rintisan sekolah berstandar internasional
DESCRIPTION
Rintisan Sekolah Berstandar/bertaraf Internasional Merupakan Bentuk Legalisasi dan Komersialisasi Dunia Pendidikan di Indonesia. Hal ini Bertentangan Dengan UU Dasar 1945TRANSCRIPT
RINTISAN SEKOLAH BERTARAF/BERSTANDAR INTERNASIONAL SATU BENTUK LEGALISASI DISKRIMINASI
PENDIDIKKAN DI INDONESIA
Ditulis oleh :Muh. Fuad Usman
Jakarta 2011
1
Kata Pengantar
Anak bangsa ini mesti diajarkan berkompetisi secara fair dan kompetisi
yang fair mesti dipimpin oleh wasit yang fair pula. Kompetisi yang fair akan
melahirkan manusia yang sportif, suka kerja keras, disiplin, teliti, menghargai
proses, dan toleransi terhadap sesama. Kompetesi yang fair iilustrasikan pada
sebuah lomba lari. Dalam perlombaan lari 100 meter yang fair, setiap pelari
haruslah memulai start pada titik nol meter. Bukan dengan menempatkan pelari
B pada titik star nol meter, sedangkan pelari A ditempatkan pada titik star 20
meter di depan pelari B. Ini namanya kompetisi yang tidak fair. Jika pendidikan
bermutu diartikan harus mahal, maka Kemdiknas sebagai wasit telah bertindak
tidak adil dengan menempatkan orang kaya pada titik star 20 meter di depan titik
star orang miskin. Hanya orang kaya sajalah yang akan mengenyam pendidikan
yang bermutu. Mereka yang miskin tidak. Percuma saja ada Undang-Sisdiknas
No.20 tahun 2003 dibuat. Undang-undang Sisdiknas pada pasal 4, pasal 5 dan
pasal 11 secara jelas menerangkan bahwa pendidikan tidak boleh bersifat
diskriminatif.
Pada tahun 2011 Kemdiknas menerima anggaran Rp. 245 triliun. Jumlah
tersebut menempatkan Kemdiknas berada pada peringkat pertama sebagai
penerima APBN terbesar dibandingkan dengan departemen lainnya. Namun
mengapa diskriminasi dalam bidang pendidikan masih ada. Padahal fokus utama
program Kemdiknas seharusnya mempersempit jurang kesenjangan pencapaian
pendidikan diantara penduduk Indonesia, dimana sebagian besar angkatan kerja
Indonesia berpendidikan dasar (71% lebih). Dengan dana sebegitu besar,
seharusnya Kemdiknas mengurangi kesenjangan yang ada dalam dunia
pendidikan, bukan malah memperlebar jurang kesenjangan yang sudah ada
selama ini, seperti pelaksanaan RSBI.
Buku ini saya tulis sebagai kenang-kenangan terhadap Muhammad Basyir
yang telah mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di Kios Pasar, kawasan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sebelum mengakhiri hidupnya, ia sering
mengungkapkan keinginannya untuk bersekolah, namun tidak terwujud. Bocah
yang bercita-cita ingin menjadi polisi dan dokter itu, memancang sang merah
putih berkibar diatas kios tempat ia mengakhiri hidupnya. Ia, seakan
meninggalkan tanda agar ada orang yang menyaksikan, seorang anak manusia
begitu menghiba ingin sekolah.
Sayang sebagian mata kita telah buta, nurani mati, dan negara telah
menjadi penguasa yang tidak berdaya. Basyir mengibarkan bendera merah putih
sebagai simbol perlawanan, betapa timpangnya sistem pendidikan di negara ini.
Basyir merupakan puncak gunung es masalah pendidikan di Indonesia. Di
luar sana masih terdapat ribuan atau bahkan orang miskin yang bernasib sama
2
dengan Basyir yang tidak berdaya menghadapi ketimpangan sistem pendidikan
di negara ini. “Remember the death, but do not forget the live”
Jakarta, Mei 2011
3
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN...............................................................................................I
RSBI WUJUD DISKRIMINASI DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA.................II
KEBERADAAN RSBI ILLEGAL........................................................................III
KEMDIKNAS MELAKUKAN KEBOHONGAN PUBLIK MENGENAI RSBI.......IV
PENETAPAN BIAYA DI SMU NEGERI BAIK RSBI DAN NON-RSBITRICKY DAN TIDAK TRANSPARANS.............................................................V
KEBERADAAN KOMITE SEKOLAH MENJADI PENYEBAB MAHALNYA BIAYA PENDIDIKAN.........................................................................................VI
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN................................................................VII
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
4
1
PENDAHULUAN
“ Semakin tinggi penghargaan manusia terhadap uang, maka semakin rendahlah
perhargaan manusia terhadap nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadaban, kemanusiaan,
dan nilai-nilai keadilan” - Aristoteles
Fasli Jalal, Wamendiknas, sering berbicara mengenai konsep dasar
penyelenggaraan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), yang menurutnya
baik. Namun sayang beliau tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai variabel dan ukuran
yang digunakan untuk menjelaskan tentang kebaikan dari konsep tersebut. Konsep itu
sendiri merupakan suatu hal yang abstrak, suatu hal yang belum jelas. Jadi wajar saja
timbul kontroversi mengenai konsep pendidikan RSBI, karena memang RSBI itu penuh
dengan ketidakjelasan.
Dari terminologi bahasa saja pelabelan RSBI sudah mengandung kerancuan dan
misleading. Misalnya penggunaan kata internasional. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) kata internasional berarti menyangkut bangsa atau negeri seluruh
dunia; antarbangsa. Sedangkan kata standar berarti ukuran tertentu yang dipakai sebagai
patokan. Kalau mengacu pada kedua kata tersebut maka RSBI berarti sekolah yang
dirintis untuk dijadikan ukuran atau patokan seluruh dunia atau antar bangsa dimana
peserta didiknya terdiri dari berbagai macam bangsa. Kenyataan tidak demikian adanya.
RSBI bukanlah sekolah yang menjadi ukurun atau tempat bersekolah bangsa lain selain
dari bangsa Indonesia.
Jika merujuk pada pengertian dua kata di atas diatas maka ada dua kerancuan yang
terdapat pada sekolah dengan prediket RSBI (disingkat berstandar internasional).
Pertama, Tentang pencantuman label internasional. Apakah pencantuman label
berstandar internasional diberikan kepada sebuah sekolah karena menggunakan
kurikulum dari sebuah institusi pendidikan luar negeri. Misalnya menggunakan
Cambrigde International General Certificate of Secondary Education (CIGSE) dari
Cambrige International, Seperti yang terdapat pada kelas internasional di SMU 8
Jakarta? Kalau demikian alasan, rasanya cara berfikir penggagas RSBI sangat sederhana.
kurikulum IGSE diselenggarakan oleh Cambrigde University International Examination
sebagai syarat yang diterima pada program university prepatory di universitas tersebut.
Seperti banyak orang yang sudah mahfum bahwa produk pendidikan itu berupa service
atau jasa yang sukar distandarnisasikan. Hal ini dijelaskan oleh oleh pakar industri jasa
Zeithamml dan Bitner(2006.22) dalam buku “Service Marketing”, seperti berikut:
“Layanan jasa lebih cenderung heterogen, intangible, lebih sukar dievaluasi
dibandingkan barang”. Karena sifatnya tersebut maka produk pendidikan sukar
distandarnisasikan . Standar pendidikan atau standar kurikulum yang berlaku Cambridge
university belum tentu diakui oleh University of California, Los Angeles (UCLA),
Amerika Serikat. Standar pendidikan Amerika belum tentu diakui di Australia, dsb.
Berbeda dengan produk berupa barang. Produk barang gampang distandarkan karena
mempunyai ukuran yang jelas, seperti kilogram, meter, sentimeter, gram dll. Satu
5
kilogram beras di Indonesia pasti sama dengan satu kilogram beras di Nepal atau
dimanapun tempat dimuka bumi ini.
Kerancuan kedua terdapat pada siapa yang mengakui RSBI sebagai sekolah
berstandar internasional. Apakah ada badan standarnisasi pendidikan internasional yang
berkompeten menilai RSBI sebagai sekolah standar internasional?. Layaknya di dunia
industri ada ISO. Untuk pendidikan jarak jauh (long distance education) ada
International Council For Distance Education (ICDE), Sebuah lembaga akreditasi
internasional yang menilai pendidikan jarak jauh di berbagai negara di dunia. Lalu
bagaimana dengan RSBI, siapa yang mengakui sekolah ini sebagai sekolah standar
internasional? BNSP? Tidak mungkin, karena lembaga ini hanya menilai standar
pendidikan tingkat nasional? Lalu siapa? Jangan-jangan hanya ngaku-ngaku sendiri.
Media Indonesia menyebut RSBI sebagai kastanisasi baru dalam pendidikan di
Indonesia. Julukan yang bernada miring ini langsung mendapat bantahan dari petinggi
Kemdiknas, antara lain dari Fasli Jalal, Suyanto. It’s the same old song. Tidak ada hal
baru yang disampaikan oleh kedua pejabat tersebut. Dari dulu penguasa negeri ini
memang jago soal bantah membantah. Mereka ramai ramai membantah bahwa RSBI
bukan sekolah yang eksklusif. Padahal faktanya RSBI memang eksklusif serta mahal dan
diperuntukkan bagi orang-orang yang berkantong tebal.
Ada dua fakta yang menunjukkan bahwa bahwa RSBI memang eksklusif yaitu,
waktu pendaftaran siswa baru (PSB) dan prosedur penerimaan siswa baru. RSBI
diberikan hak ekslusif untuk membuka PSB lebih awal dibandingkan dengan sekolah
Non-RSBI. Kedua, PSB di RSBI tidak dilakukan melalui on-line, melainkan siswa
datang langsung ke sekolah yang bersangkutan. Ada dua asumsi yang dapat diambil dari
hak eksklusif yang diberikan kepada RSBI mengenai mengapa mereka boleh menyeleksi
calon siswanya langsung. Pertama, pihak RSBI tidak mempercayai sepenuhnya
kemurnian NEM hasil Ujian Nasional. Kedua, dengan seleksi langsung, pihak RSBI
dapat menjelaskan langsung kepada calon siswa atau orang tua siswa mengenai
perbedaan sekolah RSBI dan Non-RSBI, terutama soal besarnya biaya tanpa harus
membuat keterangan secara tertulis.
Fakta berikutnya menunjukan RSBI memang sekolah mahal bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia. Karena mahalnya biaya masuk, maka yang bersekolah di RSBI
pastilah dari kalangan mereka yang berpunya. Sebagian pembaca tulisan ini mungkin
tidak menyangka bahwa ada sekolah SMU RSBI memungut biaya sumbangan wajib
siswa baru (SWSB) pada kisaran paling rendah Rp. 9 juta sampai dengan Rp.39 juta.
SPP paling rendah Rp.400 ribu s/d Rp.500 ribu perbulan. Ada pula SMK RSBI yang
ikut-ikutan memungut SWSB sebesar Rp. 9 juta. Padahal segmentasi siswa SMK adalah
kaum menengah kebawah.
Yang lebih tidak masuk akal lagi adalah biaya pendidikan di sekolah SMU/SMK
RSBI lebih mahal dibandingkan dengan biaya kuliah di UI, ITB, UNPAD maupun
Gunadarma. Padahal biaya pendidikan di perguruan tinggi mestinya lebih mahal
dibandingkan dengan biaya pendidikan di tingkat SMU/SMK. Memang apabila seorang
6
kelak dikemudian hari melamar kerja atau terjun di masyarakat yang ditanya ijazah
SMU/SMK?. Kan tidak. Umumnya yang ditanya adalah ijazah sarjana.
Sebenarnya masalah utama yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia saat ini
adalah masalah pemerataan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi seluruh
warga negara tanpa membeda-bedakan dari golongan mana mereka berasal.
Ketidakmerataan akses pendidikan telah menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam
struktur tenaga kerja menurut pencapaian tingkat pendidikan.
Tabel 1.1Angkatan kerja Indonesia menurut pencapaian Pendidikan
Sumber:
Depnakertrans (2010)
Seperti terlihat pada tabel di atas bahwa dari total angkatan kerja Indonesia yang
berjumlah 111.477.000 orang, Sebanyak 79.923.000 atau 71.70% dari angka tersebut
hanya memiliki tingkat pendidikan dasar SD dan SMP.
Rendahnya tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia. World Competitiveness Report
(Yoeti, 2008, 33) melaporkan bahwa daya saing SDM Indonesia berada pada peringkat
45, jauh di bawah negara Asia lainnya, seperti Singapore (8), China (35), Thailand (40),
Philipina (38). Pada hal menurut Ohmae (1990) persyaratan mutlak yang harus dimiliki
oleh suatu bangsa dalam menghadapi globalisasi adalah sumber daya manusia terdidik
yang mau bekerja keras dan mempunyai keinginan besar untuk berpartisipasi dalam
kegiatan ekonomi global.
Melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan pesan kepada seluruh pemangku
kepentingan dunia pendidikan Indonesia untuk mempersempit jurang kesenjangan dalam
mendapatkan pendidikan yang bermutu bagi seluruh warga negara. Bukan malah
memperlebar jurang yang telah ada.
Apabila dianologikan dengan pemikiran Amartya Sen yang ia tulis dalam bukunya
yang berjudul Freedom as Development, pembangunan dalam bidang pendidikan
haruslah pembangunan yang membebaskan manusia dari ketidaktoleranan, kebodohan,
keterbelakangan, kemiskinan, ketidakadilan, dan diskriminasi. Institusi pendidikan
merupakan satu-satunya tempat ideal untuk mendidik dan membentuk anak bangsa
menjadi bangsa yang berkarakter jujur, disiplin, teliti, berfikiran maju, mengutamakan
No Pencapaian pendidikan Jumlah Persentase
1. Tertinggi SD
2. Tamat SLTP
3. Tamat SMU/SMK
4. Akademi/Diploma
5. Tamat Universitas
58.360.521
21.562.938
23.978.311
3.180.473
4.395.204
52.35%
19.34%
21.50%
2.85%
3.94%
Total 111.477.447 100%
7
kerja keras, menjunjung tinggi perbedaan dan sikap toleran terhadap sesama. Bukan
sebaliknya.
Tulisan ini mengupas tuntas kejanggalan-kejanggalan yang terdapat pada
penyelenggaraan RSBI, antara lain: (1) RSBI merupakan wujud diskriminasi dalam dunia
pendidikan di Indonesia. (2). Keberadaan RSBI yang illegal. (3). Penetapan Sumbangan
Wajib Siswa Baru yang menjebak. (3). Kebohongan publik yang telah dilakukan oleh
pejabat KEMDIKNAS. (4). Peran komite sekolah sebagai perpanjangan tangan kepala
sekolah. (5). Fakta mengenai lebih mahalnya biaya pendidika di SMU/SMK
dibandingkan dengan biaya pendidikan di perguruan tinggi. (6). Cara pihak sekolah
beserta komite sekolah mem-fait accompli orang tua siswa agar menyepakati besar
Sumbangan Wajib Siswa Baru (SWSB). (7). Cara kepala sekolah dan komite sekolah
membentengi diri agar lepas dari tuntutan hukum. (8). Bagaimana cara kepala sekolah
menciptakan proyek baru setiap tahun, dsb. Semoga bermanfaat.
8
2 RSBI WUJUD NYATA DISKRIMINASI
DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA
“Poverty is bad enough, but when you are being discriminated, this strips away your dignity,
it is much worse, you feel humiliated, you feel useless”. Nelson Mandela
Keberadaan RSBI bertentangan dengan Undang-Undang No. 29 tahun 1999
tentang Pengesahan International Convention on The Elimination of All Forms of
Racial Discrimination 1965. Konsiderans D Undang-Undang No. 29/1999 berbunyi
sbb.: “Bahwa Konvensi tersebut pada huruf c mengatur penghapusan segala bentuk
pembedaan, pengucilan, pembatasan atau preferensi yang didasarkan pada ras, warna
kulit, keturunan, asal-usul kebangsaan atau etnis yang mempunyai tujuan atau akibat
meniadakan atau menghalangi pengakuan, perolehan atau pelaksanaan pada suatu dasar
yang sama tentang hak asasi manusia dan kebebasan mendasar dibidang politik,
ekonomi, sosial, budaya atau bidang kehidupan umum lainnya”.
Diskriminasi penyelenggaraan RSBI terdapat pada preferensi pemilihan peserta
didik dimana peserta didiknya berasal dari golongan orang yang berpunya. Hal ini
terlihat dari waktu pendaftaran siswa baru dan prosedur penerimaan siswa. Waktu
pendaftaran siswa baru diadakan lebih awal dibandingkan dengan sekolah Non-RSBI.
Siswa atau orang tua siswa yang berminat terhadap RSBI datang langsung mendaftar
kesekolah yang bersangkutan, bukan pendaftaran on line seperti sekolah lainnya. Hal
ini tentu disengaja agar pihak sekolah leluasa menjelaskan secara langsung kepada
peminat tentang RSBI serta soal besaran biaya tanpa perlu mengumumkan secara
tertulis kepada masyarakat. Semuanya dilakukan secara diam-diam dan tertutup. Hanya
ada satu hal yang standar dalam pelaksanaan PSB di RSBI, yaitu cara pihak sekolah
menjelaskan besaran biaya pendidikan. Umpamanya apabila ada orang tua siswa atau
siapapun menanyakan besaran biaya di RSBI, maka pihak sekolah entah itu kepala
sekolah, wakepsek, guru, satpam, tukang kebun, ataupun OB akan menjawab dengan
jawaban standar, sbb: “ Ibu/bapak/adik, besarnya biaya untuk tahun ini belum
diketahui. Untuk penentuan Sumbangan Wajib Siswa Baru (SWSB) dan SPP nanti
ditentukan berdasarkan rapat orang tua dengan komite sekolah. Namun sebagai
informasi buat ibu/bapak/adik bahwa SWSB tahun lalu berkisar dari Rp. 10 s/d 24 juta
dan SPP sekitar Rp.400.000. Tapi untuk tahun ini belum pasti berapa besarannya.
Biaya pasti nanti akan ditentukan berdasarkan rapat orang tua dan komite sekolah”
Cara tricky ini digunakan pihak sekolah untuk menjaring siswa dari kalangan
berpunya dan menghalangi akses masuk bagi siswa miskin. Dengan mematok SWSB
dan SPP sebegitu besar sudah pasti siswa dari kalangan miskin tidak berani mendaftar
dan memilih sekolah lain. Yang pasti hanya orang kaya saja yang berani mendaftarkan
ke RSBI karena tergiur iming-iming internasional. Beginilah cara pihak sekolah
menyingkirkam mereka yang miskin supaya tidak masuk ke sekolah tersebut.
Pelaksanaan RSBI jelas-jelas melanggar Undang-Undang Anti Diskriminasi
No.29 tahun 1999 dimana pihak RSBI telah menghalangi akses masuk bagi siswa
9
miskin untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dengan cara menetapkan biaya
tinggi yang tidak terjangkau oleh mereka. RSBI juga bertentangan dengan pasal 4 dan
pasal 5 Undang-Undang Sisdiknas No. 28 Tahun 2003. Dalam pasal 4 UU Sisdiknas
dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia , nilai keagamaan,
nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Dilanjutan dengan pasal 5 UU Sisdiknas
bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu. Kemudian dijelaskan lagi oleh pasal 11 sebagai berikut: Pemerintah
dan pemerintah daerah memberikan layanan dan kemudahan , serta menjamin
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi.
Anak bangsa ini mesti diajarkan berkompetisi secara fair dan kompetisi yang fair
mesti dipimpin oleh wasit yang fair pula. Kompetisi yang fair akan melahirkan
manusia yang sportif, suka kerja keras, disiplin, teliti, menghargai proses, dan toleransi
terhadap sesama. Kompetesi yang fair dapat diilustrasikan pada sebuah perlombaan
lari. Dalam perlombaan lari 100 meter yang fair, setiap pelari haruslah memulai start
pada titik nol meter. Bukan dengan menempatkan pelari B pada titik star nol meter,
sedangkan pelari A ditempatkan pada titik star 10 meter di depan pelari B. Ini namanya
kompetisi yang tidak fair. Jika pendidikan bermutu diartikan harus mahal, maka
Kemdiknas sebagai wasit telah bertindak tidak adil dengan menempatkan orang kaya
pada titik star 10 meter di depan titik star orang miskin. Hanya orang kaya sajalah yang
akan mengenyam pendidikan yang bermutu. Mereka yang miskin tidak. Percuma saja
ada Undang-Sisdiknas No.20 tahun 2003 dibuat.
10
3
KEBERADAAN RSBI ILLEGAL
Sampai saat ini belum ada dasar hukum tentang penyelenggaraan RSBI. Padahal
sekolah RSBI sudah berjalan semenjak tahun 2004. Penyelenggaraan RSBI tidak boleh
hanya berdasarkan pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003.
Seperti diketahui bahwa pasal 50 ayat 3 hanya menjelaskan sekurang-kurangnya satu
satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan yang bertaraf internasional, bukan RSBI. Belum ada peraturan yang
mengatur tata laksana sekolah RSBI, misalnya dalam bentuk peraturan menteri. Hal ini
diakui oleh pejabat petinggi-petinggi Kemdiknas dan anggota DPR RI. Berikut
peryataan mereka:
1.Fasli Jalal, Wakamendiknas Fasli Jalal Wakil Menteri Pendidikan Nasional: “
penyelenggaraan RSBI hendaknya dipayungi peraturan daerah, minimal peraturan
bupati atau peraturan wali kota. ”Di sana ada koridor-koridor, apakah gratis atau
membayar dengan limitasi tertentu. Itu bisa diatur lebih lanjut oleh peraturan sesuai
dengan level otonomi itu.” (Kompas.com 5/7/2010)
2. Rully Chairul Azwar Wakil Komisi III DPR RI : “Sampai saat ini belum ada aturan
terperinci yang secara khusus mengatur pelaksanaan rintisan sekolah bertaraf
internasional atau RSBI. Akibatnya, terjadi kerancuan pelaksanaan RSBI di beberapa
daerah, termasuk pungutan dana pada orangtua siswa yang besarnya tidak memiliki
standar. Peraturan pemerintah soal RSBI harus ada”.(Kompas.com 5/7/2010)
3. Mujito Direktur Kelembagaan TK dan SD Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemendiknas): “ Makin mahalnya biaya pendidikan di Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) disebabkan tidak adanya peraturan menteri pendidikan nasional
(Permendiknas) yang mengikat pemerintah pusat dan daerah. Direktur Kelembagaan
TK dan SD Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) Mudjito menyatakan,
pada tataran kebijakan, terdapat sejumlah aturan yang tidak konsisten dalam
mengatur penyelenggaraan RSBI. (www.okezone.com)
4. Dr Yusuf Muzakkir, Kepala Bagian Tatalaksana Sekretariat Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Setditjen Mandikdasmen): “Kelahiran
Permendiknas RSBI dan SBI tersebut sangat mendesak untuk menengahi beragam
masalah seiring tumbuh berkembanya RSBI di Indonesia. “Ada propinsi yang
membuat semacam edaran kepada kabupaten dan kota di wilayahnya, yang pada
intinya tidak memfungsikan peran kabupaten dan kota terhadap penyelenggaraan
RSBI dan SBI. Nah hal ini kan perlu segera diatasi”. (Kompasiana.com. 6/7/2010)
Pelaksanaan RSBI adalah kegiatan illegal karena tidak ada dasar hukumnya atau
peraturan yang mengatur tata laksananya. Padahal kegiatan ini sudah berjalan selama
lebih dari enam tahun, yaitu semenjak tahun 2004. Oleh sebab itu harus ada pihak yang
dimintai pertanggungjawabannya karena melakukan kegiatan illegal.
11
4
KEMDIKNAS MELAKUKAN KEBOHONGAN PUBLIK MENGENAI RSBI
Ada dua kebohongan publik yang dilakukan oleh Kemendiknas, yaitu :
1. Pernyataan mengenai tidak mahalnya biaya pendidikan di RSBI
2. Pencantuman nama kelas internasional.
Ad.1. Pernyataan Mengenai Tidak Mahalnya Biaya Pendidikan di RSBI
Kebohongan Publik pertama dapat diketahui dari pernyatan pejabat Kemdiknas,
a.l. Fasli Jalal Wakamendiknas ( Republika, 8/5/2010) mengenai tidak mahalnya biaya
pendidikan di RSBI. Berikut pernyataannya: “ Bahwa RSBI tidak selalu mahal dan
identik dengan tarif internasional”. Pak Fasli adalah seorang Profesor yang mempunyai
jabatan Wakil Menteri Pendidikan Nasional yang tidak mungkin diragukan lagi
integritasnya. Namun sangat disayangkan pernyataan beliau mengenai tidak mahalnya
RSBI bertentangan dengan fakta sesungguhnya. Faktanya sekolah RSBI menurut
ukuran rata-rata orang Indonesia merupakan sekolah mahal. Diyakini Pak Fasli pasti
mendapatkan laporan yang tidak benar dari bawahannya mengenai biaya sekolah
RSBI. Kalau memang demikian adanya, maka bawahan Pak Fasli telah memberikan
laporan ABS mengenai besaran biaya masuk ke RSBI. Apakah biaya masuk Rp.15 juta
dan SPP Rp. 500.000/bulan bukan termasuk mahal bagi kebanyakan orang Indonesia?
Kalau menurut pejabat Kemdiknas jumlah yang tercantum di atas tidak mahal, berarti
RSBI memang diperuntukkan untuk kalangan orang berduit.
Kemudian ada lagi pernyataan dari Prof. Suyanto, Direktur Jenderal Manajemen
Pendidikan dasar dan menengah Kemdiknas, (Republika 6 Juni, 2010) yang
menyatakan bahwa biaya sekolah SMU RSBI Rp.15 juta dan SMK RSBI Rp.2.7 juta.
Beliau tidak merinci apakah biaya tersebut biaya keseluruhan atau hanya biaya SWSB.
Pernyataan tersebut juga bertentangan dengan fakta sesungguhnya. Tidak ada SMK
RSBI dengan biaya Rp. 2.7 juta.
Berikut data biaya yang berlaku di beberapa RSBI di Jakarta. Tabel 1
menjelaskan besaran biaya di RSBI dan kelas Internasional. Biaya tertinggi untuk
kelas internasional (SBI) terdapat pada SMU RSBI 28, yaitu Rp. 39.000.000.
Sedangkan biaya terendah terdapat pada SMU RSBI 81, yaitu sebesar Rp.24.000.000,.
Rata-rata biaya SBI pada 4 sekolah yang disurvey berjumlah Rp. 31.000.000,-
Untuk kelas RSBI SWSB pangkal tertinggi terdapat pada SMU RSBI 8, dan SWSB
terendah terdapat pada SMU RSBI 3. Rata-rata SWSB pada kelas RSBI Rp.
8.250.000. Perlu dicatat disini bahwa penentuan SWSB untuk kelas RSBI tidak
standar. Jumlah yang tercantum merupakan jumlah pada kisaran terendah. Kisaran
SWSB tertinggi untuk kelas RSBI bisa mencapai Rp. 24.000.000,- seperti yang
terdapat pada SMU RSBI 28. SPP tertinggi dikenakan oleh SMU 81 yaitu Rp.
500.000/bulan, sedangkan terendah dikenakan oleh SMU 3, yaitu Rp. 350.000,- Rata-
12
rata SPP Rp. 425.000,- Yang menarik dalam temuan ini adalah rata-rata jumlah siswa
perkelas untuk kelas internasional adalah 24 siswa, dan Rata-rata siswa perkelas untuk
kelas RSBI adalah 36 siswa. Belum penelitian ada penelitian tindakan kelas apakah
dengan jumlah 36 siswa perkelas suasana belajar lebih kondusif atau tidak.
Tabel 1. Data Biaya SMU RSBI dan SBI ( Rupiah )
No Nama Sekolah SWSB SPPJml.
Siswa/kelas
1 SMU 3
Kls. Internasional
RSBI*
25.500.000
8.000.000
-
350.000
24
36
2 SMU 8
Kls. Internasional
RSBI*
36.000.000
15.000.000
-
450.000
24
36
3
SMU 28
Kls. Internasional
RSBI*
39.000.000
9.000.000
-
400.000
24
36
4
SMU 81
Kls. Internasional
RSBI*
24.000.000
10.000.000
-
500.000
24
36
Rata-Rata
Kls. Internasional
RSBI*
31.000.000
8.250.000
-
425.000
24
36
Data diolah oleh penulis
*Jumlah minimal dan ditentukan setelah siswa belajar selama 2 bulan
Tabel 2. Data Biaya SMK RSBI (Rupiah)
Pada tabel 2 di atas terlihat besar biaya yang dikenakan pada SMK RSBI. Dari 2
SMK RSBI yang disurvey SMK 57 mengenakan biaya tertinggi untuk SWSB, yaitu
Rp.9.300.000,- SMK 20 mengenakan biaya Rp.9.000.000,- Masing – masing SMK
RSBI mengenakan SPP sebesar Rp.400.000. Kalau melihat data di atas maka biaya
yang dikenakan oleh SMK RSBI hampir sama dengan SMU RSBI. Padahal segmen
pasar SMK berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah.
No Nama Sekolah SWSB SPPJml.
Siswa/kelas
1SMU 20
RSBI 9.000.000 400.000 35
2SMK 57
RSBI 9.300.000 400.000 32
Rata-Rata
SMK RSBI9.150.000 400.000
13
Data diolah oleh penulis
Tabel 3. Data Biaya Perguruan Tinggi (Rupiah)
Data diolah penulis SWMB: Sumbangan Wajib Mahasiswa Baru ditentukan dimuka
Besaran biaya SWMB untuk 3 universitas negeri berkisar pada jumlah minimal
Rp. 5.000.000 juta s/d Rp.7.500.000. Namun jumlah ini tidak tetap, melainkan
tergantung pada ekonomi orang tua siswa. Semua biaya ditentukan didepan. Bagi
orang tua yang tidak mampu disediakan bea siswa kecuali Gunadarma. Rata-rata besar
SWMB pada 4 universitas yang disurvey berjumlah Rp.5.937.000. Sedangkan rata-rata
SPP persemester Rp.2.091.250,-
Tabel 4. merupakan perbandingan biaya sekolah di RSBI dengan biaya kuliah di
perguruan tinggi. Terlihat pada tabel tersebut bahwa biaya yang dikenakan oleh RSBI
lebih besar dari biaya kuliah di empat perguruan tinggi, yaitu UI, ITB, UNPAD, dan
Gunadarma. Selisih SPP per semester antara SMU RSBI dan PT. berjumlah Rp.
460.000,- Selisih SWSB berjumlah Rp. 2.131.000,-
Tabel 4. Perbandingan Biaya Perguruan Tinggi v.s SMU RSBI
Data diolah penulis
Tabel 5 menunjukkan perbandingan biaya sekolah SBI dengan biaya kuliah S2 di
Universitas Gunadarma. Ternyata biaya sekolah SBI jauh lebih mahal jika
dibandingkan dengan biaya kuliah S2 di Universitas Gunadarma. Selisih biayanya
No Nama PT SWMB
Rata-rata*SPP/Semester
1 UI 6.250.000 2.050.000
2 ITB 6.250.000 2.075.000
3 UNPAD 6.250.000 2.490.000
4 Gunadarma 4.000.000 1.750.000
Rata Rata 5.937.500 2.091.250
INSTITUSIPT
SMU
RSBI/Semester Selisih
SPP 2.090.000 2.550.000 460.000
SWSB 5.937.000 8.250.000 2.313.000
14
Tabel 5. Perbandingan biaya
S2 Gunadarma dengan SMU Berstandar Internasional (SBI)
cukup fantastis, yaitu Rp.15.200,000,- Logikanya biaya pendidikan di tingkat SMU
mestinya lebih murah dibandingkan dengan biaya pendidikan di perguruan tinggi.
Namun faktanya malah biaya pendidikan di tingkat SMU/SMK lebih mahal jika
dibandingkan dengan biaya-biaya pendidikan di perguruan tinggi. Memangnya jika
seorang kelak terjun kemasyarakat atau melamar pekerjaan yang ditanya ijazah SMU
atau ijazah sarjana?
Jika ada orang yang menyatakan bahwa RSBI tidak mahal maka orang tersebut
pastilah orang kaya, atau orang yang tidak mengetahui biaya yang sebenarnya berlaku
di RSBI, atau orang yang tidak punya rasa empati terhadap kaum miskin yang
merupakan mayoritas rakyat Indonesia.
Ad.2. Pencantuman Nama Kelas Internasional
Kebohongan publik kedua yang dilakukan oleh pengelola RSBI adalah tentang
penyelenggaraan Kelas Internasional. Seperti yang terdapat pada SMU RSBI 28 dan
SMU RSBI 8. Padahal menurut Kepala Dinas Pendidikan DKI, Taufik Yudi Mulyanto,
diantara 10 SMU RSBI di Jakarta belum satupun yang berstatus Sekolah Berstandar
Internasional(Tempo.interatif.com). Lalu mengapa kedua sekolah tersebut membuka
kelas internasional padahal sekolahnya masih berstatus RSBI? Hal tersebut merupakan
kebohongan publik karena Diknas tidak memberikan info yang akurat kepada
masyarakat.
Temuan di atas sudah cukup membuktikan bahwa penyelenggara RSBI telah
melakukan kebohongan publik karena memberikan info tidak akurat, tidak benar, dan
menyesatkan. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang
No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Gunadarma SMU SBI Selisih
Total
Biaya15.800.000 31.000.000 15.200.000
15
5 PENETAPAN BIAYA DI SMU NEGERI BAIK RSBI
ATAUPUN NON-RSBI TRICKY DAN TIDAK TRANSPARAN
Ada suatu kejanggalan dalam penentuan besarnya sumbangan wajib siswa
baru(SWSB) dan sumbangan penyelenggara pendidikan (SPP) di RSBI dan sekolah
negeri lainnya. Jika di sekolah swasta penentuan SWSB, SPP, dan biaya lain-lainnya
ditentukan di muka, maka di sekolah RSBI ataupun sekolah Non-RSBI ditentukan di
belakang setelah kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung selama lebih kurang 2
bulan. Cara seperti ini sama saja dengan men- fait accompli orang tua siswa untuk
menerima “kesepakatan” besarnya SWSB dan SPP yang ditentukan dalam rapat komite.
Andaikata orang tua siswa tidak setuju jumlah SWSB dan SPP yang telah ditentukan,
resikonya ia harus memindahkan anaknya ke sekolah lain. Hal ini tidak mungkin
dilakukan, Tidak ada sekolah yang mau menerima siswa pindahan jika KBM telah
berjalan selama dua bulan. Artinya apapun yang disepakati dalam rapat komite, mau
tidak mau orang tua siswa terpaksa menerimanya.
Cara menetapkan biaya-biaya di SMU Negeri berbeda dengan yang diterapkan di
SMU/SMK swasta. Di sekolah swasta, semua variabel biaya sekolah ditentukan di depan
secara transparan. Tidak ada yang disembuyikan, pun tidak seperti membeli kucing
dalam karung. Dengan cara demikian orang tua bebas memilih sekolah sesuai
kemampuan keuangannya. Berikut contoh rincian biaya di Sebuah SMK swasta XYZ di
Jakarta.
Rincian Biaya SMK XYZ Jakarta (Rupiah)
No. Perincian Jumlah Keterangan
1 Formulir 80.000 Dibayar dimuka
2 Uang Pangkal 1.500.000 Dibayar dimuka
3 SPP 200.000 Dibayar dimuka
4 Test penempatan kelas 15.000 Dibayar dimuka
5 MOS 75.000 Dibayar dimuka
6 Seragam 600.000 Dibayar dimuka
7 Praktik 400.000 Dicicil
8 Osis 160.000 Dicicil
9 Komputer 200.000 Dicicil
10 Mid dan Semester 320.000 Dicicil
11 Buku paket 172.000 Dicicil
12 Ujian kompetensi 230.000 Dicicil
13 Administrasi rapor 20.000 Dicicil
14 Asuransi 15.000 Dicicil
TOTAL 3.947.000
Data diolah oleh penulis
16
Mengapa di Sekolah Negeri tidak menentukan biaya-biaya baik SPP, SWSB di
muka? Menetapkan biaya pendidikan di belakang sama halnya seperti memasang
jebakan pada orang tua/siswa baru. Ada kesan manajemen pendidikan di tingkat
SMU/SMK lebih rumit dibandingkan dengan manajemen pendidikan di tingkat
perguruan tinggi.
17
6KEBERADAAN KOMITE SEKOLAH MENJADI
PENYEBAB MAHALNYA BIAYA PENDIDIKAN
1. Dilemma Pengurus Komite Sekolah
Pembentukan komite sekolah di setiap satuan pendidikan pada dasarnya
mempunyai tujuan yang baik, yaitu sebagai mitra sekolah dalam memajukan
pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Pada prakteknya peran komite sekolah di
suatu sekolah tidak lebih dari perpanjangan tangan kepala sekolah dalam menentukan
besarnya SWSB masuk dan SPP. Komite sekolah mempunyai andil dalam
menyebabkan mahalnya biaya pendidikan terutama ditingkat pendidikan menengah
baik SMU reguler maupun di SMU RSBI.
Peran komite sebagai mitra sekolah hanyalah sekedar basa basi. Tetap saja
kedudukan komite lebih rendah dibandingkan dengan kepala sekolah. Tidak mungkin
ketua komite menolak aspirasi kepala sekolah dalam menentukan biaya-biaya. Faktor
anaklah yang menyebabkan mengapa komite sekolah tidak berani menolak keinginan
kepala sekolah. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, komite sekolah dihadapkan
kepada dua pilihan yang dilematis, yaitu take it or leave it. Apabila ada ketua komite
atau anggota komite menolak sumbangan wajib siswa baru (SWSB) yang diajukan
oleh kepala sekolah, maka sudah pasti mereka mendapat cap dari pihak sekolah
sebagai pihak yang tidak bisa bekerjasama atau atau dicap sebagai pihak yang
menghalangi kemajuan sekolah. Sangat tidak mungkin ketua atau anggota komite mau
berseberangan dengan kepala sekolah soal penetapan biaya sekolah. Jika ada yang
menentang SWSB yang telah ditentukan oleh kepala sekolah, maka pilihan yang
terbaik bagi ketua atau anggota komite adalah mengundurkan diri.
Namun sangat jarang anggota atau ketua komite yang menentang SWSB yang
telah ditentukan oleh pihak sekolah. Kebanyakan komite sekolah mencari selamat
dengan menjadi yes man kepada pihak sekolah. Tindakan menyelamatkan diri sendiri
yang dilakukan oleh komite sekolah semata-mata diambil demi kepentingan anak.
Sebab apabila komite menentang kemauan kepala sekolah dengan menjadi pihak
oposisi, maka sudah pasti putra-putri komite yang bersekolah di sekolah yang
bersangkutan merasa tidak nyaman. Siapa yang akan menjamin pihak sekolah tidak
akan mengintimidasi putra-putri komite, umpamanya dengan memberikan nilai jelek
pada rapornya, atau bahkan bisa-bisa putra-putri komite dimusuhi guru satu sekolah.
Dalam pemilihan pengurus komite sekolah, terutama ketua komite, kepala
sekolah jauh-jauh hari sudah menandai kira-kira siapa yang pantas menjadi pengurus
komite. Kriteria utama yang dipakai oleh kepala sekolah dalam menentukan pilihannya
adalah calon ketua komite yang bisa diajak bekerjasama. Seleksi dilakukan oleh pihak
sekolah melalui bio data orang tua yang siswa yang terdapat pada formulir pendaftaran.
Apabila telah ditentukan nama-nama yang akan dijagokan untuk menjadi pengurus
komite, selanjutnya kepala sekolah mengundang mereka untuk dibrifing dan diminta
kesediaan mereka menjadi komite sekolah. Dalam rapat pendahuluan tersebut secara
18
tidak resmi telah terbentuk formatur kepengurusan komite sekolah. Tidak lupa kepala
sekolah mewanti-wanti calon pengurus komite sekolah bahwa peran utama komite
sekolah adalah sebagai mitra kepala sekolah dalam memajukan sekolah, bukan
sebagai oposisi yang akan menghalangi kemajuan sekolah. Artinya pengurus komite
harus bekerjasama dengan kepala sekolah, jika tidak, maka pengurus komite akan
dicap sebagai pihak oposisi.
2. Komite Sekolah Sebagai Perpanjangan Tangan Kepala Sekolah dalam Menentukan SWSB
Ada 2 macam anggaran yang dikelola oleh pihak sekolah, yaitu anggaran sekolah
dan anggaran komite. Anggaran sekolah disusun oleh kepala sekolah bersama-sama
dengan guru dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS). Komponen RAPBS terdiri dari Biaya Operasional Sekolah (BOP), Bantuan
Operasional Siswa (BOS), dan satu lagi anggaran yang bersifat insidentil, yaitu Block
Grant. RAPBS bersumber dari APBN dan APBD dan disyahkan oleh Dinas
Pendidikan Kota.
Anggaran berikutnya adalah anggaran komite. Anggaran ini terdiri dari
Sumbanan Penyelenggara Pendidikan (SPP) dan Sumbangan Wajib Siswa Baru
(SWSB). Kedua macam dana tersebut di atas merupakan dana yang berada di daerah
abu-abu. Istilah uang yang dipungut dari orang tua siswa inipun bermacam-macam.
Ada yang menamainya iuran komite, sumbangan donatur, sumbangan sukarela, atau
sumbangan wajib siswa baru (SWSB). Semua nama tersebut hanyalah penghalusan
kata dari iuran wajib siswa baru. Apapun namanya, uang tersebut berasal dari
sumbangan wajib yang harus dibayarkan oleh siswa baru baik sebagai uang pangkal
maupun sumbangan penyelenggara pendidikan.
Tidak ada peraturan yang jelas mengenai mekanisme pemungutan anggaran
SWSB ini. Besar kecilnya SWSB bervariasi. Di Jakarta pungutan SWSB untuk uang
pangkal (UP) bervariasi mulai dari terendah Rp. 5.000.000,- sampai Rp.39.000.000,-
Sedangkan besarnya SPP yang paling rendah Rp. 250.000 sampai dengan Rp.500.000
per bulan. Karena tidak adanya peraturan yang mengatur soal iuran ini, maka kepala
sekolah menetapkan besar SWSB sesuka hatinya.
Guna menentukan besarnya SWSB, kepala sekolah selalu menciptakan proyek
baru di sekolah yang ia pimpin. Proyek baru umumnya proyek mercu suar yang dapat
meningkatkan pamor sekolah. Dengan peningkatan pamor sekolah, maka otomatis
besarnya SWSB tahun berikutnya akan naik. Tidak perduli apakah proyek tersebut
benar-benar proyek yang menjadi prioritas utama bagi sekolah tersebut. Sebut saja
proyek pemasangan AC. Padahal jika dipertimbangkan lebih dalam lagi, penggunaan
AC di sekolah akan menaikkan biaya listrik dan bertentangan dengan kebijakan hemat
enerji dari pemerintah. Mengapa kita tidak bisa mengajarkan hidup hemat enerji mulai
dari sekolah?. Bayangkan jika seluruh sekolah di Jakarta menggunakan AC, seberapa
banyak enerji yang harus dihabiskan tiap hari. Padahal tanpa AC sekolah bisa
19
menghemat pengeluaran dan uangnya dapat dialihkan membiayai keperluan lain, beli
buku misalnya. Dari segi pendidikan pemasangan AC di sekolah-sekolah tidak
mendidik siswa untuk hidup hemat dan prihatin akan menipisnya cadangan bahan
bakar. Pelajaran dari negara-negara lain mengajarkan kita bahwa bangsa yang maju
adalah bangsa yang hidup prihatin karena keterbatasan sumber daya. Ambil contoh
bangsa Jepang dan Korea. Kedua bangsa ini adalah bangsa yang hidup prihatin karena
keterbatasan sumber daya alam, namun punya kreatifitas dan daya juang yang tinggi.
Mereka memiliki hard dan soft skills. Hasilnya kedua bangsa tersebut menjadi bangsa
yang maju dan makmur.
Mayoritas orang orang sukses pun berasal dari mereka yang hidup prihatin. Sebut
saja tiga orang tokoh di negeri ini dimana kesuksesannya berangkat dari kehidupan
yang prihatin. Ada Profesor Rhenald Kasali, Guru Besar dan Ketua Program Pasca
Sarjana Universitas Indonesia. Beliau berasal dari kalangan yang tidak mampu, dan
sewaktu sekolah menderita penyakit maag, dikarenakan makan yang tidak teratur. Ada
Prof Azumardi Azra mantan rektor UIN Jakarta. Karena kekurangn biaya dan ingin
tetap survive dalam mencapai cita-citanya, beliau rela menjadi tukang batu dan tukang
jahit sepatu. Kemudian ada lagi Prof. Yohanes Surya, ilmuwan fisika dan penggagas
Tim Olimpiade Fisika Indonesia. Pengarang buku Mestakung ini merupakan tokoh
dibalik suksesnya Tim Olimpiade Fisika Indonesia di ajang kompetisi internasional.
Tidak banyak yang tahu bahwa dulunya beliau membuat kue untuk membiayai
sekolahnya. Tidak bisakah kita menjadikan kisah tokoh tokoh yang disebutkan di atas
sebagai sebuah inspirasi bagi anak bangsa ini? Hidup dalam keprihatinan membuat
semua komponen yang ada di dalam jiwa raga manusia bekerja maksimal. Dan hal
tersebut bisa menjadi modal untuk bersaing di kancah global, bukan dengan cara
bermewah-mewah.
Setelah ditentukan besarnya biaya proyek, selanjutnya kepala sekolah
menyerahkan mekanisme pemungutan SWSB proyek tersebut kepada pengurus
komite. Sebelum anggaran proyek “dimusyawarahkan” antara wali murid dengan
pengurus komite, terlebih dahulu disusun taktik bagaimana cara mensiasati penolakan
dari orang tua siswa yang kritis. Supaya ada kesan musyawarah maka pihak komite
bersama pihak sekolah akan membuat plan A dengan biaya Rp.3 miliar dan Plan
dengan biaya Rp. 2.5 miliar. Plan A bukan biaya proyek yang riil, melainkan biaya
yang sudah di mark up. Sedangkan plan B merupakan kebutuhan dana yang
sebenarnya. Jika digunakan istilah pedagang tanah abang, dana yang dibutuhkan pada
plan A, misalnya Rp. 3 miliar merupakan harga penawaran dan dana pada plan B
sebesar Rp. 2.5 miliar, merupakan harga jadi. Ketua komite menjelaskan bahwa
sekolah membutuhkan dana pembangunan proyek XYZ sebesar Rp.3 miliar. Apabila
peserta rapat yang terdiri dari orang tua siswa berkeberatan dengan jumlah tersebut,
maka ketua komite akan menurunkan jumlah dana yang dibutuhkan sesuai dengan
plan B sebesar Rp.2.5 miliar. Cara tersebut juga dilakukan untuk menimbulkan kesan
bahwa SWSB ditentukan berdasarkan kesepakatan antara orang tua dalam rapat
komite.
20
Setelah kebutuhan dana proyek disetujui oleh komite sekolah, maka langkah
berikutnya membicarakan sumbangan dana tersebut dengan orang tua siswa dalam
rapat komite. Rapat komite dihadiri oleh ketua komite dan anggota, kepala sekolah
beserta guru-guru, kadang-kadang juga dihadiri oleh pejabat Diknas. Rapat komite
dibuka oleh kepala sekolah dilanjutkan dengan sambutan pejabat Diknas jika ada.
Kepala sekolah menyampaikan pidato yang bersifat normatif, diantaranya
menyampaikan prestasi yang pernah diraih oleh sekolah yang bersangkutan, dan tak
lupa mengajak orang tua siswa berpartisipasi memajukan sekolah yang ia pimpin
minimal sama dengan partisipasi yang diberikan oleh orang tua siswa tahun
sebelumnya. Setelah memberikan sambutan, kepala sekolah meninggalkan ruang rapat
dan sedikit berbasa-basi dengan hadirin sambil mengucapkan selamat bermusyawarah.
Setelah kepala sekolah meninggalkan ruangan rapat maka acara dilanjutkan ke
acara puncak yaitu penentuan jumlah SWSB. Acara puncak ini yag dipimpin oleh
Ketua Komite langsung menjelaskan kepada forum mengenai kebutuhan sekolah akan
AC dan biaya yang dibutuhkan untuk pembelian fasilitas tersebut. Dilanjutkan lagi
oleh ketua komite bahwa fasilitas AC sangat dibutuhkan oleh siswa demi kenyamanan
dalam belajar. Apalagi sekolah sudah mendapatkan prediket ini atau itu. Guna
memenuhi standar yang telah ditentukan untuk mendapatkan prediket XYZ, sekolah
harus melengkapi sarana dan prasarana. Oleh sebab itu ketua komite mohon kepada
forum apakah mereka menyetujui dana pembelian dan pemasangan AC sejumlah Rp.
3 miliar dengan rincian Rp.10.000.000 per siswa. ( dengan asumsi siswa bari berjumlah
300 siswa). Jika angka tersebut disetujui oleh forum, maka ketua komite menjelaskan
mekanisme pengumpulan dana. Jika forum tidak setuju dengan jumlah sumbangan
yang diminta maka dengan “bijak” ketua komite menurunkan biaya ke angka Rp.2.5
miliar (Rp.8.300.000/per siswa atau biaya riil) . Biasanya jarang yang menolak angka
Rp. 2.5 miliar karena ketua komite berdalih bahwa sumbangan pendidikan tahun ini
jangan sampai lebih rendah dari sumbangan tahun lalu. Cara yang sama juga dilakukan
oleh pihak komite untuk menentukan besarnya SPP setiap bulan.
Pemungutan uang pangkal yang telah disepakati di atas dilakukan oleh bendahara
komite. Kemudian diserahkan kepada bendahara sekolah. Untuk membentengi diri dari
tuduhan bahwa sekolah mewajibkan orang tua siswa membayar SWSB, maka pihak
sekolah atau komite menyediakan surat pernyataan sebagai donatur kepada setiap
orang tua. Surat pernyataan tersebut berisikan bahwa uang yang dibayarkan oleh orang
tua bukanlah paksaan tetapi sumbangan untuk pembangunan sekolah. Lengkaplah
sudah rekayasa bagaimana pihak sekolah dengan bantuan komite sekolah men-faith a
comply orang tua siswa supaya membayar SWSB.
Dari penjelasan di atas terlihat bagaimana cara pihak sekolah dalam hal ini kepala
sekolah merekayasa iuran wajib siswa baru. Pertama, urusan pemungutan iuran wajib
siswa baru seluruhnya diserahkan kepada komite sekolah. Kedua, pembayaran iuran
tersebut diserahkan kepada bendahara komite kemudian hasilnya diserahkan kepada
bendahara sekolah. Ketiga, pihak komite membentengi diri dengan menyuruh orang
orang tua menandatangani surat pernyataan sebagai donatur. Apabila ada pengaduan
21
dari masyarakat kepada Dinas Pendidikan atau pihak berwajib, misalnya kepada ICW,
maka tuduhan tersebut akan sangat mudah dimentahkan oleh kepala sekolah maupun
komite sekolah karena masing-masing pihak sudah membentengi diri. Kepala sekolah
berdalih bahwa urusan iuran wajib siswa baru ditetapkan berdasarkan musyawarah
komite sekolah dengan orang tua siswa, bukan ditentukan oleh kepala sekolah. “ Ini
dapat dibuktikan dengan ketidakhadiran kepala sekolah di rapat komite dan tidak ada
satupun bukti yang menunjukkan bahwa sekolah memungut iuran wajib siswa baru”.
Sedangkan komite sekolah berdalih bahwa iuran yang dibayarkan tersebut merupakan
sumbangan suka rela tanpa paksaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan surat
pernyataan sebagai donatur yang ditandatangani oleh setiap orang tua. Rekayasa ini bak
bau gas, baunya doang yang tercium, namun wujudnya tidak kelihatan.
22
7 KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
1. Kesimpulan
Pelabelan sebuah sekolah menjadi sekolah Rintisan Sekolah Berstandar
Internasional (RSBI) telah menimbulkan diskriminasi dalam pelaksanaan pendidikan di
Indonesia. Pelabelan tersebut telah menutup akses masuk bagi siswa miskin untuk
mendapatkan pendidikan yang berkualitas karena tidak rasionalnya biaya pendidikan
yang dikenakan sekolah tersebut. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab mahalnya
biaya pendidikan di sekolah RSBI dan Non-RSBI. Pertama, penetapan uang masuk
yang tidak transparans. Kedua, cara menetapkan besarnya Sumbangan Wajib Siswa
Baru (SWSB) yang menjebak. Ketiga, peranan komite sekolah yang tidak lebih dari
perpanjangan tangan kepala sekolah. Keempat, terjadinya kebohongan publik dalam
penyelenggaraan sekolah RSBI. Kelima, tidak adanya peraturan pemerintah mengenai
RSBI.
Penyelenggara RSBI secara sadar dan terang benderang telah melanggar
Undang-Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 yang yang terdapat pada pasal berikut:
(1). Pasal 4 tentang penyelenggaraan pendidikan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia , nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. (2). Pasal 5 yang menyatakan
bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperleh pendidikan
yang bermutu. (3). Pasal 11 yang menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah memberikan layanan dan kemudahan , serta menjamin penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Penyelenggara RSBI juga telah melanggar Undang-Undang Anti Diskriminasi
No.29 tahun 1999 dengan menghalangi akses masuk bagi siswa miskin untuk
mendapatkan pendidikan yang bermutu dengan cara menetapkan biaya tinggi yang
tidak terjangkau oleh mereka. Pelanggaran lain yang dilakukan oleh penyelenggara
RSBI adalah Undang-Undang Keterbukaan Publik No.14 tahun 2008 dimana pejabat
Kemdiknas telah menyampaikan info publik yang tidak akurat, tidak benar dan
menyesatkan. Oleh sebab itu Mendiknas sebagai orang No.1 di Kemendiknas harus
mempertanggungjawabkan penyelewengan tersebut di pengadilan.
2. Saran-Saran
1. Menghilangkan komite sekolah dari struktur sekolah
Sudah terbukti bahwa komite sekolah merupakan perpanjangan tangan kepala
sekolah dalam menentukan dan memungut iuran wajib siswa baru. Selain dari itu tidak
ada lagi peran signifikan yang dilakukan oleh komite sekolah, selain dari menentukan
besarnya SWSB, SPP dan menandatangani RAPBS. Sungguh tidak realistis
mengharapkan komite sekolah berperan sebagai Advising agent, supporting agent,
ataupun controlling agent, seperti yang diharapkan. Karena peran tersebut sudah
menjadi wewenang pejabat di Kemdiknas beserta jajaran di bawahnya. Alasan lain
23
adalah orang tua yang menjadi komite pasti sibuk dengan urusan pekerjaannya masing
dan tidak akan punya banyak waktu aktif di sekolah. Di perguruan tinggi saja tidak ada
komite perguruan tinggi, toh tetap saja perguruan tinggi dapat menghasilkan sarjana.
2. Menetapkan di Muka Seluruh Biaya yang Harus Dibayarkan oleh Siswa Baru
Menetapkan di muka seluruh biaya yang harus dibayarkan oleh siswa baru
dimuka tidak hanya memberikan kesempatan kepada orang tua siswa memilih sekolah
yang terjangkau sesuai tingkatan ekonominya, tapi juga sesuai dengan asas good
governance, yaitu tranparansi dan akuntabilitas. Apabila sekolah swasta bisa
menetapkan SWSB di muka seluruh biaya yang harus dibayarkan oleh siswa, mengapa
sekolah negeri yang dibiayai oleh dana publik tidak menetapkan biaya-biaya sekolah
dimuka? Soal biaya ditetapkan dibelakang setelah siswa belajar, bisa dianalogikan
dengan makan di sebuah restauran yang mana pelayannya menyuruh tamunya makan
saja dulu nanti bayarannya dihitung belakangan. Beruntung tamunya jika harga
makanan masuk akal, lalu bagaimana jika mahal? Mau tidak mau tamu harus
membayar, sambil menggerutu tentunya.
3. Menghilangkan Pelabelan Sekolah
Terbukti pelabelan sekolah telah menimbulkan kastanisasi dalam pendidikan Indonesia
dan secara langsung telah menyebabkan biaya pendidikan menjadi mahal. Pelabelan
sebuah sekolah tentunya tidak gratis. Orang Inggris mengistilahkan, “No free lunch.
You have to pay for your own lunch” Ada ongkos yang harus dikeluarkan oleh pihak
sekolah untuk mendapatkan prediket tertentu. Misalnya kelengkapan sarana dan
prasarana. Ironisnya untuk melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
mencapai prediket tertentu, pemerintah pihak sekolah membebankannya kepada orang
tua siswa. Hal inilah yang menyebabkan orang tua terus menerus menanggung
tingginya biaya pendidikan. Pejabat pembuat kebijakan di Kemdiknas tentu tidak akan
merasakan betapa sulitnya orang tua di setiap tahun ajaran baru memikirkan biaya
sekolah putra-putrinya. Karena pejabat merupakan orang yang sudah berkecukupan dan
tidak akan kesulitan menyekolahkan anaknya baik di Indonesia maupun di luar negeri.
4. Mengembalikan ke Asalnya Sekolah-Sekolah yang terlanjur diberi Prediket RSBI
Seperti banyak orang yang sudah mahfum bahwa produk pendidikan itu berupa service
atau jasa yang yang bersifat intangible/tidak berupa dan heterogeneous/ tidak seragam.
Karena sifatnya tersebut maka produk pendidikan sukar distandarkan. Standar yang
diterapkan oleh Cambridge Internatinal Examination yang di akui setara dengan
preparatory program untuk memasukan universitas tersebut belum tentu diterima di
Universitas Texas, Austin, California. Ini baru tingkat perguruan tinggi. Bagaimana
dengan standar antar negara. Standar pendidikan di Inggris belum tentu diterima
24
sebagai standar pendidikan di Australia, di Amerika, di Jerman, atau ditempat lainnya.
Berbeda dengan produk berupa barang. Produk barang gampang distandarkan karena
mempunyai ukuran yang jelas, seperti kilogram, meter, sentimeter, gram dll. Satu
kilogram beras di Indonesia pasti sama dengan satu kilogram beras di Nepal atau
dimanapun tempat dimuka bumi ini.
Pemerintah khususnya Pemda DKI sebagai barometer pendidikan di Indonesia
secepatnya mengembalikan status 10 SMU RSBI ke status semula. Hal ini akan
menjadi contoh bagi Pemda lainnya di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan supaya semua
anak bangsa ini mendapat hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang
bermutu.
5.Mengamandemen Undang-Undang Sisdiknas pasal 50
Supaya tidak terjadi Contraditio in terminus dalam Undang-Undang Sisdiknas, maka
pihak pemerintah bersama-sama dengan DPR harus segera mengamandemen pasal 50
agar pada pelaksanaan pasal tersebut tidak bertentangan dengan pasal 4,5, dan 6
Undang-Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003, atau dengan UUD 1945. Salah satu dari
azas perundang-undangan menyatakan tidak boleh ada dua peraturan perundang-
undangan bertentangan. Apabila dua peraturan bertentangan satu sama lainnya, maka
otomatis peraturan yang lebih rendah dikalahkan oleh peraturan yang lebih tinggi
tingkatannya.
25
Datar Pustaka
Biaya kuliah di universitas Gunadarmana. Diambil dari situs World Wide Web.
Asiamaya.com. 18/6/2010
Biaya Kuliah di UI Gak Mahal Kok. Diambil dari situs World Wide Web:
clubanui.wordpress.com. 18/6/2010
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Republik
Indonesia, 2008
Jalal Fasli, ICW Minta RSBI Diaudit. Republika 20/6/2010
Jalal Fasli, RSBI Membutuhkan Peraturan Pemerintah. Kompas 10 Juni 2010
Menuju Masa Depan Gemilang. Diambil dari situs Worl Wide Web: smun8.net.18/6/2010Murjito, Evaluasi Kebijakan Pendidikan Nasional Tentang Penyelenggaraan RSBI
untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Diambil dari situs World Wide Web:
www.okezone.com. 20/6/2010
Muzakkir Yusuf, Kelahiran Permendiknas Sangat Sangat Mendesak. Diambil dari
situs World Wide Web:Kompasiana.com.6/7/2010
Rully Chairul Azwar, RSBI Membutuhkan Peraturan Pemerintah. Kompas 10/6/2010
Sen Amartya, Freedom as Development. Oxford University Press. 1999
Suyanto, Status 18 RSBI dicabut. Republika, 7/6/2010
Taufik Judi M., RSBI Siap Dieveluasi Pemerintah. Diambil dari situs World Wide
Web: Tempo.interaktif.com. tanggal 20/18/2010
USM-ITB Terpadu. Diambil dari Situs World Wide Web: itb.ac/usm/nasional
Perbandingan Biaya Pendidikan PT. Diambil dari Situs World Wide Web:
stieyasaanggana.ac.id. 18/7/2010
26
27