rencana strategis pengadilan agama palopo … · adalah merupakan kompetensi absolute, ... dapat...
TRANSCRIPT
i
RENCANA STRATEGIS
PENGADILAN AGAMA PALOPO
TAHUN 2015-2019 (REVISI PERTAMA TAHUN 2017)
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil „Alamiin, puji dan rasa syukur yang tidak terhingga
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas limpahan rahmat dan taufiqNya
serta petunjukNya sehingga revisi pertama Renstra 2015 – 2019 Pengadilan
Palopo dapat terlaksana.
Meskipun tim revisi telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyu
sun perencanaan kebutuhan dimasa yang akan datang, akan tetapi sebagai
manusia biasa dan seiring dengan perkembangan teknologi tentu masih banyak
kebutuhan yang tidak sempat disebut di dalam Renstra ini yang justru sangat
dibutuhkan dan sangat mendesak untuk diadakan, oleh karena itu revisi beri
kutnya tetap akan kami lakukan guna penyempurnaan Renstra ini.
Kepada tim yang telah bekerja keras menyelesaiakan revisi ini, kami
selaku pimpinan mengucapkan terima yang tak terhingga, semoga Allah SWT
memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda, amiin.
Palopo, 14 Februari 2017
Ketua,
Drs. H. Asri, MH.
ii
DAFTAR ISI
KataPengantar…………………………………………………………………... i
Daftar Isi………………………………………………………………………….. ii
A. Kebijakan Umum Peradilan……………………………………………… 1
B. Visi………………………………………………………………………….. 8
C. Misi…………………………………………………………………………. 10
D. Tujuan……………………………………………………………………… 14
E. Sasaran……………………………………………………………………. 14
F. Strategi Penacapaian……………………………………………………. 17
1
A. Kebijakan Umum Peradilan
Sejak awal kemerdekaan kekuasaan kehakiman diniatkan sebagai
institusi yang terpisah dari lembaga-lembaga politik. Dalam penjelasan Pasal 24
dan 25 UUD 1945 sebelum amendemen dinyatakan bahwa:
“Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka,artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan hakim”
Pengertian pemerintah dalam penjelasan tersebut dapat dipahami
dalam arti luas, yaitu mencakup pengertian cabang kekuasaan legislatif dan
eksekutif, karena UUD 1945 sebelum diamendemen tidak menganut faham
pemisahan kekuasaan (separation of power), terutama antara fungsi eksekutif
dan legislatif. Namun demikian, kekuasaan kehakiman tetap dinyatakan bebas
dan merdeka dari kekuasaan pemerintah, Oleh karena itu cabang kekuasaan
kehakiman sejak semula memang diperlakukan khusus sebagai cabang
kekuasaan yang terpisah dan tersendiri. Inilah salah satu ciri penting prinsip
negara hukum yang ingin dibangun berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Prinsip negara hukum yang dianut di Indonesia semakin dipertegas
dalam era reformasi dengan dilakukannya amendemen ketiga UUD 1945 pada
tahun 2001. Pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa Indonesia
adalah negara hukum. Mengacu pada ketentuan tersebut, maka salah satu
2
prinsip penting negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dalam
upaya memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka itu, maka
sesuai tuntutan reformasi dibidang hukum telah dilakukam perubahan terhadap
UU N0.14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman dengan UU No.35 Tahun 1999, dan terakhir dirubah dengan UU
No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Melalui perubahan undang-undang tersebut, telah diletakkan kebijakan
baru bahwa segala urusan mengenai peradilan, baik yang menyangkut teknis
yudisial maupun urusan organisasi, administrasi, dan finansial berada dibawah
kekuasaan Mahkamah Agung. Kebijakan ini populer disebut “kebijakan satu
atap (one roof system). Dengan kebijakan satu atap ini, maka pembinaan
badan peradilan umum, badan peradilan agama, badan peradilan militer, dan
badan peradilan tata usaha negara di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Salah satu tujuan pokok Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama adalah mempertegas kedudukan dan kekuasaan lingkungan
peradilan agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman atau
judicial power dalam negara Republik Indonesia. Penegasan tujuan ini dapat
dilihat dalam rumusan konsideran huruf c dan e.
3
Dalam konsideran huruf c dinyatakan bahwa :
“ bahwa salah satu upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran,
ketertiban, dan kepastian hukum tersebut adalah melalui peradilan
agama sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 14 Tahun 19760
tentang Ketentuan Pokok -pokok Kekuasaan Kehakiman.”
Sedangkan dalam konsideran huruf e dinyatakan bahwa:
“…dipandang perlu menetapkan undan-undang yang mengatur susunan,
kekuasaan dan hukum acara pengadilan dalam lingkungan peradilan
agama.”
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama merupakan salah satu undang-undang yang mengatur
lingkung an peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang
kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nommor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama dimaksudkan untuk menyesuaikan atau mensinkronisasikan
terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial.
Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama telah meletakkan dasar kebijakan bahwa segala urusan
mengenai peradilan agama, pengawasan tertinggi baik menyangkut teknis
4
yudisial maupun non yudisial yaitu urusan organisasi, administrasi, dan
finansial berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Sedangkan untuk
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku
hakim, pengawasan eksternal dilakukan oleh Komisi Yudisial. Dengan
perubahan kedua ini semakin memperkuat prinsip dasar dalam
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yaitu agar prinsip kemandirian
peradilan dan prinsip kebebasan hakim dapat berjalan paralel dengan prinsip
integritas dan akuntabilitas hakim.
Lahirnya UU No.3 Tahun 2006 tersebut menandai lahirnya paradigma
baru peradilan agama. Paradigma baru itu menyangkut yurisdiksinya,
sebagaimana ditegaskan bahwa “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku
kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.”
Kata “perkara tertentu” merupakan perubahan terhadap kata “perkara perdata
tertentu” sebagaimana disebutkan dalam UU No.7 Tahun 1989. Penghapusan
kata ini diharapkan agar tidak hanya perkara perdata saja yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama.
Disamping itu, dengan berlakunya UU No.3 tahun 2006 ini, maka
landasan hukum positif penerapan Hukum Islam menjadi lebih kukuh. Hal ini
mengingat ada beberapa perubahan perubahan fundamental yang dilakukan
5
oleh UU No.3 tahun 2006 terhadap UU No.7 tahun 1989, khususnya
menyangkut teknis penyelesaian sengketa kewenangan antara peradilan
agama dengan peradilan umum.
Ada beberapa pasal krusial yang direvisi dalam UU No.3 Tahun 2006.
Salah satunya adalah tentang kewenangan pengadilan agama. Dalam pasal 49
ada 9 (Sembilan) kewenangan Pengadilan agama, yang sebelumnya hanya 7
(tujuh) kewenangan. Kesembilan kewenangan tersebut adalah kewenangan
untuk menangani persoalan hukum umat Islam di bidang (1) perkawinan, (2)
waris,(3) wasiat (4) Hibah, (5) wakaf, (6) infak, (7) sedekah, ()8) zakat, dan (9)
ekonomi syariah. Jadi ada 2 (dua) tambahan kewenangan pengadilan agama
dalam UU No.3 Tahun 2006, yaitu zakat dan ekonomi syariah.
Kewenangan pengadilan agama dalam pasal 49 UU No.3 Tahun 2006
adalah merupakan kompetensi absolute, dalam artian lingkungan peradilan lain
tidak berhak mengadili sengketa-sengketa sebagaimana disebutkan secara
limitatif dalam pasal tersebut.
Adapun perubahan-perubahan penting yang terdapat dalam UU No.50
Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU No.7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama adalah sebagai berikut:
a. Penguatan pengawasan hakim, baik pengawasan internal oleh
Mahkamah Agung maupun eksternal oleh Komisi Yudisial dalam
6
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat,
serta perilaku hakim;
b. Memperketat persyaratan pengangkatan hakim, baik hakim pengadilan
tingkat pertama maupun hakim pada pengadilan tinggi, antara lain
melalui proses seleksi hakim yang dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan Komisi Yudisial secara trasnparan, akuntabel, dan partisipatif serta
harus lulus pendidikan khusus hakim;
c. Pengaturan mengenai pembentukan pengadilan khusus, dan
pengaturan mengenai syarat, tata cara pengangkatan dan
pemberhentian, serta tunjangan hakim ad hoc diatur dalam UU. (Jadi
di Pengadilan Agama ada kemungkinan jika dibutuhkan bisa
membentuk hakim ad hoc);
d. Pengaturan mekanisme dan tata cara pemberhentian hakim;
e. Jaminan atas keamanan, kesejahteraan, dan renumerasi hakim
(setiap hakim di samping mendapatkan gaji pokok dan tunjagan
jabatan, juga harus mendapatkan hak berupa rumah jabatan milik
Negara, jaminan kesehatan, dan sarana transportasi roda empat milik
negara);
7
f. Transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan
maksimal 14 hari dari pembacaan putusan, jika tidak dilaksanakan
maka ketua pengadilan akan dikenai sanksi administratif;
g. Transparansi biaya perkara serta pemeriksaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban biaya perkara;
h. Bantuan hukum secara cuma-cuma bagi pencari keadilan yang tidak
mampu dalam memperoleh bantuan hukum;
i. Majelis kehormatan hakim dan kewajiban hakim untuk menaati kode
etik dan perilaku hakim; dan
j. Usia pensiun hakim tingkat pertama menjadi 65 tahun dan usia hakim
tinggi menjadi 67 tahun serta pensiun panitera, wakil panitera, panitera
muda, dan panitera pengganti tingkat pertama menjadi 60 tahun dan
untuk tingkat banding menjadi 62 tahun.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan berlakunya UU. No.
3 Tahun 2006 yang kemudian diubah dengan UU No.50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan UU
No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka posisi peradilan
agama sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman semakin kuat dan
sejajar dengan peradilan lainnya.
8
B. Visi
Visi dalam pengertian etimologi adalah kemampuan untuk melihat pada
inti persoalan, pandangan luas, atau wawasan, sedangkan dalam pengertian
terminologi visi adalah potret dunia fiktif yang tidak bisa diamati atau dibuktikan
saat ini dan umumnya tidak pernah menjadi kenyataan.
Visi selalu berhubungan dengan masa depan, karena visi
mengekspresikan apa yang akan dicapai. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa visi adalah modal mental sebuah proses, kelompok atau organisasi di
masa depan yang bersifat idealis. Karena sifatnya yang idealis itu, maka visi
hampir tidak pernah menjadi kenyataan, namun harus diyakini dapat menjadi
kenyataan. Visi memiliki kekuatan untuk menggerakkan sebuah organisasi,
tanpa visi, organisasi akan lumpuh, kehilangan arah tujuan yang akan dicapai.
Oleh karena itu visi ibarat dinamo yang menggerakkan organisasi.
Mengacu pada Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 1 ayat (1) UU
No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan maka
dapat dipahami bahwa visi semua pengadilan termasuk pengadilan agama
adalah “TEGAKNYA HUKUM DAN KEADILAN”. Sejalan dengan itu visi badan
peradilan sebagaimana telah dirumuskan oleh Pimpinan Mahkamah Agung
9
Republik Indonesia pada tanggal 10 November 2010 adalah “TERWUJUDNYA
BADAN PERADILAN INDONESIA YANG AGUNG”.
Visi tersebut harus diwujudkan dengan peningkatan profesionalisme;
manajemen yang modern; kualitas system pemberkasan perkara; dan
kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam berbagai segi dengan kajian
syariah sebagai sumber hukum materil peradilan agama dibidang perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah dan ekonomi syari‟ah
secara cepat, sederhana dan biaya ringan.
Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman di tingkat pertama, Pengadilan
Agama Palopo harus melaksanakan visi umum tersebut dengan lebih konkrit.
Hal ini harus dibarengi dengan adanya transparansi dan mekanisme
akuntabilitas publik demi terciptanya keseimbangan dalam pelaksanaan
kekuasaan kehakimnan, karena itu upaya untuk mewujudkan badan peradilan
yang agung, maka visi Pengadilan Agama Palopo adalah
“TERWUJUDNYA PENGADILAN AGAMA PALOPO YANG BERSIH,
BERWIBAWA, DAN PROFESIONAL DALAM PENEGAKAN HUKUM DAN
KEADILAN”.
Pernyataan visi Pengadilan Agama Palopo tersebut memiliki pengertian
sebagai berikut :
10
- Bersih, mengandung makna bahwa aparat Pengadilan Agama Palopo
terutama para hakim harus bersih dari pengaruh non hukum baik berbentuk
kolusi, korupsi dan nepotisme, maupun pengaruh/tekanan dari luar dalam
upaya penegakan hukum dan keadilan. Bersih dan bebas dari KKN
merupakan ikon penting yang harus selalu dikedepankan pada era reformasi.
Terbangunnya suatu proses penyelenggaraan yang bersih dalam pelayanan
hukum menjadi prasyarat untuk mewujudkan peradilan yang berwibawa.
- Berwibawa, mengandung makna bahwa Pengadilan Agama Palopo akan
selalu dihormati dan dipercaya sebagai lembaga peradilan yang dapat
memberikan perlindungan dan pelayanan hukum kepada masyarakat pencari
keadilan.
- Profesional, mengandung makna bahwa seluruh aparat, karyawan/karyawati
Pengadilan Agama Palopo harus memiliki kemampuan diatas rata-rata untuk
menyelesaikan tugas dan fungsinya masing-masing demi terbangunnya satu
tekad hendak mewujudkan asas peradilan “sederhana, cepat dan biaya
ringan”.
C. Misi
Misi dalam pergertian etimologi adalah tugas yang dirasakan orang
sebagai suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideology, atau
patriotisme, sedangkan dalam pengertian terminologi misi adalah apa yang
11
akan dilakukan dan bagaimana melakukannya dalam rangka mencapai
tujuan/visi yang telah ditetapkan.
Dalam upaya mewujudkan visi Pengadilan Agama Palopo tersebut di
atas, maka ditetapkanlah beberapa misi Pengadilan Agama Palopo sebagai
berikut :
1. Menyelenggarakan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
2. Meningkatkan kualitas sumberdaya aparatur peradilan.
3. Meningkatkan Pengawasan yang terencana dan efektif.
4. Meningkatkan kualitas administrasi dan manajemen peradilan.
5. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung peradilan.
Penjelasan makna misi tersebut adalah :
Misi pertama,
”Menyelenggarakan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
“ Mengandung makna bahwa untuk mewujudkan lembaga peradilan yang
bersih, berwibawa dan profesionalisme, maka pelaksanaan proses peradilan
yang cepat, sederhana dan biaya ringan merupakan langkah antisipatif
(pencegahan) terhadap euphoria (kebebasan) reformasi hukum yang selalu
didengungkan masyarakat. Apatisme (sikap) masyarakat terhadap peradilan
yang menganggap bahwa proses di pengadilan berbelit-belit, membutuhkan
waktu lama dan biaya yang besar, harus ditepis dengan misi tersebut, karena
misi tersebut juga sesuai dengan kehendak peraturan perundang-undangan
12
(Pasal 4 Undang-undang Nomor: 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman).
Misi Kedua,
“Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur Peradilan” , yang
dimaksud dengan sumber daya aparatur peradilan meliputi hakim,
kepaniteraan, kejurusitaan serta kesekertariatan.
Ujung tombak hukum dan keadilan pada lembaga peradilan berada
ditangan hakim. Oleh karena itu, upaya peningkatan sumber daya hakim adalah
sangat penting. Meskipun demikian, aparat peradilan lainnya, seperti
kepaniteraan dan kejurusitaan serta kesekretariatan tetap mendapat perhatian
peningkatan sumber daya karna aparat peradilan tersebut merupakan faktor
pendukung (supporting unit) bagi hakim dalam melaksanakan tugas penegakan
hukum dan keadilan. Tingkat profesionalisme sangat ditentukan oleh
pengetahuan dan keterampilan hukum aparat. Peningkatan sumber daya
aparat dilakukan melalui pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan
structural/fungsional, dan pengalaman kerja melalui mutasi.
Misi ketiga
“Meningkatkan pengawasan yang terencana dan efektif”. Pengawasan
merupakan tindakan untuk :
13
1. Menjaga agar pelaksanaan tugas lembaga sesuai dengan rencana dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
2. Mengendalikan agar administrasi peradilan dikelola secara tertib
sebagaimana mestinya dan aparat peradilan melaksanakan tugasnya
dengan sebaik-baiknya
3. Menjamin terwujudnya pelayanan publik yang baik bagi para pencari
keadilan yang meliputi:
Kualitas putusan, waktu penyelesaian perkara yang cepat dan biaya
perkara yang ringan.
Penetapan pengawasan yang terencana merupakan upaya preventif
terhadap peluang atau kesempatan pelanggaran, sedangkan pengawasan yang
efektif mempunyai sasaran penyelesian masalah secara tepat dan cepat
terhadap berbagai temuan penyimpangan dan pengaduan dari masyarakat.
Pengawasan yang terencana dan efektif diharapkan dapat mengurangi sorotan
dan kritikan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
Misi keempat
“Meningkatan kualitas administrasi dan manajemen peradilan”,
administrasi dan manajemen merupakan sarana pencapaian tujuan. Pola
admnistrasi dan manajemen yang baik akan mendorong percepatan
terwujudnya visi dan misi. Penataan dan disiplin terhadap administrasi serta
14
manajemen yang telah ditetapkan merupakan hal penting untuk segera
dibenahi. Perubahan birokrasi atau reformasi birokrasi dalam tubuh lembaga
peradilan merupakan jalan menuju reformasi hukum.
Misi kelima
“Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung peradilan”,
mengandung makna bahwa tanpa adanya sarana atau fasilitas penunjang,
tidak mungkin penegakan hukum dan keadilan dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Sarana dan prasarana yang dimaksud meliputi sarana gedung, sarana
organisasi yang baik, sarana peralatan yang memadai, sarana keuangan yang
cukup dan lain sebagainya.
D. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Peningkatan pelayanan hukum kepada masyarakat.
2. Akselerasi (percepatan) pelayanan hukum kepada masyarakat.
3. Peningkatan kualitas sumber daya aparatur peradilan.
4. Peningkatan sistem pengawasan yang efektif dan terencana.
5. Peningkatan kualitas administrasi dan manajemen Keuangan.
6. Peningkatan kualitas administrasi dan manajemen kepegawaian.
7. Peningkatan kualitas administrasi dan manajemen umum.
8. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana penunjang peradilan.
15
E. Sasaran
Sasaran merupakan penjabaran dari misi dan tujuan yang telah
ditetapkan. Penetapan sasaran ini diperlukan untuk memberikan pusat
perhatian pada penyusunan rencana kinerja dan alokasi sumber daya
organisasi dalam kegiatan atau operasional organisasi tiap-tiap tahun untuk
kurun waktu lima tahun ke depan. Adapun sasaran yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
Tujuan 1 : Peningkatan pelayanan hukum kepada masyarakat.
Sasaran
1.1. Terlaksananya pelayanan hukum kepada masyarakat
1.2. Terselenggaranya peradilan yang bersih dan transparan
Tujuan 2 : Akselerasi pelayanan hukum kepada masyarakat
Sasaran
2.1. Terlaksanayan percepatanan penyelesaian perkara
2.2. Terlaksananya penyelesaian perkara sederhana dan biaya ringan
Tujuan 3 : Peningkatan kualitas sumber daya paratur peradilan
Sasaran
3.1. Tersedianya sumber daya aparatur peradilan yang berkualitas
16
3.2. Meningkatnya kinerja aparatur peradilan yang memuaskan
Tujuan 4 : Peningkatan sistem pengawasan yang efektif dan terencana
Sasaran
4.1. Terselenggaranya peradilan yang bebas KKN dan berwibawa
4.2. Terlaksananya sistem pengawasan yang efektif dan terencana
Tujuan 5 : Peningkatan kualitas administrasi dan manajemen Keuangan
Sasaran
5.1. Tersedianya plafon anggaran dalam DIPA setiap tahun
5.2. Terlaksananya tertib administrasi dan manajemen keuangan
Tujuan 6 : Peningkatan kualitas administrasi dan manajemen kepegawaian
Sasaran
6.1. Meningkatnya kualitas dan kesejahteraan pegawai
6.2. Terlaksananya tertib administrasi dan manajemen kepegawaian
Tujuan 7 : Peningkatan kualitas administrasi dan manajemen Umum
Sasaran
7.1. Terlaksananya tertib administrasi dan managemen umum .
Tujuan 8 : Peningkatan kualitas sarana dan prasarana penunjang peradilan
17
Sasaran
8.1. Terpeliharanya sarana dan prasarana penunjang yang sudah ada
8.2. Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana penunjang yang di butuhkan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di atas,
maka dirumuskan strategi dan langkah-langkah serta upaya yang dilakukan
dengan mempertimbangkan nilai-nilai sebagai berikut:
1. Menjunjung tinggi etika dan kejujuran.
2. Mengutamakan keterbukaan.
3. Menghargai rasa kebersamaan dan rasa persaudaraan.
4. Komitmen atau objektifitas, integritas dan independensi.
5. Menghargai prestasi, kreasi dan inovasi.
Dengan mempertimbangkan nilai-nilai tersebut ditetapkan strategi untuk
mencapai tujuan dan sasaran yang meliputi kebijakan, program dan
kegiatan-kegiatan.
F. Strategi Pencapaian
Guna mencapai tujuan dan sasaran yang efektif, maka disusunlah
program dan kegiatan yang implementasinya diatur melalui kebijakan yang
telah ditetapkan.
1. Terlaksananya pelayanan hukum masyarakat
18
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan pelaksanaan tugas pokok lembaga
peradilan yakni menerima, memeriksa mengadili dan meyelesaikan perkara
yang diterima.
Rincian program dan kegiatan sebagai berikut :
Program Kegiatan
Peningkatan kualitas mutu
pelayanan prima
1. Menerima pendaftaran perkara
(permohonan ikrar talak/gugat cerai,
dan lain-lain yang masuk wewenang
Pengadilan Agama) tingkat
pertama, banding, kasasi,
peninjauan kembali maupun
eksekusi dan mencatat dalam buku
register.
2. Melaksanakan sidang di luar gedung
pengadilan ( sidang keliling ).
2. Terselenggaranya peradilan yang bersih dan transparan
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan transparansi di dalam proses
peradilan. Rincian program dan kegiatan sebagai berikut :
19
Program Kegiatan
Peningkatan sarana
akuntabilitas pelayanan
hukum.
1. Memberikan bukti pembayaran
panjar biaya perakara berupa SKUM
kepada pihak pemohon perkara.
2. Menyediakan kotak saran
3. Menyediakan meja informasi dan
Pengaduan
4. Menyediakan program website
3. Terlaksananya percepatan penyelesaian perkara
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan menciptakan pranata hukum yang
mendorong percepatan penyelesaian perkara. Rincian program dan
kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut adalah sebagai berikut :
Program Kegiatan
Penyediaan sarana pendorong
percepatan penyelesaian
perkara.
1. Membentuk hakim mediator.
2. Mendorong para pihak untuk
menempuh jalur perdamaian
(mediasi).
20
4. Terlaksananya peradilan yang sederhana dan biaya ringan
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan membuat ketetapan panjar biaya
perkara dalam bentuk surat keputusan. Rincian program dan kegiatan
sebagai berikut :
Program Kegiatan
Mewujudkan peradilan yang
sederhana dan biaya ringan.
1. Membuat /merevisi ketetapan radius
dan panjar biaya perkara..
2. Mengembalikan sisa panjar biaya
perkara yang telah putus.
5. Meningkatnya kualitas sumber daya aparatur peradilan
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan mengikutsertakan karyawan/karyawati
untuk mengikuti pendidikan penjenjangan. Rincian program dan kegiatan
untuk mencapai sasaran tersebut adalah sebagai berikut
Program Kegiatan
1. Peningkatan SDM aparat
peradilan
1. Mengutus Aparatur Sipil Negara
(ASN) mengikuti pendidikan dan
latihan kepemimpinan (Diklat Pin Tk.
21
I, II, III, IV).
2. Mengutus ASN sipil mengikuti diklat
fungsional.
2. Peningkatan profesionalisme
aparat peradilan
Mengikuti Bintek/sosialisasi/ orientasi
yang berhubungan dengan tugas
pokok dan fungsi masing unit kerja
6. Meningkatnya kinerja aparatur peradilan yang memuaskan
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan peningkatan kinerja dalam
melaksanakan TUPOKSI melalui peningkatan kualitas koordinasi. Rincian
program dan kegiatan sebagai berikut :
Program Kegiatan
Peningkatan kinerja aparatur
peradilan
Mengadakan rapat koordinasi/konsultasi/
kerja tahunan.
7. Terselenggaranya peradilan yang bebas KKN dan berwibawa
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan pengawasan yang bersinergis dalam
bentuk pengawasan yang berkesinambungan.. Rincian program dan
kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut adalah sebagai berikut :
22
Program Kegiatan
Pengawasan yang
berkesinambungan
1. Menyampaikan kepada segenap ASN
melalui rapat koordinasi, apel pagi
atau kultum agar senantiasa mentaati
aturan dan kebijakan pimpinan .
2. Mengisntruksikan kepada segenap
pegawai dan hakim untuk tetap
menjaga independensi dalam
pelayanan .
8. Terlaksananya sistem pengawasan yang efektif dan terencana
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan melakukan pengawasan secara
terencana. Efektifitas pengawasan diwujudkan dengan adanya pedoman
pelaksanaan pengawasan. Rincian program dan kegiatan untuk mencapai
sasaran tersebut adalah sebagai berikut :
Program Kegiatan
Pengawasan yang
terencana dan efektif
1. Membentuk Hakim Pengawas Bidang
(HAWASBID).
2. Membuat pedoman pengawasan/
23
petunjuk pelaksanaan (Juklak).
3. menindak lanjuti hasil temuan Hakim
Tinggi Pengawas Daerah
(HATIWASDA).
9. Tersedianya plafon anggaran dalam DIPA setiap tahun
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan melakukan upaya peningkatan
anggaran dalam pembahasan rancangan anggaran tahunan. Rincian
program dan kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut adalah sebagai
berikut :
Program Kegiatan
Penyediaan plafon anggaran
dalam DIPA
Menyusun RKA-KL secara cermat dan
akurat sesuai kebutuhan dengan
memperhatikan skala prioritas yang
sangat mendesak.
24
10. Terlaksananya tertib administrasi dan managemen keuangan
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan melakukan upaya peningkatan kinerja
administrasi keuangan. Rincian program dan kegiatan untuk mencapai
sasaran tersebut adalah sebagai berikut :
Program Kegiatan
Peningkatan tertib
administrasi keuangan.
1. Merekap dan mengirim laporan
realisasi keuangan ke Pengadilan
Tinggi Agama Makassar dan
Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan
dan Barat.
11. Meningkatnya kualitas dan kesejahteraan pegawai
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan, peningkatan kualitas dan
kesejahteraan pegawai. Rincian program dan kegiatan untuk mencapai
sasaran tersebut adalah sebagai berikut :
Program Kegiatan
Peningkatan kualitas dan
kesejahteraan pegawai
a. Membuat surat keputusan kenaikan
gaji berkala (KGB).
25
b. Mengusulkan kenaikan pangkat
pegawai.
c. Melaksanakan Pengadaan pakaian
dinas pegawai dan PTT.
12. Terlaksananya tertib administrasi dan managemen kepegawaian.
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan peningkatan ketertiban administrasi
kepegawaian. Rincian program dan kegiatan untuk mencapai sasaran
tersebut adalah sebagai berikut :
Program Kegiatan
Peningkatan tertib
administrasi kepegawaian
1. Menerbitkan surat izin cuti pegawai.
2. Mengusulkan Karis/Karsu pegawai.
3. Membuat SKP pegawai.
4. Membuat DUK, Bezetting Formasi,
Struktur Organisasi dan Statistik
Pegawai
26
13. Terselenggaranya tertib administrasi dan managemen umum.
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan melakukan upaya peningkatan kinerja
administrasi umum. Rincian program dan kegiatan untuk mencapai sasaran
tersebut adalah sebagai berikut :
Program Kegiatan
Peningkatan tertib
administrasi umum
1. Menerima, mengegenda dan
mendistribusikan surat masuk.
2. Mengagenda dan mengirim surat
keluar.
3. Mengarsipkan surat dengan sistem
arsip dinamis.
4. Mengadakan dan menatausahakan
keperluan rumah tangga.
5. menertibkan surat izin pemakaian
kendaraan dinas.
27
14. Terpeliharanya sarana dan prasarana peradilan
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan melakukan pemeliharaan terhadap
sarana dan prasarana peradilan. Rincian program dan kegiatan untuk
mencapai sasaran tersebut adalah sebagai berikut :
Program Kegiatan
Memelihara/merawat
sarana dan prasarana
peradilan
1. Memelihara gedung dan
halaman/taman kantor
2. Memelihara kendaraan dinas roda 4
dan roda 2
3. Memelihara alat pengolah data.
4. Memelihara barang-barang inventaris
kantor
15. Peningkatan jumlah sarana dan prasarana peradilan
Sasaran ini dicapai melalui kebijakan pengadaan barang/ modal
inventaris kantor. Rincian program dan kegiatan untuk mencapai sasaran
tersebut adalah sebagai berikut :
Program Kegiatan
Meningkatkan jumlah 1. Pengadaan meubelair
28
sarana dan prasarana
peradilan
2. Pengadaan alat pengolah data
3. Pengadaan kendaraan dinas roda
empat dan roda dua
4. Pengadaan tanah
5. Pengadaan rumah jabatan ketua,
wakil ketua, hakim, panitera dan
sekretaris
1
MATRIKS
RENCANA STRATEGIS
2015–2019 (Revisi I 2017)
PENGADILAN AGAMA PALOPO
2
NO VISI MISI TUJUAN SASARAN STRATEGI MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8
Terwujudnya
Pengadilan
Agama Palopo
yang bersih,
berwibawa,dan
profesional
dalam
menegakkan
hukum dan
keadilan.
1. Menyelenggarakan
peradilan yang
sederhana, cepat
dan biaya ringan.
2. Meningkatkan
kualitas aparatur
peradilan.
1. Meningkatkan
pelayanan hukum
kepada
masyarakat.
2. Akselerasi
(percepatan)
pelayanan hukum
kepada
masyarakat.
1. Terlaksananya
pelayanan hukum
kepada
masyarakat.
2. Terselenggaranya
peradilan yang
bersih dan
transparan.
1. Pelaksanaan
tugas pokok
lembaga
peradilan yakni :
menerima,
memeriksa,
mengadili dan
menyelesaikan
perkara yang
diterima.
2. Transpransi di
dalam proses
peradilan.
1. Peningkatan
kualitas mutu
pelayanan
perkara.
2. Peningkatan
sarana
akuntabilitas
pelayanan hukum.
1. Menerima
pendaftaran perkara
(permohonan ikrar
talak/ cerai gugat dll
yang masuk
wewenang
pengadilan agama)
tingkat pertama,
banding, kasasi, PK
maupun eksekusi dan
mencatat dalam buku
register.
2. Melaksanakan sidang
diluar gedung
pengadilan.
3
3. Meningkatan
pengawasan yang
terencana dan
efektif
4. Meningkatkan
kualitas
administrasi dan
manajemen
peradilan.
5. Meningkatkan
kualitas sarana dan
perasarana
peradilan.
3. Peningkatan
kualitas sumber
daya aparatur
peradilan.
4. Peningkatan
sistem
pengawasan yang
efektif dan
terencana.
5. Peningkatan
kualitas
administrasi dan
manajemen
keuangan.
6. Peningkatan
kualitas
administrasi dan
manajemen
kepegawaian.
3. Terlaksananya
percepatan
penyelesaian
perkara.
4. Terlaksananya
penyelesaian
perkara
sederhana dan
biaya ringan.
5. Tersedianya
sumberdaya
aparatur
peradilan yang
berkualitas.
6. Meningkatnya
kinerja aparatur
peradilan yang
memuaskan.
3. Menciptakan
pranata hukum
untuk mendorong
percepatan
penyelesaian
perkara.
4. Membuat
ketetapan panjar
biaya perkara
dalam bentuk SK.
5. Mengikut
sertakan ASN
untuk mengikuti
pendidikan
penjenjangan.
6. Meningkatkan
kenerja ASN
dalam
melaksanakan
TUPOKSInya
melalui
peningkatan
3. Penyediaaan
sarana pendorong
percepatan
penyelesaian
perkara.
4. Menyelenggaraka
n peradilan yang
sederhana dan
baiaya ringan.
5.1. Peningkatan SDM
aparat peradilan
5.2. Peningkatan
profesionalisme
aparat peradilan
6. Peningkatan
kinerja aparatur
peradilan.
3. Memberikan bukti
pembayaran panjar
biaya perkara berupa
SKUM kepada pihak
pemohon/penggugat.
4. Menyediakan kotak
saran.
5. Menyediakan meja
informasi dan
pengaduan.
6. Menyediakan
informasi digital.
4
7. Peningkatan
kualitas
administrasi dan
manajemen
umum.
8. Peningkatan
sarana dan
perasarana
peradilan.
7. Terselenggaranya
peradilan yang
bebas KKN dan
berwibawa.
8. Terlaksananya
sistem
pengawasan yang
efektif dan
terencana.
9. Tersedianya
plafon anggaran
dalam DIPA
setiap tahun.
kualitas
koordinasi.
7. Melakukan
pengawasan yang
bersinergis dalam
bentuk
pengawasan yang
bersikenambunga
n.
8. Melakukan
pengawasan
secara terencana
dan efektif.
9. Melakukan upaya
peningkatan
anggaran dalam
pembahasan
rancangan
anggaran
tahunan.
7. Pengawasan yang
bersikenambungan
8. Pengawasan yang
terencana dan
efektif
9. Penyedian plafon
anggaran dalam
DIPA.
7. Menyediakan
program Website.
8. Membentuk hakim
mediator.
9. Mendorong para
pihak untuk
menempuh jalur
perdamaian
(mediasi).
5
10. Terlaksananya
tertib
administrasi dan
manajemen
keuangan.
11. Meningkatnya
kualitas dan
kesejahteraan
pegawai.
12. Terlaksananya
tertib
adminstrasi dan
majemen
kepegawaian.
13. Terlaksananya
tertib
administrasi dan
manajemen
umum.
14. Terpeliharanya
sarana dan
10. Melakukan upaya
peningkatan
kinerja
administrasi
keuangan..
11. Melakukan upaya
peningkatan
kualitas dan
kesejahteraan
pegawai.
12. Melakukan upaya
peningkatan
ketertiban
administrasi
kepegawaian.
13. Melakukan upaya
kinerja
administrasi
umum.
14. Melakukan
pemeliharaan
10. Peningkatan tertib
adminstrasi
keuangan
11. Peningkatan
kualitas dan
kesejahteraan
pegawai.
12. Peningkan tertib
adminstrasi
kepegawaian.
13. Peningkatan
tertib adminsitrasi
umum.
14. Memelihara/
merawat sarana
10. Membuat SK tentang
ketetapan radius dan
panjar biaya perkara.
11. Mengembalikan sisa
biaya perkara yang
telah putus.
12. Mengutus ASN untuk
mengikuti pendidikan
dan latihan
kepemimpinan (diklat
PIN).
13. Mengutus ASN untuk
mengikuti diklat
fungsional
14. Mengutus ASN
mengikuti BIMTEK/
6
prasanana
peradilan.
15. Meningkatnya
jumlah sarana
dan prasarana
peradilan.
atau perawatan
terhadap sarana
dan prasaran
peradilan yang
mengalami
kerusakan.
15. Melakukan
pengadaan
barang/modal
inventaris kantor.
dan prasarana
peradilan.
15. Meningkatkan
jumlah sarana dan
persarana
peradilan.
sosialisasi/ orentasi
yang berhubungan
dengan TUPOKSI
15. Mengadakan rapat
koordinasi /
konsultasi/ kerja
tahunan.
16. Menyampaikan
kepada segenap ASN
melalui rapat
koordinasi/apel pagi/
kultum agar
senantiasa mentaati
aturan dan kebijakan
pimpinan.
17. Mengintruksikan
kepada segenap ASN/
Hakim untuk tetap
menjaga indenpensi
dalam pelayanan.
7
.
18. Membentuk hakim
pengawas bidang
19. Melakukan
pengawasan secara
berkala.
20. Menindak lanjuti hasil
temuan Hakim tinggi
pengawas daerah
(HATIWASDA)
21. Menyusun RKA-KL
secara cermat dan
akurat sesuai
kebutuhan dengan
memperhatikan skala
prioritas.
22. Merekap dan
mengirim laporan
realisasi keuangan ke
PTA dan PT Sulselbar.
8
23. Membuat SK KGB bagi
pegawai yang telah
memenuhi syarat.
24. Mengusulkan
kenaikan pangkat bagi
pegawai yang telah
memenuhi syarat.
25. Pengadaan pakaian
dinas pegawai.
26. Menerbitkan surat
Izin pegawai
27. Mengusulkan
KARIS/KARSU pegawai
28. Membuat DUK,
Bezetting informasi,
dan statistik pegawai
29. Membuat SKP/DP3
pegawai
9
30. Menerima, mencatat,
dan mendistribusikan
surat masuk.
31. Mengarsipkan surat
dengan sistem arsip
dinamis.
32. Mengadakan dan
menata usahakan
keperluan rumah
tangga (kantor).
33. Menerbitkan surat
izin pemakaian
kendaraan dinas.
34. Memelihara bagian-
bagian gedung kantor
yang rusak.
35. Memelihara/
mengganti sparepart
kendaraan dinas yang
rusak.
36. Memelihara/
mengganti alat
10
pengolah data yang
rusak.
37. Memelihara barang-
barang inventaris
yang rusak.
38. Pengadaan meubelair
39. Pengadaan alat
pengola data
40. Pengadaan kendaraan
dinas roda empat dan
dua.
41. Pengadaan tanah
42. Pengadaan rumah
jabatan ketua, wakil
ketua, panitera, dan
sekretaris
Palopo, 14 Februari 2017 Ketua Pengadilan Agama Palopo, Drs. H. Asri, M.H. NIP. 19640514.199403.1.004