rencana induk pembangunan taman teknologi …nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/01-rencana induk...
TRANSCRIPT
1
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN
KOTA JANTHO KABUPATEN ACEH BESAR
OLEH:
TIM TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN KOTA JANTHO
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI BESAR SUMBERDAYA GENETIK PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
2016
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dua dari sembilan agenda prioritas pembangunan di Indonesia atau dikenal
sebagai “Nawa Cita” pemerintahan Joko Widodo dan Yusuf Kalla tahun 2014-2019
adalah akan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
(butir keenam) dan akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik (butir ketujuh). Pada tahun 2015
Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(Balitbangtan) menindaklanjuti agenda tersebut dalam program membangun 5 unit
Taman Sain Pertanian (TSP) dan 16 unit Taman Teknologi Pertanian (TTP). Salah satu
diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Berikut
diuraikan hal-hal yang terkait pada TTP, khususnya TTP Kota Jantho.
Secara teknis pembangunan TTP diarahkan sebagai pusat penerapan teknologi
di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil (pasca panen)
yang telah dikaji oleh lembaga penelitian, swasta, perguruan tinggi untuk diterapkan
dalam skala ekonomi, selain itu dari sisi penyebarluasan inovasi teknologi pertanian
TTP diarahkan sebagai pusat disseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis bagi
masyarakat luas. Dalam hal ini terdapat beberapa kata kunci yang dapat
diterjemahkan bahwa pembangunan TTP suatu wilayah berbasis kawasan yang di
dalamnya terdapat kajian-kajian penerapan teknologi yang telah diteliti oleh pelaku
penghasil teknologi seperti Balitbangtan dan perguruan tinggi dalam skala industri
(rumah tangga, kecil dan menengah).
Dari sisi internal Balitbangtan, dalam hal ini BPTP Aceh walaupun alokasi
anggaran untuk pembangunan TTP Kota Jantho hanya tiga tahun (2015-2017) akan
tetapi secara teknis Balitbangtan tetap melakukan kegiatan di kawasan TTP Kota
Jantho, yaitu dalam bentuk kegiatan pendampingan. Secara mendalam hal ini dapat
diartikan bahwa para peneliti, penyuluh dan teknisi akan selalu melakukan aktivitas
pengkajian, penyuluhan dan diseminasi di kawasan TTP tersebut.
3
1.2 Tujuan
1. Meningkatkan penerapan dan alih teknologi hasil litbang Kementerian/LPNK Ristek,
swasta dan perguruan tinggi kepada masyarakat.
2. Membangun model percontohan pertanian terpadu yang mengintegrasikan:
pertanian, peternakan, dan perikanan dalam satu siklus hulu-hilir secara
berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal
3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang terampil dan mandiri di bidang
agroteknologi dan agribisnis.
1.3 Keluaran
1. Meningkatnya penerapan dan alih teknologi hasil litbang Kementerian/LPNK Ristek,
swasta dan perguruan tinggi kepada masyarakat.
2. Terbangunya model percontohan pertanian terpadu yang mengintegrasikan:
pertanian, peternakan, dan perikanan dalam satu siklus hulu-hilir secara
berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal
3. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia yang terampil dan mandiri di bidang
agroteknologi dan agribisnis.
4
II. LANDASAN HUKUM, DASAR TEORI DAN PENENTUAN LOKASI
2.1 Landasan Hukum
Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
mengagendakan untuk membangun Taman Sains (TS) di 34 provinsi dan Taman
Teknologi (TT) di 100 kabupaten dalam waktu 5 tahun yang dituangkan dalam
sebagai program quick win. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Litbang
mendapat tugas untuk membangun 5 (lima) Taman Sains Pertanian (TSP) di area
Kebun Percobaan milik Badan Litbang dan 16 Taman Teknologi Pertanian (TTP) di
tingkat kabupaten/kota.
Wujud dari hal tersebut adalah Balitbangtan telah melakukan kerjasama (MOU)
dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar Nomor: 485/HK.220/I/05/2015 dan
Nomor: 7/NK/AB/2015 (Lampiran 1) tentang Pembangunan dan Pengembangan
Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho, yang dilanjutkan dengan penerbitan Surat
keterangan penggunaan lahan untuk pembangunan pusat TTP Kota Jantho, Nomor:
032/2124/SK-T/2015 (Lampiran 2) dan Keputusan Penetapan Lokasi Pembangunan
TTP Kota Jantho di Desa Teureubeih, Nomor 272 Tahun 2015 (Lampiran 3). Dari sisi
internal Balitbangtan telah dibentuk tim pelaksana dengan penanggung jawab Kepala
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian melalui SK, Nomor: 943/KP.340/I.11/02/2015 (Lampiran 4).
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Pengertian TTP
TTP adalah tempat untuk pengembangan dan penerapan inovasi yang
diarahkan berfungsi sebagai: (1) pengembangan inovasi bidang pertanian dan
peternakan yang telah dikaji, untuk diterapkan dalam skala ekonomi; (2) tempat
pelatihan, pemagangan, pusat diseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis ke
masyarakat luas.
5
TTP merupakan suatu kawasan implementasi inovasi yang telah dikembangkan
pada TSP (Gambar 1), berskala pengembangan dan berwawasan agribisnis hulu-hilir
yang bersifat spesifik lokasi dengan kegiatannya meliputi: penerapan teknologi pra
produksi, produksi, panen, pasca panen, pengolahan hasil, dan pemasaran, serta
wahana untuk pelatihan dan pembelajaran bagi masyarakat serta pengembangan
kemitraan agribisnis dengan swasta.
Secara operasional pembangunan TTP berpegang (guidelines) yang digali dari
Sembilan aspek yaitu ; (1) sebagai wahana untuk peningkatan ekonomi daerah; (2)
sebagai wahana hilirisasi ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) berbasis potensi
daerah; (4) kegiatan berbasis hulu-hilir, dengan pengertian kegiatan tidak hanya
menanam dan memetik, tetapi juga berbasis pengolahan dan pemasaran berbasis
profit; (5) menginkubasi industri skala kecil atau rumah tangga; (6) berkelanjutan; (7)
mandiri; (8) berawal dari perdesaan; (9) tersedia lahan milik pemda; (10) dan
terdapat perguruan tinggi afiliasi.
Gambar 1. Kerangka konseptual pembangunan TTP
2.2.2 Penentuan Lokasi
Salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan Teknologi Pertanian
adalah dukungan pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam penyediaan lokasi TTP
6
dan dukungan lainnya seperti pendanaan dan penyediaan sumberdaya manusia. Pada
konteks ini, berdasarkan komoditas unggulan daerah yang sesuai dengan tujuh
komoditas utama Kementerian Pertanian dan dukungan pem.kab/kota dari 23
kab/kota di Provinsi Aceh, terpilih tiga Kabupaten yaitu Aceh Selatan, Bener Meriah
dan Aceh Besar. Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi adalah skoring dan
pembobotan. Skoring yang digunakan menggunakan skala ordinal (1-5) : 5: sangat
penting, 4: penting, 3: agak penting, 2: kurang penting dan 1: tidak penting. Pakar
(experts) yang terlibat dengan latar belakang sebagai peneliti, akademisi (perguruan
tinggi) dan praktisi. Kualifikasi untuk peneliti dan akademisi minimal bergelar Doktor
(S3) dan memiliki pengalaman dalam bidang perencanaan, sedangkan dari praktisi
minimal memiliki pengalaman 15 tahun dalam melaksanakan agribisnis berbasis
kawasan.
Berdasarkan hasil analisis skoring dan pembobotan (Tabel 1) untuk penentuan
lokasi (kabupaten) didapatkan bahwa kabupaten yang terpilih adalah Kabupaten Aceh
Besar dengan nilai 4.15. Fakta ini ditunjukan oleh adanya moment penting yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar yaitu Pekan Pertanian
Nasional (Penas) yang akan dilaksanakan pada tahun 2017, sehingga lokasi TTP dapat
dijadikan salah satu site kunjungan peserta Penas yang berasal dari seluruh provinsi di
Indonesia.
7
Tabel 1. Matrik keputusan penentuan lokasi (kabupaten) TTP Kota Jantho
No. Kriteria B Aceh
Selatan
BxS Bener
Meriah
BxS Aceh
Besar
BxS
1. Ketersediaan lokasi untuk TTP 0.15 4 0.6 4 0.6 4 0.6
2. Kesesuaian Komoditas unggulan dengan program
Kementerian Pertanian
0.15 3 0.45 4 0.6 4 0.6
3. Dukungan Pemda 0.20 3 0.6 4 0.8 4 0.8
4. Infrastruktur pendukung 0.15 3 0.45 3 0.45 4 0.6
5. Moment penting 0.15 3 0.45 3 0.45 5 0.75
6. Ketersediaan air 0.20 4 0.8 4 0.8 4 0.8
Total 1.00 3.35 3.7 4.15
Ranking 1 3 2
Ket: B=Bobot, S=Skor
8
III. PROFIL TAMAN TEKNOLOGI PERTANIAN KOTA JANTHO
3.1 Lokasi
Secara adminsitratif TTP Kota Jantho berada di Desa Teureubeh Kecamatan
Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Kota Jantho sendiri adalah ibukota
dari Kabupaten Aceh Besar, jarak dari pusat ibukota provinsi yaitu Kota Banda Aceh 56
km dengan waktu tempuh kendaraan darat sekitar 1-1,5 jam (Gambar 2).
Gambar 2. Lokasi TTP Kota Jantho
Ket: Gerbang Kota Jantho (kiri), Kuning Kota Banda Aceh-Merah Lokasi TTP
Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar dipilih sebagai lokasi TTP pertama di
Provinsi Aceh berpedoman pada kriteria yang ditetapkan oleh Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional (Bappenas). Kriteria lokasi TTP antara lain tersedianya lahan
milik pemerintah daerah untuk lokasi TTP dan terdapat perguruan tinggi afiliasi dalam
hal ini Universitas Syiahkuala (Gambar 2).
Gambar 3. Diskusi dengan Unsur Muspika Kabupaten Aceh Besar dalam rangka
penjaringan lokasi TTP di Provinsi Aceh, Samahani 21 Maret 2015
9
TTP Kota Jantho terdiri dari dua komponen, yaitu unit TTP dan kawasan TTP.
Pada tahap awal akan dibangun beberapa bangunan fisik TTP yang berlokasi
bersebelahan dengan BPP Kecamatan Kota Jantho dengan luas 1,685 Ha (Gambar 4).
Beberapa bangunan fisik yang akan dibangun seperti: saung tani (lab. diseminasi),
screen house, kandang ternak dan tempat pembuatan pupuk organik (Gambar 5).
Selain itu juga terdapat tiga parsil lahan cadangan untuk pengembangan TTP,
sehingga secara keseluruhan luasnya mencapai 30 Ha. Kawasan TTP awalnya dimulai
dari Desa Teureubeh dengan luas 400 Ha (Gambar 6), namun dalam
pengembangannya memungkinkan untuk meluas lingkup kabupaten dan antar
kabupaten dalam Provinsi Aceh bahkan hingga ke luar provinsi.
Gambar 4. Denah inti TTP (center fo TTP) Kota Jantho
10
Gambar 5. Visualisasi maket inti TTP Kota Jantho
Gambar 6. Kawasan pembangunan TTP Kota Jantho berbasis komoditas
Komoditas padi
sawah
Pemukiman
Ternak dan
Hortkultura
Ternak
Pemukiman
11
3.1 Kondisi Biofisik
Iklim dan hidrologi
a. Curah hujan
Curah hujan tahunan di Kab. Aceh Besar (stasiun curah hujan Dinas Pertanian,
± 4-5 km dari lokasi TTP Kec. Kota Jantho), adalah sebesar 2.257 mm per tahun.
Pengembangan pertanian lahan kering di daerah ini sangat tergantung pada air hujan
hujan. Berdasarkan kondisi curah hujan, daerah ini tergolong dalam zone agroklimat
C1 (Oldeman et al., 1979; Puslitanak, 2000). Bulan basah 6 bulan sedangkan bulan
kering kurang dari 2 bulan (Gambar 7). Berdasarkan zone agroklimat tersebut, maka
optimasi lahan pertanian memerlukan pengelolaan air melalui irigasi terutama pada
bulan Juni sampai Agustus.
Gambar 7. Rata-rata curah hujan dan hari hujan 10 tahun (2002-2011) di Kab. Aceh Besar
(Stasiun curah hujan Dinas Pertanian)
b. Air permukaan
Panjang saluran induk dari intake sungai/krueng Neng sampai ke areal lahan
sawah di Dusun Gampong dan Dusun Blangdaro ± 5 km, pengamatan dimensi saluran
190.0
112.8
203.5176.4
211.6
133.1 122.6 122.1
230.0
197.6
298.4
258.9
14.2 8.0 14.2 14.2 12.8 10.0 9.5 11.7 13.3 14.4 15.9 14.6
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
CH (mm) HH (hari)
12
dekat pintu intake berukuran: lebar 1,4 m; tinggi air pada bukaan pintu intake 20 cm
adalah 20,3 cm sedangkan pada saluran induk di bagian tengah berukuran: lebar 1 m;
tinggi 90 cm (Gambar 8).
Gambar 8. Potensi sumber daya air dari sungai/Krueng Neng dan kondisi saluran induk,
penyiapan lahan dan penyemaian benih padi
Berdasarkan hasil orientasi di lapangan dan wawancara dengan petani,
diketahui bahwa sungai/Krueng Neng mempunyai potensi sumber daya air yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian di lahan sawah dan lahan kering, baik
untuk tanaman pangan padi, jagung maupun tanaman hortikultura sayuran. Pada
13
umumnya air selalu tersedia, tetapi saat terjadi anomali iklim, kawasan tangkapan air
pernah mengalami kekeringan sehingga pasokan air jauh berkurang. Kondisi ini juga
sebagai akibat dari bertambah gundul dan sempitnya areal hutan di daerah hulu. Oleh
sebab itu, upaya revegetasi daerah hulu dengan tanaman tahunan seperti: kemiri,
rambutan, pinang, dan lain-lain perlu dilakukan guna meningkatkan serapan air dalam
tanah, sebagai upaya mengurangi degradasi lahan sekaligus konservasi tanah dan air
maupun konservasi plasma nutfah.
Sumber daya air dari Sungai/krueng Neng cukup berpotensi disamping kondisi
curah hujan yang juga sangat mendukung. Pada musim hujan (MT 1) pemanfaatan air
dari sungai/krueng Neng justru sedikit dan pemanfaatan optimalnya adalah pada MT-
2. Air yang mengalir di musim penghujan terutama berasal dari aliran permukaan dari
daerah tangkapannya, sedangkan pada musim kemarau berasal dari mata air yang
bermunculan disepanjang sungai (lereng/tebing pegunungan), mengalir dan
terkumpul dalam dasar sungai disepanjang Sungai/Krueng Neng dari hulu ke hiliir.
Hasil pengamatan debit air di pintu masuk/intake sungai/Krueng Neng adalah: 3,39
m3/detik; hasil pengamatan pada titik setelah pintu intake adalah sebesar: 1,53
m3/detik; hasil pengamatan debit air pada saluran irigasi induk di sawah pertama
adalah: 1,32 m3/detik; dan 0,36 m3/detik pada saluran cacing; sedangkan hasil
pengfamatan pada saluran induk dekat perikanan adalah sebesar:0,82 m3/detik. Dari
hasil pengamatan debit air tersebut terlihat bahwa potensi sumber daya air dari
sungai/Krueng Neng mampu untuk mengirigasi lahan sawah seluas 179 ha di lokasi
TTP di Desa Teureubeh.
Kondisi saluran irigasi tampak tertutup rumput dan mengalami kebocoran
dibeberapa tempat sehingga memerlukan perbaikan. Informasi dari petani, dan hasil
orientasi lapangan menunjukan kerusakan saluran irigasi induk sepanjang 940 m dan
juga terdapat kerusakan saluran cacing/jitut sepanjang 2. 200 m yang meliputi dusun
Paya Sukun, dusun Blangdaro dan dusun Gampong (nampak dinding salurannya
runtuh) sehingga banyak air yang hilang melalui saluran tersebut. Kerusakan atau
14
kebocoran terjadi di beberapa saluran induk dimana air hanya mengalir ke lahan
kering disekitarnya (Gambar 9 dan 10).
Gambar 9. Saluran irigasi tertutup rumput dan bocor (perlu perbaikan dan pemeliharaan
secara rutin)
Gambar 10. Kondisi dinding saluran yang sudah runtuh dan bocor di bagian atas
menyebabkan semakin kecil volume air yang sampai ke lahan sawah
bagian bawah (di dusun Blangdaro dan dusun Gampong)
15
3.3.3 Tanah dan lingkungan
Kondisi kawasan TTP di desa Teureubeh sebagian besar termasuk dalam
landform dataran koluvial dan dataran alluvial. Bentuk wilayah bervariasi dari datar,
landai, berombak sampai berbukit. Visualisasi umum keadaan kawasan TTP disajikan
dalam bentuk transek (Gambar 11). Secara umum Bentuk wilayah paling luas adalah
datar diikuti landai/berombak sedangkan wilayah berbukit hanya menempati bagian
kecil. Bahan induk tanah merupakan campuran bahan koluvium-aluvium terdiri dari
endapan liat, pasir dan kerikil.
Gambar 11. Transek kawasan TTP di Desa Teureubeh, kecamatan Kota Jantho
ket: RSB: rumput dan semak belukar; Kr:Krueng = sungai
Pengamatan dan pengambilan contoh tanah dilakukan dengan membuat lubang
profil tanah sampai kedalaman 120 cm dan sampel untuk analisa diambil dari tiap
horizon dalam profil. Tiga lubang profil dibuat masing-masing mewakili unit BPP
Jantho, lahan sawah dan lahan kering (Gambar 12 a,b dan c). Contoh tanah untuk
analisa kesuburan diambil secara komposit pada lapisan 0-20 cm. Hasil analisa contoh
tanah akan digunakan untuk menentukan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi.
Profil tanah di unit BPP Jantho ditunjukkan pada Gambar 12b, sedangkan uraian
uraian sifat morfologi tanah disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan pengamatan
76
96
116
136
156
176
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5
Jarak (km)
Ele
va
si (m
)
BPP Jantho.Utara
Perbukitan.Selatan
Sawah irigasiTegalan
RSB
Perbukitan
Kr.D
ala
Kr.T
he
un
eu
ng
Desa Teureubeh
16
morfologi tanah terlihat bahwa tanah disekitar BPP Jantho mempunyai kedalaman
efektif perakaran bervariasi antara 40-54 cm sedangkan lapisan dibawahnya terdiri
dari kerikil dan bongkahan batuan. Oleh karena itu dalam pembukaan lahan perlu
diusahakan agar lapisan atas tidak tergusur saat dibuldoser.Jika lapisan atas tergusur
maka produktivitas lahan akan turun secara drastic karena lapisan bawahnya hanya
berupa kerikil dan bongkahan batuan (Gambar 12 dan 13).
Gambar 12. Profil tanah di BPP unit Jantho memperlihatkan: (A) lubang profil, (B) penampang sisi lubang profil (meteran dalam skala cm) dan (C) bongkahan batu dan kerikil pada kedalaman 54 cm ke bawah.
17
Tabel 2. Uraian sifat morfologi profil tanah lahang kering di unit BPP Jantho
Pada profil lahan sawah di Dusun Blangdaro memperlihatkan kedalaman efektif
perakaran sekitar 50 cm permukaan, sedangkan di bawah lapisan tersebut terdapat
lapisan kerikil dan pasir tersementasi (Gambar 13). Secara lengkap uraian morfologi
tanah disajikan pada Tabel 3. Lapisan tersementasi dan mengeras hanya dapat digali
menggunakan linggis saat pembuatan profil. Pada lahan sawah lain disekitar dusun
Paya Sukun, Gampong dan Iyom lapisan tanah untuk perakaran effektif sangat
Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluvaquentic Dystrudepts Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Kambisol Gleik Landform : Jalur Aliran Bahan induk : Bahan Aluvium Klas Lereng (% Lereng) : Datar (0-2 %) Posisi : Belakang BPP Jantho Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 79 Drainase tanah : Baik Permeabilitas tanah : Sedang Kedalaman efektif (cm) : 54 Kedalaman muka air tanah (cm) : Ada rembesan air pada kedalaman 120 cm Penggunaan lahan / vegetasi : Rumput belukar
Lokasi Administrasi : BPP Jantho, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho,
kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh Koordinat Geografi
5
0 18' 0.5" LU dan 95
0 35' 4.6" BT
Koordinat UTM : Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP8a/ profil / 28– 5 – 2015
Uraian sifat morfologi tanah
Horison Kedalaman
(cm) Uraian
Ap 0 – 14 Coklat kelabu gelap (10YR4/2); tekstur liat; struktur lemah halus; kosistensi
lekat dan plastis (lembab); pori makro, meso dan mikro banyak; jumlah
perakaran halus sedang sedang akar kasar sedikit; reaksi tanah masam (pH
5,0); jelas rata beralih ke
Bw1 14 – 27 Coklat kuat (7.5YR5/6); tekstur liat; struktur lemah, ukuran sedang;
kosistensi lekat dan plastis (lembab); pori makro dan meso sedikit sedang
mikro banyak; jumlah perakaran halus sedikit, sedang akar kasar sangat
sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); nyata rata beralih ke
Bw2 27 – 54 Campuran warna kelabu (7.5YR6/1) dan coklat kuat (7.5YR5/6); tekstur
liat; struktur lemah, ukuran sedang; kosistensi lekat dan plastis (lembab);
pori makro dan meso sedikit sedang mikro banyak; jumlah perakaran sedang
sangat sedikit; reaksi tanah agak masam (pH 6,0); nyata rata beralih ke C/B 54– 120 Kelabu terang (10YR7/1) kerikil bertanah dan bongkahan batuan dengan
diameter 5-25 cm;
18
dangkal bervariasi antara 15-25 cm (umumnya 20 cm). Kondisi ini memjadi factor
pembatas utama yang sulit diperbaiki. Oleh karena itu para petani perlu diberikan
penyuluhan agar tanah lapisan atas tidak hilang baik waktu pengolahan lahan dengan
mesin traktor perlu dihindari penggusuran lapisan atas. Sekali lapisan atas hilang
maka lahan menjadi tidak produktif karena lapisan bawahnya hanya terdiri dari lapisan
pasir dan kerikil yang tersementasi.
Gambar 13. Profil tanah pada lahan sawah di Dusun Blangdaro memperlihatkan: (A) lubang profil, (B) penampang sisi lubang profil (meteran dalam skala cm) dan (C) Hamparan sawah sudah diolah untuk ditanami.
19
Tabel 3. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan sawah di Dusun Blangdaro
Profil pewakil untuk lahan kering yang ditumbuhi padang rumput dan semak
belukar ditunjukkan pada Gambar 14, sedangkan urain morfologi diberikan pada Tabel
4. Sifat utama tanah mempunyai tekstur lempung berdebu sampai lempung berkerikil
pada kedalaman 0-50 cm. Pada lapisan dibawah 50 cm hanya terdiri dari lapisan pasir.
Penggunaan lahan untuk tanaman pangan perlu tindakan koservasi agar tanah tidak
mengalami erosi. Applikasi pemupukan perlu mempertimbangkan pemberian pupuk
Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluvaquentic Epiaquept Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Gleisol Fluvik Landform : Dataran aluvial Bahan induk : Bahan Aluvial Klas Lereng (% Lereng) : Datar (0-3 %) Posisi : Sebelah utara jalan aspal besar bagian barat BPP Jantho Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 97 Drainase tanah : Terhambat Permeabilitas tanah : Sedang Kedalaman efektif (cm) : 50 Kedalaman muka air tanah (cm) : Ada rembesan air pada kedalaman 50 cm Penggunaan lahan / vegetasi : Sawah dua kali setahun
Lokasi Administrasi : Blangdaro, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho,
kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh Koordinat Geografi
5
0 18' 21" LU dan 95
0 34' 24.9" BT
Koordinat UTM : Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP10/ profil / 28– 5 – 2015
Uraian sifat morfologi tanah
Horison Kedalaman
(cm) Uraian
Ap 0 – 20 Warna matrik kelabu (2.5Y6/1); karatan berwarna coklat kemerahan
(2.5YR4/4, 30%); tekstur lempung berliat; struktur masif; kosistensi agak
lekat dan agak plastis (lembab); jumlah perakaran halus sedang sedangkan
akar halus banyak; reaksi tanah masam (pH 5,0); jelas rata beralih ke
Bg1 20 – 50/56 Warna matrik kelabu (2.5Y6/1); karatan berwarna coklat kuat (7.5YR5/6,
15%); tekstur liat berpasir; struktur masif; kosistensi lekat dan plastis
(lembab); jumlah perakaran halus sedikit, reaksi tanah masam (pH 5,0);
jelas/berombak beralih ke
R/Cg2 50/56 – 82 Campuran warna kekelabu (10YR7/1) dan karatan coklat kuat (7.5YR5/6);
tekstur kerikil padat tidak tembus akar; terdapat bahan lapukan berwarna
kuning coklat (7.5YR6/8), jelas/berombak beralih ke 2Bg3 82– 120 Warna matrik kelabu (10YR7/1); karatan berwarna kuning kemerahan
(7.5YR6/6, 10%), liat berkerikil, kosistensi lekat dan plastis (lembab);;
reaksi tanah masam (pH 5,0);
20
secara bertahap agartidak hilang tercuci karena tektur tanah agak kasar pada lapisan
atas.
Gambar 14. Profil tanah pada lahan kering di Dusun IOM memperlihatkan: (A) penampang sisi lubang profil) dan (B) dan (C) Hamparan lahan kering padang rumput dan semak belukar sekitar profil.
Bentuk tanah di daerah kawasan TTP diklasifikasikan menjadi Kambisol Gleik
(BBSDLP, 2014) atau Fluvaquentic Dystrudept (Soil Taxonomy, 2014) untuk lokasi BPP
Jantho; Gleisol Fluvik atau Fluvaquentic Epiaquept untuk lahan sawah di Dusun
Blangdaro; Kambisol Distrik atau Fluventic Dystrudept untuk lahan padang rumput di
Dusun IOM. Karena pH tanah umumnya sangant masam (pH 5) maka status
kesuburan tanah rendah. Oleh karena itu takaran pupuk, cara pemberian dan waktu
pemberian perlu disesuaikan dengan masing-masing komoditas agar tidak terjadi
pemborosan pemupukan. Hasil analisa tanah sangat diperlukan untuk membuat
rekomendasi pemupukan spesifik lokasi di TTP Jantho.
21
Tabel 4. Uraian sifat morfologi profil tanah lahan kering di Dusun IOM
Dari 1.000 Ha lahan di Desa Teureubeh, 179 Ha merupakan sawah irigasi
setengah teknis, 150 Ha areal perkebunan, 150 Ha areal tegalan dan padang gembala,
dan 300 Ha areal pemukiman termasuk lahan pekarangan. Komoditas utama yang
diusahakan adalah padi sawah, ternak sapi, kerbau, kakao, sayuran (gambas,
mentimun dan terung), rambutan, pisang, kelapa dan pinang (Gambar 15). Pola
tanam dominan pada lahan sawah adalah padi-padi-bera. Lahan tegalan masih belum
Klasifikasi Tanah
Soil Taxonomy (SSS, 2014) : Fluventic Dystrudepts Klasifikasi Nasional (BBSDLP,2014) : Kambisol Distrik Landform : Koluvial Bahan induk : Bahan koluvium Klas Lereng (% Lereng) : Berombak (3-8 %)
Posisi : Arah utara-selatan
Elevasi (RBI/GPS), m dpl : 132 Drainase tanah : Baik Permeabilitas tanah : Cepat Kedalaman efektif (cm) : 50 Kedalaman muka air tanah (cm) : Tidak ada informasi Penggunaan lahan / vegetasi : Rumput dan semak belukar
Lokasi Administrasi : Dusun Iyom, desa Teureubeuh, Kecamatan Kota Jantho,
kabupaten Aceh Besar – Provinsi Aceh Koordinat Geografi
5
0 16' 45.1" LU dan 95
0 34' 25.2" BT
Koordinat UTM : Kode/jenis pengamatan/tgl-bl-th : TTP2/ profil / 14– 4 – 2015
Uraian sifat morfologi tanah
Horison
Kedalaman
(cm) Uraian
A 0 – 20 Coklat kelabu gelap (10YR6/6); tekstur lempung berpasir; struktur gumpal
bersudut, lemah halus; kosistensi tidak lekat dan tidak plastis (lembab); pori
makro, meso dan mikro banyak; jumlah perakaran halus sedang, sedangkan
akar kasar sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); berangsur rata beralih ke
Bw1 20 –50 Coklat kekuningan (10YR5/4); tekstur lempung berdebu berkerikil; struktur
gumpal bersudut, lemah, ukuran sedang; konsistensi tidak lekat dan tidak
plastis (lembab); pori makro dan meso banyak, sedangkan mikro sedikit;
jumlah perakaran halus sedikit; reaksi tanah masam (pH 5,0); nyata rata
beralih ke
C 50 – 120 Campuran warna kuning kecoklatan (10YR6/6) dan kelabu terang
(10YR7/1); tekstur pasir; struktur lepas; kosistensi tidak lekat dan tidak
plastis (lembab); pori makro dan meso banyak; jumlah perakaran tidak ada;
reaksi tanah masam (pH 5,0);
22
banyak dimanfaatkan, kecuali hanya untuk lahan penggembalaan yang luasnya dari
waktu kewaktu semakin menyempit.
Gambar 15. Beberapa budidaya tanaman pangan, sayuran dan pisang di kawasan TTP Kota Jantho
3.3.4 Kondisi Sosial Ekonomi
Desa Terurebeh terdiri dari lima dusun yaitu Dusun Gampong, Blang Daroh,
Paya Sukun, IOM dan Care dengan jumlah KK masing-masing 26, 27, 32, 150, dan
120. Mata pencaharian utama penduduk adalah berusahatani padi, diikuti dengan
buruh tani, perdagangan, buruh non-tani, dan lainnya. Pada umumnya petani yang
memiliki lahan sawah adalah penduduk yang bermukim di tiga desa pertama,
sedangkan dua desa lainnya tidak. Kalaupun mereka memiliki lahan hanya berupa
lahan pekarangan dan perkebunan di pinggiran hutan. Oleh karena itu, penduduk
yang bermukim di Desa Iom dan Care mengusahakan sawah dengan sistem bagi hasil.
Pemilik lahan sawah garapan berasal dari dalam dan luar desa.
23
Kegiatan usahatani padi tidak hanya menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga, tetapi juga luar keluarga khususnya pada kegiatan menanam, menyiang,
panen dan pasca panen. Khusus kegiatan tanam, panen dan pasaca panen yang
cenderung dilakukan serentak harus mendatangkan tenaga kerja dari luar desa.
Keterlibatan tenaga kerja wanita pada usahatani padi mencapai 50 persen, sedangkan
pada kegiatan jasa, perdagangan dan buruh non-tani masing-masing 33 persen, 25
persen dan nol persen.
Keterbatasan tenaga kerja, kelangkaan pupuk saat dibutuhkan, ketidaktepatan
penyediaan benih dan banyaknya saluran irigasi yang bocor menyebabkan jadwal
musim tanam rendeng menjadi lebih lama, yaitu dari bulan Oktober-Maret. Kondisi ini
menyebabkan waktu bera saat musim tanam ketiga hanya tersisa dua bulan. Pada
saat itu sawah digunakan untuk menggembala sapi dan kerbau yang dikenal dengan
istilah lokal sebagai saat “luah blang”. Pada kondisi ini, jika ada penduduk yang
bercocok tanam di lahan sawah, harus melakukan pemagaran.
Di Desa Teurebeh tidak tersedia kelembagaan pasar input. Untuk memperoleh
input usaha pertanian, masyarakat membeli di Ibukota Kabupaten yang berjarak 2- 4
Km dan di Kecamatan Seulimum yang berjarak sekitar 14 Km. Produk pertanian padi
umumnya dijual dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP). Penjualan dilakukan di luar
kecamatan (Seulimum) karena ada keterikatan hutang saat pengadaan sarana dan
biaya produksi usahatani padi. Umumnya sumber modal usahatani padi petani berasal
dari pedagang input-output yang ada di luar kecamatan dengan sistem pembayaran
saat panen (yarnen).
3.3.5 Organisasi TTP
Strategi yang digunakan dalam pengembangan program TTP adalah
pengembangan komunitas secara terintegrasi (integrated community development)
dengan mensinergikan antara alam, masyarakat, dan inovasi, serta
mengimplementasikan sistem peranian terpadu (integrated farming system). Dalam
percepatan proses penerapan, adopsi, dan masalisasi serta peningkatan nilai tambah
24
inovasi, melibatkan empat komponen pelaku pembangunan pertanian yaitu kelompok
akademisi (Academician), swasta (Bussiness), pemerintah (Government), dan
komunitas (Community).
Untuk TTP Kota Jantho Aceh Besar, penaggung jawab pembangunan adalah
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-
Biogen) dan Pelaksana di lapangan dilakukan oleh Kepala Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Aceh serta dibantu oleh peneliti dari pusat dan balai penelitian lain
seperti: (1) Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor, Pusat Penelitian
Perkebunan Bogor, BB Pasca Panen Bogor, BB Padi Sukamandi, Balai Penelitian Buah
Solok, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Berastagi, Balai Penelitian Peternakan Sub
Balitnak Sei Putih Deli Serdang, Balai Penelitian Tanaman Hias Cianjur, BB-
Sumberdaya lahan dan Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor. Kegiata ini
didukung oleh Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar, Universitas Syiahkuala dan
unsur pemerintahan lain baik pusat maupun provinsi.
Pihak swasta diharapkan terlibat untuk dapat melakukan kerjasama kemitraan
usaha dengan masyarakat di TTP dengan asas saling menguntungkan dan target
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur swasta tidak harus dari luar
desa, tetapi bisa juga menciptakan dari SDM lokal yang dilatih dan didampingi agar
jiwa kewirausahawannya menjadi meningkat. Perlu diketahui bahwa, secara sosiologis
umumnya masyarakat Aceh memiliki jiwa wirausaha yang tinggi.
Setelah berjalan tiga tahun, pembangunan TTP yang inisiasi Balitbangtan
dengan pola pendanaan yang akan semakin menurun, selanjutnya kegiatan
pengembangan TTP menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah, dalam kasus ini
Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Namun demikian kegiatan pendampingan tetap
dilakukan oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian melalui BPTP Aceh, bahkan
karena tupoksi dari BPTP adalah melakukan pengkajian dan diseminasi spesifik lokasi,
maka dapat dikatakan bahwa kawasan TTP Kota Jantho, nantinya menjadi wahana
bagi peneliti, penyuluh dan teknisi yang ada di BPTP untuk terus menerus melakukan
kegiatan pengkajian dan diseminasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.
25
3.3.6 Penentuan Komoditas Utama
Secara teknis, keberhasilan pembangunan TTP Kota Jantho sangat tergantung
kepada aspek perencanaan yang baik, fokus dan sesuai dengan indikator capaian
kinerja (kuantitatif). Karena ruang lingkup kegiatan yang cukup luas, yaitu melibatkan
lintas komoditas, aktor dan teknologi, maka pendekatan yang digunakan dalam
Pembangunan Taman Teknologi Pertanian adalah pendekatan sistem (Eriyatno, 1998;
Jackson, 2003; Marimin 2004; Marimin 2009; Parnell et al. 2011). Untuk lebih
memfokuskan kegiatan yang akan dilaksanakan, dalam hal ini basis komoditas yang
akan dikembangkan sangat dibutuhkan penentuan komoditas tersebut (Gambar 16).
Secara umum di kawasan TTP Kota Jantho sangat beragam komoditas yang memiliki
potensi untuk dikembangkan, fakta ini digali berdasarkan hasil PRA dan Baseline
survey yang telah dilakukan tim lintas bidang keilmuan dan sektoral.
Berdasarkan hasil survey pra kondisi, PRA dan Baseline survey, komoditas yang
memiliki prospek untuk dikembangkan di kawasan TTP Kota Jantho mencakup
kelompok tanaman pangan (padi dan jagung), peternakan (sapi, ayam kampung dan
itik), perkebunan (kopi dan kakao), hortikultura (sayuran dan rambutan) dan
perikanan. Kriteria yang menjadi acuan penentuan komoditas utama mencakup pasar,
SDM, teknologi dan infrastuktur pendukung. Skala yang digunakan ordinal (1-5),
dengan pengertian: 5: sangat penting, 4: penting, 3: agak penting, 2: kurang penting
dan 1: tidak penting (Marimin 2004). Bobot yang digunakan dalam kajian ini
ditentukan oleh beberapa pakar yang terlibat. Pakar (experts) yang terlibat dengan
latar belakang sebagai peneliti, akademisi (perguruan tinggi) dan praktisi. Kualifikasi
untuk peneliti dan akademisi minimal bergelar Doktor (S3) dan memiliki pengalaman
dalam bidang perencanaan, sedangkan dari praktisi minimal memiliki pengalaman 15
tahun dalam melaksanakan agribisnis berbasis kawasan.
26
Gambar 16. Diagram alir penentuan komoditas utama
Berdasarkan hasil analisis skoring dan pembobotan (Tabel5) untuk penentuan
komoditas unggulan didapatkan bahwa komoditas utama yang terpilih adalah padi
untuk tanaman pangan, sayuran untuk hortikultura, sapi untuk peternakan. Fakta ini
menunjukkan bahwa pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho akan
berbasis kepada komoditas tersebut. Hal ini sesuai dengan survey pra kondisi yang
telah dilakukan, dimana ketiga komoditas ini yang paling mungkin dikembangkan di
kawasan TTP Kota Jantho yang secara teknis tidak dibatasi (borderless) oleh wilayah
administrasi, misalnya desa dan kecamatan.
Mulai
Database dan
pendapat pakar
Penentuan komoditas utama
yang dikembangkan
Sesuai
Komoditas unggulan
terpilih
Selesai
Skoring dan
pembobotan
27
Tabel 5. Matrik keputusan penentuan komoditas unggulan TTP Kota Jantho
No. Kriteria B Padi
(S)
BxS Sayuran
(S)
BxS Ternak
(S)
BxS Ayam
Kampung (S)
BxS kakao BxS
1. Permintaan Pasar
0.35 5 1.75 4 1.4 4 1.4 3 1.05 2 0.7
2. Sumberdaya Manusia
0.25 4 1 3 0.75 4 1 3 0.75 4 1
3. Teknologi 0.20 4 0.8 3 0.6 3 0.6 3 0.6 3 0.6
4. Infrastruktur
pendukung 0.20 4 0.8 3 0.6 3 0.6 3 0.4 3 0.6
Total 1.00 4.35 3.35 3.6 2.8 2.9
Ranking 1 3 2 5 4
Ket: B=Bobot, S=Skor
28
IV. INTERVENSI TEKNOLOGI DI TTP KOTA JANTHO
Untuk menjawab tantangan tersebut, dilakukan kajian dasar berbasis
Participatory Rural Appraisal (PRA) yang secara akademik telah teruji untuk
menentukan komponen-komponen teknologi pertanian yang akan diintroduksi, dalam
hal ini berbasis komoditas, seperti tanaman pangan, peternakan, hortikultura,
perkebunan, perikanan, sedangkan kapasitas aktor utama dibangun melalui aspek
kelembagaan dengan wujud pelatihan-pelatihan teknis. Kegiatan PRA dilaksanakan
pada tanggal 12-14 April 2015. Kawasan pertanian mencakup 400 ha yang terdiri dari
5 dusun yaitu Dusun Gampong, Blang Daroh, Paya Sukun, IOM dan Care.
Hasil penting dari PRA antara lain: pada komoditas tanaman pangan, potensi
ada pada padi sawah dan jagung, peternakan berupa sapi dan kerbau, hortikultura
mencakup mentimun dan gambas, perkebunan pada kakao dan kemiri, sedangkan
komoditas perikanan pada pengembangan sistem mina-padi. Beberapa
kecenderungan yang ada di kawasan antara lain: Luas padang penggembalaan
menyempit, air selalu tersedia, tetapi saat terjadi anomali iklim ekstrem kawasan
penangkapan air pernah mengalami kekeringan dan pasokan air terhenti, proses
inovasi diawali dengan penolakan, setelah merasakan manfaat menjadi diadopsi,
produktivitas gabah naik dengan rataan 6-7 ton/ha GKP.
Elaborasi hasil PRA selanjutnya dijadikan bahan dalam kegiatan Fokus Grup
Diskusi (FGD) yang dilaksanakan pada tanggal 15 April 2015, di Aula Utama Kantor
Bupati Kabupaten Aceh Besar. Kegiatan dipimpin langsung oleh Bupati Kabupaten
Aceh Besar, Muchlis Basyah, S.Sos dan dihadiri oleh tim dari Balitbangtan dan seluruh
dinas teknis, Bappeda, Dinas Penggelola Kekayaan Daerah, Badan Pelaksana
Penyuluhan dan Ketahan Pangan serta sekretaris daerah Kabupaten Aceh Besar.
Beberapa hasil penting dari FGD adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh
mendukung penuh pembangunan TTP Kota Jantho di Desa Teureubeh, wujud dari
dukungan tersebut adalah alokasi anggaran TA.2015 melalui dinas teknis dan
penyerahan surat hak guna pakai untuk pembangunan TTP Kota Jantho.
29
Secara teknis inti dari pembangunan TTP Kota Jantho oleh Balitbangtan,
Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar dan Perguruan Tinggi Afiliasi, dalam hal ini
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala adalah intervensi teknologi (Tabel 6, 7, 8, 9
dan 10) apa yang dilakukan di kawasan TTP serta apakah intervensi teknologi tersebut
memiliki potensi bisnis (Tabel 11) yang memiliki potensi bisnis (profitable indicated)
dan apakah aktor utama yang menerima intervensi tersebut memiliki kapasitas untuk
melaksanakan intervensi tersebut, serta bagaimana peran masing-masing institusi
dalam pencapaian tujuan dari TTP tersebut.
Untuk menjawab dan merumuskan beberapa pernyataan tersebut, dilakukan
fokus grup diskusi yang dilaksanakan di Aula BPTP Aceh, tanggal 21 Mei 2015.
Kegiatan ini hadiri oleh Dekan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Dr. Ir.
Agussabti, M.Si, Tim dari Balitbangtan yang dipimpin oleh Dr. Karden Mulya dan
Kepala Dinas Teknis Terkait, Direktur Pusat Layanan Unit Terpadu-Dinas Koperasi dan
UKM Provinsi Aceh, Balai Sertifikasi Benih (BPSB) Provinsi Aceh, Kelompok Tani
Nelayan Unggulan (KTNA) Provinsi Aceh. Hasil penting dari kegiatan FGD ini adalah
adanya sedikit perubahan pada intervensi teknologi, terutama pada komoditas
hortikultura berupa introduksi buah naga dan sirsak bukan pada rambutan yang
secara teknis sulit dilakukan.
30
Tabel 6. Intervensi Teknologi Komoditas Tanaman Pangan
Tahun Kegiatan Keluaran
2015 • Uji performa VUB Padi 24 Ha
• Uji Rasa
• Penguatan Penangkar Pengusaha 3
Orang dan luas tanam 2 Ha
• Penguatan GAP-PTT Padi
• Teradopsinya VUB padi
pengganti ciherang 60% di
Kawasan TTP
• Peningkatan produktivitas padi
rata-rata dari 6 menjadi 6.5
ton/ha
• Tersedianya benih padi dan
kelembagaan produsen benih
untuk kawasan TTP
• Memperpendek masa tanam I
dan memanfaatkan MT III
• Penguatan budidaya jagung (feed dan
food).
• Penggunaan VUB jagung
komposit
• Perluasan areal tanam di lahan
tegalan dan MT III (sampI 15
Ha)
Tahun Kegiatan Keluaran
2016
2017
• Perluasan areal penangkaran
benih padi 5 ha
• Penguatan Penangkar Pengusaha
yang didukung gudang benih (L)
• Penguatan GAP-PTT Padi (L)
• Peningkatan areal
penangkaran untuk
penyediaan benih padi di
kawasan Kecamatan Kota
Jantho dan Seulimum
• Usaha penangkaran benih padi (6
Orang, 10 Ha)
• Penguatan GAP-PTT Padi (L)
• Penyediaan benih padi
untuk kawasan Kabupaten
Aceh Besar (1.000 ha)
31
Tabel 7. Intervensi Teknologi Komoditas Hortikultura
Tahun Kegiatan Keluaran
2015 • Introduksi VUB cabai merah,
mentimun, gambas, kacang panjang
dan sayuran lain.
• Pelatihan budidaya sayuran sesuai
GAP
• Pembangunan jaringan pengairan di
petani kooperator
• Meningkatnya luas
tanam dan produksi di
tegalan dan MT III (2
ha menjadi 5 ha).
• Terlaksananya
pelatihan budidaya
sayuran sesuai GAP 1
Kali.
• Pembangunan jaringan
pengairan di petani
kooperator 1 paket
2016 • Produksi bibit cabai merah di TTP.
• Demplot buah naga di petani
kooperator
• Pelatihan budidaya, pasca panen.
• Introduksi jamur merang di TTP
• Pelatihan budidaya jamur merang
• Tersedianya benih/bibit
cabai merah 17.000
polyback.
• Terbangunnya demplot
buah naga 0.5 Ha.
• Terlaksananya
Pelatihan budidaya dan
pasca panen 5 kali.
2017 • Pembangunan kebun bibit desa
(KBD) (L)
• Tersedianya benih/bibit
sayuran di tiga dusun.
32
Tabel 8. Intervensi Teknologi Komoditas Peternakan
Tahun Kegiatan Keluaran
2015 • Konsolidasi pembuatan
kandang komunal dan kebun
rumput (4 ha)
• Pendampingan teknologi
penggemukan sapi potong
dengan pakan, rumput dan
legume (2 ha)
• Tersedianya lahan dan
kemauan petani
• Teradopsinya usaha
penggemukan sapi potong
menggunakan bahan pakan
lokal di kawasan TTP (2 ha)
2016 • Penyediaan pejantan unggul di
kawasan TTP (pemda) 3 ekor
• Peningkatan mutu kebun
rumput melalui introduksi
rumput dan legume (5 ha)
• Pengadaan dan penjualan sapi
bakalan dan siap potong untuk
unit bisnis TTP 20-25 ekor
• Menurunnya derajat
inbreeding (10%),
meningkatkan angka
kelahiran pedet (70%).
• Tersedianya bibit dan rumput
melalui introduksi rumput dan
legume asal BPTU.
• Pendapatan unit bisnis TTP
15-20 juta
2017 • Peningkatan mutu dan
perluasan padang
penggembalaan melalui
introduksi rumput dan legume
asal BPTU (L) (10 ha)
• Pengadaan dan penjualan sapi
bakalan dan siap potong untuk
unit bisnis TTP (L)
• Menurunnya derajat
inbreeding (25%)
• Tersedianya penggembalaan
bermutu melalui introduksi
rumput dan legume asal BPTU
• Tersedianya sapi bakalan dan
siap potong untuk unit bisnis
TTP (L)
33
Tabel 9. Intervensi Teknologi Komoditas Perkebunan
Tahun Kegiatan Keluaran
2016 • Penangkaran bibit unggul
kopi robusta dan kakao di
TTP 3.000 btg
• Tersedianya bibit unggul kopi
robusta dan kakao di TTP
sebanyak 3.000 batang yang
siap di jual
2017 • Penangkaran bibit unggul
kakao di TTP (L)
• Tersedianya penangkar bibit
unggul kakao di TTP
Tabel 10. Intervensi Teknologi Komoditas Perikanan
Tahun Kegiatan Keluaran
2016 • Introduksi teknologi
budidaya lele di TTP (1 Ha)
• Teradopsinya teknologi
budidaya lele
2017 • Introduksi teknologi
pembuatan bakso lele di
TTP
• Teradopsinya teknologi
pembuatan bakso lele di
kawasan TTP
34
V. PERENCANAAN BISNIS TTP KOTA JANTHO
Salah satu indikator kinerja dari pembangunan Taman Teknologi Pertanian
(TTP) adalah tumbuhnya wirausaha yang berasal dari kawasan, dimana TTP tersebut
dibangun. Berdasarkan dengan hal tersebut dapat dikatakan bahwa dari kawasan TTP
Kota Jantho setidaknya harus tumbuh industri berbasis pertanian (agribisnis dan
agroindustri) yang dapat meningkatkan ekonomi wilayah (kawasan) TTP itu sendiri.
Secara teknis TTP dapat berperan sebagai inkubator yang artinya TTP sebagai
lembaga menjadi wahana pembentuk calon wirausahawan (tenan) yang berasal dari
kawasan, selain itu TTP juga dapat sebagai implementor yang bermakna TTP sebagai
lembaga melakukan bisnis berbasis pertanian, sehingga keberadaan TTP dapat
berkelanjutan.
Berdasarkan hasil PRA dan Baseline survey didapatkan bahwa potensi bisnis di
TTP Kota Jantho adalah penyediaan benih sumber padi, beras premium, sayuran
segar dan jasa alsintan. Fakta ini dapat jelaskan bahwa umumnya untuk Kabupaten
Aceh Besar pada umumnya petani sampai dengan saat ini kesulitas untuk memperoleh
benih padi bersertifikat. Demikian juga di kawasan TTP Kota Jantho, benih yang
digunakan adalah benih Ciherang turun-temurun (lebih dari lima musim tanam) yang
secara teknis telah hilang kemampuan hibridnya, sehingga potensi bisnis penyediaan
benih menjadi sangat penting.
Perancangan perencanaan bisnis bertujuan untuk mengetahui secara teknis
prospek bisnis yang akan dikembangkan, dalam hal ini mengacu kepada provitable
untuk kegiatan yang bersifat implementor dan bankable yang bersifat inkubator.
Dalam rancangan induk ini perencanaan bisnis masih dalam bentuk perencanaan
bisnis kanvas (business plan canvas) yang dapat dilihat pada Gambar 17, yang
bermakna masih pada dalam bentuk perencanaan secara umum yang mencakup
Sembilan item bisnis, seperti target pasar, pembiayaan, mitra strategis, program yang
dilakukan, nilai tambah yang ditawarkan dan sumber pendapatan. Sedangkan detail
dari perencanaan bisnis yang dilaksanakan di TTP Kota Jantho disajikan pada bagian
35
perencanaan bisnis lengkap, dalam hal ini mencakup pengembangan produk, pasar
sampai pada perhitungan feasibility study. Selain itu juga disampaikan matrik SWOT
(Gambar 18) terhadap bisnis utama di TTP Kota Jantho, yaitu penyediaan benih
sumber untuk komoditas padi. Penyajian matrik SWOT bertujuan untuk mengetahui
fakta-fakta kekuatan dan kelemahan (internal faktor) yang dimiliki oleh TTP Kota
Jantho dalam melaksanakan bisnis, demikian juga dengan dinamika ancaman dan
peluang (eksternal faktor). Dengan mengetahui fakta-fakta tersebut, pelaku bisnis di
TTP Kota Jantho dapat memformulasikan strategi-strategi yang dapat
diimplementasikan di lapangan.
Gambar 17. Business plan canvas untuk penyediaan benih sumber padi
36
Gambar 18. Matrik SWOT untuk penyediaan benih sumber padi
Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Bisnis
Secara teknis kriteria kesuksesan suatu kegiatan dapat dilihat dari tercapainya
indikator kinerja yang telah ditentukan sebelumnya, dalam hal ini mengacu kepada
indikator kesuksesan dari pembangunan Taman Teknologi Pertanian yaitu peningkatan
pendapatan pelaku agribisnis dan tumbuhnya wirausaha di kawasan. Secara lengkap
visualisasi strategi pencapaian indikator kinerja pembangunan TTP Kota Jantho
disajikan pada Gambar 20.
37
Gambar 19. Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Bisnis TTP Kota Jantho
Hulu
• VUB
• Jajar legowo
• Mekanisasi
• Irigasi
• Pupuk
• Kandang komunal
Hilir
• Benih padi
• Beras premium
• Sayuran segar
• Sapi bakalan
• Jasa alsintan
Dampak
• Perbaikanekonomi wilayah
• Kesejahteraanpetani
stage 1 Show window
Demplot
Pameran dan expo
Sta
ge 2 Kemasan
Standarisasi produk
Promosi
Sta
ge 3 Pemasaran
Feed back Feedback
38
VI. LAYOUT PUSAT DAN KAWASAN TTP KOTA JANTHO
Secara teknis pelaksaanaan pembangunan TTP Kota Jantho mengacu kepada
panduan umum pembangunan TTP yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian yang telah disempurnakan.
Berdasarkan tempat pelaksanaan, TTP Kota Jantho terdiri atas pusat dan kawasan
TTP Kota Janto. Pusat TTP Kota Jantho merupakan tapak (Gambar 21, 22, 23, 24 dan
25) dimana beberapa bangunan fisik dibuat pada lahan yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar melalui mekanisme hibah (Nomor
032:2124/SK-T/2015). Luas lahan yang dihibahkan 1.85 Ha (Lampiran 1).
Bangunan yang telah tersedia antara lain: Laboratorim Diseminasi Inovasi
Teknologi Pertanian, Gudang pengolahan pakan dan pupuk organik, screen house,
laboratorium pasca panen dan mekanisasi serta kandang ternak sapi. Pembiayaan dari
beberapa bangunan tersebut berasal dari Daftar Isisan Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
BPTP Aceh TA. 2015. Pada tahun 2016, melalui DIPA BPTP Aceh akan dibangun pagar
disekeliling lokasi dan toko tani, untuk menjual hasil-hasil pertanian dikembangan di
TTP dan kawasan.
Gambar 20. Design gapura TTP Kota Jantho
39
Gambar 21. Design pintu masuk TTP Kota Jantho
Gambar 22. Design pintu keluar TTP Kota Jantho
40
Gambar 23. Design pintu keluar TTP Kota Jantho dari sisi luar
Gambar 24. Design keseluruhan TTP Kota Jantho dari sisi luar
41
Gambar 25. Design pintu keluar TTP Kota Jantho dari sisi luar
6
Gambar 26. Design keseluruhan TTP Kota Jantho dari sisi luar
42
VI. PENUTUP
Pembangunan Taman Teknologi Pertanian (TTP) Kota Jantho merupakan
wujud dari salah satu Nawacita Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Basis
pembangunan TTP bukan hanya pada peningkatan produksi dan produktivitas, tetapi
pada peningkatan pendapatan petani melalui hilirisasi produk melalui peningkatan nilai
tambah berbasis bisnis pertanian. Kegiatan TTP Kota Jantho dilaksanakan di Desa
Teureubeh, Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar berbasis pada intervensi
teknologi pada komoditas tanaman pangan, peternakan, hortikultura, perkebunan dan
perikanan dengan luas kawasan utama mencapai 400 ha. Untuk meningkatkan
kapasitas penerima intervensi teknologi (capacity-building) tersebut dilakukan melalui
pelatihan-pelatihan teknis.
Wujud dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar dalam
pembangunan TTP Kota Jantho adalah: pada tahun 2015 telah diserahkan lahan
seluas 1.865 Ha dengan opsi penambahan sampai 30 ha, selain itu juga telah
dianggarkan melalui APBD Kabupaten Aceh Besar untuk dana pendamping
pembangunan TTP berbasis komoditas yang dilaksanakan oleh dinas-dinas teknis.
Untuk mencapai indikator pembangunan TTP yaitu terciptanya dunia usaha
berbasis komoditas pertanian di kawasan TTP Kota Jantho, dilakukan melalui
penciptaan inkubator dan implementator bisnis. Inkubator mengacu kepada peran dari
TTP Kota Jantho sebagai lembaga dalam membina para wirausaha (tenan), sedangkan
implementator adalah TTP Kota Jantho sebagai lembaga yang melaksanakan aktivitas
bisnis berbasis pertanian, sehingga pembangunan TTP Kota Jantho dapat
berkesinambungan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: meningkatkan mutu dan efektifitas manajemen. Bogor:
UIPB-Press.
Jackson MC. 2003. Systems thinking: Creative holism for managers. JohnWiley &
Sons Ltd. England.
Lyneis JM. 1988. Corporate planning and policy design. A system dynamic approach.
Cambride, Massachusetts: Pugh-Roberts Assosiate, Inc.
Marimin, 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk: Teknik dan Aplikasi.
Jakarta: Penerbit Grasindo.
______, 2009. Sistem Pakar dalam teknologi manajerial: Teori dan aplikasi. Bogor:
IPB-Press.
Parnell GS, Driscoll PJ, Henderson DL. 2011. Decision Making in System Engineering
and Management. John Wiley and Son, Inc. New Jersey.
Pedoman Umum Pembanguan ATP Dan TTP. 2015. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Pustaka-Balitbangtan-Press.
44
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Surat Keterangan Hak Milik Lahan TTP Oleh Pem. Kab Aceh Besar
Lampiran 2. Surat Penunjukkan Lokasi TTP Kota jantho oleh Bupati Kab. Aceh Besar
dan MOU natara Balitbangtan dan pem.Kab. Aceh Besar