rkps antropologi kesehatan

Upload: andrie-hernandez

Post on 10-Oct-2015

162 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester dan Bahan Ajar Antropologi Kesehatan(3 SKS)PengantarMata kuliah Antropologi Kesehatan merupakan mata kuliah pilihan di Jurusan Antropologi. Mata kuliah ini mempelajari kaitan antara budaya, lingkungan dan biologi dimana ketiganya ada interaksi yang intens dalam menimbulkan penyakit. Studi Antropologi Kesehatan di Indonesia menjadi hal yang penting mengingat keanekaragaman suku bangsa dimana masing-masing suku bangsa itu telah memiliki sistem medis sendiri sebelum sistem medis modern masuk ke Indonesia. Akibatnya program pemerintah di bidang kesehatan sering kali tidak dapat diadopsi oleh semua wilayah di Indonesia, melainkan akan ada penolakan-penolakan karena tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Millenium Development Goals (MDGs) yang memiliki 8 tujuan dan harus tercapai pada tahun 2015 sebagian besar terkait dengan kesehatan. Oleh karena itu meski program global ini telah diadopsi di 191 negara anggota PBB, namun pelaksanaan di tiap negara menemui kendala. MGSs pun diadopsi pemerintah Indonesia sebagai program nasional dan terbukti banyak mengalami kendala. Kendala sosial budaya masih dominan dalam mencapai tujuan ke 4,5,6. Di sinilah peran ilmu Antropologi Kesehatan dalam menyumbang pemahaman kepada pemerintah, swasta maupun masyarakat bahwa suatu program tidak dapat berhasil tanpa pemahaman terhadap pengetahuan lokal terkait kepercayaan, nilai, pengetahuan dan pemahaman terkait sehat, sakit serta upaya penyembuhannya.Era globalisasipun berdampak pada bidang kesehatan. Proses medikalisasi dan pelayanan kesehatan modern semakin menguasai negara, sehingga praktik pengobatan tradisional semakin terpinggirkan. Medical pluralism mendapat tantangan di banyak tempat, namun pengobatan NonWestern medicine juga semakin dikenal dan beberapa diantaranya telah diakui oleh sistem medis modern. Maraknya animo masyarakat global menggunakan pengobatan nonWestern medicine, khususnya herbal karena fenomena back to nature, dimana obat dipercaya merupakan racun yang dihasilkan dari bahan kimia. Oleh sebab itu meminimalkan pengaruh negatif obat, banyak orang memilih bahan yang alami.Perkembangan medis modern yang pesat tentu saja akan berdampak pada persinggungan dengan medis tradisional. Pelaku medis modern merasa bahwa sistem medisnya berbasis evidence sehingga dianggap lebih rasional. Konflik kepentingan, bahkan aspek politik negara juga memainkan peranan terhadap dominasi medis modern. Perlu diketahui bahwa hampir seluruh negara telah menetapkan medis modern sebagai medis yang diakui pemerintahnya. Perkuliahan akan dilakukan dalam 14-16 tatap muka serta ada tugas individual dan diskusi kelompok yang akan dilakukan pasca ujian tengah semester. Kehadiran 75% harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa. Penilaian akhir akan mengkombinasikan antara kehadiran, ujian tengah semester (bobot 30), tugas individual (bobot 10), diskusi kelompok (bobot 10) serta ujian akhir (berbentuk paper, bobot 50). Rencana perkuliahan.Mi nggu keTopik BahasanReferensi

IKontrak pembelajaran, pengantar2, 10, 14

IIKonsep sehat, sakit dan penyakit2, 10,11, 32

IIIEtiologi penyakit dan health seeking behavior10, 11, 19, 24

IVMedis modern dan medis tradisional11, 12,17, 20

VMedical pluralisme dan etnomedisin2,3, 9, 14,19, 30,

VIMDGs, kesehatan ibu dan anak15,21, 23,31, 36

VIIMid-term

VIIIPenyakit tropik , pengobatan alternatif dan diskusi1, 24,25, 40

IXEkologi, perubahan iklim dan diskusi10, 13, 24

XIndustri medis, gaya hidup dan diskusi8, 26

XIGender dan kebijakan kesehatan21, 40

XIIProfesional kesehatan, pelayanan kesehatan dan diskusi4, 7, 11, 27, 36, 40

XIIIHIV/AIDS , narkoba, rokok dan diskusi13,14, 15, 22

XIVMakanan, budaya makan, gizi dan diskusi 6,10, 11,

XVKesehatan masyarakat, mental, Manula dan diskusi8, 10, 15, 31, 40

XVIUjian akhirUjian Ujian akhir

Referensi1. Achmadi, U.F., 2005, Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta: Gramedia2. Agoes, A dan T. Jacob, 1992, Antropologi Kesehatan Indonesia, jilid I, Pengobatan Tradisional, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 3. Agus, G.T.K, Agus, K.A. dan A. Dianawati, dkk, 2001, Ramuan Tradisional, Jakarta: Agro Media Pustaka4. Azhar, T.N, dan B. Trim, 2007, Jangan ke dokter lagi, Bandung: MQ Gress5. Bouwen, E., 1978, Anthropology of health, Saint Louis: The Mosby6. Creagan, E.T (ed), 2004, Mayo Clinic: Hidup Sehat Lebih Lama, Jakarta; Gramedia7. Counihan, C.M., 1999, The Anthropology of food and body, New York: Routhledge 8. Emilia, O., 2008, Promosi Kesehatan Dalam Lingkup Kesehatan Reproduksi, Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press 9. Fawzani, N. dan Triratnawati, A. 2005, Terapi berhenti merokok (Studi kasus 3 perokok berat), Makara Seri Kesehatan, Vol. 9, No. 1, Juni 10. Ferzacca, S., 2001, Healing the modern in a central Javanese City, North Carolina:Carolina Academic Press 11. Foster, G.M. dan B.G. Anderson, 1986, Antropologi Kesehatan, Jakarta: UI Press12. Galanti, A.G., 2008, Caring for patients from different cultures, Philadelphia:Univ. of Pennsylvania13. Good, B.J., 1994, Medicine, rational and experience: Anthropological Perspective, New York: Cambridge University Press14. Hahn, R.A., 1999, Anthropology in public health, Oxford: Oxford University Press15. Hardon, A, Boonmongkol, P, Streefland, P.et al, 1995, Applied health research manual, anthropolgy of health and health research, Den Haag: Cip_Data Koninklijke Bibliotheek16. Hasnah dan Triratnawati, A., 2003, Penelusuran Kasus-kasus kegawatandaruratan obstetri di RSUD Purworejo, Makara Seri Kesehatan, vol.7 , Oktober. 17. Hull, V. 1979, Women, Doctors and family health care: some lessons from rural Java: Studies in Family Planning: 10:315-32518. Intisari, 2004, Pengobatan alternatif, Jakarta: Intisari Mediatama19. Kasniyah, N. 2008, Proses pengambilan keputusan dalam penyembuhan penyakit: perspektif Antropologi, Disertasi, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada20. Limananti, A.I. dan Triratnawati, A., 2003,Ramuan jamu cekok sebagai penyembuhan kurang napsu makan pada anak: kajian etnomedisin, Makara Seri Kesehatan, Vol. 7, No. 1, Juni21. Lingga,P., 2006, Resep-resep Obat Tradisional, Jakarta: Penebar Swadaya22. Martin, E. 1989, The Women in The Body, A Cultural Analysis of Reproduction, Boston: Beacon Press23.Mascie-Taylor, C.G.N (eds.), 1993, The Anthropology of Disease, Oxford: Oxford University Press24. McElroy, A. Townsend, P.K., 1996, Medical Anthropology in Ecological Perspective, Colorado: Westview Press 25. Moeloek, N.A., 2013, Peran Populasi Dalam Mewujudkan Human Capital yang Unggul untuk Pembangunan Menuju Bangsa yang Cerdas, Orasi Ilmiah Hambatan dan Tantangan Dalam Pencapaian MDGs di Indonesia, Pusat Penelitian Kependudukan dan Kebijakan UGM, 1 April 201326. Murray, A.H., Pickup,T., 1998, Penyembuhan Dengan Ayurveda, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama27. Prasetyo,E. 2005, Orang miskin dilarang sakit, Yogyakarta: Resist Book28. Pujiyanti, A, Triratnawati, A. 2009, Pengetahuan dan persepsi ibu rumah tangga tentang nyamuk demam berdarah, di Semarang, Makara Seri Kesehatan, vol. 9, no. 2, Oktober29. Sciortino, R., 1999, Menuju Kesehatan Madani, Yogyakarta: Pustaka Pelajar30. Serilaila dan Triratnawati, A, 2009, Menjaga tradisi, tingginya animo suku Banjar bersalin pada bidan kampung, Humaniora, vol. 22, Oktober31. Suzuki, N., 2013, Anthropology of aging and well being, Osaka: National Museum of Ethnology32.The Encyclopedia of New Medicine, 2006, The Center for Integrative Medicine at Duke University 33.Triratnawati, A.,1995, Pendekatan Antropologi dalam penempatan bidan di desa, Jurnal Jaringan Epidemiologi Nasional,Edisi 2: 7-10 34._________1999, Ethnomedical aspect of anemia among pregnant women in rural areas of Java, Indonesian Journal of Clinical Epidemiolofy and Biostatiscis, 6 (3): 9-1235.________ 2005, Mboten nggarap sari, menopause pada wanita Jawa, Triratnawati , dkk, Masalah Kesehatan Dalam Pandangan Ilmu Sosial Budaya, Yogyakarta: CE-BU-Kepel Press36._________2005, Masuk angin, patologi humoral Jawa, Triratnawati , dkk, Masalah Kesehatan Dalam pandangan ilmu sosial budaya, Yogyakarta: CE-BU-Kepel Press37.________2006, Under- utilization of community health centers in Purworejo, Central Java, Makara Seri Kesehatan , Vol 10, No. 1, Juni38.________2010, Masuk angin dalam konteks kosmologi Jawa, Humaniora, vol, 22, no. 3, Oktober39. ________2010, Pengobatan tradisional, upaya meminimalkan biaya kesehatan masyarakat desa di Jawa, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13/02/Juni40.Wilopo, S.A., 2010, Kesehatan Reproduksi, Prioritas Pembangunan Abad ke 21, Yogyakarta: Pusat Kesehatan Reproduksi, FK UGM41.Yitno, A., 1985, Kosmologi dan dasar konsep kesehatan pada orang Jawa, dalam Soedarsono (ed), Celaka, sakit, obat dan sehat menurut konsepsi orang Jawa, Yogyakarta : Proyek Javanologi

Minggu I Pengantar, kontrak pembelajaranTujuan pembelajaran: mahasiswa memahami topik antropologi kesehatan sebagai studi bio budaya (kombinasi antara medis, ekologi, dan budaya) sehingga masalah kesehatan tidak hanya topik yang berdiri sendiri melainkan dapat dipecahkan atas bantuan dan sumbangan ilmu lain seperti ilmu budaya dan ekologi.Studi Antropologi Kesehatan ini merupakan cabang ilmu Antropologi Budaya dengan akar pada kesehatan dan ilmu alam dengan penekanan pada fenomena biologi serta relasi antara kesehatan dan penyakit. Dengan demikain kesehatan merupakan fenomena medis sekaligus budaya. Pendekatan dalam studi ini menekankan pada ide-ide manusia dan praktik-praktik yang berfokus pada kesehatan dan penyakit. Sementara fenomena medis yang akan dilihat meliputi penyakit dan respon dari penyakit, dalam arti pelayanan kesehatan. Studi Antropologi Kesehatan berakar pada beberapa hal.1. Perhatian ahli Antropologi fisik terhadap topik evolusi, adaptasi, anatomi komparatif, tipe ras, genetika, serologi.2. Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif, sihir, magi3. Gerakan kepribadian dan kebudayaan (psikologi-antropologi)4. Gerakan kesehatan masyarakat internasional setelah Perang Dunia IIStudi Antropologi Kesehatan akan menfokuskan pada penyakit dari perspektif budaya. Penyakit tidak hanya fenomena biologis semata tapi berdimensi sosial budaya juga. Sebagai contoh, masyarakat Jawa mengenal gangguan kesehatan yang disebut masuk angin, sementara terminologi medis tidak mengenal istilah masuk angin. Kondisi ini menyiratkan bahwa masuk angin adalah pandangan masyarakat terkait dengan pengalamannya, dan pengalaman itu dipengaruhi oleh konsep budaya mereka.Masyarakat akan memiliki pandangan yang saling berbeda terhadap penyakit, pencegahan, dan pengobatannya. Penyakit adalah konsekuensi dari cara hiduip manusia yang beradab (pertanian, pemukiman). Timbulnya penyakit akan dilihat secara lintas budaya baik menyangkut sistem kesehatannya, faktor bioekologi, maupun sosial budaya yang berpengaruh terhadap kesehatan. Kajian Antropologi Kesehatan dapat dibantu oleh keahlian ilmu seperti Arkeologi maupun Epidemiologi. Pada studi lintas budaya yang dilakukan oleh Universitas California, mereka merekonstruksi lebih dari 50 coprolite/spesimen kotoran manusia jaman prehistori yang tinggal di gua Lovelock, Canada. Dari studi itu ditemukan bahwa tidak ditemukan telur, cacing parasit dan coprolite dalam kondisi baik. Kesimpulannya adalah bahwa penduduk bebas dari penyakit cacing , pita, gelang, ascaris. Temuan itu dikuatkan oleh mahasiswa Zoologi Universitas Berkeley bahwa biji chenopodium (makanan pokok orang Indian) merupakan obat cacing sehingga penduduk bebas dari parasit. Ahli etnologi, di desa di Mexico jenis varietas chenopodium adalah obat parasit usus bagi penduduk setempat. Dalam kuliah Antropologi Kesehatan ini pokok bahasan yang akan dipelajari meliputi: ekologi dan epidemiologi, ettnomedisin, aspek medis dari sistem sosial serta kesehatan dan perubahan sosial. Keempat topik bahasan itu akan diuraikan lagi kedalam topik-topik lainnya dimana setiap minggunya akan ada satu-dua topik yang akan dibahas. Demi memperdalam topik bahasan maka diskusi kelompok (5-6 anggota) akan dilakukan setelah mid-term berlangsung. Topik diskusi dapat diambil dari bahan referensi atau pengembangan dari topik yang ada.l

Minggu II Konsep sehat, sakit dan penyakitMenurut teori-teori awam (lay theories) penyebab penyakit adalah bagian konsep yang lebih luas mengenai ketidakberuntungan nasib secara umum. Konsep itu juga didasarkan pada kepercayaan mengenai fungsi dan struktur tubuh dan bagaimana tubuh tersebut menjadi tidak berfungsi. Secara umum teori awam membagi 4 yaitu: diri pribadi, dari dunia alami, dunia sosial dan dari dunia supernatural (Helman, 1995). Penyebab pribadi menyangkut perubahan perilaku sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh. Lingkungan yang dingin, angin, makanan yang salah termasuk faktor alami.Faktor penyebab penyakit dari dunia sosial adalah jika terjadi konflik antar pribadi yang sering terjadi dalam masyarakat skala kecil atau pada masyarakat non-industri yang dipercayai disebabkan oleh sihir, ilmu gaib dan setan. Penyebab pada dunia supernatural diartikan berhubungan dengan dewa, kekuatan supernatural atau roh nenek moyang (Helman, 1995).Teori-teori awam di atas tidak mampu untuk menjawab penyebab semua penyakit. Oleh karena teori itu terlihat penekanannya pada penyebab penyakit masyarakat non-Barat. Sementara pada masyarakat Barat penyakit lebih dititikberatkan pada oraganisme seperti: virus, bakteri dan lain sebagainya. Dalam model-model penyakit yang dipelajari dalam Antropologi Kesehatan, terdapat 3 health belief model yaitu.1. Magico religious model, dimana penyakit selalu dikonotasikan sebagai akibat dari magi, sihir dan mahluk tak tampak lainnya2. Biomedical model, dimana penyakit dianggap sebagai penyebab virus, kuman, jasat renik lainnya. 3. Holistic model, model keseimbangan antara unsur yin-yang atau panas dingin di dalam tubuhDi negara berkembang seperti Indonesia, penyebab penyakit sering dihubungkan dengan model magico religious model serta holistic model. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat pedesaan yang masih kuat adat budayanya sehingga penyakit dianggap bagian dari budaya mereka. Menurut Foster dan Anderson (1986) pada masayarakat non-Barat dikenal 2 sistem klasifikasi penyebab penyakit yaitu: 1. Personalistik, penyakit yang disebabkan oleh intervensi dari suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk supranatural, makhluk bukan manusia maupun makhluk manusia. Orang sakit adalah korbannya, objek dari agresi atau hukuman yang ditujukan khusus untuk dirinya saja. 2. Naturalistik, mengakui adanya model keseimbangan. Sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap di dalam tubuh seperti: panas, dingin, cairan tubuh, yin-yang berada dalam keadaan seimbang menurut usia, kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya. Apabila keseimbangan ini terganggu, hasilnya adalah timbulnya penyakit.Dalam pandangan medis modern, sehat dapat dipandang secara lebih subjektif yaitu bebas dari penyakit dan kecacatan yang didefinisikan secara medik dan dibuktikan dengan laboratorium klinik (Ewles dan Simnet, 1994). Dengan demikian ada perbedaan antara profesional medis dan orang awam mengenai persepsi tentang sakit, penyebab dan apa yang harus dilakukan terhadapnya. Sebaliknya pandangan orang Jawa misalnya, banyak penyakit disebabkan oleh penyebab yang bersifat naturalistik yaitu adanya keseimbangan unsur tubuh. Untuk mengembalikan ketidakseimbangan tubuh akibat terlalu banyak unsur panas atau dingin tersebut dilakukan dengan upaya pengobatan tradisional yang akan menimbulkan keseimbangan unsur dingin dan panas.Di dalam Antropologi Kesehatan terdapat perbedaan antara pengertian disease, illnes dan sickness. Disease dianggap sebagai problem kesehatan yang didefinisikan oleh ahli kesehatan. Sementara illness menunjuk pada pengalaman pasien, sedangkan sickness adalah peran sosial yang melekat pada penderita yang mengalami masalah kesehatan dan peran itu dipengaruhi oleh masyarakat pada umumnya (Hardon, Boonmongkon, Streefland, 1995; Foster dan Anderson, 1986).Pada beberapa masyarakat pengertian sehat atau sakit pun berbeda-beda. Orang Jawa di desa menyebut sehat sebagai kondisi yang enak jika makan, minum dan tidur. Bahkan bagi laki-laki Jawa sehat diartikan sebagai enak jika merokok, artinya mulut tidak merasakan pahit saat merokok. Sakit adalah kondisi sebaliknya dimana ada ketidaknyaman tubuh baik saat makan, minum atau tidur. Perempuan Banjar menyebut sehat sebagai ketidakurangan hidup, artinya jika tidak punya uang maka dikatakan tidak sehat (agak tidak sehat, sehat tidak sempurna). Ini artinya menurut orang Banjar jika punya uang maka dirinya merasa sehat, sebaliknya jika tidak punya uang merasa sakit karena mereka memikirkan kebutuhan yang beragam dan tidak menemukan solusinya. Pengertian tersebut lebih menitikberatkan pada sehat secara psikologis sebab orang banjar menganggap jika tidak punya uang sakit, tetapi jika diberi uang kemudian merasa sehat. Sehat dan sakit kemudian sangat ditentukan oleh variabel uang. Ini menunjukkan bahwa perempuan sebagai manajer rumah tangga harus memikirkan kebutuhan hidup anggota keluarga sehingga bebannya lebih berat dibandingkan kepala keluarga.Hal yang berbeda ditemukan pada orang Timor di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, mereka menganggap bahwa apabila orang masih mampu berbicara dan berjalan ia dianggap sehat, sebaliknya jika seseorang tidak mampu lagi berbicara dan berjalan (artinya hanya dapat berbaring di tempat tidur) akibat kondisi sakitnya barulah itu disebut sakit. Konsep sehat sakit pada orang Timor tersebut berdampak pada pola pencarian pengobatan. Ada kecenderungan apabila seseorang sudah tidak mampu apa-apa, atau sakit parah maka keluarga tergerak untuk mencari pertolongan. Sebaliknya selama seseorang masih mampu berbicara dan berjalan dianggap tidak sakit atau hanya sakit ringan sehingga pertolongan/ pengobatan tidak pernah dicarikan secara serius.Sembuh sebagai bentuk dari pulihnya kesehatan seseorang juga dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing masyarakat. Sembuh tidak hanya kemampuan seseorang untuk kembali beraktifitas seperti semula melainkan juga lingkungan sekitar memberi arti/makna bahwa orang tersebut dianggap sebagai sembuh dari sakit. Dalam literatur medis, dikenal 3 macam kesembuhan yaitu: sembuh medis (ditentukan oleh dokter lewat hasil laboratorium); sembuh psikologis (ditentukan oleh diri pasien) dan sembuh sosial (ditentukan oleh anggota masyarakat setempat). Pengertian yang berbeda megenai kesembuhan ini menngakibatkan adanya konflik antara pandangan medis modern dan medis tradisional. Medis modern selalu menekankan kesembuhan pada sembuh medis, sementara medis tradisional sering menitikberatkan pada sembuh psikologis atau sosial saja. Contoh kasus yang bisa diangkat adalah pasien Mak Erot. Laki-laki yang mengalami disfungsi ereksi atau merasa alat vitalnya kurang besar banyak yang berobat ke Mak Erot. Dengan ramuan dan mantra-mantra dari Mak Erot, para pasien merasa alat vitalnya membesar sehingga mereka merasa percaya diri dan sembuh dari disfungsi ereksi. Padahal sangat mungkin hal itu terjadi akibat sugesti saja, dimana setelah siobati Mak Erot laki-laki kembali perkasa dan mampu menjalankan tugas sebagai suami yang sempurna. Sedangkan dari sisi medis, perlu riset atau uji laboratorium benarkan pembesaran penis itu betul-betul terjadi, ataukah itu hanya perasaan pasien saja, sehingga sifatnya akan subyektif daripada obyektif.

Minggu III Etiologi Penyakit dan Health Seeking BehaviorMemahami etiologi penyakit menjadi suatu keharusan dalam melihat fenomeda medis sebagai fenomena budaya. Hal ini dikarenakan pemahaman suatu masyarakat terhadap penyakit selalu dikaitkan dengan community mind (pengetahuan komunitas). Masyarakat mengenal gangguan kesehatan (penyakit) atas dasar apa yang mereka pikirkan, bukan apa yang orang medis pikirkan. Oleh karena itu tidak semua konsep-konsep medis itu dapat diterima masyarakat mengingat masyarakat sudah memiliki konsep lokal mereka sendiri. Konsep lokal dengan konsep medis sering kali beriringinan, akan tetapi tidak jarang pula akan berlawanan. Health seeking behavior/HSB (perilaku pencarian pengobatan) merupakan pola pencarian pengobatan lewat proses pengambilan keputusan individu sebagai hasil dari analisa untung rugi (cost benefit analysis) tidak hanya ekonomi tetapi juga sosial. HSB meliputi pencegahan dan pengobatan (preventive dan curative). HSB suatu hal yang penting dalam memahami pelayanan kesehatan di masyarakat. Ketersediaan pelayanan kesehatan dipengaruhi juga oleh letak geografis, faktor ekonomi dan sosial budaya. Pilihan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor seperti:1. Kualitas pasien (umur, gender, pendidikan, kesukuan, akses tentang informasi baru).2. Praktisi (jenis spesialisasi, perawat, bidan, dokter, spesialis)3. Penyakit (natural atau supranatural)HSB yang dipraktikkan masyarakat pedesaan di Indonesia akan berbeda dengan mereka yang tinggal di kota. Tidak hanya faktor pendidikan, ekonomi maupun akses kesehatan akan tetapi konsep kesehatan mereka juga berbeda. Orang desa setingkali sulit jika dimotivasi untuk bersalin pada tenaga kesehatan. Hal ini karena mereka memiliki konsep bahwa prinsip mati di rumah dianggap lebih baik daripada mati di Puskesmas/rumah sakit. Orang desa meski ANC sudah dilakukan dengan tenaga kesehatan namun pertolongan dukun masih disukai. Dukun akan menolong persalinan di rumah pasien sehingga jika meninggalpun maka pasien akan meninggal di rumah. Pada masyarakat Madura bahkan ada konsep bahwa tempat bersalin akan mempengaruhi rejeki penghuninya. Melahirkan di rumah baik dengan dukun atau memanggil bidan dipercaya bahwa rejeki penghuni rumah itu akan terus mengalir. Akibatnya kepercayaan ini persalinan di luar rumah kurang menjadi pilihan mereka.HSB juga dipengaruhi oleh keparahan penyakit. Pada penyakit berat (penyakit kartu mati) seperti kanker, diabetes, hipertensi, jantung, pengambilan keputusan untuk berobat ke penyembuh tradisional dipengaruhi penyebab karena medis modern sudah tidak mampu menyembuhkannya (Kasniyah, 2008). Studi pengambilan keputusan dalam ilmu Antropologi Kesehatan menjadi hal yang penting, sebab hal itu akan berdampak pada keselamatan dan kesembuhan pasien.

Minggu IV Medis Modern vs Medis TradisionalDalam pengobatan Barat (Western Medicine) tenaga kesehatan dikenal dengan sebutan dokter, perawat/mantri, bidan, sementara dalam non Western Medicine ada beragam sebutan bagi penyembuh seperti: shaman, dukun, paraji, sando, balian, voddo, dongke dan lain sebagainya. Sebutan itu mengarah pada keahlian pengobtan yang diperoleh lewat cara nonmedis.Medis modern sering diasosiasikan sebagai pengobatan yang kompleks, kesehatan biomedis, ilmiah, formal, legal, berlisensi (ijin), teratur, pemerintah/negara, modern, standar dan universal. Label tersebut menggambarkan bahwa medis modern dianggap lebih rasional daripada lainnya. Akibatnya pendewaan medis modern ini terasa lebih kuat. Hal ini karena semua hal yang baik-baik dilekatkan pada sistem medis modern. Sebaliknya medis tradisional identik dengan sederhana, tradisional, lokal, daerah, kesehatan rakyat, asli, primitif, tidak ilmiah, tidak formal, tidak legal (tidak berijin), tidak teratur, swasta, tradisional, tidak standar, spesifik. Akibat label buruk yang melekat pada sistem non medis ini mengakibatkan penghargaan masyarakat pada sistem ini pun rendah, bahkan sistem ini sering dianggap sebagai tidak rasional atau tahayul. Padahal, sistem nonmedis ini sebenarnya juga rasional sebab mereka juga memiliki logika sendiri. Sayangnya belum banyak riset yang ilmiah yang mampu membuka wawasan masyarakat bahwa nonmedis pun bersifat rasional.Pengertian pengobatan tradisional adalah sebagai nonWestern medicine yang tidak menggunakan dasar pemikiran modern dalam pengobatannya. Sebutan lain pengobatan tradisional adalah complementary medicine atau terapi alternatif. Complementary/alternative medicine (CAM) umumnya ditujukan oleh banyak faktor seperti: kepribadian, gaya hidup, gizi, dan hubungan relasi. CAM banyak dipakai untuk terapi kanker baik melalui medis modern maupun akupuntur atau lainnya (The Encyclopedia of New Medicine, 2006).Pengobatan paliatif termasuk pula dalam kriteria pengobatan tradisional sebab paliatif merupakan cara memperpanjang hidup melalui cara tradisional baik lewat, pijat, tumbuhan maupun cara lokal lainnya. Di kota besar pengobatan paliatif ini semakin banyak peminatnya sebab ada banyak penyakit yang memang sulit untuk sembuh, tetapi penderita dapat dipertahankan untuk hidup lebih lama. Pengobatan kanker, diabetes, HIV/AIDS, hipertensi termasuk beberapa jenis penyakit yang sering dilakukan dengan paliatif. Pengobatan tradisional semakin lama semakin dikenal masyarakat termasuk di dunia barat karena alasan back to nature, dimana obat modern dianggap racun sehingga pemakaian dalam jangka panjang akan menimbulkan efek negatif bagi tubuh. Sementara itu pengobatan tradisional seperti jamu, pijat dimaksudkan untuk perawatan dan pengobatan bagi gangguan kesehatan tertentu. Dalam pameran pengobatan alternatif yang dilakukan di Yogyakarta tahun 1999 ada beberapa pengobatan tradisional yang dikenal luas seperti: pijat, dukun bayi, pengobatan sengat lebah, jamu, akupuntur/tusuk jarum, gurah, tabib, reiki, serta dukun penyembuh lainnya. Di media televisi baik pusat maupun daerah pengobatan alternatif semakin marak bahkan menjadi program khusus dimana penyembuh sekaligus dapat mengiklankan produk jasanya kepada penonton. Acara yang dikemas secara interaktif banyak peminatnya, seperti beckam, ruyat, pengobatan akar pinang, ATFG, gigitan lintah, gurah, herbal, habatusaudah (jintan hitam), akupresur, akupuntur, dan puluhan penyemuhan lain. Bahkan penyembuh alternatif itu memiliki sebutan khusus, jika perempuan akan dipanggil jeng, ibu, umi, jika laki-laki gus/ustad/ atau bapak. Panggilan mbah sebagaimana mbah dukun dalam budaya Jawa tidak lagi dikenal kecuali di desa-desa. Akan tetapi jika mereka sudah menjadi penyembuh profesional bahkan masuk media termasuk tv maka sebutan itu akan berubah sesuai dengan minat pengguna yang semakin terdidik, dan berasal dari kota. Praktik-praktik pengobatan tradisional tidak lagi hanya di suatu tempat yang kecil dan tersembunyi melainkan di hotel-hotel, perumahan, ruko/mal. Tarif pengobat tradisional yang sudah populer dapat melebihi tarif dokter spesialis, karena mereka sekaligus menjual sarana pengobatannya baik berupa herbal maupun yang lainnya. Oleh sebab itu stigma bahwa pengobatan tradisional lebih murah dari yang modern terpatahkan, karena penyembuh itu juga memasang harga (istilahnya mahar) yang tinggi, dari ratusan sampai jutaan rupiah sekali tatap muka.Kemanjuran pengobatan tradisional tidak ada ukurannya, melainkan tergantung pada faktor sugesti. Dalam budaya Jawa masyarakat mempunyai kebiasaan bahwa dukun di suatu wilayah pasti tidak dikenal oleh warga sekitar tetapi justru orang yang berasal dari tempat yang jauh, hal ini karena ada kepercayaan Jawa bahwa semakin jauh pengobatan itu letaknya maka semakin manjur (cocog) khasiatnya. Artinya bahwa seseorang akan berusaha mencari pengobtan yang jauh dari tempat tinggal, meski harus mengeluarkan waktu, tenaga dan biaya yang mahal untuk mencapainya. Akan tetapi dengan pengorbanan yang berat harapan untuk sembuh semakin tinggi. Sugesti bahwa penyembuh itu mampu mengobati dirinya semakin kuat. Rasa mantap, dan keyakinan diri yang kuat akan kesembuhannya menjadi sugesti yang ampuh atas kesembuhan diri penderita.Sebaliknya apabila seseorang datang ke penyembuh yang rumahnya tidak jauh dari penderita biasanya kesembuhan dan kecocokan tidak didapat. Hal ini karena ikhtiar dan pengorbanan yang dikeluarkan belum seimbang dengan kesembuhan yang diharapkan. Oleh karena itu ada semacam hukum bahwa semakin berat pengorban yang dikeluarkan maka kesembuhan dari dukun akan cepat dialaminya.Masyarakat dimanapun tempat tinggalnya umumnya memiliki pengobatan tradisional yang dikenal turun temurun diantara mereka. Penngetahuan tersebut diturunkan dari generasi ke generasi dan keampuhannya dianggap sudah diketahui masyarakat luas. Menurut Hull (1979) tradisi pengobatan yang dikenal di masyarakat selama tidak membahayakan kesehatan dapat diteruskan, sebaliknya apabila praktik tersebut berdampak pada kesehatan harus dihentikan. Mengingat mengbah kebiasaan masyarakat yang berdampak negatif bagi kesehatan itu bukan hal yang mudah maka transformasi budaya diperlukan. Tenaga kesehatan yang ada di tempat dapat membantu melakukan tranformasi budaya kesehatan tersebut. Riset Triratnawati (1995) di Purworejo, Jawa Tengah menemukan bahwa bidan desa mampu mengubah kebiasan masyarakt lewat tranformasi budaya. Contohnya adalah kebiasan ibu hamil di desa jika keluar rumah selalu membawa benda tajam seperti gunting, peniti yang dilekatkan di badan demi menolak bala atau gangguan mahluk halus. Tradisi ini mulai dialihkan ke benda lain yang tidak berbahaya tetapi bermanfaat bagi kebutuhan sehari-hari. Gunting dan peniti diganti dengan gunting lipat dan pemotong kuku. Pemakaiannya pun tidak pada tubuh melainkan dimasukkan ke dalam dompet atau saku baju sehingga lebih aman. Gunting lipat dan pemotong kuku adalah benda-benda yang akan bermanfaat bagi ibu jika mereka merawat bayinya. Contoh lain adalah kebiasaan minum kecap, minyak goreng, air mentah dari kyai agar persalinan dapat berjalan lancar dan ibu tidak banyak keluar darah. Oleh bidan desa kecap dialihkan ke cairan lain seperti air syrup, air gula jawa, air kelapa atau air putih. Cairan tersebut dimaksudkan agar ibu mempunyai kekuatan saat mengejan, sebab air gula mengandung karbohidrat yang bermanfaat bagi tubuh. Air mentah dari kyai tidak dilarang sama sekali, namun keluarga pasien diminta membawa air sendiri dari rumah yang telah dimasak kemudian dimasukkan gelas yang ada tutupnya atau botol plastik, sehingga si ibu nantinya akan meminum air matang yang telah diberi doa oleh kyai.

Minggu V Medical Pluralism dan EtnnomedisinDi Jawa, dimana pluralisme medis terlihat kuat, khususnya dilihat dari banyaknya akses bagi pasien untuk memilih tenaga kesehatan dan non-kesehatan, masing-masing pihak menyadari bahwa pelayanan mereka hanyalah salah satu dari sekian pilihan yang tersedia. Tradisi Jawa dalam pengobtan, secara umum mengenal 2 jenis terapi tradisional.Pertama, terapi teknis-sekuler yang menggunakan ilmu lahir (ilmu luar, teknis, alami) seperti pengobatan mandiri dengan jamu, pijat, dukun pijat, tukang, penjual jamu. Semua ahli pengobatan Jawa ini menerapkan metode-metode pengobatan yang bersifat teknis ketika melakukan pengobatan.Kedua, terapi-terapi yang menggunakan ilmu bathin (ilmu dalam, spiritual/magis/sihir) seperti melalui bantuan orangtua, orang pintar, dukun prewangan dan dukun kebatinan (Sciortino, 1999).C. Geertz (1960) menyebut bahwa orang Jawa berpendapat ada 2 jenis penyakit pokok: pertama, satu jenis yang bisa ditemukan sebab-sebab fisiknya dan bisa disembuhkan dengan pengobatan dokter yang dididik secara Barat; kedua adalah penyakit yang tidak dapat ditemukan sebabnya secara medis tetapi si pasien tetap sakit. Ini merupakan jenis penyakit yang hanya mampu diobati oleh para dukun. Seorang dukun mengobati 2 jenis penyakit: penyakit yang spesifik (sakit gigi, tulang patah, perut mulas) serta penyakit yang lebih umum dengan 4 variasi utama: darah kotor, kurang darah; kosong jiwa yang barangkali dimasuki oleh mahluk halus; kemasukan udara panas, atau benda-benda asing lain yang kadang-kadang masuk ke dalam tubuh secara magis atau sihir. Penyakit yang umum adalah disebabkan masuknya angin ke dalam tubuh, masuknya panas, atau benda-benda asing (jarum, kaca, rambut manusia) yang dimasukkan ke dalam perut lewat sihir. Meskipun pilihan pengobatan Jawa sangat banyak, mengintegrasikan ataupun mengakui terapi tradisional dalam pengobatan formal di rumah sakit sangat terbatas. Dalam pemberian pelayanan, staf Puskesmas misalnya tidak bersedia menggunakan pengobatan tradisional dan suka memandang rendah para dukun. Tenaga kesehatan juga menegaskan bahwa tradisi pengobatan Jawa merupakan ekpresi takhayul dan ketidaktahuan. Oleh karena itu pengobatan semacam itu dianggap tidak ada gunanya dan merupakan peninggalan jaman dahulu yang tidak lagi sesuai dengan pola kehidupan modern. Jenis-jenis pengobatan Jawa yang bersifat sekuler dan ditujukan untuk menangani penyakit ringan tidak terbebas dari kritik. Tenaga kesehatan berpendapat bahwa pijat akan mengakibatkan pembengkakan dan kebiasaan melakukan kerokan dapat merusak kulit dan pembuluh darah (Sciortino, 1999).Etnomedisin yaitu kepercayaan dan praktik-praktik yang berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan asli dan eksplisit (secara tegas) tidak berasal dari kerangka konseptual Kedokteran modern. Etnomedisin merupakan urutan langsung dari awal perhatian ahli-ahli Antropologi mengenai sistem nonBarat (Foster dan Anderson, 1986). Etnomedisin juga merupakan studi mengenai bagaimana orang dari kelompok tertentu memahami dan menghadapi kesehatan dan penyakit. Pengalaman sakit, transaksi antara dokter-pasien dan proses penyembuhannya adalah merupakan fenomena sosial budaya, seperti apa yang dikemukana oleh Kleinman bahwa istilah sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian integral yang berhubungan dengan pola-pola makna lokal, kekuasaan dan interaksi sosial (Roseman, 1999). Etnomedisin sering dibedakan menjadi beberapa bagian.1. Patologi humoral (humor/cairan) dalam tubuh manusia. Patologi humoral berakar dari teori Yunani tentang 4 unsur: tanah, air, udara, api. Teori Hypocrates tersebut ditambah dengan konsep paralel 4 kualitas yaitu: panas, dingin, kering dan lembab. Oleh karenanya 4 konsep humor dikenal sebagai: darah: panas-lembab; flegma (lendir) dingin-lembab; empedu hitam: murung, melankoli, dingin-kering; empedu kuning: temperamen buruk, panas-kering. Sehat adalah keadaan tepat, proporsi tepat, kualitas-kekuatan bercampur secara sempurna.2. Pengobatan Ayurveda (abad I sebelum Masehi). Ayurveda terlihat dalam makanan dimana hal itu ditentukan oleh kualitas memanaskan dan mendinginkan. Kombinasi yang tepat antara makanan dan ramuan dapat memulihkan tubuh yang terganggu. Garam panas contohnya: telur, daging, susu, madu, gula. Makanan tonda dingin misalnya: buah-buahan, yoghurt, keju, nasi, air. Dalam teori Ayurveda alam semesta ada 4 unsur seperti yang ada di Yunani: bumi, api, air, udara dan unsur ke 5 ether. Dalam tubuh manusia masing-masing unsur memiliki 5 bentuk halus dan 5 bentuk material. Tubuh manusia memiliki 3 humor/dosha (tridosha) yaitu: flegma (cairan lendir); empedu (cairan empedu); angin (gas dalam saluran pencernaan). Sehat muncul apabila terjadi keseimbangan antara tridosha, sedangkan sakit terjadi apabila tridosha tidak berfungsi dengan baik.Ayurveda berarti ilmu kehidupan. Ayurveda merupakan sistem kedokteran India kuno yang sangat holistik karena ayurveda memperioritaskan keterlibatan pasien di dalam kesejahteraan dirinya sendiri. Ayurveda memberdayakan seseorang untuk mengendalikan hidup dan kesehatannya, dengan tujuan mencegah penyakit dan bukan mengobati setelah penyakit muncul. Jika seseorang mengalami sakit kepala, ia bukan hanya akan diberikan perawatan yang bisa ditelan, digosok atau dihirup tapi juga diminta untuk melihat ketidakseimbangan yang ada dalam gaya hidup, lingkungan, diet, dan pikiran yang telah menyebabkan rasa nyeri. Bila ketidakseimbangan telah ditemukan terdapat beberapa obat tradisional yang sering kali dapat menolong untuk jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang seseorang tidak dapat hidup dengan cara yang menyebabkan rasa nyeri tersebut (Murray, Pickup, 1998).Tujuan Ayurveda adalah menghindari kelebihan di dalam hidup (makanan dan lainnya) dan untuk menambah yang kurang. Yang penting untuk diperhatikan adalah apa yang cukup bagi seseorang belum tentu cukup atau mungkin berlebihan bagi orang lain, tergantung pada bentuk tubuh dasarnya. Semua penyakit dilihat sebagi ketidakseimbangan dan karenanya dapat diselesaikan dengan memberi perhatian pada pada pembentukan keseimbangan dari apa yang diderita pasien. Selain mengembalikan keseimbangan penting pula menyingkirkan penyebab sesungguhnya dari ketidakseimbangan tersebut untuk jangka panjang dengan memberi perhatian pada diet dan gaya hidup. Ada beberapa tumbuhan obat yang dapat membantu menciptakan keseimbangan atau memperbaiki fungsi yang benar dari saluran pencernaan, tempat makanan di usus. Usus halus yang sehat juga mengatur apa yang diserap dari makanan yang kita makan dan karenanya juga efektif dalam mempertahankan keseimbangan (Murray dan Pickup, 1998). 3. Pengobatan tradisional China (2697-2597 SM). Pembentukan dan fungsi tubuh manusia didasarkan pada pasangan kekuatan yin-yang. Penyakit artinya kerusakan akibat unsur luar atau dalam, sebab fisik-mental. Dualistik terdiri dari: yang : langit, matahari, api, panas, kering, cahaya, prinsip laki-laki, bagian luar, kanan, hidup, tinggi, keagungan , baik, indah, kebajikan, aturan kebahagiaan,kekayaan atau segala sesuatu yang berunsur positif. Yin: bumi, bulan, air, dingin, kelembaban, kegelapan, kewanitaan, bagian dalam, kiri, kematian, rendah, tidak agung, jahat, buruk, culas, kekacauan, kemiskinan atau segala sesuatu yang berunsur negatif.Terkait dengan pluralisme medis, ada kebiasaan masyarakat Indonesia untuk melakukan pengobatan sendiri (self care atau self medication) dimana seseorang akibat pengalamannya cenderung mengobati sendiri dengan pengobatan tradisional atau obat warung tanpa melalui konsultasi pada seorang ahli. Swamedikasi ini umumnya mempertimbangkan keparahan penyakit, penyakit yang dianggap ringan umumnya dilakukan self medication tersebut. Self medication atau swamedikasi muncul karena masyarakat memilih menyembuhkan sendiri penyakitnya, dengan alasan penyakitnya ringan, biaya lebih murah, obat yang diperlukan mudah didapat. Dalam Susenas 2009 terdapat 60% penduduk mengobati sendiri, sisanya mereka pergi ke dokter. Obat yang paling banyak diminati adalah antibiotik, padahal antibiotik menimbulkan kekebalan kuman. Swa,edikasi berkembang karena mahalnya biaya kesehatan dan mudahnya memperoleh obat. Hampir 30 tahun terakhir obat bebas di Indonesia tidak berkembang, dan bahan bakunya masih diimport. Akibatnya obat di Indonesia menjadi mahal.Swamedikasi menjadi tantangan bagi pengelola rumah sakit untuk menaikkan mutu layanan. Rumah sakit seharusnya tidak mencari untung saja melainkan perlu menitikberatkan aspek sosial. Diperlukan insentif dari pemerintah sehingga harga peralatan medis dan obat murah dan mudah dijangkau.

Minggu VI Millenium Developtment Goals dan Kesehatan Ibu dan AnakTahun 2015 merupakan tenggat waktu pencapaian MDGs. Meski gambaran pencapaian MDGs di Indonesia menunjukkan kemajuan yang signifikan , tetapi masih harus bekerja ekstra keras untuk mencapainya, terutama dalam penurunan kematian ibu dan bayi, penangulangan HIV/AIDS, akses terhadap air minum serta sanitasi yang layak. Meski Human Developtmen Index Indonesia naik dari peringkat 121 di tahun 2013 dari peringkat 124 pada tahun 2011, namun uapaya kerja keras diperlukan oleh semua.Millenium Developtment Goals (MDGs) yang berisi 8 tujuan/program sebagian besar daripadanya menyangkut masalah kesehatan. Point 4 dan 5 MDGs menyangkut kesehatan ibu dan bayi. Harapan agar angka kematian ibu dan bayi turun sampai 50% menjadi suatu keniscayaan. Hal ini dikarenakan tujuan MDGs harus tercapai tahun 2015, artinya tinggal 2 tahun lagi. Waktu 2 tahun tidak akan mungkin mampu menurunkan angka kematian ibu dan bayi secara cepat. Sementara itu angka kematian ibu dan bayi di Indonesia tetap tinggi, meski berbagai intervensi telah diterapkan oleh pemerintah.MDGs adalah program dunia yang diadopsi oleh 189 negara anggota PBB berfokus pada pembangunan manusia. Tujuannya agar membebaskan dunia dari cengkeraman kemiskinan. Implisit di dalamnya terkandung pengakuan atas hak terhadap martabat, kebebasan, kesetaraan, standar kehidupan dasar yang mencakup kebebasan dari kelaparan dan kekerasan, mendorong toleransi dan solidaritas. MDGs tidak terlepas dari norma-norma , dimana MDGs bertujuan membuat manusia menjadi sehat dan sejahtera. MDGs tidak terlepas dari HDI yaitu jendela suatu negara yang dinilai dari kesehatan, pendidikan dan ekonomi (Moeloek, 2013).Paradigma sehat diperlukan bagi manusia Indonesia lewat pengubahan pola pikir untuk menjadikan perilaku hidup sehat gaya hidup. Paradigma sehat bukan wacana semata, melainkan sebuah sistem yang dinamis mengikuti peradaban dan budaya manusia. Budaya juga merupakan sistem antara manusia dengan sistem-sistem lainnya seperti: agama, sosial, ekonomi, teknologi, bahasa dan seni. Dengan pola pikir seperti itu paradigma sehat menjadi bagian dari budaya, bagian peradaban manusia yang berkorelasi dengan ilmu pengeytahuan yang ada di masyarakat dan merupakan hak manusia untuk hidup sehat. Dalam rangka upaya menurunkan kematian ibu dan bayi perintah Indonesia memiliki banyak program seperti gerakan kesejahteraan ibu (Safe Motherhood Initiative), gerakan sayang ibu (Mother Friendly Movement), Making Pregnancy Safer, Suami Siaga (siap, antar, jaga) dan masih banyak yang lainnya (Hanifah, 2001). Demikian juga berbagai program diluncurkan pemerintah pusat atau daerah untuk memitraan bidan-dukun, atau pembatasan peran dukun dalam persalinan melalui undang-undang, akan tetapi angka kematian ibu dan bayi belum turun sesuai dengan harapan. Promosi kesehatan dalam rangka mencegah kasus kesehatan ibu dan anak terus diupayakan agar permasalahan KIA tidak lagi menjadi masalah utama bagi masyarakat (Emilia, 2008).Propinsi NTT yang menduduki peringkat ketiga dalam kematian ibu dan bayi pun tahun 2009 meluncurkan program yang dikenal dengan Revolusi KIA dengan motto datang satu pulang dua lebih juga boleh, tidk boleh satu apalagi nol. Maksud revolusi KIA adalah ibu boleh melahirkan satu, atau dua (kembar) tetapi tidak boleh ibu atau bayinya mati apalgi mati dua-duanya. Dalam revolusi KIA juga diharuskan semua persalinan dilakukan dengan tenaga kesehatan. Akan tetapi mengingat wilayah NTT yang banyak daerah terisolir, pulau terluar dan perbatasan maka persalinan oleh dukun masih banyak dijumpai. Persalinan oleh dukun ditambah ANC (ante natal care, pemeriksaan kehamilan) oleh dukun mengakibatkan kasus janin mati, kematian neonatus maupun aborsi cukup sering ditemukan. Ada kebiasaan di kalangan ibu-ibu di NTT bahwa selama kehamilan mereka akan meminta dukun untuk memijat. Hal ini dikarenakan ibu hamil merasa tidak enak badan, dan dukun mampu menaikkan perutnya yang dianggap turun. Dukun memiliki kemampuan memijat dan bikin betul perut. Akan tetapi kebiasaan pijat/urut pada trimester I ditenggarai menimbulkan kasus IUFD (intra uterine fetal demise)(kematian janin) sebab dukun melakukan pemijatan tanpa menghiraukan bahwa daerah perut merupakan area yang sensitif sehingga harus dilakukan pijatan halus, bukan membalik uterus seperti yang sering ditemui di NTT.Terkait dengan kehamilan ada kebiasaan masyarakat yang berakibat fatal bagi kesehatan ibu yaitu 4 T (terlalu sering, terlalu dekat, terlalu tua, dan terlalu muda). Ditambah lagi gixi ibu hamil tidak ditingkatkan, bahkan ada kecenderungan mereka masih taat pada tabu makanan yang berlaku di masyarakatnya. Tabu makanan ada yang dimulai sejak gadis yang berakibat si gadis anemia, serta berlanjut masa kehamilan. Sebagai contoh, di Ende, NTT seorang ibu hamil dilarang mengkonsumsi kacang-kacangan, ikan, dn hanya boleh mengkonsumsi nasi dan sayur tanpa lauk. Kondisi gizi yang buruk ini berakibat tingginya kejadian BBLR (berat bayi lahir rendah). Bayi BBLR akan berisiko tinggi mengalami gangguan pernapasan, syaraf serta pertumbuhan otak apabila tidak mendapat pertolongan dengan peralatan yang memadai pasca persalinannya. Pasca persalinan pun selain tabu makanan masih berlaku juga ada tradisi lokal seperti panggang yaitu memanggang ibu dengan kayu khusus sejak persalinan sampai 40 hari yang berakibat ibu bersalinan mengalami lecet-lecet akibat terpanggang api serta bayinya berisiko mengalami gangguan pernapasan. Selain itu pasca persalinan masih banyak ibu yang diharuskan tinggal di rumah bulat selama 40 hari. Rumah bulat yang terbuat dari daun rumbia itu tanpa fentilasi dan tertutup. Umumnya rumah bulat difungsikan sebagai dapur, akan tetapi jika ada perempuan bersalina maka berubah menjadi tempat tinggal ibu dan bayinya. Bayi baru lahir yang tinggal di rumah bulat dilaporkan banyak yang mengalami pneunomia.Dalam masa tumbuh kembang bayi dan Balita maka untuk mencegh wabah, sakit berat dan kematian bayi dierlukan imunisasi. Ada berbagai jenis imunisasi yang harus diberikan pada waktu yang tepat. Imunisasi lengkap bayi harus diberikan dalam waktu 4-6 minggu setelah bayi lahir. Imunisasi akan menimbulkan antibodi spesifik yang efektif mencegah penularan penyakit, sehingga bayi tidak mudah tertular, tidak sakit berat, tidak menularkan pada bayi lain, tidak menimbulkan wabah serta tidak terjadi kematian pada bayi. Imunisasi tidak lengkap akan menimbulkan bayi tidak mempunyai kekebalan spesifik terhadap penyakit-penyakit menular berbahaya. Bayi yang tidak mendapat imunisasi lengkap akan mudah tertular penyakit, menderita sakit berat, menularkan ke anak-anak lain, menyebarlauskan penyakit bahkan terjadi wabah yang akan menyebabkan banyak kematian dan kecacatan.Saat ini 194 negara terus melakukan imunisasi untuk bayi dan balita. Ada institusi resmi yang mengawasi vaksin di negara tersebut, seperti dokter ahli penyakit infeksi, imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi dan biostatistika. Setiap negara berusaha mencapai cakupan imunisasi sebesar 90%, ini artinya 90% bayi/anak telah mendapat imunisasi.Ada hambatan sosial budaya menyangkut imunisasi tersebut. Pada masyarakat pedesan di negara berkembang orang tua umumnya melarang bayinya menerima imunisasi karena takut bayinya panas, rewel, kejang, bahkan ada yang percaya mampu menimbulkan kematian. Imunisasi harus diberikan serentak. Banyak bukti karena bayi tidak diimunisasi polio misalnya, dalam beberapa bulan virus polio menyebar ke beberapa daerah (Banten, Lampung, Madura, Aceh) dan mengakibatkan 315 anak lumpuh permanen. Wabah campak pernah dilanda Jawa Tengah dan Jawa Barat tahun 2009-2011 mengakibat 5.818 anak dirawat di rumah sakit, 16 meninggal, terutama yang tidak diimunisasi campak. Wabah telah berhasil dihentikan dengan imunisasi rutin dan tambahan serentak pada bayi/balita (9-59 bulan) di semua propinsi di Indonesia melalui beberapa Pekan Imunisasi Polio Nasional. Selain diberi imunisasi, bayi harus tetap diberi ASI eksklusif (0-6 bulan) makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang, kebersihan badan, makanan dan minuman, pakaian, mainan dan lingkungan.

Minggu VIII Penyakit Tropik dan Pengobatan AlternatifPenyakit tropik yang didominasi oleh infeksi masih menjadi kendala utama di negara berkembang seperti Indonesia. Apabila negara maju pola penyakit didominasi oleh penyakit akibat gaya hidup (merokok, minuman keras, makanan tinggi lemak) seperti kanker, diabetes, atau jantung, maka di negara berkembang penyakit infeksi dan parasit masih dominan. HIV/AIDS dan penyakit infeksi seksual menular (IMS), tuberkolusis, malaria, infeksi saluran pernapasan, hepatitis karena virus masih menonjol di Indonesia. Sementara itu penyakit yang paling banyak mengenai perempuan dikelompokkan menjadi: penyakit infeksi, kondisi maternal, penyakit tidak menular, syaraf dan jiwa dan penyakit karena kecelakaan (Wilopo, 2010).Adanya 2 pandangan yang berbeda yaitu medis modern dan tradisional itu akan membawa kompleksitas masalah pengobatan karena pihak yang satu merasa lebih unggul dan rasional dibanding pihak yang lain. Sebaliknya, kenyataan di Indonesia, sekalipun pelayanan kesehatan modern telah berkembang, jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2009 (BPS, 2010), penduduk yang mengalami keluhan kesehatan banyak yang melakukan pengobatan sendiri dalam upaya pemulihan kesehatan yaitu sebesar 62.55%, serta berobat jalan 45.95%. Angka di atas menunjukkan bahwa pengobatan sendiri (termasuk tradisional) tetap diminati masyarakat, walaupun ada pihak lain yang kurang setuju khususnya medis modern. Meningkatnya minat kembali ke alam (back to nature) membuat masyarakat mencari pengobatan tradisional sebagai alternatif.Mereka yang peduli dengan kesehatan tapi kurang menyukai bahan kimia yang terkandung dalam obat modern maka pengobatan tradisional menjadi penting. Pengertian pengobatan tradisional meliputi (Agus, Agus dan Dianawati, 2001).Ramuan tradisional adalah media pengobatan alamiah yang memakai tanaman sebagai bahan dasarnya. Media ini mungkin merupakan metode pengobatan tertua. Sampai saat ini ilmu pengobatan dengan tanaman tetap mengacu pada tradisi kuno. Ramuan tanaman obat disebut obat tradisional. Disebut obat karena karena ramuan tradisional terbuat dari beberapa jenis tanaman yang berkhasiat dan diyakini dapat menyembuhkan suatu penyakit. Ramuan tradisional telah dikenal sejak jaman nenek moyang kita. Nenek moyang kita sejak dulu menekuni dan mengembangkan pengobatan dengan menafaatkan aneka tanaman yang tumbuh subur di negeri ini. Di era milinium ini kecenderungan gaya hidup dunia adalah back to nature.Dengan kecenderungan ini penggunaan metode pengobatan tradisional tidak akan ketinggalan jaman. Contoh, di Barat walaupun masyarakatnya telah berpikiran dan berbudaya yang maju dan modern, sampai sekarang ini kecenderungan untuk menggunakan metode pengobatan/terapi tradisional tetap masih ada, bahkan ada indikasi peningkatan pemakaian. Ramuan tradisional tidak hanya ditujukan pada orang dewasa melainkan penyakit anak pun dapat diatasi. Pertumbuhan, perkembangan anak tidak dapat dilepaskan dari lingkungan keluarga, sikap orang tua, faktor keturunan serta penyakit yang diderta pada masa kecil. Faktor tersebut perlu dijaga agar tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam lingkungan dan suasana yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berlangsung baik.Semua orang tua akan cemas apabila anaknya sakit. Namun, menghadapi anak yang sedang sakit sebaiknya orang tua tidak panik. Pertolongan medis biasanya menjadi pemikiran pertama mengobati anak yang sakit. Jika tidak mungkin dibawa ke dokter karena berbagai alasan kita masih mempunyai alternatif lain yaitu obat tradisional. Ada berbagai gangguan kesehatan yang sebenarnya bisa diatasi dengan obat tradisional. Bahan-bahan tradisional mudah diperoleh karena biasa tersedia di rumah sebagai bumbu dapur atau tersedia di lingkungan tempat tinggal sebagai tanaman berkhasiat obat. Efek samping obat tradisional umumnya rendah. Pada saat ini banyak orang tua tidak mengetahui sosok tanaman berkhasiat obat dan cara memanfaatkannya. Untuk itu pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat sangat dibutuhkan (Handayani, Maryani,2002).Jamu berupa ramuan tradisional sebagai salah satu upaya pengobatan telah dikenal luas dan dimanfaatkan masyarakat untuk tujuan: mengobati penyakit ringan, mencegah datangnya penyakit, menjaga ketahanan dan kesehatan tubuh serta untuk tujuan kecantikan. Salah satu pengobatan tradisional untuk anak yang tidak perlu membuat sendiri melainkan cukup membeli dari penjual jamu adalah ramuan cekok. Cekok adalah metode pemberian jamu dengan dicekokkan ke mulut anak. Cekok berupa ramuan tumbuh-tumbuhan , rempah-renpah yang dihaluskan, diberi sedikit air, ditempatkan pada selembar kain kecil kemudian diperas, perasan itu langsung dimasukkan ke mulut anak. Cekok dipercaya berkhasiat sebagai perangsang munculnya napsu makan anak sekaligus ramuan yang dapat membunuh cacing penggangu tubuh anak yang merebut sari-sari makanan yang dibutuhkan dalam perkembangan dan pertumbuhan anak. Cara kerja cekok adalah meningkatkan metabolisme, menekan dan menghambat asam lambung dan merangsang sekresi makanan sehingga meningkatkan napsu makan. Cekok juga dapat untuk mengatasi batuk pada anak. Alasan utama ibu-ibu di desa atau di kota Yogyakarta memilik cekok karena biaya yang murah, mudah, cocok serta upaya melesatarikan budaya nenek moyang. Melalui cekok orangtua berusaha memperkenalkan jamu sejak awal agar anak-anak cinta terhadap warisan produk leluhur (Limananti dan Triratnawati, 2003).Meski mendapat stigma negatif sebagai pengobatan kuno, pengobatan tradisional masih dominan dipraktikkan oleh masyarakat desa di Jawa. Selain sebagai tradisi, pengobatan tradisional sering kali dimanfaatkan sebagai pengobatan pertama, mengingat kemampuan ekonomi mereka yang terbatas dalam membayar biaya kesehatan. Medis modern masih dianggap sebagai mahal biayanya. Pengobatan masuk angin lewat kerokan, pijat, minum minuman hangat (jahe), air hangat dicampur garam dianggap mudah, murah dan manjur, sehingga uapaya pengobatan tradisional mampu meminimalkan biaya kesehatan masyarakat desa. Selain itu model holistik yang dianut orang Jawa dimana konsep kesehatan yang menganggap penyakit muncul sebagai akibat ketidakseimbangan unsur dalam tubuh, lingkungan, sosial budaya dan perilaku, mampu diatasi lewat pengobatan tradisional. Model holistik bermakna bahwa tubuh, pikiran, jiwa adalah kesatuan yang saling mempengaruhi. Pengobatan tradisional seperti kerokan dipandang akan mengembalikan keseimbangan kesemuanya, sebab dalam kerokan terkandung unsur relasi sosial antara si sakit dan penyembuh (pengerok) dan nasihan dari pengerok yang memotivasi penderita untuk cepat sembuh menjadi dorongan untuk menyeimbangkan kondisi tubuh baik aspek fisik, mental, sosial (Triratnawati, 2010).

Minggu IX Ekologi dan Perubahan IklimPengaruh globalisasi dan pemanasan global yang terjadi membawa dampak bagi kehidupan manusia. Bumi dan perubahan iklim mengalami perubahan secara cepat. Kondisi ini akan berdampak bagi mahluk hidup baik manusia, hewan, tumbuhan dan penyakit. Akibat perubahan iklim sangat dirasakan manusia sebab pola penyakit pun berubah sesuai dengan kondisi alam. Adanya banjir dan kekeringan di banyak belahan bumi mengakibatkan kerusakan alam, lingkungan dan timbulnya bermacam-macam penyakit infeksi. Demikian pula kekeringan yang melanda dunia mengakibatkan gagal panen sehingga harga pangan mahal, bahkan terjadinya kelaparan di banyak wilayah tidak terelakkan.Banjir dan kekeringan dan perubahan alam lainnya mengakibatkan perlunya adaptasi lingkungan bagi manusia. Manusia dipaksa hidup dalam kondisi yang serba terbatas karena akses pelayanan kesehatan juga tidak mampu mereka jangkau . Penyakit-penyakit seperti diare, kulit, kolera, dan penyakit yang muncul akibat buruknya sanitasi menyebabkan kualitas hidup manusia semakin rendah. Penanggulangan akibat perubahan iklim membutuhkan kerjasama banyak pihak tidak hanya individu, masyarakat, pemerintah melainkan juga LSM dan donor/lembaga kemanusiaan.Tidak hanya manusia, hewan pun mengalami dampak dari perubahan iklim, oleh karenanya pangan manusia yang berasal dari hewani mengalami kendala. Dampak mahalnya pangan juga mengakibatkan daya beli masyarakat rendah sehingga berpengaruh pada kualitas hidup dan kecerdasan mereka. Virus penyebab penyakit juga mengalami mutasi dan perkembangan biakan yang luar biasa. Hal ini berakibat penyembuhan penyakit tidak dapat lagi menggunakan obat yang ama, melainkan perlu inovasi baru, sebab virus yang berubah tidak mampu lagi ditangani dengan obat yang sama. Mutasi penyakit dari hewan ke manusia dan sebaliknya juga menuntut para ahli biologi dan kedokteran untuk terus mengembangkan virus atau obat baru pembasmi penyakit yang terus menerus menghantui manusia.

Minggu X Industri Medis dan Gaya HidupGaya hidup dan tuntutan modernitas telah melanda seluruh dunia. Manusia tidak hanya puas dengan apa yang dimilikinya melainkan mereka juga ingin memiliki tubuh yang sempurna dan sesuai dengan keinginannya. Industri medis menawarkan banyak kemudahan apabila manusia ingin mewujudkan cita-cita terkait dengan kesehjatan dan bentuk tubuh. Gaya hidup manusia terkait dengan gizi dan makanan juga semakin beragam. Pola makan vegetarian, gaya hidup lewat yoga, meditasi dan cara hidup menurut falsafah India banyak diadopsi masyarakat barat. Demikian pula di kota-kota besar di Indonesia gaya hidup sehat lewat kehidupan sehari hari-hari baik lewat keseimbangan makan, minum, olahraga, bersepeda, lari-lari pagi, menghindari stres, dianut oleh masyarakat segala umur. Tawaran dari pusat-pusat kebugaran untuk aerobik, pilates, yoga, meditasi yang tumbuh bak cendawan di musim hujan mampu menarik warga untuk mengeluarkan anggaran demi kebugaran tubuh. Gaya hidup merekronstruksi bagian tubuh akibat kekurangpuasan diri maupun kecelakaan dan bawaan juga mewabah di masyarakat khususnya kelas atas. Namun, masyarakat kelas bawah pun ingin menirunya. Tidak jarang pilihan praktik medis ilegal dipilih demi tujuan perbaikan bentuk tubuh tersebut. Operasi plastik untuk memperbesar dan memperkecil payudara, kelopak mata, dagu, alis, sedot lemak, pengencangan vagina, dan lainnya semakin diminati warga masyarakat. Dengan menyediakan anggaran yang cukup seseorang mampu mengubah bentuk tubuhnya atas pertolongan ahli bedah. Ahli bedah di kota besar juga mendapat limpahan kasus dari praktik dokter ilegal maupun salon yang berpraktik mampu memperbaiki bentuk tubuh seseorang.Praktik estetika demi kesehatan tidak hanya pada bagian tubuh tertentu, melainkan juga pada gigi. Rekonstruksi gigi lewat pemakaian behel semakin menjamur. Behel kemudian tidak hanya dipakai demi perbaikan kesehatan dan estetika gigi melainkan menjadi gaya hidup. Kaum remaja pria dan wanita serta pria/wanita muda berlomba-lomba memasang behel demi prestise, sebab mereka merasa gengsinya akan naik jika memahai behel. Mengingat pemasangan behel masih tergolong mahal maka gengsi yang melekat didalamnya selalu ada. Akan tetapi sayangnya pada kelas bawah mereka juga berusaha meniru gaya hidup kelas atas dengan cara membeli behel yang murah dan memasangnya sendiri. Kondisi ini sangat berbahaya sebab selain tanpa konsultasi dokter gigi, kebersihan dan efektifitas behel tidak ada yang mengontrol. Jangan-jangan justru behel yang dibeli di jalanan itu akan menimbulkan masalah baru, namun belum ada pihak yang menelitinya.Industri medis juga menjanjikan banyak kemudahan bagi pasien. Operasi caesar yang seharusnya dilakukan menurut indikasi tertentu, sekarang ini mulai berubah. Pasien dapat mendekte dokter untuk dilakukan operasi caesar hanya karena alasan yang tidak utama. Alasan tidak tahan nyeri, ingin agar jalan lahir bayi tidak rusak, dan alasan gaya hidup lainnya memaksa dokter melakukan caesar tanpa indikasi medis. Bahkan alasan ingin anaknya lahir pada hari cantik (hari hoki, tahun baru China, tahun baru perkawinan, atau sama dengan hari lahir ibu/bapak bayi) sering dipakai sebagai alasan caesar.Suplemen makanan/obat sebagai peningkat ketahanan tubuh muncul dimana-mana. Peminatnya semakin banyak, akan tetapi seringkali suplemen itu seringkali tidak membawa manfaat seperti yang tertera dalam kemasan. Diindikasikan banyak supplemen yang beredar di Indonesia dan berasal dari luar negeri isinya bohong belaka, sebab tidak mengandung zat yang bersifat suplemen makanan. Oleh karenanya pengaruh iklan yang marak atas obat suplemen tersebut harus disambut dengan hati-hati mengingat Badan POM dan MUI sendiri belum melakukan uji laboratorium atas peredaran suplemen tersebut. Salon kecantikan juga menawarkan industri kesehatan yang dibalut dengan gaya hidup. Pemutih kulit, pewarna kulit menjadi sawo matang (tanning), perawatan kulit agar kenyal, tidak menua, tetap cerah, juga semakin merebak di masyarakat kota besar. Anggaran masyarakat banyak tersedot untuk perawatan tubuh. Akibatnya perawatan tubuh yang asli Indonesia dengan ramuan herbal dan dilakukan di rumah kurang mendapat tempat di hati masyarakat. Cara instant dan mudah serta tidak repot menjadi alasan industri kecantikan yang dibalut kesehatan menjadi incaran warga masyarakat. Hal itu ditangkap oleh industri medis lewat produk kecantikan serta turunannya yaitu salon biasa maupun salon kecantikan perawatan tubuh.

Minggu XI Gender dan Kebijakan KesehatanDalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi peran kebijakan kesehatan menjadi utama. Peran sektor kesehatan ialah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan khususnya kesehatan maternal yang berkualitas bagi semua wanita dalam masa kehamilan, melahirkan dan pasca melahirkan. Dengan perawatan yang minimal sesungguhnya wanita dapat menghindari dari risiko mengalami kegawatdaruratan obstetri. Pada saat ini dapat diketahui bahwa sebagian besar kelainan pada waktu hamil dapat dicegah kejadiannya. Namun, tidak ada jaminan bahwa kegawatdaruratan obstetri yang terjadi pada saat melahirkan dapat dicegah atau diprediksi. Hubungan antara faktor risiko yang dahulu dijadikan dasar dalam memberikan prioritas pelayanan kehamilan risiko tiggi mulai tidak dianut lagi. Konsep sekarang adalah harus tersedia tenaga medis pada saat proses persalinan berlangsung kapan saja dan dimana saja. Setiap kehamilan dan persalinan haruslah dianggap bukan peristiwa biasa, tetapi peristiwa yang luar biasa yang dapat berubah menjadi bahaya bagi kehidupan wanita dan bayinya (Wilopo, 2010).Kebijakan kesehatan sekarang ini meski masih banyak yang tidak berwawasan gender. Terbukti ada diskriminasi untuk laki-laki perempuan seperti pada program Keluarga Berencana yang kebanyakan alat kontrasepsinya ditujukan bagi perempuan. Demikian pula pada penderita HIV/AIDS pasien perempuan masih kurang terlindung keamanannya khususnya terkait dengan pelayanan maternal khusus ibu hamil. Tidak jarang pembuat kebijakan yang didominasi politikus laki-laki tidak sensitif pada perempuan. Kebutuhan perempuan akan air bersih untuk membersihkan organ kewanitaanya, tempat menyusui, kamar mandi khusus perempuan atau kebutuhan pribadi perempuan lainnya sering tidak divalitasi oleh tempat kerja maupun negara. Akibatnya perempuan selalu termarjinalkan dan kebutuhan dasar kesehatannya tidak difasiltasi dengan baik.Anggaran kesehatan bagi perempuan juga tidak memadai. Pelayanan kesehatan maternal belum tersedia dengan baik, kalaupun ada di tingkat desa, umumnya pelayanan itu kurang memadai. Tidak jarang petugas kesehatan maternal tidak tersedia di tingkat desa, terlebih lagi wilayah terisolir. Perempuan desa yang sangat membutuhkan pelayanan maternal justru tidak mendapatkannya, tidak heran jika kasus kematian ibu dan bayi masih tinggi di desa akibat kurangnya pelayanan kesehatan yang memadai bagi para perempuan.

Minggu XII Profesional Kesehatan dan Pelayanan KesehatanDalam tingkat dasar ada beragam pelayanan kesehatan yang difasilitasi pemerintah seperti Poskesdes, Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas dan rumah sakit umum daerah dan pusat. Di sektor swasta ada beragam praktik pribadi baik mantri/perawat, bidan, dokter umum, spesialis maupun superspesialis. Pada tingkat masyarakat terdapat pula Posyandu yang diprakarsai oleh masyarakat setempat/pemberdayaan masyarakat. Profesi kesehatan kemudian berkembang dan berjenjang dari tingkat rendah ke atas, dari yang bertarif murah ke mahal. Masing-masing profesi kesehatanterikat oleh kode etik profesi serta mereka memiliki kompetensi yang berbeda-beda sesuai dengan peraturan dan kewenangannya.Tidak semua profesi kesehatan berada di pelayanan primer, akibatnya tidak semua Puskesmas di Indonesia itu memiliki dokter. Bahkan tidak jarang kepala puskesmas yang seharusnya dijabat oleh seorang profesional seperti dokter atau dokter gigi dalam kenyataan sering diduduki oleh perat/bidan/sarjana strata satu lainnya yang bukan seorang dokter.Terisolasian atau buruknya transportasi dan fasilitas yang diperoleh tenaga kesehatan di suatu wilayah tidak jarang berakibat tenaga kesehatan tidak kerasan tinggal di sana. Ketiadaan tenaga kesehatan akan berdampak pada pola perilaku kesehatan masyarakatnya. Tidak hanya penyebab budaya dan kelangkaan tenaga medis yang mendorong masyarakat berobat dan bersalin pada dukun, namun ada pula faktor lain seperti budaya, ekonomi, psikologis dan akses (Serilaila dan Triratnawati, 2010).Studi Triratnawati (1995) di Purworejo, Jawa Tengah menunjukkan bahwa bidan desa kalah bersaing dengan para dukun. Dukun dianggap pelayanannya lebih komplit (babar pindah), artinya dukun selain menolong persalian juga mampu melaksanakan upacara tradisi terkait dengan kelahiran. Dukun mampu memandikan bayi serta memijat bayi dan ibunya pasca persalinan. Selain itu dukun bayi juga berfungsi sebagai pemimpin upacara kelahiran: memimpin upacara brokohan, membuat bubur merah putih sebagai pengiring upacara pemberian nama, mencukur rambut bayi, menindik telinga bayi, mengkhitan bayi perempuan serta merawat placenta. Kemampuan di atas tidak dimiliki oleh bidan. Jika pembayaran untuk jasa bidan harus dilakukan dengan uang maka dukun menerima pembayaran natura (barang). Jasa dukun pun lebih murah daripada bidan.Pertolongan dukun selain dimaksudkan untuk menjaga tradisi lokal (Serilaila dan Triratnawati, 2010) juga karena masyarakat secara psikologis merasa aman, tenang, tentram jika ditolong dukun. Bahkan dukun bayi mau membantu urusan dapur keluarga pasien serta bersedia menunggui ibu hamil selama berhari-hari sampai bayi lahir. Waktu yang dicurahkan dukun bayi kepada pasien lebih banyak dibandingkan bidan. Selain kebiasaan masyarakat setempat bersalin selalu dibantu dukun, alasan lain adalah tidak ada jurang pemisah budaya antara pasien dan dukun. Masyarakat desa lebih senang bersalin dengan dukun bayi karena dukun bayi lebih dikenal, umumnya lebih tua serta lebih dihormati oleh masyarakat. Namun, dalam kenyataan pertolongan persalinan oleh dukun yang tidak hiegenis dan mereka tidak lagi mendapat dukun kit atau peralatan persalinan dari Puskesmas mengakibatkan kasus perdarahan, bayi lahir mati maupun infeksi cukup tinggi di masyarakat. Program kemitraan bidan dan dukun pun ada yang mampu berjalan ada pula yang tidak. Meski di beberapa wilayah di Indonesia ada larangan bersalin dengan dukun, melainkan harus ke pelayanan kesehatan (tenaga kesehatan), akan tetapi di pelosok desa persalinan oleh dukun masih tetap terjadi.Tenaga kesehatan merupakan agent of change di masyarakat sehingga keberadaan bidan desa di tiap wilayah desa di Indonesia diharapkan mampu mengubah perilaku sehat warga masyarakat. Demikian juga dengan dokter di suatu wilayah diharapkan mampu mengubah perilaku masyarakat dari perilaku kurang sehat ke perilaku sehat. Pola perilaku pencegahan lebih utama dari pada kuratif.

Minggu XIII HIV/AIDS, Narkoba dan RokokRokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Menjelang tahun 2030 diperkirakan kematian akibat rokok akan mencapai 10 juta per tahun. Wabah rokok telah melanda negara-negar berkembang. Diperkirakan tahun 2030 tidak kurang 70% kematian akibat rokok akan terjadi di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi dan produksi rokok yang tingg. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produksen sekaligus konsumen yang terbesar di dunia.Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) di Indonesia jumlah perokok laki-laki melonjak 13% dari tahun 1995-2010. Pada tahun 1995 perokok dewasa tercatat 53% atau 1 dari 2 laki-laki merokok. Tahun 2010 jumlah perokok meningkat menjadi 66% atau 2 dari 3 laki-laki merokok. Tidak hanya perokok laki-laki dewasa yang meningkat, prosentase perokok perempuan dewasa juga meningkat lebih dari 2 kali lipat. Tahun 1995 tercatat sebanyak 1,7% wanita dewasa merokok dan meningkat menjadi 4,2% tahun 2010. Demikian pula usia merokok pertama orang Indonesia juga mengalami peningkatan, jika dahulu 13 tahun berubah menjadi 11 tahun.Perilaku merokok menjadi penyebab masalah kesehatan utama. Perilaku merokok dapat meningkatkan kejadian infark myocard dan penyakit gagal jantung kongestif yang fatal. Rokok yang rendah kandungan tar dan nikotinnya pun terbukti akan meningkatkan risiko kejadian penyakit kardivaskuler bila dibandingkan dengan mereka yang bukan perokok. Rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan yang akan merangsang jantung, syaraf, otak dan bagian tubuh lainnya sehingga sistem tersebut tidak bekerja normal. Selain itu nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan tekanan kontraksi jantung.Rokok telah menjadi budaya bangsa Indonesia. Hasil Susenas 2007 pun menunjukkan bahwa belanja/pengeluaran rumah tangga untuk rokok mencapai sepertiganya. Kondisi ini semakin parah pada keluarga miskin, sebab mereka mengeluarkan belanja pangan setara dengan rokok. Akibatnya kurang gizi pada Balita ada hubungannya dengan kepala keluarga yang merokok. Hampir sulit menenukan pria Indonesia yang tidak merokok. Meski kampanye antirokok sudah didengungkan di banyak wilayah, pusat kegiatan umum (kampus, kantor, mall, bandara, rumah sakit, transportasi umum) bahkan denda bagi perokok juga sudah diundangkan akan tetapi kegiatan merokok masih mudah ditemui pada lokasi tersebut di atas.Rokok dalam budaya masyarakat di Indonesia seringkali dihubungkan dengan sesaji, persahabatan, pembuka percapakan, atau memperekat relasi sosial sehingga aktivitas dua orang atau lebih seringkali diikuti dengan merokok. Peristiwa upacara adat/sosial/keagamaan pun seringkali diawali dengan merokok diantara tamu. Rokok di masyarakat Indonesia juga seringkali diberi label yang terkait dengan kejantanan, kematangan, kedewasaan bagi laki-laki. Oleh sebab itu merokok dipakai sebagai inisiasi laki-laki menuju ke dewasa. Tidak jarang ditemukan pada masyarakat pedesaan justru anak laki-laki didorong oleh ibunya untuk merokok supaya ia termasuk dalam golongan orang dewasa/jantan. Mereka yang tidak merokok justru sering diolok-olok sebagai banci atau tidak jantan. Perilaku budaya seperti itu memang berlawanan dengan perilaku hidup sehat yang seharusnya dianut oleh warga masyarakat. Banyaknya budaya lokal yang memberi tempat bagi laki-laki dan kemudian berkembang ke perempuan muda (meski nanti berlanjut sampai perempuan itu menjadi Manula) untuk merokok mengakibatkan budaya merokok sulit dihilangkan dari masyarakat.Dari sisi medis, merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan secara keseluruhan. Bukan hanya perokok akrtif tetapi perokok pasifpun akan mengalami dampak yang sama. Perokok pasif merupakan seseorang penghirup asap rokok dari orang yang sedang merokok. Akibat bagi perokok pasif lebih berbahaya dibanding perokok aktif. Asap rokok dapat mengakibatkan kanker pada nonperokok, serta menimbulkan masalah pernapasan dan penyakit jantung. Laki-laki baik kepala keluarga atau anggota keluarga lain yang merokok akan merugikan anggota keluarga lain seperti : anak-anak, ibu-ibu sebagai perokok pasif. Mereka merupakan kelompok yang paling dirugikan sebab dampak kesehatan yang dialami justru lebih berat pada perokok pasif dibandingkan yang aktif.Lembaga kesehatan dunia, maupun masyarakat warga dunia menyadari akan bahaya rokok bagi kesehatan masyarakat. Berbagai kampanye dan pencegahan perilaku diperkenalkan ke masyarakat. Hari antirokok sedunia juga diperingati setiap tahun. Akan tetapi industri rokok yang merupakan multinasional corporation juga semakin gencar mengkampanyekan rokok ke negara berkembang. Berbagai media dipakai untuk kampanye rokok baik lewat gaya hidup, tayangan iklan di televisi dan media massa maupun sponsor event kesenian dan olahraga yang digemari kaum muda. Kampanye antirokok kalah bersaing dengan kampanye merokok industri besar.Dunia politik ada pula yang tergerak untuk mengkampanyekan gaya hidup antirokok. Banyak peraturan dibuat oleh Pemda seperti pembatasan area merokok, area bebas rokok, denda bagi perokok maupun rancangan undang-undangg tentang asap rokok demi perlindungan terhadap perokok pasif. Akan tetapi peraturan itu umumnya lemah dalam implementasinya di masyarakat, akibatnya kebisaan merokok tidak berkurang malahan bertambah sebab tidak ada tindakan tegas dari aparat maupun lingkungan setempat.Penanggulangan HIV/AIDS seperti yang tertuang dalam MDGs masih menjadi problema di Indonesia. Peningkatan kasus HIV/AIDS tidak terbendung. Wilayah yang terpapar HIV/AIDS semakin meluas. Tidak ada propinsi di Indonesia yang terbebas dari dari ancaman HIV/AIDS. Penularan HIV/AIDS lewat hubungan seksual, tranfusi darah, penggunaan jarum suntik bersama-sama seperti dalam pemakaian narko, serta bayi dari ibunya menjadi jalan bagi penyebaran penyakit ini. MDGs 6 yaitu pengendalian penyebaran dan penurunan jumlah kasus baru HIV/AIDS berupa penurunan prevalensi HIV/AIDS, peningkatan proporsi penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS baik laki-laki maupun perempuan menikah dan belum menikah telah mengalami kemajuan namun diperlukan kerja keras untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Saat ini pengetahuan dan pemahaman kaum muda tentang HIV/AIDs masih artifisial, banyak masalah mendasar tentang seksualitas belum mereka pahami.Kendala penyebaran dan penurunan jumlah kasus HIV/AIDS ada kaitannya dengan faktor sosial budaya terkait seksualitas di Indonesia. Tradisi masyarak setempat yang mengarah pada seks bebas seperti pupijs (Papua), sifone (NTT) serta toleransi yang tinggi atas pelanggaran seks mengakibatkan penyebaran HIV/AIDS tidak dapat efektif pencegahannya . Perubahan pengetahuan baik lewat pendidikan, sosialisasi, promosi kesehatan mesti dilakukan agar masyarakat paham akan penyakit ini dengan sebaik-baiknya.Promosi kesehatan atas bahaya rokok dan HIV/AIDS dapat dikenalkan sejak anak-anak. Akan tetapi contoh yang paling baik adalah jika tidak ada anggota keluarga di rumah yang merokok baik ayah maupun ibu. Hal ini dikarenakan kebiasaan merokok sangat dipengarhi oleh proses peniruan dari anggota keluarga dewasa di keluarga. Demikian pula seks yang aman perlu dikenalkan sejak dini agar mereka sadar akan bahaya perilaku seks bebas. Penguatan ketahanan keluarga dan norma keluarga, agama, masyarakat perlu selalu dimasyarakatkan.

Minggu XIII Makanan, Budaya Makanan, dan GiziIndonesia memerlukan Keluarga Berencana dan gizi yang sehat. Hal ini kuat korelasinya dengan keluaran pendidikan dimana lama pendidikan masyarakat masih 5.8 tahun. Manusia produktif memerlukan tingkat intelektual yang tinggi dan akan menguntungkan lapangan kerja. Angka prevalensi HIV/AIDS masih tinggi dan memerlukan uapaya keras untuk menurunkannya. HIV/AIDS menyerang kaum muda, usia produktif dan sepertiganya adalah perempuan. Human capital ditentukan oleh faktor pengungkit awal yang mampu memberi percepatan pembanguan yaitu kesehatan dan perempuan. Kesehatan harus dimulai dari hulunya yaitu ketahanan pangan dan perempuan yang berpengetahuan. Negara pertanian dan maritim seperti Indonesi ini perlu melihat peluang membangun desa agar masalah kelautan dijadikan potensi sumber peningkatan gizi masyarakat. MDGs sebagai sebuah program kesehatan dan kemanusiaan dunia memang bagus tujuannya. Akan tetapi apabila pemerintah Indonesia mengadopsi MDGs secara utuh akan banyak kendala yang dihadapi. Kondisi dan variasi budaya maupun sosial ekonomi masyarakt di Indonesia tidak sama, bahkan akses kesehatan di luar P Jawa lebih sulit daripada di P Jawa. Oleh karenanya pencapaian MDGs masing-masing propinsi seharusnya menjadi ukuran keberhasilan, sebab apabila hasil yang diperoleh di rata-rata maka akan ditemui banyak wilayah yang tidak akan mampu mencapai tujuan MGDs dalam waktu dekat, terkait kondisi wilayahnya yang serba terbatas.Dalam laporan MDGs Indonesia tahun 2013 terlihat bahwa status gizi perempuan masih rendah. Hal ini terlihat dari masih tingginya kasus BBLR dari 31% (1990) ke 17% (2011). Asupan kalori 1440/hari warga Indonesia juga masih belum sesuai harapan. Masih terdapat 14.65% penduduk yang belum mampu mengkonsumsi makanan sebanyak ukuran tersebut. Kondisi tersebut menyiratkan bahwa masalah gizi masih dialami oleh bangsa ini (Moeloek, 2013).Kekayaan alam Indonesia sesungguhnya tidak memungkinankan masyarakat untuk kekurangan gizi, sebab bahan pangan melimpah dan ketersediaannya cukup memadai. Akan tetapi ada masalah terkait dengan pangan yaitu konsep pangan serta ketidaktahuan masyarakat akan pangan yang bergizi maupun cara mengolahnya yang baik.Makanan merupakan konsep budaya. Makan dapat berarti food dan nutriment (zat gizi). Akan tetapi pada banyak masyarakat makanan lebih dimaknai sebagai konsep budaya sebab apa yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan serta apa yang biasa dimakanan dan apa yang tidak biasa dimakan semuanya ditentukan oleh kategori makanan suatu etnis. Bahkan makanan tidak sekedar bahan makanan yang ada di sekitar kita melainkan makan juga menunjukkan suatu pranata sosial yang dapat memenuhi banyak fungsi. Makanan dapat menunjukkan kelas sosial konsumen (status sosial) serta fungsi upacara, makanan orang sakit, sehat, makanan bayi, dewasa atau Manula (makanan menurut golongan umur). Makanan juga ada yang bersifat simbolik dan ritual khususnya makanan yang digunakan untuk sesaji maupun hidangan upacara keagamaan.Klasifikasi makanan juga ditentukan oleh budaya masyarakat setempat. Ada makanan yang harus dimakan dalam acara resmi kenegaraan, ada makanan yang dimakan saat pagi, siang, malam, bahkan juga ada kriteria makana berat dan makanan ringan. Makanan ringan dianggap sebagai makanan diantara 2 waktu makan. Orang Indonesia sangat menyukai makanan camilan sebagai makan ringan yang dapat dikonsumsi sewaktu-waktu.Pola makan orang desa atau mereka yang tinggal di pelosok umumnya masih menekankan pada jumlah daripada kualitas. Makan dalam jumlah banyak lebih dipentingkan daripada yang sedikit akan tetapi bergizi. Pola kerja mereka yang bergerak di pertanian, perikanan, tukang, buruh menuntuk jumlah nasi yang banyak karena mereka memang membutuhkan banyak tenaga untuk bekerja. Sedangkan makanan masyarakat kota serta kelas ekonomi atas semakin menitikberatkan pada aspek gizi. Makanan dan gizi yang terkandung dalam makanan merupakan kunci bagi pertumbuhan anak dan generasi muda. Kualitas bangsa sangat ditentukan oleh keunggulan manusianya. Akan tetapi mengingat masalah gizi masih menjadi problema masyarakat Indonesia maka banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan status gizi bayi dan anak sekolah. Pemberian makanan tambahan bagi anak kekurangan kalori kronis diutamakan lewat program Posyandu. Demikian pula bagi anak sekolah dasar pemberian susu di sekolah menjadi jalan untuk meningkatkan gizi mereka. Di beberapa wilayah anak kurang gizi mendapat bahan mentah seperti kacang hijau, bubur bayi, roti, telur untuk asupan makanan mereka. Akan tetapi sayangnya orang tua mereka tidak memberikan untuk anak gizi buruk melainkan dikonsumsi bagi seluruh anggota keluarga, akibatnya anak tetap dalam kondisi gizi buruk.Dampak kekurangan gizi bagi anak-anak yang sedang tumbuh kembang sangat berat, sebab masa emas (0-5 tahun) jika mengalami kekurangan gizi maka tidak akan mungkin dikejar pada masa pertumbuhan berikutnya. Aspek negatif kekurangan gizi antara lain: menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi; menyebabkan penyakit kronis; menyebabkan orang tidak mungkin melakukan kerja keras; menyebabkan kerusakan otak permanen; mengakibatkan anak bertubuh pendek (Foster dan Anderson, 1986).

Minggu XIV Kesehatan individual, masyarakat dan mentalGlobalisasi yang melanda dunia mengakibatkan manusia satu dengan yang lain menjadi mudah terhubung karena tidak ada lagi kendala jarak maupun geografis. Manusia seakan-akan hidup tanpa pembatas/borderless. Kota seakan-akan menjadi global village. Dampak kesehatan yang muncul adalah orang mudah tertular penyakit dari satu orang ke orang lain akibat perpindahan. Majunya peralatan transportasi seperti pesawat terbang mengakibatnya mobilitas sesorang menjadi sangat tinggi. Dalam proses mobilitas tersebut, penyakit juga akan terbawa lewat manusia, hewan atau tumbuhan yang masuk ke suatu negara. Virus akan menyebar dengan lebih cepat melalui transportasi dan perpindahan.Virus SARS, HIV/AIDS, ebola, flu burung, flu Hongkong, influenza dan lainnya akan menyebar luas dari wilayah satu ke wilayah lain akibat perpindahan. Kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat menjadi kunci pencegahan terhadap penyakit. Gaya hidup sehat, yaitu seimbang antara makan, minum, istirahat dan rekreasi menjadi tuntutan. Akan tetapi kemudahan alat transportasi, perkembangan industri pangan (makanan instant dan berbahan pengawet) mengakibatkan pola makan dan pola gerak manusia berubah. Manusia cenderung mengkonsumsi makanan siap saji, tanpa serat, tinggi lemak, kalori dan gula. Ahli kesehatan masyarakat harus mampu mempersuasi masyarakat agar memiliki gaya hidup sehat.Kesehatan perorangan yang dibiasakan sejak dari rumah seperti: mandi, gosok gigi, minum air 1500 ml sehari, ......