revisi tafsir al quran
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Program Kaderisasi Ulama PKU- VI
Kerjasama MUI dan ISID Gontor
TAFSIR AL-QURAN RELATIF ATAU ABSOLUT?
Kritik Metodologi Relativitas Tafsir Nasr Hamid Abu Zaid
Oleh: Lalu Heri Afrizal, Lc.
Nama : Nasr Hamid Abu ZaidTTL : 10 July 1943, T}ant}a>, Mesir
Perjalanan Intelektual: S1 - S3 jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Univ. Kairo. Pernah tinggal di Amerika selama 2 tahun (1978-1980) untuk penelitian doktoralnya di University of Pensylvania, Philadelphia, USA. Di Universitas ini ia mempelajari folklore dan metodologi kajian lapangan (fieldwork)
Pada tahun 2002, ia mengajukan karya-karyanya, di antaranya Naqd l-Khit}a>b l-Di>ny yang diterbitkan pada tahun ini juga, dan saat itu pula namanya melejit di dunia Islam. Di tahun ini pula dimulai "Kasus Abu Zaid" di persidangan yang berakhir dengan vonis murtad atas dirinya oleh pengadilan tinggi Mesir dan ia dituntut menceraikan istrinya.
Beberapa karyanya yang lain: Mafhu>m l-Nas}s}, Falsafah Ta'wi>l, Imam Al-Sya>fi'iy wa Ta'si>s l-Aidiu>lu>jiyyah l-Wasat}iyyah, dll.
Relativisme Tafsir
Paham yang menganggap
semua penafsiran
terhadap
Kitab Suci adalah relatif.
Tidak ada penafsiran yang
absolut kebenarannya,
yang lebih tinggi dari
penafsiran lain, semuanya
relatif kepada
subyektivitas masing-
masing penafsir.
Liberalisasi Pemikiran Islam, hal.92
وال التفات لمزاعم الخطاب الديني بمطابقة فهم الرسول للداللة الذاتية للنص ... إن هذا الزعم
يؤدي إلى نوع من الشرك من حيث إنه يطابق بين المطلق والنسبي وبين
الثابت والمتغير حين يطابق بين القصد اإللهي والفهم
اإلنساني لهذا القصد ولو كان فهم الرسول.
Tak perlu dipedulikan asumsi-asumsi wacana keagamaan yang
menyatakan kesesuaian pemahaman Nabi terhadap dilalah asli teks...
Asumsi semacam ini akan menjurus kepada
‘kemusyrikan’ karena telah menyamakan antara yang absolut dan yang nisbi (tafsir
Nabi).. antara maksud Tuhan dangan pemahaman manusia, sekalipun
itu adalah pemahaman seorang Rasul.
Nas}r H}a>mid Abu> Zaid, Naqd ‘l-Khita>b al-Di>ny, hal. 126
Mustahil manusia yang relatif memahami
kehendak Tuhan yang absolut
Nas}r H}a>mid Abu> Zaid, Hermeneutika Inklusif, Judul asli:
Isyka>liya>t ‘l-Qira>’ah wa A>liya>t ‘l-Ta’wi>l, (Jakarta: ICIP,
2004), hal. 7
Abu Zaid: “Telah tiba saatnya untuk keluar dari dilema ini dan bebas dari keterpasungan interpretasi.. dengan cara membatasi tabiat teks-teks keagamaan dan mekanismenya dalam melahirkan makna...” Naqd ‘l-Khit}a>b al-Di>ny, hal. 63
Pembacaan thdp teks2 keagamaan hingga saat ini
belum ada yg ilmiah & obyektif (‘ilmy-mawd}u>‘iy), karena banyak diwarnai unsur
khurafat & mitos serta bercorak literalis-idiologis
Nas}r H}a>mid Abu> Zaid, Naqd ‘l-Khit}a>b ‘l-Di>ny, hal. 62
»وقد آن األوان للخروج من هذا المأزق والتخلص من عقدة التأويل ...
آليته فى إنتاج و طبيعة النصوص الدينيبتحديد ...«الداللة
(1)Membatasi Tabiat
Teks-teks Keagamaan
(Dekonstruksi Konsep Wahyu)
Al-Qur’a>n Produk Budaya (Muntaj Tsaqa>fi); Teks Manusiawi (Nas}s} Basyary); Fenomena Sejarah (Za>hirah Ta>ri>khiyyah) Mafhu>m l-Nas}s}
“Realitaslah yang memproduksi teks.” Mafhu>m l-Nas}s}, hal. 109
“Pada fase terbentuknya teks di dalam budaya, budaya menjadi subyek (produsen) dan teks menjadi obyek (produk)...” Ibid}, hal. 200
والمصدر اإللهي لتلك النصوص ال يلغي إطالقا حقيقة كونها نصوصا
لغوية بكل ما تعنيه اللغة من ارتباط بالزمان والمكان...
Wujud teks yang bersumber dari Tuhan sama sekali tidak menafikan hakikatnya sebagai teks
linguistik yang sangat terkait dengan zaman dan tempatnya...”
Nas}r H>mid Abu> Zaid, Al-Nas}s} wa ‘l-S}ult}ah wa ‘l-Haqi>qah, (Beirut: Al-Markaz Al-Tsaqa>fy al-‘Araby, 1995) hal. 92
Keimanan akan wujud metafisik yang mendahului teks akan mengaburkan hakikat aksiomatis ini (bahwa Al-Quran Produk Budaya) serta mengeruhkan kemungkinan fenomena teks untuk bisa dipahami secara ilmiah. Mafhu>m l-Nas}s}, hal. 27
(2)Membatasi
Mekanisme Teks dalam melahirkan
makna(Metodologi Tafsir
Kontekstual)
وال التفات لمزاعم الخطاب الديني بمطابقة فهم
الرسول للداللة الذاتية للنص على فرض وجود مثل هذه
الداللة الذاتيةTak perlu dipedulikan asumsi-
asumsi wacana keagamaan yang menyatakan kesesuaian
pemahaman Nabi terhadap dila>lah asli teks, itupun kalau
ada sesuatu yang disebut dengan dila>lah asli teks. Nas}r H}a>mid Abu> Zaid, Naqd ‘l-Khita>b ‘l-Di>ny, hal. 126
Maksudnya: Memahami bagaimana konteks melahirkan makna teks. Karena bagi Abu Zaid, teks tidak memiliki dila>lah (makna)
asli, tetapi dila>lah tersebut diciptakan oleh konteks.فالواقع أوال والواقع ثانيا والواقع أخيرا.
وإهدار الواقع لحساب نص جامد ثابت المعنى والداللة يحول كليهما
إلى أسطورة
Realitas (konteks) adalah yang pertama, yang
kedua dan yang terakhir. Menyia-nyiakan
realitas demi makna teks agama yang kaku
dan permanen akan mengubahnya menjadi
mitos. Nas}r H}a>mid Abu> Zaid, Naqd ‘l-
Khit}a>b ad-Di>ny, hal. 130
Tat}awwur ‘l-lughah: إذا كانت اللغة تتطور بتطور
حركة المجتمع والثقافة ...فمن الطبيعي بل والضروري أن يعاد
فهم النصوص وتأويلها بنفي المفاهيم التاريخية واالجتماعية
األصلية وإحالل المفاهيم المعاصرة واألكثر إنسانية
..وتقدما“Bahasa selalu berkembang
maknanya bersama perkembangan gerak masyarakat dan budaya ...
Sehingga.. merupakan kewajiban mengembalikan pemahaman
teks dengan membuang makna historis-sosiologis yang asli, kemudian menggantinya dengan
makna-makna baru yang lebih manusiawi dan maju.” Naqd ‘l-
Khit}a>b, hal. 133
Setelah memaahami bagaimana konteks melahirkan makna asli, makna-makna asli tersebut harus dibuang dan diganti dengan makna2 baru yang sesuai konteks
kekinian.
Metodologi“Tafsir
Kontekstual”1. Ikhfa>’ ‘l-Ma’na>
Menyembunyikan
(membuang) makna yang
tidak substantif; makna asli
ketika turunnya teks
2. Kasyf ‘l-Maghza>
Menyingkap konsep-konsep
makna baru yang lebih manusiawi
dan maju. “Pembacaan teks yang dilakukan di zaman berikutnya (setela h zaman
produksi teks) di dalam komunitas lain berdiri di atas dua mekanisme yang saling melengkapi:
(1)Ikhfa>’, menyembunyikan segala hal yang bukan substansi, biasanya terkait waktu dan tempat yang tidak bisa menerima takwil, dan
(2)Kasyf, menyingkap sesuatu yang menjadi substansi teks dengan metode takwil. Dalam hal ini tidak ada unsur-unsur substantif yang permanen di dalam teks tersebut. Tetapi setiap pembacaan teks—dalam pengertian historis-sosiologis—memiliki substansinya di dalam teks yang disingkap oleh pembacaan itu.” [Naqd ‘l-Khita>b al-Di>ny, hal. 118]
Kritik Terjadap
“Konsep Wahyu”&
“Metodologi Tafsir” Abu Zaid
ين� . . �م� اَأْل� وُح� الر� ب�ه� ل� ن�ز� ال�ع�ال�م�ين� ب� ر� ل�ت�ن�ز�يل� �ن�ه� إ و�ب�ي� . ع�ر� ان� ب�ل�س� ن�ذ�ر�ين� ال�م� م�ن� ل�ت�ك�ون� ل�ب�ك� ق� ع�ل�ى
ب�ين� : م� (195-192الشعراء)
“Dan sesungguhnya Al-Qur’a>n ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ru>h Al-Ami>n (Jibri>l). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Penurunan Al-Quran itu ) Dengan bahasa Arab yang jelas.” [QS. Al-Syu‘ara>’: 192-195].Jika Al-Qur’a>n turun dari Alla>h dengan Bahasa Arab, ini
berarti Al-Quran turun dari Allah dengan lafaz dan maknanya (Lafz}an wa Ma‘nan), karena bahasa Arab
itu adalah lafaz dan makna. Lafaz Al-Quran bukan diproduk oleh Jibril atau Muhammad
WAHYU BAGI UMAT ISLAM
Konsekuensi logis mengatakan, “Al-Qur’a>n produk budaya” ialah manusialah yang memproduk Al-Qur’a>n. Dan ini sangat bertentangan dengan Al-Quran dan akidah Umat Islam, bahwa Al-Quran turun dari Allah secara lafaz dan makna
“Al-Quran Produk Budaya” dan “Al-Quran bersumber dari Allah” dua pernyataaan kontradiktif
Merupakan aksioma bahwa setiap ucapan dinisbatkan kepada pengucapnya, bukan pendengarnya. Al-Qur’a>n difirmankan oleh Alla>h kemudian didengar dan disampaikan oleh Muhammad Saw, lalu bagaimana mungkin sumbernya menjadi lenyap, kemudian dikatakan bahwa firman itu menjadi diproduk oleh pendengar?
Kritik Konsep Wahyu
(Muntaj Tsaqafy-Masdar Ilahy)
Di dalam Al-Quran kata wahyu sangat umum maknanya (ilham, mimpi para nabi, komunikasi langsung, pengutusan Jibri>l, dll). (Na>shir bin Abdul Kari>m al-‘Aql, Al-Itijaha>t al-‘Aqla>niyyah al-H}adi>thah, (Riya>dh: Da>r ‘l-Fad}i>lah, 2001) hal. 155-156)
Jika Al-Quran turun hanya dengan makna, lalu apa bedanya wahyu Al-Quran dan wahyu ilham yang juga turun kepada manusia biasa bahkan kepada hewan seperti lebah?
Jibri>l tak perlu turun menyampaikan Al-Qur’a>n, karena ilham bisa datang tanpa harus melalui Jibri>l?
Tak mungkin Al-Quran disebut mukjizat yang mustahil didatangkan oleh seluruh makhluk, kalau lafaznya dari Muhammad atau Jibril yang keduanya adalah makhluk? Abdul ‘Az}i>m Al-Zurqa>ny, Mana>hil ‘l-‘Irfa>n
fi> ‘Ulu>m ‘l-Qur’a>n, hal. 44
Tak mungkin Al-Quran disebut Kala>mulla>h kalau lafaznya disusun oleh Muhammad atau Jibril? Ibid, hal. 44
Karena tidak dikenal dalam bahasa Arab kata kala>m yang hanya berarti makna saja tanpa lafaz. Kha>lid bin ;Uthma>n Al-Sibt, Mana>hil ‘l-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m ‘l-Qur’a>n, Dira>sah wa Taqwi>m, hal. 177
Kritik Metodologi Penafsiran
Kontekstual
1
Dila>lah Asli Teks
Abu Zaid, mengklaim bahwa Teks Wahyu tidak memiliki dila>lah/Makna Asli.
Artinya, lafaz-lafaz Al-Quran seolah wadah kosong yang bisa diisi oleh siapa saja menurut subyektifitas masing-masing Pembaca.
Implikasinya, Abu Zaid menuduh Tuhan berkomunikasi dengan manusia dengan lafaz2 kosong tanpa makna.
Padahal, manusia saja tidak akan berkomunikasi dengan lafaz-lafaz tanpa makna, lantas bagaimana dengan Tuhan yang Maha bijaksana dan Mahabenar dengan segala firman-Nya?
2 Al-Qur’a>n adalah kitab suci yang bisa dipahami dan
Rasulullah Saw sangat memahami Al-Quran Tak mungkin beliau menyampaikan sesuatu yang
beliau tidak pahami? Dan apa artinya beliau sebagai rasul kalau beliau sendiri tak paham Al-Quran yang dibawanya?
Apa artinya Allah Swt yang memerintahkan kaum Muslimin untuk meneladani Nabi Saw kalau beliau sendiri tak paham. (A>li ‘Imra>n: 31 dan 132, Al-Nisa>’: 59, Al-Ma>’idah: 92, Al-Anfa>l: 1 dan 46, Al-Nu>r: 63, Al-Muja>dilah: 1, Al-Tagha>bun: 12, dll).
Apakah semua ayat-ayat diatas menyuruh kita syirik? Dalam banyak ayat Allah memerintahkan kita untuk
mendatabburi Al-Quran, apa artinya diperintah mentadabburi kalau tidak mungkin dipahami?
Pemahaman Nabi Saw
فى اَأْلميين معهود على الكتاب نصوص ت�حم�لالخطاب
Ayat-ayat Al-Quran harus dipahami melalui konsep makna kebahasaan orang-orang
Ummy [Orang Arab pada saat turunnya Al-Quran].
Al-Sya>t}iby, Al-Muwa>faqa>t fi> Us}u>l ‘l-Syari>’ah, (Beirut: Da>r ‘l-Kutub ‘l-‘Ilmiyyah, 1991), 2/78
Konteks pada
saat Ayat turun
justru sangat
membantu
memahami ayat
tersebut
[Asba>b ‘l-
Nuzu>l]
Teks tidak boleh dipahami maknanya kecuali melalui pemahaman
terhadap kondisi sosio-historis di mana teks itu lahir
Konteks Perlu dalam
Menafsir3
Ilmu Dila>lah
[Semantik]
Perkembangan
dila>lah bahasa
tidak keluar dari
tiga hal:
(a)Pengerucutan
makna (H}ari>m)
(b)Pelebaran
makna dan
(Sariqah)
(c) Pemindahan
makna: Lughawy/ ’Urfy/Syar’y
Semua itu dengan tidak
membuang makna asli
teks
Dr. Abdul Fatta>h}
Abu ‘l- Futu>h}:
“Perubahan
dila>lah pada
kosakata bahasa
tidak menyebabkan
ia kehilangan
dila>lah lamanya
dalam penggunaan...
dila>lah baru
hanyalah tambahan
bagi dila>lah lama.”
Al-Tayya>r al-’Alma>ny al-
H}adi>ts, hal. 170
Tat}awwur
l-Lugah4
ContohRealtivitas Penafsiran
Abu Zaid
Membuang Keimanan kepada hal-hal yang ghaib- Malaikat, Arsy, Qolam, Lauh
dll (Naqd l-Khit}a>b: 207)- Sihir, Hasad, Jin-Syetan (Naqd l-
Khit}a>b: 212) Membuang hukum-hukum Islam:- Hukum Waris (Nasr Hamid.
AZ,Voice of an Exile Reflections on Islam :178)
- Hukum Hudud (Voice of an Exile Reflections on Islam: 166)
- Kewajiban Jilbab (Al-Mar’ah fi> Khit}a>b l-Azmah: 103)
Menjustifikasi :- Doktrin Trinitas (Naqd l-Khit}a>b:
205)- Homoseks (Voice of an Exile
Reflections on Islam: 89)
.
“Apabila kita membaca teks-teks
hukum melalui analisa mendalam terhadap struktur teks...dan sosio-
kultural yang memproduk hukum dan undang-undang
maka bisa saja pembacaan
tersebut menggiring kita
untuk menggugurkan sekian banyak hukum-hukum
yang merupakan produk sejarah yang lebih tepat
dikatakan mendeskripsikan sejarah daripada
menciptakan Syariat.”Muh}ammad Sa>lim Abu> ‘A>s}i, Maqa>lata>ni fi ‘l-Ta’wi>l, hal. 93. Teks Nas}r H>amid dikutip dari Majalah Kairo, Juni, 1993
1. Al-Quran Kala>mulla>h, yang diturunkan melalui perantara Jibri>l kepada Muhammad secara lafaz dan makna, dan bukan produk Muhammad/ Budaya
2. Al-Quran bisa dipahami dan pemahamannya tidak relatif
3. Pergeseran makna tidak berlaku pada Al-Quran, dan ia harus dipahami dengan ma’hud bangsa Arab pada masa turunnya
4. Relativitas tafsir: senjata meragukan Agama, mendekonstruksi bangunan Ilmu Islam, sebaliknya mengabsolutkan idiologi-idiologi Barat
5. Paham relativitas tafsir meniscayakan bahwa pengutusan nabi dan penurunan wahyu tidak ada gunanya, karena pada akhirnya manusia tidak akan memahami maksud wahyu Tuhan
Kesimpulan...
والله أعلم
Di dalam Al-Quran kata wahyu sangat umum maknanya (ilham, mimpi para nabi, komunikasi langsung, pengutusan Jibri>l, dll). (Na>shir bin Abdul Kari>m al-‘Aql, Al-Itijaha>t al-‘Aqla>niyyah al-H}adi>thah, (Riya>dh: Da>r ‘l-Fad}i>lah, 2001) hal. 155-156)
Jika Al-Quran turun hanya dengan makna, lalu apa bedanya wahyu Al-Quran dan wahyu ilham yang juga turun kepada manusia biasa bahkan kepada hewan seperti lebah?
Jibri>l tak perlu turun menyampaikan Al-Qur’a>n, karena ilham bisa datang tanpa harus melalui Jibri>l?
Tak mungkin Al-Quran disebut mukjizat yang mustahil didatangkan oleh seluruh makhluk, kalau lafaznya dari Muhammad atau Jibril yang keduanya adalah makhluk? Abdul ‘Az}i>m Al-Zurqa>ny, Mana>hil ‘l-‘Irfa>n
fi> ‘Ulu>m ‘l-Qur’a>n, hal. 44
Tak mungkin Al-Quran disebut Kala>mulla>h kalau lafaznya disusun oleh Muhammad atau Jibril? Ibid, hal. 44
Karena tidak dikenal dalam bahasa Arab kata kala>m yang hanya berarti makna saja tanpa lafaz. Kha>lid bin ;Uthma>n Al-Sibt, Mana>hil ‘l-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m ‘l-Qur’a>n, Dira>sah wa Taqwi>m, hal. 177
Syaikh Abdul Az}i>m Al-Zurqa>ny :
Pendapat Al-Qur’a>n turun dari Allah kepada Jibril/Muhammad secara makna, lalu dibahasakan dengan
bahasa Arab oleh Jibril / Muhammad adalah pendapat yang sangat keji, bertentangan dengan Al-Qur’a>n,
Sunnah dan Ijma>‘, serta merupakan pendapat yang dipalsukan atas nama kaum
Muslimin.Abdul ‘Az}i>i Al-Zurqa>ny, Mana>hil ‘l-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m ‘l-Qur’a>n, (Beirut:
Da>r ‘l-Kita>b al-‘Araby, 1995), hal. 43-44
Barometer Kebenaran Tafsir dalam Islam
1. Zahir ayat-ayat Al-Qur’a>n
2. Zahir makna hadits Nabi,
3. Ijma’ Umat
4. Pemahaman para sahabat yang belajar tafsir
dari Nabi,
5. Pemahaman para ulama Tabi’in yang belajar
tafsir dari para sahabat,
6. Pemahaman para ulama yang didasarkan
kepada zahir Al-Qur’a>n dan Hadits, Ijma’,
pemahaman para sahabat dan Tabi’in.
7. Konsep-konsep Syariah: halal-haram, wajib-
sunnah, makruh-mubah, dll
8. Kaidah-kaidah Syar’iyyah
9. Makna-makna kebahasaan
Selain Kesaksian Indra, Prinsip Logika dan Nilai-nilai universal di atas, dalam tafsir Islam standar-standar seperti:
Abu Zaid: “Telah tiba saatnya mengevaluasi dan melangkah ke era pembebasan, tidak hanya sekedar dari kungkungan teks-teks agama tetapi juga dari setiap kekuasaan yang mengekang ruang gerak manusia di dunia ini. Kita harus bertindak sekarang dan cepat, sebelum disapu oleh banjir bandang.” Nas}r H}a>mid Abu> Zaid, Al-Ima>m Al-Sya>fi’y, (Kairo: Si>na> li ‘l-Nasyr, 1994) hal. 110
al-taharrur
min sulthati
‘l-nushus
“Dialah (Allah) yang telah mengutus
Rasul-Nya dengan hidayah dan agama yang benar.” [QS. At-Taubah: 33, Al-Fath: 28, Al-S}aff: 9]. Kalau tidak dipahami, bagaimana
mungkin dapat menjadi hidayah dan sumber
ajaran agama?
“Sesungguhnya Kami mengutusmu dengan kebenaran sebagai pemberi
kabar gembira dan peringatan.” [QS. Al-
Baqarah: 119]. Jika ia tidak dipahami, bagaimana mungkin akan menjadi kabar
gembira dan peringatan?
Wujud relatif manusia tidak ada kaitannya dengan masalah pemahaman/ilmu. Masalah wujud/eksistensi adalah ranah ontologis, sementara pemahaman dan ilmu itu ada pada ranah epistemologis.
Manusia bisa mengetahui apa yang diketahui oleh Tuhan, (‘Allama l-Insa>na ma> lam ya ‘lam/ wala> yuhi>t}ut}u>na bisyai’in min `ilmihi> illa> bima> sya>’a)Dalam banyak ayat Allah memerintahkan kita untuk mendatabburi Al-Quran, apa artinya diperintah mentadabburi kalau tidak mungkin dipahami?
Tanzi>l
Allah
Jibril MuhammadWahyu/Kala>m
Memahami teks dengan
kontekes kekinian
Tidak masuk akal!
Nabi pernah bersabda kepada istri-istri beliau: “Yang paling
pertama menyusulku adalah yang
paling panjang tangannya di
antara kalian.” HR. Al-Bukha>ri dan Muslim
Panjang tangan dalam kamus-kamus bahasa
berarti orang dermawan (sifat terpuji).
Adapun sekarang, kata ini bermakna
pencuri. Ibnu Manz}u>r, Lisa>n ‘l-‘Arab, hal.
13/440
• Ia merelatifkan penafsiran para ulama bahkan penafsiran Nabi, pada saat yang sama ia mengabsolutkan penafsiran sendiri.
• Ia merelatifkan metodologi penafsiran para ulama, lalu mengabsolutkan metodologi penafsiran sendiri.
• Abu Zaid tidak konsisten dengan masalah perkembangan dilalah, dengan mengecap musyrik orang yang mempercayai penafsiran Nabi. Mengapa ia menuduh orang dengan istilah yang baku maknanya?