restless leg syndrome

28

Click here to load reader

Upload: maria-veratiwi

Post on 01-Dec-2015

112 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

restless leg sindroma adalah sindroma yang sering terjadi.

TRANSCRIPT

Page 1: Restless Leg Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Restless Legs Sydrome (RLS) atau sindroma kaki gelisah merupakan penyakit

umum yang sering dijumpai namun sering dilihat sebagai penyebab dari

insomnia.RLS sering disamakan dengan “anxiety” atau kecemasan karena sebagian

besar pasien mengeluhkan rasa gelisah ketika dia mau tidur. Diagnosis dari RLS juga

sering keliru oleh karena cara penggambaran yang berbeda dari setiap penderitanya.

Kebanyakan dari penderitanya tidak menggunakan istilah “gelisah” dalam

penggambaran rasa ketidaknyamanan pada kaki mereka. Contoh beberapa perasaan

yang mereka alami pada kaki mereka, seperti rasa berdenyut, tertekan, geli, pegal,

keram, terbakar, nyeri. 1

Penjelasan mengenai hubungan RLS dengan gangguan tidur terjadi pada tahun

1672 oleh seorang dokter asal Inggris yang bernama Sir Thomas Willis 2. Pada abad

ke 19 dan 20 beberapa orang juga memberi nama pada kelainan tersebut, seperti

“anxietas tibiarum” oleh Wittmaack 3, “leg jitters” oleh Allison 4. Karl Axel Ekbom

adalah orang yang pertama kali memberikan penjelasan rinci mengenai ciri dari

kelainan ini, dan menamainya dengan “asthenia crurum paraesthetica” 5. Pada tahun

1945 Ekbom memberikan istilah baru, yaitu “Restless Legs Syndrome” untuk

membedakan dengan kelainan lainnya. Selain itu dia juga melaporkan bahwa RLS

dapat diturunkan dalam keluarga dan mudah terjadi pada wanita hamil dan anemia.

Karena jasanya yang sudah memberikan penjelasan yang terperinci mengenai

kelainan ini, maka kelainan ini disebut juga dengan “Ekbom Syndrome” 6.

1

Page 2: Restless Leg Syndrome

BAB II

PEMBAHASAN

A. Nama lain

- Anxietas tibiarum

- Leg jitters

- Asthenia crurum paraesthetica

- Focal akathisia of the legs

- Ekbom syndrome 7

B. Definisi

RLS adalah kelainan neurologis yang dikarakteristikkan dengan adanya dorongan

yang sangat untuk menggerakkan ekstremitas yang berhubungan dengan parestesia, yang

terjadi pada sebagian atau seluruh kaki, yang dapat berkurang dengan pergerakan, dan

yang biasanya terjadi saat istirahat atau pada malam hari, yang nantinya dapat

menyebabkan timbulnya gangguan tidur.7

C. Epidemiologi

- Terjadi pada 1-10% dari populasi umum.7

- Lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki1,3. Perbandingan laki-laki dan

permpuan adalah 2:1.8,9

- Risiko untuk terjadinya RLS semakin meningkat dengan semakin bertambahnya

usia.7-9

2

Page 3: Restless Leg Syndrome

- 50% orang dengan RLS memiliki first degree relative yang juga menderita RLS 9

- Populasi yang berisiko tinggi terjadinya RLS adalah ibu hamil, pasien dengan

defisiensi besi, pasien dengan end-stage renal disease, pasien sering melakukan

hemodialisis atau donor darah, anak dengan ADHD (attention defisit hyperactivity

disorder) 7-9

D. Etiologi

Penyebab pasti dari RLS belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, ditemukan bahwa RLS

berhubungan dengan genetik, defisiensi besi atau asam folat, defisiensi dopamin, dan

tingginya hormon estradiol.7-9

E. Diagnosis Banding

- Gangguan dari sistem saraf perifer seperti neuropati perifer

- Sindroma iritasi nerve root atau kompresi dari nervus perifer.

- Gangguan sistem vaskular seperti arterial peripheral disease.

- Gangguan psikiatri, seperti anxietas disorders, attention deficit hyperactivity

disorder(ADHD)7

- Gangguan tidur, seperti periodic limb movements in sleep (PLM)

- Obat-obatan: Antipsychotic-induced akathisia, Anti-depressants and antipsychotic

induced RLS. 7,8

Tabel 1. Diagnosis Banding RLS dengan Penyakit Lainnya.9

No Diagnosis Banding Karakteristik

1. Neuropati Perifer - Tidak ada perubahan pada cicardian

- Tidak terdapat PLMS

- Konduksi saraf normal

3

Page 4: Restless Leg Syndrome

- Tidak ada perbaikan dengan pergerakan

2. Akathisia - Tidak mengikuti pola cicardian

- Tidak terdapat paresthesia

- Membaik dengan pengunaan dopamine blocker

3. Peripheral Vascular

Disease

- Memburuk dengan pergerakan dan membaik

dengan istirahat

- Pada pemeriksaan fisik terdapat perubahan pada

pembuluh darah dan kulit

4. Nocturnal leg cramps - Unilateral, fokal, terdapat onset yang parah secara

mendadak

5. Painful Legs and moving

toes

- Tidak ada keinginan yang sangat untuk

menggerakkan kaki

- Gejalanya tidak memburuk saat istirahat dan tidak

membaik dengan adanya pergerakan

- Tidak ada perubahan cicardian

F. Manifestasi klinis

- Keinginan yang amat sangat untuk menggerakkan kaki karena adanya sensasi yang

tidak nyaman, yang dapat berkurang dengan pergerakan dan biasanya terjadi pasa saat

istirahat atau malam hari. Kebanyakan orang dengan RLS dapat menjelaskan gejala-

gejala ini dengan sangat terperinci.

- Keluhan tipikal yang umum dan dan membuat pasien dengan RLS datang mecari

pengobaan adalah adanya gangguan tidur (insomnia)

- Keluhan dapat membaik jika diberikan terapi dengan levodopa. 7-9

- Meningkatnya sensitifitas terhadap rasa nyeri

Definisi RLS pada saat ini juga tidak mengikutsertakan adanya komponen nyeri pada

gejala sensoris dari RLS. Akan tetapi, sensasi nyeri dapat merupakan bagian dari

RLS. Dan ada penelitian yang mengemukakan bahwa terdapat 56-85% pasien dengan

4

Page 5: Restless Leg Syndrome

RLS yang mendeskripsikan simptom yang mereka alami sebagai rasa nyeri. Pasien

dengan RLS juga diduga mengalami peningkatan sensitivitas dari nyeri, sebagai

contohnya static mechanical hyperalgesia. Menariknya, rasa nyeri ini berkurang

dengan pengobatan levodopa jangka panjang (1 tahun) namun tidak dengan jangka

pendek. Akan tetapi, sensitivitas terhadap rasa nyeri juga berhubungan dengan

kualitas tidur yang jelek dan depresi. Gejala rasa nyeri pada orang dengan RLS dapat

membaik jika diberikan opiodergic-agent.7

G. Diagnosis

Kriteria Diagnostik RLS (2003) 10

1) Kriteria Diagnostik Esensial RLS (dewasa)

o Keinginan yang sangat untuk menggerakkan kaki, bisanya diikuti atau

disebabkan oleh sensasi yang tidak nyaman atau tidak menyenangkan pada

kaki.

o Keinginan yang sangat untuk menggerakkan atau sensasi yang tidak

menyenangkan yang dimulai atau menjadi lebih parah pada waktu istirahat

atau tidak beraktivitas seperti berbaring atau duduk.

o Keinginan yang sangat untuk menggerakkan atau sensasi yang tidak

menyenangkan yang terjadi sebagian atau seluruhnya yang dapat membaik

dengan pergerakakan, seperti berjalan atau melakukan perenggangan tubuh,

sekurang-kurangnya selama aktivitas dilakukan.

o Keinginan yang sangat untuk menggerakkan atau sensasi yang tidak

menyenangkan yang memburuk pada waktu malam hari daripada waktu siang

hari atau hanya terjadi pada waktu malam hari.

2) Manifestasi Klinis yang berhubungan dengan RLS

o Riwayat Keluarga

5

Page 6: Restless Leg Syndrome

Prevalensi dari RLS diantara keluarga tingkat pertama dari orang yang

memiliki RLS adalah 3-5 kali lebih bedsar daripada orang tanpa RLS

o Berespon dengan terapi dopaminergik

Hampir semua irang dengan RLS memperlihatkan sekurang-kurang

respon positif pada terapi awal dengan menggunakan L-dopa atau

dopamine-receptor agonist yang dosisnya jauh lebih rendah daripada

dosis biasa yang digunakan pada pasien dengan parkinson.

o Periodic limb movement (PLM)

Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS) terjadi [ada 85% orang

dengan RLS. Akan tetapi, PLMS juga umumnya terjadi pada kelainan

lainnya dan pada orang-orang tua. PLMS lebih tidak umum terjadi

dikalangan anak-anak daripada orang dewasa.

3) Karateristik Lain yang berhubungan dengan RLS

o Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakitnya bervariasi. Akan tetapi, ada pola tertentu yang

dapat diidentifikasi yang dapat membantu untuk mendiagnosis. Ketika

onset terjadi pada usia kurang dari 50 tahun, gejala awalnya sering

tersembunyi. Ketika onset pada usia lebih dari 50 tahun, maka gejala

awalnya muncul secara mendadak dan lebih parah. Pada beberapa

pasien, RLS dapat terjadi secara intermiten dan dapat menghilang

sendiri selama bertahun-tahun.

o Gangguan tidur

Gangguan tidur merupakan alasan utama pasien datang mencari

pengobatan. Oleh karena itu, ini harus dipertimbangan pada rencana

terapi yang akan dilakukan.

o Terapi medis dan pemeriksaan fisik

6

Page 7: Restless Leg Syndrome

Umumnya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan umum dan

tidak berhubungan dengan diagnosis kecuali kondisi-kondisi komorbid

atau secara sekunder menyebabkan RLS. Kadar besi harus diperiksa

karena menurunnya cadangan besi merupakan faktor risiko potensial

yang signifikan yang dapat diobati. Adanya neuropati perifer dan

radikulopati seharusnya juga dipertimbangkan karena kondisi-kondisi

ini mungkin dapat berhubungan dan memerlukan penatalaksanaan

yang berbeda.

Untuk mendiagnosis RLS pada anak, harus ada 4 kriteria esensial dari orang dewasa

yang dipenuhi yang didapatkan secara autoanamnesis atau setidaknya terdapat 2

kriteria berikut ini:

1) Gangguan tidur

2) Saudara atau orang tua yang secara biologis memiliki RLS

3) Terdapat lebih dari 5 periodik bergeraknya PLM per jam pada waktu tidur

4) Dideteksi oleh polysomnography.7

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah serum ferittin, vitamin B12,

elektrolit, dan fungsi renal.7 Pasien dengan kadar serum ferritin yang kurang dari 50

ng/mL, saturasi zat besi yang kurang dari 16%, atau saturasi tranferrin kurang dari

50% dapat didiagnosis sebagai iron-deficiency associated RLS.9 konsentrasi serum

ferritin yang kurang dari 50ng/mL dihubungkan dengan adanya menurunya efisiensi

dari tidur, meningkatnya pergerakan kaki sewaktu tidur, dan RLS.

Pemeriksaan Penunjang

o Nerve conduction velocities dan electromyogram

Dilakukan jika terdapat manifestasi klinis yang tidak khas dan

menyerupai neuropati perifer.7

o Polysomnography

7

Page 8: Restless Leg Syndrome

Biasanya dilakukan pada pasien pada pasien yang memiliki gangguan

tidur lainnya seperti Sleep Breathing Related Disorder (SBRD) atau jika

ingin mengukur derajat gangguan tidur yang terjadi pada pasien. 7

H. Patofisiologi

Patogenesis dari RLS sampai saat ini masih belum diketahui. Kebanyakan hipotesa

berpusat pada dopamin dan besi. Beberapa bukti lainnya juga menghubungkan dengan sistem

opiod, mekanisme spinal cord, hormon seks steroid, neuropati perifer, atau kelainan vaskular.

a. Defisiensi Zat Besi

Ada bukti yang menyatakan peranan besi dalam RLS, kebanyakan karena

terdapatnya defisit besi pada kasus RLS sekunder (contohnya end stage renal disease,

kehamilan, anemia defisiensi besi, dan ADHD). 7-9

Konsentrasi besi dalam darah mengikuti cicardian rhythm, konsenterasi besi

dalam darah akan menjadi lebih rendah 50-60% pada malam hari dibandingkan pada

siang hari. Kadar besi yang rendah pada waktu malam ini berhubungan dengan

munculnya atau memburuknya gejala RLS pada waktu malam. Saat kadar besi dalam

darah mencapai kadar terendah, disinilah terjadi gejala RLS yang paling maksimal.9

Penelitian yang menggunakan pengukuran cairan serebrospinal, MRI, dan

materi otopsi untuk menentukan status besi pada orang dengan RLS menyimpulkan

adanya kekurangan zat besi pada otak pasien dengan RLS. Lebih menariknya lagi,

besi adalah kofaktor dari tyrosine hydroxylase, yang merupakan enzim yang

digunakan untuk sintesis dopamin. Oleh karena itu, besi diperlukan untuk sintesis

dopamin dan defisiensi dari besi dapat menyebabkan gangguan dari produksi

dopamin.7

b. Defisiensi Dopamine

Respon positif dari pengobatan dengan mengunakan dopamin dosis rendah

dan memburuknya gejala dengan dopamine release blocker (metoclopramide dan

pimozise) menegaskan adanya peran penting dopamin dalam patofisiologi dari RLS.1

8

Page 9: Restless Leg Syndrome

Akan tetapi peranan dopamin ini juga diragukan karena pada pemeriksaan functional

neuroimaging of nigrostriatal dopaminergic dysfunction pada pasien dengan RLS

idiopatik ditemukan bahwa secara keseluruhan pasien dengan RLS tidak memiliki

defisiensi dopamine. Fakta ini juga didukung dengan hasil pemeriksaan patologi yang

menyatakan bahwa tidak ditemukan sel dopaminergic yang hilang pada bagian

tersebut. 7

Sistem dari dopamin merupakan cicardian expression. Kadar dari dopamine

akan meningkat pada pagi hari dan mencapai kadar yang terendah pada tengah

malam. Ini menjelaskan mengapa gejala dari RLS muncul atau lebih memburuk pada

malam hari dan respon neuroendrokrin orang dengan RLS terhadap pemberian

levodopa lebih bermakna jika diberikan pada malam hari dibandingan pagi hari.7,9

c. Opiate-system

Terlibatnya sistem opiate dalam RLS dikemukan berdasarkan bukti yang

adanya efektifitas pengobatan opiate pada pasien dengan RLS. Pemberian naloxone

kepada pasien yang diterapi dengan opiate akan mengakibatkan reaktifitas dari gejala

RLS. Akan tetapi efek ini tidak konsisten terjadi pada pasien yang diobati dengan

menggunakan dopaminergic-agent. Pemberian naloxone pada pasien yang tidak

diterapi dengan opiate juga tidak menunjukkan adanya perburukan dari gejala RLS.7

d. Sistem Medula Spinalis

Keterlibatan medula spinalis pada patofisiologi dari RLS dikemukan dari fakta

bahwa adanya gejala sensoris dan motoris yang terjadi secara bilateral dan

terlokalisasi secara segmental pada kebanyakan kasus. Ada dugaan bahwa impuls

sensorik dari perifer ke korteks sensorik dipengaruhi oleh ketinggian dari medula

spinalis yang terkena. Ada beberapa laporan kasus yang menyatakan adanya

hubungan antara RLS dengan kelainan pada spinal seperti lumbosacral radiculopathy,

borrelia induced myelitis, transverse myelitis, vascular injury of the spinal cord,

traumatic lesion or cervical spondylotic myelopathy. Kebanyakan penyakit kelainan

spinal ini juga memberikan respon positif pada terapi dopamin. Akan tetapi, belum

9

Page 10: Restless Leg Syndrome

ada bukti yang dapat menegaskan adanya hubungan ini karena kelainan spinal lebih

berhubungan dengan timbulnya PML. Pada kelainan spinal yang murni seperti

syringomyleia atau syringobulbia ditemukan bahwa 62% pasien memiliki gejala PLM

namun tidak satupun dari mereka memiliki gejala RLS.7

e. RLS pada wanita hamil

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa RLS lebih sering terjadi pada

perempuan dan risiko ini akan meningkat sesuai dengan jumlah kehamilan yang

dialaminya.1 Kira-kira 25% dari wanita yang hamil pernah mengalami RLS dengan

prevalensi paling tinggi pada trimester akhir.1,3 Etiologi dari dari RLS pada wanita

hamil diduga karena adanya defisiensi dari besi dan asam folat dan perubahan

hormonal yang terjadi pada waktu kehamilan.7

Pada wanita hamil, kebutuhan besi meningkat menjadi 3-4 kali lipat dan

kebutuhan asam folat meningkat menjadi 8-10 kali lipat. Defisiensi dari kadar besi

dan asam folat ditemukan pada wanita hamil dengan RLS dan gejala ini membaik

membaiknya pada saat kadar besi dan asam folat kembali normal yaitu setelah

melahirkan.9

Pada wanita hamil, kadar hormon estrogen, progesteron, dan prolaktin juga

akan meningkat dalam plasma darah. Diketahui juga bahwa pada kehamilan minggu

ke-35 sampai ke minggu ke-12 post partum terjadi peningkatan estradiol pada wanita

hamil dengan RLS. Pada saat inilah wanita hamil tersebut mengalami gejala RLS.

Setelah melahirkan, kadar estradiol akan kembali normal dalam darah yang diikuti

dengan menghilangnya gejala RLS.7

Pengaruh hormonal ini juga diteliti pada kelompok transeksual yang diterapi

dengan terapi hormonal. Pada kelompok transeksual male-to-female yang diterapi

dengan estrogen dilaporkan memiliki prevalensi timbulnya gejala RLS yang tinggi

dibandingkan dengan kelompok transeksual female-to-male yang diterapi dengan

hormon testorsteron.7

f. Sistem Saraf

10

Page 11: Restless Leg Syndrome

Neuropati perifer juga dikaitkan sebagai penyebab sekunder dari RLS. Akan tetapi,

hubungan antara neuropati perifer dan RLS sangatlah kompleks dan masih dalam

penelitian. Mekanisme yang mungkin terjadi adalah karena terganggunya basic

perceptual level of sensory yang dapat mengakibatkan terjadinya hipersensitisasi dari

jalus sensoris yang dapat menimbulkan terjadinya RLS. Walaupun sebagian besar

orang dengan RLS akan menujuknya adanya abnormalitas ketika diperiksa dengan

menggunakan elektrophysiological ataupun alat lainnya, keabnormalan ini bukanlah

merupakan penyebab yang mecetuskan terjadinya RLS. Kebanyakan pasien yang

memiliki neuropati yang berat juga tidak timbul gejala RLS.7

g. Sistem Vaskularisasi

Pembuluh darah dilibatkan dalam terjadinya RLS karena kebanyakan orang dengan

RLS akan memberikan respon yang positif terhadap terapi dengan vasodilative agent

seperti carbachol dan tolazoline. Akan tetapi, penelitian dengan duplex

utrasonography menyatakan bahwa gejala RLS tidak berhubungan dengan venous

reflux dan gangguan vaskular. Seperti neuropati perifer, gangguan dari vaskular juga

dapat menyebabkan terganggunya sistem-sistem lainnya termasuk kerusakan sistem

saraf perifer. PLMS dan RLS juga dihipotesiskan berhubungan dengan terjadinya

penyakit jantung, hipertensi, dan strok.7

h. Genetik

- Kebanyakan dari RLS adalah idiopatik dan first degree relative yang menderita RLS

pada keluarganya. RLS dinyatakan diturunkan secara autosomal dominan. Beberapa

lokus yang berhubungan dengan RLS ditemukan pada kromosom 12q, 14q, 9p,

2q,16p, dan 20p.1 50% orang dengan RLS memiliki first degree relative yang juga

menderita RLS.9

I. Tatalaksana

11

Page 12: Restless Leg Syndrome

RLS merupakan kelainan jangka panjang sehingga harus dipikirkan jika adanya lost

of effectiveness, efek samping, dan augmentasi yang mungkin timbul. Terapi RLS diberikan

secara individual berdasarkan dengan manifestasi klinis yang ditimbulkan, tingkat

keparahannya, dan sifat gejala yang biasanya timbul pada malam hari. Pengobatan RLS

untuk saat ini bukan untuk menyembuhkan tetapi hanya menghilangkan gejala dalam jangka

waktu lama. Terapi saat ini yang sering diberikan adalah dengan levodopa, opioid, dan

benzodiazepine dalam jangka waktu yang lama. Akan tetapi evidence base and clinical

guidline menempatkan dopamine agonist sebagai lini pertama pengobatan dari gejala RLS

yang terjadi sehari-hari.6,10

Keparahan dari RLS dapat berbeda-beda pada setiap subjek dan dapat dibedakan

dengan frekuensi dan intensitas gejala yang terjadi di sistem sensorimotorik, lamanya

terjadinya simptom selama 24 jam, dan gangguan tidur yang ditimbulkan seperti insomnia.

Perlu diingat bahwa insomnia dapat terjadi secara sekunder karena RLS sehingga

memerlukan terapi yang spesifik dan bisa juga dikarenakan pengobatan yang digunakan

untuk mengobati RLS seperti levodopa atau dopamine agonist. 6,10

Pedoman tatalaksana RLS terdapat pada Restless Legs Syndrome Task Force of the

Standards of Practice Committe og the American Academy Sleep Medicine (AASM) pada

tahun 2008. 6,10

Pasien dengan RLS dibagi menjadi 3 kelompok:

- Pasien dengan gejala yang intermiten

- Pasien dengan gejala yang berlangsung setiap hari

- Pasien dengan gejala yang sulit diatasi dengan pengobatan standar.10

A. Terapi non-farmakologi

Tujuan utama dari terapi farmakologi adalah untuk meningkatkan kualitas

tidur. Pasien harus dimotivasi untuk tidur dan bangun dalam jadwal yang teratur.

Lingkungan untuk tidur diusahakan tetap tenang dan nyaman serta menghindari

aktivitas yang berlebihan selama berjam-jam sebelum tidur.

12

Page 13: Restless Leg Syndrome

Pasien dengan RLS juga dianjurkan untuk menjalankan gaya hidup yang sehat

dengan makanan yang seimbang dan aktivitas fisik yang adekuat. Penggunaan kafein,

nikotin, dan alkohol harus dihindari karena dapat memperburuk RLS. Pengunaan

obat-obatan anti-depresan (SSRIs atau tertrasiklin), antihistamin, dopamine blocking

agent (neuroleptic atau metoclopramide) juga dapat memperburuk gejala RLS. 6,10

Jika gejala muncul pada saat istirahat maka pasien disarankan untuk melakukan

aktivitas ringan seperti bermain video games, menjahit, atau mengambar.10

B. Terapi farmakologi

Terapi non-farmakologi saja tidak akan berhasil mengobati pasien RLS dengan

derajat sedang sampai berat. Pasien-pasien ini memerlukan terapi farmakologi untuk

mengatasi gejala yang mereka alami. 6,10

Interminten symptoms

Pasien yang gejalanya terjadi secara interminten dapat di atasi dengan

menggunakan obat-obat yang hanya diminum ketika gejala RLS muncul.

Obat-obatan yang dianjurkan adalah:

Carbidopa/levodopa, dosis: 25-100 mg, diminum sebelum tidur

Low potency opioid or opioid receptor agonist seperti:

o Codein, dosis: 30-60 mg

o Propoxyphene hydrocloride, dosis: 65-130 mg

o Tramadol, dosis: 50-100mg

Benzodiazephine, contohnya Triazolam, dosis: 0,125-0,5 mg.6,10

Levodopa digunakan secara terbatas augmentasi dan rebound

phenomena yang ditemukan pada 50-85% pasien yang diterapi dengan

levodopa jangka panjang. Augmentasi didefinisikan sebagai

memburuknya gejala RLS, termasuk earlier onset dan intesitas yang

13

Page 14: Restless Leg Syndrome

semakin meningkat. Pasien harus diberitahu tentang fenomena ini dan

apabila terjadi maka obat tersebut harus diganti dengan obat jenis lain.

Dopamine agonist lebih disukai karena dapat memiliki risiko

terjadinya augmentasi yang lebih rendah. Akan tetapi, dopamine

agonist memiliki waktu paruh yang lebih panjang sehingga tidak

begitu bermanfaat jika dipakai pada waktu gejala sudah terjadi. 9,10

Augmenatasi masih dapat terjadi pada pasien yang menggunakan

dopamine agonist. Efek samping dopamine agonist seperti lemas,

mual, edema perifer, dan rasa pusing dilaporkan terjadi pada 57%

pasien yang menggunakannya dalam jangka waktu 6 bulan.9

selama 5-7 bulan juga dapat menimbulkan efek samping Opioid dapat

memperparah kondisi ada pasien yang memiliki Sleep Related

Breathing Disorder (SRBD) dan hanya digunakan pada pasien yang

terbukti tidak memiliki SRBD.7

Daily symptoms

Pasien dengan gejala RLS yang terjadi setiap harinya harus meminum

obat secara rutin setiap harinya. Terapi lini pertama dari daily RLS symptom

adalah dopamine agonist. Non-ergot dopamine agonist lebih disenangi karena

efeknya lebih menguntungkan. Obat non-ergot dopamine agonist yang sering

digunakan adalah pramipexole (0,125-2 mg/hari) atau ropinirole

(0,125-4mg/hari). Proses augmentasi jarang terjadi pada obat-obatan ini.

Akan tetapi efek augmentasi dapat terjadi pada penggunaan promipexole

jangka panjang.10

Obat alternatif lainnya yang dapat digunakan adalah anti-convulsant

(seperti gabapentin) dan low potency opioid. Efek augmentasi jarang terjadi

pada penggunaan jangka pendek, namun efek ini harus diperhatikan pada

penggunaan jangka panjang. 10

Refractory RLS symptoms

14

Page 15: Restless Leg Syndrome

Pasien dengan gejala yang refrakter memerlukan pengantian pengobatan. Bisa

digunakan dopamine agonist jenis lain, opioid, atau anti-convulsant. Bisa juga

digunakan tambahan obat kedua seperti benzodiazepine, gabapentin, atau

opioid. Pada RLS derajat berat dapat digunakan opioid kuat seperti methadone

(5-40 mg/hari) dan telah dibuktikan bermanfaat. 7-10

Terapi Zat besi

Pasien dengan RLS harus diperiksa kadar besinya. Jika kadar besinya kurang

maka perlu diberikan penambahan zat besi. 1,4 Penambahan zat besi pada oasien

dengan RLS terbukti tidak efektif jika kadar besi diatas 50 ng/mL. Tidak ada standar

baku untuk terapi besi pada pasien dengan RLS, akan tetapi ada panduan yang

menyarankan diberikannya 50-65 mg elemen besi bersama dengan 200 mg vitamin C

pada saat perut kosong setiap 1-3 kali sehari tergantung dari defisiensi besi yang

dialami. Tujuan dari terapi penambahan besi adalah untuk mencapai kadar besi diatas

60 ng/mL. Pada kadar besi Pemeriksaan besi ini harus diulang setiap 3 bulan. Saturasi

dari transferrin harus selalu diperhatikan dan tidak boleh meningkat melebihi 45%

untuk mencegah terjadinya hemokromatosis. 9

Penambahan besi dapat dilakukan melalui oral ataupun intravena.

Penambahan besi secara oral adalah dengan memberikan 200 mg ferrous sulfate

sebanyak 3 kali sehari setiap harinya selama 8-20 minggu. Hasilnya adalah

meningkatnya kada serum ferritin 10-69 ng/mL. Penambahan besi secara intravena

dapat dilakukan melalui infusion. Setiap infusion (ferrous sucrose) yang mengandung

100 mg besi akan menaikkan kadar ferritin kurang lebih 10 ng/mL. Formulasi iron-

dextran telah dilaporkan dapat menimbulkan anaphilaxis. Formulasi terbaru yang

lebih aman untuk digunakan adalah iron-soaium ferric gluconate complex. Terapi

penambahan besi secara intravena hanya bertahan untuk jangka pendek (kira-kira 5-6

bulan) setelah itu gejalanya akan muncul kembali. Penambahan besi secara intravena

memperlihatkan efek yang lebih efektif dalam menghilangkan gejala daripada dengan

terapi oral. Terapi besi (ferrous sulfate, ferrous gluconate) memiliki efek samping

pada sistem gastrointestinal seperti rasa mual sehingga terapi ini sering kali tidak

efektif.9

15

Page 16: Restless Leg Syndrome

Terapi Asam Folat

Dosis asam folat yang dibutuhkan pada pasien dengan RLS bervariasi mulai dari 5-30

mg perharinya. Tujuannya adalah mencapai kadar asam folat dalam serum yang

normal yanitu 10-12 ng/mL. Dengan adanya penurunan dari dosis, gejala RLS akan

kembali muncul dalam 2-7 minggu. 9

J. Prognosis

RLS umumnya adalah kondisi yang terjadi seumur hidup. Terapi yang ada saat ini

dapat menghilangkan atau mengurangi gejala yang dirasakan dan meningkatkan efektifitas

dari tidur. Simptom ini biasanya memburuk seiring dengan bertambahnya usia. Ada beberapa

individu yang dapat mengalami fase remisi. Akan tetapi, gejala ini akan kembali setelah

selama beberapa hari, minggu, atau bulan.

Prognosis dari RLS dapat diklasifikasikan menurut etiologinya:

- RLS primer

Keparahan dan frekuensi dari gejala biasanya akan meningkat seiring dengan

berjalannya waktu.

Pada individu yang onset terjadinya RLS setelah 45 tahun, progesivitas

yang terjadi akan lebih cepat

Pada individu yang onset terjadinya RLS kurang dari 45 tahun

progesivitasnya lebih tersembunyi.

- RLS sekunder

Gejala yang dialami biasanya akan menghilang jika faktor penyebabnya

dihilangkan

Pada wanita hamil, RLS biasanya akan menghilang beberapa minggu

setelah dia melahirkan.11

16

Page 17: Restless Leg Syndrome

BAB III

KESIMPULAN

RLS adalah kelainan neurologis yang dikarakteristikkan dengan adanya dorongan

yang sangat untuk menggerakkan ekstremitas yang berhubungan dengan parestesia, yang

terjadi pada sebagian atau seluruh kaki, yang dapat berkurang dengan pergerakan, dan

yang biasanya terjadi saat istirahat atau pada malam hari, yang nantinya dapat

menyebabkan timbulnya gangguan tidur. RLS merupakan penyakit yang sering dijumpai

dan memiliki angka morbiditas sekitar 1-10% dari populasi umumnya, lebih sering terjadi

pada wanita, dan risikonya akan meningkat seiring bertambahnya usia. Populasi yang

berisiko menderita RLS adalah wanita hamil, pasien dengan defisiensi besi atau asam

folat, pasien dengan end-stage renal failure, ADHD. Penyebab dari RLS masih belum

diketahui dengan pasti. Fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa RLS berhubungan

dengan defisiensi besi atau asam folat, defisiensi dopamin, meningkatnya hormon kortisol,

gangguan di sistem opiate, saraf, dan pembuluh darah. RLS sering salah didiagnosiskan

dengan penyakit lainnya padahal RLS memiliki manifestasi klinis yang sangat khas. RLS

dapat diobati secara non-farmakologi dan farmakologi. Sayangnya, pengobatan-

pengobatan yang saat ini dilakukan hanya untuk menghilangkan atau setidaknya

mengurangi gejala yang dialami sehingga penderita RLS harus meminum obat tersebut

seumur hidupnya.

17

Page 18: Restless Leg Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Buchholz DW, Sleep Disorder, 5th edition, Missouri: Mosby, Johnson, and Griffin,

1997; 12-3

2. Gamaldo CE, Earley CJ, Restless Legs Syndrome: a clinical update, Chest, 2006; 130:

1596-1604

3. Allen RP, Picchietti D, Hening WA, et al., Restless Legs Sydrom: diagnostic criteria,

special consideration, and epidemiology. A report from the restless legs syndrome

diagnosis and epidemiology workshop at the National Institute of Health, Sleep Med,

2003;4:101-19

4. Garcia-Borreguero D, Larrosa O, de la Llave Y, at al., Correlation between rating

scales and sleep laboratory measurement in restless legs syndrome, Sleep Med,

2004;5:561-5.

5. Kohnen R, Allen Rp, Benes H, et al., Assesment of restless legs syndrome.

Methodological approaches for use in practice and clinical trials, Mov Disord, 2007;in

press, electonically published May 29, 2007.

6. Ondo WG, Restless Legs Syndrome.In: Jankovic J, Tolosa E (eds), Parkinson’s

Disease and Movement Disorder, 5th edition, Philadelphia: Lippincott, Williams, and

Wilkins, 2007; 409-20.

7. Fulda S. Restless Legs Syndrome: Diagnosis, Treatment and Pathophysiology. 2010

8. Sommer, David B and Mark Stacy. 2007. Epidemiology and Pathophysiology of

Restless Legs Syndrome. US Neurological Disease. 2007

9. Restless Legs Stndrome: Pathophysiology and the Role of Iron Folate. Alternative

Medicine Review . 2007; 12 (2).: 101-110

10. Symvoulakis E, Dimitrios Anyfantakis, Christos Lionis. Restless Legs Syndrome:

Literature Review. Sao Paulo Med. 2010; 128 (3): 167-170

11. National institute of neurological disorder and stroke. Restless Legs Syndrome Fact

Sheet

18