ringkasan rencana pengelolaan pt jati dharma … filedaftar tabel dan gambar 3 kata pengantar 4 bab...
TRANSCRIPT
Edisi Kedua Juli 2018
Edisi Kedua Juli 2018
RINGKASAN RENCANA PENGELOLAAN PT JATI DHARMA INDAH PLYWOOD INDUSTRIES
(PT JDIPI) KABUPATEN NABIRE, PROPINSI PAPUA
2017-2020*
1
RINGKASAN
RENCANA PENGELOLAAN
PT JATI DHARMA INDAH PLYWOOD
INDUSTRIES (PT JDIPI),
KABUPATEN NABIRE, PROPINSI PAPUA
2017-2020*
SUMBER RUJUKAN:
1. Revisi RKUPHHK 2017-2026 PT JDIPI. Tahun 2017
2. Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Areal PT
JDIPI. Tahun 2017
3. Laporan Survey Sosial Berbasis Participatory Rural Apraisal
(PRA) IUPHHK HA PT JDIPI Kampung Topo Distrik Uwapa,
Kampung Bumi Mulya Distrik Wanggar, Kampung Bomopai
Distrik Yaro, Kampung Parauto Distrik Yaro, Kampung Makimi
Distrik Makimi, Kampung Orodoro Dastrik Yaro, Kampung
Urumusu Distrik Uwapa, dan Kampung Yaro Makmur Distrik
Yaro (Kabupaten Nabire Propinsi Papua). Tahun 2016.
4. Hasil Identifikasi Wilayah Ulayat Masyarakat pada Aeral PT
JDIPI. Tahun 2016
Edisi Kedua Juli 2018
2
DAFTAR ISI Hal
Daftar Isi dan Lampiran 2
Daftar Tabel dan Gambar 3
Kata Pengantar 4
BAB I. Tujuan-tujuan pengelolaan 5
BAB II. Sumberdaya hutan yang dikelola 8
A. Batasan-batasan lingkungan, 8
B. Status tata guna dan kepemilikan lahan, 9
C. Kondisi sosial ekonomi dan gambaran mengenai lahan-lahan
disekitarnya; 10
BAB III. Sistem silvikultur yang diterapkan 14
BAB IV. Pertimbangan penentuan tingkat penebangan tahunan 15
A. Ketersediaan Potensi Berdasarkan IHMB 15
B. Perhitungan Jatah Tebangan Tahunan Berdasarkan Riap (total jenis
komersil) 15
BAB V. System monitoring pertumbuhan dan dinamika hutan; 19
BAB VI. Perlindungan lingkungan berdasarkan pada penilaian lingkungan; 21
A. Pemantauan iklim (curah hujan) 31
B. Pemantauan erosi tanah 31
C. Pemantauan sungai 31
D. Pemantauan dan Perlindungan terhadap ancaman perambahan,
kebakaran hutan dan illegal logging 32
E. Perlindungan hama dan penyakit hutan 33
BAB VII. Rencana untuk identifikasi dan perlindungan jenis-jenis langka, terancam
dan hampir punah; 34
A. Jenis Flora/Tumbuhan yang langka, terancam dan hampir punah 34
B. Jenis Fauna/Satwaliar yang langka, terancam dan hampir punah 36
BAB VIII. Pemilihan Teknik Pemanenan dan Peralatan yang Digunakan 41
3
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR Hal
Tabel 1. Sasaran Strategis Pengelolaan Hutan PT JDIPI 5
Tabel 2. Pembagian Zonasi Kawasan Berdasarkan Fungsi Hutan (Hutan Produksi
dan Hutan Produksi terbatas) di PT JDIPI
8
Tabel 3. Keadaan Hutan pada Areal Kerja IUPHHK PT JDIPI berdasarkan Peta Hasil
Penafsiran Citra Satelit
10
Tabel 4. Nama-nama suku dan marga di kampung-kampung di dalam dan sekitar
areal IUPHHK –HA PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries
12
Tabel 5. Proyeksi Sisa Tebangan yang Diizinkan dengan Perhitungan Riap PUP 16
Tabel 6. Penyesuaian Rencana JPT Riap dengan Batasan RKU yang disahkan 16
Tabel 7. Rencana Pembagian Blok Tebangan dan Pemanenan PT JDIPI (2017 –
2026)
18
Tabel 8. Ringkasan Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi di Areal PT JDIPI 22
Tabel 9. Jenis-jenis Tumbuhan Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal
Konsesi PT. JDIPI Beserta Status Perlindungannya.
34
Tabel 10. Jenis-jenis Satwaliar Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal PT.
JDIPI Beserta Status Perlindungannya.
36
Gambar 1. Merawan (Hopea spp) 35
Gambar 2. Landak papua (Zaglossus bruijnii) 38
Lampiran 1. Peta Konsesi PT JDIPI yang dioverlappingkan dengan RKU dan NKT 42
Lampiran 2. Peta Wilayah Adat yang Berada Dalam Konsesi PT JDIPI 43
Lampiran 3. Peta Komposit KBKT PT JDIPI 44
Lampiran 4. Peta Type Ekosistim 45
5
BAB I
TUJUAN PENGELOLAAN
Dalam melakukan pemanfaatan sumberdaya hutan, PT JDIPI memiliki tujuan
memanfaatkan sumberdaya hutan alam produksi secara lestari dengan memperhatikan
aspek kelestarian usaha, keseimbangan lingkungan dan social-budaya, secara rasional
dan terukur. Dalam mengelola hutannya, PT JDIPI memiliki visi sebagai berikut:
V I S I
Mengelola Hutan dengan Menjamin Kelestarian Produksi, Ekologi dan Sosial yang
Mampu Memberikan Kontribusi terhadap Profitalitas Perusahaan dan Pembangunan.
M I S I
1. Mewujudkan kepastian hukum kawasan produksi sebagai unit usaha IUPHHK yang
efektif dan efisien,
2. Meningkatkan kualitas dan keanekaragaman sumber daya hutan sehingga memiliki
tingkat produktifitas yang tinggi sebagai hutan produksi lestari,
3. Menghormati hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan hutan dan
meningkatkan partisipasi aktif para stake holders serta distribusi manfaat yang adil,
merata, dan berkesinambungan,
4. Menerapkan sistem manajemen hutan dan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) dalam kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan peraturan
perundangan dan tuntutan pasar global
5. Melaksanakan standar FSC (Forest Stewardship Council) dalam pengelolaan hutan
secara konsisten.
Adapun sasaran strategis yang ingin dicapai dapat dilihat dalam matrik berikut:
Tabel 1. Sasaran Strategis Pengelolaan Hutan PT JDIPI
No Kegiatan Sasaran/Tujuan
Periode 2017-2020
1. Tata Batas Areal Kerja TBT seluruhnya adalah ± 347.71 Km, yang
sudah ditata batas sepanjang 62.60 Km
(18.00%); sepanjang 285.11 Km (82.00%) belum
ditata batas.
2. Zonasi Areal kerja Terwujudnya pembagian zone kerja di kawasan
hutan produksi seluas 139.470 Ha berupa :
Kawasan Lindung seluas 20.868 Ha,
Areal bukan untuk produksi seluas 2.685 Ha.
Dengan demikian diperoleh areal efektif untuk
produksi seluas 115.917 Ha
3. Sistem Silvikultur (TPTI) Terwujudnya pelaksanaan silvikultur TPTI pada
seluruh areal seluas ± 139.470 Ha dan pada
seluruh areal efektif untuk unit produksi seluas ±
115.917 ha
4. IHMB Terlaksanakannya kegiatan IHMB seluruh areal
kerja IUPHHK
6
No Kegiatan Sasaran/Tujuan
Periode 2017-2020
5. Penataan Areal Kerja Memudahkan kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan pengawasan agar berjalan
tertib dan efisien. Terlaksananya pembagian
areal kerja ke dalam blok RKT dan petak-petak
tebangan.
Rencana PAK selama 4 tahun dilakukan terhadap
areal seluas ± 22.251 Ha.
6. Inventarisasi Tegakan
Sebelum Penebangan (ITSP)
Mengetahui keadaan penyebaran pohon,
komposisi jenis dan volume blok tebangan
pada areal efektif. Rencana ITSP selama 4 tahun
seluas ± 22.251 Ha
7. Pembukaan Wilayah Hutan
(PWH)
Tersedianya prasarana wilayah bagi kegiatan
pengelolaan hutan. Terbukanya jaringan jalan untuk
mendukung kegiatan eksploitasi dan pembinaan
selama 4 tahun
sepanjang 178.01 Km, terdiri dari:
Jalan Utama : 66.75 Km
Jalan Cabang : 111.26 Km
8. Penebangan Terpenuhinya rencana tebangan selama 4 thn
sebagai berikut :
- Luas Tebangan: 18.042 Ha
- Volume : 712.665,31 m3
9. Pembinaan hutan Meningkatnya kualitas dan kuantitas tegakan
pada kawasan bekas tebangan, sehingga
berfungsi sebagai penghasil kayu secara
lestari. Rencana pembinaan selama jangka
RKU periode 2017 – 2020 :
Pengadaan Bibit :
- Pengayaan : ± 1.732.008 btg
- Rehabilitasi : ± 2.435.636 btg
Penanaman :
- Pengayaan : luas ± 2.831 Ha dgn jumlah
bibit ± 1.358.791 btg
- Rehabilitasi : luas ± 1.415 ha dengan
dengan jumlah bibit ± 1.910.800 btg
10. Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Hutan
Pemanfaatan kayu selama 4 tahun (2017-
2020) secara maksimal untuk memenuhi target
suplai bahan baku industri terkait;
Rencana industri sendiri: 677.032,05 m3
Rencana pasar lokal : 35.633,27 m3
11 Sertifikasi PHAPL Mempertahankan pencapaian Nilai Baik pada
setiap Penilikan Sistem PHPL
Mempertahankan Sertifikat FSC dalam setiapa
kegaiatan Surveillance
12 Perluasan Areal Kerja Diperolehnya areal perluasan dengan luas ± 60.000
Ha di areal sekitar PT JDIPI saat ini
7
Managemen PT JDIPI memiliki komitment yang tinggi dalam mengelola sumberdaya
hutan yang menjadi tanggungjawabnya menuju pada pengelolaan yang
bertanggungjawab dan lestari, sesuai dengan misi dan visi perusahaan. Untuk
mewujudkan tujuan pengelolaan tersebut, PT JDIPI telah melakukan identifikasi dan
analisa beberapa aspek. Yaitu
Identifikasi potensi sumber daya alam hutan melalui survey Inventarisasi Hutan
Menyeluruh Berkala (IHMB) dan penyusunan Dokumen Rencana Kerja Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) periode 2017-2026.
Identifikasi nilai-nilai konservasi tinggi yang terdapat dalam kawasan melalui
survey identifikasi Nilai Konservasi Tinggi (NKT)
Analisa kondisi social kemasyarakatan melalui kegiatan survey Participatory
Rural Appraisal (PRA) disemua desa-desa yang berada disekitar kawasan
konsesi.
Berdasarkan hasil identifikasi tersebut maka PT JDIPI menyusun rencana kelola
(Management Plan) bagi kegiatan operasional lapangan yang akan menjadi acuan
dalam bekerja bagi staff di lapangan, khususnya untuk memenuhi standar pengelolaan
hutan FSC (Forest Stewardship Council).
Manajemen Plan ini disusun pada saat proses perluasan IUPHHK-HA sesuai Surat
Persetujuan Prinsip Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 20/1/S-IUPHHK-
HA/PMDN/2018 tanggal 04 Juni 2018, untuk selanjutnya akan disesuaikan kembali
setelah Surat Keputusan Perluasan dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal RI.
8
BAB II
SUMBERDAYA HUTAN YANG DIKELOLA
A. Batasan-batasan lingkungan
PT JDIPI memiliki total luas 139.470 Ha. Ada pembagian zonasi kawasan
pengelolaan diperhitungkan dengan membagi areal dalam kawasan lindung, areal
tidak efektif dan areal efektif. Dalam perincian perhitungannya menggunakan dasar
sesuai penyusunan zonasi dari buku Revisi Rencana Kelola Usaha IUPHHK HA PT
JDIPI berbasis IHMB (Periode 2017-2020) yang disahkan oleh Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan SK.1856/Men LHK-
PHPL/UPH/HPL.1/3/2017 dan dengan dikombinasikan dari Hasil identifikasi
terhadap kawasan lindung sesuai hasil studi mengenai Kawasan Bernilai
Konservasi Tinggi (KBKT) yang mutlak tidak dapat dikelola.
Tabel 2. Pembagian Zonasi Kawasan berdasarkan RKU dan Identifikasi KBKT
di PT JDIPI.
No Tata Ruang IUPHHK-HA RKU
Dokumen
HCV
Selisih
(NKT Mikro)
Ha Ha Ha
1 Luas areal SK 139,470 139,470
2 Luas Areal dikelola 139,470 139,470
3 Kawasan lindung
- Buffer HL 6,948 7,042 94
- Sempadan Sungai 3,927 4,914 987
- Kelas Lereng 286 7,700 7,414
- KPPN 729 588 (141)
- KPSL 561 561 -
- Kebun Benih + Air Terjun - 45 45
- Situs Budaya - 18 18
Jumlah 3 12,451 20,868 8,417
4 Areal Tidak Efektif
- Base Camp/TPk/TPn/Persemaian 28 28
- Jalan 2,330 2,330
- Kebun Benih 206 161
- PUP * 166 166
Jumlah 4 2,730 2,685
5 Areal efektif 124,289 115,917
- VF Efektif 38,436 34,078
- LOA Efektif 85,852 81,839
Catatan :
- *) Luas PUP seluruhnya adalah seluas 294 Ha, namun 128 Ha tidak menjadi pengurang luas
efektif karena tutupannya masih berupa Hutan Virgin forest
- Selisih NKT mikro maksudnya adalah selisih kawasan lindung dalam RKU terhadap hasil
penetapan KBKT yang telah diidentifikasi secara lebih detail
9
B. Status tata guna dan kepemilikan lahan,
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 69/Kpts-II/1997 tanggal 31 Januari
1997 PT JDIPI melaksanakan pemanfaatan hutan seluas ± 207.410 ha yang
terletak di kelompok hutan Sungai Jarau, Sungai Legare, Sungai Wamma dan
Sungai Bumi Kabupaten Nabire Provinsi Papua yang dahulu termasuk
Kabupaten Paniai, Provinsi Irian Jaya.
Sehubungan areal UPHHK HA ini mempunyai fungsi hutan APL seluas 32.842 Ha,
maka berdasarkan surat nomor 522/532/SET tanggal 6 April 2011, nomor
522/048/SET tanggal 5 Juni 2011 dan nomor 525/504/SET tanggal 22 September
2011, Bupati Nabire mengajukan permohonan kepada Menteri Kehutanan untuk
mengeluarkan APL dari areal kerja UPHHK-HA PT JDIPI untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Nabire.
Berdasarkan surat nomor S.538/Menhut-VI/2011 tanggal 11 Juni 2011
Menteri Kehutanan telah memberikan persetujuan usulan Bupati Nabire sesuai
peraturan perundangan yang berlaku. Mengacu pertimbangan di atas, maka
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan menerbitkan perubahan areal kerja
PT JDIPI tersebut, dengan mengeluarkan APL, dari seluas ± 207.410 Ha
menjadi seluas ± 163.930 Ha dengan keputusan No. SK.457/Menhut-
II/2012 mengenai perubahan atas keputusan Menteri Kehutanan No. 69/Kpts-
II/1997 tanggal 31 Januari 1997 tentang Pemberian HPH (sekarang IUPHHK-HA)
kepada PT JDIPI atas areal HP seluas ± 207.410 Ha (dua ratus tujuh ribu
empat ratus sepuluh) Hektar di Provinsi Papua.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
melalui SK No:8/1/IUPHHK-HA/PMDN/2016, tanggal 21 Juni 2016. PT JDIPI
memperoleh Perpanjangan Izin Pemanfaatan Hutan seluas 139.470 Ha dengan
Jangka waktu pemanfaatan yang diberikan adalah 30 tahun terhitung mulai 31
Januari 2017 sampai dengan 30 Januari 2046.
Berdasarkan Peta Administrasi Pemerintahan Provinsi Papua Skala
1:250.000, areal kerja PT JDIPI secara administratif pemerintahan termasuk di
Kecamatan Uwapa, Wanggar, Legare dan Yaur Kabupaten Nabire Provinsi
Papua.
Secara geografis areal PT JDIPI terletak pada 135°04’” - 135°51” BT dan 03°08” -
03°42” LS, pada kelompok hutan S. Jarau, Legare, Wamma, Bumi, Sima, dan
Wanggar (wilayah Sub DAS Waren). Adapun secara fisik batas areal kerja adalah
sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Negara dan Hutan Lindung.
Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Legare dan Hutan Negara.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Negara dan Hutan Lindung.
Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung.
10
Tabel 3. Keadaan Hutan pada Areal Kerja IUPHHK PT JDIPI berdasarkan Peta
Hasil Penafsiran Citra Satelit
Peta konsesi PT JDIPI berdasarkan status fungsi hutannya dan overlapping dengan
KBKT dapat dilihat dalam Lampiran 1.
Berdasarkan hasil identifikasi hak ulayat masyarakat didalam dan sekitar areal PT
JDIPI, diketahui terdapat 11 kepemilikan hak ulayat oleh marga/suku,
Yaitu:
1. Ulayat Alex Tinal
2. Ulayat Dina Mekey
3. Ulayat Jhon Kerow
4. Ulayat Johanes Kogoya
5. Ulayat Suku Mee/Wate
6. Ulayat Suku Wate II
7. Ulayat Suku Wate Marga Raiki
8. Ulayat Suku Wate Marga Money
9. Ulayat Suku Makimi
10. Ulayat Suku Mee
11. Ulayat Suku Yerisiam
Kegiatan PRA telah dilakukan untuk 8 kampung yang diperkirakan terkena dampak
pengelolaan 10 tahun pertama operasional PT JDIPI. Secara lengkap lokasi
kampung-kampung dan wilayah hak ulayat marga dalam kawasan PT JDIPI dapat
dilihat dalam Lampiran 2.
C. Kondisi sosial ekonomi dan gambaran mengenai lahan-lahan
disekitarnya; Di dalam dan sekitar areal PT JDIPI, teridentifikasi sebanyak 22 kampung (desa)
yang tersebar di 6 distrik (kecamatan). Kampung-kampung tersebut sebagian besar
terletak di luar areal PT JDIPI dengan jarak bervariasi antara 1 km - 13 km dari
batas konsesi. Meski kampung terletak di luar areal IUPHHK, akan tetapi terdapat
kelompok masyarakat kampung tersebut yang memiliki hubungan sosial ekonomi
dan budaya dengan areal PT JDIPI. Hubungan masyarakat dengan sumber daya
11
hutan tersebut dalam bentuk kepemilikan hak ulayat, keberadaan kegiatan PT
JDIPI di wilayah kampung seperti jalan angkutan kayu, base camp, atau log pond,
atau kegiatan pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat seperti berburu, mencari
ikan, mencari hasil hutan bukan kayu, dan lain-lain. Sebagian besar kampung
tersebut berada di sebelah utara areal IUPHHK, yakni antara areal IUPHHK dengan
pantai. Kampung-kampung di Distrik Uwapa berada di tengah areal IUPHHK PT
JDIPI, akan tetapi pemukiman dan areal sekitarnya yang berstatus Areal
Penggunaan Lain (APL) telah dikeluarkan dari areal IUPHHK.
Secara administrasi pemerintahan, areal PT JDIPI terletak di Kabupaten Nabire,
Provinsi Papua meliputi 15 Distrik (kecamatan) dan 85 kampung (desa) termasuk 3
kampung persiapan. Adapun kampung dan distrik di dalam dan sekitar areal
IUPHHK-HA PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries yaitu:
1) Distrik Wanggar: Kampung Wanggar Sari, Wanggar Makmur, Karadiri, Wiraska,
Bumi Mulya;
2) Distrik Yaro: Kampung Ororodo, Parauto, Yaro Makmur, Bomopai, Wangar
Pantai;
3) Distrik Uwapa: Kampung Topo, Urumusu, Topo Jaya, Gamei Jaya, Argo Mulyo,
Marga Jaya, Gamei Biru
4) Distrik Nabire Barat: Kampung Kalisemen, Bumi Raya;
5) Distrik Yaur: Kampung Wami, Sima;
6) Distrik Makimi: Kampung Makimi.
Data BPS (2015), menyebutkan jumlah penduduk di Kabupaten Nabire tercatat
sebanyak 137.776 jiwa (31.745 rumah tangga). Jumlah penduduk di 6 distrik
sekitar areal IUPHHK PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries sebanyak 32.928
jiwa (8.144 rumah tangga). Adapun jumlah penduduk di kampung-kampung di
dalam dan sekitar areal IUPHHK PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries tercatat
sebanyak 22.116 jiwa (5.521 rumah tangga). Berdasarkan jenis kelamin, penduduk
terdiri dari laki-laki 11.740 jiwa dan perempuan 10.376 jiwa dengan rasio 113.
Jumlah penduduk per kampung bervariasi antara 258 jiwa atau 91 rumah tangga
(Gamei Biru) sampai 4.077 jiwa atau 931 rumah tangga (Kalisemen). Kampung-
mapung penduduk asli atau transmigrasi lokal seperti Ororodo, Parauto, Bomopai,
Wanggar Pantai, Topo, Urumusu, dan Sima pada umumnya berpenduduk lebih
sedikit (< 500 jiwa) dibanding penduduk kampung-kampung transmigrasi.
Kampung-kampung transmigrasi didominasi oleh pendatang dari Jawa, Sulawesi,
Sumatera, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan lain-lain. Kampung transmigrasi
seperti Kalisemen, Bumi Raya, Wiraska, Bumi Mulya, Waggar Sari memiliki jumlah
penduduk > 1.000 jiwa.
Mata pencaharian penduduk umumnya sesuai dengan karakteristik wilayah kajian
yang terbagi kedalam wilayah pantai, pegunungan, serta antara pesisir dan
pegunungan. Mata pencaharian masyarakat di kampung-kampung daerah pantai
seperti Kampung Wanggar Pantai, Sima, dan Makimi sebagian besar sebagai
petani dan nelayan (mencari ikan di laut). Masyarakat di kampung-kampung daerah
pegunungan seperti Ororodo, Parauto, Topo, dan Urumusu sebagian besar sebagai
12
petani dan pemungut hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sementara itu, masyarakat
di kampung-kampung di daerah transmigrasi antara pesisir dan pegunungan seperti
Wanggar Makmur, Wiraska, Wanggar Sari, Bumi Mulia, mayoritas memiliki mata
pencaharian sebagai petani, dan khusus di kampung yang menjadi pusat
perekonomian lokal seperti Kalisemen dan Bumi Raya sebagian sebagai pedagang
dan jasa transportasi. Mata pencaharian selain petani, nelayan, pencari hasil hutan
dan pedagang, adalah mencari emas, mencari batu/pasir, PNS/pegawai honorer,
karyawan/buruh perusahaan, tukang kayu, tukang batu, buruh tani, dan lain-lain.
Pemungutan hasil hutan terutama dilakukan oleh masyarakat asli Papua, baik yang
bermukim di kampung-kampung tradisional maupun transmigrasi. Kegiatan
pemungutan hasil hutan terutama adalah berburu binatang, mencari ikan di sungai-
singai di dalam hutan, menokok (mengekstraksi) sagu pada kelompok masyarakat
yang mengkonsumsi sagu, mencari kayu, mencari buah-buahan dan lain-lain.
Tabel 4. Nama-nama suku dan marga di kampung-kampung di dalam dan sekitar
areal IUPHHK –HA PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries
No. Nama Kampung Etnis
1 Ororodo Suku Mee Ororodo terdiri dari marga Mekei,
Madai, Yupi, Makai, Boma, Labou, Kegou,
2 Bomopai Suku Mee, terdiri dari marga Kegou, Madai, Tebai,
Yupi, Minai, Gabou, Magai, Mabui, Dou, Pokuai
3 Yaro
Suku Mee, terdiri dari Marga Kogoya, Kerow,
Murip, Makai, Magai, Matun, Kegoi, Tebai, Kulua,
Degei, Tibakotu, Bogum, Tabuni, Minae. Selain itu
ada juga Suku Dani, Jawa, Toraja, Ambon,
Sanger, Manado
4 Parauto Suku Mee (pindahan dari pegunungan), antara
lain teridiri dari Marga Makai, Madai, Kegoi.
5
SPB
Wanggar
Sari
Suku Wate, terdiri dari marga Hao, Monei, Raiki,
Warami, Wa’I, Ha’I, Nanoor.
Mee, terdiri dari marga Degey, Kerouw, Makay,
Mote, Petege, Kegou, Mekei, Kayame, Iyai,
Magai, Maday, Tebay, Yupi, Kotouki.
Selain itu juga terdapat pendatang dari Jawa,
Bugis, Ambon.
6 Wanggar
Pantai Suku Wate, terdiri dari marga Hao, Monei, Raiki
7 Wiraska Suku Dani marga Kogoya, Jawa, Bugis, Ambon,
NTT.
8 Topo Suku Mee, Marga Madai, Magai, Kotoki, Tebai,
Tawai, Yupi, Kegie, Makai, Degei, Iyai, Wake
9 Urumusu Suku Mee, terdiri dari Marga Madai, Magai, Tebai,
Tawai, Yupi, Kegite, Wake, Makai, Degey, Iyai.
13
No. Nama Kampung Etnis
Suku lain : Biak, Serui, Merauke, Mapia, Panu,
Wagate
1
0 Kalisemen
Suku Wate terdiri dari marga Raiki, Hao
sedangkan warga pendatang berasal dari suku
Dani, Ekari, Monei, Serui, Biak, Sorong
(ayamaru), Jawa, Bugis, Bali, NTT, NTB, Maluku
1
1 Makimi
Suku Aiwai terdiri dari Marga Wopairi, Erari,
Womas, Yoweni, Sakuatore, Hombobiar.
14
BAB III
SISTEM SILVIKULTUR YANG DITERAPKAN
Pada areal berhutan yang efektif untuk produksi Penerapan system silvikultur yang
dipilih adalah system silvikulutur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dengan alasan
kondisi tegakan hutan alam yang tidak seumur dan sebagian besar merupakan areal
bekas tebangan dengan kondisi hutan yang relative masih baik. Daur penerapan
system TPTI yang akan diterapkan adalah 30 tahun dengan limit pohon komersial yang
dipanen adalah 40 cm up untuk Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi yang dapat di
Konvesi (HPT). Sedangkan pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) limit diameter pohon
yang dipanen adalah 50 cm up.
Adapun tahapan kegiatan TPTI yang akan dilakukan adalah sesuai dengan Peraturan
Dirjen Bina Produksi Kehutanan Nomor P.09/VI-SET/2009 tanggal 21 Agustus 2009.
Sebagai berikut:
Penataan Areal Kerja (PAK), dilakukan paling lambat di Et-2.
Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP), dilakukan paling lambat di ET-1.
Pembukaan Wilayah Hutan (PWH), paling lambat di ET-1.
Pemanenan dilakukan pada tahun tebang berjalan (ET-0).
Perapihan dilakukan pada Et+1.
Pengadaan Bibit dilakukan pada ET+2.
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pengayaan dilakukan pada ET+3, ET+4
dan ET+5.
Pembebasan Pohon Binaan dilakukan pada ET+3 dan ET+6.
Perlindungan dan Pengamanan Hutan (terus menerus).
Sedangkan pada areal non hutan (tanah kosong) sistem silvikultur yang akan dilakukan
adalah kegiatan pengayaan dan rehabilitasi. Jenis-jenis yang akan ditanam dalam areal
tersebut adalah jenis-jenis tanaman lokal yang berguna bagi masyarakat.
15
BAB IV
PERTIMBANGAN PENENTUAN TINGKAT PENEBANGAN TAHUNAN
A. Ketersediaan Potensi Berdasarkan IHMB
Berdasarkan hasil IHMB yang dilakukan pada tahun 2011, menunjukkan bahwa
petak-petak yang terdapat di areal PT JDIPI sebagain besar memiliki potensi
kayu yang masih dapat dimanfaatkan (diameter 40 cm ke atas untuk jenis-jenis
yang komersial dan berkualitas baik), terdapat seluas ± 113.256 ha (72,65 % dari
luas efektif) merupakan areal dengan potensi antara 3.186 - 15.932 m3/petak dan
selebihnya dengan potensi di bawah 3.186 m3/petak. Rata-rata kerapatan tegakan
kelompok komersil untuk kelas diameter 40 cm ke atas sebanyak ± 21,84
pohon/ha dengan volume ± 53,72 m3/Ha dan kelas diameter 50 cm ke atas
sebanyak ± 12,29 pohon/ha dengan volume ± 40,64 m3/Ha.
Pembaharuan terhadap data ketersediaan potensi akan dilakukan pada tahun 2019
mengingat kewajiban pelaksanaan IHMB yang harus dilakukan secara periodik
setiap 10 tahun.
Dengan adanya kewajiban IHMB ulang tersebut, perencanaan tebangan dalam
bentuk Revisi RKU baru akan disesuaikan dengan hasil IHMB baru, yaitu pada
dimulai pada tahun 2020 dan seterusnya.
B. Perhitungan Jatah Tebangan Tahunan Berdasarkan Riap (total jenis
komersil)
Perhitungan jatah tebangan tahunan dengan menggunakan dasar Riap tebangan
diformulasikan dengan memperhatikan hal-hal sbb:
Riap diameter jenis komersil adalah sebesar 0.664 cm/thn/btg dalam 30 tahun
kenaikan diameter adalah 19.93 cm/btg, dengan volume 0.035 m3/btg/thn.
Proyeksi yang digunakan adalah 30 tahun
Batas limit diameter 40 cm pada HP dan 50 pada HPT, demi memperhatikan unsur
kehati-hatian, diameter yang ditetapkan pada rotasi berikutnya adalah 50 cm
Berkaitan dengan hal di atas, Jumlah pohon (N) yang diproyeksikan dapat
ditebang pada rotasi berikutnya (30thn kemudian) adalah pohon dengan
diameter 32 cm.
Berdasarkan data PUP, N (32 cm up) = 185 btg/3 ha ≈ 61.67 btg/ha
Proyeksi volume = Riap volume jenis komersil (m3/btg/thn) X N pohon (btg/ha)
= 0.035 m3/btg/thn X 61.67 btg/ha
= 2.15 m3/thn/ha
Jatah penebangan Tahunan (JPT seluruh jenis komersil)
Sediaan tegakan = Etat Luas (ha/thn) X Proyeksi volume (m3/thn) X Rotasi (thn)
= 4,198 ha/thn X 2.15 m3/thn X 30 thn
= 271,835.193 m3/thn
16
JPT jenis komersil = Sediaan tegakan X FE X FP
= 253,139.40 m3/thn X 0.85 X 0.8
= 184,847.931 m3/thn
Keterangan :
- Angka riap diperoleh berdasarkan perhitungan data Pertumbuhan tegakan dalam Petak Ukur Permanen
dengan data ulangan 5 tahun.
- Angka nilai faktor eksploitasi sebesar 0,85 berdasarkan hasil penelitian angka faktor eksploitasi dengan
kerja sama balitbang bogor yang dilakukan di PT Jati Dharma Indah Plywood dan telah mendapatkan
persetujuan dari kementerian lingkungan hidup dan kehutanan melalui surat nomor : S.119/PHPL/UHP/
HPL.1/2/2017 tanggal 14 Februari 2017.
Tabel 5. Proyeksi Sisa Tebangan yang Diizinkan dengan Perhitungan Riap PUP
Uraian Volume Jenis Komersil (m3) Keterangan
JPT riap hasil perhitungan 184,847.93
JPT yang diizinkan dalam 4 tahun 739,391.72
Realisasi tebangan 136,645.87
RKT 2017 136,645.87
Sisa Rencana tebang 602,745.85
RKT 2018 210,789.85
RKT 2019 199,029.69
RKT 2020 192,926.31
Penyesuaian perlu dilakukan terhadap proyeksi JPT total di atas dengan pertimbangan
bahwa total JPT tahunan yang diizinkan dalam RKU lebih kecil dari hasil perhitungan
proyeksi berdasarkan riap tebangan dan sisa realisasi produksi, dalam upaya kehati-
hatian dan wujud kepatuhan terhadap dokumen legal yang disahkan, perhitungan JPT
seluruh jenis komersil dibatasi sesuai dengan JPT yang ditetapkan dalam RKU yang
disahkan dan dengan dikurangi oleh luasan KBKT Mikro yang sudah terditeksi secara
langsung di lapangan berdasarkan hasil studi HCV.
Tabel 6. Penyesuaian Rencana JPT Riap dengan Batasan RKU yang disahkan dan
KBKT yang ada
Uraian Volume SeluruhKomersil (m3) Keterangan
JPT yang ditetapkan 1,721,347.90 JPT berdasarkan RKU
Realisasi tebangan
RKT 2011 103,783.75 CO RKT 2016
RKT 2012 70,543.26 CO RKT 2014
RKT 2013 67,336.30 CO RKT 2014
RKT 2014 123,141.05
RKT 2015 170,340.15
RKT 2016 166,469.51
RKT 2017 136,645.87
Rencana produksi 488,286.06
RKT 2018 160,737.37 Sesuai RKU
RKT 2019 158,149.76 * RKU : 164,855.79
RKT 2020 169,398.93** RKU : 181,426.63
Keterangan :
- Pengurangan tertimbang Luas dgn Petimbangan NKT Mikro 163.16 Ha
- Pengurangan tertimbang Luas dgn Petimbangan NKT Mikro 257.76 Ha
17
Tabel 7. Rencana Pembagian Blok Tebangan dan Pemanenan PT JDIPI berdasarkan data RKU (2017 – 2020)
Blok RKT
Fungsi Hutan Sediaan Tegakan pd saat IHMB
(M3/Ha) riap sd
thn tebang
Sediaan Tegakan pd saat tebang (M3/Ha)
total sediaan (m3) JPT maksimum
HP HPT ∑
40 cm up 50 cm up 40 cm up 50cm up VF LoA ∑
Vf oa Vf Loa Vf LoA Vf LoA Vf LoA Vf LoA
2017 - 115 1,806 3,974 5,895 - 2,342 91,115 182,808 28,883 - 3,151 91,115 208,099 91,115 211,250 302,365 205,608.30
2018 - - 3,051 1,197 4,248 - - 154,058 67,746 23,787 - - 154,058 82,375 154,058 82,375 236,433 160,774.59
2019 - - 1,536 2,475 4,011 - - 76,604 145,875 25,271 - - 76,604 165,831 76,604 165,831 242,435 164,855.79
2020 - - 1,145 2,743 3,888 - - 70,956 171,390 27,219 - - 70,956 195,848 70,956 195,848 266,804 181,426.63
JUMLAH - 115 7,539 10,389 18,042 - 2,342 392,733 567,818 105,161 - 3,151 392,733 652,152 392,733 655,304 1,048,037 712,665.31
18
BAB V
SISTEM MONITORING PERTUMBUHAN DAN DINAMIKA HUTAN
Berdasarkan hasil survey identifikasi NKT yang dilakukan dalam kawasan konsesi PT
JDIPI (Tahun 2016) ditemukan tipe hutan, sebagai berikut :
a. Ekosistem hutan hujan dataran rendah
b. Ekosistem hutan sub-pegunungan
c. Zone ecotone peralihan hutan hujan dataran rendah dan sub pegununungan
d. Zone ecotone habitat aquatik dengan habitat teresterial dengan habitat utama
disekitar sempadan sungai
Sistem monitoring pertumbuhan dan dinamika hutan yang dikembangkan oleh PT JDIPI
adalah
a. Pengamatan kawasan hutan produksi sebelum dan sesudah kegiatan pemanenan.
Dalam sistem pengamatan ini dilakukan dengan metode transek dan ITT (berupa
plot permanen) sehingga dinamika hutan akan termonitor secara periodik. Adapun
data/ informasi yang dimonitor adalah :
Jenis flora-fauna terutama jenis-jenis yang temasuk dalam kategori terancam,
hampir punah dan endemic (CITES).
Kerapatan jenis flora-fauna
Indek Nilai Penting Jenis (NPJ) untuk memantau dominansi setiap jenis flora di
setiap tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang dan pohon).
Indeks Shanon (H’) untuk memantau tingkat kemantaapan habitat/regenerasi.
Kondisi fauna terutama untuk mamalia, burung, dan repthile
Pengamatan ini untuk memantau kondisi regenerasi dan suksesi hutan,
keanekaragaman genetic, jenis dan ekosistem serta analisa siklus alami yang
mempengaruhi produktifitas eskositem hutan yangan ada. Lokasi plot pemantauan
akan ditempatkan pada blok RKT (atau bekas tebangan) dan keterwakillan dari
setiap jenis ekosistem hutan yang ada. Tatawaktu pemantauan adalah Et-1, Et+1
dan setiap tiga tahun setelah pengukuran Et+1
b. Pengamatan KPPN, sempadan sungai dan KBKT lainnya (misalnya habitat gua).
Data yang dipantau dan tujuan pemantauan sama dengan pengamatan di kawasan
hutan produksi. Adapun tatawaktu pemantauannya adalah setahun sekali. Kegiatan
pembuatan dan pengamatan KPN dilakukan berdasarkan SK Dirjen PH No. 3361/IV-
BPH/1994 tanggal 18 September 1994 tentang Pengukuran Areal Konservasi dan
Penelitian Plasma Nutfah.
c. Metode pemantauan riap tegakan di bekas tebangan (LOA) dengan metode PUP.
PT JDIPI akan melakukan pemantauan pertumbuhan riap tegakan di bekas
tebangan dengan cara membuat plot-plot permanen dengan ukuran 24 ha setiap
plotnya. Plot pemantaun riap ini dibuat setiap lima blok RKT. Untuk PUP seri
19
pertama akan dilakukan pengukuran sebagai berikut: lima tahun pertama setiap
tahun dan periode lima tahun berikutnya hingga akhir daur setiap 2 tahun sekali.
Sedangkan PUP seri selanjutnya (kedua, ketiga dst) pengukuran data dilakukan
setiap dua tahun sekali.
Data akhir dari pemantauan riap di PUP ini adalah diketahuinya Current Annual
Increment (CAI, m3/ha/tahun) dan Mean Annual Increment (MAI, m3/ha/tahun)
actual di hutan bekas tebangan PT JDIPI.
Plot PUP untuk memonitor riap dibuat sesuai dengan standar dari Departemen
Kehutanan (SK Badan Penilitian dan Pengembangan Kehutanan No. 38/Kpts/VIII-
HM.3/1993 tanggal 9 Juni 1993 tentang pedoman pembuatan dan pengukuran Petak
Ukur Permanen atau PUP untuk pemantauan pertumbuhan riap hutan alam tanah
kering bekas tebangan).
20
BAB VI
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN BERDASARKAN PENILAIAN
LINGKUNGAN
Berdasarkan hasil identifikasi NKT, diketahui bahwa kawasan konsesi PT JDIPI adalah
kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna. Hampir
semua atribut nilai konservasi tinggi terdapat di dalam kawasan ini, yang juga memiliki
fungsi-fungsi jasa lingkungan penting serta merupakan kawasan yang penting untuk
memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ada di sekitar kawasan. Begitu juga
dengan kawasan budaya yang penting untuk masyarakat lokal dijumpai di dalam
kawasan ini. Ringkasan Nilai Konservasi Tinggi di Areal PT JDIPI.
21
Tabel 8. Ringkasan Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi di Areal PT JDIPI
NKT Definisi/pengertian Status
NKT
Atribut Luas
Dalam
Konsesi
(Ha)
1 Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang penting
1.1 Kawasan yang mempunyai
atau memberikan fungsi
pendukung keanekaragaman
hayati bagi kawasan lindung
dan/atau konservasi
Ada Di dalam Areal IUPHHK-HA PT. JDIPI terdapat wilayah
mempunyai atau memberikan fungsi pendukung
keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan/atau
konservasi yang terdiri dari:
- KPPN seluas 715,91 Ha,
- Kawasan sempadan sungai seluas 4.489,99 Ha
- Kawasan dengan kelas lereng lebih dari 40 % seluas 18.580,87
Ha
- Kawasan penyangga di sepanjang batas yang bersinggungan
dengan hutan lindung seluas 9.581,62 Ha
19.479
1.2 Spesies hampir punah
Ada Berdasarkan informasi dan hasil temuan di lapangan,
ditemukan satwa yang tergolong dalam status Critically
Endangered (CR) atau kritis yaitu Landak papua (Zaglossus
bruijni) dan Hopea ferruginea Parijs.Habitat flora dan fauna
berstatus CR tersebut berada di hutan tropis perbukitan
hingga hutan pegunungan
Informasi mengenai Landak Papua (Zaglossus bruijni)
didukung pula oleh data persebaran IUCN, dimana jenis
satwa tersebut persebarannya menjangkau luasan hingga
menjangkau areal konsesi PT. JDIPI.
9.361
22
NKT Definisi/pengertian Status
NKT
Atribut Luas
Dalam
Konsesi
(Ha)
1.3 Kawasan yang merupakan
habitat bagi populasi spesies
yang terancam, penyebaran
terbatas atau dilindungi yang
mampu bertahan hidup (viable
population)
Ada Wilayah PT. JDIPI merupakan habitat bagi spesies kategori
tersebut, yaitu:
Satwa Liar:
Mamalia
- Kalong/Pteropus vampyrus (App II, LC)
- Kalong/Pteropus spp. (App II, LC)
- Kuskus abu-abu/Phalanger orientalis (PP, App II, LC)
- Kuskus totol/Spilocuscus maculatus (PP, App II, LC)
- Kangguru tanah/Thylogale sp. (PP)
- Kangguru pohon/Dendrolagus inustus (PP, VU)
Aves
- Kasuari gelambir-ganda/Casuarius casuarius (PP, VU)
- Kuntul perak/Egretta intermedia (PP, LC)
- Kuntul kerbau/Bubulcus ibis (PP, LC)
- Baza pasifik/Aviceda subcristata (PP, App II, LC)
- Elang ekor-panjang/ Henicopernis longicauda (PP, App II,
LC)
- Elang bondol/Haliastur indus (PP, App II, LC)
- Elangalap coklat/ Accipiter fasciatus (PP, App II, LC)
- Elangalap kelabu/ Accipiter cirrhocephalus (PP, App II,
LC)
- Elangalap pucat-sosonokan/ Accipiter poliochepalus (PP,
App II, LC)
- Elangalap meyer/ Accipiter meyerianus (PP, App II, LC)
- Alapalap coklat/ Falco berigora (PP, App II, LC)
22.435
23
NKT Definisi/pengertian Status
NKT
Atribut Luas
Dalam
Konsesi
(Ha)
- Alapalap laying/ Falco cenchroides (PP, App II, LC)
- Maleo kerah-coklat/ Talegalla jobiensis (PP, LC)
- Mambruk Victoria/ Goura victoria (PP, App II, VU)
- Perkici pelangi/Trichoglossus haematodus (App II, LC)
- Kasturi kepala-hitam/ Lorius lory (PP, App II, LC)
- Perkici dagu-merah/ CHarmosyna placentis (App II, LC)
- Nuriara dada-jingga/ Opopsitta gulielmitertii (App II, LC)
- Nuriara mata-ganda/ Opopsitta diophthalma (App II, LC)
- Nurikate topi-kuning/ Micropsitta keiensis (App II, LC)
- Kakatua raja/ Probosciger aterrimus (PP, App II, LC)
- Kakatua koki/ Cacatua galerita (PP, App II, LC)
- Nuri bayan/ Eclectus roratus (PP, App II, LC)
- Nuri pipi-merah/ Geoffroyus geoffroyi (App II, LC)
- Serindit papua/ Loriculus aurantiifrons (App II, LC)
- Rajaudang erasia/ Alcedo atthis (PP, LC)
- Kukabura perut-merah/ Dacelo gaudichaud (PP, LC)
- Cekakak torotoro/ Halcyon torotoro (PP, LC)
- Cekakak sungai/ Halcyon chloris (PP, LC)
- Julang papua/ Rhyticeros plicatus (PP, App II, LC)
- Paok hijau/ Pitta sordida (PP, LC)
- Burungmadu hitam/ Leptocoma sericea (PP, LC)
- Cikukua tanduk/ Philemon buceroides (PP, LC)
- Cendrawasih mati-kawat/ Seleucidis melanoleuca (PP,
App II, LC)
- Cendrawasih kecil/ Paradisaea minor (PP, App II, LC)
Herpetofauna
24
NKT Definisi/pengertian Status
NKT
Atribut Luas
Dalam
Konsesi
(Ha)
- Biawak/ Varanus sp. (App II)
- Buaya-air tawar-irian/ Crocodylus novaeguineae (PP, App
II, LC)
- Buaya muara/ Crocodylus porosus (PP, App II, LC)
- Ular-sanca/ Phyton sp. (App II)
- Sanca-pohon hijau/ Morelia viridis (App II, LC)
Flora
- Pulai/ Alstonia scholaris (LC)
- Anggrek tebu/ Grammatophyllum speciosum (PP, App II)
- Anggrek ki sara/ Macodes petola (PP)
- Kantung semar/ Nepenthes mirabilis (PP, App II, LC)
- Kantung semar/ Nepenthes ampullaria (PP, App II, LC)
- Merawan/ Hopea ferruginea Parijs (CR)
1.4 Kawasan yang merupakan
habitat bagi spesies atau
sekumpulan spesies yang
digunakan secara temporer
Ada Letak PT. JDIPI yang merupakan bagian dari area EBA
(Endemic Bird Area) Dataran Rendah di Daerah Kepala
Burung dan di dalamnya terdapat kawasan karst maka
kawasan PT. JDIPI berpotensi menjadi tempat untuk
berkembang biak atau bersarang, berlindung, menghindar,
atau migrasi secara lokal (refugium) bagi suatu jenis pada
saat musim kemarau yang panjang untuk minum, banjir
ataupun kebakaran lahan. Kategori endemik yang ditemui
berasal dari jenis Avifauna antara lain Anispuyuh ajax
(Cinclosoma ajax) dan Cabai papua (Dicaeum petrocale).
Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) – NKT 1.4
610,16
25
NKT Definisi/pengertian Status
NKT
Atribut Luas
Dalam
Konsesi
(Ha)
difokuskan pada daerah kawasan Karst dan kawasan
Sempadan Sungai Wanggar.
2 Kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami
2.1 Kawasan bentang alam luas
yang memiliki kapasitas untuk
menjaga proses dan dinamika
ekologi
Ada Berdasarkan interpretasi citra landsat dan hasil ground
check, dilihat bentang alam yang merupakan suatu
kesatuan kawasan berhutan yang kompak terdapat di areal
konsesi PT. JDIPI yaitu Daerah inti (core area) dan
sebagian daerah inti menurut rencana tata ruang masuk ke
dalam Kawasan Lindung. Kawasan bentang alam luas di
areal PT. JDIPI tersebut memiliki kapasitas untuk
menjaga proses dan dinamika ekologi.
15.982
2.2 Kawasan alam yang berisi dua
atau lebih ekosistem dengan
garis batas yang tidak terputus
(berkesinambungan)
Ada Wilayah PT. JDIPI memiliki tutupan lahan berupa hutan dan
berdasarkan ketinggiannya tersebar mulai dari 0 mdpl –
1.500 mdpl dan tergolong ke dalam ekosistem hutan hujan
tropis dataran rendah sampai dengan hutan sub
pegunungan. Kedua tipe ekosistem tersebut saling
berkesinambungan.
Selain ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah sampai
dengan hutan sub pegunungan, di wilayah PT. JDIPI juga
ditemukan daerah peralihan (ekotone) yaitu berupa Habitat
akuatik (sungai) dengan Habitat terestrial (hutan) berupa
kawasan sempadan sungai. Perbedaan ekosistem dapat
dilihat dari vegetasi yang didominasi oleh tumbuhan pionir
yang terletak antara ekotone tersebut seperti beberapa
7.668
26
NKT Definisi/pengertian Status
NKT
Atribut Luas
Dalam
Konsesi
(Ha)
spesies Mahang (Macaranga spp), Sukun hutan (Artocarpus
elasticus), Binuang (Octomeles sumatrana), dll.
2.3 Kawasan yang mengandung
populasi dari perwakilan
spesies alami
Ada Di wilayah PT. JDIPI terdapat areal yang bersinggungan
dengan hutan lindung sehingga diperlukan adanya daerah
yang dijadikan sebagai daerah penyangga hutan lindung.
Di wilayah PT. JDIPI terdapat :
- kawasan yang mengandung populasi spesies yang
memerlukan ruang habitat luas dengan kepadatan rendah
seperti jenis Julang Papua (Rhyticeros plicatus)
- kawasan yang mengandung populasi predator tingkat
tinggi seperti jenis Elang Bondol (Haliastur indus)
- keberadaan jenis-jenis yang tergantung terhadap
keberadaan tajuk (canopy) hutan seperti jenis Kuskus
(Phalanger orientalis dan Spilocuscus maculatus)dan
Kangguru pohon (endrolagus inustus)
Kawasan yang mengandung populasi dari perwakilan
spesies alami yang terdapat di dalam areal PT. JDIPI
berupa hutan lahan kering primer, sempadan sungai, kelas
lereng > 40%, KPPN, penyangga hutan lindung dan karst.
25.296
3 Kawasan yang mempunyai
ekosistem langka atau
terancam punah
Potensi
al Ada
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ditemukan
Ekosistem Karst berupa gua di Petak Kerja 40AT, 41AT,
48AQ dan 48AS (dapat dilihat pada foto di Lampiran 5).
Oleh karena itu, meskipun berdasarkan perubahan
penutupan lahan dan luasan ekosistem tidak teridentifikasi
kawasan NKT 3, namun dengan ditemukannya beberapa
-
27
NKT Definisi/pengertian Status
NKT
Atribut Luas
Dalam
Konsesi
(Ha)
gua karst di areal konsesi PT. JDIPI dan berdasarkan
prinsip kehati-hatian, maka NKT 3 potensial ada di areal
IUPHHK-HA PT. JDIPI.
4 Kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami
4.1 Kawasan atau ekosistem yang
penting sebagai penyedia air
dan pengendalian banjir bagi
masyarakat hilir
Ada Hutan yang berada di areal PT. JDIPI berdasarkan daerah
aliran sungai dan posisi kawasannya berperan dalam
menyediakan air melalui kemampuannya sebagai regulator
air yang bermula dari fungsi hutan sebagai penyerap air
hujan. Selain fungsi penting sebuah kawasan berdasarkan
letakan DAS, di dalam areal PT. JDIPI juga terdapat dua
ekosistem hutan atau lahan lain yang memiliki peran dalam
siklus hidrologi lokal yang luar biasa penting dan perlu
diperhatikan secara khusus, yaitu berupa ekosistem riparian
dan ekosistem karst.
Beberapa sungai yang dimanfaatkan oleh masyarakat hilir :
- Sungai Wanggar
- Sungai Yaro
- Sungai Cemara
- Sungai Papaya
13.067
4.2 Kawasan yang penting bagi
pengendalian erosi dan
sedimentasi
Ada Secara lanskap, PT. JDIPI akan menjadi kawasan yang
penting bagi pengendalian erosi dan sedimentasi bagi
masyarakat yang ada di bagian hilir. Dari hasil kajian
berdasarkan permodelan GIS, sebagian areal PT. JDIPI
memiliki tingkat kerawanan erosi dari tinggi (kelerengan 25-
66.788,3
28
NKT Definisi/pengertian Status
NKT
Atribut Luas
Dalam
Konsesi
(Ha)
40% dan tanah podsolik) sampai sangat tinggi (kelerengan
>40%)
4.3 Kawasan yang berfungsi
sebagai sekat alam untuk
mencegah meluasnya
kebakaran hutan dan lahan
Ada Di areal IUPHHK-HA PT. JDIPI terdapat areal yang mampu
berperan sebagai sekat bakar alami untuk mencegah
meluasnya kebakaran hutan dan lahan. Areal tersebut
berupa hutan yang berada di ketinggan >700 Mdpl yang
kondisinya relatif masih lebat dan lembab serta berupa
sungai-sungai yang mengandung air sehingga mampu
mencegat atau menghambat pergerakan atau menjalarnya
api jika terjadi kebakaran hutan.
Beberapa sungai yang dapat dijadikan sebagai sekat bakar
alami diantaranya :
- Sungai Bumi
- Sungai Wanggar
- Sungai Yaro
- Sungai Wami
- Sungai Bambu
- Sungai Lagari
8.053,81
5 Kawasan yang mempunyai
fungsi penting untuk
pemenuhan kebutuHan dasar
masyarakat lokal
ADA Di areal IUPHHK PT JDI terdapat areal yang memiliki fungsi
penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa binatang
buruan dan ikan sungai (protein hewani), kayu untuk
pembangunan/perbaikan rumah, serta air sungai untuk air
minum dan mandi, cuci, kakus (MCK).
Areal hutan yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan
4.4901)
29
NKT Definisi/pengertian Status
NKT
Atribut Luas
Dalam
Konsesi
(Ha)
kayu perkakas untuk rumah dan areal berburu meliputi
seluruh areal IUPHHK. Namun areal tersebut dapat
dilakukan penebangan pohon karena penebangan dilakukan
dengan 29ystem tebang pilih (selective cutting), kecuali
areal yang tettapkan sebagai kawasan lindung.
Sungai yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan dasar
untuk mencari ikan sekaligus sumber air minum dan MCK
adalah : Sungai Yaro, Sungai Topo, Sungai Dingin, Sungai
Lepki. Sedangkan sungai yang khusus untuk mencari ikan
adalah Sungai Wangar, Sungai Hamora, Sungai Bambu,
Sungai Pepaya, Sungai Bumi.
6 Kawasan yang mempunyai
fungsi penting untuk identitas
budaya tradisional komunitas
lokal
ADA Gunung Anjing dan Gunung Dogou. - 2)
Keterangan : 1) Anga luas areal NKT 5 di dalam konsesi PT JDI yang dicantumkan adalah khusus areal NKT yang harus dilindungi dari kegiatan pemanfaatan hasil hutan
kayu, yakni berupa badan airdan sempadan dungai. Adapun areal berburu dan pemanfaatan kayu untuk kebutuhan kayu perkakas masyarakat meliputi seluruh areal IUPHHK,
kecuali untuk pemanfaatan kayu perkakas adalah areal yang ditetapkan sebagai kawasan lindung; 2) Luas areal situs budaya belum dapat ditetapkan karena masih terdapat
pernedaan antar tokoh/kelompok masyarakat. Luas NKT 6 akan ditetapkan melalui proses pemetaan partisipatif sebelum lokasi tersebut dilakukan penebangan.
30
Terhadap kawasan lindung PT JDIPI melakukan kegiatan tatabatas di lapangan yang
dilakukan secara bertahap berdasarkan perkiraan dampak yang terjadi akibat
penebangan yang dilakukan di blok tebangan. Sedangkan kegiatan diblok tebangan
(RKT), PT JDIPI menerapkan Reduce Impact Logging (RIL) sehingga kegiatan
minimalisasi dampak lingkungan dapat dilakukan.
Untuk memastikan kegiatan pengelolaan hutan khususnya dari kegiatan pemanenan
hutan memberikan dampak lingkungan yang minimal maka PT JDIPI mengembangkan
system pemantuan lingkungan yang terpadu dari aspek iklim, tanah, dan sungai).
Adapun peta hasil identifikasi NKT PT JDIPI, termasuk tipe-tipe ekosistem hutan yang
ditemukan dapat dilihat dalam Lampiran 4.
A. Pemantauan iklim (curah hujan):
Pemantauan iklim yang dilakukan adalah pemantauan curah hujan. Alat pemantauan curah
hujan dipasang pada lokasi yang strategis dan cukup representative terhadap kawasan
konsesi. Data yang diamati adalah tingkat curah hujan (mm/tahun) dan jumlah hari hujan
dalam setahun. Periode pengambilan dan pencatatan data dilakukan setiap hari (ada atau
tidak ada hujan).
B. Pemantauan erosi tanah:
Pemantauan erosi tanah dilakukan untuk mengetahui tingkat erosi yang terjadi akibat
kegiatan pemanenan. (ton/ha/tahun). Metode yang digunakan adalah metode
pemantauan bak erosi (4 x 11m) yang dipasang pada minimal 3 lokasi disetiap blok
RKT. Yaitu di bekas jalan sarad, bekas TPN dan bekas jalan angkutan kayu (Utama
atau cabang). Periode pengambilan data erosi dilakukan minimal 1 minggu atau sebulan
sekali, selama 3 tahun berturut-turut.
C. Pemantauan sungai:
Pemantauan sungai dilakukan pada sungai-sungai utama yang diperkirakan terkena
dampak dari kegiatan pemanenan hutan. Sungai-sungai yang diamati secara periodik
adalah:
Kali Wanggar
Kali Homora
Data dan informasi yang dimonitor adalah fluktuasi debit air sungai (m3/det dan
kualitas fisik-kimia air sungai dengan menggunakan standar kualitas air sungai. Analisa
debit air sungai dan sedimentasi dilakukan di base camp dengan menggunakan analisa
sederhana di laboratorium tanah-air mini.
Sedangkan pemantauan kualitas fisik-kimia air sungai dilakukan setiap enam bulan
sekali dengan cara mengirimkan sample air sungai ke laboratorium analisa kualitas air di
Universitas atau milik pemerintah provinsi/kabupaten.
31
D. Pemantauan dan Perlindungan terhadap ancaman perambahan, kebakaran
hutan dan illegal logging:
D.1 Kebakaran Hutan:
Melakukan program penyuluhan pencegahan kebakaran hutan bagi
karyawan dan masyarakat
Membentuk dan melatih team pemadam kebakaran beserta pengadaan
peralatan pemadaman kebakaran hutan (mobil tangki air, peralatan
pemadaman api)
Memasang papan-papan pengumuman tentang bahaya api pada tempat
yang strategis dan rawan kebakaran hutan
Memonitor potensi titik api saat musim kering
D.2 Pencurian kayu dan perburuan flora-fauna yang dilindungi atau status Critical
Endangered atau langka :
Melakukan patroli keamanan hutan, yang bisa dilakukan oleh perusahaan
dan atau bersama pihak lain (misalnya masyarakat, instansi pemerintah
atau aparat keamanan)
Menjalankan program sosialisasi perlindungan hutan terhadap kegiatan
illegal logging atau perburuan flora fauna yang dilindungi atau status Critical
Endangered atau langka
Pemasangan papan-papan pengumuman terkait informasi pencegahan
illegal logging dan perburuan. Serta sosialisasi jenis-jenis flora dan fauna
yang dilindungi oleh UU dan aturan global.
Memberikan tanda-tanda khusus pada tumbuhan yang dilindungi baik
karena status konservasinya atau karena peran pentingnya bagi habitat
ekosistem yang ada (misalnya sebagai sumber pakan atau tempat
berkembang biak fauna) sehingga tumbuhan tersebut tidak diganggu atau
ditebang saat penebangan. Pemberian tanda khusus dilakukan saat
kegiatan PAK atau ITSP, atau Pola sarad dengan memberikan label kuning.
Melakukan penandaaan khusus pada wilayah-wilayah tertentu yang memiliki
nilai konservasi tinggi. Seperti KPPN, Kebun benih, lokasi keterwakilan
suatu tipe ekosistem tersendiri (rawa, mangrove, karst). Kemudian
dipetakan dan dikeluarkan dari areal produksi/pemanenan.
Memberikan sangsi bagi karyawan yang melakukan pelanggaran terhadap
aturan perlindungan tersebut.
Merekrut dan melatih karywan agar memiliki keahlian dalam
mengidentifikasi dan mempelajari perilaku flora-fauna sehingga bisa
terintegrasi dalam pengelolaan hutan (pemanenan)
D.3 Perambahan hutan:
Melakukan patroli keamanan hutan, yang bisa dilakukan oleh perusahaan
dan atau bersama pihak lain (misalnya masyarakat, instansi pemerintah
atau aparat keamanan)
32
Melakukan identifikasi awal bersama masyarakat terhadap akses dan
pembukaan wilayah hutan bagi kepentingan masyarakat lokal
Merekrut dan melatih karyawan agar memiliki keahlian dalam bidang kelola
social sehingga karyawan tersebut memiliki keahlian dan pengalaman
dalam menjadi fasilititor dalam menyusun program kegiatan sosial bersama
masyarakat, mediator jika terjadi konflik dengan masyarakat serta penyuluh
kegiatan pertanian/peternakan bagi masyarakat lokal
E. Perlindungan hama dan penyakit hutan
Walaupun sampai saat ini tidak ada identifikasi serangan hama dan penyakit terhadap
tanaman alami didalam kawasan hutan maupun di persemaian PT JDIPI tetap
melakukan rancangan strategi pencegahan dan perlidungan hama dan penyakit hutan.
E.1 Di persemaian:
Tidak menggunakan bahan kimia untuk tindakan pencegah dan
penanganan hama-penyakit tanaman di persemaian.
Sedapat mungkin menggunakan tindakan manual dalam mencegah dan
menangani serangan hama-penyakit tanaman di persemaian.
Jika terjadi serangan hama-penyakit tanaman di persemaian dalam skala
besar, sebelum dilakukan penanganan yang bersifat massif dan jika
mengharuskan menggunakan bahan kimia, maka PT JDIPI akan melakukan
konsultasi dengan para pakar yang relevan dan FSC Indonesia terkait
implementasi FSC Pesticides Policy: Guidence on Implementation FSC-
GUI-30-001 Version 2-1 EN. May 5. 1007.
E.2 Di dalam kawasan hutan:
Sampai saat ini tidak ditemukan serangan hama dan penyakit yang terjadi
dalam skala besar dan mengancam kesehatan hutan dalam kawasan hutan PT
JDIPI. Namun terdapat literature yang menyebutkan bahwa rusa adalah salah
satu hewan pemakan daun-daun muda khususnya dari jenis merbau (dimana
merbau merupakan salahsatu jenis pohon yang dipanen oleh PT JDIPI).
Walaupun demikian tidak ditemukan serangan hewan rusa dalam jumlah besar
yang menyebabkan permudaan/semai merbau terancam pertumbuhannya.
Kegiatan-kegiatan tersebut diatas ditujukan agar bisa memberikan output dan informasi
penting yang akan dijadikan bahan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan/efektivitas
system pengelolaan hutan. Hasil analisa akan dijadikan masukan bagi tindakan
perbaikan dalam pengelolaan hutan di PT JDIPI. Analisa data-data lingkungan tersebut
akan dilakukan setiap setahun sekali.
33
BAB VII
RENCANA IDENTIFIKASI DAN PERLINDUNGAN
JENIS-JENIS LANGKA, TERANCAM DAN HAMPIR PUNAH
A. Jenis Flora/Tumbuhan yang langka, terancam dan hampir punah:
Identifikasi NKT telah dilakukan di Tahun 2016 dan selesai pada April 2017. Berdasarkan
hasil kegiatan identifikasi NKT tersebut ditemukan habitat flora di kawasan areal konsesi PT
JDIPI bervariasi mulai dari semak belukar sampai hutan. Flora yang ditemukan sebanyak
380 spesies flora yang terbagi kedalam 17 famili. Spesies flora tersebut terdiri dari habitus
pohon 234 spesies, perdu 4 spesies, terna sebanyak 37 spesies, liana 4 spesies, epifit 43
spesies, dan bambu 2 spesies.
Tabel 9. Jenis-jenis Tumbuhan Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal
Konsesi PT. JDIPI Beserta Status Perlindungannya.
No Nama Daerah Nama Ilmiah Famili PP
7/1999
CITES IUCN
1 Alstonia scholaris Pulai Apocynaceae TT TT LC
2 Grammatophyllum
speciosum
Anggrek tebu Orchideaceae D Appendix II TT
3 Macodes petola Anggrek ki sara Orchideaceae D TT TT
4 Nepenthes mirabilis Kantung semar Nephenteaceae D Appendix II LC
5 Nepenthes ampullaria Kantung semar Nephenteaceae D Appendix II LC
6 Hopea ferruginea Parijs Merawan Dipterocarpaceae TD TT CR
Sumber: Hasil Identifikasi NKT PT JDIPI 2017
Keterangan:
Status perlindungan spesies menurut tata aturan di Indonesia (PP) mengacu pada UU No. 5/1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Status
konservasi internasional berdasarkan IUCN Redlist Tahun 2015; Status peraturan perdagangan
international berdasarkan CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna
and Flora). Keterangan Status Satwaliar : D = Dilindungi, TD = Tidak dilindungi, TT = Tidak Terdaftar,
App.= Appendix, CR = Critically Endangered (kritis), EN = Endangered (genting), VU = Vulnerable (rentan)
NT = Near Threatened (Hampir terancam) LC = Least Concern (resiko rendah), DD = Data Deficient
(kurang data)
Jenis flora yang teridentifikasi di lapangan didominasi oleh Bintangur (Callophyllum
inophyllum), Jambu-jambuan (Syzygium sp), Resak (Vatica rassak), Pala (Myristica sp),
Matoa (Pometia pinnata), dan Merbau (Intsia bijuga). Pada areal titik 10 ditemukan banyak
kantung semar yang termasuk dalam kategori tumbuhan dilindungi berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Kondisi vegetasi di lokasi kajian memiliki tipe habitat
yang hampir sama, yaitu habitat hutan dataran rendah. Perbedaan vegetasi ditemukan
sedikit pada ketinggian yang mencapai 700 mdpl, yaitu banyaknya ditemukan kantung
34
semar dan terdapat semak belukar yang cukup terbuka. Semak belukar terbentuk karena
dahulunya adalah jalan logging oleh perusahaan sebelumnya yang tidak digunakan lagi.
Vegetasi tersebut didominasi oleh jenis paku resam (Dicranopteris linearis). Perbedaan
vegetasi juga ditemukan di titik 13 petak kerja 38BD yang merupakan hutan sekunder yang
di dominasi oleh jenis Macaranga sp. Hal ini karena dulunya ada aktivitas pertambangan di
daerah tersebut. Selain kantung semar, terdapat jenis-jenis anggrek yang dilindungi oleh PP
nomor 7 tahun 1999 salah satunya adalah anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum)
yang ditemukan di sekitar titik 15 petak kerja 40AT.
Informasi mengenai Merawan (Hopea ferruginea Parijs) yang termasuk ketegori
Critical Endangered (CR) atau Terancam Punah
Pohon Merawan (Hopea ferruginea Parijs)
merupakan jenis dipterokarpaceae berupa pohon
menjulang (emergent trees), dapat tumbuh hingga
mencapai tinggi 41 meter dengan pertumbuhan
yang lambat, biasanya ditemukan di ekosistem
hutan dataran rendah dengan tanah yang subur
dan kanopi tajuk yang cukup rapat (biasanya
tumbuh pada ketinggian 400-750 mdpl) dengan
kondisi iklim basah dan kelembaban yang tinggi
dengan rata-rata curah hujan tahunan mencapai
2.000 mm dan musim kemarau yang pendek.
Habitat utamanya adalah di hutan tropis
perbukitan hingga hutan pegunungan.
Ciri lainnya adalah memiliki buah bersayap dua
dengan warna kuning pucat kemerahan, biji buah
biasanya mengandung resin
(Gambar 1). Berdasarkan pengamatan di
lapangan, Hopea ferruginea ditemukan di titik 6
yang merupakan daerah ekoton.
Gambar 1. Merawan (diduga Hopea ferruginea Parijs)
Sebagai langkah awal pengelolaan, PT JDIPI melakukan studi litelature untuk
mengetahui deskripsi mengenai spesies Hopea tersebut. Berdasarkan kajian pustaka
dengan merujuk pada buku Tree Flora Of Indonesia Checklist For Irian Jaya diperoleh
hasil bahwa Hopea ferruginea Parijs tidak termasuk dalam checklist penyebaran di
Pulau Irian jaya.
35
Untuk mengetahui struktur, penyebaran dan kepastian spesies Hopea yang ada di areal
kerja PT JDIPI dilakukan kerjasama penelitian dengan Balai Litbang Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Manokwari.
Melalui Surat Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari nomor:
S198/MENLHK/BP2LHKM/Um/07/2018 diperoleh hasil bahwa spesies Hopea yang ada
di PT JDIPI adalah Hopea iriana, Hopea Celtidifolia, dan Hopea papuana yang
merupakan jenis endemik dalam lingkup penyebarannya yang hanya ada di Papua saja.
Berkaitan dengan endemik tersebut, ketiga jenis tersebut termasuk dalam spesies
dengan kategori dilindungi berdasarkan PP.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa.
B. Jenis Fauna/Satwaliar yang langka, terancam dan hampir punah
Fauna di areal konsesi PT. JDIPI ditemukan sebanyak 102 jenis, dari 50 famili, dengan
rincian: mamalia 13 jenis (10 famili), burung 73 jenis (32 famili), serta reptil dan amphibi
16 jenis (8 famili). Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya memiliki nilai konservasi
penting.
Tabel 10. Jenis-jenis Satwaliar Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal PT.
JDIPI Beserta Status Perlindungannya.
No. NAMA ILMIAH NAMA
INDONESIA FAMILI
PP
7/1999
CITE
S IUCN
A. Mamalia
1 Pteropus vampyrus Kalong Pteropodidae TD App II LC
2 Pteropus spp. Kalong Pteropodidae TD App II LC
3 Phalanger orientalis Kuskus abu-abu Phalangeridae D App II LC
4 Spilocuscus maculatus Kuskus totol Phalangeridae D App II LC
5 Thylogale sp. Kangguru tanah Macropodidae D
6 Dendrolagus inustus Kangguru pohon Macropodidae D VU
7 Zaglossus bruijni Landak Papua Tachyglossidae D App II CR
B. Burung
1 Casuarius casuarius Kasuari gelambir-
ganda
Casuariidae D TT VU
2 Egretta intermedia Kuntul perak Ardeidae D TT LC
3 Bubulcus ibis Kuntul kerbau Ardeidae D TT LC
4 Aviceda subcristata Baza pasifik Accipitridae D App II LC
5 Henicopernis
longicauda
Elang ekor-
panjang
Accipitridae D App II LC
6 Haliastur indus Elang bondol Accipitridae D App II LC
7 Accipiter fasciatus Elangalap coklat Accipitridae D App II LC
36
No. NAMA ILMIAH NAMA
INDONESIA FAMILI
PP
7/1999
CITE
S IUCN
8 Accipiter cirrhocephalus Elangalap kelabu Accipitridae D App II LC
9 Accipiter poliochepalus Elangalap pucat-
sosonokan
Accipitridae D App II LC
10 Accipiter meyerianus Elangalap meyer Accipitridae D App II LC
11 Falco berigora Alapalap coklat Falconidae D App II LC
12 Falco cenchroides Alapalap laying Falconidae D App II LC
13 Talegalla jobiensis Maleo kerah-
coklat
Megapodiidae D TT LC
14 Goura victoria Mambruk Victoria Columbidae D App II VU
15 Trichoglossus
haematodus
Perkici pelangi Psittacidae TD App II LC
16 Lorius lory Kasturi kepala-
hitam
Psittacidae D App II LC
17 Charmosyna placentis Perkici dagu-
merah
Psittacidae TD App II LC
18 Opopsitta gulielmitertii Nuriara dada-
jingga
Psittacidae TD App II LC
19 Opopsitta diophthalma Nuriara mata-
ganda
Psittacidae TD App II LC
20 Micropsitta keiensis Nurikate topi-
kuning
Psittacidae TD App II LC
21 Probosciger aterrimus Kakatua raja Psittacidae D App I LC
22 Cacatua galerita Kakatua koki Psittacidae D App II LC
23 Eclectus roratus Nuri bayan Psittacidae D App II LC
24 Geoffroyus geoffroyi Nuri pipi-merah Psittacidae TD App II LC
25 Loriculus aurantiifrons Serindit papua Psittacidae TD App II LC
26 Alcedo atthis Rajaudang erasia Alcedinidae D TT LC
27 Dacelo gaudichaud Kukabura perut-
merah
Alcedinidae D TT LC
28 Halcyon torotoro Cekakak torotoro Alcedinidae D TT LC
29 Halcyon chloris Cekakak sungai Alcedinidae D TT LC
30 Rhyticeros plicatus Julang papua Bucerotidae D App II LC
31 Pitta sordida Paok hijau Pittidae D TT LC
32 Leptocoma sericea Burungmadu
hitam
Nectariniidae D TT LC
33 Philemon buceroides Cikukua tanduk Meliphagidae D TT LC
34 Seleucidis melanoleuca Cendrawasih
mati-kawat
Paradisaeidae D App II LC
35 Paradisaea minor Cendrawasih kecil Paradisaeidae D App II LC
37
No. NAMA ILMIAH NAMA
INDONESIA FAMILI
PP
7/1999
CITE
S IUCN
C. Reptil
1 Varanus sp. Biawak Varanidae - App II
2 Crocodylus
novaeguineae
Buaya-air tawar-
irian
Crocodylidae D App II LC
3 Crocodylus porosus Buaya muara Crocodylidae D App II LC
4 Morelia amethistina Sanca semak Pythonidae App II
5 Morelia viridis Sanca-pohon
hijau
Pythonidae App II LC
6 Liasis spp. Pythonidae App II LC
Sumber: Hasil Identifikasi NKT
Keterangan:
Sistem taxonomi dan penamaan burung berdasarkan Daftar Burung Indonesia No.2; Untuk status
perlindungan spesies menurut tata aturan di Indonesia (PP) mengacu pada UU No. 5/1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Status
konservasi internasional berdasarkan IUCN Redlist Tahun 2015; Status peraturan perdagangan
international berdasarkan CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna
and Flora).
Keterangan Status Satwaliar : D = Dilindungi, TD = Tidak dilindungi, TT = Tidak Terdaftar, App.= Appendix,
CR = Critically Endangered (kritis), EN = Endangered (genting), VU = Vulnerable (rentan) NT = Near
Threatened (Hampir terancam) LC = Least Concern (resiko rendah), DD = Data Deficient (kurang data)
Berdasarkan statusnya, jenis-jenis satwaliar yang masuk dalam Red List IUCN (kriteria EN
dan VU), CITES (Appendix I dan II), maupun yang endemik dan dilindungi oleh Pemerintah
Indonesia 47 jenis.
Jenis yang dilindungi menurut PP No. 7 Tahun 1999 sebanyak 35 jenis (mamalia sebanyak
5 jenis dan burung sebanyak 28 jenis, dan reptil sebanyak 2 jenis). Daftar satwaliar yang
termasuk dalam Appendix CITES sebanyak 33 jenis, yaitu Appendix I sebanyak satu jenis
(burung) dan Appendix II sebanyak 32 jenis (mamalia sebanyak 4 jenis, burung sebanyak
23 jenis dan reptilia sebanyak 5 jenis).
Untuk satwaliar yang termasuk dalam Daftar Red List IUCN ditemukan sebanyak 44 jenis,
dengan rincian kategori LC/Least Concern (resiko rendah) 41 jenis (mamalia 4 jenis, burung
33 jenis, dan reptil 4 jenis) dan VU/Vulnerable (rentan) sebanyak 3 jenis (burung 2 jenis dan
mamalia 1 jenis). Terdapat satu jenis satwa liar yang masuk dalam Kategori Terancam
Punah atau Critically Endangered (CR), yaitu landak papua (Zaglossus bruijnii) yang
biasanya ditemukan dihabitat Hutan tropis perbukitan hingga hutan pegunungan.
38
Informasi mengenai Landak papua (Zaglossus bruijnii) yang termasuk ketegori
Critical Endangered (CR) atau Terancam Punah
Hasil temuan di lapangan, ditemukan
spesies fauna yang masuk kriteria hampir
punah, yaitu: Landak papua (Zaglossus
bruijnii), dengan status Critically
Endangered (CR) atau kritis.
Berdasarkan data persebaran IUCN,
Landak papua (Zaglossus bruijnii) memiliki
persebaran terbatas di semenanjung
kepala burung Papua. Landak papua
biasanya ditemukan di daerah-daerah
hutan yang jarang terjamah (IUCN, 2016). Landak papua merupakan salah satu jenis
mamalia yang berkembang biak dengan bertelur, hidup pada ketinggian 1.000 - 4.000 mdpl
dengan habitat berupa padang rumput alpin dan hutan yang lembab (Wikipedia). Landak
papua atau biasa dikenal sebagai Echidna moncong panjang barat (Long-beaked Echidna)
memiliki duri seperti landak, meskipun ekidna bukan termasuk ke dalam kelompok landak.
Memiliki ciri tubuh berukuran kecil dan ditumbuhi rambut kasar dan duri. Ukuran Echidna
dewasa bervariasi dengan panjang tubuh antara 30-55 cm, panjang ekor antara 7-9 cm,
berat tubuh antara 3-6 kg. Echidna jantan dewasa biasanya memiliki berat tubuh 6 kg, dan
yang betina sekitar 4,5 kg. Echidna adalah hewan nokturnal (aktif pada malam hari) dan
penyendiri (soliter). Data sebaran IUCN menunjukkan areal persebaran landak papua di
konsesi PT. JDIPI berada pada ketinggian 500-1000 mdpl.
Sebagai langkah awal terhadap upaya pengelolaan terhadap Echidna, PT JDIPI melakukan
studi bersama Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari untuk melakukan
identifikasi keberadaan Echidna di areal kerja PT JDIPI. Berdasarkan laporan hasil survey
Ekidna di PT JDIPI yang merupakan lampiran dari surat nomor : S201/MENLHK/BP2LHKM/
Um/07/2018 tanggal 20 Juli 2018 disebutkan bahwa Satwa Echidna (Zaglossus spp) tidak
berhasil ditemukan pada areal kerja IUPHHK-HA PT. JDIPI saat survei lapangan dilakukan.
C. Perlindungan Flora-Fauna langka, terancam dan hampir punah;
Untuk mendukung kegiatan perlindungan flora dan fauna yang dilindungi (langka,
terancam dan hampir punah), PT JDIPI melakukan beberapa kegiatan yang bersifat
terpadu/integrated :
a. Melakukan penandaan batas petak yang jelas, termasuk batas kawasan
lindung/konservasi yang penting bagi perlindungan tanah, air dan habitat hutan.
Yaitu penandaan batas yang jelas untuk kawasan NKT, sempadan sungai, KPPN,
Kebun Bibit, keterwakilan tipe tipe ekosistem yang ada (4 tipe) dan kawasan
lindung/konservasi lainnya.
b. Melakukan penandaan pohon-pohon komersil yang boleh dan yang tidak boleh
ditebang dengan memberikan label yang berbeda (produksi dengan barcode warna
Gambar 2. Landak papua (Zaglossus bruijnii), sumber:
http://www.biolib.cz/en/image/id175458/
39
kuning). Pemberian label pohon komersil ini dilakukan pada 2 tahun sebelum
penebangan. Pemberian label kuning mendadak pohon tersebut merupakan pohon
inti dan atau pohon yang harus dilindungi/tidak ditebang karena status yang
CR/dilindungi UU, pohon pakan penting bagi satwa atau pohon tembat berkembang
biak dls.
c. Dalam kegiatan pemanenan kayu: mengimplementasikan perencanan Reduce
Impact Logging (RIL) dengan cara implementasi pola sarad untuk kegiatan
penebangan dan penyaradan, implementasi RIL di kegiatan penebangan dan
penyaradan, tidak menebang jenis-jenis yang dilindungi (langka, terancam dan
hampir punah) dan tidak merusak kawasan-kawasan lindung atau konservasi yang
telah ditetapkan.
d. Membuat sudetan disetiap bekas jalan sarad
e. Melakukan kegiatan rehabilitas dan pengayaan jenis-jenis yang dilindungi (langka,
terancam dan hampir punah)
f. Melakukan monitoring flora dan fauna dibekas blok tebangan RKT dan keterwakilan
semua tipe ekosistem hutan yang ada (4 jenis).
g. Melarang perburuan flora-fauna yang dilindungi (langka, terancam dan hampir
punah)
h. Memberikan sosialisasi dan pelatihan untuk lebih mengenal flora-fauna dilindungi
(langka, terancam dan hampir punah)
40
BAB VIII PEMILIHAN TEKNIK PEMANENAN
DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN
PT JDIPI menerapkan sistem pemanenan berdampak lingkungan rendah atau Reduce
Impact Logging System (RIL). Sistem pemanenan RIL yang dipilih adalah ground based
skidding dengan menggunakan bulldozer. Dalam sistem RIL tersebut sebelum dilakukan
penebangan dan pemanenan petak tebang harus dilakukan perencanaan pola sarad
terlebih dahulu dengan tujuan untuk meminimalisasi dampak kerusakan tanah, air dan
tegakan hutan serta untuk efisiensi pemanenan hutan. Dimana ketersediaan peta
pemanenan atau peta polasarad harus tersedia yang menggambarkan informasi mengenai:
a. Batas petak/blok termasuk batas kawasan lindung seperti sempadan sungai,
perlindungan NKT dan lain sebagainya.
b. Kondisi topografi, sungai dan alur dalam setiap blok tebangan
c. Jaringan pola sarad dan lokasi-lokasi TPn
d. Jaringan jalan angkutan kayu, lokasi jembatan dan gorong-gorong
e. Posisi pohon-pohon yang akan ditebang
Tanda-tanda lapangan dipasang sehingga menjadi panduan kegiatan pembukaan wilayah
hutan atau pemanenan yang lakukan oleh operator alat berat.
Pohon-pohon komersial yang akan dipanen adalah pohon-pohon yang sudah diberi
tanda barcode kuning. Penandaan ini dilakukan pada 2 tahun sebelum blok RKT
ditebang. Penebangan dilakukan pada diameter 50 cm up.
Penebangan dilakukan dengan cara membuat jalan sarad terlebih dahulu oleh operator
traktor/skidding sesuai dengan pola jalan sarad yang ada. Kegiatan penebangan
dilakukan setelah jalan sarad dibuat dan menjadikan jalan sarad tersebut sebagai
panduan untuk mementukan arah rebah pohon sehingga kerusakan tegakan hutan
dapat diminimalkan karena manuver traktor skidding menjadi berkurang. Selain itu
kegiatan winching diwajibkan dalam kegiatan skidding untuk mengurangi dampak
kerusakan tanah dan pembukaan wilayah hutan. Perlindungan terhadap sempadan
sungai dan alur sangat diutamakan dalam kegiatan penebangan dan penyaradan kayu.
Penanganan pasca pemanenan (penebangan dan penyaradan) di blok bekas tebangan
dilakukan dengan mewajibkan operator penyaradan membuat sudetan (cross
drain/water cross) di eks jalan sarad dengan tujuan untuk mengurangi laju erosi dijalan
sarad. Dengan adanya sudetan (cross drain/water cross) maka air hujan yang
membawa material tanah akan dibelokkan dahulu ke lantai hutan yang masih
mengandung tumbuhan bawah, serasah maupun pepohonan yang akan
menyaring/menahan material tanah sehingga menjadi minimal yang masuk ke sungai.
41
Selain itu kegiatan penanaman cover crop dan jenis-jenis cepat tumbuh segera
dilakukan di eks lokasi pemanenan untuk mempercepat penutupan lantai hutan (dalam
upaya meminimalkan erosi).
Adapun peralatan pemanenan yang digunakan oleh PT JDIPI dalam implementasi
kegiatan pemanenannya adalah
a. Perencanaan hutan:
Compass, clinometer, GPS, computer/ laptop
b. Pemanenan (RIL)
Buldoser, chainsaw, excavator, dump truck, motor grader, wheel loader,
truck tanki, logging truck, ponton dan kapal penarik, serta mobil kecil
untuk transportasi