representasi pengetahuan secara visual
TRANSCRIPT
REPRESENTASI PENGETAHUAN SECARA VISUAL
Persepektif Historis
Ada tiga era historis pada sejarah perumpamaan mental:
1. Era fisiologis yaitu bayangan mental itu dipandang sebagai bahan baku utama dalam
pembentukan pikiran dan dipercaya sebagai elemen-elemen pemikiran.
2. Era pengukuran perumpaan mental yakni resposden terhadap objek
3. Era kognitif
Teori-teori representasi pengetahuan secara visual
Studi terhadap representasi pengetahuan secara visual dapat memunculkan pertanyaan
mengenai informasi visual disimpan dan diambil dari memori. Artinya informasi visual
disandikan sebagai suatu gambar internal yang dapat diaktifkan kembali dengan memanggil
gambar tersebut, seperti ketika mengamati sebuah album foto. Sampai pada saat ini masih
timbul perdebatan mengenai perempumaan visual apakah sungguh bersifat visual ataukah
dikendalikan oleh proses-proses kognitif yang bertujuan umum.
Teori-teori terkini mengenai perumpamaan mental berfokus pada tiga hipotesis
sentral:
1. Hipotesis penyandian ganda( dual-coding hypothesis), yakni hipotesis mengenai
keberadaan dua sandi dan dua system penyimpanan-sandi dan siitem penyimpanan pertama
bersifat khayalan (imaginal) dan yang lainnya bersifat verbal. Hipotesis ini menyatakan
bahwa informasi dapt disandikan dan disimpan secara imajinal dan verbal atau keduanya,
dalam karya Paivo.
2. Hipotesis proposional-konseptual (conceptual-propositional hypotesis), yakni informasi
visual dan verbal direpresentasikan dalam bentuk proposisi-proposisi abstrak mengenai
onjek-objek beserta hubungannya. Di dapat dalam karya Anderson, Bower dan pylyshyn.
3. Hipotesis ekuvalensi-fungsional ( functional-equivalency hypothesis), yakni mengajukan
gagasan bahwa imagery dan persepsi mengakibatkan proses-proses yang serupa. Dan didapati
dalam karya Shepad dan Kosslyn.
Akhirnya pada tahun 1968 Shepard dan Chipman pada tahun 1970 mengenalkan istilah
isomorfisme urutan kedua (second-order isomorphism) untuk mempresentasikan
hubungan antara objek-objek eksternal dan representasi internal dari objek-objek yang tidak
termasuk jenis isomorfik (isomorfisme adalah konsep psikologi Gestalt yang menyatakan
bahwa bentuk atau wujud stimuli akan menimbulkan peta gambaran yang serupa dengan
stimuli aslinya di medan rangsangan korteks tapi peta itu lebih merupakan representasi
simbolik dan bukan merupakan salinan yang sama persis dengan stimuli aslinya).
Dukungan Neurosain Kognitif
Dalam ekperimen shepard, sejumlah peneliti menyajikan bukti neurologis yang
mendukung rotasi mental. Seperti penelitian pada hewan kera yang bertujuan menyelidiki
proses yang terjadi di korteks, yang diinterprestasikan para peneliti sebagai rotasi mental.
Akhirnya berdasarkan penillitian shepard dkk serta berdasarkan penemuan neurosains kgnitif
terbentuklah sebuah asumsi kuat yang mendukung keberadaan bayangan atau gambaran
dalam pikiran yang secara fungsional idektik dengan dunia nyata.
Sedangkan Kosslyn berpendapat bahwa sebuah gambar mental memiliki kemiripan
dengan persepsi suatu objek yang riil yang asumsinya sebuah gambaran memliki karakteristik
spasial yang dapat dipindai dan sitem kognitif memerlukan waktu yang lama utuk jarak yang
jauh dibandingkan jarak yang dekat.
Jika ekperimen-eksperimen Kosslyn dan Shepard disatukan kesimpulannya adalah
mengidentifikasikan bahwa bayangan visual mencerminkan representasi internal yang
bekerja secara isomorfik terhadap fungsi persepsi objek fisik. Dan dapat di simpulkan bahwa
perumpamaan mental dan persepsi stimulus riil memiliki banyak kesamaan.
PETA KOGNITIF
Kemampuan manusia untuk membentuk imagery adalah sebuah karakteristik kuat
memori, kemampuan tersebut juga penting dalam kehidupan kita sehari – hari, saat kita
bekerja dan bergerak dalam lingkungan kita. Manusia menempati lingkungan tiga dimensi
yang juga dialami makhluk – makhluk bumi lainnya (kecuali, dalam batas batas tertentu,
burung dan ikan) sehingga demi kelangsungan hidupnya, manusia harus mampu
menggunakan imagery untuk menjelajahi dunia spasialnya dan menghindari bahaya. Tolman
telah memunculkan konsep peta kognitif (cognitif map), yang mengacu pada pengetahuan
spasial umumyang ditunjukkan oleh tikus – tikus dalam labirin.
Sebuah eksperimen yang dilakukan thorndyke dan hayes – roth (1982) menghasilkan
kesimpulan bahwa manusia menggunakan dua jenis pengetahuan spasial, pengetahuan rute
(rute knowledge) dan pengetahuan survei (survey knowledge)- dalam upayanya mempelajari
dunia fisik. Pengetahuan rute berhubungan dengan jalur – jalur spesifik yang digunakan
untuk berpindah dari sutu lokasi ke lokasi lain. Sedangkan pengetahuan survey berkaitan
dengan hubungan - hubungan global antara petunjuk – petunjuk dari lingkungan. Sebuah
cara lain yang lebih mudah untuk membentuk pengetahuan survey adalah debgan
mempelajari peta.
Dalam study yang memiliki kaitan dengan studi thorndyke dan hayes-roth, tversky
(1981 ; taylor & tversky, 1992) menguji distorsi memory terkait lokasi – lokasi geografis.
Dalam karyanya yang menarik tersebut, tversky mengajukan gagasan bahwa distorsi terjadi
karena orang – orang menggunakan strategi konseptual untuk mengingat informasi geografis,
orang – orang cenderung membentuk prototipe – prototipe saat diminta membayangkan
bentuk bentuk geometrik sederhana, dan tampaknya bentuk – bentuk informasi abstrak yang
semakin kompleks juga merupakan bagian dari proses pemetaan kognitif pada manusia.
Dengan menggunakan asumsi diatas, ndapat dinyatakan bahwa informasi geografis
terstruktur dalam memori secara “umum-abstrak” (abstrac generalizations) alih – alih berupa
gambar – gambar atau citra – citra spesifik. Pernyataan tersebut akan menyingkirkan
pertanyaan sulit mengenai bagaimana bagaimana kita menyimpan sedemikian banyak
informasi dalam memori visual, sebab penyimpanan (storage) dipadatkan menjadi unit – unit
yang lebih besar.
TAJUK UTAMA NEUROSAINS KOGNITIF
Peta kognitif
Jeffrey Zack, John Mires, barbara tversky, eliot hazeltine, john gabrieli memusatkan
penelitian pada dua aspek yang berbeda dari peta kognitif, aspek pertama adalah transformasi
spasial yang brpusat pada obyek – obyek, yakni pada saat anda merotasi suatu obyek atau
lokasi dalam benak anda, aspek kedua adalah transformasi prespektif egosentris, yang terjadi
saat anda merotasi atau menyelaraskan titik pandang anda. Zack dkk. Menemukan bahwa
terdapat lokasi – lokasi yang berbeda di otak, yang digunakan untuk memproses kedua jenis
rotasi.
SINESTESIA : Suara Yang Dihasilkan Warna
Sinestesia adalah suatu kondisi ketika sensasi – sensasi dari sebuah modalitas
perseptual misalnya penglihatan dialami juga dalam modalitas yang lain seperti pendengaran.
Orang dapat mengecap bentuk, meraba bunyi, atau melihat angka atau huruf dalam warna
Sinestasia tampaknya dikendalikan oleh peraturan (rule governed), tidak terjadi secara
acak, sebagai contoh, terdapat hubungan positif antara peningkatan pola titik nada (picth)
suatu suara dan peningkatan kecemerlangan.
Terdapat data – data yang meyakinkan yang mengindikasikan bahwa banyak orang
mengalami sinestesia yang didalamnya citra – citra visual, suara – suara dan pengalaman
sensorik lainnya saling jalin menjalin, lebih lanjut lagi, sinestesia dapat diukur dan
pernyataan – pernyataan yang shohih dapat dibuat berdasarkan pengukuran – pengukuran
tersebut. Terdapat pula data – data yang menunjukkan bahwa beberapa orang memiliki
sinestesia yang tidak wajar.
Seiring semakin canggihnya tehnologi pendeteksian aktivitas – aktivitas otak, studi –
studi mengenai sinestesia akan mampu mengindentifikasi sumber dan isu hakikat sinestesia.
Vilayanur Ramachandran dari brain and perception laboratory (UC San Diego), mengatakan
“ otak manusia normal “disetel” (secara genetis) sedemikian rupa sehingga konsep – konsep,
persepsi – persepsi dan nama – nama obyek secara rutin saling terhubung satu sama lain,
sehingga memunculkan metafora – metafora yang digunakan bersama secara luas.