riyĀduŞŞĀlihῙnrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49095... · 2020. 1. 8. ·...
TRANSCRIPT
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB
RIYĀDUŞŞĀLIHῙN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun oleh :
Apif Subarkah
11150110000077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
ABSTRAK
Apif Subarkah (11150110000077). KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB RIYĀDUŞŞĀLIHῙN. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak
dalam kitab Riyāduşşālihῑn yang ditulis oleh Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-
Nawāwῑ. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode library
reserch atau penulisan berdasarkan literature dan metode studi dekomentasi. Studi
dokumentasi merupakan kajian yang menitik beratkan pada analisis atau
interpretasi bahan tertulis berdasarkan konteks, yaitu menggunakan sumber primer
berupa kitab Riyāduşşālihῑn dan buku sekunder yang menjadi pendukung dalam
penelitian ini, informasi yang terdapat diperpustakaan dan informasi lainnya,
Dalam analisis data menggunakan analisis isi (conten analysis), merupakan cara
yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan kandungan
isi pesan yang dilakukan dengan objektif dan sistematis agar mendapatkan
formulasi yang kongkrit dan memadai sehingga dapat menjadi kesimpulan yang
menjawab rumusan masalah. Prosedur penelitiannya yaitu: peneliti mencari kitab
Riyāduşşālihῑn yang ditulis oleh Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ
kemudian membacanya dan menemukan poin-poin terpenting tentang akhlak,
selanjutnya, dan terakhir, peneliti menelaahnya untuk menjawab permasalahan
yang dibahas, yakni mengenai konsep pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan
akhlak terhadap masyarakat dalam kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā
Muhyuddῑn An-Nawāwῑ
Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan. Bagaimana konsep
pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap masyarakat dalam
kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ ? Melalui
analisis induktif dihasilkan beberapa poin. Pertama, Akhlak kepada diri sendiri,
dalam pembahasan akhlak kepada diri sendiri penulis membahas akhlak yaitu:
Mendidik anak agar tidak bercanda ketika makan dan mengucapkan Basmallah,
makan dengan menggunakan tangan kanan, mendidik anak agar dalam
pembicaraannya terdapat kebaikan, mendidik anak ketika berpakaian memakai
pakaian yang sederhana, mendidik anak ketika tidur dan bangun tidur selalu
mengingat Allah, mendidik anak ketika bertemu mengucapkan salam, berprilaku
jujur, mendidik anak ketika dipercaya agar bersikap. Kedua, pada penelitian ini,
Akhlak dalam bermasyarakat penulis membahas poin-poin akhlak yaitu : Mendidik
anak agar menjaga sopan santun dalam perkumpulan, mendidik anak untuk
meninggalkan perdebatan yang bersifat Mudharat, ketika memberi teguran berikan
teguran yang bersifat motivasi, ketika memberi nasihat ia juga harus melakukannya,
ketika bertemu dengan saudara semuslim dengan berwajah ceria dan mengucapkan
salam. Banyak pembelajaran yang dapat diambil dari kitab tersebut, terlebih
mengenai bagaimana pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan masyarakat,
sehingga seseorang memiliki akhlak yang baik atau dapat dikatakan dengan
akhlakul karimah. Kitab Riyāduşşālihῑn dapat dijadikan rujukan bagi peserta didik
atau pendidik dan umat muslim pada umumnya dalam pendidikan akhlak.
Kata kunci : Konsep; Pendidikan; Akhlak, Riyāduşşālihῑn
ABSTRACT
Apif Subarkah (11150110000077). CONCEPTS OF FINAL EDUCATION IN
THE BOOK OF RIYĀDUŞŞĀLIHῙN. Thesis Department of Islamic Education,
Faculty of Tarbiyah and Teacher Training UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
The purpose of this study was to determine the concept of moral education
in the book Riyāduşşālihῑn written by Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ.
This research is qualitative by using the library research method or writing based
on literature and study method of declaration. Documentation study is a study that
focuses on the analysis or interpretation of written material based on context, that
is using primary sources in the form of the Riyāşşşālihῑn and secondary books that
support this research, the information contained in the library and other information,
the data analysis uses content analysis (content analysis) ), is a method used to draw
conclusions through an effort to find the contents of the message content carried
out objectively and systematically in order to get a concrete and adequate
formulation so that it can be a conclusion that answers the problem formulation.
The procedure of the research is: the researcher looks for the Riyāduşşālihῑn book
written by Syāikh Abu Zakariā Muhyudd Ann An-Nawāwῑ then reads it and finds
the most important points about morals, then, and finally, the researcher examines
them to answer the problems discussed, namely regarding the concept of moral
education towards oneself and morality towards the community in the book
Riyāduşşālihῑn by Shāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ
This research attempts to answer the question. What is the concept of
moral education towards oneself and morality for the community in the
Riyāduşşālihῑn by Shāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ? Through
inductive analysis several points are generated. First, morality to oneself, in
discussing morality to myself, the writer discusses morals, namely: Educating
children not to joke when eating and saying Basmallah, eating using the right hand,
educating children so that in their conversation there is goodness, educating
children when dressing in clothes simple, educate children when sleeping and wake
up always remembering God, educating children when meeting greeting, behaving
honestly, educating children when trusted to behave. Second, in this study, the
moral in society the author discusses the moral points, namely: Educating children
to maintain courtesy in the gathering, educating children to leave debates that are
Mudharat, when giving a reprimand give a warning that is motivational, when
giving advice he must also do so, when meeting with Muslim brothers with a
cheerful face and saying hello. A lot of learning can be drawn from the book,
especially about how moral education is to oneself and the community, so that
someone has good morals or can be said with moral mercy. The Book Riyāşşālihῑn
can be used as a reference for students or educators and Muslims in general in moral
education.
Keywords: Concept; Education; Akhlak, Riyāduşşālihῑn
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, yang telah memberikan nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya,
sehngga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Konsep Pendidikan
Akhlak dalam Kitab Riyāduşşālihῑn yang ditulis oleh Syaikh Imam An – Nawawi .
Shalawat beserta salam, penulis curahkan kepada sang kekasih, yaitu Nabi
Muhammad SAW, juga kepada para sahabat, keluarga dan seluruh kaum muslimin
yang mengikuti ajaran yang dibawanya hingga hari kiamat.
Alhamdulllah, berkat rahmat-Nya dan inayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sebagai penulis, tentulah penulis menyadari hadirnya
skripsi ini tidak hanya berasal dari jerih payah sendiri, tapi karena ada bantuan dari
berbagai pihak yang senantiasa memberikan bantuan, nasihat dan bimbingannya
kepada penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, antara lain:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A, selaku rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Drs. Abdul Haris, M.Ag dan Drs. Rusdi Jamil, M.Ag.
4. Dr. Dimyati, M.A, sebagai dosen pembimbing skripsi, yang tidak bosannya
memeberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Heny Narendrany Hidayati,M.Ag. sebagai dosen Penasehat Akademik, yang
selalu memberikan bantuan berupa saran dan masukan selama masa
perkuliahan.
ii
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan yang telah membantu
penulis selama penulis menuntut ilmu di kampus UIN syaif Hidayatullah
Jakarta.
7. Kepada seluruh staff Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan
kenyamanan selama periode perkuliahan penulis berlangsung di kampus.
8. Teruntuk kedua orang tua, Bapak Samlani dan Ibu Siti Mardiah yang selalu
mendoakan, mensuport dan memberikan yang terbaik untuk penulis sebagai
anaknya.
9. Teman-teman mahasiswa PAI angkatan 2015, yang telah menjadi teman
seperjuangan sedari awal masuk sampai sekarang ini.
10. Teman-teman PAI Kelas C angkatan 2015, yang telah penulis anggap sebagai
keluarga besar di kampus ini, terutama kepada Muhammad Ziyan Naufal,
Muhtadin, Amar Habibi, Kaka panutan Aufa Billah, kapten Lutfi, junior Jhon,
Ramadhan dan lainnya.
11. Kepada keluarga besar Bani Bulogiyah saya haturkan ucapan terima kasih ,
karena adanya keluarga besar ini penulis dapat mencurahkan aspirasinya.
12. Kepada saudara Cahyo Nugroho, Romi dan Salahudddin Al-ayubi saya
haturkan banyak terima kasih karena kalian adalah tempat keluh kesah penulis
ketika penulis penat dalam perkuliahan.
13. Kepada seluruh teman-teman yang ada di Kampung Kebantenan yang
senantiasa meluangkan waktunya untuk menemani penulis untuk berlibur
disela-sela kesibukan penulis dalam perkuliahan.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penelitian yang telah penulis susun
ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat untuk banyak kalangan, terutama untuk penulis sendiri. Akhir
kata, penulis ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam menyelsaikan penelitian ini, semoga Allah SWT membalas
segala perbuatan kita semua sehingga mendapatkan kasih sayang dan ridho dari-
Nya.
Jakarta, 24 Desember 2019
Penulis,
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN
Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang ditulis dengan huruf
berbahasa Arab yang digunakan dalam penulisan dan penyusunan skripsi.
Transliterasi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin
A ا
Ś ث
ḥ ح
Kh خ
Ź ذ
Sy ش
Ṣ ص
ḍ ض
ṭ ط
Ť ظ
᾽ ع
Ģ غ
H ة
2. Vokal
Vocal Tunggul
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
A
iv
I
U
3. Mȃdd (Panjang)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
Ᾱ ا
Ῑ ي
Ṹ و
4. Tȃ’ marbȗtah
Tȃ’ marbȗtah hidup transliterasinya adalah /t/.
Tȃ’ marbȗtah mati ditransliterasinya adalah /h/.
Kalau pada satu kata yang akhirnya katanya adalah Tȃ’ marbȗtah diikuti
oleh kata yang digunakan oleh kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu
terpisah maka Tȃ’ marbȗtah itu ditransliterasikan dengan /h/. contoh:
.Wahdat al-wujứd atau Wahdatul wujứd = وحدة الوجود
5. Syaddah (Tasydḭd)
Syaddah/tasydid di transliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang diberi tanda syaddah (digandakan).
Contoh : rabbanả, al-ḫaqq, ảduwwun.
6. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sambung/hubung.
Contoh: al - zalzalah (az zalzalah)
b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya. Contoh: al - syamsu (bukan asy – syamsu),
7. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kita, maka ia tidak dilambangkan dan ia
seperti a;if, contoh: akaltu, ȗitya.
v
b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:
ta’kulȗna atau syai’un.
8. Huruf Kapital
Huruf capital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata
sandangnya. Contoh: آن ر ق ال = al-Qur’an,
ة ر و ن م ال ة ن ي د م ال = al-Madinatul Munawwarah
ي د و ع س م ال = al-Mas’ȗdi.
vi
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Lembar Pengesahan
Lembar Pengesahan
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 6
C. Identifikasi Masalah .......................................................................................... 6
D. Batasan Masalah ................................................................................................ 7
E. Tujuan penelitian ........................................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian......................................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Akhlak ........................................................................................ 8
B. Pengertian Pendidikan .................................................................................. 12
C. Ruang Lingkup Akhlak ................................................................................ 15
D. Pendidikan Akhlak Islami.............................................................................. 17
E. Penelitian Relavan ......................................................................................... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ........................................................................ 25
B. Metode Penelitian ......................................................................................... 25
C. Fokus Penelitian ........................................................................................... 26
D. Sumber Data ................................................................................................ 26
E. Teknik Analisa Data ..................................................................................... 26
F. Prosedur Penelitian............................................................................................ 27
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Biografi Biografi Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ Pengarang Kitab
Riyāduşşālihῑn)................................................................................................ 28
B. Kitab Riyadushalihin ...........................................................................................32
C. Hadist – Hadist Tentang Pendidikan Tentang Akhlak Terhadap Diri Sendiri dan
Akhlak Dalam Bermasyarakat ............................................................................ 35
vii
a. Akhlak Terhadap Diri Sendiri ....................................................................... 37
b. Akhlak Dalam Bermasyarakat ...................................................................... 55
D. Aplikasi Nilai-Nilai Akhlak .................................................................................63
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ...................................................................................................67
B. Saran ........................................................................................................... ..67
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar
dirancang untuk membantu seseorang ataupun sekelompok orang dalam
mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan
memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan
hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun metal dan
sosial. Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa
perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah
berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan
hidup pada salah satu atau beberapa pihak.1
Pendidikan merupakan sebuah proses yang melibatkan orang
dewasa dan peserta didik dalam rangka mengembangkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan dalam rangka pelestarian nilai – nilai budaya dan
norma yang berkembang dimasyarakat.2
Pendidikan dalam Islam dikenal dengan beberapa istilah, yaitu at -
tarbiyah, at-ta’lim dan at-ta’dib. Setiap istilah tersebut memiliki makna
tersendiri yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
adanya perbedaan teks dan konteks.3
Pendidikan Islam merupakan pengembangan pemikiran, penataan
sosial, prilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan
dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia, sehingga
mampu meraih tujuan hidup sekaligus mengupayakan perwujudannya.
Seluruh ide tersebut telah tergambar secara integratif ( utuh ) dalam sebuah
konsep akidah yang wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam
1 Muhaimin, dan Nur Ali, Paradigma Pendidikan Islam, ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2004 ), h. 37 2 Zurinal dan Wahdi Sayuti, ILMU PENDIDIKAN, Pengantar dan Pelaksanaan dasar –
dasar Pendidikan,( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 ), h. 3 3 Rois Mahfud, Al – Islam Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011),
h. 143
2
perasaan yang mendorongnya pada prilaku normatif, yang mengacu pada
Syari’at Islam yang murni. Prilaku itu adalah penghambaan manusia
berdasarkan pemahaman atas tujuan penciptaan manusia itu sendiri, baik
yang dilakukan secara individu ataupun kolektif.4
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang
berlangsung secara kontinu dan berksinambungan. Berdasarkan hal ini,
maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya yang berlangsung sepanjang hayat. Konsep
ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada
peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis,
mulai dari kandungan sampai akhir hayat.5
Ibn Al -Jaualah menjelaskan ( w. 597 H ) bahwa khuluq adalah etika
yang dipilih seseorang. Dinamakan Khuluq karena etika bagaikan khalaqah
(karakter) pada dirinya. Dengan demikian, khuluq adalah etika yang
menjadi pilihan dan diusahakan seseorang.6
Krisis akhlak yang meracuni masyarakat umumnya terlihat pada
sikap mereka yang mudah merampas hak orang lain, tidak menghargai dan
menghormati, main hakim sendiri, melakukan pelanggaran tanpa merasa
bersalah, mudah terpancing emosinya, dan lain sebagainya. Adapun krisis
akhlak di kalangan pelajar berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yang
sukar dikendalikan, nakal, keras kepala, sering membuat keonaran, tawuran,
mabuk-mabukan, pesta obat-obat terlarang, dan perilaku kriminal lainnya.
Krisis akhlak yang menjadi pangkal penyebab timbulnya krisis
dalam berbagai kehidupan bangsa Indonesia saat ini belum ada tanda-tanda
untuk berakhir. Keadaan seperti ini dilukiskan oleh Syekh Al-Nadvi dalam
bukunya Madza Khasira Al-Alam Bi Inhitthath Al-Maslimin (Apa yang
Diderita Dunia Akibat Kemerosatan Kaum Muslimin, 1983: 131), bagaikan
dunia yang baru saja dilanda gempa yang dahsyat. Di sana sini terdapat
bangunan yang rata dengan tanah, dinding yang roboh dan retak, tiang yang
4 M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 2003), h. 69 5 Al – Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT Ciputat
Press, 2005 ), h. 34 6 Ibn Al-Jauzi, Zad Al-Masir, (Beirut: Al – Maktab Al – Islamy, 1404) jilid VIII, h. 328
3
bergeser, korban-korban jiwa yang bergelimpangan, dan harta benda yang
musnah berserakan. Keadaan seperti inilah yang dihadapi oleh rasaulullah
SAW pada awal perjuangannya. Menghadapi fenomena tersebut, tuduhan
sering kali diarahkan kepada dunia pendidikan sebagai penyebabnya. Dunia
pendidikan benar-benar tercoreng wajahnya dan tampak tidak berdaya
untuk mengatasi krisis tersebut. Hal ini bisa dimengerti, karena pendidikan
berada pada barisan terdepan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas, dan secara moral memang harus berbuat demikian.7
Adapun pendidikan terjadi dalam bentuk situasi pergaulan, upaya
orang dewasa mendidik anak-anak dan anak didik oleh orang dewasa dan
situasi anak berinteraksi dengan alam sekitar. Secara potensial situasi
pergaulan tempat orang orang dewasa berlaku sebagai teman/sahabat anak,
ketika tidak muncul tujuan pendidikan. Situasi pergaulan merupakan
deretan pertemuan antara dua orang atau dua pihak manusia yang sederajat
atau sekurangnya salah satu pihak memperlakukan pihak lainnya secara
sederajat. Situasi pergaulan terdiri dari tiga bagian yaitu dunia bersama,
dunia orang dewasa, dan dunia anak yang belum dewasa. Bagian dunia yang
bermakna bagi anak adalah kesediaan orang dewasa menjadi teman dalam
kemitraan. Tanpa disadari sebenarnya anak dapat merasa nyaman apabila
berdekatan dengan orang dewasa yang dikenalnya. Sebaliknya bagian dunia
anak yang bermakna bagi orang dewasa adalah keinginan anak untuk bisa
mandiri juga seperti orang dewasa. Mereka keduanya dalam komunikasi
antar pribadi itu saling memasuki dunia yang lain atas dasar hubungan
percaya-mempercayai dalam pergaulan sesama manusia. Namun, situasi
pergaulan itu mengandung kemungkinan berubah menjadi situasi
pendidikan.8
Pendidikan akhlak itu mesti diutamakan, karena jika mereka dewasa
nanti dan pandai, maka mereka akan merasa sombong. Ketika mereka
menjadi pemimpin, maka mereka akan menjadi pemimpin tidak memiliki
7https://www.kompasiana.com/renidwilestari18190001/5c83d602bde5750890649af3/pera
n pendidikan-dalam-mengatasi-krisis-akhlak, diakses pada 14 November 2019 pukul 09:00 8 Waini Rasyidin, Pedagogik Teoritis dan Paktis ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014 ), h. 84
4
etika dalam memimpin masyarakat. Jika mereka jadi dokter, maka dia akan
menjadi dokter yang angkuh dan profesi-profesi lainnya. Di sekolah perlu
diperbanyak mata pelajaran yang menuntun mereka kepada kelemah
lembutan budi pekerti. Anak-anak juga diberikan tugas yang bisa mengarah
mereka kepada kesalehan sosial, bukan tugas yang justru membuat mereka
egois dan hanya ingin tampil sendiri.
Generasi kita perlu dikenalkan dengan kebudayaan kita sendiri di
Indonesia yang masih kental dengan budaya ketimuran. Budaya yang
berpegang teguh terhadap norma, sikap, dan nilai dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Budaya masyarakat timur yang lain adalah saling
menghormati antara satu sama lain, saling tolong menolong bahu membahu,
selalu ramah, dan lain-lain.
Begitu juga persoalan pendidikan moral siswa, jangan semua
diserahkan kepada guru di sekolah, tetapi orang tua juga perlu mengajarkan
akhlak yang baik kepada mereka sejak dari rumah. Jika tidak mampu, orang
tua juga bisa membawa anaknya ke tempat-tempat pengajian.9
Isi kandungan kitab Riyāduşşālihῑn yang memuat bimbingan yang
dapat menata dan menumbuhkan jiwa serta melahirkan satu kekuatan yang
besar untuk berhias dengan ibadah yang menjadi tujuan diciptakannya jiwa
tersebut dan mengantarnya kepada kebahagiaan dan kebaikan, karena kitab
ini umum meliputi Targhib dan Tarhib dan kebutuhan seorang muslim
dalam perkara agama, dunia dan akhiratnya.10
Kitab Riyāduşşālihῑn adalah kitab tarbiyah (pembinaan) yang baik
yang menyentuh aneka ragam aspek kehidupan individual (pribadi) dan
sosial kemasyarakatan dengan uslub (cara pemaparan) yang mudah lagi
jelas yang dapat dipahami oleh orang khusus dan awam.11
Pembahasan isi dari kitab Riyāduşşālihῑn ini diawali dengan ‘kitab
Ikhlas’. Imam Nawawi membuka dengan manis kitab Riyāduşşālihῑn itu
dengan menyertakan ayat-ayat Qur’an yang mendukung pembahasan kitab
9 https://www.acehtrend.com/2019/02/16/pendidikan-akhlak-sebagai-solusi-persoalan-
pendidikan-di-indonesia, diakses pada 14 November 2019 pukul 13:30 10 Berdasarkan diskusi oleh Ustad Agil pada 29 Oktober pukul 20:00 11 http://muslim.or.id/hadits/sekilas-tentang-kitab-riyadhus-shalihin.html, Diakses
Tanggal. 14 November 2019 pukul 10:00
5
ikhlas tersebut. Hampir seluruh isi kitab ini mengandung ruh akan dorongan
menghambakan diri kepada Allah serta ‘memupuk’ amal shalih. Mayoritas
isi pada kitab-kitab awal adalah mengenai masalah hati dan kebersihan jiwa.
Seperti masalah ikhlas niat, taubat, sabar, shiddiq, murraqabah, yaqin,
tawakal, istiqamah, mujahadah, hemat, rajin, zuhud, qana’ah, dermawan,
tolong-menolong, nasehat, amar ma’ruf-nahi mungkar, amanat, dan
menghindari kezaliman.12
Bila menelaah lebih dalam mengenai kandungan kitab
Riyāduşşālihῑn, maka kitab tersebut merupakan sebuah kitab yang syarat
dengan pembinaan akhlak manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk
kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Merujuk pada kitab-kitab klasik mengenai pendidikan akhlak,
mempunyai banyak corak yang bervarian, sebagai bentuk upaya penanaman
akhlak pada peserta didik dengan metode yang beragam. Karena bagi
ulama-ulama terdahulu maupun sekarang, kajian mengenai pendidkan
akhlak sangatlah penting. Hidup dizaman apapun, peran akhlak sangatlah
besar untuk menjadikan hidup seseorang terhindar dari hal-hal menyimpang
yang tidak di benarkan dalam agama maupun norma-norma yang berlaku di
masyarakat.
Dari latar belakang yang penulis uraikan diatas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian yang ditulis dalam bentuk skripsi
dengan tema : “Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Riyāduşşālihῑn
Karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ ”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalahnya
adalah :
1. Minimnya pendidikan akhlak yang ditanamkan oleh guru
2. Masih ada beberapa siswa belum mengetahui tentang akhklak
12 http://virouz.wordpress.com/2010/05/15/bedah-kitab-riyadhus-shalihin/, Diakses
Tanggal. 14 November 2019 pukul 10:00
6
3. Kurangnya pengetahuan mengenai kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh
Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ
4. Belum banyak masyarakat mengetahui pendidikan akhlak yang terdapat
dalam kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-
Nawāwῑ
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan, peneliti membatasi
masalah guna mempermudah penelitian. Pembatasan masalah dimaksudkan
agar penelitian menjadi lebih jelas dan terarah. Dalam penelitian ini
permasalahan dibatasi pada: Pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan
akhlak dalam bermasyarakat yang terdapat dalam Kitab Riyāduşşālihῑn
karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ
D. Rumusan Masalah
Berawal dari latar belakang masalah di atas maka penulis dapat
mengemukakan masalah sebagai berikut: Bagaimana konsep pendidikan
akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak dalam bermasyarakat menurut
Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ dalam kitab Riyāduşşālihῑn
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis dalam
penelitian ini adalah untuk menjelaskan konsep pendidikan akhlak terhadap diri
sendiri dan akhlak dalam bermasyarakat menurut Syāikh Abu Zakariā
Muhyuddῑn An-Nawāwῑ dalam kitab Riyāduşşālihῑn
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan ini, diharapkan dapat memberikan
masukan dan manfaat sebagai berikut:
1. Menambah pengetahuan mengenai konsep pendidikan akhlak terhadap
diri sendiri dan akhlak dalam bermasyarakat yang terkandung pada kitab
Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ
2. Dapat dijadikan landasan dalam menerapkan konsep pendidikan akhlak
di kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada kitab Riyāduşşālihῑn
karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ
7
3. Menjadi peluang rujukan bagi para praktisi pendidikan dalam
penanaman pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak
bermasyarakat yang terkandung pada kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh
Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Akhlak
Secara bahasa, pengertian Akhlak diambil dari bahasa arab yang
berarti perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar khuluqun ), kejadian,
buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar kholaqun ). Adapun pengertian
akhlak secara terminologis, para ulama telah banyak mendefinisikan,
diantaranya Ibn Miskawaih dalam bukunya Tahzib al-Akhlaq, beliau
mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pemikiran dan
pertimbangan. Selanjutnya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya
‘Ulumuddin menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku
dalam jiwa yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.13
Akhlak berasal dari bahasa Arab, khilqun yang berarti kejadian,
perangai, tabiat atau karakter. Sedangkan dalam pengertian istilah, akhlak
adalah sifat melekat pada diri seseorang dan menjadi identitasnya. Selain
itu, akhlak dapat pula diartikan sebagai sifat yang telah dibiasakan,
ditabiatkan, didarah dagingkan, sehingga menjadi kebiasaan dan mudah
dilaksanakan, dapat dilihat indikatornya, dan dapat dirasakan manfaatnya.
Akhlak terkait dengan memberikan penilaian terhadap sesuatu perbuatan
dan menyatakan baik dan buruk. Hal ini berbeda dengan penilaian dalam
ilmu dan hukum yang terkait dengan benar dan salah; dan berbeda pula
dengan penilaian estetika atau seni yang terkait dengan indah atau tidak
indah. Perpaduan antara penilaian akhlak atau agama (baik dan buruk ),
penilain ilmu atau hukum (benar atau salah ), serta penilaian seni ( indah
tidak indah) itulah yang selanjutnya disebut dengan fitrah yang setiap
manusia diberikannya.14
13 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim), ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011 ), h. 151 14 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, ( Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2012), h. 208
9
Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut
فا لخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها نصدر الافعال بسهولة ويسر من غير
حاجة الى فكر وروية
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak
memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.15
Menurut Imam al-Jurjani:
“Akhlak adalah bangunan jiwa yang bersumber darinya perilaku
spontan tanpa didahului pemikiran, berupa perilaku baik (akhlak yang
baik) ataupun perilaku buruk (akhlak yang buruk)”.
Imam al-Jurjani cenderung mengartikan akhlak sebagai kekokohan
jiwa yang ada di dalam diri manusia, yang mendorong manusia berbuat baik
atau buruk.16
Sedangkan akhlak menurut Ahmad Amin sebagai berikut:
“Akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia
kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat”.17
Sedangkan Abuddin Nata merujuk kepada pengertian akhlak oleh
imam Ibn Miskawaih, akhlak adalah “perbuatan yang dilakukan dengan
mendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah
daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak
lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran.”18
Syaikh Makarim Asy – Syirazi berkata :
15 Al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’
‘Ulumuddin, (Kairo:Dar al-Hadis, t.th), h. 70. 16 Lanny Octavia, dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta:
Renebook, 2014), h. 11.
11 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 3. 18 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 5.
10
لأخلأق مجموعات الكلمات المعنوية والسجايا الباطنية للإنسانا
Artinya :
“ Akhlak adala sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini
manusia”19
Al -Faidh Al -Kasyani berkata :
لخلق هو عبارة عن هيئة قائمة في النفس تصدر منها الأفعال بسهولة من دون ا
الحاجة الي تدبر وتفكر
Artinya:
“ Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang manndiri
dalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan – perbuatan dengan mudah
tanpa didahului perenungan dan pemikiran” .20
Perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam
kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua,
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa
pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan suatu perbuatan
yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, mabuk,
atau gila. Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam
diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan luar.
Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main, berpuran-pura atau karena
bersandiwara.21
Akhlak memiliki wilayah garapan yang berhubungan dengan
perilaku manusia dari sisi baik dan buruk sebagaimana halnya etika dan
moral. Akhlak merupakan seperangkat nilai keagamaan yang berus
19 Rosihin Anwar, Akhlak Tasawuf, ( Pustaka Setia: Bandung , 2008 ), h. 14 20 Ibid , h. 15 21 Muhammad Alim,Op.Cit, h. 151- 152
11
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan keharusan, siap
pakai, dan bersumber dari wahyu ilahi.22
Akhlak memiliki cakupan makna yang lebih luas dari etika dan
moral. Karena bersumber dari ajaran wahyu dan sabda Nabi Saw. dan
bersifat universal. Sedangkan etika dan moral lahir dari pemikiran manusia,
oleh karenanya bersifat statis, temporal dan dinamis. Menurut Quraish
Shihab, akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika,
akhlak lebih luas lagi, serta mencakup pula beberapa hal yang tidak
merupakan sifat lahiriah.23
Akhlak dalam sunnah sebagaimana di jelaskan oleh Jalaluddin
Rakhmat, bahwasannya dalam misi kenabian, nabi Muhammad Saw. pernah
ditanya mengenai apa agama itu? Lalu nabi Muhammad Saw. menjawab,
kalau agama itu adalah akhlak yang baik. Karena akhlak itu yang akan
membawa ia kepada jalan keselamatan. Selain itu akhlak juga sebagai
ukuran keimanan, akhlak yang baik meningkatkan derajat, dan akhlak yang
buruk menghapuskan amal.24
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
akhlak adalah kehendak dan tindakan yang sudah menyatu dengan pribadi
seseorang dalam kehidupannya sehingga sulit untuk dipisahkan.
Karenakehendak dan tindakan itu sudah menjadi bagian yang tak
terpisahkan, maka seseorang dapat mewujudkan kehendak dan tindakannya
itu denganmudah, tidak banyak memerlukan banyak pertimbangan dan
pemikiran.Oleh sebab itu tidak salah apabila akhlak sering diterjemahkan
dengankepribadian lantaran kehendak dan tindakannya itu sudah menjadi
bagiandari pribadinya Akhlak mengandung empat unsur yaitu
(1) adanya tindakan baik dan buruk, (2) adanya kemampuan melaksanakan,
(3) adanya pengetahuan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk, dan
(4) adanya kecenderungan jiwa terhadap salah satu perbuatan yang baik atau
yang buruk.25
22 Rois Mahfud, Op.Cit., h. 96-97. 23 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2007), Cet. ke-1, h. 347. 24 Jalaluddin Rakhmat, Dahulukan Akhlak di atas Fiqih, (Bandung: Mizan Pustaka,2007),
Cet. ke-1, h. 147-151. 25 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf…, h. 32 - 33
12
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri,
dimana mnusia melihat atau merasakan diri sendiri berhadapan dengan baik
dan buruk. Disitulah yang membedakan halal dan haram, hak dan bathil,
boleh atau tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal
yang khusus manusiawi.
Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut
atau tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri,
hanya manusia lah sebagai subjek yang menginsafi bahwa dia berhadapan
pada perbuatan itu, sebelum, selama, dan sesudah pekerjaan itu dilakukan.
Sebagai subjek yang mengalami perbuatannya, dia bisa dimintai
pertanggung jawaban atas perbuatan itu.26
B. Pengertian Pendidikan
Manusia yang beradab setidak- tidaknya memiliki common sense
tentang pendidikan bahwa pendidikan memliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan
manusia dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya.27
Pendidikan memiliki kekuatan (pengaruh) yang dinamis dalam
kehidupan manusia di masa depan. Pendidikan dapat mengembangkan
berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu pengembangan
potensi individu yang setinggi- tingginya dalam aspek fisik, intelektual,
emosional, sosial dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta
karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosiobudaya di mana dia
hidup. Pendidikan merupakan suatu fenomena manusia yang sangat
kompleks. Karena sifatnya kompleks itu maka pendidikan dapat dilihat dan
dijelaskan dari berbagai sudut pandang.28
Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan
sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-
potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan niillai-nilai
yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan
26 Khozin, Khazanah ( Pendidikan Agama Islam), ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), h. 129 27 Agus Taufik, dkk, Pendidikan Anak di SD, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2009), h. 1.2 28 Ibid., h. 1.2
13
untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskan
kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan
kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. Karenanya
bagaimanapun peradaban suatu masyarakat, didalamnya berlangsung dan
terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan
hidupnya. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai
suatu hasil peradaban bangsa itu sendiri ( nilai norma dan masyarakat) yang
berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita pernyataan
tujuan pendidikannya. Sekaligus juga menunjukkan suatu bagaimana warga
negara bangsanya berfikir dan berprilaku secara turun-temurun hingga
kepada generasi berikutnya yang dalam perrkembangannya akan sampai
pada tingkat peradaban yang maju atau meningkatnya nilai-nilai kehidupan
dan pembinaan kehidupan yang lebih sempurna.29
Secara bahasa, definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap
dan tata seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dengan pelatihan.30
Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, dan meliputi
berbagai komponen yang berkaitan dengan erat satu sama lain. Pendidikan
adalah gejala semesta (fenomena universal) dan berlangsung sepanjang
hayat manusia, dimanapun manusia berada. Pendidikan sebagai usaha sadar
bagi pengembangan manusia dan masyarakat, berusaha kearah yang lebih
sistematik, maka pasti mendasarkan pada landasan pemikiran tertentu.31
Berbagai komponen dalam sistem pendidikan baik secara mikro
maupun dalam kajian mikro perlu dikenali secara mendalam sehingga
komponen- komponen tersebut dapat difungsikan dan dikembangkan guna
mengoptimalkan garapan pendidikan tersebut ke arah tujuan pendidikan
yang ditetapkan.32
Pengertian pendidikan menurut para ahli:
a. Menurut John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950;
89-90) pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalam yang
29 Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), cet 1, h. 2 30 Sumitro, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: FIP – UNY, 1985), h. 15 31 Dinn Wahyudin, Pengantar Pendidikan, (Jakarta; Universitas Terbuka, 2008), h. 51 32 Ibid, h. 3.13
14
menambah makna dan menambah kemampuan untuk mengarahkan
pengalaman selanjutnya.
b. Menurut John S. Brubacher dalam bukunya Modern Philosophies
adalah proses dalam makna potensi- potensi, kemampuan, kapasitas
manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, disempurnakan
dengan sedemikian rupa dan digunakan oleh manusia untuk menolong
orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan- tujuan yang
ditetapkan.
c. Menurut Carter V. Good dalam Dictionary of Education (1945:145)
pendidikan adalah keseluruhan dimana proses seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk- bentuk tingkah laku
lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat dimana dia hidup.
d. Menurut Ki Hajar Dewantara (1977: 20) yang dinamakan pendidikan
yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak- anak. Adapun maksud
pendidikan yaitu menuntut segala kepuasan kodrat yang ada pada anak-
anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi- tigginya.
e. Menurut Driyarkarya (1980: 78), intisara atau eidos dan pendidikan
ialah pe-manusia-an manusia-muda. Pengangkatan manusia muda ke
taraf insani, itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik,
yang jumlah dan macamnya tak terhitung.33
Demikian arti pendidikan yang dikemukakan oleh sejumlah ahli,
yang tercantum dalam ajaran pendidikan dengan pengertian ilmiah kita
dapat mennganilis, membandingkan, mengabstraksikan sifat- sifat dan
akhirnya menggabungkan sifat- sifat itu sampai pada suatu perumusan
unsur- unsur yang secara esensial yang tercakup di dalamnya adalah sebagai
berikut :
1. Dalam pendidikan terkandung pembinaan, pengembangan, atau
potensi- potensi yang perlu dikembangkan.
2. Dalam pendidikan secara implisit terjalin hubungan antara dua
pihak, yaitu pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam
hubungan itu berlainan kedudukan dan peranan setiap pihak. Akan
tetapi sama dalam hal dayanya yaitu saling mempengaruhi, guna
terlaksananya proses pendidikan.
3. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan perwujudan
pembentukan secara utuh dalam arti mengemban segenap potensi
33 Sumitro,Op.Cit., h. 17
15
dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai
individu, sebagai makhluk sosial, dan sebagai makhluk Tuhan.34
C. Ruang Lingkup Akhlak
Akhlak dalam Islam juga mempunyai ruang lingkup diantara nya yaitu :
1. Akhlak Terhadap Allah Swt
Lingkup akhlak terhadap Allah Swt antara lain :
a. Beribadah kepada Allah SWT. Hubungan manusia dengan Allah
SWT diwujudkan dalam bentuk ritualitas peribadatan seperti shalat,
puasa, zakat, dan haji. Beribadah kepada Allah SWT harus
dilakukan dengan niat semata – mata karena Allah SWT, tidak
menduakan-Nya baik dalam hati, melalui perkataan dan perbuatan.
b. Mencintai Allah SWT diatas segalanya. Mencintai Allah SWT
melebihi cintanya kepada apa dan siapa pun dengan jalan
melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua laranganNya,
mengharapkan ridha-Nya, mensyukuri nikmat dan karunia-Nya,
menerima dengan ikhlas semua qadha dan qadarNya setelah
berikhtiar.
c. Berzikir kepada Allah SWT. Mengingat Allah SWT dalam berbagai
situasi ( lapang, sempit, senang, susah ) merupakan salah satu wujud
akhlak manusia kepada- Nya.
d. Berdoa, tawaddu’ dan tawakkal. Berdoa atau memohon kepada
Allah SWT sesuai dengan hajat yang harus dilakukan dengan cara
yang sebaik mungkin, penuh keikhlasan, penuh keyakinan bahwa
doanya akan dikabulkan oleh Allah SWT. 35
2. Akhlak Terhadap Makhluk
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al – Qur’an berkaitan
dengan perlakuan terhadap manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan
hanya dalam bentuk larangan melakukan hal – hal negative seperti
membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang
34 Ibid, h. 18 35 Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perpespektif Islam, ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, cet ke 2, 2012), h. 99 - 100
16
benar. Melainkan juga kepada menyakiti hati dengan menceritakan aib
seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah.36
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, manusia
perlu berinteraksi dengan sesamanya dengan akhlak yang baik. Diantara
akhlak terhadap sesama itu ialah:
a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW. Mencintai Rasulullah SAW
secara tulus dengan mengikuti semua sunahnya. Menjadikannya
sebagai panutan,suri tauladan dalam hidup dan kehidupan dan
menjalani apa yang disuruh dan meninggalkan segala apa yang
dilarang
b. Akhlak terhadap orang tua. Mencintai mereka melebihi cintanya
kepada kerabat lainya. Menyayangi mereka dengan kasih saying
yang tulus. Berbicara secara ramah, dengan kata – kata yang lemah
lembut. Menndoakan mereka untuk keselamatan dan ampunan
kendatipun mereka telah meninggal dunia
c. Akhlak terhadap diri sendiri. Memelihara kesucian diri, menutup
aurat, adil, jujur dalam perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar,
pemaaf, rendah hati, dan menjauhi sifat dengki dan dendam.
d. Akhlak terhadap keluarga, karib, dan kerabat. Saling membina rasa
cinta kasih dan saying, mencintai dan membenci karena Allah SWT
e. Akhlak terhadap tetangga. Saling mengunjungi, membantu saat
senang maupun susah, dan saling menghormati
f. Akhlak terhadap masyarakat. Memuliakan tamu, menghormati nilai
dan norma yang berlaku, menaati keputusan/ peraturan yang
diambiil, bermusyawarah dalam segala hal.
g. Akhlak terhadap lingkungan hidup.memelihara kelestarian
lingkungan, memanfaatkan dan menjaga alam terutama hewani,
nabati, fauna dan flora, yang kesemuanya diciptakan oleh ALLAH
SWT untuk kepentingan manusia dan makhluk – makhluk lainnya.37
36 Muhammad Alim, Op.Cit, h. 155 37 Rois Mahfud, Op.cit, h. 100-101
17
3. Akhlak Terhadap Alam
Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam hanya dapat
diwujudkan jika manusia secara sadar mengetahui, memahami, dan
melaksanakan misinya sebagai khalifah-Nya yang bertugas untuk
memakmurkan bumi dan segala isinya, menjalin relasi yang baik dengan
sesame manusia dan dengan-Nya ( vertical dan horizontal).38
Pada dasarnya yang diajarkan Al-qu’an terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Ke khalifahan menuntut
adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya.39
Menurut Mahmud Yunus tujuan pendidikan akhlak adalah
membentuk putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita
tinggi, berkemauan keras, beradab, sopan santun, baik tingkah lakunya,
manis tutur bahasanya, jujur dalam segala perbuatan, suci murni hatinya.40
Menurut Barwamie Umarie tujuan pendidikan akhlak adalah supaya
dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari
yang buruk, jelek, hina, tercela, sedangkan menurut Anwar Masy’ari akhlak
bertujuan untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan
yang jahat, agar manusia memegang teguh perangai-perangai yang jelek,
sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat, tidak saling
membenci dengan yang lain, tidak ada curiga –mencurigai, tidak ada
persengketaan antara hamba Allah SWT.41
D. Pendidikan Akhlak Islami
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
pada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut
term yang popular digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-
tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan.
38 Ibid, h. 102 39 Muhammad Alim, Op.cit., h. 158 40 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendiidkan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung,
1990), h. 22 41 Anwar Masy’ari, Akhlak al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), h. 23.
18
Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan
pendidikan Islam.42
Apabila at -Tarbiyah, diidentikan dengan kata ar-rabb, Fahrur Rozi
berpendapat bahwa ar-rabb merupakan fonem yang seakan dengan at-
tarbiyah yang berarti at-tanmiyah, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Ibn Abdillah Muhammad bin Ahmad Al -Anshari Al-Qurtubi mengartikan
ar-rabb pemilik, yang maha memperbaiki, yang maha mengatur, yang maha
menambah, yang maha menunaikan.43
Pendidikan Islam merupakan yang secara khas memiliki ciri Islami,
berbeda dengan konsep pendidikan lain yang kajiannya lebih memfokuskan
pada pemberdayaan umat berdasarkan Alqur’an dan hadist. Artinya, kajian
pendidikan Islam bukan sekedar menyangkut aspek normatif ajaran Islam,
tetapi juga terapannya dalam materi, instuisi, budaya, nilai dan dampaknya
terhadap pemberdayaan umat. Oleh karena itu, pemahaman tentang materi,
institusi, kultur, dan sistem pendidikan merupakan satui kesatuan holistik,
bukan persial, dalam mengembangkan sumber daya manusia yang beriman,
berislam dan berihsan. 44
Muhammad SA. Ibrahimi (Bangladesh) menyatakan bahwa
pendidikan Islam adalah “ Islamic education in true sense of the lern, is a
system of education which enable a man to lead his life according to the
islamic ideology, so that he may easily mould his life in accordance with
tenets of Islam”. ( Pendidikan dalam pandangan yang sebenarnya adalah
suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan Ideologi Islam, sehingga dengan
mudah ia dapat mmembentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam ). Dalam
pengertian ini dinyatakan bahwa pendidikan Islam merupakan suatu sistem,
yang didalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan.
Mislanya, kesatuan sistem akidah,syariah, dan akhlak, yang meliputi
kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang mana keberartian satu komponen
sangat tergantung dengan keberartian komponen lain. Pendidikan Islam
42 Al -Rasyidin dan Samsul Nizar, Op.cit., h. 25 43 Tatang, Ilmu Pendidikan, ( Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 15 44 Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2013 ), h. 25-26
19
juga dilandaskan atas ideologi Islam, sehingga proses pendidikan Islam
tidak bertentangan dengan norma dan nilai dasar ajaran Islam.45
Menurut Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani Pendidikan Islam
yakni: “ Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi,
masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu
aktivitas dan sebagai profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Pengertian ini
lebih menekankan pada perubahan tingkah laku, dari yang buruk menuju ke
yang baik, dari minimal menuju yang maksimal, dari yang potensial
mennuju menjadi aktual, dari yang pasif menuju yang aktif. Cara mengubah
tingkah laku itu melalui proses pengajaran, perubahan tingkah laku ini tidak
saja berhenti pada level individu (etika personal) yang menghasilkan
kesalehan individual, tapi juga mencakup level masyarakat (etika sosial),
sehingga menghasilkan kesalehan sosial.46
Muhammad Fadhil al-Jamil berpendapat bahwa: “Upaya
mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lenih maju
dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia,
sehingga terbentuk pribadi yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun
perbuatan. Pengertian ini memiliki tiga unsur pokok dalam pendidikan
Islam : (1) akivitas pendidikan adalah mengembangkan, mendorong, dan
mengajak peserta didik untuk lebih maju dari kehidupan sebelumnya.
Peserta didik yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman apa-apa
dibekali dan dipersiapkan dengan seperangkat pengetahuan, agar ia mampu
merespons dengan baik (2) upaya dalam pendidikan didasarkan atas nilai-
nilai akhlak yang luhur dan mulia. Peningkatan pengetahuan dan
pengalaman harus dibarengi dengan peningkatan kualitas akhlak (3) upaya
pendidikan melibatkan seluruh potensi manusia, baik potensi kognitif
(akal), afektif (perasaan/sikap), dan psikomotorik (perbuatan).47
45 Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, ( Jakarta: Bumi Aksara,
1991), h. 3-4 46 Omar Muhammad al-Toumi, Falsafah Pendidikan Islam,Terj Hasan Langgulung
(Jakarta:Bulan Bintang,1979), h. 399 47 Muhammad Fadhil al-Jamali, Falsafah Pendidikan dalam Al-Qur’an,( Surabaya:: Bina
Ilmu, 1986), h. 6
20
Sementara itu, menurut seorang pakar pendidikan Islam
kontemporer Said Ismail Aly, mendefinisikan pendidikan Islam yakni: “
Pendidikan Islam adalah suatu sistem yang lengkap dengan sistematika
yang epistemik yang terdiri atas teori, praktik, metode, nilai, dan
pengorganisasian yang saling berhubungan melalui kerja sama yang
harmonis dalam konsepsi tenntang Allah, alam semesta, manusia, dan
masyarakat. Sementara itu tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan
pengabdian kepada Allah dengan (cara) menumbuh kembangkan manusia
dengan sifatnya sebagai makhluk individu dan sosial dari berbagai sisi
yang beraneka ragam sesuai dengan tujuan universal syariat guna kebaikan
manusia didunia dan akhirat.48
Harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali
mustahil suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan dengan
apresiasi ( cita – cita ) untuk maju, sejahtera dan bahagia mrnurut konsep
pandangan hidup mereka.49
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang
berlangsung secara kontinu dan berksinambungan. Berdasarkan hal ini,
maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya yang berlangsung sepanjang hayat. Konsep
ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada
peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis,
mulai dari kandungan sampai akhir hayat.50
Jika Akhlak dikaitkan dengan Islam, maka akan berbentuk Akhlak
Islami. Secara sederhana, Akhlak Islami diartikan sebagai akhlak yang
berdasarkan ajaran agama Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata
Islam yang berada dibelakang kata akhlak dalam menempati posisi sifat.
Dengan demikian, akhlak islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah, disengaja, mendarah daging, dan sumbernya berdasarkan pada
48 Ibid, h. 28 49 Fuad Ihsan, Op.Cit, h. 1 50 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Op. Cit, h. 34
21
ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak islami
juga universal.51
Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendididkan Islam, dan
Islam telah menyimppulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak
adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai sesuatu akhlak yang sempurna
adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tapi ini tidak berarti bahwa kita
tidak mementingkan pendidikan jasmani atau akal atau ilmu ataupun segi -
segi praktis lainnya tetapi artinya ialah bahwa kita memperhatikan segi-segi
pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya itu. Anak-anak
membutuhkan kekuatan dalam jasmani, akal, ilmu dan anak-anak
membutuhkan pula pendidikan budi pekerti ( akhlak), perasaan, kemauan,
cita rasa, dan kepribadian.52
Para ahli pendidikan islam telah sepakat bahwa maksud dari
pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan
dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya
ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan jiwa fadhilah (
keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi,
mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas
dan jujur. Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan islam adalah
mendidik budi pekerti ( akhlak ) dan pendidikan jiwa. Semua mata pelajaran
haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak, setiap guru haruslah
memperhatikan pendidikan akhlak, setiap guru didik haruslah memikirkan
akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya, karena akhlak keagamaan
adalah akhlak tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari
pendidikan islam. Al –Ghazali berpendapat: Tujuan dari pendidikan ialah
“Mendekatkan diri kepada Allah, bukan pangkat dan bermegah-megah dan
janganlah hendaknya seseorang pelajar itu belajar untuk mencari
panngkat, harta, menipu orang-orang bodoh atau bermegah-megahan
51 Khozin, Khazanah Op.cit., h. 130 52 Athiyah al-Abrasyi, Dasar – dasar Pokok Pendidikan Islam Tarjamahan At- tarbiyatul
al-Islamiy, ( Jakarta: Repalita,1969 ), h. 15
22
dengan kawan-kawan, jadi pendidikan Islam itu tidak keluar dari
pendidikan akhlak.” 53
Secara normatif tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia
secara pribadi dan secara kelompok sehinggga dunia ini sesuai dengan
konsep yang ditetapkan Allah. Tugas ini merupakan tugas manusia sebagai
khalifah yang tidak dinilai berhasil apabila materi penugasan tidak
dilaksanakan atau apabila kaitan antara penerimaan tugas dengan
lingkungannya tidak diperrhatikan. Atas dasar itu, maka sistem dan tujuan
pendidikan tidak dapat ditransfer dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
Ini harus timbul dari dalam masyarakat itu sendiri. Tujuan yang ingin
dicapai adalah membina manusia agar mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba dan wakil Allah. Adapun manusia yang dibina adalah
makhluk yang memiliki unsur – unsur material ( tafsiran ) dan immmateerial
(akal dan jiwa). Pembinaan akal menghasilkan ilmu dan pembinaan
jasmaniyyah menghasilkan keterampilan. Dengan mengggabungkan unsur-
unsur tersebut, terciptalah maakhluk dwidimensi dalam satu keseimbangan,
dunia dan akhirat, ilmu dan iman. Itu sebabnya dalam pendidikan Islam
dikenal sebagai adab ad-din dan adab ad-dunya.54
Tujuan pokok dari pendidikan Islam ialah agar agar manusia hidup
dalam kesucian, penuh dengan keikhlasan, ataub dengan satu kata dapat kita
simpulkan hidup dengan “fadhilah” . Suatu kesimpulan ialah bahwa ahli –
ahli pendidik Islam sependapat tentang pemanfaatan faktor yang efektif
dalam pendidikan akhlak, memanfaatkan pembawaan yang ada pada anak-
anak dalam pembentukkan adat –kebiasaan yang baik, baik dari segi moral
perasaan, mental dan kesehataan, memanfaatkan cara pendidikan akhlak
secara langsung dan secara tidak langsung. Suatu yang patut dicatat ialah
bahwa ulama dan ahli-ahli pendidikan Islam lebih cenderung menggunakan
cara pendidikan langsung seperti nasihat-nasihat, petunjuk-petunjuk,
penghafalan sajak-sajak, lebih sering dari cara lainnya. Tidak seorangpun
dapat membantah betapa manfaatnya menggunakan pembawaan, inspirasi,
53 Ibid, h. 15 54 Sri Minarti Op,Cit., h. 39
23
pimpinan yang baik, saling bercerita, persaingan yang sportif dan
pembentkkan adat kebiasaan yang baik sejak diwaktu kecil. Dalam hal ini
ternyata mereka telah banyak berhasil, khususnya dalam
pembentukkan/pendidikan akhlak yang tinggi.55
E. PENELITIAN RELAVAN
Dalam suatu penelitian, diperlukan penelitian yang relavan yang
dapat mendukung serta memperkuat akan pentingnya penelitian ini
dilakukan. Penulis telah menelaah beberapa kajian hasil penelitian sebagai
berikut :
1. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT AL-GHAZALI
DALAM KITAB AYYUHAL-WALAD ” oleh Moh Nawawi mahasiswa
jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kali Jaga Jogjakarta,
dalam skripsi ini membahas tentang Biografi Imam Al – Ghazali dan
Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ayyuhal-Walad.
2. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT KH HASYIM
ASY’ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA AL-MUTTA’ALIM ”
oleh Muhammad Ichsan Nawawi Sahal mahasiswa jurusan Pendidikan
Agama Islam IAIN Raden Intan Lamping, dalam skripsi ini membahas
biografi dan riwayat hidup KH Hasyim Asy’ari serta deskripsi tentang
pemikiran beliau mengenai Konsep AKhlak dalam Kitab Adab Al -Alim
wa Muta’alim.
3. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AYYUHA
AL-WALAD KARYA IMAM AL-GHAZALI ” oleh Putik Nur Rohmawati
mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN SALATIGA, dalam
skripsi ini membahas tentang Biografi Imam Al-Ghazali, pemikiran
beliau tentang pendidikan akhlak, serta konsep Pendidikan Akhlak
menurutnya dalam kitab Ayyuhal – walad.
4. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB
WASHOYA AL-ABA’LIL ABNAA’ KARYA MUHAMMAD SYAKIR AL –
55 Athiyah al-Abrasy, Op.Cit., h. 111
24
ISKANDARI ” oleh Muhammad Sulkhan mahasiswa Jurusan
Pendidikan Agama Ilam IAIN SALATIGA, dalam skriipsi ini
membahas tentang Biografi Muhammad Syakir Al-Iskandari, serta
konsep Pendidikan Akhlak dan Ruang Lingkupnya dalam kitab
Washoya Al – Aba’lil Abnaa’
5. Skripsi “ KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ADAB
AD-DUNYA WA AD-DIN KARANGAN IMAM HASAN ALI BIN
MUHAMMAD BIN HABIB AL-BASHARI AL-MAWARDI ” oleh Ahmad
Kharirunni’am Bin Nurhamim mashasiswa jurusan Pendidikan Agama
Islam UIN Maulana Malik Ibrahim, dalam skripsi ini membahas tentang
konsep Akhlak, biografi Syaik Abu Hasan Al-Mawardi dan hasil
penelitian dalam Kitab Adam Ad-dunya Wa ad-din tentang Konsep
Akhlak
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian yang berjudul “ Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab
Riyāduşālihin” ini dilaksanakan di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terutama pada perpustakaan utamanya dan tempat lainnya yang mendukung
seperti rumah, kosan dan kafe-kafe kopi sederhana, rincian waktu
pengerjaannya sebagai berikut: bulan Sepetmber setelah mendapatkan
dosen pembimbing, penulis sudah memulai untuk mengumpulkan data dari
sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari buku-buku yang ada
diperpustakaan tarbiyah maupun perpustakaan utama kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, internet, serta sumber lainnya yang mendukung
penelitian. Penelahan skripsi ini terus berlangsung dengan arahan dosen
pembimbing hingga selesai.
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.56
Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode deskriprif analisis
yang menggunakan tehnik analisis kajian melalui studi kepustakaan
(Library Research).
Karena penelitian ini merupakan library research, maka sumber
data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan.57 Sumber data yang dimaksud bisa berupa
bahan-bahan pustaka seperti buku, dokumen, arsip, majalah, koran, jurnal
ilmiah, dan sebagainya
56 Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. 8, h. 36. 57 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008),Cet ke-2, h. 1-2.
26
C. Fokus Penelitian
Menurut Margono, pembatasan penelitian dalam penelitian
kualitatif yaitu berdasarkan fokus. Fokus berarti penentuan keluasan (scope)
dari permasalahan dan batas penelitian.58
Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan
apa yang ada dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam
penulisan ini, yaitu mengenai Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab
Riyāduşşālihin. Jadi, dalam penelitian ini penulis bermaksud mengkaji
tentang Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab Riyāduşşālihin
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan
sumber data sekunder. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini
ialah al-Qur’an al-Karim dan Kitab Riyāduşşālihin. Sedangkan sumber data
sekunder atau sumber data pendukungnya ialah buku-buku yang berkaitan
dengan masalah penelitian, jurnal-jurnal terkait, serta buku-buku tentang
pendidikan akhlak
E. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan
transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi yang lain yang
telah terkumpul untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai materi-
materi tersebut dan untuk memungkinkan peneliti menyajikan apa yang
sudah ditemukannya kepada orang lain.59
Dalam mengolah data diperlukan ketelitian dan kecermatan
tersendiri. Juga dala dalam setiap pemrosesan data pasti terdapat prosedur
reduksi yaitu penyederhanaan data. Setelah itu dapat di tafsirkan dan
selanjutnya di tarik kesimpulan.60
58 Margono, Op.Cit., h. 40. 59 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2011), Cet. ke-2, h. 85. 60 Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Edisi 1, (Yogyakarta: Andi Offset,
2014), hlm. 80.
27
Terhadap data kualitatif dalam hal ini dilakukan terhadap data yang
berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan
dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran
atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran baru ataupun menguatkan
suatu gambaran yang sudah ada atau sebaliknya.61
Adapun langka-langkahnya sebagai berikut:
1. Mencari Sumber data
2. Lalu pengumpulan data
3. Selanjtnya data ditelaah, dipelajarim, dan dibaca.
4. Dan data di satukan
5. Terakhir, interpretasi data.
F. Prosedur Penelitian
1. Peneliti mencari kitab Riyāduşālihin karya Syāikh Abu Zakaria
Muhyuddin An-Nawāwi
2. Kemudian membacanya dan menemukan poin-poin terpenting
dalam kitab kitab Riyāduşālihin karya Syāikh Abu Zakaria
Muhyuddin An-Nawāwi
3. Selanjutnya, peneliti mengumpulkan sumber bacaan yang
mendukung mengenai akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak
dalam bermasyarakat , yang nantinya akan dikaitkan dengan
kitab kitab Riyāduşālihin karya Syāikh Abu Zakaria Muhyuddin
An-Nawāwi
4. Terakhir, peneliti menelaahnya. Untuk menjawab permasalahan
yang dibahas oleh peneliti.
61 Joko Subagyo Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
2004), Cet. ke-4, h. 106.
28
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Biografi Syaikh Abu Zakaria Muhyuddin ( Pengarang Kitab
Riyāduşālihin)
Imam An-Nawāwῑ dengan nama lengkapnya Muhyuddῑn Abu
Zakariā An-Nawāwῑ Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawāwῑ
Ad-Dimasyqiy. Beliau lahir dan besar di kota kecil Nawa di wilayah
Damaskus, pada tanggal 10 Muharram 631 H. Sejak kecil ia dididik oleh
ayahnya yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaannya. Beliau mulai
belajar di Katatib (tempat belajar baca tulis untuk anak-anak) dan beliau
sudah menghafal Al-Quran sebelum menginjak usia balig.62
Beliau tumbuh besar dinegerinya. Ayahnya memiliki peran penting
baginya. Beliau adalah seorang Qari’ Al-Qur’an, seorang yang cepat
memahami, dan menguasai berbagai ilmu : fiqh, matan hadist, Rijal hadist,
Balaghah, Sharaf, dan sebagainya. Beliau menjadi insan akademis di Darul
Hadist Al-Asyrafiyah di Damaskus.63
Nasab dan Nisbatnya
Dia adalah Abu Zakariā Yahya bin Asy-Syaikh Az-Zahid Al-Wara’
Waliyullah Abu Yahya Syaraf bin Mira bin Hasan bin Husain bin
Muammad bin Jumah bin Hizam Al Hizami An-Nawawi. Dia adalah orang
yang mempunyai karangan-karangan yang bermanfaat dan tulisan-tulisan
yang terpuji, orang yang nomor satu dizamannya, banyak berpuasa, shalat,
zuhud dari dunia, sangat rindu akhirat, dan memiliki akhlak- akhlak yang
diridhai dan kebaikan-kebaikan yang pantas ditiru.64
62 Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin, (Terj. Deny Suwito), (Depok: Senja
Publishing,2005), h. xi 63 Imam An-Nawawi, Riyadushalihin, Syarah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-
Utsaimain terj Arif Rahman (Sukoharjo: Insan Kamil, 2018), h. 3. 64 Imam An-Nawawi, Raudhatuth Thalibin, terj Muhyiddin Mas Rida, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007 ), h. 6.
29
Dia adalah seorang ulama yang mendapatkan taufik dalam ilmu,
keimanan, keagunngan, zuhud, wara’, ibadah dan menjaga perkataan,
perbuatan dan keadaan-keadaannya. Dia mempunyai karamah-karamah
yang banyak dan jelas, orang yang mempersembahkan diri dan hartanya
untuk kepentingan kaum muslimin, memenuhi hak-hak mereka dan para
pemimpin mereka dengan nasehat dan doa didunia. Dia adalah orang yang
banyak membaca Al-Qur’an dan banyak berzikir kepada Allah Swt.
Semoga Allah mengumpulkan kita dalam kelompoknya dan dan rumah
kemuliaan-Nya bersama orang-orang yang telah dipilih-Nya dari makhluk
–Nya, yaitu orang-orang yang jernih hatinya, memenuh janji, penuh
mengasihi, mengamalkan kitabullah dan sunnah nabi Muhammad Saw dan
syariat-Nya.65
Adapun Nisbatnya adalah :
Al Hizami, yang dimaksud dengan ini adalah kakeknya Hizam yang
tersebut diatas. Syaikh An-Nawawi pernah bercerita kepada saya bahwa
sebagian kakeknya menyangka Al Hizami merupakan nisbat pada Nizam
Abu Hakim, salah seorang sahabat Rasulullah Saw. Dia mengatakan ini
adalah sebuah kekeliruan.
Hizam adalah kakeknya, seorang yang mampir di Al Jaulan, desa
Nawa seperti kebiasaan orang-orang Arab. Lalu bermukim disana dan
diberikan keturunan oleh Allah Swt sehingga menjadi banyak manusia.
An-Nawāwῑ adalah nisbat pada desa Nawa tersebut. Dia merupakan
pusat kota Al Jaulan pada masa sekarang, dan berada dikawasan Hauran di
provinsi Damaskus. Jadi Imam An-Nawawi adalah orang Damaskus karena
menetap disana selama kurang lebih delapan belas tahun. Abdullah bin Al
Mubarak pernah berkata, “ Barangsiapa yang menetap disuatu negeri
selama empat tahun, maka ia dinisbatkan padanya”.66
65 Ibid., h. 7. 66 Ibid., h. 7.
30
Sejarah Pendidikannya:
Imam An- An-Nawāwῑ seorang penuntut ilmu yang gigih dan beliau
dapat meraih gelar berbagai bidang keilmuan saat beliau masih muda. An-
An-Nawāwῑ muda ini mengambil ilmu dari beberapa syaikh, sehingga
mendapat kenikmatan yang tidak ada duanya dalam menuntut ilmu. Para
pakar sejarah telah menuliskan sifat kejujuran dan kegigihan beliau dalam
membaca kitab. Mereka menyebutkan bahwa beliau setiap harinya
membaca dua belas pelajaran:
1. Dua pelajaran pada kitab Al-Wasith
2. Satu pelajaran pada kitab Shalihin ( Al-Bukhari dan Muslim)
3. Satu pelajaran pada kitab Islahul Mantiq karya Syaikh Ibnu As-
Sukait dalam ilmu Lughah ( Linguistik )
4. Satu pelajaran pada kitab Sharaf
5. Satu pelajaran pada kitab Ushulul Fiqh kadang membaca kitab
Al-luma’ karya Abu Ishaq, dan terkadang membahas Al-
Muntakhab karya Fahrur Razi
6. Satu pelajaran pada Asma’ur Rijal ( Nama –nama Rawi dan
sifatnya)
7. Satu pelajaran pada kitab Al-Muhadzab
8. Satu pelajaran pada Shahih Muslim
9. Satu pelajaran pada Ushulud Din
Karena kegigihan dan semangatnya dalam menuntut ilmu, beliau
menulis seluruh ilmu yang berkaitan dengan ilmu yang beliau pelajari
dengan memberikann penjelasan, memberikan syakal, memberikan
pelajaran, memerhatikan tata bahasanya.67
Awal Menulis:
Ketika beranjak dewasa usia tiga puluh tahun, beliau mulai
menyibukkan dirinya dengan menulis, dan Allah memberikan berkah atas
setiap waktunya. Beliau sudah menulis sebanyak lima puluh kitab, kitab-
67 Shalih Al-Utsaimain, terj Arif Rahman Op.Cit., h. 4.
31
kitab syara’ yang sudah disempurnakan, dan kitab-kitab syara’ yang belum
disempurnakan.68
Beberapa kitab yang telah beliau sempurnakan:
1. Ar-Raudah ( Raudhatush Shalihin)
2. Al-Minhaj
3. Daqa’iqul minhaj
4. Al-Manasik As-Sughra
5. Al-Manasik Al-Kubra
6. Bustanul ‘Arifin fi Az-Zuhdi wa At-Tasharruf
7. Riyāduşşālihῑn
8. Al-Arba’un Haditsan wa Syarhuha
9. Al-Arba’un Haditsan wa Syarhuha
10. Syarhu Muslim
11. Tahdzibul Asma wal Lughat
12. Thabaqatul fuqaha
13. Al-Fatawa
14. At-Tibyan fi adabi Hamlatil Qur’’an
15. Tashihhut Tanbih
16. Nukat ‘Ala At-Tanbih
17. Tashrif fil Istisqa wa fi Istihbabil Qiyam wa Nahwihim
18. Qishmatul Ghanai’im ( Wa Huwa Musytamilun ‘Ala Nafa’is)
Akhlak dan Sifatnya
Penulis kitab-kitab biografi menyebutkan bahwa Imam An- Nawāwῑ
adalah orang terdepan dalam zuhud dan teladan dalam beretika.
Penelitiannya mendalam dalam satu hukum. Beliau senantiasa
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang pada kemungkaran. Dalam
perjalanannya yang sulit, beliau senantiasa sabar, beribadah, bangun malam,
dan menulis.69
68 Ibid., h. 4. 69 Ibid., h. 4.
32
Wafatnya:
Pada akhir usianya, beliau kembali kenegrinya, berziarah kemakam
para syaikhnya, mendoakan mereka sambil menangis, mengunjungi para
sahabatnya yang masih hidip dan berpamitan kepada mereka. Setelah beliau
mengunjungi ayahnya, beliau mengunjungi Masjid Al-Quds. Setelah itu,
beliau kembali kedaerah Nawa kemudian jatuh sakit dan tinggal dirumah
orang tuanya. Beliau wafat pada malam Rabu bulan Rajab pada tahun 676
H dan dikuburkan dinegerinya. Ketika kabar beliau meninggal sampai
negeri Damaskus, penduduk negeri itu terkejut dan kaum muslimin pun
menangis atas kematian beliau. Karena banyaknya, penduduk negeri itu
sampai berjalan perlahan menuju daerah Hauran. Para ahli syair
berbondong-bondong mengunjungi kuburnya dan melantunkan syair duka
cita. Para khatib (Dai) pun mendoakannya. Hari itu merupakann hari
bersejarah yang tak pernah terlupakan.70
B. Kitab Riyāduşşālihῑn
Kitab Riyāduşşālihῑn adalah sebuah kitab yang sangat masyhur
dalam dunia Islam. Kitab ini telah dijadikan pegangan selama ratusan tahun
bagi para ulama, pelajar dan penuntut ilmu agama di belahan dunia. Di
Indonesia sendiri kitab Riyāduşşālihῑn ini merupakan salah satu ‘kitab
wajib’ bagi seluruh pesantren.71
Di antara karya-karya beliau yang paling bermanfaat, terkenal dan
tersebar di semua kalangan adalah kitab “Riyāduşşālihῑn”. Kandungan dari
kitab Riyāduşşālihῑn ada dua hal:72
Pertama, isi kandungannya yang memuat bimbingan yang dapat
menata dan menumbuhkan jiwa serta melahirkan satu kekuatan yang besar
untuk berhias dengan ibadah yang menjadi tujuan diciptakannya jiwa
tersebut dan mengantarnya kepada kebahagiaan dan kebaikan, karena kitab
70 Ibid., h. 4. 71http://virouz007.wordpress.com/2010/05/15/bedah-kitab-riyadhus-shalihin/
(diakses 14 November 2019). 72 http://muslim.or.id/hadits/sekilas-tentang-kitab-riyadhus-shalihin.html (diakses
14 November 2019 ).
33
ini umum meliputi Targhib dan Tarhib serta kebutuhan seorang muslim
dalam perkara agama, dunia dan akhiratnya. Kitab ini adalah kitab tarbiyah
(pembinaan) yang baik yang menyentuh aneka ragam aspek kehidupan
individual (pribadi) dan sosial kemasyarakatan dengan uslub (cara
pemaparan) yang mudah lagi jelas yang dapat dipahami oleh orang khusus
dan awam.73
Dalam kitab ini Imam Nawawi mengambil materinya dari kitab-
kitab sunnah terpercaya seperti Shohih al-Bukhoriy, Muslim, Abu Daud, An
Nasaa’i, At Tirmidziy, Ibnu Majah dan lain-lainnya. Beliau berjanji tidak
memasukkan ke dalam bukunya ini kecuali hadits-hadits yang shohih dan
beliau pun menunaikannya sehingga tidak didapatkan hadits yang lemah
kecuali sedikit itu pun kemungkinan menurut pandangan dan ilmu beliau
adalah shohih.
Kedua, tingginya kedudukan ilmiah yang dimiliki pengarang
Riyāduşşālihῑn ini diantara para ulama zamannya karena keluasan ilmu dan
dalamnya pemahaman beliau terhadap sunnah Rasulullah Saw.
Kitab Riyāduşşālihῑn ini memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki
kitab selainnya dari kitab-kitab Sunnah dan dia benar-benar bekal bagi
penasihat, permata bagi yang menerima nasihat, pelita bagi orang yang
mengambil petunjuk dan taman orang-orang sholih. Hal inilah yang menjadi
sebab mendapatkan kedudukan yang tinggi di kalangan ulama sehingga
mereka memberikan syarah, komentar dan mengajarkannya di halaqah-
halaqah mereka.
Imam An- Nawāwῑ memberikan keistimewaan dalam tertib dan
pembuatan bab pembahasan, beliau membaginya menjadi beberapa kitab
dan kitab-kitab ini dibagi menjadi beberapa bab lalu menjadikan kitab
sebagai judul bagi hadits-hadits yang ada di dalam bab-bab yang banyak
dari satu jenis dan menjadikan bab sebagai judul bagi sekelompok hadits
yang menunjukkan satu permasalahan khusus.
73 Ibid., h. 2
34
Pembahasan isi dari kitab Riyāduşşālihῑn ini diawali dengan ‘kitab
Ikhlas’, beliau membuka dengan manis kitab Riyāduşşālihῑn itu dengan
menyertakan ayat-ayat Qur’an yang mendukung pembahasan kitab ikhlas
tersebut. Hampir seluruh isi kitab ini mengandung ruh akan dorongan
menghambakan diri kepada Allah serta ‘memupuk’ amal shalih. Mayoritas
isi pada kitab-kitab awal adalah mengenai masalah hati dan kebersihan jiwa.
Seperti masalah ikhlas niat, taubat, sabar, shiddiq, murraqabah, yaqin,
tawakal, istiqamah, mujahadah, hemat, rajin, zuhud, qana’ah, dermawan,
tolong-menolong, nasehat, amar ma’ruf-nahi mungkar, amanat, dan
menghindari kezaliman.74
Pada bagian berikutnya beliau menekankan kepada masalah
muamalat mu’asyarah, yakni masalah-masalah yang berhubungan dengan
kehidupan manusia bermasyarakat sebagai makhluk sosial, seperti:
mendamaikan manusia, berbelas kasih pada anak yatim, orang miskin,
menjaga hak wanita, hak suami dan istri, belanja keluarga, hak-hak
tetangga, orang tua, anak dan keluarga, menghormati ulama, kaum kerabat,
orang-orang sholeh dan lain-lain.
Pada pembahasan masalah moral dan adab, beliau menekankan juga
tentang perihal keadilan, hubungan antara rakyat dan pemimpin, menjaga
adab kesopanan terhadap orang hidup maupun orang mati, sampai adab-
adab pribadi untuk diamalkan sehari-hari, tidak luput dari pembahasan
beliau. Sedemikian lengkapnya, sehingga urusan pribadi umat dari mulai
bangun tidur sampai tidur lagi, secara ‘manis’ dan rapi beliau bahas satu
persatu.
Dalam masalah syariat, secara panjang lebar beliau membahas pula
hukum-hukum dalam berbagai masalah; mulai dari masalah berpakaian,
wudhu, sholat-sholat wajib, sholat-sholat sunat, puasa sunat, ziarah kubur,
sumpah, jual-beli, dan lain-lain dengan menyertakan adab-adab dan
kesempurnaan amal, lengkap dengan fadhilah amal, sehingga tidak
74 http://virouz007.wordpress.com/2010/05/15/bedah-kitab-riyadhus-shalihin/ (diakses 14
November 2019 ).
35
monoton membahas masalah pokok fiqihnya saja. Pembahasan kitab ini
diakhiri dengan indah pada bab Istighfar, mulai dari dalil perintah
beristighfar sampai kelebihan orang-orang yang beristighfar. Demikianlah
keistimewaan kitab ini sehingga sudah selayaknya mendapatkan perhatian
dari setiap muslim yang ingin membina dirinya menuju ketakwaan
Kitab Riyāduşşālihῑn menghimpun hadist-hadist shahih yang
mencakup semua aspek pendidikan, kitab tersebut menjadi pembimbing tata
hidup jasmani dan rohani, pendidikan bagi mereka yang sedang merintis
jalan menuju surga, dan pendidikan akhlak mulia. Kitab Riyāduşşālihῑn juga
menjadi bekal bagi pembimbing agama terhadap masyarakat Islam. Sebab
kitab Riyāduşālihin mempunyai dua kandungan, yaitu Targhib dan Tarhib.
Kata “Targhib secara etimologis yang berarti: pemikatan, bujukan,
penyemangatan”. Kata dalam pembahasan ini diambil pada kata benda
targhib yang mengandung maknanya: suatu harapan untuk memperoleh
kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan. Semua pengertian memotivasi
terhadap perolehan berupa keindahan dan kebahagiaan yang dapat menjadi
sarana dalam kehidupan seseorang. Secara psikologis, melalui pola targhib
merupakan cara untuk menimbulkan daya tarik yang kuat dalam
menggapainya
Sementara “Tarhib mempunyai makna menakut-nakuti atau
mengancam”. Lalu dalam pembahasan ini dipakai kata benda tarhib yang
artinya ancaman, hukuman. Dari pengertian tersebut maka dapat
disimpulkan yang dimaksud dengan targhib adalah janji yang membuat rasa
senang, terhadap sesuatu yang baik, kenikmatan atau kebahagiaan baik di
dunia maupun akhirat. Sementara tarhib adalah suatu ancaman atau siksaan
sebagai akibat dari mengerjakan hal yang negatif yang dapat mendatangkan
dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah SWT
C. Hadist-Hadist Tentang Akhlak Pada Diri Sendiri dan Bermasyarakat
dalam Kitab Riyāduşşālihῑn
Imam An- Nawāwῑ bermaksud mengumpulkan hadist- hadist shahih
secara ringkas, yang memamparkan jalan yang bisa mengantarkan orang
36
yang mengambilnya menuju akhirat, menjeleskan adab-adabnya yang lahir
maupun batin, mencakup anjuran dan ancaman, serta adab-adab orang-
orang menuju akhirat, meliputi hadist-hadist zuhud, latihan-latihan jiwa,
penataan akhlak, penyucian dan terapi hati, penjagaan terhadap anggota
badan dan membuang kebengkokannya, dan hal-hal yang menjadi tujuan
orang-orang mengetahui.75
Imam An-Nawāwi berusaha tidak menyebutkan dalam Kitab
Riyāduşşālihῑn, kecuali hadist-hadist yang shahih jelas, yang disandarkan
kepada kitab-kitab shahih yang populer. Ia memulai perbabnya dengan ayat-
ayat Al-Qur’an yang mulia dan ia menjelaskan kata yang perlu dijelaskan
cara membacanya atau maknanya yang samar dengan keterangan-
keterangan berharga. Bila diakhir hadist ia berkata : “ Muttafaq’alaih”,
maka maknanya adalah hadist tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
Muslim.76
Dalam hal ini penulis akan membahas hadist-hadist yang
berhubungan dengan Akhlak terhadap diri sendiri, dan Akhlak dalam
bermasyarakat.
(( 4)القلم : وإنك لعلى خلق عظيم
Terjemah Arti: “ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung”.( QS Al- Qolam 4 )77
وقال تعالي والكظمين الغيظ والعافين عن الناس ) ال عمران (
Dan orang- orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan
orang ( QS Ali Imran 134 )
75 Imam An-Nawawi, Riyadushalihin, terj Izuddin Karimi. (Jakarta :Darul Haq, cet 1,
2018), h. 34. 76 Ibid., h. 34. 77 Syaikh Al- Islami Muhyi Ad-Din Abi Zakariya Yahya Ibn Syarof An-Nawawi,
Riyadushalihin, (Daar ihya Al Kitab Al’arabiyah), h. 303.
37
ن م و الم ل م ك ) ا م ل س و ه ي ل ع ى الل ل ص الل ل و س ر ال ق ال ق ه ن ع و ان ي ا ين
م ه ائ س ن ل م ك ار ي خ م ك ار ي خ ا و ق ل خ م ه ن س ح ا
Dari Abu Hurairah berkata Rasulullah Saw bersabda. “ orang yang
paling sempurna budi pekertinya dan yang paling baik diantara yang paling
baik yaitu yang paling baik terhadap istrinya 78
Penjelasan : Hadist ini menjadi dalil menjadi dalil bahwa iman itu
bertingkat-tingkat dan sesungguhnya manusia itu berbeda-beda dalam
tingtingkatan keimanannya. Sebagian dari mereka yang mempunyai
keimanan yang sempurna dari yang lainnya sesuai dengan amalannya. Dan
setiap kali seseoranng berbudi pekerti baik, maka ia mempunyai keimanan
yang sempurna. Hadist ini juga mengandung anjuran yang jelas kepada
setiap manusia untuk berbudi pekerti baik sesuai dengan kemampuannya.79
a. Akhlak Kepada Diri Sendiri
Dalam pembahasan Akhlak pada diri sendiri Imam An- Nawāwῑ
dalam kitab Riyāduşşālihῑn menyebutkan hadist-hadist diantaranya :
adab ketika makan dan minum, adab menjaga lisan dan meninggalkan
ghibbah, adab ketika berpakaian, adab ketika tidur, adab dalam
memperjelas pembicaraan dan mengucapkan salam, berprilaku jujur,dan
adab menjaga rahasia ketika dipercaya
a. Adab ketika makan dan minum
ك ي ن م ي ب ل ك و الل م ) س م ل س و ه ي ل ع ي الل ل الل ص ل و س ر لي ال : ق ال ة ق م ل ن س ب ر م ع ن ع و
( متفق عليه ك ي ل ا ي م ل ك و
Artinya : “Umar bin Abu Salamah berkata, Rasulullah Saw bersabda
kepadaku, ‘Sebutlah nama Allah ( basmallah ), makanlah dengan
tangan kananmu, dan makanlah yang dekat denganmu”. ( Muttafaqun
‘alaih ).80
78 Ibid., h. 304. 79 Shalih Al-Utsaimain, terj Arif Rahman Op.Cit., h. 334. 80 An-Nawawi, Op.Cit., h. 350.
38
ر ك ذ ي ل ف م ك د ح أ ل ك ا أ ذ : إ م ل س و ه ي ل ع ى الل ل ص الل ل و س ر ال : ق ت ال ا ق ه ن ع الل ي ض ر ة ش ائ ع ن ع و
رواه ه ر آخ و ه ل و أ الل م س : ب ل ق ي ل ف ه ل و أ في الى ع ت الل م اس ر ك ذ ي ن أ ى س ن ن إ ف الى ع ت الل م اس
أبو داود والترمذي وقال حديث حسن صحيح
Artinya: “ ‘Aisyah r.a berkata, Rasulullah Saw bersabda : “ Apabila
diantara kalian makan, maka hendaklah ia menyebut nama Allah, jika
ia lupa menyebut nama Allah diawalnya, maka hendaklah ia
mengucapkan “ Dengan menyebut nama Allah diawal dan diakhir
makan ’’ ( HR Tirmidzi ).81
ه ي ل ع ى الل ل ص الل ل و س ر ر ج ح ا في م ل غ ت ن : ك ال ق ه ن ع الل ى ض ر ة م ل س ب ابن ا ر م ع ن ع
م م س ل غ )يا م سل و ه ي ل ع ى الل ل ص الل ل و س ر لي ال ق ف ة ف ح الص في ش ي ط ت ي د ي ت ان ك و م ل س و
( )متفق عليه ( ك ي ل ا ي م ل ك و ك ن ي م ي ب ل ك و الى ع ت الل
Dari Umar bin Abi Salamah r.a berkata. “ Dulu aku seorang anak yang
berada dalam pengasuhan Rasulullah SAW ( saat makan bersama )
tanganku bergerak dan menjulur ke sisi piring. Maka Rasulullah SAW
bersabda kepadaku: “ Wahai anak, sebutlah nama Allah, makanlah
dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat denganmu (
Muttafaqun’alaih ).82
Penjelasan:
Pengarang kitab Riyadushalihin dalam “ Kitab Adab Makanan ’’
makanan adalah apa yang dimakan manusia atau yang dirasakan
menjadikan makanannya apa yang dimakannya menjadi makananya dan apa
yang diminumnya menjadi minumannya dan dalil atas dinamakannya
minuman atau makanan Allah SWT berfirman dalam perkataannya : ه فإنه من إلا من اغ ترف غر فة بيده شرب من ه ف لي س من ومن ل يط عم فمن
81 Ibid., h. 350. 82 Ibid., h. 353.
39
Kemudian dalam perkataan lain ( Bab membaca Bismillah pada awal makan
dan membaca alhamdulillah ketika diakhir makan ) dan kemudian
disebutkan dalam hadist ‘Umar Ibn Salamah r.a dia adalah menantu Nabi
Saw yaitu anak dari istri menantunya Ummu Salamah dan sesungguhnya ia
dihadapan nabi dan ketika itu Gulam masih kecil dan ketika itu ia
menjadikan tangannya bergoyang mengambil makanan kesana dan kesini
dan Nabi Saw memanggilnya dan memberi nasihat kepadanya karena ia
membutuhkan pembelajaran dari yang terkecil sekalipun, dan ia berkata :
“ Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan
makanlah apa yang didekatmu” dan tiga adab dalam makan dan Nabi Saw
mengajarkan kepada Gulam pertama: “ Menyebut Nama Allah”, dan ia
berkata: Dalam nama Allah, tidak ada yang salah dengan orang yang paling
penuh belas kasihan, karena kedua nama ini dipuji. Jika ia berkata dalam
nama Allah, yang maha pengasih , tidak ada yang salah dengan nama Allah,
dan jika ia terbatas pada nama Allah, cukup, dan nama makan adalah wajib
jika manusia meninggalkannya, dia dosa dan syaitan dengan dia, dan tidak
ada yang mau berbagi makanan musuhnya dengan dia, jadi tidak ada yang
bersedia untuk berbagi dengan dia dan jika tidak mengucapkan nama Allah
ketika makan maka syaitan akan menyertainya maka ketika makan
dianjurkan untuk mengingat nama Allah maka ucapkanlah: Bismillah pada
awal makan dan ucapkanlah Alhamdulillah ketika akhir makan,
sebagaimana Nabi Saw memberi petunjuk dalam hadist yang diriwayatkan
oleh Aisyah r.a dan Abu Daud r.a dan Tirmidzi r.a. kedua : Nabi Saw berkata
: “ Makanlah dengan tangan kananmu, dan makan dengan tangan kanan
wajib dan makan dengan tangan kiri adalah perbuatan buruk / tercela
durhaka terhadap Rasulullah Saw dan siapa yang berbuat buruk terhadap
Rasulllah Saw ia telah melanggar ( bermaksiat ) dan barang siapa yang taat
kepada Rasulullah Saw maka ia taat kepada Allah SWT. Ketiga : “
Makanlah apa yang terdekat denganmu ” yakni apabila kamu makan ada
40
yang terdekat janganlah makan dari sisi nya dan dari apa yang terdekatnya
karena ini Su’ul adab.83
Rasulullah saw selalu mengawali aktifitas makannya dengan
membaca Bismillah dan mengakhirinya dengan bacaan Alhamdulillah.
Rasulullah selalu makan dengan tangan kanan, memperkecil suapan agar
mudah dimasukkan ke dalam mulut, mudah dikunyah dan ditelan, sehingga
tidak berhenti di tenggorokan. Rasulullah selalu mengunyah makanan
dengan baik sehingga lambungnya tidak akan bersusah payah atau tidak
akan mengalami kesulitan saat mencerna. Sebab, tubuh manusia tidak dapat
mengambil manfaat dari makanan yang tidak dapat dicerna dengan baik
oleh usus.84
Rasulullah Saw selalu makan dengan cara mengambil makanan
yang terdekat terlebih dahulu dan tidak pernah mengambil makanan yang
terdapat ditengah terlebih dahulu.85
Rasuluullah Saw menganjurkan agar tidak tergesa-gesa saat makan
dan minum. Tunggu hidangnan yang dimakan atau diminum itu mencapai
suhu normal. Beliau selalu menyantap setiap makanan yang dihidangkan
kepadanya, dan tidak pernah mencela makanan tersebut. Jika tidak
menyukai suatu makanan, beliau tidak akan mendekatinya. Sebagai contoh,
Rasulullah pernah menolak untuk memakan Biawak karena tidak terbiasa
makan binatang tersebut. Meski demikian, Rasul tidak mengharamkan
Biawak bagi umatnya. 86
Rasulullah Saw tidak pernah makan dengan lahap atau rakus seperti
yang sering dilakukan sebagian orang. Selain itu, beliau telah memberikan
contoh berkaitan dengan sikap tidak berlebih-lebihan dalam hal makan. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa Rasulullah selalu bersikap zuhud dalam
83 Syarah Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, Riyadushalihin ( Saudi: Mamlakah
Al-‘Arabi, 1969) Juz 1, h. 807-808 84 Abdul Basith, Muhammad as-Sayyid, Inilah Makanan Rasulullah saw, (Group
Maghfirah, Jakarta, 2007), h. 81. 85 Ibid., h. 82. 86 Ibid., h. 87.
41
menjalani kehidupannya. Maksudnya Rasulullah tidak berlebih-lebihan
ketika makan.87
Saat akan minum, ambil gelas berisi air dengan tangan kanan, lalu
membaca bismillah, kemudian meminumnya dengan meneguk dan
menghisapnya, janganlah minum dengan sekali tenggak, setelah minum
ucapkanlah:
“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air ini terasa segar
dan tawar dengan rahmat-Nya, dan tidak membuatnya terasa asin lagi
pahit karena dosa-dosa kami”
Dianjurkan minum dalam tiga kali tarikan nafas yang diawali
dengan basmallah dan diakhiri dengan hamdalah. Setelah selesai makan
dianjurkan memungut makanan yang tercecer dan membersihkan sisa
makanan yang berada disela-sela gigi.88
Pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika ingin makan dan minum hendaklah seseorang mengucap
Basmallah
2. Ketika makan dan minum hendaklah menggunakan tangan kanan
3. Ketika makan dan minum jangan lah tergesa-gesa karena tergesa-gesa
perbuatan setan.
b. Adab dalam menjaga lisan dan meninggalkan Ghibbah
م و الي و لل ن ب ؤم ي ان ك ن : )م ال ق م ل س و ه ي ل ع ي الل ل ص ب الن ن ع ه ن ع الل ي ض ر ة ر ي ر ه ب ا ن ع و
( متفق عليهت م ص ي ل و ا ا ير خ ل ق ي ل ف ر خ الا
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a, Nabi Saw bersabda: “ Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau
diam’’ ( Muttafaqun’alaih).89
87 Ibid., h. 88. 88 Abu Hamid Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, terj Fudhailurrahman, (Jakarta:
Sahara, 2012 ), h. 182. 89 Syarah Al-Utsaimain, terj Arif Rahman Op.Cit, h. 573
42
Penjelasan:
Imam An- Nawāwῑ Rahimahullah Ta’ala dalam kitabnya
(Riyāduşşālihῑn ) dalam bab meninggalkan ghibah dan perintah menjaga
lisan : ketahuilah, diwajibkan untuk setiap mukallaf ( orang yang diewasa )
agar menjaga lisannya dari semua perkataan kecuali perkataan yang jelas
kemaslahatannya untuk urusan agama maupun dunia, dan perkataan yang di
ambil dari perkataan Rasulullah Saw, “ Barang siapa yang beriman kepada
Alllah SWT dan hari akhir hendaklak berkata baik atau diam” dan hadist
ini yang disampaikan oleh pengarang Rahimahullah Ta’ala. Maka, apabila
bersama dengan seseorang ia ingin berbicara ataupun diam, maka
keselamatan perkataanya lah yang lebih utama. Yakni, tidak berbicara
apabila ia ragu apakah dalam perkataannya mengandung kebaikan atau
tidak, yang lebih utama yakni tidak berbicara. Karena keselamatan tidak
berpihak kepada sesuatu, dan diam adalah selamat kecuali hal yang
diharuskan ia berbicara maka berbicaralah. Contohnya, apabila melihat
suatu kemunkaran disini tidak boleh diam, diwajibkan untuk berbicara dan
memberi nasihat dan melarang kemunkaran, dan apabila belum memerlukan
kebaikan kebaikan dalam perkataannya maka jangan berbicara karena itu
lebih selamat baginya, kemudian ketahuilah perkataan Rasulullah SAW “
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata
baik atau diam” menunjukkan atas kewajiban agar manusia untuk diam
apabila perkataannya bukan perkataan yang baik, karena Rasulullah Saw,
syarat iman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata baik atu diam.90
Diantara adab menjaga lisan yakni 91:
1. Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak
memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui
apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya
atau mendustakannya
90 Syarah Al-Utsaimin, Op.Cit., h. 932-933 91 Rokayah, PENERAPAN ETIKA DAN AKHLAK DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI,
Pendidikan dan Pembelajaran Dasar Volume 2 Nomor 1 Juni 2015 p-ISSN 2355 1925, h. 30-31
43
2. Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan
kepada orang lain untuk berbicara
3. Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan
perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan
kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian,
permusuhan dan pertentangan
4. Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang
rendah orang yang berbicara.
Pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hendaknya seseorang menghargai orang lain ketika berbicara
Jangan memotong pembicaraan seseorang.
2. Terjauhkan dari sikap mengejek dan memandang rendah orang lain
3. Lebih banyak menghargai seseorang dalam berbicara khususnya
ketika seseorang memberikan pendapatnya ketika diskusi ataupun
bermusyawarah
c. Adab ketika berpakaian
ك ر ت ن : ) م ال ق م ل س ه و ي ل ع ي الل ل ص الل ل و س ر ن ا ه ن ع الل ي ض الجهن ر س ن ن ا اذ ب ع م ن ع و
ل حل ي ا ن م ه ير ي ق ئ ل الخ وس ء ى ر ل ع ة ام ي الق م و ي الل اه ع د ه ي ل ع ر د ق ي و ه و ا لل ع ض و ت اس لب ال
ا ( )رواه الترمذي وقال حديث حسن (ه بس ل ي اء ش ان ي الا
Artinya: “ Muadz bin Anas r.a meriwayatkan Rasulullah Saw bersabda,
“Barang siapa yang meninggalkan pakaian (yang bagus) disebabkan
tawadhu’ ( merendahkan diri) dihadapan Allah, sedangkan ia mampu
atasnya, niscaya Allah memanggilnya dihari kiamat dihadapan segenap
makhluk dan ia disurh memilih dari jenis pakaian mana saja yang ia
kehendaki untuk dikenakan. ( HR At-Tirmidzi ).92
Penjelasan:
Dalam hadist ini terdapat penjelasan bahwa ketika kita bersikap
tawadhu’ Allah Swt telah menyiapkan hamba-Nya pakaian yang bagus
92 An-Nawawi, Op.Cit., h. 374
44
dan hambanya dibolehkan memilih mana saja yang ia sukai. Dalam arti
ia tidak sombong dan bersikap angkuh.
Imam An-Nawāwi memegang dua bagian dalam kitab berpakaian,
yang pertama ditulis di bagian pertama: Pada pakaian yang paling indah
yang tersisa dalam kerendahan hati kepada Allah SWT, dan yang
kedua: Ketika memakai pakaian. Yang pertama : Dari Muadz bin Anas
r.a berkata: Bahwa Rasulullah Saw bersabda: “ Siapa yang
meninggalkan pakaian, yakni pakaian yang sangat bagus, disebabkan
tawadhu’ kepada Allah Azza wa jalla, sedangkan ia mampu atasnya,
niscaya Allah memanggilnya dihari kiamat dihadapan segenap makhluk
dan ia disurh memilih dari jenis pakaian mana saja yang ia kehendaki
untuk dikenakan. Yang berarti bahwa jika manusia adalah di antara
orang, maka ia akan memakainya. Sesungguhnya manusia ketika
diantara Orang biasa tidak bisa berpakaian tinggi, jadi dia rendah hati
dan memakai seperti mereka, sehingga hati mereka tidak patah, dan
supaya jangan ia bangga dengan mereka, ia akan mendapatkan pahala
yang besar ini, tetapi jika ia adalah di antara orang-orang yang telah
memberkati mereka dan memakai pakaian tinggi tetapi tidak dilarang,
lebih baik untuk memakai seperti mereka karena Allah Maha kuasa
mencintai keindahan dan tidak ada keraguan Jika seseorang adalah
orang-orang berpangkat tinggi yang memakai pakaian indah dan
memakai tanpa mereka, maka ini adalah pakaian yang termashur. Dia
memakai seperti mereka dan Allah telah memberikan kekayaan kepada
mereka dan memakai pakaian yang tinggi. Imam An- Nawawi
menyebutkan perekonomian dalam berpakaian dan bahwa manusia
menyimpan dalam semua kondisinya dalam pakaiannya, makanan dan
minuman, tetapi tidak membatasi kasih karunia Allah SWT. Allah
mewajibkan untuk melihat pengaruh dari rahmat-Nya pada hamba-
Nya, jika ia memberi kenikmatan pada hamba-nya, sesungguhnya ia
mewajibkan agar meilhat pengaruh dari semua kenikmatan yang
diberikan kepadanya, kenikmatan berupa harta. Maka Allah SWT
45
mewajibkan agar hambanya melihat pengaruh harta yang diberikan oleh
Allah SWT kepada hambanya dengan berinfaq, sedekah, dan kerja sama
dalam kebaikan.93
Janganlah diantara kalian bersikap angkuh, karena didalam Al-
Qur’an dikatakan:
ر ر ض مرحا إنك لن ت رق الأ بال طولا ولا ت ش في الأ لغ الج ض ولن ت ب
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan
sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus
bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung Thabathabai memahami surat Al-Isra ayat 37 dalam arti kiasan,
yakni kesombongan yakni kesombongan yang engkau lakukan untuk
menampakkan kekuasaan dan kekuatanmu pada hakikatnya adalah
hanya waham dan ilusi sebab sebenarnya ada yang lebih kuat dari
engkau, yakni bumi, terbukti kakimu tidak dapat menembus bumi, dan
ada juga yang lebih tinggi darimu, yakni gunung. Maka akuliah bahwa
engkau sebenarnya rendah dan hina. Tidak ada sesuatu yang
dikehendaki dan diprebutkan manusia dalam hidup ini seperti kerajaan,
kekuasaan, kemuliaan, harta benda dan lain-lain kecuali hal-hal yang
bersifat waham yang tidak mempunyai hakikat diluar batas pengetahuan
manusia. Itu semua diciptakan dan ditundukkan Allah untuk diandalkan
manusia guna memakmurkan bumi dan penyempurnaan kalimat
(ketetapan) Allah. Tanpa hal yang yang tidak memiliki hakikat itu,
manusia tidak dapat hidup didunia dan kalimat Allah menyatakan:94
ت قر ومتاع إلى حين ر ض مس ولكم في الأ
Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup
sampai waktu yang ditentukan".
Pelajaran yang dapat dipetik:
93 Syarah Al-Utsaimin, Op.Cit., h. 900-902 94 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, ( Ciputat: Lentera Hati, 2017), h. 89-90
46
1. Dalam berpakaian hendaknya seseorang memakai pakaian yang
sederhana
2. Kita harus mencontoh Rasulullah Saw. Karena beliau mengajarkan
umatnya untuk bersikap Tawadhu’
d. Adab ketika Tidur
ى و ا أ ذ إ م ل س و ه ي ل ع ى الل ل الل ص ل و س ر ان ك ال ا ق م ه ن ع الل ي ض ر ر ذ ب أ ة و ف ي ذ ح ن ع
قال بسمك اللهم أحيا وأموت وإذا استيقظ قال الحمد لل الذي أحيان بعدما أماتنا ه اش ر ف لى إ
رواه البخاري وإليه النشور
Hudzaifah r.a berkata: “ Apabila Nabi Saw akan tidur ia berkata : ‘
Ya Allah dengan menyebut nama-Mu aku mati dan hidup’’. Apabila
bangun, beliau berrkata: “ Segala puji bagi Allah yang telah
menghidupkan kami setelah mematikan kami dan hanya kepada-Nya
lah kami kembali ( HR Al- Bukhari ).95
لى ى ا و ا ا ذ ا م ل س و ه ي ل ع ى الل ل الل ص ل و س ر ان : ك ال ق ه ن ع الل ي ض ر ب از اء بن ع الب عن
ك ي ل ا ي ه ج و ت ه ج و و ك ي ل ي ا س ف ن ت م ل س ا م ه : الل ال ق ، ث ان ي قه الا ى ش ل ع م ن ه اش ر ف
ك ي ل ا لا ا ك ن ا م منجلا أ و ج ل م لا ك ي ل ا ة رهب و ة رغب ك ي ل ي ا ر ه ظ ات لج ا و ك ي ل ي ا ر م ا ت ض و ف و
رواه البخاري بهذا اللفظ في كتاب الادب من ) تل ي ارس ذ ال ورسولك ك ب ت ك ب ت ن م ا
صحيحه(
Al Bara’ bin ‘Azib r.a berkata: “ Apabila Rasululllah SAW pergi
ketempat tidurnya, beliau tidur pada sisi kanan tubuhnya. Kemudian
beliau اmengucapkan, ‘Ya Allah aku serahkan diriku kepada-Mu, aku
dihadapkan wajahku kepada-Mu, aku serahkan urusanku kepada-Mu
dan aku perlindungkan diriku kepada-Mu karena cinta dan takut
kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dari-Mu selain kepada-Mu,
aku berlindung dari-Mu selain kepada-mu, aku beriman pada kitab-
95 An-Nawawi, Op.Cit., h. 378
47
Mu yang telah engkau turunkan dan kepada nabi-Mu yang telah
engkau utus”. ( HR. Al-Bukhari ).96
Penjelasan:
Adapun petunjuk Nabi Saw dalam masalah tidur, yaitu duduk
dengan bersandar pada sisi pundak sebelah kanan, karena tidur dengan
bersandar pada sisi pundak sebelah kiri bisa membahayakan jantung
dan menyempitkan pernapasan.97
Imam An-Nawāwi Rahimahullah ta’ala berkata, pada bab dari
apa yang dikatakan ketika ia tidur dan bangun. Dari nikmat yang
diberikan oleh Allah Swt kepada kita, sesungguhnya Allah Swt
mensyariatkan kepada kita agar mengingatnya ketika hendak tidur dan
bangun tidur, ketika makan, minum, ketika memulai dan mengakhiri,
bahkan ketika memasuki pergelangan tangan ketika memakai
pakaian, semua ini agar setiap waktu kita dipenuhi dengan mengingat
Allah Swt, dan jika Allah tidak menetapkan ini kepada kita, itu adalah
bid’ah, akan tetapi Allah mensyariatkan ini semua agar bertambahnya
kenikmatan kepada kita semua denga melakukan keta’atan ini.
Salah satunya hadits ini yang disebutkan oleh penulis tentang
Hudzaifah bin Abi Zar r.a bahwa Rasulullah SAW itu, kalau dia tidur,
dia berkata : “Dengan menyebut namamu ya Allah aku hidup dan
mati "
Jika dia pergi tempat tidur dan ingin tidur, hendaknya dia
berkata, "Dengan menyebut nama-Mu ya Allah aku hidup dan aku
mati , karena Allah SWT adalah yang maha menghidupkan dan yang
mematikan, ia adalah yang maha menghidupkan, ia dapat
menghidupkan siapa pun yang dia inginkan, dan ia akan memati kan
siapapun yang ia inginkan, maka hendaknya engkau mengucapkan:
Dengan nama-Mu ya Allah, aku hidup dan aku mati, yaitu aku mati
96 Ibid., h. 377 97 Abdullah Nashih ‘Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam ( Tarbiyatul Aulad fil Islam),
terj Arif Rahman Hakim, ( Sukoharjo: Insan Kamil Solo, 2016) cet 7, h. 165
48
atas nama-Mu , dan aku hidup atas nama-Mu, dan kesempatan ini
zikir ketika waktu tidur. Bahwa tidur adalah kematian, akan tetapi
kematian yang kecil" sebagaimana firman-Nya : “ Dan Dialah yang
mematikan kalian pada malam hari dan ia mengajarkan kepada
kalian agar berusaha disiang hari kemudian dia membangkitkan
kalian” dan ia berfirman : Allah mewafatkan jiwa ketika mati dan jiwa
itu belum mati pada tidurnya. Dan untuk firman ini bahwa Rasulullah
Saw, ketika hendak bangun pada malam hari ia berkata: “ Segala puji
bagi Allah yang telah mennghidupkan kami setelah mematikan kami
dan kepadanya lah kami kembali ”. maka engkau memuji Allah yang
menghidupkanmu setelah kematianmu dan hendaknya engkau
mengingat bahwa kembali disini yaitu dari kubur dan keluar dari
kubur. Allah menjadikan hal yang demikian itu hendaknya engkau
mengingat akan kebangkitanmu dari matimu yang kecil, akan
kebangkitanmu dari matimu yang besar dan hendaknya engkau
mengucapkan : “ Segala puji bagi Allah yang telah mennghidupkan
kami setelah mematikan kami dan kepadanya lah kami kembali” dan
pada dalil ini terdapat hikmah yang besar dalam tidur, yang Allah
jadikan istirahat sebagai istirahat untuk badan dari apa-apa aktifitas
terdahulu sebagai penyegar badan yang telah diterima oleh badan,
bahwashnya badan mengingatkan pula dengan kehidupan yang lain,
engkau akan mengingat hal yang demikian itu, apabila kamu
dibangkitkan dari kuburmu setelah matimu kamu dalam keadaan
hidup kepada Allah Swt.
Hal ini menambahkan keimananmu terhadap yaumul ba’ts (
hari kebangkitan ) dan adapun iman terhadap hari kebangkitan adalah
perkara yang sangat penting, jika manusia tidak beriman bahwasahnya
kelak ia akan dibangkitkan dan dibalas atas perbuatannya dengan apa-
apa yang ia perbuat dan hal ini kita mendapatkan banyak hikmah
bahwa Allah Swt mensejajarkan keimanan kepada hari akhir dengan
iman kepada-Nya, dalam firman-Nya { الذين يؤمنون بلل واليوم الآخر }
49
yakni mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan banyak
tanda-tanda pada kejadian ini, maka penting dianjurkan nya bagimu
apabila engkau akan ketempat tidurmu hendaknya engkau
mengucapkan: “"Dengan menyebut nama-Mu ya Allah aku hidup dan
aku mati” dan apabila engkau bangun dari tidurmu hendaknya engkau
mengucapkan : “ Segala puji bagi Allah yang telah mennghidupkan
kami setelah mematikan kami dan kepadanya lah kami kembali”. 98
Pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika hendak tidur seseorang hendaklah membaca doa terlebih
dahulu
2. Ingatlah bahwa Allah Swt yang maha menghidupkan setelah kamu
mati
3. Tidur merupakan kematian yang kecil, maka kita diwajibkan
membaca doa sebelum dan sesudahnya.
e. Adab dalam Memperjelas pembicaraan dan Mengucapkan Salam ت ا ا ذ ا و ه ن ع م ه ف ت ت ح ث ل ا ث ه اد ع ا ة م ل ك ب م ل ك ا ت ذ ا ان ك م ل س و ه ي ل ع ي الل ل ص ب الن ن ا
ث ل ث م ه ي ل ع م ل س م ه ي ل ع م ل س ف م و ق ى لع
Artinya : bahwa apabila Nabi Saw mengatakan satu kalimat, beliau
mengulanginya tiga kali hingga dipahami, dan apabila beliau
mendatangi satu kaum, beliau mengucapkan salam kepada mereka,
beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali ( diriwayatkan oleh al –
Bukhari).99
Penjelasan:
Imam An-Nawāwi Rahimahullahta’ala telah menyebutkan
dalam kitabnya Riyadushalihin pada ( Bab Bagaimana Mengucapkan
Salam) yakni, salam apa yang ia ucapkan dan Penulis
Rahimahullahta’ala ia mewajibkan untuk mengucapkan
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi wa Barakatuh’’ apabila ia muslim
98 Syarah Al-Utsaimin, Op.Cit., juz 1, h. 1652 99 An-Nawawi, Op.Cit., h. 389
50
dan ini menunjukkan hadist dari ‘Amran bin Hasin r.a, ia berkata
“Datanglah seseorang laki-laki kepada Rasiulullah Saw, maka
Rasulullah Saw bersabda: “ Kamu sendiri dan kemudian ia duduk dan
Rasulullah bersabda: “ Kamu sepuluh kemudian datang seseorang laki-
laki dan mengucapkan “Assalamu’alaikum Warahmatullah’’ ia duduk
maka Rasulullah Saw bersabda: “ Kamu dua dua puluh, kemudian
datang seseorang laki-laki dan mengucapkan “Assalamu’alaikum
Warahmatullah’’ dan ia duduk , Rasulullah Saw bersabda: “ Kamu tiga
puluh’’ kemudian Rasulullah mengucapkan : “ Untuk yang pertama
sepuluh kebaikan dan yang kedua dua puluh kebaikan dan yang ketiga
tiga puluh kebaikan, karena setiap satu diantara kalian bertambah
kebaikan ’’, dan untuk permasalahan ini ikhtilaf ‘ulama berpendapat
apabila keselamatan seseorang itu ia yang mengucapkan salam
kepadamu atau kepada kalian ? dan yang benar, mengucapkan salam
kepadamu dan hal ini ketetapan Rasulullah Saw seperti pada perkataan
Al-Masii dalam shalatnya bahwa mengucapkan “ Salam ‘alaika’’ .
Sedangkan, penulis terhadap dalil dari hadist yang diriwayatkan oleh
‘Amran, bukanlah didalamnya terdapat dalil karena seseorang laki-laki
itu masuk bersama Nabi Saw, bersama nya berasama-sama, maka
mengucapkan “ Salam’’ kepada semuanya, dan apabila sedang bersama-
sama maka ucapkanlah “ Assalamu’alaikum’’ dan apabila untuk satu
orang maka ucapkanlah “ Assalamu’alaika’’ dan apabila ditambahkan
“Warahmatullah’’ itu sangat baik dan apabila ditambahkan “
Wabarakatuh’’ itu sangat baik, karena setiap kalimat dalam Salam itu
sepuluh kebaikan.100
Dalam suatu perkataan haruslah jelas, Nabi Muhammad Saw
selalu memperjelas perkataannya jika berkata pada siapapun bahkan
beliau mengulangi ucapannya sebanyak tiga kali agar perkataanya lebih
jelas didengar. Perkataan yang jelas merupakan perkataan yang mudah
100 Syarah Al-Utsaimin, Op.Cit., juz 1, h. 966
51
didengar dan ditanggapi oleh lawan bicara, tidak samar-samar dan tidak
tergesah-gesah.
Pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hendaknya seseorang mengucapkan salam apabila bertemu dengan
saudaranya
2. Setiap orang yang mengucapkan salam akan mendapatkan kebaikan
dan Rasulullah Saw menganjurkan itu kepada kita
3. Ketika seseorang mengucapkan “ Assalamu’alaikum’’ ini sudah
baik, jika ditambahkan “ Warahmatullah’’ ini sangat baik, dan
apabila ditambahkan “ Warahmatullah’’ ini amat baik.
f. Adab dalam berprilaku jujur
لى ي ا د ه ي ق د الص ن : ا ال ق م ل س و ه ي ل ع ي الل ل ص ب الن ن ع ه ن ع الل ي ض ر د و ع س م ابن ن ع
ب ذ الك ن ا ا و ق ي د ص الل د ن ع ب ت ك ي ت ح ق د ص ي ل ج الر ن ا و ة ن الج لى ا د ه ي الب ن ا و الب
ب ت ك ي ت ح الل د ن ع ب ذ ك الي ل ج الر ن ا و ار الن لى ي ا د ه ي ر و ج الف ن ا و ر و فج ال لى ي ا د ه ي
) رواه البخاري و مسلم ( ب كذ لل دا ن ع
Artinya: "Dari Ibnu Mas’ud ra, dari Nabi Saw, beliau
bersabda: “Sesungguhnyakebenaran membawa kepada kebaikan
dan kebaikan membawa ke surga.Seseorang akan selalu bertindak
jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan
sesungguhnya dusta itu membawa kepadakejahatan dan kejahatan
itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga
ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta”. (HR. Bukhari dan
Muslim).101
Penjelasan:
Nabi Saw menyuruh untuk jujur dan menjelaskan tentang
akhir hidup mereka, beliau bersabda, “sesungguhnya kejujuran
menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan kepada
101 An-Nawawi, Op.Cit., h. 42
52
surga”. Kata al-birr, berarti banyak berbuat baik. Kejujuran akan
membuahkan hasil kebaikan. Orang yang baik, kebaikannya akan
mengantarkan ke dalam surga yang merupakan semua harapan
manusia. Rasulullah Saw bersabda: “sesungguhnya jika seseorang
selalu berlaku jujur, dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang
jujur”. Orang yang senantiasa berlaku jujur, akan dicatat di sisi
Allah sebagai seorang yang jujur dan balasan yang diberikan oleh
Allah kepada orang yang jujur adalah kemuliaan, dan berada pada
tingkat yang tinggi, yang tidak diterima kecuali oleh orang-orang
yang jujur.
Sedangkan tentang dusta (bohong), Rasulullah Saw
bersabda: “sesungguhnya dusta itu membawa kepada kedurhakaan”.
Kata al-fujur berarti keluar dari ketaatan kepada Allah sehingga dia
menjadi fasik dan melanggar perannya dan keluar dari ketaatan
menuju kepada kemaksiatan. Perbuatan dusta membawa kepada
kedurhakaan dan kedurhakaan membawa kepada api neraka. Dusta,
bagaimanapun bentuknya adalah haram dan semuanya membawa
kepada kedurhakaan, kecuali dalam tiga hal, yaitu dalam
peperangan, perdamaian di antara manusia, perkataan istri kepada
suaminya dan perkataan suami kepada istrinya.102
Pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kejujuran menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan dapat
membawa seseorang menuju surga
2. Kebohongan menunjukkan kepada keburukkan dan keburukkan
menunjukkan kepada neraka
3. Hendaklah seseorang bersikap jujur, seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW
g. Adab Menjaga Rahasia Ketika dipercaya
102 Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin, (terj: Munirul Abidin),
(Jakarta: PT Darul Falah, 2005), h. 249-253
53
ان , م الغل ع م ب لع ا ن ا و م ل س و ه لي ع ى الل ل ص الل ل و س ي ر ل : ات ع ال س ق ن ن ا بت ع ث ن ع و
الل ل و س ر ر س بن ب : لات ت ال ق ت ئ ا ج م ل ى . ف م لى ا فابطات ع ة اج ح لى ا ن ث ع ب ا ف ن ي ل ع م ل س ف
روه مسلم )تب ث يا ه ثتك ب د احدا لح ه الل لوحدثت ب س: و ن ا ال ا ق د ح ا م ل س و ه ي ل ع ى الل صل
وروي البخاري بعضه مختصرا (
Artinya Tsabit meriwayatkan dari Anas Ra berkata Rasulullah
mendatangiku ketika aku sedang bermain dengan anak-anak yang lain.
Beliau mengucapkan salam lalu mengutusku untuk suatu keperluan.
Maka aku pun terlambat pulang kepada ibuku. Ketika aku datang, ibuku
berkata: ‘ apa yang telah menahanmu ? Aku menjawab “ Rasulullah
Saw telah mengutusku untuk suatu keperluan ‘ ibuku berkata : Apakah
keperluannya? Aku menjawab, Itu rahasia, ibuku berkata ‘ Jangan
memberitahukan rahasia Rasulullah Saw kepada siapapun ‘ Anas
berkata, Demi Allah, seandainya aku ( boleh ) menceritakannya kepada
siapa saja, aku pasti telah menceritakannya kepadamu wahai Tsabit.
(HR Al-Bukhari dan Muslim ).103
Penjelasan :
Hadist ini mengandung beberapa nilai diantaranya, :
1. Keindahan akhlak Rasulullah Saw dan kerendahan hati beliau adalah
seorang yang mulia, baik disisi Allah maupun dikalangan makhluk-
Nya, dengan kerendahan hatinya beliau mengucapkan salam kepada
anak-anak yang sedang bermain dipasar
2. Disunnahkan bagi setiap orang untuk mengucapkan selain kepada
siapa saja yang dilaluinya, termasuk anak-anak. Karena, salam adalah
doa untuk mendoakan saudara kita
3. Bolehnya mengutus/menyuruh anak-anak untuk suatu keperluan, jika
anak-anak tersebut dapat dipercaya
103 An-Nawawi, Op.Cit., h. 329
54
4. Tidak bolehnya bagi setiap orang untuk menyebarkan rahasia
seseorang walaupun kepada ayah ataupun ibu sendiri.104
Pendidikan modern sekarang ini menyarankan apa yang telah
disuarakan oleh Rasulullah Saw, dalam menghadapkan pembicaraan
kepada orang- orang terpelajar sesuai dengan akal mereka, dengan
memperhatikan tingkat kecerdasan dan tingkat pengetahuan mereka,
sehingga mereka dapat mengerti pembicaraan yang dihadapkan kepada
mereka atau masalah-masalah yang dipelajarinya. Orang yang pintar
jangan diajak berbicara seperti orang bodoh, orang -orang tertentu jangan
diajak seperti orang -orang biasa. Yang pintar cukup mengerti dengan
isyarat yang oleh orang bodoh mungkin tidak dimengerti kecuali setelah
mengulanginya beberapa kali. Karena itu dikatakan berbicaralah kepada
hamba sesuai dengan timbangan akalnya, timbanglah sesuatu itu sesuai
dengan timbangan pengertiannya hingga engkau bisa selamat dan ia pun
mendapat ia pun mendapatt manfaat. Menempatkan sesuatu pada
tempatnya adalah nasehat yang sebaik -baiknya kalau dapat dilaksanakan
oleh setiap juru didik baik laki- laki ataupun wanita.105
Ahmad Tafsir berpendapat bahwa unsur terpenting dalam
pembentukkan karakter (akhlak) adalah fikiran yang didalamnya terdapat
seluruh program yang terbentuk dari pengalman hidupnya, merupakan
pelopor segalanya. Program ini kemudian membentukk sistem yang
akhirnya dapat membentuk pola berfikir yang mempengaruhi
perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-
prinsip kebenaran universal, maka prilakunya berjalan selaras dengan
hukuman alam.106
Pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menjaga rahasia seseorang ketika dipercaya adalah amanah, jika
seseorang telah dipercaya ia harus bersikap amanah
104 Shalih Al-Utsaimain, terj Arif Rahman, Op.Cit., h 356-357. 105 Athiyah al-Abrasy, Op.Cit., h. 26. 106 Ahmad Tafsir, Op.Cit., h. 17.
55
2. Hendaknya seseorang mengucapkan salam kepada siapa saja yang
dilaluinya.
Akhlak yang baik sejalan dengan akhlak Nabi Muhammad Saw.
Dillandasi oleh imman yang dimiliki oleh seseorang, karena iman
merupakan kunci bagi seseorang untuk melahirkan perbuatan didalam
kehidupan, yang diatur oleh ajaran Islam. Dengan iman seseorang berbuat
kebajikan,shalat,puasa,berbuat sesama manusia, dan kegiatan-kegiatan lain
yang merupakan interaksi sosial ekologis dan sebagainya. Sebaliknya
dengan tidak beriman seseorang akan berprilaku yang tidak sesuai dengan
akhlaqul karimah sebab lupa pada zat yang telah menciptakannya. Keadaan
demikian menunjukkan perlu adanya pengembangan iman untuk
meningkatkan akhlak seseorang.107
b. Akhlak Dalam Bermasyarakat
Dalam pembahasan Akhlak dalam bermasyarakat Imam An-Nawāwῑ
dalam kitab Riyāduşālihin menyebutkan hadist-hadist diantaranya: Adab
dalam perkumpulan dan berteman, adab meninggalkan perdebatan, adab
dalam memberi teguran, adab dalam memberi nasihat dan seimbang dalam
melakukannya, adab berkata baik dan berwajah cerita saat bertemu.
a. Adab dalam perkumpulan dan berteman
ل ج م ر ك د ح من ا ي ق ي : لا م ل س و ه ي ل ع ي الل ل ل الل ص و س ر ال : ق ال ق ه ن ع الل ي ض ر ر م ن ع ن اب ع
ل سه ل مج ن جل م ر ه ل ام ا ق ذ ا ر م ابن ع ان ك وا و ح س ف ت وا و ع س و ت ن ك ل و ه ي ف س ل ي ث ه لس مج ن م
) متفق عليه ( ه ي ف س ل ي
Ibnu Umar r.a berkata, Rasulullah Saw bersabda, “ Janganlah
seseorang diantara kalian memintta berdiri orang lain dari tempat
duduknya, kemudian ia duduk ditempat tersebut akan tetapi
ucapkanlah, ‘ Luaskanlah dan Lapangkanlah’.108
107 Zakiah Darajat, Dasar-DasarAgama Islam, ( Jakarta: Karya Unipress, 1984 ) cet 1, h.
288-289 108 An-Nawawi, Op.Cit., h. 380
56
س ل مج ن م م ك د ح أ ام ا ق ذ إ :ال ق م ل س و ه ي ل ع ى الل ل ص الل ل و س ر ن أ ه ن ع الل ي ض ر ة ر ي ر ه ب أ ن ع و
رواه مسلم ه ب ق ح أ و ه ف ه ي ل إ ع ج ر ث
Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Apabila
diantara kalian bangun dari tempat duduknya kemudian ia kembali
ketempat duduknya semula, maka ia lebih berhak atas tempat duduk
tersebut ’’( HR Muslim).109
Penjelasan:
Imam An-Nawāwῑ berkata pada Adab Perkumpulan dan
Berteman bagian ini, penulis Rahimahullah ta’ala menekankan
penjelasan adab-adab yang dianjurkan kepada manusia ketika dalam
perkumpulan-perkumpulan dan dalam berteman, dan Alllah telah
memperingati dalam Al-Qur’an, dari sebagian adab-adab dalam
perkumpulan Allah Swt berfirman :{ ا قيل لكم ت فسحوا في يا أي ها الذين آمنوا إذ
dan Syari’at islam adalah sayari’at yang { ال مجالس فاف سحوا ي ف سح الل لكم
menyeluruh pada setiap apa yang dibutuhkan manusia keadanya dalam
agama dan dunianya Allah Swt berfirman : { يان لكل ون زل نا علي ك ال كتاب تب
لمين رى لل مس ء وهدى ورح ة وبش dan Abu Zar r.a berkata : Ketika { شي
Rasulullah Saw wafat, tidaklah seekor burung terbang membolak-
balikkan sayap nya kecuali kita mengingat darinya sebuah ilmu dan
untuk ini terdapat syari’at diantara permasalahan-permasalahan yang
sangat penting seperti tauhid, dan apa yang sampai kepadanya seperti
akidah, shalat, zakat, puasa dan haji, dan selain itu, terdapat adab-adab
ketika tidur, makan, minum, dan berkumpul. Kemudian penulis
mengingatkan hadist dari Abdullah bin ‘Umar r.a, bahwa Nabi Saw
bersabda: “Janganlah seseorang diantara kalian meminta berdiri orang
lain dari tempat duduknya, kemudian ia duduk ditempat tersebut akan
109 Ibid., h. 380
57
tetapi ucapkanlah, ‘ Luaskanlah dan Lapangkanlah”. Yakni apabila
memasuki suatu tempat dan menemukan tempat, maka jangan kau
ucapkan : “ Wahai Fulan berdirilah! Kemudian engkau duduk pada
tempat tersebut, akan tetapi katakanlah padanya Luaskanlah dan
Lapangkanlah” . Karena sesungguhnya Allah Swt, meluaskan untuknya
apabila {يا أي ها الذين آمنوا إذا قيل لكم ت فسحوا في ال مجالس فاف سحوا ي ف سح الل لكم }
engkau menyuruh seseorang untuk berdiri kemudian engkau duduk
ditempat tersebut, maka sesungguhnya ini perbuatan yang tidak boleh
ketika dalam perkumpulan shalat sekalipun, ketika engkau melihat
seseorang pada shaff pertama, tidak diboleh engkau mengucapkan “
Berdirilah” kemudian engkau duduk ditempat tersebut sampai suatu
ketika seseorang sedang shalat dan engkau menyuruhnya untuk berdiri
dan kemudian engkau melaksanakan shalat.110
Pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tidaklah seseorang dalam perkumpulan ketika ia ingin duduk untuk
menyuruh berdiri seseorang kemudian ia duduk ditempat tersebut
2. Ketika seseorang ingin duduk hendaklah mengucapkan
“Luaskanlah dan Lapangkanlah”.
b. Adab Bermasyarakat (Meninggalkan Perdebatan )
ل الل صلي الل علي ه وسلم : )) ان ز ي م ع وعن أب أمة الباهلي رضي الل عن ه قال: قال رسو
نة لمن ت رك نة لمن ت رك ال مراء وان كان مقا , وبب ي ت في وسط الج ل كذب ا بب ي ت في ربض الج
ل ق (( ن الخ نة لمن حس وان كان مازحا, وبب ي ت في اع لي الج
Artinya: dari Abu Umamah Al – Bahili r.a: Rasulullah s.a.w
bersabda: Saya dapat menjamin suatu rumah dikebun surga untuk yang
meninggalkan perdebatan, meskipun ia benar. Dan menjamin suatu
rumah dipertengahan surga bagi orang yang berdusta meskipun
110 Syarah Al-Utsaimin, Op.Cit., h. 932-933
58
bergurau. Dan menjamin suatu rumah di kebahagiaan yang tinggi dari
surga bagi orang yang baik budi pekertinya ( HR Abu Dawud ).111
Penjelasan:
Dari sahabat Nabi yakni Abu Umamah Al-Bahili r.a berkata bahwa
Nabi Muhammad Saw telah mengatakan dan menjamin akan
dibentuknya kebun disurga nanti ketika seseorang meninggalkan
perdebatan (Al-mira’) meskipun ia benar, dengan alih tidak mau
membuat sakit hati lawan bicaranya nanti, oleh karenanya, Nabi Saw
menganjurkan pada umatnya untuk meninggalkan perdebatan, karena
beliau telah menjamin suatu rumah disurga nanti kepada umatnya.
Pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika seseorang meninggalkan perdebatan maka Allah telah
menjaminnya kebun disurga sebagaimana yang dikatakan oleh
Rasulullah Saw.
2. Berdebat dibolehkan apabila pembahasannya bermanfaat dan untuk
kebaikan umat
c. Adab dalam memberi teguran
ت دي باجا ولاحري را ألين من كف رسو ل الل صلي الل علي ه وعن ه رضي الل عن ه قال : مامسس
ل الل صل ت رائحة قط اط يب من رائحة رسو ولقد خدم ت ي الل علي ه وسلم وسلم ولاشم
فما قال لي قط اف ولا قال لشئ ف عل ته : ل ر سنين ل الل صلي الل علي ه وسلم عش عل ته ف رسو
عل ته : الا ف عل ت كذ ا ؟ متفق عليه ؟ ولا لشئ ل اف
Artinya : dari anas r.a berkata : Belum pernah saya menyentuh sutra
yang tebal atau tipis yang lebih halus dari tangan Rasulullah s.a.w .
juga saya belum mencium bau yang lebih harus dari bau Rasulullah
s.a.w. Dan saya telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun, belum
pernah dibentak atau ditegur perbuatan saya : Mengapa kau berbuat
111 An-Nawawi, Op.Cit., h. 503
59
ini atau mengapakah kau tidak mengerjakan itu ? (HR Bukhari dan
Muslim ).112
Penjelasan:
Perkataan yang baik dan santun sangat dianjurkan oleh
Rasulullah Saw sebagaimana beliau mencontohkan kepada umatnya.
Tidak pernah beliau membentak sahabat dan berkata kasar sekalipun,
perkataan yang baik merupakan perangai dan juga gambaran seseorang
tersebut. Jika seseorang baik dan santun dalam berbicara maka orang
tersebut akan baik dalam berteman, bersosialisasi dan bergaul terhadap
lingkungannya.
ت الح مي وات لصو ص تك إن أن كر الأ يك واغ ضض من صو واق صد في مش
“ Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkan
suaramu. Sesungguhnya seburuk – buruk suara ialah suara
keledai”.
Ayat ini sebagai kelanjutan dari ayat 18 yang mendidik manusia
untuk bertingkah laku dan bertindak dengan sopan di tengah
masyarakat, yaitu sederhana dalam berjalan, jangan terlalu cepat,
terpogoh – pogoh, terburu – buru, akan cepat lelahnya, dan jangan pula
terlalu lambat tertegun, sebab akan membawa malas dan membuang
waktu dijalan, melainkan hendaklah bersikap sederhana, tidak terlalu
cepat dan tidak terlalu lambat. Demikian juga bila berbicara, jangan
dengan suara keras, menghardik, menyerupai suara keledai, tidak enak
didengar. Oleh sebab itu, ayat ini juga menididik manusia agar bersikap
halus, bersuara lemah lembut, sehingga bunyi suarabitupun menarik
orang untuk memperhatikan apa yang dikatakan, sehingga timbul rasa
simpati dari sipendengar.113
Pelajaran yang dapat dipetik:
112 Ibid, h. 303 113 Armai Arief, Reformasi Pendidikan Islam, ( Jakarta: CRD PRESS Jakarta, 2005 ) cet
1, h. 198
60
1. Ketika berbicara Rasulullah Saw memberi contoh kepada kita agar
berbicara yang santun
2. Ketika menegur perbuatan seseorang hendaknya tidak dengan
perkataan yang keras.
d. Adab ketika memberi nasihat dan seimbang dalam melakukannya
د رضي الل عن ه يذكر ن في كل خ س , ف قال له رجل : يا اب عب د الرح ن, عو كان اب ن مس
ره ان املكم وا أتولكم ن لودد ت انك ذكر ت نا كل ي و م ف قال اما انه ي ن ع ن من ذلك ان اك
نا لنا بها مخافة السامة علي ل الل صلي الل علي ه وسلم ي تخو عظة كما كان رسو متفقعليه.بلمو
Artinya : Ibn Mas’ud r.a biasa memberi nasihat kepada kami setiap
hari kamis. Maka seseorang berkata kepadanya, Wahai Abu
Abdurrahman, saya senang sekali kalau anda menasehati kami setiap
hari, maka ia menjawab, “ Ketauhilah sesungguhnya yang
menghalangiku untuk berbuat demikian adalah karena aku khawatir
membuat kalian bosan, sesungguhnya aku menentukan waktu dalam
menasehati kalian sebagaimana Rasulullah Saw juga menentukan
waktu dalam menasehati kami karena khawatir membuat kami bosan .
Muttafaqun'alaih.
ان ل و خ ت ي artinya, menentukan waktu untuk kami
Penjelasan:
Sahabat r.a ketika memberi nasihat selalu seimbang dalam
melakukannya. Tidak ada yang dilebihkan dan tidak ada pula ada yang
dikurangkan dalam memberi nasihat tersebut. Selalu memberikan
nasihat-nasihat yang baik kepada sahabat lainnya.
Imam An-Nawāwῑ Rahimahullah ta’ala pada bab ini dan
masuknya kepada manusia dan memberi pelajaran dengan nasihat:
yakni menyebutkan hukum-hukum syari’at yang dekat dengan motivasi
dan ancaman, ketika kita mengucapkan sesuatu. Contoh , sesungguhnya
diwajibkan kepadamu hal ini dan seperti ini, maka bertaqwalah kepada
61
Allah, dan dirikanlah apa yang yang diwajibkan kepadamu dan selain
kamu, dan Allah Swt berfirman dalam kitabnya :
ن ربكم وشفاء لما في الصد } عظة م منين ور وهدى و يا أي ها الناس قد جاءت كم مو رح ة لل مؤ }
Maka, apa yang dinasihatkan dalam Al-Qur’an sesungguhnya semua
membahas tentang motivasi dan peringatan, dan mengingatkan kepada
surga dan neraka, dan orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang
durhaka, itu merupakan dari pembahasan tentang nasihat.114
Pelajaran yang dapat dipetik :
1. Ketika seseorang hendak untuk memberi nasihat ia pun dapat
melakukan nasihat tersebut
2. Semua nasihat yang disyari’atkan terdapat dalam Al-Qur’an
3. Dalam menasihati orang lain hendaknya berupa motivasi dan juga
teguran
e. Adab dalam berkata baik dan berwajah ceria saat bertemu
ق ل ط ه ج و ب اك خ ان تلقي ا و ل ا و ئ ي ش وف ر ع الم ن قرن م ت لا
Artinya : jangan sekali – kali kamu meremehkan kebaikan sekalipun,
meskipun kebaikan nya itu hanya berupa kamu berjumpa dengan
saudaramu dengan wajah ceria . diriwayatkan oleh muslim.115
Penjelasan:
Imam An-Nawāwi Rahimahullah ta’ala yakni apabila seseorang
bertemu saudaranya, maka dianjurkan baginya bertemu dengan wajah
yang gembira dan tidak berpaling dari hadapannya dan ucapkanlah
perkataan yang baik, karena hal ini Nabi Saw yang menciptakannya, dan
Allah Swt mengangkat derajat seseorang yang mengikuti sunnah Nabi
Saw, karena sesungguhnya Rasulullah Saw, selalu bertemu dengan
seseorang dengan wajah yang gembira dengan banyak senyum. Maka
seseorang dianjurkan ketika menemui saudaranya dengan wajah yang
ceria dan berkata yang baik agar mendapatkan pahala, kecintaan dan
114 Syarah Al-Utsaimin, Op.Cit., Juz 1, h. 762 115 An-Nawawi, Op.Cit., h. 332
62
menjauhi sifat membesar-besarkan diri dan meninggikan diri
sedangkan, ia hanya hamba Allah Swt, kemudian penulis menyebutkan
ayat yang sesuai dengannya, yakni Allah Swr berfirman : { واخفض
’yakni hendaknya bersikap Tawadhu واخفض جناحك { جناحك للمؤمنين
kepada seorang mu’min karena seorang mu’min merupakan yang
bersifat tawadhu’ sedangkan kafir telah Allah Swt sebutkan dalam
firmannya : { اهم جهنم وبئ س ومأ و يا أي ها النب جاهد ال كفار وال منافقين واغ لظ علي هم
maka yang bertemu dengan wajah yang gembira dan dengan {ال مصير
wajah ceria adalah seorang mu’min dan sedangkan kafir apabila
berharap keislamannya, ketika kita bergaul dengannya dengan wajah
yang ceria dan gembira sesungguhnya kita telah bergaul dengan harapan
keselamatan dan manfaat dengan pertemuan ini dan apabila bersikap
tawadhu’ dan berwajah ceria tidak akan bertambah kecuali harus
senang karena dia membedakan antara orang yang bertemu denganmu
dengan wajah dan orang yang bertemu dengan wajah awal, apabila
bertemu dengan wajah yang ceria diiwajibkan untuk menyenangkan
sahabatmu, karena terdapat perbedaan seseorang ketika bertemu dengan
wajah yang ceria dengan seseorang yang bertemu dengan wajah yang
masam sebagaimana sabda Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Abu Zar
r.a : “jangan sekali – kali kamu meremehkan kebaikan sekalipun,
meskipun kebaikan nya itu hanya berupa kamu berjumpa dengan
saudaramu dengan wajah ceria’’.116
Diantara akhlak beliau yang lain adalah beliau selalu memulai
memberi salam terlebih dahulu kepada siapa saja yang ditemuinya.
Siapa saja yang berunding dengan beliau karena suatu hajat, maka beliau
tidak akan beranjak sebelum orang itu pergi. Beliau tidak pernah
menarik tangannya terlebih dahulu sebelum orang yang bersalaman
116 Syarah Al-Utsaimin, Op.Cit., h. 754
63
dengannya menariknya terlebih dahulu. Saat bertemu dengan sahabat-
sahabatnya beliau terlebih dahulu menjulurkan tangannya untuk
menjabat dengan pegangan yang erat.117
Pelajaran yang dapat dipetik :
1. Rasulullah Saw ketika bertemu dengan sahabat selalu senyum
dengan muka yang ceria
2. Ketika seseorang senyum kepada saudara semuslimnya itu
merupakan sedekah dan kebaikan untuknya
3. Rasulullah Saw menganjurkan kepada umatnya untuk senyum
ketika berjumpa dengan saudaranya
D. Aplikasi Nilai-Nilai Akhlak
Akhlak atau sistem prilaku terjadi melalui suatu konsep atau
seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak
tersebut harus terwujud. Konsep atau seperangkat pengertian tentang apa
dan bagaimana sebaiknya akhlak itu harus terwujud. Konsep atau
seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu
disususn oleh manusia oleh sistem idenya. Sistem ide ini adalah hasil proses
( penyebaran ) pada kaedah-kaedah yang dihayati dan dirumuskan
sebelumnya ( norma yang bersifat normatif dan norma yang bersifat
deskrptif ). Kaedah atau norma yang merupakan ketentuan ini timbul dari
satu sistem nilai yang terdapat pada Al- Qur’an atau Sunnah yang telah
dirumuskan melalui wahyu Illahi maupun yang disusun oleh manusia
sebagai kesimpulan dari hukum – hukum yang terdapat dalam alam semesta
yang diciptakan Allah SWT.118
انما بعثت لاتم مكارم الاخلق
“ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia” ( HR
Bukhari )
117 Al-Ghazali,Op.Cit, h. 264-265 118 Zakiah Darajat, Op.Cit., cet 1, h. 254
64
Isi hadis yang populer tersebut telah begitu dihafal oleh hampir
semua masyarakat muslim. Sebuah pernyataan yang berisi kepastian dari
Nabi Muhammad Saw. Tentang tujuan Allah mengutusnya. Nabi
Muhammad diutus bukan untuk menyempurnakan agama, tetapi untuk
menyempurnakan akhlak. Hal itu menunjukkan bahwa yang akan menjadi
kunci lengkapnya keimanan dan keislaman seseorang adalah akhlaknya .
Allah tidak akan memberi tugas menyempurnakan akhlak kepada
seseorang, seandainya yang ditugasi itu tidak memiliki akhlak yang baik,
Akhlak yang baik, sebelum Muhammad menjadi Nabi, telah diperlihatkan
dalam aneka hubungan sosial yang bisa dinilai oleh orang banyak
disekeliling Muhammad. Julukan al- amiin adalah julukan yang berisi
kepercayaan yang amat berharga dimasyarakat di sekeliling Muhammad
pada saat itu, artinya apa yang menjadi milik Muhammad sebelum menjadi
Nabiyullah adalah modal dasar yang amat penting, mengapa Allah
memiliiih Muhammad al – ummiy menjadi nabi sekaligus rasul.119
Al-amiin adalah prestasi. Pada saat masyarakat jahiliyah lebih
mementingkan urusan duniawi, mementingkan urusan kesenangan semata,
hedonism mereka masih memiliki fikiran yang jernih hingga bisa melihat
kelebihan Muhammad. Seandainya gelar al-amiin diberikan oleh
masyarakat yang serba baik, serba terbimbing oleh nilai – nilai Illahiah
gelaran itu menjadi hal yang “ biasa “. Sekumpulan orang baik, tentu bisa
melihat sesuatu yang baik secara nyata disekelilingnya. Tetapi, kalau
sekumpulan orang yang sangat dibelenggu aneka kejahatan, kejelekan,
kemusyrikan dan kebohongan, sehingga digelari jahiliyyah, bisa melihat
kenyataan yang baik yang dimiliki Muhammad, kita bisa mengartikan
bahwa kebaikan yang diimiliki Muhammad adalah “ kebaikan yang amat
baik”. Kebaikan yang bisa menembus benteng kebodohan yang sangat
tebal.120
119 Jajang Suryana, Pendidikan Agama Islam, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018 ),
h. 242 120 Ibid, h. 242
65
Julukan al-Amiin yang diterima Nabi Muhammad saw. Dari para
Kuffar Quraisy adalah julukan tertinggi, terhormat diantara mereka. Al-
Amiin adalah prestasi dari kebaikan akhlak yang dimiliki oleh Muhammad
sejak sebelum menjadi nabi. Allah Swt.
Akhlak yang baik sejalan dengan akhlak Nabi Muhammad Saw.
Dillandasi oleh iman yang dimiliki oleh seseorang, karena iman merupakan
kunci bagi seseorang untuk melahirkan perbuatan didalam kehidupan, yang
diatur oleh ajaran Islam. Dengan iman seseorang berbuat
kebajikan,shalat,puasa,berbuat sesama manusia, dan kegiatan-kegiatan lain
yang merupakan interaksi sosial ekologis dan sebagainya. Sebaliknya
dengan tidak beriman seseorang akan berprilaku yang tidak sesuai dengan
akhlaqul karimah sebab lupa pada zat yang telah menciptakannya. Keadaan
demikian menunjukkan perlu adanya pengembangan iman untuk
meningkatkan akhlak seseorang.121
خر وذكر الل وة حسنة لمن كان ي ر جو الل وال ي و م الآ ثير ك لقد كان لكم في رسول الل أس
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Para ahli tafsir mengaitkan ayat tersebut dengan peristiwa perang
Khandaq. Diceritakan bahwa Nabi Muhammad Saw. Menunjukkan teladan
kesabaran dan semangat yang tinggi tanpa keluhan, sekalipun dalam kondisi
sulit akibat perang. Sementara itu para sahabat banyak yang berkeluh kesah
kepada nabi. Imam Abudrrrahman bin Nashir as-Sa’adi dalam kitab
tafsirnya yang terkenal, Tasir Karimir Rahman, menyebutkan : “ para
ulama ushul berdalill dengan ayat ini tentang berhujjah ( berargumen)
menggunakan perbuatan nabi. (karena ) pada asalnya, umat beliau wajib
menjadikan beliau sebagai sufi tauladan dalam perkara hukum, kecuali ada
121 Zakiah Darajat Op.Cit., h. 288-289
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Garis besar yang ditemukan oleh penulis dalam membahas konsep
pendidikan akhlak dalam kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā
Muhyuddῑn An-Nawāwῑ berikut hasilnya:
1. Konsep berakhlak kepada diri sendiri. Dalam pembahasan Akhlak pada
diri sendiri Imam An-Nawāwῑ dalam kitab Riyāduşşālihῑn menyebutkan
hadist-hadist diantaranya :
a. Adab ketika makan dan minum
Hendaknya seseorang ketika makan membaca Basmallah, kemudian
makan dengan tangan kanan, dan makan apa yang ada didekatnya.
b. Adab menjaga lisan dan meninggalkan ghibbah.
Ketika berbicara hendaknya, dalam pembicaraannya terdapat
kebaikan dan jangan berbicara kecuali untuk kemaslahatan umat
c. Adab ketika berpakaian
Hendaknya seseorang memakai pakaian yang sederhana
d. Adab ketika tidur
Hendaknya seseorang selalu mengingat Allah ketika hendak tidur dan
bangun tidur
e. Adab ketika berbicara dan mengucapkan salam
Hendaknya seseorang berkata dengan penuh kebaikan dan
hendaknya seseorang mengucapkan salam ketika bertemu dengan
saudaranya
f. Adab berprilaku jujur
68
Hendaknya seseorang berprilaku jujur, karena jujur menunjukkan
kepada kebaikan, sedangkan kebohongan menunjukkan kepada
keburukan
g. Adab menjaga rahasia ketika dipercaya
Menjaga rahasia ketika dipercaya adalah amanah, maka seseorang
ketika dipercaya hendaknya bersikap amanah
2. Konsep berakhlak kepada masyarakat, Imam An-Nawāwῑ dalam kitab
Riyāduşşālihῑn menyebutkan hadist-hadist diantaranya:
a. Adab dalam perkumpulan dan berteman
Tidaklah seseorang dalam perkumpulan ketika ia ingin duduk untuk
menyuruh berdiri seseorang kemudian ia duduk ditempat tersebut
b. Adab meninggalkan perdebatan
Ketika seseorang meninggalkan perdebatan maka Allah telah
menjaminnya kebun disurga sebagaimana yang dikatakan oleh
Rasulullah Saw
c. Adab dalam memberi teguran
Ketika menegur perbuatan seseorang hendaknya tidak dengan
perkataan yang keras
d. Adab dalam memberi nasihat dan seimbang dalam melakukannya
Dalam menasihati orang lain hendaknya berupa motivasi dan juga
teguran
e. Adab berkata baik dan berwajah cerita saat bertemu
Ketika seseorang senyum kepada saudara semuslimnya itu
merupakan sedekah dan kebaikan untuknya
B. Saran
Setelah selesai menulis skripsi ini, penulis menyarankan beberapa
hal terkait pembahasan skripsi yang penulis tulis, di antaranya adalah:
1. Bagi lembaga pendidikan
Menambah kesadaran kepada setiap pendidik untuk tidak
menjadikan lembaga pendidikan sebagai tempat transfer of knowladge
saja, tetapi juga memperhatikan aspek spiritual anak didik yang tidak
69
hanya mengejar kesuksesan duniawi saja namun juga mengejar
kesuksesan akhirat.
2. Bagi Pendidik
Kiranya juga memperkenalkan kitab-kitab ulama terutama kitab
Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā Muhyuddῑn An-Nawāwῑ. Hal
ini juga berlaku untuk seluruh pendidik yang ada di Indoneisa, baik pada
lembaga formal maupun non formal. Untuk sekiranya dalam mendidik
tidak terlepas dari apa-apa yang telah di ajarkan oleh nabi Muhammad
SAW yang hal tersebut sudah para ulama jalankan serta diwariskan dari
satu generasi ke generasi selanjutnya
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian yang penulis tulis mengenai Konsep Pendidikan
Ahklak dalam kitab Riyāduşşālihῑn karya Syāikh Abu Zakariā
Muhyuddῑn An-Nawāwῑ tentulah belum bisa dikatakan selesai dengan
sempurna, karena saat mengerjakan karya ilmiah ini tidak menutup
kemungkinan adanya kekeliruan tersebab kurangnya pengetahuan
penulis dalam menganalisis serta keterbatasan waktu sehingga
memungkinkan timbulnya kekeliruan dalam karya ilmiah ini.
70
DAFTAR PUSTAKA
Nur Ali dan Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2004
Wahdi Sayuti dan Zurinal. ILMU PENDIDIKAN, Pengantar dan Pelaksanaan
dasar – dasar Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006
Mahfud, Rois Al – Islam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2011
Mukti Ali dan M. Ali Hasan. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2003
Samsul Nizar dan Al-Rasyidin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : PT Ciputat
Press, 2005
Al-Utsaimin, Syarah Syaikh Muhammad Shalih. Riyadushalihin.Saudi:
Mamlakah Al-‘Arabi, Juz 1, 1969
Zad Al-Masir, Ibn Al-Jauzi. Beirut: Al – Maktab Al – Islamy, 1404
https://www.kompasiana.com/renidwilestari18190001/5c83d602bde5750890649
af3/peran pendidikan-dalam-mengatasi-krisis-akhlak, diakses pada 14
November 2019 pukul 09:00
Rasyidin,Waini . Pedagogik Teoritis dan Paktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014
https://www.acehtrend.com/2019/02/16/pendidikan-akhlak-sebagai-solusi-
persoalan-pendidikan-di-indonesia, diakses pada 14 November 2019
pukul 13:30
71
http://muslim.or.id/hadits/sekilas-tentang-kitab-riyadhus-shalihin.html, Diakses
Tanggal. 14 November 2019 pukul 10:00
http://virouz.wordpress.com/2010/05/15/bedah-kitab-riyadhus-shalihin/,
Diakses Tanggal. 14 November 2019 pukul 10:00
Alim,Muhammad Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim). Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011
Nata, Abuddin.Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 201
----------- Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996
Muhammad al-Ghazali, Al-Imam Abu Hamid Muhammad Ihya’ ‘Ulumuddin.
Kairo:Dar al-Hadis, t.th
Octavia,Lanny dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta:
Renebook, 2014)
Amin Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang, 1975
Anwar, Rosihin. Akhlak Tasawuf. Pustaka Setia: Bandung , 2008
Shihab,M. Quraish. Wawasan al-Quran. Bandung: Mizan, 2007, Cet. ke-1.
----------------Tafsir Al-Misbah. Ciputat: Lentera Hati, 2017
Rakhmat,Jalaluddin. Dahulukan Akhlak di atas Fiqih, (Bandung: Mizan
Pustaka,2007), Cet. ke-1
Khozin, Khazanah. ( Pendidikan Agama Islam). Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013
Taufik,Agus dkk. Pendidikan Anak di SD. Jakarta : Universitas Terbuka, 2009
Ihsan,Fuad. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997, cet 1
72
Sumitro. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: FIP – UNY, 1985
Wahyudin. Dinn Pengantar Pendidikan. Jakarta; Universitas Terbuka, 2008
Majid, Abdul. Pendidikan Karakter Perpespektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, cet ke 2, 2012
Yunus, Mahmud. Pokok-pokok Pendiidkan dan Pengajaran. Jakarta: Hida
Karya Agung, 1990
Masy’ari,Anwar. Akhlak al-Qur’an. Jakarta: Kalam Mulia, 1990
Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2012
Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2013
HM, Arifin. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi
Aksara, 1991
al-Toumi,Omar Muhammad. Falsafah Pendidikan Islam,Terj Hasan
Langgulung Jakarta:Bulan Bintang,1979
al-Jamali, Muhammad Fadhil. Falsafah Pendidikan dalam Al-Qur’an.
Surabaya:: Bina Ilmu, 1986
al-Abrasyi, Athiyah. Dasar – dasar Pokok Pendidikan Islam Tarjamahan At-
tarbiyatul al-Islamiy. Jakarta: Repalita,1969
Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 8, 2010
Zed,Mestika Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, Cet. ke-2, 2011
73
Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Edisi 1, Yogyakarta: Andi
Offset, 2014
Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta, Cet. ke-4, 2004
An-Nawawi, Imam Riyadhus Shalihin. (Terj. Deny Suwito). Depok: Senja
Publishing,2005
An-Nawawi, Imam Riyadushalihin, Syarah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-
Utsaimain terj Arif Rahman. Sukoharjo: Insan Kamil, 2018
An-Nawawi, Imam. Raudhatuth Thalibin, terj Muhyiddin Mas Rida. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007
http://virouz007.wordpress.com/2010/05/15/bedah-kitab-riyadhus-shalihin/
diakses 14 November 2019
http://muslim.or.id/hadits/sekilas-tentang-kitab-riyadhus-shalihin.html (diakses
14 November 2019 ).
http://virouz007.wordpress.com/2010/05/15/bedah-kitab-riyadhus-shalihin/
(diakses 14 November 2019 ).
An-Nawawi, Imam. Riyadushalihin, terj Izuddin Krimi. Jakarta :Darul Haq, cet
1, 2018.
An- Nawawi, Syaikh Al- Islami Muhyi Ad-Din Abi Zakariya Yahya Ibn Syarof .
Riyadushalihin. Daar ihya Al Kitab Al’arabiyah
Basith, Abdul Muhammad as-Sayyid. Inilah Makanan Rasulullah saw. Group
Maghfirah, Jakarta, 2007
74
Al-Ghazali, Abu Hamid. Ringkasan Ihya Ulumuddin, terj Fudhailurrahman.
Jakarta: Sahara, 2012
Rokayah, PENERAPAN ETIKA DAN AKHLAK DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI, Pendidikan dan Pembelajaran Dasar Volume 2 Nomor
1 Juni 2015 p-ISSN 2355 1925,
‘Ulwan, Abdullah Nashih. Pendidikan Anak Dalam Islam ( Tarbiyatul Aulad fil
Islam), terj Arif Rahman Hakim. Sukoharjo: Insan Kamil Solo, cet 7
,2016
Al-Utsaimin Syaikh Muhammad, Syarah Riyadhus Shalihin, (terjm: Munirul
Abidin). Jakarta: PT Darul Falah, 2005
Darajat,Zakiah. Dasar-DasarAgama Islam. Jakarta: Karya Unipress, cet 1
1984
Arief,Armai Reformasi Pendidikan Islam. Jakarta: CRD PRESS Jakarta, 2005
cet 1
Suryana,Jajang. Pendidikan Agama Islam. Depok: PT Raja Grafindo Persada,
2018