resume seminar 2

8
 ANALISIS RISIKO PAPARAN DEBU KAPAS TERHADAP PENURUNAN FUNGSI PARU PEKERJA INDUSTRI TEKSTIL PT.X  RISK ANALYSIS OF EXPOSURE TO COTTON DUST ON LUNG FUNCTION  IMPAIRMENT IN COTTON TEXTILE WORKERS PT.X Rani 1 , Katharina Oginawati 2 Program Studi Teknik Lingkungan ITB, Jl. Ganeca 10, Bandung, 40132 Email: 1)  [email protected], 2)  ogi@[email protected] Abstrak :  Industri tekstil merupakan salah industri terbesar di Jawa Barat yang memberikan kontribusi sebesar 65% terhadap devisa negara selain dari migas. Pekerja industri tekstil merupakan kelompok yang berisiko mengalami penurunan fungsi pernafasan karena pada proses produksinya dihasilkan debu kapas  yang dapat mengganggu kesehatan paru. Penelitian ini dilakukan di PT.X pada unit spinning dan weaving dengan metode cross sectional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dari debu kapas terhadap penurunan fungsi paru (FEV 1.0 ) pekerja di unit spinning dan weaving. Jumlah sampel yang terpapar adalah 40 orang dan jumlah sampel tidak terpapar adalah 25 orang dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Konsentrasi debu kapas yang terhirup dihitung dengan menggunakan personal dust sampler dengan filter PVC dan kapasitas paru-paru diperiksa dengan menggunakan spirometer vitalograph. Dari  penelitian ini diketahui bahwa rata-rata debu kapas yang tertangkap oleh personal dust sampler di unit weaving dan spinning adalah sebesar 1,248 mg/m 3  dan 0,909 mg/m 3  yang menunjukan bahwa nilai tersebut telah melampuai NAB KepMen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.01/1997 yaitu sebesar 0,2 mg/m 3 . Hazard  Indeks pada unit weaving dan spinning adalah 1,22 dan 0,95. Nilai rata-rata FEV 1.0  pada unit weaving dan spinning adalah sebesar 1,615 li dan 1,789 li atau telah mengalami penurunan sebesar 30,45% dan 28,68% dari nilai prediksi normal PPI 1992 sesuai dengan tingkatan umur dan tinggi badan. Dari kurva dosis respon antara ADD dengan FEV 1.0  terlihat adanya hubungan yang konsisten antara dosis debu kapas yang masuk kedalam sistem pernafasan pekerja dengan penurunan nilai FEV 1.0 dengan nilai R 0,951 .  Kelompok yang terpapar debu kapas mempunyai resiko relatif mengalami penurunan fungsi paru sedang (FEV 1.0  antara 40%-59%) sebesar 4,19 kali lebih besar daripada kelompok tidak terpapar debu, dan mengalami penurunan  fungsi paru ringan (FEV 1.0  antara 60%-79%) sebesar 1,67 kali lebih besar daripada kelompok tidak terpapar debu kapas. Kata Kunci : Debu kapas, FEV 1.0 ,  personal dust sampler , spirometer vitalograph, tekstil Abstract :  Textile industry is one of the largest industries in West Java, which contributed 65% of national income other than oil and gas company. Cotton textile workers are a group of people that are potentially risked of decreased respiratory function because of cotton dust which is produced during the process. This research was conducted in PT.X on spinning and weaving units with cross sectional method. The purpose of this study was to see the effect of cotton dust on lung function decline (FEV1.0) in the spinning and weaving workers. The number of samples is 40 persons exposed and unexposed sample number is 25 people with  previously determined criteria. Inhalation of cotton dust concentration was calculated by using personal dust sampler with PVC filters and lung capacity measurement using a spirometer vitalograph. From this research note that the average of respirable cotton dust in weaving and spinning units amounted to 1,248 mg/m 3  and 0,909 mg/m 3  which shows that the value higher than the RfD from KepMen Tenaga Kerja dan Transmigrasi  No.01/1997 that is equal to 0, 2 mg/m 3 . Hazard Index in weaving and spinning are 1,22 and 0,95. The average value of FEV 1.0 on weaving and spinning units amounted to 1,615 and 1,789 li or has decreased about 30,45% and 28,68% of the normal predicted value from PPI in 1997 according to age level and height. From the dose response curve between ADD and FEV 1.0  there are consistency relationship between dose of cotton dust enters the respiratory system of workers with decreasing of the FEV 1.0  with R value 0,920. The group exposed to cotton dust have a relative risk of experiencing a moderate decline in lung function (FEV 1.0  between 40% -59%) by 4,2 times larger than the group not exposed to dust, and decreased lung function mild (FEV 1.0  between 60% -79%) 1,67 times larger than the group not exposed to cotton dust.  Keywords : cotton dust, FEV 1.0 ,  personal dust sampler , spirometer vitalograph, textile 

Upload: rani-kardita

Post on 14-Jul-2015

123 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/13/2018 Resume Seminar 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-seminar-2-55a74c91dd2f0 1/8

 

ANALISIS RISIKO PAPARAN DEBU KAPAS TERHADAP

PENURUNAN FUNGSI PARU PEKERJA INDUSTRI TEKSTIL PT.X

 RISK ANALYSIS OF EXPOSURE TO COTTON DUST ON LUNG FUNCTION 

 IMPAIRMENT IN COTTON TEXTILE WORKERS PT.X 

Rani1, Katharina Oginawati

2

Program Studi Teknik Lingkungan ITB, Jl. Ganeca 10, Bandung, 40132

Email:1)

 [email protected],2)

 ogi@[email protected] 

Abstrak :   Industri tekstil merupakan salah industri terbesar di Jawa Barat yang memberikan kontribusi

sebesar 65% terhadap devisa negara selain dari migas. Pekerja industri tekstil merupakan kelompok yang

berisiko mengalami penurunan fungsi pernafasan karena pada proses produksinya dihasilkan debu kapas

 yang dapat mengganggu kesehatan paru. Penelitian ini dilakukan di PT.X pada unit spinning dan weaving

dengan metode cross sectional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dari debu kapas

terhadap penurunan fungsi paru (FEV 1.0) pekerja di unit spinning dan weaving. Jumlah sampel yang terpapar 

adalah 40 orang dan jumlah sampel tidak terpapar adalah 25 orang dengan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya. Konsentrasi debu kapas yang terhirup dihitung dengan menggunakan personal dust sampler 

dengan filter PVC dan kapasitas paru-paru diperiksa dengan menggunakan spirometer vitalograph. Dari  penelitian ini diketahui bahwa rata-rata debu kapas yang tertangkap oleh personal dust sampler di unit 

weaving dan spinning adalah sebesar 1,248 mg/m3

dan 0,909 mg/m3

yang menunjukan bahwa nilai tersebut 

telah melampuai NAB KepMen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.01/1997 yaitu sebesar 0,2 mg/m3. Hazard 

 Indeks pada unit weaving dan spinning adalah 1,22 dan 0,95. Nilai rata-rata FEV 1.0 pada unit weaving dan

spinning adalah sebesar 1,615 li dan 1,789 li atau telah mengalami penurunan sebesar 30,45% dan 28,68%

dari nilai prediksi normal PPI 1992 sesuai dengan tingkatan umur dan tinggi badan. Dari kurva dosis respon

antara ADD dengan FEV 1.0 terlihat adanya hubungan yang konsisten antara dosis debu kapas yang masuk 

kedalam sistem pernafasan pekerja dengan penurunan nilai FEV 1.0 dengan nilai R 0,951. Kelompok yang

terpapar debu kapas mempunyai resiko relatif mengalami penurunan fungsi paru sedang (FEV 1.0 antara

40%-59%) sebesar 4,19 kali lebih besar daripada kelompok tidak terpapar debu, dan mengalami penurunan

  fungsi paru ringan (FEV 1.0 antara 60%-79%) sebesar 1,67 kali lebih besar daripada kelompok tidak 

terpapar debu kapas.

Kata Kunci : Debu kapas, FEV1.0,  personal dust sampler , spirometer vitalograph, tekstil 

Abstract : 

 

Textile industry is one of the largest industries in West Java, which contributed 65% of national

income other than oil and gas company. Cotton textile workers are a group of people that are potentially

risked of decreased respiratory function because of cotton dust which is produced during the process. This

research was conducted in PT.X on spinning and weaving units with cross sectional method. The purpose of 

this study was to see the effect of cotton dust on lung function decline (FEV1.0) in the spinning and weaving

workers. The number of samples is 40 persons exposed and unexposed sample number is 25 people with

 previously determined criteria. Inhalation of cotton dust concentration was calculated by using personal dust 

sampler with PVC filters and lung capacity measurement using a spirometer vitalograph. From this research

note that the average of respirable cotton dust in weaving and spinning units amounted to 1,248 mg/m3

and 

0,909 mg/m3

which shows that the value higher than the RfD from KepMen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

  No.01/1997 that is equal to 0, 2 mg/m3. Hazard Index in weaving and spinning are 1,22 and 0,95. The

average value of FEV 1.0 on weaving and spinning units amounted to 1,615 and 1,789 li or has decreased about 30,45% and 28,68% of the normal predicted value from PPI in 1997 according to age level and height.

From the dose response curve between ADD and FEV 1.0 there are consistency relationship between dose of 

cotton dust enters the respiratory system of workers with decreasing of the FEV 1.0 with R value 0,920. The

group exposed to cotton dust have a relative risk of experiencing a moderate decline in lung function (FEV 1.0 

between 40% -59%) by 4,2 times larger than the group not exposed to dust, and decreased lung function mild 

(FEV 1.0 between 60% -79%) 1,67 times larger than the group not exposed to cotton dust. 

Keywords : cotton dust, FEV1.0,  personal dust sampler , spirometer vitalograph, textile 

5/13/2018 Resume Seminar 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-seminar-2-55a74c91dd2f0 2/8

 

 

I.  PENDAHULUANIndustri tekstil selain menghasilkan kain grey dan kain jadi sebagai produk utama

 juga menghasilkan pencemar berupa limbah padat, limbah cair, gas, bising dan debu kapas.

Pekerja industri tekstil merupakan kelompok yang berisiko mengalami penurunan fungsi

pernafasan karena pada proses produksinya dihasilkan debu kapas yang dapat mengganggukesehatan paru. Pada lingkungan industri tekstil sering dijumpai penyakit  Byssinosis.

Penyakit ini memberikan keluhan khas yaitu dada rasa tertekan dan sesak napas pada harikerja pertama setelah hari libur, sehingga dinamakan   Monday tightness. Gejala ini

berkurang jika pekerja meninggalkan lingkungan kerja, keluhan ini timbul dikarenakan

obstruksi pada saluran pernapasan (Baratawidjaja, 1989).

Prevalensi penurunan fungsi paru-paru di berbagai Negara bervariasi antara 1%sampai 88% dan pada umumnya tergantung dari kadar debu di lingkungan kerja (Karnagi,

1996). Pada penelitian sebelumnya kadar debu respirabel lingkungan kerja rata-rata

dibagian spinning adalah sekitar 0,407 mg/m3

dan bagian carding 0,396 mg/m3. Sementara

itu prevalensi bisinosis sekitar 27%, batuk kronis 6%, bronchitis kronis 4,5% dan obstruksi

akut sekitar 4,5% (Karnagi, 1996). Nilai Ambang Batas debu kapas menurut Menteritenaga kerja dan transmigrasi No.01/1997 adalah 0,2 mg/m3

selama jam kerja, sedangkanberdasarkan OSHA Recommendation tahun 1999 adalah 1 mg/m3 debu kapas.

Menurut Oldenberg (2006) dan Held & Uhlig (2000) efek kesehatan dari debu kapas

tidak hanya disebabkan oleh serat kapas itu sendiri tetapi juga oleh materi lain yang adadalam debu kapas tersebut yaitu adanya mikroorganisme yang menghasilkan endotoksin.

Menurut Douglas dkk. dan Wang  dkk.(1984 & 2007) efek kesehatan akibat debu kapas

 juga disebabkan oleh adanya bakteri gram negative yang memiliki lapisan lipopolisakarida

yang dapat menimbulkan gejala sesak nafas. Dalam penelitian Simpson dkk (1999)menemukan konsentrasi debu kapas di bagian blowing sebesar 1,07 (0,72-5,9) mg/m3 

dengan konsentrasi endotoksin 9730 EU/m3, Christiani dkk (1993) menemukan konsentrasi

kapas di unitcarding

1,58 (0,74-2,58) mg/m

3

, endotoksin 3440 EU/m

3

.Efek kesehatan akibat debu kapas dapat bersifat akut maupun kronis. Efek akut terjadi

pada pemajanan dengan konsentrasi yang tinggi selama 6 jam pertama, efeknya adalah

batuk kering, iritasi saluran mucosa, dan demam (Baratawidjaja, 1989). Menurut Wangdkk. inhalasi debu kapas secara kontinyu dapat menyebabkan penurunan nilai FEV1.0 

sebanyak 10 ml/tahun, sementara itu Glindmeyer dkk (1994) menyatakan bahwa penurunan

FEV1.0 dapat mencapai 34,6-35,4 ml/tahun pada pekerja tekstil kapas yang nilainya jauh

lebih besar dibandingkan dengan pekerja industri tekstil sutera. Penurunan ini bersifatpermanen apabila pekerja tidak dipindahkan dari tempat kerjanya. FEV1.0. adalah kapasitas

vital paksa selama 1 detik pertama.

Pekerja industri tekstil merupakan orang yang potensial terpajan debu kapas, karenamereka bekerja 8 jam per hari, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengaruh debu

kapas terhadap kesehatan pernafasan pekerja karena pekerja adalah aset perusahaan yang

penting.

II.  METODOLOGI  Tahapan Persiapan

Tahapan persiapan ini dilakukan pada saat sebelum melakukan pengambilan data.

Adapun tahapan persiapan ini berupa survey tempat penelitian dan penyusunan kuesioner.

5/13/2018 Resume Seminar 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-seminar-2-55a74c91dd2f0 3/8

 

Survey tempat penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik dilingkungan kerja hal

yang akan diamati antaralain jumlah pekerja, proses kerja yang berlangsung pada setiapunit, konsenrasi debu kapas ambient serta kondisi fisik ruang kerja.

  Penyebaran Kuesioner

Dalam penelitian ini kuesioner merupakan data pendukung penelitian untuk 

mengetahui atribut-atribut. Kuesioner ini diambil dari WAC 296-62-14537 (Part N CottonDust), General Occupational Health Standard  dan disusun sesederhana mungkin agar

dimengerti oleh responden yang dijadikan objek penelitian

  Pengumpulan Data

a.  Sampel

Penelitian ini merupakan studi epidemiologi dengan model cross sectional. Sampel

dalam penelitian ini adalah sebanyak 65 orang, yang terdiri atas dua kelompok yaitupekerja yang tidak terpajan debu 25 orang (pada unit administrasi) dan pekerja yang

terpajan debu pada unit weaving dan spinning sebanyak 40. Sampel dalam penelitian ini

adalah wanita usia antara 20- 40 tahun dan telah bekerja minimal 2 tahun di industri tekstildan tidak memiliki riwayat kerja pada lingkungan yang menghasilkan debu.

 Pemeriksaan Inhalable Dust Pengkuran debu yang terhirup dilakukan dengan mengggunakan alat   personal dust 

sampling. Alat ini menghisap debu dan dilengkapi oleh sampler holder dan cyclone. Filter

yang digunakan disini adalah Polyvynilchloride (SKC Inc.; pore size 5.0 m, 25 mm

diameter), kuantifikasai dilakukan dengan cara gravimetri yaitu filter ditimbang sebelumdan sesudah pengumpulan debu, penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan

analitik Merk Mettler Toledo dengan sensitivitas 0,1g. Penimbangan filter dilakukan

dalam ruangan dengan suhu 24°C dan kelembaban 45%. Pengambilan sampel dilakukan

selama jam kerja selama 4 jam dengan kecepatan 2 li/menit (Tabak dkk., 2002).Penggunaannya dengan cara menempelkan alat tersebut ke pakaian pekerja sehingga

ujungnya terletak pada breathing zone 

 Pemeriksaan Fungsi Paru-paruUji fungsi paru-paru dilakukan dengan menggunakan alat Spirometer vitalograph.

Pada penelitian ini parameter yang diamati adalah FEV1.0. dan FVC.  Menurut Wibawa

(2008) parameter ini tidak terpengaruh oleh usaha seseorang dan relatif tidak dipengaruhioleh posisi tubuh pada saat pengukuran. Sebelum dilakukan pengukuran setiap pekerja

diukur tinggi dan berat badannya terlebih dahulu, setelah itu baru dilakukan pengukuran

sebanyak tiga kali sehinggga ditemukan nilai maksimal (Setiadji, 1981). Alat ini

diproyeksikan terhadap umur, jenis kelamin dan tinggi badan. Hasil pemeriksaan spirometridibandingkan dengan nilai normal paru-paru orang Indonesia hasil penelitian Tim

Pneumobile Project Indonesia tahun 1992, yaitu disebut normal apabila nilai kapasitas vital

paksa (FVC) 80% dan FEV1.0.  80%.Berdasarkan aturan OSHA (1999) tentang debu kapas, penurunan kondisi kesehatan

pernapasan pekerja yang bekerja pada industri yang menghasilkan debu kapas dapat dibagi

menjadi tiga kategori yaitu ; (1) pekerja yang memiliki FEV1.0. lebih besar dari 80%

dibandingkan dengan nilai FEV1.0. prediksi, tetapi memiliki FEV1.0. yang berkurangsebanyak 5% pada saat bekerja. (2) Pekerja yang memiliki nilai FEV1.0. dibawah 80%

dibandingan dengan FEV1.0. prediksi sesuai tingkatan umur dan tinggi. Dan yang terakhir

(3) Pekerja yang mempunyai FEV1.0. dibawah 60% dan memiliki diagnosa lain atas fungsiparu-parunya.

5/13/2018 Resume Seminar 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-seminar-2-55a74c91dd2f0 4/8

 

III.  HASIL DAN PEMBAHASAN  Karakteristik pekerja yang disertakan dalam penelitian 

Karakteristik responden yang terlibat dalam penelitian ini didapatkan dari kuesioner.Diketahui bahwa nilai dari FEV1.0 seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor

antaralain: kebiasaan merokok, tinggi badan, berat badan, lama kerja usia dan kebiasaan

olahraga (Yunus,1993). Agar dapat membandingkan nilai FEV1.0 dari kedua kelompok pekerja dengan benar, maka harus dipastikan terlebih dahulu bahwa kedua kelompok pekerja tersebut memiliki karakteristik yang sepadan. Tabel 1. menunjukan uji kesadanan

untuk kedua kelompok. Dari data tersebut diketahui bahwa kedua kelompok sepadan dan

layak dibandingkan.Tabel 1. Uji Kesepadanan Atribut Pekerja

Parameter Nilai Rata-rata Nilai P Keterangan

Terpajan Kontrol

Usia (thn) 27,65 26,65 0,829> 0,05  Tidak berbeda

Tinggi (m) 1,559 1,553 0,651> 0,05 Tidak berbeda

Lama kerja (thn) 8,125 4,120 0,029> 0,05 Tidak Berbeda

Berat (kg) 51,322 54,236 0,100> 0,05 Tidak berbedaOlah raga 0,175 0,2 0,802> 0,05 Tidak berbeda

  Identifikasi bahaya Identifikasi bahaya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sumber bahaya dapat

membahayakan kesehatan pekerja. Debu kapas yang dimaksud adalam penelitian ini adalah

debu yang dihasilkan selama proses pengolahan kapas, yang dalam debu kapas tersebut

mungkin terkandung berbagai macam materi baik yang organik seperti serat, bakteri, fungi,

dan yang anorganik seperti tanah, dan mungkin sedikit silikat yang tidak menyebabkan efek yang sifnifikan (OSHA, 1999). Menurut Tabak dan Mahajan (2002 & 1985) debu kapas

memiliki diameter yang beragam dengan kisaran 0,2-15 µm dengan bentuk yang

aerodinamik oleh sebab itu filter yang paling efisien untuk menangkap debu kapas di udaradengan tujuan untuk analisis adalah PVC. Konsentrasi rata-rata debu kapas yang terhirup

oleh pekerja pada unit weaving, spinning dan administrasi dapat dilihat pada Tabel 2. Dari

tabel tersebut diketahui bahwa konsentrasi debu kapas di unit weaving dan spinning telahmelampaui NAB.

Tabel 2. Konsentrasi rata-rata debu kapas pada unit weaving, spinning dan administrasi

Lokasi Jumlah Sampel Rata-rata berat debu (mg) Konsentrasi (mg/m3)

Weaving 22 0,520±0,338 1,248±0,816

Spinning 18 0,379±0,256 0,909±0,615

Administrasi 25 0,066±0,066 0,16±0,156

Dari hasil pengukuran diketahui bahwa konsentrasi debu kapas di unit weaving lebih

besar daripada di unit spinning hal tersebut disebabkan karena pada unit weaving tidak 

terdapat exhaust  sama sekali dan upaya pengendalian hazard (debu kapas) terlihat belummaksimal, yaitu hanya dengan cara menggunakan dust collector  berbentuk pipa yang

dipasang pada tengah-tengah garis produksi dan pinggiran garis, dimana pada ruangan ini

terdapat 60 mesin tenun yang aktif.   Dust collector ini hanya menangkap debu yangberjatuhan dilantai, sedangkan untuk debu kapas yang menempel di alat tenun masih

5/13/2018 Resume Seminar 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-seminar-2-55a74c91dd2f0 5/8

 

dibersihkan secara manual. Debu-debu kapas yang berterbangan di udara tidak tertangkap

oleh dust collector sehingga konsentrasi debu diruangannya besar.Penyebab yang lain adalah pada ruang Weaving dilakukan proses penenunan benang

menjadi kain. Di bagian ini benang-benang di tenun menjadi kain dan pada prosesnya

terdapat gesekan-gesekan antara benang, pada saat gesekan ini terlepas debu-debu kapas ke

udara yang berukuran lebih kecil daripada debu yang terdapat di unit spinning. Akibatnyakonsentrasi debu kapas cukup tinggi.

  Evaluasi PajananEvaluasi pajanan dilakukan dengan cara menganalisis proses kerja yang dapat

menimbulkan sumber bahaya berupa debu kapas terhadap pekerja. Dari identifikasi bahaya

diketahui bahwa lokasi yang berpotensi menghasilkan sumber bahaya adalah unit weaving

dan spinning. Untuk mengetahui sejauh mana bahaya debu kapas terhadap tingkat

kesehatan pekerja, maka dilakukan analisis resiko kesehatan secara kuantitatif yaitu dengan

menghitung indeks bahaya. Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari nilai HQ(  Hazzard quotient ) terlebih dahulu, nilai rata-rata HQ, ADD, dan HI pada tiap unit dapat

dilihat pada Tabel 3.Tabel 3. Nilai rata-rata ADD, HQ dan HI pada unit weaving, spinning dan administrasi

Unit Kerja Jumlah sampel ADD (mg/kg.hari) HQ HI

Weaving 22 0,24±0,167 1,22 1,22

Spinning 18 0,19±0,128 0,95 0,95

Administrasi 25 0,019±0,287 0,09 0,09

Dari Tabel 3 terlihat bahwa rata-rata Indeks Bahaya (HI) untuk kelompok pekerja diunit weaving dan spinning adalah 1,22 dan 0,95. Karena nilai HI di unit weaving lebih

besar dari 1 dan konsentrasi debu kapas di unit Spinning lebih besar dari NAB, maka

pekerjaan yang dilakukan pekerja kelompok terpajan termasuk kedalam pekerjaan yang

membahayakan kesehatan paru-paru.

  Evaluasi Dosis-Respon

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hubungan dosis (intake) debu kapas yangmasuk ke sistem pernafasan dengan respon berupa penurunan nilai FEV1.0. Analisis ini

bertujuan untuk melihat konsistensi antara intake debu silika dengan respon FEV1.0 pekerja.

Kurva dosis respon antara ADD dan persentase FEV1.0. pada pekerja unit weaving dapatdilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva hubungan dosis respon debu kapas dengan Persentase FEV1.0 pada unit weaving

                           

           

      

5/13/2018 Resume Seminar 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-seminar-2-55a74c91dd2f0 6/8

 

Pada Gambar 2 terlihat bahwa nilai FEV1.0 untuk setiap pekerja di unit weaving

cenderung menurun seiring dengan meningkatnya dosis debu kapas yang masuk kedalamsaluran pernafasan pekerja. Korelasi antara kedua faktor tersebut menunjukan nilai 0,138

dimana hubungan keduanya berarti lemah. Hal ini terjadi karena jumlah sampel yang

terbatas sehingga tidak menunjukan hubungan yang sebenarnya, selain itu seperti yang

telah disebutkan sebelumnya bahwa nilai FEV1.0 seseorang dipengaruhi oleh banyak halsalah satunya oleh lamanya kerja dan umur. Jika dibandingan dengan aturan dari OSHA

(1999) maka pekerja pada unit weaving telah mengalami penurunan fungsi paru-parukarena memiliki rata-rata nilai FEV1.0 sebesar 69,55% pada saat mereka bekerja, sementara

untuk orang normal seharusnya memiliki FEV1.0  80%. 

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa konsentrasi debu kapas di unit

spinning lebih sedikit daripada di unit weaving. Oleh sebab itu nilai ADD pada unit inilebih kecil dari unit weaving (0,909 mg/m3 < 1,248 mg/m3). Hubungan antara ADD dan

persentase FEV1.0. pada pekerja unit spinning dapat dilihat pada Gambar 3. Korelasi antara

kedua faktor tersebut menunjukan nilai 0,067 yang berarti hubungannya juga lemah samaseperti di unit weaving. Berbeda dengan unit weaving rata-rata persentase FEV1.0 pada unit

ini adalah 71,32% lebih besar 2% daripada di unit weaving hal ini disebabkan karenakonsentrasi debu di unit ini lebih kecil dan lama kerja dari pekerjanya pun lebih rendahsehingga nilai ADD pun menjadi lebih rendah. Sementara itu menurut Schilling (1986)

kecilnya nilai korelasi antara kedua variabel dikarenakan pemilihan sampel yang selektif,

  jumlah sampel yang terbatas dan karena cepatnya pergantian pekerja pada industri tekstilsehingga untuk pekerja yang telah meninggalkan pabrik kondisi kesehatan parunya tidak 

terkontrol, selain itu pengukuran nilai FEV1.0 hanya dilakukan sesaat jadi hanya

mencerminkan resiko sesaat bukan life time  risk . Namun demikian pekerja pada unit

spinning  juga telah mengalami penurunan fungsi paru-paru karena memiliki rata-rata nilaiFEV1.0 sebesar 71,325% pada saat mereka bekerja.

Gambar 3. Kurva Hubungan Dosis Respon Debu Kapas dengan Persentase FEV1.0 pada unit Spinning

Dari kondisi kedua unit tersebut diatas terlihat adanya hubungan yang konsistenantara dosis debu kapas yang masuk kedalam sistem pernafasan pekerja dengan penurunan

nilai FEV1.0. Jika dibuat kurva dosis respon untuk semua unit dalam kesatuan maka akan

dihasilkan kurva dosis respon seperti terlihat pada Gambar 4. Pada gambar terlihat bahwapekerja pada unit weaving mempunyai kisaran ADD yang paling besar dan juga memiliki

nilai ADD tertinggi dibandingkan pada unit spinning dan unit administrasi. Jika dilihat

hubungan nilai ADD dengan nilai FEV1.0. secara keseluruhan maka terdapat hubungan

dosis respon dimana semakin besar dosis debu kapas yang masuk maka penurunan

                           

                 

5/13/2018 Resume Seminar 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-seminar-2-55a74c91dd2f0 7/8

 

presentase nilai FEV1.0. pun semakin besar, hal ini dapat terlihat lebih jelas jika nilai ADD

untuk setiap unit dirata-ratakan begitu juga dengan nilai presentase FEV1.0. dengan nilai R0,951. Nilai rata-rata ADD dan FEV1.0. untuk setiap unit dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Kurva Hubungan Dosis Respon dengan Persentase FEV1.0 Pada Semua Sampel

Gambar 5. Kurva Hubungan Dosis Respon pada Setiap Unit

  Resiko Relatif  Risiko relatif yang akan dihitung dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan

informasi mengenai efek pajanan debu kapas melalui inhalasi, terhadap nilai FEV1.0 pekerjadilingkungan PT. X. Jika risiko relatif dilihat dari dua kelompok yaitu kelompok terpajan

debu kapas dan kelompok tidak terpajan terlihat bahwa kelompok terpajan debu kapas

memiliki resiko penurunan fungsi paru sedang dan ringan sebesar 4,19 dan 1,97 kali lebihbesar daripada kelompok tidak terpajan debu kapas. Dari data tersebut terlihat bahwa

pekerja yang terpajan debu kapas berpotensi mengalami penurunan kapasitas paru. Matrik 

perhitungan resiko untuk kelompok terpajan dan tidak terpajan dapat dilihat pada Tabel 4.Tabel 4. Matrik perhitungan risiko

Kelompok

pekerja

Penurunan

fungsi paru berat

Penurunan fungsi

paru sedang

Penurunan fungsi

paru ringan

Normal

Terpapar 0 11 19 10

Tidak terpapar 0 2 9 14

IV.  KESIMPULAN  Konsentrasi rata-rata debu kapas yang terhirup di unit weaving dan spinning adalah

sebesar 1,248 mg/m3

dan 0,909 mg/m3

yang menunjukan bahwa nilai tersebut telah

                           

                 

5/13/2018 Resume Seminar 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-seminar-2-55a74c91dd2f0 8/8

 

melampuai NAB KepMen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.01/1997 yaitu sebesar

0,2 mg/m3.

  Nilai rata-rata FEV1.0 pada unit weaving dan spinning adalah sebesar 1,615 li dan

1,789 li atau telah mengalami penurunan sebesar 30,45% dan 28,68% dari nilai

prediksi normal PPI 1992 sesuai dengan tingkatan umur dan tinggi badan. 

Nilai rata-rata Indeks Bahaya (HI) untuk kelompok pekerja di unit weaving danspinning adalah 1,22 dan 0,95 

  Kelompok yang terpapar debu kapas mempunyai resiko relatif mengalami penurunanfungsi paru sedang (FEV1.0 antara 40%-59%) sebesar 4,19 kali lebih besar daripada

kelompok tidak terpapar debu, dan mengalami penurunan fungsi paru ringan (FEV1.0 

antara 60%-79%) sebesar 1,67 kali lebih besar daripada kelompok tidak terpapar debu

kapas. 

Daftar PustakaBaratawidjaja KG.,(1989):   Bisinosis dan Hubungan dengan Obsrtuksi Akut. Disertasi Doktor Fakultas

Kedokteran Umum Universitas Indonesia: Jakarta

Christiani DC, Ting-ting Y, Zhang S, Wegman DH, Eisen EA. Ryan LA, Olenchock SA, Pothier L, He-lian

D., (1993): Cotton dust and endotoxin exposure and long term decline in lung function: results of alongitudinal study.  American Journal of Industrial  Medicine. Vol 35: pp 321-31.

Douglas, J.S., Pamela G. Duncan, (1984): Characteristion of Textile Dust Extracts : I Histamine Release in

Vitro. British Journal of Industrial Medicine. Vol .41: pp 64-69

Glindmeyer GW, Lefante JJ, Jones RN, Rando RJ, Weill H., (1994): Cotton dust and across-shift change in

FEV1 as predictors of annual change in FEV1.  American Journal of Respiratoty and Critical Care

 Medicine. Vol. 149: pp 584–590.

Held, Hanz-Dieter dan Stefan Uhlig, (2000): Mechanism of Endotoxin Induced Airway and Pulmonary

Vascular Hyperreactivity in Mice.  American Journal of Respiratoty and Critical Care Medicine.

Vol. 162: pp 1547-1552

Karnagi, Julia, (1996): Prevalensi Bisinosis di Pabrik Tekstil dan Hubungan dengan Konsentrasi Debu Kapas

di Lingkungan Kerja. Tesis Magister Sains Hiperkes Medis. Program Pasca Sarjana Universitas

Indonesia : Jakarta. 

Mahajan, Maresh Chandra, (1985):   Evaluation of Cotton Dust Measurement Methods. Thesis in ChemicalEngineering. Texas Technology University: Texas

Oldenberg M. Latza U, Baur X., (2006): Endotoxin exposure and respiratory symptoms in the cotton textile

industry. Arch Environment Health Vol. 59, No 10: pp 519–525

OSHA, (1999): Cotton Dust Standart. Fact Sheets High Linghting, US Departement of Labour Programs,

Constituation AVE, Washington DC, USA.

Pneumobile Project Indonesia, (1992): Kuesioner dan Penelitian Fungsi Paru, Program Riset Nasional. 

Schlling R.S.F, J.P.W Hughes, Dingwall Fordyce, J.C.Gilson, (1986): An Epidemiological Study of 

Byssinosis Among Lancashire Cotton Workes.  British Journal Industry Medicine. Vol 12: pp 217-

227

Setiadji, S., B. Nur, B. Gunawan, (1981): Uji Faal Paru-paru. Cermin Dunia Kedoktera. Vol .115: pp 60-67

Simpson JC, Niven RM, Pickering CA, Oldham LA, Fletcher AM, Francis HC. (1999): Comparative personal

exposures to organic dusts and endotoxin. Ann Occup Hygiene. Vol.43, No 2 : pp 107-15.

Tabak, S ., David M Broadway, I.,Manor, G., (2002): Occupational Expossure to Cotton Dust in Cottonseed

Oil Mills. Applied Occupational and Environmental Hygiene. Vol. 17, No 2 : pp 121-130.

Wang, X. R, Zhang, H. X., Sun, B. X., Olenchock D C Chistiani, (2007): Cross-shift Airways Resposes and

Long-Term Decline in FEV1.0 In Cotton Textile Workers.   American Journal of Respiratory and 

Critical Care Medicine. Vol 177: pp 316-320. 

Wibawa, Kresna (2008):   Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Debu terhadap Volume FEV 1.0 Pekerja di

  Lingkungan Kerja PT. X. Tesis Program Pascasarjana. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas

Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung 

Yunus, F., (1997): Dampak Debu Industri pada Paru-paru Pekerja dan Pengendaliannnya . Cermin Dunia

Kedokteran. Vol .115: pp 45-51