ringkasan eksekutif pisa2000

4

Click here to load reader

Upload: iwan-pranoto

Post on 23-Jun-2015

527 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Ini Ringkasan Eksekutif yang kami buat pada tanggal 14 Januari 2004. Ya, 10 tahun lalu!

TRANSCRIPT

Page 1: Ringkasan Eksekutif PISA2000

1

RINGKASAN EKSEKUTIF LITERASI MATEMATIKA

PISA 2000/2001 PUSPENDIK DEPDIKNAS

Iwan Pranoto, Koko Martono, dan Hendra Gunawan

Pendahuluan: Dari 3R ke 4R

Pendidikan dasar dan menengah (SD sampai SMU) secara tradisional diarahkan pada penyiapan siswa-siswi untuk bekerja dan meneruskan pendidikan tersier. Kemampuan yang diharapkan disarikan dengan istilah 3R, yakni Reading-wRiting-aRithmetic. Akibatnya, sampai dekade yang lampau, pendidikan matematika sekolah pada umumnya dipusatkan pada peningkatan ketrampilan aritmatika. Ini masih tampak sampai sekarang, misalnya pada porsi bilangan atau analisis kuantitatif yang sangat mendominasi praktik pembelajaran matematika kita.

Pada abad 21 ini, OECD dengan PISA-nya melihat bahwa kemampuan 3R tadi sudah tak cukup lagi. Untuk berfungsi secara efektif dalam kehidupan modern ini, seseorang tidak cukup hanya dapat membaca-menulis-berhitung saja. Untuk dapat menjadi seorang warga yang cerdas, yakni: konstruktif, peduli, dan reflektif, bagi lingkungannya, pendidikan dasar dan menengah harus menambahkan satu kemampuan besar, yaitu bernalar. Kami mengistilahkan empat kemampuan itu sebagai 4R, yaitu Reading-wRiting-aRithmetic-Reasoning. Kecuali itu, menurut PISA, literasi matematika adalah kapasitas seseorang untuk mematematikakan permasalahan kehidupan sosial ataupun leisure1

Prinsip PISA

serta membuat keputusan berdasarkan kompetensi 4R tersebut. Pendidikan matematika sekolah sebagai bagian dari pendidikan dasar dan menengah sangat relevan dan sejalan dengan pandangan di atas.

Dengan kesadaran akan pentingnya peran matematika pada masa sekarang dan mendatang, PISA dalam uji Literasi Matematika mengkaji tiga dimensi utama, yakni:

1 Leisure di sini diartikan sebagai kegiatan yang dimanfaatkan seseorang bagi pengembangan dirinya pada saat di luar jadwal profesinya. Sebagai contoh, seorang yang berprofesi sebagai anggota kepolisian mengunjungi museum untuk belajar tentang binatang pra sejarah atau ke perpustakaan untuk mencari informasi tentang perkembangan anak pada saat di luar jam tugas. Leisure harus diartikan sebagai suatu bagian penting bagi seseorang untuk mencerdaskan dirinya dan dampaknya akan bermanfaat bagi komunitas serta lingkungannya. Jadi, leisure bukan suatu kegiatan yang digunakan untuk menghabiskan waktu luang.

Untuk dapat menjadi seorang warga yang cerdas, … pendidikan dasar dan menengah harus menambahkan satu kemampuan besar, yaitu bernalar.

Page 2: Ringkasan Eksekutif PISA2000

2

1. Konten. Dari segi konten, dalam PISA kali ini, siswa-siswi diuji dalam hal pertumbuhan dan keterkaitan serta ruang dan bentuk. Dengan istilah matematika, yang diujikan dalam PISA 200/2001 tersebut adalah tentang fungsi dan geometri.

2. Proses. PISA menguji kompetensi seseorang pada proses bermatematika, seperti analisis, berkomunikasi, generalisasi, eksplorasi, dan merumuskan serta menyelesaikan permasalahan dengan matematika.

3. Konteks. Permasalahan kehidupan sehari-hari pada umumnya tidak terumuskan langsung dalam bahasa matematika. Seseorang perlu mematematikakan permasalahan tersebut. Kemampuan memanfaatkan matematika ini diujikan dalam PISA di dimensi konteks.

Pada saat seseorang belajar matematika di sekolah maupun di luar sekolah, orang tersebut akan melalui proses bermatematika. Dalam menjalani proses bermatematika tersebut, seseorang akan meningkatkan kompetensi bermatematika, seperti dalam butir 2 di atas. Dalam PISA, tingkatan kompetensi yang diperoleh dari proses belajar matematika ini dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yakni

1. Reproduksi. Dalam kelompok ini, kompetensi yang ditunjukkan adalah melakukan perhitungan rutin sederhana (seperti penjumlahan, perkalian, dan sebagainya), menerapkan algoritma rutin, dan mengulang definisi atau informasi yang sudah ada sebelumnya.

2. Koneksi. Dalam kelompok ini siswa menyatukan atau mengaitkan gagasan dalam matematika serta menyelesaikan permasalahan (problem solving) sederhana.

3. Refleksi. Dalam kelompok ini siswa berpikir matematika dengan memberikan pemikiran insight atau mendalam, memperumum suatu pernyataan, menganalisis, dan mengidentifikasi unsur matematika dalam situasi. Di sini, siswa-siswi memecahkan permasalahan yang tidak sederhana. Termasuk juga di sini berpikir refleksi.

Dalam soal PISA kali ini ada tiga bentuk soal, yang dikelompokkan berdasarkan cara menjawabnya. Mereka adalah pilihan ganda, isian singkat, dan isian dengan penjelasan. Persentase jumlah soal pilihan ganda adalah 27%, sedangkan jumlah soal isian singkat sebesar 61%, dan jumlah soal isian dengan penjelasan sebesar 12%. Ini berarti bahwa pilihan ganda hanya seperempat, sedangkan sisanya siswa-siswi harus menuliskan jawaban mereka. Sedangkan dari tingkatannya, persentase soal dari tingkatan reproduksi sebanyak 45%, soal dari tingkatan koneksi sebanyak 46 %, dan sisanya dari tingakatan refleksi sebanyak 9%.

Hasil Siswa-Siswi Kita dalam PISA 2000/2001

Siswa-siswi kita menunjukkan hasil yang rendah pada literasi matematika. Siswa-sisiwi kita menempati urutan ke-39 dari 41 negara peserta.

Page 3: Ringkasan Eksekutif PISA2000

3

Dari komposisi soal, hanya sekitar seperempatnya yang berbentuk pilihan ganda, sedangkan sisanya harus menulis. Rendahnya kemampuan menulis sangat mungkin menjadi penyebab kesulitan siswa-siswi kita dalam menjawab.

Dari hasil PISA ini, kita juga amati bahwa kompetensi refleksi, yakni tingkatan 3, hanya dikuasai kurang dari 20% siswa-sisiwi kita. Pada saat yang sama tingkatan kompetensi koneksi, yakni tingkatan 2, juga masih kurang. Ini semua menunjukkan bahwa kompetensi koneksi dan refleksi perlu ditingkatkan.

Rekomendasi

Upaya untuk meningkatkan kompetensi koneksi dan refleksi perlu dilakukan secara terpadu. Pihak guru, penentu kebijakan, masyarakat, akademisi, pembuat buku ajar,

dan masyarakat perlu bersama-sama berupaya meningkatkan dan mendukung proses pembelajaran matematika yang secara sadar menumbuhkan kompetensi koneksi dan refleksi tersebut. Dalam pembelajaran matematika, area problem solving atau pemecahan masalah selain merupakan kompetensi yang perlu ditumbuhkan juga harus dipandang sebagai peluang bagi siswa-siswi kita untuk menumbuhkan kepercayaan diri

dalam pemanfaatan matematika di permasalahan sehari-hari yang kontekstual.

Secara khusus, kami memberikan rekomendasi bagi para perancang kurikulum di Pusat Kurikulum maupun di tingkat sekolah, para penulis buku ajar, para guru matematika sekolah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, dan juga institusi keguruan untuk membenahi tiga area:

1. Konten. Bahan ajar dalam pelajaran matematika sekolah perlu dirampingkan. Beberapa bahan ajar yang kurang esensial, misalnya tentang angka Romawi dan satuan yang tidak wajar (jarang digunakan) seperti windu atau pon, sebaiknya dihapuskan atau hanya diajarkan jika waktu memungkinkan.

2. Proses. Pembelajaran matematika di kelas perlu memberikan porsi yang cukup pada proses bernalar bermatematika. Sebagai contoh, siswa perlu diajak tidak saja menerapkan algoritma perhitungan, tetapi juga menemukan algoritma atau prosedur tersebut. Kemudian, siswa perlu diajak mengkomunikasikan pen-dapatnya secara lisan maupun tertulis. Secara khusus, standard kompetensi dalam pengajaran matematika harus segera dibuat dengan mendeskripsikan kompetensi bernalar matematika ini ke tahapan yang rinci dan operasional.

… meningkatkan dan mendukung proses pembelajaran matematika yang secara sadar menumbuhkan kompetensi koneksi dan refleksi …

… problem solving atau pemecahan masalah selain merupakan kompetensi yang perlu ditumbuhkan, juga … peluang bagi siswa-siswi kita untuk menumbuhkan kepercayaan diri dalam pemanfaatan matematika …

Page 4: Ringkasan Eksekutif PISA2000

4

3. Konteks. Bahan ajar perlu dikaitkan dengan permasalahan sehari-hari dengan wajar, bukan dibuat-buat. Masalah atau soal matematika juga harus sesuatu yang terkait dengan permasalahan nyata. Usaha melihat sisi penerapan matematika dalam fenomena sehari-hari memang baik, namun usaha yang terlalu memaksakan akan kurang baik. Usaha memberikan konteks pada pembelajaran matematika harus sewajar mungkin.

Khusus bagi masyarakat, LSM dalam bidang pendidikan, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, dan POMG, kami mengharapkan peran dan partisipasinya dalam membantu menumbuhkan dan menyebarkan prinsip-prinsip dalam Literasi Matematika di atas. Budaya belajar matematika serta apresiasinya perlu disebarkan secara nyata di lingkungan kita masing-masing.

Jakarta, 14 Januari 2004