refrat ptosis

38
REFRAT PTOSIS Oleh: Irene 10.2013.197 Pembimbing : Dr. Margarette F. Paliama! S". M! M. S# $e"aniteraan $lini% Ilm& Pena%it Mata RS Famil Me'i#al (enter )FM(* + Sent&lFa%&lta, $e'-%teran ni/er,ita, $ri,ten $ri'a a#ana l. Ter&,an Ar &na -.4 $eb-n er&%+ a%arta 5arat Peri-'e 16 &ni 2016 18 &li 2016

Upload: irene-inkai-kozaly

Post on 01-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ptosis

TRANSCRIPT

BAB I

REFRATPTOSIS

Oleh:

Irene

10.2013.197Pembimbing :

Dr. Margarette F. Paliyama, Sp. M, M. ScKepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

RS Family Medical Center (FMC) - SentulFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk- Jakarta BaratPeriode 15 Juni 2015 18 Juli 2015FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF ILMU PENYAKIT MATA

Rumah Sakit Family Medical Center-SentulTanda Tangan

Nama

: Irene

NIM

: 11-2013-197

Dr. Pembiming: dr. Margarette F. Paliyama, SpM, M.Sc ...........................

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama

: An. AMUmur

: 15 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: KristenPekerjaan

: PelajarAlamat

: Kp. Tanah sewa, Ciparigi, Bogor Tanggal Pemeriksaan : 18 Juni 2015II. ANAMNESIS

Dilakukan Autoanamnesis pada pasien dan allo anamnesis pada ibu pasien pada tanggal 18 Juni 2015.Keluhan Utama:

Penglihatan mata kanan terasa kabur.

Keluhan tambahan:

Sering pusing dan mata terbuka setiap buka mulut.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluh mata kanan buram sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu, namun belum berobat dan belum memakai kacamata. Hal ini dilakukan karena pasien merasa penglihatan kirinya masih baik. Sekitar 2 tahun yang lalu pasien mulai merasa mata kanannya semakin buram untuk melihat dan pasien mulai merasa sering pusing, pusing di rasakan terutama saat sedang beraktivitas seperti membaca, menonton tv atau bermain computer.

Ibu pasien mengatakan bahwa jika makan atau membuka mulut mata kanan selalu terbuka. Keluhan ini di sadari ibu pasien sejak kecil namun tidak pernah di konsultasikan ke dokter. Ibu pasien mengatakan pasien sering jatuh waktu kecil. Riwayat kejang di sangkal ibu pasien. Keluarga pasien banyak yang menggunakan kacamata namun tidak ada yang memiliki kelainan juling, ataupun keluhan seperti pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Umum Asthma

: tidak ada Alergi

: tidak adab. Mata

Riwayat sakit mata sebelumnya: tidak ada

Riwayat penggunaan kaca mata : tidak ada

Riwayat operasi mata

: tidak ada

Riwayat trauma mata sebelumnya: tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:

Penyakit mata serupa : tidak ada

Penyakit mata lainnya: tidak adaPenggunaan kacamata: adaRiwayat Kebiasaan:

Pasien sering bermain computer minimal 3 jam sehari.III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum: BaikKesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital: Tekanan Darah: 120/80mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Respirasi

: 18 x/menit

Suhu

: tidak dilakukanKepala/leher

: Pembesaran KGB tidak adaThorax, Jantung: dalam batas normalParu

: dalam batas normal

Abdomen

: dalam batas normal

Ekstremitas

: dalam batas normal

B. STATUS OPTHALMOLOGISKETERANGAN

OD

OS

1. VISUS

Visus0,2 ph 0,41,0

KoreksiS+0,50 C-3,00 X180 => 0,7

S+0,50 C-2,00 X180 => 0,5-

Addisi--

Distansi pupil64/6264/62

Kacamata Lama--

2. KEDUDUKAN BOLA MATAEksoftalmosTidak adaTidak ada

EnoftalmosTidak adaTidak ada

DeviasiTidak adaTidak ada

Gerakan Bola MataBebas ke segala arahBebas ke segala arah

StrabismusTidak adaTidak ada

NistagmusTidak adaTidak ada

3. SUPERSILIA

WarnaHitamHitam

SimetrisSimetrisSimetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

EdemaTidak adaTidak ada

Nyeri tekanTidak adaTidak ada

EktropionTidak adaTidak ada

EntropionTidak adaTidak ada

BlefarospasmeTidak adaTidak ada

TrikiasisTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

PtosisMinimalTidak ada

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

HematomaTidak adaTidak ada

KrepitasiTidak adaTidak ada

FolikelTidak adaTidak ada

PapilTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

AnemisTidak adaTidak ada

LithiasisTidak adaTidak ada

Korpus alienumTidak adaTidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

SekretTidak adaTidak ada

Injeksi KonjungtivaTidak adaTidak ada

Injeksi SiliarTidak adaTidak ada

Pendarahan SubkonjungtivaTidak adaTidak ada

PterigiumTidak adaTidak ada

PinguekulaTidak adaTidak ada

Nevus PigmentosusTidak adaTidak ada

Kista DermoidTidak adaTidak ada

7. SKLERA

WarnaPutihPutih

IkterikTidak AdaTidak ada

8. KORNEA

KejernihanJernihJernih

PermukaanRataRata

SensibilitasBaikBaik

InfiltratTidak adaTidak ada

Keratik PresipitatTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

UlkusTidak adaTidak ada

PerforasiTidak adaTidak ada

Arkus SenilisTidak adaTidak ada

EdemaTidak adaTidak ada

9. BILIK MATA DEPAN

KedalamanDalamDalam

KejernihanJernihJernih

HifemaTidak adaTidak ada

HipopionTidak adaTidak ada

10. IRIS

WarnaCoklatCoklat

Kripte++

SinekiaTidak adaTidak ada

KolobomaTidak adaTidak ada

11. PUPIL

LetakDitengahDitengah

BentukBulatBulat

Ukuran3 mm3 mm

Refleks Cahaya Langsung++

Refleks Cahaya Tak Langsung++

RAPD--

12. LENSA

KejernihanJernihJernih

LetakDi tengahDi tengah

Shadow testNegatifNegatif

13. BADAN KACA

KejernihanJernihJernih

14. FUNDUS OKULI

BatasTegasTegas

WarnaOrangeOrange

EkskavasioTidak adaTidak ada

Rasio Arteri :Vena2:32:3

C/D Ratio0.30.3

Reflex Makula++

EksudatTidak adaTidak ada

PerdarahanTidak adaTidak ada

SikatriksTidak adaTidak ada

AblasioTidak adaTidak ada

15. PALPASI

Nyeri TekanTidak adaTidak ada

Massa TumorTidak adaTidak ada

Tensi OkuliN/palpasiN/palpasi

Tonometri Schiotz--

16. KAMPUS VISI

Tes KonfrontasiBaik ke semua arahBaik ke semua arah

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukanV. RESUME

Anamnesis

Anak laki-laki 15 tahun datang dengan keluhan mata kanan buram sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu, namun belum berobat dan belum memakai kacamata. Sekitar 2 tahun yang lalu pasien merasa mata kanannya semakin buram dan pasien mulai merasa sering pusing, pusing di rasakan terutama saat sedang beraktivitas.

Ibu pasien mengatakan bahwa jika makan atau membuka mulut mata kanan selalu terbuka. Keluhan ini di sadari ibu pasien sejak kecil namun tidak pernah di konsultasikan kedokter. Ada riwayat trauma kepala waktu kecil. Riwayat kejang disangkal. Riwayat keluarga yang menderita penyakit mata lainnya disangkal. Riwayat keluarga berkaca mata (+).

Marcus gunn jaw winking sindrom (+).

Crowding Phenomen (+)Dari status oftalmologis didapatkan :

ODPEMERIKSAANOS

0,2 ph 0,4Visus (tanpa kacamata)1,0

S +0,50 C-3,00 X180o => 0,7

S +0,50 C-2,00 X180o => 0,5Visus (dengan koreksi kacamata)-

VI. DIAGNOSIS KERJA Astigmat mixtus OD + ambliopia anisometropik OD dengan Ptosis kongenital OD.VII. DIAGNOSIS BANDING Diplopia Ptosis kongenitalVIII. PEMERIKSAAN ANJURAN Uji density filter netral Worth for dot Visuskop Pemeriksaan lapangan pandang Pemeriksaan farmakologi CT scanIX. PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa :

Lebih sering menggunakan mata yang lebih sehat.

Koreksi kelainan refraksi

Hilangkan faktor penyebabMedikamentosa

Menggunakan kacamata koreksi.

Oklusi/Patches Part time : Tutup mata sehat satu jam setiap hari saat pasien sedang beraktivitas.

Edukasi: Lakukan 20-20-20 menit jika mata terasa lelah atau pusing saat melihat layar TV atau komputer.

Segera datang ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan bila memperlihatkan tanda-tanda juling.

IX. PROGNOSIS

OCCULI DEXTRA (OD)OCCULI SINISTRA (OS)Ad Vitam

:Dubia

BonamAd Fungsionam:Dubia

BonamAd Sanationam:Dubia

Bonam

BAB I

PENDAHULUANKelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata.1Blefaroptosis, atau lebih sering disebut ptosis, merupakan keadaan dimana posisi dari satu atau dua palpebra superior dianggap terlalu rendah.2 Keadaan jatuhnya palpebra tersebut dapat menyebabkan gangguan dari lapangan pandang superior bahkan terkadang sampai lapangan pandang sentral. Lapangan pandang semakin memburuk ketika penderita yang mengalami ptosis memandang ke arah bawah, terutama ketika penderita membaca. Ptosis juga menyebabkan berkurangnya jumlah cahaya yang masuk mencapai makula, sehingga menurunkan ketajaman penglihatan, terutama pada malam hari.3Oleh karena itu, blefaroptosis merupakan penyebab penting dari kehilangan penglihatan, meskipun sampai saat ini belum ada cukup data statistik mengenai prevalensi dan insiden dari ptosis secara global.3,4 Untuk menghindari komplikasi kehilangan fungsi penglihatan, hendaknya diagnosis dini dan penatalaksanaan secara tepat harus dilakukan. Mengingat penatalaksanaan ptosis tergantung dari etiologi dan diagnosis derajat ptosis, maka perlu diketahui lebih jelas tentang etiologi dan cara mendiagnosis dari kelainan ini guna menghindari resiko bertambahnya jumlah penderita yang kehilangan penglihatan akibat ptosis. Telaah ilmiah ini akan membahas mengenai etiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan mengenai ptosis. Ptosis (Blepharoptosis) merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid), dimana kelopak mata atas tidak dapat diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata menjadi lebih kecil dibandingkan dengan keadaan normal.1 Posisi normal palpebra superior adalah ditengah-tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2mm jika kedua palpebra simetris.2

Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palpebra, lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus. Ptosis juga dapat terjadi pada miastenia gravis pada satu mata atau kedua mata.3

Sampai saat ini insidens ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran.4 Ptosis yang didapat (acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi biasanya ditemukan pada usia dewasa tua.5

Berdasarkan onsetnya ptosis dibagi menjadi ptosis kongenital dan ptosis didapat (acquired). Berdasarkan etiologinya ptosis dapat dibagi menjadi miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal dan traumatik.6 Sedangkan menurut derajatnya ptosis dibagi menjadi ptosis ringan jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm, ptosis sedang jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm dan ptosis berat jika batas kelopak mata atas menutupi kornea > 4 mm.7

Blepharoptosis merupakan penyebab penting dari kehilangan penglihatan. Mengingat penatalaksanaan ptosis tergantung dari etiologi dan derajat ptosis maka perlu diketahui lebih jelas tentang etiologi dan derajat ptosis. Menurut etiologinya, pada ptosis kongenital (myogenic etiology) dilakukan pembedahan (memperpendek) otot levator yang lemah serta aponeurosisnya atau menggantungkan palpebra pada otot frontal. Jenis operasi untuk ptosis kongenital adalah reseksi levator eksternal. Pada ptosis yang didapat (aponeurotic etiology), misalnya pada myastenia gravis dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi penyebab tidak mungkin, maka kelopak mata diperpendek menurut arah vertikalnya (jika fungsi levator baik) atau diikatkan ke frontal (jika fungsi levator buruk). Prosedur Fasenella-Servat lebih sering digunakan untk kasus ptosis yang didapat.8,9

Sedangkan menurut derajatnya, untuk ptosis ringan yang tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi. Bila akan dilakukan operasi, prosedur Fasenella-Servat diindikasikan untuk ptosis ringan. Pada kasus ptosis moderat diindikasikan pembedahan dengan teknik reseksi levator eksternal. Sedangkan pada ptosis berat, frontalis sling merupakan pendekatan yang paling baik.8,9

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI PALPEBRA

Palpebra terletak di depan bola mata, yang melindungi mata dari cedera dan cahaya yang berlebihan. Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah bergerak daripada palpebra inferior. Bila mata ditutup, palpebra superior menutup kornea dengan sempurna. Bila mata dibuka dan menatap lurus ke depan, palpebra superior hanya menutupi pinggir atas kornea.10

Palpebra berfungsi:

Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior

Mensekresi lapisan lemak dari lapisan air mata

Menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea

Mencegah mata menjadi kering

Memiliki pungta tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal.11Gerakan Palpebra

Posisi palpebra pada waktu istirahat bergantung pada tonus m. Orbicularis oculi dan m. Levator palpebrae serta posisi bola mata. Palpebra menutup bila m. Orbicularis oculi kontraksi dan m. Levator palpebrae superioris relaksasi. Mata terbuka apabila m. Levator palpebrae superioris kontraksi dan m. Orbicularis oculi relaksasi. Pada waktu melihat ke atas, m. Levator palpebra superioris berkontraksi dan bergerak bersama bola mata. Pada waktu melihat ke bawah, kedua palpebra bergerak ke bawah. Palpebra superior terus menutupi kornea bagian atas dan palpebra inferior agak tertarik ke bawah.Struktur Palpebra

Palpebra terbagi menjadi 7 lapisan, yaitu kulit, otot orbikularis, septum, bantalan lemak, tarsus, levator, dan konjungtiva.12

1. Kulit

Kulit merupakan lapisan anterior dengan jaringan subkutaneous. Palpebra memiliki kulit yang tipis 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit disini sangat halus dan mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar sebaseanya, juga terdapat sejumlah kelenjar keringat. Dibawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang dapat meluas pada edema masif.12,13

2. Otot orbikularis

M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak dibawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata. Otot ini terdiri dari lempeng yang tipis yang serat-seratnya berjalan konsentris. Otot ini dipersarafi oleh nervus fasialis (n.VII) yang kontraksinya menyebabkan gerakan mengedip, disamping itu otot ini juga dipersarafi oleh saraf somatik eferen yang tidak dibawah kesadaran.12

M. orbikularis okuli terbagi dalam bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian orbital, yang terutama berfungsi untuk menutup mata kuat, adalah otot melingkar tanpa insertio temporal. Otot praseptal dan pratarsal memiliki kaput medial superficial dan profundus, yang turut serta dalam pemompaan air mata.123. Septum Orbita

Septum orbita merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan. Septum merupakan sawar penting antara palpebra dan orbita.12 Pada palpebra superior, septum orbita bersatu dengan levator aponeurosis kurang lebih 1-3 mm superior tarsus pada orang yang bukan etnis Asia.134. Bantalan lemak pra aponeurotika

Bantalan lemak tambahan terdapat di medial palpebra superior. Lemak ini penting sebagai petunjuk dalam operasi, karena letaknya langsung di belakang septum orbita dan di depan aponeurosis levator.12,135. Tarsus

Tarsus merupakan jaringan ikat fibrous panjangnya 25 mm, yang dihubungkan pada tepian orbita oleh tendo-tenso kanthus medialis dan lateralis. Didalamnya terdapat kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas) yang membentuk oily layer dari air mata. Tarsus palpebra superior merupakan jaringan ikat yang kokoh, tebal , yang berguna sebagai kerangka palpebra, tarsus superior pada bagian tengah palpebra vertical berukuran 9-10 mm, dengan ketebalan lebih-kurang 1 mm. Arkade arteri marginal terletah 2 mm superior margin palpebra dekat dengan folikel silia dan anterior tarsus antara levator aponeurosis dengan muskulus Muller.12,136. Otot levator dan aponeurotik levator palpebra

Merupakan major refractor untuk kelopak mata atas. M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Saat memasuki palpebra, otot ini membentuk aponeurosis yang melekat pada sepertiga bawah tarsus superior.13

Otot ini dipersarafi oleh nervus okulomotoris (N.III), yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.14 Kerusakan pada nervus okulomotoris (N.III) atau perubahan-perubahan pada usia tua menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis). Suatu otot polos datar yang muncul dari permukaan profunda levator berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Jika persarafan simpatis rusak (seperti pada sindrom Horner) akan terjadi ptosis ringan.11

Muskulus levator pada orang dewasa panjangnya lebih-kurang 40 mm, sedangkan aponeurosis panjangnya 14-20 mm. Ligamentun transversal (Whitnalls ligament) adalah penebalan dari fasia muskulus levator yang berlokasi di daerah transisi muskulus levator dengan aponeurosis levator.13

Ligamentum whitnalls adalah muskulus levator yang bertransformasi, berstruktur seperti tendon yang berwarna putih berkilat. Levator aponeurosis membelah menjadi lamella anterior dan posterior pada lokasi kira-kira 10-12 mm di atas tarsus. Lamella posterior terdiri dari jaringan otot yang lembut yang diinervasi oleh saraf simpatis, disebut juga muskulus mullers, yang analog dengan muskulus tarsal palpebra inferior. Muskulus muller kemudian berinsersi pada pinggir atas tarsus. Muskulus muller bagian posterior melekat erat dengan lapisan konjungtiva dan bagian anterior melekat dengan aponeurosis. Tidak ditemukan arcade pembuluh darah perifer pada anterior muskulus muller dekat dengan insersi pinggir superior tarsus.13

7. Konjungtiva Tarsal

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan musin.14

Eversi kelopak dilakukan dengan mata pasien melihat jauh ke bawah. Pasien diminta jangan mencoba memejamkan mata. Tarsus ditarik ke arah orbita. Pada konjungtiva dapat dicari adanya papil, folikel, perdarahan, sikatriks dan kemungkinan benda asing.15

Gambar 1. Penampang Melintang Palpebra

Margo Palpebra

Panjang margo palpebra adalah 25-30 mm lebar 2 mm. Ia dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior.

a) Margo anterior

1. Bulu mata

Bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak teratur.

2. Glandula Zeis

Ini adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil, yang bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.

3. Glandula Moll

Ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata.

b) Margo posterior

Margo palpebra superior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang margo ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (glandula Meibom, atau tarsal).

c) Punktum Lakrimal

Pada ujung medial dari margo palpebra posterior terdapat elevasi kecil dengan lubang kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan inferior.12

Fissura Palpebra

Fissura palpebra adalah ruang ellips diantara kedua palpebra yang dibuka. Normalnya fissura palpebra memiliki lebar 9 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Fissura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut tajam. Kanthus medialis lebih elliptic dan mengelilingi lakuna lakrimalis.12

Gambar 2. Dimensi Normal dari Fisura PalpebraRetraktor Palpebra

Retraktor palpebra berfungsi membuka palpebra. Mereka dibentuk oleh kompleks muskulofasial, dengan komponen otot rangka dan polos, dikenal sebagai kompleks levator palpebra superior.Di palpebra superior, bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Levator dipasok cabang superior dari nervus okulomotorius (N.III). Darah ke levator palpebrae superioris datang dari cabang muskular lateral dari arteri oftalmika.12

Persarafan Sensoris

Persarafan sensoris ke palpebra datang dari divisi pertama dan kedua dari nervus trigeminus (N.V). Nervus lakrimalis, supraorbitalis, supratrokhlearis, infratrokhlearis dan nasalis eksterna kecil adalah cabang-cabang dari divisi oftalmika dari nervus kelima. Nervus infraorbitalis, zigomaticofacialis, zigomaticotemporalis merupakan cabang-cabang dari divisi maksilaris (kedua) nervus trigeminus.12

Pembuluh Darah dan Limfe

Pasokan darah ke palpebra datang dari arteri lakrimalis dan oftalmika melalui cabang-cabang palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis antara arteri palpebra lateralis dan medialis membentuk arcade tarsal yang terletak di dalam jaringan areolar submuskular.12

Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam vena oftalmika dan vena-vena yang mengangkut darah dari dahi dan temporal. Vena-vena itu tersusun dalam pleksus pra- dan pasca tarsal.12

Pembuluh limfe dari segmen lateral palpebra berjalan ke dalam nodus pra-auricular dan parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya ke dalam limfonodus submandibular.12

BAB III

PTOSIS

A. Definisi

Ptosis merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid ), dimana kelopak mata atas tidak dapat diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata menjadi lebih kecil dibandingkan dengan keadaan normal.1 Normalnya fissura palpebra memiliki lebar 9 mm. Posisi normal palpebra superior adalah ditengah-tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm jika kedua palpebra simetris.2B. Etiologi

Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palebra, lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus. Penyebab ptosis adalah miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal, dan traumatik. Ptosis juga dapat terjadi pada miastenia gravis pada satu mata atau kedua mata.3,6C. EpidemiologiSampai saat ini insidensi ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital dapat mengenai seluruh ras, angka kejadian ptosis sama antara pria dan wanita. Ptosis kongenital biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran.4 Ptosis yang didapat (acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi biasanya ditemukan pada usia dewasa tua.5D. Klasifikasi

Berdasarkan Onsetnya

Secara garis besar ptosis dapat dibedakan atas 2, yaitu :

A. Kongenital

Sebagian besar kasus ptosis kongenital akibat gangguan pembentukan jaringan muskulus levator (myogenic etiology).6,13 Dapat terjadi dalam bentuk:

1. Unilateral : kegagalan perkembangan dan innervasi abnormal otot levator palpebra. Bila cukup berat dapat menyebabkan ambliopia dan harus segera ditangani dengan pembedahan. Dapat menyertai Marcus Gunn syndrome (kelainan nervus III dan nervus V), dimana kontraksi m.levator palpebra terjadi bila rahang membuka ke samping pada sisi yang berlawanan.

2. Bilateral : infantile myastenia gravis atau anak dari ibu yang menderita Myastenia gravis.

3. Ptosis yang menyertai Sturge Weber, von Recklinghausen syndrome dan alkohol fetal syndrome.16B. Didapat (Acquired)

Ptosis didapat terjadi akibat penurunan regangan atau disinsersi aponeurosis levator (aponeurotic abnormality).6,13 Dapat terjadi pada keadaan:

1. Terkait dengan penyakit muskular, kelainan neurologis, faktor mekanik. Pada beberapa kasus memerlukan penanganan secepatnya.

2. Myastenia Gravis

3. Botulinism

4. Paralisis n. III akibat trauma, tumor, degenerative CNS disease, lesi vaskular.

5. Distrofi miotonik.

6. Tumor, trauma, jaringan sikatrik pada palpebra.

7. Horners Syndrom (ptosis, miosis dan dishidrosis ipsilateral).16 Tabel 1. Perbandingan Blefaroptosis 6

Kongenital Myogenik PtosisAcquired Aponeurotik

Ptosis

Palpebral fissure heightPtosis ringan- beratPtosis ringan- berat

Upper eyelid creaseLemah atau tidak ada pada posisi normalLebih tinggi dari normal

Levator functionBerkurangHampir normal

On downgazeEyelid lagEyelid drop

Berdasarkan Etiologinya

1. Ptosis Myogenik

Kongenital

Akibat dari gangguan perkembangan (maldevelopment) muskulus levator dengan karakteristik penurunan fungsi levator, kelopak mata tertinggal, dan kadang-kadang lagoftalmus. Congenital Myogenic Ptosis dengan fenomena Bell yang buruk atau strabismus vertikal kemungkinan mengindikasikan gangguan perkembangan konkomitan pada muskulus rektus superior.6,13

Didapat

Ptosis ini jarang ditemukan, merupakan akibat dari kelainan muskuler lokal atau menyeluruh, seperti distrofi muskuler, eksternal oftalmoplegia progresif kronik, miastenia grafis, atau distrofi okulofaringeal. 6,13

Distrofi muskuler

Ditemukan ptosis dan kelemahan muka. Gejala lainnya adalah katarak, kelainan pupil, botak frontal, atrofi testes dan diabetes.2

Oftalmoplegia eksternal menahun progresif

Adalah penyakit neuromuskuler herediter progresif lambat, yang mulai dipertengahan kehidupan. Semua otot ekstra okuler termasuk levator dan otot-otot ekspresi muka berangsur-angsur terkena. Biasanya bersifat bilateral, simetris dan progresif ptosis. Namun reaksi pupil dan akomodasi normal. Untuk dapat mengangkat palpebra biasanya pasien menggunakan M. Frontalis. Pada Sindroms Kearns Sayre ophtalmoplegia disertai retinitis pigmentosa dan blok jantung.2 Myasthenia gravis

Suatu gangguan neuro muskular yang diduga disebabakan oleh adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada neuro muskular jungtion. Merupakan myogenik ptosis yang bilateral dan asimetris. Ptosis yang terjadi sering bersamaan dengan diplopia . Muskulus orbikularis okuli juga sering terkena. Kedut palpebra Cogan kadang-kadang ada saat menggerakkan mata dari pandangan ke bawah ke posisi primer, palpebra superior berkedut ke atas.2

2. Ptosis Aponeurotika

Kongenital

Akibat kegagalan insersi aponeurosis pada posisi normal di permukaan anterior tarsus.6,13

Didapat

Akibat kelemahan, perlepasan, atau disinsersi aponeurosis levator dari kedudukan noramal. Umumnya terdapat cukup sisa perlekatan ke tarsus yang dapat mengangkat palpebra saat melihat keatas. Tetap tersisanya perlekatan aponeurosis levator ke kulit dan muskulus orbikularis menghasilkan lipatan palpebra yang sangat tinggi, dapat pula terjadi penipisan palpebra dimana bayangan iris tampak terbayang melalui kulit palpebra superior. Mekanisme ptosis pada operasi mata, blepharochalasis, kehamilan dan penyakit Grave umumnya akibat kerusakan pada aponeurosis.2,6,13

3. Ptosis Neurogenik

Kongenital

Disebabkan karena adanya defek neurogenik yang terjadi pada saat perkembangan embrio. Ptosis ini jarang ditemukan dan sering berhubungan dengan kelumpuhan nervus kranial III kongenital, horner sindrom congenital, atau Marcus Gunn jaw-winking sindrom.6,13

Didapat

Disebabkan karena putusnya hubungan persarafan normal yang paling sering terjadi akibat sekunder dari kelumpuhan nervus kranial III didapat, sindrom horner atau miastenia grafis didapat.6,13

Sindrom Marcus Gunn

Pada sindrom Marcus Gunn (fenomena berkedip-rahang), mata membuka saat mandibula dibuka atau menyimpang ke sisi berlawanan. Muskulus levator yang mengalami ptosis disarafi oleh cabang-cabang motorik nervus trigeminus dan nervus okulomotorius.2

Sindroma Horner

Blepharoptosis yang terjadi adalah akibat berkurangnya inervasi simpatis ke otot otot muller palpebra superior yang terkadang juga diikuti pada palpebra inferior yang jika kedua palpebra mengalami ptosis akan beradampak berkurangnya lebar vertikal fisura palpebra yang sering disalah diagnosis dengan enophthalmos.2

Penyebab sindrom horner adalah fraktur vertebra servikalis, tabes dorsalis , siringomelia . tumor corda servikal. Paralisis otot Muller hampir selalu berkaitan dengan sindroma Horner dan biasanya didapat. Jarang ada ptosis di bawah 2 mm, dan ambliopia tidak pernah terjadi.2

4. Ptosis Mekanikal

Ptosis mekanikal biasanya terjadi akibat neoplasma yang mendorong palpebra superior ke inferior, hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital seperti neuroma fleksiform, hemangioma, atau oleh neoplasma didapat seperti khalazion besar, basal sel atau squamous sel karsinoma. Edema setelah operasi atau trauma dapat menyebabkan ptosis mekanikal sementara.6,13

5. Ptosis Traumatik

Ptosis Traumatik terjadi akibat trauma tajam dan tumpul pada muskulus atau aponeurosis levator. Seperti pada laserasi palpebra superior dan prosedur bedah saraf orbital. Pada kasus ptosis traumatic penderita harus diobservasi selama 6 bulan sebelum melakukan koreksi ptosis karena kadang-kadang dapat sembuh spontan.6,13Pseudoptosis

Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pseudoptosis, termasuk hipertropia, enoftalmos, mikroftalmos, anofthalmos, ptisis bulbi, defek sulkus superior akibat trauma, atau kasus lainnya.6,13

Tabel 2. Klasifikasi Ptosis Menurut Beard 2Kelainan perkembangan levator Simplek

Kelemahan rektus superior

Ptosis miogenik lain Sindrom blepharophimosis

Ophtalmoplegia eksternal progresif menahun

Sindrom okulofaringeal

Distrofi muskular progresif

Miastenia Gravis

Fibrosis kongenital dari muskulus ekstraokuler

Ptosis aponeurotik Ptosis senilis

Ptosis herediter berkembang lambat

Stress atau trauma aponeurosis levator

Pasca operasi katarak

Lokal trauma lainnya

Blepharochalasis

Berhubungan dengan kehamilan

Berhubungan dengan penyakit Grave

Ptosis neurogenik Lesi nervus okulomotor

Sindrom Horner

Migrain Ofthalmoplegi

Multipel Sklerosis

Sindrom Marcuss Gunn

Ptosis misdireksi nervus III

Pasca trauma oftalmoplegi

Ptosis mekanik

Terlihat seperti ptosis Akibat hipotropia

Akibat dermatochalasis

Akibat berkurangnya jaringan penyokong posterior kelopak mata

Berdasarkan Jarak Jatuhnya Palpebra Superior

Ptosis diklasifikasikan atas 3 derajat: 71. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm termasuk ptosis ringan,2. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm termasuk ptosis sedang

3. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea > 4 mm termasuk ptosis berat.

E. PatofisiologiKelopak mata diangkat oleh kontraksi m. levator superioris palpebrae. Dalam kebanyakan kasus ptosis kongenital, sebuah hasil kelopak mata droopy dari disgenesis miogenik lokal. Daripada serat otot normal, jaringan berserat dan lemak yang hadir di dalam otot, mengurangi kemampuan m. levator untuk kontraksi dan relaksasi. Oleh karena itu, kondisi ini biasa disebut ptosis kongenital myogenic. Ptosis kongenital juga dapat terjadi ketika inervasi untuk m. levator terganggu melalui disfungsi neurologis atau neuromuscular junctionF. Gambaran Klinis

Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak mata atas dengan atau tanpa riwayat trauma lahir, paralisis n. III, Horners Syndrom ataupun penyakit sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya disertai dengan ambliopia sekunder.4Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang karena mata bagian atas tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus lain, beberapa orang (utamanya pada anak-anak) keadaan ini akan dikompensasi dengan cara memiringkan kepalanya ke belakang (hiperekstensi) sebagai usaha untuk dapat melihat dibalik palpebra superior yang menghalangi pandangannya. Biasanya penderita juga mengatasinya dengan menaikkan alis mata (mengerutkan dahi). Ini biasanya terjadi pada ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup seluruhnya, dapat terjadi ambliopia.1,7

Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara perlahan-lahan tapi progresif yang akhirnya menjadi komplit. Ptosis pada myasthenia gravis onsetnya perlahan-lahan, timbulnya khas yaitu pada malam hari disertai kelelahan, dan bertambah berat sepanjang malam. Kemudian menjadi permanen. Ptosis bilateral pada orang muda merupakan tanda awal myasthenia gravis.2

Pada ptosis kongenital seringkali gejala muncul sejak penderita lahir, namun kadang pula manifestasi klinik ptosis baru muncul pada tahun pertama kehidupan. Kebanyakan kasus ptosis kongenital diakibatkan oleh suatu disgenesis miogenic lokal. Bila dibandingkan dengan otot yang normal, terdapat serat dan jaringan adipose di dalam otot, sehingga akan mengurangi kemampuan otot levator untuk berkontraksi dan relaksasi. Kondisi ini disebut sebagai miogenic ptosis kongenital.4

Symptom/ gejala ptosis:

Jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.

Kesulitan membuka mata secara normal.

Peningkatan produksi air mata.

Adanya gangguan penglihatan.

Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata.

Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.17G. Diagnosis

Diagnosis ptosis dapat ditegakkan. Berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan yang tepat maka selain diagnosis, juga dapat diketahui kausa dari ptosis dan derajat beratnya ptosis sehingga dapat ditentukan tindakan dan penanganan yang tepat. Anamnesis:

Identitas Onset ptosis

Faktor yang mengurangi atau pemicu

Riwayat keluarga

Sejak pertama muncul apakah meningkat, berkurang atau konstan.

Hubungannya dengan:

Gerakan rahang

Gerakan mata yang abnormal

Postur kepala yang abnormal

Riwayat trauma atau pembedahan sebelumnya

Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat perubahan pada mata. 12,18Pasien mengeluh sulit mengangkat kelopak mata atasnya sehingga lapangan pandang pasien jadi berkurang (kesulitan membuka mata secara normal dan adanya gangguan penglihatan). Pasien mengeluhkan matanya seperti mata malas, jatuhnya/menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal. Peningkatan produksi air mata. Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata. Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.

Pemeriksaan Oftalmologi:

Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding mata normal. Ptosis biasanya mengindikasikan lemahnya fungsi dari otot levator palpebra superior (otot kelopak mata atas). Rata rata lebar fisura palpebra/celah kelopak mata pada posisi tengah adalah berkisar 9 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata rata diameter kornea secara horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal adalah 11 mm. Bila tidak ada deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari batas limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi 1.5 mm kornea bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah seharusnya 4 mm diatas reflek cahaya pada kornea.15

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut meliputi:

1. Palpebra Fissure Height

Jarak antara margo palpebra superior dan inferior pada posisi penglihatan primer.13

Gambar 3. Pemeriksaan Palpebra Fissure Height

2. Margin-Reflex Distance

Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1)

Jarak antara tengah refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata atas dengan pada posisi primer. Hasil pengukuran 4 - 5 mm dianggap normal.18

Gambar 4. Pemeriksaan Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1)

Margin-Reflex Distance 2 (MRD 2)

Jarak antara pusat refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata bawah pada posisi primer. Jumlah MRD1 dan MRD2 sama dengan palpebra fissure height.6

Gambar 5. Margin Reflex Distance 23. Upper Lid Crease (Lipatan Palpebra Atas)Jarak antar lipatan kulit palpebra superior dengan margin palpebra. Akibat insersi jaringan muskulus levator ke dalam kulit sehingga membentuk lid-crease. Disinsersi aponeurosis levator membentuk lid-crease pada posisi tinggi, ganda, dan asimetris. Lid-crease biasanya tinggi pada pasien ptosis involusional. Pada ptosis kongenital biasanya samar-samar atau tidak ada. Ciri khas lid-crease orang Asia biasanya rendah dan tidak jelas walaupun tidak ada ptosis.6,13

Gambar 6. Upper Lid Crease4. Levator Function

Penderita diminta melihat ke bawah maksimal, pemeriksa memegang penggaris dan menempatkan titik nol pada margo palpebra superior, juga pemeriksa menekan otot frontal agar otot frontal tidak ikut mengangkat kelopak, lalu penderita diminta melihat ke atas maksimal dan dilihat margo palpebra superior ada pada titik berapa. Aksi levator normal 14-16 mm.13

Gambar 7. Pemeriksaan Levator Function

5. Bells Phenomenon

Penderita disuruh menutup atau memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa membuka kelopak mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells Phenomenon (+).19

Gambar 8. Pemeriksaan Bells Phenomena

Tabel 3. Eyelid Measurements 21TestMeasurementNormal

PF palpebral fissure vertical9 mm

PFdpalpebral fissure vertical in downgaze2-4 mm

MRD1light reflex to upper lid margin4-5 mm

MRD2light reflex to lower lid margin4-5 mm

MRD3margin to corneal light reflex in upgaze

BLFupper lid margin from down gaze to upgaze12-18 mm

MCDon down gaze lid margin to crease7-10 mm

MFDon primary gaze lid margin to crease4-5 mm

MLDmargin to 6 oclock limbus in upgaze9 mm

lagLagophthalmos0 mm

Pemeriksaan Oftalmologi Lainnya: Tajam penglihatan dan kelainan refraksi kedua mata

Posisi kepala, elevasi dagu, posisi alis mata, dan aksi alis saat berusaha melihat ke atas.

Lagoftalmus (penutupan kelopak mata yang tidak sempurna)

Tes Schimer

Sensibilitas kornea

Gerakan bola mata 6,13Pemeriksaan Tambahan:

Pemeriksaan lapangan pandang Pemeriksaan farmakologi: kokain topical, tes tensilon.6Pada pasien ptosis umumnya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Namun untuk mengetahui adanya kelainan sistemik yang dapat mengakibatkan keadaan tersebut kiranya dapat dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan mata dibutuhkan misalnya bila untuk melihat adanya massa tumor yang menyebabkan terjadinya ptosis, dan pada pasien yang ditemukan adanya kelainan neurologik lainnya misalnya pada pupil yang abnormal.4

H. Diagnosis Banding

Hemangioma, Capillary

Laceration, EyelidHorner Syndrome

Bell Palsy

Marcus Gunn Jaw-winking Syndrome

Multiple Sclerosis Cellulitis, Orbital

Myasthenia Gravis Cellulitis, Preseptal Exophthalmos Orbital Fracture, Floor

Chalazion Orbital Fracture, Apex

Ptosis, Congenital Chronic Progressive External Ophthalmoplegia Conjunctivitis, Giant Papillary I. Penatalaksanaan

Penting untuk menyingkirkan penyebab dasar yang terapinya dapat menyelesaikan masalah (misal myasthenia gravis).7 Apabila ptosisnya ringan, tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi.8

Pada ptosis kongenital, dilakukan pembedahan (memperpendek) otot levator yang lemah serta aponeurosisnya atau menggantungkan palpebra pada otot frontal. Pada anak-anak dengan ptosis tidak memerlukan pembedahan secepatnya namun perlu tetap diobservasi secara periodik untuk mencegah terjadinya ambliopia. Bila telah terjadinya ambliopia, pembedahan dapat direncanakan secepatnya. Namun jika hanya untuk memperbaiki kosmetik akibat ptosis pada anak, maka pembedahan dapat ditunda hingga anak berumur 3-4 tahun.8

Pada ptosis yang didapat, dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi penyebab tidak mungkin, maka kelopak mata diperpendek menurut arah vertikalnya (jika fungsi levator baik) atau diikatkan ke frontal (jika fungsi levator buruk).8

Indikasi pembedahan: 2

1. Fungsional

Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai ptosis pada anak-anak.

2. Kosmetik

Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi pandangan hanya mungkin jika fungsi levator tidak terganggu.

Kontra Indikasi pembedahan:2,21

1. Kelainan permukaan kornea

2. Bells Phenomenon negatif

3. Paralisa nervus okulomotoris

4. Myasthenia gravis

Prinsip-Prinsip Pembedahan:

Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup dengan anestesi lokal. Pada ptosis ringan, jaringan kelopak mata yang dibuang jumlahnya sedikit. Prinsip dasar pembedahan ptosis yaitu memendekkan otot levator palpebra atau menghubungkan kelopak mata atas dengan otot alis mata. Koreksi ptosis pada umumnya dilaksanakan hanya setelah ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat bahwa pembedahan memiliki banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan sebelumnya dengan ahli bedah yang akan menangani pasien tersebut.9

Beberapa Pembedahan Ptosis:

Reseksi Levator Eksternal

Prosedur ini memendekan aponeurosis levator dengan cara insisi pada lipat palpebra. Insisi pada kulit disembunyikan antara lid fold yang lama dan yang baru agar serasi dengan mata kontralateral. Reseksi levator eksternal diindikasikan pada kasus ptosis moderat sampai berat dengan fungsi kelopak yang buruk. Ptosis kongenital termasuk kategori tersebut.9

Pedoman yang dianjurkan Beard :

1. Ptosis kongenital ringan (1,5-2 mm) dengan fungsi levator yang masih baik (8 mm atau lebih) : reseksi 10 13 mm.

2. Ptosis kongenital sedang (3 mm) :

fungsi levator baik (8 mm atau lebih) : dipotong 14 17 mm;

fungsi yang kurang (5-7 mm) : direseksi 13 22 mm

fungsi yang buruk (0-4 mm): reseksi 22 mm atau lebih.

3. Ptosis kongenital berat (4 mm atau lebih) dengan fungsi yang kurang sampai buruk : reseksi 22 mm atau lebih atau lakukan sling frontalis.9 Frontalis sling

Pada kasus ptosis berat dengan fungsi palpebra 1-2 mm, frontalis sling merupakan pendekatan yang paling baik.9

Prosedur Fasenella Servat

Elevasi palpebra dengan cara mengambil jaringan didalam palpebra termasuk tarsus, konjungtiva dan Mller muscle, jarang digunakan untuk kasus ptosis konginental. Operasi ini diindikasikan jika fungsi levator baik (10 mm) dan ptosis ringan (1-2 mm).9

Gambar 7. Teknik Pembedahan Ptosis

Kebanyakan operasi ptosis berupa reseksi aponeurosis levator atau otot-otot tarsus superior (atau keduanya). Banyak cara, dari kulit maupun dari konjungtiva, kini dipakai. Pada tahun-tahun terakhir ini, titik berat diletakkan pada keuntungan membatasi operasi pada perbaikan dan reseksi aponeurosis levator, terutama pada ptosis yang didapat.2

Pasien dengan sedikit atau tanpa fungsi levator memerlukan sumber pengangkatan alternatif. Menggantungkan palpebra pada kening (alis) memungkinkan pasien mengangkat palpebra dengan bantuan gerak alami muskulus frontalis. Fascia lata autogen biasanya dianggap sebagai alat terbaik untuk menggantung.2

J. Prognosis

Prognosis tergantung pada tingkat ptosisnya dan etiologinya.4 Ptosis kongenital tipe mild dan moderate dapat mengalami perbaikan seiring dengan waktu tanpa komplikasi yang berat.

Ptosis yang menyebabkan ambliopia membutuhkan terapi Patching. Ini dilakukan setelah operasi ptosis.

Ptosis kongenital yang menyebabkan hambatan penglihatan sebaiknya segera ditangani dengan pembedahan.

K. Komplikasi

Underkoreksi

Merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada operasi ptosis. Underkoreksi ini dapat dicegah dengan mengukur jumlah reseksi aponeurosis levator yang tepat sebelum ujung aponeurosis dipotong dan dijahit pada pinggir tarsus. Koreksi ulang apabila dijumpai underkoreksi dapat dilakukan dalam minggu pertama setelah operasi atau pada saat pasien masih dirawat di rumah sakit. Dalam hal ini harus dapat dibedakan underkoreksi karena edema setelah operasi dengan underkoreksi sebenarnya. Overkoreksi

Dapat disertai dengan keratitis eksposure dan dry eyes.6,13

BAB IV

KESIMPULAN

Diagnosis ptosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang tepat. Anamnesis pada pasien ptosis meliputi identitas; onset ptosis; faktor yang mengurangi atau pemicu; riwayat keluarga; sejak pertama muncul apakah meningkat, berkurang atau konstan; hubungannya dengan gerakan rahang, gerakan mata yang abnormal, postur kepala yang abnormal; riwayat trauma atau pembedahan sebelumnya dan foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat perubahan pada mata. Pemeriksaan oftalmologi pada ptosis meliputi pengukuran palpebra fissure height, margin-reflex distance, upper lid crease, levator function, Bells phenomenon dll.

Etiologi ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi muskulus levator palpebra, lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus.

Berdasarkan onsetnya ptosis dibagi menjadi ptosis kongenital dan ptosis didapat (acquired). Berdasarkan etiologinya ptosis dapat dibagi menjadi miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal dan traumatik. Sedangkan menurut derajatnya ptosis dibagi menjadi ptosis ringan jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm, ptosis sedang jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm dan ptosis berat jika batas kelopak mata atas menutupi kornea > 4 mm.

Penatalaksanaan ptosis tergantung dari etiologi dan derajatnya. Menurut etiologinya, pada ptosis kongenital (myogenic etiology) dilakukan pembedahan (memperpendek) otot levator yang lemah serta aponeurosisnya atau menggantungkan palpebra pada otot frontal. Jenis operasi untuk ptosis kongenital adalah reseksi levator eksternal. Pada ptosis yang didapat (aponeurotic etiology), misalnya pada myastenia gravis dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi penyebab tidak mungkin, maka kelopak mata diperpendek menurut arah vertikalnya (jika fungsi levator baik) atau diikatkan ke frontal (jika fungsi levator buruk). Prosedur Fasenella-Servat lebih sering digunakan untk kasus ptosis yang didapat.Sedangkan menurut derajatnya, untuk ptosis ringan yang tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi. Bila akan dilakukan operasi, prosedur Fasenella-Servat diindikasikan untuk ptosis ringan. Pada kasus ptosis moderat diindikasikan pembedahan dengan teknik reseksi levator eksternal. Sedangkan pada ptosis berat, frontalis sling merupakan pendekatan yang paling baik.DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2007; hal .100.

2. Vaughan, Daniel. Blepharoptosis. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000; hal. 86-7.

3. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2005; hal.47.

4. Suh, Donny Wun. Ptosis, Congenital. Editor(s) : Michael J Bartiss, Donald S Fong, Mark T Duffy, Lance L Brown, Hampton Roy. Department of Ophthalmology, University of Nebraska Medical Center. Avaiable at http://www.emedicine.com/ ph/topic345. 10 Mei 2010.

5. Cohen, Adam. Ptosis, Adult. Available at Error! Hyperlink reference not valid..6. American Academy of Ophthalmology: Orbit, Eyelids, and Lacrimal System in Basic and Clinical Science Course, Section 7, 2001-2002.page 189-204.

7. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper eyelid). American Board of Plastic Surgery. Available at http://www.plasticsurgery4u.com/procedure_folder/eyelid_recon_folder/eyelid_function.html. 10 Mei 2010.8. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto, 2002; hal .73-75.

9. Sparth, George L. Plastic Surgery. Dalam Opthalmic Surgery. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 1982; hal : 582-589.

10. Snell, Richard. Palpebra. Dalam: Anatomi Klinik. Jakarta: EGC, 2006; hal. 766-8.

11. James, Bruce. Kelopak Mata. Dalam: Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005; hal .3-5.

12. Vaughan, Daniel. Palpebra. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000; hal. 17-21.

13. Aryatul, Aryani. Penatalaksanaan Ptosis dengan Teknik Reseksi Aponeurosis Levator Melalui Kulit. USU Resepository. 2008; p 1-32.

14. Ilyas, Sidharta. Kelopak Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2007; hal .1-2.

15. Ilyas, Sidharta. Anatomi Kelopak. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2005; hal.42-43.

16. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper eyelid). American Board of Plastic Surgery. Available at http://www.plasticsurgery4u.com/procedure_folder/eyelid_recon_folder/eyelid_function.html. 10 Mei 2010.

17. Mahendra. Ptosis: Kelopak Mata yang Menggantung. Available at http://www.mahendraindonesia.com. 10 Mei 2010.

18. Grover, AK. Long Case of Ptosis. Available at http://www.eophtha.com/ ejo13.html. 10 Mei 2010.

19. Newman, Steven A. The Pasient With Eyelid or Facial Abnormalities. Dalam Basic And Clinical Science Course-Neuro Opthalmology. Bagian 5. The Foundation Of The American Academy Of Ophthalmology. San Fransisco. 2001; hal : 263.

20. The Online Eye Manual / Occuloplastics. Eyelid Measurements. Available at http://mail.ml.usoms.poznan.pl/eyemanual/plastics5.htm. 19 Mei 2010.

21. Evans, N.M. The Eyelids. Dalam Opthalmology. Oxford University Press. Oxford. 1995; hal : 17-20