resesi ekonomi as, dampaknya pada rate bank … · web viewseperti yang kita tahu bahwa indikator...
TRANSCRIPT
Resesi Ekonomi AS, Dampaknya pada pasar Finansial,
Stabilitas Sosial Internasional, dan Inflasi Indonesia.
Tugas Menulis Karya Ilmiah
Bahasa Indonesia
Oleh,
John William
NIM : 2007210418
Kelas :C
Jurusan Manajemen.
STIE Perbanas, Surabaya.
Tahun Ajaran 2007/2008.
Resesi Ekonomi AS, Dampaknya pada pasar Finansial, Stabilitas
Sosial Internasional, dan Inflasi Nasional.
I Pendahuluan
Resesi Ekonomi adalah suatu keadaan dimana ekonomi suatu Negara
menjadi lumpuh. Amerika Serikat (AS) adalah Negara besar yang sekarang
sedang mengalaminya. Dampaknya bisa dirasakan secara lokal ataupun lebih
luas lagi oleh Negara lain, tak terkecuali, dan telah membuat Abnormalitas
sistem ekonomi mereka. Penyebaran dampak itu terjadi karena AS adalah
Negara yang sangat berpengaruh besar atas Negara lain. Amerika Serikat
bagaimanapun menjadi barometer dunia. Ketika perekonomian di sana beres,
dunia pun aman. Sedangkan Abnormalitas sistem ekonomi diakibatkan oleh
kepanikan pasar menanggapi goncangan yang terjadi di AS tersebut. Sistem
Ekonomi yang dulunya sebagian besar dipengaruhi dengan Supply dan
Demand, kini berbalik dengan pengaruh spekulasi diantara para spekulan.
Dalam teori seharusnya harga komoditi akan turun jika supply meningkat,
namun kenyataannya harganya justru bertambah naik. Teori ekonomi dasar
sudah tidak berguna lagi.
Melihat hal ini, dunia investasi menjadi kacau, dan sangat
membingungkan. Para investor bingung untuk mengambil keputusan
berinvestasi. Disatu sisi mereka masih percaya pada teori ekonomi yang
betentangan dengan apa yang sebenarnya terjadi di dunia nyata. Namun jika
tidak mengikutinya dan lebih memilih pada keadaan pasar yang berlawanan
arus, bisa jadi keadaan berbalik 180 derajat, kembali pada teori awal. Tapi
kalau tidak diikuti keadaan pasarnya, maka investor bias jadi kehilangan
moment penting.
Harga komoditas dunia merangkak naik secara tidak normal, efek
dominonya pun terasa hingga pada asumsi inflasi Negara ini. Seperti yang kita
tahu bahwa indikator inflasi adalah lonjakan harga. Harga barang kebutuhan
masyarakat melonjak, dan lonjakan ini telah membuat ancaman inflasi yang
1
tinggi bagi negeri ini yang dikhwatirkan dalam 2 (dua) digit angka. Padahal
asumsi BI awal adalah sebesar 1 (digit) diposisi sekitar 5 persen. Tapi
kenyataanya dalam empat bulan ini, inflasi tahunan sebesar 8,71 persen, belum
lagi jika pemeritah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bulan ini
ditambah moment hari raya. Inflasi diyakini akan berada di tingkat 11,7 persen
akhir tahun ini, jauh dari perkiraan awal.
Kejadian ini memang adalah kejadian ekonomi yang tidak pernah
terjadi sebesar ini sebelumnya, kejadiaan yang unik dan tak terduga. Kejadian
ini merupakan rangkaian siklus ekonomi yang akan terus berjalan naik dan
turun. Para ekonom dapat menarik manfaat dari fenomena ini, karena pastinya
ia kemungkinan besar akan berulang lagi dimasa depan yang kita tidak tahu
kapan terjadinya. Membuatnya menjadi pengalaman pahit, sekaligus obat
kekebaln tubuh.
I.A Tujuan Penulisan
Karya tulis ini bertujuan untuk memberikan informasi pada masyarakat
akan apa sebenarnya Resesi Ekonomi itu khususnya yang terjadi di AS dan
dampak yang ditimbulkannya atas sistem ekonomi, khususnya tingkat suku
bunga “rate” beberapa bank sentral didunia dan tekanan inflasi nasional. Dua
hal inilah yang menjadi pokok pembicaraan, karena keduanya memiliki andil
yang cukup besar bagi Ekonomi makro bangsa.
I.B Ruang Lingkup Penulisan
Pokok utama permasalahan yang disajikan yaitu dalam karya tulis ini
adalah membahas Resesi Ekonomi yang terjadi di AS. Disini akan dibahas
juga beberapa cakupan berkaitan dengan pokok utama tersebut. Mulai dari
seperti apakah konsep resesi itu, ketrkaitannya dengan pasar financial dunia,
dampak lanjutannya pada Negara lain, potensi goncangan/gejolak sosial yang
dapat ditimbulkannya, hingga diadakannya penyesuian target inflasi Indonesia.
2
II Isi
II.A Konsep Resesi Ekonomi AS
Resesi Ekonomi adalah suatu keadaan dimana ekonomi suatu Negara
menjadi lumpuh oleh karena daya beli masyarakat menurun drastis. Resesi
ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun selama dua kuartal
berturut-turut. Atau bisa juga dilihat dari pertumbuhan yang terlalu rendah
sehingga tidak cukup untuk menyerap para pencari kerja. Resesi diwarnai oleh
produksi domestik bruto yang juga tidak tumbuh, bahkan mungkin juga terjadi
kontraksi, yakni ekonomi yang anjlok lantaran sulit untuk tumbuh.
Penyebabnya bisa karena bencana alam ataupun terjebak dalam system
ekonomi dan perilaku masyarakat yang salah atau keteledoran.
Dalam kasus yang terjadi di AS, faktor kedua itulah yang paling
dominan. Mereka bersikap teledor. Sistem ekonomi dan keuangan yang kurang
mempertimbangkan hal-hal dasar, membuat “kecolongan” dan merugi triliunan
dolar AS. Keteledoran ini kemudian membuahkan krisis yang dikenal sebagai
krisis kredit perumahan subrime mortage, yang disadari pertengahan 2007 lalu.
Kredit perumahan Mortgage sendiri adalah utang untuk membeli
properti, di mana properti tersebut kemudian dipakai sebagai jaminan.
Contohnya adalah KPR. Kalau di AS dikenal dengan hipotek. Dalam kasus
kredit KPR subprime, setelah memberikan kredit ke konsumen melalui
mortgage broker, bank-bank pemberi kredit KPR di AS lantas menerbitkan
instrumen keuangan dengan menggunakan KPR-nya sebagai underlying asset
(yang dinamakan collateralized debt obligation/CDO) yang dijual ke investor.
Melalui cara ini, bank tidak menghadapi risiko gagal bayar, karena telah
"menjual" utangnya ke investor. Mereka membedakan jenis kredit ini
berdasarkan pengutang (debitur ) dan Kredit (loan) ke dalam beberapa
golongan, yakni Prime Mortgage dan Subprime Mortgage.
Prime Mortgage dan Subprime Mortgage memiliki beberapa
perbedaaan. Prime mortgage biasanya diberikan kepada peminjam yang
3
memiliki sejarah kredit yang bagus (Misalnya tidak pernah bangkrut , tidak
terlambat membayar tagihan) dan dapat menunjukkan kapasitas untuk
membayar kembali utangnya (misalnya pendapatan besar, rasio dari loan
terhadap nilai property rendah). Subprime mortgage adalah mortgage dengan
risiko yang lebih tinggi. Diberikan kepada peminjam yang tidak memenuhi
kedua persyaratan di atas. Jenis pinjaman ini memungkinkan orang yang
tadinya tidak bisa membeli rumah menjadi bisa membeli rumah.
Karena risiko subprime mortgage yang lebih tinggi, maka bunga yang
dikenakan kepada peminjam juga lebih tinggi. Karena itu tingkat gagal bayar
subprime mortgage (sekitar 7%) sementara prime mortgage sekitar 1%. Tipe
kredit berisiko tinggi ini menarik di mata penyalur kredit karena menghasilkan
bunga tinggi dibandingkan bunga prime mortgage. Jenis kredit subprime
sebenarnya bermacam macam. Ada kredit subprime untuk pembelian rumah
(KPR), Kredit pemilikan mobil, Kredit renovasi rumah dan Kartu kredit.
Fenomena KPR subprime menawarkan bunga tetap murah dalam dua tahun
pertama tapi, setelah dua tahun sampai akhir periode KPR yakni 28 tahun,
bunganya kemudian berubah, mengambang mengikuti bunga pasar .
Dalam kondisi suku bunga yang rendah dan harga rumah yang terus
naik, pemberi mortgage seolah melupakan risiko gagal bayar. Persaingan ketat,
berbagai strategi marketing pun dilancarkan termasuk subrime Mortage.
Dengan harga rumah yang terus naik, ada harapan sebelum tahun kedua rumah
bisa dijual untuk membayar sisa mortgage, tapi kenyataannya tidak. Harga
rumah menjadi lebih murah karena terlalu banyak warga AS yang tidak bisa
membayar kreditnya/gagal bayar, sehingga memilih menggadaikan rumahnya
tersebut dengan harga yang rendah untuk membayar tagihan kredit dan
menyambung hidup. Masyarakat tidak lagi mampu berbelanja secara bebas,
dan melumpuhkan sector perdagangan ritel di sana. Saham lembaga keuangan
pun tergerus juga, dan terjadilah Resesi Ekonomi.
4
II.B Keterkaitan Resesi AS dengan Pasar Finansial.
Pada bulan juli 2007, investor baru menyadari bahwa keadaan yang
selama ini diharapkan, malah berbalik arah dan Investasi mereka gagal
berkembang, tak membuahkan hasil bahkan merugi milyaran dolar akibat
utang dalam instrument CDO tadi yang tak terbayar. Oleh karena itu, terjadilah
penarikan instrumen investasi finansial untuk dialihkan keluar. Kepanikan
inilah yang memperparah keadaaan Negara itu. Nilai mata uang Dolar AS
jatuh, dan saham-saham mereka pun rontok. Sejak krisis sub-prime merebak
Juli 2007, indeks harga saham global sudah jatuh lebih dari 10 persen.
Kerugian akumulatif 5 triliun dollar lebih. Bank dan lembaga keuangan kian
pelit menyalurkan kredit. Terjadi pula krisis likuiditas yang luar biasa di
seluruh sistem finansial.
Berbagai langkah telah dilakukan oleh pemerintah AS. Mulai dari
penurunan suku bunga hingga menginjeksikan likuiditas 200 miliar dollar AS
melalui fasilitas Term Auction Facility (TAF) ke pasar uang dan
menyelamatkan bank investasi raksasa Bear Stearns (lewat akuisisi oleh JP
Morgan Chase yang didukung pendanaan dari Fed) Maret lalu. Langkah
pemerintah AS dan The Fed ini sesaat memang menenangkan pasar finansial
dan indeks saham sempat rebound, tapi tak bertahan lama.
Institusi finansial AS saat ini beroperasi bagaikan zombie, secara teknis
sudah mati, tetapi masih beroperasi. Bear Streans (BS) adalah lembaga
keuangan yang mengalami kebangkrutan dan masih sempat diselamatkan oleh
pemerintah AS Lewat Akuisisi The Fed. The Fed harus menyelamatkan Bear,
karena ambruknya Bear bisa memicu krisis kepercayaan yang lebih besar,
karena memiliki keterkaitan dengan sejumlah lembaga keuangan lain. Ini
semakin membuktikan sistem perbankan AS memang sudah bangkrut, dan
pemerintah AS seolah olah hanya sebagai lembaga penggadaian lembaga
keuangan yang kolaps tersebut.
5
Pasar finansial di Negara lain juga terpengaruh sama seperti yang
dialami di AS. Persoalannya banyak instusi finansial luar AS yang turut
membiayai kredit property disana. Maklum, banyak perusahaan menjadikan
subprime mortgage sebagai jaminan atau aset utama (underlying asset) surat
utang mereka. Selain itu, mereka juga membiayai banyak kegiatan perusahaan
yang pendapatannya berasal dari kegiatan ekspor ke Amerika Serikat. Saat
daya beli warga AS lumpuh, otomatis pendapatan perusahaan itu turut lumpuh
juga yang akhirnya secara tidak langsung mempengaruhi lembaga
pembiayaannya.
II.C Dampaknya Atas Negara Lain.
Telah dikatakan sebelumnya bahwa AS adalah barometer
perekonomian dunia, karena pengaruhnya yang besar. AS menjadi Negara
importir utama sekalugus tujuan utama ekspor sebagian besar Negara. Ketika
AS lumpuh, Perkonomian Negara lain juga terpengaruh ikut-ikutan melumpuh.
Hal ini juga diakui IMF, lembaga pendanaan moneter internasional. Dana
Moneter Internasional (IMF) menilai pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia
Pasifik akan kembali terkoreksi di 2008. Sebelumnya, IMF memprediksi
pertumbuhan akan turun dari 7,4% di 2007 menjadi 6,2% tahun ini. "Dari
perhitungan kami, terhubungnya perdagangan dan keuangan dengan kawasan
lain akan membuat pertumbuhan akan turun jadi 6,2% tahun ini. Hal itu
merupakan efek lanjutan krisis keuangan dan resesi di AS yang juga
berdampak ke Eropa dan kawasan Asia," ungkap Deputi Direktur Departemen
Riset IMF Charles Collyns. Maka jelas bahwa perkonomian Negara-negara
sedang melambat.
Perlambatan ekonomi AS mempengaruhi negara lain lewat dua jalan.
Pertama, melalui perdagangan dan manufaktur, atau dengan kata lain melalui
sector rill. Negara yang mengandalkan ekspor ke AS pasti terpengaruh. Kedua,
melalui pasar financial, yang di dalamnya juga terdapat sistem pendanaan
kegiatan import dan ekspor dari AS (sector Financial). Melemahnya ekonomi
6
AS bisa melemahkan minat investor berinvestasi di aset-aset berisiko. Bahkan,
dalam setahun ini, jika indeks di Wall Street anjlok, hampir selalu indeks di
negara lain. Pertumbuhan ekonomi suatu Negara didasarkan pada kedua sector
penting ini. Jika keduanya lumpuh, maka terjadilah perlambatan ekonomi.
Apa dampaknya bagi Indonesia? Angka-angka ekspor nonmigas
Indonesia ke AS selama ini yang tercatat di Badan Pusat Statistik, menunjukan
ekspor Indonesia ke negara itu menduduki peringkat kedua terbesar setelah
Jepang. Kalau begitu, otomatis ekspor Indonesia akan terpengaruh, industri
dalam negeri akan meradang, yang pada ujungnya akan meningkatkan angka
pengangguran. Jika permintaan luar negeri (AS) berkurang, industri akan
melakukan penyesuaian, antara lain mengurangi produksi. Jika produksi
dikurangi, bisa jadi tenaga kerja pun akan dikurangi. Penganggur akan lebih
banyak lagi, kemiskinan bisa melonjak. Artinya, jika AS sakit, Indonesia bisa
langsung terkena getahnya.
Untuk mensiasatinya, kalangan ekonom (eksportir/importir) mencari
pasar baru di luar AS. Arahkan ke pasar Asia, terutama negara-negara
berkembangnya, yang diperkirakan perekonomiannya masih bisa tumbuh.
Selain itu memanfaatkan moment penurunan harga saham untuk melakukan
pembelian, selain memberikan keuntungan dengan harganya yang murah juga
membantu membangkitkan kinerja perusahaan kembali setelah terpukul resesi.
II.D Potensi Gejolak Sosial
Krisis keuangan yang dipicu kasus subprime mortgage di Amerika
Serikat menyebabkan investor portofolio mengalihkan investasinya dari
instrumen keuangan ke instrumen investasi berbasis komoditas, seperti
minyak, perkebunan, dan pertambangan. Karena itu, tidak hanya minyak,
komoditas seperti emas, CPO, kedelai, timah, dan batu bara juga mengalami
kenaikan harga. Terbukti bahwa hanya dalam sepekan ini, harga minyak dunia
(crude oil) naik 5 US $. Nilai yang dulunya hanya dapat dicapai dalam kurun
waktu satu tahun. Begitu juga dengan komoditas pangan.
7
Kenaikan ini dapat membawa dampak yang baik sekaligus buruk bagi
suatu Negara. Masalahnya adalah apakah Negara tersebut bias menfaatkan
moment tersebut untuk menarik keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
memproduksi dan menjual komoditas tersebut, atau sebaliknya mengalami
kebocoran anggaran untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya akan komoditas
yang harganya sudah melangit. Jika ia tidak mampu mengelola kondisi ini,
dikhawatirkan akan terjadi perlambatan ekonomi di Negara tersebut
Walaupun sebenarnya sisi supply-nya melimpah, namun kenyataannya
harganya masih tinggi dan terus naik. Sistemnya tidak sesuai lagi dengan teori
supply and demand lagi tapi didominasi Spekulasi dan keserakahan diantara
para spekulan.. Sepertinya para spekulan itu tidak mengerti penderitaan
masyarakat dunia ini. Mereka hanya memikirkan keuntungan saja, dan
melupakan tanggung jawab sosial yang paling dasar. Padahal sebenarnya ia
tidak bias lepas dari orang lain yang ia susahkan itu.
Ancaman kekurangan pangan pun tidak bisa diabaikan lagi. Harganya
tidak lagi dapat dijangkau oleh kalangan bawah. Inilah yang dikhawatirkan
menimbulkan gejolak sosial berupa kerusuhan massal dan kelaparan. Nilai
uang menjadi rendah, dan makanan menjadi sesuatu yang sangat sulit didapat.
Sehingga muncul inisiatif jahat yang ingin dilakukan untuk mendapatkannya,
apapun caranya. Salah satunya adalah dengan membuat kerusuhan dan
kegiatan anarkis lainnya dengan merampas paksa harta milik orang lain, seperti
yang terjadi pada kerusuhan tahun 1998 lalu.
Pemerintah akan sulit mengendalikannya, menggingat pelakunya
adalah massa yang jumlahnya sangat banyak termasuk rakyat kecil yang
semakin bertambah miskin. Di satu sisi pemerintah ingin menjaga ketertiban
umum, tapi disisi lain rakyat punyak hak asasi yang harus dipenuhi juga yaitu
untuk hidup layak. Bagaimana mau hidup layak jika kebutuhan pokok tidak
bisa dipenuhi lantaran untuk mendapatkannya sangat sulit karena mahalnya
harga. Jika kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya bertambah luas, hal
8
ini akan semakin menambah kecemburuan sosial. Si miskin akan semakin
menjadi iri dan benci pada si kaya. Akhirnya konfilk pun tak terhindarkan, dan
akan berlangsung begitu lama.
Efek kekacauan yang lebih besar dari sekedar kerusuhan biasa pun
dapat terjadi. Salah satunya adalah potensi konflik antar Negara seperti pada
waktu perang dunia silam. Berbagai Negara satu sama lain akan saling
berperang untuk menguasai dan mencari sesuatu yang bias memenuhi
kebutuhan hidup rakyat di negaranya. Betapa banyak korban yang akan
berjatuhan jika hal seperti ini terjadi. Selain itu, para teroris juga dikhwatirkan
akan memanfaatkan keadaan ini. Mereka akan mencoba memprovokasi dan
mensabotase asset-aset vital rakyat banyak. Kalau semuanya sudah dikuasai,
maka apa jadinya hidup umat manusia di masa depan. Kita akan tunduk pada
kekuasaan orang-orang jahat, hanya karena kekurangan makanan dan
kebutuhan pokok lainnya.
Hal demikian dapat dicegah jika pihak yang berkelebihan juga turut
menanggung masalah kenaikan komoditas ini. Mereka yang memperoleh
keuntungan lebih akibat barang dagangannya yang dihargai lebih tinggi
tersebut, hendaknya membantu pihak yang mengalami masalah. Contohnya
adalah para saudagar minyak di negeri arab yang berkelimpahan dolar dengan
harga minyak yang tinggi. Memberikan hibah dana sebagai bentuk kompensasi
dari kenaikan harga minyak yang telah membuat resah kepada Negara-negara
yang sangat membutuhkan, setidaknya harus dilakukan mereka, bukanya
berfoya-foya menghabiskanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Bukankah itu
adalah prinsip ekonomi yang berbasis islam, yang notabene adalah agama yang
dianut mereka. Sungguh riskan jika selama ini daerah yang diagung-agungkan
sebagai sumber kedamaian lewat pencitraan agama yang kuat, malah menjadi
sumber masalah dan mereka sendiri melanggar ajaran agama mereka. Sangat
ironis sekali bukan, jika hidup berfoya-foya diatas penderitaan orang lain.
9
II.E Penyesuian Terget Inflasi Indonesia; Efek Lain Resesi Ekonomi.
Inflasi didefinisikan sebagai kecendrungan harga barang/jasa untuk
naik, dan menjadi momok bagi para pelaku ekonomi dan masyarakat. Jadi
Inflasi harus menjadi perhatian utama. Semakin tinggi laju inflasi, maka
semakin rendah kesejahteraan masyarakat karena nilai setiap sen uang yang
dipegang orang terus menurun. Daya beli melorot jika inflasi tinggi. Otomatis
pertumbuhan ekonomi melambat, pengangguran bertambah, dan satabilitas
sosial goyah. Inflasi menjadi potret apa yang terjadi di tengah masyarakat.
Di lihat dari sisi harga barang, Indonesia pun belum aman dari potensi
tekanan inflasi, karena kondisi pasar Indonesia termasuk dalam kategori panic
market. Pasar Indonesia akan menjadi panik jika salah satu barang mengalami
kenaikan harga. Kepanikan ini ditunjukan dengan ikut-ikutan menaikan harga
barang lainya, sehingga memperparah kondisi ekonomi dan menambah inflasi.
Inflasi yang tinggi bagi negeri ini yang dikhwatirkan dalam 2 digit
angka. Padahal asumsi BI awal adalah sebesar 1 digit diposisi sekitar 5 %
tepatnya di 6,5%. Tapi kenyataanya dalam empat bulan ini, inflasi tahunan
(year-on-year) sebesar 8,71 persen, belum lagi jika pemeritah menaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) bulan ini ditambah momentum hari raya. Inflasi
diyakini akan berada di tingkat 11,7 persen akhir tahun ini. Bahkan dalam
Triwulan I 2008 saja inflasi mencapai 3,41%. Angka itu sudah lebih dari
separo target pemerintah yang mematok inflasi 2008 sebesar 6,5%.
Sulit mencapai dan mempertahankan asumsi itu. Perlu dilakukan
penyesuaian yang lebih rasional terhadapnya. Pemerintah pun melakukannya.
Hanya 40 hari setelah mensahkan ABPN perubahan, pada tanggal 10 April lalu
pemerintah merombak ulang. Target inflasi yang sebelumnya dipatok 6,5%,
kini direvisi menjadi 9,5%. Dan tidak menutup kemungkinan melonjak lebih
tinggi lagi di kisaran 11,7%. Mengingat momen kenaikan harga BBM yang
baru dinaikan dan hari raya yang pastinya menaikan harga bahan-bahan pokok.
10
Ada beberapa risiko yang mungkin menyebabkan tekanan terhadap laju
inflasi tahun 2008. Risiko itu, pertama, proses konsolidasi pasar finansial
global terkait dampak krisis subprime mortgage masih belum dapat dipastikan
mereda. Kedua, risiko terkait kenaikan harga minyak dunia. Ketiga, potensi
peningkatan permintaan konsumsi minyak domestik di atas asumsi, terutama
yang dipicu tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM
nonsubsidi maupun harga BBM di negara tetangga. Keempat, kemampuan
produksi minyak domestik yang tidak sesuai target. Kelima, persepsi pelaku
ekonomi terhadap prospek kesinambungan fiskal dan prospek perekonomian
secara keseluruhan terkait dampak kenaikan harga minyak dunia. Kelima
risiko itu merupakan ancaman yang bisa membebani pencapaian target inflasi
pada 2008 yang ditetapkan 5 % deviasi ± 1 persen.
Namun, itu ada obat pencegahnya yang pada dasarnya ada lima.
Pertama, kemampuan dalam menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan
(output gap). Kedua, menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Ketiga, menjaga
agar ekspektasi inflasi berada pada level yang rendah. Keempat,
meminimalisasikan dampak administered price. Kelima, menjaga kecukupan
pasokan dan kelancaran distribusi food.
Obat ini hanya bisa diterapkan jika pemerintah dan Bank Indonesia
(BI) serius bekerja sama menekan laju inflasi. BI tidak mampu bekerja
sendiri, dikarenakan kondisi saat ini memperlihatkan bahwa penyumbang
inflasi tidak lagi dalam ruang lingkup moneter, misalnya kenaikan pangan dan
minyak, sehingga kemampuan BI menjadi sangat berkurang untuk
mengendalikannya. Perlu juga dipikirkan untuk menurunkan BI rate yang
nantinya akan ditransmisikan ke dalam penurunan suku bunga kredit.
Harapannya, penurunan ini akan mendorong investasi sehingga meningkat dan.
akan membuka lapangan kerja dan penambahan output. Pemerintah tinggal
memberikan insentif agar investasi itu lari ke sektor padat karya (pertanian dan
industri menengah/kecil), sehingga lapangan kerja menjadi lebih besar.
11
III Penutup
III.A Kesimpulan
Dari yang telah dijabarkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa,
Resesi Ekonomi dapat terjadi karena perilaku manusia sendiri seperti yang
terjadi di Amerika Serikat dan efeknya bias dirasakan di semua sector baik itu
sektor rill, finansial, moneter dan stabilitas sosial. Efeknya sangat buruk dan
menyulitkan banyak kalangan, mulai dari kalangan atas hingga bawah.
III.B Kritik dan Saran
Tulisan ini setidaknya bisa menjadi pengingat kita bersama bahwa
kondisi ekonomi memang tengah terpuruk. Kita secara bersama mesti
mendesak ke pemerintah, terutama tim ekonomi, agar mengantisipasi atas
kemungkinan terburuk. Para pakar ekonomi kita hendaknya berpikir keras agar
Resesi ini tidak terulang lagi, dan tentu kita berharap para pakar ekonomi tidak
sekadar “asal bunyi” tatkala menjelaskan prediksi ekonomi mereka. Rakyat
butuh edukasi agar paham terhadap perkembangan ekonomi kita.
Melalui tulisan ini dengan penjabaran luas tentang efek buruk Resesi,
juga ingin disampaikan kritik khususnya pada kita semua atas perilaku
konsumtif kita yang kurang mempertimbangkan aspek keuangan pribadi
masing-masing, yang oleh karenanya menjerumuskan kita pada Jebakan Resesi
Ekonomi, dan kepada Pihak-pihak baik itu Negara maupun secara individual
yang justru menikmati dan berlimpah oleh kenaikan harga komoditas untuk
jangan egois dan mementingkan diri sendiri, harus turut membantu yang
kesusahan.
12