rhinitis 2
DESCRIPTION
bbbbTRANSCRIPT
SIMULASI KASUS
Kasus
Seorang pria Tn. Anton, (35 tahun) datang ke klinik dengan keluhan
bersin-bersin, gatal pada hidung dan mata, keluar cairan encer berwarna kuning
dari hidungnya, dan hidung dirasakan menjadi buntu. Keluhan dirasa sudah tiga
hari. Gejala muncul sejak penderita membersihkan gudang yang penuh dengan
debu. Pada pemeriksaan ditemukan adanya pembengkakan, warna pucat (biru
abu-abu) dari mukosa hidung. (TD; 110/80 mmHg, N; 80x/m, Respirasi; 18x/m
dan Suhu 37,5OC.
Diagnosis : Rhinitis Alergika
Tujuan Pengobatan
Tujuan pengobatan kasus ini adalah untuk mengurangi atau
menghilangkan keluhan bersin-bersin, gatal pada hidung dan mata, keluar cairan
encer yang berwarna kuning dari hidungnya, dan hidung buntu. Jadi pengobatan
untuk kasus ini bersifat simptomatik.
Daftar Kelompok Obat Beserta Jenisnya yang Berkhasiat
N0. Kelompok Obat Nama Obat1 Antihistamin H-1 1. Loratadin
2. Feksofenadin2 Dekongestan 1. Pseudoefedrin
2. Fenilpropanolamin
10
Perbandingan Obat
Antihistamin
Jenis Obat Khasiat Efek samping KontraindikasiLoratadin Dapat digunakan untuk
mengatasi gejala pada rhinitis alergi, konjungtivitis alergi, urtikaria kronis, dan hay fever.
Lesu, nyeri kepala, yang jarang terjadi yaitu sedasi dan mulut kering
Hipersensitifitas, penderita yang sedang mendapat terapi ketokonazol/ eritromisin/ procarbazin/ simetidin, alkoholik, bayi prematur, bayi baru lahir, asma akut, hamil dan menyusui.
Feksofenadin Dapat mengatasi gejala alergi seperti pada urtikaria, rinitis alergi.
Sakit kepala, susah tidur, mual, muntah, mulut kering.
Glaukoma dan pasien dengan retensi urin. Hipersensitif. Kombinasi dengan pseudoefedrin dikontraindikasikan pada pasien dengan hipertensi grade III atau penyakit arteri koroner.
DekongestanNama Obat Khasiat Efek samping Kontraindikasi
Pseudoefedrin Sebagai dekongestan hidung, dan bronkodilatasi lemah
Efek samping terhadap jantung dan SSP lebih ringan
Anemia berat, hipertensi berat, hipertensi postural, trauma kepala, perdarahan serebri dan penyakit jantung koroner.
Fenilpropanolamin Sebagai dekongestan mukosa hidung
Meningkatkan tekanan darah, efeknya terhadap SSP lebih ringan daripada efedrin
Hipertensi, hipertrofi prostat dan penggunaan bersama inhibitor MAO.
11
Pilihan Obat dan Alternatif Obat yang Digunakan
Antihistamin
Uraian Obat Pilihan Obat AlternatifNama ObatBSO yang tersedia
BSO pada kasus dan alasannya
Dosis referensiDosis kasus dan alasannyaFrekuensi pemberian
Cara pemberianSaat pemberian
Lama pemberian
LoratadinTablet 10 mg, sirup 5 mg/ml
Tablet 10 mg, karena tidak ada gangguan menelan10 mg/hari10 mg/hari, sesuai dengan dosis referensi.1 kali/hari, berdasarkan waktu paruh. (24 jam)Oral Sesudah makan, absorbsi tidak dihambat makanan.
3 hari
FeksofenadinTablet 60 mg
Tablet 60 mg, karena tidak ada gangguan menelan120 mg/hari120 mg/hari, sesuai dengan dosis referensi 2 kali/ hari, berdasarkan waktu paruh. (14 jam)OralSebelum makan. Karena adanya absorbsi dihambat oleh makanan3 hari
DekongestanUraian Obat pilihan Obat alternatif
Nama ObatBSO yang tersedia
BSO pada kasusDosis referensiDosis kasus dan alasan
Frekuensi pemberian dan alasan
Cara pemberianSaat pemberianLama pemberian
PseudoefedrinTablet 30 mg, 60 mg, liquid 30 mg/5 ml, kapsul 120 mgTablet 60 mg3-4 kali 60 mg perhari3 kali 60 mg, sesuai dengan dosis referensi3 kali/hari, sesuai dengan waktu paruh obatOralTidak ada aturan khususTidak lebih dari 3 hari, dan apabila memang perlu
FenilpropanolaminTablet 25 mg, 50 mg, kapsul 25 mg,
Tablet 50 mg3-4 kali 25-50 mg perhari3 kali 25 mg, sesuai dengan dosisi referensi3 kali/hari, sesuai dengan waktu paruh obatOralTidak ada aturan khususTidak lebih dari 3 hari, dan apabila memang perlu
12
Farmakokinetik, Farmakodinamik, dan Interaksi Obat
1. Loratadin
Farmakokinetik
Kadar serum tertinggi loratadin yaitu 1-2 jam setelah dosis oral dan
mengalami metabolisme di hati dan distribusi yang cepat kejaringan. Didalam
plasma diikat secara kuat oleh protein plasma dan mula kerjanya sekitar 1-2 jam
dan bertahan 24 jam, sedangkan plasma-t-½-nya sekitar 12 jam . Sekitar 60% dari
loratadin diekskresi melalui feses dan 40% melalui urin (4,5,6).
Farmakodinamik
Loratadin secara selektif menghambat reseptor histamin tipe H1 pada
perifer. Obat ini sangat sulit melewati sistem barier otak sehingga pada dosis
terapi, efek sedasi dan tanda-tanda depresi sistem saraf pusat tidak terlihat (2,5).
Interaksi obat
Interaksi loratadin dengan teofilin dapat menurunkan klierens dari teofilin.
Apabila digunakan bersama-sama obat yang mendepresi SSP, maka dapat
meningkatkan toksisitas dari obat-obat yang mendepresi SSP (2).
Feksofenadin
Farmakokinetik
Feksofenadin mempunyai waktu paruh 12-14 jam, sehingga pemberian
dilakukan dalam 2 kali sehari. Absorbsi fenoksifenedin menurun dengan adanya
makanan, sehingga haru diberikan sebelum makan. Absorbsi juga kan menurun
apabila diberikan bersama-sama dengan antasid. Feksofenadin tidak mempunyai
metabolit aktif, hanya 4 % yang dimetabolisme hati. Sekitar 80% dieliminasi
13
melalui tinja dan 12% dieliminasi melalui ginjal.. Pemebrian feksofenadin aman
untuk pasien dengan gangguan faal hati. Untuk pasien dengan gagal ginjal berat
maka pemberian feksofenadin harus dikurangi dosisnya hingga 50%.
Feksofenadin jangan diberikan pada pasien dengan konsumsi garam yang tinggi
atau setelah mengkonsumsi jus buah-buahan seperti, jus anggur, jus jeruk dan jus
apel, karena dapat menurunkan bioavaibilitas hingga 30-75 % tergantung
kuantitas dari garam dan jus buah-buahan (6).
Farmakodinamik
Feksofenadin merupakan golongan antagonis histamin 1 (AH-1) generasi
ke 2. Golongan ini mempunyai efek sedasi yang minimal dan signifikan, karena
tidak dapat menembus sawar darah otak dan tidak mempengaruhi system saraf
pusat (SSP). Merupakan kompetitor reseptor histamin di saluran pencernaan,
pembuluh darah, saluran pernapasan serta menurunkan reaksi hipersensitifitas.
Pemberian diberikan sebanyak 4 kali dan 2 kali. Kombinasi bersama dengan
pseudoefedrin menghasilkan efek yang memuaskan untuk mengurangi gejala
rhinitis alergika (7)
Interaksi Obat
Kadar dalam darah akan meningkat jika digunakan bersama dengan eritromisin
dan ketokonazol. Jika digunakan bersama digitalis dapat meningkatkan aktivitas
pacemaker. Pemberian bersama dengan pseudoefedrin akan meningkatkan
tekanan darah (7).
14
Dekongestan
1. Pseudoefedrin
Farmakokinetik
Pseudoefedrin yang dalam bentuk hidroklorida sangat cepat diabsorbsi
dengan konsentrasi plasma maksimumnya 498 ng/ml dan tidak diikat oleh protein
plasma. Plasma t-1/2-nya sekitar 4-6 jam. Eliminasi pseudoefedrin terutama
melalui renal sekitar 55%-75%. Eliminasi dari obat ini tergantung dari pH urin.
Pada pH 5, waktu paruhnya sekitar 4 jam sedangkan pada pH 8 waktu paruhnya
menjadi 8 jam (5).
Farmakodinamik
Kerja dari obat ini yaitu dengan menstimulasi terjadinya vasokonstriksi
melalui aktivasi reseptor α-adrenergik pada mukosa respirasi. Pseudoefedrin dapat
merelaksasi bronkus namun tidak seefektif seperti epinefrin atau efedrin,
sehingga tidak digunakan untuk mengobati asma (2). Efek yang merugikan dari
pseudoefedrin sama seperti efedrin atau dekongestan yang lain namun terhadap
stimulasi sistem saraf pusat dan peningkatan tekanan darah, efeknya lebih rendah
(5).
Interaksi Obat
Penggunaan pseudoefedrin bersama-sama obat penghambat MAO dapat
mengakibatkan krisis hipertensi. Dan apabila digunakan bersama dengan salah
satu obat yaitu epinefrin, isoproterenol, antagonis metildopa, reserpin atau
guanetedin dapat mengakibatkan aritmia (2).
2. Fenilpropanolamin
15
Farmakokinetik
Onset kerja dari fenilpropanolamin dicapai dalam waktu 15-30 menit,
sedangkan kadar plasma maksimal dicapai dalam waktu 1-2 jam. Durasi dari kerja
obat ini berkisar 3 jam dengan plasma t-1/2-nya sekitar 3-4 jam. 80%-90%
diekskresi melalui urin (8).
Farmakodinamik
Fenilpropanolamin bekerja pada reseptor α, β1, β2. Efek perifer melalui
kerja langsung dan melalui penglepasan norepinefrin endogen. Pada mukosa
hidung bekerja pada reseptor α yang akan menghasilkan efek dekongestan. Kerja
tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis terhadap efek perifernya
(8,9).
Efek kardiovaskular yaitu menstimulasi jantung yang meningkatkan
kekuatan konstriksi jantung dan curah jantung. Terhadap sistem saraf pusat obat
ini kurang menimbulkan perangsangan bila dibandingkan efedrin (9).
16
Resep yang Benar dan Rasional untuk Kasus Tersebut
17
Dr. Herlina Des Nazwa Abidin.SIP No. 011/SPD/23/12/2005
Praktek Umum
Alamat Praktek Alamat RumahJl. A. Yani Km 3,5 Jl. A. Yani Km 3,5 RS.Bhayangkara Tunjung Maya, AMD Banjarmasin Besar RT. 34,No.81
Banjarmasin
Banjarmasin, 4 Mei 2006
R / Loratadin tablet mg 10 No. III
p.r.n 1.d.d. tab.I p.c
R / Pseudoefedrin tab mg 60 No. IX
p.r.n. 3.d.d. tab.I. p.c (jika hidung sesak)
Pro : Tn. Anton Umur : 35 tahun Alamat : Jl. A. Yani km. 4 Banjarmasin
Resep Alternatif
18
Dr. Herlina Des Nazwa Abidin.SIP No. 011/SPD/23/12/2005
Praktek Umum
Alamat Praktek Alamat RumahJl. A. Yani Km 3,5 Jl. A. Yani Km 3,5 RS.Bhayangkara Tunjung Maya, AMD Banjarmasin Besar RT. 34,No.81
Banjarmasin
Banjarmasin, 4 Mei 2006
R/ Feksofenadin tablet mg 60 No. VI
p.r.n. 2.d.d.tab. No.I. a.c
R/ Fenilpropanolamin tab mg 50 No. III
p.r.n .3.d.d. tab ½ p.c (jika hidung sesak)
Pengendalian Obat
Kasus yang disajikan adalah kasus dengan diagnosis rinitis alergika, Pada
umumnya jenis rinitis alergika yang terjadi di indonesia adalah rinitis tahunan
(perennial). Prinsip terapi rinitis alergika ada tiga tingkatan yaitu:
1. Menghindari pencetus (allergen)
2. Terapi medikamentosa (antihistamin dan dekongestan)
3. Immunoterapi
Terapi farmakologi dilakukan apabila modifikasi lingkungan dengan berusaha
menjauhkan allergen gagal untuk mengontrol gejala dari rinitis alergi. Terapi lini
pertama yang dilakukan adalah dengan mengguakan antihistamin dan
dekongestan. Pilihan antihistamin pada kasus ini adalah antihistamin H1 non
sedatif yaitu loratadin atau feksofenadin. Namun untuk pengobatan utama
diberikan loratadin karena efek sampingnya yang lebih ringan, pasien cukup
sekali sehari menkonsumsi obat dan dilakukan sesudah makan, hal ini
dikarenakan durasi kerjanya yang panjang yaitu sekitar 24 jam. Feksofenadin
merupakan metabolit aktif turunan dari terfenadin, dengan waktu paruh berkisar
antara 12-14 jam. Di Indonesia preparat ini tergolong langka dan sangat jarang
digunakan, harganya tergolong cukup mahal. Pemakaian feksofenadin di Amerika
baru saja digunakan karena terfenadin mempunyai efek samping aritmia, sehingga
pemakaian terfenadin mulai berkurang bahkan sudah ditinggalkan dipasaran.
Berdasarkan ISO 2004, di Indonesia sediaan terfenadin masih begitu banyak
dibandingkan dengan sediaan feksofenadin. Hal ini memang tidak lepas dari segi
ekonomis, terfenadin jauh lebih murah dibandingkan dengan feksofenadin.
19
Berikut ini kan disajikan tabel perbandingan pemilihan antihistamin I (AH-I)
generasi II (6):
Perbandingan Antihistamin Non Sedatif
Feksofenadin Loratadin Cetrizine Azelestine Desloratadine
Bentuk metabolit aktif
- + - + +
Efek Sedasi - - + + -Potensial efek
etanol saat mengemudi
- - + + -
Pengaruh makanan terhadap absorbsi
- - -
Interaksi OATP + - - - -Efek substansial
makrolida pada BA+ ‘+ - - -
Pengaruh Antasid terhadap BA
+ - - - -
Peningkatan QT seiring dgn
Peningkatan dosis
- - - - -
Potensi mengurangi hidung
tersumbat
- - - + +
Diindikasikan untuk PAR
- - + - +
Umur pemakaian pada anak-anak
>6 >2 >2 >5 >12
Sedangkan pilihan untuk dekongestan yaitu pseudoefedrin atau
fenilpropanolamin, dan yang menjadi pilihan utamanya yaitu pseudoefedrin.
Sediaan pseudoefedrin lebih popular penggunaanya sebagai dekongestan
dibandingkan dengan fenilpropanolamin.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasekeyan, E dan Nikmah R. 2001. Alergi Hidung dalam Soepardi, EA (ed). 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok dan Kepala Leher edisi 5. FK UI. Jakarta; 101-06.
2. Sheikh, J. Rhinitis, Allergic. eMedicine.Com 2005; (online). (http://www.emedicine.com/med/topic.104.htm, diakses 10 Mei 2005)
3. Behrman, Kliegman, dan Arvin. Rhinitis Alergika dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 1. EGC. Jakarta; 773-75.
4. Theodurus. 1999. Histamin dan Antagonis Histamin. Majalah Kedokteran Sriwijaya; 3: 64-72.
5. Anonimous. 1993. Drug Evaluation. American Medical Assosiation. Chicago; 1779-89.
21
6. Tjay, T.H. dan Kirana Raharja. 2002. Antihistamin dalam Obat-obat penting; Khasiat, Penggunaan dan Efek sampingnya. Gramedia. Jakarta:764-79.
7. Sjamsudin, U dan HR Dewoto. 1999. Autokoid dan Antagonis dalam: Ganiswarna (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. 1999. FK UI: Jakarta; 248-56.
22
23
24
25
26
27