rheumatoid arthritis

42
RHEUMATOID ARTRITIS (RA) Rheumatoid Artritis merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang. RA dapat mengakibatkan nyeri, kemerahan, bengkak dan panas di sekitar sendi. Berdasarkan studi, RA lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio kejadian 3 : 1. Berikut adalah tabel kriteria rheumatoid arthritis menurut American College of Rheumatology/ European League against Rheumatism dan Perhimpunan Reumatologi Indonesia: 1

Upload: alexanderkam

Post on 21-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Case report

TRANSCRIPT

RHEUMATOID ARTRITIS (RA)

Rheumatoid Artritis merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang. RA dapat mengakibatkan nyeri, kemerahan, bengkak dan panas di sekitar sendi. Berdasarkan studi, RA lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio kejadian 3: 1.

Berikut adalah tabel kriteria rheumatoid arthritis menurut American College of Rheumatology/ European League against Rheumatism dan Perhimpunan Reumatologi Indonesia:

Pilar pengelolaan rheumatoid arthritis adalah:

Edukasi

Latihan/ Program rehabilitasi

Pilihan pengobatan

DMARD

Agen biologik

Kortikosteroid

Obat anti inflamasi non steroid

PembedahanSTRUMA NODOSA NON-TOXICA

DEFINISIStruma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.KLASIFIKASI Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:Berdasarkan jumlah nodul; bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu: nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas. Berdasarkan konsistensinya; nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.PATOFISIOLOGIIodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

MANIFESTASI KLINIK.

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.HEPATITIS AUTOIMUNHepatitis autoimun merupakan keadaan yang kronis. Menyebabkan kerusakan jaringan hati yang parah (karena adanya antibodi yang menyerang dan menghancurkan sel-sel hati) disertai peradangan yang cenderung berkembang menjadi sirosis dan akhirnya menyebabkan kegagalan fungsi hati.Studi awal menyebutkan bahwa hepatitis autoimun adalah suatu penyakit kelainan imunoregulasi yang ditandai dengan disfungsi pada sel T-supresor. Hal ini menyebabkan produksi autoantibodi, yang diproduksi oleh sel B, melawan antigen permukaan hepatosit (autoantigen).Penyakit ini paling sering terjadi pada leluhur orang kulit putih di Eropa utara yang memiliki frekuensi yang tinggi untuk petanda HLA-DR3 dan HLA-DR4. Pada orang Jepang petanda HLA-DR3 mempunyai frekuensi yang rendah, dan hepatitis autoimun lebih berhubungan dengan HLA-DR4.Hepatitis autoimun dapat terjadi pada mereka yang memiliki cacat bawaan pada sistem kekebalan tubuhnya yang dipicu oleh bahan-bahan kimia atau virus. Bahan-bahan kimia dan virus merupakan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada keadaan ini, sistem kekebalan penderita bereaksi tidak normal terhadap zat-zat kimia dan virus, akibatnya reaksi kekebalan yang timbul rusak sehingga terjadi penyerangan terhadap sel-sel hati sendiri.DEFINISIHepatitis autoimun (AIH), yang dahulu disebut sebagai lupoid hepatitis atau hepatitis kronik autoimun, adalah suatu gangguan hati kronis nekroinflamatori yang belum diketahui penyebabnya, dengan karakteristik secara histologik berupa infiltrasi sel mononuklear di saluran portal dan secara serologis adanya autoantibodi terhadap antigen hati yang spesifik dan yang tidak spesifik serta adanya peningkatan kadar immunoglobulin G (igG) serum.Hepatitis autoimun merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya kematian sel hati, pembentukan jaringan ikat yang disertai pembentukan benjolan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan aliran darah ke hati dan mengganggu fungsi hati. Sistem kekebalan tubuh biasanya membuat antibodi untuk menyerang bakteri, virus, dan kuman lainnya. Pada hepatitis autoimun,sistem kekebalan tubuh membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang dapat menyebabkan kerusakan dan sirosis.

ANGKA PREVALENSIPenyakit hepatitis autoimun termasuk penyakit yang jarang ditemukan. Di Amerika Serikat, frekuensi hepatitis autoimun diantara penderita dengan penyakit hati kronis berkisar 11-23%. Di Eropa Barat prevalensinya diperkirakan 0,1-1,2 kasus per 100.00 individu, dengan insidens 0,69 kasus per 100.000 orang per tahun. Di jepang, prevalensinya 0,08-0,015 per 100.000 orang. Rasio insidens dari AIH-1 dan AIH-2 adalah 1,5-2 : 1 di Eropa dan Kanada, dan 6-7 : 1 di Amerika Utara dan Selatan serta Jepang.

Penyakit ini paling sering terjadi pada leluhur orang kulit putih di Eropa utara yang memiliki frekuensi yang tinggi untuk petanda HLA-DR3 dan HLA-DR4. Pada orang Jepang petanda HLA-DR3 mempunyai frekuensi yang rendah, dan hepatitis autoimun lebih berhubungan dengan HLA-DR4.Wanita lebih sering terkena daripada pria (70-80 % penderita adalah wanita). Terjadi pada dewasa dan anak-anak dengan puncak insidens pada usia 10-20 tahun dan pada usia 45-70 tahun. Separuh dari individu yang terkena lebih muda dari usia 20 tahun dengan puncak insidens pada gadis yang belum menstruasi (premenstrual). Hepatitis autoimun juga dilaporkan terjadi pada bayi. Penderita dengan AIH-2 cenderung lebih muda dan 80 % nya adalah anak-anak.Sekarang hepatitis autoimun dikenal sebagai kelainan multisistem yang dapat terjadi pada wanita atau pria pada semua umur. Kondisi ini dapat terjadi bersamaan dengan penyakit hati yang lain (mis. hepatitis virus kronik), juga bisa dicetuskan oleh virus hepatitis (misal hepatitis A) dan bahan kimia (misal minosiklin).PATOFISIOLOGIPenyebab dari hepatitis autoimun tidak diketahui. Beberapa agen diperkirakan dapat dianggap sebagai pencetus terjadinya proses autoimun pada hepatitis autoimun antara lain virus, bakteri, bahan kimia, obat, dan faktor genetik. Semua virus hepatotropik dapat dianggap sebagai pencetus hepatitis autoimun, termasuk virus measles, hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, herpes simpleks tipe 1 dan virus Epstein-Barr.Studi awal menyebutkan bahwa hepatitis autoimun adalah suatu penyakit kelainan imunoregulasi yang ditandai dengan disfungsi pada sel T-supresor. Hal ini menyebabkan produksi autoantibodi, yang diproduksi oleh sel B, melawan antigen permukaan hepatosit (autoantigen).Suatu model spekulatif dari imunopatogenesis hepatitis autoimun menunjukkan bahwa secara genetik, infeksi virus pada hati yang bersifat hepatotropik atau non-hepatotropik mengakibatkan suatu respon sel T yang menyebabkan hepatotoksisitas dan menstimulasi respon sel B terhadap virus-mediated surface neoantigens. Selanjutnya NK cells dan MHC-unrestricted CD8+ killer cells akan mengenali dan membunuh autoantibody-coated liver cells oleh antibody-dependent cellular cytotoxicity (ADCC), sehingga terjadi apoptosis hepatosit.Bukti menyebutkan bahwa kerusakan hati pada penderita dengan hepatitis autoimun merupakan hasil dari serangan cell mediated autoimun. Serangan ini ditujukan pada hepatosit yang secara genetik mudah terpengaruh/rentan. Gambaran aneh dari human leukocyte antigen (HLA) kelas 2 pada permukaan hepatosit memfasilitasi presentasi sel hati normal dipilih untuk proses antigen sel. Aktivasi sel ini, secara bergiliran, menstimulasi ekspansi klonal dari autoantigen-sensitized cytotoxic T lymphocytes. T limfosit sitotoksik menginfiltrasi jaringan hati, mengeluarkan cytokines dan merusak sel hati.GEJALA KLINISHepatitis autoimun memiliki kecenderungan menimbulkan ciri-ciri yang berbeda pada tiap orang yang menderitanya. Pada mereka yang mengalami gejala ringan, kecil kemungkinannya berkembang menjadi sirosis hati. Pada penderita hepatitis autoimun yang berat, sekitar 40 % penderita mengalami kematian dalam waktu 6 bulan jika tidak diobati. Untungnya, keadaan yang parah hanya terjadi 20 % dari kasus yang terjadi. Penderita yang mengalami hepatitis autoimun yang ringan biasanya akan sembuh spontan. Sedangkan mereka yang mengalami perkembangan menjadi sirosis hati akan menimbulkan komplikasi yang lain yaitu kanker hati.

Gejala yang ditimbulkannya mirip dengan gejala hepatitis virus kronis. Gejala yang timbul perlahan-lahan atau mendadak tiba-tiba yang awalnya mirip hepatitis akut. Hepatitis autoimun ini terbagi atas beberapa kelompok yang berbeda, yaitu:

1. Hepatitis autoimun tipe I, mirip penyakit lupus. Pada pemeriksaan darah ditemukan ANA dan peningkatan kadar globulin. Sering dijumpai pada wanita muda hingga usia pertengahan dengan keluhan lesu, hilangnya nafsu makan, jerawat, nyeri sendi dan kuning.

2. Hepatitis autoimun tipe II, biasanya pada anak-anak dan sering dijumpai pada penduduk di daerah Mediterania. Pada kelainan tipe ini, dijumpai anti-LKM antibodi pada tubuh penderita. Hepatitis autoimun tipe II terbagi lagi atas 2 golongan, yang pertama berdasarkan reaksi autoimun (IIa) dan yang lainnya (IIb) adalah reaksi autoimun yang berkaitan dengan hepatitis C.

PEMERIKSAAN LABORATORIUMHepatitis autoimun memiliki gambaran klinis yang beragam dan adalah penting untuk mendiagnosisnya pada stadium-stadium awal penyakit ini. Gambaran awal dapat hanya berupa keluhan lemah dan nyeri sendi namun sebanyak 25% hingga 34% pasien tidak mengeluh apapun saat diagnosis. Pada pemeriksaan fisik mungkin saja tanpa ditemukan kelainan namun dapat pula ditemukan hepatomegali, splenomegali, ikterik, dan tanda-tanda dari penyakit hati kronik.

Pemeriksaan laboratorium dan histologik pun dapat memberikan gambaran yang asimtomatis. Umumnya, pasien dengan HAI adalah seorang perempuan, meski dalam kepustakaan lain disebutkan sering ditemukan pada lelaki. Mereka umumnya memiliki kadar serum aspartate aminotransferase (SGOT) dan alanin aminotransferase (SGPT) yang abnormal, meningkatnya kadar gamma globulin, dan gambaran histologik pada biopsi hati berupainterface hepatitisatau sirosis dengan inflamasi ringan.Gambaran lain dari HAI adalah adanya autoantibodi pada sirkulasi darah, hipergamaglobulinemia, dan perubahan mikroskopis pada jaringan hati berupa interfacehepatitis,infiltrasi sel plasma dan regenerasi sel-sel hatirosettes.GAMBARAN HISTOLOGIKTanda khas histologik (histologic hallmark)dari HAI adalah ditemukannya gambaraninterface hepatitisatau dikenal juga dengan sebutan nekrosis piecemeal. Istilah ini menggambarkan adanya gangguan pada lempeng pembatas dari saluran portal oleh infiltrasi sel-sel radang. Meski begitu, gambaran interface hepatitis ini tidak spesifik untuk hepatitis autoimun karena dapat juga ditemukan pada hepatitis virus akut ataupun kronik.AIHA (Autoimmune Hemolytic Anemia)DEFINISI

Anemia hemolitik autoimun adalah anemia hemolitik yang ditandai dengan adanya antibodi terhadap sel darah merah yang menyebabkan umur eritrosit menjadi lebih pendek. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya anemia pada AIHA bisa berdiri sendiri sebagai manifestasi dari reaksi autoimun tetapi dapat pula sekunder akibat penyakit lain.GEJALA KLINIS

Gejala Klinik pada Anemia Hemolitik autoimun dapat ditemukan keadaan sebagai berikut :1. Anemia

2. Bila hemolisis berat : demam, menggigil, mual, muntah, nyeri perut, ikterus

3. Splenomegali

4. Bila anemia berat bisa terjadi gagal jantung

5. Gejala dari penyakit dasarnya sebagai penyebab.DIAGNOSIS

Diagnosis anemia hemoiltik autoimun ditegakan dari gejala klinik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang :

1. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan anemia normkrom-normositer, polikromasi, eritrosit berinti, sferositosis, dan kadang-kadang ada eritrosit yang mengalami fragmentasi.2. Pada pemeriksaan urine akan dijumpai urobilinuria dan hemoglobinuria

3. Pemeriksaan yang paling penting untuk memastikan diagnosa AIHA adalah tes Coombs positif akan tetapi terdapat 2-4% penderita AIHA dengan combs test yang negatif.4. Pemeriksaan IgG dan IgM. Bila IgG meningkat berarti Warm Antibody, bila IgM meningkat berarti Cold Antibody.

TERAPI

1. Bila mungkin mengobati penyebabnya.

2. Kortikosteroid adalah obat pilihan. Begitu diagnosis AIHA ditegakkan langsung diberikan prednison dengan dosis 40-60 mg perhari sampai timbul respon, kemudian dosis diturunkan secara perlahan selama 6-8 minggu dan dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 10-20 mg perhari atau dua hari sekali.3. Bila kortikosteroid tidak memberi respon atau dosis pemeliharaan terlampau tinggi perlu dipertimbangkan splenoktomi.4. Bila splenektomi tidak dapat mengatasi hemolisis perlu ditambah obat immunosupresif yang lainnya. Misalnya cytoxan 2-3 mg/kgBB/hari oral atau azathioprit 2-2,5 m/kgbb dengan atau tampa kombinasi kortikosteroid.

5. Pemberian transfusi harus dengan pertimbangan yang tepat ialah pada penderita anemia berat dan timbulnya cepat atau gagal jantung.

BRONKOPNEUMONIA

Infeksi saluran pernafasan bawah masih merupakan angka kesakitan Dan kematian tertinggi serta kerugian produktivitas kerja, infeksi ini paling sering ditemui dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli dan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dna menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat.

Pneumonia dibagi menjadi 2 kelompok utama yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia nasokomial.

GEJALA KLINIK

Tanda tanda fisik pada pneumonia klasik antara lain :

Demam

Sesak nafas

Konsolidasi paru ( perkusi paru yang pekak, ronki nyaring dan pernafasan bronchial)

PENATALAKSANAAN

Terapi pada pasien pneumonia didasarkan penyebabnya. Pengobatan terdiri dari antibiotik dan suportif. Pemberian antibiotik sebaiknya didasarkan kepada data organisme penyebab dan hasil uji kepekaan.ILUSTRASI KASUSTelah dirawat seorang pasien perempuan usia 36 tahun di bagian Penyakit Dalam sejak tanggal 9 Oktober 2014 dengan:

Keluhan utama : (autoanamnesis)

Nyeri sendi yang bertambah berat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri sendi yang bertambah berat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada kedua bahu, siku, pergelangan tangan, jari-jari tangan, lutut, dan jari-jari kaki. Nyeri dirasakan sepanjang hari. Nyeri paling berat dirasakan pada lutut kiri. Nyeri sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan dibawa berobat ke bidan dan mendapatkan obat, namun pasien tidak tahu nama obat tersebut. Pasien juga pergi ke tukang pijit dan merasakan nyeri berkurang setelah dipijit. Namun, nyeri dirasakan semakin meningkat hingga pasien berobat ke dokter dan mendapatkan obat selama 1 minggu. Pasien tidak ingat obatnya apa. Nyeri dirasakan menurun setelah minum obat tersebut, namun pasien tidak kontrol lagi setelah obat habis. Empat hari kemudian, pasien merasakan nyeri lagi pada sendi yang sama yang dirasakan semakin lama semakin berat. Kaku sendi yang memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Kaku dirasakan pada kedua bahu, siku, pergelangan tangan, jari-jari tangan, lutut, dan jari-jari kaki.Kaku sudah dirasakan sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Kaku dirasakan paling berat pada saat bangun pagi, dialami selama 3 jam dan setelah itu kaku berkurang. Kaku dirasakan pasien sehingga pasien tidak dapat berjalan dan kesulitan menggenggam apapun dengan tangannya. Pasien berobat ke bidan dan mendapatkan obat yang pasien tidak tahu nama obat tersebut. Pasien juga berobat ke tukang pijit dan merasakan kaku berkurang setelah dipijit. Namun, kaku dirasakan semakin memberat hingga pasien berobat ke dokter dan mendapatkan obat selama 1 minggu. Pasien tidak ingat obatnya apa. Kaku dirasakan menurun setelah minum obat tersebut, namun pasien tidak kontrol lagi setelah obat habis. Empat hari kemudian, kaku sendi muncul lagi pada sendi yang sama dan dirasakan mengalami perburukan. Bengkak pada kedua sendi bahu, siku, pergelangan tangan, jari-jari tangan, lutut, dan jari-jari kaki sejak 2 bulan yang lalu. Kemerahan pada kedua sendi bahu, siku, pergelangan tangan, jari-jari tangan, lutut, dan jari-jari kaki sejak 2 bulan yang lalu. Pembengkakan pada leher yang yang terasa semakin membesar sejak 4 tahun yang lalu, awalnya sebesar kelereng yang semakin lama semakin besar sampai seukuran telur puyuh, tidak nyeri, dan tidak merah. Pembengkakan sudah dirasakan dari tahun 1996, namun dirasakan mulai semakin membesar sejak 4 tahun yang lalu. Batuk sejak 3 hari yang lalu, berdahak, warna kekuningan, tidak berdarah. Pucat dirasakan pasien sejak 2 hari yang lalu. Lemah, letih, dan lesu sejak 2 hari yang lalu. Penurunan nafsu makan sejak 2 hari yang lalu. Demam sejak 2 hari yang lalu, terus menerus, tidak tinggi, dan tidak menggigil. Rasa kering pada mata dan mulut tidak ada. Bintik-bintik merah pada kulit tidak ada. Perdarahan pada gusi dan hidung tidak ada. Penurunan berat badan tidak ada. Sering berkeringat tidak ada. Dada berdebar-debar tidak ada. Senang berada di suhu yang dingin tidak ada. Sesak nafas tidak ada. Bengkak pada betis tidak ada. BAB berwarna hitam tidak ada. BAK dalam batas normal.Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat alergi makan ikan 2 bulan yang lalu, dibawa berobat ke dokter namun menghentikan pengobatan sendiri karena merasa ada efek samping obat tersebut terhadap anak yang berusia 2 tahun yang masih disusuinya. Gejala alergi yang timbul adalah gatal dan kulit pecah-pecah pada kedua jari-jari tangan.Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien.

Riwayat Pekerjaan dan Sosial Ekonomi Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, memiliki satu orang anak berusia 2 tahun.Pemeriksaan Fisik Umum

Kesadaran: CMCKeadaan Umum: SedangTekanan Darah: 100/60 mmHgBerat Badan: 45 kgNadi: 94x/menit, teratur, pengisian cukupTinggi Badan: 155 cmNafas: 24x/menitBMI: 18,73Suhu: 380CKesan: NormoweightEdema: (-)VAS: 6Anemis: (+)

Ikterus: (-)

Kulit :

Ptekie tidak ada, turgor baik.Kelenjar Getah Bening :

Tidak membesar.

Kepala :

Normocephal.

Rambut :

Hitam, tidak mudah rontok.

Mata :

Konjungtiva anemis

Sklera tidak ikterik.

Reflex cahaya +/+, pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm.Telinga :

Nyeri tekan mastoid tidak ada.Hidung :

Deviasi tidak ada.

Perdarahan tidak ada.Tenggorokan :

Tonsil T1-T1, tidak hiperemis.

Arcus faring simetris, tidak hiperemis.Gigi dan Mulut :

Hipertrofi gingiva tidak ada.

Atrofi papil tidak ada.Leher :

Tampak pembesaran kelenjar tiroid, eritem tidak ada.Teraba kelenjar tiroid kiri 5x2x2 cm kenyal, tidak terfixir, tidak nyeri, tidak panas, tidak bernodul, bruit (-)JVP 5-2 cmH2OParu :

Paru depan

Inspeksi: simetris statis dan dinamis. Palpasi: fremitus kiri = kanan. Perkusi: sonor, batas pekak hepar RIC V. Auskultasi: bronchovesikuler, rhonki +/+ basah halus nyaring pada basal paru, wheezing -/-.

Paru belakang

Inspeksi: simetris statis dan dinamis. Palpasi: fremitus kiri = kanan. Perkusi: sonor, batas peranjakan paru 2 jari. Auskultasi: bronchovesikuler, rhonki +/+ basah halus nyaring pada basal paru, wheezing -/-.Jantung :

Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat. Palpasi: iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1 ibu jari, thrill (-), tidak kuat angkat. Perkusi: batas kanan LSD, batas atas RIC II, batas bawah 1 jari medial RIC V, pinggang jantung (+). Auskultasi: irama teratur, bising (-), M1>M2, P2