s k r i p s i - digilib.uns.ac.id/upaya... · efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika...
TRANSCRIPT
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI
PENJUMLAHAN MELALUI METODE JARIMATIKA PADA SISWA
TUNA GRAHITA KELAS V SEMESTER II DI SDLB NEGERI
CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN
PELAJARAN 2009/2010
S K R I P S I
Oleh:
SUTRISNO NIM: X.5108535
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
ii
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI
PENJUMLAHAN MELALUI METODE JARIMATIKA PADA SISWA
TUNA GRAHITA KELAS V SEMESTER II DI SDLB NEGERI
CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN
PELAJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi
Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan
Oleh :
SUTRISNO
NIM: X.5108535
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Indianto, M.Pd. Drs. Subagya, M.Si.
NIP. 19510115 198003 1 001 NIP. 19601001 198303 1 012
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Jum’at
Tanggal : 23 Juli 2010
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. A. Salim Choiri, M.Kes. …………………………..
Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag. …………………………..
Anggota I : Drs. R. Indianto, M.Pd. .…………………………..
Anggota II : Drs. Subagya, M.Si. …………………………..
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 1960 0727 198702 1 001
v
ABSTRAK
Sutrisno. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Penjumlahan Melalui Metode Jarimatika Pada Siswa Tuna Grahita Kelas V Semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari model metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi penjumlahan melalui metode jarimatika pada siswa tunagrahita kelas V semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010.
Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa tunagrahita kelas V semester II SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 4 siswa. Teknik analisis data digunakan analisis komparatif, artinya peristiwa/kejadian yang timbul dibandingkan kemudian dideskripsikan ke dalam suatu bentuk data penilaian yang berupa nilai hasil belajar matematika. Dari prosentase dideskripsikan kearah kecenderungan tindakan guru dan reaksi serta hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil pengolahan data dari pelaksanaan tindakan kelas dapat dijelaskan bahwa nilai awal berhitung penjumlahan rata-rata kelas 52,50. Siswa yang mendapat nilai 60 atau lebih hanya 1 siswa dengan tingkat ketuntasan klasikal 25,00%, pada siklus I nilai rata-rata kelas 57,50, siswa yang mendapat nilai 60 ke atas terdapat 2 siswa dengan tingkat ketuntasan 50% dan tinggal 2 siswa yang belum tuntas, pada siklus II nilai rata-rata kelas 63,75, seluruh siswa mendapat nilai 60,00 ke atas yang diasumsikan secara klasikal telah menuntaskan belajar berhitung penjumlahan dengan tingkat ketuntasan 100%.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa melalui metode jarimatika dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi penjumlahan pada siswa tunagrahita kelas V semester II SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010.
vi
ABSTRACT
Sutrisno. Efforts to Improve Mathematics Learning Materials Results Through Addition Method On Students With Mentally Retarded Jarimatika Class V Semester II in SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Academic Year 2009/2010. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, July 2010.
This study aims to find a model for effective learning methods to improve learning outcomes through the method of summation of mathematics materials to students with mentally retarded jarimatika class V second semester at state SDLB Negeri Cangakan Karanganyar 2009/2010 school year.
Methods research approach used was Classroom Action Research (CAR) that is research done by teachers in the classroom where teaching, with emphasis on improvement or improvement of practices and processes in learning mathematics. The subject of this study are all students with mentally retarded class V second semester SDLB Negeri Cangakan Karanganyar academic year 2009/2010 school wich amounted to four students. This study uses descriptive comparative analysis technique, namely by comparing the tes value of inter-cycles. This study analyzes the students’ test value before using jarimatika method and their test value after using jarimatika method two cycles.
Based on the initial value, known value of the sum arithmetic average value of 57,50 class. Students who score 60 or more students with only a 25,00% level of classical completeness, level of classical completeness, in the first cycle the average value of 57,50 class, students who score above 60 to have twho students with a mastery level of 50% and stayed two students unfinished, on the second cycle tghe average value of 63,75 class, all students receive the value of 60 and above who have completed the classically assumed to learn to count the sum with 100% mastery level.
Based on the above description can be concluded that through jarimatika method can improve mathematics learning outcomes of students on the material of the sum in the second half of the V class with mentally retarded SDLB Negeri Cangakan Karanganyar academic year 2009/2010.
vii
MOTTO
Orang yang kreatif selalu ingin tahu, suka mencoba,
senang bermain, intuitif; dan Anda mempunyai potensi
untuk menjadi orang kreatif seperti itu.
(Bobby DePorter & Mike Hernacki dalam Martinis
Yamin, 2007: 137).
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
- Istri tercinta.
- Anak-anak tersayang.
- Rekan-rekan PLB FKIP UNS.
- Murid-murid yang kusayangi.
- Almamater.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.,
atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa,
Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan penelitian tindakan kelas ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak
akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala
bentuk bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan dan sekaligus sebagai
pembimbing I yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian tindakan kelas dan telah memberikan petunjuk kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Drs. H.A. Salim Choiri, M.Kes., Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa
yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi.
4. Drs. Subagya, M.Si., selaku pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Darya Sunaryo, S.Pd., selaku Kepala SDLB Negeri Cangakan Karanganyar
yang telah memberikan ijin tempat penelitian dan informasi yang dibutuhkan
penulis.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian
tindakan kelas ini.
x
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada kekurangan,
karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya juga masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan.
Semoga kebaikan Bapak dan Ibu mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha
Esa, dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. v
HALAMAN ABSTRACT .............................................................................. vi
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6
A. Kajian Teori............................................................................... 6
1. Anak Tunagrahita ................................................................ 6
2. Mata Pelajaran Matematika ............................................... 13
3. Metode Jarimatika .............................................................. 22
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 27
C. Perumusan Hipotesis Tindakan ................................................ 29
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................ 30
A. Setting Penelitian ...................................................................... 30
xii
Halaman
B. Subjek Penelitian ....................................................................... 30
C. Sumber Data .............................................................................. 30
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ......................................... 30
E. Validitas dan Reliabilitas Data ................................................. 33
F. Validitas Data ........................................................................... 33
G. Analisis Data ............................................................................ 34
H. Indikator Kinerja ...................................................................... 36
I. Prosedur Penelitian ................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................... 38
A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................. 38
B. Hasil Penelitian ......................................................................... 49
C. Pembahaan Hasil Penelitian ...................................................... 51
BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................. 55
A. Simpulan .................................................................................... 55
B. Saran .......................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................... 59
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Prosedur Penelitian ......................................................................... 36
Tabel 2. Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Siswa Tunagrahita Kelas V
SDLB Negeri Cangakan Karanganar pada Kondisi Awal ............. 39
Tabel 3. Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Siswa Tunagrahita Kelas V
SDLB Negeri Cangakan Karanganar pada Siklus I ....................... 44
Tabel 4. Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Siswa Tunagrahita Kelas V
SDLB Negeri Cangakan Karanganar pada Siklus II ...................... 48
Tabel 5. Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Setiap Siklus Melalui
Metode Jarimatika .......................................................................... 52
Tabel 6. Peningkatan Nilai Rata-rata Prestasi Berhitung Penjumlahan Setiap
Siklus ............................................................................................... 53
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Formasi Jarimatika Penjumlahan ............................................... 26
Gambar 2. Kerangka Berpikir ...................................................................... 28
Gambar 3. Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas .................................... 35
xv
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1. Peningkatan Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Setiap
Siswa Melalui Metode Jarimatika ................................................ 52
Grafik 2. Peningkatan Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Setiap
Siklus ............................................................................................ 51
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian....................................................... 59
Lampiran 2. Daftar Nama Siswa Kelas V/C SDLB Negeri Cangakan
Tahun Pelajaran 2009/2010 Sebagai Subyek Penelitian ......... 60
Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ................ 61
Lampiran 4. Kisi-kisi Soal Tes Matematika Kelas V/C SDLB Negeri
Cangakan Siklus I .................................................................... 64
Lampiran 5. Soal Tes Mata Pelajaran Matematika Kelas V/C SDLB Negeri
Cangakan Karanganyar Siklus I .............................................. 65
Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ............... 67
Lampiran 7. Kisi-kisi Soal Tes Matematika Kelas V/C SDLB Negeri
Cangakan Siklus II ................................................................... 70
Lampiran 8. Soal Tes Mata Pelajaran Matematika Kelas V/C SDLB Negeri
Cangakan Karanganyar Siklus II ............................................. 71
Lampiran 9. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V/C SDLB Negeri
Cangakan (Pre Test) ................................................................ 73
Lampiran 10. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V/C SDLB Negeri
Cangakan (Siklus I) ................................................................. 74
Lampiran 11. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V/C SDLB Negeri
Cangakan (Siklus II) ................................................................ 75
Lampiran 12. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V/C SDLB Negeri
Cangakan ................................................................................. 76
Lampiran 13. Foto-foto Kegiatan Penelitian .................................................. 77
Lampiran 14. Perijinan Penelitian .................................................................. 79
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap manusia. Hal ini berarti bahwa
pendidikan sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas hidup manusia dipandang
sebagai persoalan mendasar, fundamental dan sangat penting untuk dialami dan
diperoleh setiap individu tanpa dibatasi oleh ruang, waktu, latar belakang apapun.
Pemahaman tentang kesempatan memperoleh pendidikan ini merupakan salah satu
aspek yang dimuat dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang
menegaskan bahwa “setiap orang berhak mendapatkan kesempatan pendidikan
sesuai dengan kemampuan dirinya”.
Berdasarkan pada konsep dasar hak asasi manusia, yang menekankan
pentingnya pendidikan bagi semua (educatian for all) di satu pihak, dan nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia di pihak lain, maka pemerintah Indonesia meyakini dan
memandang bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang harus diberikan kepada
setiap warganya dalam rangka memberikan kebebasan untuk mengembangkan
kemampuan atau potensi yang dimiliki warga negaranya, sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa “Setiap warga mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 32 disebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosioinal, mental, sosial” (UU
Sisdiknas, 2003: 21). Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak
berkelainan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil
kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan.
Anak tunagrahita (berkelainan mental) yaitu “anak yang diidentifikasi
memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal),
1
xviii
sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan
secara khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan
bimbingan” (Mohammad Efendi, 2006: 9). Perkembangan anak tunagrahita salah
satunya adalah perkembangan dalam mengikuti pelajaran matematika yang
diselenggarakan sekolah yang diharapkan anak tunagrahita tidak tertinggal jauh
dengan anak normal pada umumnya, sehingga anak tunagrahita dapat
menyelesaikan program pendidikan yang telah direncanakan.
Prestasi belajar siswa tunagrahita dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari
dalam diri siswa sendiri, maupun faktor dari luar berupa metode pembelajaran.
Ngalim Purwanto (2002: 102) menjelaskan, “Ada dua faktor utama yang
mempengaruhi belajar yaitu dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal).”. Faktor
yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/
pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang
termasuk faktor sosial antara lain: faktor keluarga/ keadaan rumah tangga, guru dan
cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan
dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa di atas antara lain, faktor
guru dan cara mengajar memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
prestasi belajar matematika siswa. Bagaimana sikap dan kepribadian guru, ”tinggi
rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana guru itu mengajarkan
pengetahuan itu kepada peserta didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar
yang dapat dicapai peserta didik” (Ngalim Purwanto, 2002: 104-105).
Pendekatan pembelajaran bagi anak tunagrahita yang mendasarkan teori
pembelajaran dimaksudkan untuk dasar filosofi dalam pengembangan
pembelajaran bagi mereka. Untuk itu, ketepatan teori itu masih diperlukan suatu
pengkajian dan pengembangan bagi para akademisi. Pengkajian guna lebih
mengembangkan penemuan-penemuan tentang solusi-solusi masalah belajar.
Demikian juga pendidikan pada masing-masing teori belajar masih perlu
dimodifikasi dalam penerapannya di setiap bidang studi.
Modifikasi yang dilakukan guru berupaya agar bidang studi akademis
tersebut fungsional untuk kehidupan sehari-hari, sehingga pendekatan di dalam
xix
pembelajaran bidang studi akademis bagi anak tunagrahita khusunya kategori berat
lebih tepat dengan mengambil manfaat langsung dalam keigiatan kehidupan sehari-
hari. ”Pembelajaran pada membaca, meulis, matematika, ilmu pengetahuan alam,
dan ilmu pengetahuan sosial diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran yang
saling simultan saat mereka harus melakukan dan mengatasi problem kegiatan
kehidupan sehari-hari” (Mumpuniarti, 2007: 2).
Matematika merupakan ilmu mengenai struktur dan hubungan struktur
adalah struktur mengenai pola, hubungan dan aturan-aturan. Hubungan-hubungan
tersebut di dalam matematika berbentuk rumus (teorema dan dalil) matematika.
Menurut Jujun S. Suriasumantri (1998:191), “matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan”.
Lambang-lambang yang terdapat dalam mata pelajaran matematika bersifat
“artifisial”, baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya.
Matematika timbul sebagai hasil pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,
proses dan penalaran, sehingga dalam mempelajari matematika sangat dibutuhkan
pengertian, pemikiran dan pemahaman serta tidak cukup hanya bermodalkan
hafalan saja.
Anak tunagrahita dalam belajar matematika banyak mengalami kesulitan
bila dibanding anak normal pada umumnya, baik yang berkaitan dengan materi
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Untuk mempermudah
belajar matematika pada materi penjumlahan bagi anak tunagrahita maka
diperlukan strategi guru dalam mengajar agar anak tunagrahita tidak ketinggalan
dan dengan anak normal pada umummya.
Dengan adanya hambatan di atas, maka dibutuhkan metode pembelajaran
yang tepat. Salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak
tunagrahita yaitu metode jarimatika. ”Jarimatika adalah suatu cara berhitung
(operasi KaBaTaKu) dengan menggunakan jari dan ruas-ruas jari tangan” (Septi
Peni Wulandani, 2008: 3). Dibandingkan dengan metode lain, metode “Jarimatika”
lebih menekankan pada penguasaan konsep terlebih dahulu baru ke cara cepatnya,
sehingga anak-anak menguasai ilmu secara matang. Selain itu metode ini
disampaikan secara fun, sehingga anak-anak akan merasa senang dan gampang
xx
bagaikan “tamasya belajar” (http://www.jarimatika.com/). Metode jarimatika
memiliki keistimewaan yaitu: memberikan visualisasi proses berhitung,
menggembirakan anak saat digunakan, tidak memberatkan memori otak, dan
alatnya gratis, selalu terbawa dan tidak dapat disita.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan
judul: "Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Penjumlahan
Melalui Metode Jarimatika Pada Siswa Tunagrahita Kelas V Semester II di SDLB
Negeri Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010.".
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang seperti telah diuraikan di depan, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah melalui metode jarimatika
dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi penjumlahan pada siswa
tunagrahita kelas V semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun
pelajaran 2009/2010 ?.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan
hasil belajar matematika materi penjumlahan melalui metode jarimatika pada siswa
tunagrahita kelas V semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun
pelajaran 2009/2010.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu tentang penerapan metode jarimatika dalam
pembelajaran matematika berhitung penjumlahan.
xxi
2. Manfaat Praktis
a. Untuk guru
Menemukan alternatif untuk meningkatkan kemampuan berhitung
penjumlahan pada siswa tunagrahita kelas V SDLB Negeri Cangakan
Karanganyar.
b. Bagi sekolah
Sebagai sumbangan pemikiran terhadap sekolah dalam rangka peningkatan
kualitas belajar matematika pada materi penjumlahan, sehingga siswa dapat
menyelesaikan program pendidikan yang ditempuh dengan lancar.
c. Bagi peneliti
Mencari solusi permasalahan yang dialami siswa tunagrahita kelas V SDLB
Negeri Cangakan Karanganyar dalam meningkatkan kemampuan berhitung
penjumlahan.
xxii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teori
1. Anak Tunagrahita
a. Pengertian Anak Tunagrahita
Pengertian tunagrahita menurut berbagai literatur berbeda, tergantung
dari sudut pandang masing-masing.
Menurut Munzayanah (2000: 21), "Anak tunagrahita merupakan salah
satu golongan anak tunagrahita yang masih dapat dilatih dalam bidang sosial
maupun intelektual dalam batas-batas tertentu dan dapat dilatih utuk
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang rutin". Emi Dasiemi (1997: 138)
memberikan batasan "Anak tunagrahita atau debil yaitu yang mempunyai IQ
antara 50/55-70/75, kurang mampu mencari nafkah sendiri, namun masih
mampu menerima pendidikan dan latihan meskipun terbatas."
Sunaryo Kartadinata (1996: 83) mengemukakan bahwa, "tunagrahita
adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata-rata, sukar mengikuti program pendidikan
di sekolah umum sehingga membutuhkan layanan pendidikan secara khusus
disesuaikan dengan kemampuan anak." Menurut Bratanata yang dikutip
Mohammad Efendi (2006: 88) bahwa:
Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.
Moh. Amin (2005: 1) yang menguraikan istilah anak terbelakang sebagai
berikut:
Sesuai dengan arti anak terbelakang atau terbelakang mental memang mengalami keterbelakangan dalam perkembangan kecerdasan. Kalau anak normal umur 10 tahun mencapai kecerdasan sesuai dengan
6
xxiii
umurnya, maka anak terbelakang hanya mencapai kecerdasan yang sama dengan anak yang lebih muda umurnya. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak
tunagrahita ringan adalah anak yang mempunyai kecerdasan mental antara
50/55-70/77, mengalami kelambatan dalam perkembangan bicara dan
perkembangan verbal, namun masih mampu menerima pendidikan dan latihan
sesuai dengan program layanan pendidikan di sekolah luar biasa.
b. Ciri-Ciri Kejiwaan Siswa Tunagrahita
Siswa tunagrahita memiliki ciri-ciri kejiwaan tertentu bila dibanding
dengan anak normal pada umumnya. Menurut Moh. Amin (2005: 34) ciri-ciri
anak tunagrahita sebagai berikut:
Kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing, struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari anak normal.
Pendapat lain dikemukakan oleh Munzayanah (2000: 24) bahwa:
Karakteristik yang nampak serta banyak terjadi pada siswa penyandang tunagrahita adalah: rasa merusak sebagai dasar perkembangan, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak
tunagrahita adalah: 1) kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan
mereka tidak dapat mengurus, 2) mengalami kesukaran dalam memusatkan
perhatian, 3) mengalami kesukaran berfikir abstrak, merekaa berbicara lancar, 4)
masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa ataupun khusus, 5)
mengalami gangguan dalam sosialisasi, 6) iri hati kodrati yang merupakan dasar
rasa keadilan, 7) bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, 8) sikap yang
ingin memisahkan diri atau menarik diri, 9) penyesuaian diri yang kaku dan
labil, 10) pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama
dengan anak umur 12 tahun.
c. Klasifikasi Siswa Tunagrahita
xxiv
Klasifikasi diperlukan untuk memudahkan pemberian bantuan atau
pelayanan kepada anak tunagrahita. Dalam pengklasifikasian ini terdapat
berbagai cara sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu dan ahli yang
mengemukakannya.
Mumpuniarti (2007: 11-12) mengklasifikasikan yang berpandangan
medis, dalam bidang ini memandang variasi anak hambatan mental dari keadaan
tipe klinis. Tipe klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang mengalami
patologik atau penyimpangan. Masuk kelompok tipe klinis bagi anak hambatan
mental sebagai berikut:
1) Down Syndrom (dahulu disebut Mongoloid)
Pada tipe ini terliaht raut rupanya menyerupai orang Mongol dengan ciri:
mata sipit dan miring, lidah tebal dan berbelah-belah serta biasanya menjulur
keluar, telinga kecil, tangan kering, semakin dewasa kulitnya semakin kasar,
pipi bulat, bibir tebal dan besar, tangan bulat dan lemah, kecil, tulang
tengkorak dari muka hingga belakang tempak pendek.
2) Kretin
Pada tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri: badan pendek, kaki
tangan pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek
dan tebal.
3) Hydroceplhalus
Gejala yang nampaka dalah semakin membesarnya Cranium (tengkorak
kepala) yang disebabkan oleh semakin berambahnya atau bertimbunnya
cairan Cerebrospinal pada kepala.
4) Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus
Keempat istilah tersebut menunjukkan kelainan bentuk dan ukuran kepala
yang tidak normal.
5) Cerebral Palsy (kelompok kelumpuhan pada otak)
Kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan gangguan koordinasi gerak.
6) Kerusakan otak (Brain Damage)
Kerusakan otak berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang
dikendalikan oleh pusat susunan saraf dan selanjuutnya dapat terjadi
xxv
gangguan kecerdasan, gangguan pengamatan, gangguan tingkah laku,
gangguan perhatian, gangguan motirik.
Menurut Yusak S. (2003: 61) mengklasifikasikan anak tunagrahita
berdasarkan IQ (tingkat kecerdasan) sebagai berikut:
“Idiot yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun. IQ nya antara 0–19. Imbisil kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7 tahun, minimal sama dengan anak normal usia 3 tahun, IQ nya 20–49. Debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 10 tahun, minimal 7 tahun, IQ nya 50 – 69. Slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal. IQ nya 78 – 89.”
Moh. Amin (2005: 23) mengemukakan klasifikasi anak terbelakang
sebagai berikut:
“Idiot kecerdasannya sekalipun sudah berusia lanjut tidak lebih dari anak normal seusia 3 tahun. Embisil kecerdasan maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 7 tahun. Debil kecerdasan perkembangan kecerdasannya antara setengah hingga tiga perempat kecepatan anak normal atau pada usia dewasa kecerdasannya maksimal kira-kira sama dengan anak normal usia 12 tahun. Moron kecerdasannya maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 16 tahun.”
Pendapat lain dikemukakan oleh Mohammad Efendi (2006: 90) yang
mengklasifikasikan anak tunagrahita untuk keperluan pendidikan yaitu:
“Seorang psikolog dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita mengarah kepada aspek indeks mental inteligensinya, indikasinya dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75 kategori debil atau moron. Seorang pedagog dalam mengklsifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajika pada anak. Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu didik, anak tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu rawat.”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak
tunagrahita berdasarkan tingkat kecerdasan meliputi Idiot yaitu kapasitas
kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun, imbisil
kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7
tahun,. debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak
normal berusia 10 tahun, dan slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya
maksimal sama dengan anak normal IQ nya 78-89. Pengklasifikasian anak
xxvi
tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajika pada
anak. Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita
mampu didik, anak tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu
rawat.
Berdasarkan klasifikasi dari beberapa ahli tersebut peneliti akan meneliti
kasus penyesuaian diri dalam pergaulan siswa penyandang tunagrahita, yang
tergolong mampu didik yang mempunyai IQ antara 50 – 70 yang biasanya juga
disebut debil. "Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita
yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih
memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun
hasilnya tidak maksimal" (Mohammad Efendi, 2006: 90).
Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu
didik antara lain: 1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; 2)
menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; 3)
keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari.
Kesimpulan anak tunagrahita mampu didik adalah anak tunagrahita
yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan
pekerjaan.
d. Sebab-sebab Siswa Tunagrahita
Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang dapat dilihat
dari beberapa faktor, antara lain faktor dari dalam yang dibawa sejak lahir
(faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya
(faktor eksogen).
Menurut Mohammad Efendi (2006: 91), "sebab terjadinya ketuna-
grahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak
lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya
(faktor eksogen)." Faktor endogen yaitu faktor ketidaksempuraan psikobiologis
dalam memindahkan gen, sedangkan faktor eksogen yaitu faktor yang terjdi
akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi pertumbuhan
dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport yang dikutip
Mohammad Efendi (2006: 91) dapat dirinci melalui jenjang sebagai berikut:
xxvii
1) kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma; 2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur; 3) kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi; 4) kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio; 5) kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelaihiran; 6) kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin; 7) kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-
kanak.
Menurut Moh. Amin (2005: 62) anak tunagrahita dapat disebabkan oleh
berbagai faktor yaitu:
1) Faktor Keturunan, faktor ini terdapat pada sel khusus yang pada pria disebut spermatozoa dan pada wanita disebut sel telur (ovarium). Kelainan orang tua laki-laki maupun perempuan akan terwariskan baik kepada anaknya yang laki-laki maupun perempuan. Apakah warisan tersebut akan nampak atau tidak juga tergantung pada dominan resesifnya kelainan tersebut.
2) Gangguan metabolisme dan gizi. Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental dalam individu.
3) Infeksi dan keracunan, diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi dan keracunan yaitu terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada di dalam kandungan ibunya. Penyakit-penyakit tersebut antara lain: rubella, syphilis, toxoplasmosis dan keracunan yang berupa: gravidity sindrome yang beracun, kecanduan alkohol dan narkotika.
4) Trauma, ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan terkena radiasi zat radioaktif selama hamil.
5) Masalah pada kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai by poxia dapat dipastikan bahwa bayi yang di lahirkan menderita kerusakan otak, menderita kejang, nafas yang pendek, kerusakan otak juga disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit.
6) Faktor lingkungan sosial budaya, lingkungan dapat berpengaruh terhadap intelek anak, kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Tunagrahita dapat disebabkan oleh lingkungan yang tingkat sosial ekonominya rendah. Hal ini disebabkan ketidak-mampuan lingkungan memberikan rangsangan-rangsangan yang diperlukan anak pada masa perkembangannya.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa sebab-sebab anak tunagrahita
berdasarkan kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen)
dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen).
Berdasarkan perkembangannya disebabkan oleh kelainan atau keturunan yang
xxviii
timbul pada benih plasma; gangguan metabolisme dan gizi, gangguan selama
penyuburan telur, implantasi, gangguan embrio, luka saat kelahiran, infeksi dan
kerajinan, trauma saat bayi dilahirkan, gangguan pada janin, pada masa bayi dan
kanak-kanak, faktor lingkungan sosial budaya, dan tunagrahita dapat disebabkan
juga oleh lingkungan yang tingkat sosial ekonominya rendah.
e. Dampak Tuna Grahita bagi Siswa
Ketidakmampuan anak tuna grahita meraih prestasi yang lebih baik dan
sejajar dengan anak normal, karena ingatan anak tuna grahita sangat lemah
dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan
kepada anak tuna grahita cenderung tidak melalui proses analisis kognitif.
Perkembangan kognitif anak tuna grahita sering mengalami kegagalan dalam
melampaui periode atau tahapan perkembangan. Bahkan dalam taraf
perkembangan yang paling sederhana pun, anak tuna grhaita seringkali tidak
mampu menyelesaikan dengan baik.
Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tuna grahita menjadi
masalah besar bagi anak tuna grahita ketika meniti tugas perkembangannya.
Beberapa hambatan yang tampak pada anak tuna grahita dari segi kognitif dan
sekaligus menjadi karakteristiknya menurut Mohammad Efendi (2006: 98),
sebagai berikut:
1) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir. 2) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi. 3) Kemampuan sosialisasinya terbatas. 4) Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit. 5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi. 6) Pada tuna grahita mampu didik, prestasi tertnggi bidang baca, tulis,
hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.
Keterbatasan daya pikir yang dialami anak tuna grahita menyebabkan
mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas
sehari-hari wajar atau tidak, baik perilaku yang berlebihan maupun perilaku
yang kurang serasi. Atas dasar itulah maka untuk anak tuna grahita perlu
dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi perilaku.
xxix
Terapi perilaku yang diberikan pada anak tunagrahita, seorang terapis
harus memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pendidikan
humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi, ketulusan dan
kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak tuna
grahita. Tanpa dilengkapi persyarata tersebut, penerapan teknik motifikasi
perilaku pada anak tuna grahita tidak banyak memberikan hasil yang berarti.
2. Mata Pelajaran Matematika
a. Pengertian Matematika
Matematika memiliki beberapa pengertian. Pengertian matematika telah
banyak didefinisikan oleh beberapa ahli. Dari berbagai pengertian matematika
dapat dijelaskan seperti berikut.
Menurut Maryana dan Soedarinah (2001: 65) Matematika adalah
“pengetahuan yang bersifat hirarkis, artinya tersusun dalam urutan tertentu,
bermula dari urutan sederhana kemudian menuju ke hal yang rumit, bermula
dari hal yang konkret menuju ke hal yang abstrak.” Menurut Purwoto (1998:14),
“Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang
struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan
ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke
dalil.”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan yang bersifat
hirarkis, bermula dari urutan sederhana kemudian menuju ke hal yang rumit,
dari yang konkrit menuju ke hal yang abstrak untuk menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah matematika yang
dipelajari di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) yang terdiri dari bagian-bagian
matematika yang dipilih guna mengembangkan kemampuan-kemampuan dan
membentuk pribadi siswa serta berpadu kepada perkembangan IPTEK.
b. Tujuan Pelajaran Matematika
xxx
Dalam perumusan tujuan pelajaran matmetika di Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) adalah untuk mengembangkan keterampilan berhitung,
mengembangkan kemampuan siswa yang dapat dialih-gunakan, memberikan
bekal kemampuan dasar matematika, serta membentuk sikap, logis, kritis,
cermat, kreatif dan disiplin (Depdiknas, 2001: 44).
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa tujuan pelajaran
matematika adalah untuk mempersiapkan siswa upaya dapat menghadapi hidup
dan kehidupan yang cenderung selalu berubah dan berkembang. Dengan cara
bertindak atas dasar pemikiran yang rasional, logis, kritis, cermat, kreatif dan
disiplin.
c. Karakteristik Mata Pelajaran Matematika
Bidang studi matematika mencakup tiga cabang, yaitu aritmatika, aljabar,
dan geometri. Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua
siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Terdapat
beberapa alasan perlunya siswa mempelajari matematika, antara lain: 1) sarana
berpikir yang jelas dan logis, 2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari, 3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi
pengalaman, 4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan 5) sarana untuk
meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya (Mulyono
Abdurrahman, 2003: 253).
Menurut Cornelius yang dikutip Mulyono Abdurrahman (2003: 253),
mata pelajaran matematika memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) selalu
digunakan dalam segala segi kehidupan; 2) semua bidang studi memerlukan
keterampilan matematika yang sesuai; 3) merupakan sarana komunikasi yang
kuat, singkat, dan jelas; 4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam
berbagai cara; 5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan
kesadaran keruangan; dan 6) memberikan kepuasan terhadap usaha
memecahkan masalah yang menantang.
d. Manfaat Belajar Matematika
Matematika sebenarnya tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dalam
arti Matematika mempunyai kegunaan yang praktis dalam kehidupan sehari-
xxxi
hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Jujun S. Suriasumantri (1998:199) yang
mengatakan bahwa: “matematika mempunyai kegunaan praktis dalam
kehidupan sehari-hari. Semua masalah kehidupan yang membutuhkan
pemecahan secara cermat dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada
Matematika”.
Seseorang akan berpikir sesuatu, tentu saja mempunyai maksud dan
tujuan tertentu, bagitu juga dalam belajar matematika. Tujuan siswa belajar
matematika menurut Purwoto (1998: 24) adalah, “agar siswa memiliki sikap dan
nilai, teliti, hati-hati, cermat, cerdas, tangkas, terampil, aktif, belajar untuk cinta
kepada keindahan, senang kepada keteraturan, jujur kepada diri sendiri sehingga
mempunyai keberanian untuk mengemukakan pendapat.”
Pandangan di atas penulis berpendapat bahwa siswa dapat belajar dengan
baik dan efisien bila bahan pelajaran yang mereka terima sesuai dengan
kesiapan intelektualnya atau cocok dengan kemampuannya dan telah tersusun
menurut urutan tingkat kesukaran dari mudah, sedang, dan sukar berdasarkan
atas pengalaman belajar sebelumnya.
e. Evaluasi Belajar Matematika
Untuk mengungkapkan dan mengukur hasil belajar harus dilakukan
evaluasi. Pengertian evaluasi menurut Winkel (2001:313) dijelaskan sebagai
berikut: Evaluasi berarti penentuan sampai seberapa jauh sesuatu berharga, bermutu atau bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan terhadap proses belajar mengajar mengandung penilaian terhadap hasil belajar atau proses belajar itu, sampai seberapa jauh keduanya dapat dinilai baik.
Kegiatan evaluasi meliputi pengukuran dan menilai. Kegiatan mengukur
adalah kegiatan untuk menerapkan alat ukur pada suatu objek tertentu.
Sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan cara
membandingkan hasil pengukuran dengan suatu kriteria.
Sedangkan mengenai jenis penilaian sesuai dengan Kurikulum
Pendidikan Dasar (Depdikbud, 1999: 13) adalah meliputi ulangan harian dan
ulangan umum. Ulangan harian dilaksanakan setelah selesai satu atau beberapa
satuan bahasan, yang minimal dua kali dalam satu semester. Sedangkan ulangan
umum dilaksanakan pada akhir semester.
xxxii
Ada dua bentuk teknik penilaian, yaitu teknik tes dan non tes. Teknik tes
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu tes lisan, tes perbuatan dan tes
tertulis. Tes lisan dilaksanakan secara lisan; tes perbuatan dilaksanakan dengan
perbuatan untuk menjawab pertanyaannya; sedangkan tes tertulis merupakan tes
yang dilakukan secara tertulis, baik soal maupun jawabannya.
Jenis penilaian meliputi ulangan harian dan ulangan umum. Ulangan
harian dilaksanakan setelah selesai satu atau beberapa satuan bahasan, yang
minimal tiga kali dalam satu semester secara bersama-sama, yang bahannya
meliputi semester I dan semester II.
f. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar Matematika
Menurut Lerner yang dikutip Mulyono Abdurrahman (2003: 259), ada
beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu: (1) adanya
gangguan dalam hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi visual, (3)
asosiasi visual-motor, (4) perserverasi, (5) kesulitan mengenal dan memahami
simbul, (6) gangguan penghayatan tubuh, (7) kesulitan dalam bahasa dan
membaca, dan (8) performance IQ jauh lebih rendah daripada skor verbal IQ.
1) Adanya gangguan dalam hubungan keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, puncak-dasar, jauh-
dekat, tinggi-rendah, depan-belakang, dan awal-akhir umumnya telah
dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD. Anak-anak
memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan
tersebut dari pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan
sosial mereka atau melalui berbagai permainan.
Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung
terselenggarakannya suatu situasi dan kondusif bagi terjalinnya komunikasi
antar mereka. Adanya kondisi intrinsik yang diduga karena disfungsi otak
dan kondisi ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang
terselenggaranya komunikasi dapat menyebabkan anak mengalami gangguan
dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan yang mengakibatkan
anak tidak mampu merasakan jarak antara angka-angka pada garis bilangan
xxxiii
atau penggaris, dan mungkin anak juga tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat
ke angka 4 daripada ke angka 6.
2) Abnormalitas persepsi visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan
untuk melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok. Anak
yang memiliki abnormalitas persepsi visual juga sering tidak mampu
membedakan bentuk-bentuk geometri. Suatu bentuk bujur dangkar mungkin
dilihat oleh anak sebagai empat garis yang tidak saling terkait, mungkin
sebagai segi enam, dan bahkan mungkin tampak sebagai lingkaran. Adanya
abnormalitas persepsi visual semacam ini tentu saja dapat menimbulkan
kesulitan dalam belajar matematika, terutama dalam memahami berbagai
simbol.
3) Asosiasi visual-motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat mengitung
benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu, dua,
tiga, empat, lima”. Anak mungkin baru memegang benda yang ketiga tetapi
telah mengucapkan “lima”, atau sebaliknya, telah menyentuh benda kelima
tetapi baru mengucapkan ”tiga”. Anak-anak semacam ini dapat memberikan
kesan mereka hanya menghafal bilangan tanpa memahami maknanya.
4) Perserverasi
Anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka
waktu yang relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perverasi
(Mulyono Abdurrahman, 2003: 261). Anak demikian mungkin mulanya
dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya
melekat pada suatu objek tertentu.
5) Kesulitan mengenal dan memahami simbul
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan
dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti +, -, =,
>, <, dan sebagainya. Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh adanya
gangguan memori tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan
persepsi visual.
xxxiv
6) Gangguan penghayatan tubuh
Anak sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri.
Jika anak diminta untuk menggambar tubuh orang misalnya, mereka akan
menggambarkan dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau
menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah. Misalnya, leher tidak
tampak, tangan diletakkan di kepala, dan sebagianya.
7) Kesulitan dalam bahasa dan membaca
Kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak
di bidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut
kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang
mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan pula dalam
memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tertulis.
8) Performance IQ jauh lebih rendah daripada skor verbal IQ.
Anak berkesulitan belajar matematika memiliki skor PIQ
(Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor
VIQ (Verbal Intelligence Quotient). Rendahnya skor PIQ pada anak
berkesulitan belajar matematika tampaknya terkait dengan kesulitan
memahami konsep keruangan, gangguan pesepsi visual, dan adanya
gangguan asosiasi visual-motor.
g. Hasil Belajar Matematika
1) Pengertian Belajar
Berbagai ahli mengemukakan pendapatnya tentang belajar, yang
mengatakan bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara
dinamis dan membekas” (Winkel, 2001: 36). Lebih lanjut dinyatakan bahwa
“belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan
perilaku termasuk juga perbaikan perilaku” (Oemar Hamalik, 2000:45).
Pengertian belajar menurut Hilgard (dalam Nasution, 2000: 35):
“Learning is the prosess by which an activity originates or is changed
through training procedures (Whether in the laboratory on in the
xxxv
naturalenvironment) as distinguished from changes by factors not
attributable to training.” (Belajar adalah proses yang melahirkan atau
mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium
atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan
oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya perubahan karena
mabuk atau minum ganja bukan termasuk hasil belajar).
Pendapat dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
seseorang telah belajar kalau terdapat perubahan tingkah laku melalui
pengalaman atau latihan dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut,
menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotorik), maupun yang menyangkut nilai dan sikap
(afektif). Perubahan tersebut terjadi akibat interaksi dengan lingkungannya,
tidak terjadi karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena
kelelahan, penyakit atau perubahan karena obat-obatan. Kecuali itu
perubahan tersebut relatif bersifat lama atau permanen dan menetap.
2) Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sutratinah Tirtonagoro (2001: 43) bahwa: “Hasil belajar
adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan
dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.”
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001:70) yang dimaksud
hasil belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka yang diberikan oleh guru.”
Pengertian prestasi belajar menurut Oemar Hamalik (2000: 29) bahwa:
“prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah seseorang melakukan
kegiatan pembelajaran.”
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa
hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa dengan bekerja keras, ulet,
tekun, sehingga bisa memberikan kepuasan dan pemenuhan hasrat ingin tahu
xxxvi
siswa. Sedangkan prestasi belajar matematika adalah hasil siswa setelah
melakukan suatu proses belajar matematika.
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Tinggi atau rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar
mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Ngalim
Purwanto (2002: 107) sebagai berikut: “a. Faktor dari luar, meliputi:
lingkungan dan instrumental; b. Faktor dari dalam, meliputi: fisiologis,
psikologis, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.”
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Faktor dari luar (1) Faktor lingkungan
Lingkungan yang berujud alam dan sosial. Lingkungan alam seperti keadaan udara, suhu, kelembaban.
Belajar dengan udara yang segar, akan lebih baik hasilnya, bila dibandingkan dengan keadaan udara yang
panas dan pengap. Lingkungan sosial merupakan hubungan antara individu dengan keluarga, maupun
lingkungan masyarakat.
(2) Faktor instrumental
Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaannya dan penggunaannya sudah direncanakan, sesuai
dengan hasil belajar yang diharapkan. Seperti: gedung, perlengkapan belajar dan administrasi kelas atau
sekolah.
b) Faktor dari dalam (1) Faktor fisiologi
Kondisi fisiologi pada umumnya, seperti kesehatan jasmani akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Jasmani yang sehat, segar, akan mudah menerima informasi dari guru. Lain halnya bagi siswa yang tidak
sehat jasmaninya, maka hasil belajarnya juga kurang baik.
(2) Faktor psikologis
Setiap manusia pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, karena perbedaan itu juga
mempengaruhi hasil belajar. Faktor psikologis yang dianggap berpengaruh terhadap hasil belajar adalah:
(1) Bakat
Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap hasil belajar seseorang. Apabila seseorang
belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya, maka kemungkinan berhasilnya akan lebih besar.
(2) Minat
Kalau seseorang tidak berminat mempelajari sesuatu, tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan
baik, sebaliknya bila seseorang berminat untuk mempelajari sesuatu, maka hasilnya akan lebih baik.
(3) Kecerdasan
Kecerdasan besar peranannya dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelajari sesuatu.
Orang yang cerdas pada umumnya lebih mampu belajar, daripada orang yang kurang cerdas.
Kecerdasan seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alat tertentu, sedangkan hasil
pengukuran dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan, yang terkenal
xxxvii
dengan sebutan Inteligence Quotient (IQ). Dengan memahami taraf IQ setiap siswa, maka seorang
guru dapat memperkirakan tindakan yang harus diberikan kepada siswa secara tepat.
(4) Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi
belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Oleh karena itu,
meningkatkan motivasi belajar siswa menjadi bagian yang amat penting, dalam rangka mencapai
hasil belajar yang maksimal.
(5) Kemampuan kognitif
Tujuan belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun pada
umumnya pengukuran kognitif lebih diutamakan dalam rangka menentukan keberhasilan belajar di
sekolah. Karena itu, kemampuan kognitif merupakan faktor penting dalam belajar siswa.
h. Materi Penjumlahan
Materi penjumlahan mata pelajaran matematika untuk siswa kelas V
semester II SDLB berdasarkan Standar Isi Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006
meliputi:
1) Kompetensi Dasar I: Melakukan penjumlahan bilangan 3 angka dengan
bilangan 3 angka dengan teknik 1 kali penyimpanan.
Indikator:
a) Membaca lambang bilangan penjumlahan dengan betul.
b) Mampu melakukan langkah-langkah penjumlahan.
c) Mampu menjumlah satuan dengan satuan.
d) Mampu menaruh simpanan di tempat simpanan puluhan.
e) Mampu menjumlah puluhan dengan puluhan.
f) Mampu membaca hasil jumlah.
2) Kompetensi Dasar II: Melakukan penjumlahan bilangan 3 angka dengan
bilangan 3 angka dengan teknik 2 kali menyimpan.
Indikator:
a) Mambaca lambang bilangan penjumlahan dengan betul.
b) Mampu melakukan langkah-langkah penjumlahan.
c) Mampu menjumlah satuan dengan satuan.
d) Mampu menaruh simpanan di tempat simpanan puluhan.
e) Mampu menjumlah puluhan dengan puluhan.
f) Mampu membaca hasil jumlah.
xxxviii
3. Metode Jarimatika
a. Pengertian Metode Jarimatika
Metode jarimatika memiliki beberapa pengertian yang telah banyak
didefinisikan oleh beberapa ahli. Dari berbagai pengertian metode jarimatika
dapat dijelaskan seperti berikut. “Metode jarimatika adalah suatu cara berhitung (operasi KaBaTaKu) dengan menggunakan jari dan ruas-ruas
jari tangan” (Septi Peni Wulandani, 2008: 3). ”Jarimatika adalah cara berhitung (operasi Kali-Bagi-Tambah-Kurang)
dengan menggunakan jari-jari tangan (http://www.jarimatika.com/). Sedangkan menurut Dwi Sunar Prasetyono, dkk.
(2009:19) "jarimatika adalah suatu cara menghitung matematika dengan menggunakan alat bantu jari".
Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa metode jarimatika adalah suatu cara
berhitung (operasi Kali-Bagi-Tambah-Kurang) dengan menggunakan alat bantu jari dan ruas-ruas jari tangan.
b. Perkembangan Metode Jarimatika Berawal dari kepedulian seorang ibu terhadap materi pendidikan anak-anaknya. Setelah anak yang pertama
menguasai kemampuan baca di usia 2,5 tahun, tibalah saatnya untuk memasuki gerbang pengenalan berhitung. Banyak
metode dipelajari, tetapi semuanya memakai alat bantu dan kadang membebani memori otaknya. Setelah itu seorang ibu
tersebut tertarik dengan jari sebagai alat bantu yang tidak perlu dibeli, dibawa kemana-mana dan ternyata juga mudah
dan menyenangkan. Anak-anak menguasai metode ini dengan menyenangkan dan menguasai keterampilan berhitung.
Akhirnya penelitian dari hari ke hari untuk mengotak-atik jari hingga ke perkalian dan pembagian, serta mencari uniknya
berhitung dengan keajaiban jari dan kemudian dinamakan “Jarimatika”.
Endapan-endapan pertanyaan lama mulai bermunculan seperti mengapa anak-anak mesti dilarang
menggunakan alat hitung? Mengapa ada guru yang melarang muridnya menggunakan jari sebagai alat hitung namun
mengijinkan penggunaan lidi? Perlukah anak dipacu untuk berhitung cepat? dan sebagainya. Sekarang dapat dilihat
melihat jarimatika bukan sekedar cara berhitung. Jarimatika lebih merupakan alat komunikasi orangtua kepada anak-
anaknya. Jarimatika adalah sebuah cara sederhana dan menyenangkan mengajarkan berhitung dasar kepada anak-anak
menurut kaidah:
1) Dimulai dengan memahamkan secara benar terlebih dahulu tentang konsep bilangan, lambang bilangan, dan operasi
hitung dasar.
2) Barulah kemudian mengajarkan cara berhitung dengan jari-jari tangan.
3) Prosesnya diawali, dilakukan dan diakhiri dengan gembira.
c. Kelebihan Metode Jarimatika Metode jarimatika sebagai salah satu metode berhitung yang sederhana dengan menggunakan jari tangan
memiliki beberap kelebihan. Karena kelebihannya banyak menarik minat para guru untuk menggunakan dalam proses
pembelajaran.
Dikatakan Dwi Sunar Prasetyono, dkk. (2009:19) "Jarimatika merupakan salah satu teknik menghitung cepat
dan akurat yang paling berkembang pesat dan sangat diminati banyak orang". Dalam http://www.jarimatika.com/,
metode jarimatika memiliki nilai lebih, diantaranya: a) Sederhana; b) Alatnya selalu tersedia dan tidak perlu dibeli; c)
Alatnya tidak akan pernah ketinggalan atau disita saat ujian; d) Tidak memberatkan memori otak dengan bayangan
(seperti yang sering dirasakan saat selesai bermain game Tetris); e) Dan ternyata juga mudah.
Selain kelebihan di atas, menurut Septi Peni Wulandani (2008:6) metode jarimatika memberikan memiliki
kelebihan-kelebihan sebagai berikut:
xxxix
1) Memberikan visualisasi proses berhitung. 2) Menggembirakan anak saat digunakan. 3) Tidak memberatkan memori otak. 4) Alatnya gratis, selalu terbawa dan tidak dapat disita. 5) Pengaruh daya pikir dan psikologis. 6) Karena diberikan secara menyenangkan maka sistem limbik di otak
anak akan senantiasa terbuka sehingga memudahkan anak dalam menerima materi baru.
7) Membiasakan anak mengembangkan otak kanan dan kirinya, baik secara motorik maupun secara fungsional, sehingga otak bekerja lebih optimal.
8) Tidak memberatkan memori otak, sehingga anak menganggap mudah, dan ini merupakan step awal membangun rasa percaya dirinya untuk lebih jauh menguasai ilmu matematika secara luas.
Ada efek menarik yang lain dari Jarimatika. Berikut pengalaman para pemakai Jarimatika:
1) Meningkatkan self esteem para ibu rumah tangga, bahwa yang mereka lakukan adalah pekerjaan yang sangat mulia, dengan jarimatika selain bisa mendidik anak-anak, mereka juga bisa mendapatkan penghasilan.
2) Para tunanetra dapat belajar berhitung dengan lebih mudah menggunakan Jarimatika (pengalaman guru SLB di Ciputat).
3) Penderita autis senang mempelajri berhitung menggunakan Jarimatika (pengalaman Ibu Heni Bekasi).
4) Anak murid SLB mempelajari berhitung dengan lebih mudah menggunakan Jarimatika (pengalaman ibu guru SLB di Rancaekek). (http://www.jarimatika.com/).
d. Rumus Sederhana Metode Jarimatika
Rumus dasar metode Jarimatika dikemukakan oleh Hendra Bc. (2005:1) sebagai berikut:
1) Aturan Dasar
a) Jari tangan kanan untuk satuan.
b) Jari tangan kiri untuk puluhan.
2) Standar Bahasa
a) Penambahan --> Buka.
b) Pengurangan --> Tutup.
3) Formula I Fomula Dasar Perkalian K.I
a) Jari kelingking nilainya = 6
b) Jari manis nilainya = 7
c) Jari tengah nilainya = 8
d) Jari telunjuk nilainya = 9
e) Jari jempol/ibu jari nilainya = 10
4) Untuk penjumlahan, jari tangan harus dibuka.
xl
Berikut hal yang perlu dipahami dalam mengaplikasikan jari tangan sebagai alat bantu menghitung:
a) Jari tangan kanan mewakili bilangan satuan. b) Jari tangan kiri mewakili bilangan puluhan dan ratusan. c) Jari tangan terbuka dipahami sebagai operasi penjumlahan. d) Jari tangan tertutup dipahami sebagia operasi pengurangan. e) Pengguna jarimatika setidaknya memahami konsep dasar operasi aljabar. (Dwi Sunar Prasetyono,
dkk., 2009:19)
Untuk mempermudah mengingat formasi jarimatika dapat dilihat pada gambar berikut.
Jari tangan kanan (A) digunakan untuk angka satuan Jari tangan kiri (B) digunakan untuk angka puluhan
xli
Gambar 1
Formasi Jarimatika Penjumlahan
e. Metode Jarimatika Untuk Berhitung Cepat Anak-anak Berbagai metode berhitung untuk anak-anak telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Salah satunya adalah
metode Jarimatika yang khusus diajarkan untuk anak usia 3-12 tahun. Metode ini bisa menjadi alternatif bagi para
orangtua agar anak-anaknya bisa berhitung cepat dan praktis. Dimana anak-anak akan diajari bagaimana berhitung mulai
dari penjumlahan, pembagian dan perkalian dengan menggunakan jari tangannya sendiri.
Metode ini tidak begitu memberatkan memori anak-anak meskipun menghitung dalam jumlah ribuan karena
dalam mempraktekannya, otak masih dibantu dengan alat yaitu jari tangan. Dibandingkan dengan metode lain, metode
“Jarimatika” lebih menekankan pada penguasaan konsep terlebih dahulu baru ke cara cepatnya, sehingga anak-anak
menguasai ilmu secara matang. Selain itu metode ini disampaikan secara fun, sehingga anak-anak akan merasa senang
dan gampang bagaikan “tamasya belajar”.
Jari tangan bisa digunakan setiap saat. Kemanapun, dimanapun dan kapanpun anak-anak bisa menggunakan
tangannya untuk berhitung. Tidak terkecuali saat ujian berlangsung. Sebelum menggunakan jarinya untuk menghitung,
anak-anak harus memahami terlebih dahulu cara penggunaaan jarinya. Untuk jari tangan kanan dipahami sebagi angka
satuan, dan jari tangan kiri adalah angka puluhan dan ratusan.
Untuk penjumlahan, jari tangan harus dibuka. Jari tangan menutup adalah pengurangan. Khusus untuk
perkalian, anak-anak harus paham terlebih dahulu perkalian mulai 1 sampai 5. Rumus-rumusnya menggunakan nyanyian
popular anak-anak seperti lagu Balonku Ada Lima supaya anak-anak lebih cepat memahaminya.
(http://www.surya.co.id/web/index2.php?option=com content& dopdf=1&id=19765.
B. Kerangka Pemikiran
Karangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk sampai pada
hipotesis. Adapun kerangka berpikir penelitian ini sebagai berikut:
Anak tunagrahita memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan
anak normal pada umumnya, karena karakteristik anak tunagrahita yang memiliki
keterbelakangan mental sehingga dalam berpikir mengalami hambatan.
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam dan
dari luar. Metode jarimatika merupakan seperangkat pendukung mata pelajaran
matematika yang merupakan pengaruh faktor dari luar diri siswa.
Metode jarimatika memperikan pengaruh terhadap daya pikir dan
psikologis pada anak tunagrahita, antara lain: 1) Karena diberikan secara
xlii
menyenangkan maka sistem limbik di otak anak akan senantiasa terbuka sehingga
memudahkan anak dalam menerima materi baru; 2) Membiasakan anak
mengembangkan otak kanan dan kirinya, baik secara motorik maupun secara
fungsional, sehingga otak bekerja lebih optimal; 3) Tidak memberatkan memori
otak, sehingga anak menganggap mudah, dan ini merupakan step awal membangun
rasa percaya dirinya untuk lebih jauh menguasai ilmu matematika secara luas.
Dari uraian pemikiran tersebut di atas, maka dapat digambar dalam bentuk
kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2
Kerangka Berfikir
C. Perumusan Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka pemikrian di atas, hipotesis tindakan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
“Melalui metode jarimatika dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi penjumlahan pada siswa tunagrahita kelas V
semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010.”
Kondisi awal hasil belajar matematika
1. Pembelajaran lebih berpusat pada guru. 2. Siswa enggan atau malas belajar
matematika. 3. Hasil belajar matematika penjumlahan
rendah.
Tindakan
1. Guru menerapkan metode jarimatika 2. Guru memberi motivasi belajar kepada
siswa. 3. Guru memberi penjelasan tentang cara
belajar matematika.
Kondisi Akhir
1. Prestasi belajar matematika penjumlahan meningkat.
2. Siswa lebih senang untuk belajar matematika penjumlahan.
xliii
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas V Tunagrahita SDLB
Negeri Cangakan Karanganyar pada pembelajaran mata pelajaran matematika
penjumlahan pada semester II tahun pelajaran 2009/2010. ”Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dalam bahasa Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR)
yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar,
dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam
pembelajaran” (Susilo, 2007: 16).
xliv
B. Subjek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini subyek penelitian adalah siswa kelas V
Tunagrahita SDLB Negeri Cangakan Karanganyar berjumlah 4 siswa.
C. Sumber Data
Sumber data penelitian tindakan kelas ini berasal dari siswa kelas V
Tunagrahita SDLB Negeri Cangakan Karanganyar sebagai subjek penelitian. Data
yang berupa prestasi belajar matematika diperoleh dengan menggunakan tes setelah
dalam proses pembelajaran melalui metode jarimatika.
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Observasi
a. Pengertian Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan pengamatan
secara langsung mengenal fenomena-fenomena dan gejala psikis maupun
psikologi dengan pencatatan. Format yang disusun berisi item-item tentang
kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Suharsimi Arikunto,
2006: 229).
Menurut Supardi (2008: 127), observasi adalah kegiatan pengamatan
(pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai
sasaran.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi adalah
kegiatan pengamatan (pengambilan data) secara langsung mengenal fenomena-
fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan untuk
memotret seberapa jauh efek tidakan telah mencapai sasaran.
b. Macam-macam Observasi
Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan
dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan
agar lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan observasi proses, menurut
Retno Winarni (2009: 84-85) ada 4 metode observasi yaitu:
30
xlv
1) Observasi Terbuka
Pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya
menggunakan kertas kosong merekam pelajaran yang diamati.
2) Observasi Terfokus
Ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran.
Misalnya: yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi.
3) Observasi Terstruktur
Observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai, sehingga
pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (V) pada tempat yang
disediakan.
4) Observasi Sistematik
Observasi sistematik lebih rinci dalam kategori yang diamati. Misalnya
dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal
dan nonverbal.
c. Observasi yang Digunakan
Dalam penelitian in digunakan observasi terfokus, dimana peneliti
mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran. Observasi ini dilakukan
untuk mengamati secara langsung proses dan dampak pembelajaran yang
diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan
efisien. Observasi dipusatkan pada proses dan hasil tindakan pembelajaran
beserta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. Langkah-langkah observasi
meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan observasi kelas, dan (3) pembahasan
balikan.
Pada tahap perencanaan, diperhatikan mengenai urutan kegiatan
observasi dan penyamaan persepsi antara pengamat dan yang diamati mengenai
fokus, kriteria, atau kerangka pikir interpretasi, di samping teknik observasi
yang akan dilakukan. Pada tahap pelaksanaan observasi kelas, peneliti
mengamati proses pembelajaran dan mengumpulkan data mengenai segala
sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran matematika, baik yang terjadi
pada guru, siswa maupun situasi kelas. Pada tahap diskusi balikan, membahas
hasil pengamatan selama observasi dalam situasi yang saling mendukung
(mutually supportive).
xlvi
2. Tes
a. Pengertian Tes
Pengertian tes menurut berbagai literatur berbeda, tergantung dari sudut
pandang masing-masing. Menurut Saifuddin Azwar (2001: 2) “Tes adalah
sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus
dikerjakan”. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:223) tes adalah “Serentetan
pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki
individu atau kelompok”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu
alat yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat, berujud pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa baik
secara individu atau kelompok.
b. Macam-macam Tes
Bentuk-bentuk tes antara lain sebagai berikut: 1) Tes benar salah, 2) Tes
pilihan ganda, 3) Tes menjodohkan, 4) Tes isian atau melengkapi, 5) Tes
jawaban singkat (Suharsimi Arikunto, 2006:223).
c. Tes yang Digunakan
Bentuk tes yang dipakai adalah tes objektif. Tes objektif adalah tes yang
hanya satu jawaban dapat dianggap terbaik. Siswa yang diuji diminta untuk
menunjukkan jawaban yang terbaik. Tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes objektif isian atau melengkapi yang terdiri dari 10 item pertanyaan
setiap siklus. Hasil setiap siklus dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui
keefektifan tindakan dengan jalan melihat kembali (merujuk silang) pada
indikator keberhasilan yang telah ditentukan.
E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Agar tes dapat digunakan sebagai alat pengukur prestasi belajar siswa,
maka tes tersebut harus memenuhi syarat sebagai tes yang baik. Tes itu valid
artinya tes yang dibuat hendaknya dapat mengukur apa yang hendak diukur. Tes
yang disusun harus sesuai dengan materi yang pernah diajarkan dan mempunyai
taraf kesukaran yang sama dengan kemampuan siswa. Adapun jenis-jenis validitas
xlvii
tes menurut Sutrisno Hadi (2000: 111) antara lain: face validity, logical validity,
factorial validity, content validity, external validity, internal validity dan empirical
validity. Adapun uji validitas yang digunakan di sini adalah uji validitas content
validity yaitu instrumen dari beberapa butir tes yang mencerminkan sesuatu faktor
yang tidak menyimpang dari fungsi instrumen berupa kisi-kisi buatan guru
berdasarkan KTSP.
Tes harus reliabel, tes cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak
akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban
tertentu (Suharsimi Arikunto, 2006: 142). Instrumen yang sudah dapat dipercaya,
yang reliabel akan mengahasilkan data yang dapat dipercaya juga. Teknik
reliabilitas menggunakan standar isi berdasarkan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar dalam pembelajaran matematika sesuai dengan KTSP.
F. Validitas Data
Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan
data dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga data validitas
tersebut dapat dipertanggungjawbkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat
dalam menarik kesimpulan. Adapun teknik yang digunakan untuk memeriksa
validitas dalam penelitian ini adalah triangulasi dan reviu informan.
Moeleong (2004: 330) mengemukakan bahwa “Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Teknik
triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan
triangulasi metode. Triangulasi data (sumber) dilakukan dengan mengumpulkan
data tentang permasalahan dalam penelitian dari beberapa sumber data yang
berbeda. Sedang triangulasi metode dilakukan dengan menggali data yang sama
dengan metode yang berbeda, seperti disinkronkan dengan hasil observasi atau
dokumen yang ada.
xlviii
Untuk menjaga validitas, secara kolaboratif data dalam penelitian ini akan
didiskusikan/dikonsultasikan dengan teman sejawat atau tim ahli, serta diupayakan
memperhatikan hal-hal asebagai berikut: 1) observer akan mengamati keseluruhan
sekuensi peristriwa yang terjadi di kelas; 2) tujuan, batas waktu dan rambu-rambu
observasi jelas; 3) hasil observasi dicatat lengkap dan hati-hati; dan 4) observasi
harus dilakukan secara obyektif.
G. Analisis Data
Data berupa hasil tes diklasifisikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut
dianalisis secara desktiprif komparatif, yakni dengan membandingkan nilai tes
atarsiklus. Yang dianalisis adalah nilai tes siswa sebelum melalui metode
jarimatika dan nilai tes siswa setelah melalui metode jarimatika; sebanyak dua
siklus. Kemudian, data yang berupa nilai tes antarsiklus tersebut dibandingkan
hingga hasilnya dapat mencapai batas ketercapaian atau indikator keberhasilan
yang telah ditetapkan.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan model yang dilakukan oleh
Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin.
Suharsimi Arikunto (2007: 16) mengemukakan model yang didasarkan atas konsep
pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga
menunjukkan langkah, yaitu:
1. Perencanaan atau planning
2. Tindakan atau acting
3. Pengamatan atau observing
4. Refleksi atau reflecting
Langkah-langkah tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar 3 berikut:
Tindakan
Perencanaan
Pengamatan
xlix
Gambar 3
Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas Kurt Lewin dalam Suharsimi Arikunto (2007: 16)
Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen tersebut kemudian
dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Kedua ahli ini memandang
komponen sebagai langkah dalam siklus, sehingga mereka menyatukan dua
komponen yang kedua dan ketiga, yaitu tindakan dan pengamatan sebagai suatu
kesatuan. Hasil dari pengamatan ini kemudian dijadikan dasar sebagai langkah
berikutnya, yaitu refleksi kemudian disusun sebuah modifikasi yang
diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan dan pengamatan lagi, begitu
seharusnya.
H. Indikator Kinerja
Indikator pencapaian dalam penelitian tindakan kelas ini ditetapkan apabila
hasil belajar matematika materi penjumlahan secara individu mendapat nilai 60
atau lebih dan secara klasikal mencapai 80% dari jumlah siswa mendapat nilai 60
atau lebih. Dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 atau lebih
dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar matematika materi penjumlahan.
Penetapan indikator pencapaian disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti batas
minimal nilai yang dicapai dan ketuntasan belajar bergantung pada guru kelas yang
secara empiris tahu betul keadaan murid-murid di kelasnya (sesuai dengan KTSP).
I. Prosedur Penelitian
l
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti yang telah
didesain dalam variabel yang diteliti. Hasil observasi tersebut sebagai dasar untuk
menentukan tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan prestasi belajar
matematika.
Tabel 1. Prosedur Penelitian
1 Persiapan
2 Deskripsi awal Masalah penjumlahan dan kesulitan belajar 3 Penyusunan
Rencana Tindakan
a. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran.
b. Menentukan pokok bahasan. c. Mengembangkan skenario
pembelajaran. d. Menyiapkan sumber belajar. e. Mengembangkan format evaluasi. f. Mengembangkan format observasi.
4 Pelaksanaan
Tindakan Menerapkan tindakan mengacu pada
skenario pembelajaran. 5 Pengamatan Melakukan observasi dengan memakai
format observasi.
Siklus I
6 Evaluasi/Refleksi a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan.
b. Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario pem-
belajaran dan lain-lain. c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan
sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan siklus berikutnya.
d. Evaluasi tindakan I. 7 Perencanaan dan
penyempurnaan tindakan
a. Atas dasar hasil siklus I, dilakukan penyempurnaan tindakan.
b. Pengamatan program tindakan II. 8 Tindakan Pelaksanaan program tindakan II dengan
melakukan perbaikan yaitu meningkatkan tindakan dengan memperbaiki kelemahan-
kilemahan tindakan yang telah dilakukan pada siklus I.
9 Pengamatan Pengumpulan data tindakan II.
Siklus II
10 Evaluasi/Refleksi Evaluasi tindakan II (berdasarkan indikator pencapaian).
li
Kesimpulan
lii
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Awal
Pembelajaran berhitung penjumlahan siswa tunagrahita di kelas V SDLB
Negeri Cangakan Karanganyar seperti biasa. Kelas dalam suasana tertib dan tenang
ketika jam pelajaran berhitung penjumlahan akan dimulai. Materi penjumlahan
pada kondisi awal dikemas oleh guru dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Guru
mengawali pembelajaran dengan mengkondisikan kelas, mengabsen terlebih
dahulu siswa tunagrahita kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar dan
melaksanakan apersepsi guna menggali pengetahuan awal siswa dalam rangka
upaya mengaitkan materi pembelajaran yang akan disampaikan.
Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan metode ceramah yang
merupakan salah satu metode yang biasa digunakan guru. Pembelajaran dimulai
dengan penjelasan tentang penjumlahan. Suasana kelas kurang begitu tenang
selama guru menjelaskan materi pembelajaran, karena tidak semua siswa
memperhatikan penjelasan guru. Ada yang memperhatikan penjelasan guru, tetapi
ada juga yang pandangannya ke luar kelas dan ada yang bercanda dengan
temannya.
liii
Waktu yang digunakan untuk menjelaskan materi penjumlahan, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang
belum jelas berkenaan dengan materi penjumlahan yang telah diberikan. Pada
kesempatan itu, hanya ada satu siswa yang mengajukan pertanyaan mengenai
penjumlahan bilangan. Siswa terkesan masih pasif seakan-akan hanya menerima
begitu saja materi yang dijelaskan oleh guru tanpa banyak memberikan tanggapan
atau komentar.
Kemudian, guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan soal-
soal yang berkaitan dengan penjumlahan. Siswa terlihat tidak segera mengerjakan
soal-soal yang diberikan guru. Sebagian besar siswa tampak membayangkan atau
mengingat-ingat materi yang baru saja diterangkan guru dengan metode ceramah
(konvensional), baru kemudian mereka menjawab apa yang diingat. Selama siswa
menjawab soal-soal, guru duduk di meja guru sambil sesekali melihat siswa
mengerjakan soal. Guru tidak mengontrol atau memberikan bimbingan kepada
siswa.
Kegiatan pembelajaran berhitung penjumlahan dilakukan hingga waktu
yang dialokasikan berakhir. Guru menyuruh mengumpulkan hasil jawaban siswa.
Pembelajaran diakhiri tanpa diberikan penguatan atau umpan balik mengenai
proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan gambaran pelaksanaan pembelajaran berhitung penjumlahan
siswa tunagrahita di kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar yang telah
diamati tersebut, maka berikut ini dapat disajikan prestasi belajar berhitung
penjumlahan yang terkait dengan kondisi awal pembelajaran berhitung
penjumlahan bilangan dua angka.
Tabel 2. Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Siswa Tunagrahita Kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Kondisi Awal.
No. Urut Nama Subyek Nilai Keterangan
1 LL 55 Belum tuntas
2 CR 45 Belum tuntas
38
liv
3 YY 60 Sudah tuntas
4 DT 50 Belum tuntas
Jumlah 210
Rata-rata 52,50
Ketuntasan Klasikal 25,00% Belum tuntas
Sumber data: Lampiran 9 halaman 73.
Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak
3 siswa memperoleh nilai di bawah 60. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai 60
hanya 1 siswa. Nilai rerata 52,50 dengan tingkat ketuntasan secara klasikan sebesar
25,00%. Data ini menunjukkan bahwa pembelajaran berhitung penjumlahan pada
siswa tunagrahita kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar belum memenuhi
batas tuntas yang ditetapkan. Dengan demikian, pada kondisi awal ini pembelajaran
berhitung penjumlahan dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan hasil belajar berhitung penjumlahan yang masih rendah, maka
sebagai guru berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar prestasi belajar
berhitung penjumlahan dapat ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas serta
didukung oleh kepala sekolah dan dibantu teman guru kolaborasi, dilakukan
inovasi pembelajaran dengan menerapkan metode jarimatika dengan tujuan
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa, serta aktivitas guru dalam
melaksanakan pembelajaran berhitung penjumlahan.
2. Pelaksanaan Penelitian Siklus I
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatan-
kegiatan:
lv
1) Menyurun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran
berhitung penjumlahan siklus I ini dirancang dengan satu kali pertemuan.
Alokasi waktu pertemuan adalah 2 x 35 menit. RPP mencakup ketentuan:
kompetensi dasar, materi pokok, indikator, skrenario pembelajaran,
media/sumber belajar, dan sistem penilaian. (Lampiran 3 halaman 61).
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran
adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa
digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan
pembelajaran, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran) sehingga
guru dapat menerapkan metode jarimatika dengan baik; (2) Mempersiapkan
formasi gambar jari tangan sebagai metode pembelajaran sesuai dengan
materi pembelajaran
3) Menyiapkan Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala
aktivitas selama pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar
isian yang mencakup kegiatan siswa dan juga kegiatan guru.
Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa meliputi
bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi:
memperhatikan penjelasan guru, membaca materi,
mempratekkan jari tangan (isyarat), berdiskusi dengan guru,
menjawab soal secara lesan, dan mengerjakan LKS. Lembar
pengamatan yang digunakan untuk guru meliputi bagaimana
guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP, menyediakan
materi dan sumber belajar, penampilan guru, penguasaan
lvi
materi, memusatkan perhatian siswa, berinteraksi dan
membimbing siswa, penggunaan jari tangan (jarimatika),
membuat kesimpulan, dan melaksanakan evaluasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
1) Kegiatan Awal
Apersepsi
a) Guru membuka pelajaran, mengadakan presensi sambil memeriksa siswa
apakah sudah siap menerima pelajaran.
b) Guru mengadakan tanya jawab mengenai materi pelajaran yang sudah
diajarkan yaitu penjumlahan.
c) Guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu ”Satu Tambah
Satu”.
2) Kegiatan Inti
a) Guru memberikan informasi mengenai pentingnya terhitung dalam
kehidupan sehari-hari bagi siswa.
b) Guru memberikan informasi mengenai materi operasi hitung yang akan
dipelajari, yaitu penjumlahan dengan matode jarimatika.
c) Guru menunjukkan formasi jarimatika penjumlahan, siswa mengamati
dengan seksama.
d) Siswa bersama-sama guru meragakan formasi jarimatika yaitu 1-10.
e) Secara bergantian siswa diminta untuk membaca meragakan formasi
jarimatika 1-10.
f) Guru menjelaskan bentuk-bentuk penjumlahan dengan jarimatika.
g) Secara bergantian siswa diminta untuk mencoba meragakan bentuk-
bentuk penjumalah dengan jarimatika, guru membetulkan bila ada
kesalahan.
h) Guru memberi contoh soal penjumlahan dan menyelesaiknnya soal
penjumlahan dengan jarimatika.
i) Secara bergantian siswa diminta untuk menyelesaikan soal penjumlahan
dengan jarimatika di papan tulis (depan kelas).
lvii
j) Guru bersama siswa membicarakan kembali materi pelajaran yang telah
dipelajari.
3) Kegiatan Penutup
a) Guru dan siswa mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan dengan menyimpulkan materi pelajaran.
b) Guru menutup pelajaran dengan memberikan tugas latihan untuk
dikerjakan di rumah.
c. Pengamatan
Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat
dideskripsikan bahwa siswa belum dapat memanfaatkan waktu
dengan baik. Hal ini terlihat pada saat guru memberikan penjelasan
dengan menerapkan metode jarimatika, tidak semua siswa
memperhatikan, masih terdapat siswa yang kurang memperhatikan
pembelajaran dari guru, ada pandangan siswa yang diarahkan ke
luar kelas dan memikirkan yang lain, bahkan masih ada siswa yang
kurang paham terhadap metode jarimatika yang ditunjukkan guru
tentang teknik mempelajari penjumlahan. Hal ini terjadi karena
siswa tidak memikirkan betapa terbatasnya alokasi waktu yang
tersedia sehingga mereka kurang bisa memanfaatkan waktu yang
baik.
Pada saat melakukan pengamatan, masih terlihat
kekurangsiapan pada diri siswa. Masih ada di antara mereka yang
hanya sekedar membawa buku catatan dan alat tulis pada saat
guru memberikan pelajaran dengan disertai metode jarimatika,
siswa tanpa banyak melakukan aktivitas. Mereka tidak
memperhatikan apa yang disampaikan guru dalam penjumlahan
melalui metode jarimatika.
Pada saat mendengarkan penjelasan dari guru, siswa belum
melakukannya dengan segera mempraktekkan jarimatika yang
praktis sehingga waktu kurang efektif. Siswa juga masih pasif
dalam bertanya, belum banyak memberikan komentar terhadap
lviii
materi yang dibahas. Hal ini disebabkan karena siswa belum
terbiasa melakukan tanya jawab dalam diskusi kelas. Siswa belum
biasa mengeluarkan pendapat di hadapan teman-temannya.
Hasil diskusi antara kepala sekolah dengan guru kolaborasi,
peran guru untuk membangkitkan semangat siswa masih kurang.
Guru kurang mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan
waktu dengan baik. Selama mendampingi siswa belajar, guru
kurang maksimal dalam menampilan metode jarimatika, karena
guru kelas sudah sangat terbiasa dengan pembelajaran
konvensional, yang segala sesuatunya banyak mendapatkan
intervensi guru.
Hasil pengamatan pada siklus I mata pelajaran berhitung
penjumlahan, diperoleh dari pengamatan aktivitas guru masih perlu
ditingkatkan, terutama aktivitas guru dalam menyiapkan RPP,
berinteraksi dan membimbing siswa, dan membuat kesimpulan.
Dari hasil pengamatan beberapa indikator tersebut dalam katagori
sedang.
Tingkat aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran
matematika materi penjumlahan berdasarkan hasil observasi pada
siklus I aktivitas siswa masih kurang, terutama pada aspek
membaca materi, mempraktekkan jarimatika, dan menjawab soal
secara lesan dari guru. Indikator-indikator tersebut perlu
ditingkatkan pada siklus II, karena aktivitas siswa secara
keseluruhan masih rendah yang dapat mempengaruhi hasil belajar
matematika penjumlahan.
Hasil belajar berhitung penjumlahan melalui metode jarimatika pada
Siklus I disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Siswa Tunagrahita Kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus I.
No. Subyek Pre tes Post tes Peningkatan Keterangan
lix
(Siklus I)
1 LL 55 60 5 : 55 x 100% = 9,09% Tuntas
2 CR 45 50 5 : 45 x 100% = 11,11% Belum
3 YY 60 65 5 : 60 x 100% = 8,33% Tuntas
4 DT 50 55 5 : 50 x 100% = 10,09% Belum
Jumlah 210 230
Rata-rata 52,50 57,5
Ketuntasan Klasikal
25,00% 50,00 % Belum
Sumber data: Lampiran 10 halaman 74.
Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa
sebanyak 2 siswa memperoleh nilai di bawah 60. Sedangkan siswa yang
memperoleh nilai 60 atau lebih 2 siswa. Nilai rerata 57,50 dengan tingkat
ketuntasan secara klasikan sebesar 50,00%. Data ini menunjukkan bahwa
pembelajaran berhitung penjumlahan pada siswa tunagrahita kelas V SDLB
Negeri Cangakan Karanganyar belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan.
Dengan demikian, pada siklus I pembelajaran berhitung penjumlahan dapat
dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan dan perlu dilanjutkan pada
siklur berikutnya untuk mencapai ketuntasan belajar matematika.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa belum
dapat memanfatkan waktu dengan baik. Untuk menindaklanjutinya,
pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan pada siswa pentingnya
pemanfaatan waktu.
Kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran
penjumlahan dan jarangnya tanya jawab dilakukan antara siswa dengan siswa
dan bertanya pada guru disebabkan oleh kekurangpahaman siswa akan
pentingnya metode jarimatika untuk penjumlahan bilangan sehingga masih
terdapat siswa yang menghadapi kesulitan ketika melakukan penjumlahan
lx
bilangan. Oleh sebab itu, pada pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan
kepada siswa agar lebih mempersiapkan diri dan memperhatikan metode
jarimatika yang ditunjukkan guru.
Perlu ditingkatkan keaktifan siswa dalam bertanya kepada guru. Siswa
perlu dibangkitkan semangatnya sehingga penerapan metode jarimatika yang
dilaksanakan guru bermanfaat untuk menyempurnakan pemahaman terhadap
peningkatan penjumlahan. Siswa masih perlu dibimbing dan diarahkan karena
aktivitas untuk bertanya masih sangat kurang.
2. Pelaksanaan Penelitian Siklus II
Pembelajaran berhitung penjumlahan materi penjumlahan siswa tunagrahita
kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada siklus II masih ditujukan pada
pemahaman siswa terhadap pemanfaatan metode jarimatika. Pelaksanaannya
dirancang sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi kegiatan-
kegiatan:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran berhitung
penjumlahan siklus II ini dirancang dengan satu kali pertemuan. Alokasi
waktu pertemuan adalah 2 x 35 menit setiap pertemuan. RPP mencakup
penentuan: kompetensi dasar, materi pokok, indikator, skrenario
pembelajaran, media/sumber belajar, dan sistem penilaian. (Lampiran 6
halaman 67).
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah:
(1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa
digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk
pelaksanaan pembelajaran, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk
lingkaran) sehingga guru dapat menerapkan metode jarimatika dengan baik;
lxi
(2) Mempersiapkan formasi gambar jari tangan sebagai metode
pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran.
3) Menyiapkan Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan mencatat segala aktivitas selama pelaksanaan
pembelajaran yang berisi daftar isian yang mencakup kegiatan siswa dan
juga kegiatan guru. Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa
meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi:
memperhatikan penjelasan guru, membaca materi, mempratekkan jari
tangan (isyarat), berdiskusi dengan guru, menjawab soal secara lesan, dan
mengerjakan LKS. Lembar pengamatan yang digunakan untuk guru meliputi
bagaimana guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP, menyediakan
materi dan sumber belajar, penampilan guru, penguasaan materi,
memusatkan perhatian siswa, berinteraksi dan membimbing siswa,
penggunaan jari tangan (jarimatika), membuat kesimpulan, dan
melaksanakan evaluasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
1) Kegiatan Awal
Aperspesi
a) Guru membuka pelajaran, mengadakan presensi sambil memeriksa siswa
apakah sudah siap menerima pelajaran.
b) Guru mengadakan tanya jawab mengenai materi pelajaran yang sudah
diajarkan yaitu penjumlahan dengan jarimatika.
c) Guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu ”Satu Tambah
Satu”.
2) Kegiatan Inti
a) Guru memberikan informasi mengenai pentingnya terhitung dalam
kehidupan sehari-hari bagi siswa.
b) Guru memberikan informasi mengenai materi operasi hitung yang akan
dipelajari, yaitu penjumlahan dengan matode jarimatika.
c) Guru menjelaskan cara berhitung dengan metode jarimatika, siswa
memperhatikan.
lxii
d) Secara bergantian siswa diminta untuk meragakan menghitung dengan
jarimatika.
e) Guru memberi contoh soal penjumlahan dan menyelesaiknnya soal
penjumlahan dengan jarimatika.
f) Secara bergantian siswa diminta untuk menyelesaikan soal penjumlahan
dengan jarimatika di papan tulis (depan kelas).
g) Guru menjelaskan kembali cara menghitung soal penjumlahan dengan
jarimatika.
h) Guru memberi soal penjumlahan untuk latihan, siswa mengerjakan tugas.
i) Guru bersama siswa membicarakan kembali materi pelajaran yang telah
dipelajari.
3) Kegiatan Penutup
a. Guru dan siswa mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan dengan menyimpulkan materi pelajaran.
b. Guru menutup pelajaran dengan memberikan tugas latihan untuk
dikerjakan di rumah.
c. Pengamatan
Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan
bahwa siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat pada saat
siswa diminta mengambil tempat duduk masing-masing, mareka segera
beranjak dari tempat duduk dan siswa segera memperhatikan metode jarimatika
yang dipersiapkan guru.
Pada saat mengamati metode jarimatika materi penjumlahan bilangan,
seluruh siswa telah menyiapkan diri. Seluruh siswa sudah mau bertanya kepada
guru untuk menggali beberapa pengalaman yang diingat dari metode jarimatika
sehingga informasi yang didapatkan dari metode jarimatika dapat diserap oleh
siswa.
Pada saat mengerjakan tugas penjumlahan bilangan, siswa telah
melakukannya dengan segera sehingga waktu yang tersedia dapat diefektifkan
dengan baik. Sebagian siswa sudah aktif dalam bertanya jawab, seluruh siswa
lxiii
banyak memberikan komentar terhadap materi yang terdapat dalam metode
jarimatika. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa melakukan
tanya jawab saat guru memberikan penjelasan yang terdapat dalam metode
jarimatika. Siswa sudah mulai terbiasa berbicara atau mengeluarkan pendapat di
hadapan teman-temannya.
Peran guru untuk membangkitkan semangat siswa semakin meningkat.
Guru mulai mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan
baik dan mengajak siswa untuk penjumlahan bilangan secara cermat dan cepat
melalui metode jarimatika yang diberikan guru. Selama mendampingi siswa
belajar, guru sudah dapat memberikan bimbingan kepada siswa agar terbiasa
dengan pembelajaran dengan memanfaatkan metode jarimatika, yang segala
sesuatunya yang kurang jelas dapat ditanyakan langsung kepada guru.
Hasil belajar berhitung penjumlahan melalui metode jarimatika pada
Siklus II disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4. Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Siswa Tunagrahita Kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus II.
No. Subyek Pre tes Pos tes
(Siklus II) Peningkatan Keterangan
1 LL 60 65 5 : 60 x 100% = 8,33% Tuntas
2 CR 50 60 10 : 50 x 100% = 20,00% Tuntas
3 YY 65 70 5 : 65 x 100% = 7,70% Tuntas
4 DT 55 60 5 : 55 x 100% = 09,09% Tuntas
Jumlah 230 255
Rata-rata 55,50 63,75
Ketuntasan Klasikal
50,00% 100,00 % Tuntas
Sumber data: Lampiran 11 halaman 75.
Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa
seluruh siswa memperoleh nilai 60 atau lebih. Nilai rerata 63,75 dengan tingkat
ketuntasan secara klasikan mencapai 100%. Data ini menunjukkan bahwa
lxiv
pembelajaran berhitung penjumlahan pada siswa tunagrahita kelas V SDLB
Negeri Cangakan Karanganyar telah mencapai batas tuntas yang ditetapkan.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa
siswa telah memanfatkan waktu dengan lebih baik daripada siklus
II. Semangat siswa meningkat dalam melakukan kegiatan
penjumlahan, dan siswa semakin memberanikan bertanya pada
guru, siswa semakin paham akan pentingnya bertanya kepada guru
yang berkaitan dengan metode jarimatika.
Guru memberikan motivasi kepada siswa akan perlunya
peningkatan keaktifan siswa dalam mengajukan pertanyaan
terhadap permasalahan yang belum jelas. Siswa perlu memiliki
semangatnya sehingga dalam penjumlahan bermanfaat untuk
menyempurnakan pemahaman terhadap materi belajar berhitung
penjumlahan.
Hasil Penelitian
1. Kondisi Awal
Kondisi awal pembelajaran berhitung penjumlahan pada siswa tunagrahita
kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar dilakukan dengan pendekatan
konvensional. Dalam proses pembelajaran ini, masih tampak didominasi oleh segi-
segi teoritik. Guru masih banyak menjelaskan materi pembelajaran secara
monoton. Siswa hanya memperhatikan penjelasan guru sehingga pembelajaran
hanya berjalan searah. Dengan kondisi demikian, siswa sangat pasif selama
mengikuti pembelajaran sehingga terkesan hanya sebagai objek, bukan subjek
pembelajaran.
Konsep pembelajaran berhitung penjumlahan hanya diterima dari guru.
Siswa belum mengkonstruksikan, mendiskusikan, atau merefleksikan materi
pembelajaran yang telah dipelajarinya sehingga pembelajaran belum bermakna
lxv
bagi siswa. Dalam melakukan penilaian, guru hanya menekankan pada segi
penilaian produk atau hasil. Penilaian proses belum mendapatkan perhatian penuh
dari guru. Siswa sama sekali belum dilibatkan dalam penilaian.
Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa tidak mendapat bimbingan dari
guru tentang materi yang tidak dapat dikuasai siswa. Berdasarkan tes pada kondisi
awal, diketahui 3 siswa mendapat nilai kurang dari 60,00. Hanya 1 siswa yang
mendapat nilai 60,00. Nilai rata-rata kelas 55,50 dengan tingkat ketuntasan secara
klasikan sebesar 25,00%.
2. Hasil Penelitian Siklus I
Deskripsi siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan
dengan baik. Guru belum aktif dalam kegiatan pembelajaran berhitung
penjumlahan melalui metode jarimatika. Aktivitas guru dalam pembelajaran
melalui metode jarimatika belum menunjukkan aktivitas yang diharapkan, sehingga
diperlukan kreativitas guru untuk lebih mendalami metode jarimatika, dengan
penekanan tersebut diharapkan pada siklus berikutnya ada peningkatan yang
signifikan terhadap aktivitas guru.
Deskripsi aktivitas belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa proses
pembelajaran belum berjalan maksimal. Siswa belum aktif melakukan kegiatan-
kegiatan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal
ini disebabkan oleh karena siswa telah terbiasa belajar dengan lebih banyak
mengandalkan instruksi guru. Pada saat melakukan penjumlahan siswa kurang
bersemangat karena kurang memahami metode jarimatika di dalam memecahkan
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan penjumlahan bilangan. Akibatnya,
pengetahuan siswa pun kurang. Hal ini terjadi karena siswa kurang memahami
makna jari tangan. Kalaupun mengamati, siswa tidak melakukan identifikasi dan
tidak merangkai bagian-bagian yang relevan dan penting sehingga siswa kesulitan
memahami makna jari tangan dengan baik.
Data yang diperoleh dari observasi menunjukkan bahwa aktivitas siswa
dalam mengikuti pembelajaran sebagian besar siswa belum memiliki aktivitas yang
diharapkan. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama mengikuti
pembelajaran belum sesuai dengan keaktifian siswa dalam pembelajaran.
lxvi
Berdasarkan hasil tes berhitung penjumlahan materi penjumlahan bilangan
dua angka pada siklus I diketahui rerata kelas sebesar 57,50, terdapat dua siswa
yang belum tuntas karena mendapat nilai kurang dari 60,00 dan terdapat 2 siswa
mendapat nilai 60,00 atau lebih. Ketuntasan secara klasikal sebesar 50,00%.
Berdasarkan data tersebut, secara klasikal belum mencapai
ketuntasan, yang perlu diperhatikan pada siklus II sebagai tindak
lanjut dari siklus I adalah memanfaatkan waktu yang ada. Siswa perlu
diarahkan agar dapat memahami metode jarimatika dengan cermat,
dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan
pertanyaan yang kurang jelas.
3. Hasil Penelitian Siklus II
Pada siklus ke II, guru telah melaksanakan aktivitas mengajar
dengan lebih baik. Aktivitas guru dalam pembelajaran rata-rata telah
memiliki kriteria sangat baik. Aktivitas siswa pada siklus II, siswa
telah mengikuti pembelajaran dengan baik. Siswa lebih bersemangat
dan lebih antusias mengikuti proses pembelajaran. Perhatian siswa
terhadap materi yang disampailkan guru melalui metode jarimatika
diikuti dengan senang hati dan dapat memahami apa yang
dimaksudkan dalam metode jarimatika yang diberikan guru.
Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai
berhitung penjumlahan sebesar 63,75. Ketuntasan secara klasikal
sebesar 100%, karena seluruh siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui rerata yang dicapai telah
memenuhi indikator kinerja dan secara klasikal telah mencapai batas
tuntas.
Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan data awal hasil belajar berhitung penjumlahan, diketahui nilai
rerata sebesar 52,50, terdapat 3 siswa nilai kurang dari 60,00 dan 1 siswa mendapat
nilai 60,00. Ketuntasan secara klasikal sebesar 25,00%. Berdasarkan data tersebut,
lxvii
rerata kelas belum mencapai batas tuntas yang ditetapkan. Demikian pula, secara
klasikal belum mencapai ketuntasan.
Berdasarkan hasil tes pada siklus I, diketahui rerata nilai berhitung
penjumlahan sebesar 57,50, sebanyak 2 siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih
(tuntas belajarnya) dan tinggal 2 siswa yang belum tuntas, karena nilainya masih di
bawah 60,00. Ketuntasan secara klasikal mencapai 50,00%. Berdasarkan data
tersebut, secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan hasil tes pada siklus II, diketahui rerata nilai berhitung
penjumlahan sebesar 63,50, seluruh siswa siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih
(tuntas belajarnya). Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100%. Berdasarkan
data tersebut, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan hasil observasi, dengan upaya-upaya perbaikan
yang dilakukan pada pembelajaran berhitung penjumlahan melalui
metode jarimatika, hasil yang dicapai siswa mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut dapat dilihat dari naiknya persentase hasil tes
yang diperoleh siswa.
Tabel 5. Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Setiap Siklus Melalui Metode Jarimatika.
Siklus I Siklus II No. Subyek Pre Post Ket Pre Post Ket
1 LL 55 60 9,09% 60 65 8,33%
2 CR 45 50 11,11% 50 60 20,00%
3 YY 60 65 8,33% 65 70 7,70%
4 DT 50 55 10,09% 55 60 09,09%
Jumlah 210 230 230 255
Rata-rata 52,50 57,5 57,5 63,75
Ketuntasan 25,00% 50,00 % 50,00 % 100,00 %
Dari hasil nilai rata-rata secara individu dari setiap siklus dapat dibuat tabel
perbandingan sebagai berikut:
lxviii
30
40
50
60
70
LL CR YY DT
Nilai Awal Siklus I Siklus II
Grafik 1. Peningkatan Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan Setiap Siswa Melalui Metode Jarimatika.
Dari hasil nilai rata-rata secara klasikal dari setiap siklus dapat dibuat tabel
perbandingan sebagai berikut:
Tabel 6. Peningkatan Nilai Rata-rata Prestasi Berhitung Penjumlahan Setiap Siklus
S i k l u s Nilai Rata-rata Peningkatan
Tes Awal 52,50 -
Siklus I 57,50 5,00
Siklus II 63,75 6,25
Dari peningkatan hasil belajar berhitung penjumlahan materi penjumlahan
siswa tunagrahita kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar melalui metode
jarimatika secara klasikal dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
lxix
30
35
40
45
50
55
60
65
Hasil Belajar Matematika
Nilai Awal Siklus I Siklus II
Grafik 2. Peningkatan Hasil Belajar Berhitung Penjumlahan
Setiap Siklus
Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai
berhitung penjumlahan telah mencapai 63,75 dari 4 siswa seluruhnya
mendapat 60,00 ke atas. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100%
siswa mendapat nilai 60,00 ke atas dapat diasumsikan bahwa
indikator kinerja secara klasikal telah mencapai batas tuntas.
Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa metode
jarimatika dapat meningkatkanan hasil belajar matemtika pada materi
penjumlahan. Sehingga hipotesis tindakan yang diajukan ”Melalui
metode jarimatika dapat meningkatkan hasil belajar matematika
materi penjumlahan pada siswa tunagrahita kelas V semester II di
SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010”
diterima kebenarannya.
Metode jarimatika memiliki nilai lebih, diantaranya: sederhana;
alatnya selalu tersedia dan tidak perlu dibeli; alatnya tidak akan
pernah ketinggalan atau disita saat ujian; tidak memberatkan memori
otak dengan bayangan; dan ternyata juga mudah. Selain kelebihan di
atas, metode jarimatika memberikan memiliki kelebihan-kelebihan
lxx
sebagai berikut: memberikan visualisasi proses berhitung;
menggembirakan anak saat digunakan; tidak memberatkan memori
otak; alatnya gratis, selalu terbawa dan tidak dapat disita; pengaruh
daya pikir dan psikologis; karena diberikan secara menyenangkan
maka sistem limbik di otak anak akan senantiasa terbuka sehingga
memudahkan anak dalam menerima materi baruk; membiasakan anak
mengembangkan otak kanan dan kirinya, baik secara motorik maupun
secara fungsional, sehingga otak bekerja lebih optimal; dan tidak
memberatkan memori otak, sehingga anak menganggap mudah, dan
ini merupakan step awal membangun rasa percaya dirinya untuk lebih
jauh menguasai ilmu matematika secara luas.
Kelemahan metode jarimatika untuk penjumlahan yang lebih
besar memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikannya, untuk
itu pemecahan masalahnya adalah diperlukan latihan yang rutin
dalam melakukan perhitungan menggunakan jarimatika pada anak
tunagrahita, diperlukan kesabaran guru dalam membimbing dan
mengarahkan siswa. Dalam pembelajaran dengan menggunakan
jarimatika disertai dengan alat peraga yang menarik, misalnya: media
gambar, buah-buahan atau benda lainnya.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Hasil penelitian dari bab IV penerapan metode jarimatika untuk
menigkatkan hasil belajar berhitung penjumlahan dapat disimpulkan bahwa metode
jarimatika dapat meningkatkan hasil belajar berhitung penjumlahan pada siswa
tunagrahita kelas V SDLB Negeri Cangakan Karanganyar semester II tahun
pelajaran 2009/2010. Berdasarkan nilai awal, diketahui nilai berhitung
lxxi
penjumlahan rara-rata kelas 53,50 ketuntasan klasikal 25,00%, pada siklus I rata-
rata kelas 57,50, siswa yang mendapat nilai 60,00 ke atas terdapat 2 siswa dan
tinggal 2 siswa yang belum tuntas, pada siklus II rata-rata kelas menjadi 63,75,
seluruh siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih yang diasumsikan secara klasikal
telah menuntaskan belajar berhitung penjumlahan dan seluruh siswa telah
menuntaskan belajar berhitung penjumlahan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini diberikan saran-saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi para pelaksana pendidikan khususnya yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan, yaitu:
1. Guru-guru tunagrahita SDLB pada umumnya, dan guru-guru kelas di SDLB
Negeri Cangakan khususnya, diharapkan mau dan dapat menerapkan metode
jarimatika dalam kegiatan proses pembelajaran matematika, mengingat dengan
metode jarimatika hasil belajar matematika penjumlahan siswa dapat
meningkat dengan signifikan.
2. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode jarimatika dapat
meningkatkan berhitung penjumlahan, dan metode jarimatika dapat dilanjutkan
untuk semester berikutnya, misalnya perkalian, pengurangan, dan pembagian,
sehingga metode jarimatika efektif untuk berbagai materi matematika bagi
siswa tunagrahita kelas V SDLB.
3. Pada peneliti lain diharapkan dapat mengkaji secara lebih dalam dan luas
melalui kegiatan penelitian yang terkait dengan masalah tersebut, sehingga
hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini.
55
lxxii
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 1999. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas. 2001. Kurikulum Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Depdiknas.
Dwi Sunar Prasetyo, dkk. 2009. Memahami Jarimatika Untuk Pemula. Yogyakarta: Diva Press.
Emi Dasiemi, 1997. Psikiatri Umum. Surakarta: FKIP UNS.
Hendra Bc., 2005. Aneka Berhitung Cepat. Jakarta: Dirjen Dikdasmen dan Depag RI Dirjen Pendidikan.
http://www.jarimatika.com/. Apa itu Jarimatika.
lxxiii
http://www.surya.co.id/web/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=19765. Metode Jarimatika Untuk Menghitung Cepat Anak-anak.
Jujun S. Suriasumantri. 1998. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Kamus Umum Bahasa Indonesia. 2001. Jakarta: Balai Pustaka.
Martinis Yamin. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.
Maryana W. dan Soedarinah Padmodisastro. 2001. Dasar-dasar PMIPA. Surakarta: UNS Press.
Mohammad Efendi. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Moh. Amin. 2005. Ortopedagogik C (Pendidikan Anak Terbelakang). Jakarta: Depdikbud.
Moeleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud dan Rineka Cipta.
Mumpuniarti. 2007. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Hambatan Mental. Yogyakarta: Kanwa Publisher.
Munzayanah. 2000. Pendidikan Anak Tunagrahita. Surakarta: PLB.
Nasution. 2000. Didaktif Asas-asas Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Oemar Hamalik. 2000. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Purwoto. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press. Retno Winarni. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Salatiga: Widyasari.
Septi Peni Wulandari, 2008. Jarimatika Semua Jadi Mudah dan Menyenangkan. Seminar Nasional & Workshop. Karanganyar: Minggu 23 November 2008.
Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
_____. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research – CAR). Jakarta: Bumi Aksara.
Sunaryo Kartadinata. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Beserta Sistematika Proposal dan Pelaporannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Susilo. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustak Book Publisher.
lxxiv
Sutratinah Tirtonegoro. 2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Gramedia.
Sutrisno Hadi, 2000. Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung: Citra Umbara.
Winkel, WS. 2001. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Yusak S. 2003. Instruduksi Pada Anak Berkelainan. Bandung: Sinar Baru.
Zainal Arifin, 2001. Evaluasi Instruksional, Prinsip Teknik – Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.