resume birokrasi indonesia
TRANSCRIPT
BIROKRASI DAN ADMINISTRASI PUBLIK
I. Birokrasi Dan Administrasi Publik
Seringkali dibicarakan banyak pihak apa bedanya birokrasi dan
adaministasi publik (public administration). Ketika orang mlihat bahwa semakin
hari tugas dan fungsi pemerintah semakin meningkat, dan kekuasaan pemerintah
juga semakin besar. Administrasi dan birokrasi hampir seumur dan setua umur
pemerintahan. Akan tetapi kedua istilah itu merupakan bagian yang signifikan dan
acapkali dikaitkan dengan aparatur pemerintah di hampir seluruh negara di dunia
ini.
Selama istilah ini tidak menarik perhatian dalam aspek pemerintah,
barangkali karena informasi mengenai aspek pemerintah di bidang administrasi
dan aparatur pemerintah ini tidak semenarik aspek lainnya. Aspek pemerintah
lainnya yang menurut Piters (1978) disebut aspek glamour dalam sistem politik
adalah pemilihan, partai politik, legilatif, peradilan telah banyak menarik
perhatian untuk dibicarakan dan di analisis secara ekstensif.
Administrasi Publik (public administration) sebenarnya sudah ada
semenjak dahulu kala. Ia akan timbul dalam suatu masyarakat yang terorganisasi.
Dalam catatan sejarah peradaban manusia, maka di Asia Selatan termasuk
Indonesia, Cina, dan di Mesir kuno dahulu sudah didapatkan suatu sistem
penataan pemerintah. Sistem penataan tersebut pada saat sekarang di kenal
dengan sebutan administrasi publik / negara (Thoha, 1984).
Administrasi Publik, kadang-kadang dipakai pula istilah administrasi
pemerintah, dan kadang-kadang juga di terjemahkan dengan birokrasi pemerintah
yang dikenal sekarang ini merupakan produk dari masyarakat feodal yang tumbuh
di negara-negara Eropa. Negara-negara di daratan Eropa kesemuanya dikuasai
oleh kaum feodal, bangsawan, dan kaum ningrat kerajaan yang berusaha untuk
mengokohkan sistem pemerintahannya. Dengan semakin pesat tumbuh dan
berkembangnya masyarakat, maka sentralisasi kekuasaan dan pertanggung
jawaban dalam pemerintah monarki menimbulkan suatu kebutuhan untuk
mendapatkan korp administrator yang cakap, penuh dedikasi, stabil, dan
integritas.
Korp administrator ini pada gilirannya nanti akan menjadi tenaga birokrasi
pemerintahan. Salah satu perwujudan kebutuhan suatu sistem penataan kekuasaan
pemerintahan yang sentralistis dan sistematis di Prusia dan Austria dikenal sistem
kameralisme (cameralisme). Sistem ini dapat dikatakan sebagai awal-mulanya
adsministrasi negara. Pandangan legalistik dari sistem negara dan birokrasi
terdapat pada hampir sebagian besar negara-negara Eropa Barat, dan dalam kadar
derajatnya yang lebih kecil terdapat pula di negara-negara Eropa Timur. Demikian
pula pada negara-negara baru bekas jajahan dari negara-negara Eropa tersebut.
Inggris Raya dan Amerika Serikat mengembangkan sistem administrasi negaranya
yang sangat berbeda satu sama lain dengan sistem yang berlaku di daratan Eropa.
Kedua negara ini tidak mau mengadopsi pandangan mistik Eropa
mengenai negara, dan meninggalkan tradisi kodifikasi tata hukumnya.
Administrasi publik adalah suatu sistem yang menjawab persoalan-persoalan
masyarakat yang dinamis. Oeh karena itu Gerald Caidan (1982) menandaskan
bahwa disiplin administrasi publik ini pada hakikatnya merupakan suatu disiplin
yang menanggapi masalah-masalah pelaksanaan persoalan-persoalan masyarakat
(public affair) dan manajemen dari usaha-usaha masyarakat (public business).
II. Administrasi Publik Bukan Sekedar Sketsa
Rena Magritte seorang pelukis Belgia yang kenamaan pernah suatu hari
melukis serangkaian pipa. Lukisannya itu diberi judul Ceci n’est pas une pipe
(This is not a pipe). Suatu gambaran atau lukisan tentang sesuatu itu memang
bukan realita dari sesuatu itu. The piucture of the thing is not the thing (Peter dan
Waterman Jr, 1982). Lukisan tentang pipa tidaklah sama dengan aslinya sebagai
pipa.
Dalam pemikiran yang sama suatu bagan organisai departemen pemerintah
tidaklah sama dengan departemen pemerintah, bukan pula suatu strategi baru
sebagai jawaban otomatis terhadap kegagalan administrasi publik yang diwakili
oleh program-program aksi departemen tersebut.
Administrasi publik (negara) selama ini selalu diasumsikan sebagai upaya
melukis suatu benda bukan menaruh perhatian terhadap bagaimana realita benda
tersebut. Sehingga karenanya administrasi publik dianggap kurang memberikan
konstribusi terhadap setiap reformasi di bidang pemerintahan. Reformasi dan
perubahan yang ditawarkan oleh Ilmu Administrasi Publik seringkali berhenti
pada lukisan kotak-kotak saja yang acapkali berupa serangkaian konsep
restrukturisasi, reorganisasi, reengineering (Champy, 1995). Upaya seperti ini
senantiasa hanya menekankan pada perbaikan struktur fisik dari suatu sistem
tanpa melihat seberapa jauh kaitan struktur fisik tersebut dengan stakeholder yang
mampu melahirkan pranata logis (Lucas Jr, 1996).
Di Indonesia Ilmu Administrasi Publik merupakan kumpulan sketsa yang
dipergunakan untuk membenarkan kebijakan penguasa, dan yang jauh dari
harapan rakyat. Kumpulan sketsa itu tidak berkehendak untuk dilaksanakan dalam
relita. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam masa pemerintahan yang
lalu karena didukung oleh sistem administrasi yang berbentuk sketsa tersebut.
Administrasi pemerintahan sengaja dibuat tidak baik dan kacau, agar
penyimpangan itu bisa berjalan dan tidak bisa diketahui dan dikontrol oleh rakyat.
Administrasi Publik sangat perhatian terhadap terwujudnya tata
pemerintahan yang baik dan amanah. Tata kepemerintahan yang baik (good
government) itu diwujudkan dengan lahirnya tatanan kepemerintahan yang
demokratis dan diselenggarakan secara baik, bersih, transparan dan berwibawa.
Tata kepemerintahan yang demokratis menekankan bahwa lokus dan fokus
kekuasaan itu tidak hanya berada di pemerintahan saja, melainkan beralih terpusat
pada tangan rakyat. Penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik terletak
seberapa jauh konstelasi antara tiga komponen rakyat, pemerintah dan pengusaha
berjalan secara kohosif, selaras, kongruen dan sebanding. Berubahnya sistem
keseimbangan antara tiga komponen tersebut bisa melahirkan segala macam
penyimpangan termasuk korupsi, kolusi dan nepotismne berikut tidak
ditegakkanya hukum secara konsekuen.
III. Ilmu Administrasi Publik Dan Perannya
Kita mengenal selama ini istilah Publik Administration selalu dialih
bahasakan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan Administrasi Negara. Di
Indonesia istilah administrasi negara dikenal berbarengan dengan pendekatan
yang dipergunakan dalam mengelola negara ini yang menekankan pada orientasi
kekuasaan negara. Orientasi kekuasaan yang berasal dari negara ini membuat
segala upaya penyelenggaraan administrasi pemerintahan bercorak sarwa negara.
Publik lebih ditekankan pada pemahanan negara. Oleh karena itu, corak sarwa
negara itu lebih menonjol ketimbang corak yang bersarwa masyarakat atau rakyat.
Sekarang paradigma ilmu administrasi publik dan manajemen
pemerintahan telah banyak berubah dari sarwa masyarakat (Thoha, 1999). Oleh
karena itu, pemahaman dari istilah publik seperti yang dilekatkan sebagai predikat
pada istilah administrasi hendaknya dipahami sebagai predikat terhadap proses
kepemerintahan yang selaras dengan perubahan paradigma tersebut. Dengan
demikian istilah administrasi publik dapat diartikan sebagai administrasi
pemerintahan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan untuk kepentingan
masyarakat. Pemahaman seperti hakikatnya merupakan jiwa dari ilmu
administrasi negara yang sejak pertama kali dikembangkan dan yang tujuan
eksistensinya untuk melayani kepentingan masyarakat umumnya (Wilson, 1978).
Dalam pemahaman seperti itu maka kekuasaan yang selama ini berada
pada penguasa telah beralih lokusnya berdomisili pada masyarakat. Segala sesuatu
yang menjadi dan dibuat kebijakannya oleh pemerintah bersumber dari aspirasi,
kebutuhan, dan kepentingan rakyat atau masyarakat. Administrasi Publik berperan
untuk membuat agar kekuasaan yang lokusnya telah beralih itu dapat
direalisasikan bagi kepentingan masyarakat.
Administrasi negara di Indonesia pada saat itu lebih tepat dikatakan
sebagai alat untuk menegakkan kekuasaan negara bukan kekuasaan rakyat. Itulah
sebabnya realitas administrasi negara saat itu lebih banyak sebagai gambaran atau
lukisan daripada realitanya. Perubahan paradigma dalam Ilmu Administrasi
Publik menekankan adanya peranan rakyat.
IV. Pemerintahan Yang Demokratis
Salah satu wujud tata kepemerintahan yang baik (good governance) itu
terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis. Oleh karena itu, sebelum sampai
kepenjelasan peran ilmu administrasi publik terhadap terwujudnya tata
kepemerintahan yang baik itu adas baiknya saya menjelasakan pemerintahan yang
demokratis itu. (Working in democratic state) merupakan cita-cita semua orang
yang mau hidup di negara yang demokratis. Selama ini kita belum merasakan hal
seperti itu. Sekarang pemerintah berkeinginan mengamalkan prinsip-prinsip
demokrasi disegala bidang.
Prinsip demokrasi yang paling penting ialah meletakkan kekuasaan itu
ditangan rakyat, bukannya ditangan penguasa. Sementara itu tidak adanya rasa
takut untuk memasuki suatu serikat atau perkumpulan yang sesuai dengan hati
nurani dan kebutuhannya. Selaras dengan tidak adanya rasa takut ini juga di
kembangkan adanya kenyataan dihargainya moral perbedaan pendapat (Gutman
dan Thompson, 1996).
Walaupun di antara kita seringkali berbeda pendapat tentang praktik
demokrasi, dan hampir tidak pernah kita mau mengakui bahwa kitapun seringkali
mempraktikkan cara-cara yang tidak demokratis, akan tetapi semua di antara kita
akan sepakat dan tidak keberatan untuk menerima kehadiran demokrasi (Thoha,
1999).
Pemerintahan bisa bertindak demokratis jika peran kontrol yang dilakukan
rakyat dijalankan secara maksimal, proposional, konstitusionl, dan bertanggung
jawab. Didalam pemerintahan yang modern dan demokratis, hampir tidak
mungkin manajemen birokrasi pemerintahannya bisa di jalankan tanpa kontrol
dari rakyat (Thoha, 1999). Didalam negara yang pemerintahannya dijalankan
secara demokratis meletakkan para penjabatnya bisa di kontrol oleh rakyat
melalui pemilihan (Dahl, 1982). Jumlah pejabat yang dipilih lebih besar
ketimbang yang diangkat dan ditunjuk ( Gruber, 1987).
Indonesia baru adalah Indonesia yang ingin merealisasikan demokrasi
yang baik yang bisa dipergunakan sebagai landasan terlaksananya tata
kepemerintahan yang baik. Selain itu Indonesia baru juga ingin menampilkan
peranan rakyat yang lebih dinamis dalam pencaturan politik nasionl maupun
lokal.
Pemerintahan yang demokratis merupakan landasan terciptanya tata
kepemerintahan yang baik (good govermance). Pemerintahan yang demokratis
menjalankan tata kepemerintahan secara terbuka terhadap kritik dan kontrol dari
rakyatnya. Moral disagreement dijunjug tinggi tanpa dilandasi rasa dendam dan
dilaksanakan secara terbuka. Demikian pula sebaliknya rakyat terbuka dan
terbiasa menerima perbedaan dan memberikan kritik. Ketebukaan berarti ada
minat dan tindakan dari pemerintah untuk saling kontrol dan bertanggung jawab.
Transparasi ini hanya diperlukan bagi pemerintah aja akan tetapi juga bagi
masyarakat merupakan adanya sarana akses yang sama bagi seluruh masyarakat
untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah. Dalam hal ini ada perlakuan yang
adil bagi semua golongan, kelomnpok dan partai politik yang ada dalam
masyarakat.
Proses menciptakan tata pemerintahan yang demokratis tersebut adalah
tidak mungkin bisa tercapai tanpa peranan ilmu administrasi negara dan ilmu
politik. Karena kedua ilmu itu memberikan ruang gerak yang besar terhadap
elemen-elemen yang tumbuh dalam pemerintahan yang demokratis. Sebagaimana
dirumuskan diatas bahwa ilmu administrasi publik merupakan suatu kajian yang
sistematis dan tidak hanya sekedar lukisan abstrak akan tetapi memuat
perencanaan realitas dari segala upaya dalam menata pemerintahan menjadi
kepemerintahan yang baik (good govermance). Ilmu administrasi publik
berkepentingan untuk menciptakan tata kepemerintahan yang demokratis mulai
dari upaya merancang dan menata perumusan kebijakan, proses pelaksnaan dan
evaluasi kebijakan tersebut.
V. Tata Kepemerintahan Yang Baik (good govermance)
Tata kepemerintahan yang baik (good govermance) merupakan suatu
konsep yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan
administrasi publik. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan
terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia,
dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Paradigma baru ini
menekankan pada peranan manajer publik agar memberikan pelayanan yang
berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi manajerial
terutama sekali mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas publik, dan diciptakan pengelolaan
manajerial yang bersih bebas dari korupsi.
Sejumlah perspektif muncul dari paradigma baru ini dan hal ini
mendorong ramainya diskusi dan perdebatan di arena politik dan akademis. Di
antara perspektif yang berkaitan dengan struktur pemerintahan yang timbul antara
lain :
Hubungan antara pemerintah dengan pasar.
Hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.
Hubungan antara pemerintah dengan organisasi voluntary dan sektor
privat.
Hubungan antara pejabat-pejabat yang dipilh (politisi) dan pejabat-
pejabat yang diangkat (pejabat birokrat).
Hubungan antara lembaga pemerintah daerah dengan penduduk
perkotaan dan pedesaan.
Hubungan antara legislatif dan eksekutif.
Hubungan pemerintah nasional dengan lembaga-lembaga internasional.
Dalam menganalisa perspektif ini banyak para praktisi dan teoritisi dalam
bidang administrasi publik merumuskan berbagai prosedur dan proses yang bisa
dipergunakan untuk mencapai dan mengindentifikasikan prinsip-prinsip dan
asumsi-asumsi dari tata kepemerintahan yang baik. Sementara itu negara donor
dan lembaga-lembaga multi lateral telah mengambil peran yang mengemukakan
(a leading role) dalam merumuskan good govermance. Salah satunya ialah
UNDP.
United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan istilah
governance sebagai suatu exercise dari kewenangan politik, ekonomi, dan
administrasi untuk menata, mengatur dan mengelola masalah-masalah sosialnya
(UNDP, 1997). Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa
mengatur ekonomiya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak
hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi,
integrasi, dan untuk kesejahtereaan rakyatnya. Dengan demikian jelas sekali,
bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat
tergantung pada kualitas tata kepemerintahannya di mana pemerintah melakukan
interaksi dengan organisasi-organisasi komersial dan civil society.
Seperti dikatakan di depan bahwa tata kepemerintahan yang baik itu
merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan,
kohesi dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol yang dilakukan
oleh tiga komponen, yakni pemerintah (government), rakyat (citizen) atau civil
society, dan usahawan (buiness) yang berada di sektor swasta (Taschereau dan
Campos, 1997 ; UNDP, 1997). Ketiga komponen itu mempunyai tata hubungan
yang sama dan sedereajat. Kesamaan derajat ini akan sangat berpengaruh terhadap
upaya menciptakan tata kepemerintahan yang baik.
Gambar 2-1 Tiga Komponen Good Governance (UNDP, 1997)
Di dalam tatanan kepemerintahan yang demokratis seperti yang
disinggung di depan, komponen rakyat (civil society) harus memperoleh peran
utama. Hal ini didorong oleh suatu kenyataan bahwa dalam item yang demokratis
itu kekuasaan tidak lagi hanya berada di penguasa, melainkan berada di tangan
rakyat. Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Oleh karena itu, peran rakyat
oleh administrasi publik difasilitasi berada pada posisi yang menentukan alam
konstelasi keseimbangan tersebut. Paling tidak hubungan kesejajaran itu bisa
diwujudkan dari ketiga komponen tersebut (gambar 2-1).
Gambar 2-2 Keseimbangan Komponen (UNDP, 1997)
SEKTO R
SWASTA
RAKYAT
PEMERINTAH
RAKYAT
SEKTOR
SWASTA
PEMERINTAH
atau
NEGARA
VI. Moral
Selain tiga komponen pemerintah, swasta, dan rakyat satu komponen yang
amat menentukan untuk melahirkan tata kepemerintahan yang baik ialah moral.
Selama ini moral selalu dikesampingan tidak menjadi perhatian yang seksama
dalam birokrasi pemerintah, hanya digunakan sebagai pelengkap permainan
sumpah jabatan saja. Ketiga birokrasi melakukan sumpah jabatan bagi pejabatnya,
maka lalu disusun rangkaian kalimat sumpah jabatan yang memuat perintah yang
bersumber dari moral. Akan tetapi setelah sumpah diucapkan dan pejabat
birokrasi pemerintah mulai memangku jabatannya, sumpah tersebut mudah untuk
dilupakan. Sumpah tidak akan menerima apapun dari sesorang yang ditengarai
ada hubungan dengan jabatan atau pekerjaannya mudah sekali untuk dilupakan
oleh pejabat birokrasi pemerintah.
Kedudukan komponen moral dalam konstelasi hubungan antara tiga
komponen tata kepemerintahan yang baik diatas adalah berada di tengah-tengah
yang bisa menghubungkan ketiga komponen tersebut. Seperti yang diperlihatkan
dalam gambar berikut ini :
Gambar 2-3 Hubungan Komponen Moral dengan Ketiga Komponen UNDP
SEKTO R
SWASTA MO RAL RAKYAT
PEMERINTAH
Gambar di atas menunjukkan bahwa moral menghubungkan dan bertautan
erat pada ketiga komponen, pemerintah, swasta dan rakyat yang saling
berinteraksi menciptakan tata kepemerintahan yang baik. Demikian pula pada
komponen lainnya sektor swasta dan pemerintah. Moral merupakan
operasionalisasi dari sikap dan pribadi sesorang yang beragama. Ajaran agama
melekat pada pribadi-pribadi yang berada di ketiga komponen tersebut. Dengan
melaksanakan ajaran agamanya pada masing-masing komponen tersebut maka
moral masing-masing pelaku akan berperan besar sekali dalam menciptakan tata
kepemerintahan yang baik.
Untuk pejabat-pejabat pemerintah, maka pertimbangan utama bagi setiap
seleksi dan promosi pejabat birokrasi pemerintah harus didasarkan pada
pertimbangan catatan moral mereka. Catatan moral ini harus ada di berkas (file)
setiap pejabat dan pegawai pemerintah. Catatan diperoleh dari sikap, perilaku, dan
laporan-laporan dari masyarakat tentang pribadi masing-masing pejabat. Sebelum
diangkat dalam posisi jabatan tertentu, maka pemerintah berkewajiban
mengumumkan calon-calon tersebut kepada masyarakat. Kepada masyarakat
diminta untuk memberikan penilaian atas moral calon pejabat tersebut. Penilaian
masyarakat itu dicek dan dievaluasi seobjektif mungkin. Demikian pula bagi
pelaku-pelaku komponen lainnya catatan moral ini perlu dilakukan jika mereka
berhubungan dengan birokrasi pemerintah. Dengan demikian moral harus
dijadikan faktor utama yang menyinari sikap, perbuatan, perilaku baik setiap
individu maupun item dari ketiga komponen atau pelaku di atas. Gambar berikut
ini bisa dipergunakan sebagai ilustrasi untuk menggambarkan peranan moral
kepada tiga komponen atau pelaku tata kepemerintahan yang baik.
Gambar 2-4 Faktor Moral Sebagai Pertimbangan Utama
VII. Prospek Pengembangan Ilmu Administrasi Publik
Sebagaimna dirumuskan didepan bahwa ilmu administrasi publik
merupakan kajian yang sistematis dan tidak hanya sekedar lukisan abstrak akan
tetapi memuat perencanaan relitas dari segala upaya dalam menata pemerintahan
menjadi tata kepemerintahan yang demokratis dan baik (good governance).
Kajian ini meliputi proses pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan
evaluasi kebijakan
Seperti dikatakan oleh Frank Goodnow (1990) bahwa ada dua fungsi
pokok dari pemerintahan itu ialah fungsi yang berkaitan dengan politik dan yang
kedua fungsi yang berhubungan dengan administrasi. Politik menurut Goodnow
harus melakukan upaya untuk merumuskan kebijakan-kebijakan atau melahirkan
keinginan-keinginan negara. Sementara administrasi diartikan sebagai hal yang
RAKYAT
MO RAL
PEMRINTAHAN SEKTO R
SWASTA
harus berhubugan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut. Pemahaman
seperti ini menekankan pada lokus keberadaan administrasi publik. Secara jelas
Frank Goodnow menempatkan administrasi publik berada pada birokrasi
pemerintah.
Perkembangan dan perubahan paradigma dalam manajemen pemerintah
yang sekarang dan di masa-masa yang akan datang lebih menekankan pada
tatanan kepemerintahan yang baik dan dmokratis, maka peran Ilmu Administrasi
Publik akan menempatkan posisi yang penting.,
Dengan demikian adminitrasi publik dilihat dari lokus berada pada
birokrasi pemerintah, maka peran untuk menciptakan pemerintah yang baik dan
demokratis menjadi sangat penting dan pokok bagi ilmu ini.