausaha baru dari kalangan generasi muda. Mungkin hal ini disebabkan karena dosen lebih menitikberatkan aspek teoritis, sedangkan aspek aplikatifnya dilupakan. Atau kalau ada aspek aplikatifnya, sangat kurang dan tidak berdampak signifikan untuk menghasilkan kader pengusaha muda. Padahal, dalam mata kuliah Kewirausahaan, hendaknya pengajaran teori dipangkas dan lebih dititiberatkan pada aplikasi, yaitu dengan mendorong dan mengawal mahasiswa untuk menciptakan ide pendirian usaha yang kreatif.

Saatnya pendidikan di Indonesia dapat berperan sebagai problem solver dengan dibarengi mental wirausaha yang terpatri dalam diri anak didik. Dengan bekal pelbagai disiplin keilmuan yang mumpuni yang dapat dijadikan “modal” untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang muncul dan berkembang di masyarakat. Selain itu, dengan jiwa wirausahanya peserta didik akan selalu melakukan pembaharuan dan inovasi secara dinamis di masyarakat.

http://www.makassarpreneur.com/index.php?option=com_content&view=article&id=55:konsep-pendidikan-kewirausahaan&catid=30:entrepreneurship&Itemid=66

PDF

PENDAHULUAN : KEWIRAUSAHAAN1. Hakikat dan Konsep Dasar KewirusahaanKewirausahaan pertama kali muncul pada abad 18 diawali dengan penemuan-penemuanbaru seperti mesin uap, mesin pemintal, dll. Tujuan utama mereka adalah pertumbuhandan perluasan organisasi melalui inovasi dan kreativitas. Keuntungan dan kekayaanbukan tujuan utama.Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa beranimengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan Berjiwa berani

Page 11: Saatnya Pendidikan Wirausaha

mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputirasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. (Kasmir, 2007 : 18).Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuandengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda, diantaranya adalahpenciptaan organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru(Schumpeter, 1934), ekplorasi berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapiketidakpastian (Knight, 1921), dan mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi(Say, 1803). Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya adalahsebagai berikut:Richard Cantillon (1775)Kewirausahaan didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Seorangwirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya padamasa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebihmenekankan pada bagaimana seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastianJean Baptista Say (1816)Seorang wirausahawan adalah agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksidan menemukan nilai dari produksinya.Frank Knight (1921)Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi perubahan pasar.Definisi ini menekankan pada peranan wirausahawan dalam menghadapiketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang worausahawan disyaratkan untukmelaksanakan fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan danpengawasanJoseph Schumpeter (1934)Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahanperubahandi dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi barutersebut bisa dalam bentuk (1) memperkenalkan produk baru atau dengan kualitasbaru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka pasar yang baru

Page 12: Saatnya Pendidikan Wirausaha

(new market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponenbaru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpetermengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteksbisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.Penrose (1963)Kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam sistemekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitaskewirausahaan.Harvey Leibenstein (1968, 1979)Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang dibutuhkan untuk menciptakanatau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belumteridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahuisepenuhnya.Israel Kirzner (1979)Wirausahawan mengenali dan bertindak terhadap peluang pasar.Entrepreneurship Center at Miami University of OhioKewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi, mengembangkaan, dan membawavisi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yanglebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasila akhir dari proses tersebut adalahpenciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi resiko atau ketidakpastian.Peter F. DruckerKewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru danberbeda. Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausahan adalahorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbedadari yang lain. Atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudahada sebelumnya.ZimmererKewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalammemecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan(usaha).

Page 13: Saatnya Pendidikan Wirausaha

Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalahbahwa kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluangpeluangyang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan denganpengarahan dan atau kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selaludiharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengantindakan yang kreatif dan innovatif. Wirausahawan adalah orang yang merubah nilaisumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besardaripada sebelumnya dan juga orang yang melakukan perubahan, inovasi dan cara-carabaru.Selain itu, seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalamkegiatannya, tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidakdigolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsikewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya menjalankanfungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan bisabersifat sementara atau kondisional.Kesimpulan lain dari kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yangberbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikulresiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasamoneter dan kepuasan pribadi.Istilah wirausaha muncul kemudian setelah dan sebagai padanan wiraswasta yangsejak awal sebagian orang masih kurang sreg dengan kata swasta. Persepsi tentangwirausaha sama dengan wiraswasta sebagai padanan entrepreneur. Perbedaannya adalahpada penekanan pada kemandirian (swasta) pada wiraswasta dan pada usaha (bisnis) padawirausaha. Istilah wirausaha kini makin banyak digunakan orang terutama karenamemang penekanan pada segi bisnisnya. Walaupun demikian mengingat tantangan yang

Page 14: Saatnya Pendidikan Wirausaha

dihadapi oleh generasi muda pada saat ini banyak pada bidang lapangan kerja, makapendidikan wiraswasta mengarah untuk survival dan kemandirian seharusnya lebihditonjolkan.Sedikit perbedaan persepsi wirausaha dan wiraswasta harus dipahami, terutamaoleh para pengajar agar arah dan tujuan pendidikan yang diberikan tidak salah. Jika yangdiharapkan dari pendidikan yang diberikan adalah sosok atau individu yang lebihbermental baja atau dengan kata lain lebih memiliki kecerdasan emosional (EQ) dankecerdasarn advirsity (AQ) yang berperan untuk hidup (menghadapi tantangan hidup dankehidupan) maka pendidikan wiraswasta yang lebih tepat. Sebaliknya jika arah dantujuan pendidikan adalah untuk menghasilkan sosok individu yang lebih lihai dalambisnis atau uang, atau agar lebih memiliki kecerdasan finansial (FQ) maka yang lebihtepat adalah pendidikan wirausaha. Karena kedua aspek itu sama pentingnya, makapendidikan yang diberikan sekarang lebih cenderung kedua aspek itu denganmenggunakan kata wirausaha. Persepsi wirausaha kini mencakup baik aspek finansialmaupun personal, sosial, dan profesional (Soesarsono, 2002 : 48)2. Ciri dan Watak WirausahaCiri-ciri dan watak kewirausahaanNo Ciri Watak1 Percaya diri Keyakinan, ketidaktergantungan, individualistis,dan optimisme2 Berorientasi padatugas dan hasilKebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba,ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras,mempunyai dorongan kuat, energetik daninisiatif3 Pengambilan resiko Kemampuan untuk mengambil resiko yangwajar dan suka tantangan4 Kepemimpinan Perilaku sebagai pemimpin, bergaul denganorang lain, menanggapi saran-saran dan kritik5 Keorisinilan Inovatif dan kreatif serta fleksibel6 Berorientasi ke masadepan

Page 15: Saatnya Pendidikan Wirausaha

Pandanga ke depan, perspektifSumber : dari Meredith, et.a., dalam Suryana, 2001 : 8.Dalam konteks bisnis, seorang entrepreneur membuka usaha baru (new ventures) yangmenyebabkan munculnya produk baru arau ide tentang penyelenggaraan jasa-jasa.Karakteristik tipikal entrepreneur (Schermerhorn Jr, 1999) :1. Lokus pengendalian internal2. Tingkat energi tinggi3. Kebutuhan tinggi akan prestasi4. Toleransi terhadap ambiguitas5. Kepercayaan diri6. Berorientasi pada actionKarakteristik Wirausahawan (Masykur W)1. Keinginan untuk berprestasi2. Keinginan untuk bertanggung jawab3. Preferensi kepada resiko menengah4. Persepsi kepada kemungkian berhasil5. Rangsangan untuk umpan balik6. Aktivitas Energik7. Orientasi ke masa depan8. Ketrampilan dalam pengorganisasian9. Sikap terhadap uangWirausahawan yang berhasil mempunyai standar prestasi (n Ach) tinggi. Potensikewirausahaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut : (Masykur, Winardi)1. Kemampuan inovatif2. Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity)3. Keinginan untuk berprestasi4. Kemampuan perencanaan realistis5. Kepemimpinan berorientasi pada tujuan6. Obyektivitas7. Tanggung jawab pribadi8. Kemampuan beradaptasi (Flexibility)9. Kemampuan sebagai pengorganisator dan administrator10. Tingkat komitmen tinggi (survival)Jenis Kewirausahaan (Williamson, 1961)1. Innovating EntrepreneurshipBereksperimentasi secara agresif, trampil mempraktekkan transformasi-transformasiatraktif2. Imitative EntrepreneurshipMeniru inovasi yang berhasil dari para Innovating Entrepreneur3. Fabian EntrepreneurshipSikap yang teramat berhati-hati dan sikap skeptikal tetapi yang segera melaksanakan

Page 16: Saatnya Pendidikan Wirausaha

peniruan-peniruan menjadi jelas sekali, apabila mereka tidak melakukan hal tersebut,mereka akan kehilangan posisi relatif pada industri yang bersangkutan.4. Drone EntrepreneurshipDrone = malas. Penolakan untuk memanfaatkan peluang-peluang untukmelaksanakan perubahan-perubahan dalam rumus produksi sekalipun hal tersbutakan mengakibatkan mereka merugi diandingkan dengan produsen lain.Di banyak negara berkembang masih terdapat jenis entrepreneurship yang lain yangdisebut sebagai Parasitic Entrepreneurship, dalam konteks ilmu ekonomi disebut sebagaiRent-seekers (pemburu rente). (Winardi, 1977)3. Proses KewirausahaanTahap-tahap KewirausahaanSecara umum tahap-tahap melakukan wirausaha :(1) Tahap memulai, tahap di mana seseorang yang berniat untuk melakukan usahamempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat peluangusaha baru yang mungkin apakah membuka usaha baru, melakukan akuisisi, ataumelakukan franchising. Juga memilih jenis usaha yang akan dilakukan apakah dibidang pertanian, industri / manufaktur / produksi atau jasa.(2) Tahap melaksanakan usaha atau diringkas dengan tahap "jalan", tahap ini seorangwirausahawan mengelola berbagai aspek yang terkait dengan usahanya, mencakupaspek-aspek : pembiayaan, SDM, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan yangmeliputi bagaimana mengambil resiko dan mengambil keputusan, pemasaran, danmelakukan evaluasi.(3) Mempertahankan usaha, tahap di mana wirausahawan berdasarkan hasil yang telahdicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk ditindaklanjuti sesuaidengan kondisi yang dihadapi(4) Mengembangkan usaha, tahap di mana jika hasil yang diperoleh tergolong positifatau mengalami perkembangan atau dapat bertahan maka perluasan usaha menjadisalah satu pilihan yang mungkin diambil.Menurut Carol Noore yang dikutip oleh Bygrave (1996 : 3), proses kewirausahaan

Page 17: Saatnya Pendidikan Wirausaha

diawali dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengeruhi oleh berbagai faktor baikyang berasal dari pribadi maupun di luar pribadi, seperti pendidikan, sosiologi,organisasi, kebudayaan dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut membentuk locus ofcontrol, kreativitas, keinovasian, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudianberkembangan menjadi wirausaha yang besar. Secara internal, keinovasian dipengaruhioleh faktor yang bersal dari individu, seperti locus of control, toleransi, nilai-nilai,pendidikan, pengalaman. Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan yangmempengaruhi diantaranya model peran, aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasiberkembangan menajdi kewirausahaan melalui proses yang dipengrauhi lingkungan,organisasi dan keluarga (Suryana, 2001 : 34).Secara ringkas, model proses kewirausahaan mencakup tahap-tahap berikut (Alma, 2007: 10 – 12) :1. proses inovasi2. proses pemicu3. proses pelaksanaan4. proses pertumbuhanBerdasarkan analisis pustaka terkait kewirausahaan, diketahui bahwa aspek-aspek yangperlu diperhatikan dalam melakukan wirausaha adalah :a. mencari peluang usaha baru : lama usaha dilakukan, dan jenis usaha yang pernahdilakukanb. pembiayaan : pendanaan – jumlah dan sumber-sumber danac. SDM : tenaga kerja yang dipergunakand. kepemilikan : peran-peran dalam pelaksanaan usahae. organisasi : pembagian kerja diantara tenaga kerja yang dimilikif. kepemimpinan : kejujuran, agama, tujuan jangka panjang, proses manajerial(POAC)g. Pemasaran : lokasi dan tempat usaha4. Faktor-faktor Motivasi BerwirausahaCiri-ciri wirausaha yang berhasil (Kasmir, 27 – 28)a. Memiliki visi dan tujuan yang jelas. Hal ini berfungsi untuk menebak ke manalangkah dan arah yang dituju sehingga dapat diketahui langkah yang harusdilakukan oleh pengusaha tersebut

Page 18: Saatnya Pendidikan Wirausaha

b. Inisiatif dan selalu proaktif. Ini merupakan ciri mendasar di mana pengusaha tidakhanya menunggu sesuatu terjadi, tetapi terlebih dahulu memulai dan mencaripeluang sebagai pelopor dalam berbagai kegiatan.c. Berorientasi pada prestasi. Pengusaha yang sukses selalu mengejar prestasi yanglebih baik daripada prestasi sebelumnya. Mutu produk, pelayanan yang diberikan,serta kepuasan pelanggan menjadi perhatian utama. Setiap waktu segala aktifitasusaha yang dijalankan selalu dievaluasi dan harus lebih baik dibandingsebelumnya.d. Berani mengambil risiko. Hal ini merupakan sifat yang harus dimiliki seorangpengusaha kapanpun dan dimanapun, baik dalam bentuk uang maupun waktu.e. Kerja keras. Jam kerja pengusaha tidak terbatas pada waktu, di mana ada peluangdi situ dia datang. Kadang-kadang seorang pengusaha sulit untuk mengatur waktukerjanya. Benaknya selalu memikirkan kemajuan usahanya. Ide-ide baru selalumendorongnya untuk bekerja kerjas merealisasikannya. Tidak ada kata sulit dantidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan.f. Bertanggungjawab terhadap segala aktifitas yang dijalankannya, baik sekarangmaupun yang akan datang. Tanggungjawab seorang pengusaha tidak hanya padasegi material, tetapi juga moral kepada berbagai pihak.g. Komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh danharus ditepati. Komitmen untuk melakukan sesuatu memang merupakankewajiban untuk segera ditepati dana direalisasikan.h. Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baikyang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan maupun tidak.Hubungan baik yang perlu dlijalankan, antara lain kepada : para pelanggan,pemerintah, pemasok, serta masyarakat luas.Dari analisis pengalaman di lapangan, ciri-ciri wirausaha yang pokok untuk dapatberhasil dapat dirangkum dalam tiga sikap, yaitu :a. jujur, dalam arti berani untuk mengemukakan kondisi sebenarnya dari usaha yangdijalankan, dan mau melaksanakan kegiatan usahanya sesuai dengan

Page 19: Saatnya Pendidikan Wirausaha

kemampuannya. Hal ini diperlukan karena dengan sikap tersebut cenderung akanmembuat pembeli mempunyai kepercayaan yang tinggi kepada pengusahasehingga mau dengan rela untuk menjadi pelanggan dalam jangka waktu panjangke depanb. mempunyai tujuan jangka panjang, dalam arti mempunyai gambaran yang jelasmengenai perkembangan akhir dari usaha yang dilaksanakan. Hal ini untuk dapatmemberikan motivasi yang besar kepada pelaku wirausaha untuk dapatmelakukan kerja walaupun pada saat yang bersamaan hasil yang diharapkanmasih juga belum dapat diperoleh.c. selalu taat berdoa, yang merupakan penyerahan diri kepada Tuhan untuk memintaapa yang diinginkan dan menerima apapun hasil yang diperoleh. Dalam bahasalain, dapat dikemukakan bahwa ”manusia yang berusaha, tetapi Tuhan-lah yangmenentukan !” dengan demikian berdoa merupakan salah satu terapi bagipemeliharaan usaha untuk mencapai cita-cita.Kompetensi perlu dimiliki oleh wirausahawan seperti halnya profesi lain dalamkehidupan, kompetensi ini mendukungnya ke arah kesuksesan. Dan & Bradstreetbusiness Credit Service (1993 : 1) mengemukakan 10 kompetensi yang harus dimiliki,yaitu :1. knowing your business, yaitu mengetahui usaha apa yang akan dilakukan.Dengan kata lain, seorang wirausahawan harus mengetahui segala sesuatuyang ada hubungannya dengan usaha atau bisnis yang akan dilakukan.2. knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasar-dasarpengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha, mengorganisasi danmengenalikan perusahaan, termasuk dapat memperhitungkan,memprediksi, mengadministrasikan, dan membukukan kegiatan-kegiatanusaha. Mengetahui manajemen bisnis berarti memahami kiat, cara, prosesdan pengelolaan semua sumberdaya perusahaan secara efektif dan efisien.3. having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna terhadapusaha yang dilakukannya. Dia harus bersikap seperti pedagang,industriawan, pengusaha, eksekutif yang sunggung-sungguh dan tidaksetengah hati.4. having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidakhanya bentuk materi tetapi juga rohani. Kepercayaan dan keteguhan hatimerupakan modal utama dalam usaha. Oleh karena itu, harus cukupwaktu, cukup uang, cukup tenaga, tempat dan mental.5. managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan / mengelola

Page 20: Saatnya Pendidikan Wirausaha

keuangan, secara efektif dan efisien, mencari sumber dana danmenggunakannnya secara tepat, dan mengendalikannya secara akurat.6. managing time efficiently, yaitu kemampuan mengatur waktu seefisienmungkin. Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai dengankebutuhannya.7. managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur,mengarahkan / memotivasi, dan mengendalikan orang-orang dalammenjalankan perusahaan.8. statisfying customer by providing high quality product, yaitu memberikepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan barang dan jasayang bermutu, bermanfaat dan memuaskan.9. knowing Hozu to Compete, yaitu mengetahui strategi / cara bersaing.Wirausaha harus dapat mengungkap kekuatan (strength), kelemahan(weaks), peluang (opportunity), dan ancaman (threat), dirinya dan pesaing.Dia harus menggunakan analisis SWOT sebaik terhadap dirinya danterhadap pesaing.10. copying with regulation and paper work, yaitu membuat aturan / pedomanyang jelas tersurat, tidak tersirat. (Triton, 2007 :137 – 139)Delapan anak tangga menuju puncak karir berwirausaha (Alma, 106 – 109), terdiri atas :1. mau kerja keras (capacity for hard work)2. bekerjasama dengan orang lain (getting things done with and through people)3. penampilan yang baik (good appearance)4. yakin (self confidence)5. pandai membuat keputusan (making sound decision)6. mau menambah ilmu pengetahuan (college education)7. ambisi untuk maju (ambition drive)8. pandai berkomunikasi (ability to communicate)5. Kasus KewirausahaanMahasiswa mencari kasus-kasus wirausaha khususnya yang sukses dari internet atausumber lainnya – TUGAS INDIVIDU, ATAUmahasiswa ditugaskan untuk mengambil data mengenai wirausaha atau usaha kecilmenengah (UKM) dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan – TUGASKELOMPOK : masing-masing mahasiswa dikelompokkan dengan anggota minimal 3orang dan setiap kelompok diminta untuk mengumpulkan 5 kasus UKM)(KUESIONER TERLAMPIR – Kuesioner Lampiran)Rujukan- Alma, Prof. Dr. Buchari, 2007, Kewirausahaan, Edisi Revisi, Penerbit Alfabeta,Bandung.

Page 21: Saatnya Pendidikan Wirausaha

- Kasmir, 2007, Kewirausahaan, PT RajaGrafindo Perkasa, Jakarta.- Soesarsono, 2002, Pengantar Kewirausahaan, Buku I, Jurusan Teknologi IndustriIPB, Bogor.- Suryana, 2001, Kewirausahaan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.- Triton PB., 2007, Entrepreneurship : Kiat Sukses Menjadi Pengusaha, TuguPublisher, Yogyakarta.- http://westaction.org/definitions/def_entrepreneurship_1.html yang diakses padatanggal 13 Januari 2006- Masykur Wiratmo, 1994, Kewirausahaan: Seri diktat kuliah, Gunadarma, Jakarta.- Mas’ud & Mahmud Machfoedz, 2004, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.- Winardi, 2003, Entrepreneur & Entrepreneurship, Kencana, Jakarta.